Ada yang menuai karena ada yang menabur. Sama seperti gereja-gereja dan lembaga-lembaga misi yang saat ini ada karena ada orang yang bersedia meninggalkan zona kenyamanan, menyingsingkan lengan, dan bekerja keras agar firman Tuhan sampai ke ujung bumi. Lewat artikel-artikel bangsa yang kami hadirkan kepada Anda, kiranya dapat menjadi motivasi pelayanan Anda.
Relativisme budaya berbeda dengan relativisme etis, dan keduanya itu harus dibedakan dengan saksama. Relativisme etis berbicara tentang pengabaian prinsip dan tidak adanya rasa tangggung jawab dalam pengalaman hidup seseorang. Sebaliknya, relativisme budaya berbicara mengenai pegangan yang teguh pada prinsip, pengembangan prinsip tersebut, dan tanggung jawab penuh dalam kehidupan dan pengalaman seseorang.
Relativisme budaya mengizinkan anggota masyarakat untuk mengalami hal-hal yang mutlak dan mengetahui makna hidup mereka sesungguhnya. Masalah pencurian di Amerika Tengah yang multibudaya, misalnya, setiap orang di sana mengerti suatu hal yang mutlak, "Tidak boleh mencuri." Setiap orang di sana mengerti, mengiyakan, dan mempraktikkan hal-hal yang mutlak dalam aturan dan norma masyarakat, memenuhi tanggung jawabnya sebagai individu maupun anggota masyarakat. Tak seorang pun melanggar apa yang sudah mutlak dalam menyesuaikan diri dan hidup berdampingan dengan orang lain. Dengan sendirinya, konflik norma terselesaikan dengan mudah melalui saling pengertian. Penyelesaian konflik pun dijaga melalui pengadaptasian yang arif oleh masyarakat. Kekacauan justru timbul dalam masyarakat berbudaya tunggal karena adanya keterhubungan antara relativisme budaya dan relativisme etis.
Kekacauan juga timbul akibat penggabungan absolutisme alkitabiah dan absolutisme budaya. Banyak orang yang memiliki niat baik dalam ranah budaya tunggal yang menganggap bahwa cara mereka bertindak bukan hanya cara yang Tuhan kehendaki untuk mereka lakukan, tapi juga untuk orang-orang dari budaya lain lakukan. Mereka merasa tindakan mereka menyenangkan hati Tuhan. Jika tindakan mereka ternyata tidak menyenangkan-Nya, mereka akan mengubahnya sehingga apa yang mereka lakukan menyenangkan Tuhan. Jika pada faktanya ada hal-hal alkitabiah yang mutlak, hal-hal itu harus diwujudkan dalam pikiran, perkataan, dan tindakan orang Kristen. Oleh karena itu, dalam pikiran mereka, absolutisme membentang dari kemutlakan Tuhan sampai ekspresi manusia atas kemutlakan tersebut dalam ranah budaya. Variasi lain dari pola pemikiran tersebut dalam nuansa sosial budaya akan berujung pada pengabaian hal-hal yang mutlak. Jadi absolutisme alkitabiah bercampur selamanya dengan absolutisme budaya. Orang yang tidak mendukung absolutisme seperti itu pasti dianggap sebagai relativis dan tidak percaya terhadap hal-hal yang mutlak dalam hal apa pun.
Ada empat kombinasi dari kedua istilah itu. Alkitabiah/budaya dan absolutisme/relativisme menghasilkan keempat kombinasi berikut:
Dilihat dari sejarah, kombinasi nomor tiga bukanlah kombinasi yang diperhatikan oleh gereja. Jika seseorang tidak mengiyakan kombinasi nomor satu, maka secara otomatis dapat diasumsikan bahwa ia meninggalkan semua kemutlakan dan mendukung relativisme alkitabiah dan relativisme budaya. Para profesional berpegang pada kombinasi nomor empat, namun kesalahan itu bukan dikarenakan profesi mereka, melainkan dikarenakan keprofesionalitasan mereka. Seorang profesional yang tidak nyaman dengan relativisme alkitabiah dan budaya tidak perlu berpegang pada kombinasi yang merupakan gabungan dari relativisme. Dia bisa memilih kombinasi nomor dua dan membantu anggota masyarakat suatu budaya mengenal Allah seutuhnya sebagai anggota budaya tersebut tanpa harus menjadi misionaris.
Absolutisme Alkitabiah dan Relativisme Budaya
Pendekatan absolutisme alkitabiah dan relativisme budaya menegaskan adanya gangguan supernatural yang melibatkan tindakan dan ajaran. Bahkan seperti Kristus, melalui inkarnasi, menjadi daging dan tinggal di antara kita, demikian juga ajaran atau kebenaran menjadi terwujud dalam budaya. Bagaimana pun, seperti halnya firman membuat daging tidak kehilangan keilahian-Nya, demikian juga ajaran tidak kehilangan kebenarannya melalui perwujudannya dalam bentuk sosial budaya manusia. Ajaran itu selalu menyeluruh dan utuh sebagai kebenaran. Selama ekspresi sosial budaya didekati secara lintas budaya, maka hal itu dapat dikatakan sebagai kebenaran juga. Saat kebenaran dikawinkan dengan satu perwujudan budaya, potensi adanya "kepalsuan" sangat besar. Yang lebih serius lagi, potensi adanya kepalsuan dalam budaya yang memakukan kebenaran pada satu perwujudan budaya, lebih besar, jika budaya tersebut sedang mengalami proses perubahan.
Sekali lagi, tentang masalah pencurian dalam ranah lintas budaya, perintah "tidak boleh mencuri" sebagai suatu moral yang mutlak dan kebenaran yang dikomunikasikan dalam budaya, diwujudkan di Amerika Utara. Perwujudan itu ada dalam budaya Suku Pocomchi Maya yang diberlakukan sama-sama menyeluruh dan utuh dalam hal properti pribadi dan umum.
Empat pertanyaan untuk memastikan keabsahan dari masyarakat yang berbeda-beda.
Pertanyaan yang biasanya muncul adalah norma atau cara hidup mana yang benar. Masalah itu diselesaikan dengan lebih dulu mengajukan pertanyaan-pertanyaan lintas budaya seperti berikut ini.
Rata-rata orang yang menjalani hidupnya berdasarkan normanya sendiri, mendekati orang lain dari sudut pandang norma yang dianutnya. Biasanya ia akan mengawali empat pertanyaan tersebut dengan pertanyaan nomor tiga. Karena norma-norma yang dianut orang lain dilihat dari sudut pandangnya sendiri, maka norma orang lain perlu untuk berubah. Bila norma yang dianut orang lain tampaknya perlu diubah, maka orang yang memutuskan perlunya ada perubahan itu adalah orang yang bertanggung jawab untuk mengubahnya. Hal ini mungkin terjadi dalam relasi orang tua dengan anaknya, seseorang dengan pasangannya, seorang misionaris dengan negara tertentu, dan seorang pendeta dengan jemaat. Proses perubahan norma orang lain tersebut tergantung sepenuhnya kepada orang yang memutuskan bahwa norma itu perlu berubah. Keterlibatan orang lain dalam keputusan akhir, tidak diperlukan. Jadi orang tua mengambil keputusan untuk anaknya, seorang pasangan mengambil keputusan untuk pasangannya, dewan misionaris yang mengambil keputusan untuk negara, fakultas yang mengambil keputusan untuk mahasiswa, pendeta yang mengambil keputusan untuk jemaatnya. Dalam konteks Kristen, bila seseorang yang membuat keputusan memerlukan dukungan, dia hanya boleh mencari dukungan dari figur yang dengannya ia telah mengonsultasikan masalah yang ada -- Roh Kudus. Dengan demikian, tak seorang pun dapat mempertanyakan keputusan akhirnya.
Orang yang mendekati tindakan, pikiran, atau keyakinan orang lain dari sudut pandang lintas budaya atau dwibudaya, akan memulainya dengan pertanyaan nomor satu. Dia akan benar-benar berusaha memahami sistem di mana tindakan, keyakinan, atau pikiran itu didasarkan dan kemudian bertanya apakah masyarakat yang ada memenuhi norma yang telah ditetapkan secara bertanggung jawab; artinya, dia akan menanyakan pertanyaan nomor dua setelah memahami benar sistem norma yang ada. Dia akan menyelidiki arti dari menjalani hidup berdasar motivasi. Dia akan memerhatikan apakah yang menjadi hal paling penting bagi seseorang -- tindakan yang bertanggung jawab atau tindakan yang tak bertanggung jawab. Kemudian dia akan menuju pada pertanyaan nomor tiga. Saat agen perubahan (orang yang mengubah) menanyakan pertanyaan ini, dia akan melakukannya, bukan dalam bentuk normanya sendiri, namun dalam bentuk norma orang lain. Hal ini dengan serta merta akan melibatkan orang lain dalam proses perubahan. Namun yang lebih penting, pendekatan yang seperti ini akan membuka kemungkinan untuk norma sang agen perubahan juga turut berubah. Saat norma dari kedua belah pihak berpeluang untuk berubah, besar kemungkinan Roh Allah akan masuk dan menuntun salah satu atau kedua pihak dalam proses perubahan. Dalam cara yang dinamis, tiga oknum ini bertanggung jawab atas perubahan norma; Roh Allah, orang yang normanya perlu berubah karena digerakkan oleh Roh, dan orang yang mendukung. Jadi, hubungan timbal balik yang sejati berkembang, membuka salah satu atau kedua-duanya kepada perubahan norma yang efektif.
Saat agen perubahan yang telah terbuka untuk normanya sendiri atau norma orang lain untuk berubah, terus melangkah, dia menemui adanya kebutuhan baru untuk dipenuhi. Dia sekarang memerlukan sesuatu yang lain dari hanya sekadar perubahan perilaku. Dia merasakan perlu adanya beberapa tujuan, standar eksternal.
Injil-injil, dalam bentuk Alkitab, memberikan standar ini. Orang pertama, juga dengan orang lain, yakni orang yang normanya memerlukan perubahan dan yang mendukung perubahan itu, bekerja bersama Injil dalam bahasa yang mereka berdua bisa pahami dan meresponinya sebagai "firman Allah". Bagi orang-orang tertentu di Amerika Utara, mereka hanya dan akan selalu meresponi Alkitab versi King James. Bagi masyarakat Amerika Utara lainnya, mereka hanya dan akan selalu meresponi Alkitab dalam versi beberapa bahasa kontemporer, tergantung pada dialek bahasa Inggris mereka. Bagi mereka yang beretnik dan berlatar belakang yang berbeda, Alkitab yang mereka pakai adalah produk dari program terjemahan yang dipimpin oleh perorangan, suatu masyarakat Alkitab, atau oleh beberapa organisasi lain, seperti program penerjemahan Wycliffe Bible Translators dan Tyndale Living Bible.
Dalam proses yang dinamis ini, tuntutan perubahan dari tantangan lintas budaya dan dalam suatu masyarakat dalam suatu masa, dapat teratasi dengan efektif.
Namun suatu masalah baru mungkin harus dihadapi oleh agen perubahan saat proses itu dimulai dan saat proses perubahan yang kooperatif dan timbal balik itu berlangsung. Bagaimana jika norma kedua belah pihak tidak perlu berubah? Bagaimana jika sebuah norma berubah perlahan dalam jangka waktu yang lama? Bagaimana jika norma dari orang pertama berubah, namun norma pihak yang lain yang perlu berubah, malah tetap? Mungkin ini adalah tantangan terbesar yang dihadapi oleh para misionaris atau agen perubahan. Dia datang ke suatu komunitas dengan asumsi bahwa norma akan berubah dengan masuknya Injil. Namun demikian, bukankah mereka kafir? Hal-hal tertentu akan berubah hanya tuntutan kontak lintas budaya, namun mungkin ada daerah-daerah yang sulit untuk berubah.
Banyak faktor yang memengaruhi hal itu. Ada kemungkinan misionaris tidak memerhatikan pimpinan Roh Kudus. Terjemahan Alkitab yang digunakan untuk menjangkau mereka mungkin tidak mencukupi. Ada kemungkinan misionaris telah salah mengartikan latar belakang sosial budaya atau Alkitab. Ada kemungkinan pula norma yang dianut misionaris harus berubah sebelum tercipta fondasi yang akan memunculkan perubahan pada orang lain. Ada kemungkinan juga bahwa perubahan sedang terjadi, tetapi dalam tempo yang lambat, jauh lebih lambat dari yang diharapkan agen perubahan, atau jauh lebih lambat dari apa yang sebenarnya bermanfaat bagi orang-orang yang terlibat. Atau bahkan mungkin juga Injil bisa masuk dalam suatu kehidupan tanpa diperlukan adanya perubahan -- terlepas dari perubahan rohani.
Beberapa usaha untuk mengubah suatu norma supaya menjadi sama dengan norma lain akan menyebabkan orang yang normanya menjadi pusat perhatian, terlempar dalam konflik -- suatu keadaan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan rohani. Seseorang harus berhati-hati untuk tidak menimbulkan konflik sosial yang tidak ada gunanya supaya ia tidak bingung pada konflik rohani yang biasanya terjadi dengan masuknya berita kebenaran alkitabiah, yakni Injil. Perhatian ekstra harus diberikan sehingga setiap kemajuan dalam perubahan, tetap sejalan dengan sistem sosial budaya yang berlaku untuk memastikan keunikan budaya yang diperlukan dalam pertumbuhan rohani. Akhirnya, pendukung yang bekerja sama dengan orang lain bisa maju melalui suatu gaya pelayanan yang efektif untuk mendorong kreativitas dalam pengalaman hidup masyarakat Kristen. (t/Dian dan Ratri)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Christianity Confronts Culture |
Judul asli artikel | : | Absolutism and Relativism |
Penulis | : | Marvin K. Mayers |
Penerbit | : | Zondervan Publishing House, Michigan 1974 |
Halaman | : | 231 -- 237 |
Ada dua alasan kunci kenapa gereja-gereja harus mendorong gereja-gereja lain untuk terlibat dalam misi. Yang pertama adalah bahwa hal itu adalah sumbangsih paling baik yang bisa gereja lakukan untuk membantu mewujudkan Amanat Agung.
Dalam 2 Timotius 2:2, Paulus memberi kita prinsip pokok dalam pemuridan. Dengan kata lain, orang Kristen yang efektif tidak boleh hanya bisa menjala manusia, tapi juga harus bisa membuat orang-orang menjadi penjala manusia. Hasilnya adalah pelipatan jiwa-jiwa, tidak hanya penambahan jiwa.
Dalam 2 Timotius 2:2, Paulus memberi kita prinsip pokok dalam pemuridan. Dengan kata lain, orang Kristen yang efektif tidak boleh hanya bisa menjala manusia, tapi juga harus bisa membuat orang-orang menjadi penjala manusia. Hasilnya adalah pelipatan jiwa-jiwa, tidak hanya penambahan jiwa.
Seorang ayah memutuskan untuk memberi upah pada dua anak laki-lakinya. Dia memberi mereka pilihan: seratus peso seminggu selama setahun atau satu sen yang berlipat setiap minggunya selama setahun. Anak yang lebih muda memilih pilihan yang pertama. Pada akhir tahun dia mendapat 5.200 peso -- jumlah yang cukup banyak untuk seorang anak kecil.
Tapi, anak yang lebih tua memilih pilihan yang kedua: satu sen. berlipat setiap minggu selama setahun. Minggu pertama dia mendapat satu sen; minggu kedua, dua sen; minggu ketiga, empat sen, dan seterusnya. Pada minggu ke-52, dia bukan mendapat 25 Peso, bukan 25 ribu Peso, bukan 25 juta Peso, bukan juga 25 miliar Peso, tetapi 22.518.000.000.000 Peso.
Sulit dipercaya bukan! Dan jumlah itu bahkan tidak termasuk upah yang dia terima selama 51 minggu yang pertama. Jumlah uang yang diterima anak yang lebih tua selama setahun lebih dari 45 triliun Peso. Bagaimana bisa? Itulah kekuatan dari perlipatan. Dan begitu halnya dengan program misi Anda.
Jika Anda hanya mempunyai tujuan yang bisa dicapai oleh gereja Anda sendiri, Anda hanya akan berkutat dalam penambahan. Tetapi, jika Anda mendorong gereja-gereja lain untuk terlibat dalam misi, keefektifan Anda akan berlipat ganda.
Alasan kedua kenapa gereja harus mendorong gereja lain untuk terlibat dalam misi adalah, dalam kebanyakan kasus, kita berutang kepada pihak yang sudah membantu kita aktif dalam misi. Cara paling baik dalam membayar utang itu adalah dengan membagikan apa yang sudah kita pelajari. Lalu langkah-langkah apa yang bisa Anda lakukan untuk mendorong gereja-gereja agar telibat dalam misi?
MENDORONG GEREJA-GEREJA LAIN UNTUK TERLIBAT DALAM MISI
Sudahkah Anda mendirikan gereja-gereja cabang? Itu adalah tempat yang baik untuk memulai. Kemungkinan besar mereka akan bersedia menerima bantuan Anda dalam hal pergerakan misi.
Kemungkinan lain adalah mengundang gereja-gereja yang sealiran atau gereja-gereja lain di sekitar Anda ke konferensi misi tahunan. Termasuk seminar khusus dalam mendorong gereja-gereja lokal untuk terlibat dalam misi. Ceritakan apa yang Tuhan sudah lakukan dalam gereja Anda dan tawarkanlah bantuan kepada gereja-gereja lain yang bersedia terlibat dalam misi.
Sebisa mungkin doronglah gereja-gereja yang berpotensi terlibat dalam misi untuk mengamati beragam aspek dalam program misi Anda. Undang mereka untuk hadir dalam kelompok doa misi Anda, atau untuk melihat bahwa Anda sudah mengintegrasikan doa Amanat Agung dalam kehidupan gereja Anda. Undang mereka untuk menghadiri konferensi misi dan tinjau langkah-langkah yang ada dalam rencana.
Apakah Anda mempunyai pertemuan khusus bagi mereka yang serius menganggap misi sebagai karier? Apakah Anda mempunyai program pelatihan misionaris? Apakah Anda sekarang terlibat dalam lawatan lintas budaya? Hal-hal seperti itu adalah kesempatan emas untuk menunjukkan seperti apa Amanat Agung itu.
Apakah Anda mengirim orang-orang dalam lawatan jangka pendek pada masyarakat minoritas atau kelompok masyarakat yang tak terjangkau lainnya secara berkala? Bagaimana jika menyarankan pada gereja yang Anda bantu untuk mengirimkan satu atau dua orang di gerejanya sebagai anggota tim Anda.
Hal itu mungkin satu-satunya langkah penting yang bisa Anda lakukan. Jika Anda bisa membuat daftar doa Amanat Agung dan berdoa bagi gereja-gereja lain, itu akan menjadi sumbangsih paling besar bagi dunia penginjilan.
Doronglah mereka untuk mengikuti gerakan doa Amanat Agung. Tantang mereka untuk membuat komitmen doa Amanat Agung dan mengintegrasikan doa tersebut ke dalam kehidupan gereja mereka. Perlihatkan kepada mereka cara menggunakan Operation World (buku yang berisi negara-negara di seluruh dunia beserta data dan pokok doa -- red) dan Global Prayer Digest. Anda mungkin bisa memberi mereka salinan sumber-sumber itu sebagai hadiah. Mungkin Anda bisa menemui mereka beberapa kali untuk membantu mereka bagaimana menggunakannya.
Mulailah dengan menyalurkan visi Anda dalam mendirikan Gereja Amanat Agung. Ceritakan bagaimana Tuhan sudah berkarya dalam gereja Anda sehingga Anda terlibat dalam misi. Ceritakan tujuan dan sasaran gereja Anda dan bantu mereka membuat rencana dalam jangka lima tahun (jangka pendek -- red). Beri mereka salinan dari kebijakan misi Anda, jika Anda punya.
Undang mereka untuk menghadiri beberapa pertemuan yang diadakan misi Anda dan bantu mereka untuk mengadakan pertemuan yang sejenis. Luangkan waktu Anda untuk menghadiri pertemuan pertama yang mereka adakan dan jadilah pembicara jika mereka menginginkannya. Pinjami mereka salinan buku tentang misi atau belikan mereka buku tentang misi sebagai hadiah.
Yang paling penting, ingatlah bahwa tidak harus majelis atau panitia misi dari gereja Anda yang membantu gereja-gereja lain yang akan terlibat dalam misi. Apakah Anda mempunyai jemaat yang ikut dalam program pelatihan misionaris? Mungkin Anda bisa mengirim mereka untuk melayani di gereja lain selama beberapa bulan dan membantu gereja itu bergerak dalam misi.
Saat misionaris Anda sedang pulang karena cuti, biarkan dia memberi kesaksian kepada gereja lain. Adakan pembicaraan dengan misionaris Anda dan agen misinya untuk merencanakan jadwal cuti yang memasukkan kegiatan pelayanan ke gereja lain didalam jadwal tersebut.
PERLIPATAN MISI
Apakah Anda mulai melihat potensi Anda dalam mendorong gereja lain terlibat dalam misi? Saat Anda mengembangkan program misi dalam gereja Anda, maka Anda berada dalam posisi yang bagus untuk mendorong gereja lain terlibat dalam misi. Anda akan mampu mengajar lewat pengalaman, menunjukkan melalui contoh, dan menyediakan bantuan dan dorongan jangka panjang. (t/Dian)
Bahan diterjemahkan dari sumber:
Judul buku | : | The World Beyond Your Walls; A Manual For Mobilizing Your Church in Missions |
Judul artikel asli | : | Sharing What You`ve Learned; How to Mobilize Other Churces in Missions |
Penulis | : | Dean Wiebracht |
Penerbit | : | Philippine Crusades |
Halaman | : | 219 -- 222 |
Judul asli: Adilkah Jika Seseorang Telah Dua Kali Mendengar Injil Sedangkan Orang Lain Belum Pernah Satu Kali Pun Mendengarkannya?
"Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadah dan memberitakan Injil Kerajaan Surga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan telantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:35-38)
Perhatikan baik-baik! Dikatakan bahwa Yesus berjalan mengelilingi SEMUA kota dan desa. Yesus tidak pernah berdiam secara tetap di suatu kota dan menjadi pendeta di sana. Ia terus berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ia melihat orang banyak dan berbelas kasihan pada mereka, kemudian Ia berkata pada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit." Inilah masalah gereja pada hari ini! Tatkala Anda melihat orang banyak, mampukah Anda menjadi sama seperti Yesus, berbelas kasihan pada mereka? Pandanglah ... pelayanan begitu luas, tetapi pekerja hanya sedikit, bukan? Itulah sebabnya Yesus berkata: "Mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja untuk tuaian itu."
Benarkah Jika Saya Hanya Tinggal di Kanada Saja?
Beberapa tahun lalu, saya menyelidiki Alkitab untuk melihat apakah mungkin jika saya tinggal di Kanada saja dan masih menaati Allah? Di Kanada saya boleh terus asyik dengan jabatan serta fungsi kependetaan dan tidak perlu bersusah payah melintas batas wilayah negara saya, namun sambil melaksanakan perintah-perintah Allah? Apakah Allah berkenan akan hidup saya jika saya seperti itu?
Ternyata dalam Alkitab saya menemukan istilah-istilah seperti: "segala bangsa; seluruh dunia; segenap alam; segala suku bangsa; segala bahasa; segala manusia; dan bangsa hingga ke ujung bumi". Dengan kata lain, Injil Yesus Kristus harus diberitakan kepada seluruh umat manusia di dunia. Saat itu saya sadar akan kesalahan saya. Tapi kemudian timbul pertanyaan kedua: "Apakah semua manusia dan seluruh bangsa tinggal di Kanada? Jika hal ini benar, berarti tidak ada bangsa lain di luar batas negara Kanada. Sehingga saya boleh tetap berdiam di Kanada dan tidak perlu ke luar negeri."
Tetapi kenyataan membuktikan ada bangsa lain yang hidup dan tinggal di luar Kanada. Dan jika ada satu orang saja yang hidup di luar batas negara Kanada, maka itu merupakan kewajiban saya untuk pergi, meninggalkan Kanada kepada dia. Jika hal itu tidak mungkin saya lakukan, maka saya harus mencari seorang utusan, yang akan pergi menggantikan diri saya ke sana. Sebab jika saya tidak melakukan hal itu, maka saya akan kehilangan mahkota di hadapan Tuhan. Injil Yesus Kristus harus diberitakan kepada segala suku, bangsa, dan bahasa hingga ke ujung-ujung bumi. Apa yang akan Anda perbuat? Salah satu pilihan adalah Anda harus pergi sendiri, atau kalau tidak harus ada seorang utusan lain mewakili Anda. Celakalah Anda jika tidak berbuat apa-apa. Perintah Tuhan harus ditaati dan Anda sendiri tidak mungkin luput dari perintah-Nya.
Saya Mencoba Pergi
Ketika berumur 18 tahun, saya pergi kepada bangsa Indian di British Columbia, suatu negara bagian Kanada yang terletak di pantai Lautan Pasifik, dekat Alaska. Saya tinggal sendiri di sebuah pondok kecil selama setahun lamanya, terpisah kira-kira 3.000 mil dari tanah air saya. Tapi kemudian saya sadar bahwa saya masih memerlukan banyak bekal dan justru hal itu belum saya miliki. Saya pun kembali untuk belajar teologi selama 6 tahun, kemudian dilantik menjadi seorang pendeta.
Setelah itu, saya mengajukan permohonan kepada Badan Penginjilan Luar Negeri Presbyterian untuk diutus ke India. Mereka meminta saya datang dan setelah mempertimbangkan permohonan saya, akhirnya mereka memutuskannya untuk saya, permohonan pelayanan ke India ditolak. Mereka berpendapat bahwa saya tidak cukup kuat untuk mengemban tugas penginjilan di luar negeri. Saya pun pulang untuk menjadi pendeta di Dale Presbyterian Church of Toronto, kota asal saya sendiri. Selanjutnya melayani pekerjaan Tuhan di The Alliance Tabernacle. Akan tetapi saya tetap tidak merasa puas. Saya tahu kalau saya harus berbuat sesuatu, seperti penglihatan yang Tuhan berikan pada saya. Akhirnya atas kehendak sendiri, saya pergi melayani di Rusia dan Eropa untuk memberitakan Injil pada beribu-ribu orang di Latvia, Estoa, dan Polandia. Hasilnya sangat luar biasa, banyak orang percaya pada Kristus. Pelayanan ini terus berlanjut, hingga pada suatu hari saya jatuh sakit karena terlalu lelah. Saya harus pulang kembali. Setelah sembuh, saya pun keliling Amerika dan Kanada untuk mengadakan serangkaian kampanye penginjilan. Semangat pelayanan keluar negeri masih menggebu-gebu. Sekali lagi saya pergi, tapi sekali lagi saya sakit dan harus pulang kembali.
Sejak saat itu, saya menjadi pendeta di The People Church of Toronto (pada tahun 1930). Dua tahun kemudian, saya pergi ke Afrika bersama Dokter Thomas Lambie. Dengan berkuda, kami terus masuk ke pedalaman, setiap hari kami berjalan kira-kira 3.000 mil, akhirnya saya jatuh sakit di tengah hutan Afrika selama 6 minggu, saya harus pulang kembali. Sejak itu saya menyadari akan keputusan Badan Penginjilan Gereja Presbyterian yang melarang saya pergi adalah benar. Saya tidak cukup kuat untuk menjadi seorang utusan Injil ke luar negeri. Namun demikian, Tuhan memberikan penglihatan pada saya, untuk melakukan penginjilan ke luar negeri. Saya pun yakin bahwa bangsa-bangsa lain harus mendengar Injil. Maka pada tahun 1938, sekali lagi saya pergi dengan menyandang tekad untuk menyelesaikan tanggung jawab yang merupakan bagian pelayanan saya untuk sebisa mungkin menginjili dunia.
Saya berlayar selama 31 hari, siang dan malam terus pergi menuju daerah Pasifik untuk berkhotbah pada orang-orang kafir, masyarakat liar, dan juga berkhotbah pada sekelompok orang Kristen di Kepulauan Solomon. Akhirnya saya terjangkit penyakit malaria, yang selama 3 tahun berturut-turut terus kambuh. Keadaan saya makin lemah. Orang pun menggotong saya naik ke kapal dan berlayar kembali ke Toronto. Bertahun-tahun lamanya saya terus mencoba untuk pergi melayani tugas pemberitaan Injil kepada lebih dari empat puluh negara, tetapi saya sulit menyesuaikan diri dengan hawa panas di wilayah tropis negara-negara Timur.
Mengirim Utusan-Utusan Injil
Sebenarnya sejak awal keberangkatan, saya telah menyadari ketidakmampuan diri sendiri. Saya harus segera mencari orang lain yang dapat menggantikan saya pergi. Pada suatu hari, saya mengunjungi Pdt. J.H.W. Cook, seorang pemimpin persatuan penginjilan di Amerika Selatan, dan bertanya padanya: "Apakah Bapak akan mengirim beberapa utusan Injil lagi?" Ia menjawab: "Betul, di sini ada lima orang utusan Injil yang akan pergi melayani Tuhan." Namun demikian, saya melihat bahwa mereka tidak segera akan pergi. Dengan sedikit heran, saya pun bertanya kembali. "Kalau begitu mengapa Bapak tidak segera mengutus mereka?" Dengan perlahan, ia menjawab: "Kami belum memunyai uang." Saya pun berkata padanya: "Kalau misalnya saya mengumpulkan uang untuk ongkos perjalanan mereka, apakah Bapak mengizinkan saya untuk ikut ambil bagian dalam mendukung tugas ini?" Terlihat sinar cerah memenuhi wajahnya. Ia menyetujui.
Saat itu merupakan hari yang tak mungkin saya lupakan, yakni hari ketiga saya memperkenalkan kelima utusan Injil itu pada jemaat saya di Toronto, dan mengajak mereka semua untuk bersama-sama mengutus mereka pergi ke ladang Tuhan. Selanjutnya badan misi ini bekerja seperti yang saya usulkan, sehingga dari 5 orang utusan menjadi 10 orang, dari 10 menjadi 20 orang, 20 menjadi 40, 40 menjadi 100, jumlah ini terus bertambah menjadi 300 orang. Sekarang kami memiliki satuan pasukan Injil, yang bekerja menggantikan kami untuk pergi ke 27 negara bagian. Mereka sendiri berasal dari tiga puluh badan misi yang menerima dukungan uang dari jemaat kami.
Tetapi saya sendiri belum puas melihat hal ini. Saya ingin mengutus lebih banyak lagi. Saya telah berdoa pada Tuhan: "Oh ... Tuhan, kalau Engkau mengizinkan saya hidup dan jika Tuhan berkenan, saya ingin mengutus lima ratus orang utusan Injil yang akan bekerja di berbagai negara di seluruh dunia." Jemaat saya harus mendukung tugas penginjilan ini. Kalau tidak, saya tidak akan merasa puas diri karena memang untuk itulah saya hidup dan mengabdikan diri. Sehingga tugas penginjilan bagi saya adalah tugas utama. Itulah sebabnya saya selalu mencoba untuk pergi, saya sebenarnya telah pergi. Tapi setiap kali saya melakukannya, saat itu juga saya harus kembali. Sekarang saya tahu bahwa ada hal lain yang harus saya kerjakan, yaitu mengutus orang lain untuk pergi sebagai pengganti saya.
Kota-Kota yang Lain
Pada kesempatan lain, setelah melayani, Yesus pergi menghilang. Para Rasul mencari dan mendapatkan-Nya sedang berada di atas bukit untuk berdoa. Mereka pun menceritakan tentang sejumlah besar orang yang mencari Yesus untuk memohon pelayanan-Nya. Mereka meminta Yesus turun gunung untuk menyelesaikan pekerjaan-Nya, memberitakan Firman pada begitu banyak orang yang rindu akan ajaran-Nya. Tetapi Yesus menjawab mereka: "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itulah Aku telah datang." Ini merupakan hal yang biasa Tuhan pikirkan. Yesus berpikir tentang kota yang lain, yang lain, serta yang lain lagi. Yesus memikirkan kota-kota yang belum pernah Ia layani, sehingga Ia mau ke sana. Mereka perlu mendengar Injil. Itulah sebabnya Ia pernah berkata tentang "domba-domba yang lain". Rasul Paulus sebenarnya juga memunyai wawasan yang sama, ia sering berbicara tentang "daerah-daerah yang di seberang", yaitu wilayah jajahan Romawi yang belum pernah mendengar Injil. Ia sadar bahwa Injil harus diberitakan hingga ke ujung bumi.
Saya ingin mengatakan suatu hal yang mungkin agak mengejutkan Anda. Pernah pada suatu masa, Injil telah menjangkau wilayah Afrika Utara. Beratus-ratus jemaat Tuhan bertumbuh di sana, beberapa ahli teologi yang ternama pada abad-abad awal juga berasal dari sana. Tetapi apa yang selanjutnya terjadi? Bukankah seluruh Afrika menjadi negara Islam? Tidak ada lagi tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kekristenan pernah ada di sana. Sinar terang pelita jemaat Tuhan berangsur-angsur menjadi suram, dan akhirnya menjadi padam. Mengapa hal ini bisa terjadi? Saat itu pemimpin-pemimpin jemaat dan ahli-ahli teologi sedang berselisih pendapat tentang doktrin gereja, sehingga mereka tidak lagi memikirkan penginjilan, melainkan terus berdebat. Mereka seharusnya pergi ke Afrika Selatan, menjangkau kota-kota lain dengan Injil Yesus Kristus. Jika mereka bertindak seperti ini, saya percaya dalam waktu dekat seluruh Afrika akan dimenangkan bagi Tuhan, Injil pasti menjangkau Capetown. Lebih dari itu, bisa juga pada saat ini Afrika telah mengirim utusan Injil ke Amerika dan Eropa. Jika kita tidak mengabarkan Injil, apa yang terjadi di Afrika dapat juga terjadi di sini. Jika Injil berhenti diberitakan, cahaya Tuhan yang telah kita terima akan padam, sama seperti Afrika di masa lampau.
Ladang Tuhan adalah Seluruh Dunia
Anda mungkin bertanya: "Mengapa kita harus pergi ke tempat-tempat lain, sedangkan orang-orang terdekat sekitar kita sendiri belum diselamatkan? Bukankah masih banyak tugas di dalam negeri yang belum diselesaikan? Mengapa pula kita tidak menyelesaikan pekerjaan Tuhan yang masih terbengkalai lebih dahulu, sebelum kita pergi bertugas di luar negeri." Ke mana pun saya pergi orang selalu mempertanyakan masalah-masalah ini. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, saya ingin mengajukan empat pertanyaan juga. Pertanyaan pertama adalah tentang David Livingstone, mengapa dia meninggalkan Skotlandia dan pergi ke Afrika, sebelum beribu-ribu masyarakat Skotlandia percaya pada Kristus? Tapi ia pergi ke Afrika, dengan masyarakatnya yang masih primitif dan terbelakang dalam kebudayaan. Pertanyaan kedua, mengapa pula William Carey meninggalkan Inggris pergi menuju India? Bukankah masih banyak orang Inggris yang masih belum menerima Juru Selamat? Pertanyaan ketiga, mengapa Judson meninggalkan Amerika dan pergi ke Birma, sedangkan Amerika sendiri belum dimenangkan bagi Kristus? Pertanyaan keempat, mengapa Rasul Paulus harus pergi ke Eropa dengan sengaja? Mengapa dia membiarkan dan meninggalkan berjuta-juta masyarakat Palestina yang belum menerima Injil? Bukankah seharusnya ia tetap tinggal di Palestina, menginjilinya agar penduduk sana menerima berita keselamatan?
Sebenarnya hanya ada satu jawaban dalam Alkitab yang menunjukkan pada kita bahwa ladang Tuhan adalah seluruh dunia. Inggris Raya tidak dapat dikatakan sebagai seluruh dunia, Amerika juga bukan seluruh dunia, Kanada dan Indonesia pun hanya sebagian kecil dari keseluruhan dunia. Ladang Tuhan adalah seluruh dunia, ini berarti bahwa seluruh dunia harus mendengar Injil. Pernahkah Anda melihat seorang petani yang hanya menggarap sebagian kecil tanah ladangnya? Anda tentu akan berkata: "Tidak!" Jawaban Anda benar, hanya petani bodoh yang bekerja seperti itu. Seorang petani akan mengerjakan seluruh bidang tanahnya. Sekarang kita mencoba memikirkan beberapa pertanyaan: "Mengapa mereka mencari pendengar-pendengar baru untuk diinjili? Apakah tidak ada orang lagi yang dapat diinjili di dalam negeri?" Saya rasa masalahnya bukan demikian. Hari ini di dalam negeri sebenarnya banyak orang yang dapat ditemukan. Setiap gereja mengutus utusan-utusannya pergi ke luar negeri adalah untuk mencari dan menemukan daerah misi baru bagi pekerjaan Injil.
Perhatikan baik-baik, bukankah cara itu lebih cerdik? Dalam mengemban tugas agung penginjilan, kita harus bertindak lebih cerdik lagi. Allah tidak mau kita berdiam di dalam negeri sendiri, Ia mau kita pergi ke seluruh dunia untuk mengerjakan ladang-Nya. Dalam Alkitab, tercatat peristiwa mukjizat Tuhan Yesus, yang mengenyangkan 5.000 orang. Ingatkah Anda tatkala Yesus menyuruh mereka duduk? Tatkala Ia menerima persembahan roti dari tangan seorang anak kecil, mengucap berkat, serta memecahkannya, kemudian menyuruh para rasul-Nya membagikan pada mereka? Semua orang duduk teratur baris demi baris, menantikan jatah roti mereka. Menurut Anda, bagaimana seharusnya para rasul menjalankan tugas ini? Apakah mereka memulai dengan baris pertama, membagikan roti pada setiap orang sepanjang baris itu, kemudian bertanya pada masing-masing orang baris pertama kalau-kalau mereka masih ingin tambah lagi. Saya rasa kalau para rasul bertindak seperti ini, semua orang akan serentak berdiri untuk mengajukan protes: "Hei, ke sini sebentar, Bung, kami lapar, bertindaklah secara adil. Mengapa orang di baris depan bisa mendapat roti dua kali, sedangkan kami satu kali pun belum menerima apa-apa?" Protes mereka sebenarnya tidak dapat disalahkan. Hari ini kita sering mendengar pendeta berkhotbah tentang kedatangan Yesus yang kedua kali. Sedangkan masih banyak orang yang belum mendengar bahwa Kristus telah satu kali datang. Ini juga tidak adil, bukan?
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Merindukan Jiwa-Jiwa yang Tersesat |
Judul asli buku | : | The Passion for Souls |
Penulis | : | Oswald Smith |
Penerbit | : | YAKIN, Surabaya |
Halaman | : | 29 -- 38 |
UNTUK MENANGGUNG MURKA ALLAH
Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" (Galatia 3:13)
Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian (propisiasi) karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. (Roma 3:25)
"Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1 Yohanes 4:10)
Andaikata Allah tidak adil, tidak akan ada tuntutan terhadap Anak-Nya untuk menderita dan mati. Andaikata Allah tidak kasih, tidak akan ada kerelaan untuk mengaruniakan Anak-Nya untuk menderita dan mati. Tetapi Allah adalah adil dan kasih. Oleh karena itu, kasih-Nya rela untuk memenuhi tuntutan keadilan-Nya.
Hukum Allah menuntut, "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." (Ulangan 6:5) Tetapi kita lebih mengasihi hal lain. Inilah dosa -- tidak menghormati Allah dengan lebih memilih hal lain daripada diri-Nya, dan bertindak berdasarkan pilihan tersebut. Oleh karena itu, Alkitab berkata, "Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," (Roma 3:23) kita mendahulukan apa yang paling kita sukai. Sayangnya, yang kita sukai bukanlah Allah.
Oleh sebab itu, dosa bukan perkara kecil, karena dosa bukan melawan pemegang kedaulatan yang kecil. Seriusnya hinaan meningkat sesuai dignitas pihak yang dihina. Sang Pencipta alam semesta seharusnya berhak mendapatkan hormat dan pujian serta loyalitas yang tidak terbatas. Oleh karena itu, kegagalan dalam mengasihi Dia bukanlah perkara yang sepele -- ini adalah pengkhianatan. Kegagalan ini mencoreng nama baik Allah dan menghancurkan kebahagiaan manusia.
Karena Allah itu adil, Dia tidak serta-merta mengabaikan kejahatan ini. Dia merasakan murka yang kudus terhadap kejahatan ini. Kejahatan ini layak dihukum, dan Dia menegaskannya: "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23) "... orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati." (Yehezkiel 18:4)
Terdapat kutuk yang kudus yang membayangi semua dosa. Tidak menghukum dosa berarti melakukan ketidakadilan. Ini akan menyebabkan didukungnya sikap menghina Allah. Kebohongan akan merajalela dalam kehidupan nyata. Oleh sebab itu, Allah berkata, "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat" (Galatia 3:10; Ulangan 27:26).
Tetapi kasih Allah tidak terhenti karena kutuk yang membayangi manusia yang telah berdosa. Allah tidak puas dengan menyatakan murka, tidak peduli betapa kudusnya murka tersebut. Maka Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menanggung murka-Nya dan menanggung kutuk tersebut demi semua manusia yang percaya kepada-Nya. "Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita" (Galatia 3:13a).
Inilah arti dari "jalan pendamaian" atau propisiasi dalam kutipan ayat di atas (Roma 3:25). Propisiasi berarti murka Allah diredakan karena telah disediakan pengganti yang setimpal yang menanggung murka tersebut. Pengganti itu disediakan oleh Allah sendiri. Sang Pengganti, Yesus Kristus, tidak hanya membatalkan penanggungan murka Allah kepada orang berdosa; Dia menanggung murka tersebut dengan mengalihkannya kepada diri-Nya. Murka Allah itu adil, dan murka itu telah dipuaskan, bukannya ditiadakan.
Marilah kita jangan bermain-main dengan Allah atau meremehkan kasih-Nya. Kita tidak akan pernah terkesima akan kasih Allah sampai kita menyadari betapa seriusnya dosa kita dan keadilan murka-Nya terhadap kita. Tetapi, ketika oleh anugerah, kita disadarkan akan ketidaklayakan kita, kita boleh melihat kepada penderitaan serta kematian Kristus dan berkata, "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1 Yohanes 4:10)
UNTUK MENYENANGKAN BAPA-NYA YANG DI SORGA
"Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan." (Yesaya 53:10)
"Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2)
Yesus tidak bergulat dengan Bapa-Nya yang sedang murka di lantai sorga dan merebut cambuk dari tangan-Nya. Yesus tidak memaksa Allah Bapa untuk berbelas kasih kepada manusia. Kematian-Nya tidak membuat Allah terpaksa mengampuni orang berdosa. Yang Yesus lakukan ketika Dia menderita dan mati tidak ada yang merupakan ide Bapa-Nya. Ide ini adalah strategi mengagumkan yang sudah direncanakan bahkan sebelum penciptaan, ketika Allah merencanakan sejarah dunia. Inilah alasan mengapa Alkitab berbicara mengenai "maksud dan kasih karunia [anugerah Allah] sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman" (2 Timotius 1:9).
Rencana ini sudah mulai disingkapkan dalam Kitab Suci orang Yahudi. Nabi Yesaya menubuatkan penderitaan-penderitaan Mesias, yang akan menggantikan orang berdosa. Dia berkata bahwa Kristus akan "dipukul [oleh] Allah" menggantikan kita.
"Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita.... Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian." (Yesaya 53:4-6)
Tapi hal yang paling mengagumkan dari substitusi Kristus bagi orang berdosa adalah bahwa semua ini merupakan rencana Allah sendiri. Kristus bukan tiba-tiba menerobos masuk ke dalam rencana Allah untuk menghukum orang berdosa; Allah telah merencanakan agar Dia ada di dalam rencana itu. Salah satu nabi Perjanjian Lama berkata, "TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan." (Yesaya 53:10a)
Hal tersebut menjelaskan paradoks dari Perjanjian Baru. Di satu sisi, penderitaan Kristus merupakan pencurahan murka Allah karena dosa; tetapi di sisi lain, penderitaan Kristus merupakan tindakan penundukan diri dan ketaatan yang sungguh mengagumkan kepada kehendak Bapa. Itulah sebabnya Kristus berseru di atas salib, "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (Matius 27:46) Tetapi Alkitab tetap berkata bahwa penderitaan Kristus merupakan korban yang harum di hadapan Allah. "... Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2)
0, betapa kita harus memuja kasih Allah yang mahaagung ini! Ini bukan perkara emosi yang berlebihan. Ini bukan perkara yang sederhana. Demi kita, Allah telah melakukan hal yang mustahil: Dia mencurahkan murka-Nya ke atas Anak-Nya -- ke atas Dia yang karena penundukan diri-Nya, sebenarnya sama sekali tidak layak menerimanya. Tetapi kerelaan Anak-Nya untuk menerima curahan murka ini begitu berharga di mata Allah. Sang Penanggung murka dikasihi Allah tanpa batas.
UNTUK BELAJAR TAAT DAN DISEMPURNAKAN
"Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya." (Ibrani 5:8)
"Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah -- yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan -- yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan." (Ibrani 2:10)
Surat yang mengatakan bahwa Kristus "belajar taat" melalui penderitaan, bahwa Dia "[di]sempurnakan" dengan penderitaan, adalah surat yang sama yang juga mengatakan bahwa Dia tidak berdosa: "... sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ibrani 4:15)
Ajaran ini disampaikan secara konsisten di dalam seluruh Alkitab. Kristus tidak berdosa. Walaupun Dia adalah Anak Allah, Dia juga adalah manusia sejati, yang pernah merasakan segala pencobaan, keinginan, dan kelemahan fisik seperti yang kita rasakan. Dia pernah merasa lapar (Matius 21:18), dan merasa marah serta sedih (Markus 3:5), dan merasa sakit (Matius 17:12). Tetapi hati-Nya secara sempurna mengasihi Allah, dan Dia bertindak sesuai dengan kasih tersebut: "Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya." (1 Petrus 2:22)
Oleh karena itu, ketika Alkitab mengatakan Yesus "belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya," ini bukan berarti Dia belajar untuk menghentikan ketidaktaatan-Nya. Makna dari ayat ini adalah bahwa di dalam setiap pencobaan, Dia belajar dalam praktik dan di dalam kesengsaraan -- apa yang dimaksudkan dengan menaati. Ketika Alkitab mengatakan bahwa Dia "[di]sempurnakan ... dengan penderitaan," ini bukan berarti Dia secara perlahan-lahan menghilangkan kekurangan yang ada pada diri-Nya. Makna ayat ini adalah bahwa Dia secara bertahap menggenapi kebenaran dan keadilan yang sempurna yang harus dimiliki-Nya agar bisa menyelamatkan kita.
Itulah yang dikatakan-Nya pada saat Dia dibaptis. Dia tidak perlu dibaptis karena Dia tidak berdosa. Tetapi Dia menjelaskan kepada Yohanes Pembaptis, "Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah." (Matius 3:15)
Maksudnya adalah: Jika Anak Allah bergerak dari inkarnasi kepada salib tanpa menjalani kehidupan yang penuh pencobaan dan kesengsaraan untuk menguji kebenaran dan kasih-Nya, maka Dia bukanlah Juru Selamat yang sesuai bagi manusia. Penderitaan-Nya bukan hanya karena menanggung murka Allah. Penderitaan-Nya juga menggenapkan kemanusiaan-Nya dan menjadikan Dia layak memanggil kita sebagai saudara (Ibrani 2:17).
UNTUK MENDAPATKAN KEBANGKITAN-NYA SENDIRI DARI KEMATIAN
"Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian (kovenan) yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya." (Ibrani 13:20-21)
Kematian Kristus bukan hanya mendahului kebangkitan-Nya -- kematian-Nya tersebut merupakan harga yang harus dibayar untuk mendapatkan kebangkitan. Itulah alasan mengapa Ibrani 13:20 berkata bahwa Allah membangkitkan Dia dari kematian "oleh darah perjanjian yang kekal."
"Darah perjanjian" (kovenan) adalah darah Yesus. Seperti kata Yesus, "Inilah darah-Ku, darah perjanjian" (Matius 26:28). Ketika Alkitab berbicara mengenai darah Yesus, Alkitab mengacu kepada kematian-Nya. Tidak ada keselamatan yang bisa didapat hanya melalui Yesus yang sekadar mencucurkan darah saja. Dia mencurahkan darah sampai mati, itu yang menjadikan pencurahan darah-Nya penting.
Apa hubungan antara pencurahan darah Yesus dan kebangkitan? Alkitab berkata, Dia dibangkitkan tidak hanya setelah pencurahan darah, tapi oleh pencurahan darah. Artinya, apa yang dicapai oleh kematian Kristus begitu lengkap dan sempurna sehingga kebangkitan merupakan upah dan bukti dari apa yang telah Kristus capai dalam kematian-Nya.
Murka Allah dipuaskan oleh penderitaan dan kematian Yesus. Kutuk yang kudus terhadap dosa sepenuhnya telah ditanggung. Ketaatan Kristus telah genap sepenuhnya. Harga bagi pengampunan telah sepenuhnya Tunas dibayar. Keadilan dan kebenaran Allah telah sepenuhnya ditegakkan. Satu-satunya hal yang belum dicapai adalah pernyataan penerimaan Allah atas karya Kristus secara terbuka. Pernyataan penerimaan Allah ini diberikan dengan membangkitkan Yesus dari kematian.
Ketika Alkitab berkata, "Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu" (1 Korintus 15:17), yang dimaksudkan bukanlah bahwa kebangkitan merupakan harga yang dibayar bagi dosa kita melainkan bahwa kebangkitan membuktikan kalau kematian Yesus cukup untuk membayar segalanya. Jika Yesus tidak bangkit dari kematian, maka kematian-Nya merupakan sebuah kegagalan, Allah tidak meneguhkan bahwa Yesus telah menanggung dosa kita, dan kita masih hidup dalam dosa.
Tetapi "... Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, ...." (Roma 6:4) Keberhasilan penderitaan dan kematian-Nya diteguhkan. Jika kita beriman kepada Kristus, kita tidak lagi tinggal di dalam dosa. "Oleh darah perjanjian yang kekal," Gembala yang Agung telah dibangkitkan dan hidup selamanya.
UNTUK MENUNJUKKAN KEKAYAAN KASIH DAN ANUGERAH ALLAH BAGI ORANG BERDOSA
"Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati -- Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:7-8)
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)
"Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia (anugerah)-Nya." (Efesus 1:7)
Besarnya kasih Allah kepada kita bisa ditunjukkan melalui dua hal. Pertama, melalui besarnya pengorbanan-Nya untuk menyelamatkan kita dari hukuman dosa. Kedua, besarnya ketidaklayakan kita dalam mendapatkan keselamatan dari-Nya.
Kita bisa memahami besarnya pengorbanan-Nya dalam perkataan, "... Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, ...." (Yohanes 3:16) Kita juga memahaminya dari arti kata Kristus. Nama ini berasal dari gelar dalam bahasa Yunani Christos, atau "yang Diurapi," atau "Mesias". Nama itu menunjukkan dignitas yang tinggi. Mesias seharusnya menjadi Raja Israel. Dia akan menaklukkan Kekaisaran Roma dan memberikan kedamaian dan keamanan bagi Israel. Oleh karena itu, Dia yang Allah kirim untuk menyelamatkan orang berdosa adalah Anak Allah, Anak-Nya yang Tunggal, dan Raja Israel yang Diurapi -- seorang raja atas dunia (Yesaya 9:5-6).
Ketika kita menambahkan lagi kepada pemahaman ini perihal kematian yang begitu sengsara karena penyaliban yang Kristus alami, maka pengorbanan yang dilakukan Bapa dan Anak sangatlah besar -- bahkan tidak terkira, jika kita mempertimbangkan jarak antara Allah dan manusia. Tapi Allah memilih berkorban untuk menyelamatkan kita.
Besar kasih-Nya bagi kita semakin meningkat ketika kita menyadari ketidaklayakan kita. "Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar -- tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." (Roma 5:7-8) Kita layak menerima hukuman Allah, bukan pengorbanan Allah.
Saya pernah mendengar perkataan, "Tuhan tidak mati untuk kodok. Dia melihat nilai kita sebagai manusia." Hal ini memperjelas anugerah. Kita lebih buruk daripada kodok. Kodok tidak berdosa. Kodok tidak memberontak dan menghina Allah dalam hidupnya. Tuhan tidak perlu mati untuk kodok. Kodok tidak rusak. Kita yang rusak. Dosa kita begitu besar, hanya pengorbanan Allah yang bisa membayarnya.
Hanya ada satu penjelasan mengapa Allah berkorban bagi kita. Bukan karena kita, melainkan karena "menurut kekayaan kasih karunia [anugerah]-Nya" (Efesus 1:7b). Pengorbanan ini Allah lakukan berdasarkan kehendak-Nya, bukan karena nilai kita. Pengorbanan Allah mengalir dari nilai-Nya yang tak terkira. Inilah kasih Allah: suatu penderitaan yang mempesona orang berdosa yang tidak layak, berapa pun harganya, dengan apa yang akan membuat kita bahagia selamanya, yaitu keindahan-Nya yang tidak terkira.
UNTUK MENUNJUKKAN KASIH-NYA KEPADA KITA
"Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:2)
"Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya." (Efesus 5:25)
"Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20)
Kematian Kristus tidak hanya menunjukkan kasih Allah (Yohanes 3:16), tetapi juga merupakan pernyataan tertinggi dari kasih Kristus sendiri bagi semua orang yang menerima kasih-Nya sebagai milik pusaka mereka. Orang-orang Kristen mula-mula, yang paling menderita karena menjadi orang Kristen, menyadari fakta ini: Kristus "mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku" (Galatia 2:20).
Demikianlah kita seharusnya memahami penderitaan dan kematian Kristus. Semuanya berkaitan dengan diri saya. Semua berkaitan dengan kasih Kristus bagi saya secara pribadi. Dosa sayalah yang telah memutuskan hubungan dengan Tuhan, bukan dosa secara umum. Kekerasan hati dan kebebalan rohani sayalah yang telah merendahkan nilai Kristus. Saya terhilang dan binasa. Dalam hal keselamatan, saya tidak lagi memunyai klaim atas keadilan. Satu-satunya tindakan yang bisa saya lakukan adalah memohon belas kasihan.
Kemudian saya melihat Kristus menderita dan mati. Bagi siapa? Alkitab berkata, "... Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya." (Efesus 5:25) "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13) "... Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28)
Saya bertanya, Apakah saya termasuk di antara "banyak orang" itu? Apakah saya termasuk di antara "sahabat-sahabat-Nya"? Apakah saya temasuk dalam "jemaat (gereja)"? Saya mendapat jawabannya: "Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat." (Kisah Para Rasul 16:31) "Barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan." (Roma 10:13) "Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena nama-Nya." (Kisah Para Rasul 10:43) "Semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya." (Yohanes 1:12) "Setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)
Hati saya terharu, dan saya memeluk keindahan dan kelimpahan Kristus sebagai milik pusaka saya. Saya kemudian merasakan di dalam hati saya mengalir kenyataan agung ini -- kasih Kristus bagi saya. Sehingga saya bisa berkata, bersama-sama dengan para saksi Kristus mula-mula, "Anak Allah telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."
Apa yang saya maksudkan? Saya ingin mengatakan bahwa Dia telah membayar harga termahal yang bisa diberikan kepada saya agar bisa memberikan anugerah terbesar kepada saya. Apa itu? Anugerah yang Dia doakan sebelum akhir hidup-Nya di bumi: "Ya Bapa, Aku mau supaya, di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku ...." (Yohanes 17:24) Melalui penderitaan dan kematian-Nya "kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia [anugerah] dan kebenaran" (Yohanes 1:14). Kita telah cukup melihat sehingga hati kita bertautan oleh kasih-Nya. Tetapi bagian yang terbaik belumlah tiba. Dia mati untuk menyediakan bagian terbaik itu bagi kita. Itulah kasih Kristus.
Diambil dari:
Judul buku | : | Penderitaan Yesus Kristus |
Judul buku asli | : | The Passion of Jesus Christ |
Penulis | : | John Piper |
Penerjemah | : | Stevy Tilaar |
Penerbit | : | Momentum Surabaya, 2005 |
Halaman | : | 10 -- 21 |
Untuk Membatalkan Tuntutan Hukum Taurat Terhadap Kita
"Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu... telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib." (Kolose 2:13-14)
Sangatlah bodoh jika kita memiliki pemikiran bahwa perbuatan baik kita pada suatu hari nanti akan cukup untuk membayar keburukan yang kita lakukan. Ada dua alasan mengapa kita mengatakan pemikiran ini bodoh.
Pertama, pemikiran itu sama sekali tidak benar. Semua perbuatan baik kita pun tidak sempurna karena kita tidak memuliakan Tuhan dalam cara kita melakukan-Nya. Apakah kita melakukan kebaikan dalam ketergantungan dengan penuh sukacita pada Tuhan dengan tujuan menyatakan kemuliaan-Nya? Apakah kita telah memenuhi perintah untuk melayani "dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus?" (1 Petrus 4:11)
Apa yang harus kita lakukan untuk menjawab firman Tuhan, "Segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa?" (Roma 14:23) Menurut saya, kita seharusnya tidak berkata apa-apa. "Segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut." (Roma 3:19) Kita tidak akan berkata apa pun. Merupakan kebodohan jika kita mengira bahwa kebaikan kita akan cukup untuk membayar kejahatan kita di hadapan Allah. Tanpa iman kepada Kristus, perbuatan kita hanyalah suatu pemberontakan.
Alasan kedua mengapa mengharapkan perbuatan baik untuk keselamatan kita merupakan kebodohan, adalah karena ini bukan cara Tuhan dalam menyelamatkan. Jika kita diselamatkan dari akibat perbuatan jahat kita, itu pasti bukan dikarenakan perbuatan baik kita lebih banyak daripada perbuatan buruk kita. Tetapi dikarenakan "surat hutang [kita]" di Surga telah dipakukan pada salib Kristus. Tuhan tidak menyelamatkan orang berdosa dengan menimbang perbuatan-perbuatan mereka. Tidak ada harapan bagi keselamatan di dalam perbuatan baik kita. Pengharapan hanya datang melalui penderitaan dan kematian Kristus.
Tidak ada keselamatan dengan cara menyeimbangkan perbuatan baik dengan perbuatan buruk. Keselamatan diberikan melalui penghapusan utang. Catatan perbuatan jahat kita (termasuk perbuatan baik yang tidak sempurna yang kita lakukan), ditambah hukuman yang harus diterima, harus dihapus -- bukan disejajarkan. Inilah yang dikaruniakan Kristus melalui penderitaan dan kematian-Nya.
Penghapusan terjadi ketika semua perbuatan jahat kita "[di]pakukan pada kayu salib". (Kolose 2:14) Bagaimana bisa catatan semua utang itu dipakukan di atas salib? Bukan kertas yang dipaku di atas salib, tapi Kristus. Kristuslah yang menanggung semua akibat perbuatan buruk (dan baik) kita. Dia menanggung hukumannya. Dia menempatkan keselamatan saya pada landasan yang sama sekali berbeda. Dia menjadi satu-satunya harapan saya. Dan beriman kepada-Nya merupakan satu-satunya jalan saya kepada Allah.
Untuk Menjadi Tebusan bagi Banyak Orang
"Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45)
Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa Iblis harus dibayar agar orang berdosa bisa diselamatkan. Apa yang terjadi terhadap Iblis ketika Kristus mati bukanlah pembayaran, tapi penaklukan. Anak Allah menjadi manusia supaya "oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut". (Ibrani 2:14) Tidak ada tawar-menawar.
Ketika Yesus mengatakan, bahwa Dia datang untuk "memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan", fokusnya bukanlah pada siapa yang mendapat bayarannya. Fokusnya adalah pada nyawa-Nya sendiri yang menjadi tebusan, pada kerelaan-Nya untuk melayani daripada dilayani, pada "banyak orang" yang akan mendapatkan keselamatan dari tebusan yang diberikan-Nya.
Jika kita bertanya siapa yang menerima bayarannya? Alkitab menjawab: Tuhan. Alkitab berkata, Kristus "telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah". (Efesus 5:2) Kristus "telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat". (Ibrani 9:14) Kita perlu ditebus karena telah berdosa melawan Allah dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Dan karena dosa kita, "seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah". (Roma 3:19) Alkitab berkata, ketika Kristus menjadi tebusan bagi kita, kita dibebaskan dari hukuman Allah. "Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus." (Roma 8:1) Pada akhirnya kita akan diselamatkan dari "hukuman Allah" yang terakhir (Roma 2:2; Wahyu 14:7).
Harga tebusan untuk bisa diselamatkan dari hukuman Allah adalah nyawa Kristus. Hidup-Nya diserahkan kepada kematian. Yesus berulang kali berkata kepada para murid, "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia". (Markus 9:31) Salah satu alasan mengapa Yesus senang menyebut diri-Nya "Anak Manusia" (lebih dari enam puluh lima kali dalam Kitab-kitab Injil) adalah, karena sebutan itu mengandung pengertian kefanaan di dalamnya. Manusia bisa mati. Karena itulah Dia harus menjadi seperti manusia. Tebusan hanya bisa dilakukan oleh Anak Manusia, karena tebusan tersebut adalah hidup yang diserahkan ke dalam kematian.
Harganya bukan darinya. Itulah maksud perkataan "Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani tapi untuk melayani". Dia tidak membutuhkan pelayanan kita. Dia adalah pemberi, bukan penerima. "Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri." (Yohanes 10:18) Harganya dibayar secara sukarela; tidak dipaksakan. Hal itu membawa kita kembali kepada kasih-Nya. Dia dengan sukarela menyelamatkan kita dengan memberikan nyawa-Nya.
Berapa banyak yang Kristus tebus dari dosa? Dia berkata, Dia datang untuk "menjadi tebusan bagi banyak orang." Tidak semua orang akan diselamatkan dari murka Allah. Tapi tawaran ini ditujukan kepada semua orang. "Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia." (1 Timotius 2:5-6) Keselamatan adalah bagi semua orang yang menerima Kristus yang telah menjadi penebus.
Diambil dari:
Judul buku | : | Penderitaan Yesus Kristus |
Judul buku asli | : | The Passion of Jesus Christ |
Penulis | : | John Piper |
Penerjemah | : | Stevy Tilaar |
Penerbit | : | Momentum Surabaya, 2005 |
Halaman | : | 22 -- 25 |
Pada umumnya, praktik okultisme yang ditemukan dalam segala bidang kehidupan manusia disertai dengan alasan-alasan sebagai berikut.
Untuk mengormati orang tua atau nenek moyang, sesuai dengan hukum ke-5 ("... hormatilah ibu bapamu, supaya lanjut umurmu"). Alasan ini kelihatannya benar, tetapi salah. Cara yang dipakai iblis untuk merusak hidup manusia ialah dengan memakai firman Allah secara terpenggal-penggal, atau lepas dari ayat sebelumnya atau sesudahnya. Hukum ke-5 didahului oleh hukum ke-2. Kalau orang tua belum mengerti hal itu, kita harus memberikan pengertian, dan kalau mereka tetap menolak, maka kita perlu lebih menaati Allah daripada manusia -- orang tua kita (Kisah Para Rasul 5:29). Ketaatan terhadap orang tua atau nenek moyang tidak menjadikan kita memunyai keris atau jimat yang mereka tinggalkan untuk kita, karena hal-hal itu adalah kebencian Allah. Ketaatan kita kepada orang tua haruslah dalam garis ketaatan kita terhadap Allah dan firman-Nya (Matius 10:34-37; Kejadian 12:1; Yosua 24:2-3).
Untuk melayani orang mati, baik roh orang tua maupun roh nenek moyang, agar mereka tidak marah terhadap anak-anak atau cucunya yang masih hidup atau sebaliknya. Alkitab menerangkan dengan jelas bahwa roh orang mati tidak dapat berhubungan dengan roh orang yang hidup atau sebaliknya. Yang bekerja sebenarnya adalah roh-roh setan, bukan roh orang mati. Dalam Kejadian 4:8-10, roh Habel berseru kepada Allah, bukan kepada Kain, sebab jiwa Habel tidak dapat berhubungan lagi dengan Kain yang masih hidup.
Karena dukun-dukun memakai nama Trinitas Allah atau Alkitab. Tuhan Yesus berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Matius 7:21-23). Kehendak Bapa ialah supaya kita jangan pergi ke dukun atau menggunakan okultisme (Ulangan 18:9-13). Yesus mengusir orang-orang yang memakai nama Tuhan secara salah dan yang menggunakan Alkitab dengan maksud magis. Jikalau ada di antara rakyat Indonesia yang mencatut nama presiden untuk kepentingan dirinya lalu ketahuan, pastilah dihukum.
Demikian jugalah orang yang mencatut nama Allah untuk praktik-praktik okultisme akan dibuang ke dalam api neraka kalau mereka tidak bertobat. "Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan" (Keluaran 20:7). Orang-orang yang menyebut nama Tuhan harus menjauhkan diri dari kejahatan/penyembahan berhala/pemakaian okultisme (2 Timotius 2:19). Iblis adalah bapak pembohong. Kepada orang kafir iblis memakai cara kafir dan kepada orang Kristen iblis memakai cara Kristen dan benda-benda rohani.
Karena pertolongan melalui okultisme mendatangkan kesembuhan dan sukses dalam hidup seseorang. Perlu kita ketahui bahwa iblis dapat membuat kaya seseorang (Kisah Para Rasul 16:16), juga dapat menyembuhkan dan melakukan mukjizat (Keluaran 7:10-13). Kita perlu sadar bahwa rekening setan bukanlah rekening gratis, tetapi harus dibayar dengan jiwa kita sendiri karena "pertolongan setan" pada hakikatnya adalah celaka. Kesembuhan gelap menolong tubuh, tetapi nanti jiwa menderita. Tuhan mau memberkati kita, tetapi bukan dengan cara-cara okultisme, melainkan dengan cara-Nya yang penuh kasih.
Karena adat istiadat menuntut. Ikut-ikutan dalam adat yang mengandung unsur okultisme untuk menyenangkan orang banyak, walaupun ia tahu bahwa perbuatan itu dosa di mata Tuhan. Misalnya, memindahkan tulang-tulang orang mati dengan upacara adat. Elia berdiri teguh atas dasar firman Allah, dan ia tidak mau ikut-ikutan dalam dosa massal, yaitu menyembah baal. Tuhan menghargai Elia atas keyakinannya itu (1 Raja-raja 18:20-46). Sadrakh, Mesakh, dan Abednego tidak ikut adat kebiasaan orang Babel, bahkan melawan perintah Raja Nebukadnezar untuk menyembah berhala. Walaupun api menunggu mereka, tetapi Tuhan memelihara mereka (Daniel 3:1-30). Orang tua Gideon akan dibinasakan karena merusak berhala orang banyak (Hakim-hakim 6:25-32). Jikalau kita mengasihi adat kebiasaan yang berdosa, maka Allah membenci kita, kalau kita mengasihi Allah dengan tidak menyembah berhala, maka masyarakat penyembah berhala membenci kita. Kita tidak bisa netral, tetapi harus berdiri dengan Tuhan walaupun orang banyak menentangnya, maka Tuhan akan menyatakan kemuliaan-Nya melalui orang yang mengasihi Dia (Bilangan 14:5-10).
Israel ditolong Tuhan karena Gideon tidak ikut-ikutan dengan dosa massal orang Israel. Tiga orang dilindungi Tuhan di tengah api yang dinyalakan oleh Nebukadnezar. Mengapa berkat Tuhan tidak turun? Dan mengapa kita terus diperhamba oleh orang-orang Midian? Karena kita ikut adat istiadat orang berdosa. Marilah kita melawan dosa-dosa masal dan berdiri di pihak Tuhan, maka Ia akan memberkati kita. Mengapa gereja kita kering? Hujan dari surga tidak turun dan banyak anggota jemaat kita yang masih ditawan oleh kuasa gelap dan dosa oleh karena hamba Tuhan sendiri masih memakai jimat, menggunakan mantera, memakai ikat pinggang merah. Dengan kata lain, masih banyak nabi-nabi baal modern, yang ikut upacara menanam kepala kerbau dan melayani tempat-tempat keramat. Tuhan Yesus berkata, siapa yang mengikut Dia harus menanggung salibnya. Ini berarti bahwa seorang Kristen yang benar harus membayar harga -- dihina, dikucilkan, diolok oleh masyarakat penyembah berhala yang ada di sekitarnya, dan yakinlah bahwa Tuhan tidak membiarkan dia.
Akibat-Akibat Menggunakan Okultisme
Seorang yang digigit oleh nyamuk malaria, tidak langsung sakit malaria, tetapi setelah melalui beberapa proses tertentu, "pasti" ia sakit malaria. Demikian juga orang yang terlibat dalam dunia okultisme, ada akibat-akibat yang langsung dialami dan juga ada akibat-akibat yang dialami setelah beberapa waktu tertentu. Kita perlu mengerti beberapa gejala dan tanda sebagai akibat daripada keterlibatan seseorang dalam dunia okultisme.
Serangan depresi, misalnya seorang tenggelam dalam suatu kesedihan tanpa alasan. Orang berada di bawah tekanan dicekam oleh perasaan takut terhadap hal-hal sekitarnya. Iblis tidak pernah dapat memberikan sejahtera dalam hati manusia. Hanya di dalam Kristus manusia mendapatkan damai sejahtera dan kemerdekaan (Yohanes 16:33; Roma 16:20; 2 Korintus 3:17). Kuasa gelap hanya memberikan kegelisahan.
Pikiran mau bunuh diri yang sering kali berjalan sejajar dengan depresi. Saul dan Yudas mengakhiri hidupnya dengan menyedihkan sekali (1 Samuel 28; 1 Tawarikh 10:1-4; Matius 27:1-5). Iblis adalah pembunuh manusia -- membawa manusia kepada keputusasaan, menjadikan manusia nekat untuk bunuh diri (Yohanes 8:44).
Tertutup terhadap firman Allah. Gejala ini tidak sama pada tiap-tiap orang. Ada yang merindukan firman Allah, tetapi waktu ia mendengar, ia mengantuk dan tertidur, walaupun tubuhnya dalam keadaan segar bugar. Iblis adalah roh penidur, membutakan hati manusia, sehingga benih firman Allah tidak dapat masuk dan tumbuh dalam hati orang yang terlibat dalam dunia okultisme (2 Tawarikh 33:10; Matius 13:4, 18-19; 2 Korintus 4:4). Orang-orang yang terlibat dalam dunia okultisme tidak menyukai firman Allah. Mungkin membaca juga, tetapi tidak mengerti. Kalau membaca buku-buku yang lain, ia tidak mengantuk atau tertidur. Tanda bahwa seseorang telah dibebaskan ialah menyukai Alkitab dan setia membacanya.
Gangguan lain ialah pada waktu mendengar firman Allah, ia dikuasai oleh roh sangsi yang beroperasi pada saat itu, sehingga sulit baginya untuk memercayai firman Allah, dan akhirnya berantakan. Firman Allah tidak menjadi jaminan yang utuh untuk imannya, tetapi merupakan bahan spekulasi saja. Itulah sebabnya kita bertemu dengan orang yang di atas mejanya ada buku mantera dan ada juga Alkitab.
Ada keinginan bahkan kenyataan menghujat nama Tuhan Yesus, baik tersembunyi maupun terang-terangan. Seorang ibu dari latar belakang agama lain yang pernah terlibat dalam okultisme, dan sekarang telah menjadi orang Kristen, pada waktu berdoa ia menghujat Tuhan. Setelah sadar ia menyesal dan menangis, dan ia tidak mau mengulang kesalahan yang sama. Roh penghujat menguasai orang yang terlibat okultisme. Gejalanya adalah adanya ketakutan yang tidak normal. Banyak hal di sekitarnya yang membuat dia takut. Takut akan Allah ada dalam hati orang yang mengasihi Allah, tetapi takut yang tidak normal ada dalam hati orang yang terlibat okultisme. Berjalan melewati kuburan dan tempat keramat, bulu kuduk berdiri, takut bunyi-bunyi yang aneh, bahkan takut akan kematian, menguasai orang yang terlibat okultisme.
Gejala adanya "angin kotor" -- angin hawa nafsu, pikiran-pikiran yang najis yang dihembuskan oleh roh-roh najis. Biasanya orang yang terlibat dalam okultisme, kehidupan seksualnya tidak normal --matanya penuh zinah dan angan-angan kotor yang menguasai dia. Iblis tidak hanya bapak pembunuh, tetapi juga bapak perzinahan.
Urat syaraf sakit akibat mempraktikkan okultisme secara aktif. Tubuh manusia adalah rumah Roh Kudus. Tubuh Musa, Kaleb, dan Yusak sehat sekali, ingatan mereka normal, tidak ada gangguan syaraf (Ulangan 34:7; Yosua 14:6-11). Tubuh manusia yang didiami oleh roh-roh setan/najis (Efesus 2:2), mengalami banyak gangguan (1 Samuel 16:14-23; 18:10-12). Ingatan Saul tidak normal lagi, sebab di bawah roh jahat. Sewaktu-waktu ia benci kepada Daud, sewaktu-waktu ia menyesal atas dosanya. Perhatikan juga Markus 5:1-20, khususnya ayat l5, "... orang yang kerasukan itu sudah waras." Aktif dalam okultisme juga menyebabkan kegilaan (Ulangan 28:28).
Kemarahan yang tidak normal. Ada kemarahan dari Roh Kudus (1 Samuel 11:6; Lukas 9:51-56, kata menegur disebut juga menghardik), tetapi ada kemarahan yang ditunggangi roh setan yang mengakibatkan dosa (Kejadian 4:48) dan penderitaan. Roh harimau (1 Petrus 5:8) menguasai orang yang terlibat okultisme dan menerkam orang-orang di sekitarnya, seperti Kain membunuh Habel.
Kekacauan dalam hidup, dalam rumah tangga (2 Tawarikh 33:3-6; Kejadian 11:9). Manasye terlibat dalam okultisme, dan Tuhan membuang dia di Babel yang berarti kekacauan. Hidup orang-orang yang terlibat okultisme senantiasa kacau.
Akibat untuk keturunan, biasanya menderita secara tidak normal, cacat, dan sebagainya sampai gilir-bergilir (Keluaran 20:4-5). Keturunan berada di luar berkat Tuhan.
Kemandulan dan penyakit, kematian sebelum waktunya (Keluaran 23:24-26).
Melihat satu atau dua gejala saja tidak cukup. Seorang yang terlibat dalam pelayanan ini, haruslah penuh dengan Roh Kudus, sehingga ia memunyai karunia membedakan roh. Harus dibedakan gejala tubuh saja atau gejala rohani. Seorang dokter menyelesaikan persoalan jasmani saja, sedangkan seorang psikiater menyelesaikan masalah jiwa, dan seorang hamba Tuhan menyelesaikan hal-hal rohani. Kerja sama di antara ketiganya sangat diperlukan. Dalam dunia okultisme, biasanya seorang dokter kesehatan atau dokter jiwa yang belum kenal Tuhan Yesus tidak dapat menolong orang yang terlibat dalam dunia okultisme, kecuali seorang hamba Tuhan yang penuh dengan Roh Kudus. Seorang dokter atau seorang psikiater Kristen yang penuh Roh Kudus dapat melepaskan orang yang terlibat okultisme. Jikalau kita dalam terang Tuhan mengerti gejala-gejala ini, baru kita dapat masuk dalam pelayanan pelepasan.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Antara Kuasa Gelap dan Kuasa Terang |
Penulis | : | Pondsius Takaliuang |
Penerbit | : | Departemen Literatur Yayasan Persekutuan Pekabar Injil Indonesia (YPPII), Batu 1987 |
Halaman | : | 82 -- 89 |
Uraian ini saya awali dengan satu tema pernyataan iman yang masih dapat berkembang: Allah, Allah yang hidup, Allah yang menyelamatkan, Allah yang berbicara, dan Allah yang mencukupi. Kita harus menyampaikannya dengan cara sedemikian rupa sehingga kita dapat melihatnya dengan latar belakang kepercayaan-kepercayaan yang berbeda. Entah disadari atau tidak, para misiolog, sebagaimana para ilmuwan, sama-sama mengawali riset mereka dengan tindakan iman. Walaupun Durkheim menyatakan, "semua prakonsepsi harus dihapuskan" (1962:31), tidak ada cara lain untuk memulai sebuah riset kecuali dengan tindakan iman. Faktanya, yang dilakukan Durkheim sendiri ternyata persis seperti itu. Saltman, seorang ahli biokimia, berpendapat bahwa "ilmu pengetahuan adalah satu pengalaman religius" (1970). Pertama-tama, para peneliti ilmu pengetahuan percaya bahwa alam semesta memunyai tatanan; kedua, manusia dapat memahami tatanan ini dengan melakukan penelitian-penelitian; dan ketiga, adalah suatu hal yang baik bagi manusia untuk mendapat pemahaman tersebut.
Seorang peneliti tidak hanya memulai dengan iman yang pribadi, tetapi juga membutuhkan semacam "kerangka acuan" untuk menyusun, menguji, dan menafsirkan pengalamannya. Kerangka acuan itu dapat berbentuk peta atau diagram, yang telah dirancang oleh orang lain berdasarkan riset sebelumnya dan telah diuji selama bertahun-tahun melalui serangkaian penemuan ilmiah yang terus berkembang. Selain itu, sebuah kerangka acuan bisa berbentuk sistem kalkulasi, dengan rumusan dan metode trigonometri yang telah dibuktikan secara matematis. Kerangka acuan juga bisa berbentuk metode pengumpulan, pengelompokan, dan pembandingan data kuantitatif dan kemudian dicatat dalam bentuk grafik hingga membuat kita dapat mengenali kondisi dan kecenderungan tertentu. Pilihan-pilihan kerangka acuan yang disediakan untuk berbagai jenis riset hampir tidak terbatas jumlahnya. Setiap disiplin ilmu dapat memunyai satu atau lebih kerangka acuan bergantung tujuan risetnya.
Kerangka acuan untuk misiologi harus memenuhi persyaratan berikut:
Kerangka acuan itu harus cukup memadai untuk disiplin ilmu tersebut; artinya, penggunaan kerangka acuan itu harus dapat diaplikasikan di tengah-tengah konsep misi Kristen dan tujuannya.
Kerangka acuan itu harus dilengkapi dengan cara-cara yang memadai untuk pengelompokan dan pengujian data yang sudah diamati dan dikumpulkan; artinya, acuan itu harus memiliki nilai-nilai dan moral-moral religius.
Kerangka acuan itu harus dijadikan alat penguji yang bisa meyakinkan misiolog itu sendiri akan keandalan temuan mereka.
Kemudian, jika seorang peneliti sudah memilih satu kerangka acuan yang meyakinkan, dia harus menggunakan kerangka acuan itu dengan jujur dan konsisten, dan tidak memanipulasinya -- tidak seperti yang sering dilakukan oleh beberapa peramal licik -- untuk keuntungan diri sendiri. Kerangka acuan adalah sesuatu yang berasal dari luar diri sang peneliti, yang diadopsi untuk tujuan pengujian, agar diperoleh hasil yang tidak didasarkan pada penilaian subjektif sang peneliti. Sebuah kerangka acuan disusun bukan hanya untuk tujuan pengelompokan data, tetapi juga untuk dijadikan tolok ukur sumber data yang diteliti dan otoritas data yang diuji. Selain itu, adanya sebuah kerangka acuan akan mengurangi subjektivitas temuan itu dan membantu sang peneliti untuk menetapkan kesimpulan secara ilmiah. Beberapa penilaian dan pertimbangan subjektif tentu masih akan ada, namun sang peneliti akan bertindak mengikuti "aturan permainan".
Dalam misiologi, kerangka acuan kita adalah Alkitab. Kita menerima Alkitab "apa adanya" sebagai alat bantu untuk mengelompokkan dan menguji materi kita. Materi-materi ini diambil dari sumber-sumber historis, arsip-arsip bersejarah, dan riset-riset antropologi. Materi-materi ini dikumpulkan dengan teknik-teknik kesejarahan dan antropologi yang telah diakui secara luas dan diletakkan pada kisi-kisi Alkitab untuk ditafsirkan.
Agenda dunia, perbandingan agama, dan filsafat tidak memberikan skala penguji misiologi yang memadai. Sebaliknya, Alkitab telah memenuhi hal itu dikarenakan beberapa hal. Alkitab adalah firman Allah yang tertulis, yang dengan firman itu Allah telah mengutus para pengikut-Nya ke ladang misi di dalam dunia dan kepada dunia -- itu merupakan prioritas utama. Alkitab juga menunjukkan konteks pengutusan itu secara tepat. Selain itu, Alkitab menyimpan informasi mendasar tentang satu "Pribadi", yang adalah pusat dari misi Kristen, tentang hakikat misi-Nya sendiri untuk umat manusia, dan otoritas yang memberi-Nya kuasa untuk mengutus pengikut-pengikut-Nya. Alkitab telah menerangkan tujuan dan ruang lingkup misi dunia. Maka, sudah sewajarnya kita kembali pada pokok-pokok tersebut untuk menguji praktik misi kita sendiri.
Perjanjian Lama menceritakan bagaimana Allah berhubungan dengan manusia melalui Israel. Dua gagasan mulai muncul dari sini: "bangsa-bangsa" dan "tanggung jawab umat Allah" terhadap
bangsa-bangsa itu. Perjanjian Lama menunjukkan betapa Israel sudah gagal dalam tanggung jawab itu. Semuanya ini adalah konteks yang di dalamnya Yesus hidup di bumi dan menghadapkan Amanat Agung. Israel yang baru sudah diwarisi janji-janji itu. Kemudian, Alkitab adalah sebuah catatan mengenai permulaan karya misi Kristen pada zaman Kekaisaran Roma, dengan satu uraian yang jelas tentang berbagai jenis pola pertumbuhan dan permasalahannya -- keduanya ternyata sangat menyerupai temuan kita pada zaman kita. Selanjutnya, Alkitab berisi sekumpulan bahan-bahan, yang walaupun [pada mulanya] tersebar, dapat ditelusuri melalui penelitian untuk memberikan dasar teoretis dan teologis yang memadai untuk aktivitas misi Kristen itu. Beberapa dimensi teologi ini telah saya satukan dalam buku "Church Growth and the Word of God" (1970a). Karena hal ini dan alasan lainnya, tampak bagi saya bahwa tidak ada kerangka acuan lain yang lebih memadai untuk menguji misi Kristen selain Alkitab itu sendiri. Oleh sebab itu, saya telah memakainya sebagai kerangka acuan saya selama bertahun-tahun, saya tidak merasa perlu untuk menggantinya dengan sesuatu yang berasal dari dalam diri saya sendiri (secara filosofis) atau beberapa ideologi lain yang berlandaskan agenda dunia, yang menjadikannya sebagai otoritas, alih-alih Allah.
Saya menggunakan Alkitab secara "menyeluruh". Tidak ada alasan untuk menyimpang dari Alkitab, untuk menghilangkan bagian ini atau itu karena beberapa alasan yang seolah-olah saja kritis. Bagi saya, Alkitab senantiasa berperan sebagai otoritas firman Allah bagi umat-Nya. Bagi seorang antropolog, kebenaran firman Tuhan yang sudah diberikan kepada manusia dan dikumpulkan selama mungkin lebih dari dua ribu tahun itu, seharusnya mencerminkan bentuk-bentuk dan struktur kesastraan yang berbeda mulai dari suku-suku nomaden yang bersistem patriarki, kerajaan-kerajaan oriental, dan masyarakat pinggiran dan perkotaan Yunani-Romawi. Saya tidak menemukan Alkitab bermasalah dalam hal ini; bentuknya yang multikultural itu justru dipakai Allah untuk berbicara di dalam berbagai ruang dan waktu. Apabila saya membaca suatu bagian Alkitab yang memunyai konteks budaya tertentu, saya selalu membiarkan diri saya dituntun melalui bentuk budaya itu menuju kebenaran kekal yang seakan-akan berbicara kepada saya di dalam situasi budaya saya sendiri. Bagi saya, inilah alat bantu yang sempurna untuk mengevaluasi situasi-situasi lintas budaya pada dunia misi.
Dalam kajian ini, tidak terdapat butir yang memunculkan masalah kritik Alkitab. Itu bukan berarti saya mengabaikannya. Saya sudah mempelajarinya setiap hari dan menganggapnya murni sebagai hal yang akademis dan teoretis, dan bukan suatu masalah yang berkaitan dengan misi. Apabila saya memotong bagian Amanat Agung pada akhir masing-masing kitab Injil (karena itu adalah pernyataan setelah kebangkitan), kita tidak memiliki Amanat Agung hingga secara keseluruhan tidak terdapat lagi kebutuhan akan misiologi. Jika saya menghapus kisah kebangkitan, baik karena alasan cerita tersebut merupakan cerita tambahan atau mitos, maka khotbah-khotbah tentang kebangkitan tidak akan berarti lagi -- sekadar suatu gagasan saja. Kitab Suci dijadikan salah, iman kita sia-sia, dan kita masih tinggal di dalam dosa-dosa kita; selanjutnya, misi Kristen dianggap sebagai satu konsep yang palsu dan tidak terdapat kebutuhan akan misiologi. Alkitab saling lekat sebagai satu keutuhan sepenuhnya! Saya tidak menginginkan satu alat bantu yang kehilangan sebuah bagian utamanya. Pergunakanlah Alkitab sebagaimana adanya jika Anda tidak ingin kehilangan satu kerangka acuan. Jika Anda sudah tidak menggunakannya, artinya Anda sudah mengabaikan misi Kristen dan misiologi. Oleh karena itu, saya menetapkan syarat menerima Alkitab seutuhnya untuk setiap buku Pengantar Misiologi.
Tanpa sebuah Alkitab yang utuh, Tuhan yang bangkit, perjumpaan yang mengantarkan seseorang untuk menerima Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat, atau amanat pengutusan untuk pergi kepada bangsa-bangsa dan menjadikan murid-murid, apakah yang masih tersisa bagi misi-misi Kristen itu? Tentu saja, masih terdapat banyak proyek Kristen: menolong mereka yang membutuhkan, melatih orang-orang yang tidak terlatih, perjuangan untuk keadilan sosial, dan seterusnya. Semuanya ini adalah bagian dari tugas orang Kristen, sebagai satu tugas yang menyertai, tetapi bukanlah satu pengganti untuk misi. Menurut kitab suci, tugas-tugas itu merupakan dua pelayanan yang berbeda pada satu Gereja yang utuh. Dengan demikian, pelayanan Gereja di dunia sebagai sesuatu yang parsial dan gagasan pemisah-misahan ini sudah bertentangan dengan uraian Alkitab tentang Gereja. Kita memang bisa mengerjakan separuh-layanan ini dan menjadi penganut Universalis atau bahkan Hindu. Artinya, apa yang kita akan dapatkan adalah pelayanan kemanusiaan (dan sejauh ini hal tersebut merupakan satu tindakan yang mulia), namun secara keseluruhan sama sekali tidak menunjukkan ciri-ciri yang membedakan orang Kristen -- dan itu tentu saja bukanlah misi. Oleh sebab itu, apa pun yang kita kerjakan, entah kita menyadari bahwa kita harus menjadikan Alkitab sebagai satu kesatuan seutuhnya ataupun kita mengakui keharusan untuk ikut dalam misi Kristen, kita sudah menganggap pemikiran tentang misiologi sebagai suatu kepalsuan. Tampaklah jelas bahwa tidak terdapat kerangka acuan lain untuk misi Kristen, yang saya percayai, kecuali Alkitab secara keseluruhan, dan itulah yang saya yakini dalam buku Pengantar Misiologi ini. (t/Ully)
Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:
Nama buku | : | Introduction to Missiology |
Judul asli artikel | : | The Bible as a Frame of Reference |
Penulis | : | Alan R. Tippett |
Penerbit | : | William Carey Library, California, 1987 |
Halaman Artikel | : | 13 -- 16 |
"Agama sepupu" adalah sebuah kebudayaan teosentris. Seluruh aspek keberadaannya berkisar pada satu titik pusat: Allah.
Pengakuan iman setiap "saudara sepupu" adalah "Tiada Tuhan selain Allah". Kesatuan Allah dalam "saudara sepupu" adalah lubang jarum penguji yang harus dilalui oleh semua pendapat dan sikap lain terhadap Tuhan. Penyatuan ini tidak boleh dikaburkan dengan penyatuan pada hal-hal ketuhanan. Allah hanya ada satu. Semua tuhan yang lain tidak ada artinya di mata "saudara sepupu". Siapa pun yang mengakui keberadaan tuhan-tuhan yang lain selain Allah adalah seorang penghujat.
Siapa pun yang menanyakan sifat-sifat Allah akan mendapati sebuah daftar yang berisi 99 nama-Nya yang terindah; 72 di antaranya digunakan dalam "Kitab Suci sepupu" sebanyak 1.286 kali. Kadang-kadang gelar-gelar tersebut saling bertentangan, bahkan saling menyangkal. Teolog "saudara sepupu", Al-Ghazali menulis, "Allah adalah segala sesuatu dan segala ketiadaan. Dia tidak bisa dijangkau oleh pikiran manusia dan lebih besar dari yang dapat kita pahami; Dia bertakhta dan memerintah segala sesuatu dan merupakan satu-satunya pengendali alam semesta."
Inilah arti sebenarnya dari seruan "saudara sepupu" untuk iman dan peperangan, "Allahu Akbar," yang diucapkan pada sejumlah peristiwa dari bibir mereka. Seruan ini bergema 40 kali sehari di atas atap kota-kota dan desa-desa dari pengeras suara yang terpasang di menara-menara rumah ibadah mereka. Seruan ini merangkum keimanan "saudara sepupu": Allah yang lebih besar, lebih kuat, lebih bijaksana, lebih indah, dan lebih arif daripada yang dapat kita bayangkan; Dia lebih arif dari semua kebijaksanaan dan yang terbaik dari para hakim pada hari penghakiman; Dia sangat berbeda dan tak terbandingkan; Dia melampaui segala sesuatu, Tuhan yang jauh, Mahahadir, dan tidak bisa didekati. Setiap pemikiran mengenai Allah tidaklah memadai dan palsu. Dia tidak bisa dipahami, hanya disembah.
"Agama sepupu" adalah sebuah "agama penyembah". Lima kali sehari "saudara sepupu" sujud menyembah di hadapan Allah sampai 34 kali: masing-masing dengan dahi sampai menyentuh tanah. Setiap "saudara sepupu" yang sujud menyembah adalah penafsiran yang gamblang mengenai kata dalam bahasa Arab "Agama sepupu", yang berarti "pembebasan", "menyerah", dan "tunduk".
Pengabdian yang ditujukan kepada Allah tidak menjamin adanya anugerah. Hal ini hanyalah sebagian dari "dibenarkan karena perbuatan" mereka, yang berdasar pada komitmen untuk bersaksi tentang syahadat, ibadah harian, puasa resmi selama Ramadan, bersedekah, dan perjalanan ziarah ke Mekah. Dalam Kitab Suci, melakukan kewajiban keagamaan dilihat sebagai pembayaran hutang, seakan-akan melakukan sebuah transaksi bisnis dengan Allah (Surah 35:29-30). Yang Mahakuasa memperhitungkan dengan cepat dan akurat setiap perbuatan baik dan jahat setiap orang; Dia menimbang semua perkataan dan pemikiran satu sama lain, dan menghadiahi sebuah pembenaran dari segala kesalahan pada hari penghakiman.
Kecemasan akan Hari Penghakiman, puncak dari "agama sepupu", meningkatkan ketakutan "saudara sepupu" pada Allah. Mereka berdiri dengan hormat di depan penguasa anonim segala ciptaan dan takut akan penghakiman yang kekal. Tidak satu pun "saudara sepupu" yang tahu pasti apa yang menunggu mereka pada "hari penghakiman". Sebuah masa depan yang gelap membentang di depan mereka.
Menurut "iman sepupu", Allah adalah penguasa yang tidak terbantahkan dan raja yang memerintah dengan sewenang-wenang. Tidak seorang pun yang tahu, mengapa dia memimpin beberapa orang menuju surga atau mengapa neraka adalah takdir bagi yang lain. "Saudara sepupu" sujud menyembah sampai ke tanah di hadapan Allah seperti seorang budak di depan tuannya, yang tidak tahu apakah dia akan mendapatkan hidup atau mati, berkat atau kutuk. Budak itu merindukan rahmat dan "niat" tulusnya hanyalah untuk menyembah Tuhan yang sejati, yang sebenarnya tidak membawa jaminan akan kehidupan yang kekal.
Allah -- Bukan Tritunggal
"Saudara sepupu" sejak dari masa kanak-kanak berpikir bahwa orang Kristen percaya kepada tiga Tuhan. Mereka secara konsisten diperingatkan untuk tidak melakukan "dosa dari segala dosa" ini. Kenyataan bahwa ada Bapa, Putra, dan Roh Kudus terdengar seperti sebuah penghujatan untuk "saudara sepupu" dan sama artinya dengan melanggar titah pertama: "Janganlah ada allah lain dihadapan-Ku." Siapa pun yang mengaku bahwa ada seseorang atau beberapa orang yang seperti tuhan selain Allah, melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Hal ini sejajar dengan dosa terhadap Roh Kudus (Surah 4:48 dan 116).
"Saudara sepupu" tidak tahu realitas tentang Tuhan Tritunggal, ataupun ingin mengetahuinya. Ia akan menolaknya dengan tegas. "Saudara sepupu" merasa muak ketika seorang Kristen mencoba menjelaskan tentang Trinitas kepadanya. "Tiga tidak mungkin satu, dan satu bukanlah tiga," adalah jawaban klise mereka. Allah dalam "agama sepupu" tidak memerlukan seorang penolong, pengantara, ataupun rekan. Hanya Dia yang agung. Tidak ada satu pun yang seperti diri-Nya.
Tiga serangkai Ilahi, di mata "saudara sepupu", membawa kemungkinan akan suatu pemberontakan dari salah satu Tuhan melawan yang lain. Kecemburuan, ambisi, kebencian, dan kritik akan menjadi tak terhindarkan. Pada kepemimpinan sebuah "negara sepupu" biasanya hanya terdapat "seorang penguasa". Lawan-lawannya dibasmi. Dengan cara yang sama, Allah hanya ada satu.
Misteri bahwa Tuhan kita adalah kasih tetap tersembunyi bagi "saudara sepupu". Bapa mengasihi Anak selamanya. Dia bukanlah sebuah pribadi yang egois yang hanya mengasihi diri-Nya sendiri. Melalui Dia, sang "Firman", Ia menciptakan alam semesta. Setelah kematian penebusan Yesus demi pendamaian, Bapa menganugerahkan segala kuasa di bumi dan di surga ke dalam tangan sang Penakluk yang bangkit. Hari ini, Roh Kudus sedang melengkapi karya sang Anak dalam gereja-Nya. "Saudara sepupu" tidak melihat apa pun dari hal ini. Mereka juga tidak mengerti bahwa Roh Kudus tidak pernah memuliakan diri-Nya sendiri, namun memuliakan Anak, dan sang Anak terus-menerus memuliakan Bapa, yang telah menentukan sang Pemenang atas dosa, maut, dan neraka di tangan kanan-Nya. Hubungan kerohanian seperti itu dalam Trinitas yang Kudus seluruhnya asing untuk "Saudara sepupu". Mereka tidak ingin memahami arti kata-kata Yesus: "Aku dan Bapa adalah satu", atau "Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Dia". Kasih, kerendahan hati, dan penyangkalan diri, dalam "agama sepupu", tidak timbul sebagai dasar setiap otoritas kerohanian. Allah berbeda. Dialah satu-satunya yang harus ditinggikan dari awal sampai akhir, soliter, dan tak terjangkau.
Dengan penolakan akan Tuhan Tritunggal, "agama sepupu" telah menghakimi dirinya sendiri. Orang-orang Kristen mengakui bahwa pada masa kemunculan Kristus, makna terdahulu dari kata "Tuhan" telah berubah. Bapa, Putra, dan Roh Kudus berada dalam penyatuan rohani. Yesus dalam doa terakhir-Nya menyatakan, "Kita adalah satu" (Yohanes 17:22). Di sini, kejamakan menegaskan ketunggalan untuk mengungkapkan rahasia Tuhan kita.
"Agama sepupu" menolak apa pun yang berhubungan dengan realitas trinitas kita. "Nabi sepupu" menekankan, "Percayalah kepada Allah dan Utusan-Nya, dan jangan katakan 'tiga,' jauhkan dirimu darinya: hal itu lebih baik untuk kamu. Mereka adalah orang-orang kafir yang mengatakan, 'Allah adalah yang ketiga dari tiga'." (Surah 4:171 dan 5:73)
"Nabi sepupu" menerima sebuah gambaran yang terdistorsi mengenai Trinitas Ilahi ketika para pengikut sektarian mengatakan kepadanya bahwa Yesus telah berkata, "Jadikan aku dan ibuku sebagai tuhan, terpisah dari Allah." (Surah 5:116) Ide ini telah ditolak sejak dari awalnya oleh setiap gereja Kristen dengan berdasar pada Kredo Nikea (325 SM).
Selain penolakan ini, "agama sepupu" juga tidak bisa menoleransi realitas ilahi. Allah sendiri hebat, berdaulat, dan berjaya. Tidak mungkin ada Tuhan lain selain Dia. Dia tidak memerlukan seorang penolong. Tidak ada yang seperti Dia. Seluruh keberadaan "agama sepupu" menolak Tuhan Tritunggal.
Allah -- Bukanlah Bapa
Pengakuan bahwa Tuhan adalah seorang Bapa merupakan sebuah ide yang menjijikkan bagi "saudara sepupu", bahwa Tuhan telah tidur dengan Maria, dan telah memiliki seorang putra tunggal. Nama "Bapa" tidak akan terpahami dalam "agama sepupu" dalam hal kerohanian, namun hanya literal. Allah tetap satu-satunya yang diagungkan, Tuhan yang kudus dan jauh, yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan manusia. Ide bahwa Allah menjadi seorang ayah menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam diri "saudara sepupu".
Inilah titik yang tepat, di mana Kabar Baik menegaskan iman kita. Tuhan menjadi manusia dalam Yesus Kristus. Dia tidak lagi menjadi seorang pencipta yang jauh, asing, dan tidak diketahui, namun telah mengungkapkan diri-Nya sendiri sebagai seorang Bapa yang "intim dan penuh kasih." Tuhan telah mengikatkan diri-Nya dalam sebuah cara sebagai seorang Bapa pada setiap orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
Pemahaman Perjanjian Lama akan Tuhan semakin diperdalam oleh penekanan Yesus pada nama "Bapa". Inilah revolusi teologis yang diperkenalkan oleh Yesus ke dalam iman monoteistik yang dingin dari orang Yahudi. Namun, orang Yahudi menolak ke-Bapa-an Tuhan dan melihatnya sebagai penghujatan yang mutlak (Matius 26:65; Yohanes 10:33-36), seperti halnya "agama sepupu" yang geram pada realitas Allah Bapa.
Sudahkah Anda mengalami bahwa Yesus tidak memandu kita untuk berdoa pada Elohim, pada Yahweh, pada Tuhan Yang Mahakuasa, tidak juga pada diri-Nya sendiri, namun mengungkapkan doa pribadi-Nya kepada kita, sehingga kita sebagai anak-anak dapat berkata, "Bapa kami yang di Sorga, Dikuduskanlah nama-Mu!, Datanglah kerajaan-Mu, Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga."? Menyangkal atau membuang makna nama bapa yang sangat penting akan sangat merusak inti Kabar Baik. "Bapa" adalah kata-kata pertama Yesus di kayu salib dan juga "Bapa" yang Dia serukan pada kalimat terakhir-Nya. Yesus mengungkapkan rahasia terdalam akan esensi Tuhan pada para murid-Nya sebagai dasar dan tujuan perjanjian baru.
Tuhan tidak lagi sebagai Tuhan yang kurang dikenal, yang harus kita panggil dengan sebutan "tuan". Kita memiliki keistimewaan untuk memanggil Bapa Surgawi kita dengan sebutan yang dekat, "Engkau". Roh Tuhan bersaksi bersama roh kita, bahwa kita adalah "anak-anak" Tuhan. Setiap orang Kristen sejati memiliki hubungan langsung dengan Tuhan. Kita bukanlah "budak", namun anak-anak perjanjian baru melalui anugerah Yesus Kristus. "Saudara sepupu" berdoa lebih sering daripada orang Kristen, namun doa-doa resmi mereka terdiri dari sebuah liturgi yang telah ditentukan dan bukanlah sebuah percakapan langsung dengan Tuhan. Dalam "agama sepupu", semua manusia dikategorikan sebagai para budak yang diciptakan untuk menyembah Allah. Namun, melalui Yesus kita bukanlah budak: kita adalah anak-anak. Pintu menuju Bapa kita terbuka lebar. Doa kita adalah percakapan dengan Tuhan yang langsung dari hati, penuh permohonan, doa untuk orang lain, ucapan terima kasih, dan penyembahan. Kita memiliki sebuah jalur langsung pada seorang Bapa yang mendengarkan kita setiap saat. "Saudara sepupu" juga dapat berseru dengan kata-kata mereka pada Allah, sebagai tambahan pada doa-doa lima waktu yang telah dirancang, namun usaha-usaha untuk membuat hubungan ini seperti sebuah panggilan ke langit yang kosong. "Saudara sepupu" tidak tahu, apakah seseorang akan mendengarkan dan apakah doanya akan dijawab. Allah terlalu besar untuk mengikatkan diri-Nya pada para penyembah-Nya. "Saudara sepupu" tidak memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan. Hal ini tetap menjadi keistimewaan orang Kristen.
"Agama sepupu" menolak ke-Bapa-an Tuhan, yang berarti telah meletakkan dirinya pada jalan yang mengarah kepada kehancuran. "Saudara sepupu" harus menghadapi segala sesuatu sendirian ketika mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi Hari Penghakiman di hadapan Allah. Tuhan mereka adalah seorang saksi dan hakim yang tidak dapat disuap, di hadapan-Nya tidak ada hubungan kekerabatan dengan siapa pun. Segala macam dosa akan terungkap tanpa ampun. Sangatlah menakutkan jatuh ke dalam tangan Allah. Dia mengeraskan hati kepada siapa pun yang Dia mau, dan menyelamatkan siapa pun yang Dia inginkan. Tidak seorang pun tahu persis apa yang akan Allah putuskan untuk dilakukan pada setiap orang. Namun, Kabar Baik mengungkapkan kehendak Bapa atas kita. Dan, kita tahu bahwa Dia merindukan setiap orang harus diselamatkan dan datang pada pengenalan kebenaran. Oleh karena itu, kita bisa mendekat kepada- Nya pada Hari Penghakiman dengan sangat tenang karena sang Hakim adalah Juru Selamat kita.
Tuhan mengutus anak tunggal-Nya ke dalam dunia yang jahat ini sehingga Dia mendamaikan semua orang dengan diri-Nya. Kristus menanggung dosa setiap orang dan menanggung hukuman menggantikan kita. Bapa tidak melanggar hukum yang suci ketika Dia membenarkan para pendosa, namun menaatinya dengan menggantikannya dengan kematian Kristus. Hanya melalui penyaliban seseorang menerima keistimewaan untuk memanggil Tuhan sebagai Bapa kita. Dia telah memberikan semua penghakiman kepada Putra-Nya, yang akan menghakimi dalam kesatuan penuh dengan Bapa-Nya. Setiap orang yang percaya kepada Bapa melalui Putra telah diselamatkan dari penghakiman (Yohanes 3:16-19; 5:22-23).
Allah -- Bukan Sang Putra
Berbeda dengan agama-agama dunia yang lainnya, "agama sepupu" muncul setelah Kristus hidup di bumi. "Nabi sepupu" sering mencari tahu tentang Yesus dan mengumpulkan informasi mengenai Perjanjian Baru dari orang Kristen Arab, juga dari budak Kristen asing. Waraqa ibn-Naufal, seorang saudara sepupu dari istri "nabi sepupu" yang pertama yaitu Khadijah (yang juga saudara jauh "nabi sepupu"), mungkin adalah seorang pemimpin sebuah gereja rumah di Mekah. "Nabi sepupu" menganalisis kehidupan Yesus dan menerima pernyataan tertentu yang sesuai dengan sistem kepercayaannya. Segala sesuatu yang tidak dia mengerti atau tidak sesuai dengannya ditolak sebagai sesuatu yang salah atau palsu. Dengan cara ini, Kristologi Islam menjadi terbatas pada 93 ayat dalam 15 surat dalam "Kitab Suci sepupu".
"Nabi sepupu" bersaksi dalam banyak ayat di "Kitab Suci sepupu", bahwa Yesus lahir dari perawan Maria. Kelahiran-Nya yang menakjubkan bukan hanya sebuah kepercayaan Kristen, namun juga merupakan sebuah dogma "agama sepupu". "Nabi sepupu" menyebut Yesus sebagai perwujudan "Firman Tuhan" dan suatu "roh dari Dia" (Surah 3:45 dan 4:171). Perbedaan antara "agama sepupu" dan kekristenan dalam pemahaman kelahiran Kristus tercermin dari pengajaran "nabi sepupu" bahwa Kristus tidak "lahir" dari Allah, namun telah "diciptakan" dalam Maria, dari ketiadaan, melalui Firman Yang Mahakuasa. Allah tidak akan pernah dipahami sebagai Bapa dari Yesus, namun hanya sebagai pencipta-Nya. Kristus bukanlah Putra Allah dalam "agama sepupu", namun hanya sebagai seseorang yang menakjubkan, seorang nabi khusus, seorang utusan Allah yang berwenang. Hal ini bertentangan dengan iman semua gereja yang setuju dengan Kredo Nikea bahwa Kristus adalah "Tuhan atas Tuhan, terang atas terang, Tuhan yang Maha, diperanakkan dan bukan diciptakan, menjadi satu esensi dengan Bapa. (t\Rento)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Islam Under The Magnifying Glass |
Judul asli bab | : | Allah In Islam And The Incarnation Of God In Jesus Christ |
Penulis | : | Abd Al Masih |
Penerbit | : | Light of Life, Villach, Austria |
Halaman | : | 13 -- 24 |
Kristologi berbasis Kitab Suci "saudara sepupu" menunjukkan bahwa ide-ide dari sebuah perselisihan doktrinal atas keadaan diri Kristus, yang timbul antara abad ke-3 dan ke-6 dalam gereja-gereja di daerah Mediterania, telah tersebar sampai ke Mekah. Orang-orang Yahudi mungkin juga telah memengaruhi "nabi sepupu" dengan penolakan terhadap status anak Ilahi Yesus. Karenanya, "nabi sepupu" menolak keberadaan Yesus yang surgawi dengan sebuah pemotongan tajam. Dalam Surah 112, kita menemukan inti "agama sepupu" dalam perintah untuk pengakuan "saudara sepupu", "Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan". Frasa ini ditekankan kepada setiap "saudara sepupu" sejak masa kanak-kanak -- Tuhan bukanlah seorang Bapa dan tidak pernah memiliki seorang putra. Dalam Surah 9:29,30, "nabi sepupu" memberikan sebuah argumen yang lebih radikal pada tema ini. Dia memastikan: "Orang Kristen berkata, 'Mesias adalah Putra Allah.' Inilah ucapan dari mulut mereka, sesuai dengan orang-orang yang tidak percaya sebelum mereka. Allah membunuh mereka! Betapa murtadnya mereka!'" Dengan kata-kata kutuk ini "nabi sepupu" menegaskan bahwa siapa pun yang percaya bahwa Tuhan adalah seorang Bapa dan Kristus adalah anak-Nya, haruslah dihancurkan oleh Allah. Siapa yang dapat menyangkal bahwa ini adalah sebuah manifestasi roh anti-Kristen? Dalam "agama sepupu", sebuah perwujudan nyata Tuhan dalam Kristus tidak terpikirkan. Dalam 1 Yohanes 2:22-23; 4:2-3, tanda-tanda antikristus dibuat jelas: "Inilah antikristus yang menyangkal Bapa dan Anak. Siapa pun yang menyangkal Anak, ia juga tidak memiliki Bapa ... Setiap roh yang tidak mengaku bahwa Yesus Kristus telah datang dalam rupa manusia bukanlah Roh Tuhan, dan inilah roh Antikristus."
Pada awal 1984, Gaddafi menerbitkan sebuah surat terbuka kepada para pemimpin di dunia Kristen, di mana dia merangkum pemikiran-pemikiran "agama sepupu" dalam sebuah koran harian India. Kami telah mencetak ulang surat ini dalam Bahasa Inggris yang ada dalam lampiran. Surat ini merupakan ekspresi umum seluruh kristologi "agama sepupu".
"Nabi sepupu" menganalisis pribadi Yesus. Dia memercayai mukjizat-mukjizat-Nya yang ajaib. Kitab Suci "saudara sepupu" mengatakan bahwa Yesus mencelikkan mata yang buta, menyembuhkan mereka yang menderita kusta, dan membangkitkan orang mati. "Nabi sepupu" mewartakan bahwa Yesus membentuk burung-burung dari tanah liat, memberikan napas kepada mereka, dan mereka semua terbang. Selain itu, Dia membebaskan murid-murid-Nya dari kewajiban mematuhi beberapa hukum yang rumit dan memberikan perintah-perintah baru. "Nabi sepupu" melihat bahwa dalam berbagai tindakan dan perkataan Kristus ini, tidak ada tanda otoritas dan kuasa ilahi-Nya, namun lebih merujuk pada kelemahan-Nya. "Nabi sepupu" berulang kali mengatakan bahwa Allah menguatkan Kristus melalui Roh Kekudusan, sehingga Dia dapat mengadakan mukjizat-mukjizat tersebut (Surah 2:87,253; 5:110). Di mata "nabi sepupu", Yesus merupakan sebuah instrumen dalam tangan Allah, yang menjadi sarana menyingkapkan kebesaran-Nya. "Nabi sepupu" tidak memahami kelemahlembutan Kristus ketika Dia mengatakan, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak." Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai seseorang yang lembut dan rendah hati. Semangat seperti itu merupakan hal yang asing bagi "agama sepupu". Salah satu dari 99 nama-nama indah Allah adalah "Yang Mahamegah." Karenanya, "nabi sepupu" melihat kerendahan hati Yesus sebagai sebuah tanda kelemahan dan ketidakmampuan, dia tidak mengakui sumber kuasa dan otoritas-Nya.
Semangat pemberontakan "agama sepupu" melawan Tuhan dan Kristus terungkap melalui dirinya sendiri, pada akhirnya dalam penyangkalan akan penyaliban Yesus. Dalam Surah 4:157 dikatakan, "Kami (orang Yahudi) membunuh Mesias, Yesus, Putra Maryam, utusan Tuhan -- namun mereka tidak membunuh-Nya, atau menyalibkan-Nya, hanya seseorang yang menyerupai Dia yang ditunjukkan kepada mereka."
"Nabi sepupu" hidup di Mekah dengan mengalami banyak kesulitan besar, dikejar-kejar oleh para saudagar dari kota ini. Sulit baginya untuk menerima bahwa mereka menghina misinya. Ancaman-ancaman mereka begitu jelas untuknya: "Seperti orang Yahudi membunuh Kristus, putra Maryam, Utusan Allah, mungkin juga mereka membunuhmu juga, pengacau dan penipu, jika kamu tidak berhenti menyebarkan "agama sepupu"". Allah tidak menyelamatkan Yesus dari tangan orang Yahudi dan Dia tidak akan menyelamatkanmu dari kami juga." Namun "nabi sepupu" memercayai kemahahadiran Allah. Sulit dibayangkan baginya bahwa Tuhan yang agung akan mengizinkan pelayan-Nya yang teraniaya binasa. Karenanya, "nabi sepupu" menolak dan menyangkal penderitaan melalui kayu salib dan berkata, "Tidak mungkin! Allah itu setia. Dia pasti menyelamatkan Kristus yang setia, bahkan jika tampaknya Dia telah disalibkan bagi kerumunan orang yang kebingungan. Tidaklah benar bahwa Dia benar-benar mati di kayu salib, namun diangkat hidup-hidup oleh Tuhan."
Ketakutan dan kekecewaan mungkin telah menyebabkan "nabi sepupu" menolak penyaliban Yesus. Ia ingin mengaburkan salib dan menghilangkannya dari muka bumi. Dia tidak langsung menyangkal karya penebusan Kristus, tidak juga membenarkannya karena anugerah atau kelahiran baru melalui Roh Kudus, namun dia membatalkan persyaratan mendasar dari pokok iman yang kedua dan ketiga untuk para pengikutnya. Dalam "agama sepupu", tidak ada tempat untuk salib Kristus dan buah-buah roh-Nya. Semangat anti-Kristen pada "nabi sepupu" menolak inti terpenting Kabar Baik. Yang membingungkan, dia bersaksi dalam "Kitab Suci sepupu" tentang banyak mukjizat, doa-doa, dan nama-nama Kristus. Dia juga menegaskan kenaikan Yesus dan keberadaan-Nya saat ini di sebelah kanan Tuhan. Namun, dia menolak inkarnasi ilahi Yesus, syarat yang sangat diperlukan untuk penebusan kematian Kristus di kayu salib, dan mencoba menghapus masa-masa pendamaian dunia dengan Tuhan dari sejarah umat manusia.
Penolakan terhadap kematian Kristus bagi semua manusia adalah sebuah konsekuensi logis dalam "agama sepupu". Allah tidak memerlukan seorang pengantara atau pengganti untuk manusia. Kemungkinan korban darah di Perjanjian Lama yang meramalkan kematian Kristus demi penebusan tidak dimungkinkan dalam "agama sepupu". Allah berdaulat. Dia mengampuni kapan pun Dia mau, siapa pun, dan di mana pun. Dia tidak memerlukan seekor domba "penebusan". Keberadaan seorang pengantara dan penebus akan mengurangi kemegahan Allah di mata seorang "saudara sepupu". Hanya Allah sendiri yang besar.
Karenanya, dalam "agama sepupu", tidak ada tempat untuk domba Tuhan yang menanggung dosa dunia. Akibatnya adalah "saudara sepupu" tidak pernah yakin akan pengampunan dosa-dosa mereka. Mereka dapat membaca dalam "Kitab Suci sepupu" sebanyak 111 kali bahwa Allah adalah seorang yang pemaaf, murah hati, dan mengampuni, serta menerima para petobat. Namun, Allah yang adil ini tidak memberikan tanda yang jelas bagi "saudara sepupu", apakah pengampunan dosanya sah atau tidak untuknya. Ketika "saudara sepupu" ditanya apakah dia sungguh-sungguh telah memiliki pengampunan atas dosa-dosanya, dia hanya dapat menjawab, "Jika Allah menghendaki!" Namun, kehendak Allah hanya akan terlihat pada Hari Penghakiman.
Pemahaman ini sekali lagi menunjukkan bahwa tidak ada seorang "saudara sepupu" pun yang memiliki kepastian akan pengampunan atas dosa-dosa di dalam hatinya. Dia hidup tanpa penebusan dan menanggung beban hati nurani yang terus mendakwa. "Allah tidak mencintai para pendosa" tertulis sebanyak 24 kali dalam "Kitab Suci sepupu": Dia hanya mencintai mereka yang takut akan Dia. Siapakah yang dapat hidup begitu taat sehingga ia tidak dapat lagi dianggap berdosa? Sebaliknya, Kabar Baik menyatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16) Kristus telah datang untuk mencari dan menyelamatkan mereka yang terhilang. Gembala yang Baik memilih meninggalkan 99 orang benar yang tidak memerlukan pertobatan dan mencari seorang yang terhilang, yang sedang mencari pembenaran, sampai Gembala itu menemukan dia (Lukas 15:2-7). Pengampunan Tuhan dalam Kabar Baik berlaku untuk setiap pendosa; pengampunan Allah dalam "agama sepupu" hanya berlaku untuk penyembah-Nya yang sejati -- bahkan ini pun belum pasti juga. "Saudara sepupu" tidak mengenal kepastian yang menghibur bahwa dosa-dosa mereka diampuni karena mereka menolak Dia yang tersalib, yang merupakan satu-satunya jalan bagi kita untuk menerima anugerah dan damai dari Tuhan.
ALLAH -- BUKAN ROH KUDUS
Dua kali dalam Kitab Suci "saudara sepupu" Allah dirujuk sebagai "Yang Kudus". Arti nama ini dalam "agama sepupu" tidak jelas. Mungkin saja nama ini diambil dari Yudaisme untuk menandakan keagungan dan kemuliaan Allah.
Kata bahasa Arab untuk "roh" terikat erat dengan arti dari "angin". Seperti angin yang datang dan pergi ke mana pun dia mau dan tidak bisa dilihat, demikian juga roh tak terpahami. Dalam "agama sepupu", "Roh Kudus" dipahami sebagai suatu roh ciptaan yang setara dengan para malaikat dan setan, yang semuanya diciptakan Allah dari ketiadaan. "Kitab Suci sepupu" tidak mengenal suatu pewahyuan bahwa "Allah adalah Roh" atau "Roh Allah". Tidak seorang pun dapat memahami apa dan siapakah Allah yang sebenarnya. Dalam "agama sepupu", "Roh Kudus" dipahami sebagai Malaikat Gabriel yang diutus oleh Allah pada Zakaria, Maria, dan "nabi sepupu" untuk menyampaikan pesan-pesan khusus pada mereka (Surah 19:17).
Perjanjian Baru menyingkapkan untuk kita bahwa kesalehan mendalam di "agama sepupu", yang terwujud dalam doa-doa, puasa, dan penziarahan, amat jauh berbeda dari pengudusan karena kelahiran baru. Perkataan Yesus menyerupai sebilah pedang yang memisahkan kesalehan palsu dari realitas penebusan. Hanya "barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya" (Yohanes 3:36).
"Saudara sepupu" mendapatkan gambaran sekilas akan kuasa Roh Kudus dalam hubungan-Nya dengan mukjizat-mukjizat Kristus, namun kuasa dan anugerah-Nya masih tersembunyi untuk mereka. Dalam kebudayaan "agama sepupu", tidak dijumpai buah Roh Kudus. Buah kedagingan memerintah di sana (Galatia 5:19-26). Kita mengakui bahwa keramahan Arab mempermalukan orang-orang Barat. Kesopanan, kepekaan, sopan santun yang halus mereka sangatlah menarik bagi setiap pendatang. Siapa pun yang tinggal di Timur Tengah untuk waktu yang lama, tahu bahwa kebaikan-kebaikan ini sering ditampilkan secara tidak sadar untuk membangun penghargaan atas klan mereka sendiri, atau dipengaruhi oleh sebuah usaha untuk mendapat pembenaran karena perbuatan.
"Agama sepupu" adalah sebuah agama yang dapat menimbulkan sebuah kehidupan yang seluruhnya dikontrol dan dicontohkan oleh religi pengikutnya. Namun, setiap esensi dan karakter individu tidak membarui. Setelah ketaatannya kepada Allah, "saudara sepupu" secara umum dapat menjadi sama dengan sebelumnya. Jika dia telah menikahi banyak perempuan, perpindahannya ke "agama sepupu" bukanlah masalah karena dalam "agama sepupu" poligami dilegalkan oleh Allah. "Agama sepupu" adalah agama yang menyenangkan untuk para laki-laki.
Juga, jika pencurian dan tindak kriminal jarang terjadi di "negara-negara sepupu" daripada di negara-negara barat, hal itu bukanlah karena kepribadian "saudara sepupu" yang lebih baik, namun karena ketakutan mendalam akan hukuman yang mengerikan.
Persembahan Kristus untuk menggantikan mereka yang tidak berharga tidak terlalu menarik untuk orang dalam kebudayaan "agama sepupu". Alih-alih, kemuliaan dan kedaulatan Allah telah menjadi prinsip panduan. Sang diktator yang baik hati menghadiahi para penyembahnya jika dia ingin. Pemikiran akan imbalan amal, bukan ketaatan yang berasal dari rasa syukur, mencirikan kehidupan "agama sepupu" setiap harinya. Kemegahan kekuasaan, kemegahan anak raja, dan kekayaan yang mendarahdaging adalah prinsip-prinsip yang dihasilkan oleh contoh dari Allah. Kristus, sebaliknya, telah mendorong para pengikut-Nya untuk menjadi rendah hati, taat, miskin, menyangkal diri, dan memikul salib. "Agama sepupu" menghasilkan tuan yang megah dan ingin disanjung, sementara Kristus membentuk para pelayan yang rendah hati dan rajin.
"Nabi sepupu" secara pribadi pernah bertemu dengan orang-orang Kristen, karenanya dia menulis, "Kamu pasti akan menemukan orang terdekat mereka yang mencintai orang yang beriman ("saudara sepupu") yaitu orang-orang yang berkata 'kami adalah orang Nasrani'; hal ini disebabkan karena beberapa di antara mereka adalah pendeta dan biarawan, dan karenanya mereka tidak menjadi sombong." (Surah 5:82) Inilah sebuah kesaksian dari "nabi sepupu" tentang Kristus yang hidup dalam orang-orang percaya di Arab pada waktu itu. "Nabi sepupu" telah melihat kerohanian "tubuh Kristus" dan bersaksi tentang keberadaan-Nya, namun tidak memahami semangat Yesus. Orang-orang Kristen bersaksi kepadanya bahwa mereka adalah anak-anak Tuhan dan orang yang dikasihi-Nya, namun "nabi sepupu" dengan tegas menolak pernyataan ini dan mempertanyakan keberadaan dan keistimewaan kerohanian mereka ketika dia menjawab sebagai balasannya, "Lalu mengapa Dia menghukum kamu karena dosa-dosamu? Tidak, kamu semua adalah ciptaan-Nya yang fana; Dia mengampunimu seturut dengan kehendak-Nya, dan Dia menghukum siapa pun yang Dia mau. Kamu bukanlah apa-apa kecuali budak-budak yang diciptakan untuk memuja-Nya." (Surah 5:18)
Semangat "agama sepupu" bertentangan dengan semangat Yesus Kristus dalam hidup dan pengajaran. "Saudara sepupu" tidak menganggap dirinya sebagai anak-anak Tuhan dan tidak menerima anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang Tritunggal kepada anggota jemaat gereja Perjanjian Baru. "Agama sepupu", melalui "Kitab Suci sepupu", menolak dogma-dogma dan liturgi Kristen, faktor-faktor yang merupakan kandungan penting pesan-pesan kekristenan. Siapa pun yang berhubungan dengan "agama sepupu", baik melalui kegiatan pelayanan ataupun melalui sebuah hukum dan teologi "agama sepupu", dipaksa untuk mengakui agama ini sebagai sebuah kekuatan anti-Alkitab dan anti-Kristen. "Saudara sepupu" diimunisasi untuk menentang penyelamatan oleh Kristus. Surah 112 yang baru saja dikutip adalah sebuah himpunan pemberontakan mereka melawan Tuhan dan Yang Diurapi-Nya:
Allah tidak beranak = Allah bukanlah Bapa.
dan tidak diperanakkan = dan bukan Putra.
dan tiada yang seperti dia = dan bukanlah Roh Kudus.
"Saudara sepupu" sejati mengetahui Surah ini dengan sepenuh hati dan mendoakannya berulang-ulang dalam keheningan selama sembahyang lima waktu. Dia membawa kata-kata ini dengan gigih, seperti sebuah kuk dalam ketidaksadarannya, dan mengeluarkan dirinya sendiri dari penebusan Yesus Kristus melalui pengakuan ini.
Sulit bagi kita untuk memahaminya, walau terdapat kesalehan seperti itu, "agama sepupu" bukanlah jalan menuju keselamatan, namun sebuah jalan yang langsung mengarah ke neraka. Pengerasan hati setiap hari dari 900 juta "saudara sepupu" seharusnya menggoncang orang-orang Kristen dan memacu mereka untuk berdoa. Terutama ketika kita mengetahui bahwa di bawah selubung ketaatan "agama sepupu" tersembunyi sebuah ikatan rohani dan sebuah obsesi kolektif, yang selama lebih dari 1.300 tahun telah menentang hampir semua upaya orang Kristen dalam misi. Di "dunia sepupu, penolakan akan Tritunggal yang kudus digemakan berulang-ulang ribuan kali setiap hari dan menara-menara "ibadah sepupu" menciptakan gema yang terus berlanjut dari litani "agama sepupu": "Tiada Tuhan selain Allah, ...." (t\Rento)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Islam Under The Magnifying Glass |
Judul asli bab | : | Allah In Islam And The Incarnation Of God In Jesus Christ |
Penulis | : | Abd Al Masih |
Penerbit | : | Light of Life, Villach, Austria |
Halaman | : | 24 -- 34 |
Allah Memandang Semua Bangsa Sederajat
Nenek moyang segala bangsa terdaftar di Kejadian 10. Paulus, di dalam Kisah Para Rasul 17:26-27, mengatakan bahwa Allah menjadikan semua bangsa dari satu orang, menentukan musim-musim dan batas-batas untuk mereka dengan tujuan agar mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing.
Dalam Kejadian 10:32 dijelaskan, "Itulah segala kaum anak-anak Nuh menurut keturunan mereka, menurut bangsa mereka. Dan dari mereka itulah berpencar bangsa-bangsa di bumi setelah air bah itu."
Allah Berjanji Memelihara Segala Makhluk
Oleh karena Allah mengawasi bangsa-bangsa (Mazmur 66:7), Dia berjanji tidak akan memusnahkan bumi lagi dengan air bah (Kejadian 9:10-11), dan musim tetap teratur selama bumi masih ada (Kejadian 8:22). Dia memerhatikan pekerjaan semua anak manusia (Mazmur 31:13- 15), memerintah, dan menuntun bangsa-bangsa (Mazmur 67:5).
Allah Menghakimi Semua Bangsa Tanpa Perkecualian
Sebab semua bangsa tidak menaati perintah-perintah Allah dan melanggar peraturan, maka Allah menghukum mereka (Mazmur 9:9). Dialah yang menghakimi dunia dengan keadilan dan mengadili bangsa-bangsa dengan kebenaran (Yesaya 13:23).
Allah Memakai Bangsa-Bangsa Sebagai Alat Pelaksana Kehendak-Nya
Dia memanggil misalnya Nebukadnezar (Yeremia 25:9), Koresy (Yesaya 44:28), Asyur (Yesaya 10:5), dan lain-lain untuk menghukum bangsa Israel.
Allah Menyalurkan Anugerah-Nya kepada Bangsa-Bangsa
Semua bangsa diajak menyembah Tuhan (Maleakhi 1:11). Seluruh bumi sempat menyaksikan perbuatan-perbuatan Tuhan yang ajaib di tengah-tengah bangsa Israel, dan nama-Nya disembah di antara bangsa-bangsa (Mazmur 117:1).
Allah Memberi Tempat bagi Bangsa-Bangsa Lain di dalam Silsilah Tuhan Yesus
Ada empat orang non-Yahudi dalam silsilah Juru Selamat, seperti Tamar, Rahab, Rut, dan Betsyeba (Matius 1:3-6).
Dengan demikian, jelas bahwa Allah di dalam Perjanjian Lama ingin bersekutu dengan umat manusia, bukan hanya dengan bangsa Israel.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 33, Tahun 1999 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 1999 |
Halaman | : | 2 |
Allah menghendaki semua suku bangsa di dunia menyembah-Nya. Itulah sebabnya, Dia begitu peduli kepada seluruh umat manusia melalui Abraham dan keturunannya. Mereka diberkati oleh-Nya untuk dijadikan saluran berkat bagi semua suku bangsa di dunia ini.
Tuhan Yesus Kristus menyimpulkan rencana ini dalam Matius 24:14, "Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya."
Rasul Yohanes diperkenankan melihat penggenapan rencana ini di dalam Wahyu 7:9, "Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan tahta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun di tangan mereka; karena mereka ditebus oleh darah Tuhan Yesus Kristus dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa." Selain itu, dalam Wahyu 15:4 Rasul Yohanes menyaksikan, "Siapakah yang tidak takut, ya Tuhan, dan yang tidak memuliakan namaMu? Sebab Engkau saja yang kudus; karena semua bangsa akan datang dan sujud menyembah Engkau, sebab telah nyata kebenaran segala penghakiman."
Berdasarkan firman Tuhan tersebut, kita mengetahui dengan pasti bahwa semua suku bangsa akan terwakili di hadapan takhta Allah di surga. Karena semua suku bangsa merupakan ciptaan Tuhan, semua suku bangsa itu juga harus termasuk ciptaan yang baru. Tanpa terkecuali, semua bangsa harus terwakili untuk menyembah Tuhan di surga.
Bagaimana Respons kita?
Firman Tuhan mengingatkan bahwa anak-anak Tuhan tidak boleh berdiam diri melainkan taat seperti para rasul ini. Setelah mendengar Amanat Agung, mereka mematuhi perintah terakhir Tuhan Yesus. Mereka menunggu di Yerusalem hingga diberi Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:8) dan sesudah itu, "Merekapun pergi memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan Firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya." (Markus 16:20)
Walaupun Paulus tidak langsung mendengar Amanat Agung dari mulut Tuhan Yesus, namun dia mengerti rencana Tuhan. Itu sebabnya, dia menulis surat kepada jemaat di Roma demikian, "Sebab aku tidak berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain, kecuali tentang apa yang telah dikerjakan Kristus olehku, yaitu untuk memimpin bangsa-bangsa lain kepada ketaatan.... Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem sampai Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus.... Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi memunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu, aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu." (Roma 15:18, 19, 23, 24) Spanyol termasuk bangsa yang belum terjangkau oleh Injil.
Seandainya kita mengevaluasi daerah pelayanan rasul Paulus, kita dapat melihat bahwa tidak semua penduduk di sana sudah bertobat, justru sebaliknya, hanya sebagian kecil dari daerah yang luas itu sudah percaya Yesus sebagai Juruselamat. Dan walaupun demikian, Paulus bisa mengatakan bahwa tidak lagi tersedia tempat bagi Paulus di sana. Mengapa demikian? Bagi Paulus, yang penting Injil sudah diberitakan dan gereja sudah didirikan. Paulus memberikan tugas kepada Jemaat yang baru itu agar melanjutkan pelayanan pekabaran Injil di daerah tersebut, sehingga Paulus sendiri bebas untuk melanjutkan perjalanannya ke daerah yang sama sekali belum mengenal Yesus Kristus. Perintisan Injil di antara bangsa yang belum mengenal Kristus merupakan prioritas utama pelayanan Paulus.
Dalam hal ini, Paulus menantang kita orang Kristen di Indonesia. Siapakah yang kita prioritaskan dalam pelayanan PI? Apakah gereja kita, suku kita, atau suku-suku bangsa yang belum pernah mendengar Injil? Bukankah mereka harus menjadi pusat perhatian pekabaran Injil kita? Bukankah mereka juga termasuk kumpulan besar yang dilihat oleh Rasul Yohanes?
Ataukah mereka merupakan pusat doa syafaat dan usaha PI kita?
Tuhan akan datang kembali dan menyelesaikan Kerajaan-Nya di dunia jika semua suku bangsa sudah terwakili sebagai ciptaan baru. Di manakah orang Kristen, di manakah gereja yang memedulikan mereka yang belum pernah mendengarkan Injil? Tuhan Yesus ingin mencari jiwa-jiwa yang terhilang. Siapa yang bersedia dipakai dalam rencana Allah ini? Siapa yang memprioritaskan perintisan gereja di tengah orang-orang yang belum terwakili di hadapan takhta Tuhan Allah kita?
Diambil dari:
Judul buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 77, Tahun 2008 |
Judul artikel | : | Allah ingin Disembah oleh Semua Suku Bangsa |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Sidoarjo 2008 |
Halaman | : | Tidak dicantumkan |
Orang Kristen sering berpikir bahwa Perjanjian Lama tidak mengenal adanya misi. Misi sedunia baru dimulai dalam Perjanjian Baru, khususnya setelah Yesus menyampaikan Amanat Agung. Ini tidak benar. Dalam Perjanjian Lama, Allah bukanlah Allah orang Yahudi saja, melainkan Allah seluruh umat manusia.
Yesus Kristus pun tidak terdapat dalam Perjanjian Baru saja, tetapi Dia merupakan penggenapan Perjanjian Lama -- Allah selalu ingin menyelamatkan seluruh umat manusia.
Oleh karena Allah menciptakan segala sesuatu (Kejadian 1-2), Dia juga menyatakan diri sebagai Pencipta manusia (Kejadian 1:27; 2:7). Itu sebabnya tidak ada Allah lain yang sanggup menyelamatkan manusia (Ulangan 4:39; Yesaya 44:6). Dia juga memiliki hak mutlak menguasai seluruh umat manusia -- "Atau adakah Allah hanya Allah orang Yahudi saja? Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain!" (Roma 3:29) Dialah Allah bagi semua manusia. Itu sebabnya Dia melarang manusia menyembah ilah-ilah lain. Allah cemburu terhadap patung dewa yang disembah oleh manusia karena Dia saja yang layak dipuji dan tidak ingin memberikan kemuliaan-Nya kepada mereka. Ilah-ilah lain bukanlah allah yang benar, melainkan kekejian bagi Allah.
Allah menghendaki keselamatan bagi seluruh manusia karena:
seluruh umat manusia menjadi milik Allah sebagai ciptaan-Nya;
seluruh umat manusia adalah puncak ciptaan Allah yang unik dan istimewa;
seluruh umat manusia dalam Adam terpisah dari Allah dan perlu diselamatkan; dan
seluruh umat manusia memperoleh janji keselamatan dari Allah.
Sesudah manusia berdosa (Kejadian 3:1-14), Tuhan sudah mempersiapkan jalan untuk keluar dari keterikatan dosa, "Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya" (Kejadian 3:15). Ini berarti bahwa keselamatan adalah prakarsa Allah, bukan manusia. Tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan diri sendiri. Lewat ini, iblis dihancurkan dan tidak berkuasa lagi. Keselamatan ini bersifat universal bagi semua manusia, termasuk semua bangsa, tetapi tidak berarti bahwa semua otomatis diselamatkan. Keselamatan tersedia bagi semua orang, tetapi harus diterima secara individu. Tanpa anugerah pertobatan pribadi, keselamatan tidak ada. Keselamatan dari Allah hanya bisa melalui keturunan perempuan ini. Dengan kata lain, Penebus yang dijanjikan Allah adalah manusia sungguh-sungguh keturunan perempuan. Tidak ada keselamatan tanpa penderitaan si Penebus ini. Semua ini tergenapi di dalam Yesus Kristus yang bersedia menjadi korban bagi umat manusia yang berdosa.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 32, Tahun 1999 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 1999 |
Halaman | : | 2 |
Bagian Alkitab yang terkenal paling berhubungan dengan tugas misi adalah Amanat Agung, yang merupakan kerinduan dan isi hati Allah terhadap dunia ini. Dalam Perjanjian Baru diuraikan tentang kepribadian Allah yang ingin berkomunikasi dengan manusia. Melalui Roh Kudus, Allah menggerakkan murid-murid untuk mengomunikasikan Injil. Pada umumnya, orang Kristen hanya mengenal satu atau dua nas Alkitab yang memuat Amanat Agung, tetapi Alkitab sendiri sebenarnya menceritakan empat bentuk ucapan Amanat Agung.
Allah memunyai otoritas dalam misi sampai akhir zaman (Matius 28:18-20).
Metode dan akibat misi sedunia (Markus 16:15-18).
Kristus adalah dasar misi (Lukas 24:46-49; Kisah Para Rasul 1:7-8).
Misi bersifat rohani (Yohanes 20:11-23).
Amanat Agung berfokus kepada dua hal: pemberitaan Injil dan pemuridan.
Misi sedunia adalah kehendak Allah, oleh karena itu setiap orang Kristen harus terlibat dan mengambil bagian dalam pekerjaan yang mulia ini. Roh Kudus yang akan memampukan gereja-Nya untuk menaati Amanat Agung.
Amanat Agung Menurut Matius
Menurut Matius, Amanat Agung dimulai pada saat Allah mengutus murid-murid untuk memberitakan Injil. Dialah Tuhan atas tuaian, Ia dapat membuka dan menutup pintu bagi pekerjaan misi. Oleh karena itu, murid-murid tidak perlu takut pada kesulitan yang akan dihadapi, sebab mereka memunyai Allah yang Mahakuasa.
Tugas pengikut-pengikut Tuhan Yesus:
menjadikan semua bangsa murid-Nya,
mengajar mereka.
Tujuan Amanat Agung dan penginjilan adalah pemuridan supaya manusia menjadi serupa dengan Allah (2 Korintus 3:18) sehingga kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar (1 Yohanes 3:2). Menjadi murid Kristus berarti mengidentifikasikan diri sendiri secara total dengan Kristus dan memikul salib-Nya.
Amanat Agung Menurut Markus
Ditujukan kepada seluruh makhluk oleh karena Allah adalah Pencipta, Kristus meminta jemaat-Nya membawa keselamatan kepada seluruh makhluk di dunia tanpa terkecuali.
Pemberitaan Injil dibuktikan dengan tanda-tanda.
Amanat Agung Menurut Lukas
Karena murid-murid-Nya sangat kecewa karena rencana untuk mendirikan kerajaan secara politis tidak terlaksana, maka Yesus menghibur mereka dengan sambutan: "damai sejahtera bagi kamu". Sesudah itu Tuhan menjelaskan rencana misi kepada mereka:
Misi berdasarkan kitab-kitab suci: Taurat Musa, nabi-nabi, dan Mazmur (Lukas 24:44).
Inti Injil: kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus (Lukas 24:22).
Tujuan: pertobatan dan pengampunan.
Pemberitaan Injil bagi segala bangsa (Lukas 24:47).
Alat yang dipakai bagi misi sedunia adalah murid-murid-Nya.
Kuasa dan kekuatan untuk melaksanakan Amanat Agung berasal dari Roh Kudus yang sudah dijanjikan Allah Bapa (Lukas 24:49).
Amanat Agung Menurut Yohanes
Injil Yohanes mengingatkan kita bahwa murid-murid diutus sama seperti Bapa mengutus anak-Nya yang tunggal, yaitu Tuhan Yesus (Yohanes 20:21-23). Murid-murid harus mengidentifikasikan diri dengan Kristus, karena mereka telah diperlengkapi oleh Roh Kudus, "terimalah Roh Kudus" (Yohanes 21:22). Sering kali, hal ini menjadi perdebatan: Kapan mereka diperlengkapi dengan Roh Kudus? Sebelum Pentakosta (Yohanes 21) atau pada hari Pentakosta ketika Yesus menghembusi mereka dengan Roh Kudus? Dia memberikan Roh Kudus kepada mereka secara terbatas sesuai dengan cara Perjanjian Lama, supaya mereka bisa bertahan dalam pergumulan di Yerusalem sampai hari Pentakosta, tetapi pada hari Pentakosta mereka dipenuhi dengan Roh Kudus untuk melaksanakan misi Amanat Agung Tuhan Yesus (Kisah Para Rasul 2).
Amanat Agung adalah pokok dalam kekristenan yang sangat penting. Hal ini terbukti dengan semua kitab Injil yang menceritakan pokok ini. Fokus Amanat Agung terletak dalam penginjilan dan pemuridan, sasarannya supaya seluruh dunia dapat mengecap keselamatan yang ada di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 37, Tahun 2000 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 2000 |
Halaman | : | 2 |
Judul di atas pasti membuat semua orang menjadi ngeri. Tidak terbayang rasanya kalau hal tersebut terjadi. Kira-kira kita sanggup tidak menghadapi? Sebab kalau kita mendengar kata "aniaya", konotasinya pasti penderitaan secara fisik maupun psikis. Bisa juga kehilangan harta benda yang dimiliki, bahkan sampai kehilangan nyawa atau orang-orang yang kita sayangi.
Kita harus mencari tahu apa kata Alkitab tentang aniaya yang di alami oleh orang percaya. Filipi 1:29 menyatakan bahwa kepada kita dikaruniakan bukan hanya untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita bagi Dia. Berarti aniaya (baca: penderitaan) memang sudah menjadi bagian orang percaya. Menerima keselamatan dengan percaya kepada Yesus berarti siap menerima aniaya. Dengan kata lain aniaya dan keselamatan merupakan satu paket yang tidak terpisahkan.
Yohanes 15:20-21 menunjukkan kepada kita, bahwa kita sebagai murid Kristus pasti turut mengalami apa yang sudah dialami guru kita. Kalau Yesus saja dianiaya, berarti kita juga mengalaminya. Penyebabnya sudah jelas, karena mereka tidak mengenal Kristus (ayat 21). Dengan demikian, kita seharusnya bangga bila mengalami aniaya, sebab itu berarti kita telah menjadi murid Kristus. 2 Timotius 2:3 menyuruh kita untuk ikut menderita sebagai prajurit Kristus. Bila kita menyadari status kita sebagai prajurit Kristus, mau tidak mau kita akan mempersiapkan diri untuk menderita.
Sekarang mari kita lihat masalah aniaya ini dalam kehidupan jemaat mula-mula. Dalam Kisah Para Rasul pasal 1 diceritakan, setelah kenaikan Yesus ke Surga, para rasul tidak berani berbuat apa-apa. Di satu sisi mereka memang takut karena guru mereka sudah pergi, tapi di sisi lain mereka tidak mau bertindak apa-apa sebelum menerima apa yang Yesus janjikan, yaitu Roh Kudus. Karenanya mereka bersehati berdoa di loteng Yerusalem menunggu janji Yesus, sampai akhirnya tibalah hari Pantekosta dan mereka semua dipenuhi Roh Kudus dan mulai melayani dengan berani.
Petrus yang pernah menyangkal Yesus tiga kali, berkhotbah dengan suara nyaring. Hasilnya 3.000 jiwa menjadi percaya dan dibaptis (Kisah Para Rasul 2:41). Setiap hari, Tuhan terus menambahkan jumlah orang yang diselamatkan (Kisah Para Rasul 2:47), bahkan ketika Petrus dan Yohanes berkhotbah, jumlah mereka bertambah menjadi 5.000 orang laki-laki (Kisah Para Rasul 4:4). Tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat yang menyertai pelayanan para rasul semakin dahsyat, sampai-sampai mereka sangat dihormati oleh orang banyak. Jumlah orang yang percaya kepada Tuhan, baik laki-laki maupun perempuan bertambah banyak, bahkan orang-orang dari kota sekitar Yerusalem datang berduyun-duyun untuk minta disembuhkan dan dilepaskan dari roh jahat. (Kisah Para Rasul 5:12-16).
Ketika pekerjaan Tuhan semakin berkembang, datang pula aniaya. Petrus dan Yohanes sempat ditangkap dan dibawa ke sidang mahkamah agung (Kisah Para Rasul 4:1-22). Kemudian rasul-rasul ditangkap dan dipenjarakan. Bahkan mereka disesah sebelum dilepaskan dengan ancaman agar tidak lagi mengajar dalam nama Yesus (Kisah Para Rasul 5:17-40). Meskipun terjadi aniaya, Firman Allah makin tersebar dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak. Bahkan sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya (Kisah Para Rasul 6:7). Sampai akhirnya salah seorang diaken yang melayani orang miskin yaitu Stefanus, ditangkap dan dibunuh. Penyebabnya sepele, karena orang-orang yang memfitnah Stefanus tidak dapat melawan hikmat Stefanus ketika mereka bersoal jawab dengan dia. Lalu, Stefanus diseret ke luar kota dan dilempari batu hingga mati. Stefanus menjadi martir pertama. Tapi apakah aniaya berhenti sampai di situ? Ternyata tidak!
Kisah Para Rasul 8:1 menegaskan bahwa sejak itulah mulai terjadi penganiayaan yang hebat terhadap jemaat di Yerusalem. Rumah demi rumah dimasuki dan setiap orang percaya diseret keluar untuk dimasukkan ke dalam penjara. Saking hebatnya aniaya tersebut, mereka semua kecuali para rasul, tersebar ke seluruh Yudea dan Samaria.
Mengapa Tuhan mengizinkan aniaya hebat itu terjadi? Alasannya jelas karena para rasul hanya berfokus kepada pekerjaan Tuhan di Yerusalem dan tidak memberitakan Injil ke daerah lain. Padahal dalam Kisah Para Rasul 1:8 dengan jelas Yesus berjanji bahwa mereka akan menjadi saksi-Nya di Yudea, Samaria, bahkan sampai ke ujung bumi. Namun mereka telah lupa akan hal itu dan asyik dengan pekerjaan Tuhan di Yerusalem sehingga mengabaikan daerah Yudea dan Samaria. Perlu diingat, bila Yudea dan Samaria yang dekat dengan Yerusalem saja belum dijangkau, apalagi ujung bumi! Pola yang sama akan dan sedang terjadi pula dengan kita, Gereja Tuhan saat ini. Bila gereja tidak mau pergi ke suku-suku dan daerah-daerah terpencil, maka aniayalah yang akan memaksanya. Dalam Kisah Para Rasul 8 dan seterusnya, kita dapat melihat bahwa aniaya tidak memadamkan penyebaran Injil, malah sebaliknya. Mereka yang tersebar itu menjelajah seluruh negeri sampai memberitakan Injil. Karena aniaya, bangsa-bangsa lain di luar Yerusalem pun mendengar Injil termasuk pula Samaria, yang sebelumnya bermusuhan dengan dan dipandang rendah oleh orang-orang Yahudi. Lewat aniaya, Allah dapat menaruh hati bagi suku-suku yang tadinya tidak kita sukai. Bahkan memakai kita untuk menjangkau mereka yang tidak pernah terpikirkan oleh kita.
Hasil pemberitaan Injil oleh jemaat mula-mula di masa aniaya tersebut sungguh luar biasa. Dalam Kisah Para Rasul 8:1-40 kita menemukan bahwa:
Samaria menerima Injil dan sangatlah besar sukacita di kota itu (Kisah Para Rasul 8:4-8).
Seorang sida-sida dari Ethiopia menjadi percaya dan dibaptis dalam perjalanannya melewati jalur Gaza (Kisah Para Rasul 8:26-39). Diduga oleh karena sida-sida ini, maka seluruh Ethiopia mendengar Injil.
Seluruh kota yang dilalui Filipus dalam perjalanannya dari Asdod sampai Kaisarea (Kisah Para Rasul 8:40).
Saulus penganiaya jemaat, bertobat dan dibaptis (Kisah Para Rasul 9:1-19). Kemudian ia memberitakan Injil ke Damsyik.
Kaisarea mendengar Injil (Kisah Para Rasul 10).
Bangsa-bangsa lain menerima Firman Allah (Kisah Para Rasul 11:1), termasuk orang-orang Yunani.
Injil tersebar sampai ke Fenisia, Siprus, dan Antiokhia (Kisah Para Rasul 11:19).
Akhirnya Injil tersebar ke Yudea dan Samaria sesuai janji Tuhan. Dari mana kita tahu? Kisah Para Rasul 9:31 menyatakan adanya jemaat di Yudea, Galilea, dan Samaria. Jemaat tidak mungkin ada di daerah tersebut bila berita Injil belum disampaikan. Melalui aniaya, apa yang dijanjikan Yesus menjadi kenyataan. Jemaat mula-mula telah menjadi saksi di Yerusalem, Yudea, dan Samaria.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Majalah Abbageng Edisi Mei 1999 |
Judul artikel | : | Aniaya = Berkat |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Abbalove Ministries |
Halaman | : | 3 -- 5 |
Animisme adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan agama suku atau agama yang dianut oleh komunitas buta aksara. Kepercayaan ini juga sering disebut sebagai agama tradisional atau agama aborigin. Kerap kali orang-orang salah kaprah menganggapnya sebagai agama primitif karena sebenarnya agama tersebut cukup kompleks.
Ada sekitar 100 juta penganut agama suku dari ribuan suku yang tersebar di berbagai benua dan pulau yang berbeda. Agama suku kebanyakan dianut oleh suku Indian di Amerika Utara dan Amerika Selatan, suku Afrika bagian tropis, pulau Irian, dan Oseania; selain itu, agama suku juga dianut oleh suku aborigin yang primitif di Australia, Selandia Baru, India, dan Jepang.
Terdapat beberapa perbedaan mencolok antara agama dan kebudayaan suku-suku ini, namun lewat pembelajaran menyeluruh tentang suku-suku tersebut kita dapat menarik tema-tema besar yang memiliki kemiripan. Para antropolog sekuler dan misionaris telah menyiapkan data bagi mereka yang mencari informasi tentang suku-suku tersebut. Masih banyak informasi yang keliru karena mereka tidak memahami bahasa suku dan kurang memaksimalkan waktu untuk membuktikan dan menemukan rahasia terdalam agama-agama suku. Walaupun telah melakukan penelitian yang cukup lama, beberapa temuan masih sering tidak mencapai kata sepakat serta menimbulkan kontroversi. Penelitian semakin sulit dilakukan karena banyak suku yang hampir punah atau telah berintegrasi dengan peradaban. Namun demikian, masih banyak generalisasi yang sah yang dapat kita buat tentang animisme.
Banyak dasar-dasar animisme dapat ditemukan pada pemeluk agama-agama yang sudah "berkembang" seperti Muslim, Buddhis, dan orang-orang Kristen KTP. Kita menyebutnya takhayul, contohnya "nasib buruk jika kucing hitam melintas di depan kita". Tabu-tabu seperti ini lumrah muncul dalam kepercayaan animisme. Berikut definisi yang diberikan oleh Houghton.
Berasal dari kata "anima" (nafas). Animisme dapat dikenal dengan istilah yang lebih sederhana dan populer "penyembahan roh", berbeda dengan penyembahan kepada Allah atau dewa-dewa.
Dampaknya terhadap pemikiran agama primitif menunjukkan seberapa jauh animisme mendasari agama natural, berkebalikan dengan agama pewahyuan. Yang disebut sebagai animisme termasuk "Nekrolatri", yaitu kegiatan penyembahan jiwa manusia dan hewan, terutama yang sudah meninggal; Penyembahan Roh, yaitu tidak membatasi umat menyembah kepada obyek atau tubuh tertentu; dan Naturisme, yaitu penyembahan terhadap entitas spiritual yang dipercaya dapat mengatur fenomena alam. Paham seperti ini tidak hanya terdapat dalam agama suku yang liar dan buas sebelum mereka berhubungan dengan peradaban, namun paham tersebut juga menjadi dasar filsafat orang-orang Hindu, Buddhis, Shinto, Konfusianis, dan Islam, dan juga menjadi landasan cerita-cerita takhayul orang-orang Kristen di Eropa, selain juga mitologi dari Mesir, Babilonia, Siria, Yunani, Roma, dan Skandinavia.
Banyak kegiatan dan konsep agama-agama yang sama di antara berbagai kepercayaan animisme. Sebagian besar memiliki kegiatan-kegiatan komunal rutin seperti ritual, acara tradisi (terkait dengan kelahiran, kedewasaan, pernikahan, kematian, dll.), pesta adat, sihir, mitos dan legenda, pemujaan terhadap kesuburan, fetisisme, imam/shaman/dukun, mana (kekuatan supernatural yang gaib), roh-roh, ramalan dan korban persembahan, tabu-tabu, totemisme, dan pemujaan orang mati.
Nekrolatri (penyembahan orang mati)
Bagi agama suku, memerhatikan jiwa orang mati sangatlah penting. Upacara dilaksanakan sebagai bentuk rasa hormat terhadap nenek moyang. Selain itu, bisa jadi mereka takut akan jiwa orang lain yang telah meninggal. Masyarakat suku sering berpendapat bahwa nenek moyang yang telah tiada masih menjadi bagian dari klan mereka sehingga mereka merasa wajib menyenangkan nenek moyangnya dengan melaksanakan beragam ritual. Mereka biasanya takut terkena celaka yang disebabkan oleh amarah orang mati kepada mereka. Mereka menganggap ini sungguh-sungguh dapat terjadi terutama bagi mereka yang meninggal dengan cara yang tidak wajar. Jiwa akan datang dan memburu yang hidup, kecuali jiwa tersebut dibantu dalam perjalanannya ke tempat orang mati dengan melaksanakan upacara-upacara yang sesuai.
Penyembahan Roh
Agama suku tidak hanya memedulikan jiwa orang mati, tetapi juga keberadaan setan dan roh yang berpribadi. Mereka juga percaya di alam ini terdapat kekuatan roh nirpribadi yang disebut "mana" oleh orang-orang Polinesia.
Sebagian besar agama suku memercayai banyak sekali roh-roh jahat yang mendiami tanah, udara, air, api, pohon, gunung, serta hewan. Seluruh kehidupan diatur oleh tabu-tabu dan ritual-ritual yang dirancang khusus untuk menentramkan para roh.
Penyembahan Roh -- Shamanisme
Sering kali "shaman" atau imam/dukun berfungsi sebagai perantara yang mahir dan serba tahu tentang mantra dan jumlah korban persembahan. Acapkali, mereka dipanggil untuk menyembuhkan sakit penyakit, tapi seorang shaman juga memunyai beberapa fungsi lain. Dalam banyak suku lainnya biasa ditemui individu-individu lain untuk melakukan ritual tersebut sendiri.
Penyembahan Roh -- Sihir
Dalam banyak kasus, roh tidak dilihat sebagai sosok berpribadi, namun dilihat sebagai kekuatan alam nirpersonal seperti yang dikatakan di atas. Banyak suku yang mengembangkan kepercayaan dan kegiatan sihir mereka agar dapat memanfaatkan kekuatan alam demi kepentingan pribadi mereka. Sihir peniruan digunakan untuk mencelakai musuh dengan menyerang representasinya (misalnya boneka voodoo). Sihir penularan adalah praktik-praktik sihir yang bergantung pada hubungan yang terdapat antara seseorang dengan benda-benda yang berhubungan dengannya seperti potongan rambut, potongan kuku, atau kotoran manusia.
Sihir juga dapat digunakan untuk kepentingan individu tertentu. Darah dari hewan pemangsa diminum untuk mendapatkan kekuatan hewan tersebut. Kepercayaan ini berkembang lebih jauh lagi dalam tindakan kanibalisme: memakan musuhnya untuk memperoleh kekuatannya.
Penyembahan Roh -- Fetisisme
Konsep "mana" sangat membantu kita memahami kegunaan dari mantra, jimat, dan fetis-fetis lainnya. Mereka biasanya tidak dianggap dihuni oleh roh yang berpribadi, namun oleh energi atau kekuatan spiritual. Tentu saja mantra dan jimat tidak hanya dipakai oleh para penganut animisme saja. Banyak orang Barat, demikian pula orang Islam, dan penganut agama lain yang beradab, percaya dengan bermacam-macam jimat. Dalam budaya suku, hal inilah yang menempati posisi sebagai ilmu pengetahuan.
Naturisme
Naturisme adalah personifikasi dan penyembahan kekuatan alam seperti matahari, bulan, dan bintang, api, gunung berapi, badai, dan hewan. Bentuk penyembahan seperti ini sudah lazim dalam agama orang-orang kuno, seperti halnya matahari yang diagungkan dalam agama Mesir kuno. Gagasan-gagasan naturistis ternyata juga muncul dalam agama-agama yang lebih "tinggi", seperti sapi suci oleh orang-orang Hindu di India atau gunung suci orang-orang Shinto Jepang. Memang tidak mudah untuk membuat perbedaan yang jelas antara kegiatan sihir yang disebut di atas dan naturisme. Namun demikian, dalam banyak kejadian, alamlah yang disembah. Biasanya, naturisme berkembang menjadi penyembahan berhala dan politeisme (penyembahan terhadap banyak dewa).
Banyak praktik naturistis berkaitan erat dengan kesuburan, baik dalam pertanian maupun reproduksi manusia. Penyembahan, ritual-ritual, dan korban-korban persembahan dimaksudkan untuk menjamin kesuburan. Tampaknya, korban manusia adalah bentuk ekstrem dari ritual ini, seperti yang muncul dalam ritual agama orang-orang Maya yang ditemukan di Meksiko sebelum masa penjajahan atau pada orang-orang Naga yang buas di bagian timur laut India dan Burma.
Naturisme -- Totemisme
Mungkin totemisme termasuk salah satu aspek naturisme. Totemisme adalah istilah yang berasal dari sebuah kata Indian yang berarti "saudara-lelaki-perempuan", yang melambangkan kesatuan klan dengan beberapa tanaman atau hewan suci. Warga suku melihat bahwa ini adalah aspek keterkaitan antara kehidupan manusia dan alamnya. Oleh karena itu, hewan atau tumbuhan totem dianggap suci bagi suku mereka dan tidak boleh dimakan kecuali dalam upacara-upacara khusus.
Kesimpulan
William Paton merinci empat karakteristik agama dan budaya animisme. Pertama, seluruh kehidupan diliputi ketakutan. Ketakutan mengatur sebagian besar tindakan-tindakan orang-orang suku. Kedua, hilangnya kasih dan penghiburan dari agamanya. Seorang penganut animisme mungkin dapat memunyai konsep Allah Pencipta, namun Dia dirasa sangat jauh dari kehidupan manusia sehingga mereka tidak perlu memedulikan-Nya. Oleh karena itu, tidak ada pengharapan dalam agama mereka. Ketiga, tidak ada hal yang absolut dalam moralitas. Dosa tidak dilihat sebagai dosa, namun hanya pelanggaran terhadap budaya, adat, dan kekuatan alam. Keempat, kurangnya hubungan dengan Allah menyebabkan sikap pandang yang fatalistik karena seluruh kejadian dalam kehidupan ini telah ditentukan sebelumnya dan diatur oleh alam dan setan. Penilaian kekristenan terhadap kepercayaan animisme harus dimulai dengan penjelasan Rasul Paulus dalam Roma 1:21-25 tentang bagaimana keturunan Nuh yang pernah percaya kepada Tuhan terdegradasi ke dalam praktik animisme. Houghton mengutip kesimpulan dari seorang anonim yang tepat: "Inti dari kafirisme bukanlah suatu penyangkalan terhadap Allah ... namun sebuah pengabaian terhadap Dia dan beralih kepada penyembahan kekuatan alam serta kekuatan setan yang misterius melalui sihir dan korban dan upacara magis." (t/Uly)
Diterjemahkan dari:
Judul artikel | : | Animism: The Religions of Nonliterate Tribal Peoples |
Judul buku | : | What in the World is God Doing? |
Penulis | : | C. Gordon Olsen |
Penerbit | : | Global Gospel Publishers, 1994 |
Halaman | : | 171 -- 174 |
Ateisme merupakan pandangan bahwa tidak ada Allah. Ateisme bukanlah perkembangan baru. Mazmur 14:1 yang ditulis oleh Daud sekitar tahun 1000 SM menyebut tentang ateisme –- "Orang bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah." Statistik baru-baru ini menunjukkan meningkatnya angka orang-orang yang menjadi ateis, di mana angka orang-orang yang menyatakan diri sebagai penganut ateisme mencapai 10% dari orang-orang di dunia. Jadi, mengapa makin banyak orang yang menjadi penganut ateis? Apakah ateisme benar-benar adalah posisi yang logis sebagaimana yang diklaim oleh para penganutnya?
Mengapa ateisme ada? Mengapa Allah tidak mengungkapkan diri kepada orang untuk membuktikan bahwa Dia ada? Kalau Allah menyatakan diri, pastilah semua orang akan percaya kepada-Nya! Masalahnya adalah Tuhan bukan hanya mau meyakinkan manusia bahwa Dia ada, Ia berkehendak agar orang menjadi percaya dan datang kepada-Nya dengan iman (2 Petrus 3:9) dan menerima karunia keselamatan (Yohanes 3:16). Ya, Allah bisa saja memperlihatkan diri dan dengan tuntas membuktikan keberadaan-Nya. Masalahnya adalah Allah telah berkali-kali membuktikan keberadaan-Nya dalam Perjanjian Lama (Kejadian 6-9; Keluaran 14:21-22; 1 Raja-Raja 18:19-31). Apakah orang percaya bahwa Allah itu ada? Ya! Apakah mereka berpaling dari jalan yang jahat dan menaati Allah? Tidak! Jika seseorang tidak bersedia menerima keberadaan Allah dengan iman, jelas mereka tidak siap untuk dengan iman menerima Yesus sebagai Juru Selamat mereka (Efesus 2:8-9). Itulah yang dikehendaki Allah –- supaya orang-orang menjadi orang Kristen dan bukan menjadi ateis.
Alkitab memberitahukan kita bahwa keberadaan Allah harus diterima dengan iman. Ibrani 11:6 mengatakan, "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." Alkitab mengingatkan kita bahwa kita adalah orang-orang yang berbahagia saat kita percaya kepada Allah dalam iman, "Kata Yesus kepadanya: Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya" (Yohanes 20:29).
Fakta bahwa keberadaan Allah harus diterima dengan iman tidak berarti kepercayaan kepada Allah tidak logis. Ada banyak argumen yang bagus untuk keberadaan Allah. Silakan kunjungi halaman "Apakah Allah ada? http://www.gotquestions.org/Indonesia. Alkitab mengajarkan bahwa keberadaan Allah dapat dilihat dengan jelas dalam jagat raya (Mazmur 19:2-5), dalam alam (Roma 1:18-22), dan dalam hati kita sendiri (Pengkhotbah 3:11). Sesudah mengatakan semua itu, sekali lagi keberadaan Allah tidak dapat dibuktikan, harus diterima dengan iman.
Pada saat yang sama, dibutuhkan juga banyak iman untuk bisa percaya pada ateisme. Membuat pernyataan mutlak "Allah tidak ada!" adalah mengklaim mengetahui secara mutlak segala sesuatu yang perlu diketahui tentang segala sesuatu –- dan menyatakan bahwa sudah pernah mengunjungi semua tempat -– dan menyaksikan semua hal tersebut. Pada dasarnya, itulah yang mereka klaim ketika mereka mengatakan bahwa Allah tidak ada. Kaum ateis tidak dapat membuktikan misalnya, bahwa Allah tidak berdiam di tengah-tengah matahari, atau di bawah awan Yupiter, atau di nebula yang jauh. Hal ini tidak dapat dibuktikan sehingga tidak ada bukti bahwa Allah tidak ada. Untuk menjadi orang ateis, diperlukan iman sebanyak menjadi orang teis.
Jadi, kita kembali ke garis awal. Ateisme tidak dapat dibuktikan dan keberadaan Allah harus diterima dengan iman. Saya percaya dengan yakin bahwa Allah ada. Saya bersedia mengakui bahwa kepercayaan saya pada keberadaan Allah adalah berdasarkan iman. Pada saat yang sama, dengan tegas saya menolak ide bahwa kepercayaan pada Allah adalah tidak logis. Saya percaya bahwa keberadaan Allah dapat dengan jelas dilihat, dirasakan, dan dibuktikan secara filosofis, lagi ilmiah di mana perlu. Sekali lagi, untuk informasi lebih lanjut silakan kunjungi halaman "Apakah Allah ada?"
"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari" (Mazmur 19:2-5).
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs | : | Got Questions |
Penulis | : | Tidak dicantumkan | Alamat URL | : | http://www.gotquestions.org/Indonesia/atheisme.html |
Pengantar
Gereja-gereja dan orang percaya di seluruh dunia sedang mempersiapkan acara doa bersama dalam rangka mengikuti International Day of Prayer (IDOP). Penyelenggaraan akan diadakan secara serempak selama satu minggu (9 -- 16 November 2008). Sebagai saudara seiman, mari kita mengambil bagian dan berpartisipasi dengan berdoa bagi saudara-saudara seiman kita di seluruh dunia yang dianiaya karena iman mereka kepada Kristus. Artikel berikut ini bisa menjadi salah satu petunjuk bagaimana Anda bisa ikut berpartisipasi. Selamat membentuk kelompok doa dan berdoa bersama.
Anda Dapat Berdoa ....
Pilihlah sebuah negara untuk didoakan selama satu minggu. Berdoalah bagi kebutuhan terperinci dari negara itu, perlindungan bagi orang-orang percaya di sana, jiwa-jiwa baru untuk dimenangkan bagi Injil, dan supaya para penganiaya di negara itu datang untuk mengenal kasih Yesus Kristus.
Berdoalah supaya Roh Kudus memberikan kepada Anda hal-hal khusus dan orang-orang untuk didoakan di negara tersebut -- sebutkan dengan spesifik.
Saat Anda melewati hari Anda, sadarilah akan negara tersebut -- temukanlah pada globe, carilah di perpustakaan atau di internet (situs The Voice of the Martyrs adalah www.persecution.com), dan simaklah berita tentang negara tersebut. Carilah ayat-ayat dalam Alkitab untuk membantu Anda berdoa bagi negara tersebut.
Bagikan (sharing) permintaan doa bagi negara tersebut dengan kelompok pemahaman Alkitab Anda, kelas sekolah minggu, atau teman-teman. Bentuklah kelompok doa untuk saling bertemu dan berdoa dalam jangka waktu yang tetap bagi negara-negara yang berbeda.
Ciptakanlah sebuah papan pengumuman di gereja Anda atau wilayah kelompok pemuda di mana Anda dan teman-teman Anda dapat menempelkan jawaban-jawaban bagi doa-doa Anda.
Ucapkanlah sebuah doa pendek kapan pun Anda berpikir mengenai negara tersebut sepanjang minggu itu. Pada akhir minggu, mintalah Allah untuk menunjukkan apakah Ia ingin Anda terus berdoa bagi negara tersebut atau memilih negara lain untuk didoakan.
Anda Dapat Mengidentifikasi ....
Ratusan ribu umat Kristen membahayakan nyawa mereka dengan berkumpul untuk menyembah Yesus setiap minggu. Kita, di Indonesia, mungkin kurang bisa memahami tekanan semacam itu. Bagaimana jika Anda mencoba merasakannya. Selenggarakanlah sebuah tiruan pertemuan gereja bawah tanah, bisa di rumah atau di gereja Anda. Berikanlah kepada setiap peserta sebuah kata sandi atau ketukan rahasia yang akan mereka butuhkan untuk mengikuti pertemuan Anda. Anda bahkan dapat menyelenggarakan pertemuan Anda di luar atau di hutan. Lalu siapkanlah orang-orang yang berbaju seperti polisi untuk menginvasi pertemuan Anda. Pakailah hanya satu atau dua Alkitab untuk dibagikan di antara kelompok. Gunakan lentera atau lilin saja sebagai penerang dalam pertemuan tersebut.
Anda Dapat Membagikan Injil ....
Diskusikanlah bersama kelompok pemuda, gagasan untuk menjangkau negara-negara yang menganiaya umat Kristen. Didiklah diri Anda mengenai berbagai kebudayaan yang berbeda dan cara yang terbaik untuk menjangkau mereka bagi Kristus. Carilah informasi mengenai hal tersebut dan dukunglah misionaris-misionaris di negara tersebut, lalu berdoalah bagi mereka secara rutin. Temukanlah apa yang menjadi kebutuhan mereka dan carilah bagaimana Anda dapat menolong agar kebutuhan mereka dipenuhi, entah itu mendapatkan Alkitab dalam bahasa mereka, menyediakan makanan, atau mendukung mereka secara finansial.
Anda Dapat Mendramatisir ....
Ciptakanlah sebuah parodi atau satu serial parodi untuk dipertunjukkan di hadapan jemaat gereja Anda atau kelompok pemuda berdasarkan cerita-cerita atau martir-martir yang telah Anda teliti sendiri. Pilihlah martir-martir dari masa lalu dan masa kini. Selenggarakanlah drama-drama Anda, kemudian undanglah orang-orang untuk bergabung dalam kelompok-kelompok doa atau untuk berdoa setiap minggunya sebagaimana yang telah dijabarkan di atas.
Anda Dapat Menulis ....
Kepada petugas-petugas yang terpilih. Tulislah sebuah surat atau kirimkanlah email kepada petugas-petugas terpilih di Washington dan di ibu kota negara bagian Anda. Beritahukanlah kepada mereka pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terhadap umat Kristen di berbagai negara di seluruh dunia. Biarkanlah mereka mengetahui bahwa Anda juga meneruskan informasi ini kepada beberapa teman-teman Anda. Mintalah supaya mereka menyelidiki pelanggaran-pelanggaran tersebut dan memberikan sanksi kepada pemerintah-pemerintah negara-negara ini hingga pelanggaran-pelanggaran tersebut berakhir. Alamat mereka dapat ditemukan di halaman-halaman biru buku telepon Anda atau teleponlah bagian referensi di perpustakaan wilayah Anda. Kepada para duta besar, Anda dapat menjadi suara bagi saudara-saudara dan saudari-saudari Anda yang teraniaya di negara-negara tertentu. Tulislah kepada duta besar bagi pemerintah asing tersebut atau kepada duta besar Amerika Serikat bagi negara tersebut untuk mengomunikasikan keprihatinan Anda mengenai bagaimana orang-orang Kristen diperlakukan di negaranya. Proteslah dengan sopan penyerangan-penyerangan yang terus berlanjut terhadap umat Kristen dengan mengutip kejadian tertentu yang Anda ketahui, di mana pun itu. Alamat-alamat dapat diperoleh dari perpustakaan wilayah Anda, situs PBB (www.un.org), atau di www.embassyworld.com.
Kepada petugas-petugas pemerintah asing. The Religious Prisoners Congressional Task Force (www.house.gov/pitts) mendorong penduduk Amerika untuk memohon secara langsung kepada pemerintah-pemerintah asing atas nama tahanan-tahanan religius spesifik. Anda dapat memeroleh informasi mengenai tahanan-tahanan religius dan apa yang terjadi kepada orang-orang Kristen di berbagai negara di situs VOM (www.persecution.com) di bawah judul "Ministry Oportunities" di www.jesusfreaks.net.
Kepada editor dari harian setempat. Didiklah komunitas Anda akan horor-horor yang dihadapi oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia. Yakinkanlah bahwa Anda menelepon pegawai-pegawai redaksi dan mintalah petunjuk cara menulis surat/artikel. Banyak yang memiliki batasan jumlah kata, dan memenuhi batasan tersebut akan memberikan kesempatan surat/artikel Anda untuk dimuat.
Kepada teman-teman Anda. Email menyebarkan berita dengan amat cepat. Ciptakanlah sebuah daftar distribusi email yang memiliki alamat-alamat dari beberapa sahabat, dan kirimkanlah kepada mereka mengenai kekejaman yang berlangsung terhadap umat Kristen di seluruh dunia. Dengan menjaga agar mereka tetap mendapatkan informasi, mereka dapat berdoa bagi individu-individu ini dan dapat menulis surat-surat atau mengirimkan email-email mereka sendiri kepada petugas terpilih, pemerintah asing, atau teman-teman lainnya.
Diambil dan disesuaikan dari:
Judul buku | : | Jesus Freaks |
Penyusun | : | Toby McKeehan dan Mark Heimermann |
Penerbit | : | Cipta Olah Pustaka, 1995 |
Halaman | : | 388 -- 391 |
Kepedulian atau "caring", merupakan topik yang saat ini hangat dibahas dalam buku-buku keperawatan. Ada kisah-kisah dan penegasan mengenai kepedulian, ada dongeng-dongeng dan tuduhan-tuduhan tentang kurangnya kepedulian, ada juga teori-teori tentang kepedulian, penelitian, dua jurnal mengenai kepedulian, dan International Association of Human Caring (Asosiasi Internasional untuk Kepedulian Terhadap Manusia). Kepedulian tampaknya telah memainkan bagian penting yang paling disoroti. Sejak dulu, keperawatan selalu meliputi empat konsep (yang merupakan paradigma kita): merawat adalah apa yang kita lakukan; manusia adalah sasaran dari apa yang kita lakukan (kepada siapa kita melakukannya); kesehatan adalah tujuannya; dan lingkungan adalah tempat di mana kita merawat. Inti dari semua teori tentang keperawatan adalah memeriksa dan menguraikan empat konsep tersebut untuk memberi penjelasan dan panduan dalam hal merawat. Tetapi sekarang, merawat juga didefinisikan sebagai "kepedulian", yang sudah menjadi konsep paradigma yang kelima.
Mengapa kita menyoroti hal merawat? Pada mulanya, merawat adalah sesuatu yang baik. Merawat, yang sudah lama dikenal sebagai "syarat dari suatu hubungan kepedulian yang memudahkan diperolehnya kesehatan dan pemulihan", merupakan suatu aspek penting dalam keperawatan. Mengindentifikasi, menggambarkan, dan memahami `kepedulian` menjelaskan apa yang kita lakukan, apa keunikan dari merawat, dan menuntun kita selagi kita berusaha untuk peduli.
Tetapi, sebuah masalah yang menarik muncul. Meskipun setiap perawat tahu apa itu kepedulian, pada saat Anda memerhatikannya dengan sungguh-sungguh, kepedulian menjadi suatu konsep yang sulit untuk dipahami. Bacalah buku keperawatan, Anda akan menemukan interpretasi yang berbeda-beda tentang apakah arti kepedulian itu. Beberapa interpretasi itu diperoleh dengan memisahkan konsep tersebut supaya dapat dipahami. Menganalisa konsep yang beragam, sama seperti kisah lima orang buta yang mendeskripsikan seekor gajah. Setiap orang merasakan gajah yang sama, tetapi deskripsi masing-masing orang mengenai gajah itu berbeda-beda.
Seperti kebanyakan hal lain dalam hidup ini, cara pandang memainkan peran yang besar dalam menentukan apa pendapat Anda tentang "kepedulian" itu. Apa yang saya percayai tentang "kenyataan", benar dan salah, asal usul kita, apa yang terjadi saat kita mati, atau apakah "kebenaran" itu, sangat berpengaruh terhadap pemahaman saya mengenai kepedulian. Jika saya percaya bahwa semua yang ada dalam hidup adalah dunia fisik, yang kita rasakan melalui panca indra, maka pendapat saya tentang kepedulian mungkin cenderung seperti apa yang saya percaya, fokus kepada apa yang terjadi sekarang. Hal ini tidak berarti saya bukanlah seorang suster yang peduli, tapi bagaimana saya mempraktikkan kepedulian itu, tergantung dari apa yang menurut saya penting. Jika saya percaya pada suatu kekuatan yang menguasai hidup manusia yang menyokong dan entah bagaimana menghubungkan segala sesuatu, pemikiran saya tentang kepedulian mungkin akan mengandung aspek-aspek "kekuatan hidup" tersebut dan mempertimbangkan bagaimana saya terhubung dengan yang lain.
Meski cara pandang memengaruhi pemikiran kita, dalam pembahasan tentang kepedulian (setidaknya di buku-buku yang sudah saya baca), para penulis jarang menyatakan pikiran mereka dari cara pandangnya. Asumsi, pendapat, dan prinsip-prinsip diajukan, tetapi pandangan tentang kenyataan, kebenaran, dan sifat dunia biasanya tidak dibahas -- setidaknya oleh mereka yang mengatakan, "Inilah yang saya percayai." Tampaknya kita mengasumsikan kepedulian itu sebagai salah satu dari cara pandang yang netral (yang tidak berdampak pada apa yang kita pikirkan), atau karena semua pandangan dunia itu sah dan benar, cara pandang bukanlah masalah. Jika ditanya, kita semua akan berkata, "Tentu saja semuanya berasal dari cara pandang kita. Tidak ada yang tidak dipengaruhi oleh cara kita memandang!" Tetapi, cara pandang dunia biasanya tidak diakui secara terang-terangan, setidaknya secara tertulis.
Tidak mengakui cara pandang dalam diskusi kita tentang kepedulian bisa menjadi suatu masalah. Mengapa? Menyatakan suatu cara pandang yang dimiliki oleh seseorang akan memberikan pengertian yang luas tentang suatu informasi. Misalkan seorang penulis menulis: "Teori saya tentang kepedulian berakar dari kepercayaan bahwa dunia tersusun atas alam, evolusi, ilmu pengetahuan, dan proses. Tidak ada istilah `karya yang luar biasa` atau `pencipta`; dunia ini hanya terdiri dari apa yang kita lihat dan rasakan." Bagaimana Anda mengevaluasi apa yang Anda baca? Katakan saja Anda membaca, "Teori saya tentang kepedulian berasal dari kepercayaan saya akan kuasa yang lebih besar (misalnya, bukan Allah), yang menyokong semua kehidupan dan ada dimana saja. Kuasa itu mempersatukan kita sehingga apa pun yang kita lakukan memengaruhi makhluk hidup yang lain." Apakah interpretasi Anda tentang pemikiran si penulis?
Cara pandang tentang keperawatan Kristen berasal dan berpusat kepada Allah. Kami mencoba memahami cara pandang orang-orang lain dan membandingkannya dengan kebenaran Alkitab. Kolose 2:8 menjelaskan: "Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." Kesimpulannya, kepedulian tercermin dalam kehidupan Yesus dan pemahaman kita tentang kepedulian dapat kita peroleh dari mempelajari Alkitab. (t/Dian)
Referensi: Majalah American Nurses Association, Nursing`s Social Policy Statement, 2nd ed. (Washington, DC:ANA, 2003): 5. Caring is an elusive concept to nail down.
Bahan diterjemahan dari sumber:
Nama situs | : | Intervarsity |
Judul asli | : | What Determines "Caring"? |
Penulis | : | Kathy Schoonover-Shoffner | URL | : | http://ncf-jcn.org//jcn/archive/06su/editorial.html |
Pernahkah Anda berbaring pada waktu malam dengan mata menatap di kegelapan di luar, kemudian bertanya kepada diri sendiri, "Apakah Allah ada di sana?" Bagaimanapun juga, meski secara naluriah Anda tahu Allah itu ada di suatu tempat, Anda tetap memerlukan kepastian tentang keberadaan-Nya. Pernahkah Anda bertanya kepada diri sendiri, "Seperti apakah Allah itu?" Memikirkan hal semacam itu memang wajar.
Pernah seorang gadis kecil mengungkapkan pengalaman frustrasinya. Banyak orang memunyai pengalaman yang sama. Gadis kecil itu menulis,
"Aku bertanya kepada ibuku seperti apakah Allah itu. Ia tak tahu. Kepada guruku kutanyakan seperti apakah Allah itu. Ia pun tak tahu. Kemudian kutanyakan kepada bapakku, yang tahu lebih banyak daripada siapa pun di dunia ini. Seperti apakah Allah itu? Tapi ia tidak tahu juga. Kupikir, seandainya hidupku sepanjang umur ibuku, atau guruku, atau bapakku, aku pasti akan tahu sesuatu mengenai Allah!"
Sungguh menyedihkan bahwa manusia dapat hidup sepanjang umurnya dalam lingkungan pengaruh Allah tetapi tidak tahu apa-apa mengenai Dia. Seorang rohaniwan terkemuka beberapa abad lalu berkata, "Tak ada pokok persoalan yang lebih besar dan berarti yang bisa direnungkan oleh manusia yang pikirannya terbatas, daripada pokok persoalan tentang Allah yang tidak terbatas." Dalam pasal yang pendek ini, kita akan membahas beberapa perkara dasar mengenai Allah, sebagaimana diajarkan oleh alam, Alkitab, pengalaman manusia, dan seperti yang dinyatakan dalam Kristus.
Allah itu Roh.
Ketika Yesus berbincang-bincang dengan seorang wanita di tepi sumur, Ia berkata, "Allah itu Roh" (Yohanes 4:24). Maksudnya, Allah itu bukanlah daging dan darah seperti kita. Ketika Alkitab mengungkapkan bahwa manusia diciptakan sesuai dengan gambar Allah, itu berhubungan dengan sifat-sifat rohani, bukan jasmani. Memang, Alkitab mengungkapkan seolah-olah Allah memunyai mata, telinga, tangan, dan sebagainya, tetapi itu semua hanyalah ungkapan manusia untuk melukiskan mutu-mutu dari keberadaan Allah. Karena kita manusia melihat dengan mata jasmani kita, merasa dengan tangan jasmani, dan mendengar dengan telinga jasmani, maka wajarlah jika kita memikirkan Allah dengan istilah-istilah jasmani. Tetapi Allah adalah Roh, dan Ia tidak memiliki tubuh jasmani.
Lagipula, karena Allah itu Roh, Ia tidak nampak. Yohanes berkata, "Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah" (Yohanes 1:18). Paulus berbicara tentang Allah "yang tidak kelihatan" (Kolose 1:15) dan "yang tak nampak" (1 Timotius 1:17), dan berkata, "Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia" (1 Timotius 6:16).
Meskipun benar bahwa Allah sudah menyatakan banyak sifat pembawaan dan ciri khas-Nya, benar juga bahwa tidak ada seorang manusia pun yang hidup, pernah melihat penyataan Allah secara mutlak.
Allah tidak terbatas
Kata tidak terbatas berarti "tanpa batas". Selalu sukar bagi kita yang berpikiran terbatas memikirkan soal ketidakterbatasan. Pernahkah Anda berdiri di atas sebuah bukit pada waktu malam sambil memandang ke cakrawala dan memikirkan di mana berakhirnya cakrawala itu? Tak ada akhirnya. Karena cakrawala tidak terbatas. Begitu juga dengan Allah. Tak peduli seberapa jauh kita menyelidikinya dengan peralatan teknologi modern, kita tak dapat melampaui batas dari ketidakterbatasan Allah.
Raja Daud, sang pemazmur, pasti mengalami kekaguman tentang kebesaran dan keajaiban tersebut ketika dia menulis, "Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kau tempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?" (Mazmur 8:4-5). Ia juga berkata, "Langit menceritakan kemuliaan Allah" (Mazmur 19:2).
Allah tidak terbatas dalam hal Dia selalu berada dan tak pernah akan berakhir. Kita sering berbicara tentang manusia sebagai yang abadi. Kita abadi dalam hal bahwa sesudah kita lahir, keberadaan kita tidak pernah akan berhenti. Kehidupan yang pernah dimulai dalam kandungan akan berlangsung terus untuk selama-lamanya. Barangkali seseorang hidup selama seratus tahun atau barangkali juga dia mati di kandungan ibunya sebelum dia sempat dilahirkan, tetapi bagaimanapun juga manusia itu abadi.
Sebaliknya, meskipun kita makhluk abadi, kita bukanlah makhluk yang kekal dalam sifat hakikinya, karena kekal berarti tidak ada permulaannya dan juga tidak ada akhirnya. Allah disebut kekal karena Ia selalu ada dan akan terus ada untuk selama-lamanya.
Selanjutnya, Allah tidak terbatas kuasa-Nya; tidak ada sesuatu pun yang melampaui kekuasaan-Nya untuk melakukan apa saja. Yesus berkata, "Bagi Allah segala sesuatu mungkin" (Matius 19:26). Dan kepada Abraham, Tuhan berkata, "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 15:14). Sesudah konsep kemahakuasaan Tuhan ini kita maklumi dan pegang teguh, kita akan memiliki keyakinan yang luar biasa besar. Karena jikalau Tuhan mampu menciptakan alam semesta ini, dan Ia sendiri menguasai semua ciptaan-Nya, pastilah Ia mampu menolong kita dalam menangani dan mengatasi semua persoalan maupun kebutuhan kita.
Allah adalah Oknum pribadi
Ia bukannya hanya suatu gagasan abstrak maupun suatu kekuatan yang tak memedulikan manusia. Ia adalah Oknum, Bapa surgawi yang penuh kasih.
Banyak agama lain memunyai bermacam-macam nama untuk Allah, tetapi di antara sekian banyak nama itu, tidak ada satu pun yang menyatakan "Bapa kita". Tuhan dan Juru Selamat kita Yesus Kristuslah yang mengajar kita untuk menyebut Allah alam semesta itu sebagai Bapa, karena itulah Allah kita sangat pribadi.
Allah diperkenalkan oleh Juru Selamat kita sebagai Orang Tua surgawi kita. Oleh Yohanes, Ia disebut Allah yang baik dan penuh kasih. Oleh Paulus, Ia diperkenalkan sebagai Allah yang adil dan benar. Oleh para nabi, Ia ditampilkan sebagai Allah yang menghukum. Semua sifat pembawaan kepribadian-Nya ini dalam kadar tertentu terdapat juga pada kita manusia, tetapi secara sepenuhnya, semuanya hanya ada di dalam Allah yang bersifat pribadi.
Dari segala sifat pembawaan kepribadian yang ada dalam Allah, kasih-Nyalah yang paling menawan kita. Kita dikuasai oleh perasaan heran dan takjub ketika mengetahui bahwa Allah yang memimpin alam semesta yang hebat ini sangat memedulikan kita, seperti kata seorang penyair:
"Bagaimana mungkin Allah seperti Engkau bersedia memedulikan aku? Pikiranku tak sanggup memahaminya, tapi hatiku sangat gembira akan kebenaran itu."
Allah ada di mana-mana
Ahli-ahli teologia menyebut-Nya Mahahadir. Daud menulis, "Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau. Jika aku terbang dengan sayap fajar, dan membuat kediaman di ujung laut, juga di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan tangan kanan-Mu memegang aku" (Mazmur 139:7-10).
Pada suatu kali, seorang guru sekolah minggu bertanya kepada murid-murid lelaki di kelasnya, "Ada berapakah Allah itu?"
Seorang anak menjawab: "Hanya satu."
"Bagaimana kamu tahu?" tanya gurunya.
"Sebab tidak ada tempat bagi yang lain," katanya dengan pasti.
Itu benar. Allah memenuhi dunia ini dengan hadirat-Nya. Tak soal ke mana kita pergi di dalam alam semesta ini, bahkan ke bulan dengan para astronot, Allah ada di sana!
Namun, sangatlah disayangkan, hari lepas hari orang-orang bergerak di planet bumi yang kecil ini tanpa pernah memikirkan Allah. Mereka tidak menyadari bahwa mereka "terbenam" di dalam Dia dan dikelilingi oleh-Nya.
Almarhum Helen Keller, sebelum cukup umurnya untuk berbicara, telah kehilangan penglihatan dan pendengarannya. Selama bertahun-tahun ia hidup dalam dunia yang semata-mata sunyi dan gelap. Pada waktu umurnya sembilan tahun, seorang guru Kristen yang benar-benar mengabdi Tuhan, digaji untuk mendidik Helen. Melalui pengalaman-pengalaman yang sangat susah dan pahit, akhirnya guru ini berangsur-angsur berhasil menembus tirai kesunyian Helen, dan anak itu mulai belajar.
Guru itu berpendapat Helen seharusnya diberitahu tentang Tuhan. Oleh sebab itu, diundangnya seorang pengkhotbah terkenal bernama Philips Brooks untuk berbicara dengannya. Ketika hamba Tuhan ini menceritakan tentang Allah dan kasih-Nya, melalui sang guru, gadis itu memberi tanggapan yang mengejutkan setiap orang dengan berkata: "Ya, saya sedang mengharap bahwa seseorang akan memberitahu saya perihal Tuhan. Telah lama sekali saya memikirkan-Nya!"
Inilah seorang gadis yang walaupun buta dan tuli, namun dengan nalurinya dia tahu bahwa ada Allah yang mengasihinya. Namun yang menyedihkan ialah, ribuan orang yang tidak bercacat seperti dia, tetap dungu mengenai Allah.
Tidakkah Anda bersukacita karena melalui Yesus, Anda mengenal Allah sebagai Bapa surgawi Anda? Ya, Allah ada di luar sana, dan kita dapat mengenal Dia dengan cukup baik.
Sekarang, maukah Anda mencoba melaksanakan suatu tugas? Ambillah Alkitab dan mulailah membaca seluruh kitab Mazmur. Catatlah segala sesuatu yang Anda pelajari mengenai Allah dari Raja Daud dan pemazmur-pemazmur lainnya. Anda akan heran bila melihat betapa panjang daftar Anda nanti. Lebih baik sediakan kertas yang banyak.
Diambil dari:
Judul buku | : | Pedoman bagi Orang Kristen Baru |
Judul Artikel | : | Apakah Allah Ada di Sana? |
Penulis | : | LeRoy "Pat" Patterson |
Penerbit | : | BPK Gunung Mulia, Jakarta 1986 | Halaman | : | 47 -- 52 |
Okultisme berasal dari kata "occultus" (Lat) yang artinya tersembunyi, rahasia, gaib, misterius, gelap, atau kegelapan. Dengan demikian, okultisme dapat diartikan sebagai paham yang menganut dan mempraktikkan kuasa dan kekuatan dari dunia kegelapan atau dunia roh-roh jahat. Okultisme secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu tipe lunak (takhayul, ramalan seperti astrologi, palmistri, spiritisme, astromantik, chronomancy, dan geomansi) dan tipe keras (sihir putih dan sihir hitam dalam berbagai bentuk, seperti pelet, gendam, tenung, santet, satanisme, dan tenaga dalam). Melalui okultisme, kemampuan adikodrati dapat dilakukan manusia yang mengandalkan kuasa iblis.
Perjanjian Lama menyatakan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan roh iblis atau kuasa kegelapan dilarang dan dapat dihukum mati (Imamat 19, 26, 31; Yeremia 27:110; Wahyu 21:8). Pada saat itu, larangan tersebut ditaati orang Israel dan diberikan juga kepada orang Kristen. Namun, kepedulian terhadap masalah itu semakin lama semakin luntur, bahkan hampir tidak ada. Buktinya, banyak orang mempraktikkan okultisme dengan kekejaman yang luar biasa, tetapi mereka tidak dihukum karena kegiatan mereka tidak dihiraukan lagi. Masyarakat modern menganggap kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Mereka tidak sadar bahwa mereka telah dibutakan oleh iblis. Berbagai bentuk kegiatan okultisme, seperti ramalan, perbintangan, tenung, santet, pelet, hipnotis, ilmu kebal, dan segala macam ilmu gaib yang disebut ilmu hitam dan ilmu putih, mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Sambutan tersebut disebabkan oleh tayangan melalui media massa yang bebas hambatan sehingga okultisme memasuki setiap bidang kehidupan manusia, mulai dari masalah pribadi, keluarga, keuangan, bisnis, dan bahkan industri modern. Aktivitas okultisme ditemukan di seluruh dunia, baik di negara-negara berkembang yang masih terpengaruh animisme maupun di negara-negara maju, bahkan di negara-negara yang mayoritas penduduknya Kristen.
Bentuk Okultisme yang Biasa Ditemui Di Masyarakat
Takhayul
Takhayul merupakan kepercayaan tidak beralasan yang berasal dari rekayasa iblis dan manusia. Kepercayaan yang bersifat takhayul berlawanan dengan firman Allah. Firman Allah mengharuskan agar kita memercayai Allah, bukan manusia (Yeremia 17:5). Setiap suku bangsa memunyai takhayulnya sendiri. Orang Barat memercayai angka tiga belas adalah angka sial. Mereka juga percaya apabila berpapasan dengan pembersih cerobong asap akan terjadi kejadian yang buruk pada hari itu. Orang Jepang dan Cina menganggap angka empat adalah angka sial karena angka empat dibaca "shi" yang artinya mati. Sebaliknya, mereka menganggap angka delapan merupakan angka mujur. Orang Dayak di Kalimantan tidak berani keluar rumah apabila ada burung yang hinggap dan berbunyi di atas rumahnya. Di samping itu, masih ada takhayul yang juga dipercayai banyak orang. Misalnya, tapal kuda dipercaya dapat membawa keuntungan atau keselamatan apabila dipasang di muka pintu rumah atau di bemper mobil. Periuk yang terguling saat dipakai memasak dipercayai sebagai pertanda kehancuran rumah tangga. Takhayul juga memercayai larangan-larangan tertentu dalam peristiwa- peristiwa penting yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Misalnya, kelahiran, pernikahan, kematian, dan penguburan orang mati.
Ramalan Nasib
Astrologi merupakan gabungan antara ilmu astronomi dengan ilmu ramal. Astrologi dilihat jutaan orang setiap hari melalui surat kabar, majalah, radio, TV, dan internet. Astrologi tidak hanya dipercaya orang duniawi saja, tetapi juga orang Kristen. Ada dari mereka yang sungguh-sungguh memercayai atau sekadar ingin tahu. Mereka tidak menyadari bahwa perbuatan itu adalah dosa (Ulangan 17:2-5).
Ramalan yang menggunakan kartu daun teh, kopi, lidi (ciumsie), atau hari binatang digunakan untuk mengetahui masa depan seseorang sesuai tulisan, kode, angka, atau simbol yang tertera dalam benda-benda yang dipakai untuk meramal (Imamat 19:26).
Ramalan ini diyakini dapat memberi petunjuk masa depan seseorang sesuai garis tangannya. Sering kali, orang Kristen memercayai ramalan tersebut. Dengan kata lain, mereka tidak percaya sepenuhnya pada Allah yang menetapkan masa depan yang sejahtera (Yeremia 29:11).
Ramalan ini digunakan untuk meramalkan situasi yang terjadi dalam suatu negeri berdasarkan bintang yang kelihatan. Misalnya, munculnya komet (bintang berekor) sering diramalkan akan terjadinya suatu goncangan politik dan pergantian kepemimpinan (Matius 2:5).
Orang Yunani, Romawi, Skit, dan Jerman sering menggunakan tongkat untuk meramal dan mencari petunjuk dari dewa. Ammanius Marcellus melaporkan bahwa filsuf-filsuf Yunani menggunakan pendulum (bandul) untuk memilih nama Kaisar yang akan memerintah. Orang Gipsy menggunakan bola kristal untuk meramal nasib atau masa depan seseorang.
Chronomancy adalah ilmu ramal yang dipakai untuk menentukan hari baik atau buruk. Misalnya, memilih hari untuk pindah rumah, pernikahan, memulai usaha baru. Chronomancy dilakukan orang Jawa.
Geomansi merupakan ilmu ramal yang berhubungan dengan keberuntungan, kesehatan berdasarkan tata letak bangunan, rumah, dan ruangan. Orang yang tinggal di pesisir Laut Selatan, rumahnya harus menghadap selatan untuk menghormati Nyai Roro Kidul. Orang Toraja membangun rumahnya dari arah utara ke selatan karena mereka percaya roh-roh yang melindungi rumah ada di utara. Sedangkan roh-roh perusak rumah ada di selatan. Orang Tionghoa menyebut geomansi sebagai Hong Shui.
Permainan ini banyak dilakukan remaja-remaja di berbagai negara. Inti permainan ini berkomunikasi dengan roh-roh jahat (spiritisme) untuk menanyakan masa depan, seperti jodoh, nasib, pekerjaan, keuangan, dan sekolah. Mereka tidak menyadari bahwa bertanya kepada roh adalah perbuatan dosa (Imamat 19:31, 20:6).
Jimat dan Perhiasan
Amulet yang artinya pertahanan adalah jimat atau benda perhiasan yang digunakan untuk menangkal kuasa jahat. Dapat berupa benda apa saja, seperti kulit, kuku, taring, tulang binatang, mata uang, batu akik, tapal kuda, kain, rambut, ikat pinggang, dan bunga. Jimat diperoleh dari dukun yang telah dimantrai sesuai permohonan si pemakai, dan diyakini memunyai kekuatan atau pengaruh gaib bagi si pemilik. Tujuan memakai jimat adalah mengusir roh-roh jahat, melindungi pemakainya dari serangan lawan, mengendalikan atau menaklukkan pikiran orang lain, menarik lawan jenis atau memudahkan dapat jodoh, menjaga kedudukan, menutupi kejahatannya supaya tidak diketahui atasan atau aparat keamanan. Orang Kristen tanpa disadari sering menggunakan jimat-jimat seperti di atas. Misalnya, memercayai kayu salib, bintang Daud, Ankh (salib ikal untuk kesuburan). Mereka tidak hanya memakainya sebagai perhiasan, tetapi juga untuk mendapat kekuatan dari benda tersebut.
Benda-Benda Aneh untuk Kekuatan Magis
Beberapa dukun menyimpan benda-benda aneh seperti janin yang gugur. Janin tersebut dikeringkan; kemudian dibuatkan baju, tempat tidur, dan makanan bayi sebagai sesajen pada saat-saat tertentu. Janin tersebut disebut "anak ambar" atau "jenglot" yang dipakai dukun untuk meramal atau mengetahui masa depan anak-anak yang dibawa orang tuanya (Ulangan 7:25-26). Topeng atau kedok dengan berbagai macam ekspresi digunakan untuk menggambarkan karakter iblis. Topeng-topeng tersebut sering dipakai dukun untuk mengundang roh jahat yang diperintahkan untuk mengganggu keluarga yang dibenci. Gangguan tersebut berupa sakit-penyakit atau pertengkaran keluarga.
Magic, Sihir, atau Tenaga Dalam
Kata magic berasal dari kata "mages" (Persia kuno). Mages adalah golongan imam dari agama Zoroaster yang sering melakukan perbuatan ajaib dengan pertolongan jin. Perbuatan ajaib banyak dilakukan di Asia dan terdiri dari bermacam-macam aliran serta tingkatan. Beberapa orang yang sudah memiliki tingkatan tinggi dapat pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu yang singkat dengan jarak yang sangat jauh. Ada orang yang jiwanya dapat keluar dari tubuhnya dan melayang-layang, sementara tubuh jasmaninya tergeletak tidur. Ada juga yang jiwanya mengambil bentuk binatang, seperti babi, monyet, serigala, harimau, buaya yang berkeliaran untuk mencuri, berzinah, berkelahi, membalas dendam, dan membunuh (Keluaran 21:14). Bentuk lain yang terkenal di Kalimantan adalah "swanggi". Swanggi adalah orang yang dapat memisahkan kepala dan isi perut, sementara dirinya sendiri sedang tidur. Kepala dan isi perut tersebut melayang-layang untuk menyihir orang yang dibencinya. Sesudah selesai menjalankan niat jahatnya, kepalanya menyatu dengan tubuh seperti semula.
Kekebalan Tubuh
Di berbagai negara Asia, khususnya di Indonesia, praktik berpuasa dan bersemedi untuk meningkatkan tenaga dalam agar tidak mempan senjata tajam, biasa ditemui di lingkungan masyarakat yang keras. Hampir setiap laki-laki harus belajar atau memiliki ilmu bela diri untuk diadu di arena pertandingan antardesa. Untuk meningkatkan kemampuan terhadap lawan-lawannya, mereka biasanya memakai mantra-mantra, berpuasa, dan bersemedi agar mampu bersaing dengan lawan yang lebih besar. Mereka bahkan tidak mempan senjata tajam, sanggup berjalan di atas bara api seperti debus (kekebalan tubuh yang sangat terkenal di Banten, Jawa barat). Di Barat, adegan sihir sering dipertontonkan. Dalam adegan itu, ada orang yang dipenggal kepalanya sampai terpisah, kemudian disambung lagi tanpa cedera. Praktik okultisme seperti ini sering membuat penontonnya terheran.
Mengendalikan Pikiran Orang Lain
Mengendalikan pikiran orang lain dapat dilakukan dengan ilmu pelet, pengasihan, sihir, atau hipnotis sehingga pikiran dan kesadaran seseorang dikendalikan iblis atau jimat-jimat yang diberi mantra khusus oleh dukun. Praktik okultisme seperti ini biasanya dilakukan suami terhadap istri, laki-laki terhadap perempuan atau sebaliknya, sekretaris terhadap atasan agar disayangi, dinaikkan gajinya, atau tujuan seks. Pengendalian pikiran yang lain adalah telepati, telekinesis, dan "Extra Sensory Perception" (E.S.P). Dalam telepati, dua orang sanggup melakukan komunikasi jarak jauh tanpa alat karena mereka sama-sama memakai kuasa iblis untuk menguasai dan menyatukan pikiran mereka. Telekinesis, kemampuan seseorang mengatur dan mengendalikan gerakan benda-benda mati; seperti mengatur jatuhnya dadu atau kartu dalam perjudian, mengangkat benda tanpa menyentuh, dan membengkokkan logam.
Sedangkan Praktik E.S.P (mengendalian pikiran orang lain) untuk melakukan tindak kejahatan adalah gendam yang banyak terjadi di tempat umum. Ketika seseorang digendam (biasanya diiming-imingi uang atau benda berharga), roh jahat mulai mengendalikan pikiran orang tersebut. Selanjutnya pikirannya dapat dikendalikan oleh orang yang menggendam. Roh yang ada dalam orang tersebut memberi kekuatan ke dalam pikiran orang tersebut sehingga dia mampu melakukan perbuatan ajaib yang melebihi dari yang dapat dia bayangkan, pikirkan, dan mohonkan. Bandingkan dengan firman Tuhan, "Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita." (Efesus 3:20)
Yoga
Yoga berhubungan dengan latihan-latihan pernapasan, posisi tubuh, dan meditasi atau pengosongan pikiran. Ini disebut kundalini, yaitu roh yang digambarkan sebagai roh naga yang bersembunyi dalam tulang belakang. Tujuan pengaturan tubuh dan pernapasan adalah memperbaiki kesehatan. Selanjutnya tingkatan yoga yang lebih tinggi adalah meditasi atau pengosongan pikiran untuk memasukkan roh yang dalam alam semesta melalui pernapasan. Cara tersebut sebenarnya sedang meniru cara Allah menghembuskan napas hidup kepada manusia (Kejadian 2:7).
Necromancy atau Spiritisme
Necromancy atau spiritisme merupakan komunikasi dengan roh-roh jahat melalui mediumik (dukun atau perantara). Mediumik berkomunikasi dengan roh-roh jahat untuk meminta petunjuk, nasihat, kekuatan, keberanian, dan bimbingan dalam mengambil keputusan penting. Ada juga spiritisme primitif. Dalam spiritisme primitif, orang yang bersangkutan mencari sendiri roh-roh jahat yang ada di gunung, pohon, gua, tempat keramat, dan kuburan dengan bersesaji, bersemedi, dan berdoa untuk mengundang roh jahat. Sedangkan spiritisme modern adalah gerakan spiritisme baru yang memiliki organisasi yang rapi, yang bertujuan meminta pertolongan, petunjuk, dan nasihat dari roh dunia. Contoh spiritisme dalam Alkitab dilakukan Saul yang meminta dukun dari Endor agar memanggil roh Samuel (1 Samuel 28:3-25).
Dosa-Dosa Melalui Okultisme
Praktik okultisme dan kegiatannya merupakan kekejian dan sangat dibenci Tuhan karena telah berpaling dari penciptanya dan mengarahkan pandangan pada ajaran setan (Keluaran 20:35). "Orang yang berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal, yakni yang berzinah dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menentang orang itu dan melenyapkan dia di tengah-tengah bangsanya" (Imamat 20:6). Ini merupakan dosa karena bersekutu, membuka hari, dan bersedia dikuasai iblis. Dosa akibat terlibat okultisme adalah kejam, brutal, kasar, jahat, sombong, munafik, termasuk pembunuhan, perzinahan, penipuan, perkosaan, perampokan, dan tindak kejahatan lainnya yang merugikan masyarakat. Jumlah mereka semakin hari semakin banyak. "Barang siapa berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat (Wahyu 22:11). Mantra-mantra jahat (ayat-ayat setan) yang diajarkan roh jahat melalui dukun-dukun adalah:
Mantra menyakiti orang melalui media boneka (Cruciates curse).
Mantra untuk berubah wujud dan sifat menjadi hewan (Animagus).
Mantra untuk mengutuk orang lain (Accio).
Mantra tenung atau santet yang membuat korban mati (Adava Kadavra).
Mantra untuk berubah wujud menjadi serigala (Homorphus Charm).
Mantra untuk menggerakkan benda mati atau alat santet (Mobiliarbus).
Mantra untuk menarik lawan jenis yang dikehendaki (Chajati Nasrum).
Mantra untuk memberi kekuatan dan kekebalan fisik (Shahuvala).
Mantra untuk membutakan mata dan membingungkan orang atau gendam.
Mantra untuk menidurkan orang (ilmu sirep) supaya dapat mencuri.
Setiap pembacaan mantra-mantra tersebut merupakan upaya bersekutu dan berkomunikasi dengan iblis sehingga orang yang melakukannya menjadi berdosa.
Perbedaan Okultisme Dan Kuasa Allah
Alkitab mengajarkan agar jangan mudah percaya kepada roh, tetapi ujilah roh-roh itu (1 Yohanes 4:1). Apa saja yang perlu diperhatikan untuk menguji dan membedakan roh? Apakah Roh Allah atau roh jahat? Sebab, kedua-duanya dapat melakukan perbuatan ajaib yang mirip, seperti dikatakan dalam firman Tuhan yang menyatakan bahwa iblis pun dapat menyamar sebagai malaikat terang (2 Korintus 11:14).
Dalam Praktik Penyembuhan
* Penyembuhan dari Iblis
Bersandar pada kekuatan si penyembuh, benda, atau jimat yang sudah diberi mantra. Penyembuhan hanya dapat dilakukan pada jam-jam tertentu. Nama dewa-dewa atau roh-roh jahat disebut dalam doa kesembuhan.
* Penyembuhan dari Tuhan
Bersandar pada kuasa Kristus sebagai Tabib dari segala tabib. Penyembuhan dapat terjadi setiap saat Tuhan kehendaki. Hanya nama Yesus yang disebut sebagai Penolong kesembuhan.
Dalam Berbahasa Roh
* Bahasa dari Iblis
Melakukan meditasi/semedi sampai kesurupan (trance), selanjutnya iblis berkata-kata melalui orang tersebut. Tujuan agar roh dapat memberi analisa atau petunjuk tentang permasalahan. Bahasa yang keluar merupakan bahasa manusia atau roh yang dapat dimengerti setiap yang mendengar.
* Bahasa dari Allah
Ketika berdoa, Tuhan ingin menyatakan dan mengaruniakan sesuatu kepada manusia melalui bahasa lidah. Tujuannya agar iman orang tersebut dibangun dan lebih dekat dengan Kristus. Bahasa antara roh manusia dan Roh Allah hanya dimengerti oleh orang yang diberi karunia menafsirkan.
Dalam Memberi Ramalan atau Nubuatan
* Ramalan dari Iblis
Bergantung pada petunjuk benda-benda keramat (bola, tongkat, keris) dan roh yang masuk. Tujuannya agar manusia percaya dan menyembah Iblis.
* Nubuatan dari Tuhan
Bergantung pada penyataan Roh kudus, melalui orang yang bernubuat dalam keadaan sadar sepenuhnya (tidak trance). Tujuannya agar manusia mengerti kehendak Allah dan bersedia menaatinya.
Dalam Memberi Visi
* Visi dari Iblis
Diperoleh saat orang tersebut dalam keadaan trance. Tujuannya supaya manusia melakukan kemauan iblis seperti visi yang dilihatnya.
* Visi dari Tuhan
Diperoleh dalam keadaan terjaga dan sadar sepenuhnya. Bukan upaya manusia, tetapi anugerah Allah supaya manusia mengerti kehendak Kristus dan menaatinya.
Sasaran Utama Okultisme
Anak-Anak yang Masih Labil Jiwanya
Anak-anak sering dijadikan sasaran utama iblis karena dapat melakukan program iblis secara mendasar dan dalam jangka yang panjang. Pikiran, emosi, dan rohani mereka belum stabil dan kuat, sehingga belum dapat membedakan yang baik dan jahat. Mereka mudah diyakinkan melalui tipuan-tipuan dari permainan-permainan, pertunjukan film, buku cerita, dan hal-hal lain yang menarik untuk diikuti. Betapa bangganya mereka dapat melakukan berbagai hal besar melalui okultisme. Namun secara rohani, mereka tidak menyadari bahayanya. Mereka akan tumbuh dewasa dan menjadi generasi penerus serta dapat memengaruhi orang lain untuk terlibat praktik okultisme. Akibatnya tanpa mereka sadari, semakin lama semakin banyak anggota masyarakat menjadi pengikut iblis sejak masih anak- anak. Mereka inilah yang disebut sebagai anak-anak iblis seperti disebutkan dalam Yohanes 8:44, "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab didalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta." Kewajiban orang percaya adalah mendidik anak-anaknya dalam segala segi kehidupan agar mereka hidup berkenan di hadapan Allah.
Orang yang Membuka Dirinya bagi Roh Jahat
Dalam masyarakat yang sudah terbiasa dengan dunia mistik, kuasa iblis merupakan kuasa yang sudah lazim dipergunakan dukun-dukun untuk maksud-maksud tertentu. Misalnya, pengobatan alternatif yang biasa disebut ilmu putih. Masyarakat seperti ini selalu bertapa, bersemedi, atau mengosongkan diri agar diisi roh-roh jahat, memanfaatkan jin-jin, dan bermain dengan kuasa gelap, mulai dari jailangkung, tarian kuda lumping, nini thowok (menari dengan kuasa roh jahat), memasukkan benda atau susuk ke dalam tubuh, ilmu kebal, sampai menggunakan mantra-mantra untuk membunuh (Keluaran 20:4-6).
Orang yang Dikuasai Kebencian dan Kenajisan
Setiap orang, termasuk orang Kristen, yang dikuasai kebencian, kenajisan, kemunafikan, dendam, dan iri hati memunyai kemungkinan terlibat okultisme. Keterlibatan mereka dengan okultisme merupakan upaya untuk melampiaskan kebencian atau balas dendam. Tindakan ini sangat berlawanan dengan hukum kasih yang diajarkan Allah (Matius 22:39).
Orang-Orang Terkenal dalam Masyarakat
Orang-orang terkenal di luar Tuhan, seperti bintang rock, bintang film, ilmuwan, penulis, dan sastrawan dapat dengan mudah memengaruhi orang banyak melalui ketenaran dan karya-karya mereka. Iblis sering mempergunakan mereka sebagai alat propaganda kegiatan okultisme, meditasi, sihir, serta pengajaran-pengajaran setan termasuk penggunaan obat-obat terlarang, perilaku seks bebas. "Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang murtad lalu mengikuti ro-roh penyesat dan ajaran setan-setan" (1 Timotius 4:1).
Pemimpin-Pemimpin Jemaat yang Buta Rohani
Pemimpin Kristen akan mudah memengaruhi jemaatnya melalui ajaran-ajaran yang disampaikan dari belakang mimbar sehingga memengaruhi perilaku jemaat. Iblis berusaha memengaruhi para pemimpin gereja yang buta rohaninya sehingga mudah diisi dengan pikiran yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. "Waspadalah supaya jangan ada yang menyesatkan kamu, sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaKu dan berkata: Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang" (Matius 24:4-5).
Pemimpin-Pemimpin Bangsa
Pemimpin bangsa merupakan sasaran iblis untuk memengaruhi bangsa yang dipimpinnya supaya berperang, menjajah, merusak, menganut paham yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Banyak pemimpin bangsa yang dikuasai dan diberi visi oleh iblis sehingga mengizinkan sebagian rakyatnya untuk membunuh secara massal terhadap umat Allah. Banyak di antara mereka yang menggunakan dan meneriakkan ayat-ayat setan dan mantra-mantra dalam pertempuran, pembunuhan, perkosaan, pembakaran, penganiayaan, dan tindak kejahatan lainnya. "Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat" (Amsal 29:18).
Judul buku | : | How to Overcome Occultism |
Penulis | : | Pdt. Prof. Dr. Ir. Bambang Yudho, M.Sc., M.A., Ph.D. |
Penerbit | : | Yayasan ANDI, Yogyakarta 2006 |
Halaman | : | 6 -- 28 |
Yesus disalibkan dan dibangkitkan dari maut pada hari ketiga. Sulit dipercaya? Memang begitulah kenyataannya. Mayat Yesus yang dijaga oleh tentara Romawi dapat berjalan, berbicara, dan makan dengan murid-murid-Nya.
Kejadian ini terjadi dua ribu tahun yang lalu. Walaupun demikian, orang-orang yang hidup pada masa kini masih dapat merasakan hadirat-Nya. Bukankah Anda merasakan hadirat-Nya saat Anda menyembah-Nya?
Apakah yang menjadikan sumber sejarah tentang kegiatan Yesus? Kita dapat melihatnya melalui Injil Matius, Markus, Lukas, Yohanes, surat yang ditulis Paulus, dan sebagainya. Mengapa kita harus percaya kepada mereka dan bukan sumber yang lain?
Alasannya karena mereka tidak memihak kepada salah satu pihak dan tulisan tersebut juga dibuat dengan ketelitian. Kita juga harus memerhatikan karakter penulisnya. Tidak diragukan lagi bahwa kredibilitas para penulis Injil lebih besar daripada penulis sejarah lainnya. Kebanyakan para penulis sejarah dibayar bukan untuk mengangkat kebenaran, tetapi menyanjung atau mengangkat seorang tokoh dan masyarakat mereka.
Sebaliknya, para penulis Injil berasal dari latar belakang dan profesi yang berbeda-beda, tetapi tulisan mereka berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka menghadapi risiko kematian karena apa yang mereka tulis. Rasul Yohanes diasingkan ke pulau Patmos, Rasul Paulus dipenggal di Roma, dan Rasul Petrus disalibkan secara terbalik.
Penulis sejarah yang lain kebanyakan menulis tentang pembunuhan, peperangan, kerajaan, dan sebagainya. Apa yang mereka tulis tersebut mudah dipahami dan diterima oleh akal kita, sedangkan penulis Alkitab menulis sesuatu yang berlawanan dengan pengalaman manusia dan tidak dapat diterima oleh logika kita.
Penulis Alkitab menulis tentang kelahiran Yesus dari seorang perawan tanpa ada hubungan persetubuhan, orang yang sakit kusta disembuhkan, Yesus berjalan di atas air, Yesus memberi makan lima ribu orang dengan lima potong roti dan dua ikan, membangkitkan orang mati, yang diakhiri oleh kebangkitan Yesus dan kenaikan-Nya ke surga. Semua yang ditulis tersebut adalah kejadian yang bersifat mukjizat, di mana orang-orang pada masa kini tidak lagi percaya kepada mukjizat.
Mukjizat yang dinyatakan Yesus terjadi dalam situasi pengecualian yang tidak dapat disangkal. Di dalam kehidupan kita sehari-hari, bukan hanya hal-hal masuk akal yang terjadi, melainkan ada juga hal-hal ajaib yang terjadi. Seorang yang tidak percaya mukjizat bukanlah orang yang realis (berdasarkan kenyataan) karena mukjizat adalah sesuatu yang benar-benar terjadi dalam kehidupan kita.
Yesus adalah sosok yang memiliki kekuatan rohani yang tidak dipunyai orang lain. Tidaklah mengherankan Ia mampu melakukan mukjizat karena Ia adalah Anak Allah. Ia dapat melakukan hal-hal unik yang tidak masuk akal.
Adalah suatu tindakan yang tidak bijaksana jika kita menganggap mukjizat itu tidak ada dan langsung menolaknya tanpa mengaji bukti orang-orang yang dapat dipercaya, seperti yang ditulis oleh para rasul. Jika kita tidak percaya akan kebangkitan Yesus, bukankah lebih dahsyat lagi kalau gereja dapat berkembang dengan pesat tanpa kebangkitan Yesus?
Mari kita mengaji bukti-bukti berikut ini; Yesus tidak menulis satu buku pun ketika Ia hidup di bumi, Ia juga tidak mendirikan suatu gedung gereja. Ia hanya melakukan pemuridan. Semua murid-Nya adalah orang-orang berdosa. Bahkan ada murid yang mengkhianati-Nya dan menyangkali-Nya. Ia mati di atas kayu salib dan ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Ia berteriak, "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku."
Setelah kematian-Nya, Ia dikuburkan. Sebuah batu besar digulingkan di depan kubur dan beberapa penjaga ditempatkan untuk menjaga kubur tersebut. Murid-murid-Nya mengunci diri mereka di sebuah ruangan karena mereka takut dihukum mati seperti Yesus. Inilah kisah hidup Yesus yang berakhir di bumi ini. Jika Ia tidak bangkit, bagaimana mungkin gereja dapat berkembang?
Masih ada lagi penjelasan yang lain. Pada hari ketiga, Yesus bangkit dari maut dan menampakkan diri kepada murid-murid-Nya. Yesus makan bersama-sama dengan mereka dan membiarkan mereka menyentuh-Nya. Kemudian Yesus memberikan bimbingan dan pengajaran kepada mereka. Ia juga mencurahkan kuasa-Nya atas mereka melalui Roh Kudus.
Petrus yang semula takut, berdiri di antara kerumunan orang banyak di Yerusalem dan dengan berani ia bersaksi bahwa ia telah melihat Yesus bangkit dari antara orang mati. Rasul lainnya juga berbuat hal yang sama. Walaupun dengan risiko kematian yang mereka hadapi, mereka mengabarkan Injil dengan berani dari satu negara ke negara lainnya. Dengan cara inilah gereja mula-mula lahir, bertumbuh, dan bertahan di tengah-tengah penganiayaan.
Dasar gereja yang teguh dibangun di atas kebangkitan Yesus. Dasar ini telah terbangun selama dua ribu tahun. Keberadaan gereja adalah bukti bahwa Yesus telah bangkit dari kematian.
Imam dan ahli taurat mengatakan bahwa murid-murid Yesus telah mencuri mayat Yesus. Mereka menyuruh para pengawal untuk menyebarkan berita bohong bahwa ketika mereka tidur, murid-murid Yesus datang untuk mencuri mayatnya. Sekarang, jika mereka tertidur, bagaimana mereka dapat mengetahui bahwa yang mencuri mayat Yesus adalah murid-murid-Nya?
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul buletin | : | Kasih Dalam Perbuatan, Edisi Maret-April 2002 |
Judul artikel | : | Apakah Yesus Bangkit dari Kematian? |
Penulis | : | Radu Valentin |
Halaman | : | 7 |
Diringkas Oleh: Novita Yuniarti
Selama berabad-abad, manusia telah berusaha untuk "menguak rahasia alam semesta" dan mempersatukan alam pikiran dengan "Kekuatan Hidup Abadi" atau "Alam Pikiran Semesta" atau "Akal Budi Semesta" melalui ritual-ritual kebatinan. Pada dasarnya, filosofi Zaman Baru merupakan hal yang "kuno" -- suatu pengulangan dari praktik-praktik ilmu kebatinan Hindu atau Buddha yang merupakan perpaduan dari reinkarnasi, hukum karma, ilmu nujum, penyaluran roh, bimbingan roh, hubungan dengan makhluk luar bumi, pemeriksaan diri secara kebatinan, "kuasa penyembuhan" dari piramida dan kristal kuarsa, penyembuhan dengan suara dan warna, terapi sentuhan, makanan kesehatan, vegetarisme, ramu-ramuan, penyembuhan dengan air, pemujaan alam, nudisme, kelahiran kembali, yoga, meditasi transendental, mandi dengan air yang dianggap suci, guru dan syaman, pertemuan yang harmonis, penyembahan berhala atau ilmu sihir, dan bentuk-bentuk spiritualisme lainnya.
Hal yang "baru" adalah keberhasilan gerakan Zaman Baru untuk menanamkan dirinya dalam dunia Barat, mengembangkan diri sejak pertengahan tahun 60-an, dan menjadi perangkap bagi orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat dan hampir dari seluruh kelompok usia. Gerakan Zaman Baru bukanlah suatu organisasi yang terpola. Ia selalu siap berubah bentuk dan wujud. Dengan demikian, dengan mudah ia dapat merangkul berbagai kelompok yang berbeda, seperti Unification Church, Church of Scientology, Religious Science, Unity Church, gereja-gereja spiritualis, Rosikrusian, New Thought, International Society of Khrisna Consciousness, Divine light Mission, The Way, The Forum, Dinamika mental, Sufisme, The White Brotherhood, Freemasons, dan banyak kelompok teosofi.
Kekuatan yang mempersatukan berbagai fenomena yang fleksibel ini adalah kebersamaan mereka dalam pandangan dunia. Para penganut Zaman Baru sepakat bahwa pada saat ini dunia tengah menuju suatu masa transisi. Kita sedang menghadapi kehidupan global atau kematian global. Sejarah membuktikan kegagalan bangsa-bangsa untuk membina keharmonisan dan kedamaian. Kini, terletak di tangan masing-masing individulah untuk melakukannya. Sebelum dapat memilih jalan kehidupan global -- di mana perang dan kelaparan tidak ada lagi dan setiap orang hidup secara harmonis dengan orang lain -- terlebih dahulu orang harus mengalami "kesadaran" melalui "transformasi" batin.
Kunci dari transformasi ini adalah menemukan bahwa "aku tidak menyerupai Allah", tetapi "aku adalah Allah". Begitu orang sudah menemukan "Allah di dalam dirinya" dan memusatkan perhatian padanya, maka orang tersebut memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Selain itu, manusia memunyai suatu takdir semesta, di mana keberadaan Zaman Baru akan diisi oleh makhluk-makhluk super yang telah mengalami proses transformasi batin ini, pribadi yang lebih tinggi (allah di dalam diri mereka) ini telah melebur dengan pribadi yang lebih rendah, dan telah menghayati kesatuan dengan "Terang yang Hidup" atau "Kaidah Ilahi".
Penyusupan Besar-Besaran
Para kritikus menganggap filosofi Zaman Baru mengingkari kerasionalan dan pada dasarnya suatu pelarian dari kenyataan. Meskipun demikian, eselon tinggi dari dunia bisnis, para pialang Wall Street, angkatan bersenjata Amerika, dunia olahraga, alat penegak hukum negara, kaum politikus papan atas, sekolah- sekolah negeri dan swasta -- dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi -- dengan penuh semangat menyerap gagasan-gagasan Zaman Baru dan menjalankan praktik-praktiknya. Bahkan kursus-kursus motivasi manajemen yang didasarkan pada ajaran para pemimpin Zaman Baru telah banyak dipakai di antara perusahaan-perusahaan terkemuka. Tidak sulit mencari bukti-bukti yang menunjukkan bahwa semua aspek kehidupan masyarakat telah dipengaruhi oleh ideologi Zaman Baru.
Robert Elwood menyatakan dalam "Encyclopedia of the American Reliqious Experience", "Sulit untuk menentukan secara pasti, luas, dan arti pengaruh kelompok okultisme modern yang tersebar ini. Tetapi yang jelas, berjuta-juta orang Amerika, baik pada masa lalu maupun sekarang, bahkan yang di pelosok-pelosok desa yang paling terpencil, telah terpengaruh karena membaca tulisan- tulisan kaum Spiritualis, Teosofi, atau Rosikrusian. Banyak di antara masyarakat kita yang mencampuradukkan pengetahuan dan praktik okultisme yang diperolehnya dari bacaan dengan ibadah Minggu di gereja ortodoks."
Dalam suratnya, Judson Cornwall menulis, "Berkali-kali, ia menerima laporan dari para pendeta tentang kesedihan mereka karena telah begitu cepat merangkul seorang baru dan memberi kesempatan pelayanan kepadanya, padahal apa yang dia bawakan adalah ajaran Zaman Baru. Biasanya orang-orang ini muncul sebagai guru sekolah minggu atau penjaga anak-anak balita -- bidang- bidang yang selalu kekurangan tenaga di kebanyakan gereja. Mereka mencemari pikiran anak-anak dan muda-mudi dengan gagasan-gagasan Zaman Baru dengan menggunakan istilah-istilah Kristen. Saya memperingatkan Anda para pendeta, sekaranglah saatnya kita memerlukan karunia membedakan bermacam-macam roh."
Zaman Baru Atau Humanisme Sekuler?
Sebelum melihat bagaimana tepatnya pengaruh Zaman Baru, baik dalam gereja-gereja ortodoks maupun karismatik, ada dua hal yang patut dijelaskan. Pertama, sering kali gerakan Zaman Baru dianggap berkaitan dengan Humanisme Sekuler. Memang ada beberapa kemiripan, namun tidak sama. Para penganut Zaman Baru menganggap dirinya telah maju melampaui ilmu pengetahuan karena mereka menyelidiki fenomena kejiwaan dan kuasa-kuasa gaib secara aktif. Sebaliknya, filosofi humanistis mengandalkan nalar, metode ilmiah, demokrasi, dan belas kasihan. Kesamaan di antara filosofi Zaman Baru dan Humanisme adalah bahwa keduanya bersumber pada Iblis. Jelaslah bahwa Iblis telah berhasil memberikan dua pilihan bagi manusia yang sedang mencari kebenaran dengan pendekatan secara gaib melalui gerakan Zaman Baru dan dengan pendekatan ilmiah murni melalui Humanisme Sekuler.
Allah-Allah yang Aneh
Perhatikan baik-baik, bila penganut Zaman Baru berbicara tentang Allah, Kristus, Yesus, atau Roh Kudus, yang mereka maksudkan bukan Allah Tritunggal menurut Alkitab. "Bos" dari the Universal White Brotherhood, Omraam Mikhael Aivanhov, mengajarkan bahwa matahari adalah makhluk berakal budi, pencipta, dan pemimpin dari segala sesuatu di alam semesta. Cahaya yang memancar dari matahari adalah Roh Kristus karena Kristus tinggal di dalam matahari -- mewujudkan diri-Nya bukan hanya melalui matahari kita, melainkan melalui matahari-matahari lain yang ada di alam semesta, yang tak terhitung banyaknya.
Guru-guru Zaman Baru, Shirley MacLaine, J.Z. Knight, Jach Pursel, mengatakan Allah sebagai bentuk tertinggi dari energi yang ada. Mengenal pribadi kita yang lebih tinggi berarti mengenal Allah. J.Z. Knight mengatakan, "Allah yang sejati adalah hakikat yang terus-menerus ada, yang membiarkan manusia menciptakan dan memainkan ilusinya sendiri sebagaimana yang dikehendakinya dan akan tetap ada ketika manusia kembali, disucikan dalam inkarnasinya, dalam kelahiran dan kehidupan lain." Atau pertimbangkanlah apa yang dipelajari MacLaine dalam percakapannya dengan "pribadinya yang lebih tinggi", "... setiap jiwa adalah allah dari dirinya sendiri. Anda tidak perlu menyembah siapa pun atau apa pun kecuali diri sendiri, karena Anda adalah allah." Pemimpin Zaman Baru, Barbara Marx Hubbard mengatakan bahwa "Kristus" yang berbicara dengannya adalah "suatu mutasi hasil evolusi, yang berasal dari pola genetik Homo Sapiens dengan kemampuan tinggi untuk menyesuaikan diri dengan kekuatan ilahi."
Dari pernyataan tersebut, kita tahu bahwa penggunaan nama Allah atau Yesus Kristus sama sekali tidak membuktikan bahwa orang itu adalah seorang percaya. Agar tidak terkecoh oleh para penyusup ini, ada dua hal yang harus selalu kita ingat. Pertama, bahwa gerakan Zaman Baru memusatkan perhatian pada pengalaman gaib. Kedua, para penganut Zaman Baru tidak menyembah sang Pencipta Mahatinggi yang sama sekali berbeda dan terpisah dari ciptaan-Nya.
Memainkan Peranan "Allah"
Pernahkah Anda memikirkan apa yang dimiliki Adam dan Hawa sebelum Hawa terkecoh oleh dusta besar Iblis? Allah telah memenuhi seluruh kebutuhan mereka secara berkelimpahan. Allah telah memercayakan pemeliharaan taman yang luar biasa indahnya itu kepada mereka. Kedudukan mereka sama seperti raja, semua yang hidup tunduk kepada perintah mereka. Lalu masuklah sang ular. Sambil mendekati Hawa ia berkata, "Engkau dapat menyerupai Allah!" Pikir Hawa, "Hebat juga." Adam setuju. Tetapi keinginan untuk menjadi seperti Allah merupakan keputusan yang fatal bagi seluruh umat manusia. Sampai hari ini Iblis masih menggunakan rayuan yang sama dan hasilnya sangat baik. Mengapa bisa begitu? Karena manusia tidak mau menundukkan dirinya dengan rela kepada Allah, melainkan masih memendam keinginan untuk menjadi setara dengan Allah. Dusta besar di Taman Eden adalah sama dengan dusta besar gerakan Zaman Baru. Sekarang dengan gembar-gembor Zaman Barunya, Iblis menjanjikan bahwa semua orang dapat menjadi Allah. Dan sebagai "Allah" tidak ada suatu apa pun yang tidak dapat mereka lakukan atau dapatkan.
Allah melalui Roh Kudus-Nya tinggal di dalam orang percaya. Namun, ada suatu perbedaan besar, Yesus adalah Allah yang mengambil wujud manusia. Dia adalah Allah yang mengambil tubuh dan wujud manusia, Firman yang Hidup, sesama Pencipta alam semesta. Dan orang percaya adalah manusia biasa, yang didorong dan dimungkinkan oleh Roh Kudus untuk hidup kudus dan melakukan pekerjaan yang untuknya kita dipanggil oleh Allah.
Begitu seorang memeluk kepercayaan "aku adalah allah, sesama pencipta alam semesta", langkahnya yang berikut adalah menciptakan kenyataan bagi diri sendiri yang erat kaitannya dengan konsep hinduisme mengenai reinkarnasi dan karma. Hukum karma menyatakan bahwa apa yang ditabur selama kita hidup -- baik atau buruk -- akan kita tuai dalam kehidupan yang akan datang. Dan untuk mempelajari pelajaran yang belum sempat kita pelajari dalam kehidupan sebelumnya, kita memilih segala sesuatu mengenai kelahiran kembali. Dan segala kejadian yang terjadi sepanjang hidup kita adalah berdasarkan kehendak kita sendiri.
Membuatnya Terjadi
Fenomena kebatinan ditimbulkan oleh kekuatan- kekuatan di luar dunia nyata. Sayang sekali, banyak gereja tidak menyadari bahaya dari pengalaman batin yang diciptakan sendiri -- yang memungkinkan penyesatan diri dan/atau membuka diri terhadap dunia roh. Mungkin, banyak di antaranya yang belum mengetahui risikonya. Kesesatan ini sering terlihat ketika orang bersikeras untuk menunjukkan fenomena rohani dalam bentuk apa pun, contohnya pura-pura "terjatuh di bawah kuasa Roh", atau bertingkah laku sedemikian rupa sehingga menarik perhatian semua orang. Namun itu justru menyiapkan pentas bagi pertunjukan kuasa roh jahat. Jadi, apa yang kelihatan sebagai pekerjaan Roh Kudus dapat merupakan sesuatu yang lain sama sekali. Mungkin ada yang tahu bahwa hal itu bukan dari Allah, tetapi meremehkannya dan menganggap "perbuatan daging". Namun ini bukan hal sepele, apa yang dimulai sebagai perbuatan daging -- yang dibuat sendiri -- akhirnya dapat menjadi perbuatan Iblis. Alasannya adalah "daging" tidak dapat bertindak di luar kehendak. Yesus mengetahui bahaya ini. Oleh karena itulah Dia menekankan, "Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya" (Yohanes 5:19). Mencoba-coba masuk ke dalam dunia roh terlepas dari Roh Kudus dan tanpa tekad yang kuat untuk hanya melakukan kehendak Bapa sekali-kali tidak aman.
Bidang lain di mana orang mudah terperangkap untuk menciptakan kenyataannya sendiri adalah dalam hal membelenggu dan mengusir Iblis. Di banyak kalangan karismatik, hal ini telah nyaris menjadi suatu "liturgi". Banyak orang yang kehidupannya tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia sanggup melawan kuasa roh, dengan cepat "membelenggu" dan "menghardik" Iblis. Tetapi perang rohani bukanlah permainan anak kecil, perang rohani tidak dapat dimenangkan hanya dengan permainan mental atau kata-kata dengan sang Musuh. Memang Alkitab mengatakan bahwa dengan kuasa Kristus kita dapat melumpuhkan Musuh. Tetapi untuk membelenggu Iblis dibutuhkan lebih dari sekadar ritual pengucapan kata-kata yang diulang-ulang. Kata- kata itu bukan sihir! Alkitab mengatakan, Kristus telah "merendahkan diri-Nya dan sampai mati, bahkan mati di kayu salib". Oleh karena itu, Allah meninggikan Dia dan memberi-Nya otoritas tertinggi. Jadi, bila kita belajar untuk bersabar dan merendahkan diri dengan memikul salib kita bersama Kristus sebagai seorang hamba, dan selalu bertekun dalam ketaatan kepada-Nya, dapatlah kita menerima kuasa dan wewenang-Nya.
Visualisasi Kreatif
Ada dua jenis praktik Zaman Baru yang dilakukan orang Kristen ketika mereka mulai menekuni bidang-bidang baru kuasa rohani. Praktik ini adalah meditasi dan visualisasi kreatif atau khayalan terpimpin. Banyak orang Kristen percaya bahwa visualisasi kreatif adalah suatu teknik yang sangat manjur untuk membuat doa kita terkabul. Cara ini juga dianggap sebagai tambahan yang penting bagi "pengakuan positif" dan "berpikir positif". Para penganut Zaman Baru juga sangat percaya pada kuasa bayangan mental. Guru Zaman Baru, Shakti Gawain mengatakan, "ini merupakan suatu teknik untuk menciptakan apa yang sungguh-sungguh Anda inginkan -- cinta, kepuasan, kesenangan, kesehatan, kecantikan, kekayaan, kedamaian batin, dan keselarasan ... apa pun yang dirindukan oleh hati Anda ... Anda tidak perlu 'mengimani' kuasa apa pun yang ada di luar diri Anda."
Memang, kemampuan untuk melihat sesuatu di dalam benak adalah suatu karunia Allah. Lagipula, pikiran kita memang memunyai komponen untuk membayangkan sesuatu. Segala rencana yang kita buat selalu didasarkan pada bagaimana kita membayangkan hasilnya. Alkitab akan menjadi sebuah kitab yang tidak berjiwa bila kita tidak mampu menghidupkan kata-kata itu di dalam bayangan kita - - melihat wanita kurus kering yang mengulurkan tangannya untuk menyentuh punca jubah Yesus, membayangkan Petrus berjalan di atas air, menghayati kengerian penderitaan di kayu salib. Ketika Yesus mengajar dengan memakai perumpamaan, Dia sedang mengatakan, "Bayangkan apa yang terjadi ketika seorang penabur keluar untuk menabur benih, atau bila seorang wanita kehilangan kalung dirhamnya yang mahal." Dia bermaksud agar para pendengar-Nya membayangkan diri mereka berada dalam situasi-situasi itu, menanyakan kepada diri mereka sendiri bagaimana mereka akan bereaksi.
Jadi, meditasi dan visualisasi sangat erat hubungannya. Namun kita harus mengerti, meskipun keduanya dapat dijalankan secara alkitabiah, masing-masing atau keduanya juga dapat digunakan untuk mengubah keadaan kesadaran kita. Lebih lanjut, visualisasi kreatif sebagaimana diajarkan oleh Zaman Baru, meliputi menciptakan "suatu bait suci di dalam diri kita yang dapat kita kunjungi setiap saat". Di dalam bait suci yang ada di dalam diri kita ini, kita dapat bertemu dengan roh pembimbing kita kapan saja kita membutuhkan bimbingan, kebijaksanaan, pengetahuan, dukungan, ilham kreatif, cinta kasih, atau teman. Para penganut Zaman Baru sangat memercayai kekuatan bayangan mental untuk mendapatkan kesehatan, kekayaan, dan keberhasilan.
Meditasi
Praktik Zaman Baru telah berkembang di kalangan masyarakat Kristen. Bahkan beberapa gereja menyelenggarakan pelatihan meditasi untuk menghilangkan stres dan ketegangan. Yang lain memodifikasi teknik-teknik meditasi Zaman Baru dan memperkenalkan kursus-kursus "meditasi Kristen". Kitab Mazmur adalah buku pedoman meditasi orang Kristen. Kitab Mazmur dibuka dengan pernyataan berbahagialah orang yang merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam, dan diakhiri dengan suatu kidung pujian yang indah. Kita melihat bahwa mantra yang menghipnotis atau mengubah kondisi kesadaran tidak ada hubungannnya sama sekali dengan meditasi Alkitab.
Kesopanan dan Moral
Nudisme (tradisi tidak memakai baju) adalah suatu kebiasaan yang banyak diterima oleh kelompok Zaman Baru. Anehnya, ada bekas penganut Zaman Baru yang menjadi Kristen, yang tetap ikut ambil bagian dalam kegiatan mandi bersama dan sauna telanjang. Mereka beranggapan, mandi uap dengan telanjang bersama dapat membantu mereka untuk lebih terbuka dan saling menyatakan perasaan mereka yang paling dalam. Allah menegaskan bahwa ketelanjangan dan ketidaksopanan di muka umum adalah suatu celaan karena menodai kesucian seksualitas kita.
Musik Zaman Baru
Musik Zaman Baru mendapat tanggapan positif dari banyak orang Kristen. Meski banyak yang mengatakan bahwa sebutan Zaman Baru hanyalah taktik pemasaran untuk meningkatkan penjualan lagu-lagu yang tenang, orang Kristen harus waspada. Musikus Zaman Baru, David Gordon menjelaskan, "Musik Zaman Baru yang sesungguhnya diciptakan dengan tujuan untuk menggugah pusat kesadaran pendengarnya -- suatu cara penting untuk menemukan kembali hakikat tertinggi kita. Inti dari musik Zaman Baru terletak pada kuasa bunyi untuk menggetarkan pusat energi psikis tubuh dan mengubah kesadaran kita." Stephen Halper yang juga seorang musikus Zaman Baru mengatakan, "Banyak seniman rumah rekaman Zaman Baru mengakui adanya unsur "hubungan dengan dunia roh" sebagai sumber inspirasi mereka untuk mencapai keselarasan panjang gelombang dan dimensi berdasarkan kerja sama dan kreativitas bersama bagi terwujudnya suatu simfoni semesta yang berkesinambungan."
Diringkas dari:
Judul buku | : | Berbagai Tipuan dalam Pelayanan |
Penulis | : | Florence Bulle |
Penerbit | : | Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang 1997 |
Halaman | : | 251 -- 274 |
A. Utamakan yang Terpenting
Ada dua hal penting yang perlu kita pelajari agar berhasil menginjili siapa pun, khususnya kelompok mayoritas. Tanpa kedua hal ini, usaha kita akan sia-sia. Pertama adalah hidup yang kudus, dan yang kedua adalah doa dan kepercayaan yang teguh bahwa Allah masih melakukan mukjizat guna meneguhkan kebenaran Injil.
Hidup yang Kudus
Penginjilan yang berhasil tidak pernah bergantung pada perdebatan yang hebat atau teknik-teknik yang diterapkan secara sempurna. Berpikir dan belajar bagaimana memberitakan Injil secara lebih baik tetap merupakan hal yang penting. Walaupun demikian, betapa pun menariknya kesaksian kita kepada kelompok mayoritas, kesaksian kita ini tidak akan berguna jika hidup kita tidak mencerminkan kepribadian Kristus. Hal itu seperti menghidangkan makan malam yang lezat di piring yang kotor. Saksi Kristus yang tidak hidup kudus mungkin akan lebih banyak merugikan daripada menguntungkan perluasan pemberitaan Injil.
Saya kenal seorang laki-laki yang senang berbicara tentang Yesus dan Injil dengan siapa saja yang mau mendengar. Dia memandang dirinya sendiri sebagai pengkhotbah dan penginjil, namun dia sudah menikah beberapa kali. Baru-baru ini saya melihat dia bersama wanita lain yang bukan istrinya. Orang itu tidak memiliki kesaksian yang baik di lingkungannya; dia dianggap orang munafik. Demikian pula dengan orang yang tidak mau meminjamkan uang kepada orang yang sedang membutuhkan pinjaman. Demikian pula dengan orang yang gampang marah, orang yang tidak membayar hutangnya, atau yang suka berbohong. Hidup orang seperti itu tidak membangkitkan rasa hormat dari orang-orang yang tidak percaya. Bagaimana mereka dapat memercayai Injil dari mulutnya?
Apakah kita harus sempurna dahulu baru kita berhak menginjil? Tentu saja tidak. Yang kita perlukan ialah menjadi semakin serupa dengan Yesus. Kita tidak dapat membenarkan gaya hidup yang terang-terangan melanggar perintah Allah. Sebaliknya, orang yang belum percaya harus melihat adanya kualitas-kualitas yang baik pada pengikut-pengikut Kristus. Orang-orang percaya mungkin tidak menyadari bahwa kualitas-kualitas ini diperhatikan oleh orang lain. Walaupun demikian, Allah sendiri bekerja di dalam diri kita untuk mengubah kita menjadi orang-orang yang lebih baik. Kalau kita mengabaikan dosa yang ditunjukkan Allah dalam hidup kita, kita tidak akan dapat menjadi saksi-Nya yang berguna. Allah telah menciptakan kita sebagai bejana yang kudus (2 Korintus 4:7). Kita telah dikuduskan untuk membawa Injil kepada orang-orang yang belum mendengarnya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan kalau kita tidak meneladani Yesus. Kita masing-masing harus berusaha mengenal Allah dan hidup dalam kekudusan-Nya. Hal itu harus menjadi tujuan yang paling penting dalam kehidupan kita. Dengan demikian, Dia akan memakai kita.
Berdoa untuk Mukjizat
Penginjilan merupakan bagian dari peperangan rohani yang besar. Sebelum masuk dalam peperangan, tentara-tentara harus memiliki senjata yang tepat dan ampuh. Paulus mendaftarkan senjata yang kita butuhkan dalam Efesus 6. Ketika semua senjata itu sudah siap untuk dipakai dan semua tentara itu sudah siap untuk berperang, Paulus berkata itulah waktunya untuk berdoa. Maksudnya, doa adalah tempat untuk menghadapi musuh. Medan peperangan ada di dalam doa. Kita diberitahu bahwa doa orang yang benar sangat berkuasa dan efektif (Yakobus 5:16). Kebenaran adalah perkara menaati Allah dan hidup dalam kekudusan, maka di dalam doa kita dapat mengatasi perlawanan musuh.
Sebelum kita mulai bersaksi, kita harus berdoa untuk orang yang tersesat, supaya mata mereka tercelik dan hati mereka terbuka. Kita berdoa untuk seluruh keluarga dan tetangga supaya mereka beriman kepada Kristus. Kita berdoa supaya Allah menyadarkan mereka bahwa mereka membutuhkan keselamatan dan hal-hal yang kekal. Kita berdoa melawan kuasa-kuasa kegelapan yang mengikat seluruh kelompok orang itu. Ketika Roh Allah berjalan di depan kita, maka kita pergi memberitakan Injil. Ketika kita berdoa, kita tahu bahwa Roh sedang bekerja. Dia memakai doa kita untuk menghancurkan benteng-benteng kejahatan (2 Korintus 10:4). Usaha kita yang terpenting harus terpusat pada doa.
Orang yang terbeban untuk memberitakan Injil kepada kelompok mayoritas sering bergumul dalam upaya menemukan kunci yang tepat untuk membuka hati orang-orang yang belum percaya. Tetapi dari pengalaman, kita melihat bahwa hal tersebut tidak sesederhana itu. Siapa pun yang pernah berusaha membuka gembok yang sudah karatan tahu bahwa gembok itu tidak mudah dibuka, sekalipun dengan kunci yang tepat. Jika gembok itu sudah lama tidak dibuka, mungkin diperlukan pelumas. Pelumas untuk membuka kunci hati dan pikiran orang-orang adalah minyak roh. Roh Allah bekerja membuka hati mereka ketika kita berdoa dan terus mencoba kunci Injil.
Salah satu doa yang paling dinamis ditemukan dalam Kisah Para Rasul 4:23-31. Saat itu murid-murid diancam karena mengabarkan Injil. Allah telah meneguhkan kebenaran pemberitaan mereka dengan menyembuhkan seorang yang lumpuh. Petrus dan Yohanes memimpin jemaat itu dalam doa supaya Allah menolong mereka, dan supaya mereka tetap berani walaupun ada ancaman dari para pemimpin Yahudi. Lebih jauh lagi, mereka meminta Allah untuk terus mengadakan mukjizat demi menyatakan kebenaran Injil Yesus Kristus. Allah berkali-kali mengabulkan doa itu melalui banyak tanda dan berbagai keajaiban. Dan mereka terus menginjili.
Allah masih melakukan mukjizat sampai saat ini. Tetapi, keajaiban-keajaiban itu bukan hal utama untuk menguatkan kita yang sudah percaya. Memang kita akan menjadi semakin bersemangat ketika melihat Allah bekerja dengan cara yang luar biasa, namun kita memiliki firman Allah dan janji-janji-Nya untuk menguatkan kita. Allah memakai tanda-tanda dan keajaiban, khususnya untuk meneguhkan Injil kepada orang-orang yang akan percaya. Saat ini Allah memberi mimpi dan penglihatan kepada mereka yang mencari Dia. Orang-orang disembuhkan dan dijamah Allah dengan cara-cara yang luar biasa. Kita harus berdoa supaya Allah mengadakan tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban untuk meneguhkan kesaksian kita kepada teman-teman dan keluarga kita yang beragama lain. Allah mungkin memakai mukjizat untuk membawa mereka yang Anda kenal kepada Kristus. Karena itu, berdoalah supaya Allah mengadakan tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban. Allah ingin menjawab doa yang seperti itu supaya dunia ini dipenuhi oleh pengetahuan akan kemuliaan-Nya (Habakuk 2:14).
Pendekatan yang Alkitabiah
Pendekatan yang alkitabiah untuk menyampaikan Kabar Baik ialah hidup berdampingan dengan orang-orang yang belum mendengarnya, kemudian ceritakan Injil kepadanya. Yesus memakai cara ini di jalan ke Emaus (Lukas 24:13-35). Dia berjalan berdampingan dengan 2 orang yang sedang berbicara tentang arti penyaliban Yesus dan tentang kebangkitan-Nya. Dia ikut berbicara dengan mereka. Dia mengarahkan percakapan mereka pada pesan nabi-nabi di dalam firman Allah. Beberapa waktu kemudian, mereka mengerti apa yang Yesus jelaskan kepada mereka. Begitulah cara Yesus berkomunikasi dari waktu ke waktu. Filipus, melakukan hal yang serupa (Kisah Para Rasul 8:26-40). Allah memanggil dia untuk pergi ke padang gurun dekat Gaza. Ketika sedang berjalan, Filipus mendekati seseorang yang berada di dalam kereta. Maka, Filipus berlari mendekatinya. Orang itu sedang membaca dari kitab Nabi Yesaya dan memunyai beberapa pertanyaan. Dia mengundang Filipus untuk naik ke keretanya. Filipus mengambil kesempatan itu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut. Lalu dia mengarahkan percakapan itu kepada Kabar Baik. Seperti Yesus, Filipus secara harfiah telah berjalan berdampingan dengan orang yang diinjili olehnya.
Kita tidak harus berjalan bersama seseorang setiap kali kita memberitakan Injil. Namun secara kiasan, aturan yang sama tetap berlaku. Kita harus berusaha berjalan ke arah yang sama dengan arah orang itu. Kita melakukan hal itu sambil berusaha mengetahui bagaimana dia berpikir. Kita harus memasuki dialog (percakapan dua arah) dengan dia, bukan monolog (percakapan satu arah) atau memberi ceramah. Cobalah untuk mendengarkan mereka terlebih dahulu. Berusahalah untuk mengerti keadaan mereka. Anggaplah diri Anda sendiri sebagai seseorang yang sedang belajar memahami posisi orang lain. Setelah Anda mendengarkan dan mengerti, maka Injil kebenaran Allah akan dapat Anda ungkapkan secara lebih tepat. Di samping itu berjalanlah dengan wajar, jangan tergesa-gesa. Kadang-kadang itu merupakan perjalanan yang panjang. Jarak dari Yerusalem ke Emaus lebih dari 11 kilometer. Bahkan, Yesus pun perlu menempuh setiap langkah dalam perjalanan yang panjang itu untuk meyakinkan kedua orang itu yang sebelumnya sudah pernah mendengar Dia berbicara berhadapan muka dengan mereka. Tujuannya adalah untuk menyampaikan kebenaran Injil kepada teman-teman kita dengan lembut dan perlahan.
Mungkin ilustrasi berikut ini akan memperjelas apa yang dimaksudkan dengan berjalan berdampingan. Bayangkan sebuah kereta kuda yang berlari kencang tanpa kusir ke arah Anda. Apakah Anda akan berusaha menghentikannya langsung dari depan? Jika Anda melakukan hal itu, Anda mungkin akan mendapati diri Anda terbaring di rumah sakit atau lebih buruk lagi daripada itu. Anda akan berhasil jika Anda berlari berdampingan dengan kuda itu dan berusaha menangkap tali kendalinya untuk memperlambat derap kuda itu. Lalu Anda dapat menghentikannya atau membelokkannya ke arah yang benar.
B. Diperlukan Waktu
Proses menceritakan Kabar Baik kepada mereka yang belum pernah mendengarnya memerlukan waktu yang tidak sedikit. Jarang sekali ada orang yang langsung beriman setelah mendengar Injil untuk pertama kali atau untuk kedua kalinya. Lebih jarang lagi ada orang yang langsung beriman setelah mendengar Injil dari orang yang tidak dikenal olehnya. Yesus sendiri menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk berbincang-bincang dengan satu sama lain. Dia meninggalkan surga selama 30 tahun lebih untuk melakukan hal itu. Kedatangan-Nya kepada kita dan kesediaan-Nya meluangkan waktu bersama kita merupakan hal yang penting bagi kita. Dengan demikian, kita dapat lebih mengerti tentang Kerajaan Allah. Hal itu penting bagi keselamatan kita. Orang-orang Kristen perlu mengikuti teladan Yesus; mereka perlu pergi kepada orang-orang yang belum mendengar Injil. Kalau tidak demikian, dengan cara bagaimana orang-orang itu akan mendengar Injil (Roma 10;14-17)? Jarang sekali mereka datang kepada kita. Kitalah yang harus pergi kepada mereka. Memang hal itu merupakan proses yang panjang dan melelahkan. Waspadalah terhadap cara-cara penginjilan yang cepat dan mudah.
Gaya Hidup yang Terbuka
Jadi, berapa banyak waktu yang diperlukan? Apakah cukup kalau kita berkunjung sekali seminggu selama 1 atau 2 jam? Jika waktu kita bersama orang-orang yang belum percaya itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan jika kita menggunakan cara-cara yang kreatif, bukankah itu cukup?
Tentu hal itu sangat baik. Program kunjungan yang dilakukan gereja hampir selalu menghasilkan sesuatu yang baik bagi gereja. Jika pelayanan kita kepada Allah di bidang lainnya dapat ditingkatkan dengan adanya perencanaan dan daya cipta, demikian pula di bidang penginjilan. Walaupun demikian, untuk menjangkau orang-orang yang tersesat, kita harus menyediakan cukup banyak waktu, dan itu akan menuntut seluruh waktu kita. Hal itu dimulai dengan kesediaan untuk melakukan apa saja yang diperlukan untuk membawa orang yang tersesat kepada Kristus. Inilah yang dimaksudkan Paulus ketika dia berkata, "Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka" (1 Korintus 9:22). Penyerahan diri secara menyeluruh seperti itu sulit dilaksanakan kalau kita dibatasi oleh jadwal atau rencana. Jadwal dan rencana memang sangat penting dan berguna, tetapi waktu yang diperlukan untuk menjangkau orang yang tersesat adalah waktu untuk saling berbagi kehidupan.
Sama seperti yang dilakukan Yesus, kita harus berjalan bersama teman-teman kita, makan bersama mereka, bertemu mereka di tempat kerja, bahkan bergadang sambil mengobrol bersama mereka. Kita harus rela berbagi semua aspek kehidupan. Semua waktu kita harus diserahkan ke bawah pengendalian Roh Kudus. Dengan demikian Allah dapat memakai kita untuk menjangkau orang-orang yang tersesat. Itu merupakan gaya hidup pelayanan yang mencakup segalanya.
Teman-teman saya menilai orang berdasarkan apakah dia mudah bergaul/terbuka atau tidak. Mereka menilai orang yang terbuka sebagai teman dan orang yang berharga. Orang-orang yang tidak terbuka dianggap sombong dan tidak ramah. Bila kita memahami hal itu, maka kita memunyai kesempatan untuk memberitakan Injil. Teman-teman kita ingin agar kita bersikap terbuka dan ramah setiap saat. Keramahan seperti ini merupakan alat yang dapat kita gunakan untuk memberitahu mereka tentang kebenaran Allah. Banyak orang Kristen hanya mengenal sedikit sekali orang yang non-Kristen. Jika ada waktu luang, itu sering dipakai untuk kegiatan gereja. Gaya hidup Kristen kita yang padat dengan kesibukan hanya menyisihkan sedikit waktu bagi orang-orang yang tidak mengenal Kristus. Hubungan kita dengan orang-orang yang tersesat begitu jauh dan tidak ramah. Atau mungkin kita sama sekali tidak memunyai hubungan dengan mereka. Apa yang akan dikatakan Yesus kepada kita tentang hal itu? Yesus adalah orang yang terbuka, yang suka meluangkan waktu dengan orang-orang yang perlu mendengar Kabar Baik. Jika Dia hidup pada zaman sekarang, dan menghadapi apa yang kita hadapi, apakah sikap dan perbuatan-Nya akan berbeda dari kita?
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Sedapat Mungkin |
Judul artikel | : | Aspek-Aspek Komunikasi |
Lintas Budaya | ||
Penulis | : | P. Agusman |
Penerbit | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 8 -- 20 |
Keputusan yang Tidak Mudah Diambil
Banyak gereja merencanakan kegiatan sepanjang hari pada Hari Kemerdekaan atau pada hari-hari libur lainnya. Oleh karena itu, khususnya pada Hari Kemerdekaan, orang-orang Kristen tidak hadir dalam kegiatan-kegiatan yang penting di tengah-tengah masyarakat. Banyak orang Kristen berpendapat bahwa bergabung bersama saudara-saudara seiman dan melakukan kegiatan-kegiatan di gereja pada hari libur lebih penting daripada ikut berpartisipasi bersama para tetangga dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh lingkungan setempat. Mereka tidak mau mengecewakan saudara-saudara seimannya di gereja. Akibatnya, orang Kristen dianggap tidak tertarik kepada lingkungan dan tetangganya atau mereka tidak berjiwa nasionalis. Karena hari-hari libur umumnya merupakan waktu untuk menjalin hubungan sosial bersama para tetangga, orang-orang Kristen dianggap tidak tertarik untuk menjalin ikatan ketetanggaan yang akrab. Jadi hilanglah kesempatan untuk menjadi garam!
Orang-orang Kristen banyak yang tidak menghargai pentingnya berpartisipasi dalam lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Maka dari itu mereka dianggap tidak ramah atau bahkan dianggap anti sosial. Teman-teman kita, sebaliknya, memberikan kesan bahwa mereka lebih memerhatikan lingkungannya dan orang-orang di sekitarnya. Kebanyakan kegiatan diawali dengan doa dalam bahasa Arab. Ketidakhadiran orang Kristen hanya meneguhkan pemikiran yang salah bahwa Yesus bukan untuk mereka. Ada juga hari-hari yang digunakan untuk kerja bakti. Kegiatan-kegiatan itu sering jatuh pada hari Minggu pagi. Apakah mereka sengaja membuatnya bertepatan dengan waktu kebaktian gereja? Tidak selalu. Hal itu hanya disebabkan karena hari Minggu adalah satu-satunya hari libur bagi kebanyakan orang Indonesia. Itu merupakan hari bagi sebagian besar orang Indonesia melakukan kegiatan-kegiatan sosial bersama.
Tidakkah lebih baik absen satu kali di gereja sekalipun pada kebaktian Minggu pagi demi menjangkau orang-orang yang tersesat, sesuatu yang diperintahkan dalam firman Allah? Ini mungkin kedengarannya radikal, tetapi mengapa jadwal kebaktian Minggu pagi dan jadwal kegiatan-kegiatan lainnya tidak diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan orang-orang Kristen berpartisipasi dalam kegiatan lingkungannya demi menjangkau orang-orang itu yang tersesat? Yesus sering bertindak berlawanan dengan tradisi agama supaya dapat meluangkan waktu bersama orang-orang yang tersesat (Matius 9:9-13). Memang tidak mudah untuk mengambil keputusan seperti itu. Jika kita ingin berhasil dalam memenuhi panggilan Allah, yaitu menjalin hubungan yang penuh perhatian dengan orang-orang yang masih tersesat, maka kita harus membatasi waktu yang kita pakai untuk melakukan hal-hal lainnya. Kita memang diperintahkan untuk tidak meninggalkan pertemuan dengan orang-orang percaya lainnya (Ibrani 10:25), tetapi kita juga diperintahkan untuk memberitakan Injil kepada dunia. Kita harus melakukan kedua-duanya. Karena itu kita perlu meminta kepada Allah agar Ia memberi tuntunan.
Kasih Berarti Mengatakan "Tidak" Kepada Diri Sendiri
Paulus dengan jelas mengajar kita bahwa kita harus melakukan apa saja yang diperlukan untuk memenangkan orang yang tersesat (1 Korintus 9:22). Jika sebaiknya kita tidak makan daging, maka kita harus rela melakukannya (1 Korintus 8:9-13). Kasihlah yang menjadi alasannya (1 Korintus 13). Karena Paulus merujuk pada daging, marilah kita berbicara tentang daging babi/anjing. Makan daging babi/anjing sangat menjijikkan bagi orang lain. Daging babi/anjing dianggap makanan haram. Anjing sebagai binatang peliharaan tidak dapat disetujui oleh sebagian tetangga yang beragama lain, walau sebagian lainnya tidak keberatan. Tidak ada dari mereka yang mau dijilat oleh anjing. Orang Kristen yang hendak menjalin hubungan dengan mereka harus memerhatikan masalah itu. Jika Paulus mengatakan bahwa lebih baik tidak makan daging sama sekali daripada menimbulkan pertentangan, tidakkah kita seharusnya mempertimbangkan untuk tidak makan daging babi dan tidak memelihara anjing? Jika hal itu terlalu memberatkan Anda, bagaimana kalau Anda tidak makan daging babi bila sedang berada dekat teman-teman Anda, dan menyembunyikan anjing Anda di suatu tempat sehingga mereka tidak merasa jijik?
Beberapa tahun yang lalu, sebuah kelompok jemaat melakukan pendekatan terhadap satu kelompok pemuda dari kelompok etnis lain. Orang-orang ini cukup terbuka kepada Injil sebagai hasil kesaksian seorang pendeta awam yang berasal dari kelompok etnis yang sama. Gereja itu merencanakan suatu kegiatan pada hari libur dan mereka mengundang kelompok pemuda ini. Kaum wanita di gereja itu telah mempersiapkan makanan. Segala sesuatu berjalan dengan baik sampai mereka duduk untuk makan. Pada saat itulah mereka mengetahui bahwa daging yang dipersiapkan untuk mereka adalah daging babi. Mereka tidak memakannya. Sejak itu mereka tidak pernah lagi berhubungan dengan gereja itu. Hilanglah segala kesempatan untuk bersaksi lebih jauh lagi. Ada satu gereja di daerah kami yang ditutup oleh pemerintah karena keluhan dari tetangga-tetangganya. Saya tahu, ada gereja-gereja yang ditutup atau tidak diberi izin walaupun tidak melakukan apa-apa yang menyinggung tetangga-tetangga mereka. Tetapi dalam perkara ini gereja tersebut telah memanggang daging babi di luar gedung gereja mereka. Reaksi para tetangga menunjukkan betapa hal itu menimbulkan syak di hati mereka. Tidakkah lebih baik bagi gereja tersebut untuk tidak melakukan kegiatan itu? Karena kesalahan itu, tidak ada lagi gereja di daerah tersebut.
Mungkin orang-orang Kristen akan bertanya, "Apakah kita tidak berhak makan daging babi di gedung milik gereja kita jika kita mau?" Tentu saja kita berhak. Tetapi hukum kasih lebih tinggi daripada hak kita. Yesus, sebagai contoh, memiliki hak yang tinggi, tetapi Dia tidak mempertahankannya (Filipi 2:6). Kasih mendorong Yesus untuk tidak memakai hak itu. Ia bertindak demikian demi kita. Kita pun harus melakukan hal yang sama demi memenangkan teman-teman kita. Penyesuaian lain yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana kita berpakaian, khususnya wanita. Saya tidak menganjurkan wanita Kristen memakai penutup kepala walaupun di beberapa tempat di Indonesia ada yang memakainya. Tetapi wanita-wanita Kristen hendaknya tidak memakai rok mini, baju ketat, atau pakaian-pakaian lain yang tidak sopan. Bagi tetangga-tetangga kita, hal itu seperti mengiklankan kerendahan moral kita. Dapatkah Anda membayangkan apa yang mereka pikirkan ketika melihat wanita yang memakai rok mini pergi ke kebaktian Kristen? Mereka berpikir bahwa orang Kristen tidak memerhatikan moral. Mode telah menjadi lebih penting daripada pendapat umum. Jika kita memberi kesan yang tidak pantas melalui pakaian kita, bagaimana mungkin kita dapat berbicara kepada mereka tentang Allah yang kudus?
Hal lain yang layak dipertanyakan apakah laki-laki perlu memakai dasi ke gereja? Mengapa orang yang memimpin kebaktian harus memakai dasi dan jas? Mengapa laki-laki diharapkan memakai pakaian barat ke gereja? Khususnya pendeta! Di banyak gereja, memakai kemeja batik dapat diterima. Bagaimana kalau laki-laki memakai sarung dan peci? Di banyak tempat, sarung dan peci adalah pakaian Indonesia. Hal-hal seperti itu memerlukan kebijaksanaan. Seorang Kristen memakai sarung dan peci pada hari-hari khusus seperti Idul Fitri. Teman-teman menganggap perbuatan itu sangat menghormati mereka. Di daerah lain, seorang Indonesia, apalagi orang barat, yang dikenal sebagai orang Kristen mungkin sama sekali dilarang memakai peci. Karena itu, kenalilah para tetangga Anda dan temukan sendiri apa yang dapat diterima oleh mereka. Isu-isu yang berhubungan dengan apa yang halal dan apa yang haram juga berbeda-beda dari satu tempat ke tempat yang lain. Sulit untuk memberi penuntun yang jelas. Setiap orang percaya harus bersikap hati-hati. Hindarilah kesan-kesan negatif. Perhatikan tetangga-tetangga Anda untuk mengetahui apa yang mereka lakukan dan mengapa. Kita harus aktif berbicara kepada mereka untuk mengetahui bagaimana gaya hidup kita memengaruhi mereka.
Menghindari Pertentangan
Bukan rahasia lagi, kekristenan dan Islam sudah sejak dahulu bertentangan. Orang-orang Islam dan orang-orang Kristen saling menyerang, saling menganiaya, dan saling membunuh. Tidak ada gunanya di sini untuk menentukan pihak mana yang lebih banyak menyerang, atau pihak mana yang orang-orangnya paling banyak mati syahid. Yang nyata pertentangan itu terus berkepanjangan dan sulit diatasi. Hal itu terasa ketika kita menyadari bahwa mereka perlu mendengar Injil. Saya hendak memaparkan dua hal lainnya yang harus dihindari.
Pertama, hindarilah perkataan yang menentang nabi mereka. Kita percaya bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya Manusia sempurna yang pernah hidup. Al-Qur'an sendiri meneguhkan bahwa Yesus tidak pernah berdosa (QS 19:19). Nabi mereka adalah manusia biasa. Al-Qur'an memberi kesan bahwa dia berdosa (QS 47:19). Hal ini sesuai dengan kebenaran Alkitab bahwa tidak ada seorang pun kecuali Yesus yang tidak berdosa (Ibrani 4:15 dan Roma 3:23). Walaupun demikian, sedikit sekali manfaatnya bila kita meninggikan Kristus tetapi merendahkan nabi mereka. Kehidupan Kristus tidak bercela. Dia akan dimuliakan sekarang dan selamanya. Akan lebih bermanfaat kalau kita menunjukkan hormat kepada pendiri agama itu. Bukankah orang-orang Kristen tidak berharap akan diserang oleh kelompok mayoritas? Kita pun hendaknya tidak menyerang mereka.
Kritik terhadap nabi lain biasanya menimbulkan kemarahan. Kalau seseorang menjadi marah, maka mereka tidak dapat berpikir jernih. Mereka tidak akan bersikap terbuka terhadap cara baru untuk mempertimbangkan pendapat-pendapat. Apakah benar bila kita mengakui nabi mereka sebagai nabi bagi suku-suku Arab? Dia diutus untuk menyampaikan pesan. Dia memanggil mereka dari kekafiran untuk percaya kepada Allah Pencipta. Dia berusaha membela hak orang yang miskin dan tertindas. Dia juga mengerti banyak mengenai Mesias. Pada kenyataannya, dia menyebut Isa Almasih, yaitu Yesus Kristus, sebagai yang paling ditinggikan di dunia ini dan yang akan datang (QS 3:45). Saya menganggap itu sebagai peranan seorang nabi. Mengingat hal itu, orang Kristen seharusnya tidak merendahkan nabi itu. Isi Al-Qur'an itu sendiri sering dipakai oleh Allah untuk mengarahkan orang-orang agar mereka percaya kepada Kristus. Karena itu, kita juga boleh menyebut nabi mereka sebagai nabi yang dipakai Allah.
Kedua, Al-Qur'an adalah buku yang dikritik oleh orang-orang Kristen. Orang Kristen tidak menganggap Al-Qur'an diwahyukan Allah. Sekali lagi, sama seperti halnya menyerang nabi mereka bukan merupakan hal yang produktif, demikian pula tidak efektif bila kita menyerang Al-Qur'an. Entah mereka membaca Al-Qur'an atau tidak, tetapi mereka bergantung kepadanya secara emosional sebagai bagian hakiki dari imannya. Usaha-usaha orang Kristen untuk mengubah pandangan mereka mengenai Al-Qur'an hanya akan lebih mengobarkan peperangan yang sudah sejak lama terjadi. Lebih berguna kalau kita memakai titik-titik persamaan antara Alkitab dan Al-Qur'an sebagai jembatan bagi mereka. Paulus "gusar" ketika menyadari adanya praktik-praktik dan kepercayaan yang salah di Athena (Kisah Para Rasul 17:16). Namun dia memakai prasasti dari salah satu altar kafir itu untuk memberitakan Injil (Kisah Para Rasul 17:23). Demikian pula, kalau kita mengarahkan mereka pada kesamaan-kesamaan Al-Qur'an dan Alkitab, itu bukan berarti kita sepenuhnya menerima Al-Qur'an sebagai firman Allah. Titik-titik persamaan itu dapat menekankan kebenaran Allah yang tertera di dalam Alkitab.
Hiasan-Hiasan Kristen
Masalah lain yang harus dihindari berhubungan dengan apa yang sangat disayangi oleh setiap orang Kristen: salib Kristus. Salib merupakan batu sandungan bagi teman-teman kita, walaupun itu merupakan lambang keselamatan bagi orang Kristen (1 Korintus 1:23-24). Sayang sekali, bagi mereka, salib telah menjadi simbol orang kafir sejak zaman Perang Salib. Tentara-tentara Kristen dalam Perang Salib menghiasi perisai mereka dengan salib sementara mereka membantai desa-desa Islam. Kalau orang-orang Kristen memakai kalung salib atau menggantungkan salib di dinding rumah mereka, secara otomatis mereka menyebabkan banyak dari mereka merasa syak. Di sinilah kita harus hati-hati. Kenyataan tentang salib, yaitu bahwa Yesus telah datang ke dunia dan mati, akan selalu sulit untuk diterima oleh orang-orang yang belum percaya. Itu merupakan batu sandungan. Tetapi itu merupakan inti Injil dan tidak boleh dipudarkan dengan cara apa pun. Sayang sekali, lambang salib telah dimuati dengan kesan-kesan negatif dan dipandang sebagai bagian dari kebudayaan Kristen Barat yang mereka tolak. Sering kali [hiasan salib] menjadi penghalang komunikasi antara orang Islam dan orang Kristen. Kenyataan bahwa Yesus sudah mati di kayu salib itulah yang harus kita pegang erat-erat, bukan kalung salib atau hak untuk menghiasi rumah kita dengan cara yang menyenangkan diri kita sendiri.
Jika kalung salib atau penjepit dasi berbentuk salib yang kita pakai menghalangi kita untuk didekati oleh tetangga kita, kita seharusnya tidak memakainya. Jika salib yang tergantung di dinding rumah kita menghalangi mereka mengunjungi rumah kita, kita harus memindahkannya. Pasti ada cara lain yang lebih tepat untuk menyatakan diri sebagai pengikut Kristus daripada dengan menunjukkan salib. Misalnya, cara yang lebih baik untuk menunjukkan bahwa Anda pengikut Yesus adalah dengan mengasihi tetangga kita. Jika lambang salib membuat syak teman-teman kita, jika hal itu menutup kesempatan bagi mereka untuk mendengar Injil, maka kita perlu membuat perubahan. Hal lain yang mungkin juga tidak berkenan ialah gambar tangan yang sedang berdoa, Yesus yang rambut-Nya pirang dan yang mata-Nya biru, yang sedang membawa anak domba; gambar-gambar Kristen Barat tradisional lainnya juga mungkin menimbulkan akibat yang sama. Haruskah kita malu menjadi orang Kristen? Tentu saja tidak. Namun kita harus ingat bahwa hiasan-hiasan Kristen di rumah kita dapat menjadi penghalang bagi teman-teman kita.
Sebutan
Kita harus hidup dengan memerhatikan masalah-masalah itu. Kita harus terus bertumbuh menjadi semakin peka terhadap tetangga-tetangga kita. Seorang yang tersinggung tidak akan mendengarkan kita. Bahkan istilah "Kristen" sudah mengandung arti negatif sehingga sering tidak produktif bagi kita untuk menyebut diri "orang Kristen" kepada mereka. Orang-orang percaya mula-mula disebut sebagai pengikut-pengikut Kristus atau pengikut Jalan Tuhan (Kisah Para Rasul 9:2). Kata "Kristen" ditemukan tiga kali di dalam Alkitab (Kisah Para Rasul 11:26; 26:28 dan 1 Petrus 4:16). Istilah itu semula dianggap sebagai penghinaan, tetapi istilah itu sekarang sudah menjadi lambang kehormatan bagi orang-orang yang menerima Kristus sebagai Tuhan. Namun, sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, istilah itu mengingatkan mereka akan kekejaman tentara Kristen dalam Perang Salib -- peperangan antara denominasi gereja, atau boleh dikatakan antara partai politik barat.
Kalau ditanya, penulis lebih suka memperkenalkan diri sebagai "pengikut Isa Almasih". Sebutan itu biasanya akan menimbulkan beberapa pertanyaan yang dapat menjadi titik tolak pembicaraan tentang Kabar Baik. Hal itu dinilai positif sebab Isa adalah nama Islam untuk Yesus. Pada suatu kesempatan, ketika ditanya apa artinya menjadi pengikut Isa, saya dapat memberitakan seluruh Injil kepada mereka. Sebutan lain yang positif adalah "Nasrani". Ini juga merupakan istilah yang artinya orang Kristen. Istilah itu dapat ditemukan di dalam Al-Qur'an.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Sedapat Mungkin |
Judul artikel | : | Aspek-Aspek Komunikasi Lintas Budaya |
Penulis | : | P. Agusman |
Penerbit | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 20 -- 45 |
(Menyadari Kebutaan Rohani Dunia)
Banyak orang yang merindukan gereja mereka dapat menjadi gereja misioner, tetapi mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk mencapai sasaran ini. Itu sebabnya mereka tidak melibatkan diri dalam misi sedunia.
Murid Tuhan Yesus pada zaman PB tidak berbeda jauh dengan kebanyakan orang Kristen masa kini. Oleh sebab itu, Tuhan mengajar mereka pada waktu mereka bersama-sama di daerah Samaria, yang berbeda dengan orang Yahudi walaupun masih ada persamaan. Dalam Yohanes 4:35, "Bukan kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai."
Hal ini juga terjadi dengan kebanyakan orang Kristen pada masa sekarang, di mana mereka berpikir belum ada waktu untuk memberitakan Injil. Tetapi Tuhan Yesus mengatakan kepada mereka: Sekaranglah waktunya untuk "menuai", di mana orang Samaria dapat mengenal-Nya sebagai Juru Selamat. Percaya kepada Yesus Kristus adalah kebutuhan orang Samaria yang mendesak. Murid-murid perlu disadarkan tentang kebutuhan rohani suku yang lain. Mereka perlu mengenal Yesus Kristus sebagai Juru Selamat sesegera mungkin.
Louis Palau, seorang penginjil yang dipakai luar biasa oleh Tuhan di seluruh dunia, pernah memberi kesaksian bahwa dia juga belajar tentang kebutuhan rohani dunia ini: "Tuhan Yesus dan Keith mengajar saya tentang visi. Tuhan Yesus memiliki visi yang luas ..., saya tidak memiliki visi tersebut. Walaupun saya dibesarkan di sebuah gereja yang bagus, namun kami berpusat kepada diri kami sendiri. Kemudian seorang misionaris muncul, namanya Keith. Di luar dugaan saya, suatu hari Keith berkata, `Louis, tiap hari Rabu sehabis kerja (saya kerja di sebuah bank), mari mampir ke tempat saya dan kita bisa berdoa bersama.` Rabu pertama kami berlutut dan Keith mulai mendoakan saya. Rabu berikutnya pada waktu kami berkumpul, ia mendoakan seluruh kota Cordoba, kota kedua di Argentina."
"Pada Rabu berikutnya lagi kami berkumpul, ia membawa peta sebuah provinsi Cordoba. Ia bertanya, `Louis berapa jumlah kota dan desa di provinsi Cordoba ...? Sembilan ratus lebih sedikit. Sekarang mari kita mendoakan tempat-tempat tersebut. Tahukah Louis berapa dari antara kesembilan ratus tempat ini yang memunyai gereja Injili? Hanya sembilan puluh di antara sembilan ratus`. Keith sudah menelitinya, kami berlutut dan ia mulai berdoa dari utara sampai ke selatan provinsi tersebut. Ia mendoakan setiap kota yang memunyai gereja Injili. Dan apabila ia mengenal pendeta atau misionaris di tempat tertentu, maka ia mendoakan mereka."
"Hari Rabu minggu berikutnya, ia membawa peta negara Argentina. Kami mulai berdoa dari selatan sampai ke utara, provinsi demi provinsi, dan ia telah hafal semua statistik. Hati saya mulai membesar terbang bagai naik pesawat ke seluruh negeri sambil mendoakannya."
"Seminggu kemudian, ia datang lagi dengan sebuah peta benua Amerika Utara dan Selatan. Dia mengenal misionaris di mana-mana. Dan ia mulai berdoa untuk Argentina, Uruguay, Paraguay. Semua itu didoakannya tidak dengan doa pendek yang sepintas kilas dan terburu-buru, tetapi didoakannya dengan sungguh-sungguh, dan oleh karenanya, hati saya mulai terbuka. Untuk minggu berkutnya, ia datang dengan peta Eropa. Pada akhirnya, setelah beberapa minggu, ia datang lagi dengan membawa peta dunia. Keith mengajar saya tentang visi."
Diambil dari:
Judul buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 41, Tahun 2000 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 2000 |
Halaman | : | 2 |
Peran Firman Tuhan dalam Doa
Untuk menyatakan kehendak Tuhan sebagai dasar dari doa (1 Yohanes 5:14). Apapun yang kita minta pastikan hal itu sesuai dengan kehendak Allah dan untuk tahu kehendak Allah kita harus pastikan bahwa kita membaca Firman Tuhan.
Untuk melatih kita bagaimana berdoa yang benar: doa kepada Bapa dalam nama Yesus (Lukas 11:2).
Untuk melatih kita bagaimana doa yang tidak benar: doa yang seperti orang munafik dan doa yang bertele-tele seperti orang yang tidak mengenal Allah (Matius 6:5,7).
Untuk melatih apa yang harus dikatakan: Doa Bapa Kami. (Matius 6:9-13).
Untuk memberikan pada kita janji Tuhan sehingga kita dapat memintanya dalam doa. Roh Kudus jaminannya (Efesus 1:14).
Untuk menunjukkan pada kita kondisi untuk doa yang efektif. (Markus 11:25).
Untuk memberikan pada kita beberapa contoh dari doa, salah satunya doa Yesus kepada Bapa-Nya (doa untuk orang lain) (Yohanes 17:1-26).
Untuk memberikan pada kita contoh-contoh dari jawaban doa: Lazarus dibangkitkan dari kematian (Yohanes 11:41-44).
Penggunaan Firman Tuhan dalam Doa
Sebagai senjata rohani kita (Efesus 6:17).
Untuk menyucikan kita secara rohani dengan air dan Firman. (Efesus 5:26).
Untuk menjaga hati kita tetap dalam kebenaran untuk doa yang efektif (2 Timotius 3:16-17).
Contoh-Contoh Penggunaan Firman Tuhan dalam Doa
Untuk meneguhkan doa-doa dengan Firman Tuhan untuk pelayanan kerasulan (Kisah Para Rasul 4:23-26).
Untuk mengucapkan Janji Firman Tuhan untuk orang yang mengasihi Tuhan (Ibrani 13:5-6).
Pada saat berdoa, Roh Kudus akan mengingatkan kita tentang ayat-ayat yang bersangkut-paut dengan kebutuhan doa seperti Roh Kudus mengingatkan semua yang Yesus sudah ajarkan (Yohanes 14:26).
Berdoa menurut janji dan mengeluarkan kondisi yang ada dalam Firman Tuhan berarti jangan mengharapkan sesuatu yang tidak Tuhan janjikan dan tangkap pengertian yang benar dari isi Firman Tuhan, pakai prinsip-prinsip kebenaran yang ada di dalamnya.
Terakhir, kita perlu berhati-hati untuk tidak mengulangi doa menurut Alkitab tanpa mengerti dulu apa pengertiannya/maknanya. Jangan asal berdoa tanpa mengerti isi kebenaran firman Tuhannya.
Diambil dari:
Judul buletin | : | Empowering, Mei-Juni 2001 |
Penulis | : | Dany LAPL |
Penerbit | : | GKPB Masa Depan Cerah, Surabaya |
Halaman | : | 10 |
Latihan untuk pekerja awam harus bertumpu pada doa. Pekerjaan ini haruslah merupakan pekerjaan rohani dengan Tuhan yang empunya tuaian sebagai Pemimpinnya.
Kalau Allah yang memimpin, berlaku suatu kemerdekaan yang kudus. Tidak ada yang membosankan. Kehadiran-Nya membawa kepenuhan sukacita. Di bawah pimpinan-Nya, laki-laki dan perempuan yang semula tidak diketahui bakatnya, berkembang menjadi saksi-saksi Injil, utusan Injil, pendeta, dan guru.
Oleh karena itu, setiap orang harus memunyai dasar berdoa yang kuat. " ... mintalah kepada Tuhan yang empunya tuaian agar mengirimkan lebih banyak pekerja" (Lukas 10:2). Setiap orang harus mengajak orang lain untuk berdoa bersama. Sementara Allah memimpin, mereka mempersiapkan diri untuk mengambil langkah iman yang pertama, maka kursus latihan yang pertama diumumkan.
Mereka harus berusaha agar semua orang percaya di daerah itu mengetahui proyek ini, mengerti tujuannya, dan apa saja yang dapat dicapai. Untuk mendapatkan kerja sama sepenuhnya dari semua pihak, penting bahwa sekolah itu merupakan suatu usaha proyek kerja sama para utusan Injil dan pimpinan setempat.
Sejak mula-mula perlu dipilih sebuah tempat pertemuan yang sesuai. Jika ada sebuah gedung gereja setempat, tentu tempat ini dapat dipakai atau mungkin sebuah rumah atau gudang kosong. Jika cuaca mengizinkan, beberapa kelas dapat diadakan di bawah pohon-pohon yang rindang.
Administrasi sekolah dapat dikerjakan secara sederhana atau pun secara rumit tergantung dari keadaan. Susunan staf yang disebut di bawah ini sangat penting, walaupun seorang dapat merangkap dua atau lebih jabatan, jika sekolah itu kecil.
Seorang direktur yang menjalankan sekolah itu membagikan tugas-tugas kepada para pekerja dan mengawasi pelaksanaan tugas itu.
Seorang kepala sekolah yang membantu dalam perencanaan mengunjungi kelas-kelas, membantu para guru dan siswa.
Seorang panitera yang bertugas mencatat secara tepat setiap kemajuan siswa sampai ia lulus.
Seorang pustakawan yang mencatat buku-buku yang dipinjamkan, membagi buku-buku kepada para siswa untuk bacaan mereka pada masa tenggang waktu antara dua kursus, mencatat pula kemajuan para siswa dalam hal membaca Alkitab harian.
Guru-guru yang khusus mengajar di kelas, tapi mereka harus juga bersedia memberikan bimbingan dan penyuluhan di waktu-waktu lain.
Sekolah yang melatih pekerja awam ini harus mengatur waktu kursus, mata pelajaran yang diajarkan, dan menyediakan ruang kelas. Bahan pelajaran yang diajarkan di sekolah harus dapat membimbing siswa ke arah pola pengembangan yang logis. Kursus-kursus harus disesuaikan dengan pelaksanaan tanggung jawab siswa-siswanya. Di daerah pedesaan, kursus selama satu minggu dapat diadakan pada waktu tidak ada kegiatan bertani. Untuk di kota, kursus-kursus yang diadakan pada waktu malam atau akhir minggu akan lebih praktis.
Sekolah harus disesuaikan dengan perluasan wilayah. Sekolah harus menambah ruangan untuk belajar dengan pelayanan Kristen yang praktis. Kerja praktis mencakup: kunjungan ke tempat-tempat lain, pengabaran Injil di tempat terbuka, membagi-bagikan traktat, memperdengarkan rekaman mengenai Injil dan kesaksian, mensponsori pertemuan-pertemuan doa, menggembalakan jemaat, mengajar Sekolah Minggu, kesaksian pribadi, dan kegiatan pemuda. Para siswa mengerjakan semua ini pada waktu mereka tidak bersekolah. Pada waktu mengikuti kursus, kesempatan harus diberikan kepada mereka untuk memberikan laporan mengenai pengalaman mereka dalam pelayanan Kristen. Hal ini akan menolong mereka merasakan pentingnya pelayanan mereka bagi Kristus. Mendengar kisah bekerjanya Roh Kudus yang dialami mereka masing-masing akan mengilhami mereka untuk lebih giat bersaksi. Setiap siswa harus belajar menurut tingkatannya. Hal ini tentu menuntut adanya pembagian kelas agar tidak ada hambatan bagi yang sudah maju dan menghindarkan rasa dikejar-kejar bagi yang lambat. Kami telah melihat adanya kemajuan dalam hal kemampuan pada siswa-siswa yang mula-mula kelihatan terbelakang. Kehadiran yang teratur diselingi dengan pekerjaan pelayanan Kristen yang praktis menimbulkan gairah untuk belajar. Para siswa memiliki kesempatan untuk menguji apa yang telah mereka pelajari dan mencatat bidang-bidang di mana mereka memerlukan lebih banyak pengetahuan.
Kredit-kredit yang telah diperoleh para siswa di kelas harus dicatat. Di samping itu juga, penting untuk menilai mereka dalam tugas pelayanan mereka. Selain untuk mendorong mereka agar lebih giat belajar, ijazah perlu diberikan sebagai tanda akhir pendidikan. Dua tahun adalah waktu yang cukup singkat untuk mendidik mereka. Mereka akan berusaha mencapai hasil yang lebih baik, bila mereka diberikan tanda penghargaan. Menurut pengalaman kami, waktu latihan selama dua tahun dengan penghargaan yang sewajarnya atas keberhasilan mereka adalah waktu yang cukup untuk melatih
orang-orang yang taraf hidupnya masih sederhana. Ada satu aspek praktis lainnya: berhubung siswa-siswa kami adalah para pekerja yang selalu berhubungan dengan orang-orang lain, maka ijazah akan menambah kepercayaan mereka dalam menghadapi orang-orang itu.
Di daerah di mana banyak orang masih buta huruf, siswa-siswa perlu dipersiapkan dulu agar mereka dapat membaca. Jika hal ini tidak dapat dilakukan secara terpisah dari sekolah latihan, maka perlu diadakan dulu kursus pemberantasan buta huruf selama 1 tahun tanpa diberikan kredit.
Bila seorang siswa baru dapat membaca, maka sesuai dengan kemampuannya ia dapat mengikuti pelajaran pada bagian kursus Alkitab untuk tingkat pemula atau kursus Alkitab tingkat dasar. Setelah menyelesaikan kursus Alkitab tingkat dasar ini, seorang dapat melanjutkan pelajaran pada kursus Alkitab tingkat lanjutan. Menurut pengalaman kami, banyak yang masih ingin melanjutkan pendidikan mereka setelah mereka menyelesaikan kursus Alkitab tingkat lanjutan ini. Ada juga di antaranya yang dapat melanjutkan pendidikannya di Sekolah Alkitab. Sebagian lagi mungkin lebih baik lagi dengan mengikuti pendidikan tingkat sarjana untuk pekerja awam.
Tingkatan-tingkatan seperti di atas hanya sekali-kali untuk menilai hasil para siswa dalam ruang lingkup yang lebih luas. Tujuan kami adalah menghasilkan pekerja-pekerja, bukan para sarjana. Sering terjadi bahwa mereka yang memperoleh angka terbaik di kelas pada kenyataannya paling sedikit bekerja untuk pelayanan Kristen. Sebaliknya, mereka yang dengan susah payah menyelesaikan pelajaran berhasil sebagai saksi-saksi kaum awam.
Itulah sebabnya kami mengusulkan tiga ukuran untuk menilai seorang siswa:
Meskipun seorang siswa kurang pandai di dalam kelas, tetapi bila ia menunjukkan usaha yang jujur dalam penyusunan laporan mengenai buku yang dibacanya dan melakukan kerja praktik yang baik dalam pelayanan, ia dapat mengumpulkan cukup banyak angka untuk dapat lulus.
Fleksibilitas adalah cara yang terbaik untuk menilai siswa. Bukan maksudnya untuk mengakibatkan kemunduran, tetapi fleksibilitas dilakukan untuk merangsang kemajuan siswa. Misalnya, ada orang-orang yang mendaftar karena hatinya tergerak untuk menyelamatkan orang yang tersesat, tetapi mereka tidak memunyai dasar pendidikan sebelumnya. Mungkin angka pelajaran mereka pada kursus pertama sangat rendah dan mereka menjadi patah semangat. Dalam hal ini perlu sekali dinilai semangat hati mereka dan mendorong mereka supaya mau meneruskan pendidikannya. Dengan seringnya mereka hadir dan semakin mengenal cara mengajar dan sifat-sifat gurunya, mereka akan mulai mengerti. Lambat laun mereka dapat mengikuti. Angka-angka mereka makin meningkat. Seorang siswa yang mula-mula kelihatan tak ada harapan mungkin berubah menjadi seorang pekerja Kristen yang berharga di ladang Tuhan.
Di Sarangani kami menggunakan cara berikut ini untuk menilai pekerjaan para siswa:
Satu kredit setiap satu pelajaran setiap hari untuk mencapai 30 kredit selama satu minggu mengikuti kursus. Lima kredit untuk laporan mengenai buku yang dibuat pada masa tenggang waktu antara dua kursus dan lima kredit untuk pembacaan Alkitab. (Selain harus membaca buku dan membuat laporan mengenai buku yang dipinjam, setiap siswa diharapkan dapat membaca tamat Alkitabnya selama 1 tahun).
Sepuluh kredit untuk kerja praktik dalam pelayanan Kristen pada masa tenggang waktu antara dua kursus. Jumlah kredit yang dapat dicapai setiap triwulan: 50.
Jika tidak hadir di kelas tidak diberi kredit. Untuk mengesahkan kredit tugas lapangan, setiap siswa harus menghadiri dua pertiga dari jumlah waktu pelajaran dalam setiap kursus.
Untuk lulus dari kursus Alkitab tingkat dasar atau kursus Alkitab tingkat lanjutan, kami tetapkan 300 kredit. 200 di antaranya adalah dari kehadiran di kelas. Karena seorang siswa yang cakap dapat menyelesaikan kursus ini dalam waktu 1 tahun dari jangka waktu 2 tahun yang ditetapkan, maka angka kelulusan sebenarnya hanya 50%.
Mereka yang mengajar pada suatu program pekerja awam akan memerlukan bakat dan kemampuan yang dibutuhkan pada pengajaran biasa. Di samping itu, ada bermacam-macam teknik khusus untuk pendidikan yang khas ini.
Tiap mata pelajaran harus dipandang dari segi menyeluruh atau berdasarkan pengalaman dan pengamatan. Analisa secara terperinci sedapat mungkin dihindarkan karena umumnya para siswa tidak dapat mengingat terlalu banyak hal-hal kecil. Tetapi, ini tidak berarti meniadakan pelajaran tentang prinsip-prinsip analisa atau pemahaman beberapa bagian Alkitab secara analitik yang sangat penting.
Tujuan utama pendidikan ini ialah kualitas, bukan kuantitas. Yang penting bukanlah berapa banyak yang telah dipelajari seorang siswa, tetapi sejauh mana ia telah mengerti apa yang telah dipelajarinya. Pikirannya dapat diumpamakan sebuah ruang gelap yang kemudian diterangi dengan membuka jendela-jendela. Ia berkenalan dengan macam-macam kebenaran yang baru baginya, yang dapat ditelitinya di kemudian hari bila diperlukan.
Kesabaran terhadap mereka yang kurang memuaskan dalam ujian-ujian, tetapi memiliki tekad untuk melayani Tuhan sepenuhnya, biasanya lambat laun akan diberkati dengan pertumbuhan mental dan rohani yang nyata. Seorang pria di antara orang-orang lulusan pertama Institut Sarangani, sebelumnya mengalami kegagalan dalam kursus pertama yang diikutinya, tetapi kami mendorongnya untuk terus belajar dan sedikit demi sedikit angka-angkanya bertambah naik, sehingga akhirnya lebih tinggi daripada batas yang ditetapkan untuk lulus. Ia menjadi pekerja awam pertama yang terlatih, yang diakui secara sah oleh Gereja Nasional Filipina sebagai seorang pejabat resmi. Dewasa ini ia menjadi guru di Institut Sarangani. Allah secara luar biasa telah memakainya untuk menjadi seorang pendeta, seorang penginjil, dan pelopor pendiri gereja-gereja baru.
Bersikaplah positif. Usahakanlah agar para siswa selalu mau bekerja keras dan berikanlah penghargaan semestinya terhadap hasil pekerjaan para siswa.
Usahakanlah penggunaan bahasa yang sama antara Anda dan para siswa. Bagaimanapun juga penggunaan dua bahasa yang berlainan akan membawa hasil yang kurang baik. Dengan sering mengajukan pertanyaan dan mengadakan diskusi dapat diselidiki sampai di mana pengertian para siswa. Sebelum dapat menyatakan kembali sesuatu dalam ungkapan bahasanya sendiri, siswa itu belum mengerti sepenuhnya.
Pergunakanlah kapur dan papan tulis untuk menerangkan pelajaran. Catatlah ringkasan pelajaran, kalimat-kalimat kunci, dan kata-kata yang asing. Pergunakanlah peta, grafik, dan alat-alat peraga lainnya untuk memperjelas kebenaran yang hendak dikemukakan dalam pelajaran. Berilah contoh-contoh yang jelas. Bilamana mungkin, sebaiknya ambillah contoh dari lingkungan hidup para siswa sendiri. Penjelasan yang termudah dari orang yang tahu kepada orang yang tak tahu ialah melalui serangkaian ilustrasi.
Sesuaikanlah alat-alat yang ada bilamana perlu, tetapi pertimbangkan juga dengan pengalaman pribadi Anda.
Sering-seringlah mengulangi. Perkuatlah reaksi dari setiap siswa dengan memanggil mereka secara pribadi untuk menjawab pertanyaan. Perkataan mendidik berasal dari bahasa Latin yang berarti menarik keluar bakat yang ada di dalam diri si anak didik itu.
Setiap hari ikutilah jadwal yang sudah disusun. Jangan sampai tertinggal.
Sediakan waktu agar Anda lebih saling mengenal dengan para siswa pada setiap sebelum pelajaran dimulai. Catatlah nama dan tempat asal mereka. Carilah keterangan tentang apa yang telah mereka lakukan untuk Kristus. Pergunakanlah daftar nama-nama ini untuk mengajak mereka semua, supaya ikut serta dalam setiap kegiatan setiap hari.
Pada pembukaan umumkanlah nama kursus dan terangkanlah secara singkat maksudnya. Ceritakanlah bagaimana sejarahnya dan perkembangannya sampai sekarang dan bagaimana pengetahuan ini dapat membantu pelayanan mereka dikemudian hari. Terangkanlah definisi-definisi singkat dan latihlah mereka untuk mengulanginya.
Ajarkanlah agar para siswa dapat membuat catatan. Berikanlah contoh cara melakukannya pada setiap siswa baru. Tunjukkanlah kepada mereka hal-hal yang harus mereka catat. Pastikanlah bahwa mereka telah mengerti dan mencatat definisi-definisi yang penting dan mengerti akan hal itu.
Suatu ringkasan singkat dapat dibagikan kepada para siswa, walaupun hal ini bukan merupakan suatu keharusan.
Menguji secara cepat dengan metode memilih salah dan benar setiap hari, memaksa para siswa untuk terus belajar dan dapat juga memberikan petunjuk apakah mereka mengerti atau tidak. Mintalah agar siswa yang pandai membantu mereka yang lemah setelah pelajaran selesai.
Siapkanlah para siswa untuk menghadapi ujian akhir. Bila waktu ujian tiba, para siswa sudah harus siap dengan pengetahuan yang telah mereka terima. Hindarilah penggunaan pertanyaan jebakan atau pertanyaan yang meragukan. Jangan menggunakan ungkapan yang tak pernah diajarkan.
Periksalah hasil ujian dengan segera dan bagikanlah kembali kepada para siswa sebelum mereka pulang. Jika waktu memungkinkan, tuliskanlah catatan-catatan yang membantu.
Para calon yang akan mengikuti latihan pekerja awam, yang datang dari desa atau ladang, mungkin memiliki bayangan yang kabur mengenai program latihan ini. Ia harus diyakinkan bahwa:
Kristus telah memanggil beberapa orang untuk menjadi pendeta, guru, utusan Injil atau saksi untuk pergi melayani sampai ke bagian terpencil di dunia ini.
Secara pribadi ia ikut ambil bagian dalam rencana Tuhan untuk gereja.
Melayani Tuhan menuntut pengabdian yang sungguh-sungguh.
Memiliki pengetahuan yang mendalam tentang firman Allah adalah suatu keharusan.
Pengetahuan yang cukup di bidang-bidang lain pun perlu.
Mengetahui teknik-teknik penginjilan, memimpin kebaktian, mempersiapkan khotbah, administrasi Sekolah Minggu dan kunjungan keluarga, akan membantunya untuk melakukan pekerjaan lebih baik.
Ada keuntungan dan kesukacitaan dalam persaingan dan kegiatan sekolah.
Melayani dalam suatu organisasi wilayah sebagai seorang pekerja Kristen adalah pekerjaan yang agung dan mulia.
Diambil dari:
Judul buku | : | Melatih Pekerja Awam |
Judul buku asli | : | Training Lay Workers |
Judul artikel | : | Bagaimana Melatih Para Pekerja Awam |
Penulis | : | Byron W. Ross |
Penerjemah | : | Drs. Harso |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung |
Halaman | : | 15 -- 22 |
Untunglah hanya sedikit orang Kristen yang memiliki prasangka buruk bahwa orang yang lapar adalah orang yang terlalu malas bekerja. Yang masih belum jelas dan perlu kita pikirkan adalah apa penyebab kelaparan itu.
Penyebab kelaparan tidak berdiri sendiri. Kelaparan bukan keadaan yang terjadi satu kali, misalnya akibat dari kurangnya hujan (kekeringan) atau gagalnya panen (paceklik) saja. Lebih dari itu, kelaparan berhubungan dengan beberapa faktor yang saling berkaitan, meliputi perang, buta aksara, sakit penyakit, air kotor, tekanan pemerintah, penyalahgunaan narkoba, kerusakan lingkungan, perumahan kumuh, keterbelakangan pendidikan, dan kriminalitas -- ini hanyalah beberapa contoh kecil.
Ironisnya, angka statistik terbesar penyebab kelaparan berkaitan dengan anak-anak yang terabaikan. Jeff Sellers, dalam majalah "World Vision", meringkas fakta memilukan tersebut seperti di bawah ini.
Anak-anak selalu menjadi korban perang. Namun pada dekade terakhir ini, terjadi peningkatan jumlah anak-anak, sebagian masih berusia delapan tahun, yang diberdayakan untuk ikut berperang seperti layaknya tentara di tengah banyak konflik.
Obat-obatan dan minuman keras telah memberi dampak buruk terhadap kehidupan anak-anak di pedesaan, pinggiran kota, bahkan kota-kota di seluruh dunia. Obat-obat terlarang adalah penyebab utama timbulnya penyakit pada bayi-bayi, anak-anak, dan orang-orang dewasa yang hidup di kota-kota di Amerika Serikat, menurut Steve Joseph, Komisaris Departemen Kesehatan Kota New York (New York City Health).
Jutaan anak kehilangan kesempatan untuk memeroleh pendidikan yang layak karena mereka harus bekerja membantu menghidupi keluarga. Mereka sering dieksploitasi dan dipaksa bekerja dalam situasi yang kurang aman dengan upah kecil. Di beberapa negara, anak-anak lebih banyak dicari untuk dipekerjakan ketimbang orang dewasa yang tidak punya ketrampilan. Alasannya, orang dewasa lebih sulit diintimidasi dan cenderung menuntut kondisi yang lebih baik.
Sebanyak seratus juta anak mungkin hidup di jalan-jalan di perkotaan di seluruh dunia. Sebagian besar tidak memiliki keluarga. Beberapa anak ditelantarkan begitu saja; lainnya lari dari rumah karena dianiaya dan diabaikan.
Enam penyakit yang dapat dicegah -- cacar air, batuk akut, difteri, TBC, polio, dan tetanus -- menjadi penyebab kematian jutaan anak setiap tahun. Banyak juga anak-anak yang meninggal karena dehidrasi (padahal mudah diobati dengan gula dan air).
Di beberapa negara, hanya segelintir anak yang mengenyam pendidikan selama beberapa tahun. Anak perempuan dan anak-anak cacat bahkan hampir tidak mendapat kesempatan memeroleh pendidikan. Hal inilah yang menutup kesempatan bagi mereka untuk menjadi orang dewasa dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kini, kebutuhan untuk merawat mereka sangatlah mendesak dan penting untuk dilakukan. Anak-anak yang menderita kekurangan gizi akan tergantung pada perawatan orang lain selama hidupnya karena kerusakan otak yang terjadi akibat absennya nutrisi utama selama masa-masa penting pertumbuhan mereka.
Setiap hari, lebih dari 40.000 orang meninggal akibat masalah-masalah yang berkaitan dengan kelaparan. Saat ini, negara Afrika menjadi tempat yang paling memprihatinkan karena 20 juta orang di sana, di Ethiopia, Sudan, Mozambik, dan Angola, terancam kelaparan. Namun, kemiskinan juga ada di dekat kita. Lebih dari 32 juta orang Amerika hidup di bawah garis kemiskinan -- 40% di antaranya adalah anak-anak -- dan sebanyak 4 juta orang Amerika tinggal di jalanan. Beberapa angka statistik menggambarkan kemiskinan di Amerika.
Pada tahun 1989, para wanita yang kecanduan obat-obatan melahirkan 375.000 bayi; 470.000 bayi dilahirkan oleh ibu usia remaja yang belum bekerja dan tanpa ayah. Dua puluh lima persen dari seluruh wanita hamil tidak mendapat perawatan menjelang proses persalinan, sementara Amerika Serikat menduduki peringkat ke-18 sedunia dalam hal kematian bayi. Dua puluh lima persen murid SMU putus sekolah sebelum lulus dan 75%-nya tidak mampu menulis surat lamaran pekerjaan. (Gordon Aeschlimamn, GlobalTrends, Downers Grove, Ill.: Intervarsity Press, 1990).
Jelas, dunia yang kelaparan ini memerlukan respons yang utuh dan cerdas dari orang-orang Kristen. Kita beruntung karena Tuhan tidak hanya memberi kita hati yang penuh belas kasihan, namun juga kepala yang dapat berpikir dan kemampuan yang mampu mengimbangi tantangan-tangangan tersulit dalam memerangi kelaparan.
"Mensponsori" Anak
Mensponsori anak mungkin merupakan respons paling lazim yang telah kita pahami dalam menghadapi kelaparan. Dengan sangat ahli, beberapa organisasi dikelola untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang tiba-tiba terjebak dalam tragedi kelaparan, banjir, gempa bumi, atau perang. Organisasi-organisasi yang sama itu juga melaksanakan proyek pengembangan jangka panjang yang dikerjakan bersama-sama dengan masyarakat yang membutuhkan. Dengan 18 -- 30 dolar, Anda dapat membantu memberikan segala nutrisi, pendidikan, dan perawatan kepada seorang anak di Afrika, Asia, atau Amerika Latin, yang tentu saja dibutuhkan mereka di kemudian hari.
Hanya sedikit dari kita yang mengenali anak yang kelaparan secara pribadi. Kelaparan merupakan tragedi tak dikenal yang nampaknya jauh dari lingkungan di sekitar kita. Bahkan, kita tidak dapat membayangkan anak tetangga kita sekarat karena kelaparan. Program sponsor anak dapat membantu kita melontarkan pertanyaan mendasar, Apakah saya mengetahui nama orang yang kelaparan? Hal ini merupakan sesuatu yang sangat pribadi. Keuntungan paling besar dari program sponsor anak (selain kebutuhan anak yang jelas dan mendesak) adalah bahwa sang sponsor menerima foto anak, lengkap dengan nama dan asal usulnya. Mengenali anak yang kelaparan secara pribadi membuat kita menyadari dengan lebih serius dampak yang ditimbulkan oleh kelaparan bagi dunia. Jika Anda tidak mengetahui nama-nama orang yang kelaparan, pertimbangkan untuk bergabung dalam program sponsor anak.
Anak Asuh
Terdapat sekitar 325.000 anak asuh di Amerika sekarang ini. Sebagian besar dari mereka adalah korban kekerasan, baik pelecehan seksual maupun kekerasan emosional, kehilangan orang tua karena meninggal, atau kemiskinan yang membuat orang tua tidak mampu lagi merawat anak-anaknya. Beberapa dari anak itu dilahirkan oleh para remaja yang hamil dan menolak untuk aborsi.
Kita harus bertanya, "Ke mana perginya anak-anak itu?" Seorang anak asuh berada di bawah perwalian pengadilan, maksudnya anak tersebut secara hukum dipelihara oleh negara. Pengadilan akan memutuskan ke mana anak-anak tersebut akan pergi, dan sayangnya, hanya ada 125.000 keluarga di Amerika yang mau membuka pintu rumah mereka. Seharusnya tidak demikian. Ada satu gereja di Amerika bagi setiap anak asuh. Orang-orang Kristen bisa menjangkau dan melayani "orang-orang yang terabaikan itu".
Memelihara anak asuh jelas lebih menyita waktu dan energi dibandingkan program sponsor. Namun jika orang-orang Kristen mengatasi kebutuhan ini bersama-sama, anak-anak itu bisa mendapatkan keluarga yang menyenangkan. Lakukan pendekatan terhadap badan penggembalaan gereja Anda dan ungkapkan gagasan mengenai anak asuh ini sehingga gereja menyetujuinya dan memberi kesempatan untuk mengasuh paling tidak satu anak. Karena pengasuhan anak merupakan suatu keputusan penting yang harus diambil oleh sebuah keluarga, maka gereja bisa saja membentuk komite yang dianggotai oleh orang-orang yang tertarik dengan masalah pengasuhan anak. Tugas komite tersebut termasuk menyediakan bantuan nyata bagi keluarga yang mengasuh anak tersebut. Anggota komite bisa juga mengajukan diri untuk mengasuh anak.
Cari informasi di kantor pemerintah lokal di daerah Anda, pusat terapi, atau gereja mengenai pengasuhan anak. Masing-masing negara memiliki aturan dan prosedur sendiri-sendiri.
Adopsi
Mengadopsi anak merupakan bentuk bantuan paling tinggi yang bisa diberikan bagi anak, tapi jelas memberikan tuntutan yang paling besar bagi keluarga yang bersangkutan. Contohnya, ribuan anak Amerika Utara tidak akan pernah memiliki ayah atau ibu. Mereka hanya akan berpindah-pindah dari satu keluarga asuh ke keluarga asuh yang lain sesuai persyaratan yang ditentukan pengadilan sampai mereka berusia delapan belas tahun. Pada dasarnya, mereka adalah yatim piatu. Rasul Yakobus mengatakan bahwa memelihara yatim piatu adalah ibadah yang murni. Bentuk pelayanan kepada sesama ini mencerminkan agungnya kelemahlembutan dan belas kasihan hati Allah bagi manusia. Bapa Surgawi kita begitu peduli dengan kondisi anak yatim piatu yang memprihatinkan.
Mungkin Tuhan menggerakkan Anda untuk mengadopsi anak. Jika Anda terdorong mengikuti tuntunan Allah itu, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk memulainya. Bertanyalah dengan orang tua yang sudah pernah mengadopsi anak. Anda akan mendengar banyak kisah sukses yang membahagiakan serta kesulitan dan kegagalan. Baca kisah-kisah tersebut di perpustakaan di daerah Anda, minta kepada kantor departemen sosial di daerah Anda untuk mengatur pertemuan dengan staf yang bertanggung jawab dalam bidang adopsi di bawah pengawasan negara. Adakan tanya jawab dengan badan pengadopsian anak dan berbicaralah dengan anak yang akan Anda adopsi. Bertanyalah kepada Allah, semampu Anda, untuk mengerti apakah Anda dan pasangan Anda memang terpanggil untuk mengadopsi anak. Keputusan Anda ini penting dan harus datang dari lubuk hati yang paling dalam karena keputusan ini harus lebih banyak menguntungkan pihak anak. Mintalah keterangan juga tentang beragam pengeluaran yang berkaitan dengan pengadopsian anak.
Jika Anda merasa ini adalah pimpinan Tuhan bagi Anda, bertanyalah kepada pegawai pemerintah mengenai aturan-aturan mengadopsi anak di daerah Anda. Mereka, dan mungkin beberapa gereja di daerah Anda dapat memberi informasi tentang organisasi pengadopsian anak yang memiliki reputasi yang baik. Pertimbangkan apakah Anda bersedia mengadopsi anak keturunan campuran atau anak yang memiliki sedikit cacat tubuh. Seperti yang kami sarankan dalam pembahasan tentang anak angkat, cari tahulah apakah gereja lokal Anda akan bersedia membentuk kelompok pendukung yang dikhususkan untuk membantu Anda dan pasangan Anda saat melakukan keputusan penting ini. (t/Setyo)
Diterjemahkan dari:
Judul Buku | : | 50 Ways You Can Feed a Hungry World |
Penulis | : | Tony Campolo dan Gordon Aeschliman |
Penerbit | : | Intervarsity Press, Illinois 1991 |
Halaman | : | 9 -- 11 dan 45 -- 50 |
Memiliki Hati Orang Tua
Ada banyak bayi rohani dalam gereja kita, tetapi hanya sedikit saja orang tua rohani yang mengambil tanggung jawab atas mereka. Paulus mengatakan bahwa ia yakin Allah akan mendewasakan orang-orang yang telah diselamatkan-Nya (Filipi 1:6). Apakah alasan untuk keyakinannya itu? Sebagai orang tua rohani, ia selalu berdoa bagi bayi-bayinya dalam Kristus (Filipi 1:3-4) dan ia mengasihi mereka. Ia berkata, "Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil." (Filipi 1:7)
Mereka yang mau melipatgandakan diri di dalam dunia ini harus bertanggung jawab atas kehidupan orang lain dengan penuh kasih, sama seperti orang tua dengan anaknya. Paulus melayani sebagai seorang ibu maupun sebagai seorang ayah kepada orang Kristen baru di Tesalonika (1 Tesalonika 2:7, 11). Jalan satu-satunya seorang ayah atau seorang ibu dapat mendidik ialah dengan tatap muka secara pribadi lepas pribadi. Seorang anak yang berusia 3 tahun memunyai keperluan yang berbeda dengan seorang anak yang berusia 10 tahun. Demikian pula, cara yang terbaik untuk memenuhi keperluan-keperluan rohani dalam gereja adalah dengan pemeliharaan dan pendidikan perorangan. Tidak mudah menjadi orang tua yang sedang menjadikan anaknya murid Tuhan. Anda sendiri harus berkorban dengan penuh kasih dan disiplin apabila bekerja dengan jiwa yang akan hidup kekal selama-lamanya. Setelah tugas ini diterima dari Kristus, kadang-kadang terbentuk hubungan orang tua dan anak yang akan berkelanjutan seumur hidup, yang berkembang menjadi persekutuan kerja sama yang dewasa.
Menjangkau dalam kehidupan orang lain dan menempatkan kasih karunia Allah yang kekal merupakan kehormatan yang begitu besar sehingga seluruh gereja harus berusaha mendapat kesempatan demikian! Karena setelah investasi rohani itu dibuat dalam kehidupan orang lain, Anda akan mengambil bagian dalam semua kemuliaan kekal yang akan dituai melalui hidup itu untuk selama-lamanya. Paulus menunjukkan hal ini ketika ia menulis kepada orang-orang Kristen yang sedang bertumbuh yang telah dididiknya. Ia berkata, "Sungguh, kamulah kemuliaan kami dan sukacita kami" (1 Tesalonika 2:20). Sebagai orang tua rohani, kita memunyai empat rangkap tanggung jawab, yaitu untuk mengasihi, memberi makanan, melindungi, dan melatih murid-murid kita.
Orang Tua Mengasihi Anak-Anak Rohaninya
"Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yohanes 13:35). Motivasi paling kuat sepanjang pelayanan Kristus bagi murid-murid-Nya adalah kasih. Kasih itu juga yang harus merupakan ciri khas yang paling jelas bagi masing-masing kita sebagai murid abad ke-20. Yesus tidak selalu menyetujui sikap atau keinginan murid-murid-Nya, tetapi Ia selalu menerima dan mengasihi mereka. Bersama-sama dengan Dia, para murid merasa bebas dan senang. Mereka tahu bahwa Ia lain. Ketika musuh-musuh Kristus mengatakan bahwa Ia adalah sahabat orang berdosa dan pemungut cukai, maka tanpa disadari mereka menarik perhatian orang kepada kasih-Nya terhadap orang lain.
Kasih adalah sikap yang membaktikan diri untuk memenuhi keperluan paling dalam yang ada pada orang lain, tanpa menghiraukan besarnya pengorbanan. Paulus berkata kepada para penatua di Efesus, "Sesungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu" (Kisah Para Rasul 20:20). Ia mengingatkan jemaat Tesalonika, "Dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu" (1 Tesalonika 2:8). Sama seperti Kristus telah menyerahkan nyawa-Nya karena kasih-Nya kepada kita, demikian pula kasih kita harus terungkap dengan menyerahkan diri kita dan hak-hak kita untuk menolong orang lain. Membaktikan hidup dengan penuh kasih kepada keperluan orang lain sering kali meminta agar kita menghadapi masalah-masalah muka dengan muka. Paulus mengingatkan jemaat Efesus tentang suatu masalah yang sulit di tengah-tengah mereka, "Sebab itu berjaga-jagalah dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada berhenti-hentinya menasihati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata" (Kisah Para Rasul 20:31). Betapa besarnya kasih Paulus sehingga dengan berani ia senantiasa mengingatkan mereka sampai soal itu dihadapi dan diatasi.
Sikap saya tidak selamanya demikian, mungkin juga tidak dengan saudara. Kadang-kadang saya menghindari konfrontasi pribadi yang penuh kasih. Saya takut dan ragu-ragu untuk mengasihi orang sedemikian rupa sehingga menghadapkan mereka dengan dosa mereka dan dengan rendah hati berusaha untuk memimpin mereka kepada pertobatan dan pemulihan. Tetapi sikap takut seperti itu tidak benar. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita" (1 Yohanes 3:16). "Menyerahkan nyawa kita" berarti menganggap diri kita mati terhadap dosa dan hidup bagi Kristus setiap hari sehingga kita menjadi saluran kasih-Nya yang hidup (Yohanes 17:26). Kasih merupakan batu uji bahwa Roh Kudus yang menguasai kehidupan kita (Galatia 5:22). Kasih menghasilkan keakraban dengan orang lain sehingga menjadikan pelipatgandaan melalui mereka menjadi lebih pasti. Namun demikian, kasih kepada murid-murid kita tidak berarti "menjadikan mereka pengikut jalan pemikiran kita, tetapi menjadikan mereka murid Yesus." (1 Yohanes 3:16)
Beberapa tahun yang lalu, saya menyatakan kepada seorang diaken gereja saya bahwa ia memunyai karunia menggembalakan jemaat dan harus mempertimbangkan dengan serius untuk memasuki penggembalaan. Sementara waktu itu terjadi beberapa hal yang tak menyenangkan, dan diaken itu meninggalkan gereja kami. Orang mulai bertanya-tanya kepada saya mengenai dirinya. Saya selalu menolak untuk mengatakan sesuatu yang negatif tentang dia, dan tetap percaya bahwa ia dapat melayani Kristus dalam pelayanan yang lebih luas. Saya juga berdoa dengan sungguh-sungguh baginya. Sementara tahun berganti tahun, ia menuruti panggilan Tuhan untuk menjadi pendeta penuh, dan sekarang pelayanannya sangat dinamis. Baru-baru ini kami berjumpa untuk pertama kali setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Ia berkata, "Sebagian besar dari apa yang saya pakai yang betul berhasil dan yang mengubah kehidupan saya telah saya peroleh di bawah pelayanan Pak Pendeta." Memang tidak ada ruginya kalau kita mengasihi!
Kasih sejati Paulus bagi anak-anak rohaninya terpancar dari halaman-halaman 2 Korintus. Meskipun ada yang salah paham dan dituduh tanpa alasan, Paulus tetap meneruskan pelayanannya. Pada suatu ketika, dengan hati yang meluap karena kasih bagi jemaat Korintus, ia menyatakan, "Karena itu aku suka mengorbankan milikku, bahkan mengorbankan diriku untuk kamu. Jadi jika aku sangat mengasihi kamu, masakan aku semakin kurang dikasihi?" (2 Korintus 12:15). Kuasa untuk mengasihi tidak pernah bergantung kepada orang atau benda; kuasa itu datang dari hubungan dengan Roh Kudus (Roma 5:5). Buahnya ialah kasih (Galatia 5:22). Ketiadaan kasih menyatakan tidak adanya hubungan yang erat dengan Roh Kudus. Jika Anda memperkenankan Roh memberi kuasa kepada Anda untuk mengasihi orang lain, kasih Anda akan dibalas dalam hubungan dengan murid-murid yang Anda latih. Anda akan mencapai sasaran Anda melalui kasih.
Orang Tua Memberi Makan Anak-Anak Rohaninya
Ketika meringkaskan kediamannya selama 3 tahun di Efesus dalam Kisah Para Rasul 20, Paulus mengingat bagaimana ia selalu memberi makanan firman Allah kepada murid-muridnya, "Aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kuberitakan dan kuajarkan kepada kamu" (Kisah Para Rasul 20:20); "Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu" (Kisah Para Rasul 20:27). Pada mulanya seorang bayi diberi makan oleh orang lain, kemudian ia bertambah maju, dan sebagai seorang anak, ia mampu makan sendiri. Akhirnya sebagai orang dewasa, ia memberi makan orang lain. Salah satu sasaran utama orang yang menjadikan murid ialah mengajar seorang murid bagaimana makan sendiri sehingga pada akhirnya ia dapat memberi makan orang lain. Berikut ini ada beberapa cara Saudara dapat menolongnya untuk memasukkan firman Allah ke dalam hidupnya.
Beri Makan Kepadanya dengan Mengajarkan Saat Teduh.
Daniel 6:10-11 merupakan contoh yang efektif mengenai saat teduh bersama Tuhan karena di dalamnya tertulis di mana Daniel berdoa, kapan ia berdoa, dan apa yang didoakannya.
Suatu Tempat Tertentu
Kita memerlukan sebuah tempat yang tetap untuk menyendiri dengan Tuhan, yang bebas dari gangguan. Jika suasana rumah Anda kurang tenang, mungkin suatu tempat di luar rumah lebih baik bagi Anda: dalam mobil yang diparkir di tempat yang sunyi; berjalan pagi di daerah sekeliling rumah; atau bahkan berlari-lari sendirian. Tetapi tempat mana pun yang Anda pilih, jangan lupa memasuki tempat doa itu, tempat ibadah pribadi, setiap hari (Matius 6:6).
Suatu Waktu Tertentu
Bertemu dengan Allah pada waktu pagi merupakan kebiasaan Kristus (Markus 1:35). Inilah saat yang terbaik bagi banyak orang karena merupakan persiapan yang baik sebelum memasuki hari yang sibuk. Agar Anda dapat bangun pagi-pagi dan bertemu dengan Tuhan, buatlah janji dengan-Nya pada malam sebelumnya. Persekutuan selama 10 menit dengan Allah di waktu pagi adalah lebih baik daripada tidak sama sekali; lebih baik mulai dengan waktu yang singkat dan membiarkannya bertambah lama secara wajar. Waktu pertemuan itu akan bertambah lama apabila Anda rindu untuk mengenal-Nya dengan lebih baik dan mengalami persekutuan-Nya dalam kehidupan Anda.
Isi yang Tertentu
Saat teduh itu merupakan jam makan bagi orang Kristen. Anda mengisi pikiran dan roh Anda dengan kehadiran Allah, makan dari firman-Nya sementara Ia berbicara dengan Anda. Kemudian Anda bercakap-cakap dengan-Nya dalam doa.
Persiapkanlah segala sesuatu pada malam sebelumnya. Siapkan Alkitab, bacaan renungan ibadah, dan buku catatan. Alkitab dan bacaan renungan ibadah adalah makanan Anda. Pakailah buku catatan untuk menuliskan pikiran baru dan permintaan doa. Juga tuliskan jawaban yang telah Anda terima untuk doa Anda.
Berilah Makan Kepadanya dengan Mengajarkannya Membuat Catatan Khotbah.
Kita melupakan hampir 90 persen dari apa yang telah kita dengar. Dengan membuat catatan khotbah, persentase yang hilang itu menjadi kira-kira 45 persen. Suatu cara yang cepat untuk mengajar seorang murid makan sendiri ialah dengan menolongnya belajar membuat catatan singkat dari tiap khotbah yang disampaikan dari mimbar. Catatan khotbah harus sama ukurannya setiap minggu. Catatan itu harus mencantumkan nama pembicara, tanggal, judul khotbah, nas Alkitab, referensi ayat-ayat lain, garis besar isi khotbah, dan kalimat-kalimat yang khusus. Catatan itu dapat disimpan menurut kitab Alkitab atau menurut pokoknya. Dengan demikian, bahan itu siap untuk dipakai sebagai bahan renungan, pelajaran, atau untuk menyiapkan renungan untuk persekutuan doa. Ajarlah anak rohani Anda untuk menemukan ajaran utama dalam khotbah itu, kemudian bagaimana menerapkan kebenaran pokoknya dalam situasi hidupnya. Anggota-anggota jemaat sama-sama bertanggung jawab untuk pulang dari gereja dengan membawa khotbah itu sebagaimana pendeta bertanggung jawab untuk menyiapkannya. Dan keduanya bertanggung jawab kepada Allah untuk mempraktikkan khotbah itu dalam hidup mereka.
Beri Makan Kepadanya dengan Mengajarkannya Cara Membaca Alkitab.
Kita hanya mengingat sedikit lebih banyak dari apa yang kita baca (60 sampai 80 persen) daripada apa yang kita dengar. Jadi, sangat penting untuk membuat catatan agar memperbaiki daya ingat kita. Sewaktu murid membaca, ada beberapa hal khusus yang dapat dicari dan dicatatnya dalam nas Alkitab yang dibacanya:
Sangat penting bagi murid untuk membaca seluruh Alkitab agar dapat memahami kesatuannya. Membaca kitab-kitab tertentu sehingga selesai sekaligus sangat berharga untuk memenuhi keperluan pribadi. Tetapkan bagian-bagian yang harus dibaca secara teratur, dengan sasaran bahwa pembacaan Alkitab menjadi suatu kebiasaan seumur hidup. Tolonglah murid Anda dengan memberi dorongan kepadanya dan memeriksa agar mengetahui apakah ia menarik keuntungan dari bacaannya.
Beri Makan Kepadanya dengan Mengajarkan Cara-Cara Mempelajari Alkitab.
Belajar cara mempelajari Alkitab sendiri akan membebaskan si murid, memungkinkan dia "makan dari firman" kapan saja ia menghendakinya dan tak perlu bergantung kepada orang lain untuk mendapatkan makanan rohani yang perlu. Apabila mengajarkan cara-cara belajar, mintalah agar murid itu meluangkan paling sedikit 20 menit setiap hari untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya. Khususnya, empat metode belajar akan menghasilkan pertumbuhan yang dinamis. Yaitu meditasi ayat, di mana satu ayat dipelajari secara mendalam; analisa pasal, di mana satu kitab dipelajari pasal demi pasal; menyelidiki kata-kata, di mana kata-kata tertentu, seperti sukacita, kasih, dan damai sejahtera dipelajari; dan mempelajari tokoh-tokoh, di mana orang-orang dalam Alkitab dianalisa. Kekayaan keempat macam penyelidikan pribadi yang memberi makanan rohani sendiri menyiapkan kaum awam untuk menemukan kehendak Allah seumur hidupnya. Berikut ini ada beberapa petunjuk bagi rencana mempelajari Alkitab, yaitu pendekatan analisa pasal. Pendekatan hanya memerlukan sebuah Alkitab, kertas, dan pena. Sarankan sedikit-dikitnya empat hal kepada murid.
Menguraikan dengan Kata-kata Sendiri
Dengan menggunakan kata-kata sendiri, tuliskan apa yang diungkapkan oleh pasal tersebut. Hal ini akan menolong Anda mengertinya benar-benar sehingga pasal itu tidak asing lagi bagi Anda.
Pertanyaan-Pertanyaan
Tuliskan segala sesuatu tentang pasal itu yang tak dapat Anda mengerti. Juga, tuliskan pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang mungkin tidak dimengerti orang lain, tetapi yang jawabannya telah Anda temukan. Ini akan berguna sekali bila Anda mulai mengajar orang lain. Apabila mungkin, berikan ayat Alkitab sebagai dasar bagi jawaban Anda untuk pertanyaan-pertanyaan.
Referensi Ayat Lain
Carilah referensi ayat lain (yaitu ayat yang mengandung kebenaran serupa atau yang berhubungan, yang terdapat di bagian lain dalam Alkitab) untuk setiap ayat dalam pasal itu. Dengan demikian, Alkitab sendiri menjadi penjelasan yang terbaik dengan menerangkan dan memperjelas setiap bagian yang dipelajari.
Penerapan
Dalam suasana doa, tuliskan penerapan pribadi yang didasarkan atas sebuah ayat dalam pasal itu. Terangkan apa yang akan Anda lakukan, dalam kekuatan Allah, untuk menerapkan bagian ini dalam kehidupan Anda hari lepas hari. Penerapan itu harus tegas. Misalnya, daripada menuliskan, "Saya akan berdoa lebih banyak minggu depan," yang terlalu umum, tuliskan saja, "Saya berdosa karena tidak berdoa. Minggu depan saya akan meluangkan waktu sekurang-kurangnya 10 menit setiap hari untuk berdoa." Periksalah diri sendiri untuk memastikan bahwa Anda melaksanakan penerapan itu. Setia menerapkan firman Allah akan menolong Anda menjadi pelaku firman, bukan seorang pendengar saja.
Mazmur 1 dan 23, dan kitab-kitab Perjanjian Baru yang singkat, seperti surat Filemon, Filipi, dan 1 Tesalonika adalah bagian-bagian yang sangat baik bagi seorang murid yang mulai belajar untuk menelaah Alkitab. Biasanya 1 atau 2 minggu merupakan waktu yang baik untuk setiap pasal. Setelah Anda mengajarkan murid Anda bagaimana menelaah Alkitab, jangan lupa mengajarkan kepadanya bagaimana mengajar orang lain. Dalam semua pelayanan pemuridan, ingatlah selalu bahwa sasaran akhir adalah melipatgandakan orang-orang yang akan menjadikan orang lain murid Tuhan, yaitu orang-orang yang terlatih dan pandai untuk meneruskan apa yang telah mereka pelajari.
Beri Makan dengan Mengajarkan Dia Menghafal Ayat-Ayat Alkitab.
Menghafal ayat-ayat Alkitab akan mendatangkan lebih banyak berkat dan kuasa yang lebih besar. Seorang murid dapat mengalahkan pencobaan dan hidup dalam kemenangan atas dosa (Mazmur 119:11). Kehidupannya akan berhasil dan berbuah (Mazmur 1:2-3). Ia akan menaruh perhatian lebih banyak terhadap Alkitab dan pengertiannya akan bertambah. Kemampuannya untuk mengajar akan bertambah (Kolose 3:16). Dia akan mengalami kuasa yang baru untuk bersaksi dan melihat hasil-hasil yang positif (1 Petrus 3:15). Ia makin banyak mengetahui tentang kehendak Allah bagi hidupnya ketika terang firman itu lebih banyak menerangi jalan hidupnya (Mazmur 119:105). Ia dapat mengalami pertumbuhan yang lebih besar dalam imannya, sukacita yang baru, dan memunyai sikap yang lebih positif dalam kehidupan sehari-hari (Mazmur 119:103). Ia dapat berdoa dengan keyakinan baru. Mempelajari janji-janji Alkitab akan menambah keberanian dalam berdoa (Yohanes 15:7). Semua berkat ini dan masih banyak lainnya akan diperolehnya apabila seorang murid menghafal ayat-ayat Kitab Suci bersamaan dengan merenungkannya untuk diterapkan dalam hidupnya.
Bagaimana Menghafal Ayat Kitab Suci
Sikap Anda sangat berpengaruh. Apabila mempelajari ayat-ayat, Anda mendapatkan pertolongan Roh Kudus untuk "memimpin dalam segala kebenaran". Anda dapat melakukan segala perkara melalui Kristus yang memberi kekuatan kepada Anda (Filipi 4:13). Ia akan memberi kemampuan kepada Anda untuk belajar apabila Anda meminta pertolongan-Nya.
Setelah memilih sebuah ayat, bacalah ayat tersebut dalam konteksnya dalam Alkitab. Membaca pasal di mana terdapat ayat itu akan menolong Anda mengerti. Bacalah ayat itu dengan saksama beberapa kali dengan suara nyaring. Jika pokok ayat itu tidak dijelaskan, tentukan pokok ayat tersebut.
Hafalkanlah ayat itu dalam cara sebagai berikut: pokoknya, referensi ayat, baris yang pertama, referensi ayat sekali lagi. Ulangi beberapa kali. Kemudian mulailah kembali. Selalu mulai dengan referensinya, tambah satu baris lagi, dan akhiri dengan referensi. Lanjutkan "sedikit demi sedikit" sampai Anda telah menghafal seluruh ayat itu.
Ulangi ayat itu sepanjang hari dengan menggunakan waktu-waktu luang. Ucapkan pada waktu makan, apabila sedang bepergian atau menunggu, dan sebelum Anda tidur. Mintalah seseorang untuk memeriksa hafalan Anda. Ulangi ayat itu setiap hari selama beberapa minggu. Kemudian ulangilah setiap minggu.
Mulailah dengan menghafal dua ayat dalam seminggu.
Renungkan setiap ayat yang Anda pelajari. Pakailah ayat itu dalam doa Anda kepada Allah. Mohonlah kepada-Nya agar Anda dapat mengalami kebenaran ayat itu dalam kehidupan Anda. Dalam tiap ayat, terdapat sesuatu untuk Anda ketahui, untuk dihentikan, untuk dimulai, dan untuk dibagi. Tujuan akhir ialah agar melalui setiap ayat, Anda dapat bersatu dengan Kristus dalam kehendak-Nya, dapat mengenal-Nya lebih baik, dan dapat melipatgandakan kemuliaan-Nya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Penggandaan Murid-Murid |
Judul asli buku | : | Multiplying Disciples; The New Testament Method For Church |
Penulis | : | Waylon B. Moore |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 1981 |
Halaman | : | 85 -- 96 |
Orang Tua Melindungi Anak-Anak Rohaninya
Dengan sistematis, Iblis telah berencana untuk menghancurkan murid-murid Kristus melalui kedengkian, rasa tawar hati, ketidaksabaran, dan dosa-dosa lainnya. Meskipun kesusahan banyak sekali, kuasa untuk bertahan terhadap serangan Iblis dengan segera kita peroleh apabila kita memiliki hidup Kristus. "Sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4)
Kristus memberikan teladan bagi kita sebagai orang tua rohani yang melindungi ketika Ia mengatakan kepada Petrus, "Lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu." (Lukas 22:31-32)
Perlindungan dari Pencobaan
Tiga pencobaan utama yang digunakan Iblis untuk menarik kita ke dalam dosa disebut dalam 1 Yohanes 2:15-16. "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia."
Keinginan Daging
Keinginan atau nafsu mulai dengan pandangan. "Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka. Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan." (Amsal 4:25-27)
Menolong murid-murid berarti memerhatikan tingkah laku mereka terhadap lawan jenis. Nasihat yang jujur dan terus terang tentang pokok ini, yang diucapkan dengan kasih, harus diberikan baik kepada murid yang masih sendirian maupun yang sudah menikah, sehingga mereka bisa belajar bagaimana "menjaga hati dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23)
Keinginan Mata
Keinginan akan uang dan harta benda juga dapat merusak para murid. Keduanya merupakan akibat dari terlampau banyak memusatkan perhatian kepada segala kesusahan dalam dunia ini. Uang sendiri bukanlah hal yang jahat; jika dipergunakan dengan semestinya, uang dapat menjadi alat untuk pelayanan yang efektif bagi banyak orang. Namun demikian, cinta uang adalah jahat. "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka" (1 Timotius 6:9-10). "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." (Matius 6:24)
Rahasianya ialah jangan dikuasai oleh uang. Pastikan apakah murid Anda yang menguasai uang atau uang yang menguasai dirinya. Perhatikan motivasinya dalam menjalankan usahanya. Amati berapa banyak energi yang diabdikan untuk memperoleh uang. Hal apa yang menjadi prioritasnya. Apakah ia memunyai waktu bagi Tuhan, keluarga, dan pelayanannya di gereja? Perhatikan bagaimana ia membelanjakan dan menabung uangnya. Apakah yang selalu dibicarakannya? Sampaikan prinsip-prinsip sehat untuk mengurusi keuangan sehingga murid Anda terhindar dari utang. Dengan demikian, ia memunyai keleluasaan untuk bergerak dan mengikuti panggilan Allah.
Yang erat berkaitan dengan keinginan akan uang adalah keinginan akan barang milik. Kita harus bertanya kepada diri sendiri, "Berapakah yang kita perlukan untuk kebutuhan-kebutuhan hidup yang pokok?" "Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah" (1 Timotius 6:8). Yang lainnya cuma merupakan tambahan saja: rumah, mobil, dan ijazah pendidikan. Bersyukurlah kepada Tuhan untuk semua tambahan itu, tetapi jangan mendambakannya.
Beberapa utusan gerejawi diberitahukan bahwa mereka harus meninggalkan Vietnam dalam waktu 2 jam. Mereka dapat bersaksi tentang "kerugian segala sesuatu" (Filipi 3:8). Barang yang sedikit yang mereka bawa serta menyatakan penilaian mereka. Ada yang membawa foto-foto keluarga atau benda-benda kecil yang menjadi kenangan, hanya itu saja.
Utusan-utusan gerejawi itu dapat bersaksi dari pengalaman bahwa sebaiknya kita jangan mengumpulkan harta di bumi, di mana "ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah ... harta di sorga" (Matius 6:19-20).
Coba, berpikirlah tentang semua milik Anda. Apa yang benar-benar Anda perlukan? Apakah yang terlalu penting bagi hidup Anda? Sekarang, dalam pikiran Anda, serahkanlah hak milik atas hal-hal tersebut kepada Allah. Apabila Anda melakukan hal itu, maka barang itu tidak lagi menguasai hidup Anda dan Anda dapat memakainya dengan kesadaran bahwa barang itu milik Tuhan, bukannya milik Anda.
Keangkuhan Hidup
Godaan untuk menjadi angkuh sering kali terungkap dalam keinginan yang berlebihan akan penghargaan. Apabila Iblis tidak dapat menjerat orang dengan perbuatan yang tidak senonoh atau dengan uang, ia berbisik, "Sebenarnya kau harus diberi penghargaan. Kau telah bekerja dengan baik dan tak seorang pun yang mengerti." Banyak prajurit telah kalah dalam perjuangan untuk melipatgandakan murid karena "mereka lebih suka akan kehormatan manusia daripada kehormatan Allah" (Yohanes 12:43). Hati-hatilah terhadap rasa hormat, tersinggung, dongkol, rajuk, dan benci dalam diri murid-murid Anda. Sebagian besar sikap ini disebabkan oleh keinginan akan kebanggaan pribadi.
Keinginan untuk dihargai dan dihormati memang wajar; namun demikian, hampir tidak ada orang yang akan mencapai keinginan ini. "Berbicara sedikit, melayani semua orang, beralih ke tempat lain," merupakan semboyan yang meluluhkan kesombongan manusia. Ingatlah, Tuhan yang memberikan pahala bagi orang yang dengan tekun mencari Dia. Ia sendiri adalah pahala yang utama bagi kita (Kejadian 15:1).
Keangkuhan hidup dapat juga mengambil bentuk persaingan yang berlebih-lebihan. Kita ingin menjadi yang terbaik di pemandangan Tuhan, supaya kita akan berkenan kepada-Nya dalam semua yang kita lakukan. Meskipun persaingan yang sehat dapat memajukan keinginan akan keunggulan, terlalu banyak memusatkan perhatian pada diri sendiri dapat mengaburkan penglihatan kita akan keperluan orang lain. Kita harus mengingat akan kata-kata Paulus kepada jemaat Filipi, "Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga" (Filipi 2:3-4)
Perlindungan Melalui Disiplin
Ketika peringatan Tuhan tidak dihiraukan dan murid berbuat dosa, orang tua rohani harus mendisiplin dia. Ini merupakan pelayanan yang penting sekali dalam gereja. "Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan hari ini, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa." (Ibrani 3:13)
Ayat-ayat yang paling baik mengenai disiplin terdapat dalam Ibrani 12:5-13. Kita harus mendisiplin orang yang berada di bawah pimpinan kita; tetapi kita jangan menghukum! Tujuan penghukuman adalah penghentian suatu kebiasaan atau pelanggaran, tetapi tujuan disiplin ialah memulihkan persekutuan dengan Allah.
Berterus terang dan terbuka dengan orang lain mengenai dosa mereka merupakan suatu hal yang sukar, namun perlu sekali dilakukan. Teguran dan nasihat bukan saja merupakan cara tercepat menuju pemulihan dan pertumbuhan rohani, tetapi juga menyatakan kasih yang luar biasa pada pihak penasihat. Tidak banyak orang yang bersedia mengambil risiko kehilangan suatu hubungan baik karena harus mendisiplin.
Paulus mempergunakan bermacam-macam kata untuk menggambarkan konfrontasi penuh kasih: menegur, menasihati, menempelak, memperbaiki, bahkan menghibur. Jika orang tua rohani memperkenankan muridnya terus saja tidak menaati firman Allah tanpa menegur dia penuh kasih, ia gagal untuk menunjukkan kasih yang sejati dalam hubungannya.
Mendisiplin dengan kasih sekarang ini perlu sekali jika murid-murid itu kelak harus bertumbuh dengan mengasihi kesucian dan berusaha hidup saleh. Dari benih-benih dosa yang kecil, tumbuh pohon-pohon besar yang menghalangi terang yang bersinar dari maksud rencana Allah. Kegagalan untuk memperbaiki dan mendisiplin anak-anak kita sendiri ketika mereka masih kecil, berarti bahwa kekurangan-kekurangan yang kecil itu kelak bertumbuh menjadi masalah yang besar. Hal ini benar juga dalam hubungan kita dengan anak-anak rohani. Betulkan ketidaktaatan dengan segera. "Oleh karena hukuman terhadap perbuatan jahat tidak segera dilaksanakan, maka hati manusia penuh niat untuk berbuat jahat." (Pengkhotbah 8:11)
Bertahun-tahun kemudian, mereka yang telah ditegur dengan penuh kasih akan memandang ke belakang dengan sukacita bahwa Allah cukup mengasihi mereka sehingga menjamah kehidupan mereka melalui seseorang yang menaruh perhatian cukup sehingga bersedia mendisiplin mereka. "Siapa yang menegur orang akan kemudian lebih disayangi daripada orang yang menjilat." (Amsal 28:23)
Bagaimana Menegur dengan Kasih
Apabila memberitahukan dosa dalam kehidupan murid-murid, lakukan dengan mengingat 2 Korintus 13 dan Galatia 6:1-3. Apabila Roh Kudus memimpin Anda untuk menghadapi murid, berikut ini ada beberapa peraturan dasar untuk mendekatinya.
Firman Allah selalu merupakan dasar bagi teguran. Penting sekali kita mengetahui bahwa pelanggaran itu jelas berlawanan dengan Alkitab (Titus 2:1).
Bertindaklah dengan bijaksana. Waktu yang tepat sangat penting. Kadang-kadang Allah menghendaki agar kita menerapkan kebenaran ini, "Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran." (Amsal 19:11)
Orang yang membina murid harus memenuhi persyaratan yang disebut dalam Galatia 6:1, "kamu yang rohani". Kita harus dikuasai oleh Roh Kudus. Kita harus memunyai kemenangan dalam hati kita sendiri atas kesalahan yang nyata, dalam kehidupan orang lain itu.
Kita tidak terpanggil untuk menghadapi setiap orang yang memunyai masalah dosa. Memenangkan hati orang itu merupakan kunci bagi tanggapan yang positif, tetapi hal itu memakan waktu. Kita juga bukan orang tua rohani bagi setiap orang.
Teguran itu harus masuk akal, diberikan dengan sikap yang penuh kasih dan harus menyatakan belas kasihan dan kelemahlembutan (2 Korintus 2:4).
Menasihati orang lain harus dilakukan dengan lemah lembut (Galatia 6:1). Ingatlah, hal yang sama ini bisa terjadi pada diri Anda juga pada suatu hari nanti (atau mungkin sudah terjadi). Berbicaralah dengan hati-hati, dan dengan rendah hati.
Lakukanlah bila berduaan dengan orang itu saja (Amsal 25:9 dan Matius 18:15).
Lakukanlah dengan ketekunan. Jangan membiarkan diri menjadi bosan atau berkecil hati. Nasihatilah dengan tekun, tetapi jangan mengomel. Setelah perkara ini selesai, jangan diungkit-ungkit lagi (Amsal 13:19 dan 28:23).
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Penggandaan Murid-Murid |
Judul asli buku | : | Multiplying Disciples |
Penulis | : | Waylon B. Moore |
Penerbit | : | Gandum Mas Malang, 1981 |
Halaman | : | 97 -- 103 |
Diringkas oleh: Dian Pradana
Gereja membutuhkan visioner yang memilih untuk tidak bermain aman, namun mengambil risiko dan beriman kepada Tuhan dalam merintis pelayanan yang baru dan inovatif di kota.
Kehendak Tuhan bagi kebanyakan dari kita menunjuk kepada kota. Jika Tuhan telah memanggil Anda untuk memulai sesuatu yang baru di kota, seperti Tuhan telah memanggil saya, maka Anda akan melalui proses pemahaman akan kehendak-Nya, berjalan dalam iman, dan membangun mimpi Anda.
Berikut langkah-langkah dalam memahami dan memulai pelayanan baru:
1. Izinkan Roh Tuhan Menaruh Visi dalam Diri Anda
Tuhan memberi kita penglihatan akan rencana dan tujuan-Nya dalam hidup kita, dan mengizinkan kita untuk bermimpi dan memiliki visi-Nya dengan jelas dan konkret. Semakin spesifik doa, tujuan, dan sasaran kita untuk visi tersebut, semakin besar kemungkinannya untuk visi Tuhan tersebut dapat terwujud.
Visi adalah gambaran yang membara di hati, tentang apa yang Tuhan ingin lakukan melalui Anda di tempat tertentu bersama kelompok orang yang spesifik. Visi adalah rencana Allah tentang apa yang dapat terjadi. Dengan memercayai dan menindaklanjuti visi tersebut, mimpi dapat terwujud. Dua visioner kuno, Abraham dan Sarah, telah mengalaminya. Saya melihat tiga benang dalam struktur kehidupan mereka yang membentuk pola masa kini dalam memahami kehendak Tuhan: panggilan untuk taat, iman terhadap visi Tuhan, dan hasil yang sudah diantisipasi.
Panggilan untuk Meninggalkan Tempat Tinggal. Abraham dan Sarah tinggal dengan nyaman di Haran saat Tuhan memanggil mereka: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kejadian 12:1) Tidak mudah bagi mereka untuk menaati panggilan itu -- banyak risiko dan pengorbanan.
Sebuah "panggilan" selalu mengiang, bisikan dalam diri Anda yang mengatakan, "Tinggalkan rumahmu dan pergilah ke tempat yang Kutunjukkan kepadamu." Mungkin rumah yang kita tinggalkan bersifat geografis atau spiritual. Tempat yang ditunjukkan kepada kita mungkin adalah kota, pelayanan baru di lingkungan, atau cara hidup baru di dunia. Yang terpenting adalah meresponi dan mengikuti visi Tuhan yang lahir dalam diri kita, tanpa menghiraukan risiko dan pengorbanannya.
Saat Abraham dan Sarah pergi, keponakan mereka, Lot, ikut bersama mereka. Kemudian, gembala Abraham dan Lot berselisih tentang pembagian tanah. Abraham, yang percaya akan visi Tuhan, memutuskan untuk berpisah: "Jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri." (Kejadian 13:9)
Lot melihat ke Timur dan "melihat seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir." (Kejadian 13:10) Seketika itu, Lot berpisah dari Abraham dan tinggal di Yordan. Abraham memilih tinggal di Kanaan yang berbukit-bukit, yang nampak tidak sedap dipandang mata. Di situlah Tuhan menegaskan visinya: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya." (Kejadian 13:14-15)
Ada pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa tersebut untuk visioner kota pada masa kini: Mata iman tidak fokus pada penampilan, namun pada pandangan yang luas dan penglihatan akan apa yang dapat terjadi. "Apa yang dapat kamu lihat secara luas, Aku dapat memberikannya kepadamu," kata Tuhan kepada orang beriman. "Apa yang tidak dapat kamu impikan, Aku tidak dapat memberikannya padamu." "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah" adalah kunci terhadap keberhasilan di luar batas kemampuan manusia. Jika kita dapat memimpikan visi Tuhan dan spesifik dengan hasilnya, apa yang kita perlukan akan disediakan oleh Tuhan "yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada." (Roma 4:17)
Tuhan membangkitkan pemimpin yang memiliki mimpi dan visi yang spesifik, yang percaya kepada-Nya akan hasilnya. Surat Ibrani mengingatkan kita bahwa iman atau visi "adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat". (Ibrani 11:1)
Saya percaya bahwa dalam diri setiap orang, tersembunyi visi yang menunggu pemenuhan melalui iman dan ketaatan akan panggilan.
2. Bangun Visi Secara Perlahan
Setelah memahami kehendak Tuhan, kesabaran diperlukan dalam mewujudkan visi Tuhan bagi pelayanan kota. Sama halnya janin membutuhkan sembilan bulan untuk dapat lahir sebagai bayi, butuh bertahun-tahun untuk mimpi atau visi dalam hati itu menjadi kenyataan.
Apa yang terjadi pada Anda sama pentingnya dengan apa yang Tuhan lakukan melalui Anda. Bersabarlah menunggu Tuhan, biarkan Tuhan mengerjakan karya keselamatan dalam diri Anda, dan kemudian membangun visi Tuhan secara perlahan namun pasti.
Saat saya dan beberapa orang melayani di New York, kami memulai pelayanan dengan visi yang cukup murni. Kami membutuhkan waktu untuk mapan sebelum kami melakukan banyak pelayanan. Namun, kami melangkah semakin cepat dan kami menjadi terdesak. Hasilnya adalah krisis dalam pelayanan: banjir permintaan dan kebutuhan, sedikitnya uang, pelayanan semakin sempit. Selama bertahun-tahun, kami berjuang untuk bertahan sampai kami memperlambat laju pelayanan kami, kemudian mengambil waktu untuk merenung, memikirkan fokus pelayanan, dan peletakan dasar spiritual. Intensitas pelayanan kota dapat menghancurkan bahkan visioner paling percaya diri sekalipun. Cara untuk hidup berkemenangan adalah membiarkan visi Tuhan tersingkap secara perlahan, hari demi hari, tahap demi tahap, mengikuti irama Roh.
3. Ajak Rekan Sepelayanan
Seorang visioner tidak dapat memenuhi visi Tuhan seorang diri. Visi itu harus dibagi. Butuh waktu untuk menemukan orang yang tepat. Ajak orang yang Anda kenal dan percaya, yang berkompeten, berkomitmen, dan yang Anda percayai serta yang memberi rasa nyaman. Jangan terburu-buru mengajak orang hanya karena mereka bersemangat. Tunggu waktunya Tuhan memberikan orang yang pas.
Butuh waktu lebih dari setahun bagi saya untuk menemukan lima orang yang bersedia dan mampu melayani bersama di San Fransisco. Yesus sendiri membutuhkan waktu 3 tahun untuk memuridkan 12 orang pria dan sekelompok wanita. Barulah setelah itu Yesus mengatakan kepada Petrus, "gembalakanlah domba-domba-Ku" dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku." (Yohanes 21:17; Matius 16:18)
4. Pilih Ladang Pelayanan
Setelah mengajak rekan sepelayanan, langkah selanjutnya adalah secara perlahan dan penuh doa mengidentifikasi lingkungan yang akan dilayani. Tanyakan pertanyaan ini: Siapa yang Tuhan ingin kita kasihi? Lingkungan dan daerah geografis bagaimana yang nampaknya paling membutuhkan kehadiran Tuhan? Lingkungan mana yang nampak siap akan hadirnya pelayanan kota?
Setiap kota memiliki daerah yang terabaikan. Kita bisa saja memiliki visi untuk menjangkau seluruh kota, namun pelayanan kota akan efektif apabila kita fokus pada lingkungan tertentu.
Selalu ada lingkungan dalam sebuah kota yang paling cocok untuk dilayani. Pilih daerah yang memiliki sejarah, riwayat, dan ciri khas -- yang menarik dan menantang Anda. Yang terpenting, pilih daerah kumuh yang ditinggali orang-orang miskin dan gelandangan.
5. Tetapkan Pos Pelayanan
Menetapkan pos pelayanan di lingkungan terpilih adalah langkah penting selanjutnya dalam memulai pelayanan kota. Idealnya, sewalah atau belilah bangunan yang memiliki corak budaya dan mudah diakses masyarakat. Orang yang berusaha Anda jangkau membutuhkan sebuah simbol komitmen dan kehadiran Anda. Masyarakat memerlukan sebuah tempat yang hidup, dan pelayanan membutuhkan tempat untuk berkembang. Sebuah pusat pelayanan mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Jika Anda mengalami kesulitan -- entah itu masalah keuangan atau yang lainnya -- seperti halnya saya saat berusaha mengembangkan pelayanan di New York dan San Fransisco, percayalah bahwa Tuhan dapat melakukan mukjizat. Mukjizat adalah karya Tuhan yang tepat pada waktunya. Dari pengalaman saya merintis pelayanan di New York dan San Fransisco, tidak ada visi yang mustahil.
6. Bangun Komunitas
Sebelum Anda melaksanakan misi pelayanan Anda dalam sebuah lingkungan, kelompok pelayanan Anda harus menjadi sebuah komunitas.
Apakah komunitas itu? J. B. Libanio, yang menulis tentang komunitas kristiani di Amerika Tengah dan Selatan, mendefinisikan komunitas sebagai: "Sebuah kesatuan beberapa orang yang dinamis, yang melalui interaksi sosial yang spontan, terintegrasi oleh ikatan persahabatan, emosional, kesamaan sejarah dan budaya".
Sebuah komunitas terbentuk saat sebuah kelompok kecil berintegrasi, berjalan bersama, dan ingin melakukan sesuatu yang lebih besar daripada yang dapat mereka capai secara individual.
Sebagai suatu kelompok pelayanan, kita semua harus merasa terpanggil untuk hidup di antara orang-orang yang ingin kita jangkau. Hal ini membutuhkan komitmen jangka panjang. Komunitas berarti komitmen kepada satu dengan yang lain dan kepada rencana rekonsiliasi Tuhan. Komunitas diperlukan sebelum penyembahan dan misi dapat terjadi dengan benar. Sebuah kelompok pelayanan yang berharap untuk menjangkau sebuah kota dan lingkungan dengan kasih Tuhan, harus terlebih dahulu mengasihi dan menghargai anggotanya. Perbedaan dalam kepribadian, teologi, latar belakang, standar kerja dan kebersihan, talenta, dan panggilan dapat menghancurkan sebuah komunitas. Namun hal itu dapat diatasi dengan komitmen bersama terhadap proses dan fokus pada visi.
7. Biarkan Misi Mengalir
Sebuah kelompok Kristen kecil yang diorganisasi bagi misi dan setidaknya pertemuan untuk menyembah, berdoa, dan saling menguatkan seminggu sekali, memiliki potensi untuk memahami apa yang Tuhan lakukan dan terlibat di dalamnya. "Handbook for Mission Groups" karya Gordon Cosby menjelaskan setiap langkah bagaimana sebuah komunitas terbentuk dan menemukan pelayanannya.
Awalnya, sebuah kelompok berkumpul bersama visioner yang sudah mendapat panggilan untuk melayani dan menyuarakan panggilan itu dalam beragam cara -- dalam percakapan pribadi, dalam kepemimpinan, atau dalam nubuatan.
Jika tidak ada yang meresponi, orang yang terpanggil itu menunggu beberapa saat untuk orang lain menceritakan panggilannya. Saat 2 atau 3 orang meresponi, mereka memulai hidup mereka bersama, "saling membangkitkan talenta, dan berdoa bagi kejelasan dalam mendengar kehendak Tuhan bagi misi mereka".
Panggilan itu mungkin dimulai saat seseorang mendengar bisikan (gambar, perasaan) Tuhan yang terus mengiang, yang mengatakan "berilah makan orang yang kelaparan", "sediakan tempat tinggal bagi gelandangan", atau "hiburlah penderita AIDS". Saat orang lain meresponi panggilan itu, implikasi dan perkembangannya terlihat. Prinsip penting dalam kelompok misi adalah diperlukannya komitmen bersama dan tanggung jawab bersama yang diterima oleh setiap anggota. "Hal ini dapat dilakukan hanya dengan mengenali talenta setiap anggota," kata Cosby.
Orang yang memiliki multi talenta akan menghadapi godaan untuk memenuhi kepuasan ego dengan melakukan segala sesuatu seorang diri daripada bersama-sama. Tanpa komitmen untuk hidup dan melakukan misi bersama, sebuah kelompok misi tidak akan berhasil. Dengan komitmen bersama, sebuah kelompok misi akan bertahan selama semusim atau sepanjang hidup. Karya pelayanan yang sudah dilakukan itu akan menjadi karya Tuhan dan selamanya menjadi bagian dalam usaha Tuhan berdamai dengan dunia ini.
Kadang, sebuah kelompok misi mencapai misinya dan kemudian bubar. Apa yang sebaiknya terjadi saat sebuah kelompok misi mati secara alami? Menurut Cosby, "Saat diketahui tidak ada lagi dua atau lebih anggota yang terpanggil, kelompok itu mungkin dapat meninjau ulang sejarahnya, bersyukur atas apa yang sudah dilakukan, dan merayakan matinya kelompok itu. Sering kali, diperlukan adanya kesadaran akan dosa yang harus diampuni, luka hati yang harus disembuhkan, dan keberanian untuk mengambil langkah selanjutnya."
Jika kelompok misi mempertahankan tahap perkembangannya dan arahan dari Tuhan, maka pelayanan akan terbentuk. Antusiasme akan dibumbui dengan hikmat, inovasi akan diwataki dengan tradisi, dan banyaknya orang yang antusias akan diarahkan oleh Tuhan untuk mendukung dan membantu usaha komunitas. Kelompok misi mungkin dapat tetap menjadi bagian dari gereja atau berdiri sendiri sebagai komunitas penyembahan dan pusat misi sementara. (t/Dian)
Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul buku | : | A Call for Compassion; City Streets City People |
Judul asli artikel | : | Lift Up Your Eyes; How to Start an Urban Ministry |
Penulis | : | Michael J. Christensen |
Penerbit | : | Abingdon Press, Nashville 1988 |
Halaman | : | 53 -- 70 |
Saat ini Anda sudah mengetahui syarat-syarat menjadi salah satu utusan Tuhan. Anda sudah mempelajari pelatihan yang harus mereka jalani dan strategi-strategi yang akan membantu mempersiapkan mereka bekerja dengan efektif.
Anda juga sudah melihat tindakan apa saja yang dilakukan oleh utusan ini -- berjuang keras melawan rintangan dan menang dalam nama Yesus untuk membawa orang-orang yang belum terjangkau ke Jalan Kebenaran.
Mungkin Anda mulai merasa tenang, namun ada desakan terus-menerus dari dalam diri Anda untuk terlibat lebih jauh lagi. Mungkin saat ini Roh Kudus sedang berbicara kepada Anda.
Jika benar demikian, penting bagi Anda untuk meresponsnya. Berdasarkan cerita-cerita dari mereka yang telah terlibat dalam pelayanan misi, kita belajar bahwa dorongan-dorongan dari dalam pada awalnya sering kali tidak terlihat, sulit untuk diketahui. Tapi pada kenyataannya, bagi sebagian besar dari kita, pesan itu benar-benar menjadi tidak jelas sampai kita bertindak.
Ini adalah proses pengambilan tindakan untuk merespons dorongan dari Roh Kudus yang sering kali memberikan kejelasan yang sesungguhnya. Tanpa merespons, Anda mungkin tidak akan pernah tahu.
Anda ingat kisah Paulus ketika dalam perjalanan ke Damaskus? Tentu saja apa yang dia lihat ketika Yesus menampakkan diri kepadanya adalah dorongan terkuat yang sangat indah. Namun, pelayanannya tidak dikerjakannya sampai dia menerima konfirmasi lebih lanjut melalui kebutaan yang diikuti dengan pemulihan yang Tuhan berikan melalui tangan Ananias (Kis. 9:3-19)
Ingat juga Gideon, yang Tuhan perintahkan untuk pergi dan menyelamatkan bangsa Israel dari bala tentara Midian, di mana orang-orang pada zaman dahulu terkenal menggunakan unta dalam berperang (Hak. 6:14). "Tetapi jawabnya kepada-Nya: `Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan aku pun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku`" (Hak. 6:15).
Gideon mematuhi perintah Tuhan tanpa perlu diyakinkan dengan susah payah bahwa pesan itu benar-benar berasal dari Tuhan dan janji Tuhan adalah nyata. Sebelum akhirnya Gideon bertindak, Tuhan sudah meyakinkan dia melalui mujizat api yang muncul dari batu (Hak. 6:19-21) dan dengan dua mujizat lainnya yang menggunakan bulu domba dan embun di tanah (Hak. 6:36-40).
Jika panggilan Anda menjadi utusan adalah murni, Anda akan diyakinkan dalam panggilan ini. Namun, mujizat itu hanya akan terjadi setelah Anda mengambil tindakan.
MEMBANGUN DUKUNGAN SPIRITUAL ANDA
Langkah pertama dalam merespons panggilan ini adalah dengan berbicara kepada pendeta atau pembimbing rohani Anda dan meminta dukungan semangat serta doa. Anda mungkin juga perlu mendapatkan pengakuan di depan umum, mungkin melalui "altar call" di gereja Anda atau dalam kelompok PA yang Anda ikuti. Dukungan doa dan perhatian dari saudara-saudara sepersekutuan adalah penting, khususnya pada tahap-tahap awal ketika komitmen Anda untuk mengikuti pelayanan asing mulai tumbuh.
Tahap ini juga akan menjadi waktu untuk mulai mencari persiapan akademis yang lebih banyak lagi. Pelatihan yang Anda pilih tergantung pada banyak faktor, termasuk usia Anda, status keluarga Anda, dan apakah Anda tinggal di negara yang terbuka untuk Injil atau tidak.
Ketika Anda mempersiapkan diri atas panggilan utusan, Anda mungkin diharapkan mencari dukungan dari organisasi-organisasi misi lokal. Atau mungkin Anda akan mencari dukungan itu ke tempat-tempat persekutuan, misalnya gereja Anda. Meskipun banyak bahan yang memberi tuntunan dalam hal mencari dukungan, Anda harus membuat keputusan sendiri melalui doa rutin dan mendengarkan dengan cermat rencana Tuhan yang diberikan kepada Anda.
Setelah pelatihan, ketika panggilan Anda diuji dan diperjelas, Anda mungkin berharap ditugaskan melalui suatu pelayanan istimewa di gereja Anda atau melalui organisasi misi tertentu. Meskipun sebagai seorang misionaris mandiri yang kebutuhan finansialnya ditanggung sendiri, jangan pernah Anda berusaha keras untuk pergi tanpa dukungan persahabatan, perhatian, dan doa yang dapat diberikan oleh persekutuan Kristen.
"Diutus" ke ladang misi oleh gereja di mana Anda bersekutu memiliki banyak keuntungan, meskipun demikian pengutusan itu mungkin sekali melibatkan dukungan finansial maupun administratif.
Pertama, Anda mendapatkan kepercayaan diri dan kekuatan dalam panggilan Anda melalui pengakuan umum atas maksud Anda. Kedua, Anda menerima suatu komitmen dukungan doa dari mereka yang akan menyaksikan penugasan Anda. Ini juga akan menjadi komunitas yang dapat Anda "lapori" dari waktu ke waktu selama pelatihan pelayanan Anda. Akhirnya, dengan berdiri di depan jemaat Kristen dan memproklamirkan keinginan Anda untuk melayani sebagai seorang utusan, Anda akan bersaksi tentang suatu komitmen yang dapat memberikan dukungan semangat kepada orang lain.
PENEMPATAN DI LADANG MISI
Satu cara untuk menjadi seorang utusan tentu saja adalah dengan sudah memiliki tempat kerja di suatu negara atau suatu kelompok masyarakat yang terpencil. Keadaan dan situasi lain yang lebih umum adalah mengenali suatu kelompok atau negara di mana kemampuan Anda akan digunakan.
Ingatlah bahwa utusan Tuhan dapat membiayai kehidupan mereka dengan berbagai cara. Rasul Paulus adalah seorang pembuat tenda. William Carey adalah pembuat sepatu. Pilihan-pilihan lain sebenarnya dapat berupa profesi lain dan layak secara moral yang berguna di kelompok orang-orang yang sudah Anda pilih dan yang cukup berguna untuk pemerintahan sehingga Anda dapat berhasil di negara itu.
Satu alasan mengapa Anda perlu mengemukakan keinginan Anda untuk menjadi utusan di depan umum, khususnya jemaat gereja Anda, adalah agar keinginan ini mendorong anggota-anggota gereja yang lain yang mungkin mempunyai saran atau informasi alamat kontak yang dapat menolong Anda.
Jika Anda tidak pernah mempunyai pengalaman membawa seseorang kepada Kristus, Anda pasti akan membutuhkan pelatihan untuk usaha keras ini. Ada berbagai bidang pengetahuan yang tersedia untuk tujuan ini guna meningkatkan kemampuan Anda dengan baik.
Beberapa orang akan mendapatkan banyak prestasi untuk Kristus sebagai pengabdian mereka. Namun, ada juga yang tidak mendapatkan apa-apa dan harapan saya mereka akan tergerak untuk pertama kalinya dan mulai merasakan pengalaman paling indah yang dirasakan oleh manusia. Jika Anda adalah penginjil yang pertama, tidak diragukan lagi Anda akan merasakan beberapa ketidaknyamanan dan mungkin juga perasaan was-was.
Memiliki guru yang baik dalam penginjilan juga penting supaya berhasil dalam penginjilan. Guru yang baik ini mungkin bisa Anda temui di gereja Anda sendiri.
Namun di beberapa denominasi, kemampuan untuk menginjili tidak begitu diutamakan. Jika Anda termasuk dalam salah satu denominasi ini, jangan putus asa. Anda berada di posisi yang bagus untuk menjembatani denominasi Anda dan beberapa gereja injili lainnya. Saya sarankan supaya Anda menghubungi pendeta salah satu gereja tersebut dan meminta pelatihan yang Anda butuhkan. Pendeta tersebut akan membantu Anda dengan senang hati dan Anda akan membantu membawa banyak jiwa menjadi satu dalam tubuh Kristus.
Langkah terpenting yang sederhana untuk memulainya adalah dengan bersaksi tentang Kristus kepada orang lain. Ini akan menjadi bagian yang sangat mengejutkan karena Anda akan menjadi bagian dari orang-orang yang dipenuhi dengan sukacita pada apa yang dipersembahkan kepada mereka.
Namun, ingatlah fakta yang menyedihkan, tapi nyata, yang dijelaskan Tuhan kita dalam perumpamaan tentang perjamuan kawin; meskipun "banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih" (Mat. 22:14). Pesan yang sama terdapat dalam perumpamaan tentang penabur di Matius 13:3-9.
Anda hanya akan berhasil di bagian usaha penginjilan Anda -- mungkin hanya di satu pertemuan dari pertemuan yang berulang-ulang.
PENGINJILAN LINTAS BUDAYA DI RUMAH
Sebagai langkah berikutnya, ketika Anda sudah bertumbuh lebih efektif lagi dalam penginjilan kepada para pendengar yang sudah akrab dengan Anda, maka Anda akan ingin membangun kemampuan dalam bekerja sama dengan orang-orang yang berkebudayaan lain. Ternyata, dengan meningkatnya mobilitas populasi murid internasional, keinginan Anda ini akan lebih mudah dicapai.
Melalui kontak dengan mahasiswa asing ini, Anda juga dapat menuntun diri Anda sendiri untuk masuk ke populasi di mana Anda dapat melakukan yang terbaik untuk pelayanan Anda.
Keberagaman komunitas etnik (yang ada di tempat Anda -- red) dapat menjadi kelompok target yang ideal untuk pelatihan pelayanan lintas budaya Anda.
Satu keuntungan istimewa yang dapat diperoleh dari bekerja sama dengan mahasiswa asing untuk mengasah kemampuan penginjilan Anda adalah agar Anda dapat mempelajari cara-cara baru menjangkau jiwa-jiwa baru. Berikut beberapa teknik yang sudah dimodifikasi, yang mungkin dapat digunakan oleh seorang utusan dalam menginjili mahasiswa asing di negara mereka sendiri.
Pendekatan asimilasi (pembauran -- red) merupakan cara yang tepat.
Fokuslah pada tujuan penginjilan, bukannya menjadikan mereka menjadi sama dengan Anda.
Terimalah sifat-sifat manusia yang beraneka ragam, bahkan dalam setiap kelompok etnik sekalipun. Kelompok-kelompok etnis ini dibedakan oleh sosial ekonomi, dan sering kali secara linguistik, keturunan, dan geografis.
Gunakan ikatan komunal etnik yang kuat (persahabatan dan keturunan) sebagai kesempatan untuk menyebarkan Injil.
Manfaatkan organisasi-organisasi "parachurch" untuk penjangkauan (outreach) Anda (misalnya, PA di rumah, dan bentuk-bentuk persekutuan lainnya).
Berusahalah untuk belajar dan gunakanlah bahasa asli dari kelompok yang menjadi target Anda.
Jika mungkin, bekerjasamalah dengan anggota kelompok yang sedang Anda jangkau yang sudah menjadi Kristen.
Doronglah gereja Anda untuk memerhatikan pelayanan-pelayanan khusus atau misi-misi khusus untuk mendukung penjangkauan Anda kepada kelompok yang menjadi target penginjilan Anda.
Lakukan sesuatu -- mungkin bersama-sama dengan gereja Anda -- untuk menunjukkan dukungan Anda kepada kelompok yang menjadi target Anda. Contohnya, Anda bisa menggunakan salah satu hari libur nasional kelompok itu untuk berkumpul bersama beberapa orang dari mereka.
Berdoalah agar Roh Kudus menguatkan Anda untuk membawa setiap orang yang belum mengenal Kristus dan dengan yakin di dalam nama-Nya, Anda bisa menjangkau beberapa orang dalam kelompok pelayanan Anda. (t/Ratri)
Bahan diterjemahkan dari:
Judul buku | : | God`s New Envoys |
Judul asli artikel | : | How to Get Started |
Penulis | : | Tetsunao Yamamori |
Penerbit | : | Multnoman Press, Oregon 1987 |
Halaman | : | 147 -- 152 |
Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut (Lukas 12:48)
Ada 3D yang biasa dipakai dalam pekerjaan misi: Doa, Dana, dan Daya. Menurut hemat saya, 4D lebih tepat dengan D yang pertama untuk Data. Yesus menyampaikan data ketika Dia berkata:
"Tuaian memang banyak, tapi pekerja sedikit" (Lukas 10:2).
Tanpa data, apa yang akan kita doakan? Tanpa data, apa yang akan kita kerjakan dengan sumber daya yang ada? Tanpa data, akan disalurkan ke mana dana yang ada? Berikut ini adalah tiga hal yang perlu kita perhatikan.
Setiap individu, keluarga, dan gereja yang ingin mengerti dan memupuk visi dan misi penginjilan perlu memiliki (paling tidak) peta dunia, peta Indonesia, peta suku-suku yang terabaikan, atau tempat-tempat tertentu yang mengingatkan kita untuk mendoakannya.
Setiap dari kita perlu menjalin hubungan dengan satu atau lebih lembaga misi dan utusan misinya agar mendapatkan pokok-pokok doa yang terbaru.
Pribadi atau gereja perlu proaktif mencari informasi, mengikuti konsultasi-konsultasi, dan seminar-seminar misi yang diadakan agar mengerti langkah-langkah konkret lebih lanjut dalam merealisasikan pekerjaan misi di gereja. Sebagai contoh, memiliki komisi misi yang hidup di gereja, mengadopsi suku terabaikan dalam kelompok-kelompok doa, atau mendukung pekerjaan misi.
Pribadi dan Keluarga yang Bermisi
Mulailah dengan mendoakan pekerjaan misi secara pribadi dan dalam keluarga. Belajarlah memberi untuk misi. Bila persepuluhan dan persembahan sudah diperuntukkan bagi gereja secara khusus, masih banyak cara lain untuk memberi bagi pekerjaan misi. Beberapa di antaranya adalah:
1. Celengan Misi
Anak-anak kami memunyai celengan misi. Begitu pula dengan istri saya. Celengan misi ini tampaknya kecil dan sedikit. Namun, sedikit demi sedikit akan menjadi banyak juga. Prinsip yang saya ingat adalah ketika Rut mengumpulkan bulir-bulir gandum di ladang Boas, sedikit demi sedikit terkumpul cukup banyak juga.
Anak-anak kami diajar untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan. Mereka belajar bahwa uang kolekte tidak seharusnya lebih sedikit dari uang jajan mereka. Mereka diajar untuk beriman tetapi juga memberi bagi Tuhan. Melalui celengan ini, setelah jangka waktu tertentu ternyata cukup banyak yang terkumpul untuk dipersembahkan ke gereja atau lembaga misi lain.
2. Janji Iman
Janji iman dapat dibuat di luar perhitungan gaji yang sudah ada. Ada yang memenuhi janji imannya dengan bekerja lembur atau usaha lain agar hasilnya dapat diberikan untuk pekerjaan misi. Pada waktu di Afrika, saya berbicara dengan sekelompok pendeta-pendeta muda yang berkata bahwa mereka miskin dan tidak bisa mendukung utusan Injil. Waktu itu saya mengatakan kepada mereka bahwa ada banyak cara untuk mendukung pekerjaan misi secara finansial asalkan kita ada visi dan beban. Saya mengajak mereka berhitung:
Berapa uang makan sehari setiap orang? (Kira-kira Rp 10.000,00)
Berapa anggota jemaat yang aktif? (Kira-kira 100 orang)
Saya katakan bahwa jika setiap orang sehari dalam sebulan berpuasa dan berdoa untuk misi dan uang makan sehari itu dipersembahkan untuk pekerjaan misi maka akan terkumpul Rp 1.000.000,00/bulan hanya dari uang makan yang disisihkan untuk puasa 1 hari.
Saya juga mengajak berhitung seorang anak Tuhan di Indonesia yang berkata bahwa kita orang Kristen di Indonesia miskin sehingga tidak mampu untuk mendukung utusan Injil. Saya mengajak untuk menghitung berapa orang Kristen yang merokok di Indonesia ini. Jika angka kasar perokok Kristen adalah 2 juta orang yang masing-masing menghabiskan Rp 5.000,00 perhari untuk rokok, orang-orang Kristen di Indonesia setiap hari membakar uang sebanyak 10 milyar rupiah, setiap bulan 300 milyar rupiah dibakar dengan sia-sia. Angka itu akan lebih besar jika perokok Kristen lebih dari 2 juta orang. Jawaban dari para perokok yang saya temui mengatakan bahwa semakin mereka stres dalam masa krisis, semakin banyak rokok dihabiskan. Perhitungan ini belum termasuk berapa banyak uang yang kita belanjakan untuk sesuatu yang sebetulnya tidak kita perlukan. Di samping itu, sering kita tidak berdoa agar kita bisa membelanjakan uang dengan bijaksana, tetapi kita hanya berdoa jika kita membutuhkan uang.
Kita dapat memobilisasi keluarga kita untuk berdoa dan memberi bagi pekerjaan misi jika kita sendiri memulai untuk melakukannya. Tindakan kita berbicara jauh lebih kuat daripada perkataan kita.
Gereja dan Mobilisasi Misi
Gereja sangat berperan vital dalam menciptakan atmosfer misi. Jika misi tidak pernah dikhotbahkan di dalam gereja, tentu saja visi bermisi tidak akan pernah muncul di antara jemaat. Jika khotbah misi sering didengungkan di gereja maka pengetahuan dan visi jemaat akan dibukakan untuk mengerti pentingnya misi dan memenuhi mereka pada langkah-langkah keterlibatan konkret berikutnya, seperti adanya persekutuan doa untuk misi, departemen misi (juga disebut Komisi Misi) yang sehat, atau AD/ART untuk misi. Hal yang sederhana ini akan menjadi idealisme yang sukar dijalankan bila pengertian misi yang alkitabiah belum menyentuh dasar kehidupan gereja. Beberapa usulan kecil ini mungkin dapat dijalankan dalam banyak gereja.
Sebulan atau 2 bulan sekali diadakan Minggu Misi, kebaktian misi yang semua acara dan khotbah terfokus pada misi. Jemaat dapat mengundang misionaris, pimpinan badan misi atau pendeta dari gereja yang misioner untuk menyampaikan firman Tuhan atau bersaksi. Adakan persembahan khusus untuk misi pada kebaktian itu yang ditujukan kepada tempat atau misionaris atau lembaga misi yang didoakan atau didukung.
Minimal setahun sekali mengadakan pekan Misi dan Penginjilan, dengan mengundang pembicara-pembicara misi yang sudah melakukan langsung pelayanan misi selama ini.
Jika telah memiliki gedung gereja sendiri atau menyewa di tempat yang permanen, ada baiknya menempelkan peta dunia, peta misi, serta surat-surat doa misi yang aman untuk bisa dilihat anggota jemaat. Hal tersebut dapat mengingatkan serta mendorong mereka untuk memikirkan dan melakukan pekerjaan misi.
Memasukkan pokok-pokok doa misi dalam warta jemaat dan mendoakannya dalam doa syafaat.
Mengutus pimpinan gereja atau majelis untuk mengikuti seminar atau konsultasi misi yang diadakan oleh lembaga-lembaga misi.
Dalam program misi, berikanlah kepercayaan dalam kebebasan terkontrol untuk komisi misi dalam menjalankan programnya.
Mengadakan perjalanan misi atau perjalanan singkat ke daerah-daerah dalam jangka waktu pendek untuk menangkap visi misi di lapangan.
Bila memiliki perpustakaan gereja, isilah dengan buku-buku misi dan biografi dari para tokoh misi, seperti William Carey, Hudson Taylor, Sadhu Sundar Singh, David Livingstone, dan lain-lain yang dapat memberikan inspirasi kepada jemaat.
Memiliki hubungan yang baik dengan satu lembaga misi atau misionaris.
Yang paling penting di atas segalanya adalah keterbukaan kepada firman Tuhan dan Allah "Missio Dei".
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Hati Misi |
Penulis | : | Bagus Surjantoro |
Penerbit | : | Yayasan Andi, Yogyakarta 2006 |
Halaman | : | 115 -- 120 |
Di Indonesia, banyak suku-suku terabaikan membutuhkan para pengerja Injil yang dapat memberkati mereka dengan Kabar Baik tentang Tuhan Yesus, Juru Selamat dunia. Sayangnya, tidak banyak orang yang bersedia mengabarkan Injil dan mendirikan jemaat lintas budaya. Mereka yang bersedia pun menghadapi bermacam-macam tantangan. Boleh dikatakan, mereka yang melayani suku-suku terabaikan umumnya kurang disokong oleh gereja-gereja atau organisasi Kristen yang mengutus mereka. Mereka membutuhkan dukungan doa, dana, dan persekutuan yang menguatkan jiwa, perasaan, dan kerohanian mereka.
Pelayanan lintas budaya adalah tantangan yang cukup rumit dan berat. Pada umumnya, kita kurang mengerti bahwa setiap orang yang melayani suku lain harus belajar banyak tentang sifat, bahasa, dan cara hidup suku itu. Jika kita bergaul secara biasa dengan menggunakan bahasa Indonesia saja, maka banyak orang tidak akan mengerti maksud dan tujuan kita. Hal ini dapat diperlihatkan dalam lima pokok berikut.
Bahasa
Setiap bahasa yang terdapat di Indonesia mengandung ciri-ciri yang khas. Jika kita bicara soal rohani kepada seseorang, kita harus menguraikannya dengan bahasa yang paling cocok untuk orang itu. Jika tidak demikian, ada kemungkinan besar ia tidak akan menangkap maksud kita.
Pandangan Hidup
Pandangan hidup setiap suku terabaikan terdiri dari filsafat dan teologi mereka. Jika mereka memunyai pandangan hidup yang berbeda dari kita, maka mereka akan sukar untuk menerima Injil. Misalnya, jika seseorang memiliki pengertian tentang Tuhan, manusia, dosa, keselamatan, dunia gaib, dan sebagainya yang berbeda dari pandangan dunia Alkitab, ia tidak akan langsung mengerti Injil. Injil memunyai pandangan hidup tersendiri yang harus dijelaskan dengan contoh-contoh yang dapat ditangkap oleh orang itu.
Nilai-nilai
Kita harus mempelajari nilai-nilai yang dihargai oleh suku terabaikan itu. Pengertian kita akan nilai-nilai mereka membuka banyak peluang untuk Injil. Kita menghormati nilai-nilai mereka yang baik dan menguatkan nilai-nilai itu yang sesuai dengan pandangan hidup Alkitab.
Kepemimpinan
Cara kepemimpinan setiap suku juga memunyai ciri khas yang perlu diperhatikan oleh kita. Jika kita tidak berusaha memimpin jemaat baru dengan cara yang dapat dimengerti dan dihormati oleh mereka, maka mereka tidak akan merasa betah. Para penginjil perlu mempelajari cara kepemimpinan orang-orang yang mereka layani.
Organisasi sosial
Sistem organisasi sosial sebuah suku juga penting untuk kita pelajari. Misalnya, hampir setiap suku di Indonesia memegang sistem bapak/anak buah, tapi cara melaksanakannya cukup bervarisasi. Kita harus memerhatikan sistem-sistem sosial, seperti sistem kekeluargaan, sistem pendidikan, dan sistem-sistem masyarakat yang lain. Jika tidak, kita seolah-olah masih berada di luar ruang lingkup kehidupan mereka. Penyesuaian ini tidak begitu mudah dilaksanakan oleh seorang penginjil atau gembala yang berasal dari suku lain.
Kesimpulannya
Tidak heran jika sebagian besar para penginjil dan pendeta yang melayani suku-suku terabaikan tidak bertahan lama dalam pelayanan. Mereka merasa pusing karena tantangan-tantangan yang besar, kurang dibimbing untuk pelayanan yang berat itu, dan kurang didukung oleh gereja dan saudara-saudara seiman. Marilah kita memerhatikan para pekerja lintas budaya, mendoakan, dan menyokong mereka secara khusus agar mereka dikuatkan oleh Tuhan dalam mengemban tugas yang berat itu. Jika kita berusaha mengenal dan membantu para penginjil lintas budaya, kita juga telah mengambil bagian dalam pengabaran Injil kepada orang-orang yang belum pernah mengerti berita tentang Yesus Anak Allah.
Kiriman dari: Roger Dixon
Jelas sekali bahwa Anda tidak bisa mendoakan seluruh dunia secara konkret dan efektif. Oleh sebab itu Anda harus selektif dengan cara:
Apabila beban misi sudah jelas dan informasi sudah dikumpulkan, maka yang dapat Anda lakukan adalah:
Jikalau satu orang Kristen mulai mendoakan utusan Injil, betapa senangnya hati Tuhan, sebab orang tersebut mengerti tujuan hidupnya sebagai orang Kristen. Namun biasanya iblis mencoba menghindarkan orang Kristen dari doa syafaat, supaya dia enggan berdoa. Lebih baik kalau berdoa dilakukan secara bersama-sama. Apabila satu orang Kristen sudah capai mendoakan utusan Injil, maka teman-teman yang lain bisa mengingatkan dan mendorong dia sehingga ia meneruskan doanya. Tuhan berjanji dalam Matius 18:19-20, "Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab dimana dua tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada ditengah-tengah mereka." Ini merupakan suatu janji yang luar biasa. Tuhan sebagai Tuan atas dunia ini berjanji bahwa Ia akan mendengarkan doa umat-Nya. Oleh karena itu, marilah kita berdoa bagi utusan Injil dengan lebih sungguh-sungguh lagi.
Agar suatu kelompok doa misi dapat berjalan dengan baik, maka ada beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan:
Sebelum pertemuan persekutuan doa berlangsung, pemimpin acara harus sudah menyiapkan pokok doa dengan teliti dan tidak dengan sembarangan, supaya jelas siapa dan negara mana yang akan didoakan. Yang penting bukan jumlah pokok doa yang akan didoakan melainkan doa-doa yang sesuai dengan kehendak Allah. Lebih baik apabila pokok doa ditulis di papan tulis atau overhead projector, atau bisa dalam kertas yang kemudian dibagi kepada anggota persekutuan doa.
Sebelum menaikkan doa syafaat, lebih baik kalau didahului dengan renungan firman Tuhan, yang dibaca dan dijelaskan secara singkat. Kalau bisa diselingi dengan puji-pujian. Setelah itu maka pokok doa demi pokok doa dapat didoakan. Berdoa dapat dilakukan secara serentak atau diwakili oleh beberapa orang, dan yang lain berdoa dalam hati dan mengaminkan doa yang dipanjatkan kepada Tuhan. Tidak baik kalau semua pokok doa didoakan hanya oleh satu anggota persekutuan doa, sebab hal ini bisa menyebabkan yang lain merasa tidak enak, menganggur, dan bosan. Lebih baik kalau semua terlibat dalam doa syafaat. Kadang-kadang pemimpin kelompok doa harus menunggu sebentar, sebelum menaikkan doa berikutnya. Tetapi tidak harus menunggu terlalu lama. Pendoa harus bersuara keras, agar yang lain bisa mendengar doanya dan mengaminkan.
Doa yang singkat adalah rahasia keberhasilan doa kelompok. Walaupun hanya satu atau beberapa kalimat yang diucapkan oleh masing-masing orang lebih baik daripada sebuah doa panjang lebar yang membosankan peserta lain. Orang tidak boleh dipaksa untuk berdoa. Kadang-kadang orang Kristen belum begitu biasa berdoa dengan suara dan oleh sebab itu mereka masih perlu waktu. Sangat penting bahwa doa-doa diucapkan secara spontan sesuai dengan hati mereka. Kristus sendiri menasehati murid-murid-Nya untuk berdoa yang singkat, sebab bukan jumlah kata yang diucapkan yang akan menentukan sebuah doa dikabulkan atau tidak. Matius 6:7-6 berkata, "Lagi pula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang-orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya."
Selain singkat, doa juga harus sederhana. Orang-orang yang sebelumnya tidak pernah berdoa, akan sanggup mengucapkan sebuah kalimat sederhana yang muncul dari hati sanubarinya, jikalau pemimpin dan peserta-peserta lainnya menghindari memakai ungkapan-ungkapan yang rumit serta bahasa doa yang khusus. Jika kita tidak memakai ungkapan-ungkapan teologi yang muluk-muluk melainkan menjadi doa kita singkat, sederhana, dan tidak rumit, maka kemungkinan besar mereka akan datang kembali minggu berikutnya.
Janganlah kita heran kalau ada tantangan. Hal ini biasa. Iblis tidak senang kalau anak-anak Tuhan berdoa, dan melalui doanya itu berhasil mengubah dunia yang masih hidup di dalam kegelapan (tersesat).
Lukas 17:10 berkata, Demikianlah juga kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata, "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami melakukan apa yang harus kami lakukan." Supaya segala pujian, syukur, dan hormat hanya bagi Allah, Tuan atas tuaian ini.
Diambil dari:
Judul buku | : | Doa dan Misi |
Judul artikel | : | Beberapa Nasihat Praktis Tentang Doa Syafaat untuk Misi |
Penulis | : | Dr. Veronika J. Elbers |
Penerbit | : | Departemen Literatur SAAT, Malang 2001 |
Halaman | : | 44 -- 49 |
Secara sederhana, istilah "Islam" berarti "tunduk berserah kepada Allah", dan yang disebut Muslim adalah orang-orang yang menaati hukum-hukum Islam serta aturan-aturannya. Agama Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad, yang oleh kaum Muslim dianggap sebagai nabi tertinggi. "Muhammad" bukan saja sebuah nama, tetapi juga sebutan yang artinya "Yang Dipuji-Puji".
Riwayat Hidup Muhammad
Muhammad lahir tahun 570 M di Mekah, sebuah kota di negeri Arab. Ia lahir dan dibesarkan dalam marga Hasyim dari suku Kuraish yang berkuasa. Ayah Muhammad meninggal sebelum ia dilahirkan, sesudah itu ibunya pun, Aminah meninggal dunia ketika ia berusia enam tahun. Kemudian ia tinggal bersama kakeknya yang bekerja sebagai penjaga Kaabah, sebuah tempat pemujaan di Mekah. Dua tahun kemudian, kakeknya pun meninggal dunia. Sehingga sejak usia delapan tahun, Muhammad dibesarkan oleh Abu Talib, pamannya. Pamannya ini adalah seorang pedagang yang sering berkeliling dengan kafilah-kafilah.
Muhammad dibesarkan pada masa keadaan ekonomi yang tidak menentu dan banyak orang tidak puas dengan adanya jurang besar antara orang kaya dan orang miskin. Penyembahan berhala marak di tanah Arab. Konon ada 360 dewa-dewi yang dipuja, dan kota Mekah merupakan pusat pemujaan berhala. Sejarawan Muslim mencatat, sejak kecil Muhammad sangat benci akan penyembahan berhala dan hidup bersih secara moral. Kemudian Muhammad dipekerjakan oleh Khadijah, seorang janda kaya, untuk mengurusi perdagangan kafilahnya. Ia mulai dikenal sebagai "Al-Amin", yang berarti orang yang dapat dipercaya. Pada usia 25 tahun, ia pun menikah dengan Khadijah. Perkawinan ini menghasilkan enam orang anak. Sayangnya, semua anaknya meninggal dalam usia muda, kecuali putri bungsu mereka (Fatimah). Muhammad dan Khadijah menikah selama 25 tahun. Setelah Khadijah meninggal dunia, Muhammad mempraktikkan kehidupan poligami dengan memiliki beberapa istri.
Pada usia empat puluh tahun, Muhammad mulai prihatin melihat keadaan bangsanya dan ia banyak menghabiskan waktunya untuk bertapa/menyendiri guna memikirkan hal-hal agama. Selama bulan Ramadan, ia sering mengasingkan diri ke sebuah gua di lereng Gunung Hira, sekitar lima kilometer dari Mekah. Pada masa-masa tahun 610 M, Muhammad mulai menerima pewahyuan dan pengajaran yang diyakininya benar telah disampaikan oleh malaikat Jibril dan menjadi cikal bakal kitab suci Al-Qur`an. Kaum Muslim juga memercayai catatan-catatan sejarah yang disebut "Hadis", yang memaparkan detail-detail kehidupan, pengajaran, dan hal-hal yang dilakukan oleh Muhammad. Sedikit banyak, kitab-kitab Hadis ini juga menjadi pegangan hidup umat Islam. Semasa hidupnya, Muhammad banyak bertemu orang yang menyebut diri Kristen. Tetapi dipertanyakan juga, apakah mereka itu benar-benar orang yang percaya? Selain itu, Muhammad juga banyak belajar mengenai aturan agama Yahudi dari masyarakat Yahudi yang tinggal di daerah sekitar. Akhirnya, Muhammad menjadi tokoh pemimpin politik dan agama di kota Madinah, sebuah kota di utara Mekah di mana sebagian besar penduduknya adalah orang-orang Yahudi. Warga Yahudi di Madinah tidak percaya bahwa Muhammad seorang nabi. Hal ini menimbulkan konflik yang tajam. Dalam kitab suci Al Qur`an terdapat banyak konsep-konsep dan kisah sejarah yang mulanya berasal dari agama Kristen dan Yahudi, meskipun sering kali ceritanya telah tampil dalam versi yang berbeda.
Muhammad mengklaim bahwa Al-Qur`an merupakan pewahyuan Allah yang "paling akhir" dan juga yang "paling benar". Ia melarang penyembahan berhala dan mengajarkan bahwa setiap Muslim harus benar-benar tunduk dan berserah kepada Allah. Ia mengajarkan umat untuk membasuh diri dan berdoa lima kali dalam sehari dengan berkiblat ke Mekah. Hari Jumat ditetapkan sebagai hari berjemaah di masjid. Muhammad meninggal dunia tahun 632 M di Madinah.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs | : | SABDA.org: Arsip Doa 40 Hari |
Judul artikel | : | [40-Hari-2005][x04] Belajar Memahami Agama Lain, Selasa, 27 September 2005 |
Alamat URL | : | http://www.sabda.org/publikasi/40hari/2005/09-27/ |
Arsip 40 Hari Doa | : | http://www.sabda.org/publikasi/40hari/ |
Apa yang sedang terjadi di negara Indonesia akhir-akhir ini, menguji kita untuk percaya bahwa tangan Tuhan tetap menyertai kita. Dalam masa-masa krisis seperti ini, masihkan kita percaya akan penyertaan Tuhan yang luar biasa, yang senantiasa memimpin umat-Nya untuk tetap kuat dan bertindak?
Dalam Kisah Para Rasul 13:1-2, kita melihat gereja mula-mula di Anthiokhia, sebagai jemaat yang kuat dalam doa dan terlibat aktif dalam misi. Merekalah yang mengutus Paulus dan Barnabas untuk melakukan pekerjaan misi. Merekalah yang mendorong Paulus dan Barnabas untuk melangkah dengan luar biasa dalam pekerjaan misi, sehingga mereka dapat melayani sampai ke daerah-daerah Makedonia, Akhaya, dan lainnya.
Hasil dari pelayanan Paulus dan Barnabas, khususnya jemaat Makedonia, memberikan informasi yang jelas bagaimana orang-orang di Korintus justru belajar memberi jemaat Makedonia, sehingga orang-orang di Yerusalem dan gereja lokal lainnya mendapat bantuan pekerjaan misi. Seperti yang tercatat di 2 Korintus 9:1-15, Paulus memberi contoh tentang orang-orang di Makedonia yang terlibat dalam pekerjaan misi, mereka memberikan uang sekalipun mereka bukanlah orang yang kaya/orang mampu. Mereka menginvestasikan uang mereka untuk jemaat di Yerusalem (pusat kegerakan misi), karena mereka sedang kekurangan bantuan.
Di sini, kita melihat sikap hati memberi yang luar biasa dari jemaat Makedonia, di tengah-tengah situasi yang kurang baik dan mungkin mengalami krisis, mereka tetap memberi. Melalui contoh ini, kiranya kita pun diingatkan seperti jemaat Makedonia yang sedang menghadapi krisis, bisa tetap memberi dengan hati yang berlimpah. Tujuannya bukan supaya semua orang dapat makan/berkecukupan, tapi tujuannya adalah supaya semua orang dapat mengucap syukur. Yang memberi mengekspresikan ucapan syukurnya dengan memberi, yang berkekurangan menerima pemberian itu, sehingga ia dapat mengucap syukur kepada Tuhan.
Diambil dan disunting dari:
Judul majalah | : | abbavoice, Edisi Sahabat Kota Kita , Volume 1 |
Judul artikel | : | Belajar dari Kota Makedonia |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | abbalove ministries, Jakarta |
Halaman | : | 23 -- 24 |
Berapa jumlah uang yang harus saya persembahkan bagi penginjilan tahun ini, adalah pertanyaan yang terus menerus ada dalam benak saya. Melihat banyaknya orang yang haus akan Kabar Baik, saya terbeban untuk ikut serta dalam pekerjaan Tuhan. Tapi karena yang bisa saya lakukan saat ini adalah mendukung penginjilan dalam bidang keuangan, maka pertanyaan tersebut begitu bergejolak dalam hati saya. Hari demi hari, bahkan detik demi detik, Tuhan selalu siap sedia buat saya. Jadi, jika Anda adalah seorang yang tergerak mendukung penginjilan melalui dana, dan sedang bergumul dengan pertanyaan tersebut di atas, silakan Anda memilih salah satu jawaban di bawah ini sebagai jawaban pribadi.
Jika saya tidak memberikan apa pun bagi penginjilan tahun ini, berarti saya menyetujui penarikan kembali para utusan Injil yang sedang melayani.
Jika saya memberikan persembahan kurang dari jumlah tahun lalu, berarti saya menyetujui pengurangan jumlah utusan Injil, yang sebanding dengan pengurangan dana persembahan saya.
Jika saya memberikan persembahan dengan jumlah yang sama seperti persembahan tahun lalu, berarti saya menyetujui agar apa yang ada pada hari ini dipertahankan, tetapi saya menentang setiap usaha untuk maju. Semboyan saya adalah, "Pertahankanlah benteng kita". Saya lupa bahwa Tuhan tidak menghendaki tentara-Nya hanya berlindung dalam sebuah benteng, sebaliknya Ia mau agar semua maju.
Jika saya memberikan persembahan lebih banyak dari tahun lalu, berarti saya menyetujui adanya usaha kemajuan, sehingga utusan Injil dapat memenangkan daerah-daerah baru bagi Kristus. Saya tahu bahwa setiap kemajuan berarti bertambahnya jumlah biaya. Saya akan memberi persembahan lebih banyak lagi kepada badan misi yang setia pada Injil.
Allah menghendaki persembahan Anda. Kalau begitu baiklah Anda memberi dengan sungguh-sungguh, sehingga Anda dapat mengalami sukacita surgawi dalam hidup Anda. Kalau Anda memilih salah satu jawaban di atas, pilihlah jawaban terakhir sebagai jawaban terbaik, karena itu berarti Anda menghendaki adanya suatu kemajuan. Tetapi mungkin juga Anda tidak dapat menambah jumlah persembahan Anda, itu pun tidak apa-apa, sekurang-kurangnya itu mempertahankan kondisi penginjilan bukan? Saran saya, usahakan meningkatkan persembahan itu sebisa mungkin.
Diambil dari:
Judul majalah | : | HARVESTER, Edisi Maret/April, Tahun 1994 |
Judul artikel | : | Berapa Jumlah Uang yang Harus Saya Persembahkan Bagi Penginjilan Tahun Ini? |
Penulis | : | Abraham Yuwono |
Penerbit | : | Indonesian Harvest Outreach |
Halaman | : | 10 |
"Kata-Nya kepada mereka: Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:30)
Bagi yang Dikirim
Doakan untuk kesempatan penginjilan dibuka. Paulus tidak berdoa agar ia dibebaskan saat ia dipenjara, melainkan ia meminta agar rekan-rekannya berdoa supaya ia mendapatkan kesempatan untuk mengabarkan Injil.
Doakan untuk keberanian, agar penginjilan dapat dilakukan tanpa rasa takut karena ancaman atau takut karena merasa tidak mampu.
Doakan agar Allah mengirimkan pekerja-pekerja untuk melakukan misi dan penginjilan di dunia. Doakan supaya orang-orang percaya baru di setiap kelompok suku bangsa membangkitkan para pekerja di antara masyarakat mereka sendiri. (Matius 9:36-38)
Doakan untuk kebangunan rohani di gereja-gereja. Karena jika umat Tuhan mengalami kebangunan rohani, penginjilan akan pengalir dengan sendirinya. Doakan agar Roh Kudus memampukan setiap orang percaya untuk menggenapi tujuan penebusan mereka (Filipi 2:13, 4:6-7, Kolose 2:2-3, Yohanes 14:27, Titus 2:11-14)
Bagi yang Menerima
Doakan negara-negara dan suku-suku yang belum terjangkau. Doakan penanaman gereja-gereja yang efektif di antara penduduk asli di setiap kelompok suku bangsa yang belum terjangkau.
Perangi kuasa kegelapan yang mencengkeram dan membutakan mata rohani mereka (Efesus 6:10-18, 2 Korintus 4:4). Doakan supaya pesan-pesan Injil dapat dimengerti, diterima, dan mengubah hidup mereka.
Doakan agar ada mimpi, penglihatan, dan mujizat bagi mereka yang belum terjangkau oleh Injil, agar mereka dapat mengenal Allah walaupun mungkin belum ada pekerja yang melayani di sana saat ini.
Doakan adanya pertumbuhan dalam pemuridan serta perlindungan bagi orang-orang yang baru percaya (Kolose 1:9-14, Mazmur 5:11, Mazmur 10:17).
Doakan keterbukaan serta niat baik dari semua otoritas terhadap Injil, termasuk keselamatan mereka yang memegang otoritas ini (Amsal 21:1, Yohanes 6:44, 1 Timotius 2:1-6).
Doakan segala kebutuhan dan fasilitas untuk menjangkau suku-suku tersebut.
Diambil dari:
Judul buku | : | Kota Doa |
Judul artikel | : | Berdoa Bagi Penginjilan dan Misi Dunia |
Penulis | : | Jimmy B. Oentoro |
Penerbit | : | Harvest Publication House, Jakarta 1998 |
Halaman | : | 289 -- 290 |
Bagaimana kita dapat memiliki doa yang berkuasa?
Kisah Para Rasul 12:5 menerangkan tentang doa kepada Allah yang berkemenangan dan doa yang mengakibatkan perkara-perkara besar terjadi. "Demikianlah Petrus ditahan di dalam penjara. Tetapi jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah." Perhatikan perkataan "kepada Allah". Doa yang berkuasa adalah "doa yang ditujukan kepada Allah".
Tetapi ada sebagian orang yang berkata, "Bukankah semua doa itu tertuju kepada Allah?"
Tidak! Banyak doa, baik doa yang dilakukan bersama-sama maupun perseorangan, tidak ditujukan kepada Allah. Doa yang tertuju kepada Allah adalah doa yang dilakukan dengan mendekatkan hati kita kepada Allah sehingga kita memiliki keyakinan bahwa Allah mendengar doa kita. Dalam berdoa, kebanyakan dari kita hanya sedikit mengingat tentang Allah. Pikiran kita penuh dengan segala sesuatu yang kita butuhkan, bahkan pikiran kita mengembara ke tempat lain. Dalam doa semacam ini, tidak akan ada kuasa. Tetapi jika kita sungguh-sungguh masuk hadirat Allah dan berjumpa muka dengan muka dengan Dia di dalam doa, dan sungguh-sungguh mencari kehendak-Nya, maka doa kita mendapat kuasa.
Jadi jika kita mau berdoa dengan benar, hal utama yang harus kita lakukan adalah apakah kita sungguh-sungguh menyerahkan diri kita untuk menghadap hadirat-Nya. Sebelum mengajukan permohonan kepada Allah, kita harus datang kepada-Nya dengan sikap hati yang benar, percaya bahwa Ia mendengar permohonan kita, dan akan memberikan apa yang kita perlukan. Hal ini hanya terjadi dengan pertolongan Roh Kudus. Karena itu kita harus meminta pertolongan Roh Kudus untuk masuk hadirat Allah, dan jangan tergesa-gesa sebelum Ia membawa kita masuk dalam hadirat Tuhan.
Pada suatu malam, ada seorang pemuda Kristen yang bersemangat untuk mengikuti doa bersama yang sedang kami adakan. Sebelum berdoa, saya mengatakan kepada orang-orang yang mengikuti persekutuan doa tersebut agar mereka sungguh-sungguh ketika sedang berdoa, sungguh-sungguh merasakan hadirat Tuhan, dan pikiran mereka hanya tertuju kepada Tuhan. Beberapa hari kemudian, saya bertemu dengan pemuda tersebut dan ia berkata bahwa pengalamam doa malam itu merupakan hal yang sama sekali baru baginya. Jika kita ingin berdoa dengan benar, maka perkataan ini harus tertanam di hati kita, yaitu "tertuju kepada Allah".
Rahasia kedua doa yang berkuasa terdapat dalam ayat yang sama (Kisah Para Rasul 12:5), yaitu "dengan tekun". Dalam bahasa Gerika, kata-kata itu mengandung arti yang menggambarkan hati yang penuh pengharapan kepada Tuhan. "Semangat yang tak kunjung padam" mungkin adalah peribahasa yang paling mendekati arti kata bahasa Gerika itu. Perkataan ini juga digunakan Tuhan Yesus dalam Lukas 22:44: "Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah."
Dalam Ibrani 5:7, dikatakan bahwa "dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan". Dalam Roma 15:30, Rasul Paulus mengatakan, "Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku." Kata "bergumul" di sini artinya sama dengan "berkelahi" atau "bergulat", seperti dalam pertandingan olahraga. Dengan perkataan lain, doa yang berkemenangan adalah doa di mana kita mencurahkan segenap jiwa kita dan dengan pengharapan yang penuh kepada Allah. Banyak doa kita yang tidak berkuasa karena hati kita tidak tertuju kepada Dia. Kita datang ke hadirat Allah dengan sejumlah permohonan, lalu cepat-cepat pergi meninggalkan hadirat-Nya.
Sering kali kita tidak bisa menjawab jika seseorang bertanya kepada kita untuk apa kita berdoa selama satu jam. Kita tidak dapat berharap kepada Tuhan agar Ia memberi perhatian lebih untuk menjawab doa-doa kita jika kita tidak menyerahkan hati kita sepenuhnya kepada-Nya.
Akhir-akhir ini, kita banyak mendengar tentang ketenteraman iman dari orang-orang percaya, tetapi kita jarang mendengar tentang pergumulan iman mereka di dalam doa. Ada juga yang mengira bahwa iman mereka sudah sampai pada tingkat tertentu. Hal-hal tersebut disebabkan karena mereka tidak pernah mengetahui tentang menggumuli sesuatu di dalam doa. Jika kita belajar menghadap hadirat Tuhan dengan penuh pengharapan, kita akan mengenal kuasa-Nya dalam doa yang tidak banyak diketahui oleh sebagian besar orang percaya.
Bagaimana kita dapat mencapai ketekunan dan kesungguhan dalam doa? Bukan dengan kekuatan kita sendiri kita dapat mencapai hal itu. Cara yang sebenarnya dijelaskan dalam Roma 8:26, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." Jika kita hanya mengandalkan kekuatan kita, ini adalah usaha yang sia-sia. Ketekunan yang dikerjakan di dalam kita melalui Roh Kuduslah yang membuat kita berkenan di hadapan Allah. Sekali lagi, apabila kita ingin berdoa kepada Tuhan, kita harus meminta pimpinan Roh kudus untuk mengajari dan memampukan kita dalam berdoa.
Inilah yang menyebabkan kita perlu melakukan doa puasa. Dalam Daniel 9:3, kita melihat bagaimana cara Daniel datang menghadap hadirat Tuhan. "Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu." Ada orang yang berpikir bahwa puasa tidak berlaku bagi orang Kristen, apalagi pada zaman sekarang. Tetapi jika kita membaca Kisah Para Rasul 13:2-3, kita mendapati bahwa puasa dilakukan oleh orang-orang percaya pada zaman rasul-rasul.
Kalau kita mau berdoa dengan kuasa, kita harus berdoa dengan berpuasa. Hal ini tentu saja tidak berarti bahwa kita harus berpuasa tiap kali kita berdoa. Tetapi ada saat-saat tertentu dalam kehidupan kita -- keadaan yang genting dalam pekerjaan, orang yang hendak undur dari Tuhan -- kita harus mendoakannya dengan segenap hati kepada Tuhan. Dalam doa yang seperti ini, ada kuasa yang luar biasa. Untuk mengatasi masa-masa sukar di dalam kehidupan kita, maka kita harus berdoa disertai dengan berpuasa. Kita tidak dapat menghadap hadirat Allah dengan sikap hati yang angkuh, yang hanya mementingkan dan menyenangkan diri sendiri. Saat kita datang ke hadirat Tuhan, maka kita harus menanggalkan segala beban yang berpusat pada kepentingan diri sendiri agar kita dapat masuk ke hadirat Tuhan dan menerima berkat yang telah Ia sediakan.
Rahasia ketiga dari doa yang berkuasa yang juga dijelaskan dalam Kisah Para Rasul 12:5 adalah "doa jemaat Allah". Ada kuasa yang berlimpah-limpah pada saat kita bersekutu bersama orang percaya di dalam doa. Allah berkenan kepada persekutan anak-anak-Nya dan Ia berusaha menjelaskan hal ini dengan bermacam-macam cara, karena itu ia memberi berkat yang istimewa kepada persekutuan doa. Dalam Matius 18:19 dikatakan, "Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga." Akan tetapi ayat ini tidak menerangkan jika dua orang sehati meminta, tetapi jika dua orang sehati di dalam meminta hal yang akan dipintanya. Dua orang bisa jadi sehati dalam meminta sesuatu, tetapi tidak benar-benar sehati di dalam sesuatu hal yang dipintanya. Seseorang bisa jadi meminta hal tersebut karena ia menginginkannya, yang seorang lagi boleh jadi meminta hal itu untuk menyukakan hati temannya. Tetapi di mana ada persekutuan yang benar, di mana ada Roh Allah yang mendatangkan kesatuan di antara dua orang beriman di dalam doa tentang sesuatu yang boleh diminta kepada Allah, atau di mana Roh Allah menaruh beban yang sama di dalam dua hati, maka di dalam doa-doa semacam itu, ada kuasa penuh yang tidak ada tandingannya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Bagaimana Kita Patut Berdoa |
Penulis | : | R. A. Torrey |
Penerjemah | : | R. G. Johannes |
Penerbit | : | Christian Literature Crusade, Surabaya |
Halaman | : | 22 -- 28 |
Pada malam perjamuan terakhir, Tuhan Yesus berkata, "Simon, Simon ... Aku telah berdoa untuk engkau ..." (Lukas 22:31-32). Dan kita pun mengikuti teladan Kristus itu setiap waktu.
Suatu hari, saya mengunjungi seorang ibu tua yang lemah dan telah menderita selama bertahun-tahun. Ia berpaling kepada saya lalu bertanya, "Menurut Bapak, mengapa Tuhan masih menginginkan saya di dunia ini?" Saya diam karena tak tahu jawabnya. Lalu ia mulai bercerita tentang anaknya. Anak itu telah menempuh jalan hidup yang sesat. Ketika mendengar cerita ibu itu, saya teringat akan kata-kata dalam sebuah syair: "Saya tahu kasih siapa yang masih tetap mengikuti saya, oh ibuku." Meskipun ibu itu merasa kecewa akan anaknya dan kenyataannya anak itu telah berulang kali menghancurkan hatinya, ia tetap mengasihi anaknya. Akhirnya, ia menjawab pertanyaannya sendiri, "Tuhan ingin saya tetap di sini agar saya dapat mendoakan anak saya."
Sering kali, kita merasa tak berdaya, tapi kita selalu dapat berdoa. Berdoa untuk orang lain bukan saja merupakan kehormatan, melainkan juga kewajiban yang sungguh-sungguh harus ditaati. Nabi Samuel berkata: "... jauhlah daripadaku untuk berdosa kepada Tuhan dengan berhenti mendoakanmu ..." (1 Samuel 12:23). Orang-orang Kristen mendoakan orang lain yang mereka kasihi dan orang-orang yang sulit untuk dikasihi. Yesus mengatakan, "...dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu" (Matius 5:44).
Jika kita berbicara tentang orang yang kita benci, akhirnya api panas dari kebencian di dalam diri kita akan dipadamkan lalu kita akan mulai melihat orang itu dengan pandangan roh Tuhan sehingga kita dapat mengatakan, "Bapa, ampunilah mereka."
Bila kita berdoa untuk mereka yang kita kasihi dan yang memerlukan pertolongan, kita mengembangkan pengharapan dengan kekuatannya yang senantiasa bertahan sepanjang hidup kita.
Bila anak kita sakit, kita akan merasa lega jika dokter datang karena kita tahu bahwa ia dapat berbuat sesuatu bagi anak kita. Dan bila kita membawa seseorang yang membutuhkan pertolongan ke dalam tangan Tuhan, kita akan merasakan damai dalam hati kita, sebab berdoa untuk orang lain berarti menolong diri kita sendiri.
Bila Yesus berkata, "Simon, Aku telah berdoa untukmu," Simon berbesar hati. Bila Martin Luther merasa kuat dan bahagia, ia mengatakan, "Saya merasa seolah-olah ada orang yang mendoakan saya." Orang yang mendapat kritik dari orang lain akan merasa tertekan, tapi jika ia tahu bahwa ada orang yang berdoa untuknya, maka ia akan memperoleh sumber kekuatan yang dapat membuatnya bertahan.
Pada masa-masa sulit dalam sejarah Inggris, Cromwell menulis surat kepada laksamana-laksamana di laut: "Banyak doa dipanjatkan untuk kita setiap hari, hal ini merupakan dorongan semangat yang besar."
Saya tahu bahwa banyak orang berdoa untuk saya, dan saya berterima kasih kepada mereka semua. Beberapa waktu yang lalu ada beberapa orang anggota gereja lain menceritakan kepada saya tentang kekurangan-kekurangan pendetanya. Saya menceritakan kepada mereka bagaimana Paulus meminta agar umatnya mendoakan dia. Dalam setiap surat yang ia tulis, ia minta agar didoakan, kecuali kepada umat di Galatia. Saya lalu menyebut nama-nama pengkhotbah yang cara pelayanannya menunjukkan kemajuan pesat bila mereka tahu bahwa ada orang-orang di dalam gerejanya yang secara tetap mendoakan mereka. Jika seseorang tahu bahwa orang-orang lain berdoa untuknya, maka ia sendiri akan menolong orang itu dengan doanya.
Bila saya mendoakan orang lain, berarti saya tergerak melakukan sesuatu untuk menolong orang itu. Dan sering kali usaha orang yang mendoakan itu cukup untuk menjawab doa itu. Contohnya, jika saya berdoa untuk seseorang yang sedang sakit. Mungkin salah satu faktor yang menyebabkan penyakitnya ialah karena orang itu merasa kesepian, putus asa, dan kehilangan gairah untuk hidup. Sebagai hasil dari doa saya, saya merasa tergerak untuk menaruh perhatian dan menunjukkan sikap kasih sayang yang mungkin dapat mengubah sikap mental si penderita, dan hal ini bisa jadi merupakan titik balik antara penyakit dan kesehatan. Jika saya berdoa untuk seseorang yang mengalami kesulitan ekonomi, saya tergerak untuk menolong dia dengan memberi atau meminjamkan sebagian dari milik saya. Jika saya berdoa untuk jiwa seseorang, saya tergerak untuk mengundang dia pergi ke gereja bersama-sama. Jika saya berdoa untuk kesejahteraan lingkungan saya, maka saya akan menyediakan lebih banyak waktu lagi untuk pelayanan lingkungan saya. Bila saya berdoa untuk orang lain yang lemah, saya membawa kekuatan yang datang dari Allah untuk dipusatkan pada kehidupan dan keadaan orang itu. Alkitab berkata, "Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia, dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni, karena itu, hendaklah kamu saling mendoakan." (Yakobus 5:14-16)
Perhatikanlah terutama kata-kata "doa yang lahir dari iman". Kita tahu bahwa iman merupakan fondasi utama dari doa, tapi di sini kita melihat bahwa orang yang didoakan tidak selalu harus memiliki iman. Allah dapat menjawab doa karena iman yang mendoakan. Saya dapat mendoakan orang yang tidak memiliki iman, tapi jika saya memanjatkan doa yang lahir dari iman, maka Allah akan menjawab doa saya.
Di atas kayu salib, Yesus berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka ..." (Lukas 23:34). Jelas bahwa Tuhan Yesus tidak akan memanjatkan satu doa yang mustahil. Ia tahu bahwa mereka yang telah menyalibkan Dia adalah orang-orang yang tak menyesali perbuatannya dan tak memiliki iman. Walaupun demikian, Tuhan dapat mengampuni mereka karena doa yang telah dipanjatkan untuk mereka lahir dari iman Yesus Kristus.
Apakah Anda pernah berdoa untuk seseorang tapi belum terkabul? Setiap doa yang dipanjatkan dengan sungguh-sungguh harus disertai kata-kata Kristus, "... tapi bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi." Dan mungkin jawaban yang Anda nantikan tidak sesuai dengan kehendak Allah. Atau, mungkin Allah memunyai alasan-alasan tertentu sehingga tidak segera menjawab doa Anda.
Mari kita ingat kata-kata pemazmur, "... bergembiralah karena Tuhan maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu, serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak. Berdiam dirilah di hadapan Tuhan dan nantikanlah Dia." (Mazmur 37:4, 5, 7)
Tapi mungkin pula doa Anda tidak terjawab karena Anda tidak berdoa dengan saksama dan saya yakin bahwa beberapa orang mendapatkan jawaban yang lebih lengkap dari orang lain karena mereka tahu cara berdoa yang lebih baik. Berikut ini saya uraikan cara berdoa yang baik untuk orang lain.
Berdoalah sungguh-sungguh untuk orang itu. Bayangkanlah orang itu dengan jelas di dalam pikiran kita, sehingga kita seolah-olah dapat melihat dia di hadapan kita. Pastikanlah secara tegas sedapat mungkin apa yang menjadi kebutuhan orang itu dengan mempertimbangkan keadaan hidupnya.
Dengan membayangkan orang yang bersangkutan di dalam pikiran kita, pusatkanlah pikiran kita kepada Allah. Untuk ini, saya sering membayangkan suatu kejadian tertentu dalam kehidupan Kristus yang cocok dengan kasus orang itu. Misalnya, jika orang yang saya doakan itu memerlukan kebutuhan jasmani, ingatlah kejadian ketika Kristus memberi makan orang banyak. Jika hidup orang itu tidak benar, ingatlah akan Ia yang berkata, "Pergilah, jangan berbuat dosa lagi." Jika orang itu sakit, ingatlah kepada wanita yang menjamah jubah Yesus. Kita pusatkan pikiran kita kepada Allah dan orang itu bersama-sama.
Di dalam doa kita, angkatlah orang itu di hadapan Allah. Kita jangan mencoba menceritakan kepada Tuhan apa-apa yang tidak kita ketahui. Demikian pula jangan mencoba mendesak Allah untuk berbuat sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya. Ingatlah kata-kata Agustinus: "Tanpa Tuhan kita tidak bisa, tanpa kita Tuhan tidak mau." Pandanglah diri kita sendiri sebagai perantara manusiawi yang diperlukan untuk mempertemukan orang itu dengan Allah.
Ceritakanlah kepada Allah apa yang tersimpan di dalam hati kita. Namun, ingatlah untuk berdoa secara positif. Jangan memusatkan doa kita pada kelemahan, penyakit, atau dosa orang itu, melainkan pusatkanlah pada kekuatan orang itu dan bayangkanlah di dalam hati dan pikiran kita suatu jawaban yang kita kehendaki lalu bayangkan orang yang menerima jawaban itu. Jadi, berdoalah dengan penuh pengharapan.
Berdoalah terus sampai jawaban Tuhan kita terima. Pada tahun 1872, Profesor John Tyndall, seorang ilmuwan Inggris, menyatakan bahwa doa itu sesungguhnya tak ada gunanya. Untuk mempertahankan pendapatnya itu, ia menantang orang-orang Kristen untuk mengadakan tes. Ia berkata, "Pergilah ke rumah sakit dan bagilah penderita-penderita di dalam dua kelompok. Pastikanlah bahwa mereka menderita penyakit yang hampir sama dan mereka menerima perhatian medis yang sama pula. Lalu biarlah orang-orang Kristen mendoakan kelompok yang satu sedang kelompok yang lain diabaikan. Selanjutnya kita akan menyaksikan apakah ada kemajuan-kemajuan yang terlihat pada orang-orang yang didoakan itu.
Percobaan itu sama sekali tak masuk akal. Kita tak dapat membagi orang-orang sakit dalam kelompok sesuai dengan sakit dan penderitaan yang identik. Kita juga tak dapat memastikan apakah setiap kelompok mendapatkan pelayanan medis yang sama. Tapi yang lebih penting, kita juga tak dapat memastikan apakah tak ada di antara orang dalam kelompok yang diabaikan itu yang tidak didoakan oleh orang yang mengasihinya. Namun, jika percobaan itu dapat dilaksanakan, pasti dapat dibuktikan bahwa doa akan menimbulkan perbedaan.
Doa bukan saja efektif terhadap orang sakit, tapi juga memunyai kekuatan untuk mengisi setiap kebutuhan dalam hidup kita. Berulang kali saya memberikan nasihat kepada seorang istri maupun suami yang pernikahannya kurang bahagia, "Tanpa diketahui oleh yang lain, berdoalah dengan sungguh-sungguh." Sering kali saya menyaksikan bahwa doa berhasil saat segala usaha lain gagal.
Suatu hari, seorang wanita menelepon saya dan bertanya apakah saya mengenal seorang pendeta di Los Angeles. Ia bercerita kepada saya tentang saudaranya yang membutuhkan pertolongan Tuhan dan ia ingin agar pendeta itu mendoakan saudaranya. Saya berkata, "Mengapa bukan Anda dan saya yang mendoakan dia?" "Oh, dia berada terlalu jauh dari kita," kata wanita itu. Lalu saya menunjukkan kepadanya bahwa saya dapat segera memutar telepon dan menghubungi pendeta itu. Ini disebabkan tenaga listrik. Lalu saya menunjukkan pula bahwa Allah yang telah menciptakan tenaga itu dan jika suara saya dapat diteruskan ke benua lain, maka masuk akal jika kita percaya bahwa Allah juga dapat membawa doa saya dan mengirimkannya ke mana saja.
Sering saya teringat akan syair pendek yang ditulis oleh Ethel Romig Fuller dalam bukunya "Proof" (Bukti). Terjemahannya sebagai berikut:
Jika jari-jari radio yang ramping dapat memetik melodi di tengah malam buta, lalu memantulkannya menyeberangi laut dan benua, jika nada-nada biola laksana daun-daun bunga dihembuskan melampaui gunung dan kota, jika lagu seperti bunga mawar merah bertaburan dari ruang angkasa, mengapa manusia yang fana, merasa heran jika Tuhan dapat mendengar doa kita?
Bayangkanlah seseorang di dalam satu ruangan sebuah rumah dan Tuhan berada di ruang sampingnya. Di antara kedua ruang itu terdapat dinding penyekat. Jika kita berdiri di pintu yang menghubungkan kedua ruang itu, kita dapat melihat mereka yang berada di masing-masing ruang. Yang satu dapat berbicara kepada yang lain melalui kita. Mungkin kita memunyai hubungan dengan beberapa orang yang memerlukan pertolongan Tuhan. Di antara Tuhan dan orang itu ada sebuah dinding penghalang. Mungkin dinding itu berupa rasa tidak percaya, sikap acuh tak acuh, atau cara hidup yang salah. Tapi karena kita memunyai hubungan baik dengan orang itu dan juga dengan Tuhan, maka kita dapat menjadi penghubung antara keduanya. Dan, dengan doa-doa kita, kita menyampaikan kebutuhan orang itu kepada kuat kuasa Tuhan.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Segala Sesuatu Mungkin Melalui Doa (Jilid 2) |
Penulis | : | Charles L. Allen |
Penerbit | : | Yayasan Gloria, Yogyakarta 1988 |
Halaman | : | 39 -- 44 |
Pengantar:
Ada banyak orang skeptis di sekitar kita, termasuk di antara mereka adalah orang-orang ateis. Artikel berikut ini akan menolong Anda untuk memahami kebutuhan mereka, khususnya yang benar-benar sedang mencari kebenaran. Selamat menyimak.
Apakah Anda pernah memerhatikan bahasa tubuh orang skeptis yang menghadiri acara yang diperuntukkan bagi mereka yang mencari kebenaran? Sering kali para skeptis bersikap menantang, seperti mengubah posisi duduk atau memicingkan mata mereka ketika seorang pembicara menuju mimbar, seolah-olah dengan bersikap begitu mereka sedang berkata, "Teruskan saja, serang aku dengan jurus terbaikmu. Pertahananku sangat kuat; ayo kita lihat apakah kamu bisa menembusnya."
Banyak orang skeptis menantikan khotbah yang baik dan menarik. Pertanyaannya, bagaimana kita dapat mengupayakan agar hal itu terjadi? Bagaimana berkomunikasi dengan para skeptis? Ada tujuh karakteristik khotbah yang dapat membuat orang-orang skeptis tertarik untuk mendengarkan. Poin ini juga berguna bagi orang Kristen dalam mendiskusikan hal-hal yang sifatnya rohani kepada mereka yang belum percaya.
Judul yang membangkitkan minat.
Suatu survei membuktikan sekitar 54 persen dari orang skeptis "sangat" atau "sedikit banyak" tertarik mengetahui judul khotbah yang akan disampaikan. Alasannya adalah karena waktu sangat berharga dan mereka tidak mau membuang waktu hanya untuk mendengarkan khotbah yang tidak relevan dan tidak menarik perhatian mereka. Selain itu, judul harus dapat membangkitkan minat dan meyakinkan bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dari investasi waktunya.
Khotbah-khotbah dengan bobot tinggi.
Para skeptis ingin mengetahui lebih banyak mengenai Alkitab. Mereka berharap Alkitab dapat menolong mereka dalam menghadapi persoalan hidup, seperti menyembuhkan luka, meredakan amarah, menyelesaikan konflik, menenangkan ketakutan, mengatasi kesepian, meningkatkan peranan sebagai orang tua, memerbaiki hubungan, dan memahami diri sendiri. Dengan memahami apa yang menjadi kebutuhan mereka, diharapkan khotbah yang disampaikan dapat membuat para skeptis menemukan apa yang mereka butuhkan.
Khotbah-khotbah itu membahas pertanyaan "apa" dan "mengapa".
Orang-orang skeptis membutuhkan khotbah yang tidak hanya mengatakan apa yang Tuhan perintahkan, tetapi juga menjelaskan mengapa Tuhan memerintahkannya. Contohnya, saat membahas topik seputar seks di luar nikah, sebaiknya tidak hanya menjelaskan bahwa perbuatan tersebut melanggar perintah Tuhan, tetapi juga menjelaskan mengapa Tuhan memberi batasan-batasan dalam hubungan seksual. Hal ini karena Tuhan mengetahui kehancuran emosional yang kita alami ketika kita terlibat hubungan intim dengan seseorang di luar pernikahan. Ia memahami rasa kesepian yang muncul ketika keintiman berakhir dengan perpisahan. Ia memahami rasa bersalah dan malu yang menghantui. Ia memahami risiko penyakit-penyakit seksual. Ia memahami bahwa ketika kehamilan terjadi, sering kali sang ayah pergi dan meninggalkan sang ibu dengan beban membesarkan si anak sendirian. Dan Ia paham bahwa dibesarkan oleh orang tua tunggal membuat si anak menghadapi berbagai risiko di hampir setiap bidang kehidupan -- emosional, intelektual, perilaku, keuangan, dan bahkan secara fisik. Ini alasan mengapa Tuhan membuat batasan terhadap seksualitas. Ketika orang skeptis mengetahui bahwa perintah Tuhan dimotivasi oleh kasih dan perhatian-Nya yang besar bagi mereka, dan bukan untuk membatasi kesenangan, maka mereka akan menjadikan Kristus sebagai Allah mereka.
Khotbah-khotbah itu janganlah yang "lebih suci dari engkau".
Orang skeptis tidak suka diremehkan. Cepat atau lambat, mereka akan mengetahui motivasi sang pembicara. Mereka akan merespons dengan baik jika pembicara dapat menjadi sahabat untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan secara terbuka.
Khotbah-khotbah itu memakai bahasa "saya".
Orang-orang Kristen memahami istilah-istilah seperti "penebusan" dan "kebenaran". Orang-orang skeptis menghargai istilah-istilah tersebut, tetapi beberapa orang Kristen tidak menghargainya. Alan Walker berkata, "Ada semacam penyembahan berhala dalam hal bahasa yang sedang berkembang dalam penginjilan. Banyak orang yang jika tidak mendengar frasa-frasa dan kata-kata dengan bahasa yang biasa mereka dengar, terkadang mereka mengklaim bahwa yang sedang dikhotbahkan itu bukan Injil yang dimaksud."
Khotbah-khotbah yang menjawab berbagai pertanyaan saya.
Banyak orang Kristen mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang Kristen lain, contohnya ketika mereka membicarakan mengenai baptisan, apakah harus diselamkan atau dipercikkan. Namun sangat disayangkan, beberapa dari mereka sangat ceroboh ketika menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang skeptis. Kita perlu mengingat kembali bahwa satu hal yang menarik perhatian para skeptis ketika menghadiri sebuah ibadah adalah khotbah yang disampaikan hendaknya menjawab hal-hal yang mereka butuhkan, bukan hanya sekadar memberi keterangan atau penjelasan yang membingungkan mereka.
Pembicaranya kelihatannya benar-benar menyukai saya.
Anda tidak akan pernah mampu menjalin persahabatan dengan para skeptis jika Anda tidak mengasihi mereka. Salah satu syarat agar dapar menjalin hubungan dengan mereka adalah dengan menyayangi dan menerima mereka apa adanya.
Rasul Paulus berkata, "Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna, untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna." (1 Korintus 13:1-2)
Dua sisi yang saling berhubungan adalah jika kita memedulikan para skeptis, maka kita akan tergerak untuk menjalin hubungan dengan mereka. Kita akan memahami apa yang mereka pikiran ketika kita berusaha untuk mengenal mereka. Selanjutnya kita dapat menyampaikan berita keselamatan yang sangat mereka butuhkan bagi kehidupan mereka saat ini maupun di masa yang akan datang.
Diringkas dari:
Judul buku | : | Inside The Mind of Unchurched Harry and Mary |
Judul artikel | : | "Berilah Saya Sesuatu yang Dapat Saya Pahami" |
Penulis | : | Lee Strobel |
Penerjemah | : | Jonathan Santoso |
Penerbit | : | Majesty Books Publishers, Surabaya 2007 | Halaman | : | 215 -- 225 |
"Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil."
(Matius 5:41)
Ayat di atas merupakan bagian dari "Khotbah di Bukit". Pada masa itu, ada semacam peraturan yang tidak tertulis bahwa ketika para serdadu Romawi sedang melakukan perjalanan dalam rangka kepentingan negara, maka mereka berhak memerintahkan siapa saja yang mereka temui di jalan untuk membawa barang-barang mereka sejauh satu mil. Dan, orang-orang yang diperintahkan ini harus melakukannya, suka atau tidak suka, terima atau tidak terima. Bahkan, sering kali para serdadu Romawi ini memerintahkan dengan cara yang kasar serta tidak memedulikan apakah orang yang mereka perintahkan untuk membawa beban mereka juga memiliki beban sendiri.
Sabda ini agak sulit dicerna oleh orang Yahudi, yang saat itu dijajah bangsa Romawi. Sebagai orang jajahan, melihat serdadu Romawi saja mereka sudah tidak suka bahkan muak, apa lagi kalau dipaksa untuk membawa barang-barang mereka, itu sama saja membantu penjajah. Dengan demikian, perkataan Yesus ini menjadi suatu hal yang mustahil bagi mereka. Bagaimana bisa berjalan sejauh dua mil, sedangkan untuk menuntaskan yang satu mil saja rasanya enggan?
Ada dua persoalan besar yang dihadapi para pengikut Yesus berkaitan dengan perintah untuk berjalan dua mil ini, yaitu:
Menuntaskan "mil" yang pertama.
Bagi orang-orang ada masa itu, yang terbiasa bepergian dengan berjalan kaki, perjalanan sejauh satu mil (+ 1,6 km) tidaklah berat. Namun, perjalanan yang tidak jauh pun akan terasa berat dan menyiksa bila dilakukan dengan panas hati, penuh amarah, sungut-sungut, dan keluh kesah.
Seandainya kita sedang berjalan dengan membawa beban kita sendiri di tengah udara yang panas, kemudian tiba-tiba ada orang yang memerintahkan kita membawakan bebannya sejauh satu mil, maka saat itu juga rasanya kita ingin "meledak".
Tuhan Yesus dalam hal ini ingin mengajarkan satu prinsip kepada kita. Bukan semata-mata menaati otoritas, melainkan dapatkah kita tetap menyediakan diri kita, membuka diri kita untuk menolong orang lain sekalipun kita sendiri dalam keadaan lelah atau tidak memungkinkan.
Ketika kita terjun dalam pekerjaan Tuhan, sering kali kita diperhadapkan dengan situasi seperti ini. Ada orang-orang yang membutuhkan perhatian lebih, ada pekerjaan yang harus diselesaikan, ada hal-hal lain yang tidak hanya menyita tenaga dan perhatian kita, tetapi juga waktu kita. Bisakah kita tetap melakukannya walau terkadang kita tergoda untuk menyerah dan bersikap masa bodoh? Bisakah kita tetap melakukannya tanpa amarah ataupun sungut-sungut?
Melanjutkan "mil" yang kedua.
Bila perjalanan pada mil yang pertama tuntas kita lakukan tanpa amarah dan sungut-sungut, maka perjalanan selanjutnya tidak akan terasa sulit. Sebaliknya, apabila mil yang pertama tuntas kita jalani -- walaupun dengan amarah dan sungut-sungut --, maka mil yang kedua merupakan siksaan tambahan. Tuhan Yesus mengajarkan murid-murid-Nya berjalan "ekstra" satu mil lagi, bukan untuk "mencari muka" pada penjajah. Kita tahu bahwa para serdadu Romawi "digodok" dengan pendidikan militer yang keras. Bagi mereka, belas kasihan adalah suatu kelemahan, kekerasan dan kekejaman merupakan bagian dari hidup mereka. Dengan berjalan ekstra satu mil lagi, Yesus hendak mengajar murid-murid-Nya untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang lain bahkan musuh sekalipun, ... supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga (Matius 5:16). Artinya, ketika kita harus menempuh perjalanan "ekstra" satu mil lagi, bukan jarak yang harus kita pikirkan, melainkan tujuan akhir yang lebih mulia, yaitu melalui semua itu, Bapa di surga dipermuliakan.
Tuhan Yesus menghendaki setiap anak-Nya memiliki karakter yang tidak ragu untuk bekerja "ekstra" lebih keras, memberikan waktu "ekstra", menyumbangkan pikiran "ekstra" lebih tajam, bahkan memberikan uang "ekstra" lebih banyak demi terlaksananya pekerjaan Tuhan. Dan, melalui semua yang "ekstra" kita lakukan, Bapa yang di surga semakin dipermuliakan.
Diambil dari: | ||
Judul buletin: | : | Berita KARDIDAYA (Vol: 03, 2012) |
Penulis artikel: | : | Telly Novyanna |
Halaman: | : | 4 -- 5 |
Beberapa tahun yang lalu, saya membawa tim praktik ke sebuah desa di daerah perang -- negara Angola. Kami disambut hangat oleh 20 orang penduduk, yang rata-rata bertubuh kurus, kami pun segera sadar bahwa mereka sedang dalam keadaan berputus asa. Mereka telah kembali ke desa 6 bulan lalu, sebelum terjadi peristiwa kebakaran. Panen jagung mereka gagal dan mereka semua tidak memiliki makanan sekarang. Salah seorang ibu menyusui bayinya namun ia terlau lemah untuk berjalan, bahkan terkena anemia. Yang lain mendatangi kami sambil membawa bayinya, dan saya begitu terkejut serta prihatin melihat kondisi bayi kecil itu. Ia kurus, pucat, kekurangan gizi, dan sangat kelaparan, hingga mengalami dehidrasi. Tidak satu pun dapat dilakukan ibunya dan dari wajah sang ibu terpancar keputusasaan. Tampak jelas bahwa saya terlambat menyelamatkan bayi itu. Kondisinya sangat parah dan ia sudah tidak mampu menangis lagi.
Apakah respons kita? Kita seharusnya merespons dengan cara Tuhan. Ia penuh kasih, baik, murah hati, dan pemurah. Jika kita berdoa dan menghayati doa Bapa kami, "Datanglah kerajaan-Mu dan jadilah kehendak-Mu", kita seharusnya hidup merespons-Nya ketika melihat kekerasan, penderitaan, ketidakadilan, kekacauan, dan korupsi. Kami membawa bayi itu ke rumah sakit terdekat di kota, memberikan beberapa vitamin kepada sang ibu, dan mengatur pengiriman makanan ke desa tersebut. Tidak ada tindakan yang lebih cepat dilakukan di negeri berlatar perang itu, tetapi kita dapat merespons dengan tindakan nyata. Beberapa hari kemudian, kami mendapat kabar bahwa kehidupan bayi itu berhasil diselamatkan.
Ada perdebatan panjang di gereja, apakah kita harus berfokus pada pemberitaan Kabar Baik atau kita harus menghindarinya dengan menarik diri dari pemberitaan itu, dan hanya berkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan orang-orang. Pada saat kanak-kanak, saya pergi ke gereja pada setiap hari Minggu, di gereja yang bebas. Khotbah mereka hanya ditujukan pada memiliki hidup yang baik di bumi dan menolong orang-orang yang susah. Ketika saya kuliah, saya diajarkan segala sesuatu menyangkut bahaya buruk "Injil sosial". Kita harus pergi dan memberitakan kebenaran supaya terbentuk gereja-gereja yang kuat. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan duniawi orang dianggap berbahaya, dan akhirnya merupakan ancaman yang dapat menghilangkan fokus pada kekudusan berita Injil.
Tampaknya, saya tidak dapat menerima kedua hal itu. Mengapa? Anda tidak dapat percaya bahwa keselamatan pribadi hanya melalui pendamaian Yesus bagi dosa-dosa kita itu penting jika Anda tidak menganggap Allah itu suci dan menuntut pemuasan terhadap tuntutan hukum yang Ia telah berikan. Kemudian, Anda hanya dapat percaya bahwa kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidaklah penting jika Anda berpikiran bahwa Allah tidaklah sepenuhnya mengasihi atau memelihara kehidupan kita sekarang. Segala sesuatu bergantung pada karakter Allah. Allah itu kudus, benar, penuh belarasa, mengasihi, baik, suci, sabar, setia, dan adil. Jika kita menghayati kehidupan-Nya di dunia, sebagaimana yang diajarkan Alkitab, kita seharusnya memiliki karakter yang sama, atau sedikitnya mencapai sasaran ini.
Jika pemerintah kita korup, kita harus mencoba dan mengubah situasinya. Karakter Allah menuntut perubahan tersebut. Jika seni mengajarkan sesuatu yang tidak kudus kepada suatu negara, kita harus menentangnya. Karakter Allah menuntut perlawanan tersebut. Jika kaum minoritas dipaksa menjadi pelaku tunasusila, kita harus datang dengan strategi untuk mencoba mengakhirinya, atau setidaknya mencegah ledakan pertambahannya. Karakter Allah menuntut tindakan tersebut. Jika wanita dilecehkan dan ditindas dalam suatu masyarakat, kita harus mencari jalan untuk memberi mereka martabat dan kesempatan. Karakter Allah menuntut upaya tersebut.
Banyak kompleksitas menghadapi kita ketika kita mulai membicarakan pokok memberkati bangsa-bangsa. Bagaimana kita pergi ke budaya primitif dan mulai mendesak mereka untuk memerintah diri mereka sendiri? Bukankah ini semacam ideologi kolonisme? Bagaimana jika hal itu tidak berhasil dalam keadaan normal? Bagaimana kita membuat perubahan di bawah kungkungan tekanan ketika orang-orang percaya adalah kaum minoritas dan semua orang melawannya? Apakah kita kehilangan pijakan otoritas kenabian, jika gereja secara institusi melibatkan diri di dalam politik yang berbahaya? Bagaimana jika kita kehilangan pentingnya kepercayaan bahkan keselamatan kekal kita? Sesungguhnya, kita akan berurusan dengan berbagai hal ini dan banyak lagi pertanyaan lain. Pada akhir semua diskusi, entah apa pun keprihatinan pribadi kita dan apa pun kejutan strategis kita, kita harus mencapainya dengan karakter Allah. Pandangan kita tertuju pada "kebendak-Mu jadi di bumi seperti di surga". Kehendak-Nya tidak dapat lepas dan hanya ditujukan pada kekekalan. Banyak ayat Alkitab mendorong kita pada kesimpulan ini.
Di dalam buku "Rise of Christianity", sosiolog Rodney Stark, sebagai seorang ilmuwan sosial yang netral, menulis mengenai atribut terbesar dari kemenangan iman orang percaya di Kerajaan Roma terhadap moralitas yang berbeda, dan bahwa strata etnis orang-orang percaya tidak keluar dari kebudayaan itu. Sepanjang penganiayaan terbesar pada tahun 165 M dan terulang kembali pada tahun 251 M, respons terhadap orang-orang yang belum percaya di Roma dan terhadap orang-orang yang sudah percaya benar-benar berbeda. Dionysius, bapa gereja dan bishop di Alexandria, menghubungkan bagaimana orang-orang percaya berkumpul di kota untuk melayani mereka yang berkebutuhan, walaupun hasilnya menyebabkan banyak dari mereka yang mati. Sementara itu, orang-orang melarikan diri, meninggalkan kerabat yang sakit dan kekasih mereka yang akan meninggal. Pelayanan kurban oleh orang-orang percaya ini sangat berpengaruh sehingga kelompok kecil orang Yahudi itu berkembang menjadi agama resmi di kerajaan terbesar di bumi. Kekristenan juga menjadi fondasi utama bagi etika ideal dan moralitas di Barat. Siapa akan menyanggah bahwa kita dapat mengupayakan perubahan?
Perhatikan, bahwa perubahan peradaban Barat bukan karena pengambilalihan institusi kekuasaan oleh kekristenan, melainkan karena mereka membangunkan hati nurani Kerajaan itu. Mereka menawarkan cara hidup yang lebih baik dan hidup dengan cara yang benar. Untuk mengubah sesuatu di dalam suatu negara, diperlukan banyak usaha dan dana. Artinya, apakah kita berpikir dalam konteks kompetisi, tempat ada yang menang dan ada yang kalah, untuk memperebutkan orang-orang dan sumber daya? Kecenderungan itu sekarang sudah berbaur menjadi perdebatan tentang memberkati bangsa-bangsa. Kita suka mendengar pernyataan seperti ini, "Kita perlu menghentikan semua perhatian utama pada mereka yang belum terjangkau dan berpusat saja pada sumber daya kita yang terbatas, ini juga akan memberkati bangsa-bangsa". Inilah dikotomi yang salah.
Pada Matius 28:18-20, kita diberi amanat khusus untuk memuridkan "semua bangsa". Bagaimana itu dimungkinkan? Dapatkah Tuhan itu relatif dalam keadilan, kebaikan, dan kemakmuran di dalam suatu masyarakat di Barat dan mengabaikan bagaian-bagian masyarakat lainnya? Apakah Tuhan pilih-pilih kasih? Apakah tindakan itu sesuai dengan karakter-Nya? Tidak! Karakter-Nya menuntut Ia menunjukan perhatian yang sama dan mengasihi semua bangsa, tanpa pilih-pilih kasih. Sebuah survei berusaha menganalisis setiap tempat keberadaan para pekerja rohani, di mana saja orang-orang percaya itu menghabiskan uang mereka, atau dari mana bangsa-bangsa mendapat sumbangan dari gereja, akan membawa kita pada kesimpulan bahwa usaha kita sekarang ini tidak menggambarkan karakter Allah. Sejumlah uang dihabiskan untuk media, aksi politik, dan prasarana gereja, dalam rangka kita memenuhi negara-negara Barat dengan pengajaran rohani. Hanya sedikit saja yang diberikan kepada orang-orang yang belum pernah mendengar.
Kata "semua" dalam "semua bangsa bangsa murid-Ku" adalah tantangan terbesar di dalam Amanat Agung. Kata itu tidak boleh ditinggalkan. Ironisnya, kelompok orang-orang yang belum terjangkau itu, sejuta kali lebih menanggapi pengajaran Kerajaan Allah dibanding orang-orang Barat, menurut metode analisis statistik yang dikembangkan oleh Dr. David Barrett dan Dr. Todd Johnson. Artinya, mereka mewakili potensi yang lebih besar untuk memberkati bangsa-bangsa. Secara umum, kekristenan di Barat terlihat sebagai ideologi yang renta, kelelahan, dan yang telah gagal. Di Timur, masyarakat suku sering dilihat sedang bertransformasi, menggembirakan, dan sangat menjanjikan. Menurut Anda, di manakah kita memiliki kesempatan terbaik untuk mendapat sukses yang berarti? Bukankah daya dorong dan energi untuk mengubah Barat tampaknya berasal dari tempat Injil dipercayai dengan cara yang bersemangat dan berkuasa?
Kerajaan itu hadir dalam semua aspek kehidupan. Artinya, kehadirannya yang dinamis melalui orang-orang percaya yang terlibat di dalam semua bagian masyarakat. Melalui para pekerja-Nya, kehadiran yang aktif dengan suatu tujuan itu merembes ke semua suku dan bangsa. Beberapa tahun lalu, saya sedang menempuh perjalanan yang panjang dan membosankan, lalu saya mengambil majalah "Reader's Digest" di pesawat. Saya membolak-balik dan membaca semua bagian hingga tiba pada artikel yang berjudul "Kota Amerika yang Paling Berbelaskasihan". Saya membaca dengan rasa ingin tahu bagaimana penjelasan penulis mengenai warisan dari Rochester, USA. Survei itu menyatakan kota-kota paling baik di Amerika, yang secara konsisten memerhatikan orang miskin dan papa. Penulis menelusuri kembali ciri-ciri ini pada kebangunan rohani yang terjadi dalam pelayanan Charles Finney, kira-kira 150 tahun lalu. Injil telah membuat perubahan yang besar di dalam hidup seseorang. Injil bukan hanya membawa seseorang pergi ke surga, namun juga berkuasa mengubahnya di bumi ini. Kita sungguh-sungguh dapat mengubah bangsa-bangsa jika kita melayani kebenaran dan kasih, dengan kuasa Roh Kudus.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Masah, Edisi 1, Tahun I/2002 |
Judul artikel | : | Memberkati Semua Bangsa-Bangsa Tuntutan dari Karakter Allah |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Pelayanan Komunikasi dan Informasi Youth With A Mission Indonesia |
Halaman | : | 7 -- 8 |
"Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."
Kisah Para Rasul 20:35
Dalam banyak budaya, sering kali seseorang yang memberi itu dianggap (baca: harus) orang kaya. Orang miskin tentulah tidak bisa memberi. Sebenarnya, pola pikir semacam ini menutupi kekikiran yang halus. Alkitab mengajarkan bahwa kasih bersifat memberi. Terang sifatnya memberi. Garam sifatnya memberi. Kasih memberi dan berkorban. Allah Bapa sendiri menyatakan kasih-Nya yang teramat besar bagi dunia ini dengan memberikan Yesus Kristus Putra-Nya yang Tunggal untuk mati ganti kita, manusia berdosa, agar kita boleh diselamatkan. Orang yang sungguh telah mengalami betapa besarnya berkat pemberian Allah, yaitu Yesus Kristus, dalam hidupnya, tahu apa artinya memberi bagi pekerjaan Tuhan. Memberi adalah berkat. Alkitab mengatakan bahwa lebih berbahagia memberi daripada menerima (Kisah Para Rasul 20:35).
Perspektif Alkitab untuk Memberi
Alkitab menyaksikan bahwa ketika Yesus memberi makan lima ribu orang laki-laki dan banyak lagi wanita dan anak-anak, yang memberikan kepada-Nya lima ketul roti dan dua ekor ikan adalah seorang anak kecil. Pemberiannya mungkin remeh dan tidak berarti dalam pandangan banyak orang, tetapi di dalam tangan Tuhan, pemberiannya menjadi berkat bagi ribuan orang. Pemberian yang kecil, tetapi diberikan dengan tulus dan jujur. Lima ketul roti dan dua ekor ikan. Bukan masalah besar dan kecilnya pemberian kita, tetapi bagaimana sikap hati kita memberikannya kepada Tuhan. Jika kita mempunyai "lima ketul roti dan dua ekor ikan", janganlah kita memberikan hanya "tiga ketul roti dan seekor ikan". Demikian juga, ketika kita memunyai "sepuluh ketul roti dan lima ekor ikan", berikanlah semuanya untuk Tuhan agar di tangan-Nya semuanya itu bisa menjadi berkat bagi orang lain.
Janda miskin yang diceritakan dalam Lukas 21:41-44 dipuji Tuhan Yesus bukan karena jumlah persembahannya yang besar, tetapi karena ia memberi dari kekurangannya. Dalam pandangan Tuhan Yesus, janda itu memberikan jauh lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. "Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya" (Lukas 21:4). Ada orang Kristen yang takut miskin dan kekurangan jikalau ia memberi. Orang itu sangat mungkin belum menghayati kasih Allah yang bersifat memberi, karenanya sampai kapan pun, orang tersebut tidak akan mengalami berkat memberi dan hidup yang berkelimpahan.
"Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan" (Amsal 11:24). Memberi untuk pekerjaan Tuhan tidak harus menunggu sampai kaya atau berkecukupan. Memberi, jika dimulai dari hati yang mengasihi Tuhan, pastilah tidak "main hitung-hitungan" dengan Tuhan, tidak kikir. "Orang yang kikir tergesa-gesa mengejar harta, dan tidak mengetahui bahwa ia akan mengalami kekurangan" (Amsal 28:22). Orang yang kikir adalah orang yang mencintai uang. Orang-orang yang tidak kaya pun bisa mencintai uang dan menjadi kikir. Orang yang hati dan pikirannya telah diubah oleh Injil akan menjadi seorang pemurah untuk pekerjaan Kerajaan Allah. Paulus bersaksi kepada jemaat di Korintus tentang bagaimana indahnya jemaat-jemaat di Makedonia yang memberi untuk pekerjaan Tuhan.
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan. Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberi menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka" (2 Korintus 8:3-4). "Adapun kumpulan orang percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun berkata, bahwa kepunyaannya adalah miliknya sendiri" (Kisah Para Rasul 4:42). Sebetulnya kita tidak memiliki apa-apa di dunia sekalipun kita mempunyai sesuatu. Kita hanya menjadi penatalayan dari kasih karunia Allah. Nyawa, talenta, dan harta dititipkan oleh Allah kepada kita untuk diolah dan dipakai bagi kemuliaan-Nya. Kita hanyalah bendahara-bendahara Kerajaan Surga yang dipercayakan menata pemakaian harta milik Tuhan untuk kemuliaan-Nya.
"Demikian hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai" (1 Korintus 4:1-2). Jika kita tidak memberi, Allah tidak akan menjadi miskin karenanya. Sebaliknya, Allah pun juga tidak akan bertambah kaya jika kita memberi. Allah Pencipta segala sesuatu di alam semesta ini dan Dialah Pemilik seluruh ciptaan tangan-Nya. Allah Pemilik hidup kita dan segala sesuatu yang kita "miliki". Dapat dipercayai berarti kita dapat mempertanggungjawabkan apa yang dipercayakan-Nya kepada kita, memakainya untuk hormat dan kemuliaan Allah Bapa di dalam Tuhan Yesus Kristus.
Dalam Perjanjian Lama, ada kisah Hana yang mempersembahkan Samuel. Ia bukan memberikan Samuel kepada Tuhan, tetapi mengembalikan apa yang Tuhan telah berikan kepadanya. Tuhan memberikan Samuel sebagai jawaban doa Hana. Hana sangat mensyukurinya dan mengembalikannya untuk pelayanan Tuhan. Jadi, Hana bukan memberikan yang dipunyainya, tetapi mengembalikan apa yang memang berasal dari Tuhan. "Untuk mendapatkan anak inilah aku berdoa, dan Tuhan telah memberikan kepadaku apa yang kuminta daripada-Nya. Maka akupun menyerahkannya kepada Tuhan; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan." (1 Samuel 1:27-28)
Dalam Alkitab, banyak tokoh yang kaya, seperti Abraham, Daud, Salomo, dan Ayub. Tidak salah jika orang percaya menjadi kaya. Itu juga salah satu berkat materi yang Tuhan janjikan dan berikan. Akan tetapi, patut diingat apa yang dikatakan firman Tuhan dalam 1 Yohanes 3:17, "Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" Perhatikan juga nasihat dari pengamsal, "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu." (Amsal 3:9)
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Hati Misi |
Penulis | : | Bagus Surjantoro |
Penerbit | : | Penerbit ANDI, Yogyakarta 2005 |
Halaman | : | 58 -- 62 |
Allah Bapa mengutus Anak tunggal-Nya ke dunia ini, yaitu Tuhan Yesus Kristus, dengan satu tujuan: "membinasakan (menghancurkan) perbuatan-perbuatan Iblis" (1 Yohanes 3:8) dan "supaya kita hidup oleh-Nya" (1 Yohanes 4:9). Tujuan itu adalah sebagai wujud dari "KASIH ALLAH" (Yohanes 3:16).
Dalam menciptakan manusia, Allah tidak pernah merencanakan agar manusia berdosa (hidup sebagai orang berdosa, kalah terhadap dosa), agar menderita sakit penyakit, agar mengalami kematian. Tidak! Ia menciptakan manusia supaya manusia hidup dalam kekekalan dan kebahagiaan, damai sejahtera dalam persekutuan dengan Dia, menjadi mitra-Nya untuk memerintah dunia (mengurus dan menata dunia). Manusia tidak diciptakan seperti boneka atau wayang, yang dimainkan oleh dalang, yang percaya pada takdir atau nasib. Sehingga bila ada seseorang yang dipenjarakan karena mencuri, itu dikatakan sudah nasibnya; kalau satu pernikahan berantakan, itu dikatakan sudah nasib atau takdir. Tidak! Manusia diciptakan menurut gambar Allah, artinya kesamaan dengan Allah dalam hal memiliki kehendak moral yang bebas, yaitu kehendak untuk memilih. Tetapi Adam dan Hawa memakai kuasa yang dianugerahkan kepada mereka untuk melanggar perintah Tuhan. Inginnya seperti Allah, bukan memakai kuasa itu untuk melayani Allah dan bersekutu dengan Allah. Baik manusia maupun malaikat-malaikat tidak diciptakan Tuhan untuk menjadi boneka atau wayang. Iblis itu adalah malaikat yang bangkit melawan Allah, tidak taat: "Aku akan menjadi lebih besar dari Allah" (Yesaya 14:12-15, Yehezkiel 28:12, 14, 15, 17).
Putra fajar, bintang timur (latin: Lucifer). Di dalam Perjanjian Baru, Lucifer dilambangkan dengan Naga (Wahyu 12:7-9). Demikian pula halnya dengan manusia. Akibat ketidaktaatan, manusia jatuh ke dalam kuasa dosa, kutuk sakit penyakit, dan kematian (upah dosa adalah maut, Roma 6:23).
Itulah sebabnya Allah mengurus Anak-Nya yang tunggal, Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristus adalah Adam yang akhir, yang datang ke dunia ini bukan sebagai mahkluk yang hidup, tetapi sebagai Roh yang menghidupkan (1 Korintus 45).
Tuhan Yesus Kristus telah melewati berbagai macam pencobaan. Ibrani 4:15 mengatakan, "... sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." Tuhan Yesus keluar sebagai pemenang! Tuhan Yesus Kristus, sebelum berperang dengan iblis, diberi pengalaman oleh Bapa bahwa meskipun Ia anak Allah, Ia telah meninggalkan surga (Ia telah mengosongkan diri-Nya sendiri menjadi sama dengan manusia, Filipi 2:6-7). Kisah Para Rasul 10:38, "Yaitu tentang Yesus ... bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Ia yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia."
Itulah sebabnya Yesus Kristus menunjukkan bagaimana caranya mendapatkan kuasa itu, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi" (Kisah Para Rasul 1:8). Saat Rasul Petrus dan Rasul Yohanes ke Bait Allah, ada orang lumpuh dari sejak lahir sedang mengemis. Rasul Petrus mengatakan dalam Kisah Para Rasul 6:3 bahwa apa yang ia punyalah kuncinya. Rasul Petrus tidak bisa memberi apa yang tidak dimiliki. Apakah yang dipunyainya? Pengalaman hidup dengan Tuhan Yesus Kristus, keintiman hidup dengan Tuhan Yesus Kristus. Bukan apa yang ia dengar dari orang lain, tetapi apa yang ia alami sendiri dengan Yesus (Kisah Para Rasul 4:13). Apa rahasia kuasa Petrus dan Yohanes, orang biasa yang tidak terpelajar? Keduanya adalah pengikut Kristus.
Bagaimana menerima kuasa itu? Kuasa tidak mengalir melalui kata-kata. Kuasa mengalir melalui persekutuan pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus.
Keintiman dengan Tuhan Yesus Kristus menghasilkan kuasa (Yohanes 15:5) "... barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam Dia Ia berbuah banyak. Sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan FirmanKu tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki dan kamu akan menerimanya." (Yohanes 15:7)
Hancurkan serangan roh kegagalan dan roh mustahil yang mengelilingi kita yang berkata, "Kamu tidak mungkin mengalami kuasa untuk menang atas dosa, Iblis, sakit penyakit, pencobaan, kamu lemah, kamu terikat kedagingan, dan sebagainya." Kita hancurkan dengan kuasa darah Yesus Kristus (Ibrani 2:14-15, 18)
Hidup di dalam terang (1 Yohanes 1:5-7, 1 Yohanes 4:8-11), tidak ada kepahitan dalam hidup kita.
Diurapi oleh Roh Kudus dan hidup dalam pimpinan Roh Kudus, kuasa supernatural tidak bisa dilawan dengan kekuatan daging, harus dengan kekuatan supernatural, yaitu Roh Kudus. Tidak sekadar diurapi dengan Roh Kudus, tetapi kita harus menyerah di dalam bimbingan dan pimpinan-Nya secara total, yaitu tidak kompromi dengan dosa (tidak mengkompromikan firman Allah).
Betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya. Kuasa atas tubuh yang lemah dan sakit (1 Petrus 2:24), kuasa atas dosa, kuasa atas maut, kuasa atas pencobaan. Serahkan diri Anda kepada Allah dan lawanlah Iblis!
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Duta, Edisi Khusus Desember 1997 |
Judul artikel | : | Betapa Hebat Kuasa-Nya bagi Kita yang Percaya |
Penulis | : | Pdt. Daniel Henubau, S.Th. |
Penerbit | : | Gereja Kasih Karunia Indonesia (GEKARI), Jakarta 1997 |
Halaman | : | 3 -- 4 |
Bila Ken Strachan berupaya meraih dunia yang hilang melalui strategi penginjilan langsung, Bob Pierce memberikan kontribusi dari sudut yang berbeda. Dengan meneladani kehidupan Yesus, ia menjalankan kegiatan kemanusiaan untuk menyatakan kekristenan yang sesungguhnya. Ia berpikir, cara yang paling efektif untuk memberi kesaksian tentang Kristus adalah melalui tindakan kasih dan kepedulian yang nyata: "Yang harus kita utamakan adalah melayani kebutuhan jasmani orang yang membutuhkan, dan setelah itu kita bisa melayani kebutuhan (rohani) mereka yang sesungguhnya." Selain Allah sendiri, banyak tokoh dalam sejarah yang menunjukkan kepedulian lebih besar terhadap penderitaan manusia ketimbang Bob Pierce. "Biarlah hatiku juga merasakan kesedihan yang Tuhan rasakan" -- motto yang ditulis dalam Alkitabnya ini dengan singkat menjelaskan bagaimana ia memandang kehidupan. Ia adalah sahabat seluruh umat manusia.
Kendati Bob Pierce memiliki beban untuk menjangkau dunia, ia tidak mampu mempertahankan ikatan kasih yang paling intim dengan keluarganya sendiri. Kasih yang berlimpah ia bagikan kepada anak-anak yatim piatu dan tuna wisma serta para korban banjir, tetapi hanya secuil yang ia berikan kepada orang-orang yang paling membutuhkannya -- istri dan putri-putrinya. Kehidupan publik dan pribadinya terpisahkan oleh jurang yang sangat lebar dan hanya sedikit orang yang mengetahui bahwa Bob adalah seorang yang bermasalah dan lemah. Meskipun begtu, Tuhan memakainya secara luar biasa dan kesan yang ia tanamkan kepada dunia tak mudah untuk dilupakan.
Dr. Bob, begitulah ia biasa dipanggil, lahir pada tahun 1914 sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara di Fort Dodge, Iowa. Saat ia berumur sepuluh tahun, keluarganya pindah ke California. Di sanalah ia menghabiskan sisa hidupnya. Lulus dari SMA, ia melanjutkan studinya di Pasadena Nazarene College. Di sinilah ia bertemu dengan calon istrinya, Lorraine Johnson -- putri seorang penginjil yang berhasil.
Kesuksesan tidak menyapa Bob pada awal usia dewasanya. Di kampus, ia menjabat sebagai ketua lembaga mahasiswa dan menjadi seorang pendeta muda yang menjanjikan. Namun, tiba-tiba situasi berubah demikian cepatnya. Sangat sulit mendapatkan pekerjaan pada masa resesi kala itu dan terkadang dalam hubungannya dengan Lorraine, Bob merasa seperti "berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan Santa Fe." Pernikahan mereka tampaknya hanya memperparah masalah. "Dunia impian" mereka berlalu dengan cepat dan kehidupan pernikahan yang sesungguhnya mulai menghadang mereka. Bob mulai berpindah-pindah pekerjaan dan Lorraine pulang ke rumah orang tuanya di Chicago. Selama berbulan-bulan, jalur komunikasi yang menghubungkan mereka hanyalah surat "kaku" yang tidak rutin dikirim. Suatu ketika, Bob menulis surat yang berkesan hangat, mengajak berdamai, dan mengakhiri suratnya dengan kalimat, "Aku mencintaimu dan menginginkanmu di sampingku. Tapi engkau ada atau tidak, aku akan tetap berjalan bersama Tuhan."
Salah satu alasan dirinya menulis surat itu kepada Lorraine adalah perubahan kondisi yang dihadapinya. Ia telah memberikan kesaksiannya sebelum konvensi tahunan Gereja Nazarene. Di hadapan ratusan pendeta dari negara bagian tersebut, ia menceritakan kesulitan yang dialaminya selama tahun lalu sambil meneteskan air mata penyesalan dan mengumumkan keputusannya untuk melayani Tuhan. Dampaknya sungguh menggemparkan. Para pendeta mencari-carinya, dan terbukalah pintu untuk pelayanan."
Di tahun-tahun berikutnya, Bob dan keluarga mudanya nyaris tak mampu memenuhi kebutuhan mereka di dunia penginjilan. Setelah itu, dia menenangkan diri selama lebih dari empat tahun dengan melayani di Los Angeles Evangelistic Center -- di mana ia bekerja bersama ayah mertuanya. Masa-masa itu tidaklah terlalu membuatnya puas, sebagian karena usahanya harus terus bersaing dengan ayah mertuanya yang sudah terlebih dulu berhasil. Hal itu membuatnya berpikir bahwa dia "bagai perahu dayung yang bertanding melawan kapal layar". Suatu hari setelah beradu argumen, ia mengundurkan diri dan tak lama kemudian pergi dari kota tersebut. Surat berikutnya yang diterima Lorraine dari Bob berupa sepucuk surat panggilan yang sudah kumal dari pengadilan, yang memberitahukan bahwa Bob sedang mengajukan gugatan cerai.
Tepat pada hari pengumuman pengadilan, Lorraine meminta Bob untuk sejenak menemuinya secara pribadi, Lorraine meminta Bob untuk tidak melanjutkan proses perceraian itu, Bob menyetujuinya. Namun, satu setengah tahun berikutnya menjadi masa pengujian yang luar biasa berat. Saat Lorraine bergumul dalam doa, Bob melanjutkan peperangan rohaninya seorang diri, dia tampaknya tak mampu menemukan jalan keluar dari penderitaan rohaninya. Akan tetapi, sekali lagi Bob menemukan jalannya kembali pada Tuhan, menyatakan pertobatannya secara terbuka dan kembali bekerja di pusat penginjilan selama dua tahun.
Selama masa pelayanannya di tempat tersebut, Bob mulai menyadari talenta istimewanya dalam membina hubungan dengan anak muda. Di tahun berikutnya, ia bekerja sebagai penginjil yang melayani kaum muda dan kemudian bergabung dengan Youth for Christ -- di sana, ia menjabat sebagai wakil ketua untuk urusan umum dan melayani bersama Torrey Johnson yang sudah dikenal orang banyak. Kapasitas inilah yang menjadi fokus pelayanan Bob di masa mendatang. Pada tahun 1947, ia diminta pergi ke Cina untuk membantu penyelenggaraan serangkaian kampanye bagi kaum muda. Meski terpaksa meninggalkan keluarganya di tengah masalah ekonomi yang pelik, ia menerima tantangan itu dengan penuh antusias dan mungkin inilah pertama kalinya ia merasakan kepuasan.
Jadwal perjalanan yang menguras tenaga tidak mematahkan semangatnya. Ia menyadari bahwa bepergian kesana-kemari sudah mendarah daging dalam tubuhnya. Ke mana pun ia pergi, ia menyaksikan tangisan-tangisan sesamanya yang meminta bantuannya. Di mana pun ia berkhotbah, ada pernyataan iman. Ini adalah saat yang penuh suka cita, saat di mana filosofinya akan pelayanan kristen mulai bersemi.
Pada perjalanannya yang kedua, tujuannya adalah negara Cina, Bob ditantang secara langsung tentang apa perannya dalam meringankan penderitaan dan kesengsaraan orang-orang yang paling membutuhkan di dunia. Tatkala mengunjungi sebuah panti asuhan milik sebuah organisasi misi di dekat perbatasan Tibet, perhatiannya tertuju pada sesosok mungil anak perempuan yang terlihat sedih, badannya yang kurus kering membungkuk dengan pasrah di bawah tangga batu yang dingin. Ketika ia menanyakan mengapa anak itu tidak diberi makan dan tinggal di panti asuhan itu, ia mendapat jawaban bahwa ternyata panti asuhan itu sudah menampung anak-anak empat kali lebih banyak dari jumlah rata-rata yang bisa mereka tampung. Bob marah karena merasa anak perempuan ini tidak mendapatkan kebutuhan hidupnya yang paling dasar sekalipun. "Mengapa tidak melakukan sesuatu?" ia memohon. "Apa yang akan Anda lakukan terhadap masalah ini?" misionaris itu menjawab dengan mendatangi anak perempuan itu dan mendorongnya dalam pelukan lengannya. Itulah yang menjadi titik balik dalam hidupnya. Sejak itu, seluruh kekuatannya dicurahkan kepada kegiatan kemanusiaan Kristen.
Bob bermaksud kembali ke Cina untuk melanjutkan pelayanan, namun perhatiannya teralih bersamaan dengan dikuasainya Cina oleh pihak komunis. Tahun 1950, ia mengunjungi Korea untuk pertama kalinya, tempat di mana penderitaan anak-anak yang membutuhkan mengilhami terbentuknya World Vision International. Dengan adanya Perang Korea yang melanda negara tersebut, ketersediaan pangan, pakaian, dan obat-obatan menjadi prioritas utama bagi para wanita dan anak-anak telantar. Namun, sejak awal berdirinya, World Vision telah menyebarkan pelayanannya ke sebanyak mungkin lokasi di mana ada orang-orang yang membutuhkan. Dalam beberapa tahun, organisasi tersebut merawat lebih dari dua ribu anak yatim piatu. Pada tahun-tahun berikutnya, jumlah tersebut meningkat lebih dari seratus kali lipatnya.
Hanya dalam beberapa tahun setelah memulai pelayanannya ke seluruh dunia, kisah tentang Bob Pierce menjadi legenda orang kudus di seluruh Timur Jauh. Namun, pelayanannya tidak terbatas pada area itu saja. Selama hampir sepuluh tahun, ia dinyatakan sebagai salah satu dari sepuluh orang yang paling sering berkeliling dunia. Ke mana pun ia pergi, orang-orang mengelu-elukannya sebagai utusan Tuhan. Ketika kembali ke Amerika Serikat, ia bepergian dari pesisir ke pesisir -- untuk menyadarkan masyarakat Kristen Amerika akan kebutuhan negara-negara yang berkekurangan, menggalang ratusan ribu dolar untuk anak-anak yatim piatu, rumah sakit, dan pelayanan penginjilan.
Selama masa perkembangan World Vision yang pesat itulah, Lorraine dan putri-putrinya semakin tersingkirkan dari posisi teratas dalam daftar prioritas Bob. Saat ia kembali kepada keluarganya setelah menempuh perjalanan selama rata-rata 10 bulan dalam setahun, Bob merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri, konflik pun tak terhindarkan. Meskipun ia dapat membina hubungan yang begitu baik dengan dunia, keluarganya sendiri yang tinggal serumah dengannya terasa begitu jauh.
Masalah lain mulai timbul ketika World Vision memasuki dekade kedua perkembangannya yang pesat. Semakin sulit bagi Bob untuk berurusan dengan dewan direksi. Pada tahun 1963, para direktur memutuskan untuk mencabut penyiaran radionya, dengan alasan dananya lebih baik digunakan untuk proyek-proyek lain. Masalah utamanya meliputi gaya pengelolaannya. Bob terbiasa menggunakan uang asalkan dianggapnya cukup, tanpa memiliki otoritas, dan tanpa memberikan laporan penggunaannya. Namun, waktu pun berubah. Peraturan pemerintah menuntut penghitungan yang tepat dan Bob sangat geram karena peraturan tambahan yang diberlakukan pada dirinya oleh dewan direksi. Konflik tersebut berlangsung hingga tahun 1967 ketika mereka sampai pada satu titik panas dan Bob mengundurkan diri dengan penuh kegusaran. "Keesokan harinya, World Vision mengajukan surat pengunduran diri yang resmi, yang kemudian ditandatangani oleh Bob."
Tak lama setelah kepergiannya dari World Vision, kehidupan pribadi dan pekerjaan Bob perlahan-lahan mulai goncang. Di tahun 1968, ketika ia bepergian ke Orient bersama Lorraine dalam suatu "Tur Selamat Jalan" -- disponsori oleh World Vision sebagai kegiatan perpisahan yang terakhir -- yang tak diragukan merupakan bagian dari usaha mereka membina hubungan dengan daerah tersebut. Saat tur hampir berakhir, mereka menerima telepon dari Sharon, putri sulungnya, yang memohon agar ayahnya pulang ke rumah. Sebelumnya, Sharon telah bergumul hebat atas persoalan pribadinya dan Lorraine lebih tahu apa yang harus dilakukan, yaitu tidak meremehkan masalah ini. Namun, Bob telah merencanakan untuk mengadakan kunjungan mendadak ke Vietnam dan ia tidak mau diganggu. Lorraine segera terbang kembali ke rumahnya dan mendapati Sharon dalam keadaan lemah dan putus asa, pergelangan tangannya diperban, dan sedang dalam pemulihan dari usaha bunuh diri yang sempat dilakukannya. Di tahun berikutnya, Sharon kembali mencoba bunuh diri, keluarga Pierce pun akhirnya menguburkan putri sulungnya itu pada usia 27 tahun.
Sebelum dan sesudah kematian Sharon, Bob dirawat karena mengalami kelelahan mental dan fisik yang berat. Pemulihannya membutuhkan waktu lama dan meski bisa kembali berjalan, luka yang dalam tetap membekas. Ia semakin terpisah sedemikian jauhnya dari keluarganya, dan mereka tak akan pernah lagi menikmati hubungan yang selalu dipenuhi kebahagiaan.
Setelah beberapa tahun menjalani masa penyembuhan dan beristirahat, Bob mulai melakukan perjalanan lagi. Dengan didukung oleh World Vision, ia mendirikan Samaritan`s Purse, organisasi yang membantu para misionaris di Asia. Lalu pada tahun 1975, setelah menjalani serangkaian tes medis, dokter memvonisnya mengidap leukimia. Sekali lagi, ini merupakan pukulan keras bagi seseorang yang telah mengalami banyak hal, namun ia tidak mau menyerah. Beberapa bulan kemudian, dengan tak kenal lelah, ia sudah mengoordinasi program bantuan bagi para pengungsi di Saigon. Setelah tugasnya selesai, ia mengunjungi tempat-tempat lain yang membutuhkan pertolongan dan selalu dengan sepenuh hati melayani orang-orang yang menderita. Kendati begitu, hari-harinya tetap dihitung. Ia meninggal pada bulan September 1978, beberapa hari setelah reuni keluarga yang tak terlupakan.
Terlepas dari tak kunjung redanya konflik dan masalah yang dikaitkan dengan masa kepemimpinan pendirinya yang termasyhur di seluruh dunia, World Vision tetap mengalami pertumbuhan yang stabil dan memperluas bidang pelayanannya. Namun, saat kontribusi dan jumlah anggota terus bertambah, organisasi tersebut menolak peluang untuk dapat menjadi satu kesatuan yang berkuasa dan tetap menjalankan perannya sebagai organisasi pelayanan -- yang bekerja melalui gereja-gereja misi dan nasional lain yang telah mapan. "Ketika seseorang berkeliling dunia," tulis Richard C. Halverson, "orang tersebut tak akan sering menemukan lembaga yang menyandang nama World Vision. Namun ada ratusan sekolah, panti asuhan, panti jompo, klinik, rumah sakit, asrama, dan gedung gereja yang dibangun dengan dan/atau atas bantuan dana yang digalang oleh World Vision dan menyandang nama gereja-gereja nasional atau lembaga misionaris luar negeri yang terkenal."
Seperti kebanyakan organisasi misi lainnya, World Vision memperoleh nilai positif dari pelayanan yang dilakukan oleh sejumlah orang Kristen terkemuka dari Dunia Ketiga. Sebut saja, Dr. Samuel Kamaleson, seorang berkebangsaan India yang telah melayani selama bertahun-tahun di India di bawah naungan Gereja Metodis sebelum menjabat sebagai wakil ketua untuk urusan umum di World Vision dan sebagai ketua pelayanan Pastors` Conference tingkat internasional. Ia juga menjabat sebagai ketua Bethel Agricultural Fellowship dan telah menulis sejumlah buku.
Pada tahun 1969, Stanley Mooneyham menjadi Presiden World Vision. Di bawah pimpinannya, organisasi itu berkembang menjadi suatu organisasi bantuan dunia yang sangat efektif -- seperti keberadaannya pada masa sekarang -- tanpa meninggalkan kepedulian kepada pendirinya. Dalam "What Do You Say to a Hungry World?" Mooneyham memaparkan fakta-fakta perihal penderitaan manusia dalam bentuk yang sangat menarik bagi orang-orang Kristen untuk menunjukkan vitalitas iman mereka melalui keterlibatan diri secara aktif. Ia mengecam Church of Jesus Christ karena terlalu banyak menyibukkan diri dalam aspek-aspek kehidupan yang tak berarti. "Saat dunia mengalami krisis pangan terbesar sepanjang sejarah, gereja ini malah mengalihkan perhatian dan bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi." Ia mengutip perkataan seorang misionaris Metodis yang secara tajam menggambarkan perihal absurditas kekristenan yang membudaya pada masa kini.
Suatu hari, seorang Zambia meninggal tak sampai 100 yard dari pintu rumah saya. Ahli patologi mengatakan penyebab kematiannya adalah kelaparan. Dalam perutnya yang kempes, terdapat beberapa helai daun dan sesuatu yang sepertinya segumpal rumput. Tidak ada yang lain.
Pada hari yang sama, saya membaca suatu kolom di majalah Metodhist Recorder yang memberitakan kemarahan, kekhawatiran, pergolakan, dan komentar mengenai penundaan acara laporan akhir dari Anglican-Methodist Unity Commission ....
Hanya diperlukan seorang pria kecil jelek dengan perut kempes yang harta bendanya, menurut polisi, hanyalah sehelai celana pendek, kaus penuh tambalan, dan sebatang pulpen Biro yang kosong untuk menunjukkan pada saya bahwa keseluruhan kegiatan Union ini merupakan bagian yang sungguh mengecewakan dari sejarah British Church masa kini.
Namun, dengan cepat Mooneyham menekankan bahwa memberikan harta benda saja tidaklah cukup, atau bahkan tidak selalu menjadi bentuk bantuan yang terbaik. Ia mengutip satu peribahasa Cina yang mengatakan bahwa pengetahuan tentang "bagaimana untuk ..." memiliki manfaat yang sangat luas dalam bidang tertentu. Peribahasa itu adalah "Berikan seekor ikan pada seseorang, maka Anda akan memberinya makan selama sehari; ajarlah dia untuk menangkap ikan, maka ia bisa menghidupi dirinya sendiri seumur hidupnya." Di bawah kepemimpinan Mooneyham, World Vision dapat dengan luas mengembangkan program swadayanya untuk membantu Dunia ketiga. Akan tetapi, dengan meluas dan beragamnya jenis pelayanan yang dilakukan World Vision dan organisasi-organisasi pemberi bantuan yang lain, tugas penting untuk meringankan penderitaan umat manusia sulit dimulai.
Jadi, "Apa yang akan kau katakan kepada dunia yang membutuhkan?" Tak perlu mengucapkan banyak hal untuk menyatakan Kristus jika ucapan itu tidak diikuti dengan perbuatan kasih kekristenan. (t/Lanny)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | From Jerusalem to Irian Jaya |
Judul artikel | : | Bob Pierce and World Vision |
Penulis | : | Ruth A. Tucker |
Penerbit | : | Zondervan, Michigan, 1983 | Halaman | : | 468 -- 472 |
Setiap orang memiliki budaya dan tidak seorang pun dapat dipisahkan dari budayanya sendiri. Tantangan berat bagi para misionaris (baik dalam maupun luar negeri) adalah mengidentifikasi diri dengan orang-orang yang dilayani. Untuk itu, mereka dituntut memahami budaya kelompok masyarakat yang dituju.
Langkah pertama untuk belajar budaya-budaya lain adalah menguasai budaya sendiri. Apakah arti budaya itu? Budaya menurut para sarjana Antropologi adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal (Kuncaraningrat). Budaya adalah sejumlah kebiasaan yang saling berkaitan (Antropolog AS Boas Kroeber, Clinton, dll.). Budaya adalah organisasi sosial yang direfleksikan oleh keseluruhannya (Antropolog Inggris Malinowski, Raeliffie Brown). Lloyd E. Kwast menjelaskan: "Budaya memiliki empat lapisan yang terdiri dari tingkah laku, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, dan cara pandang dunia."
1. Tingkah laku: "Apa yang Dibuat atau Dikerjakan"
Lapisan yang paling luar adalah "tingkah laku", yang dapat diamati dengan mudah. Hal-hal yang dapat diamati adalah: kebiasaan-kebiasaan serta bahasa-bahasa dalam berbagai bentuk dan arti. Rangkaian antara bentuk dan arti menghasilkan suatu simbol: "Apa yang dikerjakan?" Pertanyaan tersebut melahirkan pertanyaan: "Apa artinya?"
Contoh: Acungan jempol, berjabat tangan, orang Barat berpelukan sambil mencium pipi, dan lain-lain.
2. Nilai-Nilai: "Apa yang Baik atau yang Terbaik?"
Tingkah laku kebanyakan bersumber dari suatu sistem nilai-nilai standar tingkah laku dan pertimbangan yang memberikan tuntutan ke dalam hal apa yang baik dan indah atau terbaik dan terindah. Sistem nilai biasanya tumpang tindih dengan budaya. Pertanyaan "Apa yang baik atau yang terbaik?" mencetuskan pertanyaan lain: "Apa yang dibutuhkan?"
Contoh: Di Irlandia jumlah penduduk lebih besar daripada persediaan makanan. Penduduknya sering mengalami kekurangan makanan yang amat dahsyat, dan itu sudah biasa bagi mereka. Oleh karena itu, ada kebutuhan yang nampak dan mendesak yaitu mengurangi jumlah penduduknya. Tetapi karena jumlah mayoritas penduduk adalah pemeluk agama Kristen yang menolak KB, maka jalan keluarnya adalah menyusun dan mengembangkan kebudayaan dengan suatu anjuran yang menyerupai keharusan. Setiap penduduknya diminta untuk tidak menikah sebelum berusia 30 tahun. Akhirnya, laju pertambahan penduduk bisa dikurangi karena adanya penundaan pernikahan.
Di India terjadi sebaliknya, pernah juga terjadi kelaparan yang sangat hebat sehingga rata-rata orang di sana hanya berusia 28 tahun. Hampir setengah dari anak-anak meninggal sebelum berusia 5 tahun, sehingga terjadilah kekurangan penduduk. Dengan demikian nampaklah suatu kebutuhan dan budaya yang harus dikembangkan sebagai jalan keluar dari masalah tersebut. Wanita-wanita di India diwajibkan untuk menikah pada usia 12 atau 13 tahun. Akhirnya terjadilah ledakan jumlah penduduk yang luar biasa sampai sekarang.
3. Kepercayaan-Kepercayaan: "Apa yang Benar?"
Nilai-nilai merupakan refleksi dari kepercayaan-kepercayaan. Sering kali, kepercayaan-kepercayaan dipertahankan secara teoretis tetapi tidak memengaruhi nilai-nilai atau tingkah laku. Sistem kepercayaan-kepercayaan berperan untuk memberikan tuntutan kepada masyarakat setempat dalam mengambil keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan.
Contoh: Perang antara suku Madura dengan suku Dayak di Kalimantan Barat. Suku Dayak identik dengan kekristenan yang percaya bahwa tidak diperbolehkan membunuh manusia. Tetapi kebutuhan akan kelangsungan hidup dan kejayaan suku tersebut membuat mereka memilih membunuh daripada tetap mengikuti kepercayaannya.
4. Cara Pandang Dunia: "Apa yang Terjadi?"
Cara pandang dunia adalah keyakinan dasar seseorang yang berfungsi sebagai lensa tafsir terhadap kenyataan dan penuntun menuju suatu keputusan.
Contoh: Orang dari suku Jawa percaya ada hari-hari tertentu yang baik yang bisa mendatangkan kebaikan dan ada hari-hari tertentu yang tidak baik yang mendatangkan sial. Jika ada rumah tangga yang berhasil atau gagal sering ditafsirkan karena pengaruh hari perkawinannya.
Sifat Umum dari Budaya
1. Allah menciptakan budaya.
Para misiolog, khususnya yang berpaham injili, rata-rata percaya bahwa budaya adalah ciptaan Allah yang baik pada mulanya dan rusak bersama dengan jatuhnya manusia dalam dosa.
2. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk berbudaya.
Ini adalah satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain yaitu manusia sebagai makhluk yang berbudi dan berbudaya.
3. Budaya telah rusak bersama dengan rusaknya gambar dan rupa Allah dalam diri manusia.
Karena manusia tidak bisa dipisahkan dengan budayanya, maka penebusan sudah barang tentu meliputi budaya. Oleh karena itu, para misiolog perlu mengamati dan menghargai budaya-budaya lain, mengantisipasi karya Allah di dalam dan melalui budaya-budaya tersebut.
Injil di Balik Budaya
Dalam gerakan pemberitaan Injil yang dilakukan oleh para misionaris, pernah terjadi perbedaan yang tidak jelas antara Injil dan kebudayaan. Walaupun tidak mudah, perbedaan Injil dan budaya harus dibuat dengan jelas. Jika perbedaan antara kedua unsur tersebut kurang jelas, akan ada bahaya bagi pembawa Injil untuk membiarkan budayanya sendiri menjadi pesan Injil. Ada beberapa contoh "bagasi budaya" yang dijadikan bagian dari pesan Injil, seperti demokrasi, kapitalisme, bangku dan mimbar gereja, sistem organisasi, peraturan, pakaian resmi pada hari Minggu, dll.. Akhirnya, sering kali terjadi permasalahan terhadap budaya asing yang ditambahkan atau dilampirkan pada pesan Injil mengakibatkan penolakan terhadap kekristenan.
Injil vs Budaya
Ketika berhadapan dengan budaya, Injil sering menghadapi dua kemungkinan, yaitu Injil menelan budaya atau budaya menelan Injil. Kedua-duanya sama-sama mendatangkan kerugian. Jalan keluarnya adalah kontekstualisasi.
Beberapa contoh:
a. Orang-orang Kristen di Jawa tidak lagi mengurusi kuburan leluhurnya dan memanjatkan doa di sana sehingga kuburan-kuburan orang Kristen Jawa menjadi rusak, kotor, dan tidak terawat. Akibatnya orang-orang Jawa yang belum Kristen takut masuk Kristen karena takut kuburannya tidak terawat dan tidak dikirimi doa oleh kerabatnya.
b. Orang-orang Kristen di Afrika tidak lagi membersihkan sampah dan kotoran-kotoran yang menurut keyakinan sebelumnya dipakai sebagai tempat persembunyian roh-roh jahat; mereka tidak lagi takut dengan roh-roh tersebut. Akibatnya, sampah dan kotoran-kotoran tersebut menjadi sarang penyakit dan banyak mendatangkan kematian. Hal tersebut menghalangi orang lain untuk menjadi Kristen.
Orang-orang Kristen Indonesia yang beribadah di sebuah gereja dengan mimbar dan bangku, pakaian bagus, tata ibadah, paduan suara, seperangkat alat musik dan lain-lain lebih mencirikan budaya Barat daripada Injil, sehingga bagi orang-orang yang tidak bisa menerima budaya Barat dengan sendirinya menolak Injil.
Agar tidak terjadi kekeliruan, para utusan Injil harus menganalisa budaya sesuai dengan tahapan-tahapannya, sehingga ada peluang untuk membuka pintu masuk bagi Injil.
Tahap Fenomenologis
Tahapan ini hanya melihat fenomena dari permukaan saja. Dalam ilmu alami kita menyelidiki fenomena dari pengalaman panca indra. Para ilmuwan sosial (anthro, sosio, psiko) memandang dari "pendekatan orang dalam" ("pendekatan emic") terhadap realita. Kita menyelidiki bagaimana orang dalam memandang sesuatu, sebab ini merupakan kerangka untuk kita mengerti kepercayaan dan tingkah lakunya.
"Pendekatan orang dalam" ini menolong kita mengerti orang dari kebudayaan lain dari sudut pandang mereka. Tetapi pendekatan ini tidak disertai dengan pemikiran kritis. Penjelasan tentang suatu fenomena diterima sebagai suatu kebenaran. Jadi, kalau mereka berkata bahwa penyakit cacar disebabkan oleh suatu roh atau karena kutukan nenek moyang, maka jawaban itu akan diterima sebagaimana adanya. "Pendekatan emic" akhirnya hanya akan menghasilkan pikiran naif dan relativisme kebudayaan. Tidak ada yang mutlak atau benar secara universal.
Tahap Ontologis
Pada tahap ini kita berusaha menggali fenomena lebih dalam lagi untuk mengetahui "realita yang sebenarnya". Pada tahap ini kita mengevaluasi berbagai teori; kita menerima teori yang lebih dapat menjelaskan realita dan menolak yang lain. Pada tahap ontologis kita menegaskan bahwa ada suatu realita yang benar yang didukung oleh teori-teori, dan bahwa ada "penyebab" absolut atas segala sesuatu.
Dalam ilmu antropologi pendekatan ontologis disebut sebagai "pendekatan etic". "Pendekatan etic" berarti kita mengembangkan suatu sistem untuk membandingkan dan mengevaluasi berbagai kultur untuk mencapai suatu teori universal. Misalnya, kita mengambil konklusi bahwa malaria di seluruh dunia disebabkan oleh nyamuk. Atau, gerhana matahari disebabkan oleh bulan melintas di bawah matahari.
Tahap Misiologis
Dalam pelayanan lintas budaya kita harus menghadapi perbedaan antara pendekatan emic dan etic. Misalnya ada kultur yang membenarkan pembunuhan anak, tetapi berdasarkan Alkitab kita menegaskan perbuatan itu sebagai dosa. Hitler membenarkan pembunuhan orang Yahudi, sebagai orang Kristen kita kutuk perbuatan itu sebagai dosa.
Dalam hubungan kita dengan masyarakat non-Kristen kita perlu memulai dengan kepercayaan dan praktik mereka. Misalnya, kepada orang yang beragama lain yang menolak pembunuhan segala sesuatu, kita jelaskan obat luka sebagai "obat membersihkan luka", bukan "obat pembunuh kuman'". Atau, di masyarakat yang masih percaya kepada dukun kita mungkin bisa menawarkan alternatif baru daripada menantang jawaban yang lama, seperti obat sebagai ganti dukun.
Bahaya memakai pendekatan emic ialah kita menguatkan kepercayaan mereka. Ada bagian-bagian dalam setiap kebudayaan yang tidak dapat diterima oleh Injil, dan bagian ini perlu ditantang. Ketika Injil tidak menantang kultur, melainkan mendukungnya, maka akan timbul suatu aliran kepercayaan.
Supaya kita menghasilkan orang Kristen dewasa, maka kita harus menantang kepercayaan palsu dan memperkenalkan kebenaran alkitabiah. Artinya, kita harus memperkenalkan standar dan kepercayaan eksternal. Oleh karena itu pendekatan misiologi yang baik adalah yang menggabungkan pandangan emic dan etic, dan rela bekerja dalam ketegangan yang akan timbul di antaranya.
Diambil dan disunting dari:
Judul diktat | : | Perubahan Budaya dan Kontektualisasi |
Penyusun | : | Imanuel Sukardi |
Penerbit | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 9 -- 15 |
Chang Lit-sen pernah menjadi penganut agama-agama tersebut yang berkobar-kobar semangatnya. Dia adalah pendiri Universitas Kiang Nan yang diharapkan menjadi pusat "gerakan kebangkitan kembali agama-agama dan peradaban Timur"; namun dengan cara yang mengherankan, Chang Lit-sen bertobat ketika ia berada di Jawa. Pada International Congress on World Evangelization di Lausanne, Swiss, tahun 1974, ia menyajikan laporannya: dia memperkirakan bahwa penganut agama Buddha di dunia sudah melebihi 400 juta orang dan penganut Konfusianisme sebanyak 300 juta. Sejak Perang Dunia II, Chang menuturkan, telah terjadi kebangkitan Buddhisme yang besar.[1] Jika dahulu penganut Buddhisme adalah orang-orang tua, mereka sekarang telah "memikat hati dan pikiran para pemuda." Mereka begitu bergairah memajukan gerakan yang dianutnya, melalui universitas-universitas di Asia ke universitas-universitas lain di dunia!
Ya, Buddhisme telah mengubah sifatnya; tidak lagi sebagai agama yang terkungkung di wihara-wihara dan kuil-kuil, tetapi menjadi satu gerakan yang agresif dan bersemangat, yang berusaha menanamkan kuat-kuat pengaruhnya di dunia, di mana pun mereka berada. Jika komunis telah mengambil alih daratan Tiongkok, pusat kebangkitan kembali Konfusianisme berada di Hongkong untuk melawan "revolusi kebudayaan Tiongkok Merah", yang mempromosikan "renaisans kebudayaan Tiongkok". Jika Buddhisme memberikan diagnosis yang salah untuk dilema manusia dengan menganggap penderitaan sebagai sumbernya, kekristenan harus menunjukkan bahwa dosa adalah akar sesungguhnya yang berbahaya.
Jika kita mendekati orang-orang Buddha dengan Injil, kita sebaiknya ingat bahwa batu sandungan bagi orang-orang Buddha seringkali adalah sesuatu yang sosio-kultural. Mereka menganggap gereja sebagai satu institusi Barat dan kekristenan adalah agama Barat! Gereja Asia pada masa kini harus menemukan jalan untuk menyesuaikan diri secara kultural dengan orang-orang Buddha agar batu sandungan itu bisa disingkirkan. Oleh sebab itu, akan sangat menolong jika orang-orang Asia sendiri, khususnya orang-orang Buddha yang sudah bertobat, menjadi pembawa Injil yang memberikan kesaksian bahwa kekristenan adalah sungguh-sungguh agama Timur yang didirikan oleh orang-orang Timur. Tindakan yang bijaksana ialah menjangkau seluruh keluarga. Pendekatan pribadi ala Barat bisa mendatangkan salah pengertian dan menciptakan persoalan besar, ketika orang-orang didorong untuk mengambil keputusan mengikuti Kristus seorang diri tanpa menyertakan keluarga atau sanak saudaranya.
Gereja-gereja Asia wajib meninjau kembali tantangan kebangkitan gerakan Buddhisme, agar dengan menggunakan Injil dapat dirumuskan strategi yang baru dan efektif, sehingga seluruh kelompok penganut Buddha itu bisa berubah menjadi pengikut Kristus. Dalam ceramahnya, Chang menasihati agar orang-orang yang membahas penyampaian berita Injil menjadikan Pribadi Kristus sebagai pokok utama beritanya. Mereka harus mengembangkan bahan-bahan bacaan dan mengalihbahasakannya, dan gereja-gereja nasional harus menyelidiki bentuk-bentuk ungkapan hidup beriman yang lebih asli. Orang-orang Kristen seharusnya memelihara hubungan dengan anggota-anggota keluarga mereka yang belum bertobat dan mengetahui bagaimana cara untuk hidup di tengah mereka, sehingga memungkinkan mereka untuk bersaksi demi pertobatan keluarganya.[2] Anggota-anggota kelompok diskusi mewakili negara-negara Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, Tibet, Jepang, dan Sri Lanka -- negara-negara yang rata-rata 90% penduduknya beragama Buddha.
Penganut terbesar agama Buddha dan Konfusianisme adalah orang-orang Tionghoa. Kita diingatkan bahwa masyarakat Tionghoa terdiri dari berbagai cabang kebudayaan, yang masing-masing memunyai rintangannya sendiri, meskipun pintu ke daratan Tiongkok sudah terbuka. Kenyataan bahwa daratan Tiongkok telah diindoktrinasi dan diracuni oleh ideologi komunis secara total tidak menghilangkan akar religius-kultural orang-orang Tionghoa yang berlatar belakang Buddhis-Konfusius.
Referensi:
[1] Chang Lit-sen, "Evangelization Among Buddhists and Confucianists," Let the Earth Hear His Voice, ed. J.D. Douglas (Minneapolis: Worldwide Publications, 1975), h. 828-840
[2] Wayland Wong, Secr. "Evangelization Among Buddhists and Confucianists," Let the Earth Hear His Voice, ed. J.D. Douglas (Minneapolis: Worldwide Publications, 1975), h. 841-843
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli artikel | : | Tantangan-tantangan yang Sedang Dihadapi |
Gereja di Asia di Masa Kini: | ||
Buddhisme dan Konfusiusisme | ||
Judul buku | : | Merencanakan Misi Lewat Gereja-Gereja Asia |
Penulis | : | David Royal Brougham |
Penerbit | : | Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang 2001 |
Halaman | : | 80 -- 83 |
Ada sesuatu yang aneh saat makan siang bersama Dr. Jeffrey MacDonald. Dia duduk sambil mengunyah roti berisi ikan tuna dan keripik kentang dengan santai dalam sebuah ruangan pertemuan di pengadilan Carolina Utara. Dia membuat komentar-komentar riang dan tampaknya dia menikmati dirinya sendiri. Dalam ruangan lain di dekat ruangan ini, 12 juri sedang beristirahat setelah mendengarkan bukti menakutkan bahwa MacDonald telah membunuh istri dan kedua anak perempuannya secara brutal.
Setelah makan siang, saya tidak dapat menahan diri untuk bertanya persoalan-persoalan yang sudah cukup jelas, "Bagaimana bisa Anda bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi?" ujarku, dengan nada keheranan dan geram. "Apakah Anda tidak khawatir sedikitpun juri-juri itu akan menyatakan bahwa Anda bersalah?"
MacDonald dengan santai mengayunkan roti yang baru dimakan separuhnya ke arah ruangan juri. "Mereka?" Dia tergelak, "Mereka tidak bisa menyalahkanku!"
Sesaat setelah menyadari betapa sinisnya kata-kata tersebut, dia dengan cepat menambahkan, "Saya tidak bersalah."
Saat itu adalah terakhir kalinya saya mendengarnya tertawa. Dalam hitungan hari, mantan anggota Komando Pasukan Khusus AS dan fisikawan ruang gawat darurat itu, dinyatakan bersalah atas pembunuhan istrinya, Colette, dandua putrinya, Kimberly, 5 tahun, dan Kristin, 2 tahun.
Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan diseret dengan borgol.
MacDonald terlalu angkuh menganggap alibinya dapat menolongnya lolos dari tuduhan pembunuhan itu. Dia mengatakan kepada para penyelidik bahwa saat itu dia sedang tertidur di sofa, kemudian orang-orang jalanan yang terpengaruh obat terlarang membangunkannya tengah malam. Menurut pengakuannya, dia melawan mereka, ditusuk, dan dipukul sampai tak sadarkan diri dalam proses tersebut. Ketika dia terbangun, dia melihat keluarganya telah terbunuh.
Sejak awal para detektif sudah meragukan pernyataannya. Kondisi ruang tamu hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda perkelahian sengit, dan luka-luka MacDonald hanyalah luka yang dibuat-buat. Akan tetapi, sikap skeptis saja tidak bisa menyatakan bahwa dia bersalah; hal tersebut membutuhkan bukti-bukti kuat. Dalam kasus MacDonald, Para detektif bergantung pada bukti ilmiah untuk membuka jaringan kebohongannya dan menghukumnya atas pembunuhan tersebut.
Ada berbagai macam bukti ilmiah yang sering digunakan dalam pengadilan, mulai dari menggolongkan tipe DNA sampai antropologi forensik hingga toksikologi. Dalam kasus MacDonald buktinya adalah serologi (bukti darah) dan bukti jejak yang mengirimnya langsung ke penjara.
Menurut para jaksa penuntut dan berdasarkan dugaan kuat atas keabsahan kejadian luar biasa yang mengejutkan itu, setiap anggota dalam keluarga MacDonald memiliki tipe darah yang berbeda-beda. Dengan menyelidiki bercak-bercak darah yang ditemukan, para penyelidik berhasil merekonstruksi rangkaian peristiwa yang terjadi pada malam yang mengerikan itu -- dan penemuan mereka langsung bertolak belakang dari gambaran versi MacDonald.
Penelitian ilmiah tentang benang yang sangat kecil pada baju tidur birunya, yang ditemukan di berbagai tempat, juga menentang alibinya. Kemudian, analisis mikroskop menunjukkan bahwa lubang-lubang di baju tidurnya tidak mungkin disebabkan oleh penghancur es yang dihancurkan oleh orang-orang yang menyerang rumahnya, seperti yang dikatakan MacDonald. Singkat kata, para staf forensik FBI yang mengenakan jas laboratorium berwarna putih benar-benar berada di balik pengakuan MacDonald.
Bukti ilmiah juga dapat memberikan kontribusi yang penting untuk pertanyaan mengenai ketepatan Perjanjian Baru tentang Yesus. Walaupun ilmu yang berhubungan dengan serum darah (serologi) dan ilmu yang bersangkut paut dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agen-agen kimia terhadap binatang dan manusia (toksikologi) tidak dapat membantu penelitian ini, kategori bukti ilmiah lain -- disiplin ilmu arkeologi -- memunyai hubungan yang kuat dengan konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur Injil.
Ratusan temuan arkeologi dari abad pertama telah diselidiki, dan saya penasaran: apakah mereka mempertentangkan atau sebaliknya menguatkan cerita-cerita para saksi mata tentang Yesus? Oleh karena itu, saya berkelana untuk bertemu dengan orang terkemuka yang telah menggali sendiri reruntuhan Timur Tengah, yang memunyai wawasan luas tentang penemuan-penemuan kuno, dan yang memiliki batasan-batasan ilmiah yang memadai yang diakui -- batasan-batasan arkeologi -- seraya menjelaskan bagaimana penemuan tersebut mengungkapkan kehidupan dalam abad pertama.
Wawancara: John McRay, Ph.D
Ketika para pelajar dan siswa mempelajari arkeologi, banyak yang kembali mengacu pada buku panduan John McRay yang akurat dan terpercaya pada halaman 432 tentang Arkeologi dan Perjanjian Baru.
McRay menuntut ilmu di Hebrew University, Ecole Biblique et Archeologique Francaise di Yerusalem, Vanderbilt University Divinity School, dan The University of Chicago, universitas yang memberinya gelar doktor pada tahun 1967. McRay adalah seorang Guru Besar Perjanjian Baru dan Arkeologi di Wheaton College selama lebih dari 15 tahun.
Untuk menguji apakah dia berlebihan tentang pengaruh arkeologi, saya memutuskan untuk membuka wawancara saya dengan menanyakannya apa yang dapat dia jelaskan tentang konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur Perjanjian Baru.
"Arkeologi telah memberikan beberapa kontribusi penting," ujarnya mengawali dengan kecepatan dialek yang pernah dipakainya sebagai anak dari Oklahoma bagian tenggara, "Namun arkeologi tidak bisa membuktikan apakah Perjanjian Baru merupakan Firman Allah. Jika kita menggali tentang Israel dan menemukan letak-letak kuno yang konsisten dengan petunjuk Alkitab, maka hal ini menunjukkan bahwa sejarah dan geografi dalam Alkitab tepat. Namun demikian, hal ini tidak menyatakan bahwa apa yang dikatakan Yesus Kristus benar. Kebenaran rohani tidak dapat dibuktikan atau dilemahkan dengan penemuan-penemuan arkeologis."
Sebagai suatu analogi, dia menceritakan kisah tentang Heinrich Schliemann, yang berusaha meneliti Troy untuk membuktikan ketepatan historis Illiad karya Homer. "Dia menemukan Troy," ujar McRay dengan senyuman lembut, "tetapi itu tidak membuktikan bahwa Iliad benar. Cerita tersebut hanya akurat pada referensi-referensi geografis tertentu."
Saat kita menentukan batasan-batasan apa yang tidak dapat diungkapkan oleh arkeologi, saya penasaran untuk meneliti apa yang dikatakan arkeologi tentang Perjanjian Baru. Saya memutuskan untuk terjun ke topik ini dengan membuat pengamatan yang memperbanyak pengalaman saya sebagai jurnalis investigasi resmi.
Menggali Kebenaran
Saat mencoba memutuskan apakah seorang saksi berkata yang sesungguhnya, para jurnalis dan pengacara akan menguji seluruh elemen kesaksiannya yang dapat diuji. Jika investigasi ini mengungkapkan bahwa orang itu salah menyebutkan detail-detailnya, maka kebenaran kisahnya akan sangat diragukan. Akan tetapi, jika detail-detailnya cocok, ini merupakan indikasi -- bukan sebagai bukti kesimpulan, tetapi sebagai bukti bahwa mungkin saksi ini dapat dipercaya atas pernyataan keseluruhannya.
Contohnya, jika seseorang bercerita tentang perjalanannya dari St. Louis ke Chicago, dan menyebutkan bahwa dia berhenti di Springfield, Illinois, untuk menonton film "The Passion of the Christ" di Odeon Theater. Kemudian dia melahap cokelat Clark besar yang dia beli di kedai, para penyelidik dapat menyelidiki apakah bioskop tersebut berada di Springfield serta apakah bioskop memutar film itu dan menjual merek permen cokelat dengan ukuran tertentu saat itu seperti yang dikatakannya. Jika penemuan mereka bertentangan dengan pernyataan orang tersebut, hal ini menodai keabsahannya. Jika detail-detail tersebut cocok, hal ini tidak semata-mata membuktikan bahwa seluruh ceritanya benar, namun hal ini memperkuat reputasinya karena mengatakan hal-hal yang tepat.
Seperti inilah pencapaian arkeologi. Premis atau dasar pemikirannya adalah jika detail-detailnya tepat masa demi masa, hal ini menambah kepercayaan kita pada bahan-bahan lain yang ditulis sejarawan tetapi belum sempat untuk diperbandingkan (kros-cek).
Jadi saya menanyakan pendapat profesional McRay. "Apakah arkeologi mengukuhkan atau mempertentangkan Perjanjian Baru ketika arkeologi membenarkan detail-detail kisah-kisahnya?"
McRay menjawab dengan cepat. "Oh, tidak dapat diragukan bahwa kredibilitas Perjanjian Baru diperkuat," ujarnya, "sama seperti ketika kredibilitas dokumen kuno manapun diperkuat jika Anda menggali dan melihat bahwa penulisnya akurat berbicara tentang tempat atau peristiwa tertentu."
Sebagai contoh, dia memaparkan pencarian-pencariannya di Caesarea di pesisir Israel, tempat dia dan yang lainnya menggali teluk Herodes Agung.
"Untuk waktu yang lama orang-orang menanyakan validitas pernyataan Josefus, sejarawan abad pertama, bahwa teluk ini sebesar teluk di Piraeus, yang merupakan pelabuhan utama di Atena. Orang-orang mengira Josefus salah, karena ketika Anda melihat bebatuan di atas permukaan air laut di teluk yang sekarang, teluk tersebut tidak terlalu besar.
"Tetapi ketika kami memulai penyelidikan bawah laut, kami melihat bahwa teluk tersebut memanjang di bawah laut, bahwa teluk tersebut telah tertindih, dan dimensi-dimensinya secara keseluruhannya ternyata dapat dibandingkan dengan teluk di Piraeus. Jadi, Josefus ternyata benar. Ini adalah satu lagi bukti bahwa Josefus tahu apa yang dia bicarakan."
Jadi, bagaimana dengan penulis-penulis Perjanjian Baru? Apakah mereka benar-benar tahu apa yang mereka tuliskan? Saya ingin menguji isu ini dalam pertanyaan saya selanjutnya.
Ketepatan Lukas sebagai Sejarawan
Lukas, seorang fisikawan dan sejarawan, menuliskan Injil yang memakai namanya sendiri dan kitab Kisah Para Rasul, yang mana kedua kitab itu merupakan seperempat dari seluruh isi Perjanjian Baru. Injil-injil seperti Lukas dan Matius adalah kitab-kitab yang memberikan detail-detail tentang kisah Yesus.
Lukas dipercaya telah mewawancarai para saksi mata yang mengetahui segala sesuatu tentang kelahiran sampai kematian dan bahkan sampai kebangkitan Yesus. Kenyataannya, mitra sepelayanan Rasul Paulus ini mengatakan dia "menyelidiki segala sesuatu dengan teliti" agar dia dapat "menuliskan kisah-kisah yang berurutan" tentang "kepastian" yang terjadi. Tidak diragukan bahwa dia telah mencatat peristiwa-peristiwa historis yang aktual.
Apakah Kekristenan Menyalin Mitos-Mitos Zaman Dulu?
Para skeptis menyatakan bahwa kekristenan, termasuk kelahiran perawan (Kelahiran Yesus melalui sang perawan Maria, Red), hanyalah sebuah bungkusan ulang dari agama-agama misterius penyembah para dewa. "Tidak benar," ujar ahli apologi, Alex McFarland. Berbeda dengan mitos, "Perjanjian Baru berhubungan dengan orang-orang dan kejadian-kejadian nyata yang terbuka untuk diselidiki," tambahnya.
Peneliti Gretchen Passantino setuju bahwa kelahiran Kristus sangat berbeda dengan kisah-kisah mitos ini. "Contohnya, alih-alih seorang perawan bersedia mengandung dari kekuatan ajaib Allah, mitos-mitos memberikan kita kisah-kisah dari illah-illah yang kuat memaksa bersetubuh dengan wanita," ujarnya. "Alih-alih Inkarnasi, mitos-mitos menceritakan setengah manusia, pahlawan-pahlawan super setengah dewa yang memunyai kelemahan, dosa, dan frustrasi-frustrasi seperti kita."
Albert Schweitzer mengatakan, mereka yang menyatakan kekristenan berasal dari mitos-mitos ini "membuat berbagai macam penggalan atau potongan informasi sejenis agama misterius yang universal yang tidak pernah ada. C. S. Lewis menegaskan bahwa kekristenan berasal dari lingkaran tanpa jejak agama pada umumnya yang pernah ada."
Tetapi saya ingin tahu apakah Lukas mendapatkan hal-hal yang benar. "Ketika para arkeolog memeriksa detail-detail yang dituliskannya," saya lalu berkata, "Apakah kata mereka tentang Lukas. Apakah dia teliti atau ceroboh?" Baik para pelajar liberal maupun konservatif sepakat bahwa sebagai sejarawan, Lukas sangat tepat," Ujar McRay. "Dia terpelajar, dia pandai berbicara dan bahasa Ibraninya mendekati kualitas klasik, dia menulis sebagai seorang yang berpendidikan, dan penemuan-penemuan arkeologis menunjukkan lagi dan lagi bahwa Lukas tepat dalam apa yang patut dia sampaikan."
Nyatanya, dia menambahkan ada beberapa contoh, mirip dengan cerita tentang teluk di atas. Dalam beberapa kisah itu, para pelajar awalnya mengira Lukas salah dalam beberapa acuan, tetapi beberapa penemuan-penemuan lainnya menyatakan bahwa apa yang dituliskannya benar.
Contohnya, dalam Lukas 3:1 dia mengacu pada Lysania yang menjadi Gurbenur Romawi di Abilene sekitar tahun 27 Sesudah Masehi. Selama beberapa tahun, para pelajar menjadikan kisah ini bukti bahwa Lukas tidak tahu apa yang ia bicarakan, karena semua orang tahu bahwa Lysanias bukanlah gurbenur, tetapi dia adalah pemerintah Khalkis setengah abad sebelumnya. Jika Lukas tidak benar dalam fakta dasar, maka apa yang dia tuliskan tidak dapat dipercaya.
Di sinilah arkeologi ikut berperan. "Sebuah tulisan kemudian ditemukan pada zaman Tiberius, dari 14 sampai 37 SM, yang menyebutkan Lysanias sebagai Gurbenur di Ablila dekat Damascus sama seperti yang dituliskan oleh lukas," jelas McRay. "Ternyata ada dua pegawai pemerintah yang bernama Lysanias! Sekali lagi, Lukas dinyatakan tepat sekali."
Contoh lainnya adalah tulisan Lukas di Kisah Para Rasul 17:6 yang menyebutkan "Politarchs," yang diterjemahkan sebagai "pembesar-pembesar kota" oleh Alkitab Terjemahan Baru, di kota Tesalonika. "Untuk waktu yang lama orang-orang mengira Lukas salah, karena tidak ada bukti bahwa istilah "Politarchs" ditemukan di dalam dokumen Roma manapun," ujar McRay.
"Tetapi, sebuah tulisan di bangunan melengkung abad pertama menuliskan frasa, "Pada waktu Politarchs..." Anda dapat pergi ke Museum Inggris dan melihat sendiri. Kemudian, lihatlah dan perhatikanlah, para arkeolog telah menemukan lebih dari 35 tulisan yang menyebutkan Politarchs, beberapa tulisan tersebut ditemukan di Tesalonika dengan periode yang sama seperti yang dituliskan Lukas. Sekali lagi, para kritikus salah dan Lukas terbukti benar."
Seorang ahli arkeologi terkemuka meneliti dengan seksama acuan-acuan Lukas pada tiga puluh dua negara, lima puluh empat kota, dan sembilan pulau, ternyata tidak menemukan kesalahan.
Intinya adalah: "Jika Lukas sangat amat akurat dalam laporan historisnya," ujar salah satu buku yang membahas topik ini, "dengan dasar logika manakah kita berasumsi bahwa dia mudah percaya atau tidak tepat dalam laporannya tentang hal-hal yang jauh lebih penting, bukan hanya untuknya tetapi bagi yang lain juga?"
Hal-hal, seperti kebangkitan Yesus, bukti yang sangat kuat tentang ketuhanan-Nya, seperti yang ditulis Lukas, dicatat dengan "banyak bukti-bukti yang meyakinkan." (t\Uly)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | The Case for Christmas |
Judul asli artikel | : | The Scientific Evidence: Does Archaeology Confirm or Contradict Jesus' Biographies? |
Penulis | : | Lee Strobel |
Penerbit | : | Zondervan, Grand Rapids, Michigan 2005 |
Halaman | : | 37 -- 45 |
Konsistensi dari serangkaian alat ukur untuk Yohanes
Arkeologi mendukung kredibilitas Lukas, tetapi Lukas bukanlah satu-satunya penulis Perjanjian Baru. Saya heran tentang apa yang dikatakan para ilmuwan mengenai Yohanes, yang memulai injilnya dengan fasih menegaskan inkarnasi -- bahwa, "Firman," atau Yesus, telah menjadi Manusia dan tinggal di antara kita dalam Natal pertama.
Injil Yohanes terkadang dicurigai karena dia berbicara tentang tempat-tempat yang tidak dapat dibuktikan. Beberapa pelajar menyalahkannya karena dia tidak bisa meluruskan dan menjelaskan secara detail, Yohanes dapat dipastikan tidak akrab dengan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus.
Akan tetapi, kesimpulannya telah diputar-balikkan akhir-akhir ini. "Ada beberapa penemuan yang menyatakan bahwa Yohanes sangat akurat," McRay menunjukkan, "Contohnya, Yohanes 5:1-15 menuliskan bagaimana Yesus menyembuhkan orang sakit di serambi Kolam Bethesda. Yohanes menyatakan secara detail bahwa kolam tersebut memunyai lima serambi. Untuk waktu yang lama, orang-orang mengutip hal ini sebagai contoh ketidaktepatan Yohanes, karena tidak ada tempat yang ditemukan.
"Akhir-akhir ini Kolam Bethesda telah digali -- kolam itu mungkin terkubur di bawah tanah -- dan tentunya, ada lima beranda, yang berarti bilik atau lorong, persis seperti yang digambarkan Yohanes. Anda juga mengetahui penemuan-penemuan lainnya -- Kolam Siloam dalam Yohanes 9:7, Sumur Yakub dalam Yohanes 4:12, lokasi yang mungkin merupakan tempat yang bernama Litostrotos di dekat gerbang Jafa dalam Yohanes 19:13, bahkah identitas Pilatus sendiri, semuanya memberikan kredibilitas historis dalam injil Yohanes."
"Jadi hal ini menantang pernyataan tanpa bukti bahwa injil Yohanes telah ditulis jauh setelah Yesus sehingga injil ini tidak mungkin tepat," ujarku.
"Tepat sekali," balasnya.
Saya memutuskan untuk menanyakan McRay pertanyaan yang lebih luas: apakah dia pernah mendapatkan penemuan arkeologis yang nyata-nyata bertentangan dengan acuan Perjanjian Baru?
Dia menggelengkan kepalanya. "Arkeologi tidak menemukan apa pun, yang secara tegas menentang Alkitab," jawabnya dengan meyakinkan. "Sebaliknya, seperti yang telah kita bahas, banyak sekali pendapat ilmuwan yang telah disusun sebagai suatu fakta selama bertahun-tahun, tetapi arkeologi tersebut dinyatakan salah."
Walaupun demikian, ada beberapa hal yang saya ingin ketahui, terutama tentang permasalahan seputar kelahiran Yesus. Saya melihat catatan saya dan siap menantang McRay dengan tiga teka-teki panjang -- persoalan yang masih ada kaitannya, yang saya kira masih sulit dijelaskan oleh arkeologi.
Teka-teki ke-1: Sensus
Pernyataan naratif yang ditulis Lukas menyatakan bahwa Maria dan Yusuf diharuskan pulang ke kota asal Yusuf, Bethlehem, berdasarkan sensus. "Saya akan menyatakannya secara blak-blakan: ini tampak konyol," ujarku. "Bagaimana mungkin pemerintah menyuruh seluruh warganya untuk kembali ke kota kelahiran mereka? Apakah ada bukti arkeologis apa pun bahwa sensus seperti ini pernah terjadi?"
McRay dengan perlahan mengambil salinan bukunya. "Sebenarnya, penemuan bentuk sensus kuno telah menerangkan sedikit tentang praktik ini," ujarnya seraya membuka lembaran buku. Ketika menemukan referensi yang dia cari, dia mengutip peraturan pemerintahan resmi pada tahun 104 SM.
Gaius Vibius Maximus, Perfect of Egypt [mengatakan]: Karena waktu untuk sensus rumah ke rumah telah tiba, maka mereka semua, yang atas alasan apa pun tinggal di luar provinsi mereka diwajibkan pulang ke rumah mereka masing-masing, agar mereka dapat melaksanakan peraturan rutin sensus serta mereka dapat berpartisipasi dengan rajin untuk menggarap tanah mereka.
"Seperti yang dapat Anda lihat," ujarnya sambil menutup buku, "bahwa praktik tersebut dikuatkan oleh dokumen ini, walaupun cara menghitung warga ini tampak aneh bagi Anda. Dan naskah lain menjelaskan bahwa tulisan dibuat pada tahun 48 SM, menunjukkan bahwa semua anggota keluarga terlibat dalam sensus."
Akan tetapi, naskah ini tidak menghapus seluruh permasalahan. Lukas mengatakan bahwa sensus yang menyebabkan Yusuf dan Maria kembali ke Betlehem dilaksanakan ketika Kirenius memimpin Siria dan selama kekuasaan Herodes Agung.
"Hal ini memicu permasalahan mendasar," ujarku, "karena Herodes meninggal pada tahun 4 SM, dan Kirenius tidak memerintah sampai 6 SM, ketika sensus dilakukan setelah itu. Ada jarak yang jauh di sana; bagaimana Anda menanggapi ketidakcocokan yang besar dalam penanggalan ini?"
McRay mengetahui bahwa saya mengangkat permasalahan yang telah digeluti para arkeolog selama bertahun-tahun. Dia menanggapinya dengan mengatakan, "Seorang arkeolog yang terkenal bernama Jerry Vardaman telah melakukan kerja yang bagus berkaitan dengan hal ini. Dia menemukan koin dengan nama Kirenius. Di koin itu terdapat tulisan yang sangat kecil, atau yang kita kenal dengan huruf-huruf "mikrografik". Hal ini menempatkannya sebagai prokonsul dari Siria dan Kilikia dari tahun 11 Sebelum Masehi sampai kematian Herodes."
Saya bingung. "Apa maksudnya?" tanyaku.
"Yang jelas, ada dua orang yang bernama Kirenius," ujarnya. "Banyak orang yang memunyai nama Roma yang sama adalah hal yang lumrah, jadi tidak ada alasan untuk meragukan bahwa ada dua orang dengan nama Kirenius. Sensus dapat terjadi di bawah kekuasaan Kirenius yang pertama. Karena sensus diadakan selama empat belas tahun sekali, sensus akan berjalan dengan cukup lancar."
Teka-teki ke-2: Kehadiran Nazaret
Banyak orang Kristen tidak sadar bahwa skeptis telah menegaskan untuk waktu yang cukup lama bahwa orang Nazaret tidak pernah ada selama waktu Perjanjian Baru menyebutkan bahwa Yesus menghabiskan masa kecilnya di sana setelah kelahirannya di Bethlehem.
Atheis Frank Zindler menunjukkan bahwa Nazaret tidak disebutkan dalam Perjanjian Lama, oleh rasul Paulus, oleh Talmud, atau oleh sejarawan abad pertama, Yosefus. Kenyataannya, tidak ada sejarawan-sejarawan atau ahli geografi yang menyebutkan Nazaret sebelum awal mula abad ke-4."
Hilangnya bukti ini memberikan gambaran yang mencurigakan. Jadi aku menanyakan hal ini langsung ke McRay: "Apakah ada konfirmasi arkeologis bahwa Nazaret ada selama abad pertama?"
Permasalahan ini bukanlah permasalahan yang baru buat McRay. "Dr. James Strage dari University of South Florida adalah seorang ahli dalam bidang ini. Dia menggambarkan Nazaret adalah kota yang sangat kecil, sekitar enam hektar, dengan populasi maksimum sekitar 480 pada awal abad pertama," ujar McRay.
"Bagaimana dia bisa mengetahuinya?" tanyaku.
"Strange mencatat bahwa Yerusalem runtuh pada tahun 70 SM. Para imam tidak lagi diperlukan di tempat ibadah karena tempat ibadah tersebut telah dirusak. Jadi, mereka dikirim ke berbagai tempat lain, bahkan sampai ke Galilea. Para arkeolog menemukan daftar dalam bahasa Aram yang menggambarkan dua puluh empat 'bagian', atau keluarga, dari para imam yang dipindahkan, dan salah satu dari mereka di dalam "daftar' telah pindah ke Nazaret. Hal ini menunjukkan bahwa perkampungan kecil ini pasti terletak di sana pada waktu itu."
Sebagai tambahan, dia mengatakan bahwa ada penggalian arkeologis yang telah menemukan kuburan abad pertama di daerah sekitar Nazaret, yang menandakan batas-batas desa, karena menurut peraturan Yahudi, penguburan hanya boleh dilakukan di kota itu.
McRay mengambil salinan buku arkeolog terkemuka, Jack Finegan, yang dipublikasikan oleh Princeton University Press. Dia membukanya, kemudian membaca analisis Finegan: "Dari kuburan...dapat disimpulkan bahwa Nazaret adalah kota Yahudi dalam masa Romawi."
McRay melihatku. "Ada diskusi tentang beberapa wilayah dari abad pertama, seperti di mana letak kubur Yesus, tetapi di antara para arkeolog ada keraguan besar tentang lokasi Nazaret. Mereka yang menyangsikan lokasi Nazaretlah yang harus membuktikannya."
Nah, itu terdengar masuk akal. Bahkan ilmuwan Wilson yang biasanya skeptikal, mengutip sisa-sisa kekristenan yang ditemukan pada tahun 1955 di bawah gereja di bawah Church of the Annunciation pada masa Nazaret telah diakui, "Penemuan seperti itu menunjukkan bahwa Nazaret mungkin ada pada masa Yesus, walaupun tidak diragukan lagi tempat tersebut sangat kecil dan tidak berpengaruh.
Karena sangat tidak berpengaruh perenungan Natanael dalam injil Yohanes saat ini masuk akal: "Nazaret!" ujarnya. "Adakah sesuatu yang baik muncul dari sana?"
Bintang ...
Apakah bintang itu sebuah komet? Asteroid? Kumpulan planet-planet? Semua menunjukkan bintang Natal yang memimpin orang-orang majus dari timur untuk mengunjungi bayi Kristus. Bagi astronom Hugh Ross, salah satu kemungkinan, itu adalah "kembali munculnya bintang baru".
"Sebuah nova yang kasat mata (bintang yang langsung bertambah sinarnya, dan dalam beberapa bulan atau tahun baru meredup) terjadi sekitar sekali setiap dekade," ujarnya. "Nova yang unik menarik perhatian pengamat-pengamat yang jeli dan terlatih seperti orang majus. Akan tetapi, banyak nova yang juga biasa saja, dan lepas dari perhatian peneliti lainnya."
Sebagian besar nova meledak satu kali, namun beberapa meledak berkali-kali dalam hitungan bulan maupun tahun. Hal ini, ujarnya, dapat menjelaskan perkataan Matius bahwa bintang muncul, hilang, dan kemudian muncul lagi dan kemudian menghilang lagi.
Teka-teki 3: Pembunuhan Massal di Betlehem
Injil Matius menggambarkan kejadian mengerikan: Herodes Agung, raja Yudea, terancam oleh lahirnya seorang bayi yang dia takuti akan mengambil alih takhtanya, mengutus pasukannya membunuh semua anak di bawah umur dua tahun di Betlehem. Akan tetapi, diperingatkan oleh malaikat, Yusuf melarikan diri ke Mesir bersama Maria dan Yesus. Beberapa saat sesudah Herodes mati, maka kembalilah mereka ke Nazaret Hanya setelah Herodes meninggal mereka kembali menetap di Nazaret, demikianlah keseluruhan episode menggenapi ketiga nubuatan kuno tentang Mesias.
Masalah: tidak ada penegasan langsung bahwa pembunuhan masal ini terjadi. Tidak ada yang menulis mengenai hal ini dalam tulisan-tulisan Yosefus dan sejarawan lain. Tidak ada bukti-bukti arkeologis. Tidak ada catatan sejarah atau dokumen tentang itu.
"Tentu saja kejadian sebesar ini kemudian disaksikan orang lain pada waktu itu selain Matius," tegasku. "Dengan kehampaan dokumentasi historis atau arkeologis, bukankah masuk akal kejadian ini tidak pernah terjadi?"
"Saya tahu mengapa Anda mengatakan hal itu," ujar McRay, "Jika peristiwa tersebut mungkin terjadi masa kini, maka hal itu akan disiarkan di seluruh CNN dan seluruh stasiun di dunia. Akan tetapi, Anda harus menempatkan diri anda pada abad pertama dan mengingat sedikit hal. Pertama, Betlehem mungkin tidak lebih besar daripada Nazaret, jadi berapa banyak bayi berumur kurang dari dua tahun di desa yang terdiri dari lima atau enam ratus orang? Bukan ribuan, bukan ratusan, tetapi pastinya sedikit.
"Kedua, Herodes Agung adalah raja yang haus darah; dia membunuh anggota-anggota keluarganya sendiri; dia membunuh orang banyak yang dia kira dapat menentangnya. Jadi fakta bahwa dia membunuh beberapa bayi di Betlehem tidak akan menarik perhatian orang-orang di dunia Romawi.
"Dan ketiga, tidak ada televisi, tidak ada radio, tidak ada koran. Butuh waktu yang lama untuk berita ini menyebar, terutama dari desa kecil di balik perbukitan di suatu tempat yang tak dikenal, dan para sejarawan memiliki cerita-cerita yang lebih besar untuk dituliskan."
Sebagai seorang jurnalis, hal ini masih sedikit sulit dipahami. "Kejadian ini tidak cukup besar untuk dituliskan?" tanyaku, sedikit ragu.
"Saya kira tidak, paling tidak di hari-hari itu," ujarnya, "Orang gila yang membunuh setiap orang yang tampaknya dapat menjadi ancaman baginya adalah pekerjaan yang biasa bagi Herodes. Tentunya, kemudian, setelah kekristenan berkembang, peristiwa mengenaskan ini menjadi lebih penting, tetapi saya akan lebih terkejut jika peristiwa ini menjadi berita besar pada masa itu."
Saya perlu akui bahwa dari apa yang saya ketahui tentang peristiwa berdarah Palestina kuno, penjelasan McRays tampaknya masuk akal. Tentu saja, ketika wawancara saya dengan McRay telah usai, saya lebih yakin tentang ketepatan keseluruhan Perjanjian Baru.
Clifford Wilson, seorang arkeolog dari Australia, mengatakan, "Mereka yang mengetahui fakta-fakta saat ini menyadari bahwa Perjanjian Baru perlu diterima sebagai buku sumber yang sangat akurat."
Yang lebih penting adalah Perjanjian Baru kemudian didokumentasikan oleh sumber-sumber historis kuno dari luar Alkitab. "Kita memunyai dokumentasi historis yang lebih baik tentang Yesus daripada pendiri agama kuno lainnya," ujar Dr. Edwin Yamauchi saat kunjungan saya ke Miami University of Ohio.
Yamauchi, yang memunyai gelar doktor studi Mediterranean dari Brandeis University, adalah penulis 'The Scriptures and Archaeology and The World of the First Christian'. Ketika saya menanyakannya apa yang dapat disimpulkannya tentang Yesus yang bergantung sepenuhnya pada sumber-sumber kuno non-Christian, dia menjawab:
"Kita tahu, pertama, Yesus adalah guru Yahudi; kedua, banyak orang percaya bahwa Dia dapat menyembuhkan dan mengusir setan; ketiga, beberapa orang percaya bahwa Dia Seorang Mesias; keempat, Dia ditolak oleh pemimpin-pemimpin Yahudi; kelima, Dia disalibkan di bawah pemerintahan Pontius Pilatus pada zaman kekuasaan Tiberius; keenam, di balik kematiannya yang memalukan, pengikutnya, yang percaya kepada-Nya masih hidup, menyebar keluar palestina sehingga banyak sekali dari mereka yang berada di Roma pada tahun 64 Sesudah Masehi; dan ketujuh, semua orang dari kota dan desa -- pria dan wanita, budak dan orang merdeka, menyembahnya sebagai Allah."
Seorang ahli mendokumentasikan 39 sumber historis kuno yang mencatat ada lebih dari seratus fakta tentang kehidupan, pengajaran, penyaliban dan kebangkitan Yesus. Tujuh sumber sekuler dan beberapa kepercayaan mula-mula menekankan pada ketuhanan Yesus, sebuah doktrin "tentunya terdapat pada gereja mula-mula," menurut Dr. Gary Habermas, penulis The Historical Jesus.
Akhirnya, pertanyaan saya tentang apakah perjanjian baru telah diceritakan dan dipercaya selama berabad-abad sampai sekarang ini telah dijawab oleh Dr. Bruce Metzger, profesor emiritus dari Princeton Theology Seminary. Dia mengatakan kepada saya bahwa sejumlah tulisan-tulisan Perjanjian Baru yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mereka ... dekat dengan tulisan-tulisan asli. Perjanjian Baru yang modern 99,55 bebas dari ketidaksesuaian teks, dan tanpa diragukan lagi, tidak terdapat doktrin-doktrin kristen besar. Selain itu, kriteria yang digunakan oleh gereja mula-mula menentukan buku-buku apa yang dianggap memiliki otoritas, telah memastikan bahwa kita memunyai tulisan-tulisan terbaik tentang Yesus.
Tulisan-tulisan itu tidak ambigu menyatakan bahwa bayi di kandang adalah Anak Allah. Akan tetapi, dapatkah dia mendukung pernyataannya? Saya tahu ada intelek Kristen bernama D.A. Carson yang dapat menolong saya menemukan apakah Yesus memenuhi atribut-atribut Allah.
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | The Case for Christmas |
Judul asli artikel | : | The Scientific Evidence: Does Archaeology Confirm or Contradict Jesus' Biographies? |
Penulis | : | Lee Strobel |
Penerbit | : | Zondervan, Grand Rapids, Michigan 2005 |
Halaman | : | 45 -- 54 |
Saya berhenti untuk membaca plakat yang tergantung di ruang tunggu di kantor dokter: "Biarlah percakapan berlalu. Biarlah tawa lenyap. Di tempat inilah maut dengan senang hati menolong yang hidup."
Jelas, ini bukan dokter biasa. Saya sedang melakukan kunjungan ke Dr. Robert J. Stein, salah satu ahli patologi forensik yang terkenal di dunia, seorang detektif medis yang flamboyan, bersuara parau, dan biasanya menyuguhi saya dengan kisah-kisah tentang petunjuk yang tidak terduga, yang ditemukannya ketika memeriksa jenazah. Bagi dia, jenazah benar-benar menceritakan kisah-kisah Â- kenyataannya, yang sering kali akan membawa keadilan bagi orang yang hidup.
Stein bekerja sebagai penguji medis di Cook Country, Illinois dan telah melakukan ribuan autopsi dengan teliti guna mencari pengetahuan mengenai kematian korban. Matanya yang awas akan hal-hal detail, pengetahuannya yang luas tentang anatomi manusia, dan intuisi penyelidikannya yang luar biasa, menolong Stein merekonstruksi kekerasan yang menyebabkan kematian korban.
Kadang-kadang hasil penelitiannya membersihkan nama orang-orang yang tidak bersalah dan merupakan paku terakhir di peti terdakwa. Seperti dalam kasus John Wayne Gacy, yang berhadapan dengan algojo, setelah Stein menolong untuk mencari bukti atas tiga puluh tiga tindakan pembunuhan mengerikan yang dilakukan John.
Begitulah, betapa bukti medis dapat menjadi penting sekali. Bukti-bukti tersebut dapat menentukan apakah seorang anak meninggal karena penyiksaan atau jatuh yang tidak disengaja. Bukti-bukti itu dapat menentukan apakah seseorang meninggal karena sebab yang alami atau dibunuh oleh seseorang yang membubuhi kopinya dengan arsenik. Bukti-bukti medis juga dapat menunjukkan secara tepat waktu kematian korban -- menggunakan sebuah prosedur sederhana, contohnya mengukur kadar potasium di mata jenazah, sehingga dapat menguatkan atau membongkar alibi terdakwa.
Bahkan dalam kasus seseorang yang secara brutal dihukum mati di atas salib Romawi dua ribu tahun yang lalu, bukti medis masih bisa memberikan sebuah kontribusi yang sangat penting: dapat menolong untuk menentukan apakah kebangkitan Yesus Â- pertahanan tertinggi atas klaim diri-Nya sebagai Tuhan -Â tidak lebih daripada sebuah cerita bohong yang rumit. Stein telah membuat saya terkesan akan nilai petunjuk-petunjuk forensik. Saya tahu inilah saatnya untuk mencari seorang ahli medis yang telah menyelidiki sepenuhnya fakta-fakta sejarah mengenai penyaliban dan telah berhasil memisahkan kebenaran dari legenda.
Kebangkitan atau Kesadaran dari Pingsan?
Gagasan bahwa Yesus tidak pernah sungguh-sungguh mati di kayu salib dapat ditemukan di Al-Quran, yang ditulis pada abad ke-7 Â- umat Islam Ahmadiyah berpendapat bahwa Yesus sebenarnya melarikan diri ke India. Sampai hari ini, ada sebuah tempat keramat yang diduga menjadi kuburan Yesus yang sesungguhnya di Srinagar, Kashmir.
Ketika abad ke-19 menyingsing, Karl Bahrdt, Karl Venturini, dan yang lainnya berusaha menjelaskan peristiwa kebangkitan, dengan memberi kesan bahwa Yesus hanya jatuh pingsan dari kelelahan di kayu salib, atau Dia telah diberi minuman yang membuat-Nya terlihat mati dan kemudian Dia dibangkitkan oleh udara dingin yang lembab di dalam kubur.
Para ahli teori konspirasi mendukung hipotesis ini, dengan menunjukkan bahwa Yesus telah diberi minuman dengan sebatang buluh ketika di atas salib (Markus 15:36), dan Pilatus terkejut dengan cepatnya Yesus mati (Markus 15:44). Maka dari itu, mereka berkata, kemunculan ulang Yesus bukanlah sebuah kebangkitan yang ajaib, namun hanya kembali sadar secara kebetulan dan kubur-Nya kosong karena Dia terus hidup.
Sementara para ahli terkemuka tidak mengakui teori yang diberi sebutan teori jatuh pingsan, namun teori ini berulang kali muncul dalam literatur populer. Pada tahun 1929, D.H. Lawrence merangkai tema ini ke dalam cerita pendek, di mana beliau memberi kesan bahwa Yesus melarikan diri ke Mesir dan Ia jatuh cinta dengan pendeta wanita Isis.
Pada tahun 1965, dalam bukunya "The Passover Plot", Hugh Schonfield mengatakan bahwa hanya tikaman pada Yesus yang tidak terhindarkan oleh tentara Romawi saja yang menggagalkan skema rumit untuk lolos dari salib hidup-hidup, meskipun Schonfield mengakui, "Kami tidak membuat pengakuan di mana pun ... bahwa [buku] menuliskan apa yang sebenarnya terjadi."
Hipotesis jatuh pingsan muncul kembali pada tahun 1972, melalui buku "The Jesus Scroll" karangan Donovan Joyce tahun 1972. Menurut ahli kebangkitan Gray Habermas, buku ini berisi rangkaian kemungkinan yang lebih tidak masuk akal daripada milik Schonfield. Pada tahun 1982, "Holy Blood, Holy Grail" menambahkan corak bahwa Pontius Pilatus telah menyuap untuk membiarkan Yesus diturunkan dari kayu salib sebelum Dia mati. Meskipun demikian, para penulis mengakui, "Kami tidak bisa Â- dan masih tidak bisa Â- membuktikan keakuratan kesimpulan kami."
Pada tahun 1992, Barbara Thiering -- sarjana dari Australia, membuat kegemparan dengan membangkitkan teori jatuh pingsan. Bukunya "Jesus and the Riddle of the Dead Sea Scroll", diperkenalkan dengan terlalu berlebihan oleh penerbit yang terhormat di Amerika Serikat. Akan tetapi, teorinya kemudian ditolak dan direndahkan oleh Luke Timothy Johnson, seorang ahli dari Emory University, karena dianggap omong kosong belaka, hasil imajinasi yang memuncak, dan bukan merupakan analisis yang cermat.
Hari ini, teori jatuh pingsan terus berkembang. Saya mendengarnya sepanjang waktu. Namun, apakah buktinya sungguh-sungguh ada? Apa yang sesungguhnya terjadi saat Penyaliban? Apa yang menjadi penyebab kematian Yesus? Apakah ada kemungkinan Dia bisa selamat dari siksaan ini? Itu merupakan macam-macam pertanyaan yang saya harap dapat diselesaikan melalui bukti-bukti medis. Maka saya terbang ke California Selatan dan mengunjungi seorang dokter ternama, yang telah mempelajari secara mendalam data sejarah, arkeologis, dan medis mengenai kematian Yesus dari Nazaret Â- walaupun tampaknya berkenaan dengan hilangnya jenazah Yesus secara misterius, tidak pernah dilakukan autopsi terhadap-Nya.
Wawancara dengan Alexander Metherell, M.D., Ph.D.
Tempat yang mewah terasa sangat tidak cocok dengan topik yang sedang kami bicarakan. Di sanalah kami duduk di ruang tamu Dr. Metherell yang nyaman, di sore hari musim semi yang menyenangkan. Angin laut yang hangat berbisik melalui jendela, selagi kami berbicara mengenai topik tentang kebrutalan yang tidak terbayangkan: pemukulan yang begitu biadab, sehingga mengguncang kesadaran dan bentuk hukuman mati yang begitu kejam, sehingga menjadi kesaksian tentang kebiadaban manusia kepada manusia lainnya.
Saya mencari Metherell karena saya mendengar beliau memiliki keahlian medis dan ilmiah untuk menjelaskan tentang peristiwa penyaliban. Namun, saya juga memunyai motivasi lain: saya diberi tahu bahwa beliau dapat membicarakan topik tersebut dengan tenang dan akurat. Hal itu penting bagi saya karena saya ingin fakta-fakta berbicara untuk diri mereka sendiri, tanpa hiperbola, atau bahasa yang dipaksakan yang mungkin dapat memanipulasi emosi.
Seperti yang Anda harapkan dari seseorang dengan gelar medis (University of Miami di Florida) dan gelar doktor dalam bidang teknik (University of Bristol di Inggris), Metherell berbicara dengan ketelitian ilmiah. Beliau memiliki sertifikat dalam bidang diagnosis yang dikeluarkan oleh American Board of Radiology, dan telah menjadi konsultan bagi National Heart, Lung, dan Blood Institute di National Institutes of Health of Bethesda, Maryland.
Sebagai seorang mantan ilmuwan penelitian yang telah mengajar di University of California, Metherell adalah editor untuk lima buku ilmiah dan ia telah menulis untuk beberapa penerbit, mulai dari "Aerospace Medicine" sampai "Scientific American". Analisisnya yang terampil tentang kontraksi otot diterbitkan di "The Physiologist and Biophysics Journal". Beliau juga menjadi pengawas sebuah otoritas medis terkemuka: beliau adalah seseorang yang terhormat, dengan rambut putih dan sikap yang sopan tetapi formal.
Kadang-kadang saya membayangkan apa yang ada di dalam kepala Dr. Metherell. Dengan segala pengetahuan ilmiahnya, ia berbicara dengan pelan dan runtut. Beliau juga tidak memberikan petunjuk dari gejolak batinnya ketika beliau menjabarkan rincian yang mengerikan tentang kematian Yesus. Apa pun yang sedang terjadi di bawah permukaan itu, apa pun kepedihan yang dirasakannya sebagai seorang Kristen ketika berbicara tentang nasib yang mengerikan yang menimpa Yesus, beliau mampu menutupinya dengan profesionalisme yang lahir dari puluhan tahun penelitian di laboratorium. Beliau hanya memberi saya fakta-fakta Â- dan bagaimanapun juga hanya itulah yang saya kejar.
Penyiksaan Sebelum Salib
Awalnya, saya ingin memperoleh dari Metherell penggambaran dasar dari peristiwa-peristiwa menuju kematian Yesus. Jadi setelah percakapan sosial, saya meletakkan es teh saya dan mengatur cara duduk saya sedemikian rupa, sehingga saya menghadap tepat ke arah beliau. "Bisakah Anda memberikan gambaran tentang apa yang terjadi pada Yesus?" tanya saya.
Dia berdehem. "Peristiwa itu dimulai setelah Perjamuan Malam Terakhir, katanya. Yesus pergi bersama murid-murid-Nya ke Bukit Zaitun -Â tepatnya ke Taman Getsemani dan di sana Dia berdoa sepanjang malam. Selama proses itu, Yesus menantikan peristiwa yang akan terjadi di hari berikutnya. Karena Dia tahu besarnya penderitaan yang harus ditanggung-Nya, sudah sewajarnya Ia mengalami tekanan psikologis yang sangat berat."
Saya mengangkat tangan saya untuk menghentikan beliau. "Whoa -Â di sinilah orang-orang skeptis memiliki waktu untuk bersenang-senang, kata saya kepadanya. Injil memberi tahu kita, Dia mulai berkeringat darah pada saat ini. Sekarang, bukankah hal itu hanya hasil dari beberapa imajinasi yang berlebihan? Bukankah hal itu menimbulkan pertanyaan tentang keakuratan para penulis Injil?"
Tanpa terganggu, Metherell menggelengkan kepala. "Tidak sama sekali, jawab beliau. Ini merupakan kondisi medis yang disebut 'hematidrosis'. Kondisi ini tidak terlalu umum, namun kondisi seperti ini memiliki hubungan dengan tingkat tekanan psikologis yang tinggi. Yang terjadi adalah ketakutan hebat, yang menyebabkan terlepasnya unsur kimiawi yang memecahkan kapiler [pembuluh darah halus, Red.] di kelenjar keringat. Akibatnya terjadi pendarahan di kelenjar tersebut, sehingga keringat yang keluar berwarna darah. Kita tidak sedang berbicara tentang banyak darah; hanya jumlah yang sangat, sangat sedikit."
Meskipun sedikit tertegur, saya terus menekan. "Apakah ini memiliki efek lain pada tubuh?"
"Kondisi ini membuat kulit menjadi sangat rapuh, sehingga ketika Yesus dicambuk oleh tentara Romawi keesokan harinya, kulit-Nya akan menjadi sangat, sangat sensitif." Baiklah, mari kita mulai. Saya mempersiapkan diri akan gambaran-gambaran mengerikan yang saya tahu akan memenuhi pikiran saya. Sebagai seorang jurnalis, saya telah melihat banyak jenazah -Â korban dari kecelakaan mobil, kebakaran, dan pembalasan sindikat kejahatan -Â namun, ada sesuatu yang menimbulkan ketakutan khusus ketika mendengar tentang seseorang yang diperlakukan secara keji dengan sengaja oleh para algojo untuk menimbulkan penderitaan yang paling menyakitkan.
"Ceritakan kepada saya, seperti apa pencambukan itu?" Mata Metherell terus menatap saya.
"Hukuman cambuk Romawi terkenal karena kebrutalannya yang amat sangat. Hukuman itu biasanya terdiri dari tiga puluh sembilan cambukan, namun seringnya jauh lebih banyak daripada itu, tergantung dari suasana hati tentara yang melakukan hukuman tersebut. Tentara itu akan menggunakan sebuah cambuk terbuat dari tali kulit yang dikepang dengan bola-bola logam yang diselipkan di dalam anyaman tali itu. Ketika cambuk itu menyambar tubuh si terhukum, bola-bola ini akan menyebabkan luka-luka memar yang dalam dan luka-luka itu akan hancur dengan pukulan-pukulan yang selanjutnya. Pada cambuk itu juga terdapat serpihan-serpihan tulang yang tajam, yang akan mencabik daging dengan parah. Punggung si terhukum juga akan terparut sedemikian rupa, sehingga bagian dari tulang belakang kadang-kadang dapat terlihat akibat luka yang sangat dalam. Pencambukan dilakukan mulai dari bahu turun ke punggung, pantat, dan bagian belakang kaki. Sungguh mengerikan."
Metherell berhenti. "Lanjutkan, kata saya."
"Seorang dokter yang pernah mempelajari cambukan Romawi berkata, 'Sementara cambukan itu berlangsung, tiap cabikan yang diakibatkan oleh cambuk itu akan mengoyak sampai ke otot rangka yang ada di bawah kulit, sehingga menghasilkan garis-garis daging yang berdarah.' Sejarawan abad ke-3, Eusebius menggambarkan pencambukan ini dengan mengatakan, 'Pembuluh darah korban pencambukan akan terbuka dan otot, urat dagingnya, serta isi perut korban dapat terlihat.' Kita tahu banyak orang akan mati karena pukulan jenis ini, bahkan sebelum mereka disalibkan. Sedikitnya, korban akan mengalami kesakitan yang amat hebat dan mengalami syok 'hypovolemic'."
Metherell mengajukan sebuah istilah medis yang saya tidak pahami. "Apa artinya guncangan 'hypovolemic?'" saya bertanya.
"'Hypo' artinya rendah, 'vol' mengacu pada volume, dan 'emic' berarti darah. Jadi, syok 'hypovolemic' artinya orang itu sedang menderita efek dari hilangnya darah dalam jumlah yang banyak. Hal ini menyebabkan empat hal. Pertama, jantung berdebar kencang untuk memompa darah yang tidak ada di situ; kedua tekanan darah menurun, menyebabkan ketidaksadaran atau pingsan; ketiga, ginjal berhenti memproduksi urin untuk mempertahankan volume yang tersisa; dan keempat, orang itu menjadi sangat haus karena tubuh sangat membutuhkan cairan untuk menggantikan volume darah yang hilang."
"Apakah Anda melihat bukti ini dalam catatan Injil?"
"Ya, tentu saja," jawab beliau. Yesus sedang dalam syok "hypovolemic" pada waktu Dia berjalan terhuyung-huyung ke tempat hukuman mati di Kalvari, sambil memikul balok horisontal dari salib-Nya. Akhirnya, Yesus roboh dan tentara Romawi menyuruh Simon untuk memanggul salib-Nya. Nantinya kita membaca bahwa Yesus berkata, "Aku haus," di titik di mana seisapan anggur asam ditawarkan kepada-Nya. Karena efek mengerikan dari cambukan ini, tidak dipertanyakan lagi bahwa Yesus sudah dalam kondisi serius menuju kritis, bahkan sebelum paku ditancapkan menembus tangan dan kaki-Nya.
Penderitaan yang Sangat Menyakitkan di Salib
Sama pahitnya dengan peristiwa pencambukan itu, saya tahu bahwa akan ada kesaksian yang lebih membuat saya mual lagi yang akan diberikan. Hal itu karena sejarawan bersepakat bahwa Yesus selamat dari cambukan hari itu dan naik ke kayu salib -- di mana masalah yang sebenarnya terjadi. Zaman ini, ketika penjahat yang dihukum mati diikat dan disuntik dengan racun, atau terkunci di kursi kayu dan disetrum dengan gelombang listrik, situasi-situasinya sangat terkendali. Kematian datang dengan cepat dan dapat diprediksi. Penyidik medis dengan cermat mengesahkan meninggalnya korban. Dari dekat, para saksi memeriksa dengan cermat segala sesuatunya dari awal hingga akhir. Namun, betapa pastinya kematian melalui bentuk eksekusi yang kira-kira, perlahan, dan agak tidak pasti yang disebut penyaliban ini? Sesungguhnya, kebanyakan orang tidak yakin bagaimana salib membunuh para korbannya. Tanpa penyidik medis yang terlatih untuk bukti resmi bahwa Yesus telah mati, mungkinkah Dia lolos dari pengalaman brutal dan berdarah namun tetap hidup?
Saya mulai membongkar masalah ini. "Apa yang terjadi ketika Dia tiba di tempat penyaliban?" saya bertanya.
"Dia mungkin terbaring dan tangan-tangan-Nya telah dipakukan dengan posisi terlentang di balok horisontal. Kayu lintang pada salib disebut 'patibulum' dan di tahap ini kayunya terpisah dari balok vertikal, yang secara permanen tertancap di tanah."
Saya kesulitan membayangkan ini; saya memerlukan rincian yang lebih. "Dipaku dengan apa?" saya bertanya. "Dipaku di mana?"
"Orang-orang Romawi menggunakan paku-paku yang panjangnya 5 sampai 7 inci dan meruncing ke ujung yang tajam. Paku-paku itu ditancapkan ke pergelangan," kata Metherell, menunjukkan sekitar satu inci di bawah telapak tangan beliau.
"Tahan," saya menginterupsi. "Saya pikir paku-paku ditembuskan ke telapak tangan-Nya. Itu yang ditunjukkan semua lukisan. Bahkan, menjadi sebuah simbol yang melambangkan penyaliban."
"Melewati pergelangan," Metherell mengulangi. "Ini merupakan posisi yang kuat, yang akan mengunci tangan; jika paku ditancapkan ke telapak tangan, berat badan-Nya akan menyebabkan kulit robek dan Dia akan jatuh dari atas salib. Jadi paku-paku menembus pergelangan, meskipun ini dianggap bagian dari tangan dalam bahasa zaman itu. Penting untuk memahami bahwa pakunya akan menembus tempat di mana jalur saraf median berada. Ini merupakan saraf terbesar yang menuju ke tangan dan saraf ini akan hancur oleh paku yang dipukulkan ke dalamnya." (t/Jing Jing)
Download Audio
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | The Case for Easter |
Judul asli artikel | : | The Medical Evidence: Was Jesus' Death a Sham and His Resurrection a Hoax? |
Penulis | : | Lee Strobel |
Penerbit | : | Zondervan, Grand Rapids, Michigan 2003 |
Halaman | : | 9 -- 17 |
Karena saya hanya memiliki pengetahuan yang belum sempurna tentang anatomi manusia, saya tidak yakin apa artinya ini. "Kesakitan seperti apa yang akan dihasilkan?" Saya bertanya.
"Saya akan menjelaskan demikian," jawab beliau. "Apakah Anda tahu rasa sakit seperti apa yang Anda rasakan, ketika Anda memukul siku Anda dan mengenai daerah di ujung siku Anda? Itu sebenarnya adalah saraf yang lain, yang disebut 'saraf ulna' dan rasanya sangat sakit ketika Anda mengenainya secara tidak sengaja. Coba Anda bayangkan sepasang catut menekan dan menghancurkan saraf itu", kata beliau sambil menegaskan kata menekan sembari memutar sepasang catut khayalan itu. Efek itu mungkin mirip dengan apa yang Yesus alami. Rasa sakitnya sungguh-sungguh tak tertahankan. Bahkan, melampaui kata-kata untuk menjelaskannya; mereka perlu menciptakan kata yang baru: 'excruciating', yang secara harfiah berarti berasal dari salib. Pikirkan hal itu: mereka perlu menciptakan sebuah kata baru, karena tidak ada di dalam bahasa mereka yang dapat menjelaskan hebatnya penderitaan yang diakibatkan selama penyaliban. Pada titik ini, Yesus dikerek ke atas ketika bagian yang melintang dari salib itu dipakukan ke tiang horisontal, dan kemudian paku-paku ditancapkan menembus kedua kaki-Nya. Sekali lagi, saraf-saraf kaki-Nya akan hancur dan akan menimbulkan rasa sakit yang serupa.
Saraf-saraf yang hancur dan dalam keadaan yang parah jelas sudah cukup buruk, namun saya perlu mengetahui tentang efek dari tergantung di kayu salib yang mungkin terjadi pada Yesus. "Tekanan-tekanan apa yang mungkin diakibatkan oleh penyaliban ini pada tubuh-Nya?"
Metherell menjawab, "pertama-tama, lengan-Nya harus direntangkan secara tiba-tiba, mungkin sekitar 6 inci panjangnya. Kedua, bahu-Nya mungkin menjadi terlepas dari tempatnya -Â Anda bisa menentukan ini dengan persamaan matematika yang sederhana. Keadaan ini menggenapi nubuat dalam Mazmur 22, yang mengatakan, 'segala tulangku terlepas dari sendinya'."
Penyebab Kematian
Metherell telah menyampaikan maksud beliau -Â dengan amat jelas, seperti keadaan yang sebenarnya Â- tentang rasa sakit yang berlangsung terus-menerus sejak proses penyaliban dimulai. Namun, saya perlu sampai kepada pernyataan final kehidupan korban penyaliban, karena itulah isu yang sangat penting dalam menentukan apakah kematian bisa dipalsukan atau dielakkan. Jadi, saya mengajukan pertanyaan penyebab kematian secara langsung kepada Metherell.
"Penyaliban adalah kematian perlahan yang sangat menyakitkan, dikarenakan 'asphyxia' (keadaan kurangnya suplai oksigen ke dalam tubuh karena tidak dapat bernapas secara normal, Red.). Penyebabnya adalah tekanan-tekanan pada otot dan diafragma, yang membuat dada berada dalam posisi menarik napas; untuk mengeluarkan napas, seseorang yang disalib harus mendorong dirinya ke atas dengan bertumpu pada kakinya, sehingga tekanan pada otot dada akan mereda untuk sementara. Ketika melakukan hal ini, paku akan merobek kaki orang itu dan akhirnya paku itu akan terkunci dengan 'tulang tarsal' [tulang pergelangan kaki, Red.]. Setelah mengatur untuk mengeluarkan napas, orang itu lalu akan mampu mengendur ke bawah dan menarik napas kembali."
"Sekali lagi, dia harus mendorong dirinya sendiri ke atas untuk mengeluarkan napas, mencabik punggungnya yang berdarah mengenai kayu salib yang kasar. Keadaan ini berlangsung terus-menerus sampai kelelahan menguasainya dan orang itu tidak akan mampu mendorong ke atas dan bernapas lagi. Ketika napas orang itu melambat, dia mengalami 'respiratory acidosis' -Â karbon dioksida di dalam darah larut menjadi asam karbonat, menyebabkan kadar asam dalam darah meningkat. Lama kelamaan hal ini membuat denyut jantung menjadi tidak teratur. Dengan denyut jantung yang tidak teratur, Yesus mungkin tahu bahwa Dia sedang dalam keadaan sekarat. Saat itulah Ia berkata, 'Tuhan, ke dalam tangan-Mulah Kuserahkan nyawa-Ku,' kemudian Dia meninggal karena 'cardiac arrest' [terhentinya sirkulasi darah yang normal dikarenakan jantung yang tidak dapat berkontraksi secara penuh. Red.]."
[Gambaran itu merupakan penjelasan paling jelas yang pernah saya dengar tentang kematian melalui penyaliban dan ini sangat penting -Â namun Metherell belum selesai.]
"Bahkan sebelum Dia mati -- ini sangat penting, syok 'hypovolemic' mungkin mengakibatkan jantung berdenyutnya dengan cepat secara terus-menerus, yang membuat gagal jantung. Hal itu berakibat berkumpulnya cairan di dalam membran sekitar jantung (pericardial effusion) dan di sekitar paru-paru (pleural effusion). Untuk memastikan kematian Yesus, maka tentara Romawi menusukkan sebuah tombak ke sebelah kanan-Nya. Mungkin sebelah kanan-Nya; itu tidak pasti, namun dari catatan kemungkinan sebelah kanan, di antara tulang-tulang iga. Tombaknya tampaknya menembus paru-paru sebelah kanan dan masuk ke jantung, maka ketika tombak ditarik keluar cairan -- 'pericardial effusion' dan 'pleural effusion' keluar. Ini terlihat sebagai cairan yang bening seperti air, diikuti dengan darah yang banyak, sebagaimana Yohanes -- seorang saksi mata menggambarkan peristiwa itu di dalam Injilnya."
Yohanes kemungkinan tidak mengetahui mengapa dia melihat darah dan juga cairan bening keluar -Â tentulah seseorang tidak terlatih seperti dirinya tidak akan mengantisipasi hal tersebut. Namun, apa yang digambarkan Yohanes itu konsisten dengan yang diperkirakan ilmu kedokteran modern. Awalnya, laporan ini terlihat seperti memberikan kredibilitas kepada Yohanes sebagai saksi mata; tetapi bagaimanapun juga, sepertinya terdapat sebuah kecacatan yang besar pada semua hal ini.
Saya lalu membuka Yohanes 19:34. "Tunggu sebentar, dok," saya protes. "Jika Anda membaca dengan teliti apa yang dikatakan oleh Yohanes, dia melihat 'darah dan air' keluar; dengan sengaja dia meletakkan kata-kata dengan urutan itu. Namun menurut Anda, cairan bening mungkin keluar lebih dahulu. Jadi, ada ketidakcocokkan di sini."
Metherell tersenyum. "Saya bukan ahli bahasa Yunani," jawab beliau. Namun menurut orang-orang yang ahli, urutan kata dalam Yunani kuno tidak selalu ditentukan oleh rangkaian waktu, melainkan yang mana yang lebih menonjol. Ini berarti karena dalam peristiwa itu ada lebih banyak darah daripada air, maka bisa dipahami bahwa Yohanes menyebutkan darah terlebih dahulu.
Pada titik ini saya bertanya, "Kondisi Yesus menjadi seperti apa?"
Tatapan Metherell terkunci dengan tatapan saya. Beliau menjawab dengan otoritas, "Jelas tidak diragukan lagi bahwa Yesus telah mati."
Menjawab Orang-Orang Skeptis
Pernyataan Dr. Metherell kelihatannya benar-benar didukung oleh bukti medis. Namun, masih ada beberapa rincian yang ingin saya ajukan Â- demikian pula setidaknya satu kelemahan dalam penjelasan beliau yang sangat bisa meruntuhkan kredibilitas Alkitab.
"Kitab Injil mengatakan bahwa para prajurit Romawi mematahkan kaki kedua penjahat yang disalib bersama Yesus," kata saya. "Mengapa mereka melakukan hal itu?"
"Jika mereka ingin mempercepat kematian -Â dan dengan menjelangnya hari Sabat dan Paskah, para pemimpin Yahudi tentunya ingin menyelesaikan ini semua sebelum matahari terbenam Â- orang-orang Romawi akan memakai gagang baja dari tombak pendek Romawi untuk menghancurkan tulang kaki korban. Dengan demikian akan menghalangi korban untuk mendorong dirinya ke atas dengan kakinya untuk bernapas, sehingga kematian yang disebabkan oleh kesulitan bernapas akan terjadi dalam hitungan menit. Tentu saja kita diberi tahu di dalam Perjanjian Baru bahwa kaki Yesus tidak dipatahkan, karena para tentara telah memastikan bahwa Dia sudah mati, dan mereka hanya memakai tombak untuk memastikan hal itu. Peristiwa ini menggenapi nubuat Perjanjian Lama lainnya tentang Mesias, yaitu bahwa tulang-tulang-Nya tidak akan dipatahkan."
Sekali lagi saya menyela. "Beberapa orang berusaha untuk menimbulkan keraguan terhadap catatan Injil dengan menyerang kisah penyaliban. Misalnya, sebuah artikel di Harvard Theological Review menyimpulkan bertahun-tahun yang lampau terdapat 'bukti yang sangat sedikit bahwa kaki orang yang tersalib pernah ditembus dengan paku.' Sebaliknya, dikatakan dalam artikel itu, tangan dan kaki korban diikat di kayu salib dengan tali. Akankah Anda mengakui bahwa hal ini meningkatkan permasalahan mengenai kredibilitas catatan Perjanjian Baru?"
"Tidak," ujar Dr. Metherell, karena sekarang bukti arkeologi telah menetapkan bahwa penggunaan paku dalam penyaliban adalah sesuatu yang historis -Â meskipun saya mengakui bahwa tali-tali memang terkadang digunakan.
"Apa buktinya?"
"Pada tahun 1968, para arkeolog di Yerusalem menemukan sisa-sisa jenazah dari sekitar tiga puluh enam orang Yahudi yang meninggal selama pemberontakan terhadap penjajahan Roma sekitar tahun 70 M. Seorang korban, yang sepertinya bernama Yohanan, disalib dalam peristiwa itu dan mereka menemukan paku sepanjang tujuh inci yang masih tertancap di kakinya, dengan serpihan-serpihan kecil kayu zaitun yang dipakai sebagai kayu salib yang masih menempel. Penemuan ini merupakan konfirmasi arkeologis yang baik sekali mengenai rincian penting dalam penggambaran kitab Injil tentang Penyaliban."
"Masuk akal," pikir saya. Namun, ada hal lain yang dipertentangkan oleh para ahli tentang orang-orang Romawi dalam menentukan apakah Yesus benar-benar mati. Mereka sangat primitif dalam hal ilmu kedokteran dan anatomi. Bagaimana kita tahu bahwa mereka tidak keliru ketika mereka menyatakan bahwa Yesus tidak lagi hidup?
"Saya menjamin bahwa tentara-tentara ini tidak belajar kedokteran. Tetapi, ingatlah bahwa mereka adalah para ahli dalam membunuh orang -- itu adalah pekerjaan mereka dan mereka melakukannya dengan sangat baik. Tanpa ragu, mereka dapat mengetahui jika korban mereka mati dan hal itu benar-benar bukan merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk mereka ketahui. Lagi pula, jika seorang tahanan entah dengan cara bagaimana dapat meloloskan diri, tentara-tentara yang bertanggung jawab terhadap tahanan itu pasti akan dibunuh. Jadi, mereka memiliki dorongan yang sangat besar untuk memastikan bahwa setiap tahanan sudah mati ketika diturunkan dari salib."
Argumen Final
Dengan mengacu kepada sejarah, ilmu kedokteran, arkeologi, dan bahkan aturan-aturan kemiliteran Romawi, Metherell telah menutup semua celah: Yesus tidak mungkin turun dari kayu salib hidup-hidup. Namun, saya masih mendesak beliau lebih jauh. "Apakah kemungkinanÂkemungkinan yang paling kecil sekalipun Â- bahwa Yesus selamat melewati penyaliban ini?"
Metherell menggelengkan kepala dan mengacungkan jarinya ke arah saya sebagai penekanan. "Sangat tidak mungkin," katanya. Ingat, Dia telah berada dalam syok "hypovolemic" akibat kehilangan darah yang sangat banyak bahkan sebelum penyaliban dimulai. Dia tidak mungkin memalsukan kematian-Nya karena Anda tidak bisa memalsukan ketidakmampuan bernapas untuk waktu yang lama. Lagi pula, tombak yang menusuk jantung-Nya pasti benar-benar mengakhiri hidup-Nya dan para prajurit Romawi tidak akan mempertaruhkan nyawa mereka sendiri dengan membiarkan Dia pergi hidup-hidup. Jadi, Yesus hanya jatuh pingsan di kayu salib adalah hal mustahil. Itu adalah teori khayalan yang tidak memiliki dasar yang memungkinkan di dalam kenyataannya.
Saya belum siap untuk meninggalkan masalah ini. Dengan risiko membuat dokter Metherell merasa frustrasi, saya berkata, "mari berspekulasi bahwa hal yang mustahil itu terjadi dan bahwa Yesus dengan cara yang entah bagaimana dapat selamat dari penyaliban. Katakan saja Dia bisa lolos dari lilitan kain linen-Nya, menggulingkan batu besar dari mulut kubur-Nya, dan melewati prajurit-prajurit Romawi yang sedang berjaga. Secara medis, kondisi seperti apa yang Dia alami setelah Dia melacak keberadaan murid-murid-Nya?
Metherell enggan mengikuti permainan saya. Sekali lagi beliau menekankan, "Tidak mungkin Ia selamat dari salib. Namun seandainya Dia lolos, bagaimana mungkin Dia bisa berjalan setelah paku-paku menembus kaki-kaki-Nya? Bagaimana mungkin bisa Dia muncul di jalan menuju ke Emaus dalam waktu singkat dan melakukan perjalanan dalam jarak yang jauh? Bagaimana mungkin Dia menggunakan tangan-Nya, setelah kedua tangan-Nya itu direntangkan dan ditarik dari sendi-sendi-Nya? Ingat, Dia juga memunyai luka yang sangat parah pada punggung-Nya dan sebuah luka akibat tusukkan tombak di dada-Nya."
"Dengar," kata Metherell. Seseorang dalam kondisi menyedihkan semacam itu tidak akan pernah menginspirasi murid-murid-Nya untuk pergi ke luar dan menyatakan bahwa Dialah Tuhan atas hidup yang telah mengalahkan kematian. "Apakah Anda mengerti apa yang sedang saya katakan?" Setelah menderita penyiksaan yang begitu mengerikan, dengan kehilangan darah dan luka yang mematikan, Dia akan terlihat begitu menyedihkan, sehingga murid-murid-Nya tidak mungkin meninggikan Dia sebagai penakluk kematian yang berkemenangan; mereka akan merasa kasihan kepada-Nya dan berusaha untuk merawat Dia agar kembali sehat. Jadi, tidak masuk akal jika berpikir seandainya Dia telah menampakkan diri kepada mereka dalam keadaan yang mengerikan, dan para pengikut-Nya terdorong untuk memulai gerakan ke seluruh dunia, berdasarkan pengharapan bahwa suatu hari mereka akan memiliki kebangkitan tubuh seperti ini. Benar-benar tidak mungkin.
Pernyataan Metherell ini merupakan poin penutup, yang akan menancapkan pancang terakhir di jantung teori jatuh pingsan sekali dan untuk selamanya -- teori yang belum pernah disangkal oleh seorang pun sejak pertama kali diajukan oleh teolog Jerman, David Strauss pada tahun 1835.
Sebuah Pertanyaan untuk Hati
Metherell telah menetapkan pernyataannya melampaui keraguan yang beralasan. Beliau telah melakukannya dengan berfokus semata-mata pada pertanyaan, "Bagaimana Yesus dihukum mati sedemikian rupa, sehingga memastikan kematian-Nya?" Namun ketika kami selesai, saya merasakan ada sesuatu yang kurang. Saya telah mengetuk ke dalam pengetahuan beliau, namun saya tidak menyentuh hatinya. Jadi, ketika kami berdiri untuk bersalaman, saya merasa terdorong untuk mengajukan pertanyaan. "Alex, sebelum saya pergi, izinkan saya menanyakan pendapat Anda tentang sesuatu -Â bukan pendapat medis Anda atau penilaian ilmiah Anda, tetapi sesuatu dari hati Anda."
"Yesus dengan sengaja masuk ke dalam cengkeraman pengkhianat-Nya. Dia tidak menolak penangkapan, tidak membela diri-Nya sendiri di pengadilan -Â jelas bahwa Dia bersedia mengarahkan diri-Nya sendiri kepada apa yang telah Anda jelaskan sebagai penghinaan dan penderitaan yang dalam dari penganiayaan. Saya ingin tahu mengapa. Apa yang mungkin memotivasi seseorang untuk bersedia memikul penghukuman semacam ini?"
Metherell menjawab, "orang biasa tidak dapat melakukannya. Yesus tahu apa yang akan terjadi dan Dia bersedia melaluinya, karena hukuman itu adalah satu-satunya jalan untuk-Nya agar bisa menebus kita Â- dengan menjadi pengganti kita dan menjalani hukuman mati yang pantas kita terima karena pemberontakan kita melawan Allah. Itulah seluruh misi-Nya datang ke dalam dunia."
Saat beliau mengucapkan kalimat itu, saya merasakan bahwa Metherell tidak henti-hentinya berpikir secara rasional, logis, dan teratur, terus menjawab pertanyaan saya dengan jawaban yang paling mendasar dan tidak dapat dikurangi. "Jadi, ketika saya bertanya apa yang memotivasi Dia?"
Beliau menyimpulkan, "Baiklah, saya rasa jawabannya dapat dirangkum dalam satu kata -Â dan itu adalah kasih."
Jawaban ini terus terngiang-ngiang dalam benak saya. Metherell secara meyakinkan menegaskan bahwa Yesus tidak mungkin selamat dari siksaan salib, sebuah bentuk kekejaman yang begitu keji, sehingga orang-orang Romawi mengecualikan warganya sendiri dari hukuman itu, kecuali untuk kasus-kasus pengkhianatan yang berat.
Kesimpulan Metherell konsisten dengan penemuan-penemuan para dokter lain yang telah mempelajari masalah ini dengan cermat. Salah satunya adalah tulisan Dr. William D. Edwards, dalam "Journal of the American Medical Association" tahun 1986, yang menyimpulkan dengan jelas, bobot bukti historis dan medis menunjukkan bahwa Yesus mati sebelum luka di bagian-Nya dibebankan. Karena itu, anggapan bahwa Yesus tidak mati di kayu salib akan tampak sebagai sesuatu yang ganjil menurut pengetahuan medis modern. Mereka yang mencoba menghilangkan kebangkitan Yesus dengan alasan yang menyatakan bahwa Dia lolos dari cengkeraman kematian di Golgota, perlu memberikan teori yang lebih masuk akal, yang sesuai dengan fakta. Mereka juga harus mempertimbangkan pertanyaan -- yang kita semua harus pertimbangkan: apa yang memotivasi Yesus sehingga rela membiarkan diri-Nya direndahkan dan disiksa sebagaimana yang Dia alami? (t/Jing Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | The Case for Easter |
Judul asli artikel | : | The Medical Evidence: Was Jesus' Death a Sham and His Resurrection a Hoax? |
Penulis | : | Lee Strobel |
Penerbit | : | Zondervan, Grand Rapids, Michigan 2003 |
Halaman | : | 17 -- 28 |
Ketika saya pertama kali bertemu dengan Leo Carter, seorang yang halus dalam berbicara, ia adalah seorang yang telah menjadi veteran selama 17 tahun di wilayah pemukiman Chicago yang paling keras. Kesaksiannya telah menjebloskan tiga pembunuh ke penjara. Dan peluru kaliber 38 masih bersarang di kepalanya -- sebuah peringatan yang mengerikan atas sebuah kisah kepahlawanan yang tragis, yang berawal ketika ia menyaksikan Elijah Baptist menembak seorang penjual bahan makanan lokal.
Leo dan Leslie Scott sedang bermain basket ketika mereka melihat Elijah (yang pada saat itu berumur enam belas tahun), dengan kejam membunuh Sam Blue di luar toko bahan pangan miliknya. Leo telah mengenal pemilik toko itu sejak masih anak-anak. "Ketika kami tidak punya makanan, ia memberi kami makanan," jelas Leo kepada saya. "Jadi, ketika Leo ke rumah sakit dan mereka mengatakan ia meninggal, ia tahu bahwa ia harus memberi kesaksian atas apa yang dilihatnya."
Kesaksian seorang saksi mata memiliki dampak yang sangat besar. Salah satu peristiwa paling dramatis dalam suatu pengadilan adalah ketika seorang saksi menjelaskan kejahatan yang ia lihat, dan kemudian dengan percaya diri menunjuk terdakwa sebagai pelakunya. Elijah Baptist tahu bahwa satu-satunya cara menghindari penjara adalah dengan mencegah Leo Carter dan Leslie Scott melakukan hal tersebut.
Jadi, Elijah dan dua temannya merencanakan penyerangan dengan tiba-tiba. Leslie dan saudara laki-laki Leo, Henry, dibunuh dengan sadis, sedangkan Leo ditembak di kepala dan ditinggalkan untuk mati. Tetapi, ajaibnya, Leo tetap hidup. Peluru tersebut, yang bersarang di tempat yang sangat berbahaya untuk diambil, tetap berada di dalam tengkoraknya. Meskipun mengalami sakit kepala hebat yang tidak dapat diredakan dengan obat, ia menjadi saksi utama untuk melawan Elijah Baptist dan dua orang kaki-tangannya. Keterangan yang diberikannya cukup untuk menjebloskan tiga orang itu ke penjara seumur hidup mereka.
Leo Carter adalah salah satu pahlawan saya. Ia memastikan keadilan dinyatakan, meskipun ia harus membayar harga yang mahal. Ketika saya memikirkan tentang kesaksian seorang saksi mata, bahkan hingga saat ini -- 30 tahun kemudian -- wajahnya masih tetap muncul dalam benak saya.
Kesaksian Dari Masa Lalu
Kesaksian dari seorang saksi mata bisa memaksa dan meyakinkan. Ketika seorang saksi telah mendapat kesempatan untuk meneliti suatu kejahatan, ketika tidak ada prasangka atau maksud tersembunyi, ketika saksi itu dapat jujur dan benar, tindakan puncak dengan menunjuk seorang terdakwa di ruang sidang, dapat cukup membuat terdakwa tersebut masuk penjara atau lebih buruk.
Kesaksian dari para saksi mata merupakan hal yang penting dalam menyelidiki persoalan-persoalan sejarah -- meskipun masalah tersebut adalah mengenai apakah palungan Natal benar-benar berisi Anak Allah yang tunggal itu.
Tetapi, laporan saksi mata apakah yang kita miliki? Apakah kita memiliki kesaksian dari seseorang yang secara pribadi berhubungan dengan Yesus, yang mendengarkan ajaran-ajaran-Nya, yang melihat mukjizat-mukjizat-Nya, yang menyaksikan kematian-Nya, dan yang bertemu dengan-Nya setelah kebangkitan-Nya dinyatakan? Apakah kita memiliki catatan-catatan dari "para wartawan" abad pertama, yang mewawancarai para saksi, menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit, dan dengan setia mencatat apa saja yang mereka tentukan secara teliti sebagai sesuatu yang benar adanya?
Saya tahu bahwa sama seperti kesaksian Leo Carter yang mengunci dakwaan terhadap tindakan kriminal tiga pembunuh yang keji itu, laporan-laporan saksi mata dari masa lalu yang samar-samar, dapat berguna untuk membantu menyelesaikan sebagian besar masalah rohani yang paling penting. Untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang kuat, saya terbang ke Denver untuk mewawancarai seorang ahli tentang hal ini dan penulis buku "The Historical Reliability of the Gospels", Dr. Craig Blomberg.
Wawancara: Craig L. Blomberg, Ph.D.
Craig Blomberg dianggap oleh kalangan luas sebagai salah seorang ahli yang paling terkenal di Amerika mengenai biografi Yesus, yang disebut dalam empat Injil. Beliau meraih gelar doktor Perjanjian Baru dari Aberdeen University di Skotlandia, kemudian menjadi anggota peneliti senior untuk Tyndale House di Cambridge University di Inggris, yang membawanya menjadi bagian dari sebuah kelompok elit para ahli internasional, yang menghasilkan serangkaian karya terkemuka tentang Yesus. Kini beliau menjadi profesor Perjanjian Baru di Denver Seminary.
Sementara beliau duduk di kursi dengan sandaran yang tinggi di kantornya, dengan secangkir kopi di tangannya, saya juga menyeruput kopi saya untuk melawan udara Colorado yang dingin. Karena saya merasa Blomberg adalah seorang yang tidak suka basa-basi, maka saya memutuskan untuk memulai wawancara saya dengan langsung memotong ke inti masalah.
"Beri tahu saya...," tanya saya dengan sedikit menantang, "... apakah benar-benar mungkin, seseorang yang berpikiran kritis dan cerdas, masih dapat memercayai bahwa keempat Injil itu ditulis oleh orang-orang yang nama-namanya telah dikaitkan dengan Injil tersebut?"
Blomberg meletakkan cangkir kopinya di pinggir mejanya kemudian menatap saya. "Jawabannya adalah ya," katanya dengan yakin.
Beliau bersandar dan melanjutkan. "Penting untuk mengakui bahwa Injil-injil tersebut tidak bernama. Tetapi, persamaan kesaksian pada masa gereja mula-mula, yaitu bahwa Matius, yang juga dikenal sebagai Lewi -- sang pemungut cukai, dan salah satu dari kedua belas murid, merupakan penulis Injil pertama dari Perjanjian Baru; bahwa Yohanes Markus, sahabat Petrus, adalah penulis Injil yang kita sebut Markus; dan bahwa Lukas, yang dikenal sebagai "dokter yang dikasihi Paulus", menulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul."
"Seberapa samakah kepercayaan bahwa orang-orang ini adalah para penulisnya?" tanya saya.
"Tidak ada saingan yang diketahui untuk ketiga Injil ini, katanya. Tampaknya, hal ini tidak dipermasalahkan. Meskipun demikian, saya ingin menguji masalah ini lebih lanjut. Maaf bila saya skeptis. Tetapi, apakah ada seseorang yang telah memiliki motivasi untuk berbohong, dengan mengakui orang-orang itulah yang menulis Injil-Injil ini, padahal sebenarnya bukan mereka yang menulisnya?" tanya saya.
Blomberg menggelengkan kepalanya. "Mungkin tidak ada. Ingat, orang-orang ini bukanlah tokoh-tokoh seperti yang diduga selama ini, katanya -- senyum seringai merebak di wajahnya. Markus dan Lukas bahkan bukan anggota dari kedua belas murid. Matius dulunya iya, tetapi sebagai orang yang awalnya adalah seorang pemungut cukai yang dibenci, ia menjadi tokoh yang paling tidak terkenal setelah Yudas Iskariot, yang mengkhianati Yesus!
"Bertolak belakang dengan apa yang terjadi ketika Injil-Injil Apokrifa yang indah ditulis kemudian. Orang-orang memilih nama-nama tokoh yang terkenal, dan tokoh-tokoh yang patut dicontoh untuk menjadi penulis-penulis fiktifnya -- Filipus, Petrus, Maria, Yakobus. Nama-nama itu lebih berbobot daripada nama-nama seperti Matius, Markus, dan Lukas. Jadi, untuk menjawab pertanyaan Anda, tidak akan ada alasan untuk menghubungkan ketiga orang yang kurang dihargai ini bila itu tidak benar."
Jawaban itu terdengar logis, tetapi sangat jelas bahwa Blomberg melupakan seorang penulis Injil lainnya. "Bagaimana dengan Yohanes?" Tanya saya. "Ia benar-benar seorang tokoh yang penting; pada kenyataannya ia bukan sekadar salah seorang dari kedua belas murid Yesus, tetapi juga salah satu dari tiga orang terdekat-Nya bersama dengan Yakobus dan Petrus."
"Ya, ia merupakan sebuah pengecualian," kata Blomberg sambil mengangguk. "Dan menariknya, Yohanes adalah satu-satunya injil yang berisi beberapa pertanyaan tentang kepengarangan."
"Apa yang sebenarnya dipertentangkan?"
"Nama penulis tidak diragukan lagi -- pasti Yohanes," jawab Blomberg. "Pertanyaannya adalah, apakah ini Yohanes rasul atau Yohanes yang lainnya?"
"Anda tahu, kesaksian penulis Kristen yang bernama Papias, yang ditulis sekitar tahun 125 Masehi, mengacu kepada rasul Yohanes dan Yohanes yang tua, dan tidak jelas dari konteks itu apakah ia sedang berbicara tentang satu tokoh dari dua sudut pandang atau dua orang yang berbeda. Tetapi abaikan pengecualian itu, selanjutnya dari kesaksian awal tersebut adalah dengan pasti disebutkan penulisnya, yaitu rasul Yohanes -- anak Zebedeus -- yang menulis Injil."
"Apa Anda yakin bahwa dialah pengarangnya?" kata saya berusaha membawanya lebih jauh.
"Ya, saya percaya masalah yang utama kembali kepada rasul itu," jawabnya. "Namun, bila Anda membaca Injil dengan teliti, Anda bisa lihat beberapa tanda bahwa ayat-ayat yang memberikan kesimpulan, mungkin telah disempurnakan oleh seorang editor. Secara pribadi, saya tidak memiliki masalah untuk percaya bahwa seseorang yang berhubungan dekat dengan Yohanes, mungkin telah menggunakan peranan tersebut, membentuk ayat-ayat terakhir menjadi berbentuk, dan ada kemungkinan membuat kesamaan gaya bahasa dari keseluruhan dokumen."
"Tetapi di suatu peristiwa, Injil jelaslah didasarkan pada masalah-masalah saksi mata, seperti ketiga injil lainnya." Katanya menekankan.
Menyelidiki dengan Rinci
Meski saya menghargai pendapat-pendapat Blomberg sejauh ini, saya belum siap untuk beranjak. Masalah tentang siapakah yang menulis Injil benar-benar penting, dan saya ingin mendapatkan nama, tanggal, petikan yang lebih rinci. Saya menghabiskan kopi saya dan meletakkan cangkir di mejanya. Pulpen telah siap, saya siap untuk menggali lebih dalam.
"Marilah kembali kepada Matius, Markus, dan Lukas," kata saya. "Bukti spesifik apa yang Anda miliki, bahwa mereka adalah para penulis Injil?"
Blomberg bersandar. "Sekali lagi, kesaksian terpenting dan mungkin tertua berasal dari Papias, yang kira-kira pada tahun 125 Masehi secara rinci mengakui bahwa Markus telah mencatat penelitian kesaksian Petrus dengan teliti dan akurat. Kenyataannya, dia berkata bahwa Markus 'tidak membuat kesalahan' dan tidak memberikan 'pernyataan yang salah.' Papias mengatakan bahwa Matius juga telah mempertahankan ajaran-ajaran Yesus."
"Kemudian Irenaeus, yang menulis sekitar tahun 180 Masehi, memastikan kepengarangan tradisional. Kenyataannya di sini, katanya, sambil mengambil sebuah buku." Ia membukanya dan membaca kata-kata Irenaeus: 'Matius menerbitkan Injilnya sendiri di antara orang-orang Ibrani dalam bahasa mereka sendiri, ketika Petrus dan Paulus sedang memberitakan Injil di Roma dan mendirikan gereja di sana. Setelah kepergian mereka, Markus -- murid dan penerjemah Petrus, menuliskan inti dari khotbah Petrus untuk kita. Lukas, pengikut Paulus, menulis buku tentang Injil yang dikabarkan oleh gurunya. Kemudian Yohanes, murid Tuhan, yang juga bergantung pada usahanya sendiri, menulis sendiri Injilnya ketika dia sedang tinggal di Efesus di Asia'."
Saya memerhatikan catatan yang saya dapatkan. "Baiklah, saya akan memperjelas hal ini. Bila kita telah yakin bahwa injil ditulis oleh murid-murid, yaitu Matius dan Yohanes; oleh Markus, teman Petrus, dan oleh Lukas, ahli sejarah, rekan Paulus, dan beberapa jurnalis abad pertama, kita bisa yakin bahwa peristiwa-peristiwa yang mereka catat berdasarkan kesaksian saksi mata langsung maupun tidak langsung."
Ketika saya sedang berbicara, Blomberg secara mental menggeser kata-kata saya. Ketika saya selesai, dia mengangguk.
"Tepat," katanya ringan.
Biografi Kuno Versus Biografi Modern
Masih ada beberapa aspek yang bermasalah dari Injil-Injil yang perlu saya selesaikan. Secara khusus, saya ingin mengerti dengan lebih baik lagi jenis-jenis literatur yang mereka sampaikan.
"Ketika saya ke toko buku dan melihat ke bagian biografi, saya tidak melihat tulisan yang sama seperti yang saya lihat dalam injil," kata saya. "Ketika seseorang menulis sebuah biografi, mereka sepenuhnya masuk ke dalam kehidupan seseorang, tetapi Markus tidak. Ia tidak berbicara tentang kelahiran Yesus atau sesuatu yang benar-benar terjadi dalam tahun-tahun awal pertumbuhan Yesus. Sebaliknya, ia memfokuskan pada periode tiga tahun, dan menghabiskan sebagian dari Injilnya pada peristiwa-peristiwa yang utama, dan berujung pada minggu terakhir Yesus. Bagaimana Anda menjelaskan hal itu?"
Blomberg memegang dua jarinya. "Ada dua alasan," jawabnya. "Yang pertama adalah literatur dan yang lain adalah teologis. Alasan literatur pada dasarnya adalah bagaimana orang-orang menulis biografi pada zaman kuno. Mereka tidak memiliki kepekaan, seperti yang kita miliki sekarang ini, yang merupakan hal penting untuk memberikan porsi yang seimbang terhadap semua periode kehidupan seseorang, atau perlunya menceritakan sejarah dengan kronologis yang benar-benar berurutan, atau bahkan memilih kutipan kata per kata dari orang-orang, sepanjang inti dari apa yang mereka katakan itu dipertahankan. Orang-orang Yunani dan Ibrani kuno bahkan tidak memiliki simbol untuk tanda petik."
"Satu-satunya alasan yang mereka pikirkan adalah bahwa sejarah merupakan dokumen yang penting, karena ada beberapa pelajaran yang dipelajari dari tokoh-tokoh yang digambarkan. Oleh sebab itulah, penulis biografi ingin tinggal sesaat di satu bagian kehidupan orang yang dijelaskan, yang digunakan sebagai ilustrasi, yang bisa membantu orang lain, yang memberikan arti bagi periode suatu sejarah."
"Lalu apa alasan teologisnya?" tanya saya.
"Alasan ini mengalir keluar dari pokok masalah yang baru saja saya nyatakan. Orang-orang Kristen percaya bahwa seindah-indahnya kehidupan dan ajaran Yesus serta mukjizat-Nya, itu semua tidak akan ada artinya bila tidak ada fakta sejarah, bahwa Kristus mati dan dibangkitkan dari kematian, dan ini memberikan pertobatan atau pengampunan, atas dosa-dosa manusia."
"Jadi, Markus secara khusus, sebagai penulis yang mungkin merupakan yang pertama dari Injil, secara garis besar mengarahkan sebagian dari ceritanya kepada peristiwa utama, dan memasukkan satu minggu periode dan berakhir pada kematian dan kebangkitan Kristus."
"Dengan memberikan pentingnya penyaliban, hal ini memberikan rasa yang sempurna dalam literatur kuno," simpulnya.
Misteri Q
Sebagai tambahan keempat Injil, para ahli Alkitab sering menunjuk apa yang mereka sebut Q, yang merupakan singkatan dari bahasa Jerman "Quelle" atau "sumber". Karena kesamaan dalam bahasa dan isi, Matius dan Lukas dalam menulis Injilnya dianggap meniru Injil Markus yang telah terlebih dahulu ada. Selain itu, para sarjana telah mengatakan bahwa Matius dan Lukas juga menyatukan beberapa bahan dari misteri Q ini, yang tidak ada di dalam Injil Markus.
"Apakah sebenarnya Q itu?" tanya saya kepada Blomberg.
"Q itu tidak lebih dari sekadar hipotesis," katanya, sambil kembali bersandar ke kursinya dengan nyaman. "Dengan beberapa pengecualian, Q hanyalah ucapan atau ajaran-ajaran Yesus, yang dulunya mungkin telah menjadi bentuk suatu dokumen terpisah, tersendiri."
"Anda tahu, sudah menjadi jenis literatur umum untuk mengumpulkan ucapan-ucapan dari para guru yang dihormati, sama seperti misalnya kita mengumpulkan musik-musik terkenal dari seorang penyanyi dan menyatukannya dalam 'Album terbaik'. Q bisa juga sesuatu seperti itu. Setidaknya, itulah teorinya."
Namun bila Q ada sebelum Matius dan Lukas, maka Q akan menjadi materi utama tentang Yesus. Saya pikir mungkin bisa sedikit menjelaskan beberapa titik terang tentang seperti apa sebenarnya Yesus itu.
"Izinkan saya menanyakan tentang hal ini," kata saya, "Bila Anda hanya membaca materi-materi yang berasal dari Q, gambaran seperti apakah yang Anda dapatkan tentang Yesus?"
Blomberg memegang janggutnya dan memandang langit-langit sesaat untuk memikirkan pertanyaan itu. "Anda harus ingat bahwa Q merupakan kumpulan ucapan-ucapan, dan oleh sebab itulah Q tidak memiliki bahan narasi yang akan memberi kita lebih banyak gambaran yang sepenuhnya tentang Yesus," jawabnya sedikit lambat seolah-olah ia memilih setiap kata dengan cermat.
"Meskipun demikian, Anda mendapati bahwa Yesus membuat beberapa pernyataan yang sangat tegas -- contohnya, bahwa Ia adalah Firman yang menjadi manusia dan bahwa Ia adalah Pribadi Tuhan yang akan menghakimi semua manusia, baik yang mengakui Dia maupun yang tidak. Sebuah buku dari para ahli akhir-akhir ini membantah bahwa bila Anda menghilangkan semua yang dikatakan oleh Q, maka seseorang sebenarnya akan mendapatkan gambaran yang sama tentang Yesus, seseorang yang membuat pengakuan yang tegas tentang dirinya sendiri, seperti yang Anda temukan secara umum di Injil."
Saya ingin mencari tahu lebih dalam darinya mengenai hal ini. "Apakah Ia terlihat seperti pembuat mukjizat?" tanya saya lebih dalam.
"Sekali lagi," jawabnya, "Anda harus ingat bahwa Anda tidak akan mendapatkan banyak cerita mukjizat itu sendiri, karena cerita-cerita itu pada umumnya terdapat dalam narasi, dan Q pada awalnya adalah daftar perkataan."
Dia berhenti sejenak mendekat ke mejanya, mengambil Alkitab yang disampul kulit dan membuka halaman-halamannya.
"Tetapi, contohnya dalam Lukas 7:18-23 dan Matius 11:26 mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis mengirimkan utusan-utusannya untuk bertanya kepada Yesus apakah Ia benar-benar adalah Kristus, Mesias yang mereka nanti-nantikan. Yesus menjawab dengan singkat, 'Katakan kepadanya supaya memikirkan mukjizat-mukjizat-Ku. Katakanlah kepadanya apa yang telah kamu lihat: orang buta melihat, orang tuli mendengar, orang lumpuh berjalan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik'."
"Jadi dalam Q, ada perhatian yang jelas tentang pelayanan mukjizat Yesus," ia menyimpulkan.
Apa yang dikatakan Blomberg tentang Kitab Matius membawa pada pemikiran pertanyaan lain tentang bagaimana Injil dikumpulkan. "Mengapa Matius mau menjadi seorang saksi mata dari Yesus -- terpisah dari injil yang ditulis oleh Markus, yang dipercaya oleh setiap orang bahwa dia bukan seorang saksi mata? Bila Injil Matius benar-benar ditulis oleh seorang saksi mata, Anda akan berpikir dia akan memercayai pengamatannya sendiri." tanya saya.
Blomberg tersenyum. "Tentu akan berpengaruh bila Markus mendasarkan pemikirannya pada saksi mata Petrus yang dikumpulkan kembali," katanya. "Seperti yang sudah Anda katakan sendiri, Petrus merupakan bagian dari lingkaran dalam Yesus dan mendapatkan kesempatan untuk melihat dan mendengarkan hal-hal yang tidak bisa didapatkan oleh murid-murid lainnya. Jadi, akan berpengaruh kepada Matius, meskipun ia adalah seorang saksi mata, yang bergantung kepada peristiwa-peristiwa yang Petrus sampaikan, yang ditransmisikan melalui Markus." (t\Ratri)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | The Case for Christmas |
Judul asli artikel | : | The Eyewitness Evidence: Can the Biographies of Jesus Be Trusted? |
Penulis | : | Lee Strobel |
Penerbit | : | Zondervan, Grand Rapids, Michigan 2005 |
Halaman | : | 13 –- 23 |
Keunikan Pandangan Yohanes
Puas dengan jawaban singkat Blomberg tentang tiga Injil pertama yang disebut Sinoptik, yang berarti "melihat pada saat yang sama", karena kesamaan mereka dalam hal alur dan hubungan -- selanjutnya saya mengalihkan perhatian kepada Injil Yohanes. Setiap orang yang membaca keempat injil akan segera mengenali bahwa ada perbedaan yang jelas antara Sinoptik dan Injil Yohanes, dan saya ingin tahu apakah ini berarti ada kontradiksi yang tidak bisa disatukan lagi di antara mereka.
"Bisakah Anda menjelaskan perbedaan-perbedaan antara Injil Sinoptik dan Injil Yohanes?" tanya saya kepada Blomberg.
Alisnya terangkat. "Pertanyaan yang bagus!" serunya.
Setelah saya meyakinkan dia bahwa saya hanya mengikuti inti permasalahan, bukan karena ingin berdiskusi lebih dalam, dia bersandar kembali ke kursinya.
"Memang benar bahwa Yohanes agak berbeda dari Sinoptik," ia memulai. "Hanya cerita-cerita utama yang lengkap, yang muncul dalam tiga injil lainnya, yang dimunculkan lagi di Injil Yohanes, meskipun perubahan-perubahan itu dapat diketahui ketika seseorang datang kepada Yesus di minggu terakhir. Dari poin inilah kesinambungan cerita itu semakin erat."
"Tampaknya ada juga perbedaan yang tajam dalam gaya bahasa. Di kitab Yohanes, Yesus menggunakan terminologi yang berbeda, ia memberikan khotbah panjang, dan tampaknya ada juga Kristologi yang lebih tinggi, yaitu pengakuan yang lebih langsung dan lebih jelas yang menyatakan bahwa Yesus adalah satu kesatuan dengan Bapa, Allah sendiri, jalan, kebenaran, dan hidup; kebangkitan dan hidup."
"Apa alasan perbedaan-perbedaan itu?" tanya saya.
"Selama bertahun-tahun, anggapan bahwa Yohanes mengetahui semua yang Matius, Markus, dan Lukas tulis, dan ia memandang tidak perlu mengulanginya, jadi ia dengan sadar memilih untuk menambahkannya. Akhir-akhir ini, kitab Yohanes dianggap berdiri sendiri daripada ketiga Injil lainnya, yang dapat dikatakan tidak hanya berbeda dalam memilih bahan, tetapi juga berbeda dalam pandangan tentang Yesus."
Pengakuan Yesus yang Paling Berani
"Ada beberapa perbedaan teologis dalam kitab Yohanes" ujar saya.
"Saya tidak mempertanyakan perbedaan-perbedaan itu, tetapi apakah semua perbedaan itu bisa disebut sebagai suatu kontradiksi? Saya rasa jawabannya adalah tidak, dan inilah sebabnya: untuk hampir setiap tema utama atau perbedaan yang ada dalam Injil Yohanes, Anda bisa temukan keterkaitannya di Injil Matius, Markus, dan Lukas, meskipun tidak sepenuhnya."
Itu adalah pernyataan yang tegas. Dengan cepat saya memutuskan untuk mengujinya dengan memunculkan berbagai masalah yang mungkin paling penting; berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan perbedaan antara Injil Sinoptik dan Injil Yohanes.
"Yohanes membuat pengakuan yang sangat jelas tentang Yesus sebagai Tuhan, yang beberapa di antaranya mengarah pada fakta bahwa ia menulis setelah yang lainnya dan mulai membumbuinya," kata saya. "Dapatkah Anda menemukan tema tentang ketuhanan ini di Sinoptik?"
"Ya, saya dapat menemukannya," katanya. "Tema ini lebih jelas dan Anda bisa menemukannya di sana. Coba Anda pikirkan cerita tentang Yesus yang berjalan di atas air, yang terdapat di Matius 14:22-23 dan Markus 6:45-52. Sebagian besar terjemahan Inggris menyembunyikan bahasa Yunani dengan mengutip perkataan Yesus, `Fear not, it is I.` (Jangan takut, Aku ini). Sebenarnya, dalam bahasa Yunani dikatakan, `Fear not, I am.` (Jangan takut, inilah Aku). Dua kata terakhir sama dengan apa yang Yesus katakan dalam Yohanes 8:58, ketika Ia menamakan Diri-Nya sendiri `Aku` yang merupakan cara Allah menyatakan diri-Nya kepada Musa dalam semak belukar yang terbakar dalam Keluaran 3:14. Jadi, Yesus menyatakan Diri-Nya sebagai Pribadi yang memiliki kuasa yang sama dengan sifat ketuhanan YHWH, Allah dalam Perjanjian Lama."
Saya menganggukkan kepala "Itu salah satu contohnya," kata saya. "Apakah Anda punya contoh lain?"
"Ya, saya dapat meneruskannya," kata Blomberg. "Contohnya, sebutan Yesus yang paling umum untuk menunjuk Diri-Nya dalam tiga Injil pertama adalah Anak Manusia. Dan..."
Saya mengangkat tangan untuk menghentikannya. "Tunggu dulu," kata saya. Saya meraih tas dan mengeluarkan sebuah buku dan brosur, dan mengamatinya hingga saya menemukan kutipan yang saya cari. "Karen Armstrong, mantan biarawati yang menulis buku terlaris `A History of God`, mengatakan bahwa tampaknya istilah `Anak Manusia` hanya menekankan pada kelemahan dan kematian kondisi manusia. Jadi dengan menggunakan istilah ini, Yesus hanya menekankan bahwa `Dia hanyalah manusia biasa, yang suatu hari nanti akan menderita dan mati.` Bila hal itu benar, itu tidak seperti kebanyakan pengakuan tentang ketuhanan," kata saya.
Ekspresi Blomberg berubah kecut. "Perhatikan," katanya dengan sungguh-sungguh, "berbeda dengan kepercayaan yang populer, `Anak Manusia` tidak hanya menunjuk pada kemanusiaan Yesus. Sebaliknya, ini merupakan kiasan langsung terhadap Daniel 7:13-14."
Dengan ayat itu dia membuka Perjanjian Lama dan membaca kata-kata nabi Daniel. "Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah."
Blomberg menutup Alkitab. "Jadi, lihatlah pada apa yang Yesus lakukan dengan menerapkan istilah `Anak Manusia` kepada dirinya sendiri," lanjutnya. "Ia adalah seseorang yang menghampiri Allah sendiri di takhta surgawi-Nya, dan diberikan kekuasaan dan kemuliaan yang universal. Itulah yang menjadikan `Anak Manusia`, nama yang teragung tidak hanya sekadar kemanusiaan."
Kemudian saya sampai pada suatu komentar dari ahli lain, Dr. William Lane Craig, yang telah membuat pengamatan yang sama: "Anak Manusia" sering digunakan untuk menunjukkan kemanusiaan Yesus, sama seperti ungkapan refleks "Anak Allah" yang menunjukkan ketuhanan-Nya. Pada kenyataannya, justru sebaliknya. Anak Manusia merupakan sosok Tuhan dalam Perjanjian Lama di kitab Daniel, yang akan datang di akhir zaman untuk menghakimi manusia dan memerintah selamanya. Jadi, pengakuan menjadi Anak Manusia akan menjadi dampak dari pengakuan ketuhanan.
Lanjut Blomberg: "Selain itu, dalam Injil Sinoptik, Yesus mengaku untuk menghapus dosa, dan itu merupakan sesuatu yang hanya Allah saja yang dapat melakukannya. Yesus menerima doa dan pujian. Yesus mengatakan, `Barangsiapa mengenal Aku, Aku akan mengenalnya di hadapan Bapa di surga.` Penghakiman terakhir didasarkan pada reaksi seseorang -- siapa? Ini hanyalah manusia biasa? Bukan, itu akan menjadi pengakuan yang sangat angkuh. Penghakiman terakhir didasarkan pada reaksi seseorang kepada Yesus sebagai Tuhan."
"Seperti yang dapat Anda lihat, itu semua berbagai bahan di Sinoptik tentang ketuhanan Kristus, yang kemudian menjadi lebih jelas di Injil Yohanes."
Agenda Teologis Injil
Dalam menulis Injil terakhir, Yohanes mendapatkan keuntungan untuk mempertimbangkan masalah-masalah teologis, untuk masa yang lebih panjang. Jadi saya bertanya kepada Blomberg, "Tidakkah fakta bahwa Yohanes yang menulis dengan lebih teologis berarti bahwa materi sejarahnya mungkin telah tercemar, dan oleh sebab itu menjadi kurang dapat dipercaya?"
"Saya tidak percaya Yohanes lebih teologis," Blomberg menekankan. "Ia hanya memiliki penggolongan yang berbeda dalam penekanan teologis. Masing-masing dari Matius, Markus, dan Lukas memiliki sudut pandang teologis berbeda yang ingin mereka tonjolkan. Lukas adalah seorang teolog yang menyoroti orang-orang miskin dan masalah-masalah sosial; Matius adalah seorang teolog yang mencoba untuk memahami hubungan antara kekristenan dengan Yudaisme; Markus menunjukkan Yesus sebagai pelayan yang menderita. Anda bisa membuat daftar panjang tentang perbedaan teologis dari Matius, Markus, dan Lukas."
Saya memotongnya karena saya takut Blomberg kehilangan batasan dari masalah yang saya berikan. "Baiklah, tapi tidakkah motivasi teologis itu memunculkan keraguan tentang kemampuan dan kemauan mereka untuk melaporkan apa yang terjadi secara akurat?" tanya saya. Tidakkah itu sepertinya menunjukkan bahwa agenda teologis mereka akan mendorong mereka untuk mewarnai dan memutarbalikkan sejarah yang mereka catat?
"Itu tentu saja berarti bahwa seperti dokumen ideologis lainnya, kita harus menyadari hal tersebut sebagai suatu kemungkinan," ia mengakui. "Ada orang-orang yang bermaksud melakukan distorsi sejarah guna memenuhi tujuan ideologi mereka, namun sayangnya orang-orang telah menyimpulkan bahwa hal tersebut selalu terjadi, sebuah kesimpulan yang sebenarnya adalah suatu kesalahan."
"Pada zaman kuno, pemikiran untuk menulis keputusasaan, sejarah objektif yang hanya untuk membuat peristiwa-peristiwa menjadi menakjubkan tanpa tujuan ideologis, tidaklah mendapat perhatian. Tidak seorang pun menulis sejarah bila tidak ada alasan untuk mempelajarinya."
Saya tersenyum. "Saya rasa Anda akan mengatakan itu membuat segala sesuatu dicurigai," saran saya.
"Ya, di satu titik memang," jawabnya. "Tetapi, bila kita dapat menyusun ulang sejarah dari berbagai sumber kuno lainnya secara akurat masuk akal, kita dapat melakukannya mulai dari Injil, meskipun Injil sangat ideologis."
Blomberg berpikir sesaat, mencari analogi yang tepat untuk menyampaikan pendapatnya. Akhirnya dia berkata, "Ini rangkaian modern dari pengalaman masyarakat Yahudi, yang mungkin menjelaskan apa yang saya maksud."
"Beberapa orang, khususnya untuk tujuan-tujuan anti Semitik, menyangkali atau tidak mengakui kengerian Holocaust. Namun, orang terpelajar dari Yahudilah yang telah menciptakan museum, buku-buku tertulis, benda-benda yang diawetkan, dan kesaksian saksi mata yang didokumentasikan tentang Holocaust."
"Sekarang, mereka memiliki tujuan yang sangat ideologis -- yang artinya, untuk meyakinkan bahwa perbuatan keji itu tidak pernah terjadi lagi -- tetapi mereka juga sangat percaya dan objektif dalam melaporkan kebenaran sejarah."
"Kekristenan didasarkan pada penegasan-penegasan sejarah tertentu, bahwa Allah secara unik memasuki ruang dan waktu dalam diri Yesus dari Nazaret. Jadi, ideologi yang ingin ditawarkan oleh orang Kristen sebisa mungkin memerlukan bukti sejarah yang sangat teliti."
Dia membiarkan analoginya karam. Memandang saya dengan lebih tajam, dia bertanya, "Apakah Anda menangkap maksud saya?"
Saya mengangguk tanda mengerti.
Berita Penting dari Sejarah
Satu hal yang ingin disampaikan bahwa Injil yang berakar pada kesaksian para saksi, baik secara langsung ataupun tidak, adalah hal yang berbeda untuk mengakui bahwa informasi ini disimpan rapi sampai akhirnya ditulis beberapa tahun kemudian. Saya tahu bahwa ini adalah hal yang penting, dan saya ingin menantang Blomberg dengan masalah ini sebisa mungkin.
Saya kembali mengambil buku "A History of God" yang terkenal. "Dengarkan hal lain yang dia tulis," kata saya.
Kita tahu sedikit tentang Yesus. Cerita utuh pertama tentang kehidupan-Nya ada di Injil Markus, yang tidak ditulis hingga tahun 70-an, kira-kira 40 tahun setelah kematian-Nya. Pada waktu itu, fakta sejarah telah dilapisi dengan elemen-elemen mistis yang menunjukkan arti Yesus telah bersama-sama dengan pengikut-Nya. Ini berarti bahwa Markus terutama menyatakan suatu gambaran langsung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Saya menutup kembali buku dan memasukkan ke dalam tas saya, saya kembali kepada Blomberg dan melanjutkan. "Beberapa ahli mengatakan bahwa Injil ditulis setelah peristiwa legenda yang dibentuk dan dirusak, yang akhirnya ditulis mengembalikan Yesus dari sekadar seorang guru yang bijaksana ke mitologi Anak Allah. Apakah itu hipotesis yang masuk akal, ataukah ada bukti yang tepat bahwa Injil dicatat jauh lebih awal daripada itu, sebelum legenda dapat benar-benar terbentuk, sehingga akhirnya dicatat?"
Mata Blomberg menciut dan suaranya menegaskan. "Ada dua masalah yang berbeda di sini dan penting untuk menjaga masalah-masalah itu secara terpisah," katanya. "Saya sungguh merasa ada bukti yang cukup untuk memperkirakan masa awal penulisan Injil. Tetapi bila tidak ada sekalipun, pendapat Amstrong tetap tidak berguna."
"Mengapa tidak?" tanya saya.
"Standar penanggalan para ahli, bahkan dalam lingkaran yang sangat liberal sekalipun, adalah Markus ditulis tahun 70-an, Matius dan Lukas tahun 80-an, Yohanes tahun 90-an. Namun perhatikan: itu masih termasuk dalam masa hidup orang-orang yang menjadi saksi hidup Yesus, termasuk saksi kunci yang akan memberikan pembenaran bila ajaran-ajaran palsu tentang Yesus disebarkan. Akibatnya, Injil yang ada sekarang ini benar-benar tidak salah. Kenyataannya, kita bisa membuat perbandingan yang sangat bermanfaat."
"Dua biografi terawal dari Aleksander Agung ditulis oleh Arrian dan Plutarch selama lebih dari 400 tahun setelah Aleksander mati pada tahun 323 SM. Namun, para sejarawan menganggapnya dapat dipercaya secara umum. Ya, cerita-cerita legenda tentang Aleksander telah terbentuk selama bertahun-tahun, tetapi itu hanyalah pada abad-abad setelah dua penulis ini."
"Dengan kata lain, 500 tahun pertama menjadikan kisah Aleksander sangat melekat; cerita-cerita legendaris mulai menyebar selama lebih dari 500 tahun. Jadi, apakah Injil ditulis 50 tahun atau 30 tahun setelah kehidupan Yesus, durasi waktunya diabaikan dengan perbandingan. Ini hampir merupakan bukan berita."
Saya bisa melihat apa yang Blomberg sedang katakan. Pada saat yang sama, saya memunyai beberapa keberatan tentang hal tersebut. Bagi saya, tampak jelas bahwa semakin kecil pemisah antara suatu peristiwa dan kapan peristiwa itu dicatat dalam bentuk tulisan, tampaknya semakin kecil pula kesempatan tulisan-tulisan itu menjadi legenda atau kenangan yang salah.
"Biarkan saya mengakui pendapat Anda untuk saat ini, tapi marilah kita kembali pada penanggalan Injil," kata saya. "Anda menunjukkan bahwa Anda percaya kitab-kitab itu ditulis lebih awal dari tanggal-tanggal yang Anda sebutkan."
"Ya, lebih awal," katanya. "Dan kita bisa dukung itu dengan melihat kitab Kisah Para Rasul, yang ditulis oleh Lukas. Kisah Para Rasul tampaknya tidak selesai -- Paulus merupakan tokoh utama dari kitab tersebut dan ia sedang dipenjara di Roma. Itu sebabnya buku itu tampak tidak selesai. Apa yang terjadi terhadap Paulus? Kita tidak dapat mendapatkan jawabannya dari Kisah Para Rasul, mungkin karena kitab itu ditulis sebelum Paulus dihukum mati."
Blomberg semakin terluka ketika ia melanjutkan. "Itu berarti Kisah Para Rasul tidak bisa ditanggali lebih dari tahun 62 setelah masehi. Dengan demikian, kita kemudian bisa mundur dari sana. Karena Kisah Para Rasul adalah bagian kedua dari dua bagian karya, maka kita tahu bahwa bagian pertamanya, yaitu Injil Lukas, pasti ditulis terlebih dahulu. Dan karena Lukas adalah bagian dari Injil Markus, maka itu berarti Markus sudah ada terlebih dahulu."
"Bila Anda membiarkannya kira-kira setahun untuk setiap kitab-kitab itu, hasilnya Anda dapatkan bahwa Injil Markus ditulis tidak lebih dari tahun 60 setelah masehi, bahkan mungkin akhir 50-an. Bila Yesus mati pada tahun 30 atau 33 setelah masehi, kita membahas celah yang lebar selama 30 tahun atau lebih."
Dia kembali duduk ke kursinya. "Menurut sejarah, khususnya bila dibandingkan dengan Alexander Agung, hal itu seperti kabar yang menggemparkan" katanya.
Tentu saja hal itu menarik, menutup celah antara peristiwa-peristiwa pada masa hidup Yesus dan penulisan Injil ke inti masalah, di mana hal itu dapat diabaikan oleh standar sejarah.
Namun, saya tetap ingin menekankan masalah ini. Tujuan saya adalah untuk memutar balik waktu sejauh mungkin saya bisa, guna mendapatkan informasi yang paling awal mengenai Yesus.
Kembali ke Awal
Saya berdiri dan menuju ke rak buku. "Mari kita lihat apakah kita bisa kembali lebih jauh," kata saya kepada Blomberg. "Seberapa awal kita bisa menandai dasar kepercayaan dalam penobatan Yesus, kebangkitan-Nya, dan penyatuan-Nya yang unik dengan Tuhan?"
"Penting untuk mengingat bahwa kitab-kitab Perjanjian Baru tidak dalam urutan yang kronologis," ia memulai. Injil ditulis setelah hampir semua surat Paulus, yang pelayanannya melalui tulisan mungkin dimulai pada akhir abad 40-an. Sebagian besar surat-suratnya muncul selama abad 50-an. Untuk mendapatkan informasi yang paling awal, seseorang mendatangi murid Paulus dan bertanya, "Apakah ada tanda-tanda bahwa sumber-sumber terdahulu digunakan untuk menulis surat-surat tersebut?"
Saya melanjutkan, "Apa yang kita temukan?"
"Kita temukan bahwa Paulus mengumpulkan beberapa bukti, pernyataan iman, atau himne-himne dari gereja Kristen mula-mula. Ini kembali lagi pada permulaan gereja segera setelah kebangkitan."
"Bukti-bukti yang paling terkenal termasuk dalam Filipi 2:6-11, yang berisi tentang Yesus dalam `sifat ketuhanan-Nya` dan Kolose 1:15-20, yang menggambarkan Dia sebagai `gambar Allah yang dapat dilihat, yang menciptakan segala sesuatu, dan melalui Dialah segala sesuatu diperdamaikan kembali dengan Allah dengan memberikan perdamaian melalui darah-Nya, yang tercurah di kayu salib.`"
"Hal tersebut tentu saja penting dalam menjelaskan apa yang dipercayai oleh orang-orang Kristen mula-mula tentang Yesus. Namun, mungkin bukti terpenting dalam hal sejarah Yesus ada dalam 1 Korintus 15, di mana Paulus menggunakan bahasa teknis untuk menunjukkan ia sedang melewati tradisi dari mulut ke mulut, yang secara relatif telah terbentuk."
Blomberg menyertakan bab tersebut dalam Alkitabnya dan membacanya untuk saya, "Apa yang aku terima aku sampaikan kepadamu sebagai hal yang utama: bahwa menurut Alkitab, Kristus mati untuk dosa kita, bahwa menurut Alkitab Dia dikubur, Dia bangkit pada hari ketiga, dan Dia menampakkan diri kepada Petrus dan kemudian kepada kedua belas murid. Setelah itu, Dia menampakkan diri kepada lebih dari 500 orang dalam waktu yang sama, sebagian besar di antaranya masih hidup, meskipun beberapa di antaranya telah meninggal. Kemudian Dia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul."
"Di sinilah intinya," kata Blomberg. "Bila penyaliban itu terjadi pada awal abad 30 setelah masehi, pertobatan Paulus adalah kira-kira pada abad 32. Segera setelah Paulus sampai di Damaskus, tempat dia bertemu dengan seorang Kristen yang bernama Ananias dan beberapa murid-murid lainnya. Pertemuan pertamanya dengan para rasul di Yerusalem adalah kira-kira sekitar abad 35 setelah masehi. Pada beberapa hal di peristiwa ini, Paulus memberikan pernyataan yang telah diformulasikan dan digunakan pada jemaat mula-mula."
"Sekarang Anda mendapatkan fakta kunci tentang kematian Yesus untuk dosa-dosa kita, ditambah dengan satu daftar rinci tentang mereka yang Dia temui pada kebangkitan-Nya -- semuanya menunjuk pada jangka waktu dua hingga lima tahun dari peristiwa itu sendiri!"
"Hal tersebut sudah tidak lagi merupakan mitos yang disebarkan dari 40 tahun yang lalu, seperti yang disarankan oleh Armstrong. Suatu kasus yang baik, bisa saja dibuat untuk mengatakan bahwa kepercayaan orang-orang Kristen terhadap kebangkitan, meskipun belum ditulis bisa diberi tanggal dalam kurun waktu dua tahun peristiwa tersebut."
"Hal ini sangatlah penting," katanya, suaranya sedikit meninggi untuk memberikan penekanan. "Sekarang Anda tidak sedang membandingkan 30 hingga 60 tahun dengan lima ratus tahun yang secara umum diterima oleh data lain -- Anda sedang membahas dua data!"
"Saya tidak dapat menyangkali pentingnya bukti tersebut. Ini tentu seperti menghembuskan angin di luar hal yang menyatakan bahwa kebangkitan -- yang bagi orang Kristen merupakan pernyataan tertinggi dari keilahian Yesus -- hanyalah merupakan konsep mitologi yang dibangun dalam jangka waktu yang panjang sebagai legenda yang merusak catatan saksi-saksi mata tentang kehidupan Kristus."
Bagi saya, hal ini secara khusus mendorong saya pada inti masalah -- seperti seorang yang skeptis, itulah salah satu keberatan saya terhadap kekristenan. (t\Ratri)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | The Case for Christmas |
Judul asli artikel | : | The Eyewitness Evidence: Can the Biographies of Jesus Be Trusted? |
Penulis | : | Lee Strobel |
Penerbit | : | Zondervan, Grand Rapids, Michigan 2005 |
Halaman | : | 23 –- 35 |
Gereja-gereja telah menggunakan Alkitab sebagai sarana (media) untuk meneruskan Berita Sukacita kepada jemaatnya. Sarana ini dipergunakan dalam seluruh tugas pelayanan gereja, baik untuk kalangan dewasa, pemuda, remaja, dan anak-anak. Tanpa Alkitab dan Roh Kudus maka gereja tidak bisa hidup, sebab Alkitab adalah makanan rohani bagi orang-orang percaya. Alkitab sangat bermanfaat bagi orang-orang percaya untuk belajar dan mengenal pengajaran tentang keselamatan. Hanya dalam dan dari Alkitablah kita mengenal dan belajar bahwa setelah manusia jatuh ke dalam dosa, ia hanya dapat selamat di dalam dan oleh Yesus Kristus. (2 Timotius 3:16, Kisah Para Rasul 4:12, dan Yohanes 3:16). Hal ini merupakan inti dari berita Alkitab yang disebut sebagai Berita Sukacita bagi dunia dan manusia (Injil).
Di samping itu Alkitab juga bermanfaat untuk menyatakan kesalahan tanpa mengenal pangkat, status, dan kedudukan seseorang, atau dengan kata lain Alkitab bertugas memberi teguran bagi seseorang. Hal ini perlu, terutama bagi kita yang hidup pada zaman modern ini, sebab soal menegur atau menasihati seseorang adalah suatu perkara yang sulit dilaksanakan karena berbagai faktor. Ada empat manfaat Alkitab yang sangat penting, yaitu: untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran Keempat hal tersebut merupakan manfaat-manfaat pokok yang diperlihatkan oleh Alkitab dibaca, digali, dipahami, dan diwujudnyatakan dalam praktik sehari-hari. Beberapa indikator-indikator berikut ini merupakan cara pandang warga jemaat dalam memahami Alkitab.
1. Dalam Hal Membaca Alkitab
Jangankan membaca Alkitab, memiliki Alkitab saja belum bisa. Kerinduan untuk memiliki Alkitab masih sangat besar, buktinya Alkitab tersebut sangat diminati, terutama oleh pekerja-pekerja (buruh-buruh pabrik) seperti di banyak tempat di Kalimantan.
2. Dalam Hal Menggali/Mempelajari Alkitab
Nabi Hosea berkata, "Umat-Ku dihancurkan karena mereka tidak mengenal Aku" (Hosea 4:6, FAYH) dan rasul Paulus menulis kepada jemaat di Efesus bahwa orang-orang kudus (jemaat Tuhan) harus "mencapai ... pengetahuan yang benar tentang Anak Allah," yaitu Yesus Kristus (Efesus 4:13). Karena itu upaya menggali Alkitab mau tidak mau harus dilaksanakan oleh Gereja. Terlihat dengan jelas bahwa di banyak gereja upaya mempelajari Alkitab baik dalam bentuk penelaahan Alkitab (PA), katekisasi, maupun diskusi tentang isi Alkitab sangat sedikit yang mengikuti.
3. Dalam Hal Memahami Alkitab
Alkitab bukanlah "tulisan tangan" Tuhan Allah yang dibuat di surga kemudian diturunkan ke bumi. Alkitab adalah tulisan manusia di dunia yang menulis pada zaman mereka masing-masing (seperti: Musa, Daud, Matius, Yohanes, Petrus, Paulus, dll.) yang dipimpin oleh Roh Kudus. Oleh karena itu kita yang membacanya pada masa ini diminta untuk membaca dan memahami Alkitab dengan tepat dan benar serta bersungguh-sungguh. Sebagai bukti kesungguhan, kita harus meminta terlebih dahulu pertolongan Roh Kudus sebelum membaca Alkitab. Roh Kudus yang telah memimpin orang-orang yang menulis Alkitab pada zaman yang lampau, Roh Kudus pula yang akan memimpin orang-orang yang membaca Alkitab pada masa kini. Dengan meminta bantuan Roh Kudus kita akan dapat melihat, menerima, dan memercayai Yesus Kristus sebagai inti pemberitaan Alkitab. Dalam kehidupan jemaat gereja sekarang ini terdapat paling tidak ada empat cara membaca dan memahami Alkitab. Keempat cara itu ialah:
a. Pemahaman Alkitab Secara Harfiah
Artinya apa yang tertulis secara harfiah dalam Alkitab itulah yang dipahami dan dilaksanakan. Dalam kaitan itu beberapa contoh hendak dikemukakan, antara lain: masalah "Sabat", "larangan makan daging babi", "pemakaian kerudung", dll.. Jika kita memahami Alkitab hanya secara harfiah, maka akan banyak kebiasaan dan kasus-kasus dalam Alkitab yang akan membingungkan dan pada akhirnya membuat kita tersesat, sebab akan ada banyak ayat-ayat dalam Alkitab yang sepertinya bertentangan satu dengan yang lain. Karena itu jika kita ingin memahami Alkitab kita harus memahami konteks dan budaya Alkitab.
b. Pemahaman Alkitab Secara Kronologis
Yang dimaksud dengan pemahaman secara kronologis ialah menjadikan perhitungan waktu yang tertulis dalam Alkitab sebagai patokan-patokan mutlak dalam menghitung hari-hari dan waktu dari suatu peristiwa. Misalnya: "Waktu Enam Hari" yang digunakan Tuhan Allah dalam menciptakan langit dan bumi dan segenap isinya (Kejadian 1). Sementara dalam Mazmur 90:4 dan 2 Petrus 3:8 disebutkan bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari. Atau tentang perhitungan masa penderitaan umat Allah yang dihitung hanya sepuluh hari saja dalam kitab Wahyu 2:10. Sesungguhnya ketika Alkitab menyebutkan bilangan waktu, Alkitab sering kali menyelipkan simbol-simbol ketimbang penunjukan secara kronologis waktu.
c. Pemahaman Alkitab Secara Ilmiah
Memahami Alkitab secara ilmiah artinya mendekati apa yang tertulis dalam Alkitab secara logika dan pengetahuan serta yang dapat diterima secara akal dan ilmu pengetahuan. Kalau yang tertulis dalam Alkitab tidak sesuai logika dan ilmu pengetahuan maka hal tersebut tidak dapat diterima. Contoh konkrit ialah perihal kelahiran Yesus yang terdapat dalam Lukas 2 dan Matius 1; Maria tercatat mengandung bukan karena hasil persetubuhan dengan Yusuf melainkan pekerjaan Roh Kudus. Secara logika, apalagi secara ilmu kedokteran hal tersebut tidak mungkin terjadi. Bagi orang yang memiliki pemahaman yang demikian apa yang dikatakan Lukas 1:37, Matius 19:26, dan Markus 10:27: "tidak ada yang mustahil bagi Allah" tidak berlaku, sebab pengetahuanlah yang menjadi patokan.
Memang Alkitab juga mengatakan bahwa kepada iman supaya ditambahkan kebajikan dan kepada kebajikan ditambahkan pengetahuan, tapi pengetahuan di sini adalah pengetahuan yang tidak boleh dipertentangkan dengan iman (2 Petrus 1:8). Iman di sini seperti yang dikatakan dalam Ibrani 11:1 adalah penerimaan secara total. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala yang tidak kita lihat. Jadi jika kita berpatokan hanya kepada ilmu pengetahuan dalam memahami Alkitab, akan tiba saatnya kita akan terbentur dan benturan tersebut akan membawa kita kepada kesesatan.
d. Pemahaman Alkitab Secara Teologis
Pemahaman Alkitab secara teologis artinya kita berupaya mencari ajaran dan kehendak Tuhan dari setiap kitab, setiap perikop bahkan dari ayat sekalipun yang ada dalam Alkitab dengan memohon pimpinan Roh Kudus. Inilah cara membaca dan memahami Alkitab yang benar, sebab kehendak, ajaran, dan maksud Tuhanlah yang ingin kita cari dan dapatkan.
Jika kita menghubungkan keempat cara memahami Alkitab di atas, maka jelaslah bahwa betapa masih minimnya pengetahuan warga jemaat tentang cara memahami Alkitab. Hal itu terjadi bagi warga jemaat yang dewasa. Lalu bagaimana dengan anak-anak dan remaja? Untuk anak-anak dan remaja seharusnya Injil dikomunikasikan dengan bahasa anak-anak dan remaja. Maksudnya supaya Injil itu dengan ajaran dan kebenarannya tertanam dengan kuat dan berdiri teguh meskipun berbagai badai pengajaran datang menerpa.
Kenyataan yang ada sekarang ini sungguh mengecewakan. Kalau kita membaca koran atau melihat televisi kita akan melihat banyak tawuran-tawuran pelajar, pencurian yang disertai dengan kekerasan, dan bukan mustahil pada kelompok-kelompok tersebut kita jumpai nama-nama seperti Andreas, Maria, dan Yakobus yang menandakan bahwa mereka adalah siswa-siswi Kristen.
Salah satu faktor penyebabnya diduga karena pemuda-pemudi Kristen itu tidak memperoleh pendidikan agama secara benar pada saat ia masih pada usia anak-anak dan remaja, baik dari segi Pendidikan Agama Kristen itu sendiri maupun dari segi bahasa yang diterimanya. Berpuluh-puluh tahun lamanya anak-anak kita mempergunakan Alkitab dalam bahasa orang dewasa. Dengan demikian penyampaian Injil dan ajarannya adalah dalam bahasa orang dewasa. Tentu dapat dibayangkan hasilnya kalau bahasa orang dewasa disampaikan kepada anak-anak dan remaja.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Media Komunikasi Yasuma, Edisi VIII, Tahun 2000 |
Judul artikel | : | Program Pelayanan Medikar PGI - Yasuma |
Penulis | : | Pdt. Daniel Gasong, M.Th |
Penerbit | : | Yayasan Sumber Sejahtera (YASUMA), Jakarta |
Halaman | : | 9 -- 11 |
Sering kali orang-orang Kristen bertanya, "Bagaimana caranya supaya gereja saya memiliki program misi yang lebih baik?" Para pendeta pun mengajukan pertanyaan yang sama kepada diri mereka sendiri. Ini adalah masalah yang besar dan penting. Setiap gereja harus melakukan misi dengan efektif. Namun, bagaimana caranya? Apa jawabannya?
Banyak gereja yang memiliki berbagai jenis program misi. Ada beberapa metode yang biasa dipakai. Mari kita membahas metode-metode itu.
Rencana Dadakan (Come-Get-It Plan)
Gereja yang menggunakan metode ini biasanya menunggu kunjungan seorang misionaris. Lalu muncullah suatu permohonan, "Berikan persembahan yang terbaik untuk misi." Metode ini justru mempersulit misi. Ini akan menyebabkan orang-orang berpikir bahwa gereja akan meminta uang setiap kali ada misionaris berkunjung ke gereja itu, "Kita pasti akan diminta untuk memberikan uang yang lebih banyak lagi untuk para misionaris itu." Hasilnya akan mengecewakan.
Rencana yang Berdasarkan Persentase (Percentage Plan)
Dalam rencana ini semua pendapatan gereja dibagi-bagi sesuai dengan cara yang sudah ditetapkan. Pelayanan misi menerima dana sesuai dengan persentase yang sudah ditetapkan. Semuanya dikerjakan secara matematis. Rencana itu melibatkan disiplin yang ketat. Hanya saja, metode persentase ini tidak membangkitkan semangat orang untuk terlibat.
Rencana Sebulan Sekali (Day-A-Month Plan)
Salah satu hari Minggu pada setiap bulan dijadikan sebagai Minggu Misi. Pada hari itu pelayanan misi benar-benar ditekankan. Persembahan yang diterima digunakan untuk kegiatan misi. Persembahan-persembahan itu bisa berasal dari gereja maupun sekolah minggu. Cuaca yang buruk menjadi penghalang rencana ini. Jika acara ini beberapa kali dihadiri oleh sedikit orang maka akan berakibat serius pada pendapatan. Metode ini tidak menghasilkan apa-apa untuk pelayanan misi meskipun dengan memberikan persembahan setiap hari Minggu.
Rencana Pribadi
Di beberapa gereja, dukungan untuk "Misi ke Luar Negeri" (Foreign Missions) dilakukan melalui persembahan amplop. Setiap donatur diizinkan untuk mencalonkan diri mengikuti misi jika dia sangat ingin. Masalah sepenuhnya ditanggung oleh orang tersebut. Metode ini memiliki kelemahan dalam hal motivasi. Selain itu, metode ini tidak memberikan dorongan yang kuat pada misi. Metode ini tidak memberi inspirasi yang kuat dalam memberikan persembahan untuk pelayanan misi. Metode ini juga tidak menyusun kekuatan dalam usaha kesatuan gereja.
Cara Lain
Ada suatu rencana yang menyatukan elemen-elemen terbaik dari yang sudah disebutkan. Ini bukanlah teori. Hasilnya sudah dibuktikan. Rencana itu seperti yang digambarkan dalam bagian berikut.
CARA TERBAIK
Ada suatu cara untuk membuat pelayanan misi di gereja Anda efektif. Percayalah pada hal-hal berikut ini. Tuhan sudah menjadikan penginjilan di dunia menjadi tujuan dan alasan utama dari gereja-gereja lokal. "Mengabarkan Injil kepada setiap manusia" adalah tujuan yang telah Tuhan berikan kepada umat-Nya di dunia ini.
Tanpa mengetahui kelebihan dari misi, tidak mungkin kita akan mendapatkan pemahaman yang benar dari Perjanjian Baru. Tuhan telah memerintahkan kita untuk mengabarkan Injil kepada setiap orang. Seluruh perhatian gereja lokal harus difokuskan pada tanggung jawab ini. Setiap gereja harus menekankan pada sasaran ini. Supaya tugas ini dapat terlaksana, maka setiap usaha harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Ini adalah Tugas Kita
"Penginjilan di dunia bagi generasi kita" bukanlah slogan yang muluk. Ini adalah ringkasan dari tujuan Allah. Setiap generasi manusia harus menginjili generasinya. Orang-orang yang belum terjangkau adalah orang-orang yang terhukum. Jika kita gagal untuk menginjili generasi kita, berarti kita telah gagal total. "Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya" (Kisah Para Rasul 13:36). Itu hanya generasi yang bisa Daud layani. Demikian pula dengan kita. Kita harus menginjili generasi kita. Jika tidak, kita gagal terhadap manusia dan Allah. Gereja berada di dunia untuk melakukan pekerjaan ini bagi Tuhan. Biarkan ini menjadi hasrat yang besar dalam diri setiap orang Kristen: menyelesaikan tugas yang telah Tuhan berikan kepada kita.
Kebenaran ini sangatlah besar. Kebenaran ini harus membentuk seluruh pelayanan di gereja lokal. Kita melihat bagaimana setiap hal di sekitar kita disesuaikan dengan tujuan tertentunya. Sebilah pisau memiliki tepi yang tajam untuk memotong. Sebuah mesin cuci dirancang untuk membersihkan pakaian. Sebuah sarung tangan dipakai untuk melindungi tangan. Sebuah mobil bertenaga mesin dan efisien untuk dijadikan alat transportasi/untuk mengangkut orang. Demikianlah gereja lokal harus menyesuaikan dirinya sendiri dengan tujuan utama mereka, yaitu untuk menginjili dunia.
Bagaimana caranya?
Ada tiga hal penting menyangkut hal ini.
Adakan Konferensi Misi Tahunan. Jadikan acara ini sebagai acara yang terpenting dalam kalender gereja. Rencanakanlah dengan matang. Undang pula pembicara yang berkualitas. Tunjukkan tujuan Allah dalam mengadakan misi kepada semua yang hadir. Bangunlah itu berdasarkan Alkitab. Berdoalah bagi kunjungan rohani yang benar.
Susunlah suatu Tujuan Misi Setiap Tahunnya. Tidak memiliki tujuan sama dengan menghancurkan. Ada banyak gereja yang tidak mempunyai tujuan sama sekali. Suatu konferensi misi pun akan menjadi sia-sia bila tidak memiliki tujuan. Gereja dapat seperti sebuah mobil dengan mesin yang dihidupkan, namun tidak dijalankan; tetap diam di tempat. Rutinitas yang sama selalu berulang setiap hari Minggu. Oleh karena itu, buatlah tujuan misi! Semuanya akan berubah! Orang-orang dipanggil dan ditantang. Ini merupakan suatu rahasia keberhasilan program gereja.
Gunakan Rencana Janji Iman. Rencana ini tidak didasarkan pada uang yang dimiliki jemaat. Rencana ini mendorong setiap orang untuk melatih iman mereka dalam hal jumlah dengan keyakinan bahwa Tuhan akan memampukan dirinya untuk memberikan persembahan tiap minggu bagi penginjilan. Iman itu bersifat dinamis. Rencana ini tidak melibatkan janji apa pun kepada gereja. Tidak ada permohonan yang ditujukan secara pribadi. Rencana Janji Iman adalah rencana yang rohani dan alkitabiah. Rencana ini tidak memalukan siapa pun. Sebaliknya, rencana ini akan mendorong persembahan yang sistematis untuk penginjilan dunia. Iman harus dikerjakan. Dengan demikian, gereja mengetahui jumlah persembahan untuk misi untuk setahun ke depan.
KONFERENSI MISI TAHUNAN
Konferensi ini dapat menjadi suatu acara yang baik sekali. Tidak ada yang lebih mulia dalam kegiatan gereja melebihi kegiatan ini. Konferensi misi merupakan suatu proyeksi langsung dari penekanan utama isi Alkitab. Penginjilan bagi dunia merupakan pesan yang dikatakan dalam seluruh Perjanjian Baru. Apakah penebusan dosa yang dilakukan Kristus itu penting? Ya. Apakah mengenalkan penebusan Kristus untuk dunia itu kurang penting? Tentu saja tidak.
Konferensi misi tahunan menekankan pada penginjilan dunia. Konferensi ini menyatakan pentingnya misi. Konferensi ini menempatkan tujuan utama Tuhan bagi zaman ini di tempat tertinggi dalam program gereja.
Menetapkan Tujuan
Tujuan dasar dari konferensi misi tahunan adalah untuk menetapkan tujuan pelayanan misi untuk tahun berikutnya. Ini menjadi tanggung jawab yang serius dan menantang. Ada banyak hal yang bergantung pada keputusan yang dibuat! Penentuan tujuan seperti ini jelas membutuhkan latihan iman yang sungguh-sungguh. Selain itu, doa mutlak diperlukan. Konferensi misi ini akan membangkitkan kerohanian orang dan membuat mereka ingin memberi. Rencana Janji Iman akan membantu dalam menentukan tujuan. Rencana Janji Iman ini membantu jemaat memutuskan untuk memberi persembahan setiap minggu bagi kepentingan misi sepanjang tahun itu.
Mengangkat Misionaris
Konferensi misi juga mengangkat kedudukan para misionaris. Mereka yang didukung oleh gereja tidak hanya sekadar nama saja. Mereka benar-benar bagian dari anggota jemaat. Ketika mereka berangkat ke ladang misi di luar negeri, kita harus terus mendoakan mereka karena orang-orang mengenal mereka dan mengasihi mereka. Ini adalah seperti yang tertulis dalam Perjanjian Baru (Kis. 13).
Misionaris yang sedang cuti juga turut menghadiri konferensi misi untuk gereja yang mensponsori mereka. Ini adalah kesempatan yang baik untuk menjalin persekutuan pribadi. Selain itu, misionaris yang tidak disponsori oleh gereja juga perlu diundang untuk menghadiri konferensi ini. Dengan demikian, jemaat bisa mengenal secara pribadi orang-orang yang memperjuangkan jiwa-jiwa di luar daerah mereka. Visi penginjilan lokal pun bisa diperluas. Ini adalah hal yang baik dan benar. "Tuhan sangat mengasihi dunia ini." Para anggota gereja harus memperluas pandangan mereka. Mereka harus memiliki suatu pandangan global yang benar, bahwa "ladang itu adalah dunia ini."
Semangat Perekrutan
Para pemuda Kristen "yang terbaik" sangat dibutuhkan. Ribuan pemuda yang bersemangat diperlukan untuk pelayanan di luar negeri ini. Tuhan masih bertanya, "Siapa yang akan Aku utus dan siapa yang akan pergi untuk Kita?" Menjangkau dunia untuk Kristus adalah tujuan hidup yang mulia. Untuk itu, para pemuda bisa mendaftarkan diri. Pemuda yang bersemangat akan merespons tantangan ini. Namun, penginjilan di dunia ini lebih dari sekadar tantangan, ini adalah perintah Kristus. Akankah kita mematuhinya? Kiranya panggilan untuk taat itu menggema di setiap konferensi misi. Ini adalah suatu alat yang Tuhan pakai dengan dahsyatnya untuk menjadikan orang-orang yang bersemangat berkomitmen kepada-Nya.
Orang-orang dewasa juga harus berkomitmen kepada Kristus. Penginjilan dunia tidak hanya ditujukan untuk para pemuda saja. Semua orang percaya harus mempersembahkan diri mereka sendiri untuk Tuhan (lihat Roma 12:1,2). Beberapa pertemuan mempunyai tujuan khusus ini. Orang-orang harus diminta untuk mengemukakan komitmennya bagi Kristus di depan umum. Biarkan mereka mewujudkan kerinduan mereka untuk menjadi korban yang hidup di mana pun Tuhan ingin menempatkan mereka di dunia ini. Jadi dalam merencanakan suatu konferensi, tujuan harus benar-benar dipikirkan.
Kapan dan Berapa Lama?
Kapan sebaiknya konferensi tahunan misi ini diadakan? Ingatlah bahwa kegiatan ini adalah acara penting dalam kalender gereja. Banyaknya peserta yang hadir menjadi hal yang penting. Sebaiknya, konferensi ini diadakan saat cuaca mendukung. Situasi pemeritahan lokal yang memengaruhi kehadiran para angota gereja juga harus dipertimbangkan. Jika pengalaman telah menunjukkan kapan saat yang tepat untuk mengadakan acara ini, maka hal ini harus diteruskan dari tahun ke tahun.
Berapa lama sebaiknya acara ini diadakan? Jawabannya bisa berbeda-beda. Semakin lama konferensi yang direncanakan dengan baik ini diadakan, semakin dalam pula konferensi ini memberikan penekanan pada misi. Gereja-gereja kecil mungkin mengadakan konferensi ini dari hari Selasa sampai hari Minggu. Bila demikian, konferensi harus segera diperpanjang dari hari Minggu sampai hari Minggu berikutnya. Jika dimulai pada hari Minggu, ada peluang peserta yang hadir meningkat. Dan suatu konferensi yang dimulai dengan baik berarti sudah memenangkan separuh dari pertempuran. Konferensi tersebut harus ditutup pada hari Minggu.
Beberapa gereja mengadakan konferensi misi selama delapan hari. Gereja-gereja semacam ini sebaiknya mempertimbangkan pengadaan konferensi selama lima belas hari agar dapat mengikutsertakan tiga hari minggu. Memang akan dibutuhkan usaha yang besar untuk itu. Namun, dampaknya pun tidak kalah besar. Ingatlah terus bahwa hal ini merupakan urusan utama, di mana Tuhan telah mendirikan gereja-Nya di dunia ini. Pada hari penghakiman tidak ada gereja yang akan dibebani dengan pelayanan misi yang terlalu menekan.
Pengaturan
Sebelumnya, buatlah pengaturan yang baik. Pembicara yang hadir harus dihubungi jauh-jauh hari sebelumnya. Jika tidak, mereka tidak akan mau hadir. Ada baiknya jika direncanakan satu tahun sebelumnya. Seseorang harus memimpin konferensi ini. Ini membutuhkan kesatuan dan fokus yang besar. Seorang pendeta atau seseorang yang diundang untuk tujuan ini bisa menjadi pemimpin konferensi. Akan sangat baik pula jika ada staf khusus misi atau deputi sekretaris. Libatkan para kandidat misionaris dan mereka yang sedang cuti. Gambar-gambar (slide) atau film-film, benda-benda yang tidak umum yang berasal dari tempat yang jauh dan contoh-contoh buku/kepustakaan akan menjadi sangat berarti dan menarik.
Biasanya, para misionaris akan diminta untuk menjelaskan bidang pelayanan mereka sendiri. Dalam konferensi tersebut pembicara yang ada harus menjelaskan dasar Alkitab pelayanan misinya. Hanya pendirian/keyakinan yang berakar kepada firman Tuhan saja yang dapat terus berjalan. Jangan berusaha untuk menjejalkan banyak pembicara pada konferensi tersebut. Carilah orang yang benar-benar berkualitas kemudian berikan waktu yang cukup kepada setiap orang untuk menyampaikan pesannya.
Publikasi
Umumkanlah tanggal penyelenggaraan konferensi tahunan misi ini dari jauh-jauh hari. Melalui koran lokal, tampilkan foto dan artikel-artikel berita tentang pembicara yang diundang dalam konferensi tersebut. Manfaatkan juga iklan di radio. Jika memungkinkan, dapatkan waktu siaran khusus di radio untuk para pembicara dalam konferensi tersebut.
Pastikanlah spanduk yang besar dan menarik yang mengumumkan konferensi ini di depan gereja. Gunakan buletin mingguan gereja atau buletin edisi khusus untuk mengiklankan acara ini.
Sangat disarankan untuk memasang poster-poster yang berisi informasi dan moto-moto yang memberi inspirasi. Tempelkan poster-poster ini di tembok gedung gereja. Buatlah dalam ukuran yang besar sehingga bisa dibaca dari jarak yang jauh. Ubahlah pandangan jemaat terhadap dunia penginjilan ketika mereka memasuki gereja.
Musik
Lagu-lagu dan paduan suara yang menyerukan tentang misi harus digunakan selama konferensi berlangsung. Pengumandangan lagu-lagu tersebut bisa menarik hati, sekaligus memberikan pengaruh yang besar. Fakta ini sering terjadi pada saat konferensi-konferensi misi. Beberapa kali saya dikecewakan dengan pemilihan lagu yang buruk. Jika gereja tidak memiliki lagu-lagu misi yang baik, carilah lagu-lagu lainnya. Lagu-lagu dan paduan suara misi dapat diperoleh dengan harga yang murah di Broadcast (radio). Atau cetaklah kata-kata dalam lagu-lagu yang biasa dinyanyikan jemaat.
Pastikan Kondisi Keuangan
Pengaturan keuangan dengan para pembicara harus jelas. Pastikan ada persetujuan dalam masalah ini. Pengaturan keuangan dalam konferensi ini harus tepat dan jelas. Kecerobohan bisa mengakibatkan kesalahpahaman.
Komunitas misionaris yang beriman biasanya meminta para misionaris untuk membuat daftar dukungan mereka sendiri. Para misionaris sangat senang jika mengetahui gereja yang mengundang mereka menyadari kesempatan untuk membantu melalui dukungan mereka. Mereka senang melayani, bahkan jika tidak diperlukan. Namun, akan lebih baik jika mereka juga tahu dasar keuangan yang ada sebelum konferensi diadakan. Untuk itu, buatlah daftar keuangan yang spesifik, tulislah dengan jelas. Kejelasan tidak akan menahan kesopanan atau kemurahhatian. (t/Ratri)
Bahan diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Triumphant Missionary Ministry In The Local Church |
Judul artikel | : | Common Ways, The Best Way, dan Annual Missionary Conference |
Penulis | : | Norman Lewis |
Penerbit | : | Back To The Bible Publication, Nebraska 1960 | Halaman | : | 84 -- 94 |
Bagaimanakah ciri-ciri dari seseorang yang dipenuhi oleh Roh Kudus?
1. Taat pada Roh Kudus
Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang taat kepada-Nya dengan sepenuh hati. Roh Kudus bukan "Coca-Cola", yang bila diisi sampai penuh akan meluap. Roh Kudus itu Tuhan, Roh Kudus itu Oknum. Hanya pada saat Oknum Allah menguasai oknum kita, kehendak-Nya menguasai kehendak kita, kebenaran-Nya menguasai pikiran kita, cinta kasih-Nya menguasai emosi kita, maka seluruh keberadaan kita akan dipenuhi oleh-Nya karena kita taat. Itulah yang disebut dipenuhi Roh Kudus.
Ketika Oknum Allah sudah berada di dalam kita dan menguasai diri kita, pikiran kita tidak dibunuh. Tuhan tidak akan membuat pikiran kita tidak berfungsi, sebaliknya Dia akan memimpin kita, hingga kita menjadi begitu berpengetahuan dan bijaksana, yaitu pengetahuan dan bijaksana yang sesuai dengan firman Tuhan. Lalu, cinta kasih kita bukan lagi mencintai berdasarkan orang yang satu suku dan satu bangsa dengan kita, yang kalau bukan sesuku atau sebangsa, maka kita membencinya. Kita akan dipimpin hingga kita mempunyai cinta kasih dan kebencian yang sesuai dengan emosi Tuhan. Kita mencintai yang dicintai Tuhan dan kita membenci yang dibenci-Nya. Kita tidak lagi memedulikan apa suku atau warna kulit orang itu. Kita hanya tahu yang dicintai Tuhan, itulah yang kita cintai, dan yang dibenci Tuhan, itulah yang kita benci. Emosi kita sesuai dengan Tuhan. Kehendak, pilihan, dan kemauan kita sesuai dengan arah pimpinan-Nya. Seluruh keberadaan kita taat pada Roh Kudus yang adalah Tuhan dan Pemimpin kita. Itulah yang disebut dipenuhi Roh Kudus. Jangan mengambil jalan pintas, jangan mengambil fenomena, gejala, atau jalan lain menjadi pengganti yang tidak sesuai dengan prinsip Alkitab.
2. Hidup Kudus
Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang hidupnya telah diubah oleh pengaruh Roh Kudus dan firman, sehingga dia menjadi orang yang suka akan kekudusan. Karena dipenuhi Roh Kudus, dengan sendirinya orang tersebut tidak menyukai hal yang palsu, yang tidak benar, yang tidak suci, dan yang menyeleweng. Semua hal yang tidak beres akan dia singkirkan. Karena Roh Kudus memenuhi dirinya, maka tidak ada sesuatu yang tidak kudus boleh berada di dalam dirinya. Hidup suci yang dimiliki oleh orang yang dipenuhi Roh Kudus tidak dapat ditiru, diimitasikan, dipalsukan, atau dibuat-buat. Suci adalah suci. "Berbahagialah mereka yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8)
Siapakah di antara kita yang suci? Tidak ada seorang pun yang suci di hadapan Tuhan. Akan tetapi, pada waktu Roh Kudus memenuhi hati kita, paling tidak kita mempunyai keinginan untuk menjalani hidup yang suci. Sebelum kita mencapai kualitas kesucian di dalam segala aspek, kita sudah mempunyai keinginan yang sempurna. Bila kita mau dibersihkan oleh Tuhan secara total, secara mutlak, dan mau menyerahkan diri kepada-Nya, maka Dia akan memberikan kesucian pada kita, hingga hidup kita memuliakan Dia. Komentar John Calvin mengenai keinginan yang sempurna itu: "Orang suci bukanlah orang yang tanpa dosa, tetapi seseorang yang mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap dosa sekecil apapun." Sungguh suatu kalimat yang sangat agung!
Pada tubuh kita terdapat bagian-bagian yang sangat kebal, sehingga setelah terkena goresan atau tertusuk selama berapa detik, masih belum terasa sakitnya. Ada bagian yang bila terkena api tidak langsung terasa panas. Namun, ada juga bagian yang bila tersentuh sedikit saja sudah langsung terasa karena saraf pada bagian itu sangat peka. Bila tangan kita terkena pasir, bahkan sampai seluruh tangan kita kotor pun tidak menjadi masalah. Namun, coba sedikit saja debu pasir masuk ke mata kita, tentu kita akan langsung berteriak. Kita tidak akan tahan karena mata merupakan bagian yang sangat peka. Orang suci adalah orang yang mempunyai kepekaan besar terhadap dosa yang sekecil apa pun. Seseorang yang dipenuhi Roh Kudus itu sangat peka. Sedikit ketidakberesan, ketidaksucian, atau motivasi yang sedikit kurang benar, akan langsung ditegurnya. Karena kita tidak mau dan hati nurani kita juga tidak menginginkan adanya pemalsuan, kecurangan, penyelewengan, atau ketidakjujuran sedikit pun.
Kesucian yang disertai penyerahan total membuktikan orang itu sudah dipenuhi Roh Kudus. Namun, tidak berarti dia sudah luput dari semua dosa. Jangan percaya pada orang yang mengatakan, "Saya sudah dipenuhi Roh Kudus, sebab itu saya mencapai satu taraf di mana saya tidak mungkin berdosa lagi." Stuck datang dari Australia ke Nongkojajar, Indonesia, untuk memberikan ajaran bahwa dirinya sudah suci, tidak bisa berdosa lagi. Sampai gurunya datang menegur dia, barulah dia bertobat dan mengaku dirinya salah. Akan tetapi, orang-orang di Indonesia sudah terlanjur banyak yang dipengaruhi olehnya. Sunsight, di California, berbicara banyak tentang Roh Kudus dan kedatangan Kristus. Ia mengatakan bahwa dia sudah mendapat satu pengertian, di mana wahyu Tuhan berkata kepadanya, "Yesus akan datang sebelum dia mati, sehingga dia tidak perlu mati. Dia akan langsung bertemu dengan-Nya pada waktu Dia datang dan mengangkat dirinya." Nyatanya, tak lama kemudian dia mati. Semua itu menunjukkan pengertian yang berlebihan. Mereka telah tertipu oleh setan, tetapi mungkin mereka tidak sadar. Meski mereka kelihatan rohani sekali, hebat sekali, atau suci sekali, tetapi sebenarnya mereka sudah keluar dari kebenaran Alkitab.
Mungkinkah manusia mencabut akar dosa sampai tidak mungkin berdosa lagi selama hidupnya? Tidak! Kita masih mungkin berbuat dosa, masih mungkin kurang suci, tetapi kita mempunyai keinginan untuk sepenuhnya dikuasai oleh Tuhan yang suci. Itulah kesempurnaan di dalam motivasi kita. Itulah kesempurnaan kualitas sebelum kita mencapai kesempurnaan kuantitas, dan itulah tanda orang dipenuhi Roh Kudus.
3. Menjunjung Tinggi Firman
Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang menjunjung tinggi Alkitab dan tidak akan memperdebatkannya. Ketika Alkitab sudah berbicara, dia akan berhenti. Di antara pengertian yang berbeda-beda, di antara ajaran yang simpang siur, dan doktrin yang berbeda-beda tekanannya, mari kita kembali kepada Alkitab. Biarlah Alkitab yang memberikan pengertian yang seimbang dan stabil berdasarkan seluruh firman yang sudah dicetak, yang sudah diberikan kepada kita. Dengan pengertian yang harmonis itulah kita tahu ada jawaban dalam Alkitab. Lalu, kita bungkam, berhenti, dan tidak mendebatnya karena Alkitab adalah otoritas tertinggi. Jangan menambahkan isi Alkitab dengan konsili-konsili, atau doktrin-doktrin, atau tradisi-tradisi yang ada di dalam buku manusia. Yesus berkata, "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." Bila pada suatu hari kita menemukan buku teologi apapun, yang mengemukakan doktrin yang memberi peluang untuk memperbaiki Alkitab, kita harus meninggalkan buku tersebut dan kembali kepada Alkitab. Bila suatu saat kita menemukan hal-hal yang belum dikatakan dengan jelas dalam khotbah yang disampaikan, bahkan oleh pengkhotbah yang kita sukai sekalipun, kembalilah kepada Alkitab, bukan kepada khotbah tersebut.
Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang hatinya dipenuhi dengan firman dan segala hikmat Tuhan yang tersimpan di dalam kekayaan firman-Nya. Jadi, Roh Kudus dan firman tidak bisa dipisahkan karena Roh Kudus adalah Roh kebenaran. Orang yang menyebut diri mengabarkan kebenaran, tetapi tidak menitikberatkan Roh Kudus dan pimpinan-Nya, adalah omong kosong belaka. Orang yang mengaku diri dipenuhi Roh Kudus, tetapi berita yang disampaikan tidak sesuai dengan firman, itu pun omong kosong. Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang menitikberatkan kehendak dan pimpinan Roh Kudus atas dirinya serta menyampaikan berita yang sesuai dengan Alkitab. Kedua hal ini menjadi satu. Ketika dia memberitakan, Roh mengurapi, karena itu berita yang dia sampaikan menjadi jelas sesuai dengan Alkitab.
4. Memberitakan Injil
Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang mementingkan Injil dan pengabarannya. Untuk itulah Roh Kudus diturunkan ke dunia. Roh Kudus diberikan untuk memuliakan Kristus. Bapa mengirim Roh Kudus untuk memuliakan Anak, karena Anak pernah dipermalukan, dihina, diejek, difitnah, diumpat, dijual, dihakimi secara tidak adil, bahkan akhirnya dipaku di kayu salib. Keadaan pernah dipermalukan itu perlu dinormalisasi, dipulihkan kembali, karena semua itu tidak seharusnya diterima oleh Anak. Siapa yang mengerjakan semua itu? Roh Kudus. Roh Kudus akan membawa Anak kembali pada kemuliaan asli yang ada pada-Nya; mengembalikan kemuliaan Kristus. Yesus berkata, "Dengan sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika Aku tidak pergi, maka Penghibur itu tidak akan datang kepadamu. Jika Roh Kudus datang, Dia akan memuliakan Aku" (Yohanes 16:13-14). Jadi, Roh Kuduslah yang akan mempermuliakan Kristus.
Bagaimana kita mengetahui Roh Kudus bekerja dengan hebat di dalam satu kebaktian? Tatkala Yesus ditinggikan, dosa dinyatakan, dan orang mulai ditegur dosanya, lalu bertobat dan kembali kepada Kristus. Saat itulah kita melihat Roh Kudus bekerja. Yang membuat semua kemungkinan ini terjadi adalah bila pengkhotbahnya mengutamakan kematian dan kebangkitan Kristus, meninggikan Kristus, dan memberitakan Injil-Nya. Ketaatan pengkhotbah itulah yang membuat Roh Kudus mengurapi, mendampingi, menyertai, dan memenuhi kebaktian yang dipimpinnya. Itu yang disebut kepenuhan Roh Kudus. Dengan motivasi memuliakan Kristus, menjunjung tinggi Kristus yang pernah dihina, disalib, dan akhirnya dibangkitkan kembali, Roh Kudus pasti mengurapi dan memimpin kebaktian yang dipimpinnya. Kalau seseorang menjunjung tinggi Kristus dalam sepanjang hidupnya, berarti dia terus-menerus menyatakan diri dipenuhi Roh Kudus, dan saat dirinya dipenuhi Roh Kudus, dia kembali meninggikan Kristus.
5. Berani Menjalankan Kehendak Allah
Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang berani, yang tidak takut menjalankan kehendak Allah. Sebelum seseorang dipenuhi Roh Kudus, dia merasa terkejut dan takut ketika melihat penganiaya-penganiaya mendekati dirinya. Seperti murid-murid Yesus Kristus yang mengunci semua pintu karena takut. Akan tetapi, setelah mereka dipenuhi Roh Kudus, mereka justru membongkar pintu, membuang kunci, dan pergi ke mana saja, tanpa merisaukan apakah masih dapat pulang atau tidak. Kira-kira 26 tahun yang lalu, saya pernah mendengar kalimat senada dari seseorang, "Saya sering pergi ke Eropa Timur. Pada waktu itu, komunisme di Rusia begitu kejam, KGB menangkap dan menganiaya semua orang yang mengabarkan Injil."
Ketika saya berada di Rusia, seorang pendeta bercerita bahwa mereka yang berada di kota Minsk ini mendapat penganiayaan secara halus. Maksudnya, KGB selalu menyiarkan di TV, bahwa orang Kristen Injili bukanlah orang yang beragama Kristen. Mereka adalah bidat di dalam kekristenan, kadang-kadang mereka membunuh anak-anak kecil. Jadi, penganiayaan tidak dijalankan dengan menangkap, memukul, dan memenjarakan hamba-hamba Tuhan. Penganiayaan dilakukan dengan memberikan topi dan kalimat-kalimat yang membuat rakyat membenci dan meninggalkan orang Kristen. Mereka diisukan sebagai orang yang paling kejam, tidak berperikemanusiaan, bahkan sampai membunuh anak-anak, dan diisukan bukan sebagai orang Kristen yang sejati. Sebab itu, sulit sekali bagi mereka untuk mengabarkan Injil karena orang-orang tidak percaya. Itulah yang dimaksud dengan penganiayaan secara halus.
Orang yang dipenuhi Roh Kudus mempunyai keberanian. Yang tadinya takut mati sekarang tidak, yang tadinya malu sekarang tidak, yang tadinya takut dilawan sekarang tidak, yang tadinya takut kehilangan pangsa pasar sekarang tidak. Dia tahu bahwa dia sedang menjalankan kebenaran. Petrus pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali dengan berkata, "Aku tidak mengenal Dia." Itulah mulut manusia, mulut yang baru saja mengaku, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang Hidup." Mengapa kalimat seperti itu bisa keluar dari Petrus? Bukankah dia pendeta besar, rasul yang paling penting, bahkan kepala rasul, kardinal, dan uskup dari kedua belas rasul? Mengapa Petrus sampai berani mengatakan ia tidak mengenal Kristus? Itulah manusia. Kalau untuk mendapat untung, dia pasti segera mengatakan "ya". Tetapi, kalau rugi, pasti menjawab "tidak". Pada saat keadaan kebebasan beragama dijamin, maka orang akan mengumumkan dirinya sebagai orang Kristen. Akan tetapi, kalau Pancasila sudah tidak berlaku, kalau kekristenan akan dibasmi, kalau musuh orang Kristen datang untuk menangkap semua orang Kristen, mereka segera beralih mengaku diri sebagai orang yang memeluk agama lain, bukan orang Kristen. Itulah manusia, tak peduli apakah dia adalah uskup dunia.
Petrus adalah kepala rasul atau pemimpin agama. Waktu keuntungan datang, semua mengikut Yesus. Waktu kerugian datang, salib dibuang, Alkitab dibuang, berubah menjadi orang yang tidak berani mengaku dirinya sebagai orang yang mengenal Yesus. Yesus tidak menegur Petrus, tetapi memandangnya dengan pandangan yang penuh kemurahan, seolah berkata, "Ingatlah, Aku sudah tahu semua tentang hidupmu, tentang dagingmu yang lemah, karena kau belum dipenuhi Roh Kudus." Setelah dipenuhi Roh Kudus, Petrus berubah. Ketika dia ditangkap dan diancam akan dianiaya, ketika dia disuruh berhenti dan dilarang mengabarkan Injil, dia menjawab, "Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah? Sebab, tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar." Keberanian yang sekarang Petrus miliki adalah keberanian demi Injil, dia tidak lagi memperhitungkan untung rugi dan mati hidup dirinya sendiri.
Saya mengenal banyak orang Kristen yang tadinya sangat pemalu dan penakut. Namun sekarang, tiap-tiap hari mereka membagikan traktat dan mendoakan orang sakit. Saya tahu orang seperti itu telah dipenuhi Roh Kudus. Saya percaya orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang mempunyai keberanian, cinta kasih, kesungguhan untuk melayani, dan selalu siap memuliakan Allah. Meskipun dia begitu sibuk, dia tetap bisa melayani karena telah dipenuhi Roh Kudus. Oleh sebab itu, dia tidak merasa malu. Diejek pun tidak menjadi masalah baginya.
Ibu saya menjadi janda pada umur 33 tahun. Saat itu dia berlutut dan berdoa, berjanji seumur hidup tidak akan menikah lagi. Ia bertekad membesarkan kedelapan anak yang telah Tuhan berikan kepadanya. Pada zaman Jepang menjajah Indonesia, sangat tidak gampang mencari makan. Selain menjadi ibu, ia harus merangkap menjadi bapak. Memang berat baginya, tetapi dia masih mempunyai waktu 1 hari dalam seminggu untuk berpuasa. Dan, selama berpuluh-puluh tahun, dengan mengenakan baju putih, ia menyisihkan 1 hari dalam seminggu, meninggalkan semua pekerjaan dan keluarganya untuk pergi mengabarkan Injil. "Mengapa setiap pergi Ibu selalu membawa bungkusan?" Saya bertanya karena saya merasa keluarga kami sendiri kekurangan. Jawabnya, "Ketika saya membesuk, saya menemukan banyak orang yang lebih miskin dari kita, maka saya memberikan sedikit beras dan gula kepada mereka." Orang yang dipenuhi Roh Kudus dipenuhi oleh keberanian dan cinta kasih terhadap sesama.
6. Menghasilkan Buah Roh
Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang menghasilkan buah Roh. Menghasilkan buah Roh Kudus adalah bukti atau fakta yang tidak bisa dipalsukan. Alkitab mengatakan, "... dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka" (Matius 7:20). Kalau sebatang pohon disebut pohon ara, tentunya tidak akan membuahkan semak duri, bukan? Bisakah kita menemukan buah ara di semak duri, bisakah kita menemukan buah anggur di atas semak? Tidak mungkin. Semak menghasilkan semak, durian menghasilkan durian, semangka menghasilkan semangka, anggur menghasilkan anggur, tetapi semak duri tidak akan menghasilkan buah mangga. Roh Kudus memenuhi seseorang, maka orang itu akan menyatakan hidup dengan etika yang baru, yaitu etika dari Roh Kudus. Hal ini tidak bisa dipalsukan. Bukan saja demikian, orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah orang yang penuh dengan cinta kasih Allah. Dengan cinta kasih yang memenuhi hatinya itulah dia tahu bagaimana membagi-bagikan anugerah surgawi, anugerah untuk hidup di dunia, dan anugerah yang cukup untuk tiap-tiap hari kepada orang lain.
Orang yang dipenuhi Roh Kudus, tidak akan melalui hidupnya dengan hanya memikirkan dirinya sendiri. Roh Kudus akan menolong dia meninggalkan hidup yang berpusat pada diri sendiri dan menerima hidup yang berpusat pada kemuliaan Tuhan. Roh Kudus tidak akan memperbolehkan seseorang hidup bagi dirinya sendiri, karena kasih Kristus akan mendorongnya, sehingga dia mau hidup bagi Dia yang sudah mati dan bangkit baginya. Siapakah yang melakukan hal itu? Roh Kudus. Paulus di dalam Filipi 2:13 berkata, "karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya." Allah yang bekerja di dalam diri kita adalah Allah Oknum ketiga Tritunggal, Roh Kudus. Dia berada dalam diri seseorang dan membuat cinta kasih yang tadinya tidak mungkin kita miliki, menjadi mungkin. Kasih memenuhi hati kita. Bukan saja demikian, Roma 5:5-6 mengatakan bahwa pada waktu kita berada dalam sengsara dan penderitaan, Roh Kudus mencurahkan sesuatu secara merata dalam hati kita. Apa yang dicurahkan? Cinta kasih Allah. Ketika Roh memenuhi seseorang, maka cinta kasih Allah akan memenuhi hatinya. Tatkala Roh memenuhi seseorang, dia tidak akan digoyahkan oleh penderitaan, siksaan, sengsara, kematian, dan kesulitan duniawi karena cinta kasih Allah dicurahkan merata di dalam hatinya. Dengan cinta kasih itulah dia mengatasi segala penderitaan dan kesulitan.
Itulah ciri-ciri orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Alkitab memberikan prinsip-prinsip yang jauh berbeda dari apa yang sering dikumandangkan pada zaman ini. Hendaknya kita lebih waspada dan cermat menguji setiap roh, sehingga kita tidak terjerumus ke dalam ajaran-ajaran yang tidak benar.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Roh Kudus, Doa, dan Kebangunan |
Penulis | : | Pdt. Dr. Stephen Tong |
Penerbit | : | Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta 1995 |
Halaman | : | 99 -- 110 |
Diringkas oleh: Dian Pradana
Mensponsori anak-anak yang membutuhkan berarti mematahkan lingkaran kemiskinan.
Compassion International berdiri sebagai organisasi perlindungan anak yang membebaskan anak-anak dari kemiskinan rohani, ekonomi, sosial dan jasmani, serta memampukan mereka untuk menjadi orang Kristen dewasa yang bertanggung jawab dan bangga akan dirinya sendiri.
Awal Mula dan Status Terkini Compassion International
Pada tahun 1952, penginjil Rev. Everett Swanson berkhotbah di Korea. Tergerak oleh keadaan anak-anak yatim piatu korban Perang Korea, beliau mengadakan sebuah program di mana orang-orang yang memiliki belas kasih dapat menyediakan makanan, tempat perlidungan, pendidikan, pelayanan kesehatan, serta pelatihan Kristen bagi anak-anak yatim piatu tersebut. Program itu menjadi tonggak berdirinya organisasi yang kini disebut Compassion.
Lebih dari setengah juta anak dari empat puluh negara telah mendapat sponsor melalui Compassion. Komitmen staf Kristen yang bekerja di Compassion tidak pernah goyah. Mereka sungguh-sungguh menyadari peran yang mereka lakoni untuk memenuhi Amanat Agung. Semua stafnya adalah orang-orang Kristen yang berdedikasi untuk mengembangkan anak-anak di seluruh dunia. Dalam pelayanannya, mereka juga bekerja sama dengan gereja lokal dan rekan-rekan organisasi yang mewakili lebih dari seratus denominasi.
Sponsor Compassion
Sponsor Compassion adalah seseorang yang telah mengambil keputusan untuk secara pribadi membantu kehidupan seorang anak yang membutuhkan. Sebagai sponsor, yang bersangkutan akan memampukan anak yang disponsori untuk ambil bagian dalam program berbasis gereja yang menawarkan beberapa hal yang akan mengubah hidup anak yang disponsori, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pengembangan keterampilan sosial, dan pelatihan Kristen. Terlebih lagi, seorang sponsor juga dapat membantu anak yang ia sponsori untuk mengembangkan rasa percaya diri dan penghargaan diri melalui kasih yang dinyatakan melalui surat dan doa.
Dipastikan akan adanya sebuah hubungan nyata antara sponsor dan anak yang disponsori. Anak yang bersangkutan akan mengetahui nama sang sponsor, menyurati sang sponsor, dan secara langsung menerima bantuan dari sang sponsor setiap bulannya.
Hubungan sponsor dan anak yang disponsori akan membuat sang sponsor menjadi seseorang yang sangat penting -- seseorang yang memiliki peran penting dalam hidupnya. Seorang sponsor akan bersama-sama orang tua, pendeta, guru, dan orang-orang yang secara aktif terlibat, untuk mendorong dan mengembangkan anak yang bersangkutan.
Komitmen Compassion
Compassion telah terlibat dalam membantu anak-anak miskin selama puluhan tahun. Dari pengalaman dan dedikasi untuk melayani dalam cara yang memuliakan Tuhan, Compassion berkomitmen kepada para sponsor anak untuk:
Memuliakan Tuhan dalam segala sesuatu yang dilakukannya. Amanat Agung adalah jantung misi Compassion, dan pemuridan adalah inti dari program-programnya.
Bekerja sama dengan gereja lokal. Pelayanan Compassion memerkuat gereja lokal melalui kerja sama menjangkau anak-anak dan keluarga di komunitas lokal.
Secara langsung memberi dampak pada berkembangan individu setiap anak. Compassion telah benar-benar menyadari bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan anak jauh lebih penting daripada apa yang terjadi dalam lingkungan sekitar anak.
Mengembangkan secara keseluruhan -- mengembangkan pikiran, tubuh, dan jiwa. Semua program Compassion memberikan peluang yang mendorong perkembangan yang sehat dalam empat bidang -- rohani, fisik, sosial, dan ekonomi.
Mendidik dan menantang para sponsor dalam hal kemiskinan dan pengentasan. Sebagai organisasi pengayom anak-anak, Compassion akan membantu para sponsor untuk memahami masalah kemiskinan yang kompleks dan efek dari kemiskinan tersebut pada anak-anak dan perkembangannya.
Menggunakan uang yang ada untuk mengembangkan. Dana sponsor anak-anak harus digunakan untuk mengembangkan anak-anak yang disponsori. Program sponsor anak-anak yang diadakan Compassion sepenuhnya berfokus pada perkembangan anak-anak.
Hanya menghubungkan satu anak dengan satu sponsor. Setiap anak hanya memiliki satu sponsor. Compassion mendorong para sponsor untuk mengembangkan hubungan yang membangun dengan anak-anak yang mereka sponsori.
Memberikan peluang kepada setiap anak yang mengikuti program mereka untuk meresponi Injil. Setiap anak yang ikut dalam program Compassion diberi kesempatan untuk belajar tentang Yesus dan menemukan bagaimana cara untuk menjalin hubungan seumur hidup dengan Allah.
Menggunakan dana keuangan dengan seefektif mungkin. Compassion menggunakan seminim mungkin dana untuk biaya penggalangan dana dan administrasi, menyeimbangkannya dengan kebutuhan akan kualitas dan integritas melalui organisasi.
Dapat dipercaya dalam keuangannnya. Compassion bertindak sebagai pengelola keuangan dengan serius. Compassion secara rutin mengaudit keuangannya untuk memastikan bahwa program mereka dikelola dengan baik dan dana yang ada digunakan dengan semestinya.
Keistimewaan Compassion
Ada tiga hal yang membedakan Compassion dengan organisasi peduli anak yang lain.
Fokus pada Perkembangan Anak-Anak.
Program Compassion fokus pada kebutuhan pribadi anak terlebih dahulu. Banyak organisasi lebih fokus pada kebutuhan masyarakat. Keduanya sama baik, tapi Compassion yakin bahwa fokus pelayanan Compassion mengingatkan semua orang -- staf, sponsor, dan juga anak -- bahwa semua yang dilakukan Compassion berdasar pada kebutuhan anak yang mereka layani.
Bekerja Sama dengan Gereja Lokal dan Organisasi-Organisasi Kristen.
Compassion ingin anak-anak yang disponsori melihat bahwa apa yang mereka dapat melalui program sponsor merupakan perwujudan cinta kasih Allah pada mereka. Compassion juga ingin memperlengkapi Tubuh Kristus di beragam negara sehingga para pemimpin gereja dan jemaatnya dapat menjadi penyokong anak-anak yang efektif dalam komunitas mereka.
Bertujuan untuk Memuridkan Anak-Anak.
Compassion percaya bahwa hal paling baik yang bisa mereka lakukan adalah mengenalkan Yesus kepada mereka. Itulah mengapa:
saat anak-anak menyadari nilai mereka di hadapan Tuhan, penghargaan mereka atas diri mereka membumbung;
anak-anak yang mengetahui peran mereka sebagai murid adalah bagian penting dalam gereja masa kini;
anak-anak yang dimuridkan dalam Sabda dan cara Tuhan menjadi senjata yang paling potensial dalam melawan kemiskinan di kemudian hari, karena mereka adalah gereja masa depan.
Maka dari itu tujuan Compassion adalah mengangkat anak-anak yang kurang mampu itu dalam hidup yang berkelimpahan sebagai murid Yesus Kristus. (t/Dian)
Diterjemahkan dan diringkas dari:
Nama situs | : | Compassion.com |
Judul artikel | : | Compassion in Jesus`name: Releasing Children from Poverty |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Alamat URL | : | http://www.compassion.com/ |
Ketaatan Paulus kepada pimpinan Roh Kudus menghasilkan pelayanan yang berhasil. Di Makedonia, orang-orang percaya kepada Yesus dan menjadi orang Kristen yang benar-benar mengasihi Tuhan. Paulus menyaksikan ini kepada jemaat di Korintus, bahwa jemaat di Makedonia adalah jemaat yang luar biasa. Selagi dicobai dengan berat, sukacita mereka meluap, dan meskipun sangat miskin, mereka kaya dalam kemurahan. Tidak ada pujian yang lebih baik atau lebih layak daripada pujian yang pernah Paulus berikan bagi jemaat di Makedonia ini. Paulus merasakan ketaatannya mendatangkan hasil. Jemaat di Makedonia telah mempersembahkan seluruh hidup mereka kepada Tuhan. Kasih mereka begitu meluap-luap. Mungkin ini adalah kasih mula-mula yang mereka alami.
Kehidupan yang dipersembahkan pada Kristus membuat mereka mempersembahkan waktu, tenaga, dan apa yang mereka miliki, padahal mereka sangat miskin. Sangat miskin berarti profesi mereka mungkin adalah pembantu-pembantu (budak-budak yang sudah bebas), dan umumnya upah pembantu ini sangat rendah. Tetapi ini tidak mengurangi kasih mereka dan persembahan mereka kepada Tuhan. Betapa menyedihkan kalau orang Kristen dan hamba-hamba Tuhan hidup berkelimpahan hanya untuk diri sendiri sehingga menimbun segala kekayaan mereka dalam deposito, padahal dana itu akan memiliki nilai kekekalan jika dipersembahkan untuk pelayanan misi ke seluruh dunia, juga ke Indonesia. Tujuan Allah memberkati kita adalah supaya kita menjadi berkat. Kalau jemaat Makedonia yang miskin mampu mempersembahkan lebih dari kemampuan mereka, apalagi kita yang mampu, tentu akan mempersembahkan sesuatu yang lebih baik.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Misi, Diskusi dan Doa |
Penulis | : | Dr. Makmur Halim |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 2000 |
Halaman | : | 33 -- 34 |
Banyak rumusan tentang kedewasaan rohani. Mungkin ada yang berpendapat bahwa kedewasaan rohani dicapai manakala seorang tidak lagi jatuh frustrasi, bisa menjaga kerohaniannya sehingga tidak jatuh dalam dosa, dan seterusnya. Namun, apakah sebenarnya hakikat kedewasaan rohani itu?
Usia muda, yaitu remaja dan pemuda, disepakati oleh para ahli jiwa sebagai masa krisis identitas. Pada masa-masa ini, pribadi seseorang masih labil atau bingung mencari jati dirinya. Seiring dengan perkembangan pikiran, masa ini ditandai pula dengan mulai digunakannya mekanisme pertahanan ego, misalnya tipu muslihat untuk sekadar bergurau, membual demi menutupi rasa iri, membantah kesalahan dengan alasan rasional, dan sebagainya. Demikian juga mulai tumbuhnya rasa kepemilikan (sense of belonging) dalam berkelompok. Demi kekompakan dengan teman sebaya, mereka sanggup berbuat apa saja, bahkan mungkin hal-hal yang bertentangan dengan prinsip dan suara hati sekalipun. Tidak heran bila pada usia ini banyak yang terjebak dalam aksi ikut-ikutan.
Hal-hal di atas berpengaruh besar dalam kehidupan rohani, pengambilan keputusan, atau komitmen dengan Tuhan. Pelayanan serta kegiatan rohani lainnya adakalanya hanya dinilai sebagai cermin keadaan pancaroba dalam usia muda.
"Akan tetapi, makanan padat adalah untuk orang-orang yang sudah dewasa, yaitu mereka yang sudah melatih indra mereka untuk membedakan apa yang baik dan yang jahat." (Ibrani 5:14). Kesan yang timbul dari ayat ini adalah bahwa kedewasaan rohani adalah suatu kondisi yang mantap, baik, dan tangguh. Terkesan pula kepekaan yang dalam sehingga kemungkinan tidak pernah terjatuh, serta memiliki kehidupan pribadi yang bertanggung jawab, tekun, taat, dan setia. Orang yang dewasa secara rohani juga memiliki kesempurnaan dalam pelayanan. Mungkinkah seorang muda yang memiliki kondisi mental yang mudah mencoba dan berubah itu memiliki kedewasaan rohani seperti yang terkesan pada ayat ini?
Sebuah Perjalanan Tanpa Henti
Ibrani 5:13 berkata: "Sebab barang siapa masih memerlukan susu, ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." Lebih jelas lagi dalam terjemahan FAYH: "Orang yang masih hidup dari susu, belum maju dalam hidup kekristenannya dan tidak tahu banyak tentang perbedaan antara yang benar dan yang salah. Ia orang Kristen yang masih bayi!" Dari dua versi ayat ini jelas bahwa harus ada pertumbuhan dalam kehidupan rohani kita. Bukan berarti Allah tidak berkenan pada anak-anak-Nya yang masih bayi atau kecil secara rohani, tetapi fase ini memang harus ada sebagaimana Ia menghendaki adanya kelahiran baru (percakapan Yesus dengan Nikodemus). Namun, maksud-Nya dengan kelahiran baru bukanlah Kerajaan Allah hendak dipenuhi dengan bayi-bayi yang sekadar bersih dari noda dan dosa. Dia menghendaki laskar Kristen yang tangguh, bukan pasukan bayi yang suka rewel dan menangis. Maksud Allah melahirkan kita kembali oleh Roh-Nya adalah untuk suatu pertumbuhan!
"Tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya yang besar kepada kita dengan mengutus Kristus supaya mati untuk kita pada waktu kita hidup dalam dosa. Semua ini dilakukan-Nya untuk kita dengan darah-Nya, ketika kita masih dalam dosa. Karena itu, betapa banyak lagi yang akan dilakukan-Nya untuk kita, sesudah kita dinyatakan 'tidak bersalah'." (Roma 5:8-9, FAYH) Kesempurnaan atau kematangan rohani bukanlah suatu kejadian yang tiba-tiba. Mari kita lihat beberapa contoh bahwa kehidupan seorang Kristen adalah sebuah proses perjalanan.
1. Gembala yang Menjadi Raja Besar
Alkitab menulis dengan jelas bahwa pengurapan yang dilakukan Samuel atas Daud kecil tidak seketika menjadikan Daud seorang raja. Daud mengalami proses yang panjang: dari gembala, pegawai istana kesayangan raja, sampai akhirnya ia menjadi raja. Tidak hanya sampai di situ saja, guncangan-guncangan dalam kerajaan Daud sesungguhnya hanyalah alat peraga Allah dalam mengajar dan mendidik Daud.
2. Sang Tokoh yang Dikoreksi
Petrus telah menjadi saka guru bagi jemaat mula-mula. Khotbahnya yang memukau telah menobatkan banyak orang sekaligus, hikmat dan perkataannya sanggup menjernihkan kekeruhan para Rasul tentang sunat, dan masih banyak lagi kehebatannya. Ternyata ia masih tetap digembleng Allah dengan berbagai cara, bahkan dengan cara yang seakan tidak layak bagi seorang rasul besar. Hanya karena persoalan makan bersama dengan orang Yahudi, ia ditegur oleh seorang juniornya (Galatia 2:11-14).
Kita tidak sungkan mengacungkan jempol pada hubungan Daud dengan Tuhan. Kita pun tidak menyangsikan Petrus yang sampai dengan kematiannya memuliakan Allah. Apabila dalam kondisi yang terasa "wah" itu mereka masih dibenahi Allah, itu berarti sepanjang hidup orang Kristen Allah tetap berkepentingan untuk mengajar, mendidik, dan menyempurnakan kita sesuai dengan rencana-Nya atas kita.
Dewasa Bukanlah Sempurna
Dengan demikian, kaburlah anggapan semula bahwa pribadi Kristen yang memiliki kedewasaan rohani sedemikian hebat, berhikmat, dan bertindak tanpa kesalahan yang membuat Allah tidak perlu membenahi atau menegur lagi. Sedemikian kuatnya ia menanggung penderitaan sehingga ia tidak memerlukan lagi dukungan doa dan moril dari saudara seiman. Begitu tangkasnya ia menyelesaikan persoalan hingga ia tidak lagi memerlukan dukungan tangan kasih Allah yang menguatkan.
Kehidupan Kristen adalah sebuah proses didikan, ajaran, dan tuntunan Allah seumur hidup. Kedewasaan rohani berarti pengertian dan kerelaan kita untuk dibentuk Allah seumur hidup kita. Ini berarti kita menerima juga segala bentuk dan cara Allah untuk membawa kita pada taraf pertumbuhan yang dikendaki-Nya, seperti tanah liat di tangan tukang periuk. Sebab dalam penyerahan diri itulah terdapat keelastisan hati dan jiwa kita untuk dapat menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang Allah perhadapkan di depan kita. Apakah teguran, kritikan, hadiah, sanjungan, dan penderitaan sekalipun.
Ketulusan penyembahan dan kejujuran Daud di hadapan Allah dan di hadapan manusia tidak serta merta menjadikannya raja yang besar. Kedewasaan Daud bukan pula diukur dari tindakannya sebagai panglima perang yang selalu bergantung dan mengandalkan Allah. Kedewasaan Daud nampak dari kerelaannya untuk tetap dibentuk Allah dengan segala cara. Kita tahu, tidak mudah seseorang raja menyesal karena teguran nabi (misalnya saat Herodes ditegur Yohanes Pembaptis karena persoalan yang hampir sama). Demikian juga Petrus, kedewasaannya bukanlah khotbahnya yang hebat, tetapi kesetiannya untuk tetap melayani Tuhan meskipun terjadi gesekan-gesekan dengan rekan sepelayanannya. Itulah kehebatannya -- sekalipun untuk itu ia harus membayar didikan Allah dengan harga dirinya.
Jelas di sini bahwa memiliki kedewasaan rohani pada usia muda bukanlah suatu pertumbuhan yang abnormal atau mustahil, bukan pula suatu tuntutan surgawi yang sangat sulit untuk dipenuhi pada usia muda, atau sebuah teori yang hanya bisa dicapai dengan upaya dan kekuatan sendiri. Alasannya jelas, keduanya -- usia muda dan kedewasaan rohani -- tidak memiliki hubungan sebab-akibat. Ada orang yang secara jasmani telah dewasa, tetapi masih memiliki kehidupan rohani yang setingkat bayi, rewel dan selalu minta dilayani; hatinya seperti kaca yang bila terbentur dengan benda keras akan hancur berkeping-keping. Di lain pihak, tidaklah aneh bagi kita untuk menjumpai seorang yang masih muda secara jasmani namun telah memiliki kedewasaan rohani, sebab ia telah menyerahkan diri pada Allah dan memberikan dirinya untuk didandani Roh Kudus sejak awal pertobatannya.
Kriteria serta contoh beberapa tokoh muda dalam Alkitab berikut ini dapat memberikan sedikit gambaran tentang pribadi Kristen yang dewasa secara rohani.
Terus Berjalan Meskipun Pelan
Daud memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menjadi rendah hati di hadapan Allah dan manusia, serta bersandar pada Allah saja. Diperlukan waktu bertahun-tahun sejak Daud menggembalakan ternak ayahnya hingga ia menjadi raja. Allah perlu berkali-kali memberi pelajaran bahwa hanya Dialah satu-satunya Penolong Daud, dengan melalui banyak kejadian: menyelamatkan ternak dari terkaman binatang buas, kemenangan atas Goliat, dan kemenangan dalam perang-perang kerajaan. Demikianlah perjalanan rohani kita ibarat sebuah grafik yang setiap hari naik sedikit demi sedikit.
Tetap Memandang Visi Allah
Sadrakh, Mesakh, Abednego, dan Daniel dibawa ke istana Babel dan mendapat perlakuan yang baik, karena bakat dan potensi pada usia muda mereka dipertimbangkan raja Nebukadnezar sebagai keuntungan kerajaannya. Mereka menolak makan santapan raja, tetapi bukan berarti mereka mogok makan karena dibawa ke istana musuh. Juga ketika mereka dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala karena menolak menyembah patung emas, hal tersebut bukanlah merupakan protes mereka pada pemerintah. Hal tersebut bukan pula suatu keisengan mereka sebagai orang-orang muda. Semua itu mereka lakukan semata-mata karena mereka tidak dapat memalingkan hati mereka dari Allah yang hidup, apa pun risikonya.
Dalam usia yang muda dan penuh potensi yang terus dapat dikembangkan, sering datang tawaran jenjang karier yang cukup menggiurkan tetapi yang menjebak agar kita melepaskan Tuhan. Siapa yang tetap memandang visi Allah, dialah yang akan diluputkan dari api, dengan cara pertolongan yang sangat ajaib.
Berani Mengubah Arah Hidup
Seorang muda yang terdidik dengan soal hukum Taurat tiba-tiba mengubah arah hidupnya dari seorang penganiaya jemaat menjadi pekabar Injil Kristus.
Zaman sekarang, banyak anak muda yang terpaksa banting setir dalam menata masa depannya. Banyak artis yang tiba-tiba beralih profesi menjadi penyanyi rohani. Ada yang beberapa bulan lagi akan diwisuda menjadi dokter atau sarjana, tiba-tiba menjadi mahasiswa baru di sebuah sekolah teologi karena ada perjumpaan pribadi dengan Allah. Perubahan ini juga dialami oleh Paulus dalam perjalanannya ke Damsyik. Keputusan putar arah ini tentu menimbulkan pro dan kontra yang mungkin di luar dugaan, tetapi itulah konsekuensi sebagai orang yang telah dicelikkan mata hatinya.
Tidak Hanya Ikut Arus
Di dalam dunia modern ini ada begitu banyak tawaran yang menjadikan seorang muda meninggalkan kekudusannya di hadapan Allah. Di kanan-kiri kita tersedia begitu banyak sarana untuk memuaskan kedagingan orang muda. Akan tetapi, mereka yang bertekad menjaga diri mereka, seperti Yusuf pada saat ia di rumah Potifar, dialah yang tidak khamir oleh ragi dunia yang membinasakan; dialah yang kelak dijunjung tinggi oleh Allah di antara sesamanya.
Bangkit Setelah Jatuh
Pekerjaan yang paling sulit adalah memulai segala sesuatu dari nol kembali. Keputusan banyak orang yang telah jatuh atau tercebur dalam lumpur adalah mandi lumpur sehingga seluruh tubuhnya kotor dan tidak lagi terlihat sehingga ia tidak perlu malu. Keistimewaan Simson bukanlah kehebatan otot dan darah mudanya. salah satu hal luar biasa yang dilakukan Simson adalah kemauannya untuk kembali berbalik dan berteriak minta tolong kepada Allah.
Seseorang yang dewasa secara rohani adalah orang yang berani menghampiri Tuhan meski dengan berlumuran dosa. Tindakan inilah yang dikehendaki Allah (bd. pengajaran Tuhan Yesus dalam perumpamaan anak yang hilang). Itulah sebabnya Allah memulihkan keadaan Daud setelah penyesalannya atas tindakan yang dilakukannya terhadap Uria dan Betsyeba. Petrus, setelah penyangkalannya, dipulihkan Tuhan secara luar biasa. Masih banyak lagi contohnya.
Dewasa secara rohani bukan berarti tidak pernah atau tidak bisa jatuh dan mengalami frustrasi. Hanya saja, ketika mengalami suatu hal yang buruk, seorang yang dewasa secara rohani tidak berlarut-larut dalam kekecewaan hingga ia meragukan kasih Allah. Sebagaimana Allah mengampuni pelacuran yang dilakukan Maria Magdalena, pemerasan oleh Lewi si pemungut cukai, kekejian pembunuh-pembunuh Stefanus, penyangkalan Petrus, pengkhianatan Yudas, serta persekongkolan para pembunuh Yesus, demikianlah seseorang yang dewasa secara rohani tidak akan kehilangan keberanian dan kerendahan hatinya untuk kembali pada jalan kebenaran. Dia tidak akan memutuskan untuk semakin menceburkan diri dalam kegelapan yang lebih gelap seperti Yudas yang mati bukan karena hukuman Allah, tetapi karena tindakannya sendiri. Seorang yang dewasa secara rohani akan tetap menapak dari garis awal lagi setelah kejatuhannya, sama seperti Petrus yang bangkit setelah penyangkalannya.
Demikianlah kedewasaan rohani itu. Jadi tidak heran jika Rasul Paulus menasihati Timotius, "Sekalipun engkau muda, jadilah teladan dalam kasihmu, dalam imanmu ... sehingga orang tak meremehkanmu sebab engkau seorang yang muda."
Diambil dari: | ||
Judul Majalah | : | Bahana, Nomor 07, Tahun V, Volume 45, 7 Januari 1995 |
Judul Arikel | : | Dapatkah Kedewasaan Rohani Dimiliki Seorang Muda? |
Penulis | : | Zipora Dini |
Penerbit | : | Yayasan ANDI, Yogyakarta 2005 |
Halaman | : | 52 -- 54 |
"Bagaimana mungkin saya menggunakan internet untuk memenangkan jiwa bagi Kristus?" Anda akan bertanya. "Saya gagap teknologi. Saya hanya tahu bagaimana mengirim e-mail dan membaca berita secara tersambung online, tapi hanya itu saja."
Saya dahulu juga berpikir begitu. Pengetahuan teknis saya memang terbatas. Selama bertahun-tahun, saya bahkan ragu-ragu untuk menggunakan mesin ATM di bank karena saya takut akan melakukan kesalahan sehingga mesin ATM itu menelan kartu saya.
Perlahan-lahan saya berusaha mengatasi "technophobia" (ketakutan pada teknologi) dan mulai menggunakan komputer untuk mengolah kata (mengetik). Akan tetapi, saya masih menggunakan program kuno. Akhirnya, pada tahun 1998 saya mengganti sistem program DOS yang sudah kuno dengan Windows. Hal ini saya lakukan karena salah seorang teman saya mengatakan bahwa saya harus menggunakan program tahun 90-an sebelum tahun 90-an ini berakhir!
TALENTA APA YANG ANDA MILIKI?
Kita semua memiliki talenta dan kemampuan. Kunci supaya kita berguna adalah menggunakan talenta yang ada pada kita untuk Tuhan. Talenta Anda mungkin adalah menjalin persahabatan, membuat percakapan yang menyenangkan, menjawab pertanyaan, memberi inspirasi kepada orang lain, atau bercerita. Allah tentu saja dapat menggunakan semuanya itu. Berikut ini cerita yang mungkin bisa menyemangati Anda.
Saya senang dengan dunia komunikasi, khususnya menghubungkan Kristus dengan pendengar sekuler. Selama bertahun-tahun, saya sudah menulis banyak artikel penginjilan untuk membantu menjangkau orang-orang yang belum percaya kepada Kristus. Beberapa tahun yang lalu, teman dekat saya, sepasang suami istri terlibat dalam pelayanan di internet. Mereka meminta saya untuk mengirimkan semua artikel saya kepada mereka untuk mereka pasang secara tersambung di internet.
Saya tidak mengerti apa maksud dari semua itu, tapi mereka mengatakan bahwa artikel-artikel yang dipasang di internet ini akan diberikan secara gratis kepada semua orang di seluruh dunia. Tampaknya itu adalah hal yang baik.
Situs yang dimiliki oleh teman saya, "Leadership University", bertujuan untuk mengumpulkan ribuan artikel yang menguatkan iman Kristen. Evangelism Toolbox yang dimiliki oleh Allan menjadi "Yellow Pages" (Halaman Kuning) tersambung yang merupakan direktori bahan-bahan penginjilan. Mulailah mereka memperkenalkan penginjilan melalui internet kepada saya.
APAKAH ANDA SIAP MENGHADAPI REVOLUSI DIGITAL?
Pada suatu pertemuan di Amsterdam beberapa tahun yang lalu, saya melihat suatu brosur yang mengatakan, "Amanat Agung akan dibuat digital; apakah Anda siap?" Brosur itu menyentak perhatian saya. Mungkin Allah ingin saya memfokuskan tenaga saya untuk penginjilan melalui internet.
Brosur itu berbicara tentang bagaimana menggalang penginjilan melalui internet. Saya mulai bergabung dengan "orang-orang hebat" ini dan belajar dari mereka. Saya mulai lebih banyak menulis untuk situs dan berbagai artikel yang ditampilkan secara tersambung.
Teman lain mendorong saya untuk mencari nama saya di Google. Saya kagum melihat berhalaman-halaman artikel yang saya tulis di situs-situs yang belum pernah saya dengar sebelumnya!
Saya juga menemukan banyak kesaksian lainnya dari:
* seorang pemain tenis,
* seorang profesor di suatu universitas,
* seorang pelatih sepak bola,
* seorang penyanyi,
* seorang penunggang kuda handal,
* seorang pembalap mobil,
* seorang kapten kapal pesiar, dan
* seorang narapidana.
Sifat sederhana dan menular dari internet memungkinkan banyak orang menemukan dan menggunakan artikel-artikel ini dengan cara-cara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya bisa saja duduk dengan laptop di kantor, di pesawat terbang, atau di suatu kamar hotel dan menyusun artikel yang akan dengan bijaksana mendorong orang-orang untuk datang kepada Kristus atau hidup menurut prinsip-prinsip yang alkitabiah. Kemudian dengan menekan sebuah tombol, saya bisa mengirim artikel itu ke penerbit di internet yang akan menampilkannya di internet sehingga bisa dinikmati oleh semua orang di seluruh dunia.
Ini adalah cara yang luar biasa. Cara yang sangat potensial untuk menyebarkan Kabar Baik!
DOA YANG SEDERHANA
Suatu hari pada bulan Agustus 2003, saat lari pagi, saya merasa sangat ingin berdoa agar selama satu tahun saya akan memerhatikan seratus situs yang telah menggunakan artikel-artikel saya. (Pada saat itu, saya hanya memerhatikan 43 situs.) Tidak ada "suara dari surga" yang terdengar ataupun tulisan tangan yang ada di trotoar; saya hanya merasakan dorongan yang sangat kuat dari dalam diri saya sendiri untuk mendoakan hal ini.
Setahun kemudian, saya mempelajari seratus situs yang telah menggunakan artikel-artikel saya. Beberapa situs menerbitkan artikel tersebut dan yang lainnya memberikan tautan ke artikel-artikel saya. Artikel-artikel itu muncul dengan menggunakan beberapa bahasa: Inggris, Spanyol, Albania, Kroasia, Hungaria, Italia, dan Polandia! Orang-orang terus menerjemahkan dan memostingkannya. Ini di luar kendali dan kemampuan saya. Tuhan dipermuliakan melalui cara ini.
Situs-situs yang berjumlah banyak itu adalah situs-situs non-Kristen. Contohnya, satu situs memberi tautan ke salah satu versi artikel "Elvis Has Left the Building" (Elvis telah Meninggalkan Gedung) yang merupakan kekaguman terhadap Elvis Presley dan pengertian spiritual dari artikel ini. Suatu situs sekolah medis di Argentina menampilkan terjemahan artikel "One Minute After Death" (Satu Menit Setelah Kematian), yang bercerita tentang pengalaman menjelang kematian.
Beberapa situs koran sekular juga menerbitkan artikel-artikel ini. Situs-situs pribadi dan blog (web blog) juga memberi tautan ke artikel-artikel saya. Saya tidak menghubungi semua situs dan meminta mereka untuk menggunakan artikel saya. Beberapa redaksi hanya menemukan artikel-artikel saya di situs dan kemudian menggunakannya. Luar biasa!
SELERA HUMOR ALLAH
Saya bahkan menemukan satu artikel saya yang ditautkan ke situs porno!
Penjelasannya seperti ini. Artikel penginjilan saya itu berjudul "Dynamic Sex: Unlocking the Secret to Love" (Dinamika Seks: Membuka Rahasia untuk Mengasihi). Artikel ini memaparkan pandangan Alkitab tentang seks dan cinta, tetapi ditulis untuk menjangkau dan mendapatkan perhatian dari orang-orang non-Kristen. Tapi saya belum menemukan tautan artikel ini ketika menjelajah ke situs-situs porno! Saya menuliskan judul artikel itu di Google. Saya berdoa agar banyak pengguna internet yang pada awalnya mengunjungi situs itu untuk mencari pornografi justru bisa menemukan Yesus. Allah punya selera humor bukan?
Lagi, segala kemuliaan untuk Allah. Jika Anda tertarik, Probe Ministries menyediakan banyak artikel untuk mereka yang membutuhkan dan mengalami kebimbangan.
APA YANG DAPAT ANDA LAKUKAN?
Penginjilan melalui internet memberi Anda kemungkinan yang sangat besar untuk mengenalkan Kristus. Menulis artikel hanyalah salah satu metode. Anda bisa berinteraksi dengan orang-orang yang belum percaya di "chat room", surat-menyurat melalui e-mail, berkomunikasi di blog, merancang situs Anda sendiri, berdoa untuk dan/atau memberi dukungan dana untuk "web outreach" (pelayanan penjangkauan).
Anda juga dapat mendorong gereja Anda atau kelompok-kelompok Kristen untuk berpartisipasi pada "Hari Penginjilan melalui internet". Program hari internasional ini berfokus untuk menolong orang-orang Kristen belajar lebih banyak lagi tentang kemampuan web untuk penginjilan. Situs mereka, www.InternetEvangelismDay.com, menjelaskan bagaimana membuat program jangka pendek supaya dapat dilibatkan di pelayanan gereja atau kegiatan-kegiatan lainnya.
Hal terpenting adalah bertanya kepada Tuhan apa yang Dia ingin Anda lakukan. Seperti yang dikatakan Maria kepada pelayan-pelayan di Yohanes 2:5, "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!"
Mintalah Tuhan untuk memperluas wawasan Anda. Dia melakukan ini untuk Yabes (1 Tawarikh 4:10). (t/Ratri)
Bahan diterjemahkan dari sumber: | ||
Situs | : | Gospelcom |
Penulis | : | Rusty Wright |
URL | : | http://ied.gospelcom.net/article3.php |
Rusty Wright adalah seorang penulis, jurnalis sindikat dan dosen. Bersama dengan Probe.org telah menjadi pembicara di enam benua. Beliau berturut-turut memperoleh gelar Bachelor of Science (psychology) dan Master of Theology di Duke University dan Oxford University. Alamat situs Rusty Wright di: < www.probe.org/Rusty >
[Catatan: Jika setelah membaca artikel di atas Anda ingin ambil bagian untuk terlibat dalam pelayanan dunia internet, silakan menghubungi < staf-Misi(at)sabda.org > Kami akan senang sekali menolong Anda.]
Allah menyusun rencana yang teliti untuk kelahiran Mesias. Ironisnya, Yesus, sang Mesias, datang ke dunia bukan dengan kebesaran dan kemegahan, namun dengan penuh kerendahan hati. Yohanes Pembabtis diutus Allah untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya dengan memberitakan kedatangan kerajaan Allah dan perlunya pertobatan bagi pengampunan dosa (Matius 3:1-3).
Setelah 400 tahun adanya ketidakjelasan dan penindasan yang dilakukan oleh kekuasaan imperial, timbullah rasa kebangsaan dan monoteisme orang-orang Yahudi. Karena mereka kehilangan tempat ibadah saat berada dalam pembuangan, mereka membangun sinagoge di mana-mana, dan tempat itu menjadi pusat penyembahan dan pengajaran.
Kekaisaran Romawi memunyai bahasa utama, yakni bahasa Yunani. Ada pertukaran pendapat yang bebas antara Romawi Barat dan Romawi Timur. Komunikasi jalur darat dan jalur laut sangat efisien. Juga terdapat jasa pos dan jaringan jalan yang luas. Para pedagang harus melewati Palestina untuk berdagang.
Waktu Allah yang sempurna terbukti dengan lahirnya Yesus. Kekaisaran Romawi memiliki kehidupan persaudaraan yang rukun. Orang-orang Yahudi di Palestina diberi otonomi dan kebebasan untuk menjalankan agamanya. Orang-orang Yahudi di seluruh wilayah kekaisaran boleh pergi ke Yerusalem untuk merayakan pertemuan raya mereka.
Yesus dan murid-murid-Nya memperoleh kebebasan untuk berkeliling dan masuk ke sinagoge untuk berkhotbah dan mengajar. Tak ada saat yang lebih indah dibanding saat Mesias datang dan saat Kabar Baik diberitakan.
Yesus, Pusat dari Rencana Penebusan Allah
"Tetapi setelah genap waktunya, Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan ... untuk menebus ... supaya kita diterima menjadi anak." (Galatia 4:4-5)
Anak Allah, Yesus Kristus, sebelumnya ada bersama Bapa, datang ke dunia untuk menyatakan Allah sebab Dia adalah "sinar kemuliaan Allah, perwujudan nyata dari keberadaan Allah" (Yohanes 1:14; Ibrani 1:3). Melihat Yesus berarti melihat Allah; mengenal Yesus berarti mengenal Allah. Mengenal Allah berarti memperoleh hidup yang kekal (Yohanes 17:3).
Yesus memberikan semua milik-Nya, mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, taat pada kehendak Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:6-8). Dia melakukannya dengan kerelaan sebagai korban bagi dosa seluruh dunia supaya barang siapa yang percaya kepada-Nya memperoleh pengampunan dan menjadi anak-anak Allah. Ketika Dia mati, tumit Yesus diremukkan setan, namun ketika Dia bangkit dari kematian, Ia meremukkan kepala setan. Ini adalah penggenapan janji Allah dalam Kejadian 3:15. Yesus benar-benar mengalahkan setan dan melucuti kuasanya (Kolose 2:15).
"Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Bapa!" (Filipi 2:9-11)
Efesus 1:3-14 meringkas rencana penebusan Allah: "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya ... untuk menjadi anak-anak-Nya melalui Yesus Kristus ... supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia ... di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa ... supaya kami ... boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya ...."
Yesus Sang Penginjil
Yesus diutus oleh Bapa. Dia tahu benar untuk apa Ia datang: untuk menyatakan Bapa dan memberi hidup kekal, dan menunjukkan jalan kerajaan Allah ke dalam hati manusia dan dunia. Hal ini disempurnakan-Nya dengan menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang (Lukas 4:18-19). Sebagai Hamba yang menderita, Ia memberikan hidup-Nya sebagai tebusan bagi orang banyak.
Ia hidup di antara orang-orang yang ingin Dia menangkan. Dia mengalami hidup dengan debu, kotor, lapar, haus, lelah, pencobaan, perlawanan, penolakan, bahkan kematian. Perlu bagi-Nya "untuk menjadi seperti saudara-saudara-Nya dalam segala hal supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa." (Ibrani 2:14-18)
Dia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan melayani bersama Dia (Markus 3:13-39). Dia mengajarkan kepada mereka tentang kerajaan Allah, bagaimana mereka bisa masuk ke dalamnya, bertindak sebagai warga kerajaan Allah, dan bagaimana mereka seharusnya membimbing orang lain masuk ke sana. Yesus mengajar mereka dengan menjadi teladan dan dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengerjakan pekerjaan Allah.
Yesus memperhadapkan orang-orang akan dosa dan tingkah laku mereka yang jahat di hadapan Tuhan. Yesus memanggil mereka untuk percaya dan mengikut-Nya. Setiap orang yang bertemu dengan Yesus harus membuat keputusan mengikut Dia.
Selain berkhotbah dan mengajar, Yesus juga memberi makan orang lapar, menyembuhkan yang sakit, dan membebaskan yang terbelenggu. Yesus mengunjungi orang-orang, makan bersama mereka, bersukacita dengan mereka, dan berduka dengan mereka. Dia berdoa bagi murid-murid-Nya. Dia mengampuni orang-orang yang berdosa. Dengan sabar, Dia menjawab pertanyaan baik yang tulus maupun yang sinis. Dia menguatkan orang yang patah hati dan memuji orang yang penuh iman. Dia mencukupi kebutuhan orang dengan penuh kasih.
Yesus juga melayani orang-orang yang bukan Yahudi dan merencanakan dari awal untuk mengikutsertakan mereka ke dalam "keluarga Allah". Menurut pendengaran orang Yunani yang datang untuk mengunjungi-Nya, Dia menyatakan bahwa "apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku" (Yohanes 12:20-33). Dia menghendaki domba-domba yang lain dibawa juga ke kandang sehingga mereka menjadi satu kawanan dengan satu gembala (Yohanes 10:16). Ketika bercakap-cakap dengan perempuan Samaria, Yesus menyatakan: "Keselamatan datang dari bangsa Yahudi" (Yohanes 4:22), itu berarti bahwa keselamatan adalah bagi dunia.
Yesus Sang Pengutus
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu" (Yohanes 20:21), kata Yesus yang bangkit kepada murid-murid-Nya. Kini Yesus adalah sang Pengutus karena Dia adalah Tuhan yang kepada-Nya "segala kuasa di bumi dan di surga diberikan". Dia sudah mengalahkan setan, si penawan dan si pembudak manusia. Sekarang Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memuridkan semua manusia dan semua bangsa. Sama seperti Allah yang mengurapi-Nya dengan Roh, maka Yesus pun mencurahkan Roh-Nya kepada mereka dan berjanji bahwa Dia akan tetap bersama-sama dengan mereka sampai akhir zaman (Matius 28:18-21; Kisah Para Rasul 1:4, 8).
Pelayanan Yesus dibatasi hanya sampai Palestina dan daerah sekitarnya, namun murid-murid-Nya harus memberitakan-Nya ke daerah Yahudi, dan bahkan ke daerah yang tak dikenal. Visi Yesus adalah bagi seluruh dunia. Menyelamatkan dunia adalah kehendak-Nya. (1 Timotius 2:3-6). (t/Setyo)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Mission is for Every Church |
Judul asli artikel | : | Mission in the New Testament The Biblical Basis |
Penulis | : | Tim OMF |
Penerbit | : | OMF Literature Inc, Manila 1994 |
Halaman | : | 21 -- 25 |
Penjelmaan Yesus Kristus dan Kontekstualisasi
Penjelmaan atau inkarnasi Yesus Kristus merupakan puncak penyataan Allah kepada manusia. Dalam Perjanjian Lama "Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada ... kita dengan perantaraan nabi-nabi" (Ibrani 1:1). Zaman dahulu Allah bersabda kepada umat-Nya melalui nabi-nabi-Nya. Namun, "... pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, ...." (Ibrani 1:2). Yesus Kristus, Anak Allah dan Firman yang kekal itu "... telah menjadi manusia dan diam di antara kita...." (Yohanes 1:14)
Dalam inkarnasi Yesus, Allah melintasi jurang pemisah antara surga dan dunia ini. Ia menjembatani kesenjangan antara alam gaib dan alam semesta ini. Ia melakukan semua ini untuk menyatakan diri-Nya kepada kita. Seperti tertulis dalam Yohanes 1:18 "Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, ... Dialah yang menyatakan-Nya." Kata "menyatakan-Nya" secara harfiah berarti "menafsirkan" atau "meriwayatkan". Yesus Kristus adalah penafsir Allah yang sempurna.
Di sini kita melihat cara Allah sendiri untuk mengontekstualisasikan firman-Nya. Yang Mahamulia, yang Mahaagung, dan yang Mahasuci menjadi sama dengan kita. Pribadi kedua dari Tritunggal mengambil rupa manusia bagi diri-Nya sendiri, mengambil segala sesuatu berhubungan dengan kemanusiaan yang sempurna, sehakikat dengan kita sebagai manusia (Ibrani 2:14). Ia menyesuaikan diri dengan kita supaya kita dapat memahami siapa Allah itu sebenarnya. Allah kita adalah Allah yang rindu menampakkan diri-Nya kepada kita dengan cara yang relevan.
Meskipun demikian, sebagai manusia Ia hidup tanpa dosa. "Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ibrani 4:15b), sebab "di dalam Dia tidak ada dosa" (1 Yohanes 3:5). Oleh karena itu, kita melihat bahwa penyataan Allah dalam inkarnasi itu relevan dan tetap murni. Puncak kerinduan Allah untuk berkomunikasi dengan manusia diwujudkan dalam kehadiran-Nya sendiri di antara manusia. Ia yang Mahasuci bersedia memasukkan diri-Nya ke dalam kebudayaan manusia. Ia bahkan menjadi manusia sejati yang berkomunikasi dengan masyarakat lindungan-Nya sesuai dengan bahasa dan kebudayaan mereka.
Sebenarnya tujuan kontekstualisasi sama dengan tujuan inkarnasi Yesus. Sama seperti Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui kebudayaan Yahudi, demikian juga kita ingin menyatakan Allah kepada suku-suku yang belum mengenal Yesus melalui kebudayaan mereka. Oleh karena itu, kontekstualisasi merupakan suatu prinsip ilahi yang diwujudkan dalam penjelmaan Yesus. Inkarnasi Yesus tidak hanya memberi teladan kepada kita, tetapi juga memerintahkan kita untuk mengikuti teladan-Nya: "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian Aku mengutus kamu!" (Yohanes 20:21)
Sidang di Yerusalem dan Kontekstualisasi
Persoalan yang terjadi pada sidang jemaat di Yerusalem dalam Kisah Para Rasul 15 mengungkapkan persoalan-persoalan yang biasanya muncul dalam pelayanan lintas budaya: hubungan antara kebudayaan dan Injil. Dan, keputusan yang diambil oleh jemaat yang mula-mula merupakan suatu dasar yang kokoh untuk pelaksanaan kontekstualisasi.
Hal yang dibahas dalam sidang di Yerusalem merupakan arti Injil yang sebenarnya. Mereka menggumuli syarat-syarat untuk keselamatan: "Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ, 'Jikalau kamu tidak disunat menurut adat-istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.'... 'Orang-orang yang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa'" (Kisah Para Rasul 15:1,5). Oleh karena itu, menurut golongan orang-orang Yahudi: Injil + Sunat = Keselamatan.
Mereka merasa bahwa tidaklah cukup kalau orang Yunani hanya percaya kepada Yesus saja; mereka juga harus mengikuti adat-istiadat orang Yahudi. Namun, Paulus dan Barnabas tidak setuju dengan rumusan ini: "Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu." (Kisah Para Rasul 15:2a) Menurut golongan Paulus: Injil + 0 = Keselamatan
Kenyataan yang sebenarnya ialah bahwa kita diselamatkan oleh iman karena kasih karunia Allah (Kisah Para Rasul 15:7,9,11,14). Sidang di Yerusalem meneguhkan pendapat Paulus dan Barnabas bahwa kita diselamatkan oleh Injil dan hanya Injil saja. Orang Yunani tidak harus menjadi seperti orang Yahudi atau mengikuti adat-istiadat Yahudi untuk memperoleh keselamatan. Persoalan yang dibahas pada sidang di Yerusalem dapat digambarkan sebagai berikut. Golongan orang Yahudi percaya bahwa orang Yunani harus menjadi seperti orang Yahudi untuk memperoleh keselamatan.
Golongan Paulus percaya bahwa baik orang Yahudi maupun orang Yunani diselamatkan hanya oleh iman. Mereka tidak usah meninggalkan kebudayaan atau adat-istiadat mereka untuk diselamatkan, asalkan mereka mau bertobat dan percaya kepada Yesus. Tersirat dalam keputusan ini ialah suatu kebebasan yang diberikan kepada setiap suku untuk mengungkapkan Injil itu dalam sarana kebudayaannya sendiri. Kita tidak hanya diselamatkan tanpa mengikuti adat-istiadat asing, tetapi juga boleh beribadah tanpa mengikuti adat-istiadat asing.
Jadi, bagaimana orang dari latar belakang Kristen diselamatkan? Apa yang harus dilakukannya kalau ia ingin diselamatkan? Ia harus bertobat dan percaya kepada Yesus. Bagaimana dengan orang dari latar belakang bukan Kristen? Apakah orang dari agama lain harus mengikuti adat kekristenan tradisional untuk diselamatkan? Tidak. Semua orang diselamatkan hanya oleh iman. Renungkan implikasinya. Apakah orang Sunda harus mengikuti adat dan tradisi Batak kalau ia ingin diselamatkan? Tidak! Apakah orang Jawa harus mengikuti adat dan tradisi Tionghoa kalau ia ingin diselamatkan? Tidak! Namun, tanpa disadari justru itulah yang terjadi, dan setiap gereja di Indonesia dipengaruhi oleh adat Barat (karena kekristenan dibawa ke Indonesia oleh penginjil yang memasukkan adat mereka sendiri), selain oleh adat suku mayoritas anggota.
Kalau demikian halnya bagaimana caranya supaya orang dari latar belakang bukan Kristen dengan adat/tradisinya dapat percaya tanpa mengikuti adat atau tradisi suku lain? Kita harus mendirikan jemaat-jemaat baru. Kita harus membentuk dan mengembangkan adat dan tradisi yang alkitabiah, tetapi sesuai dengan adat serta tradisi petobat baru. Sesuai dengan keputusan sidang di Yerusalem dan agar kita dapat menjangkau sebanyak mungkin orang di Indonesia, kita harus berusaha mendirikan jemaat-jemaat baru, jemaat-jemaat yang "berakar di dalam Kristus dan erat berhubungan dengan kebudayaannya."
Paulus di Athena: Penyampaian Injil yang Kontekstual
Dalam Kisah Para Rasul 17:22-34 ada suatu pemaparan yang menerangkan penyampaian Injil yang kontekstual. Pada waktu itu Rasul Paulus menginjili orang-orang terpelajar di kota Athena. Pada waktu itu, kota Athena merupakan pusat para sarjana, cendekiawan, ilmuwan, dan filsuf, sehingga kota ini terkenal sebagai kota untuk orang berpendidikan tinggi dan pola berpikir maju. Rasul Paulus mulai menginjili orang Athena di rumah ibadat Yahudi serta di pasar dengan cara bertukar pikiran dan bersoal jawab dengan siapa saja yang bersikap terbuka. Akhirnya Paulus diundang ke Areopagus, badan cendekiawan yang berfungsi seperti Majelis Ulama Indonesia (Kisah Para Rasul 17:16-21).
Paulus mulai memberitakan Injil dengan cara memuji mereka atas kesungguhan mereka dalam beribadah: "Hai orang-orang Athena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa." (ayat 22b) Ia mulai mendekati mereka dengan cara yang sepositif mungkin dan berusaha menghindari konfrontasi. Setelah memuji mereka, ia menemukan suatu jembatan supaya pesan yang disampaikan dapat mencapai sasaran dan sekaligus relevan bagi para pendengarnya: "Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mazbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu." (ayat 23)
Perhatikan bahwa Paulus menjadikan sebuah mazbah -- bukan sebuah patung berhala -- sebagai titik tolak. Rupanya, Allah yang berdaulat sudah mempersiapkan orang Athena untuk menerima Injil melalui mezbah ini. Paulus kemudian menyatakan bahwa tugas dan tujuannya ialah memperkenalkan Allah yang tidak dikenal oleh mereka. Setelah itu, Paulus menerangkan tentang Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara manusia (ayat 24-27). Kemudian dalam ayat 28 ia memakai jembatan lain. Ia mengutip syair mereka: "Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga."
Kelihatannya Paulus percaya bahwa setiap kebudayaan atau agama memunyai unsur-unsur kebenaran sehingga ia berani mengutip puisi orang-orang Yunani yang disejajarkan dengan firman Allah. Ia mengutip supaya berita yang disampaikan itu dapat diterima dan dipahami sehingga Injil yang disampaikan menjadi relevan. Namun, pendekatan kontekstual ini bukan saja dimaksudkan untuk menyesuaikan diri saja, melainkan juga untuk hidup di bawah hukum Kristus, yaitu menantang hal-hal yang tidak sesuai dengan firman Allah supaya Injil tetap murni. Akhirnya, Paulus mengakhiri penyampaian ini dengan tantangan tentang pertobatan, penghakiman yang akan datang, dan kebangkitan Yesus (ayat 30-31). Respons terhadap pemberitaan Paulus ini bermacam-macam. Ada yang mengejeknya, ada yang ingin mendengar lagi, serta ada beberapa yang percaya (ayat 32-34).
Ada satu hal lain yang menonjol dan harus ditekankan di sini. Penyampaian kontekstual ini berpusatkan kepada Allah dan bukan kepada Anak Allah. Paulus tidak keberatan kalau langkah awal dari pendekatannya berpusat kepada Allah. Ia merasa tidak perlu langsung menyinggung soal Yesus atau Anak Allah. Ia ingin memaparkan Injil langkah demi langkah dan penekanannya selalu sesuai dengan konteksnya. Misalnya, di Indonesia adalah lebih tepat kalau kita lebih berpusat kepada Allah dalam pemberitaan Injil kita. Walaupun pada akhirnya kita harus berani menantang semua orang supaya bertobat dan percaya kepada Yesus, tetapi adalah lebih bijaksana dan alkitabiah kalau penginjilan kita berpusat kepada Allah.
Ada ayat-ayat lain yang menunjang pendekatan yang berpusat kepada Allah. Kadang-kadang Injil disebut sebagai Injil Allah (2 Korintus 11:7, 1 Tesalonika 2:2,8,9), jemaat disebutkan sebagai jemaat Allah (1 Tesalonika 2:14, Kisah Para Rasul 20:28), dan Allah disebutkan sebagai Juru Selamat kita (1 Timotius 1:1, Titus 1:3; 2:10; 3:4). Marilah kita mulai lebih bersikap kontekstual dalam pemberitaan kita. Marilah kita berusaha meniru teladan Rasul Paulus yang rajin mencari dan menemukan jembatan-jembatan baru untuk penginjilan. Marilah kita dengan penuh semangat menyampaikan Injil yang relevan dan tetap murni.
Kristologi dan Kontekstualisasi
Persoalan yang paling penting dalam teologi, pelayanan, dan penginjilan ialah jawaban terhadap pertanyaan ini: "Siapakah sebenarnya Yesus Kristus itu?" Cara yang paling tepat untuk menjawabnya ialah dengan mengerti dan merenungkan nama-nama sebutan Yesus. Yesus digelari macam-macam sebutan, misalnya Nabi, Mesias (Almasih), Firman, Imam, Guru, Juru Selamat dan lain-lain. Mengapa demikian? Ada dua alasan.
Pertama, alasan teologis, yaitu pengertian tentang Yesus begitu kaya dan mendalam sehingga satu atau dua sebutan saja tidak cukup. Yesus ialah satu oknum atau pribadi yang luar biasa, yang tidak dapat dipahami dari satu segi. Sebagai Nabi, Ia bersabda kepada kita; sebagai Gembala, Ia membimbing kita; sebagai Juru Selamat, Ia menyelamatkan kita; dan sebagai Raja, Ia memerintah dalam kehidupan kita. Paulus menggarisbawahi alasan teologis dengan melukiskan Injil yang disampaikannya sebagai "kekayaan Kristus yang tidak terduga" (Efesus 3:8).
Kedua, alasan misiologis, yaitu para rasul dan penginjil yang mula-mula memakai banyak nama sebutan supaya berita yang disampaikan relevan dan dapat dipahami. Misalnya, sebutan "Imam Besar" hanya dipergunakan dalam kitab Ibrani saja untuk melukiskan Yesus sebab kitab Ibrani dikarang khusus bagi orang Yahudi. Dan menurut pola berpikir orang Yahudi konsep "Imam" begitu bermakna sehingga sebutan "Imam Besar" benar-benar membantu orang-orang Yahudi mengerti siapakah Yesus sebenarnya.
Pengakuan pertama dalam Injil juga menggambarkan alasan misiologis ini. Pengakuan dan pemberitaan bahwa "Yesus adalah Mesias" (atau Kristus; Markus 8:29; Lukas 9:20; Kisah Para Rasul 5:42; 9:22; 17:2-3; 18:5, 28; 1 Yohanes 2:22) muncul dalam konteks Yahudi karena mereka memiliki harapan agugn dalam Mesias. Selama berabad-abad orang-orang Yahudi telah menantikan dan merindukan Mesias yang akan datang sehingga penyampaian Yesus sebagai Mesias begitu relevan dan menyentuh hati orang Yahudi.
Meskipun demikian, pemberitaan Yesus sebagai Mesias tidak begitu berarti bagi orang Yunani. Sebaliknya, pengakuan kristologis, "Yesus adalah Tuhan" (Kisah Para Rasul 10:36; 11:20; Roma 10:9; Filipi 2:11; 2 Korintus 12:3; 2 Korintus 4:5) begitu relevan dan bermakna bagi orang Yunani sehingga lebih sering dipakai dalam konteks Yunani. Pengakuan ini "menjadi jembatan bagi kekristenan untuk memasuki dunia yang berbahasa Yunani, memasuki dunia orang kafir, dan memasuki dunia proselit (orang-orang bukan Yahudi penganut agama Yahudi).
Dr. V.H. Neufeld menyimpulkan penelitiannya tentang pengakuan-pengakuan orang Kristen yang mula-mula sebagai berikut: "Kristus-homologia" (pengakuan bahwa Yesus adalah Kristus) lebih relevan bagi orang Yahudi ... Kyrios-homologia (pengakuan bahwa Yesus adalah Tuhan) lebih berarti terutama bagi orang Yunani." Ada lebih banyak bukti lagi tentang kristologi dan kontekstualisasi. Misalnya, Injil Yohanes pasal satu sangat kaya kristologinya. Dalam pasal ini Yesus sedikitnya dilukiskan dalam 13 nama sebutan: Firman, Allah (ayat 1); Terang (ayat 4); Manusia, Anak Tunggal Bapa (ayat 14); Yesus Kristus (ayat 17); Anak Domba Allah (ayat 29); Anak Allah (ayat 34); Rabi/Guru (ayat 38); Mesias/Kristus (ayat 41); Anak Yusuf (ayat 45); Raja Orang Israel (ayat 49); Anak Manusia (ayat 51)
Mengapa demikian? Nama-nama sebutan ini menyampaikan "kekayaan Kristus yang tidak terduga". Perhatikan bahwa Yohanes tidak terpaku kepada satu nama sebutan saja ketika menceritakan tentang Yesus. Demikian juga dalam pemberitaan Petrus. Waktu Petrus menginjili orang Yahudi ia memakai nama-nama sebutan yang paling relevan, yang tidak bertentangan dengan pola berpikir orang Yahudi. Dalam Kisah Para Rasul 3:11-20 Ia melukiskan Yesus sebagai: Hamba (ayat 13), Yesus (ayat 13), Yang Kudus dan Benar (ayat 14), Pemimpin kepada hidup (ayat 15), Mesias (ayat 18).
Kita dapat mengambil hikmat juga dari percakapan Yesus dengan perempuan Samaria. Walaupun percakapan ini dilakukan dalam waktu yang singkat, hal itu masih merupakan satu ilustrasi yang praktis tentang penginjilan dan proses pengertian si penerima. Pada mulanya perempuan ini mengakui bahwa Yesus adalah "nabi" (Yohanes 4:19). Lalu, setelah mendengarkan Yesus lebih lama ia sadar bahwa Yesus adalah "Mesias" (Yohanes 4:25-26, 29). Kemudian, sesudah Yesus mengajar selama dua hari di situ, orang-orang Samaria mengakui bahwa Yesus adalah "Juru Selamat Dunia" (Yohanes 4:39-42).
Jelas dalam cerita ini pengertian perempuan Samaria tentang Yesus makin lama makin jelas. Gelar "Mesias" lebih kaya dan berarti daripada gelar "nabi", sedangkan gelar "Juru Selamat Dunia" lebih luas dan mendalam lagi. Demikianlah proses kontekstualisasi itu! Begitu banyak nama sebutan Yesus dipakai dalam Perjanjian Baru. Mengapa gereja-gereja kita cenderung memakai hanya beberapa nama sebutan saja? Nama-nama sebutan Yesus Kristus, Tuhan Yesus, dan Anak Allah ialah sebutan yang paling disenangi umat Kristen di Indonesia. Padahal, justru gelar-gelar tersebut bertentangan dengan ajaran agama orang bukan Kristen yang ada di sekitarnya.
Meskipun akhirnya kita harus memberitakan "seluruh maksud Allah" (Kisah Para Rasul 20:27), tetapi adalah lebih bijaksana, lebih berhasil, dan lebih alkitabiah kalau kita memulai penyampaian Injil kita dengan mengetengahkan nama-nama sebutan yang paling relevan dan mudah dipahami. Misalnya, gelar "Nabi" dan "Mesias" merupakan dua gelar yang dapat berfungsi sebagai jembatan untuk menjangkau orang luar. Agama mayoritas di Indonesia mengakui bahwa Yesus (dalam bahasa Arab, Isa) adalah nabi. Juga, dalam Kitab Suci mereka, Isa digelari "Almasih", (Mesias dalam bahasa Arab). Kebanyakan pemeluk agama mayoritas di Indonesia belum mengerti apa artinya sebenarnya dari "Almasih". Walaupun demikian, karena nama sebutan ini terdapat dalam Kitab Suci mereka, maka lebih baik kalau kita memulai dengan nama sebutan yang ada dan menjelaskan artinya kepada mereka. Inilah cara yang dipakai dalam Perjanjian Baru.
Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa kristologi dalam Perjanjian Baru begitu meneguhkan pentingnya pelaksanaan kontekstualisasi.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Pelayanan Lintas Budaya dan Kontekstualisasi |
Penulis | : | Budiman R.L. |
Penerbit | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 14 -- 29 |
Selama mengajar sebagai seorang guru selama 13 tahun di sebuah negara Arab, saya menyadari pola pikir kultural dan tradisi-tradisi masyarakat melalui siswa-siswa saya dan keluarganya. Mereka, sebaliknya, mengamati saya dengan hati-hati dan menanyakan kepercayaan saya dan praktik-praktiknya. Saya segera sadar bahwa membagikan Kabar Baik kepada mereka melibatkan seluruh hidup saya: kata-kata, tindakan, dan pikiran saya.
Kebanyakan wanita yang saya temui di dunia Arab memiliki rasa ingin tahu. Karena saya sangat tertarik untuk mengetahui kehidupan mereka, maka hanya dibutuhkan satu menit sebelum kami benar-benar terlibat dalam serangkaian tanya jawab. Mereka sangat suka membicarakan hal-hal ruwet tentang hubungan keluarga. Jadi, saya harus benar-benar memberi perhatian pada nama-nama, jumlah, ataupun istilah-istilah kekeluargaan (seorang bibi mungkin juga menjadi saudara perempuan mertua!). Selanjutnya, mereka akan menanyakan tentang keluarga saya.
Kehidupan saya yang membujang, meski sudah berusia setengah abad, sangat membuat mereka heran. Saya menggunakan hal ini sebagai satu pintu masuk untuk berbicara tentang Allah yang memberikan keamanan dan perlindungan. Dia mengatur dan memimpin dalam mengambil keputusan mengenai pernikahan dan pekerjaan. Saya juga yakin bahwa tetap membujang dalam sebuah masyarakat yang memandang wanita sebagai objek pemenuhan hubungan seksual, merupakan satu cara untuk mewujudkan nilai atau harga dirinya sebagai pribadi yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Dari perspektif berbeda, rekan-rekan yang sudah menikah ditambahkan pada gambaran ini sebagai nilai pribadi. Hubungan suami istri yang saling tunduk, saling menghargai, dan saling mengasihi mengungkapkan kebenaran yang sangat dalam tentang pria dan wanita dan Allah.
Salah satu pertanyaan yang mereka ajukan mengenai gaya hidup saya berkaitan dengan doa. Jawaban saya untuk pertanyaan "Apakah Anda sembahyang?" adalah membandingkan penyucian tubuh mereka secara jasmaniah dengan penyucian batiniah yang diberikan Allah melalui darah pengorbanan-Nya. Kadang-kadang, saya menggunakan pengetahuan mereka mengenai seekor domba yang disediakan untuk menggantikan putra Abraham. Biasanya, saya akan membicarakan tentang ketulusan Allah, hati yang suci, dan tentang bebas bertemu Dia kapan saja. Bahkan, saya mungkin memberikan contoh-contoh tentang apa yang saya katakan di dalam doa, memuji Dia, mengakui dosa, mendoakan orang lain. Dalam penyembahan ini, saya berharap dapat menyampaikan realitas dan dekatnya Bapa surgawi, seraya menjaga rasa hormat karena nama-Nya yang kudus.
Persiapan pribadi bagi pelayanan terhadap wanita-wanita ini sangat penting. Berdoa, membaca Kitab Suci, dan merenungkannya adalah bagian dari kehidupan saya sehari-hari, sehingga pemikiran yang saya bagi pada teman-teman agama lain benar-benar berasal dari minat, persoalan, dan keyakinan pribadi. Mula-mula, saya berdoa dengan cara yang lebih umum, agar Allah mengikat roh-roh jahat dan membebaskan hati para wanita itu untuk mendengarkan perkataan-Nya. Saya akan menyebutkan nama wanita tertentu dalam doa dan menunggu Dia memberikan kebenaran khusus yang berkenaan dengan kebutuhan wanita itu. Kemudian, saya menyelidiki ayat-ayat Alkitab yang relevan dalam bahasa Arab dan memikirkan aplikasi dari ayat-ayat itu yang berkaitan dengan wanita itu, contoh-contoh dari kehidupan mereka sehari-hari dan hal-hal yang menarik secara pribadi. Sebelum bertemu dengan teman-teman agama lain, saya menyerahkan kunjungan itu pada Allah dan mendoakan wanita yang saya kunjungi, agar ada di rumah dan memiliki waktu luang untuk duduk dan berbincang-bincang. Lalu, saya akan berbicara santai, menikmati kebersamaan dengan wanita itu dan keluarganya, percaya bahwa Allah akan bekerja.
Sumber: Muslim and Christian on the Emmaus Road. J.Dudley Woodberry. Page 197 -- 218. MARC Pub, 1989
Doa adalah alat yang paling besar untuk memajukan pekerjaan Allah. Hanya hati dan tangan yang berdoa yang dapat mengerjakan pekerjaan Allah. Doa mencatat keberhasilan saat yang lainnya mengalami kegagalan. Doa telah memenangkan kemenangan besar dan telah menyelamatkan orang-orang kudus Allah dengan kemenangan yang menakjubkan ketika pengharapan lainnya lenyap. Manusia yang tahu bagaimana harus berdoa adalah anugerah terbesar yang dapat Allah berikan kepada bumi. Ia adalah karunia paling kaya, yang dapat ditawarkan bumi kepada surga. Orang-orang yang tahu bagaimana menggunakan senjata doa ini adalah prajurit-prajurit terbaik Allah, para pemimpin-Nya yang terbesar.
Orang-orang yang berdoa adalah para pemimpin pilihan Allah. Perbedaan antara para pemimpin yang Allah bawa ke garis depan untuk memimpin dan memberkati umat-Nya dengan para pemimpin yang dipilih berdasarkan pilihan duniawi, yang mementingkan diri sendiri dan tidak kudus, adalah bahwa para pemimpin yang berasal dari Allah merupakan para pendoa yang sangat unggul. Doa membedakan mereka, dan doa merupakan pembuktian atau pengesahan sederhana dan ilahi mengenai panggilan mereka, meterai pemisahan mereka oleh Allah. Tidak menjadi masalah anugerah atau karunia apa yang mereka miliki, doa mengatasi semua karunia tersebut. Dalam bidang lain, mungkin karunia yang mereka miliki, dimiliki juga oleh orang lain, tetapi karunia doa ini adalah milik mereka. Apa jadinya para pemimpin Allah tanpa doa? Apa jadinya Musa tanpa kuasa doa -- karunia yang dia miliki yang membuatnya menonjol di dunia kafir, mahkota di atas kepalanya, dan api imannya hilang? Tanpa doa, Elia pun tidak akan memiliki legalitas ilahi.
Hidupnya menjadi tidak bermutu dan pengecut. Kekuatan, perlawanan, serta semangat hidupnya hilang. Tanpa doa Elia, Sungai Yordan tidak akan terbelah oleh pukulan jubahnya. Malaikat kematian juga tidak akan menghormatinya dengan kereta dan kuda berapi.
Jawaban yang dipergunakan Allah untuk menenangkan ketakutan Ananias dan meyakinkannya akan keadaan serta ketulusan Paulus adalah, "dia sekarang berdoa". Ini adalah lambang sejarah Paulus, dasar bagi kehidupan serta pekerjaannya. Paulus, Luther, dan Wesley; apa jadinya orang-orang pilihan Allah ini tanpa unsur doa yang mengontrol dan membedakan mereka? Mereka adalah para pemimpin bagi Allah karena mereka kuat di dalam doa. Mereka bukan pemimpin karena kepintaran mereka, sumber-sumber mereka yang tidak pernah kering, pendidikan mereka yang menakjubkan, atau dukungan keuangan mereka. Mereka adalah para pemimpin karena mereka dapat memerintahkan kuasa Allah dengan kuasa doa. Para pendoa bukan hanya orang yang mengucapkan doa atau berdoa karena kebiasaan. Para pendoa adalah mereka yang menjadikan doa sebagai kuasa besar yang menyertai mereka, suatu kekuatan yang menggoyangkan surga, dan surga mencurahkan harta kebaikan yang tak terucapkan kepada bumi.
Para pendoa adalah orang-orang yang melewatkan banyak waktunya bersama Allah. Mereka selalu merasakan keinginan serta kebutuhan besar untuk menyendiri dengan Allah. Walaupun sibuk, mereka selalu berhenti di suatu saat tertentu untuk bersekutu dengan Allah. Mereka telah melewatkan banyak waktu sendiri dengan-Nya dan menemukan bahwa rahasia kepemimpinan bijaksana dan penuh kuasa bagi Allah terletak dalam saat-saat anugerah dan jalan masuk khusus ini. Para pendoa adalah orang bermata tunggal. Mereka telah banyak menyendiri dengan Allah, telah banyak melihat kemuliaan-Nya, telah banyak mempelajari kehendak-Nya, telah banyak terbentuk menurut gambar-Nya, dan Dia memakukan serta mengisi pandangannya. Hal-hal lain terlalu tidak penting untuk menarik perhatian mereka, terlalu kecil untuk menarik mata mereka. Visi ganda -- satu untuk diri sendiri dan yang lainnya untuk Allah -- sangat menghalangi doa. Para pendoa adalah orang-orang yang memiliki sebuah kitab, mereka makan dari firman Allah; firman tersebut hidup di dalam mereka dengan kuasa membangkitkan, dan tinggal di dalam mereka dengan penuh kuasa dan iman. Mereka adalah manusia Alkitab. Alkitab memberikan inspirasi doa mereka dan meningkatkan iman mereka. Mereka berdiri di atas janji-janji firman Tuhan seperti berdiri di atas lantai granit.
Para pendoa adalah satu-satunya pekerja Allah yang produktif. Doa yang sejati adalah kekuatan yang mengerjakan, suatu kekuatan ilahi yang harus keluar, yang terlalu kuat untuk diam. Pekerjaan para pendoa mencapai hasil terbaik karena dilakukan dengan kekuatan Allah. Para pendoa memiliki pimpinan-Nya dan melakukan pekerjaan-Nya bagi kemuliaan-Nya, di bawah sinar penuh sukacita hadirat-Nya, firman-Nya, dan Roh-Nya.
Para pendoa melayani untuk melindungi gereja terhadap materialisme yang memengaruhi seluruh rencana dan kebijakan gereja serta mengeraskan darah kehidupan gereja. Suatu racun rahasia yang mematikan bersirkulasi, meyakinkan gereja bahwa ia tidak perlu bergantung kepada kekuatan rohani semata seperti dahulu. Waktu yang berubah serta keadaan yang berubah telah membawa gereja keluar dari sifat-sifat dan ketergantungan rohaninya dan menempatkan gereja di mana kekuatan lain dapat menahannya sehingga gereja tidak mencapai puncaknya. Jerat berbahaya seperti ini telah memikat gereja untuk memasuki paham duniawi, memesonakan para pemimpinnya, memperlemah dasar-dasarnya, dan banyak menghilangkan keindahan serta kekuatan gereja. Para pendoa menyelamatkan gereja dari kecenderungan jasmani seperti ini. Mereka mencurahkan kekuatan rohani asal mula kepada gereja. Mereka mengangkat gereja dari pasir materialisme dan menenggelamkannya ke dalam samudera kuasa rohani. Para pendoa membuat Allah di dalam gereja berada dalam kekuatan penuh. Mereka membuat tangan-Nya tetap memegang kendali, sementara Dia melatih gereja dalam kekuatan dan kepercayaan.
Jumlah dan efektivitas para pekerja di ladang Allah, di semua daerah, bergantung kepada para pendoa. Melalui proses yang tersusun secara ilahi, jumlah dan keberhasilan para pekerja suci bergantung kepada kuasa doa. Doa membuka lebar-lebar pintu masuk, mempersiapkan para pekerja untuk masuk, memberikan keberanian kudus, keteguhan, dan buah. Para pendoa dibutuhkan di semua bidang pekerjaan rohani. Tidak ada suatu kedudukan pun, baik tinggi maupun rendah, di dalam gereja Allah yang dapat diisi tanpa doa. Tidak ada satu posisi pun, di mana orang Kristen ditemui, yang tidak memerlukan suatu iman yang selalu berdoa dan tidak pernah lemah. Para pendoa dibutuhkan baik di gereja maupun tempat usaha sehingga mereka dapat memimpin perdagangan bukan berdasarkan ajaran dunia ini, tetapi berdasarkan aturan Alkitab dan ajaran kehidupan surgawi.
Para pendoa dibutuhkan terutama dalam kedudukan yang berkaitan dengan kuasa, kemuliaan, dan pengaruh gereja. Para pemimpin yang menjadi pemikir gereja, pekerja gereja, dan kehidupan gereja seharusnya adalah orang-orang yang memiliki tanda kuasa dalam doa. Hati yang berdoalah yang menguduskan pekerjaan yang dilakukan oleh tangan dan pikiran. Doa membuat pekerjaan sejalan dengan kehendak Allah dan pemikiran sejalan dengan firman Allah.
Tanggung jawab utama dalam kepemimpinan gereja Allah, secara luas dan secara sempit, harus dipagari dengan doa. Sehingga ada jurang pemisah yang tidak terseberangi antara gereja dan dunia. Para pemimpin seharusnya begitu terangkat dan disucikan oleh doa, sehingga baik malam maupun awan tidak dapat menutup pancaran atau menyuramkan pandangan meridian Allah. Banyak pemimpin gereja yang kelihatannya berangggapan bahwa jika mereka bisa tampil sebagai seseorang yang memiliki pemikiran, rencana, prestasi akademik, kefasihan, atau kegiatan yang menonjol, maka semuanya itu cukup dan akan menebus ketidakhadiran kuasa rohani tertinggi yang didapatkan dari doa. Tetapi semua karunia di atas sia-sia dan tidak berarti di dalam pekerjaan serius untuk membawa kemuliaan bagi Allah, mengontrol gereja bagi-Nya, dan membawa gereja dalam keserasian dengan misi ilahi-Nya.
Manusia pendoa adalah dia yang telah melakukan banyak hal bagi Allah di masa lampau. Mereka adalah orang-orang yang telah memeroleh kemenangan bagi Allah dan memermalukan musuhnya. Mereka adalah orang-orang yang telah mendirikan kerajaan Allah di tengah-tengah perkemahan musuh.
Tidak ada lagi syarat bagi keberhasilan saat sekarang ini. Abad ini memerlukan kekuatan doa dan kebutuhan akan doa. Tidak ada pengganti yang dapat menghasilkan akhir yang penuh anugerah. Hanya tangan-tangan yang berdoa yang dapat membangun bagi Allah. Manusia-manusia doa adalah para pahlawan Allah di bumi, para pembangun utama-Nya. Mungkin mereka miskin dalam hal lain, tetapi dengan iman yang sederhana dan segenap hati yang bergumul dan bertarung, mereka adalah yang besar -- yang terbesar bagi Allah. Para pemimpin gereja mungkin memiliki karunia dalam bidang lain, tetapi tanpa karunia terbesar ini, mereka seperti Simson yang telah dicukur rambutnya, atau seperti mazbah bait suci, di mana api surgawinya telah padam tanpa kehadiran ilahi.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Doa dan Api |
Judul asli buku | : | Prayer and Revival |
Judul artikel | : | Dicari Para Pendoa |
Penulis | : | E. M. Bounds |
Penerjemah | : | Josep Tatang dan Susan |
Penerbit | : | Tunas Pustaka |
Halaman | : | 38 -- 43 |
(Indonesia, Abad ke-17 s.d. Abad ke-20)
Surat kabar "Javasche Courant" (Koran Java), pada edisi terbitan 10 Oktober 1860, memuat sebuah iklan yang lain daripada yang lain. Iklan itu kira-kira sebagai berikut.
"DICARI: Seorang penerjemah Alkitab bahasa Melayu."
Di kota Semarang, ada seorang utusan Injil muda yang sempat membaca iklan itu. Ia sangat tertarik. Dengan teliti ia mencatat semua syarat yang ditentukan untuk penerjemah yang dicari itu.
Bagaimana sampai terjadi bahwa ada pihak tertentu yang hendak mencari seorang penerjemah Alkitab bahasa Melayu melalui iklan di surat kabar?
Siapakah utusan Injil muda yang berminat terhadap iklan itu?
Untuk menjawab pertanyaan yang kedua ini, kita harus kembali menelusuri sejarah ke masa tiga puluh tahun sebelum tahun 1860, yaitu waktu iklan tadi ditulis. Tetapi untuk menjawab pertanyaan yang pertama itu, kita pun harus menelusuri kembali sejarah ke masa hampir tiga abad sebelum tahun 1860.
Mudah-mudahan pembaca sudah membaca buku seri "Alkitab di Seluruh Dunia" Jilid 1. Buku itu memuat kisah nyata yang menarik tentang terjemahan-terjemahan firman Allah yang mula-mula diedarkan di bumi Nusantara. Sejak permulaan tahun 1600-an, sudah ada kitab Injil Matius dalam bahasa Melayu (atau bahasa Indonesia kuno). Dan sejak permulaan tahun 1700-an, sudah ada seluruh Alkitab dalam bahasa Melayu.
Kalau demikian halnya, mengapa perlu memuat iklan tadi?
Karena bahasa Indonesia itu bahasa yang hidup, bahasa yang terus berkembang, sesuai dengan zamannya. Susunan kata yang disesuaikan dengan cara berbicara yang lazim di Indonesia pada tahun 1600-an atau 1700-an itu pasti tidak sesuai lagi dengan cara berbicara yang lazim di Indonesia pada tahun 1800-an.
Apalagi orang-orang yang turut mengerjakan terjemahan-terjemahan dahulu kala itu hampir semuanya orang asing, yang sesungguhnya belum menguasai bahasa Melayu secara jitu. Di samping itu, kebanyakan di antara mereka hanya suka bergaul dengan kaum ningrat saja. Jadi, bahasa Melayu yang biasa mereka gunakan itu adalah bahasa yang sangat tinggi, bahasa sastra, bahasa yang hanya dapat dipahami oleh kaum cerdik cendekiawan saja.
Namun, terjemahan seluruh Alkitab dalam bahasa Melayu yang mula-mula terbit pada tahun 1729 itu sangat disukai oleh orang banyak, baik putra-putri Nusantara, maupun orang-orang Belanda yang sedang menjajah mereka. Walaupun memiliki kelemahan, terjemahan hasil karya Dr. Melchior Leydekker itu adalah Alkitab yang asli. Padahal yang benar ialah Alkitab yang asli itu ditulis dalam bahasa Ibrani dan bahasa Yunani, bukan dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia.
Pernah ada tuduhan bahwa Alkitab Leydekker itu "dijunjung tinggi oleh orang Kristen, tetapi jarang dipahami -- merupakan semacam penghormatan mekanik, tanpa jiwa atau roh." Pernah juga ada seorang penerjemah Alkitab yang menjadi terkenal dalam usahanya untuk menyediakan firman Allah dalam bahasa-bahasa daerah; ia pun menerbitkan kecaman yang cukup kritis mengenai kekurangan-kekurangan yang ada pada terjemahan Leydekker yang amat kuno itu.
Mudah-mudahan pembaca sudah mengetahui bahwa di mana-mana dan di sepanjang abad, umat Baptis selalu menjunjung tinggi firman Allah. Jadi, tidaklah mengherankan kalau salah seorang yang mula-mula berusaha memperbaiki Alkitab terjemahan Leydekker itu adalah seorang Baptis. Dialah Pdt. William Robinson, yang mulai melayani di Jakarta pada tahun 1813 dan pindah ke Bengkulu pada tahun 1821. Pdt. Robinson menghasilkan terjemahan baru kitab Injil Matius dan Yohanes dalam bahasa Melayu rendah, yaitu bahasa Indonesia sehari-hari pada masa itu.
Di Surabaya, ada juga orang-orang Kristen yang bekerja sama sehingga pada tahun 1835 mereka dapat menerbitkan seluruh Perjanjian Baru dalam terjemahan bahasa Melayu sederhana. Namun, usaha itu dan banyak usaha lain lagi yang serupa belum berhasil menggeser kedudukan Alkitab Leydekker dari dalam hati kebanyakan orang Kristen Indonesia. "Terjemahan baru ini, terlalu rendah bahasanya. Lebih baik tetap saja kita memakai terjemahan lama."
Namun, umat Kristen Indonesia makin lama makin sulit memahami terjemahan lama itu! Mungkin pembaca sendiri dapat membayangkan betapa sulitnya -- kalau pernah -- membaca sebuah buku yang ditulis dua abad yang lalu. Atau mungkin sebaiknya pembaca diberi kesempatan langsung, supaya dapat merasakan sendiri apa yang dialami umat Kristen Indonesia pada abad yang lalu ketika mereka berusaha memahami Alkitab terjemahan Leydekker itu. Silakan baca:
"Tetapi` aku `ini bersabda pada kamu, bahuwa sasaawrang, jang gusar `akan sudaranja laki 2 samena 2, dendanja dehhukumkan `awleh mahhkamat: dan barang sijapa, jang kata 2 pada sudaranja laki 2, hej djahil! dendanja dehhukumkan `awleh madjlis SJerif: tetapi barang sijapa jang kata 2, hej `ahhmakh! dendanja dehhukumkan dalam `apij djahanam."
"Djanganlah kamu berbendakan bagi dirimu benda 2 diatas bumi, dimana gigas dan karatan membinasakan, dan di mana `awrang pentjurij menggarokh turus, lalu mentjurij. Tetapi hendakhlah berbendakan bagi dirimu benda 2 didalam sawrga, dimana bukan gigas, dan bukan karatan membinasakan, dan dimana `awrang pentjurij tijada menggarokh turus, dan tijada mentjurij. Karena barang dimana `ada bendamu, di sana lagi `ada hatimu."
Mungkin pembaca yang pintar dapat memahami kedua alinea tadi sehingga dapat mengenalinya sebagai kutipan dari khotbah Tuhan Yesus di Bukit (Matius 5:22; 6:19-21). Namun, siapa pun pasti akan merasa dijauhkan dari kebiasaan membaca firman Allah jika hanya dapat membaca dalam suatu terjemahan kuno seperti contoh-contoh tadi.
Berpuluh-puluh tahun lamanya terjadi perselisihan pendapat dan penundaan tindakan. Akhirnya pada tahun 1860, Lembaga Alkitab Belanda rela mengakui bahwa terjemahan Leydekker itu tidak lagi memenuhi syarat. Namun masih ada masalah: Lembaga Alkitab itu tidak mengenal seorang sarjana bahasa Melayu yang cocok untuk ditunjuk sebagai pelaksana utama dari suatu proyek terjemahan baru. Itu sebabnya mereka memuat sebuah iklan di surat kabar "Javasche Courant":
"DICARI: Seorang penerjemah Alkitab bahasa Melayu."
Iklan itu sangat diminati oleh Hillebrandus Cornelius Klinkert, seorang utusan Injil muda yang sedang melayani di kota Semarang.
Siapa sebenarnya H.C. Klinkert itu? Anehnya, ia itu mula-mula dilatih untuk menjadi, bukan seorang pendeta atau seorang penginjil, ataupun seorang ahli bahasa dan penerjemah firman Allah, melainkan seorang pengukur tanah.
H.C. Klinkert dilahirkan pada tahun 1829 di Amsterdam, kota pelabuhan besar di negeri Belanda. Sebagai anak remaja, ia bekerja bukan hanya sebagai pengukur tanah, melainkan juga sebagai karyawan pabrik dan juga masinis kapal uap di Sungai Rhein.
Konon, kapal uap gaya lama itu sering mengalami kecelakaan. Oleh karena suatu kecelakaan, seorang masinis muda berkebangsaan Belanda terpaksa diopname di kota Worms, Jerman.
Waktu itu, H.C. Klinkert masih berusia belasan tahun atau paling-paling baru mencapai umur dua puluh. Selama itu, ia terpaksa berbaring saja di ranjang rumah sakit. Lalu apa saja kiranya yang terlintas dalam pikirannya? Para perawat di sana pasti orang Jerman; mungkin sekali mereka mengalami kesulitan waktu bercakap-cakap dengan pemuda Belanda yang malang dan merasa kesepian itu.
Ketika Klinkert sudah sembuh dan diizinkan pulang kembali ke Belanda, ia pun segera menghubungi seorang pendeta untuk mendapat bimbingan rohani. Dan pada tahun 1851, pemuda yang masih kurang berpendidikan itu mendaftarkan diri sebagai seorang penginjil yang rela diutus ke negeri lain.
Mula-mula, Klinkert dikirim ke kota Rotterdam, tempat terdapatnya sebuah sekolah untuk mempersiapkan para calon utusan Injil. Tetapi pada tahun 1855, ia dikeluarkan dari sekolah itu. "Pemuda ini agak keras kepala," demikianlah laporan tertulis kepada kepala sekolah. "Ia sulit bekerja sama secara rukun dengan para calon utusan Injil lainnya. Sebaiknya ia dikirim ke suatu tempat di mana ia dapat melayani seorang diri, tanpa perlu menyesuaikan diri dengan rekan sekerjanya."
Pada umur 25 tahun, H.C. Klinkert diutus ke Pulau Jawa. Kapal layar yang ditumpanginya itu dilanda badai yang dahsyat pada saat mengitari Tajung Pengharapan di ujung selatan benua Afrika. Namun, ia tiba di ibu kota Jakarta dengan selamat pada bulan September tahun 1856. Kesannya yang pertama mengenai bangsa Indonesia: "Aneh dan luar biasa, hampir semua manusia di sini kelihatan berwarna coklat dan kebanyakan telanjang." Dan kesannya yang pertama mengenai panggilan beribadah dari masjid: "Raungan yang mengerikan."
Dari Jakarta, Klinkert naik kapal uap ke Semarang. Di sana, ia dijemput oleh seorang utusan Injil yang sudah berpengalaman di Indonesia. Lalu ia diantar ke rumah orang itu di Jepara.
Selama dua tahun, Klinkert belajar bahasa Melayu dan bahasa Jawa di Jepara. Ia juga belajar menyesuaikan diri dengan orang-orang setempat. Rupanya, ia berhasil baik dalam pelajarannya itu. Pada tahun 1857, ia menikah dengan Louise Wilhelmina Kahle, seorang gadis Indo yang hanya dapat berbicara bahasa Melayu dan bahasa Jawa saja!
Di samping belajar bahasa-bahasa setempat, Klinkert juga berusaha mendalami adat-istiadat orang Indonesia. Misalnya, ia suka mengumpulkan rempah-rempah agar menjadi pandai mengobati orang sakit dengan ramuan tradisional. Namun, ia sendiri sering kena penyakit perut dan liver.
Selama masa sakitnya itu, istrinya dengan setia menemaninya. Klinkert senang berguru pada istrinya tercinta. Pernah ia bergurau dengan menyebutkan: "sekolah bahasa di bawah kelambu!"
Ibu Klinkert sering mengeluh kepada suaminya tentang kesulitannya membaca Alkitab terjemahan Leydekker. Itulah sebabnya, Klinkert mulai mencoba-coba menerjemahkan kitab Injil Matius ke dalam bahasa Melayu yang lebih mudah dipahami. Sesudah pindah ke Semarang pada tahun 1858, ia mengerahkan dua orang yang pandai berbahasa Melayu untuk menolong di dalam proyek penerjemahannya. Pekerjaan itu pun menolong dia menyiapkan khotbah-khotbah yang disampaikannya minggu demi minggu. Ia suka berkhotbah dalam bahasa Melayu sederhana, yang lazim dipakai oleh orang biasa di jalanan dan di pasar kota Semarang.
Sesudah menyelesaikan Injil Matius, Klinkert meneruskan terjemahannya dengan Markus, Lukas, dan Yohanes. Bagaimanakah ia dapat membiayai pencetakan keempat Kitab Injil terjemahan baru itu? Klinkert mendapat akal. Ia mendirikan sebuah surat kabar bernama "Selompret Melajoe" (Terompet Melayu). Koran itu laris sekali sehingga banyak menghasilkan uang. (Bahkan di kemudian hari ternyata surat kabar itu masih terbit lebih panjang daripada masa hidup pendirinya! Koran "Terompet Melayu" itu masih tetap diterbitkan di kota Semarang sampai tahun 1920.)
Klinkert cukup sibuk dengan perusahaan surat kabarnya dan persiapan terjemahan Kitab Sucinya untuk dicetak. Namun, ia tidak membatasi minatnya hanya di kota Semarang dan sekitarnya saja. Ia berniat membeli sebuah kapal, agar ia dapat berlayar dari pulau ke pulau sambil mengedarkan Alkitab dan mengabarkan Injil. Tetapi rencananya itu tidak pernah terwujud.
Pada suatu hari dalam bulan Oktober tahun 1860, utusan Injil muda yang amat giat itu membuka-buka sebuah surat kabar dari percetakan lain. Dan di situlah ia membaca iklan Lembaga Alkitab Belanda yang sedang mencari seorang penerjemah bahasa Melayu.
Dengan teliti, Klinkert mencatat syarat-syarat yang telah ditentukan: harus ada terjemahan percobaan yang terdiri atas tiga pasal dari Perjanjian Lama dan tiga pasal dari Perjanjian Baru. Naskah itu harus ditulis dengan huruf Latin dan huruf Arab-Melayu.
Setelah ia mengirimkan naskah percobaannya itu ke Belanda, Klinkert tetap rajin mengerjakan terjemahannya ke dalam bahasa yang biasa dipakai di Semarang. Keempat kitab Injil itu sempat diterbitkan pada tahun 1861; seluruh Kitab Perjanjian Baru menyusul pada tahun 1863. Terjemahan bahasa Melayu rendah itu sangat disukai, lebih-lebih oleh jemaat-jemaat orang Indonesia keturunan Tionghoa. (Bahkan Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa sehari-hari itu terus-menerus dicetak ulang sampai tahun 1949!)
Sementara itu, walau Klinkert sudah berhasil di bidang penerbitan, di bidang penginjilan ia merasa sangat dikekang. Maka dari itu, ia memutuskan akan pindah ke Cianjur, sebuah kota kecil di daerah Jawa Barat. Di sana ia berharap dapat membuka sebuah sekolah, lalu dapat memanfaatkan sekolah itu sebagai pembuka jalan untuk memberitakan Injil.
Jadi, pada tahun 1862 Bapak dan Ibu Klinkert beserta kedua anak mereka yang masih kecil pindah dari Semarang. Tetapi di Cianjur pun kesempatan untuk mengabarkan Injil itu mereka rasakan sangat dibatasi. Izin untuk mengusahakan sekolah itu pun tidak keluar-keluar.
Betapa lega hati H.C. Klinkert pada suatu hari dalam bulan Oktober tahun 1863! Genap tiga tahun setelah dimuatnya iklan "DICARI" yang mula-mula menarik perhatiannya itu, ia menerima kabar dari negeri Belanda. Ternyata dialah orang yang terpilih sebagai "penerjemah Alkitab bahasa Melayu"!
Akan tetapi, masih ada syaratnya: Lembaga Alkitab Belanda merasa bahwa bahasa Klinkert itu terlalu rendah, juga terlalu banyak dipengaruhi oleh logat dari satu daerah tertentu. Ia harus diberi kesempatan untuk tinggal selama beberapa tahun di tengah-tengah masyarakat yang berbahasa Melayu tulen.
Di manakah kira-kira sumber bahasa Melayu atau bahasa Indonesia yang paling baik? Bukankah di daerah Riau? Itulah sebabnya pada permulaan tahun 1864, keluarga Klinkert pindah lagi ke Tanjungpinang, ibu kota Provinsi Riau.
Entah apa sebabnya, keluarga itu sulit mendapat sebuah tempat tinggal yang pantas di Tanjungpinang. Mungkin yang menyulitkan ialah Riau itu letaknya dekat Singapura sehingga harga-harga di Tanjungpinang pun agak tinggi. Bagaimanapun juga, keluarga Klinkert hanya sanggup menyewa sebuah tempat bekas toko pada jalan masuk ke daerah Pecinan.
Toko yang mau tidak mau harus dijadikan tempat tinggal itu sangat sederhana -- tidak ada dapur, sumur, atau kakus. Tidak heran mereka sekeluarga terkena penyakit! Meja tulis Klinkert harus ditempatkan menghadap jendela toko, tanpa kaca atau pelindung lainnya. Sering ada banjir, dan naskahnya yang sangat berharga itu harus dicedok dari dalam air. Lagi pula, Tanjungpinang itu kota pelabuhan. Setiap kali ada kapal perang Belanda berlabuh di sana, para kelasi berkeliaran ke sana ke mari sambil menimbulkan huru-hara.
Walau sangat sulit, masa tinggal di Tanjungpinang itu memang membawa untung bagi H.C. Klinkert. Ia sempat berkenalan dengan banyak orang yang berbahasa Melayu, dari seorang putra penghulu suku, sampai kepada para pelaut Melayu. Pelaut-pelaut itu sering menginap di rumah Klinkert sambil menunggu pasang surutnya air laut. Di Tanjungpinang, Klinkert sungguh sempat mendalami bahasa Melayu tulen, sampai-sampai ia menjadi pandai berpantun.
Namun, kesehatan keluarga Klinkert masih tetap mengalami gangguan. Setelah dua setengah tahun tinggal di daerah Riau, mereka terpaksa pindah ke Singapura. Tetapi di situ pun, Ibu Klinkert mulai muntah darah. Setelah hanya beberapa bulan saja di Singapura, mereka sekeluarga pindah ke Belanda.
Sementara itu, pada tahun 1868 terbitlah Kitab Injil Matius dalam terjemahan Klinkert yang baru. Pada tahun 1870, menyusullah seluruh kitab Perjanjian Baru. Tetapi pada tahun yang sama itu, Ibu Louise Wihelmina Klinkert tutup usia karena sakit TBC. Ia meninggalkan suami dan ketiga anaknya, masing-masing berumur sebelas, delapan, dan lima tahun.
Bagaimana seorang duda dengan tiga anak yang masih kecil itu dapat meneruskan pekerjaannya sebagai penerjemah Alkitab? Apakah mengherankan bila kurang dari satu tahun setelah istrinya meninggal, Klinkert menikah lagi dengan seorang janda yang sudah mempunyai seorang putri?
Jadi, masih tetap ada banyak gejolak dalam kehidupan Klinkert selama tinggal di negeri Belanda. Apalagi mereka sering berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain untuk mencari tempat tinggal yang lebih sehat iklimnya dan lebih murah ongkosnya. Namun, di tengah-tengah semua kerepotan rumah tangganya itu, H.C. Klinkert masih berjuang terus dengan tugasnya sebagai penerjemah firman Allah.
Pada tahun 1876, Klinkert sudah berhasil mengalihbahasakan Perjanjian Lama sampai dengan kitab Nabi Yesaya. Tetapi Lembaga Alkitab Belanda belum puas dengan gaya bahasanya. Menurut mereka, ia masih perlu bergaul lebih lama lagi dengan orang-orang yang berbahasa Melayu tulen. Ia pun perlu memperoleh kritik yang dapat meningkatkan kualitas naskah terjemahannya. Itulah sebabnya Lembaga Alkitab Belanda memohon supaya Klinkert rela untuk kembali ke Asia Tenggara selama dua tahun.
Bulan Juli 1876, H.C. Klinkert berangkat ke kota kuno Malaka, Semananjung Melayu. Kali ini, sama seperti dua puluh tahun sebelumnya, ia pergi merantau seorang diri; keluarganya ditinggalkan di Belanda.
Tetapi Klinkert tidak jadi menetap lama di Malaka. Kesehatannya mulai terganggu lagi. Ia pindah ke Jakarta, namun di situ pun, ia sering sakit.
Setelah hanya enam bulan saja, jelas bahwa Klinkert tidak tahan hidup di daerah tropika. Ia kembali kepada keluarganya dan selanjutnya Lembaga Alkitab Belanda tidak berani lagi meminta dia pergi ke Nusantara. Walau jauh dari tempat tinggal orang-orang yang berbahasa Melayu, namun Klinkert mengerjakan tugasnya dengan tekun. Akhirnya, pada tahun 1879 selesailah seluruh Alkitab terjemahan baru dalam bahasa Melayu yang sesuai dengan zamannya.
Sesungguhnya, H.C. Klinkert tidak pernah sempat mengabarkan Injil lagi di Nusantara. Di tanah airnya sendiri, ia malah bekerja sebagai seorang mahaguru bahasa Melayu sampai wafatnya pada tahun 1913. Namun, jasanya besar demi penginjilan di Indonesia: terjemahan hasil karyanya itu merupakan Alkitab bahasa Melayu yang paling baik pada masanya.
Alkitab Klinkert itu berkali-kali direvisi. Tentu saja setiap versi baru itu, ia sendiri turut menelitinya, walau ia tidak lagi bekerja sepenuh waktu di bidang penerjemahan. Bahkan ketika timbul gagasan untuk mencetak Alkitab Klinkert dengan huruf Arab, ia pun menulis setiap ayat dengan tangannya sendiri, serta menghiasi naskahnya dengan gaya yang khas sama seperti kitab-kitab suci lainnya yang berhuruf Arab.
Namun, timbul sebuah pertanyaan: apakah Alkitab Klinkert itu masih tetap dibaca hingga kini?
Jarang, walau bagian Perjanjian Lama hasil karyanya itu kadang-kadang masih didapati dalam bentuk terjemahan gabungan yang dulu biasa disebut "terjemahan lama."
Mengapa terjemahan Alkitab Klinkert yang sudah dikerjakan dengan susah payah itu umumnya tidak dibaca lagi oleh orang Kristen pada masa kini?
Itu karena bahasa Indonesia adalah bahasa yang hidup, bahasa yang terus berkembang sesuai dengan zamannya. Susunan kata yang disesuaikan dengan cara berbicara yang lazim di Indonesia pada tahun 1860-an atau 1870-an itu pasti tidak sesuai lagi dengan cara berbicara yang lazim di Indonesia pada tahun 1990-an atau 2000-an.
Di dalam firman Allah terdapat pernyataan mengenai Raja Daud sebagai berikut: "Setelah ia melayani generasinya menurut kehendak Allah, ia mati lalu dikuburkan" (Kisah Para Rasul 13:36, Firman Allah yang Hidup).
Hal yang sama juga dapat dikatakan untuk Hillebrandus Cornelius Klinkert. Terjemahan Alkitab yang dikerjakannya itu sangat menolong orang-orang pada masa hidupnya, bahkan di kemudian hari masih berguna selama berpuluh-puluh tahun. Pasti Allah berkehendak supaya firman-Nya disusun dengan kata-kata bahasa Melayu yang dulu mudah dipahami itu. Tetapi zaman Klinkert sudah berlalu, dan Klinkert sendiri sudah lama "mati lalu dikuburkan".
Itulah sebabnya tidak mustahil jika pada masa kini lembaga Alkitab akan sekali lagi memasang iklan seperti ini:
"DICARI: Penerjemah Alkitab!"
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Nama situs | : | e-MISI |
Penulis | : | Grace W. McGavarn | Alamat URL | : | http://misi.sabda.org/dicari_penerjemah_alkitab_indonesia_abad_ke17_sd_abad_ke_20 |
Catatan:
Jika Anda tertarik untuk memiliki buku berseri (4 buku tipis) yang mengisahkan pengalaman para penerjemah-penerjemah Alkitab dari seluruh dunia, Anda bisa mendapatkannya di toko-toko buku Kristen umum. Berikut ini adalah informasi yang Anda perlukan:
Judul buku | : | Alkitab di Seluruh Dunia; 12 Kisah Nyata Jilid 1 |
Alkitab di Seluruh Dunia; 12 Kisah Nyata Jilid 2 | ||
Alkitab di Seluruh Dunia; 12 Kisah Nyata Jilid 3 | ||
Alkitab di Seluruh Dunia; 12 Kisah Nyata Jilid 4 | ||
Penulis | : | Grace W. McGavarn | Penerbit | : | Lembaga Literatur Baptis, 1989 |
"Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka, 'Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Lukas 10:1-2)
Sepanjang pelayanan-Nya di dunia, Yesus menggerakkan orang-orang di dalam komunitas masyarakat sebagai bagian dari strategi misi-Nya untuk menyatakan rencana Allah menyelamatkan dunia. Dengan demikian, orang-orang itu berperan penting dalam pelayanan Yesus. Kita melihat bahwa selain memilih dan mengutus kedua belas rasul untuk memberitakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang sakit, Yesus juga memilih dan mengutus tujuh puluh murid yang lain untuk menyiapkan kedatangan-Nya di setiap kota. Mereka bertugas menyiapkan orang-orang di kota-kota tersebut untuk menerima Yesus. Ketika Yesus mengutus ke-70 orang itu, Ia mengutus mereka untuk pergi berdua-berdua. Tugas itu adalah pekerjaan yang besar, maka dibutuhkan banyak tenaga pekerja.
Selain itu, para pekerja itu juga memerlukan rekan-rekan yang ikut bekerja bersama. Mereka harus saling mengingatkan dan bertolong-tolongan menanggung beban. Tidak seorang pun akan sanggup melakukan pekerjaan itu seorang diri. Oleh sebab itu, mereka harus mengarahkan pandangan kepada Tuhan. Mereka harus meminta sang Tuan Pemilik Tuaian agar mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.
Jadi sebenarnya, perintah yang lebih penting bukanlah bekerja dengan lebih keras hingga membuat mereka lupa meminta sesuatu untuk memenuhi kebutuhan di ladang tersebut; perintah yang terpenting ialah mereka harus sungguh-sungguh berdoa kepada-Nya. Setiap permohonan doa menunjukkan iman bahwa Allah sedang bekerja sesuai dengan rencana-Nya. Ia sedang menggerakkan orang-orang di dalam gereja-Nya untuk bersedia mengerjakan tugas yang besar ini. Gereja diminta taat karena Allah ingin memakai mereka sesuai dengan panggilan dan karunia mereka masing-masing.
Ayat-ayat selanjutnya menyebutkan bahwa para pekerja itu diutus seperti anak domba di tengah-tengah serigala (ayat 3). Artinya, mereka diutus ke dalam situasi-situasi yang setiap saat bisa menjadi kacau. Yesus tidak mengatakan bahwa mereka tidak akan menghadapi masalah ketika memberitakan kabar keselamatan. Kenyataannya, banyak pekerja-Nya justru menghadapi masalah dan bahaya ketika menyampaikan kabar keselamatan itu. Tidak semua orang akan menerima kehadiran mereka, bahkan di beberapa tempat tertentu mereka justru diejek, ditolak, dan dianiaya. Mereka menghadapi kesulitan dan penderitaan itu dengan iman bahwa Tuhan tidak akan membiarkan pekerja-Nya seorang diri. Ia memberikan mereka kemampuan untuk menghadapi kesulitan itu.
Selain itu, Ia juga menjamin kehidupan para pekerja-Nya (ayat 4-8). Ayat-ayat ini mengingatkan jemaat dan gereja bahwa para pekerja di ladang itu layak untuk menerima upah bagi kelangsungan hidupnya. Bukan hanya upah, mereka juga memerlukan pelayanan kasih dari anak-anak Tuhan lainnya. Apa yang dilakukan jemaat di Filipi kepada rasul Paulus merupakan teladan bagi gereja Tuhan pada masa kini (Filipi 4:10), bahwa gereja sebaiknya mendukung para pekerja yang bekerja di ladang Allah.
Paulus bersukacita mengenai jemaat di Filipi terutama bukan karena pemberian-pemberian materi mereka, melainkan karena perhatian jemaat yang tulus kepada Paulus. Perhatian yang tulus itu menunjukkan kasih mereka kepada Paulus dan bahwa mereka ikut menanggung beban penginjilan Paulus. Gereja Tuhan seharusnya juga memberikan perhatian yang tulus dan pelayanan kasih kepada para pekerja Allah di garis depan.
Selanjutnya, Yesus mengutus ketujuh puluh murid itu disertai dengan suatu tugas khusus. Selain melayani pemulihan fisik, para murid itu juga harus menyampaikan pesan penting kepada orang-orang di kota tersebut. Pesan penting itu ialah "kerajaan Allah sudah dekat" (ayat 9-12). Sebagai sesama rekan sekerja Allah, mereka berkewajiban untuk menyampaikan berita ini. Kita mengetahui bahwa Allah sangat murka terhadap Sodom dan Gomora, dan Ia akan lebih murka kepada orang-orang yang tidak bersedia menerima kehadiran-Nya.
Rencana keselamatan Allah bersifat universal, yaitu menjangkau masyarakat melewati batas-batas wilayah, suku, dan bahasa. Mengingat banyak jiwa masih belum terjangkau Injil karena adanya berbagai rintangan, penginjilan bukanlah tugas yang ringan. Oleh sebab itu, seluruh tubuh Kristus memerlukan strategi dan kerja sama yang tepat untuk melaksanakan tugas ini secara efektif. Salah satu strategi itu ialah penyediaan firman Tuhan dalam bahasa suku-suku bangsa di Indonesia, yakni dalam bahasa yang paling mereka kuasai, dan dengan media yang paling sesuai untuk mereka. Pelayanan penginjilan, pemuridan, dan dukungan kehidupan orang-orang percaya sangat memerlukan firman Tuhan (Alkitab). Di Indonesia, masih terdapat sekitar empat ratus suku bangsa yang terhalang untuk menerima Kabar Baik karena hambatan bahasa dan budaya.
Selama 19 tahun pelayanan Kartidaya, lembaga ini telah menjadi perpanjangan tangan gereja-gereja untuk menjangkau suku-suku bangsa di Indonesia, khususnya melalui pelayanan kebahasaan dan kebudayaan. Hingga saat ini, sekitar seratus lebih pemuda Kristen Indonesia telah dilatih hingga mampu berperan serta dalam penyediaan firman Tuhan dalam berbagai bahasa suku. Kiranya Tuhan senantiasa melengkapi, membangun, dan menyempurnakan pelayanan Kartidaya pada masa yang akan datang. Biarlah bersama-sama dengan gereja-gereja di Indonesia kami senantiasa berkarya bagi kemuliaan nama-Nya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul Buletin | : | Berita Kartidaya, Edisi 2/2009 |
Judul artikel | : | Diutus untuk Berbuah |
Penulis | : | Yunita Susanto |
Penerbit | : | Yayasan Kartidaya, Jakarta |
Halaman | : | 2 -- 3 dan 19 |
Jika Anda memiliki kesadaran sosial, Anda akan terkejut mendengar cerita yang akan saya kemukakan. Seorang wanita berkulit hitam, tinggal di kawasan Chicago Selatan, mendesak agar apartemennya dipasangi pemanas karena musim dingin yang menusuk. Terlepas dari hukum di kota tersebut, pemilik tanahnya yang kejam menolak. Wanita itu seorang janda yang buta akan sistem hukum, namun ia membawa kasus itu ke pengadilan. Keadilan harus ditegakkan, katanya. Sayangnya, hakim yang menangani kasusnya adalah seorang ateis yang fanatik. Prinsip yang dipegangnya adalah "orang kulit hitam hanya boleh diam". Bagi janda tersebut, peluang untuk mendapatkan keadilan sangat sedikit. Dan peluang itu semakin sedikit ketika ia menyadari betapa kurangnya hal yang ia perlukan untuk mendapat keputusan yang diinginkan -- misalnya, uang suap yang memadai. Bagaimanapun juga, dia tetap bertahan.
Pada mulanya, hakim tidak mengacuhkannya sama sekali. Namun, ia mulai memerhatikan janda itu. Orang kulit hitam lagi, pikirnya, yang cukup bodoh karena berpikir bisa mendapatkan keadilan. Lalu keteguhan janda itu membuatnya sadar dan menimbulkan rasa bersalah serta marah di dalam dirinya. Dengan gusar dan malu, akhirnya hakim itu mengabulkan permohonan janda tersebut dan menegakkan hukum. Inilah kemenangan besar terhadap "sistem" -- setidaknya, menjalankan hukum di pengadilannya yang telah bobrok.
Tentu saja saya tidak sepenuhnya jujur. Cerita ini tidak pernah terjadi di Chicago (sejauh yang saya ketahui) ataupun dalam "cerita" saya sendiri. Ini merupakan perumpamaan yang dikatakan Yesus (Lukas 18:1-8) untuk menggambarkan sifat doa yang berupa permohonan.
Perumpamaan yang digambarkan Yesus bukanlah antara Allah dan hakim yang jahat, namun antara janda dan pemohon. Perumpamaan ini memiliki dua aspek. Pertama, janda itu menolak untuk menerima ketidakadilan, seperti juga orang Kristen seharusnya menolak untuk menerima kejatuhan dunia ini. Kedua, bukannya merasa patah semangat, janda itu bertahan dengan kasusnya, seperti orang Kristen yang seharusnya juga bertahan.
Saya ingin menegaskan bahwa doa kita yang lemah dan tidak rutin, terutama doa berupa permohonan, sering kali ditujukan dengan cara yang salah. Ketika menghadapi kegagalan ini, kita cenderung menyalahkan diri sendiri karena tekad kita yang lemah, hasrat yang tawar, cara yang tidak efektif, dan pikiran yang tidak terfokus. Kita terus berpikir bahwa tindakan kita salah dan berpikir keras untuk mencari letak kesalahannya. Menurut saya, masalahnya terletak pada kesalahpahaman tentang sifat doa dan kita tidak akan pernah memiliki keteguhan janda tersebut sebelum pandangan kita sejelas pandangannya.
Lalu, apakah doa yang bersifat permohonan itu? Pada intinya, doa permohonan adalah perlawanan terhadap kejatuhan dunia, penolakan yang mutlak dan tanpa henti untuk menganggap normal apa yang tidak normal. Dari segi negatifnya, ini berarti penolakan akan semua rencana, maksud, dan pemikiran yang berbeda dengan yang ditetapkan Tuhan. Itulah ungkapan mengenai suatu jurang yang tak bisa dijembatani yang memisahkan kebaikan dan kejahatan, pernyataan bahwa kejahatan bukanlah variasi dari kebaikan, melainkan lawan dari kebaikan.
Atau dengan kata lain, menerima hidup "apa adanya" -- yang berarti mengakui bahwa hidup berjalan tanpa bisa dihindari -- berarti juga menyerahkan cara Kristen memandang Tuhan. Dalam kepasrahan pada sesuatu yang tidak wajar ini ada anggapan yang tersembunyi dan tak dikenal, yaitu anggapan bahwa kuasa Tuhan untuk mengubah dunia dan untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, tidak akan menjadi kenyataan.
Tidak ada yang bisa mengganggu doa permohonan (dan juga pandangan Kristen akan Tuhan) secepat penyerahan. "Sepanjang waktu", Yesus menyatakan, "kita harus berdoa" dan tidak "jemu-jemu," dan menerima seperti apa adanya (Lukas 18:1).
Keabsenan doa permohonan bila penyerahan muncul sudah lama memiliki sejarah yang menarik. Agama-agama yang menekankan pentingnya ketenangan selalu menentang doa permohonan. Aliran Stoa menegaskan bahwa doa semacam itu menunjukkan bahwa seseorang tidak mau menerima keberadaan dunia ini sebagai ungkapan kehendak Tuhan. Satunya lagi berusaha melepaskan diri dari dunia dengan mengubahnya. Hal itu, sebagaimana dikatakan oleh aliran Stoa ini, adalah buruk. Pendapat yang sama juga ditemukan dalam agama Budha. Hal serupa umumnya juga ditemukan dalam budaya sekuler kita meskipun melalui proses penalaran yang berbeda.
Sekularisme adalah sikap yang memandang dunia sebagai suatu akhir, bahwa hidup terpisah dari hubungan dengan Tuhan. Akibatnya, satu-satunya norma yang ada dalam hidup, baik makna maupun moral, adalah dunia seperti apa adanya. Kita harus setuju untuk mencari beberapa sumber lain yang bisa digunakan untuk mengatur hidup kita yang sia-sia dan penuh khayalan. Bukan hanya Tuhan, objek dari doa permohonan, yang menjadi kabur, melainkan hubungan-Nya dengan dunia pun dipandang dengan cara baru. Dan cara itu adalah cara yang tidak bertentangan dengan pandangan sekuler. Tuhan mungkin "hadir" dan "berkarya" dalam dunia, namun hal itu tidak mengubah apa pun.
Bertentangan dengan semua ini, doa permohonan hanya akan berhasil bila ada keyakinan akan dua hal. Pertama, adanya keyakinan bahwa nama Tuhan jarang sekali diagungkan, kerajaan-Nya hampir tidak nyata di bumi, dan perintah-Nya hampir tidak dijalankan. Kedua, Tuhan sendiri dapat mengubah keadaan ini. Karena itulah, doa permohonan merupakan ungkapan harapan agar hidup bisa menjadi berbeda dan seharusnya memang berbeda. Hampir mustahil untuk hidup dalam Tuhan dan melakukan pekerjaan-Nya sesuai pribadi-Nya, tanpa berdoa dengan rutin.
Itulah arti penting dari doa permohonan dalam kehidupan Yesus. Penulis Injil tidak banyak menceritakan doa-doa Yesus (misalnya, Markus 1:35; Lukas 5:16, 9:18, 11:1). Namun, suatu pola dari keadaan yang dibangkitkan lewat doa akan dapat dikenali.
Pertama, doa permohonan diawali dengan keputusan yang besar dalam hidup, misalnya ketika memilih murid-murid (Lukas 6:12); yang menjadi penjelasan mengapa Yesus memilih sekumpulan orang yang terlupakan, sombong, bodoh, dan bebal adalah karena Ia sudah berdoa sebelum memilih mereka. Yang kedua, Ia berdoa ketika dihadapkan pada tekanan, saat disibukkan dengan tuntutan banyak orang yang menyita tenaga dan perhatiannya (Matius 14:23). Yang ketiga, Ia berdoa ketika dihadapkan pada kejadian penting yang mengubahkan kehidupan-Nya, seperti pembaptisan-Nya, perubahan-Nya, dan salib-Nya (Lukas 3:21, 9:28-29). Dan yang terakhir, Ia berdoa sebelum dan selama pencobaan, yang paling jelas adalah ketika di Getsemani (Matius 9:36-45). Ketika masa pencobaan tiba dan melingkupi, perbedaan antara Yesus dan murid-murid-Nya dalam menghadapi pencobaan itu hanyalah karena Ia bertekun dalam doa, sementara murid-murid-Nya tertidur dalam kelemahan hati. Setiap kejadian ini menghadirkan pilihan kepada Tuhan kita, yaitu memakai cara, menerima pandangan, dan mengikuti pengajaran yang bukan berasal dari Tuhan. Namun, penolakan-Nya akan semua pilihan itu selalu ditandai dengan doa permohonan-Nya. Inilah cara-Nya untuk menolak hidup di dunia atau untuk menjalankan urusan Bapa-Nya dengan menggunakan cara yang tidak sesuai dengan cara Bapa-Nya. Seperti itulah perlawanan terhadap kejahatan dan kejatuhan dunia.
Doa menunjukkan bahwa Tuhan dan dunia saling berlawanan; mereka berpura-pura tidak "tidur", tidak "putus asa", dan tidak "jemu". Lantas mengapa kita jarang berdoa untuk gereja lokal kita? Benarkah karena cara kita buruk, tekad kita lemah, atau daya imajinasi kita lesu? Saya tidak percaya. Ada banyak pembahasan yang bertekad kuat dan hidup -- yang secara sebagian atau keseluruhan bisa dibenarkan -- mengenai situasi khotbah, kekosongan penyembahan, kedangkalan persekutuan, dan ketidakefektifan penginjilan. Lantas. mengapa kita tidak bertekun dalam doa? Jawabannya cukup sederhana, yaitu karena kita tidak yakin doa akan membawa perubahan. Kita cenderung menerima, walaupun dengan terpaksa, bahwa situasi tersebut memang tidak akan bisa diubah. Ini bukanlah masalah tentang praktik doa, tapi sifat doa. Lebih tepatnya, tentang sifat Tuhan dan hubungan-Nya dengan dunia.
Tidak seperti janda dalam perumpamaan di atas, kita lebih mudah berkompromi degan dunia yang tidak adil di sekitar kita -- bahkan ketika dunia itu menyusup masuk ke dalam lembaga-lembaga Kristen. Penyebabnya tidak selalu karena kita mengabaikan apa yang terjadi, namun karena kita merasa tidak mampu untuk mengubah apa pun. Mau tidak mau, ketidakmampuan itu menyebabkan kita mengadakan gencatan senjata dengan hal-hal yang salah.
Dengan kata lain, kita tidak lagi marah, baik pada tingkat kesaksian sosial ataupun mendahului Tuhan dalam doa. Namun, Tuhan masih merasa marah dan kemarahan-Nya adalah kemarahan yang melawan hal-hal yang salah, dengan cara yang menempatkan kebenaran di tempat utama selamanya dan selamanya pula kesalahan di tempat kedua. Tanpa kemarahan-Nya, tidak ada alasan untuk hidup sesuai moral dunia. Jadi dalam hal ini, kemarahan Tuhan berkaitan erat dengan doa permohonan yang mencari wewenang kebenaran dalam segala hal dan pembinasaan kejahatan.
Kerangka pikiran yang diberikan Yesus kepada kita adalah Kerajaan Tuhan. Sebuah kerajaan adalah suatu tempat di mana kekuasaan raja diakui. Dan karena sifat dari Raja kita, kekuasaan itu bukan kekuasaan jasmani. Dalam Yesus, masa depan yang telah lama ditunggu itu telah tiba. Dalam Dia dan melalui Dia, unsur Mesianis telah masuk ke dalam dunia. Menjadi orang Kristen bukan berarti memiliki pengalaman religius yang benar, namun memulai hidup yang benar-benar rohani. Kegagalan penginjilan bukan dikarenakan oleh cara yang salah, melainkan karena "masa" sekarang ini dipenuhi oleh kehidupan orang-orang berdosa. Dan "masa yang akan datang", yang sudah menjelang, tidak dimiliki oleh suatu budaya atau orang tertentu. "Masa" Tuhan, "masa" Anak-Nya yang disalibkan, mulai datang di dunia ini. Oleh karena itu, doa-doa kita bukan lagi mengenai kehidupan pribadi kita, melainkan harus melihat pada masa depan kehidupan manusia, yang juga menjadi perhatian Tuhan. Jika Injil bersifat universal, doa pun harus bersifat universal.
Cukup relevan bila kita memandang dunia seperti satu ruang pengadilan, di mana suatu "kasus" mengenai yang hal yang benar dan yang salah masih dapat terjadi. Kelemahan kita dalam berdoa terjadi karena kita kehilangan cara pandang dan jika kita tidak memperolehnya kembali, kita tidak akan bisa bertahan sebagai pihak penggugat. Namun, selalu ada alasan mengapa kita harus memperoleh visi kita kembali dan mendayagunakan kesempatan kita. Hakim kita bukanlah hakim yang jahat atau ateis, namun Allah yang mulia dan Bapa dari Tuhan Yesus Kristus. Pernahkah Anda berpikir Dia akan gagal "memberikan keadilan untuk umat-Nya yang terpilih yang memohon sambil menangis kepada-Nya siang dan malam? Akankah Dia menolak mereka?" "Aku berkata kepadamu," Tuhan kita berkata, "Ia akan memberi mereka keadilan dengan segera" (Lukas 18:7-8).(t/Lanny)
Bahan diterjemahkan dari sumber:
Judul buku | : | Perspective on the World Christian Movement |
Judul artikel asli | : | Prayer: Rebelling Against the Status Quo |
Penulis | : | David F. Wells |
Penerbit | : | William Carey Library, Pasadena, Amerika 1981 |
Halaman | : | A 144 -- A 147 |
Saya selalu merasa tertarik kalau melihat kotak peralatan tukang kayu yang Ayah siapkan. Dia adalah tukang kayu. Peralatanya selalu tersimpan dengan baik di tempatnya masing-masing, alat-alat terbaik yang ia beli jika memunyai uang. Dan celakalah orang yang tidak memperlakukan salah satu dari peralatan itu dengan baik, menghilangkan atau memergunakan satu alat itu untuk membuat sesuatu yang tidak dirancangkan. Ayah saya bertumpu pada peralatannya dan dia secara konsisten memeriksa apakah tiap peralatan itu terpelihara dengan baik.
Seorang pekerja rohani yang berbobot memunyai peralatan khusus dan menggunakannya untuk memenangkan orang-orang yang tersesat dan meneguhkan iman orang-orang Kristen yang baru bertumbuh. Sekarang kita akan membuka dan melihat ke dalam kotak peralatan itu. Dawson Trotman, pendiri The Navigators, biasanya menceritakan kepada kita bahwa ada tujuh peralatan yang penting untuk menolong orang lain.
Salah satu alat yang istimewa dalam pelayanan untuk memenangkan jiwa ialah doa. Dawson tidak pernah melihat doa sebagai suatu tujuan akhir. Dia tidak menganggap doa sebagai alat pemuas diri sendiri yang akan membawanya kepada suatu keadaan pengangkatan gereja ke surga dan penuh kebahagiaan. Dia tidak memunyai keinginan untuk masuk dalam dunia khayalan. Sebagai prajurit doa yang sejati, Dawson memberitahukan kita, "Dalam menolong orang lain, bila Anda memulai dengan doa berarti Anda mulai dengan Allah, dan bila Anda memulai dengan Allah, berarti Anda memulai dengan benar."
Pertama-tama, melalui doa Allah dapat menunjukkan apa yang biasanya Dawson sebut sebagai "rintangan bagi pertumbuhan dan berbuah". Kita sering kali buta terhadap batu sandungan ini. Kita tidak dapat melihat tiang telepon yang sangat dekat di mata kita sendiri sejelas sebuah selumbar di mata saudara kita. Bagi saya, doa Raja Daud adalah klasik dan langsung: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mazmur 139:23-24). Seorang pekerja perlu bertumbuh terus, tetapi bila ada bagian dalam hidup kita yang tidak menyenangkan Allah, maka pertumbuhan kita akan terhalang.
Kedua, mohonlah pada Allah untuk menolong Anda agar orang-orang yang belum diselamatkan bersahabat serta memercayai Anda. Pada tahun 1957, tiap minggu saya pergi berkunjung dengan salah satu pendeta dari gereja Dundee Presbyterian Church di Omaha, Nebraska. Pada suatu sore, kami mampir di rumah seorang usahawan yang memunyai watak kasar dan keras. Gordon telah bertemu dengan orang itu sebelumnya dan memperingatkan saya bahwa kami mungkin akan mengalami kesulitan.
Orang itu membuka pintu, mempersilakan kami masuk, dan kami memulai kunjungan kami dengan secangkir kopi. Dalam menjawab salah satu pertanyaannya saya menunjukkan buku yang pernah saya baca, dengan menyebutkan betapa besar arti buku itu bagi saya dan bagaimana besarnya penghargaan dan penghormatan saya kepada pengarangnya. Usahawan yang kejam ini kelihatannya terkejut. Dia membawa saya ke ruang kerjanya dan memperlihatkan kepada saya buku itu. Dia berkata bahwa buku itu telah banyak menolongnya juga, dan secara jujur menyatakan keheranannya bahwa seorang seperti saya yang melakukan "pekerjaan keagamaan" masih memerhatikan hal-hal yang demikian.
Sesudah percakapan ini, dia dan saya menjadi teman erat. Hingga hari ini -- dalam jangka waktu lebih dari 25 tahun -- saya kadang-kadang mengadakan perjumpaan dengan keluarga itu. Tetapi yang paling menarik dari semuanya itu, dia dan hampir semua keluarganya mengenal Tuhan. Pekerja harus rajin mengikuti nasihat Paulus kepada Timotius supaya "melakukan pekerjaan seorang penginjil" (2 Timotius 4:5).
Suatu hal yang menarik dalam cerita ini ialah ketika sebelum Gordon dan saya membunyikan bel pintu rumah usahawan itu. Saya berdoa dengan singkat dan bersungguh-sungguh supaya Allah akan membuat sesuatu terjadi selama percakapan kami yang akan memungkinkan saya dapat memenangkan kepercayaan dan persahabatan orang itu. Saya juga meminta agar saya dapat memengaruhinya sehingga pada akhirnya memenangkannya bagi Kristus. Ternyata Allah menjawab doa saya.
Ketiga, doa akan menolong Saudara menemukan kebutuhan yang sungguh-sungguh dari orang Kristen yang bertumbuh dan apa yang dapat Anda lakukan untuk menolongnya, agar memenuhi kebutuhannya. Berdoalah dengan sungguh-sungguh bagi orang itu, mintalah hikmat dari Tuhan. Berdoalah bersama dengan orang itu. Sering kali, orang itu akan memulai dengan mengeluarkan isi hatinya kepada Tuhan. Melalui saat-saat doa itu, bersama-sama Anda akan mengetahui pergumulan apakah yang sedang dihadapinya, apa yang sedang memberati hatinya, dan persoalan apa yang dihadapinya dalam perjalanannya bersama Tuhan. Pelayanan Anda dalam hidupnya akan "menggaruk" tempat di mana dia merasa sungguh-sungguh gatal.
Kita belajar bahwa pergaulan merupakan suatu kenyataan. Fakta ini adalah dasar dari sistem belajar. Melalui sistem itu, banyak ahli urusan bangunan belajar dengan kecekatan yang luar biasa. Ketika kita melewatkan waktu dengan berdoa di hadapan Tuhan, semakin lama kita makin menyerupai Dia. Paulus menyatakannya seperti ini: "Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar" (2 Korintus 3:18). Suatu kebenaran yang hebat! Rahasianya ialah tinggal di dalam Kristus.
Alasan keempat dari doa ialah makin lama makin menjadi seperti Kristus ketika kita bersekutu dengan-Nya. Bagi seorang pekerja, salah satu mutu yang paling penting untuk berkembang ialah selalu merasakan "sentuhan" Kristus -- hubungannya dengan orang-orang lain. Bila Anda dan saya mau menjadi pekerja yang efektif di ladang tuaian di dunia yang luas, kita harus memunyai sentuhan ini dengan orang lain. Kristus mendatangi mereka yang cukup rendah hati untuk menerima firman-Nya yang berkuasa dan sanggup mengubah mereka dari hidup lama ke hidup baru.
Kita tidak pernah bisa menjadi saksi yang efektif bagi Kristus bila tidak mau dan tidak dapat mengomunikasikan kebenaran rohani itu kepada orang banyak. Yesus berkomunikasi secara terbuka dan efektif: "Daud sendiri menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?" Orang banyak yang besar jumlahnya mendengarkan Dia dengan penuh minat (Markus 12:37).
Kenneth Latourette menarik kesimpulan bahwa salah satu alasan utama bagi keberhasilan pelayanan Kristen ialah bahwa pelayanan itu pertama-tama kepada orang-orang biasa, selanjutnya mereka ini akan menjadi alat yang penting untuk menyebarkan Injil.
Pengalaman membuktikan bahwa meluasnya kekristenan tidak bersumber dari penginjil-penginjil profesional, melainkan melalui orang Kristen awam yang kehidupan kekristenannya suci dan murni. Mereka terbeban untuk bersaksi kepada orang-orang yang ditemui di lingkungan kerja mereka, misalnya pekerja-pekerja batu bara, kulit, kain, dan orang-orang tidak terpelajar lainnya.
Hiduplah dalam persekutuan yang erat dengan Kristus dan membiarkan-Nya hidup melalui Anda. Dia tetap ingin mentransformasikan kehadiran-Nya dan kuasa firman-Nya kepada orang-orang yang bersahaja. Inilah salah satu kunci penting bagi "pelayanan antarbudaya" yang banyak didiskusikan itu.
Orang yang pernah melayani dalam hubungan antarbudaya itu adalah Yesus. Dia meninggalkan rumah surgawi-Nya, suatu tempat suci dan murni, dan datang ke dunia yang kotor, penuh dosa dan menjijikkan untuk berjalan di antara kita. Apakah Dia bergaul? Ya! Apakah Dia mengadakan hubungan sampai ke hati? Ya! Apakah Dia akrab dengan orang-orang? Ya! Ketika kita bercermin kepada hidup-Nya dan pelayan-Nya, kelihatannya masuk akal bahwa hal yang paling penting yang dapat dilakukan oleh pekerja-pekerja yang terpanggil untuk menjadi misi antarbudaya ialah membiarkan-Nya terus menguasai kita. Tinggallah di dalam Dia. Pergunakan banyak waktu untuk berdoa. Lakukan pelayanan dengan penuh kuasa dari Roh Kudus. Izinkanlah Roh Yesus mempergunakan Anda sebagai saluran. Melalui saluran itu, Yesus dapat meneruskan pelayanan-Nya sekarang ini.
Apakah ini berarti bahwa pekerja-pekerja antarbudaya tidak perlu mengerti adat-istiadat lingkungan, kebudayaan, atau bahasa? Tidak! Tentu saja tidak. Hal ini hanyalah soal prioritas. Meskipun mereka melakukan hal-hal ini, mereka tidak boleh sama sekali menaruh kepercayaan mereka di dalam hal-hal ini. Keyakinan kita ialah di dalam Allah. Dia adalah sumber kepercayaan hidup dan pelayanan kita. Hidup di dalam Dia akan membuahkan buah yang tahan lama. Yesus berkata, "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yohanes 15:5). Ini adalah rahasia pelayanan yang efektif karena jamahan Kristus.
Melewatkan waktu bersama Kristus akan membuat seorang pekerja tetap berada dalam sasaran. Ini adalah keuntungan kelima yang diperoleh seorang pekerja yang berdoa.
Sebuah buku yang pernah saya baca dan baca lagi selama bertahun-tahun ialah "Lectures on Preaching" yang ditulis oleh Phillips Brooks. Dalam bab yang berjudul "Seorang pengkhotbah dalam pekerjaannya", dia berbicara tentang masalah menjaga supaya prioritas kita tidak bergeser dan selalu dalam sasaran. Hati-hati terhadap hobi Anda. Teguhkan diri Anda pada pusat pelayanan Anda, jangan sekali-kali berada di luar lingkungan kegiatan. Nasihat yang baik. Dengan sedikit menyerempet mungkin menarik, tetapi kita tidak boleh hidup atau melayani menyimpang dari tujuan.
Seorang pekerja yang saya ajak berbicara tergoda oleh jenis musik tertentu yang disiarkan oleh stasiun radio lokal. Memang tidak berdosa. Namun, saya tidak menyukai musik jenis itu. Dan yang menjadi persoalan ialah bahwa orang itu kelihatannya kehilangan minat untuk memenangkan jiwa-jiwa.
Beberapa waktu yang lalu, saya bercakap-cakap dengan seorang pekerja yang sedang berkampanye untuk mempromosikan suatu gagasan bahwa minum anggur, bir, dan minuman-minuman keras lainnya, menurut Alkitab tidak dilarang. Dia sangat dipengaruhi oleh gagasan itu. Tujuan hidup dan pelayanannya telah berubah. Dia berada di ujung garis batas dan saya kuatir dia sedang menuju kejatuhan.
Seorang pendeta memberitahukan pada saya baru-baru ini tentang seorang laki-laki dalam jemaatnya yang rupanya cenderung menghapuskan sekolah minggu. Orang itu tidak percaya pada kekuatan sekolah minggu dan telah berusaha dengan seluruh misinya supaya terlepas dari sekolah minggu itu. Dia berada di luar garis, melewatkan waktu dan mengeluarkan energinya pada jalur yang salah, menuju ke arah yang salah.
Beberapa hari yang lalu, saya berbicara dengan seorang laki-laki muda yang percaya bahwa gereja seharusnya berbuat lebih banyak untuk membantu pengungsi-pengungsi politik. Dia berbicara tentang sekelompok orang-orang yang diganggu oleh pemerintah. Orang-orang ini membutuhkan pertolongan dan gereja seharusnya ikut campur. Tetapi lebih dari itu, dia mengatakan bahwa hal itu seharusnya menjadi persoalan penting bagi gereja. Sebagian besar dari sumber dan waktu gereja harus dilewatkan untuk membereskan persoalan yang sangat rumit ini.
Ketika saya mendengar dia begitu bersemangat, saya merasa yakin bahwa saya sedang mendengarkan orang yang menekankan sesuatu di luar sasaran. Pekerjaan utama dari gereja ialah Amanat Agung itu -- memenangkan jiwa yang sesat dan meneguhkan iman yang telah diselamatkan. Bisa jadi hal-hal yang lain juga baik, namun bukan menjadi sasaran pokok. Saya mengingatkan kawan saya untuk merencanakan suatu revolusi sosial atau menyusun kembali suatu masyarakat, tetapi mengutamakan memenangkan jiwa. Yesus berkata tentang diri-Nya sendiri, "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10)
Bila Anda dan saya ingin menempatkan hidup kita pada inti sasaran, kita tidak dapat berbuat lebih baik kecuali memakai waktu berjam-jam dalam persekutuan dengan Kristus, sambil belajar dari Dia yang terus-menerus melakukan segala yang menyenangkan Bapa. Saya yakin inilah alasan penting yang telah menjadi inti sasaran dalam kehidupan dan pelayanan Rasul Paulus, meskipun dia juga telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam menjelaskan melalui surat-surat kirimannya tentang iman yang seharusnya dipatuhi oleh gereja Tuhan. Dia adalah pekerja yang utama dan penting dan secara kebetulan adalah seorang ahli teologi dan seorang pengarang.
Ketika Dawson Trotman melihat kelompok kami membentuk pekerja-pekerja, dia selalu menantang kami supaya berdoa. Suatu hari dia memberitahukan kepada kami, "Bila Anda berdoa, percayalah kepada yang tidak mungkin. Buatlah daftar proyek mengenai hal-hal yang tidak mungkin yang Anda inginkan Allah lakukan hal itu." Tempat teratas dalam daftar saya ialah keinginan supaya menjadi saksi yang baik bagi Kristus. Saya meletakkan dua ayat di tempat teratas dari daftar doa pribadi saya dan berdoa mengenai hal itu tiap-tiap hari. Salah satunya ialah Amsal 18:24, "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara."
Pada waktu itu, pekerjaan saya adalah memuati truk yang menuju toko serbaada (Sears) Roebuck. Orang-orang yang bekerja dengan saya sama sekali tidak tertarik pada berita Injil. Saya tahu bahwa untuk memenangkan mereka, saya harus pertama-tama berkawan dengan mereka. Kemudian kami dapat berbicara dan saya dapat membagikan Kristus dengan mereka secara pribadi dengan cara yang tidak tergesa-gesa. Ayat yang satunya ialah Amsal 17:22, "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." Saya membayangkan bila Allah akan menolong saya dengan sikap yang ramah dan semangat yang gembira dalam pekerjaan itu, maka Dia dapat mamakai saya untuk membangun suatu jembatan untuk menjangkau orang-orang ini dengan Injil.
Pada waktu itu saya tidak mengira saya dapat melakukannya. Tetapi Allah melakukannya. Akhirnya saya dekat dengan orang-orang muda itu dan bersaksi kepada mereka. Kemudian sesuatu yang tidak dapat dipercaya terjadi! Sebagian dari mereka datang kepada Kristus. Istri dari salah seorang laki-laki itu datang kepada Kristus. Dengan pengalaman ini sebagai permulaan, saya terdorong berdoa untuk hasil lebih besar lagi. Saya segera mengerti akan hak istimewa dan kuasa dari doa. Dawson mendorong kami supaya saling mendoakan. Pada suatu hari dia berkata, "Saya merasa kasihan kepada orang yang memunyai banyak pengagum tetapi sedikit pendukung doa."
Istri saya dan saya pada suatu kali mendapat hak istimewa untuk mengunjungi Kelepi dan Finamoa Mailaui di pulau Tonga di Pasifik Selatan. Kelepi dan Finamoa dimenangkan bagi Kristus saat mereka bersekolah di Universitas di New Zealand. Sekarang ini mereka adalah pekerja yang berbuah di kota asal mereka di Nuku`alofa, ibu kota dari 360 kepulauan Tonga.
Pada suatu hari, mereka membawa kami melihat-lihat pemandangan di pulau itu. Ketika kami melewati jalan pacuan Manamo`ui, mereka mengatakan Manamo`ui berarti "mukjizat yang hidup". Saya melihat pada jalur pacuan itu ketika kami lewat di dekatnya, dan saya berpikir, "Tidak, jalur pacuan ini bukan mukjizat yang hidup. Doa adalah mukjizat yang hidup." Melalui doa, kita nembawa hati dan tangan Allah yang hidup kepada dunia ini. Melalui doa, orang yang tersesat akan dibawa pulang. Melalui doa, bayi yang baru lahir dalam Ktistus dibantu sepanjang perjalanan iman dan dibangun dalam perjalanan mereka bersama Tuhan. Melalui doa, pekerja-pekerja akan didatangkan ke ladang tuaian. Melalui doa, kita dapat membagikan persoalan-persoalan pribadi dan keberatan-keberatan kita kepada Allah, sambil menerima terang dan kekuatan yang kita butuhkan untuk tugas- tugas harian dan tugas-tugas umum. Doa memang suatu mukjizat yang hidup!
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Penuai yang Diperlengkapi |
Judul asli buku | : | Laboring in the Harvest |
Judul artikel | : | Doa: Mujizat yang Hidup |
Penulis | : | LeRoy Eims |
Penerjemah | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 54 -- 63 |
Diringkas oleh: Novita Yuniarti
Allah Menginginkan dan Mendorong Doa Syafaat Bagi Pelaksanaan Maksud Penyelamatan-Nya untuk Manusia di Bumi
Yesus mengajarkan kita berdoa, "Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga." Abraham bersyafaat bagi Lot di Sodom, Musa berdoa agar Allah mengalihkan murka-Nya terhadap Israel, Daniel berdoa bagi pengembalian bangsa Israel dari Babel. Mengapa Allah menginginkan dan memerlukan doa syafaat umat-Nya? Pada mulanya Allah memberi manusia wewenang untuk memerintah bumi, sedangkan wewenang untuk memerintah yang dimiliki Setan, dicapai melalui pemberontakan melawan Sang Pencipta, merupakan wewenang untuk memerintah yang palsu, yang tidak sah, dan yang direbut. Melalui kebangkitan-Nya, kita dapat mendayagunakan hak yang diberikan Allah kepada kita -- doa syafaat, agar kehendak-Nya terlaksana dan kerajaan-Nya datang di bumi. Berdoa dalam kuasa Roh Kudus menerobos wewenang musuh, meratakan jalan bagi Dia untuk menyelamatkan semua orang, dan ikut ambil bagian dalam pelaksanaan maksud penebusan-Nya.
Awal tahun 1998, Allah menuntun Dick Eastman membentuk satu tim doa syafaat di setiap bagian Eropa Timur. Tugas mereka ialah "menghadapi benteng-benteng Komunisme". Mereka "berjalan sambil berdoa" di seputar bangunan Politbiro di Bukarest. Dua tahun kemudian, Ceaucescu, yang sebelumnya dengan bangga mengatakan rezimnya akan bertahan seribu tahun lagi, akhirnya runtuh. Di Berlin, pada tengah malam, Allah menuntun Dick dan seorang teman Jermannya berdoa untuk tembok Berlin. Mereka berdua meletakkan tangan di tembok lalu berdoa, "Dalam nama Yesus, runtuhlah!" Dalam peristiwa-peristiwa dramatis tahun lalu di Eropa Timur, Allah telah menggunakan doa umat-Nya untuk menggoncangkan bangsa-bangsa. Dia juga dapat berbuat hal yang sama untuk dunia yang belum terjangkau. Ia sedang mencari mereka yang akan berdiri di hadapan-Nya untuk 2000 kelompok suku-suku yang belum terjangkau, 1000 kota, dan 30 negara yang belum terinjili (Yehezkiel 22:30).
Kewenangan dalam Alam Rohani Diraih Melalui Doa
Ingatlah doa syafaat yang disampaikan Musa ketika ia mengangkat tangannya di hadapan Allah, sementara Yosua dan tentara Israel berperang melawan orang Amalek. Setiap kali tangan Musa menjadi lelah dan tertatih-tatih, tentara Israel dipukul mundur. Tetapi, sewaktu ia menopang pendiriannya dalam doa dan dengan tangan yang terangkat, orang-orang Israel mengalami kemenangan. Dalam sejarah Israel, Raja Yosafat mengandalkan doa, puasa, pujian, dan penyembahan -- sebagai senjata untuk melawan musuh-musuh yang menyerang Israel. Kemenangan dalam alam rohani merupakan hal yang penting sekali. Kemenangan tersebut harus diperoleh dengan menggunakan senjata-senjata rohani. Dua babak dalam sejarah Alkitab ini secara gamblang menggambarkan doa syafaat sebagai faktor pembawa kemenangan.
Doa Menopang dan Memperluas Jangkauan Pengutusan
Doa dicatat lebih dari 30 kali dalam kitab Kisah Para Rasul. Bagi para rasul, waktu yang diperpanjang dalam doa dan menanti-nantikan Tuhan bersama-sama, sangatlah penting dalam pelayanan mereka kepada orang-orang yang belum terjangkau. Sebelum pencurahan Roh Kudus pada waktu Pentakosta dan khotbah Petrus yang membawa 3000 orang bertobat, Alkitab mencatat, "semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama" (Kisah Para Rasul 1:14). Ketika para rasul dan para petobat baru berkumpul untuk berdoa, terjadilah mukjizat dan tanda-tanda; kota itu dipenuhi dengan ketakjuban, serta Tuhan menambahkan jumlah orang yang diselamatkan ke dalam jemaat setiap hari (Kisah Para Rasul 2:42-44). Sesudah mereka berdoa, tempat pertemuan mereka digoncangkan dan semua orang dipenuhi Roh Kudus, lalu membicarakan firman Allah dengan berani (Kisah Para Rasul 4:31).
Para rasul menetapkan prioritas mereka dalam pelayanan misi dengan doa dan pelayanan Firman (Kisah Para Rasul 6:4). Hasilnya, "Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya." (Kisah Para Rasul 6:7) Doa Petrus menghasilkan mukjizat dan tanda-tanda seperti kebangkitan Tabita (Kisah Para Rasul 9:40). Doa juga membuka mata Petrus untuk memberitakan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi, yang membuatnya rela pergi memberitakan Injil pada Kornelius (Kisah Para Rasul 10). Doa dan puasa yang dilakukan oleh lima pemimpin jemaat Antiokia, telah menuntun pada pemilihan Paulus dan Barnabas untuk menjangkau orang-orang bukan Yahudi (Kisah Para Rasul 13:1-3). Melalui doalah Paulus tidak diizinkan oleh Roh Yesus untuk memasuki Bitinia, tapi diarahkan ke Makedonia (Kisah Para Rasul 16:7-10). Melalui doa dan pujian pada Allah yang dilakukan oleh Paulus dan Silas yang terpenjara, berdirilah jemaat di Filipi (Kisah Para Rasul 16:25-26).
Kebangunan rohani yang terjadi di benua Eropa bermula dari Pietisme -- suatu gerakan doa yang sungguh-sungguh. Dari pengaruhnya timbullah Danish Halle Mission yang melayani di India dan gerakan orang-orang Moravia di bawah Count Zinzendorf. Salah seorang yang menulis tentang orang-orang Moravia mengatakan, "gerakan doa syafaat dari orang-orang Moravia di Herrnhut pada tahun 1727, menghasilkan penginjil-penginjil hebat selama dua abad terakhir." Pertemuan doa yang dimulai orang-orang Moravia pada tahun 1727 berjalan terus selama 100 tahun! Secara berantai, mereka menyampaikan doa yang tak putus-putusnya bagi jemaat dan kebutuhan semua jemaat di dunia. Upaya doa ini mengobarkan hasrat mereka untuk memberitakan Kristus kepada orang-orang yang belum terjangkau. Dari desa kecil inilah, lebih dari 100 utusan Injil telah diutus dalam 25 tahun.
Beberapa dasawarsa kemudian, William Carey -- tukang sepatu yang rendah hati, menyokong pemberitaan Injil yang dilakukannya secara paruh waktu, dengan menggambar sebuah peta dunia, lalu memasukkan semua informasi yang didapatkannya tentang wilayah-wilayah dan negara-negara ke dalam peta tersebut. Sewaktu ia merenungkan masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan yang menggemparkan dunia, ia mengalihkan informasi yang diperoleh menjadi doa syafaat yang disampaikan dengan sepenuh hati. Penulis riwayat hidupnya menyatakan, "Sering dalam keheningan malam -- lewat cahaya lampu yang tidak terang, ia akan meneliti peta tersebut, lalu berlutut di hadapan-Nya dan berdoa sambil mencurahkan jiwanya pada Allah". Pada tahun 1806, beberapa mahasiswa dari William's College meluangkan waktu mereka untuk berdoa bagi dunia. Dari doa merekalah gerakan misi bangsa Amerika lahir.
Robert Glover merangkum peranan doa dalam sejarah misi sebagai berikut, "Dari Pentakosta dan Rasul Paulus hingga masa kini, setiap terobosan baru dalam dunia misi merupakan hasil dari doa dan iman. Setiap upaya penginjilan yang dilakukan oleh anak-anak-Nya merupakan benih yang ditanamkan roh ilahi".
Kebangunan Rohani yang Dimulai Melalui Doa, Memberi Dampak Besar Bagi Pencapaian Suku-Suku yang Belum Terjangkau
Semua kebangunan rohani berakar dalam doa. Jonathan Goforth, utusan Injil yang mengadakan kebangunan rohani di Timur Jauh pada permulaan abad ini, memaparkan kebangunan-kebangunan rohani yang berlangsung di Korea dan Tiongkok tidak hanya menyegarkan jemaat, tapi membawa puluhan ribu orang dari suku-suku yang belum terjangkau kepada Kristus. Semua itu bermula dengan kelompok kecil orang-orang percaya, yang memutuskan untuk berdoa bersama-sama secara teratur bagi pencurahan Roh pada mereka, dan pada orang-orang yang belum bertobat.
"Sewaktu berkunjung ke Inggris, saya menemui seorang yang saleh. Kami berbicara tentang kebangunan rohani di Tiongkok, dan ia memberi saya tanggal-tanggal tertentu ketika Allah secara khusus mendorongnya untuk berdoa. Saya sangat terkejut, karena pada tanggal-tanggal inilah Allah sedang mengerjakan karya yang luar biasa di Mancuria dan Tiongkok. Saya percaya, harinya akan tiba di mana seluruh sejarah tentang kebangunan rohani akan disingkapkan, dan mereka yang mengkhususkan diri dalam doa adalah orang yang berperan utama dalam mewujudkan kebangunan rohani tersebut.
Di Hawai, kebangunan rohani yang dikenal sebagai "Kebangunan Agung" (1837-1843), bermula dalam hati para utusan Injil yang digerakkan untuk berdoa. Pada pertemuan tahunan mereka di tahun 1835 dan tahun 1836, mereka digerakkan untuk berdoa dan dikesankan begitu dalam dengan kebutuhan akan pencurahan Roh Kudus, sehingga mereka memohon kepada jemaat-jemaat yang mengutus mereka untuk bersatu dengan mereka di dalam doa. Pada tahun 1837 terjadi kebangunan rohani di Hawai, sehingga para utusan Injil harus bekerja siang dan malam untuk menampung banyak orang yang gelisah mencari jaminan keselamatan. Dalam sehari, lebih dari 1700 petobat dibaptis dan dalam enam tahun 27.000 orang ditambahkan ke dalam jemaat.
J. Edwin Orr -- sejarawan kebangunan rohani, menyimpulkan bahwa kebangunan rohani terjadi karena adanya peningkatan pertemuan-pertemuan doa yang tersebar di seluruh dunia. Ia mengamati bahwa kebangunan-kebangunan rohani pada abad ke-19, menyadarkan semua lembaga misi yang ada, memampukan mereka untuk memasuki ladang-ladang yang lain, serta membawa orang-orang yang belum percaya kepada Kristus. Mengenai kebangunan rohani yang terjadi pada abad ke-19, ia menulis, "Pada peralihan abad, kebangunan-kebangunan rohani mengirimkan utusan-utusan Injil perintis ke Laut Selatan, Amerika Latin, Afrika Hitam, India, dan Tiongkok. Di sana bermunculanlah lembaga-lembaga misi denominasi seperti Baptist Missionary Society, American Board, dan lembaga-lembaga misi lainnya di Eropa. Gelombang kedua dari kebangunan rohani menggerakkan lembaga-lembaga misi dan para utusan Injil yang berasal dari luar negeri, seperti William Carey untuk menginjili India. Kemudian Robert Morrison membuka jalan bagi para utusan Injil untuk bermukim di perkampungan sekitar pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok. Para utusan Injil mendesak ke utara dari Tanjung Pengharapan sewaktu David Livingstone menyelidiki daerah pedalaman Afrika".
David Bryant setuju dengan pengkajian yang dilakukan Orr. Ia mengamati strategi utama Allah adalah membawa umat-Nya bersama-sama dalam doa, agar mereka bersatu mencari Dia. Kapan saja Allah siap melakukan hal baru dengan umat-Nya, Ia selalu mendorong mereka berdoa. Bryant juga menemukan suatu pola dalam gerakan-gerakan perluasan Injil selama lebih dari 300 tahun:
Doa Syafaat Memungkinkan Anak-Anak Allah Memiliki Pusaka Mereka -- Suku-Suku Bangsa di Bumi
Mazmur 2:8 menjelaskan kepada kita perlunya berdoa bagi terbukanya pintu untuk menjadikan bangsa-bangsa milik Allah, atau khususnya suku-suku yang belum terjangkau menjadi milik pusaka kita. Satu-satunya hal yang dapat kita bawa ke dalam kekekalan sebagai warisan kita adalah orang lain. Sukacita dan mahkota kita sama seperti yang dialami Paulus, berupa orang-orang lain yang datang kepada Kristus melalui pelayanan kita.
Dalam sejarah misi, penuaian di dalam jemaat Kristus dihubungkan dengan doa yang kuat dan gigih. John Hyde, yang melayani di India Utara dikenal sebagai "rasul doa", karena Allah menambahkan pekerja nasional sebagai jawaban atas doa-doanya. Ia membuat sebuah kesepakatan dengan Allah, untuk berdoa setiap hari bagi satu orang agar menerima Kristus. Di tahun pertama, sekitar 400 orang menerima Kristus. Tahun berikutnya, dia memutuskan untuk memercayai Allah agar dua orang sehari percaya kepada Kristus. Hasilnya 800 orang datang kepada Kristus pada tahun tersebut.
Seorang utusan Injil wanita yang dipengaruhi oleh kehidupan doa Hyde, memutuskan untuk membaktikan jam-jam terbaik dari waktunya untuk doa, dengan menjadikan doa sebagai hal primer bukan sekunder seperti sebelumnya. Allah berkata kepadanya, "Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahu kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami. Engkau belum berseru kepada-Ku, karena itu engkau tidak melihat hal-hal yang besar dalam hidupmu." Sewaktu ia mulai memprioritaskan doa dalam pelayanannya, perubahan luar biasa terjadi -- 15 orang dibaptis dan 125 orang dewasa datang pada Kristus, dan Tuhan menambahkan jumlah mereka yang belum percaya untuk menerima-Nya.
Di India, doa menjadi kunci penuaian di antara orang-orang yang belum terjangkau. Para utusan Injil yang melayani di antara suku Telugu, menjadi kecewa sampai hampir meninggalkan pelayanan mereka karena kurangnya tanggapan. Akan tetapi pada malam terakhir di tahun 1853, seluruh pasangan utusan Injil dan tiga orang India yang membantu pelayanan mereka, berdoa semalam suntuk bagi suku Telugu di sebuah bukit yang memandang ke bawah kota Ongole. Dalam waktu enam minggu, 8000 orang suku Telugu menyerahkan hidup mereka kepada Kristus. Dalam sehari, lebih dari 2200 orang dibaptis dan jemaat itu menjadi yang terbesar di dunia! Pada tahun 1902, dua orang utusan Injil wanita dengan Khassia Hills Mission, digerakkan untuk berdoa dan orang-orang Kristen Khassia juga mulai berdoa bagi sesama mereka yang belum bertobat. Dalam beberapa bulan, lebih dari 8000 orang bertobat.
Wesley Duewel dari OMS Internasional, yang dikenal sebagai seorang guru doa mengatakan, 25 tahun pertama dari pelayanan misi mereka di India sangatlah lambat. Hanya ada satu sidang jemaat setiap tahun yang didirikan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk merekrut 1000 orang di negeri yang mengutus mereka, untuk berdoa selama 15 menit setiap hari bagi pelayanan mereka. Beberapa tahun kemudian, Tuhan menjawab doa mereka. Dari 25 sidang jemaat dengan 2000 orang percaya, menjadi 550 sidang jemaat dengan 73.000 orang percaya. Salah seorang bangsa India, rekan sekerja Duewel berkata, "Kita semua telah melihat hasil yang melampaui setiap hal yang dapat kita bayangkan!" Jonathan Goforth, dalam tulisannya tentang kebangunan rohani Korea pada tahun 1907 mengatakan, "Kebangunan rohani terjadi berkat ketekunan dalam doa yang penuh keyakinan, yang menyebabkan 50.000 orang Korea menerima Kristus." Seorang utusan Injil berkata "Tuhan dapat melakukan banyak hal dengan doa yang sedikit, apalagi jika kita berdoa sebagaimana mestinya."
Disampaikan pada: International Society for Frontier Missiology, 13-15 September 1990
Diringkas dari:
Judul buku | : | Doa:Senjata Strategis dalam Mencapai Suku-suku yang belum Terjangkau |
Judul artikel | : | Doa:Senjata Strategis dalam Mencapai Suku-suku yang belum Terjangkau |
Penulis | : | John Robb |
Halaman | : | 5 -- 12 |
Diringkas oleh: Novita Yuniarti
Strategi-Strategi Misi yang Berhasil Berasal dari Penelitian yang Direndam dalam Doa
Dalam Bilangan 13, Yosua merupakan salah seorang "peneliti" pertama yang mengintai negeri perjanjian. Karena ia mengetahui fakta-fakta tentang negeri itu dan orang-orangnya, maka ia menyusun siasat ulung selama penaklukan. Yosua senantiasa melibatkan Allah dalam menyusun strategi-strateginya. Ia tidak bersandar pada pengertiannya sendiri, tapi mengandalkan Allah yang disampaikan lewat doa. Prinsipnya masih sama, menggabungkan hasil-hasil penelitian dengan kelompok yang sedang kita jangkau dengan doa yang gigih secara terus menerus, merupakan suatu gabungan yang akan membawa kemenangan dalam proses pengembangan strategi misi yang berhasil guna.
Doa: Cara di Luar Kekuatan Manusia, yang dapat Melipatgandakan dan Mengutus Para Pekerja ke Pelayanan Suku-Suku yang Belum Terjangkau
"Mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:37-38) Yesus tidak menganjurkan para murid-Nya, agar semuanya pergi keluar lalu mengumpulkan sebanyak mungkin pekerja Kristen, atau meningkatkan dana jutaan dolar bagi misi. Sebaliknya, Ia berkata bahwa berdoa kepada Dia yang empunya tuaian -- itu merupakan prioritas. Sebab Dialah yang dapat memanggil, melengkapi, dan mengutus pekerja yang paling mampu untuk menuai tuaian tersebut. Allah sedang menanti-nantikan doa umat-Nya, untuk membalikkan para penganut fanatik di sekeliling kita seperti yang dilakukannya terhadap rasul Paulus, agar mereka menjadi utusan-utusan Injil bagi kelompok mereka. Ketika jaringan-jaringan doa dibentuk dengan memusatkan perhatian pada suku-suku, kota-kota, dan negara-negara tertentu, kita akan melihat Allah membangkitkan laskar-laskar pekerja yang baru untuk menuai di dunia.
Doa Membuka Pintu-Pintu Tertutup Bagi Kehadiran Orang Kristen
Rasul Paulus mendesak orang-orang Kristen dari generasinya untuk "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur. Berdoa jugalah untuk kami, supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan kami, sehingga kami dapat berbicara tentang rahasia Kristus." (Kolose 4:2-4) Don McCurry dari Ministries to Muslims International memberi ilustrasi menarik dalam hubungan ini. Enam tahun yang lalu, ia mengunjungi Guinea di Afrika Barat. Sekou Toure, seorang pemimpin Marxis, baru saja mengusir semua utusan Injil kecuali dua orang yang tertinggal dan sibuk menyiksa para tahanan politik. Dua utusan Injil yang tertinggal, McCurry, dan 12 pendeta nasional bertemu untuk berdoa syafaat bagi negara itu.
Pertama-tama, mereka berdoa agar Allah menyingkirkan tirani Marxis yang telah menutup pintu bagi usaha-usaha misi, dan bagi suku-suku yang belum terjangkau oleh Injil. Kemudian mereka menaruh peta di seputar ruangan pertemuan, lalu bersama-sama meletakkan tangan pada daerah-daerah dan kelompok-kelompok dari negara yang belum memiliki orang Kristen. Mereka berdoa dan bersama-sama sepakat bagi suatu terobosan dan pendirian pelayanan Kristen di tempat-tempat tersebut. Dalam setahun, Sekou Toure tersingkir, digantikan oleh seorang pemimpin yang ramah, yang membuka pintu bagi misi. Saat ini, setiap orang dari kelompok-kelompok suku yang mereka doakan telah terlayani.
Sewaktu Jonathan Goforth berencana melancarkan suatu usaha baru di Provinsi Hunan Utara di Tiongkok, Hudson Taylor menuliskan kata-kata ini kepadanya, "Saudara, jika Anda harus memenangkan provinsi tersebut, Anda harus maju terus dengan menggunakan lutut Anda." Nasihatnya kini masih tetap berlaku. Tahun lalu, Allah membuka benteng-benteng anti Kristen di Rumania dan Albania. Dapatkah kita mengharapkan-Nya untuk melakukan hal yang sama dengan Mauritania, Maroko, Libya, Turki, atau Arab Saudi, jika umat Allah akan memusatkan doa-doa mereka pada tempat-tempat yang sulit ini?
Peperangan Rohani Menghancurkan Kendali dari Kuasa-Kuasa Kegelapan atas Kelompok-Kelompok Bangsa, Kota, dan Negara
Ada mata rantai yang perlu dihancurkan, jika pencapaian terhadap suku-suku yang belum terjangkau makin maju. Rantai-rantai dari kegelapan rohani dan perbudakan sering membelenggu suku-suku, kota-kota, dan negara-negara yang belum terjangkau, dengan penghulu-penghulu dan kuasa-kuasa yang berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa umat manusia. Pada masa kini, dunia misi sedang mengalami suatu penemuan kembali, sehingga pokok persoalan dalam mencapai suku-suku yang belum terjangkau merupakan salah satu kuasa rohani. Sama seperti pada saat Allah menghadapi dewa-dewa Mesir atau Baal di Gunung Karmel, demikian juga kini pokok persoalan itu masih merupakan salah satu pertarungan kuasa antara Allah yang sejati dengan dewa-dewa palsu, makhluk-makhluk rohani yang memegang kekuasaan atas segmen-segmen manusia.
Peter Wagner dalam sebuah simposium tentang "penginjilan dengan kuasa" di Fuller Seminary menegaskan, "Setan mendelegasikan anggota-anggota yang berpangkat tinggi dari hierarki roh-roh jahat untuk mengendalikan wilayah-wilayah, bangsa-bangsa, kota-kota, kelompok-kelompok bangsa, lingkungan tetangga, dan jaringan-jaringan sosial lainnya di seluruh dunia. Penugasan mereka yang utama adalah untuk mencegah Allah dipermuliakan dalam wilayah mereka, yang mereka lakukan melalui mengarahkan kegiatan dari roh-roh jahat yang berpangkat rendah."
Efesus 6 menunjukkan bahwa semua orang Kristen terlibat dalam pertempuran yang tidak kelihatan dengan kuasa-kuasa kegelapan. Apalagi bagi kita yang terlibat dalam pencapaian suku-suku yang belum terjangkau sebagai utusan Injil, pendoa syafaat, atau ahli siasat. Paulus mengatakan perjuangan kita harus dilaksanakan melalui doa dalam Roh. Selain dari pedang Roh -- firman Allah, doa merupakan satu-satunya senjata penyerang yang tersedia bagi kita dalam peperangan kosmik. Jelaslah, jika kita bermaksud melihat terobosan-terobosan misi di kelompok-kelompok bangsa, kota, dan negara, kita perlu belajar bagaimana menggunakan senjata penyerang untuk mencabut kuasa-kuasa kegelapan. Sementara membahas penerimaan atau perlawanan dari kelompok-kelompok bangsa akan Kristus, Wagner menjelaskan pengertian tersirat ini, "Jika hipotesis yang berkenaan dengan roh-roh teritorial ini benar, dan jika kita dapat belajar bagaimana menghancurkan kendali mereka lewat kuasa Allah, sebenarnya posisi-posisi sumbu penerimaan-perlawanan dapat berubah dalam semalam" -- orang berubah, dari sikap melawan menjadi terbuka dan mudah menerima Kristus dalam waktu singkat.
Francis Frangipane, yang menulis tentang benteng-benteng yang dipertahankan kuasa-kuasa kegelapan di kelompok-kelompok bangsa, berbicara hal yang senada, "Ada benteng-benteng yang dipengaruhi setan yang memengaruhi sidang-sidang jemaat dan pribadi-pribadi di negara-negara dan komunitas-komunitas... Benteng-benteng ini berada di dalam pola-pola dan gagasan-gagasan pemikiran yang berpengaruh atas pribadi-pribadi, dan juga komunitas-komunitas serta bangsa-bangsa. Sebelum dapat menagih kemenangan, benteng-benteng ini harus dirobohkan, senjata yang dimiliki setan harus disingkirkan. Lalu senjata-senjata yang dahsyat dari firman dan Roh, dapat secara berhasil guna menjarah rumah yang dimiliki iblis."
Telaah-telaah tentang sistem kepercayaan kafir menyokong kenyataan dari lukisan makhluk-makhluk rohani yang digambarkan dalam Efesus 6, kitab Daniel, dan di tempat-tempat lain. Orang-orang Myanmar percaya pada makhluk-makhluk adikodrati yang disebut "Nets" yang disusun secara hierarkis dengan kendali atas fenomena alam, desa-desa, wilayah-wilayah, dan bangsa-bangsa. Hubungan makhluk-makhluk ini dipertahankan lewat tukang-tukang sihir atau media-media, sedikit-dikitnya salah satu ditemukan pada setiap desa. Di Muang Thai ada roh desa maupun roh wilayah -- roh desa merupakan bawahan dari roh wilayah. Tiang-tiang sering didirikan di desa-desa sebagai tempat tinggal bagi roh-roh pengawal mereka. Seorang utusan Injil CMA memberitahu saya tentang penindasan yang meningkat, dan kurangnya tanggapan rohani yang dihadapi oleh dia dan rekan sekerjanya dalam sebuah desa segera sesudah tiang ini didirikan. Seorang utusan Injil OMF berpendapat ia telah mengidentifikasikan penghulu utama nasional atas seluruh Muang Thai.
Di India telah ditemukan suatu kosmologi serupa, yang melibatkan roh-roh pengawal pada desa-desa dan tempat-tempat lainnya pada wilayah-wilayah. Mereka sering dihubungkan dengan penyakit, kematian, dan bencana yang tiba-tiba. Kali, dewi perusak, adalah dewa wilayah yang khusus dikenal di antara orang-orang Bengali dari Bengal Barat di Kalkuta. Setiap orang yang pernah di Kalkuta dapat melihat dampak yang menghancurkan kota itu dan rakyatnya yang diakibatkan oleh penyembahan kepada dewi tersebut. Para pekerja Kristen yang ada di sana, mengeluh atas penindasan yang berat dan perpecahan dalam jemaat. Cukup aneh, karena mereka masih belum pernah berkumpul bersama-sama berdoa bagi kota itu, dan mengambil tindakan ofensif terhadap kuasa-kuasa kegelapan. Sebuah buku tentang negara Zimbabwe di Afrika menyingkapkan bahwa setiap wilayah, kota, desa dianggap berada di bawah kendali roh-roh teritorial. Seorang pemimpin Sidang Jemaat Allah di Nigeria, yang dahulunya berpraktik okultisme tingkat tinggi sebelum bertobat, mengatakan, bahwa iblis menugaskannya mengendalikan 12 roh, setiap roh mengendalikan 600 setan. Ia menyaksikan, "Saya berhubungan dengan semua roh yang mengendalikan setiap kota di Nigeria, dan saya memiliki sebuah tempat keramat di semua kota besar."
Baru-baru ini dalam sebuah pertemuan dengan seorang penginjil Jepang dan beberapa utusan Injil untuk Jepang, saya terkejut menemukan betapa banyak orang Jepang yang masih terikat dengan okultisme. Kita dapat dibodohkan dengan teknologi tinggi, pandangan modern dari Jepang, lalu tidak menyadari bahwa banyak orang-orang Jepang masih menghadiri tempat-tempat keramat Shinto, sehingga setiap anak sekolah membawa sebuah jimat, atau imam-imam Shinto dipanggil untuk meresmikan setiap bangunan baru. Suatu fenomena berbahaya yang sedang kita hadapi di Barat, sebagai "yang menyalurkan" penyokong sekte Zaman Baru untuk berkomunikasi dengan makhluk-makhluk roh, dengan demikian mendirikan kembali hubungan-hubungan dengan kuasa-kuasa kegelapan yang pada mulanya dihancurkan oleh penginjilan dan pengkristenan dari masyarakat Barat.
Masalahnya ialah kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa kita berada dalam suatu perang sungguh-sungguh, sehingga merasa tidak membutuhkan doa sebagai senjata strategis. John Piper, seorang pendeta di Minneapolis, menyatakannya demikian, "Masalahnya ialah bahwa kebanyakan dari kita sebenarnya tidak menyadari bahwa hidup adalah perang, dan bahwa musuh kita yang tidak kelihatan justru mengagumkan. Bagaimana Anda mengusahakan mereka untuk berdoa? Mereka akan berkata mereka memercayai kebenaran-kebenaran ini, tapi amatilah kehidupan mereka. Pada masa damai, mereka santai-santai saja dalam gereja tentang hal-hal rohani. Tidak ada bom yang berjatuhan, tidak ada peluru yang mendesing di atas kepala, tidak ada ranjau yang perlu dihindari, tidak ada raungan di cakrawala semuanya lancar di Amerika, Disneyland dari alam semesta. Jadi mengapa berdoa?"
Dalam Markus 3:27, Yesus mengatakan sesuatu yang relevan bagi kegiatan pencapaian suku-suku yang belum terjangkau, "Tetapi tidak seorang pun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu. Sesudah itu, barulah ia dapat merampok rumah itu." Hal itu menunjuk pada alasan bahwa kita sebagai utusan-utusan Injil, tidak dapat berhasil dalam memasuki dan merebut apa yang telah menjadi milik iblis selama berabad-abad -- bagian-bagian dari umat manusia di bawah penguasaannya -- tanpa mengikat roh-roh teritorial yang memiliki kendali yang didelegasikan di sana. Berdoa dalam Roh yang diinformasikan dengan fakta-fakta yang disingkapkan lewat penelitian, merupakan suatu kekuatan yang kuat dalam mengikat orang-orang kuat yang mengendalikan kota-kota, kelompok-kelompok bangsa, dan negeri-negeri. Buku karangan John Dawson mempertunjukkan bagaimana penelitian dapat menyingkapkan hubungan yang dimiliki sebuah komunitas dengan kuasa-kuasa kegelapan, dan doa yang dipersatukan dalam Roh dapat memutuskan hubungan itu.
Dalam Matius 18:18-19, Yesus memberikan sebuah jaminan yang menakjubkan bagi mereka yang berdoa dengan cara ini: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga." Peperangan rohani yang berhasil guna, terjadi ketika kita berdoa dalam persatuan dengan orang-orang lain. Ajaran ini memperlihatkan kepentingan dari kelompok-kelompok doa, di mana orang-orang memanjatkan doa-doa yang telah disepakati untuk kelompok-kelompok bangsa, kota, dan negeri tertentu secara mendalam.
Kata "mengikat" dalam bahasa Yunani untuk ayat-ayat ini berarti "merantai atau memenjarakan". Doa-doa dari umat Allah yang digabungkan bersama-sama, akan merantai dan membatasi kegiatan dari makhluk-makhluk roh yang memusuhi kemuliaan Allah dan perluasan kerajaan-Nya di bumi. Seperti yang dikemukakan rasul Paulus, "senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng." (2 Korintus 10:3-4)
Pengalaman dari Omar Cabrera, seorang pendeta-penginjil di Argentina, menggarisbawahi persenjataan yang mengagumkan yaitu doa dalam Roh dapat menggoyahkan kuasa kegelapan. Sejak beberapa tahun lalu, ia membiasakan untuk berdoa dan berpuasa selama beberapa hari, sebelum membuka suatu kampanye penginjilan di sebuah kota yang hendak dijangkaunya. Sering selama kurun waktu doa dan puasa tersebut, makhluk-makhluk roh akan datang melawannya, bahkan tampak dalam bentuk-bentuk yang aneh, untuk menggugat kehadiran dan rencananya menginjili kota itu. Mereka sering berkata, "Anda tidak berhak berada di sini. Ini adalah wilayahku." Cabrera menjawab, "Sebaliknya, Anda sama sekali tidak berhak berada di sini. Saya mengikatmu dalam otoritas dari Yesus Kristus, yang memiliki segala kuasa di surga dan di bumi." Segera roh itu mengungsi dari tempat kejadian, dan penguasa yang lebih tinggi sering akan muncul untuk melawan Cabrera. Dengan cara yang sama, lewat perjuangan dalam doa, Cabrera memutuskan pegangan dari makhluk tersebut yang sering ternyata merupakan roh dari sebuah guna-guna. Ketika orang kuat yang paling hebat diikat, suasana dari seluruh kota berubah -- sering dari satu perlawanan terhadap Injil, menjadi satu penerimaan luar biasa -- dengan ratusan dan ribuan orang yang datang pada Kristus, yang disertai dengan tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat serta kesembuhan secara luar biasa. Dengan menggunakan pendekatan ini, Cabrera telah beralih dari pelayanan pada sebuah jemaat yang anggotanya kurang dari 20, menjadi seorang pendeta dari sebuah gereja terbesar ketiga di dunia beranggota lebih dari 140.000 orang.
Sekalipun pengalaman Cabrera nampaknya aneh bagi sebagian besar di antara kita, kita sebaiknya berusaha menerapkan apa yang telah dia dan banyak pekerja Kristen lainnya alami tentang doa, sebagai senjata dalam tugas pelayanan misi. Sewaktu saya melakukan perjalanan keliling menuntun konsultasi-konsultasi dan seminar-seminar tentang strategi misi bagi para pekerja Kristen nasional, pokok persoalan tentang peperangan rohani terus bermunculan. Keyakinan saya yang semakin bertumbuh ialah bahwa dalam banyak konteks perlawanan, kita dapat membuat siasat dan menginjili sampai kita babak belur dengan tiada hasil apa-apa, sampai kita mengenali dan mengikat orang kuat pada kelompok yang sedang dijangkau. Sebelum hal ini terjadi, kita tidak mungkin melihat banyak tanggapan. Mungkin orang-orang yang telah kita anggap "tertutup", sesungguhnya mereka tidaklah benar-benar tertutup, tetapi mereka sedang dalam cengkeraman roh yang menolak Kristus?
Arthur Matthews menulis tentang bebannya berdoa syafaat bagi dua daerah khusus di Asia Tenggara di mana para utusan Injil tidak mampu melakukan suatu kemajuan, "Dengan menegaskan posisi saya bersama Kristus di tempat-tempat yang sorgawi berdasarkan firman Allah, saya mengambil seluruh senjata Allah bagi saya, agar dapat bertahan melawan semua daya iblis dan menahan perlawanannya terhadap Injil." Loren Cunningham, Direktur Jendral dari Youth With A Mission (YWAM), memaparkan pengalamannya dalam berdoa dan berpuasa selama tiga hari bersama 12 rekan sekerja pada tahun 1973, sewaktu mereka berdoa, Tuhan menyatakan seharusnya mereka berdoa bagi tumbangnya "pangeran Yunani". Hari yang sama di Selandia Baru dan Eropa, kelompok-kelompok YWAM menerima perkataan yang mirip dari Allah. Tiga kelompok menaati dan melawan penghulu ini. Dalam 24 jam, sebuah kelompok politik mengubah pemerintahan Yunani, dengan membawa kebebasan yang lebih luas bagi kegiatan misi di negara itu.
Saya yakin jika tidak ada jaringan-jaringan doa muncul, yang memusatkan perhatian pada penginjilan dunia terhadap suku-suku, kota-kota, dan negara-negara yang belum terjangkau dengan Injil, maka semua usaha penginjilan hanya merupakan angan-angan. Pertempuran haruslah dimenangkan dalam alam rohani, jika para pekerja Kristen ingin menuai tuaian.
Disampaikan pada: International Society for Frontier Missiology, 13-15 September 1990
Diringkas dari:
Judul buku | : | Doa: Senjata Strategis dalam Mencapai Suku-suku yang belum Terjangkau |
Judul artikel | : | Doa: Senjata Strategis dalam Mencapai Suku-suku yang belum Terjangkau |
Penulis | : | John Robb |
Halaman | : | 12 -- 21 |
Kepulangan merupakan pengalaman yang paling berat ketika berada lama di luar negeri. Ada masalah-masalah yang tidak diharapkan saat kepulangan.
"Di situ mereka lama tinggal bersama-sama dengan murid-murid itu." (Kisah Para Rasul 14:28)
Ayah saya adalah seorang utusan Injil. Saya dan saudara-saudari saya lahir di ladang misi. Ini menjadi kenangan hidup kami. Dengan penuh tanggung jawab, Ayah memimpin sebuah sekolah teologi sementara ibu mendampinginya dengan setia. Kami banyak dididik dengan melihat kehidupan praktis mereka, sebagaimana halnya yang diajarkan di kelas kami. Sepanjang tahun, mereka menghadapi berbagai macam tantangan yang merongrong para pekabar Injil. Setiap hambatan telah membawa mereka pada tingkat komitmen yang lebih kuat kepada Allah dan untuk melatih kepemimpinan nasional.
Ketegangan antara orang-orang Kristen nasional dan para pemimpin utusan Injil seringkali terjadi. Namun ayahku adalah seorang juru damai. Dia mampu berdiri di tengah-tengah isu budaya yang sensitif tersebut. Seringkali kami mengalami masa-masa kekurangan dana sehingga kami telah terlatih untuk "mengencangkan ikat pinggang" kami. Kekecewaan yang terjadi karena siswa-siswa 'unggulan' yang mengundurkan diri dari pelayanan Kristen hanya memperkuat keteguhan hati ayah untuk mencurahkan kehidupannya untuk orang lain.
Akan tetapi, tantangan terberat yang dihadapi oleh ayah dan ibu adalah saat penangkapan ayah dan ketidakpastian antara hidup dan mati saat terjadinya kudeta militer. Seperti film perang, tentara-tentara mendobrak rumah kami dan menyandera ayah. Mereka yakin bahwa ayah punya kontak rahasia dengan musuh-musuh mereka.
Setelah disekap selama 3 minggu, kudeta tersebut digagalkan. Ayah dibebaskan dan melanjutkan pekerjaannya di perguruan tinggi.
Kemudian pada suatu musim panas ketika kami, anak-anak mereka, telah dewasa dan beberapa dari kami telah menikah dan ada yang kembali bekerja di ladang misi, ayah memanggil kami semua untuk pertemuan keluarga. Karena undangannya yang singkat serta desakannya untuk kehadiran kami di sana, kami tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dalam ribuan tahun pun kami tidak akan pernah dapat membayangkan apa yang akan terjadi di pertemuan tersebut. Pertemuan keluarga itu singkat saja dan langsung pada pokok masalahnya. Pada intinya, ayah berkata, "Anak-anak, kalian perlu tahu ayah akan menceraikan ibumu. Ayah berencana menikahi Sue." Sue lebih muda dari saya! Dan selanjutnya, ayah berkata, "Ayah tidak begitu yakin lagi apakah Allah itu ada."
Dunia sekuler pun mengatakan bahwa kepulangan (kembali ke negara asal) merupakan bagian yang paling berat dari seluruh pengalaman orang yang tinggal di luar negeri, dan perasaan itu tidak seharusnya diacuhkan. Ada masalah-masalah yang tidak terduga saat kepulangan mereka. Anggota keluarga yang pernah hidup di lingkungan budaya lain perlu belajar cara mengatasi kesulitan-kesulitan di tempat pekerjaan, komunitas, dan lingkungan sekolah masa kini.
Menurut statistik Kristen, hampir 50 persen utusan Injil yang melakukan pelayanan pertama mereka kembali lebih awal atau tidak melayani lagi untuk masa pelayanan kedua. Orang-orang yang terluka ini perlu untuk mengidentifikasi dan memproses rasa sakit dan rasa marah dari sebuah kegagalan -- untuk mulai membangun kehidupan mereka kembali, agar mereka bertumbuh menuju keutuhan mental serta rohani.
Dalam seminar misi seorang pemimpin menekankan "Setiap kali saya mengajarkan suatu seminar mengenai kebutuhan yang drastis untuk menolong utusan Injil yang baru pulang, selalu ada beberapa utusan Injil yang datang kepada saya dan berkata, 'Saya merasa diri saya aneh. Namun saya tidak sanggup mengutarakan perasaan saya. Terima kasih Anda telah memberitahukan kepada saya bahwa wajar saja jika saya merasa sedikit tidak nyaman saat kembali.'"
Baru-baru ini, saat saya menyelesaikan satu sesi dari seminar mengenai kepulangan, seorang wanita di bagian depan mulai tersedu-sedu, kemudian menangis dengan tidak terkontrol. Akhirnya, dengan mencucurkan air mata, dia meratap, "Saya baru kembali dari Indonesia setelah berada di sana selama 3 bulan. Saya mengalami semua yang Anda katakan. Mohon, tolong saya!"
SITUASI KEPULANGAN
Pada saat seseorang pulang kembali ke negaranya akan ada 'kejutan' yang dirasakan. Gedung-gedung tua telah dihancurkan, gedung-gedung yang baru mengambil alih tempat mereka. Taman menjadi jalan raya. Kursi goyang nenek telah kosong. Utusan Injil tersebut mungkin sudah mendengar kabar tentang semua hal ini. Namun ketika ia sampai di rumah dan melihat sendiri semua itu, ia tersentak. Sama halnya dengan setruman listrik, faktor-raktor ini perlahan-lahan akan dapat dimengerti dan diterima.
'Perasaan tertekan' saat pulang merupakan isu yang lain. Ada kerenggangan mental pada saat ide dan ideal-ideal yang baru bercampur dengan yang lama. Ada tekanan rohani yang disebabkan oleh munculnya pikiran secara terus-menerus tentang dunia yang hilang dalam dosa dan pikiran bahwa kita tidak melakukan apa-apa terhadap kebutuhan tersebut.
Ada pula gaya tarik jasmaniah ketika para utusan Injil yang baru kembali disuguhi oleh orang-orang yang berniat baik dengan makanan yang sangat banyak. "Kamu kurus sekali! Ayo makan lagi!"
Ada perasaan yang janggal ketika dia mencoba membenarkan memakai baju-baju yang baru di lemarinya yang bernilai jutaan rupiah yang baru saja diberikan kepadanya, sementara beberapa hari sebelum dia meninggalkan tempat pelayanannya ada seorang teman menolak menerima sehelai baju pemberiannya dengan berkata, "Saya sudah punya satu baju ketika satu baju yang satu lagi saya cuci. Tiga baju akan sia-sia."
Ya, suasana rumah dengan orang-orang, tempat-tempat dan hal-hal yang erat dengan rumah sudah berubah. Secara dramatis, utusan Injil tersebut telah berubah secara sosial, emosional, mental, fisik, dan lebih dari yang lain adalah secara spiritual. Di antara sesama utusan Injil perubahan ini terjadi secara perlahan sehingga perubahan tersebut hampir tidak disadari. Tetapi ketika bertemu [dengan orang-orang di rumah], perubahan tersebut tampak drastis.
Tidak diragukan lagi, semakin lama utusan Injil tersebut telah pergi, semakin meningkat pula tekanan tersebut saat kepulangan mereka. Seluruh hidup Rasul Paulus diubahkan hanya dalam waktu beberapa menit dalam perjalanannya ke Damsyik!
Ada faktor lain yang perlu diperhitungkan dalam mendukung misionaris-misionaris yang baru kembali: penyangkalan. Beberapa pekerja Tuhan kemungkinan menyiapkan diri kembali ke tanah air dan menyangkal bahwa mereka tidak akan tertekan saat pulang. Beberapa memang melapisi diri mereka sendiri dengan pemikiran: "Tidak mungkin, itu tidak akan terjadi pada saya."
Penyangkalan bisa berarti bunuh diri, baik secara emosional, spiritual, dan mental. Secara literal pun, ada utusan Injil yang bunuh diri karena [tidak kuat menghadapi] kejutan dan tekanan yang dihadapi saat mereka pulang.
Seorang utusan Injil yang kembali barangkali berpikir, "Lihat saja, bagaimana mudahnya saya beradaptasi di ladang misi apalagi ini hanya masalah penyesuaian diri dengan kebudayaan sendiri. Tidak ada masalah. Saya hanya pulang ke rumah!"
Perhatikanlah kekeliruan-kekeliruan dalam pernyataan tersebut:
proses adaptasi [ketika ia pertama melayani] mungkin tidaklah semudah yang ia pikir saat ini;
sebelum ia pergi [bermisi] ia sudah mempersiapkan diri berbulan-bulan (bahkan bertahun-tahun) untuk menyesuaikan diri;
orang-orang yang ia layani mungkin sudah terbiasa dengan budaya Amerika [jika utusan Injilnya dari Amerika], dan tahu cara membantunya beradaptasi. Di berbagai budaya, orang-orang cenderung baik, tidak menuntut, dan pemaaf terhadap utusan Injil.
Tidak ada satu pun dari faktor-faktor tersebut yang akan membantunya ketika ia kembali. Mungkin teman-temannya yang tidak peka menggemakan kata-kata yang sama, "Apa masalahnya? Dia kan hanya pulang kampung!" Karena sebagian besar mereka tidak pernah keluar dari zona kenyamanan mereka, mereka sama sekali tidak dapat membayangkan apa yang telah dijalani utusan Injil tersebut untuk hidup dan melayani di tengah-tengah kebudayaan yang berbeda. Banyak pendukung menganggap bahwa kepulangan pada dasarnya bukanlah suatu masalah.
Kesadaran terhadap faktor-faktor ini dapat mempersiapkan Anda untuk menjadi teman yang mendukung dalam proses "kembali ke negara asal" tersebut.
TANTANGAN SAAT PULANG
Sebagai teman yang mendukung utusan Injil yang baru pulang, Anda perlu membuka mata dan telinga Anda terhadap tanda-tanda 'kejutan budaya balik'. Seorang pekerja yang baru kembali dari ladang pelayanan adalah orang yang paling tidak siap menghadapi adanya perubahan situasi dan keadaan. Dia mengetahui ada sesuatu yang tidak beres! Perasaan kesepian, perasaan kecewa dan diabaikan, perasaan terisolasi dan tidak dibutuhkan, dan segala sesuatu di sekitarnya yang berjalan sangat cepat -- semuanya itu bisa membuat ia berteriak dalam hati, "Jangan cepat-cepat! Jangan cepat-cepat!" Tapi tetap saja keadaan tidak bisa menjadi lebih lambat.
Anda harus mengambil inisiatif. Anda harus menjadi unit pertolongan pertama untuk utusan Injil yang baru pulang [di gereja Anda].
Seorang utusan Injil yang baru pulang akan mengalami satu atau lebih dari delapan tantangan di bawah ini. (Kita akan membahas tiga yang pertama, sementara sisanya akan dibahas pada edisi berikutnya)
Bidang Profesional
Setelah berpetualangan di luar negeri dan kembali ke pekerjaan lamanya, dia bisa merasa bosan. Sama halnya dengan itu, ia juga dapat mengalami sindrom "ikan besar dalam kolam yang kecil" [pada saat ia bermisi]. Sesudah pulang, tiba-tiba dia menjadi seekor ikan kecil dalam suatu kolam yang jauh lebih besar! Ia akan meratap, "Oh, pelita kesaksianku bersinar jauh lebih terang ketika aku berada di tempat yang gelap di luar sana!"
Kemungkinan besar utusan Injil ini akan merasa bahwa kemampuan dan pengalaman yang telah ia peroleh selama bekerja di ladang Tuhan akan tidak terpakai. Ia juga mungkin merasa kehilangan kebebasan karena mereka bekerja di bawah orang lain dan terus-menerus diperhatikan. Ada kalanya perasaan lama [duniawi] untuk bekerja mati-matian untuk mengejar sesuatu yang sia-sia kembali menghantuinya.
Pada beberapa bidang pekerjaan, jika tidak bekerja selama setahun hingga 2 tahun maka ia akan kehilangan pekerjaan lama tersebut.
Seorang wanita yang bekerja di bidang komputer menyadari hal ini ketika ia sedang masuk ke tahap pelatihan utusan Injil sebelum dia dikirim bermisi paruh waktu. Dengan membantunya mengatasi stres yang akan terjadi tersebut sebelum ia pergi akan membuat proses kepulangannya lebih mudah untuknya. Setelah ia pulang, ia berkata, "Saya tidak akan bekerja lagi di bidang komputer. Saya saat ini bekerja di rumah perawatan. Saya melihat [pekerjaan saya] sekarang sebagai pelayanan, dan pelatihan medis yang saya dapatkan akan membukakan kesempatan-kesempatan baru bagi saya untuk pergi melayani di ladang-ladang yang memerlukan pekerja [yang menguasai medis]."
Masalah Finansial
Di negara Barat, biaya hidup yang diperlukan biasanya jauh lebih mahal [dibanding dengan negara berkembang yang biasa menjadi tujuan misi]. Hal itu tidak serta-merta berarti bahwa utusan Injil tersebut menghamburkan lebih banyak uang untuk barang-barang yang lain dibanding dengan orang-orang di negara yang ia layani.
Saat para utusan Injil kembali, kemungkinan masalah finansial akan menimbulkan rasa tertekan! Ketika mereka melihat anak-anak remaja yang punya rak yang penuh dengan baju menangis, "Saya tidak punya baju untuk dipakai!" ia teringat dengan waktu yang dihabiskannya untuk mengemis kepada "orang-orang di rumah" beberapa puluh ribu rupiah untuk memberi makan dan pakaian kepada anak-anak di sekitar tempat pelayanannya.
Seorang utusan Injil yang baru kembali berkata, "Kekayaan negara ini sangat sulit untuk dikelola, namun kekayaan gereja jauh lebih sulit lagi untuk saya hadapi." Utusan Injil lain berkata, "Ada suatu peristiwa yang terjadi pada istriku. Beberapa bulan setelah kami kembali dari Mozambik, dia sedang berjalan dengan santai di sebuah supermarket, memilih ini dan itu secara bijaksana. Tiba- tiba, sebuah perasaan mencekam yang kuat menggerogotinya. Ia mulai berpikir, "Terlalu banyak pilihan! Terlalu banyak pilihan! Saya harus keluar dari sini!" Dia meninggalkan kereta belanjanya yang separuh penuh, berjalan cepat ke mobilnya dan pulang ke rumah!"
Seorang utusan Injil yang lain menceritakan pengalamannya, "Di Brasil, karena berbagai kondisi ekonomi dan kehidupan, kami tidak pernah berpikir tentang 'kepemilikan pribadi'. Ketika kami tiba di rumah, saya mulai bekerja dengan rekan sepelayanan yang menggunakan sebuah pulpen Bic yang ujungnya tajam. Ketika kami pergi [ke Brasil] dulu belum ada pena semacam itu di pasaran. Ia meminjamkannya kepadaku. Saya berkata kepadanya bahwa saya suka pena tersebut dan bahwa tulisan saya menjadi bagus. Pada hari berikutnya ia 'memberikan' sebuah pena seperti kepunyaannya itu kepadaku. 'Nih, untukmu.' Selama beberapa hari berikutnya, saya sebentar-sebentar akan berhenti sejenak dan mengamati 'harta' seharga 4.900 perak tersebut. 'Pena ini milikku! Pena ini benar- benar milikku!'"
Anda mungkin akan berkata, "Ah, ada-ada saja!" Ya, tapi inilah sebuah contoh nyata dari kejutan budaya balik.
Kesenjangan kekayaan dapat menyebabkan stres bahkan sebelum utusan Injil tersebut berangkat. Dan anak-anak sama rentannya dengan orang dewasa.
Bill dan Alice pernah menjadi orangtua asuh bagi organisasi Penerjemah Alkitab Wycliffe di rumah untuk anak-anak di bagian utara Filipina. Anak mereka, William, sempat menghabiskan waktunya selama seminggu bersama suku asli di pedalaman.
Sekembalinya mereka ke kantor pusat Wycliffe, Alice memerhatikan William melihat-lihat ke dalam lemari pakaiannya, dan ia menangis. Dengan berpikir bahwa mungkin William sedih karena baju yang ia miliki tidak sebanyak yang ia miliki saat di Amerika, Alice menghampiri William lalu berusaha menghiburnya. Setelah beberapa kali menolak untuk dihiburkan, William berkata, "Tidak Mama, aku sedih karena aku punya 'sangat banyak' dibanding dengan teman-teman baruku di pedalaman."
Masalah Kebudayaan
Kepercayaan, nilai, sikap, dan kebiasaan-kebiasaan yang baru [diperoleh dari ladang misi] telah menjadi sebuah bagian dari kehidupan utusan Injil yang baru kembali. Mungkin ia telah beradaptasi terhadap kebudayaan dengan tempo kehidupan yang lambat, dengan suasana yang lebih santai, perhatian kepada teman dan relasi, makanan yang lebih berbumbu, serta tidur siang....
Utusan Injil tersebut mungkin berusaha untuk mempertahankan kebiasaan-kebiasaan barunya tersebut sedapat mungkin. Ketika jadwal baru dan sikap-sikap orang terhadapnya tidak memungkinkannya untuk melakukan kebiasaan-kebiasaannya tersebut, ia akan merasa tidak senang dan 'tertekan'!
Salah satu harapan utama dari kebanyakan utusan Injil yang baru pulang adalah orang-orang akan tertarik untuk mendengar pengalaman mereka.
"Ketika kami diundang ke rumah seseorang untuk makan malam," seorang misionari yang baru pulang menulis surat, "Kami menduga akan diminta untuk menceritakan pengalaman misi kami yang menarik. Usai makan malam yang lezat, kami diarahkan ke ruangan keluarga. Saya berpikir, 'Sekarang kesempatan kami'. Tetapi ketika sang tuan rumah menyalakan televisi, ia berkata, 'Ayo, saya yakin kamu akan menikmati menonton sepak bola dari TV layar lebar 29 inci kami!' Perkataan itu amat menghancurkan saya!"
Berbeda sekali kisah yang diceritakan tentang gereja di Antiokhia yang menyambut para pionir utusan Injil mereka yang letih karena perjalanan. "Dari situ berlayarlah mereka ke Antiokhia; di tempat itulah mereka dahulu diserahkan kepada kasih karunia Allah untuk memulai pekerjaan, yang telah mereka selesaikan. Setibanya di situ mereka memanggil jemaat berkumpul, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka, dan bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman." (Kisah Para Rasul 14:26-27).
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Melayani Sebagai Pengutus |
Judul buku asli | : | Serving as Senders |
Penulis | : | Neal Pirolo |
Penerjemah | : | Tim OM Indonesia, Lazarus Toenlioe (koord.) |
Penerbit | : | OM Indonesia |
Halaman | : | 127 -- 136 |
Diterjemahkan ulang dari:
Judul buku | : | Serving as Senders |
Penulis | : | Neal Pirolo |
Penerbit | : | Operation Mobilization Literature Ministry, |
Waynesboro, GA 30830, 1991 | ||
Halaman | : | 135 -- 142 |
Seorang utusan Injil yang baru pulang dari luar negeri akan mengalami satu atau lebih dari delapan tantangan di bawah ini. (Tiga yang pertama telah dibahas di edisi sebelumnya)
1. Bidang Profesional
Setelah berpetualang di luar negeri dan kembali ke pekerjaan lamanya, seorang utusan Injil bisa merasa bosan. Kemungkinan besar ia akan merasa bahwa kemampuan dan pengalamannya akan tidak terpakai. Ia juga mungkin akan merasa kehilangan kebebasan.
2. Bidang Material-Finansial
Saat para utusan Injil kembali, kemungkinan masalah finansial akan menimbulkan rasa tertekan. Kesenjangan kekayaan dapat menyebabkan stres bahkan sebelum utusan Injil tersebut berangkat. Dan anak-anak sama rentannya dengan orang dewasa.
3. Bidang Kebudayaan
Utusan Injil mungkin berusaha untuk mempertahankan kebiasaan-kebiasaan baru yang ia dapatkan. Ketika jadwal baru dan sikap-sikap orang terhadapnya tidak memungkinkannya untuk melakukan kebiasaan-kebiasaannya tersebut, ia dapat merasa tidak senang dan tertekan.
4. Bidang Sosial
Ketika seorang utusan Injil pergi ke luar negeri, teman-teman lamanya segera sibuk dengan hal-hal yang lain. Anak-anak teman lamanya telah menemukan teman-teman yang baru. Saudara-saudaranya mungkin telah pindah. Ikatan-ikatan sosial mungkin putus seiring dengan waktu.
5. Bidang Bahasa
Utusan Injil yang mempelajari bahasa asing mungkin ingin mengungkapkan sesuatu yang hanya ada dalam bahasa lain tersebut, atau mungkin ia "lupa" beberapa kosakata bahasa ibunya, atau mungkin ia secara otomatis menjawab dalam bahasa lain yang tidak dimengerti pendengarnya. Bahkan, mungkin ia tidak mengerti lagi bahasa ibunya sendiri yang sudah berubah.
6. Bidang Nasional dan Politik
Keindahan alam negara lain, keunggulan teknologi negara-negara maju, sistem transportasi massal yang modern mungkin akan membuat sebagian dari utusan Injil minder. Pandangan politik seorang utusan Injil terhadap negaranya sendiri juga mungkin dapat berubah yang dipengaruhi oleh pemberitaan di negara tempat ia melayani.
7. Bidang Pendidikan Anak
Biasanya, anak-anak dari keluarga utusan Injil menjadi korban dalam hal mengikuti pendidikan formal maupun nonformal. Mereka dapat merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar yang baru. Mereka juga dapat merasa tertekan dan sendirian.
8. Bidang Spiritual-Kerohanian
Seorang utusan Injil hidupnya telah dipenuhi dengan hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan dan pemuridan kepada bangsa-bangsa. Ia akan teringat kepada tangisan para janda, para yatim, orang-orang yang sesat dan terhilang. Ia merasa sakit bagi ratusan orang yang ia tinggalkan yang membutuhkan firman Tuhan
Masing-masing dari bidang-bidang ini, mulai dari bidang profesional hingga spiritual, merupakan titik-titik stres yang membutuhkan dukungan dari Anda sebagai tim pendukung utusan Injil yang baru pulang.
Bidang Sosial
Banyak orang [di lingkungan asal utusan Injil] memandang para utusan Injil seakan-akan mereka adalah malaikat. Mereka dipandang tinggi seolah-olah tepat di samping Allah sendiri.
"Bagaimana pembicaraan kita dapat bersambungan dengan seseorang yang telah menjadi utusan Injil?" orang-orang berpikir. "Apa yang harus kita bicarakan dengan mereka?"
Beberapa orang mungkin takut kalau-kalau utusan Injil memiliki penyakit menular. "Jika saya mengajak mereka untuk makan malam, mungkinkah anak-anakku akan terjangkit penyakit aneh?" Atau lebih parah lagi! "Apa jadinya jika mereka menularkan semangat misi mereka kepada saya!"
Bagi seorang utusan Injil yang kembali ke daerah asalnya, semua orang sepertinya sibuk kian-kemari.
Seorang asing yang berkunjung ke Amerika Serikat mengemukakan pengamatannya, "Di AS, setiap orang memunyai jam tangan, tetapi tidak setiap orang memunyai waktu. Di negara kami, tidak setiap orang memiliki jam tangan, tetapi setiap orang memunyai waktu."
Ketika seorang utusan Injil pergi ke luar negeri, teman-teman lamanya segera sibuk dengan hal-hal yang lain. Anak-anak teman lamanya telah menemukan teman-teman yang baru. Saudara-saudaranya mungkin telah pindah. Ikatan-ikatan sosial mungkin putus seiring dengan waktu.
Jika komunikasi antara utusan Injil dengan gerejanya tidak berlangsung dengan baik, atau gereja itu sangat besar dan jemaatnya sangat banyak, maka utusan Injil tersebut bisa jadi tidak akan diingat-ingat!
Seorang utusan Injil yang baru saja kembali dari ladang misi yang berbuah lebat di Eropa setelah dua tahun disambut oleh pendeta misinya, "Halo Sally! Bagaimana [liburanmu ke] Hawaii?"
Seorang utusan Injil yang lain yang melayani dalam sebuah pelayanan misi jangka pendek baru kembali dari pelayanannya selama 5 minggu ketika ia disambut di gerejanya, "Bill! Kau telah kembali! Kami pikir engkau baru mengalami kemunduran." Ucapan itu merupakan sebuah pukulan bagi utusan Injil tersebut, karena hal itu berarti bahwa ia tidak pernah didoakan ketika ia pergi bermisi!
Ada situasi-situasi nyata tertentu yang dapat menimbulkan stres, tetapi ada juga situasi-situasi yang tidak nyata yang juga sama-sama dapat menyebabkan perasaan tertekan.
Ada sebuah keluarga [utusan Injil] yang baru saja pulang kembali ke rumah dan pergi ke gereja. Gereja mereka selama ini terus diberi kabar tentang perkembangan pelayanan misi mereka. Sang suami berkata, "Temanku yang paling akrab melewatiku tanpa mengucapkan salam, seakan-akan aku baru kembali dari liburan akhir pekan. Saya benar-benar tidak habis pikir! Pikiranku benar-benar kacau!"
Temannya tidak bermaksud jahat. Namun penolakan, baik nyata ataupun hanya dalam bayangan saja, memiliki dampak yang sama-sama merugikan.
Bidang Bahasa
Para utusan Injil yang baru pulang dari ladang misi mungkin telah mempelajari bahasa asing, atau paling tidak beberapa kalimat dalam bahasa lain. Mungkin ia ingin mengungkapkan sesuatu yang hanya ada dalam bahasa lain tersebut, yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Stres! Mungkin ia "lupa" beberapa kosakata bahasa ibunya sehingga tuturnya ditertawakan atau terdengar aneh oleh pendengarnya. Stres! Mungkin ia secara otomatis menjawab dalam bahasa lain yang tidak dimengerti pendengarnya. Stres!
Lebih jauh lagi, bahasa gaul atau bahasa prokem [yang dulu digunakannya] juga mungkin sudah berubah. Anak-anak remaja keluarga utusan Injil yang baru pulang mungkin mengalami stres saat berkomunikasi dengan teman-teman mereka. Stres yang timbul mungkin malah disebabkan karena tidak mengerti bahasa ibu sendiri!
Bidang Nasional dan Politik
Ketika ada pergantian kekuasaan di pemerintah, hukum-hukum yang baru mungkin akan muncul. Peraturan tentang kecepatan mengemudi di jalan raya mungkin akan membuat sebagian utusan Injil stres. Keindahan alam negara lain, keunggulan teknologi negara-negara maju, sistem transportasi massal yang modern mungkin akan membuat sebagian dari mereka minder. Stres!
Setelah melihat politik luar negeri negara sendiri dari kacamata negara lain, pandangan politik seorang utusan Injil terhadap negaranya sendiri mungkin dapat terpengaruh. Ia mungkin akan lebih menyukai negara tempat ia melayani daripada negaranya sendiri. Pemerintah negara tempat ia melayani mungkin terasa lebih memerhatikan keselamatan rakyatnya daripada pemerintahnya sendiri. Saat seorang utusan Injil pulang dan membaca kolom redaksi surat kabar tentang masalah-masalah di dalam lingkungan masyarakatnya sendiri, mungkin ia akan dihadapkan dengan stres!
Bayangkanlah, betapa repotnya para utusan Injil yang baru kembali dari negara lain. Mereka mungkin akan mengalami kesulitan dalam pembuatan KTP, SIM, dan akta lahir anak-anak mereka yang lahir di ladang misi. Biasanya, mereka akan mengalami kesulitan ketika berurusan di kantor imigrasi, kantor catatan sipil, kantor kelurahan, atau mungkin di kantor polisi.
Untuk itu, Anda sebagai spesialis pendukung utusan Injil yang baru pulang harus membuka mata dan telinga untuk melihat dan mendengarkan kebutuhan dan keluhan-keluhan mereka.
Bidang Pendidikan Anak
Biasanya, anak-anak dari keluarga utusan Injil menjadi korban dalam hal mengikuti pendidikan formal maupun nonformal. Mungkin mereka kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar yang baru.
Standar pendidikan di dunia berbeda-beda. Anak-anak utusan Injil mungkin dididik sendiri oleh orangtua mereka di rumah, atau orangtua mereka mungkin mengirimkan mereka ke sekolah privat. Ketika anak-anak mereka harus bersekolah di sekolah publik, wajar saja jika orangtua mereka merasa khawatir. Anak-anak tersebut juga dapat merasa bahwa mereka berada dalam situasi yang tidak menguntungkan dalam bidang pendidikan maupun sosial.
Kebanyakan dari mereka tidak terbiasa dalam kelas yang begitu padat. Hal ini mengakibatkan mereka merasa rendah diri dan sulit bergaul dalam kelas yang penuh murid. Belum lagi jika mereka mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-teman sekelas mereka karena terlihat berbeda dari kebanyakan murid yang lain. Mereka merasa tertekan dan merasa sendirian.
Seorang putri utusan Injil yang baru pulang dari ladang misi masuk ke kelas 7 di sebuah SMP di Amerika Serikat. Ia menuliskan tentang hari pertamanya, "Kami mengelilingi bangunan sebesar monster dari kayu dan batu ini. Kami maju ke depan, terbawa arus menuju ke mulutnya. Aku berhenti sebentar di tengah-tengah pintu.... Aku sekarang berada di dalam tenggorokan monster tersebut. Aku merasa tenggelam, terus turun ke bawah. Aku ditelan monster! Suaranya seperti guruh.... Aku sendirian di tengah-tengah kegelapan mimpi buruk itu."
Bidang Spiritual-Kerohanian
Seorang utusan Injil hidupnya telah dipenuhi dengan hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan dan pemuridan kepada bangsa-bangsa. Mereka telah merasakan detak jantung Allah di hatinya "Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9b) Ia telah membuang segala perkara yang berhubungan dengan dunia ini supaya ia dapat "memuaskan hati Dia yang mencantumkan nama[nya] di dalam pasukan-Nya" (2 Timotius 2:4, FAYH) Ia teringat akan tangisan para janda, para yatim, orang-orang yang sesat dan terhilang.
Dan saat ini, sangat kontras dengan kehidupan pelayanannya, tuntutan-tuntutan dari "masyarakat Kristen tak bertuhan" menekannya dari segala arah. Mungkin ia menikmati kenyamanan yang ia peroleh di rumahnya, tapi di balik itu hal-hal tersebut menciptakan perasaan-perasaan marah, bersalah, dan menghakimi. Ia tidak hanya merasa sakit untuk dirinya sendiri, namun juga bagi ratusan orang yang ia tinggalkan di negara tempat pelayanannya yang membutuhkan makanan dan perhatian dan Alkitab dan musik kristiani dan pembelajaran Alkitab dan ratusan hal lainnya yang saat itu ia dapat nikmati dengan bebas.
Secara umum ada empat pola kebiasaan yang diperlihatkan oleh utusan Injil yang baru pulang dari ladang misi kepada teman-teman mereka.
Empat pola tersebut bisa sangat merusak. Anda perlu waspada terhadap gejala-gejalanya dan menolong teman Anda memproses dan mengekspresikan perasaannya.
Keterasingan di Negara Sendiri
Utusan Injil yang pulang ke rumah dengan sikap, "Saya pulang ke rumah sendiri, tentunya tidak sulit untuk menyesuaikan diri," membuatnya rawan menghadapi permasalahan yang akan dihadapinya. Ia mulai memunyai penilaian negatif tentang kebudayaannya sendiri. Ketika ia tidak mampu mengatasi perasaan tersebut, ia mulai menarik diri.
Ia membuat alasan-alasan untuk tidak menemui orang. "Oh, saya masih belum mempersiapkan presentasi saya," sehingga ia tidak dapat membagikan pelayannya kepada kelompok persekutuannya." [Saya tidak mau pergi karena] tempat itu terlalu ramai," ia membuat alasan. Tiga minggu setelah pulang ia 'masih' merasakan "jet lag". Ini adalah simtom-simtom yang harus Anda waspadai. Alasan-alasan tersebut adalah alasan-alasan dangkal untuk menyembunyikan perasaan batinnya.
Ia dapat termakan oleh perasaan-perasaan ini dan tenggelam lebih dalam lagi ke dalam jurang alienasi. Ia mungkin merasa bahwa ia tidak memunyai siapa-siapa untuk diajak berbicara, tidak ada siapa pun yang dapat memahaminya, dan tidak ada siapa pun untuk membantunya memproses pikirannya.
Sebagai tim pendukung, Anda dapat menariknya dari jurang alienasi dengan mengundangnya ke rumah Anda. Mulailah dengan dua atau tiga orang, jangan terlalu banyak. Atau pergi bersamanya ke tempat-tempat rekreasi kesenangannya, misalnya ke taman, pantai, atau restoran. Jika ia menolak semuanya itu, paksalah! Datanglah ke rumahnya dan doronglah dia sekuat tenaga untuk bersekutu bersama! Ajaklah ia berbicara mengenai apa saja, sehingga ia mau memulai mengungkapkan perasaan dan pikiran-pikirannya.
Suka Menghakimi
Utusan Injil ini juga punya pemikiran negatif mengenai kebudayaannya sendiri. Lingkup tantangan kelihatannya sangat besar. Dia tidak menyadari sebelumnya bahwa orang-orang di sekitarnya begitu cuek. Dia tidak habis pikir mengapa pendetanya tidak punya cukup waktu untuknya. Bagaimana mungkin mereka menjadi begitu a-Kristiani! Ia menjadi orang yang meledak-ledak. Semua orang yang ia lihat mengetahui betapa miskin karunia rohani dan inferiornya mereka -- begitu pikirnya -- karena mereka tidak terlibat dalam pelayanan misi. Ia mulai menghakimi dan mengkritisi segala hal mulai dari letak kursi gereja hingga potongan rambut baru jemaat.
Terus teranglah dengan sikapnya yang menghakimi tersebut. Mungkin Anda dapat berkata, "Saya berdiri di atas kebenaran Kristus. Di atas kebenaran apa kamu berdiri?" Lalu biarkanlah ia berbicara kepada Anda. Ia juga perlu untuk mengungkapkan rasa frustrasinya dalam suatu suasana persahabatan. Jangan menunggu sampai ia memuntahkan frustrasinya di tengah-tengah khotbah hari Minggu.
Perlu Perbaikan
Utusan Injil ini begitu turun dari pesawat tiba-tiba menyadari bahwa orang-orang telah berubah. Namun ia tetap berusaha menyangkali bahwa telah terjadi perubahan vital selama kepergiannya, atau perubahan pada orang-orang yang tidak ikut pergi. Ia tetap berusaha untuk terlibat seperti sebelumnya walaupun sebenarnya kondisinya sudah tidak sama lagi dengan sebelumnya.
Orang ini kemungkinan besar akan menerima apa pun tugas yang diberikan kepadanya. Dan teman-temannya yang tidak tahu, secara tidak sadar telah masuk ke dalam dilema ini: "Senang sekali kamu kembali. Kami butuh guru untuk kelas enam!" "OK! Kapan mulainya?" Penyambut jemaat? "Akan saya lakukan!" Memimpin pujian pada hari Rabu? "Pasti!"
Suatu pagi, ia akan bangun dan meragukan kewarasannya. Ia tidak menyadari bahwa ia telah masuk ke jalan tol kegiatan-kegiatan gerejawi tanpa terlebih dahulu memproses perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh, jiwa, dan rohnya.
Mencari Jalan Keluar Terakhir
Alienasi, kondemnasi, atau reversi akhirnya dapat menyebabkan seorang utusan Injil mengambil skenario 'jalan keluar terakhir' yang mengerikan: bunuh diri, baik secara figuratif maupun nyata.
Seorang utusan Injil pergi untuk hidup dan melayani di kebudayaan lain. Ia mendapatkan pengalaman yang mengesankan. Ia telah mempelajari bahasa baru, menjalin hubungan baru, memenangkan jiwa-jiwa baru, dan memperkuat Gereja Tuhan. Lalu ia kembali.
Ia tidak pernah dipersiapkan untuk menghadapi perubahan-perubahan di rumah. Ia mencoba untuk menanggulangi segala rasa frustrasi dalam dirinya. Alienasi berbisik, "Tidak ada seorang pun yang peduli atau mengerti. Abaikan mereka!" Suara hati berargumentasi, "Tidak, saya harus keluar dan membagikan visi ini kepada dunia di antara orang-orang segereja." Kondemnasi menjawab, "Tapi mereka begitu tak bertuhan!" Suara hati berteriak, "Ini tidak membawa saya ke mana pun!". Revisi berkata, "Baik, lupakan saja. Kita sudah kembali di rumah. Tidak masalah!"
Angin puyuh emosi menghempas orang ini dan ia hancur. Ia mundur dari segala bidang kehidupan -- spiritual, mental, emosional, -- atau mendapatkan bahwa 'jalan keluar terakhir' merupakan alternatif satu-satunya.
Membantu Utusan Injil yang Jatuh
Jika Anda melihat teman Anda yang baru kembali tersebut jatuh ke dalam salah satu dari keempat pola kebiasaan ini, pertolongan Anda sangatlah dibutuhkan!
Pertolongan tercepat yang dapat Anda berikan adalah mendengar! Ambil waktu untuk mendengar suara hati mereka; untuk berbagi pengalaman dengan mereka, untuk peduli tentang perasaan-perasaan mereka dan beban-beban mereka, presentasi mereka; untuk berada di sana saat mereka membutuhkan seseorang untuk berbicara dan tertawa dan menangis bersama.
Biarkan teman Anda berkata tentang apa pun dalam kepercayaan persahabatan Anda. Jangan menyelipkan kata, "Ya, saya tahu. Ya, saya mengerti." Sebaiknya jangan Anda lakukan! Biarkan saja dia bicara. Doronglah mereka untuk terus berbicara dengan pertanyaan penuntun untuk menjelaskan sesuatu yang ia singgung. Seringlah bertanya, "Bagaimana perasaanmu saat hal itu terjadi?" Pertegas dengan, "Itu pasti sangat berat/menyakitkan/mengasyikan/dsb.."
Ketika ia telah stabil dan pulih kembali, Anda dapat menolongnya untuk melewati tahap-tahap pemulihan dari empat masalah di atas dan Andalah fasilitator untuk memulihkan perasaannya melalui pengekspresian yang benar.
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Melayani Sebagai Pengutus |
Judul buku asli | : | Serving as Senders |
Penulis | : | Neal Pirolo |
Penerjemah | : | Tim OM Indonesia, Lazarus Toenlioe (koord.) |
Penerbit | : | OM Indonesia |
Halaman | : | 136 -- 145 |
Judul buku | : Serving as Senders |
Penulis | : Neal Pirolo |
Penerbit | : Operation Mobilization Literature |
Ministry, Waynesboro, GA 30830, 1991 | |
Halaman | : 142 -- 152 |
Dukungan moral merupakan hal yang paling mendasar dari sistem dukungan. Setiap orang bisa mengambil bagian dalam pelayanan ini. Karena konsep yang paling mendasar, cukup dengan mengatakan, "Allah memberkati Anda. Kami sungguh bangga dengan petualangan misionaris yang Anda lakukan!" Apakah orang-orang besar dalam Alkitab membutuhkan dukungan moral? Baiklah, kita melihat beberapa contoh.
Daud Menemukan Kekuatannya dalam Allah
Ketujuh anak laki-laki Isai telah ditolak oleh Allah; "Karena, Tuhan melihat tidak seperti yang dilihat manusia. Sebab, manusia melihat penampilan bagian luarnya, sedangkan Tuhan memandang hatinya." Isai masih memiliki seorang anak laki-laki bungsu. Seorang anak yang masih remaja. Mereka membawa dia dari padang, tempat ia menggembalakan domba ayahnya. Dan, Tuhan berfirman, "Bangunlah, urapilah dia, karena inilah dia!" Maka, Roh Allah menyertai Daud sejak hari ia diurapi.
Melalui pertempuran melawan Goliat, pergumulan menghadapi kecemburuan Raja Saul, melewati peperangan yang penuh risiko selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun menjadi buronan, dikejar-kejar oleh seorang raja yang diganggu oleh roh jahat, serta melewati konflik dalam membangun kekuasaannya dengan enam ratus orang prajurit yang kejam dan tak mengenal belas kasihan, Roh Tuhan masih berpihak dan berada dalam diri Daud. Sementara orang-orang Filistin bersatu melawan Israel, Daud dan orang-orangnya berada di pihak orang-orang Filistin. Tapi, ketidakpercayaan terhadap orang-orang Ibrani itu mengganggu pikiran orang-orang Filistin. Daud bersama orang-orangnya disuruh kembali ke Ziklag hanya untuk mendapati bahwa orang-orang Amalek telah menyerang dari Selatan, membakar kota, dan membawa pergi istri dan anak-anak mereka. Mereka menangis hingga tak mampu lagi untuk menangis. Daud sangat tertekan, karena orang-orangnya menentang dia. Namun, Daud menguatkan dirinya dalam Tuhan (1 Samuel 30).
Bayangkan, kondisi saat itu di mana secara fisik mereka sedang kecapaian dari 3 hari lamanya perjalanan pulang ke Ziklag. Debaran jantung yang sedang meluap-luap siap untuk berperang melawan Israel, diciutkan seketika. Suatu luapan emosional yang tidak menentu akibat perasaan kehilangan keluarga dan harta milik mereka. Ada perang pula dalam diri Daud, "Tuhan, Engkau telah memilih aku menjadi raja Israel, tapi mengapa begitu sulitnya aku menduduki takhta?" Daud membutuhkan peranan tim pendukung. Namun, kenyataannya para prajuritnya malah ingin merajam dia dengan batu! Tapi, Daud menyerahkan diri pada-Nya dan memperoleh kekuatannya dalam Tuhan.
Bagaimana dengan tokoh-tokoh Alkitab lainnya? Ketika Maria memberitahu Yusuf, ia sedang hamil oleh Roh Kudus, Yusuf malah ingin menceraikannya secara diam-diam. Dalam Yohanes 9, Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahirnya dengan penuh belas kasih. Ketika para pemimpin Yahudi menyuruh orang tuanya bersaksi atas kesembuhan putra mereka, dengan ketakutan mereka berkata, "Tanyakanlah sendiri padanya. Dia sudah cukup dewasa untuk menceritakan hal itu kepadamu." Ketika Paulus bermaksud pergi ke Yerusalem, sekelompok orang mencoba untuk mencegahnya dua kali. Bahkan mereka bersikeras mengatakan bahwa Roh Kudus telah memerintahkan mereka untuk memperingatkan Paulus.
Lembaran sejarah memberi gambaran suram. Selama berabad-adad lamanya, pola-pola di atas tidak berubah. (Bacalah biografi para misionaris yang ditulis Ruth Tucker dalam Buku "Dari Yerusalem ke Irian Jaya".) Anda dapat menghitung hanya dengan jari pada satu tangan, jumlah orang dengan visi yang dirintisnya mendapatkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Seorang tukang sepatu berkebangsaan Inggris bernama William Carey, berjuang pada tahun 1790-an bersama tanggung jawab gereja terhadap Misi Agung. Dia kemudian dikenal sebagai Bapak Misi Modern. Pada awalnya, ketika visi itu terpatri dalam sanubarinya, ia tidak mendapat dukungan sama sekali. Sebaliknya, rekan-rekan segerejanya malah dengan kasar berkata: "Bila Allah ingin membawa orang-orang kafir pada pertobatan, Ia akan melakukannya tanpa bantuanmu atau pun kami." Pada awalnya pun, istrinya menolak untuk ikut serta dalam pelayanannya ke India. Justru tertundanya tanggal keberangkatannyalah yang membuat istrinya kemudian memutuskan untuk menyertainya ke India.
Saat ini, ribuan pekerja lintas budaya bergumul dalam doa, dan bergulat dengan perihal bagaimana menjadi serdadu-serdadu Kristus yang siap menanggung salib untuk mengabarkan Kabar Baik bagi orang lain di seluruh dunia dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Dukungan moral seperti apakah yang mereka terima dari masyarakat?
Orang-orang yang tersesat (Kristen duniawi), pikiran mereka sempit dan picik, sehingga mereka tidak mendukung orang yang diurapi Allah. Sebaliknya, malah menyalahkan dan melemparkan batu-batu tuduhan, seperti yang dilakukan para pengikut Daud.
Orang-orang dininabobokan oleh gemerlapnya dunia sehingga mereka tidak memiliki kepekaan terhadap rencana Allah bagi saudara dan teman-teman mereka, sebagaimana diperlihatkan murid-murid Tuhan Yesus.
Orang-orang yang sangat peduli terhadap pendapat umum bersikap ramah, seolah-olah menyokong semangat sang misionaris. Namun, secara diam-diam mereka berusaha memutuskan hubungan, seperti yang dilakukan Yusuf, suami Maria.
Orang-orang sangat takut pada program-program gereja, sehingga mereka tidak mau melakukan sesuatu yang ada hubungannya dengan petualangan berisiko tinggi ke daerah atau negara yang tidak mereka kenal. Lagipula, pelayanan misionaris bisa dianggap sebagai saingan dari status quo, seperti pandangan tua-tua Yahudi.
Orang-orang yang begitu yakin telah "mendengar suara Tuhan", bahwa apa yang telah didengar sang misionaris dari Tuhan itu adalah salah, seperti halnya teman-teman Rasul Paulus.
Orang-orang yang ingin melukai hati para misionaris Allah dengan memberi tafsiran yang salah, seperti halnya pada teman-teman William Carey.
Batu untuk Membangun atau untuk Melempar?
Beberapa orang tidak dapat menerima ketika mereka mengatakan bahwa Allah menghendaki dia melakukan perbuatan yang sangat berani, yaitu pergi ke ladang misi. Umumnya mereka akan bersikap acuh tak acuh, tidak bersahabat, atau untuk menutupi perasaan mereka yang tertekan, mereka berkata, "Hei, apakah engkau tidak tahu bahwa di sana adalah dunia yang buas dan ganas? Selalu terjadi kekacauan dan peperangan. Engkau bisa terbunuh di sana!" Atau, "Kamu pasti bercanda! Kamu? Jadi misionaris? Apa sih yang bisa kamu lakukan untuk menyelamatkan dunia ini?" Kerap kali sahabat terdekat menasihati seperti ini:
Kamu sangat dibutuhkan di sini. Kamu dapat menyumbangkan banyak hal dalam persekutuan kita.
Engkau menyia-nyiakan pendidikan yang engkau peroleh dengan susah payah. Setelah harta dihabiskan untuk membiayai kuliahmu hingga sarjana, apa kata orang tuamu nanti?
Kenapa kamu tidak mencari pekerjaan yang baik? Pergilah, carilah uang sebanyak mungkin untuk masa depan. Kemudian, barulah kamu memikirkan untuk terjun ke dalam misi.
Apakah tindakanmu itu tidak mengecewakan ibumu? Bagaimana mungkin kamu begitu tega memisahkan dia dari cucu-cucunya, dan pergi jauh? Anak-anak itu membutuhkan neneknya juga.
Bagaimana dengan pendidikan anak-anakmu nanti? Kasihan, mereka akan pulang rumah dengan keadaan terabaikan dan mendapat perlakuan yang tidak wajar dalam masyarakat.
Apakah engkau berharap akan bertemu jodohmu di sana? Engkau akan membujang seumur hidup! Kemudian mereka akan menangis dan meratap, tanpa memedulikan akal sehatnya, "Aku tak percaya hal ini terjadi padaku!"
Seorang pekerja lintas budaya yang telah berperang bersama Tuhan mengatasi segala perasaan ketidakmampuan dan keterbatasan, duduk di atas ketidakteraturan, seolah-olah berada di atas tumpukan batu-batu, terpukul berkali-kali, dan terluka. Hanya beberapa orang yang kuat dan sanggup menanggungnya karena menemukan kekuatannya dalam Tuhan. Pada saat seperti ini, akan jauh lebih baik jika mereka mendapatkan Anda sebagai tim pendukung moralnya. Sikap mencari kepuasan sendiri dan meninabobokan diri sendiri merupakan golongan paling besar dari gereja masa kini. Sikap tersebut menghasilkan introspeksi semu yang samar-samar dan rabun. Tampaknya, kita sedang memusatkan diri pada penyembuhan diri sendiri, supaya dapat memiliki kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan. Akibatnya, doa-doa kita berbunyi, "Tuhan, senangkanlah aku supaya bisa menikmati hidup yang mapan," yang secara langsung bertolak belakang dengan apa yang dikatakan kepada kita tentang gereja dalam 2 Korintus 1:14. Kita ingin kehidupan yang mapan dan menyenangkan. Kita menemui kesulitan karena ketidakpastian hidup seperti Rasul Petrus ketika untuk pertama kalinya diberitahu Tuhan Yesus tentang penderitaan yang akan dialami-Nya. Tanpa berpikir, Petrus berkata, "Tidak akan Tuhan .... Hal itu sekali-sekali tidak akan menimpa Engkau."
Kekhawatiran-kekhawatiran tentang pendapat umum dapat melukai seorang misionaris. Barangkali, seorang pekerja lintas budaya diberitahu seperti ini, "Jika kamu harus pergi, pergilah! Akan tetapi, jangan buat kekacauan! Jangan libatkan kami di sini, terutama dalam masalah keuangan. Apa yang akan terjadi dengan program-program kami yang di sini bila harus mendukungmu?" Untungnya, sukar bagi gereja untuk mempertahankan sikap tersebut, sebab organisasi-organisasi misi yang menolong pekerja-pekerja lintas budaya berkeras melibatkan persekutuan-persekutuan untuk berinisiatif dalam proses pengembangan misi. Tragisnya, ada ribuan kasus di mana calon misionaris adalah orang yang tidak tahu-menahu tentang hal ini. Opini publik di banyak gereja tidak mengizinkan suatu gerakan radikal dalam penginjilan internasional. Jadi, pekerja lintas budaya harus pergi secara diam-diam, kecuali Anda berada di sana, mengucapkan selamat jalan untuk membangkitkan semangatnya, "Bon voyage!"
Persaingan antarpekerja di dalam Tubuh Kristus cukup menakutkan beberapa persekutuan sehingga mereka meruntuhkan semangat calon misionaris. Kata-kata mereka bernada sangat keras, "Kita tidak ingin kehilangan kamu!" Masalahnya bukan karena orang-orang Yahudi tidak percaya akan penginjilan ke seluruh dunia. Kristus pernah berkata kepada mereka, "Sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menobatkan satu orang" (Matius 23:15). Mereka juga tidak menentang penyembuhan yang dilakukan Yesus, bahkan berbondong-bondong mereka datang dan mengikut Dia. Namun, Yesus dianggap sebagai saingan karena tidak sesuai dengan bayangan orang Yahudi tentang Mesias. Demikian pula dengan para misionaris. Tindakan dan rencana-rencana mereka yang penuh keberanian sering kali tidak cocok dengan kebanyakan program-program gereja saat ini. Kecuali Anda yang memberikan dorongan kepada mereka dengan menceritakan teladan Kristus tersebut.
Bahkan kepedulian teman-teman terdekat dapat meruntuhkan semangat seorang misionaris ketika mereka memberikan nasihat yang bertolak belakang dengan rencananya. Rasul Paulus merasakan gerakan dan ancaman dari Si Seteru pada setiap gerak langkahnya. "Aku akan tinggal di Efesus hingga hari Pentakosta, karena Allah membuka suatu pintu yang luar biasa, sekalipun banyak sekali penantangnya" (1 Korintus 16:8-9). Di Miletus, ia menulis, "Aku ditawan dan dibawa secara paksa oleh Roh Kudus sekalipun telah diperingatkan kepadaku, bahwa penjara dan penganiayaan sedang menanti di setiap kota yang aku kunjungi" (Kisah Para Rasul 20:22-23).
Beberapa hari kemudian, di Tirus, murid-muridnya telah mengatakan kepada Paulus "melalui Roh Kudus", bahwa ia tidak boleh pergi ke Yerusalem, namun Paulus dan teman-temannya meneruskan perjalanan sampai ke Kaisarea. Di sana, di rumah Filipus, Agabus mengambil ikat pinggang Paulus. Sambil mengikat tangan dan kakinya sendiri, ia berkata: "Roh Kudus berkata: Beginilah orang yang empunya ikat pinggang ini akan diikat oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem ...." Mendengar hal itu murid-muridnya meminta supaya Paulus jangan pergi ke Yerusalem. Bukannya menerima dukungan moral, Paulus malah menghadapi rintangan. Lukas mengingat jawab Paulus saat itu, "Mengapa kamu menangis dan menghancurkan hatiku? Aku rela bukan saja diikat tapi juga mati demi nama Tuhan Yesus." Paulus tidak mau menerima nasihat para rasul dan murid-muridnya, sehingga mereka menyerah dan berkata: "Jadilah kehendak Tuhan!" (Kisah Para Rasul 21:13-14). Akhirnya, "orang yang gagah berani untuk melakukan pekerjaan Tuhan" ditinggalkan sendirian. Kecuali, Anda ada di sana, memberikan dukungan moral untuk menopang para misionaris di masa-masa yang sulit ketika semua orang menentangnya.
Pandangan-pandangan teologi yang disalahtafsirkan dapat merusak moral pekerja lintas budaya. Hati sang misionaris itu seakan disayat-sayat sembilu, ketika persekutuannya menyangkal perintah Allah untuk pergi memberitakan Injil. Bahkan ada yang seenaknya, seperti yang dialami William Carey, yang berteriak, "Allah dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan kita jika Ia menghendakinya!" Yang lain dengan lembut mengatakan, "Kita masih terlalu muda dalam persekutuan. Kita tidak punya apa-apa untuk mendukung misionaris. Rasanya, kita tidak dapat menambah proyek baru. Kita berusaha melakukan yang terbaik. Untuk yang lainnya, kita belum siap." Alasan-alasan tersebut dan ribuan lainnya telah berulang kali dikatakan. Belum ada yang dapat bertahan dari alasan-alasan yang berdalih firman Tuhan dan bersembunyi dari cahaya firman-Nya. Sesungguhnya, tidak ada firman Allah yang menolak pelayanan misionaris. Sebaliknya, "Allah tidak menghendaki agar seorang pun binasa, tetapi supaya datang kepada pertobatan!" (2 Petrus 3:9)
Sebuah kisah menarik tentang seorang pelaut muda yang mengadakan persiapan untuk berlayar mengelilingi dunia seorang diri dengan kapal motor buatan sendiri. Banyak orang mengerumuni dia sementara ia mengepak kotak-kotak perbekalannya. Di antara orang-orang yang berbisik-bisik, ada yang berkata lantang, "Anakku, kamu tidak akan sanggup! Kapal motormu tidak akan bertahan melawan gelombang! Kamu akan kehabisan bahan makanan dan mati terpanggang matahari!" Semua peringatan-peringatan itu melemahkan semangat dan keyakinannya. Tidak satu pun yang menawarkan semangat dan optimisme. Namun, ketika kapal kecil itu bertolak dari dermaga, seorang yang datang terlambat berlari sampai di ujung dok, melambai-lambaikan tangannya sambil berteriak memberi semangat, "Selamat berlayar! Bon voyage! Kamu benar-benar hebat! Kami bersamamu! Kami bangga dengan kamu! Allah menyertaimu saudaraku!" Tampaknya, dunia menyuguhkan dua macam dukungan moral: yang pertama mengatakan, "Lihat saja, tunggu sampai kamu keluar dari dunia yang kejam dan tak mengenal belas kasihan itu. Biar tahu betapa beratnya!" Atau yang kedua dengan penuh semangat, menaruh kepercayaan penuh, bersorak mengucapkan selamat jalan: "Bon voyage!"
Ada selusin cara yang tak terpikirkan untuk meruntuhkan semangat dan cita misionaris Anda. Tapi sebaliknya, ada banyak jalan untuk membangkitkan antusiasme dengan dukungan moral yang kuat. Pimpinan Roh Kudus untuk mencari jiwa-jiwa dalam pelayanan lintas budaya sangat kita butuhkan di saat-saat tersebut. Ubah dan singkirkan batu-batu sandungan menjadi batu yang membangun fondasi yang kokoh, yang akan menjadi dasar yang kuat bagi dukungan pelayanan lintas budaya dalam gereja Anda. Bagaimana memberikan dukungan moral seteguh batu karang? Don adalah seorang pendeta yang telah mendengarkan panggilan Allah untuk menjalani misi. Beberapa kali ia mengunjungi Thailand dan melihat para pendeta yang haus akan firman Tuhan. Ia merasakan sukacita dalam memuaskan dahaga rohani mereka melalui seminar-seminar. Kini Don yakin, Allah telah menuntun dia untuk menyerahkan dirinya dan memulai suatu pelayanan dalam bentuk seminar untuk para pendeta pribumi Asia. Ia menyusun berbagai seminar yang dirancang guna melatih para gembala tersebut dalam mempelajari firman Allah, supaya mereka dapat menggembalakan domba-domba-Nya dengan lebih baik.
Namun, Don adalah gembala gereja di Amerika Serikat. Tak mudah baginya untuk pergi begitu saja. Ia telah mendirikan gereja itu. Siapa yang akan menggantikan posisinya bila ia berangkat? Bagaimana ia memindahkan keluarganya ke Thailand, negeri yang tidak mereka kenal? Bagaimana dengan komunikasi dan doa? Di mana mereka akan tinggal? Semua pertanyaan dan kekhawatiran ini nyata dan membutuhkan jawaban. Semua itu lebih mudah diatasi, karena jemaat memberikan dukungan moral yang penuh kepada Don, untuk menjadi "berkat" bagi Don, dan bagi mereka juga. Dukungan moral adalah landasan proses pengutusan. Dukungan moral bisa seperti sorakan, "Selamat jalan!", "Bon voyage!" Dukungan yang berasal dari mereka yang melayani sebagai pengutus (sender), untuk mendukung para misionaris yang akan berangkat. Para pekerja lintas budaya dapat merasakan dukungan Anda melalui sikap yang Anda perlihatkan.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Melayani sebagai Pengutus: Kiat Jitu Mendukung Misionaris Profesional |
Judul asli buku | : | Serving as Sender |
Judul asli artikel | : | Dukungan Moral |
Penulis | : | Neal Pirolo |
Penerjemah | : | Tim Om Indonesia |
Penerbit | : | OM Indonesia, Jakarta |
Halaman | : | 19 -- 28 |
Empat Gaya Hidup Kristen Paskah
Ketika seseorang mengenal Yesus dengan benar, maka hidupnya pasti akan terus-menerus berubah dan menjadi Kristen sejati. Artinya kalau dahulu hanya Kristen biasa-biasa saja, setelah mengalami kuasa kebangkitan Yesus, maka hidupnya menjadi luar biasa. Mengapa demikian?
Ketika seseorang mengenal Yesus dengan benar, maka hidupnya pasti akan terus-menerus berubah dan menjadi Kristen sejati. Artinya kalau dahulu hanya Kristen biasa-biasa saja, setelah mengalami kuasa kebangkitan Yesus, maka hidupnya menjadi luar biasa. Mengapa demikian? Jawabannya adalah "karena kuasa kebangkitan yang hebat itu telah mengerjakan sesuatu yang ajaib dalam dirinya" (Efesus 1:19). Kuasa itu sungguh hebat sehubungan dengan kuasa kebangkitan ini, maka minimal ada empat ciri gaya hidup orang yang telah mengalami kuasa kebangkitan.
Orang yang mengalami kuasa kebangkitan akan menjadikan Yesus sebagai tujuan hidupnya (lihat Kolose 3:1-4). Sering kali kita kecewa, putus asa, dan stres. Itu karena Yesus bukan tujuan utama dalam hidup, tetapi sebaliknya, perkara-perkara dunia ini semata yang menjadi tujuan. Yesus berkata, "Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33). Apa yang menjadi tujuan hidup kita sangat penting, karena hal itu akan menentukan kualitas pelayanan dan masa depan seseorang.
Orang yang mengalami kuasa kebangkitan akan menjadikan Yesus sebagai fokus penyembahan. Setelah Yesus berkata kepada Thomas, "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." Thomas menjawab Dia: "Ya, Tuhanku dan Allahku!" (Yohanes 20:27-28). Gereja dan pendeta yang besar bukanlah pusat penyembahan kita, tetapi Yesus adalah Tuhan yang hidup, yang harus menjadi pusat penyembahan orang percaya, hanya Dia yang layak menerima pujian dan hormat. Ketika Yesus ditinggikan dalam diri seseorang, maka perkara-perkara ajaib akan Tuhan adakan dalam diri dan pelayanannya (lihat Yohanes 12:32).
Orang yang mengalami kuasa kebangkitan akan menjadikan Yesus sebagai pusat pengharapan (lihat 1 Petrus 1:3-6). Situasi dan keadaan dunia yang kita hadapi hari-hari ini tidak menentu dan selalu berubah-ubah, tetapi jangan takut dan cemas karena Yesus adalah pengharapan bagi orang percaya, yang setiap saat siap sedia menolong tatkala kita berseru kepada-Nya.
Orang yang mengalami kuasa kebangkitan akan menjadikan Yesus pusat pemberitaan mereka (lihat Markus 12:32). Tuhan Yesuslah yang harus kita perbincangkan dalam dunia yang gelap ini. Jangan percakapkan kekurangan orang lain, kekurangan gereja lain, atau denominasi lain, itu hanya menghabiskan waktu dan energi semata. Mari percakapkan Yesus yang penuh berkat dan cinta itu kepada setiap pribadi, agar suatu saat nanti setiap lutut akan bertelut dan setiap lidah akan mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa. Ketahuilah bahwa kita semua saksi Tuhan, jangan terjebak dengan masalah-masalah pribadi dan rutinitas yang hanya menghambat kita untuk pergi menjangkau yang belum terjangkau. Ketika Petrus berkata, "... biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia" (lihat Matius 17:4b). Namun, Yesus mengajak mereka turun gunung karena masih banyak yang harus dikerjakan, artinya masih banyak jiwa-jiwa yang harus diselamatkan.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Nama majalah | : | Penyuluh, No. 40, Tahun XVI/2007 |
Judul asli artikel | : | 4 Gaya Hidup Kristen Paskah |
Penulis | : | Pdt. Ferry Haurissa |
Penerbit | : | Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia, Jakarta 2007 |
Halaman | : | 20 |
Etika berasal dari kata "ethos" dan "taethika". Bahasa latinnya adalah "mos" yang artinya moral dalam pengertian umum. Dalam kamus Purwadarminta (KUBI terbitan Balai Pustaka Jakarta, 1985) etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Kata lain yang mirip dengan itu adalah etiket -- aturan sopan santun pergaulan. Etika teologis secara khusus menjadi suatu bidang studi sistematis yang dipelopori oleh Lambert Daneau (1577) dan Calixtus (1634). Dalam perkembangan selanjutnya banyak dipengaruhi oleh ilmu filsafat yang kurang berorientasi kepada Alkitab.
Kekristenan dan Hukum Taurat
Kehidupan kekristenan dewasa ini diperhadapkan dengan berbagai macam pilihan. Tidak jarang orang Kristen harus bergumul untuk dapat menentukan pilihan yang tepat, baik, dan benar. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, terutama yang menyangkut etika sebagai kaidah dalam lingkungan sosial. Untuk dapat menentukan keputusan etis, diperlukan pertimbangan yang etis. Hal ini ditentukan oleh standar yang digunakan. Orang Kristen seharusnya menjadikan Alkitab sebagai dasar etika. Akan tetapi, masalahnya apakah Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru masih relevan untuk digunakan di zaman ini?
Tuhan Yesus dan Hukum Taurat
Dalam Matius 5:17 Kristus menyatakan bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat dan kitab para nabi, melainkan untuk menggenapinya. Ia sadar bahwa kedatangan-Nya ke dunia adalah dalam rangka misi penyelamatan. John R. W. Stott, mengungkapkan dua hal penting tentang Perjanjian Lama. Pertama, Perjanjian Lama terdiri dari ajaran tentang doktrin (Allah, manusia, keselamatan, dan lain-lain) -- "Torah" -- "hukum", sebenarnya berarti ajaran yang diwahyukan. Kedua, isi Perjanjian Lama adalah nubuat-nubuat yang belum terungkap kenyataan. Pandangannya terarah ke zaman Mesianis yang akan datang. Dapat dikatakan, Perjanjian Lama adalah Injil yang masih berbentuk kuncup, sedangkan Perjanjian Baru adalah Injil yang sudah mekar menjadi bunga. Perjanjian Lama adalah Injil yang masih tersembunyi dalam pucuk, sedangkan Perjanjian Baru adalah lnjil yang sudah keluar sebagai bulir.
Yesus menggenapi semua nubuat penyelamatan dalam Perjanjian Lama. Pernyataan-Nya yang pertama pada awal penampilan-Nya di muka umum ialah, "Waktunya sudah genap ..." (Markus 1:15). Klimaksnya ialah kematian-Nya di kayu salib, di mana seluruh sistem upacara keagamaan, baik keimaman maupun pemberian kurban, memperoleh kegenapan yang sempurna. Mulai saat itu, sistem ritual dalam Perjanjian Lama tidak berlaku lagi.
Hukum Taurat adalah istilah yang dipakai untuk mengungkapkan keseluruhan pernyataan ilahi dalam Perjanjian Lama, bukan terbatas pada Taurat Musa atau kitab para nabi, dan tidak sedikit pun dari pernyataan ilahi itu akan ditiadakan sebelum semuanya digenapi. Penggenapan ini tidak lengkap sebelum langit dan bumi lenyap (Matius 24:35).
Orang Kristen dan Hukum Taurat
Hukum Taurat akan tetap berlaku selama alam semesta masih ada. Suatu hal yang pasti, bahwa Yesus sendiri memiliki kepercayaan yang kokoh kepada hukum Taurat. Meskipun tidak semua perintah hukum Taurat itu sama "bobotnya" (Matius 23:23), Namun, perintah hukum Taurat -- sekalipun yang paling kecil, adalah sama pentingnya karena hukum itu adalah perintah dari Allah.
Dalam pengajaran-Nya, Yesus melangkah lebih jauh lagi. Kebesaran dalam surga tidak ditentukan oleh kesesuaian tindak-tanduk dan perilaku kepada hukum Taurat. Sebab, mustahil orang dapat masuk ke dalam Kerajaan itu jika kepatuhannya kepada hukum Taurat tidak melebihi kebenaran para ahli Taurat dan orang Farisi (Matius 5:20), karena Kerajaan surga adalah suatu Kerajaan Kebenaran.
Pernyataan Tuhan Yesus tersebut mengejutkan bagi mereka yang mendengarnya. Bukankah ahli Taurat dan orang Farisi adalah profesional ulung dalam soal kepatuhan kepada hukum Taurat? Bagaimana mungkin kebenaran kristiani dijadikan syarat untuk bisa masuk ke dalam Kerajaan surga? Yesus tidak mengada-ada, tetapi yang Ia maksudkan adalah kebenaran kristiani harus jauh melebihi kebenaran Farisi, karena kebenaran itu lebih mendalam dan itu merupakan kepatuhan yang timbul dari dalam hati.
Dalam hal ini, orang Kristen harus mengikuti teladan Kristus bukan teladan orang Farisi. Orang-orang Farisi berusaha menurunkan standar hukum Taurat untuk membuatnya lebih mudah ditaati. Yesus menempatkan hukum Allah pada posisi yang sesungguhnya sebagai otoritas Allah sendiri. Orang Kristen seharusnya memiliki kepatuhan yang merupakan kebenaran dari hati dan yang mungkin dimiliki hanya oleh mereka yang telah dilahirkan kembali (Yohanes 3:3-5).
Karya Kristus dan Etika Kristen
Orang Kristen seharusnya memiliki iman yang mengandung kepercayaan, kesetiaan, dan kasih -- suatu penyerahan diri kepada Allah. Sebagai orang percaya, kita bukan simpatisan melainkan partisipan di "ladang" Allah. Namun demikian, orang Kristen tidak boleh bertindak spekulatif. Iman kita haruslah memiliki makna dan isi. Kita harus memiliki kepercayaan tentang sifat-sifat dan pekerjaan Allah, karena hal ini memengaruhi aktivitas kita. Misalnya kalau kita percaya kepada Allah yang kejam, kemungkinan kehidupan kita menjadi kejam.
"Pengetahuan kita tentang kehendak Allah harus berdasarkan pengetahuan tentang Allah dan pekerjaan-Nya", demikian ungkapan M. Browmee. Karena Allah adalah baik dan menciptakan dunia yang baik, maka kita harus berbuat baik (Matius 5:8). Etika Kristen berkata: kamu harus adil, baik, penuh kasih, dan jujur. Teologi Kristen meyakinkan kita bahwa kalau kita "lapar dan haus akan kebenaran", kita akan dipuaskan (Matius 5:6).
Kelahiran Tuhan Yesus
Inkarnasi adalah suatu ajaran tentang anak Allah yang menjadi manusia. Inkarnasi Kristus adalah bukti utama yang merupakan inti kekristenan. Seluruh susunan teologi Kristen bergantung kepada Inkarnasi Kristus, demikian pendapat J.F. Walvoord.
Setelah berinkarnasi, kita dapat melihat dua hal tentang Yesus. Pertama, Yesus adalah seorang manusia sama seperti manusia pada umumnya. Dia lahir sebagai bayi dan tumbuh seperti anak-anak yang lain (Lukas 2:52). Kedua, Yesus adalah orang biasa yang luar biasa. Dia adalah Anak Allah, "Dalam Dia berdiam seluruh kepenuhan keallahan" (Kolose 2:9). Menurut M. Brownlee, dalam inkarnasi dinyatakan dua hal penting, yaitu pentingnya hal-hal materi dan kesalehan yang wajar.
a. Pentingnya Hal-Hal Materi
Yesus Kristus mempunyai tubuh maupun jiwa manusia. Hal-hal rohani tidak dapat dipisahkan dari hal-hal materi. Tubuh tidak lebih rendah daripada roh, melainkan segala sesuatu termasuk tubuh, roh, gereja, waktu, kerja adalah ciptaan Allah dan menunjukkan kekudusan Allah.
Di satu pihak, tidak ada bagian ciptaan yang kudus seperti Allah adalah kudus. Tidak ada batu, gunung, gedung gereja, atau salib yang dianggap keramat dan ajaib. Gereja disebut "kudus" dalam arti "dipilih" bagi tugas kudus, bukan dengan arti ilahi. Setiap makhluk ciptaan menunjukkan Pencipta -- diciptakan dalam gambar-Nya. Tubuh orang Kristen adalah "bait Roh Kudus". Karena itu kita bertanggung jawab bagi tubuh maupun roh. Kita tidak boleh mengabaikan kesehatan jasmani maupun rohani kita. Kita juga harus memerhatikan kebutuhan jasmani dan rohani orang lain. Yesus menuntut kita berkhotbah dan mengajar, beribadah dan membaptiskan. Ia juga menuntut kita memberi makan kepada yang lapar, minum kepada yang haus, tumpangan kepada orang asing, dan pakaian kepada yang telanjang. Gereja harus mengabarkan lnjil dengan kata-kata tentang kasih dan kuasa Tuhan, juga dengan pelayanan sosial yang menyatakan kasih dan memajukan keadilan.
b. Kesalehan yang Wajar
Kesalehan bukanlah kewajiban yang harus dibangga-banggakan jika dapat mewujudkannya. Bukan pula tembok yang memisahkan antara yang saleh dan yang tidak saleh. Yesus turun dari surga -- tempat yang sempurna dan masuk ke dalam dunia yang penuh dosa. Anak Allah tidak merasa bahwa Dia tidak boleh melibatkan diri dalam hal-hal duniawi karena Dia begitu saleh. Sebaliknya, Yesus menyatakan kesalehan yang sejati dengan cara bergaul dengan orang-orang berdosa dalam dunia ini.
Kesalehan Kristen bukanlah kehidupan yang "tidak pernah menyentuh tanah", bukan kehidupan yang terpisah dari dunia, melainkan pelayanan kepada Allah di tengah-tengah dunia. Kesalehan Kristus tidak dinodai oleh dunia melainkan mengubah dunia. Kesalehan Kristen mengandung dua hubungan yaitu hubungan dengan Allah dan dengan dunia. Terang Allah di hati kita tidak menjadi suram dan tidak disembunyikan dari bahaya dunia, melainkan bercahaya di depan semua orang (Matius 13:16).
Kematian Tuhan Yesus
Sebagai bukti ketaatan Yesus yang tidak kompromi dengan kejahatan dunia, Dia harus menyerahkan nyawa kepada Bapa-Nya dalam peristiwa penyaliban di bukit Golgota. Yesus rela mati di salib, hal ini menyatakan kedahsyatan dosa. Dosa bukanlah hal remeh, karena jika demikian Anak Allah tidak perlu disalibkan untuk menghapus dosa kita. Berita utama dari salib Kristus bukanlah bahwa kita dihakimi, tetapi bahwa dosa kita diampuni. Oleh karena itu, respons yang paling tepat kepada pengampunan Kristus adalah hidup sebagai orang yang diampuni, yang dibebaskan dari dosa.
Penyaliban Kristus harus menjadi dasar etika orang percaya. Melakukan kehendak Allah bukan karena takut akan penghukuman-Nya, melainkan karena bersyukur atas pengampunan-Nya. Karena itu, jika kita melakukan kebaikan, bukan supaya kita dapat diselamatkan tetapi karena kita sudah diselamatkan; bukan supaya Allah mengasihi kita, tetapi karena Allah sudah mengasihi kita. Pendirian demikian akan menghasilkan perilaku yang aktif dan berani, bukan pasif dan takut.
Allah mengampuni dosa kita, maka kita patut mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Kita mengasihi orang lain seperti Kristus mengasihi kita. Ini berarti bahwa kasih kita kepada seseorang bukan berdasarkan benar tidaknya orang itu. Stephen Tong mengatakan, kalau kita menerima seseorang tidak berarti kita menyetujui perbuatan orang itu. Mungkin ada orang yang membenci kita, tetapi kita harus membalasnya dengan kasih.
Kematian Kristus juga memperlihatkan kepada kita bahwa Anak Allah menderita karena Dia menyamakan diri-Nya dengan manusia, dan Ia memanggil kita untuk berpartisipasi dalam penderitaan-Nya. Mengikut Yesus berarti "menyangkal diri dan memikul salib" (Markus 8:34). Kita tidak perlu mencari penderitaan, tetapi kita tidak boleh menghindari penderitaan, jika penderitaan itu demi menaati Allah dan mengasihi sesama manusia. Kasih kepada Allah dan sesama mengandung konsekuensi penderitaan, sama seperti kasih Kristus berkonsekuensi penderitaan.
Kebangkitan Tuhan Yesus
Yesus Kristus dibangkitkan dari antara orang mati. Batu kubur yang besar tidak dapat menghalangi kuasa kebangkitan Yesus. Walvoord mengatakan, dibukanya pintu kubur oleh malaikat bukan untuk memungkinkan Kristus keluar dari kubur, melainkan supaya orang-orang dapat masuk ke dalamnya dan melihat bahwa kubur itu telah kosong. Yesus tidak mati. Dia hidup dan bekerja di dunia ini. Dia berjanji akan menyertai mereka yang percaya kepada-Nya (Matius 28:20). Dia ada di antara saudara-saudara-Nya yang miskin dan hina (Matius 18:20, Matius 25:31-36).
Karena Yesus hidup dan menyertai kita, maka tidak sepantasnya orang Kristen dilanda kekhawatiran dalam melakukan aktivitas kekristenan. Sering kali, Tuhan mengutus orang percaya untuk melakukan tugas-tugas yang sulit dalam situasi yang sukar, bahkan bagaikan domba di tengah-tengah serigala (Matius 10:16). Tidak jarang, Allah memanggil kita untuk tugas yang melebihi bakat dan kemampuan kita. Hal itu berarti Allah menghendaki kuasa-Nya dinyatakan di dalam dan melalui kehidupan kita. Karena kebangkitan Yesus, orang Kristen memiliki iman yang bermakna dan berisi, membawa harapan -- bagi dunia dan orang-orang yang mau menerima Dia.
Tuhan memanggil orang percaya untuk ada dalam segala bidang kehidupan, bukan hanya dalam bidang rohani untuk memikirkan hal-hal "yang di atas", tetapi kuasa kebangkitan Yesus justru untuk menjangkau dunia ini bagi Dia.
Diringkas dari: | ||
Judul majalah | : | Kalam Hidup, Oktober 2007 |
Judul artikel | : | Etika Suatu Perspektif Injil Sinoptik |
Penulis | : | Drs. Denny R. Kussoy, S. Th. |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup |
Halaman | : | 35 -- 41 |
Tidak seperti yang sering dikatakan banyak orang, sebenarnya musik bukan bahasa universal. Makna musikal tidak dapat menyeberang lintas budaya. Jika ingin dimengerti, kita harus berbicara dengan menggunakan bahasa musik dari budaya setempat. Inilah yang menjadi fokus bahasan dalam etnomusikologi. Apakah yang dimaksud dengan etnomusikologi? Menurut Pono Banoe, dalam kamus istilah musik, etnomusikologi adalah studi musik yang dikaitkan dengan latar belakang kebudayaan suatu bangsa. Senada dengan itu, beberapa ahli etnomusikologi mendefinisikan etnomusikologi sebagai studi tentang musik-musik etnik.
Setiap kebudayaan di dunia, memiliki dua komponen utama, yaitu bahasa dan musik mereka sendiri. Dalam kebanyakan budaya, baik bahasa maupun musik dipakai untuk berkomunikasi. Bahasa memakai kata-kata sebagai media untuk membagikan pemikiran dan ide. Musik memakai kombinasi kata (biasanya dalam bentuk puisi) dan komponen ritmis melodis untuk berkomunikasi. Seperti bahasa, musik dapat mengomunikasikan pemikiran dan ide. Bahkan kadangkala musik dapat dipakai untuk tingkatan-tingkatan komunikasi yang lebih mendalam yang mengungkapkan hal-hal yang tak dapat dikatakan secara langsung. Musik, melalui puisi dan bunyi, fungsinya dapat menjadi amat penting dalam menyampaikan ungkapan-ungkapan dalam kehidupan sehari-hari.
Prinsip inilah yang membuat etnomusikologi menjadi bidang yang penting dalam pelayanan penerjemahan Alkitab. Musik menyentuh sampai kedalaman jiwa manusia sehingga seseorang yang tidak pernah mau mendengarkan kebenaran Alkitab melalui khotbah akan tertarik ketika mendengar sebuah lagu dalam bahasanya sendiri. Apalagi jika lagu itu dimainkan dengan irama musik khas daerahnya -- dan lagu-lagu seperti itu dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk menyampaikan kebenaran rohani.
Pernah terjadi di sebuah daerah di Ghana, di mana sebuah kelompok musik rohani langsung dikerumuni dua ratus orang yang penasaran dan ingin bertanya. Para pemusik tadi menyanyikan lagu demi lagu dengan memakai gaya dan irama musik setempat yang isinya mengungkapkan kebenaran Allah.
Sering kali nyanyian rohani dalam bentuk musik tradisional lebih bisa dinikmati dan dipahami daripada nyanyian rohani dengan musik asing, misalnya dari Barat. Di Senegal, misalnya, kaset Injil Yohanes dalam salah satu bahasa suku sangat digemari karena ayat-ayat Alkitab dibacakan/disenandungkan sesuai dengan irama yang mereka kenal. Orang-orang yang lebih tua mendengarkan kaset ini dengan tekun. Bahkan mereka meminta anak-anak agar tidak ribut supaya mereka dapat mengerti dengan jelas apa yang sedang disampaikan.
A adalah seorang pemuda Afrika yang berbakat musik. Ketika ia mendengar suatu persekutuan di mana banyak orang menggubah lagu-lagu baru dan mereka mencari orang yang dapat memainkan biola berdawai satu, A pun bergabung. Melalui lagu-lagu inilah akhirnya A menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Sekarang, bersama dengan orang-orang percaya lain, A berkeliling ke desa-desa menyanyikan lagu-lagu baru gubahannya sendiri.
Musik adalah sarana penting untuk memberitakan Injil agar pesan Alkitab dapat disampaikan kepada para pendengar yang belum mengenal Yesus.
Bahan diambil dari sumber:
Judul buletin | : | Berita Kartidaya, Edisi 1/2006 |
Judul artikel | : | Etnomusikologi dan Penerjemahan Alkitab |
Penulis | : | Ajang dan Darne |
Halaman | : | 1 -- 2 |
Islam mengajarkan bahwa sesungguhnya sifat-sifat dan kepribadian Allah tidak mungkin ditebak/dikenal karena jalan pikiran-Nya terlalu tinggi bagi pikiran manusia. Salah satu hal yang diakibatkan oleh pandangan ini ialah orang-orang yang menganut ajaran Islam pada umumnya sulit mengerti dan menerima belas kasihan serta pengampunan Tuhan (atas dosa-dosa mereka). Karena dalam pandangan Islam, mustahil untuk mengetahui sikap dan pikiran Allah terhadap manusia secara pribadi.
Mereka sering mengucapkan bahasa Arab "insya Allahö" yang artinya "semoga Allah menghendakinya demikian". Artinya, "apa pun yang terjadi, itulah kehendak Allah (takdir)". Ungkapan ini hampir selalu diucapkan dalam berbagai keadaan.
Dalam menanggapi masa depan, orang-orang Islam di seluruh dunia umumnya bersikap tidak pasti dan fatalistis (pasrah kepada nasib). Mereka mengaminkan yang dikatakan dalam Al-Qur`an, bahwa "Allah menyesatkan siapa yang hendak disesatkan-Nya dan menuntun siapa yang hendak dituntun-Nya" (Sura 35:8). Pada umumnya, orang Muslim sangat pasrah kepada "nasib". Contohnya, seorang wanita Muslim di kota Paris berkata bahwa kematian anaknya memang ditakdirkan oleh Allah. Padahal ia mengetahui bahwa anak itu sesungguhnya meninggal karena overdosis narkoba. Meskipun menyatakan keyakinannya bahwa anak itu meninggal dunia atas kehendak Allah, ia sangat terpukul oleh kematian anaknya. Peristiwa itu mau tak mau memengaruhi gambaran yang dimilikinya mengenai Tuhan.
Pandangan fatalistis terdengar lagi pada bulan Juli 1990. Sebanyak 1.426 peziarah Muslim tewas di Mekah ketika sebuah terowongan ambruk pada akhir musim haji, tepatnya pada hari raya Idul Adha. Banyak peziarah meninggal dunia karena sesak napas atau mati terinjak-injak ketika mereka dengan paniknya berusaha menghindar, sementara ribuan peziarah lain dari luar justru berusaha masuk dan menjejali terowongan itu.
Siaran berita dunia mengenai tragedi besar itu kemudian lebih menghebohkan lagi. Dalam pengumumannya, pemerintah Baginda Raja Fahd dari Arab Saudi berkomentar bahwa kejadian itu jelas merupakan "kehendak (takdir) Allah", dan "seandainya para korban tidak meninggal dunia dalam terowongan itu, mereka toh akan mati di tempat lain pada saat yang juga telah ditakdirkan" (mengutip laporan tentang perdebatan yang berlangsung dalam parlemen Inggris karena peristiwa tersebut).
Umat Kristen di seluruh dunia sama-sama berpendapat bahwa kehendak Tuhan telah dinyatakan atau diungkapkan dengan sempurna melalui kehidupan dan pribadi Yesus Kritus. Kematian dan kebangkitan Yesus adalah jawaban Tuhan atas masalah dosa, kematian (manusia) dan Setan si Iblis. "Tiada sesuatu akan dapat menceraikan kita dari kasih Tuhan dalam Isa Almasih Junjungan kita Yang Ilahi" (Rum 8:38). Memang benar, kehendak Tuhan yang Mahakuasa terkadang merupakan sebuah misteri (rahasia yang tersembunyi), tetapi dalam hal-hal tertentu cukup jelas dan tak perlu diragukan lagi.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs | : | SABDA.org: Arsip 40 Hari Doa |
Judul artikel | : | [40-Hari-2004][13] Fatalisme dalam Islam, Minggu, 17 Oktober 2004 |
Alamat URL | : | http://www.sabda.org/publikasi/40hari/2004/10-17/ |
Arsip 40 Hari Doa | : | http://www.sabda.org/publikasi/40hari/ |
Sumi San dilahirkan dalam keluarga yang sederhana, ayahnya seorang pedagang pipa air, sedang ibunya adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Semasa remaja, ia harus hidup berkekurangan karena ayahnya mengalami kerugian besar dalam berdagang. Dampaknya, orang tua Sumi harus menanggung utang yang tidak sedikit jumlahnya. Demi membantu meringankan beban orang tuanya, Sumi meninggalkan kampung halamannya dan bekerja di sebuah perusahaan tekstil di Kobe. Tidak ada waktu baginya untuk memikirkan hal-hal lain di luar rutinitasnya. Waktunya ia habiskan untuk bekerja dan belajar. Semangat dan kemauan yang begitu kuat menyebabkan ia tidak memedulikan kondisi kesehatannya. Tanpa disadari, ia menderita penyakit bronkitis dan beri-beri yang menyebabkan ia harus dirawat di sebuah rumah sakit selama tiga bulan. Setelah sembuh dari sakitnya, ia dikeluarkan dari pekerjaannya. Hal ini membuatnya sangat sedih karena pekerjaan tersebut sangat ia butuhkan dan merupakan satu-satunya cara agar ia dapat membantu meringankan beban orang tuanya.
Sumi pun memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Funo. Persoalan utama baginya saat ini adalah bagaimana ia dapat membantu orang tuanya dalam hal keuangan. Akhirnya, ia memutuskan untuk mendaftar ke sebuah sekolah perawat di Hiroshima. Berkat ketekunan dan kesabarannya, ia diterima di sekolah tersebut, bahkan mendapat beasiswa sehingga ia tidak perlu menanggung semua biaya sekolahnya. Berkat semangat dan kesabarannya pula, Sumi mampu menyelesaikan pendidikannya dengan nilai yang sangat memuaskan dan mendapat kesempatan bekerja pada sebuah rumah sakit.
Namun di tengah kebahagiaannya, ia mendapat kabar bahwa ibunya meninggal karena sakit. Masalah tidak berhenti sampai di situ. Ia dihadapkan pada persoalan baru -- siapakah yang akan menggantikan ibunya mengurus rumah tangga? Sebagai anak tertua, Sumi sadar bahwa dialah yang akan melaksanakan tugas tersebut. Sungguh bukan hal mudah baginya. Namun, ia dan ayahnya yakin bahwa mereka dapat mengatasi kesulitan yang sedang terjadi dan segalanya pasti akan kembali normal dengan bantuan dewa Hotoke San. Sumi dan keluarganya adalah penganut agama Budha. Prinsip hidupnya didasarkan pada ajaran tersebut, yaitu bahwa "hidup hanyalah soal nasib semata, biarpun manusia dapat berbuat sesuatu untuk meringankan beban hidupnya". Sumi dibesarkan dalam ajaran ini dan ia menyerahkan hidupnya pada nasib. Ia berusaha untuk mencari jalan keluar dari masalah yang terjadi dalam hidupnya dan berharap mudah-mudahan nasib baik akan menghampirinya pada masa yang akan datang.
Di samping mengurus rumah tangga, Sumi juga terus memerdalam pengetahuan keperawatannya. Ia berharap suatu hari nanti dapat bekerja pada sebuah distrik dengan penghasilan yang jauh lebih besar daripada penghasilan bekerja di rumah sakit. Nasib baik nampaknya berpihak pada Sumi, ia diterima sebagai perawat di Badan Kesehatan Distrik di bagian timur Kobe. Suatu hari, Sumi mendapat tugas baru. Ia ditugaskan merawat Machan, putra tunggal keluarga Komatsu yang menderita bisul pada kakinya. Tugas tesebut mengharuskannya untuk datang setiap hari ke rumah Machan. Kedatangan Sumi selalu disambut gembira oleh Machan, mereka berdua benar-benar telah menjadi sahabat. Namun secara diam-diam, Komatsu, ayah Machan, menaruh perhatian khusus kepada Sumi. Sumi mengetahui hal tersebut, dan karenanya ia berusaha menjaga jarak agar tidak terlalu dekat dengan Komatsu, mengingat Komatsu sudah memiliki istri.
Setelah mendapatan perawatan yang intensif, kaki Machan benar-benar sembuh. Di akhir kunjungannya, Sumi mendapatkan sebuah kado dari Machan. Tidak hanya itu, Komatsu juga memberikan sebuah bungkusan kecil sebagai tanda terima kasihnya kepada Sumi yang telah merawat Machan. Dari bungkusan kecil tersebut, Sumi tahu bahwa tanda terima kasih tersebut adalah uang. Sumi menolak pemberian tersebut dengan alasan pihak rumah sakit telah menggajinya atas tugas tersebut. Tidak hanya itu, Komatsu juga meminta Sumi untuk sesekali bertemu dan berbincang-bincang dengannya. Karena terus didesak dan merasa telah berutang budi pada pihak keluarga Komatsu (dalam budaya Jepang, suatu utang harus dilunasi secara penuh dan tidak boleh kurang suatu apa pun), akhirnya Sumi menerima bungkusan tersebut (bungkusan berisi uang seratus yen, lebih banyak dari jumlah gajinya selama dua bulan) dan berjanji sesekali akan menemui Komatsu hanya untuk berbincang-bincang sebagai seorang teman.
Tawaran Komatsu yang telah diterimanya ternyata membuat Sumi merasa tidak nyaman. Ia memutuskan untuk meninggalkan Kobe dan mencari pekerjaan di tempat lain. Sumi mencoba melamar ke beberapa tempat dan ia diterima bekerja di sebuah rumah sakit swasta di Tokyo. Ia merasa lega, pikirnya ia akan terbebas dari persoalan tersebut. Namun setelah setahun bekerja di Tokyo, tiba-tiba ia mendapat kunjungan dari seseorang. Ya, orang tersebut adalah Komatsu. Tentu saja kunjungan Komatsu membuatnya sangat terkejut. Apa sebenarnya tujuan Komatsu berkunjung ke Tokyo? Apakah hanya sekadar untuk menemuinya? Tujuan Komatsu menemui Sumi adalah untuk menjodohkannya dengan Jiro, adik kandungnya. Dan tanpa sepengetahuan Sumi, ternyata Komatsu telah terlebih dahulu menemui keluarga Sumi di Funo untuk membicarakan rencana tersebut, dan pihak keluarga pun menyetujuinya.
Sumi memang merindukan sebuah rumah tangga sebagaimana layaknya seorang wanita, namun bukan dengan Jiro, karena sebenarnya Sumi mencintai Katzuo, pemuda asal Funo yang sedang ditugaskan di Cina sebagai seorang prajurit. Hingga saat ini, Sumi tidak pernah mengetahui dengan pasti kabar maupun keberadaan Katzuo, namun Sumi yakin Katzuo akan kembali ke Funo karena bagaimanapun mereka pernah berjanji akan membawa hubungan tersebut sampai ke pernikahan. Sumi menolak tawaran Komatsu, namun Komatsu tidak kehabisan akal, Komatsu berencana mengajukan Sumi ke pengadilan atas tuduhan Sumi telah berutang kepada keluarga Komatsu dan tidak mampu membayarnya, jika Sumi menolak tawaran Komatsu untuk menikah dengan adiknya. Akhirnya dengan berat hati, Sumi menerima tawaran tersebut.
Pernikahan Sumi dan Jiro pun berlangsung menurut cara dan adat Jepang. Sumi pun resmi menjadi istri Jiro. Selama resepsi berlangsung, Jiro hanya diam saja. Namun setelah meminum sake, ia tertawa dan berteriak-teriak layaknya orang gila, sehingga para tamu menjadi sangsi apakah ia benar-benar waras. Selama mengarungi rumah tangga bersama Jiro, hampir setiap malam Jiro tidak berada di rumah, ia pergi ke tempat hiburan malam dan menghabiskan sepanjang malam dengan minuman keras dan wanita. Sumi tinggal sendirian di rumah, rasa sepi mulai menghampirinya dan ia bertekad untuk mengakhiri penderitaannya dengan bunuh diri. Namun, pikiran tersebut segera dibuangnya jauh-jauh ketika ia mengingat utang ayahnya yang belum lunas.
Pada suatu malam, Komatsu berkunjung ke rumah Sumi untuk menjalankan rencana yang telah ia rencanakan dengan matang. Komatsu tidak pernah memikirkan kebahagiaan Jiro maupun Sumi. Ia melakukannya agar Sumi berada di sampingnya dan untuk kepuasan dirinya saja. Ia tahu Jiro tidak pernah berada di rumah. Ia berusaha merayu Sumi. Tidak hanya itu, Komatsu juga menggunakan kekerasan. Tetapi Sumi melawan dan berteriak dengan sekuat tenaga sehingga teriakannya sampai terdengar oleh kakak laki-laki Komatsu yang tinggal tidak jauh dari rumah Sumi. Sumi menceritakan apa yang telah dialaminya kepada kakak iparnya. Kakak Komatsu menaruh rasa iba kepada Sumi dan berjanji akan mencarikan tempat yang aman baginya. Pagi harinya, mereka berdua pergi ke suatu tempat yang telah dijanjikannya. Mereka pergi ke sebuah rumah di dekat pantai. Rumah tersebut adalah milik Yamada -- teman kakak Komatsu. Yamada adalah seorang janda yang suaminya telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Sumi merasa aman berada di rumah Yamada dan karena itulah Sumi tidak segan untuk menceritakan pengalaman pahitnya kepada Yamada.
Yamada memperkenalkan Sumi kepada Koide. Ia adalah seorang Kristen dan Koide mulai menceritakan kasih Kristus kepada Sumi. Meskipun hati Sumi sudah dipenuhi oleh kebencian dan dendam, tetapi Yamada dan Koide tidak menyerah. Mereka berdua terus menceritakan kasih Allah dan mengajaknya ke gereja. Pada awalnya Sumi menolak, namun setelah dipikirkannya, ia berpendapat apa salahnya apabila ia memenuhi ajakan Koide. Sumi tidak tertarik pada khotbah yang disampaikan dalam kebaktian tersebut karena khotbah yang disampaikan malam itu mengenai kasih Allah kepada manusia. Karena pengalaman hidupnya, maka ia meragukan ajaran tersebut. Namun Koide tidak menyerah, ia terus mengajak Sumi mengikuti kebaktian yang setiap minggu diadakan oleh Pendeta Honda di gereja. Sumi menjadi pengunjung tetap, tapi ia belum bersedia menyerahkan hidupnya kepada Kristus. Seusai kebaktian, pendeta Honda menghampiri Sumi dan bertanya kepadanya mengapa ia tidak mau percaya kepada Kristus. Sumi menjawab bahwa ia akan percaya jika pendeta Honda mampu memerlihatkan Tuhan kepadanya. Malam itu, pendeta Honda dan Koide mendoakan Sumi. Dan Tuhan menjamah hatinya, ia bersedia mengampuni orang-orang yang telah menyakitinya dan menyerahkan hidupnya kepada Kristus.
Dua tahun kemudian terjadi perang pasifik. Rumah Sumi tak luput dari keganasan perang tersebut -- semuanya hancur. Ia tidak memunyai rumah lagi, jalan satu-satunya adalah kembali ke Funo dan tinggal di sana sampai perang berakhir. Sumi berangkat menuju kampungnya dengan menggunakan kereta api, perjalanan tersebut cukup melelahkan. Sumi tiba di desa Sawadani. Ketika ia sedang menunggu bis yang menuju Funo, seorang pria mendekatinya dan mengajaknya berbincang-bincang. Pria tersebut menawarkan kepada Sumi untuk menjadi perawat di Sawadani, mengingat tidak ada perawat di tempat itu saat ini. Sumi pun menerima tawaran tersebut.
Pasien pertamanya adalah seorang ibu yang akan melahirkan. Ini adalah kelahiran anaknya yang ketiga. Kedua anaknya yang terdahulu meninggal selama proses persalinan dan ia sangat takut jika anaknya yang ketiga akan lahir dengan kondisi yang sama. Sumi memanfaatkan waktu tersebut untuk menceritakan kasih Allah kepadanya dan berdoa baginya. Persalinan berjalan dengan lancar dan anaknya dapat lahir dengan selamat. Setiap hari, semakin banyak pasien yang harus ditanganinya. Sumi tidak hanya merawat pasien-pasiennya, tetapi ia juga memberikan hiburan, semangat, dan mendoakan mereka. Namun, ada satu hal yang mengusik hatinya. Sebagai bidan, ia tahu bahwa banyak anak yang lahir di luar pernikahan. Penduduk setempat menganggap hal itu sebagai hal yang biasa. Namun, Sumi tahu bahwa hal tersebut merupakan dosa. Ia tahu bahwa jalan keluar atas masalah ini adalah dengan menyampaikan ajaran Kristus. Sumi semakin yakin bahwa Tuhan menempatkannya di Sawadani untuk menyampaikan Kabar Baik kepada penduduk setempat. Tapi ia tahu, ia tidak dapat melaksanakannya sendirian. Ia tidak memiliki pendidikan khusus, namun ia berdoa agar Tuhan membimbingnya untuk menanamkan nilai-nilai Kristen di Sawadani.
Tiga tahun setelah perang berakhir, tepatnya pada tahun 1948, Pendeta Honda membangun kembali pelayanannya -- menceritakan Kabar Baik. Suatu hari, ia mendapat surat dari Sumi yang memintanya datang ke Sawadani. Namun, ia tidak dapat memenuhi permintaan Sumi. Ia menyarankan agar Sumi menemui Pendeta Hashimoto. Pendeta Hashimoto bukan orang asing bagi Sumi, ia sering memimpin kebaktian yang sering dikunjungi Sumi ketika berada di Kobe. Pendeta Hashimoto memenuhi permintaan Sumi meskipun pada saat itu kondisinya tidak terlalu sehat untuk melakukan perjalanan jauh. Ia juga mengajak Koide ke Sawadani. Kebaktian dimulai pukul tujuh malam. Jumlah orang yang menghadiri kekebaktian tersebut sungguh di luar dugaan -- lebih dari empat puluh orang. Pada hari kedua, orang yang datang jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya. Apa yang diharapkan Sumi terjadi pada hari ketiga -- beberapa penduduk memutuskan untuk mengikut Kristus dan dibaptis. Di antara orang-orang yang akan di baptis, ada seorang pria bernama Sugimoto -- dialah yang menjadi motor penggerak pertumbuhan orang Kristen di Sawadani. Kejadian ini membuat Sumi bahagia. Namun di tengah kebahagiaan tersebut, Sumi dinyatakan positif mengidap kanker payudara. Penyakit tersebut tidak membuat imannya goyah. Persoalan tidak berhenti sampai di situ. Karena pertumbuhan orang Kristen yang luar biasa, mau tidak mau menimbulkan sebuah tantangan baru.
Suatu sore, Pendeta Hashimoto didatangi orang yang tidak ia kenal. Orang tersebut adalah seorang pendeta Budha. Kunjungan tersebut merupakan awal usaha menghalangi upaya penginjilan di Sawadani. Para pendeta Budha memiliki pengaruh yang cukup besar di Sawadani. Mereka memaksa agar setiap orang tua melarang anak-anak mereka untuk pergi ke gereja. Hal ini membuat Sumi sangat sedih. Namun, pekerjaan Tuhan tidak dapat dihancurkan oleh tangan manusia. Larangan para orang tua tidak menyebabkan anak-anak mereka meninggalkan gereja. Meskipun harus pergi ke gereja secara sembunyi-sembunyi, namun mereka tidak takut menyaksikan Kristus kepada penduduk yang belum percaya.
Pada tanggal 24 Mei 1949, Sumi menjalani operasi di sebuah rumah sakit di Hamada. Penyakitnya bertambah parah dan menurut dokter tidak ada harapan baginya untuk sembuh. Kabar tersebut tidak membuat Sumi putus asa. Ia tetap bersemangat dan percaya kepada Yesus. Sikapnya itu membuat setiap orang yang berada di rumah sakit menjadi heran. Akibatnya, banyak pasien yang mampu berjalan, datang ke kamar Sumi dan berbincang-bincang dengannya. Sumi menyaksikan Kristus kepada mereka dan Injil pun tersebar di rumah sakit tersebut. Suatu keajaiban terjadi di Hamada. Sumi yang sedang sakit parah membawa tiga puluh orang yang belum percaya datang kepada Kristus. Beberapa di antara mereka menjadi pelayan Tuhan sepenuh waktu dan meneruskan apa yang telah dimulai oleh Sumi dari tempat tidurnya di rumah sakit.
Pada musim panas 1949, Sumi kembali ke Sawadani. Ia disambut hangat oleh teman-temannya sesama Kristen. Ia akan tinggal di Sawadani untuk mengabarkan Injil. Satu kerinduannya adalah memunyai gedung gereja sendiri dan usul ini disetujui oleh setiap anggota. Untuk mewujudkan hal tersebut, ia menyumbangkan delapan ribu yen guna meyokong pembangunan gedung gereja. Meskipun para pendeta Budha berusaha menghalangi upaya tersebut, namun pembangunan gereja itu terus berjalan. Tahun 1951, segala keperluan untuk membangun gereja telah tersedia dan pembangunan gereja segera dilaksanakan. Gereja tersebut dibangun di atas bukit sehingga dapat terlihat dari berbagai penjuru.
Pada bulan Oktober 1952, Sumi mendapat pekerjaan sebagai perawat di Oyama. Di tempat barunya ini, Sumi tetap bersaksi bahwa Kristus datang untuk menolong dan menyelamatkan manusia. Setelah enam bulan berada di Oyama, penyakitnya kambuh kembali dan sel kankernya telah menyebar, bahkan menyerang organ tubuhnya yang lain. Namun, penyakitnya tidak mematahkan semangatnya untuk tetap memberitakan Injil. Pada bulan April 1953, Sumi mendapatkan perawatan di rumah sakit -- penyakitnya sudah sangat parah. Tidak ada harapan baginya untuk sembuh. Tekanan darahnya turun secara drastis dan daya tahan tubuhnya semakin menurun. Berkat perawatan yang intensif, kondisi Sumi mulai membaik dan ia diizinkan pulang. Pada tanggal 1 September 1953, Sumi menghadiri peresmian gereja di Sawadani dan ia bersyukur karena akhirnya mereka memiliki gereja sendiri. Kondisi kesehatan Sumi semakin memburuk. Kanker tersebut telah menjalar sampai ke wajahnya, kerongkongannya membesar sehingga ia mengalami kesulitan bernapas. Dokter pun sudah tidak dapat berbuat apa-apa.
Pada suatu malam, tepatnya di bulan Desember, Sumi bergumul dengan rasa sakitnya, napasnya seolah terhenti. Dengan tersenyum, ia menutup matanya perlahan-lahan, pergi meninggalkan dunia yang fana ini menuju ke rumah Bapa. Beberapa hari kemudian, ia dikuburkan di lereng bukit -- menghadap ke arah gereja di Sawadani. Upacara penguburan tersebut dihadiri oleh banyak orang. Di antara mereka, hadir pula para pemuka desa Sawadani untuk memberikan penghormatan dan penghargaan atas apa yang telah Sumi lakukan untuk Sawadani. Sumi telah tiada, namun kematiannya membuktikan adanya kemenangan dari Kristus -- adanya harapan menuju kehidupan kekal. Sungguh, di sebuah desa di pegunungan Jepang telah dibangun gereja Tuhan. Telah tiba waktunya dan nyata, bahwa yang telah dilakukan oleh Sumi di Sawadani adalah "rumah emas, perak, batu yang indah" yang akan tetap tinggal sampai selama-lamanya.
Diringkas dari:
Judul buku | : | Gadis Pejuang Iman |
Judul asli buku | : | Upon This Rock |
Penulis | : | Eric Gosden |
Penerjemah | : | Barus Siregar |
Penerbit | : | Badan Penerbit Kristen, 1965 |
Halaman | : | 5 -- 88 |
Berikut ini suatu kisah nyata dari sebuah panti asuhan di Kenya yang menawarkan kehidupan baru bagi anak-Anak penderita AIDS. Kiranya menginspirasi Anda untuk terlibat dalam pelayanan menolong mereka yang tertular penyakit HIV/AIDS.
Setiap hari, ratusan anak dan bayi meninggal karena AIDS -- atau penyakit yang berhubungan dengan AIDS dan yang lebih parah lagi adalah terinfeksi AIDS -- yang biasanya diturunkan dari ibu mereka.
"Bayi-bayi malang ditemukan di berbagai tempat," kata Clive Beckenham, direktur New Life Homes. "Di parit-parit, tempat-tempat pembuangan, di ladang-ladang, juga di luar kebun-kebun kopi." Namun, bayi yang baru lahir bisa diberi obat antiretroviral atau ARV. ARV akan menyerang virus HIV penyebab AIDS, dengan demikian pasien bisa bertahan hidup selama bertahun-tahun. Tidak ada yang lebih memahami hal ini selain Father Angelo d`Agostino, pendiri Nyumbani Orphanage (Panti Asuhan Nyumbani) di Kenya.
"Pada awalnya, di tahun 1992, kami sebenarnya hanya mendirikan rumah singgah," katanya. "Banyak anak yang meninggal karena tidak ada obat-obatan. Pada saat itu, makam anak-anak yatim piatu cepat terisi penuh. Sekarang ini, hampir seratus anak tumbuh dan besar di sini. Kami menyelamatkan mereka dari kematian," kata Father d`Agostino. "Sangat menakjubkan melihat mereka bertambah gemuk, semakin aktif dan sehat." Aturan pemberian ARV memang patut disyukuri sehingga anak-anak Nyumbani bisa bermain, belajar, dan menikmati kegiatan mereka sehari-hari.
UNICEF memperkirakan bahwa lebih dari 95% anak-anak di seluruh dunia yang positif terinfeksi HIV tidak menerima perawatan yang mereka perlukan. Mengobati anak-anak itu lebih rumit karena berat dan tinggi mereka berubah-ubah. Sementara obat menjadi lebih mahal -- mahalnya bisa mencapai delapan kali dosis orang dewasa. "Secara klinis dan ekonomis, merawat anak-anak itu lebih rumit," kata William Bellamy, duta besar AS di Kenya.
Dana mengalir dengan lancar. Dalam lima tahun, 15 milyar dollar Amerika dana yang dijanjikan Presiden Bush untuk AIDS telah menjadikan Kenya sebagai program AIDS terbesar kedua AS dalam dunia yang berkembang ini. Apa yang membuat hal ini menjadi perhatian utama? Duta besar Bellamy mengatakan hal ini berkat usaha kelompok misi Kristen dan nirlaba. "Kami mendapati organisasi-organisasi lokal yang didirikan atas dasar iman ini menjadi rekan kerja yang kuat di mana kami dengan cepat dapat menjalin kerjasama," katanya.
Namun selain masalah dana, anak-anak yang positif terinfeksi HIV sering kali tidak mendapat perawatan karena tidak ada yang tahu bahwa mereka sakit. Dr. Irene Inwani dari Kenyatta National Hospital mengatakan bahwa kesalahan dalam mendiagnosa mudah terjadi. "Anak-anak itu pada umumnya terlihat sehat, namun jumlah CD4 mereka rendah dan bahkan sangat rendah," katanya. Karena anak-anak ini terinfeksi HIV dari ibu mereka, bisa saja satu anak menginfeksi seluruh keluarga.
Banyak keluarga yang takut terhadap diskriminasi
"Karena ketakutan dan merasa HIV adalah suatu aib, tidak mudah untuk mendapatkan izin untuk merawat mereka. Oleh sebab itu, bisa saja anak-anak tersebut tidak mendapat pilihan yang terbaik untuk mendapatkan perawatan," kata Chris Ouma dari UNICEF. Evelyn contohnya, seorang pasien HIV berusia enam belas tahun di Kenyatta National Hospital. Setelah orang tuanya meninggal, sebagian besar keluarganya menolak dia. Namun, bibinya menolong dia mendapatkan awal yang baru di asrama sekolah. Di sana, Evelyn memutuskan untuk menyembunyikan statusnya sebagai penderita HIV. "Jika murid-murid lain tahu bahwa saya positif HIV, hal buruk akan menimpa saya," katanya.
Bagi anak-anak yang kehilangan orang tuanya, mereka selalu dipenuhi dengan pertanyaan di mana mereka akan tinggal. Kenya sendiri memiliki dua juta anak yatim. Pemerintah menganjurkan keluarga-keluarga yang mampu untuk mengadopsi mereka.
Perubahan perilaku di Kenya merupakan kabar baik bagi anak-anak yatim piatu penderita HIV. New Life Homes mengatakan kira-kira 80% dari anak-anak itu akan diadopsi. "Inilah yang kami lihat ketika orang-orang asing masuk ke negara ini," kata Ahmed Hussein dari Departemen Pelayanan Anak Kenya (Kenyan Dept. of Children’s Services), "sekarang hal ini terjadi pada anak-anak Kenya. Menurut saya, ini adalah tahap yang rumit, tahap pendidikan dan perubahan dalam masyarakat."
New Life mengatakan banyak keluarga yang merasa dipanggil Allah untuk mengadopsi anak-anak itu. "Mereka berjalan-jalan, mereka melihat seorang anak, mereka menyukainya," kata Beckenham, "mereka ingin tahu sedikit sejarahnya. Istri saya menceritakan sedikit latar belakang anak itu. Lalu mereka mengatakan, tidak masalah. Allah juga mengasihi saya apa adanya."
Orang-orang Afrika berkata, Anda diinfeksi atau menginfeksi. Untuk keduanya, AIDS merupakan tantangan sepanjang masa. Akhirnya, penderita AIDS berharap ada masyarakat yang akan menerima anak-anak ini -- suatu masyarakat yang memiliki hati yang terbuka. (t/Ratri)
Diterjemahkan dari:
Situs | : | CBN |
Judul asli artikel | : | Kenya Orphanage Offers New Life for Children with AIDS |
Penulis | : | Heather Sells, dari CWNews | Alamat URL | : | http://www.cbn.com/cbnnews/cwn/082506kenya.aspx |
Misi yang Berorientasi pada Injil
Belum lama berselang di RRC, salah satu ladang kekristenan yang paling tandus di dunia, telah dibuka sebuah China Mission Center (CMC). [Pdt. Stephen Tong diundang sebagai pengkhotbah utama pada hari pembukaan.] CMC ini didirikan sebagai perwujudan dari kesatuan tindakan serta keyakinan untuk bersama-sama bekerja bagi suatu misi dunia, misi yang berorientasi pada pekabaran Injil. Oleh Injil, manusia didorong dan dikuatkan untuk bekerja. Kunci keberhasilan penginjilan yang efektif adalah memiliki dasar firman Tuhan yang kokoh dan penguasaan teologi yang mantap. Pada setiap generasi, kita yang terpanggil untuk melayani harus mengulangi lagi Amanat Agung yang sudah diberikan oleh Yesus Kristus.
Dunia yang Belum Cukup Diinjili
Para ahli misiologi mengatakan bahwa dari lima milyar penduduk dunia dewasa ini, hanya 20% yang beragama Kristen, 80% belum mengenal Kristus, dan 70% penduduk tinggal di tempat-tempat yang sulit dicapai oleh para penginjil sehingga tugas penginjilan harus dikerjakan oleh orang-orang Kristen setempat. Banyak negara telah menutup pintu untuk kekristenan dan penginjilan, tetapi dunia belum tertutup untuk Injil, belum tertutup pintu untuk pekerjaan Roh Kudus melalui anak-anak Tuhan setempat.
RRC adalah salah satu negara seperti itu. Di antara penduduk dunia yang belum terjangkau oleh Injil, 27% tinggal di RRC; dan dari 1,1 milyar penduduk daratan RRC, hanya 50 juta yang Kristen. Sepuluh tahun yang lalu, dunia luar sedikit sekali mendengar tentang apa yang terjadi di RRC. Berdirinya pusat riset mengenai gereja di RRC telah membuat dunia mengerti dan mengetahui apa yang terjadi selama tiga puluh tahun setelah komunis mengambil alih kekuatan politik di Cina. Satu hal yang mengagumkan adalah bahwa gereja di sana bukannya menjadi mati, melainkan bertumbuh berpuluh-puluh kali lipat. Setelah hasil penelitian itu diumumkan kepada dunia, seluruh dunia menjadi kagum; suatu kekaguman yang penuh sukacita dan banyak yang imannya dikuatkan serta didorong kembali. Sekarang tujuan penelitian itu telah diubah, tidak saja untuk mempelajari apa yang sudah terjadi, tetapi juga memobilisasi dunia supaya memfokuskan perhatian pada bagaimana bisa menolong orang Kristen di Cina.
Seorang sejarawan mengatakan bahwa dalam 15 -- 20 tahun yang akan datang, pintu untuk penginjilan di RRC akan terbuka lebar dan RRC akan menjadi ladang penuaian terbesar sepanjang sejarah manusia. Ladang ini sudah tersedia untuk dituai, tetapi yang mengerjakan terlalu sedikit. Karena ladang itu begitu besar, seluruh dunia diperlukan untuk pekerjaan itu. Semakin giat Anda terjun dalam menginjili orang lain dan melatih diri bagi pelayanan itu, semakin besar pula kemungkinan Tuhan memakai Anda untuk berbagian dalam penginjilan di RRC serta tempat-tempat lain di dunia.
Sejarah Singkat Pertumbuhan Gereja di RRC
Banyak pelajaran penting dapat kita petik dari apa yang terjadi dalam sejarah gereja di RRC. Salah satunya ialah bukti bahwa betapa pun besar penganiayaan politik terhadap gereja, gereja bisa terus berkembang.
Sejak daratan RRC jatuh ke tangan komunis pada tahun 1949, kesulitan dan kesengsaraan mulai menyerang kekristenan. Pada waktu itu, ada 20.000 gedung gereja, 6.000 misionaris, 10.000 penginjil dari RRC sendiri, dan ada 2.000 pendeta yang sudah ditahbiskan. Hampir semua denominasi besar terwakili di RRC. Mereka telah bekerja seratus tahun untuk memenangkan satu juta orang Kristen. Tetapi selama sepuluh tahun pertama komunis berkuasa, semua gedung gereja dan semua yang kelihatan secara lahiriah dihancurleburkan. Semua sekolah teologi/seminari serta rumah sakit Kristen ditutup, dan semua penginjil luar negeri diusir oleh pemerintah.
Pada tahun 1959, semua gereja ditutup, kecuali beberapa gereja yang dipercayai oleh pemerintah dan menjadi alat pemerintah. Pada tahun 1955, pendeta-pendeta yang setia kepada Tuhan dan melawan komunis ditangkap dan dipenjarakan. Pada tahun 1958, banyak pendeta yang setia kepada Tuhan mulai mundur dari pekerjaan Tuhan. Semua gereja di desa-desa dan di kota-kota kecil ditutup dan mereka mengalami kesulitan yang luar biasa. Bagaimana kebaktian bisa berlangsung jika gereja sudah ditutup dan para pendeta dipenjarakan? Bagaimana pengabaran Injil dilaksanakan jika sekolah teologi ditutup, penginjil-penginjil tidak ada lagi dan Kitab Suci disita serta dibakar oleh komunis?
Di dalam kesulitan dan kekecewaan itu, beberapa orang Kristen berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil dan mulai berdoa kepada Tuhan. Di situlah gereja rumah tangga mulai bergerak. Pada tahun 1966, revolusi kebudayaan meletus di RRC, dan semua orang Kristen dikejar-kejar untuk dianiaya luar biasa. Orang Kristen dihina dan dibawa ke tempat-tempat latihan yang sulit, mereka harus bekerja berat, diarak di jalan-jalan untuk dipermalukan.
Di sebuah kota kecil, Kitab-kitab Suci orang Kristen disita dan dikumpulkan sehingga menjadi suatu bukit kecil. Komunis memaksa orang Kristen di tempat itu untuk berlutut mengelilingi bukit tumpukan Kitab Suci itu dan mengaku bersalah. Lalu mereka menyulutkan api dan membakar habis semua Alkitab itu. Orang-orang Kristen itu tidak boleh meninggalkan tempat sehingga panas api melukai wajah mereka.
Pada waktu itu, banyak orang bunuh diri karena tidak tahan terhadap tekanan hidup, termasuk juga orang Kristen. Pendeta-pendeta yang sudah berkompromi dengan komunis tidak sanggup lagi bertahan dengan iman mereka. Mereka naik ke sebuah gedung berlantai tiga lalu terjun dan mati. Banyak guru Injil wanita dipukul sampai mati di gereja mereka sendiri. Peristiwa penganiayaan yang diderita orang Kristen begitu banyak sehingga tidak dapat diceritakan satu per satu. Tetapi melalui beberapa tahun penganiayaan, orang Kristen di RRC mendapat suatu pelajaran yang sangat berharga, sebagaimana dikatakan Rasul Paulus dalam Filipi 1:29; melalui penderitaan, orang Kristen mengerti bahwa kita tidak hanya dipanggil untuk memercayai Yesus Kristus, tetapi juga dipanggil untuk menderita bagi Dia.
Terlalu banyak kekristenan murahan diberitakan di dunia. "Percayalah pada Yesus Kristus, maka engkau akan selamat"; cuma itu lalu selesai. Orang Kristen boleh masuk surga, menikmati segala kenikmatan di dunia ini. Memang benar dengan percaya kepada Yesus Kristus, kita akan selamat dan diberkati oleh Tuhan, tetapi itu baru separuh kebenaran saja. Masih ada separuh lagi, yaitu bagaimana menjadi murid-murid Kristus yang sejati. Kita dianugerahi Tuhan tidak hanya untuk percaya, tetapi juga untuk menderita bagi Kristus.
Dalam masa revolusi kebudayaan, ada seorang guru yang dipukul hingga hampir mati. Ia menderita luar biasa. Setelah dipukul, ia diikat dengan rantai lalu diarak di jalan-jalan kota itu. Kemudian ia diikat di sebuah pohon dan dijemur di bawah terik matahari, setiap hari selama musim panas. Anak-anak kecil, murid-muridnya sendiri, disuruh meludahi dan menendang badannya. Selama satu bulan penuh ia dipermalukan sedemikian dan baru kemudian dibebaskan. Karena ia begitu kecewa dan tidak ada muka lagi untuk menghadapi murid-murid yang telah menganiayanya, ia memutuskan untuk bunuh diri. Pada saat kekecewaannya memuncak, ia berdiri di sebuah jembatan dan melihat air di bawahnya. Saat ia akan meloncat, anaknya yang berumur delapan tahun berteriak, "Ayah ... Ayah, jangan loncat ...! Saya tahu Ayah telah menderita semua ini untuk Kristus!" Saat itu ia sadar, lalu memeluk anak perempuannya dan mencucurkan air mata. Ia mengaku dosa di hadapan Tuhan karena imannya yang terlalu kecil. Melalui mulut anaknya itu, ia mengerti bahwa ia tidak hanya diberi anugerah untuk percaya, tapi juga untuk menderita bagi Dia. Justru melalui kesengsaraan yang demikian, gereja dan orang-orang Kristen memahami arti panggilan Tuhan dan iman mereka menjadi bertumbuh. Mereka mengerti apa arti pengharapan di dalam Kristus.
Iman yang Dibangkitkan
Pada tahun 70-an, di tengah-tengah perjalanan revolusi kebudayaan, gereja mulai berkembang lagi. Gereja pada waktu itu bagaikan padang pasir yang tandus karena banyak orang Kristen ketakutan dan tidak berani menyatakan iman mereka. Tetapi sebagian di antara mereka yang sudah mengalami kuasa Tuhan, sekali lagi mengaku nama Tuhan. Seorang pemuda Kristen menyalakan tekadnya kembali dengan mengunjungi keluarga-keluarga Kristen dan mengajak mereka keluar dari ketakutan: "Mari kita berbakti kembali, jangan berhenti berbakti! Jangan berhenti berdoa! Mari kita mulai lagi!" Lalu ia berkeliling mengunjungi setiap desa di provinsi itu sehingga muncul istilah "penginjil keliling". Jumlah yang dimulai dari 5 orang menjadi 10, 15, 20, dan terus bertambah.
Ketika Mao Zedong meninggal dunia, RRC sudah penuh dengan gereja-gereja bawah tanah. Pemerintah komunis tidak hanya melarang mereka mengadakan pertemuan-pertemuan tetapi juga tidak memperbolehkan mereka mengaku percaya kepada Yesus Kristus. Jika kelompok-kelompok doa itu ditemukan polisi, mereka diusir. Di tengah pengejaran itu, mereka hanya bisa berdoa, "Tuhan, kasihanilah kami." Bagaimana Tuhan menjawab dan menguatkan mereka?
Pada waktu itu, ada keluarga komunis yang memunyai dua ekor babi. Babi di sana besar sekali artinya. Seekor babi berarti gaji seorang pekerja selama satu tahun. Suatu hari, babi keluarga itu mati seekor, dan hari berikutnya babi yang kedua mati. Sang istri marah-marah dan memukul suaminya sambil berkata, "Jangan lagi menganiaya orang Kristen, babi kita mati semua." Suaminya menjawab, "Ya ..., ya ..., saya berjanji tidak lagi menganiaya orang Kristen, tidak lagi mengganggu gereja."
Ada seorang pemimpin komunis yang mendapat kesulitan lebih besar lagi. Setelah menghujat Allah, tiba-tiba lidahnya keluar dan tidak bisa lagi ditarik masuk. Ia menjadi tersiksa, tidak bisa makan, tidak bisa berkata-kata, dan tidak bisa tidur sehingga ia pergi ke dokter. Dokter mengatakan ia belum pernah menghadapi penyakit seperti itu. Pada saat itu, ada seorang Kristen di klinik yang mendengar pembicaraan mereka. Lalu ia berkata, "Saya kira penyakit seperti itu tidak dapat disembuhkan dokter, engkau harus pergi kepada orang Kristen, mungkin akan sembuh." Komunis itu menjadi sangat jengkel, tetapi ia pergi juga ke seorang tua-tua Kristen dan menceritakan masalahnya. Jawab tua-tua itu, "Memang engkau sudah menghujat Tuhan, sekarang dihukum Tuhan, bukan? Kami tidak mau mendoakan engkau kecuali engkau bertobat. Mau bertobat?" "Ya ..., ya ...," kata komunis itu. "Tapi itu tidak cukup, engkau harus percaya pada Yesus Kristus. Kalau engkau tidak percaya Dia, kami berdoa pun engkau tidak akan disembuhkan. Mau percaya Yesus Kristus?" Dengan lidah yang terjulur ia menjawab, "Ya ..., ya ...." Maka mereka menumpangkan tangan atas orang itu dan berdoa. Di tengah-tengah doa yang belum selesai, lidahnya sudah kembali normal. Komunis itu pun menjadi Kristen dan bergabung dengan gereja.
Gereja Dibangunkan oleh Doa
Apakah hikmah dari kasus-kasus itu? Di tengah keadaan tanpa pertolongan sama sekali, orang Kristen tidak dapat berbuat apa-apa kecuali berdoa; dan Tuhan menjawab. Itulah sebabnya dalam masa revolusi kebudayaan, gereja justru makin berkembang dan terus bertumbuh. Tidak ada senjata lain kecuali doa! Mereka mengalahkan penganiayaan dan membangunkan iman melalui doa. Setelah Mao Zedong meninggal dunia, kita melihat gereja dibangunkan secara luar biasa di seluruh Tiongkok. Di setiap kota dan desa kecil di Tiongkok Utara, kita dapat menjumpai sebuah gereja. Ada satu kota yang pada tahun 1949 hanya memunyai 4.000 orang Kristen, sekarang memunyai 160.000 orang Kristen. Ada satu desa nelayan yang memunyai tiga ratus orang Kristen setelah seorang pendeta bekerja di sana selama sepuluh tahun. Pendeta itu ditangkap pada tahun 1960. Setelah dibebaskan, ia kembali ke desa itu dan menjumpai 20.000 orang Kristen di sana.
Bagaimana gereja di RRC berkembang melalui keadaan seperti itu? Pada waktu sadar, kita mati dan bangkit bersama Kristus, gereja pun bangkit oleh kuasa Roh Kudus. Gereja bertumbuh pada saat kita sadar bahwa Kristus Tuhan ada di dalam gereja itu.
Tahun 1961 kebangunan rohani besar terjadi di RRC. Tetapi seiring perkembangan itu, banyak pula bidah dan aliran sesat muncul dalam gereja. Ada orang yang mengaku diri sebagai Kristus. Ia memunyai 12 murid dan 12 anak dara yang melayani dia sehingga orang tuanya pun harus merendahkan diri di bawahnya. Muncul juga nabi-nabi palsu yang menjalankan perzinahan. Padahal penganiayaan masih terus dilakukan oleh pemerintah.
Bagaimana gereja mengatasi masalah-masalah tersebut? Saat itu dibentuklah suatu pertemuan besar yang dihadiri utusan-utusan dari enam puluh desa. Mereka berkumpul selama satu minggu, kemudian mengambil keputusan mengucilkan tujuh pengajar sesat dan orang-orang yang berzinah. Mereka menulis surat untuk diedarkan di desa-desa itu. Maka pada waktu itu, gereja di RRC mulai belajar bagaimana mereka harus menjalankan disiplin rohani.
Permintaan untuk mengirimkan para penginjil ke provinsi-provinsi lain terus mengalir. Maka mereka berkumpul, berpuasa, dan berdoa untuk mengambil keputusan pergi atau tidak. Kemudian ditunjuk dua belas orang Kristen terbaik dan paling berbakat untuk pergi kira-kira seribu kilometer ke provinsi lain dengan berjalan kaki. Provinsi Sichuan adalah provinsi yang berpenduduk kira-kira satu juta jiwa dan mereka belum mengenal Kristus. Dalam satu bulan itu, ada enam belas gereja didirikan. Tetapi setelah satu bulan itu, hampir semua penginjil tersebut ditangkap oleh komunis. Mereka diikat dengan tali pada ibu jari tangannya, kemudian digantung di atap rumah sehingga seluruh berat badannya tergantung pada ibu jari. Mereka dipukul dan diikat, lalu dipaksa untuk berlutut tiga hari tiga malam di atas ubin yang dipasangi kerikil-kerikil tajam yang menusuk lutut mereka. Demikianlah mereka menderita karena Injil untuk mengatakan nama Yesus dan memberitakan Kabar Kesukaan kepada orang lain. Ada yang dipenjarakan dan baru tahun lalu dibebaskan. Sekarang orang Kristen di wilayah RRC Tengah sedang mengalami aniaya luar biasa.
Strategi Pengabaran Injil yang Lahir dari Keadaan Tertekan
Belajar dari pengalaman-pengalaman itu, pada tahun 1985 di provinsi utara diadakan suatu program pelatihan untuk orang Kristen selama seminggu, berupa latihan hidup kerohanian. Dari pengalaman dalam penganiayaan itu, mereka menemukan tujuh pokok penting dalam strategi pengabaran Injil.
Mengabarkan Injil adalah memberitakan keselamatan di dalam Yesus Kristus, supaya orang yang percaya bertobat dan diselamatkan.
Menempuh jalan salib; berani menderita sengsara bagi Kristus.
Mengenali ajaran-ajaran palsu dan teologi yang tidak benar.
Membangunkan dan menguatkan gereja. Sesudah Injil diberitakan, iman orang-orang yang baru percaya perlu dikuatkan dan dipupuk supaya menjadi jemaat yang kuat.
Menumbuhkan dan mendewasakan hidup kekristenan mereka yang sudah percaya.
Bersekutu dengan gereja-gereja di sekitarnya. Jika sudah ada 30 -- 50 gereja, mereka berkumpul dan membentuk satu sinode. Dari sepuluh sinode kecil, mereka membentuk satu sinode besar.
Mengirimkan orang-orang Kristen berbakat yang mau mengabarkan Injil ke daerah-daerah yang belum mengenal Injil. Sekarang sudah diadakan program tiga tahun untuk melatih orang-orang Kristen untuk menjadi hamba Tuhan yang baik. Setelah tiga tahun itu, mereka dikirim secara berpasangan untuk mengabarkan Injil dengan didampingi seorang hamba Tuhan yang lebih berpengalaman.
Rahasia mengalahkan penganiayaan dan kesulitan ialah jalan salib mengikut Yesus. Ini tidak gampang, tetapi umat Kristen di RRC sudah belajar bahwa mereka dipanggil dan dikaruniai tidak hanya untuk percaya pada Yesus Kristus, tetapi juga menderita untuk Dia. Bagi Kristus, jalan salib adalah jalan menuju kemuliaan. Kita dipanggil untuk mengikuti jejak-Nya.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul majalah | : | Momentum, edisi 3, Bulan Oktober 1987 |
Judul artikel | : | Gereja Bertumbuh di Tengah Penganiayaan |
Penulis | : | Dr. Jonathan Chao | Halaman | : | 10 -- 15 |
Sadarkah Saudara bahwa alam tempat tinggal kita ini makin rusak? Dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup tanggal 5 Juni yang lalu, banyak orang menyoroti kerusakan lingkungan hidup. Kita merasakan bumi yang makin panas, banjir, serta pencemaran udara, air, dan tanah; semua itu adalah masalah yang menimbulkan banyak dampak negatif bagi manusia. Gaya hidup manusia yang tidak ramah lingkungan dan eksploitasi alam yang berlebihan telah membuat alam ini berduka. Lingkungan hidup menjadi rusak dan terjadilah ketidakadilan ekologi.
Mengapa lingkungan hidup kita menjadi rusak? Adakah cara pandang dan sikap manusia yang salah terhadap alam? Tentu saja. Pemahaman dan cara pandang orang terhadap lingkungan hidup memengaruhi sikap mereka dalam memperlakukan alam. Misalnya ada pandangan bahwa manusia adalah pusat alam semesta (anthroposentris). Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya bernilai sejauh menunjang kepentingan manusia. Tentu pandangan seperti itu menghasilkan sikap yang tidak bersahabat dengan alam.
Lalu, bagaimanakah pandangan kita (orang Kristen) terhadap alam atau lingkungan hidup? Alkitab sebagai sumber nilai dan moral kristiani menjadi pijakan dalam memandang dan mengapresiasi alam. Alkitab sebenarnya mengajak manusia memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ciptaan Allah lainnya, termasuk alam atau lingkungan hidup. Perhatikanlah kajian teologis berikut ini:
1. Semua ciptaan adalah berharga, cerminan keagungan Allah (Mazmur 104).
Kebesaran Tuhan yang Mahaagung bagi karya ciptaan-Nya (dalam artian lingkungan hidup) tampak dalam Mazmur 104. Perikop ini menggambarkan ketakjuban pemazmur yang telah menyaksikan bagaimana Tuhan yang tidak hanya mencipta, tapi juga menumbuhkembangkannya dan terus memelihara ciptaan-Nya. Ayat 13, 16, 18, dan 17 misalnya, menggambarkan pohon-pohon diberi makan oleh Tuhan, semua ciptaan menantikan makanan dari Tuhan. Yang menarik adalah bukan hanya manusia yang menanti kasih dan berkat Allah, tapi seluruh ciptaan (unsur lingkungan hidup). Di samping itu, penonjolan kedudukan dan kekuasaan manusia atas ciptaan lainnya di sini tidak tampak. Itu berarti bahwa baik manusia maupun ciptaan lainnya tunduk pada kemahakuasaan Allah. Dalam ayat 30, secara khusus dikatakan: "Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi." Kata "roh" sering kali dikaitkan dengan unsur kehidupan, atau hidup itu sendiri. Ini berarti seluruh makhluk ciptaan di alam semesta ini diberikan unsur kehidupan oleh Tuhan. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa bukan hanya manusia yang diberi kehidupan, tapi juga ciptaan lainnya. Betapa berharganya seluruh ciptaan di hadapan Tuhan. Roh Allah terus berkarya dan memberikan kehidupan.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa sebagai Pencipta, Allah sesuai rencana-Nya yang agung telah menciptakan segala sesuatu sesuai dengan maksud dan fungsinya masing-masing dalam hubungan harmonis yang terintegrasi dan saling memengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Jadi, sikap eksploitatif terhadap alam merupakan bentuk penodaan dan perusakan terhadap karya Allah yang agung itu.
2. Semua ciptaan (kosmos) diselamatkan melalui Kristus (Kolose 1:15-23).
Dalam perikop ini diungkapkan dimensi kosmologis yang terkait erat dengan hal keutamaan Kristus, khususnya karya pendamaian, penebusan, dan penyelamatan-Nya atas semua ciptaan. Dalam ayat 23 dikatakan bahwa Injil diberitakan kepada seluruh alam. Melalui Kristus dunia diciptakan, dan melalui Kristus pula Allah berinisiatif melakukan pendamaian dengan ciptaan-Nya. Sekarang alam berada di bawah kuasa-Nya dan dengan demikian kosmos mengalami pendamaian. Bagian ini juga menekankan arti universal tentang peristiwa Kristus melalui penampilan dimensi-dimensi kosmosnya dan melalui pembicaraan tentang keselamatan bagi seluruh dunia, termasuk semua ciptaan. Kristus membawa pendamaian dan keharmonisan bagi semua ciptaan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Penebusan Kristus juga dipahami sebagai penebusan kosmos yang mencakup seluruh alam dan ciptaan. Penyelamatan juga mencakup pendamaian atau pemulihan hubungan yang telah rusak antara manusia dan ciptaan lainnya.
Demikianlah dapat disimpulkan bahwa baik manusia maupun segala ciptaan atau makhluk yang lain merupakan suatu kesatuan kosmik yang memiliki nilai yang berakar dan bermuara di dalam Kristus.
Dengan memerhatikan kajian teologis di atas, maka melahirkan teologi kontekstual-ekologis sebagai berikut.
1. Teologi Ciptaan
Teologi ciptaan menekankan karya Allah yang memberikan hidup kepada seluruh ciptaan (Mazmur 104). Dalam hal ini, manusia dilihat sebagai bagian integral dari alam bersama tumbuh-tumbuhan, hewan, dan ciptaan lainnya. Tanggung jawab manusia adalah bekerja untuk Tuhan dalam memelihara dan mengelola lingkungan hidup, bukan mendominasi apalagi mengeksploitasinya. Teologi seperti ini juga pernah dirumuskan dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992.
2. Solidaritas dengan Alam
Kesadaran bahwa seluruh ciptaan berharga di mata Tuhan, membawa kita untuk membangun sikap solidaritas dengan alam. Kita memperlakukan lingkungan hidup sebagai sesama ciptaan yang harus dikasihi, dijaga, dipelihara, dan dipedulikan. Kita mencintai dan memperlakukan lingkungan hidup dengan sentuhan kasih sebagaimana sikap Tuhan. Kita membangun solidaritas baru dengan alam yang telah rusak.
3. Spiritualitas Ekologis
Spiritualitas ini dibangun dengan dasar penghayatan iman bahwa semua ciptaan diselamatkan dan dibaharui oleh Tuhan. Pembaharuan itu menciptakan kehidupan yang harmonis. Spiritualitas ekologis memunyai dasar pada pengalaman manusiawi yang berhadapan dengan kehancuran lingkungan hidup sekaligus berhadapan dengan pengalaman akan yang Mahakudus, yang mengatasi segalanya. Dalam pengalaman ini, kita dipanggil untuk secara kreatif memelihara kualitas kehidupan, dipanggil untuk bersama Sang Penyelenggara hidup ikut serta mengusahakan syalom, kesejahteraan bersama dengan seluruh alam. Spiritualitas ekologis terwujud dalam macam-macam tindakan etis sebagai wujud tanggung jawab untuk ikut memelihara lingkungan hidup.
Konkretnya, apa yang dapat gereja lakukan untuk mewujudkan pandangan teologi seperti tersebut di atas?
Selama ini gereja hanya berkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan kebaktian atau kegiatan lain yang melayani manusia. Sudah saatnya gereja menyadari bahwa gereja memiliki tugas panggilan menjaga keutuhan ciptaan atau kelestarian lingkungan hidup, misalnya dengan membuat program-program sebagai berikut.
1. Pembinaan tentang Kesadaran Ekologis
Pembinaan ini merupakan upaya gereja untuk mengingatkan anggotanya bahwa alam adalah ciptaan Allah yang harus dihargai dengan memelihara dan melestarikannya. Misalnya dalam PA atau pembinaan khusus dan tema-tema kebaktian.
2. Perayaan Lingkungan Hidup dalam Liturgi
Misalnya membuat ibadah khusus untuk merayakan Hari Lingkungan Hidup. Dalam ibadah, ada baiknya kita melakukan penyesalan dosa yang dilakukan terhadap alam semesta karena ulah manusia yang telah merusak alam. Penting juga untuk menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu rohani yang bertemakan alam.
3. Menyuarakan Suara Kenabian terhadap Kerusakan Lingkungan Hidup
Gereja perlu menyuarakan kritik atau memberikan masukan-masukan bagi masyarakat atau pun pemerintah terkait dengan upaya melestarikan lingkungan hidup.
4. Menata Lingkungan Gereja dengan Memerhatikan Keseimbangan Ekologis.
Misalnya jangan habiskan tanah untuk mendirikan bangunan, tapi berikan ruang untuk tanam-tanaman. Kita bisa membangun lingkungan gereja yang hijau dan asri.
5. Gerakan Penanaman Pohon bagi Seluruh Warga Gereja
6. Mengajak Anggota Jemaat Membudayakan Gaya Hidup yang Ramah dan Dekat dengan Alam.
Misalnya dengan memisahkan sampah plastik, membuat lingkungan sekitar rumah menjadi hijau dengan tanam-tanaman.
7. Membangun Kerja Sama dengan Lembaga atau Kelompok Pencinta Alam.
Misalnya WALHI, untuk memperjuangkan pembangunan yang berwawasan ekologis.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs | : | suplemenGKI.com |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Alamat URL | : | http://suplemengki.com/?p=16 |
Ghulam Masih Naaman dilahirkan di Jammu, Kashmir. Ia adalah anak ke-5 dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang tuan tanah yang sangat berhasil. Semasa kecilnya, Ghulam hidup berkecukupan. Setelah kelahiran kakak-kakaknya, ibunya rindu memiliki anak lagi. Namun, selalu gagal karena semua anak yang lahir meninggal ketika masih bayi. Oleh sebab kelahiran Ghulam dianggap sebagai mukjizat, setelah Ghulam lahir, ibunya membawanya ke sebuah kuil yang terletak di pegunungan Kashmir untuk dipersembahkan kepada dewi-dewi (ibunya adalah seorang Kedar yang taat, namun masih percaya kepada dewi-dewi -- agama warisan dari orang tuanya). Oleh sebab itulah Ghulam masih membawa tanda lahir di tubuhnya, yaitu kuping yang berlubang, tanda bahwa ia adalah milik dewi-dewi.
Pada usia lima tahun, Ghulam masuk sekolah dasar. Pada usia ini juga, untuk pertama kalinya, ia pergi ke tempat ibadah agamanya yang terletak tidak jauh dari rumahnya untuk belajar mengaji dan mempelajari kitab sucinya. Ketika Ghulam berusia sembilan tahun, ia menempuh pendidikan sekolah menengah di Jammu, Kashmir -- Sekolah Menengah Maha Raja Ranbeer Singh, sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak raja atau penguasa. Sekolah tersebut menawarkan berbagai macam pralatihan militer, seperti menunggang kuda dan menembak -- sesuatu yang pantas bagi anak-anak raja. Namun bagi Ghulam, pendidikan semacam ini merupakan hal yang cukup membingungkan baginya karena tidak jelas ke mana pendidikan tersebut mengarahkannya. Karena sekolah ini dikhususkan bagi orang Hindu, maka setiap siswa harus mempelajari agama dan kitab suci Hindu.
Perang dunia ke-2 terjadi ketika Ghulam berusia enam belas tahun -- India masuk ke dalam sebuah dilema. Seperti rakyat India yang menginginkan kemerdekaan dari kekuasaan Inggris, Ghulam pun menginginkan hal yang sama. Namun, Ghulam masih terlalu muda untuk mengerti apa yang terjadi dalam dunia politik dan ideologi di India. Melihat situasi tersebut, Ghulam memutuskan untuk malamar sebagai anggota angkatan udara. Ia diterima dan ditempatkan sebagai montir yang bertugas untuk memelihara dan memerbaiki pesawat terbang. Latihan pertama Ghulam dilaksanakan di Lahore. Setelah itu, ia dipindahkan ke Birma dan Ronggon. Beberapa waktu kemudian, ia dikirim ke akademi angkatan udara dan di tempat inilah ia memeroleh gelar master dalam bidang intelijen militer.
Ketika melakukan tugasnya, Ghulam selalu membina hubungan baik dengan siapa saja. Baginya, nilai seseorang tidak tergantung dari warna kulit, ras, dan kepercayaannya. Pengabdian penuh pada pekerjaan, integritas, dan sifatnya yang dapat dipercaya menjadi kualitas yang memampukannya mencapai sukses dalam setiap kedudukannya. Ia tidak dapat menerima ketidakjujuran, baik dalam dirinya sendiri maupun orang lain. Ia juga tidak pernah menekan bawahannya, bahkan ia menjadi pendengar yang baik terhadap keluhan-keluhan bawahannya. Namun, tidak semua orang bersikap demikian. Ia tidak dapat memungkiri bahwa hubungan di antara para perwira dalam angkatan udara kurang baik. Para perwira Inggris sering memandang rendah para perwira India. Mereka menganggap para perwira India memiliki mutu yang rendah dan menyebut mereka dengan istilah "Bloody Indians". Kehidupan para perwira India tidak dihargai, meskipun mereka berpangkat sama. Tutur kata mereka terkadang kasar dan tidak sopan. Hal ini membuat Ghulam sangat terganggu.
Diskriminasi tersebar dengan luas. Orang-orang Inggris tidak mau menyesuaikan diri dengan dengan orang-orang India. Namun, di antara sekian banyak perwira Inggis yang angkuh, Ghulam menemukan sosok perwira Inggris yang penuh belas kasih. Perwira tersebut bernama Kapten Bexter. Ia adalah orang yang agak tertutup, namun dari sikapnya, Ghulam mengetahui orang seperti apa dia. Kapten Bexter tidak merendahkan perwira India, ia memerhatikan jaminan sosial mereka. Hal yang paling berkesan tentang Kapten Bexter adalah tindakannya dalam peperangan. Jika ada serangan dari pihak lawan, ia akan memerintahkan bawahannya untuk berlindung di gereja (sebuah tenda yang dipakai untuk kebaktian). Di tempat itu, Bexter akan berdoa dan hal yang dilakukan bawahannya adalah mengucapkan kata "amin" ketika ia selesai berdoa. Ghulam belum pernah mendengar doa seperti yang dilakukan Bexter -- doa yang sangat sederhana, yang langsung menuju kepada Tuhan.
Suatu ketika, Ghulam mendapat tugas untuk menguji sebuah pesawat terbang. Namun setelah berjarak kira-kira tiga puluh mil, ia terkena tembakan dari pihak lawan. Pusan, rekan kerja Ghulam, mengambil kendali atas pesawat tersebut. Pendaratan dapat dilakukan dengan selamat, tetapi Ghulam tidak sadarkan diri akibat peristiwa tersebut. Ia dilarikan ke rumah sakit dan mendapat perawatan selama dua puluh hari. Selama menjalani perawatan, Ghulam tidak kekurangan apa-apa. Ia dirawat oleh dua orang perawat, Amber dan Marry, yang merawatnya dengan penuh belas kasih. Ghulam ingin mengetahui apa alasan Amber dan Marry sehingga mereka sangat mengasihinya. Mereka berkata, "Kami merawat Anda bukan karena Anda tampan, bukan untuk mengharapkan hadiah dari Anda, namun kami adalah orang Kristen. Tuhan Yesus telah menderita demi keselamatan manusia, dan tugas kami adalah untuk melayani sesama manusia."
Ghulam terharu mendengar kesaksian ini. Sekali lagi ia dikonfrontasikan dengan Tuhan Yesus melalui dua murid-Nya, ketika ia melihat anak-anak Tuhan mengasihi dan melayani sesama manusia di tengah-tengah pembantaian dan kurangnya perhatian terhadap sesama. Ghulam merasakan kehadiran Allah, tetapi tidak ada waktu baginya untuk merefleksikannya. Ghulam keluar dari rumah sakit dan bergegas kembali ke markas. Ia mendapat tugas baru, yaitu mencegah pegawai-pegawai angkatan udara memasuki daerah-daerah pelacuran. Di sini ia berkenalan dengan Philips, seorang anggota angkatan udara. Kehadiran Philips membuatnya gembira, ditambah lagi dengan lelucon-leluconnya. Pada suatu hari, Philips akan dipindahkan ke tempat lain. Philips sangat marah atas keputusan tersebut. Alasan mengapa ia tidak mau dipindahkan adalah karena ia mencintai Kumla, seorang pelacur. Ghulam mencoba memberikan nasihat kepada Philips bahwa dengan menikahi wanita semacam itu, berarti menentang norma sosial. Philips tetap teguh pada pendiriannya. Ia berkata, "Tuhan Yesus menyayangi seorang penjahat seperti saya dan mengorbankan hidup-Nya sebagai tebusan untuk menyelamatkan jiwa saya, maka saya juga harus bisa menerima orang yang berdosa dan dihinakan dunia."
Pada tahun 1945, perang dunia II berakhir. Namun, bagi India ini merupakan periode yang sangat buruk. Agama dijadikan sebagai batu antukan di mana banyak orang tersandung karenanya. Hindu dan kaum Kedar tidak dapat hidup secara damai. Ketakutan dan kebencian semakin meningkat, pembunuhan dan kerusuhan terjadi di seluruh penjuru India. Sebenarnya, kaum Kedar bukanlah sesuatu yang baru di India. Agama kaum Kedar tersebut pertama kali masuk di India pada tahun 712 SM. Pada mulanya, kaum Kedar dan Hindu hidup secara berdampingan, namun kaum Kedar mengambil alih kekuatan politik di bagian utara India, sebagai keturunan Jengis Khan yang mengalahkan Delhi pada tahun 1526 dan mendirikan dinasti Mughal. Dinasti ini tidak berusaha memaksa penduduk memeluk agama kaum Kedar karena golongan Hindu Brahmana dari golongan kuat tidak akan memberi kesempatan, walaupun mereka telah mencobanya. Sedangkan beberapa orang kaum Kedar dari golongan tinggi Mughal adalah orang-orang yang bertobat dari kasta Hindu terendah.
Hal ini membuat Ghulam seolah berada di persimpangan jalan, ia tidak tahu harus berbuat apa. Pada Agustus 1947, kekuasaan Inggris berakhir di India. Namun hal ini tidak membuat situasi di India membaik. Kerusuhan, pembunuhan, dan peperangan terjadi di India. Setiap orang Kedar sejati harus percaya dan mengakui prinsip-prinsip dasar iman -- jika seseorang tidak bisa mengucapkan kalimat sahadat, mereka adalah orang kafir dan berperang melawan mereka adalah benar. Pertemuan Ghulam dengan Yesus terjadi ketika ia mendatangi sebuah keluarga Kristen dan meminta mereka untuk menyangkal imannya. Seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun dari keluarga tersebut menolak untuk menyangkali Yesus meskipun telah diancam. Tidak ada rasa takut terpancar dari wajah gadis kecil ini. Ketika keluarga ini berdoa, tiba-tiba suatu cahaya menyembunyikan mereka dari pandangan Ghulam. Cahaya itu begitu cemerlang dan mengerikan. Sedikit demi sedikit, cahaya itu mendekati Ghulam dan ia mulai merasa takut. Ghulam tidak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba dalam benaknya muncul pemikiran untuk meminta maaf kepada makhluk tersebut. Lalu Ghulam mendengar suara yang berkata, "Kami mengampuni Anda dalam nama Yesus."
Setelah kembali ke markas, nama Yesus terus terngiang di telinganya, dan Ghulam mulai mengingat pengalaman masa lalunya. Yesus yang dipercayai oleh Bexter, melindunginya dan teman-temannya dari serangan lawan. Yesus yang dipercayai Amber dan Marry, demi Dia, mereka telah menyelamatkan kehidupan seorang pria yang sudah tidak bisa ditolong. Yesus yang dipercayai Philips, memberi kekuatan kepadanya untuk berkorban bagi orang lain. Dan yang paling berkesan dari semua pengalaman itu ialah pertemuannya dengan Yesus yang diimani oleh seorang gadis kecil yang datang dan menyelamatkan para pengikut-Nya di waktu yang tepat. Matanya telah melihat tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus kepada gadis kecil bersama orang tuanya. Pemikiran ini selalu membayangi dirinya dan Ghulam tidak memiliki kekuatan untuk menghindar. Suatu pagi, Ghulam bangun untuk melakukan sembahyang seperti biasanya. Tiba-tiba ada yang datang dari belakang, meletakkan tangan di bahunya dengan penuh kasih dan berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu .... " (2 Kor. 12:9). Kalimat ini diulangi tiga kali, lalu Ghulam merasa seperti ada aliran listrik yang masuk ke dalam tubuhnya -- seperti ada sesuatu yang menyegarkan dan menggembirakan dalam dirinya. Pengertian, pengampunan, dan pendamaian merupakan kenyataan yang benar.
Petualangan kekristenan Ghulam terjadi ketika ia bertemu dengan seorang pegawai Kristen yang sedang membersihkan tempat di mana ia tidur dan mendengar Ghulam berulang-ulang mengucapkan kalimat, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu ...." Orang tersebut menyarankan kepada Ghulam untuk menemui Pendeta Inayat Rhumal`shan di wilayah Faisalabad. Pendeta Inayat menyarankan kepada Ghulam untuk menemui Pendeta RWF. Wooton di Gorja. Betapa suram awal pengenalan Ghulam akan Yesus, namun ia tidak putus asa. Setelah sampai di Gorja, Ghulam menemui Pendeta Wooton. Di tempat ini, ia harus menghadapi berbagai tantangan, khususnya yang berasal dari orang Kristen sendiri. Mereka menyangka keputusan Ghulam untuk menjadi Kristen karena ia ingin menikah dengan seorang gadis Kristen, yang lain berkata bahwa ia hanya mencari pekerjaan sebagai hamba Tuhan, dan yang lainnya lagi berkata ia hanya mau uang.
Akhir September 1949, Ghulam mendapat kabar bahwa ia akan dibaptis pada tanggal 2 Oktober mendatang. Ghulam sangat senang mendengar kabar terebut. Ketika Ghulam sedang sendirian, ia didatangi oleh pamannya dan meminta Ghulam untuk pergi bersama dengan mereka tanpa sepengetahuan siapa pun, dan jika Ghulam menolak, maka pamannya mengancam akan memberitahukan pertobatan Ghulam kepada semua orang. Hal ini dapat menyebabkan penganiayan terhadap dirinya dan orang-orang Kriten di Gorja. Ghulam tidak dapat membiarkan hal ini terjadi. Dalam kondisi ini, Ghulam mendengar suara yang berkata kepadanya, "Akan ada lebih banyak lagi duri dan penghalang yang harus engkau hadapi, jika engkau memutuskan untuk mengikut Aku. Pergilah dengan mereka karena di rumahlah tempat pertama di mana engkau harus bersaksi. Engkau berdiri sebagai saksi-Ku, pertama di Yerusalem, kemudian di Yudea, Samaria, dan kemudian seluruh dunia." Ghulam menyetujui untuk pergi bersama dengan mereka, ia tidak takut karena ia tahu siapa yang akan menolongnya.
Tuhan telah membimbing Ghulam ke jalan yang telah Ia tetapkan. Jalan ke Kalvari baginya adalah suatu jalan yang penuh dengan duri. Walaupun terkadang salib-Nya terasa berat, namun ini adalah satu-satunya jalan yang harus ia jalani, di mana ia bisa melayani Tuhan dan membawa salib-Nya ke kaki orang lain. Keluarganya sudah tidak menerima ia sebagai bagian dari anggota keluarga, teman-temannya telah memutuskan tali persahabatan dengannya ketika ia menolak untuk menyangkali imannya. Namun, semuanya itu tidak menyebabkan Ghulam berpikir bahwa keputusan yang diambilnya adalah salah. Ia tahu, kekristenan adalah satu-satunya jalan -- tidak ada satu pun yang dapat mengubah keyakinan ini. Ghulam tahu bahwa ia telah memilih jalan yang benar walaupun harus berakhir dengan kematian. Mati setiap hari bagi Kristus tidaklah mudah. Sekarang ia sudah siap kalau Tuhan memanggilnya. Kematian bagi orang Kristen bukanlah akhir kehidupan, tetapi permulaan dari kehidupan yang baru.
Diringkas dari:
Judul buku | : | Kasih Karunia-Ku Cukup Bagimu |
Penulis | : | Ghulam Masih Naaman |
Penerbit | : | Jalan Alrahmat |
Halaman | : | 1 -- 126 |
Konsep Kemuridan
Konsep kemuridan memang umum dalam dunia Alkitab. Dari sekitar 260 istilah murid dalam Perjanjian Baru, 230 di antaranya terdapat dalam Injil. Istilah-istilah itu umumnya berbicara tentang murid-murid Yesus, walaupun ada juga yang berbicara tentang murid-murid Musa, Farisi, Yohanes Pembaptis, dan Paulus. Kita mungkin akan lebih mengerti tentang konsep kemuridan ini bila kita mengingat kisah-kisah hubungan guru-murid antara Musa dan Yosua, Eli dan Samuel, Elia dan Elisa, para nabi, seperti Yesaya dan Yeremia, dengan para murid mereka, dll..
Dalam peradaban purba, konsep kemuridan memang sesuatu yang lazim. Bukan hanya para rabi Yahudi mengembangkan sekolah-sekolah dan kelompok murid yang mereka didik dan gembleng, dalam peradaban Yunani pun, para filsuf menggunakan konsep yang sama dalam cara mereka mendidik.
Prinsip dasar kemuridan berbeda dari prinsip dasar pendidikan dunia modern. Yang disebut murid bukan mereka yang memilih sebuah sekolah, mendaftarkan diri, dan belajar berbagai informasi ilmu untuk membekali pengetahuannya dalam tempo relatif terbatas. Seorang murid ketika itu dipilih untuk magang bersama gurunya, sehingga melalui hidup bersama, terjadilah proses belajar bersama, terdidik, tertempa, dan terbentuk dalam pengetahuan, karakter, keterampilan, dan seluruh kepribadian secara utuh. Jelasnya, kata kunci kemuridan adalah peniruan dan ketaatan.
Kristen adalah Murid Kristus
Sebutan "Kristen" sebenarnya tidak umum digunakan Alkitab. Hanya tiga kali sebutan itu muncul, dalam Kisah Para Rasul 11:26; 26:28, dan 1 Petrus 4:16. Sebutan lebih umum ialah murid (Kisah Para Rasul 6:1,7; 9:36; 11:26; 19:1-4). Menurut Kisah Para Rasul 11:26, para murid itulah yang kemudian disebut Kristen. Selain itu, digunakan juga sebutan "sekte orang Nasrani" (Kisah Para Rasul 24:5), "orang-orang percaya" (Kisah Para Rasul 5:14), "orang-orang kudus" (Kisah Para Rasul 9:13; Roma 1:9), "saudara-saudara" (Kisah Para Rasul 10:23), "orang-orang pilihan Allah" (Kolose 3:12), "jemaat Allah" (Kisah Para Rasul 20:28), dan "hamba Allah" atau "hamba Kristus Yesus" (1 Petrus 2:16).
Penggunaan sebutan ini dapat dimengerti sebab faktanya memang Yesus memakai tradisi kemuridan tadi, namun secara lebih bermutu dan unik, memanggil para murid-Nya untuk hidup, belajar, dan melayani bersama Dia. Selama 3 tahun yang singkat, namun sangat mendalam itu, para murid diubah-Nya dari orang tak berarti (para nelayan), bahkan sebagian dianggap sampah dan benalu masyarakat (pemungut cukai), menjadi para rasul yang mengguncangkan dunia dan menghasilkan para murid baru yang memiliki pola dan gaya hidup alternatif yang mencengangkan orang sezamannya dan menerbitkan harapan dalam dunia yang gelap dan mencemaskan.
Jika pengamatan ini benar, tepatkah menyimpulkan bahwa hakikat kekristenan itu adalah kemuridan? Tepatkah mengatakan bahwa intisari kehidupan Kristen itu adalah meniru dan meneladani Yesus?
Sementara teolog menolak kesimpulan ini berdasarkan alasan dogmatis. Mengatakan intisari kekristenan adalah imitasi Yesus Kristus mengundang berbagai bahaya. Pertama, fondasi kekristenan digeser dari pemahaman iman kepada penerapan etika. Atau lebih tegasnya, fondasi kekristenan bukan lagi atas kebenaran, tapi atas kelakuan. Bahaya kedua, sebagai akibat dari bahaya pertama tadi, doktrin keselamatan dihayati dari sudut pendekatan usaha manusia. Kesalahan ini telah dilakukan oleh para penganut Pelagianisme atau semi-Pelagianisme yang membuat manusia memiliki andil dalam keselamatan. Ketiga, bahaya lebih parah ialah pribadi Kristus sendiri tidak lagi dipahami dalam pendekatan ontologis, tetapi dalam pendekatan relasional fungsional. Artinya, bukan lagi hakikat diri dan karya-Nya sebagai Allah sejati dan Manusia sejati yang dipentingkan, tapi keteladanan manusiawinya.
Tiga bahaya yang diungkapkan oleh pihak yang berkeberatan terhadap kemuridan sebagai cara memandang hakikat kekristenan ini memang merupakan alasan-alasan yang sah dan benar. Namun, dengan meluruskan dan menjernihkan isu teologisnya, bahaya itu tak perlu terjadi dan kemuridan tetap dapat diartikan sebagai hakikat kekristenan.
Keselamatan: Iman atau Usaha?
Pernyataan ini sederhana saja jawabannya, sebab seluruh isi Alkitab seperti yang kemudian diakui oleh para Reformator menegaskan bahwa keselamatan semata adalah anugerah. Sola Scriptura, Sola Fide, Sola Gratia, mengintisarikan prinsip Alkitab itu. Berdasarkan kesaksian Alkitab semata, hanya karena iman dan oleh anugerah-Nya, kita beroleh keselamatan.
Tetapi apa yang dikemukakan Luther itu kemudian dikupas konsekuensinya lebih rinci oleh Calvin dan para pengikutnya. Keselamatan itu bukan hanya pembenaran, tetapi merupakan suatu kesatuan dari berbagai aspek kaya pengalaman keselamatan di antaranya pembaruan, pertobatan, pengampunan, pengudusan, dan puncaknya kelak, pemuliaan. Ordo salutis (urutan atau tata keselamatan) ini merupakan satu kesatuan yang walaupun masing-masing unsurnya dapat terjadi secara serentak atau berbeda secara kronologis, namun secara keseluruhan harus ada dan teralami dalam diri orang beriman.
Prinsip inilah yang menyebabkan adanya perbedaan penekanan pada teologi Paulus dan teologi Yakobus tentang keselamatan. Paulus seolah hanya menekankan iman, sedangkan Yakobus menekankan perbuatan. Tetapi keduanya sebenarnya mengupas satu kebenaran yang sama dari sisi kebutuhan pendengar yang berbeda sehingga seolah menghasilkan perspektif yang berbeda.
Keselamatan memang semata adalah anugerah yang memungkinkan orang yang dianugerahi kemampuan untuk mengimani, menerima, berbuah, dan menghasilkan buah sifat-sifat Allah. Iman pada akhirnya diukur ada tidaknya, benar salahnya, hidup matinya, dari ada tidaknya dan bagaimana mutu perbuatan konkret kita.
Pribadi Kristus
Pertanyaan terpenting yang pernah dilontarkan kepada manusia ialah pertanyaan Yesus kepada para murid, "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" untuk kemudian menukik tajam lebih pribadi, "... katamu, siapakah Aku ini?" (Matius 16:13-15). Ada beberapa hal penting tersirat dalam pertanyaan itu. Pertama, pertanyaan yang berintikan pemahaman dan pengenalan akan identitas Yesus itu ditujukan-Nya bukan kepada orang banyak, tetapi kepada para pengikut-Nya. Berarti kesempatan dan kemungkinan untuk mengenal Yesus lebih dalam ditujukan kepada murid, bukan kepada simpatisan. Tetapi begitu konteks pembicaraan beralih kepada pengenalan para murid sendiri, bukan lagi label-label teologis yang ditekankan, melainkan "Aku" ini, yaitu diri Yesus sebagaimana adanya Dia yang Ia ingin lebih diakrabi oleh para murid-Nya. Ketiga, pertanyaan ini sangat penting sebab jawaban Yesus seterusnya menjelaskan bahwa pengakuan dan pengenalan iman itu menjadi jiwa kehidupan gereja. Keempat, pertanyaan yang amat sarat dengan makna teologis ini disampaikan dalam konteks yang intensitas emosional manusiawinya sangat dalam. Dengan kata lain, untuk para murid tidak cukup mengetahui konsep-konsep Kristologis, lebih vital lagi adalah mengenal Dia secara pribadi melalui pengamatan, pergaulan, maupun persentuhan yang sehari-hari mereka alami dalam tahap hubungan antara manusia dengan Manusia.
Dilihat dari pendekatan bagian firman ini, nyatalah bahwa berbagai perumusan iman yang pernah dibuat gereja memiliki kekurangan dan kelemahan tertentu, walaupun tidak salah. Perumusan Kristologis yang dibuat dalam sidang-sidang konsili di Nicea, Konstantinopel, dan Chalcedon telah berusaha untuk setia merumuskan penyataan firman Allah tentang pribadi Kristus dan menghasilkan suatu perumusan yang menjawab kebutuhan pergumulan teologis filosofis saat itu. Namun, bila dibandingkan dengan bagaimana Yesus ditampilkan Alkitab, terasalah bahwa perumusan itu telah mengerdilkan dan memeras keberadaan Pribadi Kristus yang teramat megah, kaya, dan di luar kemampuan definisi untuk menampungnya. Pribadi Kristus dalam rumusan itu diperas ke dalam kategori-kategori esensi, substansi, dan sifat, tanpa keharusan untuk mengenal-Nya langsung, menjadi murid-Nya!
Bahaya ini tampak pada Petrus yang di satu pihak mampu memberikan jawaban yang tepat dan diakui Tuhan berasal dari Roh Kudus sendiri, namun beberapa saat kemudian ternyata bahwa jawaban yang tepat itu diisinya dengan konsep yang lain. Kuasa Kerajaan Allah bagi Yesus berarti melepas keluar kuasa untuk memberi diri dan melayani, bukan untuk mengontrol dan berusaha merebut kuasa seperti yang dimengerti Petrus. Tuhan menegur Petrus yang berhasil belajar konsep, namun belum masuk dan mengenal hidup dan kisah Yesus.
Para rasul dalam surat-surat kirimannya memberikan kepada kita cukup gambaran tentang keindahan dan keluarbiasaan Pribadi Yesus Kristus. Ia lemah lembut dan ramah (2 Korintus 10:1). Kristen dianjurkan untuk bersikap seperti Dia -- ramah, mengampuni, dan mengasihi (Efesus 4:32; 5:1-2). Perjalanan hidup-Nya dicirikan oleh ketaatan sampai mati (Filipi 2:5, 8), suatu ketaatan yang penuh (Ibrani 5:7-8).
Dalam pengisahan keempat Injil, kita bertemu dengan gambaran yang luar biasa menarik dan menakjubkan. Tak pernah dan tak akan mungkin ada pribadi lain seistimewa Dia. Seketika kita berusaha mengungkapkan ciri-ciri karakter-Nya, kita akan berhadapan dengan kesulitan. Bukan saja itu disebabkan oleh adanya sifat-sifat yang tak lazim ada pada manusia, tetapi juga karena adanya kepenuhan sifat-sifat yang pada manusia biasa merupakan ciri yang bertentangan, namun pada Yesus ada secara penuh dan serasi. Di satu pihak, Dia begitu hangat dan bermurah hati, di pihak lain, Dia bisa panas berkobar-kobar melawan orang tertentu. Dia adalah satu-satunya Manusia yang penuh damai, syukur, dan suka, namun Dia juga adalah Manusia yang penuh duka. Dia berkhotbah dan melayani dengan penyataan wibawa dan kuasa penuh, namun hangat, menghargai orang lain, dan rendah hati. Dia senang berada di tengah orang banyak, namun Dia senang pula menyendiri dalam persekutuan dengan Bapa-Nya. Dia seorang yang sangat praktis dan teologi-Nya berciri praktis, namun Dia seorang pendoa tanpa tanding dan pengajar yang memiliki kedalaman tak terselami. Dia sangat keras berpegang pada prinsip, tegas menegur dan menghakimi, namun lembut dalam persahabatan dan tenang dalam perilaku-Nya.
Kuasa-Nya yang mulia dan ajaib inilah, menurut Petrus, yang membuat Dia seperti magnet memanggil, menarik orang datang, beriman, kemudian menjadi murid-Nya. (Istilah asli yang digunakan di dalam 2 Petrus 1:3 adalah doxa dan arete, yang berarti kemuliaan dan keistimewaan kepribadian Yesus Kristus). Dialah Anak Allah, Mesias, Tuhan, Juru Selamat, Sahabat sejati, dan Guru kita. Dengan belajar dari Dia, bersama Dia, belajar dalam Dia, belajar Dia saja, menjadi murid-Nya, kita mengenal Dia, dan mengalami dampak mendalam dalam diri kita sendiri. Sebab belajar dan menjadi murid-Nya berarti berubah menjadi seperti Dia.
Makna Kemuridan
Seseorang menjadi murid Yesus ketika Yesus memanggilnya untuk mengikut Dia, meninggalkan segala sesuatu, menyangkal diri, dan memikul salib-Nya. Bukan murid yang memilih Sang Guru, tetapi Dia yang memilih seseorang untuk menjadi murid-Nya.
Panggilan kemuridan ini saja sudah cukup untuk menyadarkan kita bahwa kemuridan adalah suatu anugerah yang mahal. Ketika Yesus memanggil Zakheus turun dari pohon, memanggil Lewi untuk mengikut-Nya, bukankah itu berarti anugerah bagi mereka? Sebab panggilan kepada orang berdosa tersebut dan kesediaan makan bersama mereka, adalah anugerah dalam peristiwa nyata, dalam kisah yang hidup. Diutarakan atau tidak, panggilan itu sudah mengandalkan pengampunan, pencerahan, dan bimbingan agar mengenal Dia lebih dalam, pelatihan untuk hidup dan melayani Dia, pengkhususan dan penugasan dan akhirnya perubahan hidup yang memengaruhi dan mengubah dunia luas dalam misi-Nya.
Dengan demikian, kemuridan dalam pengertian yang benar bukan sekadar usaha manusia meniru Kristus, tetapi bukti beroperasinya anugerah panggilan-Nya yang membuahkan ketaatan dan penaklukan diri kepada Ketuhanan-Nya. Di dalam kemuridanlah, gambar dan rupa Allah dalam diri kita yang seharusnya membuat kita menjadi replika Allah, namun telah rusak oleh dosa itu, diperbarui oleh Sang Gambar dan Rupa Allah sempurna yang memuridkan kita kembali. Di dalam kemuridan, pemberontakan yang membuat kita tak mampu lagi meniru teladan kemuliaan Allah, disangkal dan disalibkan agar kemuliaan Allah dalam Yesus Kristus itu terbit dan mekar dalam kehidupan kita para murid-Nya. Kita harus kudus karena Allah kudus adanya. Kita harus mengampuni sama seperti Allah di dalam Kristus telah mengampuni kita. Kita diajar untuk mendahulukan kepentingan orang lain, sama seperti Yesus, Guru dan Tuhan, telah merendahkan diri, mencuci kaki para murid-Nya justru pada detik-detik terakhir menjelang akhir hidup-Nya. Schleiermacher memberikan komentar yang tepat ketika ia mengatakan bahwa buah Roh tidak lain adalah sifat-sifat mulia Kristus. Dan agar buah Roh itu tampak dalam hidup kita, kita harus memandang kepada Kristus sebab buah Roh tak lain adalah sifat-sifat kebajikan Kristus sendiri.
Jelasnya, kemuridan bukanlah peniruan subjektif dangkal yang bisa menciptakan kemunafikan, tetapi konsekuensi logis dari mengalami panggilan anugerah Allah dan campur tangan Kristus dalam kehidupan kita. Hanya orang Kristen yang sungguh menjadi murid Kristuslah yang mengenal siapa Yesus sesungguhnya. Hanya murid Yesuslah yang layak dan patut disebut Kristen. Dan hanya para murid Yesus pulalah yang mampu mencitrakan kekristenan yang hidup, menarik, dan menantang di hadapan dunia ini sebab kekristenan sedemikian adalah komunitas para kristus-kristus kecil, utusan-utusan-Nya yang mengubah dunia ini.
Orang Kristen dipanggil untuk mengiring Kristus. Tetapi masalahnya sering kali ialah, kita bukan mengiring, tetapi berusaha menggiring Dia mengikuti dan memenuhi keinginan kita. Itu sebabnya kehidupan Kristen kita tidak lagi unik, dan hidup kekristenan dalam dunia ini tidak lagi menjadi tenaga pembaru yang dahsyat.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Hidup dalam Ritme Allah |
Judul arikel | : | Hakikat Kekristenan: Kemuridan |
Penulis | : | Paul Hidayat |
Penerbit | : | Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta 2005 |
Halaman | : | 24 -- 32 |
Bila Anda adalah seorang aktivis ataupun hamba Tuhan yang melayani dalam jenis pelayanan apa saja, beberapa hal penting harus Anda pelihara dan tingkatkan di dalam hati dan hidup Anda.
1. Menjadi Karakter
Fokuskan hati dan perbuatan melayani itu menjadi karakter Anda, sebab melayani Tuhan dan sesama sangat ditentukan "dari dalam" dan bukan penampilan luar saja.
2. Peduli Terhadap Jiwa yang Terhilang
Seorang pelayan Tuhan harus memiliki rasa yang mendalam dan memelihara "hati seperti Yesus", khususnya yang berkaitan dengan "perasaan yang mendalam terhadap jiwa terhilang" (Matius 9:36). Hati pelayan Tuhan yang berbelas kasihan akan orang berdosa merupakan suatu perasaan yang berasal dari pola pikir yang sesuai dengan firman Tuhan, satu domba yang hilang sangat penting dan harus dicari sampai ditemukan. Seorang pelayan Tuhan harus memiliki perasaan yang rindu agar semua orang, siapa pun dia, dan apa pun latar belakangnya, diselamatkan. Perasaan itulah yang dimiliki Yesus yang mengasihi perempuan Samaria, orang Yahudi, dan penduduk kota Yerusalem yang ditangisi-Nya karena kehancuran yang akan mereka alami (Lukas 19:41).
3. Jangan Karena Program atau Karena Perintah
Anda perlu memikirkan kembali aktivitas pelayanan Anda jika Anda melayani dalam kondisi berikut ini.
Jika Anda kehilangan beban (rasa) melayani, kehilangan motivasi, tidak menempatkan hati dengan benar dalam pelayanan, maka pelayanan Anda akan menjadi beban dan tidak ada sukacita.
4. Mengerti Kebutuhan dan Pergumulan dari Fokus Pelayanan
Milikilah hati yang peka melihat kebutuhan di ladang pelayanan. Hal tersebut bisa Anda dapatkan melalui interaksi yang intens sampai Anda mengetahui kebutuhan dan pergumulan orang yang mencari jawaban.
5. Terus-Menerus Memelihara Hati Hamba
Yang dimaksud memelihara hati hamba adalah:
memiliki hati yang melihat manusia sebagai objek pelayanan yang harus diselamatkan, jauh lebih utama dari cara-cara dan sarana yang digunakan;
memiliki hati yang terus-menerus mendoakan pelayanan apa pun karena itu pun dapat dipakai Tuhan untuk menjangkau jiwa-jiwa terhilang;
memiliki hati yang melihat ke depan akan adanya hukuman yang menentukan nasib manusia bila ia menolak atau belum menerima berita Injil -- bahwa mereka sedang menuju kebinasaan.
Jika Anda belum memiliki hati seorang hamba, cobalah mengondisikan diri di pihak orang-orang yang memerlukan keselamatan dan minta Tuhan mengubah hati Anda.
6. Memelihara Hubungan dengan Tuhan
Hati seorang hamba hanya akan Anda miliki jika Anda memelihara hubungan dengan Tuhan, baik lewat perenungan firman maupun doa yang teratur.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin | : | TABUR No. 002-2008 |
Judul artikel | : | Hati Seorang Hamba Misi |
Penulis | : | Pdt. Benny Siahaan, M.Div |
Penerbit | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 7 -- 8 |
Hindu mulai berpengaruh pada sekitar 2000 SM ketika bangsa Arya yang sangat maju saat itu, menaklukkan bangsa yang tinggal di Lembah Indus. Bangsa Arya membawa serta agamanya ke daerah yang ditaklukkan. Agama tersebut merupakan agama nyanyian pujian, doa, dan kidung yang ditulis pada apa yang saat ini disebut kitab Weda. Kitab Weda dianggap sebagai "pewahyuan" dan disakralkan oleh orang Hindu, sesakral Alkitab bagi orang Kristen.
Ada banyak dewa yang disebutkan dalam kitab Weda. Dewa-dewa itu mengingatkan kita pada para dewa dan dewi dalam mitologi Yunani dan Romawi. Layaknya bangsa kuno lain, bangsa Arya percaya bahwa dewa dan dewi tersebut dapat menyebabkan kematian dan bencana. Jadi, inti dari agama mereka adalah untuk membuat para dewa senang.
Dalam sistem agama Hindu, ada sebuah golongan yang disebut Brahmana, golongan orang-orang yang menjalankan tugas sebagai pendeta. Golongan Brahmana menjadi semakin kuat sampai mereka berada di kelas sosial tertinggi. Mereka menambahkan banyak tulisan di kitab Weda yang mereka sebut Brahmana. Tulisan-tulisan tersebut menguraikan ritual pengorbanan dengan rinci.
Pada sekitar 500 SM, kitab Weda masih ditambahi dengan banyak tulisan. Tujuannya adalah untuk membuat sebuah sistem kelas yang jelas. Sebuah himne menyatakan bagaimana empat kelas masyarakat berasal dari kepala, lengan, paha, dan kaki dewa pencipta -- Brahma. Empat kelas masyarakat tersebut adalah Brahmana (pendeta); Ksatria (pejuang dan bangsawan); Waisya (petani); dan Sudra (budak). Tiga kelas pertama dapat memeroleh segala keuntungan yang ditawarkan oleh agama Hindu, namun tidak demikian dengan kelas terendah, Sudra. Mereka yang termasuk kelas Sudra bahkan tidak diperbolehkan mendengar kitab Weda atau menggunakannya untuk berusaha mencari keselamatan.
Empat Tahap dan Empat Tujuan dalam Kehidupan Hindu
Kitab Weda menyajikan sebuah sistem yang rinci mengenai bagaimana tiga kelas masyarakat tertinggi yang beruntung itu memeroleh keselamatan. Pertama-tama, setiap bocah laki-laki dalam agama Hindu ditasbihkan (menurut sistem ini, gadis dianggap tidak pantas). Bocah laki-laki itu kemudian dianggap sebagai orang yang telah "terlahir kembali". Ia kemudian harus melalui empat tahap kehidupan: (1) pelajar; (2) kepala rumah tangga dengan istri dan anak-anak; (3) pertapa yang berusaha mencari wahyu; (4) pengembara yang telah meninggalkan segala hal duniawi.
Ia diberi empat tujuan dalam hidup, yakni untuk menjadi orang yang budiman dan saleh; memiliki materi; menikmati hidup melalui kasih, kesenangan, dan apresiasi keindahan; serta untuk mengalami kemenangan rohani dalam hidup.
Kitab Upanishad, yang disusun antara tahun 800 dan 300 SM menyatakan cara lain untuk seseorang dapat memeroleh keselamatan. Kitab ini, yang juga disakralkan oleh orang Hindu, berisi pandangan dunia yang benar-benar asing bagi pikiran dunia barat.
Kitab Upanishad mengajarkan bahwa di luar dunia ini, "brahmanatman"lah (sesuatu seperti Allah) satu-satunya yang benar-benar ada dan berarti. Apa yang manusia lihat, dunia ruang, dan waktu adalah maya. Maya sifatnya hanya sementara dan tidak memiliki makna yang nyata. Namun, semua yang hidup dan bernapas memiliki "atman" atau jiwa yang merupakan bagian dari "paramatman" atau dunia arwah. Setiap "atman", saat berada dalam dunia maya, mencoba untuk kembali ke "paramatman".
Reinkarnasi pada Akhirnya Berujung ke Nirwana
Kitab Upanishad menyatakan bahwa jalan satu-satunya bagi "atman" untuk kembali ke asalnya adalah melalui "punar-janman" atau reinkarnasi. "Atman" (jiwa) seseorang mungkin berawal dari cacing, kemudian melalui kematian dan kelahiran kembali, jiwa itu menjadi sesuatu yang lebih tinggi derajatnya sampai menjadi manusia. Saat "atman" menjadi manusia, "atman" itu harus tumbuh dengan mencapai kelas sosial yang lebih tinggi. Manusia mencapai kelas sosial yang lebih tinggi dengan mengikuti darmanya -- tugasnya untuk melakukan sesuatu hal tertentu sesuai dengan kelasnya. Tugas tersebut meliputi tugas moral, sosial, dan agama -- ketiganya sangat penting dalam agama Hindu.
Cara lain untuk membebaskan jiwa adalah melalui yoga -- kedisiplinan yang menahan hasrat jasmani di bawah penguasaan diri sehingga "atman" dapat lolos dari lingkaran kematian dan kelahiran kembali untuk kemudian bergabung ke "paramatman" (dunia arwah).
Sekalinya "atman" dapat masuk ke "paramatman" (kenyataan yang sebenarnya), maka "atman" tersebut telah diterima di nirwana. Kemudian yang ada hanyalah hidup yang lebih tinggi. Ia berhasil masuk ke dalam keabadian.
Orang Hindu Meyakini Dunia Ini Tidak Bermakna
Kesimpulannya, orang Hindu meyakini bahwa dunia ini tidak bermakna karena dunia ini hanya sementara dan satu-satunya realitas adalah sesuatu yang dapat ia lihat sekilas melalui disiplin dan meditasi yang intensif. Mereka percaya bahwa jiwa mereka telah melalui lingkaran kelahiran, kematian, kelahiran kembali yang panjang dan akan terus begitu sampai menemukan kelepasan di nirwana (keabadian). Orang Hindu percaya bahwa Upanishad memberi mereka hikmat yang mereka perlukan untuk menolak dunia agar jiwanya dapat mencapai "paramatman" yang kekal.
Ajaran Upanishad masih memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemikiran para guru agama Hindu, khususnya mereka yang memiliki filosofi Weda. Meski kepopulerannya tahan lama, ajaran Upanishad juga mendapat kritik. Sebut saja kaum Brahmana, yang berpikir bahwa jiwa dapat dibebaskan untuk pergi ke nirwana hanya jika ia sudah mencapai kelas Brahmana. Artinya, sebagian besar masyarakat India yang miskin dan buta huruf (tidak dapat membaca Upanishad) akan ada dalam lingkaran reinkarnasi (samsara) -- kematian dan kelahiran kembali -- selamanya. Pandangan ini ditentang oleh Budha Gautama pada 500 SM yang mulai mengajarkan "jalan tengah" keselamatan. Budhaisme menghilang di India pada sekitar 1000 M saat bentuk baru Hinduisme muncul.
Hinduisme "populer" ini dengan cepat mengambil hati umatnya. Literatur baru muncul, misalnya syair kepahlawanan yang panjang, Ramayana dan Mahabarata. Muncul juga Bagawad-Gita atau "kidung dewa" yang menggambarkan jalan keselamatan melalui penyembahan terhadap dewa Krisna. Muncul juga Purana yang berisi kisah erotis tentang dewa-dewa yang sangat populer di kalangan orang-orang Hindu yang tinggal di desa.
Ada sekitar 330 juta dewa dalam Hinduisme yang baru -- sekitar satu dewa untuk setiap Hindu. Sekitar 200 juta orang menyembah dewa Wisnu dan meyakini bahwa ia menyatakan dirinya kepada orang Hindu setidaknya sepuluh kali. Dewa Wisnu pernah menyatakan diri dalam wujud kura-kura raksasa, Budha Gautama, serta Rama dan Krisna -- dua figur sentral dalam syair kepahlawanan. Jutaan lainnya menyembah Siwa, dewa kesuburan, yang ritual penyembahannya sejahat bangsa Kanaan -- bangsa yang dihancurkan oleh bangsa Israel atas perintah Allah.
Hinduisme ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui salah satu dari tiga cara, yakni dengan menjalankan darma atau tugas; pengetahuan yang diajarkan Upanishad; dan pengabdian kepada salah satu dewa, misalnya Wisnu atau Siwa. Cara yang terakhir adalah cara yang paling banyak digunakan orang-orang dari kelas bawah (mayoritas orang India) karena cara itu menawarkan kemudahan bagi jiwa mereka untuk mencapai kelas yang lebih tinggi, dan akhirnya nirwana.
Menurut cara pemikiran Barat, Hindusme terdengar seperti kesemrawutan yang sia-sia. Penuh dengan perubahan, tambahan, dan kontradiksi. Segala usaha untuk memahaminya secara logis adalah seperti memerbaiki komputer dengan mata tertutup. Namun, orang India mengabaikan kompleksitas Hinduisme karena agama tersebut telah tumbuh bersama mereka sejak awal sejarah mereka. Agama Hindu melekat dalam budaya mereka, bahkan dalam mimpi pun mereka tidak akan meragukannya.
Itulah yang membuat kekristenan tidak terlalu berdampak terhadap orang Hindu. Meskipun ada juga yang menerima Kristus dengan sukacita, namun sebagian besar menolak Injil karena Kristen nampak begitu erat dengan budaya Barat yang asing.
Bentuk baru Hinduisme telah menyerap gagasan-gagasan tertentu dari agama Kristen. Vedanta adalah contoh yang baik. Menurut Vedanta, dewa pencipta, Brahma, telah banyak kali menginkarnasi diri menjadi manusia dan akan terus berinkarnasi. Kristus, Budha, Krisna, dan sebagainya, diyakini sebagai inkarnasi dari dewa Brahma, yang oleh orang Hindu disebut juga sebagai inkarnasi juru selamat.
Pengikut Vedanta percaya bahwa inkarnasi Brahma yang terkini adalah Sri Ramakrisna yang tinggal di Bengala sekitar akhir abad ke-19. Pengikutnya mengatakan bahwa ia mempraktikkan semua disiplin rohani Hinduisme, Kristen, dan Islam, serta menerima visi Allah dalam setiap agama itu. Oleh karena itu, ia dapat berkata, "Kebenaran itu satu; orang yang berhikmat menyebutnya dengan beragam nama." Ramakrisna sering kali berkata, "Banyak kepercayaan memiliki jalan yang berbeda, namun semuanya menuju pada satu realitas, Allah."
Maka dari itu, Vedanta bersahabat dengan semua agama. Aldous Huxley, penulis Brave New World dan salah satu pengikut setia Vedanta, berkata, "Sangatlah mungkin untuk seseorang tetap menjadi seorang Kristen, Hindu, Budha, atau Islam yang baik dan tetap sepakat pada dasar doktrin filosofi perenial."
Namun apa yang dikatakan Vedanta tentang Yesus Kristus? Swami Prabhavananda mengatakan bahwa seorang Hindu akan mudah menerima Kristus sebagai inkarnasi ilahi dan menyembahnya dengan terang-terangan sebagaimana layaknya ia menyembah Krisna atau inkarnasi (guru) lain yang ingin ia sembah. Namun, ia tidak dapat menerima Kristus sebagai Putra tunggal Allah ...." (t/Dian)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | So What`s the Difference? |
Penulis | : | Jack Durkee, David Harvey, The Rev. H.S. Vigeveno, Georgiana Walker |
Penerbit | : | G/L Publications, California 1967 |
Halaman | : | 94 -- 100 |
PENDAHULUAN
Gereja, ditinjau secara teologis, adalah "sarana besar penyalur anugerah" yang melalui karya Roh Kudus, dipakai Kristus untuk mengumpulkan umat pilihan, memperlengkapi orang-orang saleh, dan membangun tubuh rohani-Nya. Agar gereja mampu melaksanakan tugas mulia ini, maka Ia mengaruniakan berbagai karunia rohani serta menetapkan jabatan untuk pelayanan firman dan sakramen yang adalah sarana untuk menuntun umat pilihan itu kepada tujuan akhir mereka, yaitu Rumah Bapa. Tentu saja, gereja secara teologis adalah himpunan umat yang dipanggil Allah ke luar dari kegelapan untuk masuk ke dalam kerajaan Anak-Nya (1 Petrus 2:9). Namun, tidak dapat disangkali maupun dihindari bahwa eksistensi gereja di tengah dunia tidak dapat dipisahkan dari aspek organisatoris, sehingga "gereja yang am" itu ditemukan dalam struktur yang berbeda-beda. Dengan meminjam istilah Ralph Winter, maka "sarana penyalur anugerah Allah" itu dapat dikategorikan ke dalam dua struktur misi penyelamatan ilahi: gereja atau modalitas dan lembaga-lembaga misi/penginjilan (sodalitas). Sesungguhnya, kedua struktur ini sudah ribuan tahun ada dalam sejarah Kerajaan Allah. Berikut ini adalah contoh-contoh alkitabiah dan historis mengenai eksistensi kedua struktur misi penyelamatan Allah atas manusia.
TINJAUAN ALKITABIAH
Kita mengetahui bahwa sejak Musa menerima segala petunjuk Allah di Bukit Sinai, maka ditetapkanlah adanya imam-imam yang melayani di Bait Allah, dengan segala peraturan yang ada di dalamnya. Itu adalah "modus" (cara) yang ditetapkan dalam peribadahan kepada YHWH. Itulah sebabnya maka Bait Allah (dan gereja, dalam konteks kita) adalah suatu modalitas. Namun ternyata, dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru ada individu ataupun kelompok yang melaksanakan tugas yang menjadi bagian tugas modalitas itu dalam melaksanakan misinya, individu ataupun kelompok itu tidak secara langsung ada di dalam struktur modalitas itu, walaupun mereka memiliki "keanggotaan" di situ. Jadi mereka memiliki "komitmen kedua" yang menuntut mereka memberikan waktu, tenaga, dan materi lebih banyak. Biasanya kelompok yang tidak berada langsung di bawah payung modalitas ini membentuk persekutuan (Latin: sodalitas, berarti persaudaraan). Jadi wadah yang berbeban untuk melaksanakan Amanat Agung ini adalah suatu sodalitas.
Dalam Perjanjian Lama, kita temukan nabi-nabi orang Ibrani: Yunus (2 Raja-raja 13-14), Amos (2 Raja-raja 14:3, 15:7), Hosea (2 Raja-raja 15-18), Yesaya (2 Raja-raja 15-20; 2 Tawarikh 26-32), Mikha (2 Raja-raja 15:8-20; Yesaya 7-8; Yeremia 26:17-19; 2 Tawarikh 27-32), Nahum (Yunus; Yesaya 10; Zefanya 2:13-15); Zefanya (2 Raja-raja 22-23:34; 2 Tawarikh 34-36:4), Yeremia (2 Raja-raja 22-25; 2 Tawarikh 34- 36:21), Habakuk (2 Raja-raja 23:1-24:20; 2 Tawarikh 36:1-10), Daniel (2 Raja-raja 23:35, 25:30; 2 Tawarikh 36:5-23), Yehezkiel (2 Raja- raja 24:17-25; 2 Tawarikh 36:11-21), Obaja (2 Raja-raja 25; 2 Tawarikh 36:11-21), Hagai (Ezra 5-6), Maleakhi (Nehemia 13). Pelayanan nabi-nabi tersebut meliputi kurun waktu sekitar empat ratus tahun.
Namun lebih dari dua ratus tahun sebelum nabi-nabi tersebut muncul, tercatat bahwa Daud, ketika dikejar-kejar Saul, bersembunyi di Nayot dan di sana ada sekumpulan nabi yang dikepalai oleh Samuel (1 Samuel 19:18; 1 Samuel 20:1). Mereka ini tidak ada di sekitar Tabernakel, mereka ada di dekat Rama.
Yang lain adalah Elia yang dipanggil Tuhan untuk melayani di wilayah kerajaan Samaria, tatkala Ahab, Raja Israel paling jahat di hadapan Tuhan memerintah mendirikan kuil Baal dan membawa persembahan ke kuil itu. Sesudah itu ia membuat patung Asyera. Bentrokan kekuatan spektakuler terjadi di Gunung Karmel antara Elia, nabi Allah, dengan 450 nabi Baal (1 Raja-raja 18:20-46). Peristiwa itu amat jauh dari Bait Allah yang terletak di Yerusalem.
Dalam Perjanjian Baru, kita temukan dua contoh yang menonjol. Pertama, Petrus. Ia mengadakan pelayanan ke Lida, Yope, dan bahkan akhirnya dijemput utusan Kornelius untuk melayani dia beserta keluarganya di Kaisarea di daerah pantai barat Samaria. "Pada waktu itu Petrus berjalan keliling, mengadakan kunjungan ke mana-mana" (Kisah Para Rasul 9:32). Setelah melayani Kornelius, Petrus harus memertanggungjawabkan baptisan atas Kornelius itu kepada jemaat induk di Yerusalem. Ini menjadi indikasi bahwa Petrus (sodalitas) masih memunyai kewajiban melapor kepada jemaat induk di Yerusalem (modalitas). Jemaat bertambah besar dan Injil merambah daerah yang lebih luas melalui pekerjaan Petrus, sementara gereja induk tentu tetap melaksanakan pelayanan yang telah menjadi pola hidup jemaat yang mula-mula itu (Kisah Para Rasul 2:41-47).
Melalui perselisihan antara Paulus dan Barnabas yang berakhir dengan renggangnya komitmen mereka itu, maka terbentuklah dua tim PI, Barnabas dengan Yohanes, Markus dan Paulus dengan Silas (Kisah Para Rasul 15:35-41). Walaupun tim Barnabas tidak banyak diceritakan, namun pelayanan Barnabas pasti berjalan terus. Ini terbukti bahwa tiga tahun sesudah perselisihan itu terjadi, Paulus justru minta agar Yohanes dan Markus, yang pernah ditolaknya itu, dijemput dan diantar untuk membantu pelayanannya (2 Timotius 4:11). Paulus bersama Silas dalam perjalanan penginjilan yang kedua ini tidak hanya mendatangi kota-kota yang dikunjungi bersama Barnabas dalam perjalanan penginjilan pertamanya, namun menyeberang dari kawasan Asia itu ke Eropa, yakni sampai ke kota-kota di wilayah Makedonia dan semenanjung Akhaya. Sesudah itu, Paulus bersama anggota timnya kembali ke Antiokhia dan tinggal beberapa hari di sana lalu pergi lagi untuk menjelajahi daerah Galatia dan Frigia (Kisah Para Rasul 18:22-23).
Apa yang dapat kita pelajari di sini adalah bahwa ketika tim sodalitas itu ada di medan pelayanan, mereka memiliki kebebasan dan kreativitas dalam melaksanakan pelayanan serta menyelesaikan masalah yang mereka jumpai.
TINJAUAN HISTORIS
Setelah berakhir kisah pertumbuhan jemaat Allah di dalam Perjanjian Baru, pertumbuhan itu tetap berlangsung. Pola perambahan Injil itu mengikuti yang pernah ada di lingkungan umat Yahudi.
Pada awal tahap Paskah Perjanjian Baru, terlihat bahwa penyebaran Injil terus dilaksanakan. Peregrini Irlandia, biarawan Celtic, demikian gigih dalam membawa Kabar Baik itu ke tengah-tengah bangsa Anglo-Saxon. Mereka memberikan kontribusi terbesar atas usaha-usaha penginjilan di kawasan Eropa Barat dan Tengah. Jerome, Agustinus, dan sebagainya berasal dari struktur sodalitas yang merupakan dasar bagi pembangunan yang dilaksanakan kaum Protestan. Pada abad ke-4, makin terlihat adanya dua struktur misi penyelamatan Allah itu: diocese (keuskupan) dan biara. Masing-masing adalah bentuk yang dipinjam dari konteks budaya sezaman. Sinagoge Yahudi, keuskupan, dan gereja lokal adalah modalitas. Sedangkan orang Farisi yang melakukan proselitisasi, tim para rasul dan biara-biara, lembaga-lembaga misi, dan PI adalah sodalitas.
Contoh paling menonjol dari awal abad pertengahan adalah hubungan antara Gregorius Agung dengan tokoh yang kelak dikenal dengan nama Agustinus dari Canterbury. Baik Gregorius, bishop keuskupan di Roma, dan Agustinus dari biara Benedictine adalah tokoh-tokoh yang dihasilkan oleh rumah-rumah biara. Gregorius dengan kemampuan keuskupannya menyadari bahwa ia tidak memiliki sarana yang mampu untuk melaksanakan pelayanan misi ke Inggris, yang mengalami kepahitan dan penderitaan karena keganasan orang-orang Anglo-Saxon. Itulah sebabnya ia memprakarsai kerja sama dengan Agustinus temannya itu.
Martin Luther dan para reformator bergerak dari dalam tubuh gereja (modalitas) tanpa menggunakan struktur sodalitas sama sekali. Ia hanya mengadopsi keuskupan Katolik Roma, namun mengabaikan konsep biaranya. Sesungguhnya jika tidak timbul kelompok pietis, maka golongan protestan ini tidak akan memiliki sarana pembaru apapun di dalam tradisi yang telah dimilikinya.
Karena tidak memanfaatkan sodalitas, maka kaum Protestan selama hampir tiga ratus tahun tidak memiliki mekanisme untuk pekerjaan misi. Hal itu berakhir ketika William Carey menyarankan agar gereja memakai sarana untuk membimbing orang kafir kepada pertobatan. Istilah "sarana" yang dipakai Carey menunjukkan adanya kebutuhan akan sodalitas. Maka sesudah itu, lahirlah Baptist Missionary Society -- yang merupakan perkembangan organisatoris yang penting dalam tradisi Protestan. Sesudah itu menyusul badan-badan misi lain, dalam waktu 32 tahun, ada 12 organisasi misi.
Jika kita lihat di tengah bumi nusantara yang kita cintai ini, tentu kita ingat Kyai Sadrach, J.L. Coolen, Johanes Emde, Kyai Ditotaruno, dan sebagainya. Mereka bekerja di luar struktur modalitas, namun sebagai hasil karya mereka, berdirilah jemaat-jemaat lokal (modalitas).
KOREKSI RESIPROKAL
Dengan menjamurnya lembaga-lembaga misi dan penginjilan, maka makin banyak peluang terjadinya masalah. Kehadiran lembaga-lembaga tersebut dapat dirasakan sebagai suatu ancaman bagi gereja, sebaliknya lembaga-lembaga misi dan penginjilan juga mempertanyakan ketertutupan gereja terhadap kehadiran lembaga-lembaga tersebut, sementara individu-individu yang giat di dalamnya menjadi anggota gereja. Koreksi ini tidak dimaksudkan untuk mencari kambing hitamnya, melainkan untuk mengupayakan agar dihasilkan persamaan persepsi yang dapat menjadi batu loncatan ke arah penggalangan kerja sama yang konkret.
Gereja mempertanyakan mengapa organisasi misi dan penginjilan harus ada? Bukankah gereja berusaha melaksanakan tiga rangkap panggilan atasnya: bersaksi, bersekutu, dan melaksanakan pelayanan kasih? Walaupun pada awalnya lembaga-lembaga itu menyatakan bahwa mereka mau membantu gereja, namun pada akhirnya mereka melembaga menjadi "gereja baru" yang pada dasarnya terdiri atas anggota-anggota gereja yang secara langsung ataupun tidak langsung dipengaruhi untuk pindah keanggotaan? Pertanyaan-pertanyaan demikian itu adalah pertanyaan yang wajar yang timbul dari pemikiran manusiawi, yang juga didukung oleh adanya fakta bahwa ada lembaga misi yang karena berbagai alasan, akhirnya mengalami perubahan dari sodalitas menjadi modalitas. Namun, tentu tidak boleh dikembangkan sikap mengadakan generalisasi. Tidak semua lembaga misi dan penginjilan mengalami "metamorfose" seperti itu. Selain itu, perlu ada sikap menghargai kelompok-kelompok lain dengan karunia-karunia yang berbeda. Dan, perlu disadari bahwa keadaan gereja yang heterogen sulit dikoordinir untuk melakukan hal-hal tertentu.
Sementara itu di pihak lain, Lembaga misi dan penginjilan juga mempertanyakan sikap gereja. Mengapa gereja sulit menerima kehadiran kami? Mengapa gereja tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi misi kami? Apabila gereja sendiri terlalu sibuk dengan tugas-tugas penggembalaan, mengapa gereja tidak mau kami bantu? Ini pun adalah pertanyaan-pertanyaan yang wajar, karena itulah yang dipahami oleh kelompok sodalitas. Jika kehadiran kelompok sodalitas serta orang-orang yang dilayani terasa tidak mendapat sambutan gereja yang di dalamnya mereka justru adalah anggota-anggotanya, maka tentu saja mereka merasa risi. Jangankan disambut, didiamkan saja sudah merasa tenang. Bagaimana kalau mereka sendiri "merasa" dicurigai. Ini adalah salah satu alasan mengapa mulai terpikir untuk "berdiam diri menjadi kepompong, lalu keluarlah dari kulit/pembungkus kepompong itu kupu-kupu." Maka lahirlah denominasi baru. Hal ini sudah pasti membuktikan kebenaran "praduga" gereja itu. Lembaga misi dan penginjilan harus memahami rentang kendali yang terlalu luas dalam gereja dan begitu banyak masalah yang harus ditangani. Lembaga misi dan penginjilan sendiri harus berani membuktikan diri bahwa ia tidak akan pernah mengubah diri menjadi gereja (denominasi baru).
Apa yang berkembang secara tidak sehat, baik pada sisi gereja/modalitas maupun pada sisi lembaga misi dan penginjilan, disebabkan oleh adanya "komunikasi yang tidak berjalan lancar, bahkan mungkin tidak ada komunikasi sama sekali". Jika demikian keadaannya, maka perlu usaha "sambung rasa" supaya komunikasi dapat diaktifkan. Gagasan mengembangkan kerja sama adalah langkah kedua yang dapat dilakukan setelah ada "sambung rasa" di antara gereja, lembaga misi, dan penginjilan. Mc. Kaughan, Koordinator Kongres Lausanne II di Manila, memberikan tiga saran untuk mengadakan kerja sama. Pertama, mengembangkan pola pikir kooperatif. Pihak bekerja sama harus mensublimasikan ego masing-masing agar dapat mengupayakan hal terbaik bagi Tubuh Kristus, bukan bagi kepentingan organisasi sendiri. Kedua, memahami apa yang terjadi pada kita masing-masing, baik kemampuan untuk ber-PI dan melatih saudara seiman maupun melakukan usaha-usaha sosial, sebagai gereja ataupun lembaga misi dan penginjilan. Ketiga, tetapkan dalam hati kita bahwa usaha pertama yang akan kita lakukan harus bermuara pada kerja sama, bukan kemandirian.
Referensi:
Merrill C. Tenney, Geu.Ed., The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, Vol. 4 (Grand Rapids, Michigan: The Zondervan Corporation, c. 1975, 1976).
Ralph D. Winter, The Two Structures of God`s Redemptive Mission (Pasadena: William Carey Liabrary Publishers, c. 1974 by the American Society of Missiology).
Handoyomarno Sir, S.Th, Benih yang Tumbuh VII (Terbitan bersama: GKJW Malang dan Lembaga Penelitian dan Studi Dewan Gereja-gereja di Indonesia, Jakarta, 1976).
Dr. Thomas van den End, Harta Dalam Bejana (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, cetakan ke-6, 1987).
C. Guillot, Kiai Sadrach, Riwayat Kristenisasi Jawa (Jakarta: PT Grafiti Pers, 1985).
Paul E. McKaughan, Cooperation in World Evangelization, World Evangelization, vol. 16 No. 58 March-April 1989.
Bahan diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Konsultasi Pelayanan |
Penulis | : | Pdt. Nanang S. Sunaryo, M.Div. |
Penerbit | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 76 -- 80 |
Musuh utama Allah juga memunyai andil dalam penderitaan dahsyat Yesus di Getsemani. Sebagai makhluk yang dahulu paling ditinggikan di antara makhluk ciptaan Allah lainnya, Iblis telah memimpin suatu pemberontakan melawan Allah di surga pada masa-masa prasejarah. Alkitab tidak memberi keterangan detail mengenai hal itu, namun syair-syair misterius untuk Raja Babel dalam Yesaya 14 dan Raja Tirus dalam Yehezkiel 28 dengan jelas berisi sindiran mengenai jatuhnya makhluk kegelapan yang memanipulasi para raja ini untuk tujuan kejahatan.
Sang pangeran kegelapan pasti membenci Yesus karena ia mengetahui tujuan ganda dalam misi Yesus, yakni "menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka" (Matius 1:21) dan "membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu" (1 Yohanes 3:8).
MELIHAT BAHAYA SALIB
Saya tidak percaya Iblis dan roh-roh jahatnya bersorak gembira tatkala Yesus dipaku di kayu salib. Mereka menginginkan Dia mati, tetapi tidak disalib. Mereka tahu bahwa jika Kristus disalib, Dia akan menebus dosa dan mematahkan kuasa kematian. Tak diragukan lagi, sang pangeran kegelapan memunyai andil dalam perintah Raja Herodes untuk membunuh semua bayi di Betlehem (Matius 2:16). Kemungkinan besar ia juga berusaha membunuh Yesus di Getsemani saat penderitaan batin Yesus begitu hebat sampai "peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah" (Lukas 22:44). Namun, tampaknya musuh Allah mengerahkan segenap tenaga dengan berulang kali berusaha mencegah Yesus melakukan pengorbanan yang sempurna. Itulah tujuannya ketika ia dan Yesus, dengan perjanjian ilahi, saling berhadapan di padang gurun. Setelah menggambarkan pembaptisan Yesus, Markus berkata, "Segera sesudah itu Roh memimpin Dia ke padang gurun. Di padang gurun itu Ia tinggal empat puluh hari lamanya, dicobai Iblis" (Markus 1:12-13).
BERUSAHA MENCEGAH PENGORBANAN YANG SEMPURNA
Pencobaan pertama datang setelah Yesus berada di padang gurun tanpa makanan selama empat puluh hari. Karena tahu Yesus sangat lapar, Iblis mendekati-Nya, "Jika (karena) Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti" (Matius 4:3). Ia mendesak Yesus untuk menggunakan kuasa-Nya sendiri tanpa memedulikan kehendak Bapa. Yesus menjawab dengan mengutip Ulangan 8:3, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan Tuhan."
Dalam kitab Ulangan, Musa mengingatkan bangsa Israel bahwa Allah merendahkan hati mereka dengan mengharuskan mereka hidup dengan makan manna, bukan dengan makanan yang mereka sediakan sendiri. Dia berbuat demikian untuk mengajarkan kepada mereka supaya bergantung pada Allah, bukan pada kekuatan sendiri. Yesus memandang rasa lapar-Nya sebagai sesuatu yang ditetapkan Bapa, sehingga Dia tidak akan memuaskan rasa lapar-Nya dengan usaha sendiri. Dia mengesampingkan kebebasan untuk mempergunakan kuasa-Nya sebagai Allah supaya Dia dapat hidup sebagai manusia yang lemah. Dia melakukan hal itu agar dapat mengalami berbagai ujian kehidupan seperti halnya kita manusia. Dia memutuskan untuk bergantung pada Allah, seperti yang harus kita lakukan sebagai manusia. Dia menolak melanggar komitmen ini dengan memuaskan rasa lapar-Nya dengan cara yang adikodrati.
Usaha kedua Iblis untuk menggagalkan misi Kristus lebih kentara. Entah secara adikodrati atau dalam suatu penglihatan, Iblis membawa Yesus ke bubungan Bait Allah yang tertinggi, barangkali di bawahnya terletak Lembah Kidron yang dalam. Ia meminta Yesus untuk melompat -- jatuh dari ketinggian 137 meter -- yang mengingatkan-Nya pada Mazmur 91:10-12, "Malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepada-Mu ... supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." Iblis pasti juga telah mengatakan bahwa adegan para malaikat yang menolong Yesus dari kematian yang pasti akan dialami-Nya itu akan sangat mengesankan orang-orang di sekitar Bait Allah sehingga mereka akan segera menerima-Nya sebagai Mesias yang dijanjikan bagi mereka. Namun Yesus menanggapinya dengan mengutip Ulangan 6:16, "Janganlah kamu mencobai TUHAN, Allahmu."
Usaha ketiga Iblis untuk menjauhkan Yesus dari salib dilakukan dengan cara yang lebih langsung. Cara yang tidak terhormat dan kasar. Dari atas gunung yang sangat tinggi (sekali lagi, entah dengan kuasa adikodrati-Nya atau dalam suatu penglihatan), Iblis memperlihatkan kepada Yesus seluruh kerajaan dunia sambil mengatakan bahwa ia akan memberikan semua itu dengan satu syarat -- Yesus harus sujud menyembahnya. Sebenarnya saat itu Iblis sedang menyatakan secara tak langsung bahwa tujuan dapat dicapai dengan segala cara. Dengan sekali menyembahnya, maka Yesus dapat mencapai tujuan-Nya -- merebut seluruh kerajaan dunia dari Iblis, yang kini ia perintah sebagai "penguasa" (Yohanes 12:31; 14:30; 16:11). Yesus tidak mendebat desakan Iblis itu, tetapi dengan tegas Dia menolak tawaran tersebut. Dia tahu bahwa kejahatan takkan pernah dapat diatasi dengan kejahatan. Dia mengusir Iblis dengan sekali lagi mengutip ayat dalam Kitab Suci, "Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (Lukas 4:8; Ulangan 6:13).
Lukas berkata, "Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik" (4:13). Iblis telah betul-betul dikalahkan sehingga ia meninggalkan Yesus saat itu. Namun yang pasti, setiap kali ada kesempatan, ia berusaha memengaruhi Yesus agar dapat meraih tujuan-Nya tanpa perlu menuju ke kayu salib.
BERBICARA MELALUI SAHABAT DEKAT YESUS
Matius 16:13-28 mencatat sebuah percakapan yang menggambarkan upaya Iblis untuk memengaruhi Kristus melalui kata-kata seorang sahabat. Hal itu terjadi menjelang akhir dari kehidupan Yesus di tengah masyarakat selama tiga tahun. Petrus, seorang murid yang setia, telah membuat suatu pengakuan besar, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (ayat 16). Yesus memujinya. Namun, tatkala Dia "mulai mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan ..., lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga" (ayat 21), Petrus sangat terkejut. Bagaimana mungkin Allah yang hidup membiarkan hal ini terjadi pada Putra-Nya yang tidak berdosa? Oleh karena itu Petrus "menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, katanya: `Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal ini sekali-kali takkan menimpa Engkau`" (ayat 22).
Saya yakin Petrus bermaksud baik. Ia mengasihi Yesus. Ia yakin bahwa Gurunya adalah Raja -- Mesias yang dijanjikan, yang akan segera membangun kerajaan-Nya di muka bumi ini. Oleh karena itu, ia pasti sangat terkejut dengan tanggapan keras Kristus, "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia" (ayat 23). Betapa berbedanya dengan ucapan-Nya beberapa saat sebelumnya! Bukannya memuji Petrus, Yesus justru menegurnya dengan keras, bahkan menyebutnya sebagai "Iblis". Tanpa sadar Petrus telah menjadi alat Iblis untuk sebaik mungkin mencegah Yesus menuju ke kayu salib.
BERPERANG DALAM PERANG SEPANJANG ZAMAN
Kehidupan Yesus di bumi, sejak kelahiran hingga kematian-Nya di kayu salib, diliputi peperangan dengan Iblis -- peperangan yang menentukan dalam perang sepanjang zaman. Ingatlah bahwa salah satu tujuan utama kedatangan Kristus adalah untuk "membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu" (1 Yohanes 3:8). Dan Yesus tidak meremehkan musuh-Nya. Tiga kali selama minggu terakhir kehidupan-Nya di bumi, Yesus menyebut Iblis sebagai "penguasa dunia ini" (Yohanes 12:31; 14:30; 16:11). Kata yang digunakan-Nya (archon) itu kerap dipakai untuk menunjukkan pemegang jabatan tertinggi dalam suatu wilayah atau negara. Yesus tahu bahwa Dia telah menyerang kepala sebuah pasukan besar yang berisi roh-roh yang telah jatuh ke dalam dosa. Iblis adalah pemimpin kerajaan kegelapan yang merupakan lawan dari Kerajaan Allah. Ia dan roh-roh jahatnya telah mengubah dunia yang baik, yang berasal dari tangan Allah, menjadi dunia yang kacau dan diliputi dosa. Karena Iblis, dunia sekarang ini menjadi tempat di mana bencana alam dapat membunuh ribuan anak tak berdosa, namun tak menyentuh ribuan orang jahat yang ada. Ini adalah dunia di mana kehidupan orang-orang baik acap kali dipenuhi dengan penderitaan dan kekecewaan, sementara kehidupan orang jahat ditandai dengan kesehatan dan kesuksesan. Ini adalah dunia di mana orang-orang baik kerap menjadi korban orang-orang jahat. Semua ini terjadi karena sekarang Iblis merupakan "ilah zaman ini" (2 Korintus 4:4).
Oleh sebab itu, besarnya penderitaan Yesus di Getsemani menggambarkan "perang ilah-ilah itu". Yesus telah datang untuk "membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu", dan penderitaan-Nya di taman tersebut mewakili sebuah fase peperangan-Nya yang krusial dan menentukan dengan "pangeran kegelapan" tersebut.
Melalui kelahiran-Nya di dunia, Tuhan di atas segala tuhan telah memasuki wilayah yang diduduki Iblis dan bala tentaranya. Rasul Yohanes menulis, "Seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat" (1 Yohanes 5:19). Di perbukitan Galilea, di jalan-jalan Yerusalem, dan akhirnya di antara pohon-pohon zaitun di Getsemani, Raja di atas segala raja itu berperang dengan seluruh bala tentara Iblis. Di sepanjang perjalanan, ada orang-orang yang berusaha menempatkan Kristus di sisi sebaliknya dari pertempuran ini. Namun, ketika seseorang menuduh-Nya mengusir roh-roh jahat dengan kuasa Beelzebul, Dia menanggapi, "Kalau Iblis mengusir Iblis, ia pun terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri; bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? ... Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Atau bagaimanakah orang dapat memasuki rumah seorang yang kuat dan merampas harta bendanya apabila tidak diikatnya dahulu orang kuat itu?" (Matius 12:26-29).
Saat mengikat "orang kuat itu" (Iblis), Yesus menggunakan otoritas-Nya terhadap Iblis dan kerajaannya. Dengan menderita di Getsemani dan mati di atas kayu salib, Kristus memberikan kepada kita dasar untuk berdoa, "Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga" (Matius 6:10).
Dengan menyembuhkan orang sakit, mengusir roh jahat, dan membangkitkan orang mati, Yesus memasuki kerajaan Iblis dan menunjukkan keunggulan-Nya terhadap seluruh kekuatan jahat. Melalui kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya, Dia akan mengikat musuh. Iblis mengetahui hal ini. Oleh karena itu, ia meningkatkan perlawanannya terhadap Yesus ketika saat yang sangat menentukan itu semakin dekat. Iblis mestinya telah berperan dalam menghadirkan perasaan takut yang mendalam ke dalam hati Yesus selama minggu terakhir pelayanan-Nya di dunia. Rasa takut ini mendorong-Nya untuk berseru, "Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. Bapa, muliakanlah nama-Mu!" (Yohanes 12:27-28).
Karena mengesampingkan penggunaan sifat-sifat ilahi-Nya, Yesus pun mengalami kecemasan seperti kita. Sebesar apa pun ketakutan-Nya dalam menerima kutukan dosa atas diri-Nya, Dia menolak pemikiran untuk kembali ke jalan yang aman. Tetapi, saat itu Dia perlu mendengar perkataan Bapa-Nya. Oleh karena itu, setelah Dia memohon, "Bapa, muliakanlah nama-Mu!" Bapa-Nya menanggapi-Nya dengan hangat melalui suara dari surga, "Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!" (ayat 28). Mendengar ini, Yesus menyahut dengan penuh kemenangan, "Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar" (ayat 31).
Apa maksud Yesus ketika Dia menggunakan kata sekarang untuk menggambarkan kekalahan Iblis? Tampaknya, penderitaan-Nya di Getsemani dan di kayu salib belum menaklukkan musuh. Iblis masih aktif dua puluh tahun berikutnya ketika Rasul Paulus menyebutnya "ilah zaman ini" (2 Korintus 4:4). Dan lima belas tahun berikutnya, Iblis masih menjadi sosok yang berbahaya, karena Rasul Petrus mengatakan bahwa Iblis "berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya" (1 Petrus 5:8). Tiga puluh tahun setelah Petrus menulis suratnya, Rasul Yohanes menyatakan bahwa "seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat" (1 Yohanes 5:19). Jelaslah, Iblis belum betul-betul diusir dari dunia ini. Ia masih merupakan musuh yang sangat kuat. Namun, Yesus tidak keliru. Melalui penderitaan dan kematian-Nya, Dia memukul kalah Iblis dan para pengikutnya. Melalui kebangkitan-Nya, Dia memperingatkan kepastian kematian mereka. Mereka tahu bahwa ketika Yesus berkata, "Sudah selesai," dan mengembuskan napas terakhir-Nya, Dia telah membayar lunas dosa seluruh dunia. Itulah sebabnya roh-roh jahat "gemetar" ketika berpikir tentang Allah (Yakobus 2:19).
Iblis tidak memiliki kuasa yang mengakibatkan kerusakan kekal bagi mereka yang berada di dalam Kristus. Fakta ini mendorong Paulus menuliskan, "Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu ..., telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat utang, yang ... mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka" (Kolose 2:13-15).
Paulus menggambarkan Yesus yang sedang berjaya sebagai seorang penakluk yang hebat, bagaikan seorang jenderal yang secara terbuka menunjukkan kemenangannya atas musuh-musuhnya dengan cara menggiring mereka melewati jalan-jalan di sebuah kota, dalam kondisi telah dilucuti dan diborgol. Iblis telah dikalahkan, dipermalukan, dan dilucuti oleh salib Kristus dan semua yang terjadi setelah itu. Realitas kemenangan ini belum terwujud sepenuhnya. Hal itu menanti di kemudian hari. Tetapi, bala tentara kegelapan tahu bahwa hari itu akan datang tatkala maut akan "ditelan dalam kemenangan" (1 Korintus 15:54), dan mereka akan "dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang" (Wahyu 20:10). Tak heran bila Iblis melakukan apa saja untuk mencegah Yesus memenuhi perjanjian-Nya untuk mati di atas kayu salib.
Diambil dari:
Judul buku | : | The Passion of Christ |
Judul artikel | : | Iblis di dalam Kegelapan |
Penulis | : | Martin R. De Haan II |
Penerbit | : | Yayasan Gloria, Yogyakarta 2005 | Halaman | : | 21 -- 35 |
Inti sari Perjanjian Baru dapat disimpulkan menjadi "salvation", sebuah istilah bahasa Inggris yang sederhana, atau "keselamatan" dalam bahasa Indonesia. Dan inti sari Perjanjian Lama pun dapat disimpulkan menjadi "election" dalam bahasa Inggris atau "pilihan" dalam bahasa Indonesia. Sejak penciptaan, pilihan Allah terhadap manusia dimulai dari satu orang, kemudian diperluas sampai keluarga, keluarga besar, bangsa, dan terakhir Dia kembali memilih satu keluarga, yakni keluarga Daud. Melalui keluarga yang diberkati inilah Allah mempersiapkan seorang Mesias yang akan datang, yaitu Yesus Kristus Juru Selamat umat manusia. Dari perkembangan seluruh Perjanjian Lama, kita dapat menemukan proses pemilihan Allah yang panjang: pada mulanya Allah hanya menciptakan Adam, maka pilihan Allah adalah Adam seorang diri. Tak lama kemudian, Allah menciptakan Hawa dan menyatukan mereka sebagai suami istri untuk bersama-sama menikmati kehidupan yang bahagia di taman Eden.
Sayang, mereka berdua melanggar perintah Allah; makan buah larangan dan terpuruk di dalam dosa. Bersamaan dengan pelanggaran oleh satu orang, maka dosa masuk ke dalam dunia, bahkan semakin bertambah dan semakin parah. Sebelum bencana air bah melanda, yang ada di dalam pikiran manusia hanyalah dosa. Hingga kini, Allah tidak dapat menoleransi lagi. Dia terpaksa memakai air bah untuk menghukum dan menghancurkan dunia. Namun, di antara manusia yang penuh dengan dosa itu, Allah memilih Nuh, orang benar itu dan keluarganya (yang berjumlah 8 orang); menyuruh mereka masuk ke dalam bahtera agar beroleh selamat, dan menyisakan benih bagi umat manusia, untuk memulai sebuah lembaran baru.
Namun sampai zaman Abraham, manusia kembali berdosa, meninggalkan Allah yang sejati, beribadah dan menyembah kepada berhala-berhala dan ilah-ilah palsu. Saat itu, semua negara di bumi penuh dengan berhala yang beraneka ragam bentuknya dan tidak terbilang jumlahnya. Ada dewa surga, dewa langit, dewa bumi, dewa laut, dewa api, dewa tanah, dewa hujan, dewa angin, dewa sungai, dewa pria, dewa wanita, dewa pintu, dewa rumah, dewa harta, dan lain-lain. Di antara negara yang dilanda berhala-berhala ini, Allah khusus memilih dan memanggil Abraham keluar dari Ur (pusat penyembahan berhala zaman kuno), memimpinnya masuk ke Kanaan (tanah perjanjian nan indah), serta mengikat janji kekal dengan dia dan keturunannya. Allah mengasingkan Abraham untuk kembali menegakkan dan menetapkan konsep bahwa di dalam semesta ini hanya ada satu Allah yang sejati dan hidup. Bahkan Dia juga berjanji akan menjadikan Abraham dan keturunannya berkat bagi sekalian negara dan bangsa. Jadi pilihan Allah dimulai dari satu keluarga, lalu berlanjut ke keluarga besar, dan keturunan.
Sampai masa Yakub, pilihan Allah terhadap umat manusia sudah meluas dari keluarga besar sampai ke seluruh bangsa. Israel adalah nama baru Yakub. Keturunan Yakub inilah yang menjadi bangsa baru, bangsa Israel, kerena ke-12 anaknya kemudian menjadi nenek moyang bagi dua belas suku Israel. Bangsa Israel adalah umat pilihan Allah, yang khusus dipilih, diasingkan, dan dikuduskan oleh Allah. Tujuan utama dari Allah membangun negara Israel adalah supaya dia menjadi kerajaan Mesias bagi seluruh dunia, yaitu pada saat yang telah ditetapkan itu tiba, Allah akan menganugerahkan berkat-Nya yang besar kepada bangsa-bangsa di bumi melalui Israel. Dengan kata lain, Allah memilih Israel, bukan karena Dia pilih kasih, melainkan karena Dia memercayakan tugas dan mandat yang lebih besar, yang harus mereka laksanakan. Ketika negara pilihan Allah mulai menjadi besar, kembali Allah memilih satu keluarga, yaitu keluarga Daud, untuk menjadi pusat dari penggenapan janji-Nya: seorang Maharaja akan muncul dari keluarga ini. Dia hidup sampai kekal, kelak Dia akan mendirikan satu negara universal, yang kekal tak berkesudahan. Inilah janji Mesias, Firman menjadi manusia, datang dari surga, untuk mendirikan kerajaan Allah di bumi.
Singkatnya, langkah atau proses pemilihan Allah di Perjanjian Lama terdiri dari tiga konsep dasar:
Negara Mesias
Tujuan mendirikan negara Ibrani adalah membawa berkat kepada seluruh dunia.
Keluarga Mesias
Cara yang dipakai untuk mencapai tujuan negara Ibrani membawa berkat bagi dunia adalah melalui keluarga Daud.
Personel Mesias
Cara yang dipakai untuk mencapai tujuan keluarga Daud membawa berkat bagi dunia adalah melalui seorang Maharaja yang lahir di dalam keluarga ini. Maka target Allah yang terjauh dalam memilih dan membangun negara Ibrani adalah mempersiapkan kelahiran Kristus di dunia. Target Allah yang terakhir adalah supaya melalui kelahiran Yesus Kristus, dunia yang penuh dengan latar belakang penyembahan berhala ini dapat kembali pada konsep dan ibadah yang hanya ditujukan pada Allah yang esa, yang sejati, dan yang kekal.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Latar Belakang Perjanjian Baru (III) |
Penulis | : | Dr. Lukas Tjandra |
Penerbit | : | Departemen Literatur SAAT, Malang 1999 |
Halaman | : | 9 -- 12 |
Berdoa dilakukan semua orang beragama. Berdoa adalah hal yang paling umum di dalam kehidupan jemaat. Namun, tidak dapat disangkal bahwa semakin banyak juga pertanyaan diajukan sekitar hal berdoa itu. Orang bertanya: Mengapa sebenarnya kita berdoa? Apa yang kita lakukan apabila kita berdoa? Apa gunanya kita berdoa? Kepada siapa kita berdoa? Benarkah berdoa itu berbicara dengan Allah? Tidakkah kita berbicara sendiri dalam doa? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang dikemukakan orang. Kadang-kadang sekadar bertanya-tanya saja, tetapi tidak jarang pula ada orang yang bertanya dengan sungguh-sungguh. Dan semua pertanyaan yang dikemukakan dengan sungguh-sungguh dan dengan jujur, selalu meminta jawaban.
Di sini, kita tidak bermaksud menjawab semua pertanyaan itu. Kita hanya bermaksud menguraikan doa yang didoakan jemaat. Orang di dalam jemaat tidak berdoa karena berdoa itu masuk akal. Orang berdoa karena berdoa itu wajar.
Di dalam jemaat, orang berdoa karena hal itu wajar. Bagi jemaat Tuhan, manusia tidak hidup sendiri. Manusia hidup dengan Tuhan dan dengan sesamanya di dunia ini. Oleh karena itu, adalah hal yang paling wajar apabila jemaat, dalam perjalanan hidupnya di dunia ini, berdoa kepada Tuhan, berdoa bersama jemaat, berdoa untuk semua orang, dan berdoa bagi keselamatan dunia. Tidak pernah manusia dibiarkan sendiri menjalani hidup ini. Ada Tuhan yang menyertai hidup kita di dunia ini. Itulah kepercayaan jemaat. Itulah dasar hidup jemaat. Dan itulah pokok pengharapan jemaat. Kita tidak sendiri di dalam hidup ini. Oleh karena itu, wajarlah kita berdoa dalam perjalanan hidup kita.
Di dalam jemaat, pengertian diri seperti ini mungkin lebih sering diungkapkan dengan bahasa Alkitab: Allahlah yang menciptakan dunia dengan segala isinya, memeliharanya dengan setia dan tidak meninggalkan pekerjaan tangan-Nya (Mazmur 124:8; 138:8). Allah membuat manusia yang sangat kecil di alam semesta ini "hampir sama seperti Allah" (Mazmur 8:6), "menurut gambar Allah" (Kejadian 1). Di antara segala ciptaan yang ada, manusialah yang dapat diajak bicara oleh Allah. Allah berbicara dan manusia menjawab. Di dalam ikatan itulah manusia itu ada di dunia ini. Dan dosa manusia adalah bahwa ia mau melepaskan dirinya dari Allah dan tidak mau bertanggung jawab kepada Allah. Dosa manusia inilah yang mencelakakan dirinya dan menyeret seluruh ciptaan ke dalam kecelakaan itu.
Dengan pengertian diri manusia seperti itulah, jemaat hidup, bekerja, dan berdoa. Di dalam Alkitab, umat Allah selalu hidup dengan berdoa kepada Allah. Dan semua anggota umat Allah berdoa, bukan hanya orang-orang tertentu saja, seperti para imam, pemuka-pemuka agama, dan raja. Dan Allah disebut "Yang mendengarkan doa" (Mazmur 65:3). Berdoa merupakan hal yang wajar di dalam kehidupan jemaat.
Dalam rangka kewajaran berdoa inilah, dapat dikatakan bahwa sama sekali tidak diperlukan suatu kepandaian berdoa. Semua anggota jemaat berdoa. Bahkan apabila kita tidak tahu bagaimana kita harus berdoa, Roh Allah membantu kita berdoa (Roma 8:26). Namun di dalam kehidupan jemaat, kita dapat dibantu oleh doa-doa orang lain, yaitu doa-doa yang terhimpun dalam Alkitab (Kitab Mazmur, misalnya) maupun di dalam buku-buku doa jemaat. Tetapi yang terpenting ialah bahwa kita berdoa dengan wajar di dalam perjalanan hidup kita bersama Tuhan. Seperti anak yang berjalan bersama bapa dan ibunya.
Apabila kita membicarakan doa sebagai suatu pokok tersendiri, maka harus kita ingat bahwa sesungguhnya berdoa itu tidak berdiri sendiri di dalam kehidupan ini. Berdoa itu selalu berkaitan dan berkelanjutan dalam hidup ini. Seperti sudah dikemukakan, kita menjalani hidup ini tidak sendiri. Kita berjalan bersama Tuhan. Kita bergaul dengan Tuhan sepanjang hidup kita. Dan dalam pergaulan dengan Tuhan di tengah kenyataan hidup kita itulah, kita berdoa. Bahkan kita berdoa senantiasa (1 Tesalonika 5:17). Ada orang yang melihat seluruh kehidupan beriman itu sebagai satu kesatuan hidup berdoa. Berdoa itu berkelanjutan di dalam kehidupan ini.
Setelah kita sadari hal berdoa yang berkelanjutan di dalam kehidupan ini, dapatlah kita katakan sekarang bahwa kendatipun demikian, kita dapat membedakan berdoa itu dalam rangka kehidupan beriman. Dan kita mengambil waktu khusus untuk berdoa. Kita juga mengadakan kebaktian doa dan masa doa di dalam kehidupan jemaat. Kita dapat pula membicarakan hal berdoa itu secara khusus, seperti yang kita lakukan di sini.
Apa yang penting kita perhatikan apabila kita berdoa? Ada orang yang setiap kali berdoa, langsung mulai mengemukakan segala permintaannya dan kebutuhannya kepada Tuhan. Di dalam keadaan yang sangat mendesak, dapat kita bayangkan hal seperti itu terjadi. Tetapi apabila setiap kali kita berdoa, kita berdoa seperti itu, maka kita harus bertanya: "Tidakkah dalam hal itu kita hanya hidup untuk diri kita sendiri, memikirkan diri sendiri saja, juga apabila kita berdoa?" Dan doa seperti itu sangat mungkin adalah percakapan diri kita sendiri.
Hendaknya disadari selalu bahwa apabila kita berdoa, kita berhadapan dengan Tuhan. Tuhan berbicara kepada kita dan kita berbicara kepada Tuhan. Sering kita tidak membiarkan Tuhan berbicara kepada kita apabila kita berdoa. Kita saja yang terus berbicara dan akhirnya kita berbicara sendiri. Barangkali inilah yang pertama-tama harus kita perhatikan apabila berdoa. Apabila kita berdoa, baiklah kita menantikan Tuhan berbicara kepada kita dan baiklah kita memerhatikan Tuhan lebih dulu.
Suasana dan lingkungan sering kali dapat membantu kita dalam hal ini. Sayangnya gereja-gereja Protestan pada umumnya tidak menunjang orang berdoa dengan menantikan Tuhan dan memerhatikan Tuhan seperti itu. Oleh karena itu, orang suka berdoa di kapel. Kapel adalah tempat beribadah yang mendorong kita berdoa dengan tenang. Di dalam kapel itu, suasana ikut menyadarkan kita bahwa kita menghadap Tuhan. Kita didorong untuk menantikan dan mendengarkan Tuhan. Kita akan membiarkan Tuhan memimpin kita dalam doa kita. Kita seperti diharuskan mendoakan orang lain, mendoakan pekerjaan Tuhan, mendoakan hal-hal yang penting bagi Tuhan, hal-hal yang lebih penting daripada keinginan hati kita sendiri. Dalam doa seperti ini, kita akan tumbuh keluar dari diri kita sendiri, menjadi orang beriman yang lebih dewasa, lebih bertanggung jawab untuk kehidupan bersama, dan juga menjadi lebih berperikemanusiaan.
Menyadari itu semua, tidaklah berlebihan untuk memisahkan waktu untuk berdoa di dalam kehidupan kita sehari-hari. Orang yang berdoa akan menjadi lebih manusiawi. Dan kemanusiawian itulah yang diperlukan dalam kehidupan bersama. Kemanusiawian itu menyegarkan dan menyehatkan kehidupan bersama. Waktu pagi sebelum mengerjakan segala pekerjaan kita sehari dan waktu malam setelah kita menyelesaikan pekerjaan kita adalah waktu yang baik untuk berdoa. Dan kita ingat bahwa sama sekali tidak diperlukan kepandaian khusus untuk berdoa. Dengan berdoa setiap hari, kita berjalan dengan Tuhan di dalam hidup kita di dunia ini.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Jemaat Berdoa |
Penulis | : | Liem Khiem Yang |
Penerbit | : | BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997 |
Halaman | : | 4 -- 10 |
APAKAH DAN DIMANAKAH JENDELA 10/40?
Sebuah kawasan yang membentang dari Afrika Barat, Timur, Tengah, sampai Asia. Tepatnya 10'- 40' lintang utara khatulistiwa. Milyaran penduduk dunia yang belum terjangkau Kabar Baik terpusat di kawasan yang berbentuk Jendela 10/40 atau 10/40 Window.
MENGAPA KAWASAN JENDELA 10/40?
Beberapa alasan penting mengapa kita berdoa secara khusus bagi kawasan Jendela 10/40 adalah:
97% penduduk negara-negara yang paling sedikit mendengar Kabar Baik tinggal dikawasan Jendela 10/40.
Walaupun hanya merupakan sepertiga dari seluruh daratan yang ada di bumi, namun hampir duapertiga penduduk dunia bermukim di Jendela 10/40. Jumlah total penduduk di wilayah tersebut mendekati 4 milyar orang. Mereka tersebar di 61 negara yang terdapat di wilayah tersebut.
Dikawasan Jendela 10/40 terdapat berbagai aliran kepercayaan yang mengikat milyaran jiwa untuk menyembah berhala-berhala dan ilah-ilah. Mata rohani mereka dibutakan oleh ajaran agama yang belum mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, meskipun kitab suci mereka memberi kesaksian tentang hal itu.
Sekitar 80% orang yang hidup dalam kemiskinan, tinggal di wilayah Jendela 10/40. Rata-rata mereka berpenghasilan kurang dari 500$ AS pertahun. Bryant L. Myers, seorang penulis Kristen pernah menyatakan bahwa orang miskin adalah orang terhilang dan orang terbilang adalah miskin. Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa mereka yang hidup dalam kemiskinan di kawasan Jendela 10/40 ada sekitar 2,4 milyar.
Menyadari kenyataan ini, setiap kita diharapkan terlibat untuk mendoakan kawasan Jendela 10/40. Kita berdoa supaya pintu terbuka secara bebas untuk memberitakan Kabar Baik kepada orang-orang miskin, pembebasan bagi para tawanan rohani dan kelepasan bagi mereka yang tertindas, serta supaya mereka percaya bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang melalui Tuhan Yesus Kristus.
SATU DUNIA YANG BERBALIK DARI TUHAN
Mengapa orang Kristen yang berkomitmen perlu memusatkan perhatian mereka kepada Jendela 10/40 ini? Karena peristiwa sejarah dan Alkitab dari bagian dunia ini ada di dalam Jendela ini. Di sini kita bisa mengamati kebenaran yang tertulis dalam buku Graham Scroggie yang berjudul "Drama Tembusan Dunia" -- Satu Dunia yang Berbalik dari Allah.
Di sini Kristus lahir, hidup, mati di atas kayu salib, dan bangkit. Kenyataan bahwa begitu banyak urusan Allah dengan umat manusia, terjadi di sebagian dunia yang dilukiskan oleh Jendela 10/40 adalah suatu sebab yang penting bagi kita untuk memusatkan perhatian kepadanya.
NEGARA-NEGARA YANG PALING MINIM DIJANGKAU INJIL
Mengapa orang-orang Kristen yang berkomitmen harus memusatkan perhatian kepada Jendela 10/40? Karena sebagian besar orang-orang yang belum di Injili di dunia, hidup di sini. Luas daerah ini hanya sepertiga dari seluruh daerah daratan bumi, dan hampir duapertiga dari manusia di bumi tinggal di Jendela 10/40.
Kita perlu memikirkan tentang misi Kristus yang datang untuk mencari dan menyelamatkan mereka yang terhilang. Kristus berusaha keras untuk menyembuhkan, memulihkan, dan menyelamatkan hanya satu orang saja. Kita perlu mempertimbangkan amanat Kritus untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk, menjadikan semua bangsa murid-Nya, dan menjadi saksi-Nya sampai ke ujung bumi, ketika kita memikirkan orang-orang yang hidup dalam kawasan Jendela 10/40.
YANG TERMISKIN DIANTARA YANG PALING MISKIN DALAM JENDELA 10/40
Alasan lain untuk memusatkan perhatian kita atas Jendela 10/40 adalah karena orang-orang miskin ada di situ. Sebenarnya lebih dari 8 orang dari tiap 10 orang termiskin dari orang-orang miskin yang rata-rata memunyai GNP (Gross National Product) dibawah $500 perorangan pertahun tinggal di Jendela 10/40. Lebih dari separuh jumlah penduduk dunia hidup dalam kemiskinan dalam daerah ini. Dan hanya 8% dari semua utusan Injil bekerja diantara orang-orang ini. Ini merupakan tantangan besar pada zaman ini bagi orang-orang Kristen yang berkomitmen.
KUALITAS KEHIDUPAN DALAM JENDELA 10/40.
Satu cara untuk mengukur kualitas kehidupan adalah menggabungkan 3 faktor yaitu harapan panjangnya umur hidup, kematian bayi, dan buta huruf. Lebih dari 8 orang dari tiap 10 orang yang hidup di dalam 50 negara di dunia yang memunyai kualitas kehidupan yang terendah, hidup dalam Jendela 10/40.
BENTENG SETAN DALAM JENDELA 10/40.
Jendela 10/40 merupakan benteng, dimana orang-orang yang hidup dalam Jendela 10/40 telah menderita, bukan hanya karena kelaparan dan kualitas hidup yang rendah kalau dibandingkan dengan umat manusia lainnya, tetapi juga ditutup dan dicegah dari kekuatan Injil yang mengubah, memberi hidup, dan merubah masyarakat. Alkitab menjelaskan dari tulisan Rasul Paulus bahwa pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus yang adalah gambaran Allah (2 Korrintus 4:4). Dalam surat yang sama Paulus menulis dalam 2 Korintus 10:3-4 "Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng." Dari suatu pengamatan terhadap Jendela 10/40, nyatalah bahwa setan telah mendirikan suatu benteng teritorial dengan kekuatannya untuk menghambat perkembangan Injil dalam kawasan ini. Jikalau kita ingin memenangkan kawasan ini, kita harus memakai seluruh perlengkapan senjata Allah, mengamankan batas-batas kita, dan merebut kembali negara-negara bagi Allah.
Era modern misi dilukiskan oleh Dr. Ralph Winter dalam tiga tahap. Mungkin saat ini kita masuk ke dalam tahap keempat -- dasawarsa terakhir dari abad dan milenium ini. Pusat perhatian komunitas Kristen 200 tahun yang lampau adalah untuk negara-negara sekitar pantai di dunia, yang disusun berdasarkan pemusatan atas daerah pedalaman dari benua-benua 100 tahun yang lampau. Dalam 10 tahun terakhir ini, kita perlu memusatkan perhatian dan pikiran kita atas Jendela 10/40. Hal ini memerlukan suatu evaluasi tentang prioritas- prioritas kita. Menggarisbawahi kebutuhan untuk menemukan jalan, guna menjangkau orang-orang dalam Jendela 10/40 dengan belas kasihan dan kebenaran dari Kristus Yesus. Kita harus mempertimbangkan cara penyebaran baru untuk para utusan Injil, bekerjasama secara kreatif dengan orang-orang Kristen di dalam Jendela 10/40, utusan Injil "tent makers", utusan Injil "pribumi", utusan Injil jangka pendek. Itu berarti bahwa kita perlu meningkatkan usaha-usaha kita dalam zaman ini untuk menjangkau mereka yang berada dalam kawasan Jendela 10/40 ini, sehingga semua orang boleh memunyai kesempatan untuk mengalami kasih Kristus. Oleh karena itu "Mari kita turun sampai keinti orang-orang yang belum terjangkau yaitu Jendela 10/40."
Diambil dari:
Judul buletin | : | Duta, Edisi Khusus Desember 1997 |
Judul artikel | : | Jendela 10/40 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Gereja Kasih Karunia Indonesia (GEKARI), Jakarta 1997 |
Halaman | : | 7 -- 9 |
"... Orang-orang yang dikehendaki-Nya dan merekapun datang kepada-Nya. Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan." (Markus 3:13-16)
Panggilan Yesus kepada para murid yang pertama sangat jelas. Mereka dipanggil dan ditetapkan menjadi rasul (apostle berasal dari kata apostello yang berarti utusan). Mereka dipanggil dengan tiga tujuan (Markus 3:14), yaitu:
Untuk menyertai Yesus.
Belajar dari hidup dan pengajaran-Nya sehingga mengerti hati-Nya, kasih-Nya untuk dunia ini, dan strategi-Nya dalam pelayanan. Menyertai Dia untuk mengenal kehendak-Nya, mengetahui apa yang menjadi kehendak-Nya untuk dilakukan, dan mana yang bukan kehendak-Nya untuk tidak kita lakukan. Ini tujuan pertama Yesus memanggil murid-murid-Nya, bukan untuk pelayanan terlebih dahulu. Sebab, di hadapan Tuhan, yang penting adalah "siapa kita" dan bukan "apa yang kita kerjakan".
Untuk memberitakan Injil.
Setelah kita mengenal Dia, mengenal kehendak-Nya, dan siap menaati kehendak-Nya, barulah tugas itu diberikan kepada kita.
Diperlengkapi-Nya dengan kuasa untuk kebutuhan pelayanan itu.
Kedua belas orang yang dipanggil ini adalah orang-orang yang sederhana dan biasa. Puji Tuhan! Ia memanggil orang-orang sederhana dan biasa seperti kita. Tuhan bisa bekerja melalui orang sederhana dan biasa untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa dengan cara dan metode yang tidak kaku pula. Kita hanyalah alat-Nya, saluran berkat-Nya.
Belajar tentang Karakteristik Nelayan
Dari kedua belas murid yang adalah orang-orang sederhana dan biasa itu, paling tidak tujuh dari antara mereka adalah nelayan. Mengapa bukan petani, pedagang, atau tukang kayu? Mengapa sebagian besar dari mereka adalah nelayan? Tentu kita tidak tahu dengan pasti rencana Allah di balik semua itu. Akan tetapi, kita bisa belajar dari ciri-ciri latar belakang pekerjaan mereka. Menurut hemat saya, pembentukan karakter dan rohani dalam satu tim tergantung dari karakter sebagian besar anggota tim yang ada, karena pergaulan menjadi salah satu faktor penentu dalam pembentukan karakter kita.
Konsep God uses ordinary people (Allah memakai orang sederhana dan biasa) sering disalahartikan oleh beberapa orang Kristen dalam pekerjaan Tuhan. Sebagaimana juga keselamatan yang diberikan dengan cuma-cuma (Roma 6:23), sering orang Kristen menganggap bahwa keselamatan itu adalah anugerah murahan (cheap grace). Sebenarnya, karena begitu mahalnya keselamatan itu sehingga tidak ada seorang pun yang bisa membayarnya kecuali darah Yesus Kristus, wujud pengorbanan-Nya di kayu salib, maka keselamatan itu diberikan cuma-cuma kepada kita. Walaupun Tuhan memilih orang-orang sederhana dan biasa, Tuhan tidak sembarangan memilih orang atau asal comot dari pinggir jalan.
Menarik sekali kalau kita memerhatikan karakteristik nelayan. Nelayan di berbagai tempat di dunia ini, secara umum, memiliki karakteristik-karakteristik dasar yang juga diperlukan oleh seorang "penjala manusia". Karakteristik tersebut antara lain:
Nelayan memiliki fokus yang jelas.
Apa pun yang dilakukan, nelayan selalu berpikir bagaimana caranya mendapat ikan. Tidur mimpi ikan, berjalan memikirkan ikan. Ikan, ikan, dan ikan. Seorang murid Kristus tulen selalu "berfokus pada jiwa-jiwa terhilang untuk diselamatkan" dalam hal apa pun yang dilakukannya, dalam cara, dan profesi apa pun dalam kehidupannya.
Nelayan terbiasa hidup sederhana.
Seorang pemenang jiwa yang pergi ke "medan pertempuran" tidak bisa membawa barang-barang yang tidak diperlukan dalam "peperangan". Orang yang biasa hidup sederhana akan terbiasa menghadapi penderitaan dan masa krisis. Dalam peperangan rohani, yang kita perlukan adalah bekal-bekal rohani dan jasmani seperlunya. Sering kali, apa yang kita punyai bukannya menjadi bekal, tetapi menjadi beban yang membuat kita mudah terkalahkan.
Nelayan adalah orang yang rajin.
Pada waktu dipanggil, Simon dan Andreas sedang bekerja menebarkan jala di danau (Matius 4:19). Yakobus dan Yohanes juga sedang membereskan jalanya bersama ayah mereka, Zebedeus (Matius 4:21). Untuk mendapatkan hasil kerja yang memuaskan, Tuhan selalu memakai orang-orang yang rajin bekerja keras, berinisiatif, dan kreatif dalam pekerjaan-Nya. Tuhan tidak akan memakai orang yang malas. Tidak ada tempat bagi orang malas dalam kerajaan-Nya, karena orang malas mempunyai banyak alasan dan melakukan hal-hal yang bukannya membangun, melainkan meresahkan banyak orang. "Si pemalas berkata: `Ada singa di luar, aku akan dibunuh di tengah jalan.`" (Amsal 22:13) Karena itu, "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak." (Amsal 6:6) Dunia mulai letih mendengar khotbah, mereka menantikan bukti nyata dari kasih dengan tindakan kita, tangan yang sedia kotor dan keringat yang dicurahkan, bahkan air mata dan darah dalam kerja keras di ladang-Nya. Bagi orang yang rajin bekerja di ladang Tuhan, tidak ada waktu untuk mengganggu orang lain, tetapi menjadi berkat bagi orang lain.
Nelayan adalah orang yang sabar.
Memenangkan jiwa harus sabar. Nelayan kadang kala harus menanti berjam-jam di tengah danau atau laut untuk mendapatkan hasil. Sabar adalah buah roh, ciri pertama dan terakhir dari definisi kasih (1 Korintus 13:4,7). Sering kali, pekerjaan kita memerlukan waktu yang lama untuk melihat hasil yang kasat mata. Kesabaran menolong kita dalam menghadapi tantangan dan penderitaan. Apalagi di masa krisis, bahkan ketika krisis moral berakibat serangan terhadap orang percaya yang lain. "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32)
Nelayan adalah orang yang berani dalam tugas dan profesinya.
Dalam gelapnya malam atau di tengah-tengah gelombang laut dan badai, nelayan pergi melaut menghadapi risiko bahaya. Perlu keberanian dalam melakukan tugas-Nya. Berani mengatakan kebenaran, berani bertindak benar dalam kebenaran-Nya walau ada harga yang harus dibayar. Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya karena menyatakan kebenaran, Tuhan Yesus selalu disalah mengerti dan dibenci orang yang tidak menyukai kebenaran-Nya. Roh Kudus memberikan keberanian kepada kita dan bukan roh ketakutan (2 Timotius 1:7).
Nelayan tidak bisa melihat ikan di dalam air, tapi beriman akan menangkap ikan yang tidak kelihatan itu.
"Orang benar akan hidup oleh iman" (Roma 1:17). Beriman kepada Tuhan berarti memertaruhkan seantero kehidupan kita kepada-Nya. Berserah dan percaya total kepada-Nya. Rasa aman dan damai sejahtera akan menyertai jika kita dapat senantiasa memercayakan hidup dan pelayanan kita kepada-Nya. Sekarang dan masa depan kita. Kita akan gelisah dan resah jika kita berusaha untuk mengatur diri sendiri menurut kekuatan kita sendiri. Apalagi dalam masa-masa sulit yang kita tidak mengerti ke mana arah jalan hidup ini. Dia memegang hari esok, Dia tahu apa yang akan terjadi dan akan membawa kita ke sana.
Nelayan suka bekerja sama dalam melakukan pekerjaannya.
Saling membantu dan melayani demi tujuan profesi mendapatkan ikan. Penjala manusia harus suka bekerja sama untuk mencapai tujuan akhir yang penting, yaitu jiwa-jiwa yang dimenangkan ke dalam Kerajaan Terang-Nya. Bukannya membangun kerajaan-kerajaan kecil sendiri-sendiri, tapi bersama membangun Kerajaan Allah.
Nelayan adalah orang yang mencintai dan setia kepada profesinya.
Sekalipun pekerjaan itu berat, tapi tidak ada jam kerja tertentu yang mengikat. Kadang melaut pada malam hari dan terkadang melaut dan bekerja pada siang hari. Dalam situasi yang berat pun dia tetap setia. Itu semua dilakukan karena kecintaan dan kesetiaannya terhadap profesinya. Orang yang hebat mudah ditemui. Orang yang fasih lidah dan kaya mudah ditemui. Akan tetapi, sulit menemukan orang yang setia, seperti kata Alkitab: "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6)
Seorang tukang roti jatuh dengan kereta roti yang dikayuhnya ke dalam selokan besar. Orang-orang yang melihat, berlarian mendapatkannya dan bertanya, "Ada apa, Pak? Ada apa?" Dalam kesakitan karena tertimpa gerobak, tukang roti ini menjawab, "Ada roti tawar, ada roti manis, roti cokelat ...." Seorang bapak menyeletuk, "Bukan, maksud kami ada apa, Pak?" Tukang roti menjawab lagi sambil merintih kesakitan, "Oh, ada roti keju, ada roti pisang ...."
Ini hanya cerita yang belum tentu terjadi, tetapi ini menunjukkan bahwa tukang roti itu setia kepada profesinya dalam keadaan apa pun. Dalam musibah dan kesulitan apa pun, seyogianyalah kita meneruskan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepada kita.
"Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah." (Kisah Para Rasul 20:24)
Beberapa karakteristik dari nelayan ini paling tidak adalah gambaran karakter dasar yang diperlukan untuk menjadi utusan Injil. Di samping itu, tentu Tuhan akan terus memperlengkapinya dengan kuasa dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk bekerja di ladang Tuhan. Tanpa karakteristik-karakteristik seperti digambarkan di atas, pekerjaan misi hanya akan menjadi misi-misian.
Diambil dari: | ||
Judul buku | : | Hati Misi |
Judul artikel | : | Karakteristik Dasar Seorang Misionaris |
Penulis | : | Bagus Surjantoro |
Penerbit | : | Yayasan Andi, Yogyakarta 2006 |
Halaman | : | 131 -- 140 |
Rasul Paulus mengatakan kepada jemaat Korintus agar mereka mengejar kasih sebagai prioritas utama dalam kehidupan mereka sebagai umat yang percaya kepada Kristus (1 Korintus 14:1). Mengejar kasih merupakan tuntutan yang teramat penting bagi orang yang percaya kepada Kristus dari segala abad. Apa intisari dari kasih yang harus dikejar itu?
Karakter Gereja
Kasih adalah karakteristik orang percaya. Dengan kata lain kasih adalah spirit gereja. Tanpa kasih, kehidupan ini dijalani secara statis dan menuju kematian. Kasih itu menghidupkan yang lemah, yang tak berdaya, yang redup, yang patah semangat. Kasih membangkitkan gairah hidup. Kasih menyemangati kita untuk memuliakan Allah dan bersaksi tentang karya Kristus.
Berbicara tentang kasih kita mesti merujuk pada pengungkapan konsep kasih dalam Perjanjian Lama. Musa menulis tentang realitas kasih yang seharusnya hidup dalam hati umat Allah. "Janganlah engkau menuntut balas dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN" (Imamat 19:18). Dijelaskan di sini bahwa kasih Allah memberi dampak besar dalam hidup yang nyata dalam membentuk karakter umat pilihan Tuhan. Setiap orang yang mengasihi Allah tidak menuntut balas atau tidak menaruh dendam terhadap sesama. Ini semacam tuntutan ilahi bagi orang yang percaya kepada Allah.
Aspek lain dari kasih adalah harus berpusat kepada Tuhan Allah. Musa juga menulis supaya kasih kepada Allah memenuhi hati dan pikiran kita. "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu" (Ulangan 6:5). Kasih kepada Allah (Yunani agapao) merupakan dasar dari hukum Kristus yang menonjol di dalam Kitab Injil dan surat-surat Paulus (Matius 13:38-39; 19:19; 22:39; Markus 12:31; Lukas 10:27; Roma 13:9; Galatia 5:14; Yakobus 2:8).
Kasih seharusnya menjadi prioritas utama dalam kehidupan orang percaya. Kita dikasihi Allah agar kita mengejar kasih itu untuk menjadi milik kita dan mempraktikkan dalam hidup yang nyata. Itu berarti ada tanggung jawab dari pihak kita, yaitu mengasihi Allah dan sesama kita sebagaimana Kristus telah mengasihi kita. Oleh karena itu, ambisi terbesar kita adalah mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan segenap kekuatan.
Kasih Kristus
Bukti kasih terbesar telah ditunjukkan oleh Sang Pencipta melalui tindakan kasih-Nya dalam pribadi Anak-Nya yang tunggal, yang penuh rahmat, yaitu Yesus Kristus. "Dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka" (Yohanes 17:26). "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:16). Paulus menulis, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa" (Roma 5:8). "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya" (Yohanes 14:21). Bagian ini menekankan bahwa Allah memperlihatkan kasih-Nya kepada manusia melalui Yesus Kristus. Tanpa Dia, kasih-Nya tak akan mencapai manusia berdosa.
Dimensi Kasih dalam Komunitas
Kasih Allah yang telah kita miliki itu seharusnya berdampak pula dalam komunitas kita. Hal ini berarti dimensi dari kasih menentukan bagaimana sikap saya terhadap orang lain sama dengan sikap Allah terhadap diri saya, bahwa Allah mengasihi setiap orang dengan kasih yang kekal. "Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati" (2 Korintus 5:14).
"Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita" (Efesus 2:4); "dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan. Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah" (Efesus 3:19). "Dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah (Efesus 5:2).
Hasilnya adalah buah Roh. "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu" (Galatia 5:22-23). Dimensi kasih harus berkarya dalam komunitas orang yang percaya kepada Kristus. Ukurannya bahwa kita adalah murid Kristus jikalau kita saling mengasihi. Kasih dalam kehidupan kita merupakan buah Roh yang diperagakan oleh orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Dimensi kasih memiliki pengaruh yang kuat karena membuat kita saling mengasihi tanpa memandang latar belakang. Dimensi kasih berarti memberi tanpa menuntut balas budi.
Kejarlah Kasih
Kasih menekankan kualitas hidup yang berpusat kepada Allah yang membentuk karakter yang serupa dengan sifat Kristus. Hal ini membentuk karakter kita yang memuliakan Kristus dan yang membedakan kita dari dunia sekitar. Orang yang percaya rela dirugikan, tetapi tidak merugikan orang lain. Orang lain membalas, tetapi kita memilih untuk mengampuni.
Kasih merupakan ekspresi manusia baru yang bersumber dari hubungan kita dengan Yesus Kristus (2 Korintus 5:14). Kita telah mengalami kasih Kristus dan menularkannya bagi dunia.
Setiap orang yang mengasihi Allah dan sesama manusia merupakan peragaan tertinggi dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan mengalirnya buah Roh dalam hidupnya (Galatia 5:22).
Saling mengasihi dalam tubuh Kristus memenuhi hukum atau perintah Kristus (Yohanes 14:15). Orang Kristen yang tidak menampakkan buah Roh dalam hidupnya adalah orang yang maju dua langkah, tetapi mundur tiga langkah -- alias mati rohani. Karena itu sangat penting bagi kita untuk mengejar kasih sebagai prioritas tertinggi dalam pemetaan kehidupan kita, agar kasih Kristus menguasai kita dalam segala aspek kehidupan.
Diambil dari: | ||
Judul majalah | : | Kalam Hidup, Januari 2007 |
Penulis | : | Sos |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup |
Halaman | : | 17 -- 19 |
"Jika Tuhanmu memang pintar, mengapa Dia tidak bisa berbicara dalam bahasa kita?" kata seorang Indian Cakchiquel kepada William Cameron Townsend. Komentar itu membuat Townsend merasa terbeban untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Indian Cakchiquel, satu suku yang cukup besar di Amerika Tengah. Namun, banyak orang menertawakan dia ketika ia menyampaikan gagasan itu. "Jangan bodoh! Harga orang-orang itu tidak sebanding dengan pengorbanan yang kamu harus berikan. Bahasa mereka yang aneh tidak mudah dipelajari untuk penerjemahan Alkitab. Apalagi, mereka tidak bisa membaca. Ajaklah mereka belajar bahasa Spanyol!" Tetapi, William Cameron Townsend tidak bisa melupakan orang Cakchiquel. Sekarang, ia dikenal sebagai seorang pelopor dalam upaya penerjemahan Alkitab di dunia misi. Organisasi Wycliffe Bible Translators dan Summer Institute of Linguistic yang didirikannya sudah mengutus orang-orang ke seluruh pelosok dunia untuk menemukan suku-suku "yang terlupakan" dan membawa firman Tuhan untuk mereka. Pada saat ini, Wycliffe Bible Translators merupakan organisasi misi terbesar di dunia yang memunyai lebih dari enam ribu utusan.
Lebih lanjut William Cameron Townsend berkata, "Kita tahu bahwa mereka [suku-suku] semua harus mendengar berita mengenai kasih Tuhan karena mereka sudah tercakup dalam Amanat Agung dan visi nubuatan mengenai kumpulan besar orang-orang yang ditebus, sebagaimana ditulis dalam Wahyu 7:9, "Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa, dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka." Visi ini bisa terpenuhi hanya jika orang-orang itu mendengar firman Tuhan dalam bahasa mereka sendiri. Jika tidak demikian, bagaimana mereka akan dapat diselamatkan?"
"Jika Tuhanmu memang pintar, mengapa Dia tidak bisa berbicara dalam bahasa kita?"
Firman Tuhan penting bukan hanya untuk penginjilan tetapi juga untuk pertumbuhan orang-orang yang sudah diselamatkan, seperti kata Paulus: "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (2 Timotius 3:16). Gereja tanpa Alkitab akan mudah sekali menyimpang atau menjadi korban ajaran sesat. Tanpa Alkitab, kesehatan rohani suatu gereja sangat terancam. Di samping itu, hanya Alkitab yang berkuasa mengubah hidup manusia dan memenuhi kebutuhan rohani orang-orang yang percaya dan menanggapinya. "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita" (Ibrani 4:12).
Tidak dapat disangkal, Alkitab sangat dibutuhkan oleh semua bangsa. Namun demikian, masih banyak suku/bangsa di dunia yang belum memunyai Alkitab dalam bahasa mereka sendiri. Alkitab yang tersedia hanya dalam bahasa perdagangan atau bahasa resmi yang mereka pergunakan untuk berkomunikasi dengan orang-orang luar, bukan dalam bahasa ibu mereka -- bahasa yang mampu menyentuh hati mereka. Bahkan, banyak juga suku yang tidak memunyai Alkitab [yang dapat mereka baca] sama sekali. Apalagi, mereka hanya berbicara dalam bahasa lisan karena mereka belum mengenal huruf atau tulisan. Pada saat ini, terdapat sekitar 6.529 bahasa di dunia. Dari jumlah tersebut, hanya 276 bahasa yang memunyai Alkitab lengkap. Sisanya sama sekali tidak memunyai Alkitab, atau hanya memiliki Perjanjian Baru atau salah satu kitab Perjanjian Baru. Bagaimana dengan Indonesia? Menurut statistik, terdapat sekitar 669 bahasa daerah di Indonesia [10% dari seluruh bahasa di dunia, Red.], sebagian besar berada di pedalaman, misalnya di Papua. Karena keadaan geografi yang sulit ditembus transportasi, suku-suku di Papua itu saling terisolasi satu dengan yang lain. Keadaan ini menyebabkan pertumbuhan bahasa-bahasa suku itu berbeda untuk masing-masing suku.
Meskipun tampaknya penerjemahan Alkitab sekadar memindahkan kata-kata dari satu bahasa ke bahasa lain, namun proses tersebut sama sekali tidak mudah. Bahasa suatu suku tidak terpisah dari kebudayaan, adat istiadat, dan cara pandang dunia masyarakat itu. Bahasa juga berkaitan dengan keadaan alam tempat tinggal suku itu. Bagaimana orang Irian dapat mengerti bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah jika mereka tidak pernah melihat domba? Atau bagaimana mereka dapat memahami pentingnya Yesus sebagai "roti hidup" jika mereka tidak pernah melihat gandum apalagi roti! Yesus dalam bahasa satu suku di pedalaman Papua bukanlah "roti" hidup, melainkan "sagu" hidup, yakni makanan pokok mereka. Dan Ia tidak mengetuk pintu "hati" manusia, melainkan pintu "tenggorokan" manusia, sebab menurut orang Papua, semua perasaan manusia berada di dalam "tenggorokan."
Tantangannya bukan sekadar menyangkut peristilahan, melainkan lebih mendasar menyangkut perbedaan cara pandang dunia. Utusan Injil Don Richardson sangat tercengang ketika suku Sawi di Papua menganggap Yudas sebagai tokoh pahlawan karena ia berhasil mengkhianati Yesus! Di dalam budaya suku itu, seseorang yang berhasil berkhianat tanpa diketahui temannya, ia dianggap seorang yang hebat. Don Richardson dan istrinya berdoa memohon hikmat Tuhan selama berbulan-bulan. Cerita sang penerjemah ini berakhir bahagia ketika Tuhan memperlihatkan konsep "anak perdamaian", yaitu anak dari satu suku diserahkan kepada suku lain sebagai tanda perdamaian. Yesus adalah Sang Anak Perdamaian, dan perbuatan mengkhianati Anak Perdamaian merupakan tindakan yang sangat tercela. Namun, meskipun manusia telah melakukan perbuatan tercela itu, Allah tetap mengasihi manusia. Sejak saat itu, Injil tersebar di antara suku Sawi dan hingga saat ini gereja senantiasa tegak di tengah mereka.
Tantangannya akan semakin bertambah sulit jika suku-suku itu tidak bersedia belajar membaca. Orang Tunebos menganggap kertas dan tulisan sesuatu yang tabu karena tidak berasal dari allah mereka dan dianggap menjadi penyebab sakit-penyakit. Para penerjemah dituntut untuk mampu bersikap sabar sepenuhnya. Menurut statistik, waktu yang dibutuhkan untuk menerjemahkan Perjanjian Baru kira-kira 8 sampai 34 tahun, bergantung pada keadaan daerah setempat.
"Sampai kapan mereka harus menunggu untuk dapat menikmati firman Tuhan dalam bahasa mereka?"
Selain itu, ada pula tantangan untuk berkurban dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang sangat sederhana -- tanpa lampu, air bersih, terancam penyakit malaria, dll.. Penyesuaian diri dengan kondisi setempat kadang-kadang terasa lucu. Di suatu pedalaman, kira-kira 1.500 km dari perbatasan Amerika Serikat, kulit tubuh seorang Amerika digosok-gosok oleh penduduk setempat karena mereka ingin mengetahui apakah "kulit yang putih" itu jika terkelupas akan memperlihatkan dia benar-benar "manusia". Tidak jarang, pendaratan para penerjemah dengan helikopter dianggap "roh" yang kembali dari dunia orang mati, sehingga [kulit] mereka tidak "berwarna" (berkulit putih). Namun, semua tantangan dan kesulitan yang menghadang tidak sebanding sukacita yang didapat ketika melihat pertobatan banyak orang dan gereja mulai bertumbuh.
Sekarang, apa yang kita bisa lakukan? Yang utama tentu saja, doakan mereka dan pekerjaan penerjemahan Alkitab. Jika William Cameron Townsend memulai pekerjaannya dalam usia yang relatif muda, 23 tahun, bukan mustahil bahwa Tuhan juga memanggil kita untuk pelayanan unik ini. Tuhan menyediakan keselamatan dan berkat untuk seluruh umat manusia. Meskipun Ia memilih Abraham, Ishak, dan Yakub, tampak jelas Tuhan mengatakan bahwa seluruh bangsa di dunia akan diberkati melalui mereka (Kejadian 12:3). Banyak suku/bangsa "tersembunyi" masih belum diberkati dengan firman Tuhan.
Sumber asli:
"The Word that Kindles," oleh George M. Cowan
"Come by Here," Wycliffe Bible Translators
"Peace Child," Gospel Film
"Target Earth," ed. Frank Kaleb Jansen
"Tribes, Tongues, and Translation," oleh William Cameron Townsend
"Translation Statistics," Pulse, 13 Agustus 1993
Diambil dari:
Judul artikel | : | Kata-Kata Tuhan dalam Bahasa Manusia |
Judul majalah | : | HARVESTER, Edisi Januari/Februari, Tahun 1994 |
Penulis | : | Esther I. Tjandrakusuma |
Penerbit | : | Indonesian Harvest Outreach |
Halaman | : | 18 -- 19 |
"Dan percayalah dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9b)
Jemaat Tuhan merayakan kebangkitan Tuhan Yesus bukan saja pada hari yang kita sebut hari Paskah. Alasan ibadah raya diadakan pada hari Minggu adalah karena kita percaya akan kebangkitan Tuhan Yesus. Yesus bangkit pada hari pertama. Jadi sesungguhnya, kebangkitan-Nya juga kita rayakan pada setiap ibadah raya di hari pertama setiap pekan, yaitu hari Minggu.
Kebangkitan Yesus juga berarti bahwa Ia pernah mati. Abraham menubuatkan kematian Kristus sewaktu ia menyembelih anak domba untuk dikorbankan. Orang Israel melambangkan kematian Kristus dalam anak domba yang disembelih. Setiap kali darah dipercikkan ke atas mezbah orang Yahudi, domba itu merujuk kepada Domba Allah yang akan datang pada suatu hari nanti untuk menebus dosa manusia.
Billy Graham mengatakan bahwa Yesus sudah menghadapi kemungkinan untuk disalibkan jauh sebelumnya dalam kekekalan. Sebelum masa-masa kelahiran-Nya, Ia sudah tahu bahwa hari kematian-Nya sudah semakin dekat.
Darah Yesus sudah dicurahkan untuk menebus dosa kita. Jika ada anak terserang demam berdarah, yang dia perlukan saat itu bukanlah melakukan perbuatan sesuai ajaran orang sehat. Yang ia perlukan adalah darah dari orang sehat yang bergolongan darah yang sama dengannya.
Demikian juga, ketika kita masih berdosa, Bapa surgawi telah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, bukan menuntut kita melakukan perbuatan sesuai Hukum Taurat, tetapi dengan memberikan Kristus yang mencurahkan darah-Nya untuk kita (Roma 5:8). Itulah bukti kasih Bapa yang begitu besar kepada kita. Bapa memberikan Anak Tunggal-Nya untuk mati di kayu salib agar kita dapat diselamatkan.
Walaupun secara tegas Alkitab menyatakan hal itu, di dalam beberapa kalangan orang Kristen masih terdapat kebingungan mengenai bagaimana seseorang diselamatkan. Mereka beranggapan bahwa jika seseorang mau diselamatkan, ia juga harus melakukan perbuatan tertentu, tidak cukup percaya saja. Rumus mereka untuk keselamatan: Anugerah + Perbuatan.
Alkitabiahkah rumusan tersebut? Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu; jangan ada orang yang memegahkan diri (Efesus 2:8-9). Jadi apakah syarat orang diselamatkan?
Keselamatan adalah pemberian Allah, bukan hasil perbuatan kita karena kita cukup percaya saja akan apa yang sudah Yesus perbuat bagi kita. Ia telah membuka jalan yang baru dan hidup, yaitu diri-Nya sendiri, untuk masuk ke tempat kudus. Darah Yesus, yang tercurah untuk menebus kita dari dosa, telah membuat kita penuh keberanian dapat masuk ke hadirat Allah (Ibrani 10:19-20).
Menghayati karya penebusan Kristus adalah rahasia untuk mengalami hadirat Allah. Bukan hanya penyembahan dalam pertemuan ibadah kita, tetapi lebih dari itu, kapan pun dan di mana pun kita berada di dalam hadirat Allah.
Yesus telah mencurahkan darah-Nya dan Dia juga telah bangkit agar kita selalu hidup berkemenangan dalam hadirat-Nya setiap saat dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Abbalove, Edisi April 1999 |
Judul artikel | : | Kebangkitan dan Darah Yesus |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 5 |
Kebangkitan Kristus adalah kemenangan nyata atas kematian. Kebangkitan Kristus atas kematian bukan sekadar satu peristiwa spektakuler untuk meyakinkan dunia agar tidak menyangkal kebenaran ajaran kebangkitan, tetapi juga untuk menyatakan kuasa penyelamatan-Nya (lihat Roma 1:14).
Kebangkitan: Suatu Perenungan Makna
Kebangkitan Kristus erat hubungannya dengan orang percaya, baik di dunia maupun di dalam kekekalan, bahkan kepercayaan dan pemberitaan iman Kristen sangat bergantung pada kebangkitan Kristus. Dengan demikian, kebangkitan Kristus tidak boleh hanya berupa ajaran saja, tetapi harus suatu fakta, suatu realitas, dan suatu sejarah. Apabila Kristus tidak bangkit dari kematian, maka pemberitaan iman Kristen tidak punya makna apa pun. Paulus menegaskan, "Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu" (1 Korintus 15:14). Paulus tidak memberitakan "pemberitaanku", melainkan "kami", yang artinya pemberitaan tersebut meliputi berita dari semua rasul tanpa kecuali, di mana berita dari mereka diyakini sebagai firman Tuhan yang menjadi dasar orang Kristen. Pembahasan tentang makna kebangkitan Kristus dalam tulisan ini didasarkan pada peristiwa kebangkitan Kristus yang sungguh-sungguh ada dalam sejarah itu, di mana bila peristiwa tersebut tidak benar-benar terjadi, maka pembicaraan tentang kebangkitan adalah seperti yang dikatakan Paulus, "semuanya sia-sia" atau tanpa makna sehingga tidak perlu dibahas sama sekali. Ada beberapa makna penting dari peristiwa kebangkitan Kristus bagi orang percaya.
Aktivitas Allah
Para rasul, dalam memberitakan Injil, memberikan penekanan pada aktivitas Allah dalam kebangkitan Kristus. Paulus menyatakan bahwa Ia mati karena dosa kita sesuai dengan Alkitab (lihat 1 Korintus 15:3), tetapi segera menambahkan bahwa Ia bangkit kembali juga sesuai dengan Alkitab (ayat 4). Bagi Paulus, dua hal tersebut mempunyai hubungan yang dalam dan merupakan satu kesatuan yang utuh dari tindakan penyelamatan yang progresif dari Allah dalam Yesus Kristus. Jadi, tanpa kebangkitan Kristus, hukuman karena dosa tetap berlaku biarpun ada kematian Kristus. Hal ini disebabkan karena dosa tetap berkuasa, yang diwujudkan dalam bentuk kematian yang tak terkalahkan. Dengan demikian, salib dan kebangkitan Kristus adalah dua peristiwa yang tidak dapat dipisahkan. Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis, "Terkutuklah orang yang tergantung pada kayu salib." (Galatia 3:13)
Pada saat yang sama, dia melihat bahwa kebangkitan Kristus adalah kondisi yang mutlak dari keselamatan orang percaya. Tanpa itu, keselamatan adalah harapan kosong (lihat 1 Korintus 15:14, 17). Melalui kesaksian para rasul, kita melihat dengan jelas bahwa kebangkitan Kristus bukanlah semata-mata suatu simbol dan evaluasi benar atau tidaknya arti salib dalam penyelesaian pekerjaan Kristus. Kebangkitan-Nya adalah suatu kenyataan aktivitas Allah yang membuat kuasa Kristus yang tidak terukur itu menjadi nyata dalam mendamaikan, menyelamatkan, dan mempersekutukan kita dengan Allah (lihat 1 Korintus 15:12-28).
Kemenangan Kristus
Kebangkitan Kristus adalah kemenangan nyata atas kematian. Kebangkitan Kristus atas kematian bukan sekadar satu peristiwa spektakuler untuk meyakinkan dunia agar tidak menyangkal kebenaran ajaran kebangkitan, tetapi juga untuk menyatakan kuasa penyelamatan-Nya (lihat Roma 1:14). Kebangkitan ini bukan merupakan suatu ilustrasi dari ide, bukan wahyu kebenaran umum, tetapi sejarah kemenangan Kristus yang nyata oleh kuasa Allah. Karena itu, kebangkitan juga merupakan realitas sejarah yang akan menjadi tanda kemenangan orang percaya yang mutlak atas kematian dalam rupa kebangkitan tubuh.
Buah Sulung
Paulus menghubungkan kebangkitan Kristus dengan kebangkitan orang percaya. Kristus adalah buah sulung yang akan diikuti oleh yang lain, "Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya" (1 Korintus 15:23). Kata buah sulung dalam bahasa Yunani adalah aparge, yang berarti "produk yang pertama dari bumi". Buah pertama dari suatu pohon akan menjadi jaminan bahwa buah-buah berikutnya akan muncul terus-menerus. Beginilah gambaran tentang masa depan orang percaya, karena Kristus yang adalah buah buah sulung itu bangkit dari antara orang mati, maka orang percaya juga akan bangkit kembali dari kematian. Jadi kebangkitan Kristus bukan sekadar suatu peristiwa besar, tetapi suatu permulaan, dasar, jaminan, dan garansi kebangkitan kita dari antara kematian. Hal ini harus diberitakan untuk menjadi dasar pengharapan akan berkat dan kehidupan masa depan.
Pemimpin kepada Kehidupan
Dalam Perjanjian Baru, muncul beberapa kali istilah kata pemimpin yang dikenakan kepada Kristus, sebagai Yesus yang ditinggikan, dalam bahasa Yunani arkhegon yang artinya adalah yang pertama, yang berdiri sebagai kepala dan yang memimpin dengan contoh: seorang pionir. Jadi, Kristus adalah pemimpin yang membuka jalan bagi orang percaya untuk mengikut-Nya. Dia adalah pionir, penemu, kepala, dan pemimpin yang menetapkan zaman baru dan membawa umat masuk ke sana dan terus hadir bersama umat-Nya. Bahkan dapat dikatakan Dia adalah prototipe dari keberadaan orang percaya. Keberadaan-Nya adalah suatu model bagi para pengikut-Nya, dengan demikian pencobaan yang Yesus alami adalah sebagai model dari kesulitan yang dihadapi orang percaya/murid-murid-Nya (lihat Lukas 4:1-3; 22:39-46). Demikian pula kemenangan Kristus atas kematian akan menjadi model kemenangan orang Kristen atas kematian. Kenyataan ini menjadi pengharapan yang sangat besar bagi orang percaya. Sebab ternyata, bagian mereka bukan untuk binasa, melainkan hidup yang penuh pengharapan, yaitu suatu bentuk kehidupan yang tidak dapat binasa (lihat 1 Petrus 1:3-5).
Kesimpulan
Fakta sejarah kebangkitan begitu penting, sehingga andaikata tidak benar-benar terjadi, seluruh iman Kristiani adalah kosong dan sia-sia (lihat 1 Korintus 15:3,17). Kristus adalah pemenang. Ia mematikan kuasa kematian, Ia adalah Tuhan yang hidup dan Gembala yang baik sekarang dan selamanya. William J. Gaither menciptakan sebuah lagu yang diberi judul "Sebab Dia Hidup" sebagai suatu penegasan tentang fakta kebangkitan Kristus dan implikasinya bagi orang percaya. Kebangkitan-Nya adalah garansi bagi orang Kristen akan adanya hari esok. Garansi dari iman Kristen yang mengklaim adanya kemenangan yang mutlak di dalam Kristus atas dunia serta kematian (lihat 1 Korintus 15:54-55; 2 Timotius 1:10), sebab memang kegelapan tidak dapat mengalahkan terang (lihat Yohanes 1:5), di mana ada terang itu adalah Kristus.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Nama majalah | : | Cahaya Buana, Edisi 93/2003 |
Penulis | : | Pdt. Iskandar Santoso |
Penerbit | : | Komisi Literatur GKT III, Malang 2003 |
Halaman | : | 7 -- 8 |
Belum cukup jelas mengapa penginjilan yang diintegrasikan dengan kegiatan sosial itu bisa begitu efektif. Namun, faktanya memang demikian.
Karena itu, mari kita melihat beberapa sebab yang masuk akal atas meningkatnya jiwa-jiwa yang diselamatkan ketika pada situasi yang tepat penginjilan dilakukan berbarengan dengan kegiatan sosial.
Ada dua alasan dasar mengapa seorang misionaris harus merasa terdorong untuk terlibat dalam kegiatan sosial. Pertama, membantu mereka yang membutuhkan adalah salah satu tugas orang Kristen yang paling fundamental dan salah satu tindakan yang paling konsisten ditekankan dalam Alkitab. Ayat-ayat di bawah ini dengan baik menunjukkan penekanan yang dimaksud itu. Dan saya harap Anda akan menyempatkan diri untuk membaca dan merenungkan ayat-ayat ini.
Contoh-Contoh Alkitabiah -- Tanggung Jawab Orang Kristen untuk Membantu Memenuhi Kebutuhan Orang Lain yang Membutuhkan
Mazmur 41:1
Amsal 11:25, 14:21, 14:31, 22:9, 29:7, 28:27, dan 31:8-9
Yesaya 10:1-2 dan 58:6-7
Matius 5:16, 25:40, 7:12, dan 10:8
Markus 12:44
Lukas 3:11, 6:38, 9:48, 11:41, dan 12:33-34
Kisah Para Rasul 20:35
Roma 12:8, 12:13, dan 12:20
2Korintus 9:7
Galatia 5:6, 6:2, dan 6:9-10
1Timotius 6:18-19
Ibrani 13:16
Yakobus 2:15-17
1Yohanes 3:17
Ted Engstrom, Presiden World Vision, menjelaskan proses kegiatan sosial sebagai "sesuatu yang harus disertakan dalam ketaatan kita untuk `menjangkau seluruh dunia`."
Kedua, kegiatan sosial memberikan peluang yang paling besar bagi pertobatan, khususnya di negara-negara yang tertutup terhadap jangkauan misi. Hal itu dapat membantu menjangkau banyak orang yang terancam untuk hidup dan mati tanpa mengenal Kristus. Karena kita memiliki kesempatan untuk menjangkau, meski hanya untuk beberapa saat, bagian-bagian dunia yang biasanya tidak dapat dijangkau oleh para misionaris.
Dalam bukunya "Beyond Hunger Art", Beals menulis,
Bekerja bersama "misi baru", dengan misionaris yang sudah biasa melakukan kegiatan sosial, saya melihat pintu yang dulunya tertutup kini terbuka lebar .... Saat kasih Tuhan terinkarnasi sekali lagi dalam daging dan darah anak-anak yang dikasihi-Nya, memberikan "segelas air" menjadi sebuah kesaksian yang penuh kuasa bagi orang Kristen.
Hal itu cocok sekali dalam situasi di mana terdapat banyak pengungsi yang mengungsi karena suatu bencana. Perang, kemiskinan, banjir, dan keadaan hancur, semua itu menciptakan sebuah tingkat ketidakpuasan dengan kondisi sosial mereka sebelumnya yang akhirnya membuka hati dan pikiran mereka pada suatu tingkat yang jarang terjadi. Saat mereka telantar, keterikatan mereka dengan latar belakang mereka seperti terlepas; mereka menjadi bersedia untuk mempertimbangkan kepercayaan lain (misalnya kekristenan) yang dalam situasi tertentu, mungkin dianggap sebagai hal yang asing bahkan sampai mereka tidak mau memikirkannya sebelumnya.
Lebih lagi, kegiatan sosial memungkinkan kita untuk memperlihatkan Tubuh Kristus yang di dalamnya terdapat kasih dan kerja sama yang baik. Situasi kegiatan sosial di daerah bencana menyatukan komunitas Kristen sebagai teladan, yang dalam banyak kasus, terdiri atas penginjil yang terlatih dan anggota-anggota gereja yang terbaik. Orang-orang yang mereka bantu merasakan perlakuan istimewa dari orang Kristen yang sangat konsisten dengan pengajaran alkitabiah, menciptakan sebuah kesaksian yang meyakinkan bagi Kristus.
Apalagi, kesaksian itu dikuatkan oleh persepsi bahwa pemerintah sepertinya mendukung kekristenan, bahkan di negara-negara yang biasanya menentang kekristenan. Dampak toleransi orang Kristen yang besar terhadap masyarakat sering kali tidak bersifat sementara. Kegiatan sosial memungkinkan kita untuk menunjukkan kasih, unsur nonpolitis, dan maksud baik dalam cara-cara yang mungkin membuat pemerintah daerah dan nasional menjadi lebih terbuka terhadap misionaris-misionaris Kristen nantinya. Namun setidaknya, saat kegiatan sosial dilakukan, para pengungsi merasakan kebebasan untuk belajar dari orang-orang Kristen tanpa retribusi pemerintah.
Dalam situasi tersebut, hasil penginjilan bisa jadi sangat mengejutkan. Pada 1980, saya mengunjungi kemah penampungan pengungsi, Khao-I-Dang, yang menampung para pengungsi perang Kamboja di wilayah perbatasan Thai. Ada sekitar 130.000 pengungsi di sana. Dari jumlah itu, pada awalnya hanya ada delapan keluarga yang Kristen. Namun, pertobatan segera terjadi dalam waktu ratusan hari. Saya menyaksikan penyembahan dinamis yang dilakukan oleh orang-orang percaya di sana, dan memiliki hak istimewa untuk berkhotbah, baik dalam gereja mereka maupun dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Dalam sebulan, orang Kristen yang ada di Khao-I-Dang tumbuh menjadi 20 ribu orang. Mengapa penjangkauan di sana bisa mencapai sebuah keberhasilan?
Penyebabnya adalah "jembatan" yang tercipta karena krisis spiritual para pengungsi atas hilangnya anggota keluarga, harta benda, dan budaya. Jelas, orang-orang itu menjadi terbuka terhadap jawaban yang diungkapkan dengan cara yang lebih baik. Orang-orang yang sinis mungkin mengatakan bahwa pertobatan para pengungsi itu hanyalah suatu cara agar mereka mendapat kemudahan dalam hal keimigrasian ke Amerika Serikat. Tentu saja hal itu mungkin terjadi, namun jumlah orang yang seperti itu sama sekali tidak sebanding dengan besarnya jumlah orang-orang yang datang kepada Kristus di Khao-I-Dang dan kemah-kemah pengungsi lain yang telah saya kunjungi.
Saat saya meninjau penelitian pertobatan dalam kemah-kemah pengungsi di seluruh dunia, ada sejumlah faktor keberhasilan yang muncul secara konsisten saat terjadi tingkat pertobatan yang tinggi.
Kualitas dan Dedikasi Staf Kristen Untuk staf, pekerjaan dalam kemah pengungsi adalah pekerjaan yang berat dan berlangsung lama. Agar berhasil memberikan dampak spiritual terhadap para pengungsi yang telah kehilangan segalanya itu, mereka harus menunjukkan dedikasi tingkat tinggi sebagai saksi Kristen.
Kemampuan Bergaul yang Baik dengan Pemerintah Banyak kemah pengungsi berdiri karena alasan politis, karena itu aparat pemerintah daerah dan nasional sangat turut campur dalam kemah itu. Dalam situasi seperti itu, organisasi Kristen harus mengembangkan keterampilan untuk bekerja bersama para aparat setempat. Sering kali kompromi diperlukan. Untuk itu, jelas diperlukan keahlian diplomatis dan kemampuan untuk bergaul bersama pemerintah, menghormati hak mereka untuk mengendalikan saat terjadinya situasi yang sulit.
Keterampilan Menginjili Karena para pengungsi cenderung terbuka terhadap Kristus, para misionaris harus cukup kompeten dalam menginjili untuk memberikan gambaran kekristenan yang jelas dengan cara yang tepat untuk memuaskan kebutuhan para pengungsi. Pendekatan akademis tidak tepat; para pengungsi mencari jawaban, bukan suatu tantangan intelektual yang baru.
Merelevansikan Nilai-Nilai Budaya Akhirnya, misionaris harus mampu menyajikan kekristenan dalam suatu metode yang cocok dengan budaya asli para pengungsi. Para pengungsi harus merasa bahwa Kristen adalah agama mereka, yang memiliki Tuhan yang benar-benar memahami kebutuhan mereka.
Manfaat lain dari kegiatan sosial adalah dampaknya bagi gereja-gereja lokal. Jika sebuah gereja telah berdiri di tempat yang kita bantu, kita bisa merancang sebuah sistem distribusi yang bisa memperlengkapi gereja itu, meningkatkan pelayanan dan pretisenya.
Dalam situasi ini, organisasi sosial berfungsi sebagai fasilitator bagi gereja lokal. Kita bisa membantu gereja dan misi yang ada untuk menuntaskan pelayanan mereka dalam menjangkau orang-orang non-Kristen dengan menyediakan komoditas pangan, dana yang dibutuhkan, dan tenaga ahli.
Organisasi sosial juga dapat berfungsi sebagai perantara atau katalis. Dalam hal ini, kita dapat menggunakan relasi kita untuk "memberikan kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka" (Ams. 31:9), mendorong First World Vision untuk datang dan membantu.
Hasilnya adalah sebuah kesatuan Tubuh orang-orang percaya di dunia yang lebih antusias dan efektif, dengan keterlibatan orang-orang Kristen dalam pelayanan simbiosis yang pada akhirnya akan membawa semakin banyak jiwa yang hilang kepada Kristus.
Saat kami mencoba memikirkan masa depan, kami menemukan kesempatan yang tidak berbatas untuk melayani dalam konteks kebutuhan manusia. Global 2000, salah satu sumber paling komprehensif yang memperkirakan situasi dunia masa mendatang, memperkirakan bahwa memasuki tahun-tahun di depan, dunia akan menjadi lebih padat, lebih terpolusi, ekologi semakin tidak stabil, dan lebih rentan akan beragam bencana.
Lebih dari setengah milyar manusia akan menjadi semakin kelaparan, dengan hampir tiga belas juta manusia diperkirakan akan mati kelaparan dan karena hal-hal lain yang timbul sebagai dampak dari kelaparan di tahun-tahun sebelumnya.
Setiap menitnya, kelaparan merenggut 24 nyawa, 18 di antaranya adalah anak-anak. Sejumlah 35 ribu orang mati karena kelaparan setiap harinya.
Meskipun beberapa pihak berpendapat bahwa kelaparan dunia akan semakin buruk, namun tidak ada kesepakatan yang pasti akan hal ini. Faktanya, beberapa sumber memperkirakan bahwa jumlah orang yang kelaparan akan berlipat ganda pada tahun 2000.
Saya menegaskan bahwa masalah mengenai bagaimana kita menanggapi kebutuhan besar yang diperlukan sesama kita jauh lebih penting daripada membicarakan apa yang mungkin terjadi pada masa depan. Faktanya, 35.000 orang -- kebanyakan anak-anak -- mati setiap harinya karena kelaparan. Selain itu, bencana alam, perang, dan penyakit mematikan semakin mengkhawatirkan. Begitu juga dengan penderitaan yang mungkin terjadi secara tiba-tiba akibat perkembangan nuklir dalam dunia militer.
Sebagai orang Kristen, kita harus terus menanggapi hal ini sebaik mungkin selama kita masih hidup dan sampai Yesus datang kembali. Pertanyaan yang sebenarnya -- dan fokus kita -- adalah bagaimana kita dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhan itu sembari terus melaksanakan Amanat Agung? (t/Dian)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | God`s New Envoys |
Judul bab | : | Special Strategies To Reach The Suffering |
Penulis | : | Tetsunao Yamamori |
Penerbit | : | Multnomah Press, Oregon 1987 | Halaman | : | 112 -- 117 |
Apakah Hal Ini Merupakan Alasan yang Sebenarnya?
Kekurangan keuangan sering kali dijadikan alasan agar gereja tidak perlu melibatkan diri dalam misi, terutama dalam negara-negara miskin di Asia. Apakah hanya orang-orang kaya saja yang sanggup memberi? Dengan kata lain, apakah gereja-gereja memerlukan "modal dasar" sebelum mereka bisa menginjil keluar secara antarbudaya dengan efektif? Jika sebuah gereja telah mengader pekerja-pekerja untuk kebun anggur Tuhan, menurut Matius 20:1-16, dari mana gereja bisa membayar ongkos hidup mereka? Dalam Matius 20:8, Tuhan kebun anggur berkata kepada penatalayannya, "Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka ...." Bukankah hal ini menjadi sebuah tantangan bagi penatalayanan, bagi orang-orang yang mengader pekerja-pekerja?
Apakah gereja-gereja mengurung dirinya dari usaha mengader pekerja-pekerja karena takut tidak akan sanggup memikul tanggung jawab untuk menanggung mereka? Apa alasan-alasan sebenarnya di balik ini? Apa yang dilakukan gereja-gereja di Asia untuk mengatasi halangan-halangan ini? Tentu saja selalu ada pandangan ke Barat ... ke gereja-gereja Barat, organisasi-organisasi Barat untuk dana-dana tambahan, untuk memungkinkan perkara-perkara yang takkan bisa jadi tanpa itu, seperti pengutusan misi-misi Asia! Apakah ini rencana Tuhan ... atau apa kata Alkitab?
Pola Alkitabiah
Dalam 2 Korintus 8 dan 9, Paulus berusaha mengajar gereja-gereja di Akhaya mengenai "anugerah memberi". Dalam 2 Korintus 8:1-8, dia mengingatkan kita akan teladan gereja-gereja di Makedonia (terutama Tesalonika, Filipi, dan Berea) yang "sangat menderita" dan "sangat miskin", tetapi penuh sukacita dan kaya akan kemurahan (ayat 1-2). Bisa saja mereka memberikan banyak alasan untuk tidak memberikan persembahan. Tetapi, bukan demikian yang mereka lakukan, dengan pengabdian kepada Tuhan (5:5a), mereka malah "menyerahkan diri mereka ... kepada kami", yang dinyatakan dengan persekutuan mereka dengan Paulus dan dengan orang-orang suci yang memerlukan uang di Yerusalem. Sama dengan persekutuan yang ditunjukkan dalam Kisah Para Rasul 4:32, yang menyatakan bahwa "segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama", dan memberikan dengan kerelaan (ayat 3b), bahkan melampaui kemampuan mereka (ayat 3a) disertai dengan semangat dan kemauan besar (ayat 4)! Dalam 2 Korintus 8:6-8, Paulus menantang gereja-gereja Akhaya, yang di antaranya terdapat juga orang-orang Korintus yang telah ragu-ragu mengenai persoalan persembahan, supaya mereka menjadi sempurna. Benar mereka sudah berkelimpahan dalam iman, dalam perkataan dan dalam pengetahuan, dalam kesanggupan untuk membantu dan kasih terhadap Paulus, tapi mereka kurang dalam pelayanan kasih (ayat 7).
Setelah menyuguhkan pola gereja-gereja Makedonia, Paulus lalu menunjukkan kepada mereka teladan Kristus sendiri (2 Korintus 8:9), "Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya." Setelah menerima begitu banyak dari Dia, masih sanggupkah mereka menolak memberi sumbangan kepada orang-orang yang sedang kekurangan pada saat itu? Paulus mendorong mereka untuk melaksanakan apa yang mereka mulai atau rencanakan 1 tahun yang lalu, sehingga menurut kemampuan, mereka mau menyumbang guna memenuhi kebutuhan saudara-saudara lain (2 Korintus 8:10-14) dengan sasaran mengadakan persamaan. Dengan demikian, mereka tidak menjilat lidah. Sekali lagi, dalam 2 Korintus 9:1-5, Paulus menghimbau kesediaan mereka untuk menyelesaikan apa yang mereka mulai. Dalam 2 Korintus 5:6 dan seterusnya, prinsip-prinsip menabur banyak untuk menuai banyak, dan memberi dengan sukacita berdasarkan kenyataan bahwa Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita dan memungkinkan kita untuk "memberi dengan berkelimpahan". Pemberian semacam itu mengakibatkan tiga hal (2 Korintus 9:10-15).
Memenuhi kebutuhan atau kekurangan orang-orang suci.
Menimbulkan banyak ucapan syukur dan memuliakan Tuhan.
Menghasilkan buah untuk pemberinya (Filipi 4:17).
Jadi, Paulus menunjukkan bagaimana gereja-gereja di Asia dewasa ini bisa beralih dari keadaan "kekurangan uang" kepada "kelimpahan dalam anugerah memberi", dengan kesukaan dan kemurahan yang dialami oleh orang Kristen di Makedonia: dengan sasaran bahwa pekerja-pekerja misi yang dikirim dari persekutuan kepada usaha misi antarbudaya boleh mengalami "persamaan" untuk kehidupan mereka sehingga mereka bisa melaksanakan Amanat Agung. Dengan begitu, gereja yang mengirim mereka beserta gereja yang menerima mereka boleh bersukacita atas buah-buah usaha bersamanya!
Beberapa Teladan dari Asia
Kor Cheng, bekas pendeta Grace Gospel Church di Manila, Filipina, yang menyokong 47 misionaris bangsa Asia yang bekerja di delapan negara Asia pada tahun 1975, menggambarkan langkah-langkah yang diambil oleh gereja untuk mulai melibatkan diri dalam misi. Setelah beberapa berita misi disampaikan dari mimbar dan banyak doa dipanjatkan untuk misi, baik secara bersama maupun secara pribadi, bersama dengan usaha misi dalam berbagai kelas pemahaman Alkitab, dibentuklah sebuah panitia misi. Di samping mengadakan konferensi misi tahunan yang memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk mengikrarkan uang mereka di hadapan hadirat Tuhan, dan hidup mereka juga demi pelayanan misi, panitia misi juga menunjukkan betapa penting dan vitalnya kelanjutan tanggung jawab terhadap keprihatinan misi yang harus berlanggung terus! Inilah tanggung jawab panitia misi: "Dalam tiap gereja perlu dibentuk panitia misi ... dan panitia ini harus bertanggung jawab atas misi asing. Mereka akan mempelajari tentang misi-misi, menelaahnya, berdoa untuknya, dan merangsang persembahan untuknya." Dan Grace Gospel Church tetap menunjukkan bahwa kurangnya keuangan tidak perlu menjadi halangan bagi gereja dan bagi pengutusan pengabar-pengabar Injil antarbudaya.
Dari sudut pandangan Asia, Grace Gospel Church dianggap beruntung, karena gereja ini memunyai banyak orang Tionghoa yang kaya sebagai anggota-anggotanya. Tetapi persembahan semacam itu adalah sesuai dengan kemampuan masing-masing (2 Korintus 8:11-12), dan Tuhan melihat hati para pemberi! Kami tidak mudah melupakan pos kecil Gereja Tengger di Jawa Timur, di mana pada hari Minggu terakhir bersama mereka sebelum kami berangkat ke Filipina, para anggotanya mengumpulkan persembahan yang diberikan kepada kami untuk orang-orang suci yang akan kami datangi! Hasil penukaran uangnya adalah beberapa peso (mata uang Pilipina), yang disampaikan sebagaimana mestinya. Jumlah kecil ini disumbangkan untuk kelangsungan/kelanjutan First Asian Student Missionary Convention! Tuhan menerima kurban yang sekecil apapun demi kerajaan-Nya dan hanya surga sajalah yang akan menunjukkan berapa banyak "uang janda" yang telah disumbangkan untuk membawa Injil lewat rintangan-rintangan kepada orang-orang yang belum diinjili.
Halangan-halangan dari dalam yang menghambat gereja-gereja Asia memenuhi tugas mereka dalam penginjilan antarbudaya adalah sesuatu yang nyata. Namun bukan berarti halangan-halangan tersebut tidak dapat diatasi. Jika gereja-gereja di Asia menjunjung tinggi Alkitab dalam semua perkara iman, perilaku, kehidupan gereja, dan kalau mereka mulai memohon dengan sungguh-sungguh agar Tuhan membangunkan kerohaniannya, berdoa untuk pekerja-pekerja, belajar menaati Tuhan, dan bekerja sama dengan-Nya dalam pemberian yang penuh pengorbanan untuk mengutus keluar pengabar-pengabar Injil antarbudaya, maka Tuhan akan menjawab doa-doanya, gereja-gereja akan dibangunkan, halangan-halangan akan diatasi, pekerja-pekerja akan bisa dilipatgandakan, dan keuangan akan melimpah demi tugas yang belum selesai ini!
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Merencanakan Misi Lewat Gereja-Gereja Asia |
Penulis | : | David Royal Brougham |
Penerbit | : | Yayasan Gandum Mas, Malang 2001 |
Halaman | : | 136 -- 138 |
(18) Adapun kelahiran Yesus Kristus demikian halnya: Tatkala Maryam, yaitu ibunya, bertunangan dengan Yusuf, sebelum keduanya bersetubuh, maka nyatalah Maryam itu hamil daripada Rohulkudus.
Menurut tradisi orang Yahudi, pertunangan dipandang hampir sama dengan perkawinan meskipun orang yang masih bertunangan belum hidup bersama-sama sebagai suami-istri. Maria, yaitu ibu dari Yesus Kristus, bertunangan dengan Yusuf. Pada masa mereka bertunangan, mereka belum berhubungan tubuh sebagai kebiasaan orang yang menikah. Meskipun demikian, nyatalah bahwa Maria hamil. Di sini dijelaskan bahwa anak itu adalah dari Roh Kudus asalnya. Akan tetapi pada waktu itu, Yusuf belum mengetahui rahasia itu. Keadaan Maria dipandangnya sebagai zinah.
(19) Maka Yusuf, suaminya itu, oleh sebab ia seorang yang lurus hati, dan tiada hendak memberi malu kepadanya dengan nyata, bermaksudlah ia akan menceraikan dia dengan senyap.
Dapat dikatakan bahwa Yusuf beranggapan Maria bersalah, akan tetapi ia tidak ingin mempermalukannya terang-terangan. Yusuf dikenal sebagai seorang laki-laki yang lurus hatinya dan adil. Kata "keadilan" adalah kata yang penting dalam kitab-kitab nabi dan Mazmur. Dalam Injil Matius, kita sering menemui kata itu dalam nas-nas penting (5:6; 20,21, dst.; 6:1,33). Dalam keadilan, terhisap sifat kemurahan hati terhadap sesama manusia. Karena Yusuf adalah orang yang lurus hatinya, ia tidak mau bertindak terhadap Maria dengan tidak adil sebab ia tidak mengetahui pokok sebab kehamilan Maria. Karena rasa hatinya yang halus, ia tidak bertanya kepada Maria tentang keadaannya itu. Akan tetapi, melihat segala sesuatu yang dialaminya, ia tidak dapat menikahi Maria. Itulah sebabnya, ia bermaksud meninggalkan Maria dengan diam-diam.
(20) Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus."
Sebelum Yusuf dapat melaksanakan keputusannya, ia mendapat mimpi bahwa seorang malaikat Tuhan mencegah maksud Yusuf itu.
Malaikat-malaikat muncul pada permulaan dan akhir sejarah hidup Yesus; pada waktu kelahiran (Matius 2:12,13,19 dan Lukas 1 dan 2), pada waktu Yesus dicobai oleh Iblis, dan pada masa kesengsaraan dan kebangkitan Tuhan Yesus (Markus 1:13; Lukas 22:43; Markus 16:5; dst.).
Tentang Yesus sendiri, tidak diberitakan bahwa Ia mengalami mimpi yang demikian; tidak diberitahukan juga bahwa Yesus mendapat pernyataan Allah dengan perantaraan malaikat sebab Yesus memunyai hubungan langsung dengan Bapa-Nya.
Yusuf tidak dipanggil malaikat itu dengan namanya saja, tetapi sebagai "anak Daud". Ia dinasihati supaya ia jangan khawatir mengambil Maria menjadi istrinya karena yang diperanakkan dalam kandungannya itu adalah dari Roh Kudus. Dengan demikian, ia sekarang mengetahui apa yang sudah diketahui Maria, bahwa Allah telah melakukan mukjizat yang istimewa kepadanya. Ia akan menjadi ibu, tetapi tidak ada laki-laki yang menjadi bapa anak itu. Dalam nas ini juga tidak dikatakan bahwa Roh Kudus menjadi ganti bapa-Nya.
Yusuf sekarang sudah tahu, bahwa yang diperanakkan dalam Maria berasal dari Roh Kudus. Akan tetapi, kita harus ingat bahwa tidak dikatakan bahwa anak itu diperanakkan oleh Roh Kudus. Roh Kudus bukannya suatu kodrat alam, melainkan Ia pembawa kuasa ilahi yang menjadikan dan yang dapat masuk ke dalam batin manusia untuk melakukan pekerjaan-Nya di situ. Inilah pokok utama satu-satunya yang disebutkan berhubungan dengan kelahiran Tuhan Yesus.
(21) "Maka ia akan beranakkan seorang anak laki-laki, dan hendaklah engkau menamakan Dia Yesus, karena Ialah yang akan melepaskan kaumnya daripada segala dosanya."
Malaikat memberitakan Yesus sebagai isi berita dari seluruh Perjanjian Baru. Yesus akan "melepaskan kaumnya dari pada segala dosanya". Sebutan itu terdapat dalam Mazmur 130:8. Pengampunan dosa ialah kata dalam Perjanjian Lama dan Baru yang merangkum segenap janji Allah. Pengampunan dosa itu lebih luas artinya daripada penghapusan beberapa perbuatan yang salah. Bo1eh dikatakan arti yang sesungguhnya ialah bahwa perpisahan antara Allah dan manusia sudah dihapuskan. Kata "melepaskan" pada ayat itu juga dapat diterjemahkan sebagai menyelamatkan. Yesus adalah menjadi Juru Selamat. Yesus dalam bahasa Ibrani ialah "Jehoschua" atau "Jeschua" yang diterjemahkan dalam bahasa Yunani menjadi "Yesus". Tentu para pembaca Injil Matius mengetahui bahwa nama "Yesus" itu ada hubungannya dengan penyelamatan dan pelepasan, sebab kata itu tidak diterangkan lebih jauh oleh Matius. Bahwa Yesus mendatangkan keselamatan, pertolongan, dan kelepasan, dikatakan juga dalam nas-nas lain lagi (Lukas 19:10; Kisah Para Rasul 4:12). Istilah "Juru Selamat" itu terdapat dalam silsilah kelahiran Yesus menurut Injil Lukas juga (Lukas 2:11).
Israel tidak disebut "kaumnya" karena Yesus menjadi besar di antara kaum itu atau karena Ia terhisap pada kaum itu oleh kelahirannya (Roma 9:5), tetapi karena kaum itu terhisap kepada-Nya. Kaum itu milik-Nya sebab dipilih oleh Allah sebagai sasaran wahyu-Nya.
Kata "kaum" tidak memunyai makna politik di sini. Orang Yahudi mengeluh karena ada di bawah pemerintahan orang Romawi pada waktu itu sehingga mereka menanti-nantikan kedatangan Mesias yang menurut anggapan akan melepaskan mereka dari penjajahan orang Romawi. Akan tetapi, Yesus Kristus hendak melepaskan kaum-Nya dari dosa. Tidak ada penjajahan yang lebih kejam daripada dosa yang tidak terampuni. Yesus Kristus datang untuk menyelamatkan kaum-Nya dari dosa. Yesus Kristus menang atas dosa sebab Ia menjadi "Anak Domba Allah" yang dikorbankan di kayu salib karena dosa umat manusia di dunia ini.
(22) Maka sekaliannya itu berlaku, supaya sampailah barang yang difirmankan oleh Tuhan dengan lidah nabi, bunyinya: (23) "Sesungguhnya anak dara itu akan mengandung dan beranakkan seorang anak laki-laki, dan disebut orang namanya: Immanuel", yang diterjemahkan artinya, Allah beserta kita.
Mulut malaikat menyatakan firman Allah, yaitu nama Mesias: "Yesus" itu, dan seperti gema menjawab suara roh di dalam Alkitab: "Immanuel". Nama Immanuel ialah tafsiran dari kelahiran Yesus. "Allah beserta kita" ialah terjemahan kalimat itu. Di dalam Yesus Kristus telah datang Allah kepada kita untuk menjadi Penolong kita.
Bahwa Yesus menjadi penggenap perjanjian yang dijanjikan Allah dalam Perjanjian Lama, Ialah keyakinan di dalam seluruh Perjanjian Baru (2 Korintus 1:10). Kata nubuatan dalam Perjanjian Lama yang berhubungan dengan Yesus Kristus. Semua penulis Injil menggunakan "bukti Alkitab", terutama Matius. "Supaya sampailah yang difirmankan oleh Tuhan dengan lidah nabi" atau terjemahan tepatnya, "Supaya dipenuhi yang difirmankan Tuhan dengan perantaraan nabi", itulah perkataan yang ditemui berulang-ulang (2:15; 4:14; 21:4; 26:56). Yesus sendiri mempergunakan "bukti Alkitab" itu, terutama ketika Ia memberitakan keharusan sengsara-Nya (Matius 16-21; Lukas 24:27,44).
Matius mempergunakan bukti Alkitab sebab para pembaca Injilnya ialah orang Kristen yang berbangsa Yahudi.
Nabi itu berkata-kata tentang seorang anak (Yesaya 7:14) yang harus dinamai "Immanuel" atas pesan Allah. Arti nama itu penting sekali sebab di dalam Yesus, Allah sendiri beserta kita. Penting dalam hubungan itu bahwa nabi berkata-kata tentang seorang anak dara. Menurut perjanjian itu, Mesias akan datang di dunia sebagai anak seorang anak dara. Kata nabi itu menjadi tanda yang sah untuk Yusuf sehingga ia tidak khawatir lagi, bahwa perkataan malaikat itu benar.
Dalam nas Ibrani dari nabi, tidak ditulis kata "anak dara", tetapi suatu kata yang berarti "wanita muda/anak perempuan yang dewasa. Jadi, tidak tentu apakah wanita muda itu sudah kawin atau tidak. Meskipun ia sudah kawin, ia belum beranak. Agaknya Yesaya tidak bermaksud mengatakan ia seorang anak dara yang belum dijamah laki-laki. Akan tetapi dalam terjemahan Yunani, Septuaginta, dipakai "anak dara" dalam teksnya. Agaknya Matius memakai terjemahan Septuaginta dengan maksud untuk membuktikan bahwa Yesus dilahirkan oleh anak dara yang belum dijamah laki-laki karena kelahiran Yesus adalah peristiwa yang luar biasa; suatu mukjizat yang Allah kerjakan hanya sekali saja dalam sejarah manusia.
Mukjizat kelahiran Yesus itu lebih jelas lagi diberitakan oleh Lukas sebab Lukas menulis Injilnya untuk orang Kristen yang dulunya beragama kafir.
(24) Maka bangunlah Yusuf daripada tidurnya, diperbuatnyalah sebagaimana pesan malaikat Tuhan kepadanya, lalu diterimanya Maryam isterinya. Maka tiadalah Yusuf bersetubuh dengan Maryam sehingga Maryam melahirkan seorang anak laki-laki, lalu diberinya nama kepada-Nya Yesus.
Yang penting dalam ayat ini adalah bahwa Yusuf, setelah ia bangun dari tidurnya, berbuat sebagaimana pesan malaikat Tuhan. Ia mengambil Maria dan membawanya ke rumahnya sebagai istrinya. Jadi sebelum Yesus dilahirkan, Maria sudah menjadi istri Yusuf (bandingkan Lukas 2:5).
"Maka tiadalah Yusuf bersetubuh dengan Maria, hingga Maria melahirkan seorang anak laki-laki." Untuk pergaulan orang kawin secara kelamin, Alkitab mempergunakan perkataan yang lebih dalam, yaitu "mengetahui istrinya". Ditekankan di sini bahwa Yusuf "tidak mengetahui Maria", ia tidak melakukan pergaulan orang kawin. Maria dilingkupi suasana mukjizat karena ia hamil dari Roh Kudus. Yusuf menghormati keadaan itu, maka ia tidak bersetubuh dengan Maria sampai ia melahirkan anaknya itu. Mungkin sekali di kemudian hari mereka itu beranak sebab kerap kali dikatakan tentang saudara Tuhan Yesus (12:46, dst.; 13:55-56). Akan tetapi, beberapa abad sesudah Kristus, timbullah anggapan dalam gereja Roma Katolik bahwa Maria tetap menjadi anak dara sesudah kelahiran Yesus. Dasar yang kuat dan pasti untuk anggapan itu memang tidak dapat ditunjukkan.
Bahwa Yusuf menamai anak itu "Yesus" tidak hanya untuk menekankan bahwa ia taat pada pesan malaikat, melainkan akhirnya dikatakan bahwa Yusuf mengakui Yesus sebagai anaknya yang sah. Demikianlah Yesus menjadi "anak Daud".
[*Catatan: Kutipan Alkitab diambil dari Alkitab versi Terjemahan Lama]
Diambil dan diedit dari:
Judul buku | : | Injil Matius |
Judul artikel | : | Kelahiran Yesus 1:18-25 |
Penulis | : | K. Riedel |
Penerbit | : | Badan Penerbit Kristen, Jakarta 1952 | Halaman | : | 21 -- 24 |
Doktrin kelahiran Kristus dari anak dara menyatakan bahwa kelahiran Kristus adalah akibat dari suatu mukjizat yang terjadi pada Maria. Anak dara Maria mengandung seorang bayi dengan kuasa Roh Kudus, tanpa peran serta dari seorang bapak. Mukjizat kelahiran Kristus menjelaskan kepada kita mengenai natur yang dimiliki-Nya. Kelahiran-Nya dari seorang perempuan menunjukkan bahwa Dia adalah benar-benar manusia dan menjadi sama dengan kita. Kemanusiaan Kristus tidaklah sama dengan kita, sebab kita lahir dengan dosa-asal kita, sedangkan Kristus tidak demikian.
Kelahiran dari anak dara juga berkaitan dengan keilahian Kristus. Yang Ilahi mungkin datang ke dunia melalui kelahiran dari anak dara, dan mukjizat kelahiran-Nya menunjuk pada keilahian Kristus. Pengumuman dari malaikat Gabriel kepada Maria menggarisbawahi hal ini. Pada waktu dia memberitahu bahwa Maria akan melahirkan seorang anak laki-laki, Maria sangat terkejut: "Bagaimana mungkin hal itu terjadi, karena aku belum bersuami?" (Lukas 1:34).
Jawaban Gabriel merupakan hal yang penting untuk kita memahami kelahiran dari anak dara: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan dilahirkan itu akan disebut Kudus, Anak Allah." (Lukas 1:35). Tidak lama kemudian,, malaikat itu melanjutkan perkataannya: "Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37).
Kelahiran Yesus tidaklah sama dengan pembuahan buatan yang merupakan penemuan teknologi modern pada zaman ini. Pembuahan buatan semacam ini hanya merupakan salah satu variasi dari pembuahan dan bukan merupakan suatu mukjizat. Pembuahan seorang bayi pada dasarnya merupakan suatu hal yang alamiah. Bagi seorang perempuan, menjadi mengandung tanpa berhubungan dengan seorang laki-laki bukan sekadar tidak biasa secara biologis, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang melawan natur.
Anak dari Maria tidak dihasilkan oleh Maria sendiri. Ayah dari bayi itu adalah Roh Kudus. Pernyataan bahwa Roh Kudus datang atas Maria mengingatkan kita akan penjelasan dari pekerjaan Roh Kudus pada waktu permulaan penciptaan dunia ini. Hal itu menyatakan bahwa bayi itu merupakan ciptaan yang khusus, di mana Bapa-Nya adalah Allah sendiri. Mereka yang tidak percaya pada kelahiran anak dara biasanya tidak percaya bahwa Yesus adalah benar-benar Anak Allah. Jadi, kelahiran anak dara merupakan doktrin penentu yang membedakan orang Kristen ortodoksi dengan mereka yang tidak percaya pada kebangkitan dan Penebusan.
Ayat-Ayat Alkitab untuk Bahan Refleksi:
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Seri Teologi Sistematika: Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen |
Judul asli buku | : | Essential Truths of The Christian Faith |
Penulis | : | R.C. Sproul |
Penerjemah | : | Dr. Rahmiati Tanudjaja |
Penerbit | : | Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang 1997 |
Halaman | : | 119 -- 120 |
Bayangkan apa yang akan dialami para murid-murid Yesus jika pada akhir pekerjaan-Nya di bumi, Yesus Kristus tiba-tiba menghilang, mengabaikan hal yang paling ditakutkan dalam peradaban manusia -- maut. Mungkin tiba-tiba firman-Nya hanya akan menjadi sekadar kata-kata tak berarti, dan makna agung dari pengorbanan-Nya di kayu salib mungkin hilang. Semua hal yang dilakukan-Nya, selain kematian-Nya, mungkin akan membuat firman-Nya dianggap palsu, sedangkan Tuhan tidak memberikan segala sesuatu yang palsu kepada kita.
Yesus Kristus, Pribadi kedua dari Trinitas Allah, bersedia meninggalkan surga, menjadi manusia, dan turun ke bumi. Ia datang bukan karena kebetulan. Ia memiliki suatu tujuan saat datang dan menyatakan Diri dalam beberapa kesempatan di bumi. Kepada para murid-Nya, Ia berkata bahwa Ia "datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Markus 10:45). Ia berkata kepada Zakheus bahwa tujuan kedatangan-Nya adalah "untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:10). Kepada orang-orang Farisi, Ia menyatakan Diri sebagai gembala yang baik yang "memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya" (Yohanes 10:11,14,18).
Jelas bahwa tujuan utama dari kedatangan-Nya ke bumi adalah untuk menebus dosa. Ia datang ke dunia di mana hubungan antara Allah dan umat-Nya terputus karena dosa, sehingga Ia bisa memberikan pengampunan dan mengembalikan kita ke dalam hubungan kasih yang semula Allah inginkan. Menurut Roma 3:23, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah." Kemudian, Roma 6:23 mengatakan bahwa "upah dosa ialah maut". Namun demikian, Pribadi kedua dalam Trinitas Allah, Yesus, menjadi manusia sehingga Ia bisa memberikan nyawa-Nya dan menggantikan kita di bukit Kalvari -- untuk menebus dosa kita. Kematian-Nya membuat orang yang percaya pada-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat dapat berdamai dengan Allah, dan dosanya diampuni.
Karya penebusan-Nya yang menyelamatkan kita dari hukuman kekal dosa dan menyatukan kita kembali dengan Allah, tidak dapat dipisahkan dari sifat-Nya, baik sebagai Allah maupun manusia. Hanya Allah yang dapat mengampuni dosa. Oleh karena itu, jika Yesus bukan benar-benar Allah, Ia tidak dapat menjadi Juru Selamat dan mengampuni dosa kita. Jika Ia tidak benar-benar menjadi manusia, Ia tidak dapat mati demi dosa kita. Menjadi Allah membuat-Nya memenuhi syarat untuk menjadi Juru Selamat kita, tetapi pengorbanan-Nya bagi kita dalam kemanusiaan-Nya benar-benar membuat-Nya menjadi Juru Selamat kita.
Pemahaman yang benar akan pribadi manusia Yesus Kristus penting agar dapat memahami dengan baik karya penebusan-Nya. Fakta bahwa Yesus adalah Tuhan berarti karya penebusan-Nya semata-mata karya dan kehendak Tuhan. "Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus." (2 Korintus 5:19). Karena ini adalah karya Allah, maka tidak dapat menjadi karya manusia. Karya-Nya bukanlah karya penebusan Allah ditambah dengan karya lainnya, tetapi semata-mata hanyalah karya penebusan-Nya saja.
Pemahaman yang benar dari pribadi Yesus Kristus -- sifat dan karakter-Nya -- penting untuk memahami keefektifan karya penebusan-Nya. Fakta bahwa Yesus adalah Tuhan berarti karya keselamatan-Nya tidak hanya untuk satu kali saja, satu tempat saja, atau satu situasi saja. Nilainya tak terbatas dan kekal. Karya penebusan itu ada bagi semua orang dalam segala zaman. Penebusan yang sifatnya kekal memerlukan pengorbanan yang kekal, pengorbanan besar yang hanya bisa diberikan oleh Allah-Manusia.
Pemahaman yang benar akan pribadi Yesus Kristus juga penting agar kita dapat menerima dan mengalami karya tebusan-Nya. Fakta bahwa Yesus adalah Tuhan berarti seseorang tidak bisa mendapat keselamatan apabila ia pada saat yang sama tidak mengakui keilahian Yesus. Yesus menyampaikan hal tersebut secara terus terang pada orang Yahudi: "Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu." (Yohanes 8:24)
Di sini kita melihat bahwa karya penebusan Yesus tidak dapat dipahami secara terpisah dari sifat-Nya sebagai Allah dan manusia.
Yesus, Korban Kita Atas Dosa
Untuk memahami arti dan tujuan kematian Yesus, kita harus merujuk pada sistem korban pada Perjanjian Lama. Pada masa Perjanjian Lama, seekor hewan disembelih dan darahnya diletakkan di atas altar. Itu adalah cara manusia, yang terpisah dari Allah karena dosa, untuk mendapat pengampunan dan berdamai dengan Allah. Namun demikian, darah binatang tidak dapat menghapus dosa, seperti yang penulis Ibrani katakan, "Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa." (Ibrani 10:4) Mengorbankan hewan untuk Tuhan itu juga tidak dapat menghapus dosa manusia: "Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa." (Ibrani 10:11)
Kalau begitu apa tujuan dilakukannya pengorbanan itu? Pengorbanan hewan itu memberikan pengampunan dosa sementara yang diterima manusia dengan iman, dan memungkinkan mereka diterima Allah. Namun, lebih daripada itu, cucuran darah dan ketentuan kehidupan yang ada di antara para pendosa, menekankan perlunya korban pengganti.
Yesus Kristus melakukan pengorbanan darah kekal di kayu salib, demi semua dosa dengan memberikan diri-Nya sebagai korban pengganti. Penulis Ibrani mengatakan bahwa kedatangan-Nya adalah "untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya" (Ibrani 9:26). "Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, ..., tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa." (Ibrani 10:12,18)
Karena pengorbanan Yesus, dosa yang memisahkan kita dengan Allah, dihapuskan jika kita percaya pada Yesus, dan kita bisa berdamai dengan Allah -- artinya, kita dapat menjalin hubungan baik dengan-Nya lagi.
Jadi, mereka yang dengan iman memberikan persembahan korban di Perjanjian Baru menanti-nantikan kayu salib dan percaya bahwa seseorang akan datang untuk menebus dosa mereka. Kita dengan iman mengingat kembali kayu salib dan Pribadi yang mati di atasnya untuk menggantikan dan menebus dosa kita.
Yesus, Anak Domba Paskah Kita
Untuk memahami arti dan tujuan kematian Yesus, kita harus merujuk pada Paskah, yang dirayakan pada zaman Keluaran. Orang Israel tinggal di Mesir selama empat ratus tahun, dari menjadi budak sampai warga negara Mesir. Allah, untuk memaksa Firaun mengizinkan umat Israel kembali ke tanahnya sendiri, mengirim sembilan wabah, menunjukkan kuasa-Nya pada Firaun. Wabah terakhir adalah kematian anak sulung di Mesir. Agar tidak terkena wabah itu, umat Israel harus mengorbankan seekor domba tak bercela (Keluaran 12:5), membunuhnya (Keluaran 12:6), dan membubuhkan darahnya pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas (Keluaran 12:7). Darah itu adalah tanda. Dan, saat Allah melihat tanda itu di pintu rumah, ia melewati rumah itu dan tidak mengambil nyawa anak sulung yang ada di dalamnya (Keluaran 12:13).
Dalam Paskah, kita sekali lagi dapat melihat korban pengganti dan manfaatnya dengan iman (Ibrani 11:28). Perjanjian Baru mengajarkan bahwa Yesus memenuhi kriteria sebagai anak domba Paskah. Rasul Paulus mengatakan bahwa Ia adalah Anak domba Paskah kita (1 Korintus 5:7). Petrus menyatakan-Nya sebagai "Anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat" (1 Petrus 1:19) dan Yohanes Pembaptis, saat melihat Yesus, menggambarkan-Nya dengan berkata: "Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia." (Yohanes 1:29). Karena kita, oleh iman dalam Yesus, dibasuh oleh darah-Nya, malaikat maut tidak akan mendatangi kita (Yohanes 11:26).
Yesus, Mesias Kita yang Menderita
Untuk memahami arti dan tujuan kematian Yesus, kita harus merujuk pada penderitaan Mesias dalam Yesaya 53. Di sini, kita melihat bahwa Mesias "menyerahkan diri-Nya sebagai korban penebus salah" (Yesaya 53:10). Ia mengorbankan diri-Nya. Ia menjadi penanggung dosa. Kita bisa juga melihat bahwa kematian-Nya adalah kematian pengganti, satu kematian yang menggantikan kematian banyak orang. Ia tidak mati demi dosa-Nya sendiri, tetapi demi dosa orang lain. Yesaya mengatakan, "Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, .... Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita .... TUHAN telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian ... kejahatan mereka Dia pikul." (Yesaya 53:4-6,11)
Dari hal itu, kita bisa simpulkan bahwa Perjanjian Lama jelas-jelas menunjuk pada perlunya pengorbanan agung demi dosa, karena pengorbanan dalam Perjanjian Lama tidak akan pernah dapat menebus dosa kita. Perjanjian Lama juga mengatakan tentang Pribadi yang akan memberikan pengorbanan agung dan penebusan itu sekali dan untuk selamanya dengan kematian-Nya: Yesus Kristus, yang "menggantikan kita sebagai persembahan dan korban kepada Allah" (Efesus 5:2). Adalah Dia yang "memikul dosa kita dalam tubuh-Nya di kayu salib" (1 Petrus 2:24), mendamaikan kita dengan Allah "melalui darah-Nya di kayu salib" (Kolose 1:20).
Yesus, Sang Penebus Agung
Meskipun kita tidak bisa benar-benar memahami karya penebusan Yesus Kristus, Perjanjian Baru menyajikan beragam pikiran untuk menjelaskan dan mengilustrasikan makna kematian-Nya di bukit Kalvari.
Kita dapat melihat elemen pengorbanan dalam karya penebusan-Nya. Karena dosa, kita pantas mati (Roma 3:23; 6:23). Namun, Yesus berkorban bagi kita. "Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah." (1 Petrus 3:18)
Kita dapat melihat elemen pemulihan hubungan dalam karya penebusan-Nya. Karena dosa, kita telah terpisah dari Allah yang kudus. Namun, Yesus mati untuk menghapus sebab dari perpisahan itu -- dosa -- dan mendamaikan kita kepada Allah. Sebab "ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya" (Roma 5:10).
Kita dapat melihat elemen tebusan dalam karya penebusan-Nya. Kita telah jatuh ke dalam dosa dan dikuasai olehnya. Namun, Yesus mati untuk menebus dosa kita, memenuhi semua persyaratan kudus hukum Allah dan kutukan-Nya, dan menebus kita dari kuasa dosa (1 Timotius 2:6).
Karena dosa, kita telah melawan Allah dan membangkitkan angkara-Nya. Namun, dalam karya penebusan-Nya, Yesus mati untuk menghindarkan kita dari angkara murka Allah dengan mengorbankan diri-Nya. Yesus adalah "pendamai dosa-dosa kita" (1 Yohanes 4:10).
Kita dapat melihat elemen penyelesaian dalam karya penebusan-Nya. Di kayu salib Yesus berkata, "Sudah selesai!" (Yohanes 19:30) Yesus telah melakukan apa pun yang perlu untuk menyelamatkan kita. Ia telah menjalani hidup yang tidak akan pernah kita bisa jalani, dan kematian-Nya menebus dosa kita. Seperti yang dikatakan Yohanes, "Darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." (1 Yohanes 1:7) Benar adanya jika kita masih memerlukan penyucian dan pengampunan dosa setiap hari (1 Yohanes 1:9) selama kita hidup, namun kita menerima pengampunan itu atas dasar apa yang telah diselesaikan oleh Yesus Kristus. Kematian-Nya yang sekali dan untuk selamanya menebus semua dosa -- dahulu, sekarang, dan selamanya.
Dalam Perjanjian Baru, kita melihat kasih Allah ditunjukkan melalui Yesus Kristus. "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita" (1 Yohanes 3:16).
Memeroleh Faedahnya
Seperti yang telah kita lihat, melalui kematian Anak-Nya di kayu salib, Allah menebus dosa kita. Dia sudah melakukannya. Pertanyaannya untuk kita sekarang adalah bagaimana kita mengaplikasikan karya penebusan-Nya dan bagaimana mengalami keuntungan dari penebusan itu.
Alkitab jelas mengatakan bahwa penebusan itu tidak diberikan bagi semua orang. Yesus sendiri mengatakan, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga." (Matius 7:21) Yesus juga mengatakan, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya." (Matius 25:41) Tidak ada seorang pun yang akan selamat.
Alkitab mengatakan bahwa segala usaha dan kemampuan kita tidak akan dapat membuat kita pantas untuk ditebus. Paulus mengatakan bahwa itu "bukan hasil usahamu ....bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri" (Efesus 2:8-9).
Alkitab juga jelas menyatakan bahwa kita akan pantas ditebus jika kita melaksanakan Sepuluh Perintah Allah. Paulus mengatakan, "Tidak seorang pun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, .... Sebab: "tidak ada seorang pun yang dibenarkan" oleh karena melakukan hukum Taurat." (Galatia 2:16)
Lalu, apa yang akan membuat kita pantas ditebus jika usaha, prestasi, dan kemampuan kita tidak mampu membuat kita pantas ditebus? Alkitab jelas menyatakan bahwa kita pantas ditebus karena "iman pada Yesus Kristus" (Galatia 2:16). Karena iman kita pada-Nya, kita dibenarkan dan pantas mendapatkan pengampunan-Nya (Galatia 2:16; Efesus 2:8-9).
Perhatikan penekanan yang diulang-ulang pada iman dalam Kristus. Sifat dan karakter Yesus Kristus tidak dapat dipahami terpisah dari karya penebusan-Nya. Adalah iman terhadap sang Penebus -- Pribadi yang menyerahkan diri-Nya menjadi korban tebusan -- yang menyelamatkan.
Kesimpulannya, keselamatan adalah anugerah yang diberikan secara cuma-cuma, yang pantas diterima siapa pun yang mau dengan iman menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat (Kisah Para Rasul 16:31; Roma 6:23). Iman tidak hanya berarti mengakui penebusan yang telah dilakukan-Nya, tapi juga menyerahkan hidup kita di tangan-Nya. Yesus berkata, "Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yohanes 3:36)
Menentukan Kehidupan Kekal Seseorang
Sudah atau belumnya seseorang mendapatkan karya penebusan karena iman-Nya pada Tuhan dan Juru Selamat, menentukan kehidupan kekal seseorang. Mereka yang menerima-Nya pasti akan memeroleh hidup kekal. Mereka yang menolak-Nya akan selamanya terpisah dari-Nya dan akan dilempar ke lautan api, tempat penyiksaan (Matius 8:11-12, 13:40-42, 49-50; 2 Petrus 2:17; Yudas 13; Wahyu 20:13-14).
Dalam Lukas 16:19-31, Yesus dengan jelas mengungkapkan perbedaan kehidupan setelah kematian antara orang-orang yang dengan iman menerima-Nya dan yang menolak-Nya. Keselamatan kekal untuk orang-orang yang percaya bertentangan dengan hukuman kekal untuk orang-orang yang tak percaya (Matius 25:46), dan hal itu ditentukan oleh penerimaan atau penolakan akan pribadi dan karya Yesus Kristus.
Kesimpulannya, Yesus Kristus adalah Pribadi kedua dalam trinitas Allah, Pribadi yang sangat mencintai kita sampai-sampai Ia mau meninggalkan surga, menjadi manusia untuk menebus dosa kita agar kita, melalui iman kepada-Nya, memeroleh hidup kekal dan tinggal bersama-Nya. "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah Para Rasul 4:12) Dia adalah "Allah Mahabesar dan Juru Selamat kita" (Titus 2:13).
Refleksi
Yesus mati. Apa makna kematian-Nya bagi Anda? Apa yang Anda dapat dari pengorbanan-Nya?
Apakah Anda telah menerima Yesus Kristus secara pribadi dan menerima-Nya sebagai Juru Selamat Anda?
Apakah penting bagi keselamatan Anda bahwa Yesus Kristus itu Allah? Mengapa?
Jika Anda ada di hadapan Yesus Kristus sekarang, dan Ia bertanya kepada Anda mengapa Ia harus mengizinkan Anda masuk ke surga, apa jawaban yang akan Anda berikan? (t/Dian)
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | Conterfeits at Your Door |
Judul asli bab | : | Jesus Death and Saving Sacrifice |
Penulis | : | James Bjornstad |
Penerbit | : | G/L Publications, California 1979 |
Halaman | : | 38 -- 46 |
Definisi Kepemimpinan
James L. Gibson (Professor of Business Administration University of Kentucky), Jhon M. Wancevich (Professor of Organizational Behaviour and Management University of Houston), James H. Donnely Jr (Professor Business Administration University of Kentucky) menyebutkan kepemimpinan adalah:
"Upaya memengaruhi kegiatan pengikut melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu."
"Suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (concoersive) untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu."
"Seorang pemimpin adalah orang yang memunyai kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tadinya mereka tidak suka melakukannya."
Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan melibatkan penggunaan pengaruh, dan karenanya semua hubungan dapat merupakan upaya kepemimpinan. Selain itu, proses komunikasi merupakan sesuatu yang penting dalam sebuah kepemimpinan. Kejelasan dan ketetapan komunikasi memengaruhi perilaku dan prestasi pengikut.
J. Oswald Sanders dalam bukunya "Kepemimpinan Rohani" menyebutkan kepemimpinan ialah "PENGARUH".
Lord Montgomery mendefinisikan kepemimpinan adalah "Kemampuan dan kehendak untuk mengerahkan orang...."
Dr. John R. Molt, mendefinisikan seorang pemimpin adalah "yang mengenal jalan dapat menarik orang lain mengikuti dia".
AS Truman mendefinisikan "Seorang pemimpin adalah orang yang memunyai kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tadinya mereka tidak suka melakukannya."
Li Hung Chang, salah seorang pemimpin Tiongkok mengatakan, "Hanya ada tiga macam orang di dunia ini, yaitu mereka yang dapat digerakkan, mereka yang tidak dapat digerakkan, dan mereka yang menggerakkan orang-orang lain".
Good T.L. menyatakan "Kepemimpinan adalah: (1) Kemampuan dan kesiapan untuk memberi inspirasi, membimbing, mengarahkan, atau mengatur orang lain, (2) Berperan sebagai penerjemah dari kepentingan dan tujuan sebuah kelompok, dan kelompok itu mengakui serta menerimanya sebagai juru bicara mereka."
Lawson, Griffin, dan Donat, mengatakan bahwa kepemimpinan adalah "Proses memengaruhi orang lain dalam membuat keputusan, menetapkan tujuan sembari membuat orang-orang itu tetap bersatu dengan sukarela."
Gambaran Kepemimpinan
Gambaran kepemimpinan dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
Dr. AW Tozer mengatakan: "Seorang pemimpin yang benar dan dapat dipercaya mungkin sekali adalah orang yang tidak ingin memimpin, tetapi dipaksa memegang pimpinan oleh dorongan Roh Kudus dari dalam dan tekanan keadaan dari luar.". Contoh orang seperti itu adalah Musa, Daud, dan para nabi di dalam Perjanjian Lama. Seorang pemimpin sejati adalah seorang yang tidak memunyai keinginan untuk berkuasa atas milik Allah, melainkan ia rendah hati, lembut, penuh pengorbanan, dan bersedia memimpin walaupun ia tahu ada orang yang lebih bijaksana dan berbakat daripada dirinya sendiri.
Mengenal Pemimpin "Baru"
Agar dapat memahami rancangan kepemimpinan baru ini, kita harus mengamati dari dekat hal yang dilakukan Yesus Kristus sebagai seorang pemimpin. Sepintas lalu, tampaknya Ia melakukan yang dilakukan oleh sebagian besar pimpinan lainnya -- menuntun para pengikutnya di sepanjang jalan yang harus ditempuh mereka, tetapi itu bukanlah tujuan utama Yesus Kristus sebagai pemimpin. Yesus memunyai tugas lain yang sama pentingnya. Ia datang untuk melatih para pemimpin, menyampaikan Kabar Baik sampai ke ujung bumi.
Tujuan utama-Nya sebagai seorang pemimpin bukanlah untuk menuntun para pengikutnya ke kayu salib, atau sekadar menunjukkan kepada mereka teladan menjalani hidup saleh, walaupun kedua hal ini memang dilakukannya. Tujuan pokok-Nya ialah membina para pemimpin yang berasal dari pengikutnya.
Azas-azas kepemimpinan yang diajarkan dan diterapkan oleh-Nya adalah "TELADAN" -- Merekrut orang-orang untuk mengikuti teladan-Nya, dan menuntun mereka di sepanjang jalan, sambil melatih mereka untuk melakukan hal-hal yang dilakukan-Nya (Lukas 9:1-6; Yohanes 14:12; 1 Korintus 11:1).
Mengapa kita tidak mau memberikan teladan?
Lord Montgomery menyatakan dengan jelas tujuh unsur yang perlu bagi seorang pemimpin:
Langkah-langkah membina pengikut menjadi seorang pemimpin?
Diambil dan disunting dari:
Judul majalah | : | Pukat, Tahun XVII, Edisi Juli - Agustus 1999 |
Penulis | : | Pdt. Ignas. S. Bataona N.A |
Penerbit | : | GBI Mawar Sharon Jakarta |
Halaman | : | 16 -- 18 |
Penghalang terbesar adanya kerja sama dalam dunia misi di antara orang-orang Kristen adalah ketidakmampuan untuk melampaui rintangan budaya. Kerja sama berarti mengatasi rintangan budaya. Faktor yang menghalangi orang-orang Kristen untuk bekerja sama seharusnya dihilangkan agar tercipta sebuah kerja sama yang berhasil.
Dalam praktiknya, segala bentuk rintangan di setiap aspek kehidupan memiliki pengaruh yang sama. Ini mencakup sebuah bidang homogen tertentu yang menghancurkan kesatuan di antara orang Kristen, seperti kulturalisasi, kolonialisasi, sinkretisme, paternalisme, dan provinsialisme.
Sangat penting bagi para misionaris dan semua hamba Tuhan yang melayani di budaya lain untuk bekerja keras melayani, berpikir, dan berbicara dalam batas-batas kerangka budaya di mana mereka berada. Ketika usaha tersebut gagal, maka kekacauanlah hasilnya. Michael Griffith menyiratkan kekompleksan budaya dengan menyatakan:
"Seseorang menanyakan perlunya menggunakan bahasa abad ketujuh belas, himne abad kedelapan belas, dan metode penginjilan abad kesembilan belas untuk menjangkau orang-orang abad kedua puluh."
Beberapa waktu yang lalu, saya mengangkat masalah tersebut dalam sebuah artikel yang ditulis untuk publikasi resmi World Vision. Saya yakin intinya masih tentang: Apa yang membuat Amerika -- dan orang-orang Amerika -- merasa lebih superior dari sesamanya yang berada di Asia -- atau Afrika -- atau Amerika Latin? Saya tahu bahwa hal itu merupakan bentuk generalisasi, tetapi hal tersebut sering kali benar dan sayang untuk diabaikan begitu saja. Sikap merasa diri lebih hebat (superioritas) itu berlaku dalam banyak aspek kehidupan dan nampaknya tidak merugikan bagi pihak yang merasa diri hebat, tetapi sangat merugikan bagi pihak yang dianggap lebih rendah. Sebagai contoh, kami cenderung memanggil teman-teman kami di gereja nasional di Tanzania atau Korea atau Bolivia dengan sebutan "pribumi" atau "Kristen pribumi". Sebutan seperti itu segera mengacu pada "orang liar" setengah telanjang, kanibal, atau petani yang buta huruf. Mereka adalah manusia. Mereka akan lebih suka untuk dipanggil "warga negara" atau "warga negara Kristen" -- atau orang Tanzania, atau orang Korea, atau orang Bolivia. Meski mereka diam saja mengenai masalah tersebut, ada ketakutan dalam hati mereka karena sikap kita yang sepertinya mendukung generalisasi.
Sikap seperti itu sering kali tercermin dalam literatur bergaya Barat yang diekspor kepada orang-orang Kristen, yang mengandung sedikit apresiasi atau pemahaman budaya, latar belakang etnis, dan sejarah orang-orang yang kami coba untuk jangkau. Merupakan hal yang semakin penting agar bahan-bahan literatur ditulis dan disusun oleh orang-orang yang memiliki latar belakang budaya masyarakat yang hendak dijangkau.
Orang-orang dari budaya lain tersebut adalah saudara dan sahabat seiman Kristen kita. Meskipun mereka memerhatikan dengan saksama dan dan merasa tersinggung dengan ketidakpekaan kita, tetapi banyak dari mereka tidak pernah tidak sopan saat mereka menegur kita!
Tak seorang Amerika pun yang ada di luar negeri yang akan mengakui bahwa ia adalah bagian dari komunitas dengan citra superior itu. Dan, mungkin ia memang tidak ada sangkut pautnya dengan citra tersebut. Namun, kami diamati oleh gereja-gereja yang "lebih muda" di luar negeri (negeri yang biasanya kami sebut sebagai "ladang misi", yang adalah "rumah" bagi mereka), dan sikap merendahkan itu sering kali terlihat.
Jelas bahwa stigma yang sering kali disematkan pada misi-misi Barat adalah masalah realistis yang mesti dihadapi. Horace Fenton menjelaskan kondisi itu:
"Saya percaya bahwa Latin American Mission tidak akan dapat benar-benar efektif dalam rangka mencapai tujuan penginjilan sampai sepenuhnya berakar di Amerika Latin. Hanya ada sedikit orang Latin yang akan terus menghargai kami dengan tetap menjadi anggota misi, kecuali ada perubahan yang mendasar dan mendalam pada keseluruhan struktur organisasi misi kami."
Dennis Clark memperkuat pendapat tersebut:
"Sepertinya sudah terlambat bagi masyarakat Barat untuk menjangkau bangsa-bangsa karena kemungkinan besar, stigma menjadi "antek" atau "boneka" Barat, mengurangi keefektifan penjangkauan itu. Sepertinya, pola pengembangan yang lebih cocok adalah penguatan komunitas misionaris yang ada di bangsa-bangsa Dunia Ketiga dan pemberdayaan sesama manusia."
Untuk mulai mengubah sikap, kita harus mengingat bahwa kekristenan tidak berasal dari Barat; kekristenan lahir di Timur Dekat. Kemudian, kekristenan berkembang pesat di budaya Barat dengan akarnya di Eropa, jadi Barat awalnya sama sekali tidak identik dengan kekristenan.
Sayang sekali karena selama beberapa ratus tahun terakhir, orang-orang Kristen di bagian Barat cenderung untuk menginterpretasikan iman dan Alkitab seluruhnya melalui mata Barat, dan melupakan bahwa akar iman mereka dimulai di budaya lain. Kelalaian ini juga dibawa dalam filosofi dan strategi misi dalam skala dunia.
Edward C. Pentecost menanyakan keabsahan pemindahan model pemikiran dan sikap seperti itu dari Barat ke wilayah geografis yang lain.
"Tetapi apakah pola itu selalu dapat diterapkan di budaya lain? Orang Kristen yang berada di Afrika berkata "tidak". Konsep "waktu" Barat tidak sesuai dengan konsep "sudah" dan "belum"nya Afrika. Konsep mutlak "ya" dan "tidak" Barat tidak dapat dipahami oleh pikiran oriental yang beroperasi dalam konteks "ying-yang" ....
"Pekerjaan Allah tidak terbatas hanya pada misionaris Barat, tetapi Ia bekerja dengan cara-Nya sendiri melalui segala ras dan bangsa. Allah bergerak dalam jalan-jalan yang baru dan Tubuh Kristus semakin terlibat dalam pergerakan itu."
Masalahnya tidak hanya berasal dari Barat. Ada juga masalah yang terjadi karena larangan-larangan pemerintah di negara yang bersangkutan. Nasionalisme menjadi masalah bagi para misionaris Barat dan orang-orang kulit putih. Tidak hanya itu. Sebagai contoh, hampir mustahil untuk orang Cina Kristen dari Taiwan masuk ke negara-negara komunis di Asia. Hal yang sama juga terjadi pada orang Jepang karena rencana negara tersebut menaklukkan Asia selama Perang Dunia II. Pelaksanaan kebijakan imperalialistis seperti itu masih berlangsung. Bahkan dalam praktiknya, tidak ada misionaris Korea yang berada di Jepang sekarang ini.
Selanjutnya, ada juga masalah trauma budaya (culture shock). Orang-orang kulit putih yang berasal dari Barat bukan hanya orang-orang yang harus menghadapi dilema ini. Orang Kristen yang lainnya, misalnya di Asia, harus memertimbangkannya juga.
"Budaya Jepang memiliki lebih banyak kesamaan dengan budaya Amerika daripada budaya India. Faktanya, seorang misionaris dari Nebraska akan lebih mudah beradaptasi dengan kehidupan India daripada seorang misionaris dari Tokyo. Asumsi bahwa orang Asia lebih mudah menyesuaikan diri dengan budaya baru daripada orang Amerika tidaklah benar. Rata-rata orang Jepang sangat kesulitan jika mereka harus hidup tanpa nasi dan ikan."
"Lagipula, orang-orang dari negara-negara Asia tersebut tidak memberikan kelonggaran yang sama kepada misionaris Asia dan Barat. Misionaris Barat memiliki kulit putih, mata biru, dan rambut pirang. Jelas, mereka adalah orang asing dan mereka harus mendapat kelonggaran; tetapi orang-orang yang berasal dari Asia -- dari mana pun mereka -- terlihat hampir sama. Karena mereka terlihat sama, mereka dituntut untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang sama. Konsekuensinya, orang-orang itu akan lebih mudah kehilangan kesabaran saat misionaris Asia membuat kesalahan daripada seorang misionaris Barat yang membuat kesalahan."
"Pada masa lalu, pergerakan misi selalu menghadapi masalah persilangan budaya. Di masa depan pun akan selalu demikian. Masalah seperti itu akan selalu ada dari mana pun para misionaris itu berasal -- dari Timur atau dari Barat. Namun, waktunya telah tiba untuk menginternasionalisasikan gerakan penginjilan." (t/Dian)
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | What In The World Is God Doing? |
Judul artikel | : | Partnership .... Cultural Barriers |
Penulis | : | Ted W. Engstrom |
Penerbit | : | Word Books, Texas 1978 |
Halaman | : | 95 -- 98 |
Artikel ini mencoba melihat jenis-jenis okultisme, di mana manusia sering kali terlibat di dalamnya: garis kutuk, takhayul, parapsikologi, sihir, spiritisme, dan jimat.
Garis Kutuk
Jenis keterlibatan ini tidak memandang kesediaan manusia atau tidak. Mau tidak mau mereka pasti menerimanya, sebab jalur ini akan masuk melalui garis keturunan. Keluaran 20:5 dan Ulangan 5:9 berkata, "Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku." Firman Tuhan ini masih berlaku dan relevan. Hal ini juga ditegaskan dalam 1 Petrus 1:18, "...kamu telah ditebus dari cara hidup yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,...." Cara hidup yang diwariskan nenek moyang adalah cara hidup yang bertentangan dengan hukum-hukum Tuhan. Hal tersebut berbicara mengenai kekafiran dan kefasikan nenek moyang kita, yang diturunkan kepada keturunannya.
Garis kutuk adalah kenyataan yang Allah tuntut kepada manusia yang terlibat di dalamnya. Garis kutuk bukan rumusan para teolog atau fenomena kemanusiaan. Jikalau manusia masih ada keterlibatan garis kutuk, maka iblis masih berhak menuntut hidup manusia tersebut.
Takhayul
Dunia takhayul memercayai dan berhubungan dengan bayang-bayang atau fantasi yang menguasai jiwa manusia. Pada hakikatnya, takhayul membuat manusia takut melanggar adat istiadat atau melanggar suatu keyakinan yang tidak dapat memberikan alasan yang benar. Sumber keyakinan pada takhayul berasal dari "kata orang tua", "kata orang", serta "akal- akalan manusia".
Berikut ini adalah beberapa jenis takhayul.
Sebagai orang Kristen, bagaimana kita harus bersikap terhadap segala macam takhayul itu?
Parapsikologi
Istilah ini di kenal di Indonesia sebagai paranormal, yang memunyai kesanggupan untuk melihat kejadian-kejadian pada masa lampau dan hal-hal yang akan terjadi. Kelompok ini mengklaim bahwa kemampuan mereka berasal dari pemberian "Tuhan" untuk menolong manusia. Mereka beranggapan bahwa setiap manusia memunyai kesanggupan untuk melakukan hal tersebut, namun tergantung apakah itu disadari dan dimanfaatkan atau tidak. Pada dasarnya, mereka memercayai adanya kekuatan (power), pikiran (mind), atau potensi alam semesta dengan fenomena-fenomenanya.
Beberapa kategori dalam ilmu ramal.
Sihir
Sihir berasal dari Persia, terutama para imam Zoroaster yang sering mendemonstrasikan ilmu sihir di depan masyarakat. Ilmu ini berhubungan dengan perbuatan-perbuatan ajaib dan misterius yang dilakukan oleh orang-orang yang mendalaminya (Mukendi). Dalam masyarakat kita, sihir sering kali disebut guna-guna, ilmu gaib, atau jampi-jampi. Ilmu ini mencakup hal-hal berikut ini.
Spiritisme
Spiritisme atau necromancy adalah pemujaan kepada roh atau kepercayaan bahwa roh orang mati dapat berhubungan dengan manusia yang masih hidup. Melalui mediumentik, pelaku dapat mengadakan kontak dengan orang-orang yang sudah mati. Dalam kontak ini, biasanya ada dua hal yang mereka inginkan: ingin minta petunjuk tentang hidup dan ingin tahu tentang hidup di balik kematian. Menurut Pondsius Takaliuang, spiritisme memunyai beberapa bentuk.
Metode yang digunakan dalam spiritisme.
Jimat
Jimat atau festin (Latin) adalah benda-benda yang memunyai kuasa natural atau memunyai jiwa. Bentuk jimat bermacam-macam: emas, berlian, besi kuning, besi, kayu, daun-daun, rumput, bunga, kayu kuno, keris, tombak, parang, uang, buku, ruangan tertentu, gamelan, binatang, tulisan, pasir, air-air tertentu, boneka, kalung, cincin, lipstik, minyak wangi, selempang, batu, tongkat, tanah, tulang binatang atau tulang manusia, dll..
Ada beberapa macam jimat sesuai dengan fungsinya.
Akibat Keterlibatan Dalam Okultisme
Manusia yang terlibat dalam okultisme, mungkin tidak merasakan akibatnya secara langsung, tetapi yang jelas dampaknya akan terjadi. Berikut ini beberapa akibat yang dialami oleh orang-orang yang terlibat dalam okultisme.
Bagaimana Menolong Orang yang Terlibat dalam Okultisme?
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk terlibat dalam pelayanan ini.
Langkah-langkah menolong orang yang terlibat dalam okultisme.
Pelayan harus bersikap objektif. Setiap masalah dilihat dari 2 hal: masalah natural (masalah yang dapat dianalisis secara rasio) dan masalah supernatural (masalah yang tidak dapat dianalisis secara rasio). Jikalau analisis salah, maka pertolongannya pun bisa salah. Tidak semua masalah ditimbulkan oleh iblis, tetapi kalau iblis terlibat, pasti menimbulkan masalah.
Pelayan mendorong pihak yang dilayani untuk tidak malu menceritakan keterlibatannya dengan okultisme (Ulangan 18:9-13), serta mengakui dengan jujur di hadapan Allah (Yohanes 1:9, 1 Timotius 1:13).
Doa ini dapat dilakukan dengan banyak cara (Yohanes 20:23, Matius 16:19). Tuntunlah orang yang dilayani untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya (Matius 12:4345; Wahyu 3:20).
Diambil dan disunting dari:
Judul majalah | : | Yasuma, Edisi IX, Tahun 2000 |
Penulis | : | Pdt. Legowo, M.Div |
Penerbit | : | Yayasan Sumber Sejahtera, Jakarta |
Halaman | : | 6 -- 9 dan 14 -- 15 |
Panggilan untuk Bersaksi
Inilah cara Stephen Gaukroger mendefinisikan seorang utusan Injil lintas budaya dalam bukunya "Why Bother with Mission" -- Seseorang yang ditugaskan dan diutus oleh gereja lokalnya untuk melintasi batas-batas budaya dengan tujuan untuk menjadi saksi bagi Yesus Kristus. Batas-batas ini mungkin berupa bahasa, geografis, atau masyarakat. Ia juga dengan sengaja akan:
Mengapa Anda seharusnya menjawab tantangan pelayanan pekabaran Injil seperti ini? Mengapa kita harus peduli dengan misi? Pertanyaan ini tidak sama dengan pertanyaan, "Mengapa kita perlu lebih banyak utusan Injil?" "Bagaimana Anda mendorong orang lain untuk terlibat di dalam misi?" Pertanyaan, "Mengapa saya seharusnya terlibat dalam misi?" adalah sebuah pertanyaan yang sama sekali lain karena melibatkan keputusan yang bersifat pribadi, dituntun oleh Roh, terpusat pada Allah tentang arah hidup Anda sendiri. Keputusan semacam itu merupakan sesuatu yang rumit, dan saya tidak ingin mengatakan sebagai sebuah keputusan yang sebaliknya.
Pada akhirnya, apa yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa Allah, melalui firman-Nya, memberi tahu kita bahwa kita akan menjadi saksi-saksi-Nya. Tantangan dari Amanat Agung diberikan dalam Injil Matius 28:18-20, Markus 16:15, Lukas 24:46-49, dan dalam istilah-istilah yang berbeda dalam Yohanes 20:21-23. Kisah Para Rasul 1:8 juga merupakan ayat yang amat penting dalam konteks ini -- "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Ayat ini memberi tahu kita bahwa kita akan menjadi saksi bagi Kristus, untuk membangun Kerajaan itu, di mana pun kita berada (Yerusalem) dan di seluruh dunia (sampai ke ujung bumi). Pengertian ini memberi petunjuk kepada saya bahwa kita seharusnya keluar sebagai saksi mulai sekarang, tanpa memedulikan geografis dari situasi kita. Stephen Gaukroger mengatakan:
"Jadi, Injil menunjukkan kepada kita prioritas misi dengan sebuah logika yang tidak terelakkan dan antusiasme yang penuh semangat. Sifat dan kegiatan Allah Bapa, pekerjaan dan firman dari Putra Allah, dan teladan dari gereja mula-mula yang dikuasai oleh Roh Kudus tampak jelas. Roh Kudus menerapkan Alkitab dalam hidup kita secara terus-menerus ketika kita membawa diri kita ke dalam kedaulatan-Nya. Kita diperintahkan untuk menjadi pelaku-pelaku bagi tujuan misi sampai Yesus kembali, bersiap-siap menyongsong tujuan akbar yang menanti kita. Secara mendasar, Injil menegaskan bahwa iman Kristen adalah sebuah iman yang berdasar kepada misi; jika tidak, maka kita harus mempertanyakan apakah iman itu adalah iman yang alkitabiah atau bukan."
Ada sisi "menampilkan" dan "melakukan" dalam hal bersaksi. Seperti banyak hal yang orang-orang perdebatkan di dalam gereja saat ini, kedua sisi tersebut bukanlah masalah mengenai "salah satu/atau" tetapi "keduanya". A.W. Tozer menyatakan, "Seandainya sifat manusia itu sempurna, maka tidak akan ada kesenjangan antara apa yang ditampilkannya dan apa yang dilakukannya. Manusia yang tidak bercela akan sungguh-sungguh hidup dari apa yang ada dalam hatinya, tidak dibuat-buat. Tindakan-tindakannya akan menjadi ekspresi yang sesungguhnya dari apa yang ada di dalam dirinya."
Dengan sifat manusia yang seperti itu, segala sesuatu tidaklah menjadi sederhana. Dosa telah memasukkan kebingungan moral dan hidup telah menjadi rumit dan sulit. Elemen-elemen yang ada di dalam kita itu sungguh menyatu dalam keselarasan yang tidak disadari, sering kali elemen-elemen tersebut dipisahkan satu sama lain, seutuhnya atau sebagian, dan cenderung menjadi benar-benar bertentangan satu sama lain. Karena alasan inilah, keseimbangan karakter benar-benar sulit untuk dicapai.
Suatu kehidupan yang saleh, yang kudus, dan terdiri atas kasih dan integritas, tak peduli pekerjaan yang dimiliki seseorang, adalah kesaksian yang berkuasa di dalamnya. Namun, kitab Kisah Para Rasul dan sejarah gereja menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang saksi, seseorang juga harus berbicara secara berani tentang Yesus Kristus. Buku John Grisham, "The Client", menunjukkan bahwa menjadi seorang saksi pembunuhan dapat menjadi membahayakan dan rumit. Kita tahu bahwa hal itu juga berlaku ketika kita berusaha untuk menjadi saksi-saksi yang setia terhadap kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Hati saya merindukan kejelasan dan kesederhanaan mengenai hal ini. Mari kita berhati-hati ketika kita masuk ke dalam strategi misi, sehingga semua kerumitannya tidak menakut-nakuti kita. Penekanan dalam kitab Kisah Para Rasul tentang keberanian, seharusnya menolong kita untuk berbicara -- mengingat sisi "melakukan" dan "menampilkan" dari bersaksi.
Bagi banyak orang Kristen, kedua hal itu bukanlah suatu masalah yang diperdebatkan. Mereka mengerti bahwa mereka seharusnya menjadi saksi bagi lingkungan mereka, daerah di mana rumah atau pekerjaan mereka berada, menjalani hidup dengan saleh, dan berbicara kepada orang lain tentang Yesus. Banyak orang yang memiliki beban untuk daerah-daerah miskin yang berada di wilayah mereka, kota-kota besar misalnya. Sementara itu, masih ada penekanan yang kurang dengan "ujung-ujung bumi". Ada kecenderungan untuk berpikir bahwa orang lainlah yang mengambil bagian untuk hal itu.
Beberapa orang sangat terbeban dengan kebutuhan-kebutuhan di sekeliling mereka, sehingga mereka tidak mampu melihat ke bagian-bagian lain dari dunia ini. Beberapa orang lain, khususnya di negara-negara yang mengirim para utusan Injil secara tradisional, benar-benar mendapat informasi yang salah dan mereka menyederhanakan situasi yang rumit dengan mengatakan bahwa para utusan Injil Barat tidak lagi diperlukan atau tidak lagi "bermanfaat", dan bahwa dukungan bagi pekerja-pekerja pribumi seharusnya menggantikan pengiriman tenaga misi. Perhatian beberapa orang dan kelompok telah dialihkan dengan pendapat yang hanya didefinisikan secara dangkal, bahwa hanya orang-orang yang "berkualitas tinggi" yang diperlukan di ladang misi, ketika pada kenyataannya orang-orang dari berbagai kalangan dibutuhkan untuk mengisi jajaran yang luas dari pekerjaan pelayanan itu. Banyak orang yang telah mati rasa karena gambaran-gambaran dan kata-kata dari media yang kuat, sehingga mereka tidak lagi mampu merasakan kebutuhan-kebutuhan di tempat-tempat yang jauh ketika diceritakan kepada mereka. Hanya dengan berada di sana, merasakan, dan membaui sendiri, maka mereka akan mengerti kebutuhan tersebut. (Hal ini, adalah salah satu alasan mengapa saya yakin pekerjaan misi jangka pendek, di luar risiko-risikonya, dapat menjadi sangat berharga dalam membangkitkan pemahaman atas kebutuhan-kebutuhan dari "ujung-ujung bumi").
Jadi, kurangnya penekanan pada "ujung-ujung bumi" mungkin dapat dipahami, tetapi kita tidak dapat mengabaikan janji dan perintah yang jelas, yang Tuhan kita berikan dalam bagian Kisah Para Rasul yang dikutip di atas. Alkitab berbicara dengan jelas -- tanggung jawab kita bukan berakhir dengan "Yerusalem". Rasul Paulus menekankan kebutuhan untuk bergerak kepada orang-orang yang tidak tersentuh: "Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain." (Roma 15:20) "... supaya kami dapat memberitakan Injil di daerah-daerah yang lebih jauh dari daerah kamu dan tidak bermegah atas hasil-hasil yang dicapai orang lain di daerah kerja yang dipatok untuk mereka." (2 Korintus 10:16)
Kuasa untuk Bersaksi
Ketika kita menanggapi perintah Amanat Agung, kita seharusnya tidak melupakan janji yang berisi: "... kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun atas kamu ..." Seorang saksi yang sejati memiliki pengalaman akan kuasa Allah. Alkitab menjelaskan dengan tegas bahwa kuasa untuk menghidupi kehidupan Kristiani datang dari Tuhan, "Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang berlimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami." (2 Korintus 4:7)
Kuasa ini tidak berarti bahwa kita akan mengalami keajaiban-keajaiban besar dalam mukjizat-mukjizat dan penyembuhan. Beberapa orang tampaknya merasa bahwa jika tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban ini tidak hadir, maka tidak ada kuasa. Ini bukanlah persoalannya. Pada saat yang sama, dalam kitab Kisah Para Rasul, Roh Kudus akan memberikan keberanian. Kita harus berusaha untuk tidak masuk ke dalam ekstrem-ekstrem mengenai hal ini, dengan meyakini bahwa beberapa rumus yang sempurna (seperti kehadiran beberapa tanda yang menurut dugaan memberi bukti) akan mengizinkan kita melakukan semua hal yang kita tidak pernah lakukan sebelumnya. Kuncinya adalah untuk melihat Roh Kudus sebagai Pribadi yang membuat keputusan tentang bagaimana pekerjaan utusan Injil seharusnya dilaksanakan.
Kisah Para Rasul 1:8 juga menjanjikan kepada kita bahwa para saksi akan dipenuhi dengan Roh Kudus. Sedihnya, saya yakin bahwa ekstrem dan pandangan-pandangan yang tidak selaras tentang Roh Kudus dan pengudusan, telah membingungkan dan melemahkan banyak orang. Kita cenderung melupakan bahwa walaupun kita mungkin dipenuhi dengan Roh Kudus, masih ada "faktor manusia". Kita hanyalah orang-orang biasa yang bergumul, melakukan kesalahan, dan memiliki kelemahan. Saya semakin meyakini bahwa Allah memenuhi dan menggunakan tipe-tipe orang yang berbeda, banyak dari mereka mungkin tidak terlihat sangat menjanjikan oleh standar-standar "normal". Ketika saya adalah seorang Kristen yang masih muda, saya memiliki kecenderungan terhadap ekstremisme dan "kerohanian super". Jika saya tidak belajar menerima "faktor manusia" di dalam diri saya dan orang lain, saya telah didepak dari pertandingan sejak dari awal.
Jika Anda dilemahkan oleh kemanusiaan Anda dalam menghadapi Amanat Agung, diliputi dan dilemahkan oleh ukuran tantangan, maka pertimbangkanlah suatu komentar pendekatan Paulus terhadap kelemahannya yang diekspresikan dalam 2 Korintus 12:8-10, "Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: `Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.` Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." Paulus yang sama, yang dipakai secara luar biasa dan yang kisah keberaniannya kita ikuti melalui kitab Kisah Para rasul, memiliki kepekaan yang sama atas kelemahannya, dan ia dengan bimbingan Roh Kudus memberi kita kata-kata yang memberi semangat ini.
Berjalan Terus Setelah Patah Semangat
Ketika kita menanggapi tantangan Amanat Agung, disemangati oleh janji bahwa kita akan diberikan kuasa saat kita dipenuhi dengan Roh Kudus, ada dua cara pemikiran dan tindakan yang perlu kita upayakan. Pertama adalah kebulatan tekad untuk bangkit dan berjalan terus setelah patah semangat. Kita harus menerima bahwa ketika kita terlibat dengan misi, akan ada kesalahan, kegagalan, dan dosa. Walaupun kita harus menyesali hal-hal itu, tetapi kita harus menggunakan hal-hal tersebut sebagai batu loncatan untuk meluncurkan kita kepada hal-hal yang lebih besar demi Allah, daripada merasa terintimidasi dan membiarkannya menyudutkan kita ke dalam ketidakberdayaan. Suatu kali, saya membaca sebuah buku yang luar biasa berjudul, "Failure: The Back Door to Success", oleh Irwin Lutzer. Jujur, saya tidak pernah membacanya, tetapi judul tersebut benar-benar berbicara kepada saya. Anak-anak yang tidak terpelihara, di luar segala upaya mereka, melakukan kegagalan, dan kadang-kadang bahkan melanggar janji. Alkitab menunjukkan kepada kita tingkah laku yang benar terhadap jenis dosa seperti ini (tentu saja tidak semua kegagalan adalah dosa): "Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil." (1 Yohanes 2:1)
Salah satu aspek yang paling penting dari berjalan bersama Yesus ialah mempelajari pelajaran tentang bagaimana melambung kembali ketika kita gagal. Tentu saja ini adalah apa yang dibicarakan oleh Ibrani 12:7-11, "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (t\Anna)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Out of the Comfort Zone: Grace! Vision! Action! |
Judul asli artikel | : | We Are His Witnesses |
Penulis | : | George Verwer |
Penerbit | : | OM Books, Secunderabad-India 2000 |
Halaman | : | 31 -- 39 |
Jika kita berjalan dengan Allah, Ia akan mendisiplin kita melalui kegagalan demi kebaikan kita. Ini adalah kata-kata yang serius tetapi yakinlah dalam semuanya ini, jangan menuruti diri Anda sendiri. Belajarlah untuk menertawai diri Anda sendiri sementara terus maju.
Saya ingat dengan jelas kegagalan terbesar dalam hidup saya sendiri di tahun 1961, melaluinya Allah telah mendisiplinkan saya. Saya tinggal di Spanyol, tetapi saya sedang belajar bahasa Rusia karena visi besar saya adalah bagi dunia Radikal dan Komunis. Pada musim panas tahun 1961, saya berangkat ke Moskow dengan kendaraan, penuh dengan Alkitab yang disembunyikan. Saya memiliki visi besar seperti ini. Anda pernah mendengar tentang Br. Andrew, ia dikenal sebagai "God`s Smuggler" (Penyelundup Allah), sementara saya adalah seorang "God`s Bungler" (Orang Cerobohnya Allah)! Musim panas itu berakhir dengan ditangkapnya kami oleh KGB, dan koran-koran Rusia melaporkan, "Mata-mata Amerika" tertangkap. Setelah beberapa hari interogasi, mereka memutuskan kami adalah orang-orang fanatik beragama dan memberi kami pengawalan dengan senjata ringan ke perbatasan Austria. Pada suatu hari dalam doa, setelah kegagalan itu, sebuah visi dan ide datang kepada saya dengan nama "Operation Mobilisation". Sekali lagi, dengan anugerah Allah, di tengah kegagalan, sesuatu yang besar dilahirkan, sesuatu yang dimaksudkan untuk membangkitkan spiritual ke penjuru dunia.
Setelah kegagalan, apakah Anda kadang-kadang merasa Anda telah kehilangan Rencana "A" bagi hidup Anda? Jika demikian, maka berterima kasihlah kepada Allah untuk kedaulatan-Nya dan kenyataan dari Roma 8:28: "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Anda mungkin mengira kalau Anda telah melakukan banyak kesalahan dan mengambil perencanaan yang salah dalam hidup Anda. Mungkin Anda merasa bahwa Anda berada dalam rencana "F" atau "G". Saya berkata, pujilah Allah dan tetaplah maju! Tidak peduli berapa banyak patah hati, kekecewaan, dan kesulitan, kita tetap perlu menjaga tingkah laku yang positif, dibangkitkan karena anugerah, dan tetap maju dalam tanggapan kita terhadap panggilan Yesus menjadi saksi-saksi-Nya ke seluruh dunia.
Menjadi Proaktif
Pola pikir positif kedua yang perlu kita upayakan adalah menjadi proaktif. Pola pikir ini adalah sebuah pendekatan yang melibatkan kegiatan memutuskan dan melakukan sesuatu. Kata "proaktif" ditulis pada setiap halaman dari kitab Kisah Para Rasul. Banyak umat Allah yang minum terlalu banyak minuman keras kuno yang membuat depresi yaitu perfeksionisme, wawas diri dan harapan yang palsu, telah memimpin mereka kepada suatu bentuk yang baru pusat pandangan spiritual, yang benar-benar keluar dari jalur kenyataan yang kita dengar di dalam kitab Kisah Para Rasul. C.S. Lewis mengatakan bahwa kita memiliki kecenderungan untuk berpikir, tetapi tidak untuk melakukan dan merasakan sesuatu.
Jika kita terus merasakan dan memikirkan tetapi tidak melakukan, maka suatu hari kita akan benar-benar tidak mampu untuk melakukan hal itu. "Apakah Anda menunggu beberapa jenis panggilan sebelum Anda bergerak untuk menemukan relung strategis dalam rencana global Allah?" Tanya Bob Sjoren, Bill, dan Amy Stearns di dalam "Run With the Vision". Mereka menjawab: "Jangan menunggu lagi. Sebagai umat Allah kita diperintahkan, dipersiapkan, dan dipanggil. Kita menyatukan hidup kita dengan tujuan membuat murid dari setiap suku bangsa -- termasuk suku kita sendiri. Dalam Perjanjian Lama, kita dimaksudkan untuk memberkati setiap suku bangsa -- menganugerahi mereka dengan hak istimewa, dengan menjadi anggota keluarga Allah melalui penebusan di dalam Yesus Kristus."
Mari kita berbalik dari kelambanan dan ketakutan diri kita kepada Tuhan di dalam langkah yang baru, menyadari sekali lagi segala hal yang kita miliki di dalam Kristus. Ingat bahwa di dalam Dia tersembunyi "segala harta hikmat dan pengetahuan." (Kolose 2:3)
Ada bentuk-bentuk patah semangat yang tidak kelihatan dalam melakukan suatu tindakan. Di beberapa tempat saat ini ada penekanan yang kuat atas kebangunan rohani. Dengan penekanan ini, akan muncul kebingungan yang cukup besar dan gagasan-gagasan yang ekstrem mengenai apa yang akan muncul itu. Orang-orang suka berbicara tentang kebangunan rohani yang hebat dari masa lampau, tetapi kadang-kadang mereka tidak menceritakan keseluruhan ceritanya. Sering kali ketika ada waktu khusus seperti ini, serangan balasan dari Setan juga mengikutinya. Dalam pengalaman saya di seluruh dunia, penekanan yang berlebihan pada kebangunan rohani mengarah kepada bentuk yang tidak nampak dari ekstremisme dan standar yang menjadi dasar ketaatan, kedisiplinan, dan pengambilan tindakan. Jika kebangunan rohani terjadi di gereja atau daerah atau universitas kita, maka akan ada lebih banyak peperangan rohani yang hebat di hari-hari berikutnya. Mungkin akan ada patah hati dan kekecewaan yang lebih besar daripada sebelum kebangunan rohani tersebut hadir. Tidak ada pengganti untuk penyangkalan diri sehari-hari dan memikul salib, apa pun keadaan Anda. Mengira bahwa kebangunan rohani yang besar atau pengalaman spiritual akan membuat kehidupan Kristen sebagai suatu pengalaman "pilot otomatis", merupakan suatu kesalahan besar. Dengan diciptakannya kita sesuai dengan gambar Allah, Ia telah memberi kita kehendak bebas dan kita sepenuhnya bertanggung jawab untuk membuat keputusan-keputusan yang benar dan mengambil langkah-langkah yang benar melalui waktu demi waktu.
Beberapa orang secara temperamental lebih proaktif daripada yang lain. Beberapa orang Kristen dikhawatirkan dengan kemungkinan adanya bukti kehidupan di bebatuan yang datang dalam bentuk meteorit dari Mars. Mereka menanyakan apakah jika didapati kehidupan di planet lain, hal itu akan melemahkan iman kepada Allah. Satu-satunya pertanyaan di mana temperamen proaktif membuat saya bertanya, "Berapa harga untuk menyewa pesawat ruang angkasa demi menjangkau bentuk-bentuk baru kehidupan itu dengan Injil?" Sementara itu, kita memiliki cukup banyak target yang harus kita jangkau di planet ini!
Amanat Agung merupakan sesuatu yang lebih daripada sebuah panggilan bagi Anda atau saya, untuk meninggalkan tempat kita berada dan pergi ke suatu tempat yang lain. Untuk itu, tentu saja merupakan suatu kebutuhan besar yang mendorong orang-orang untuk pergi, tetapi ada kebutuhan yang lebih besar lagi bagi setiap kita untuk mengambil tanggung jawab sebagai bagian dari tanggapan gereja terhadap Amanat Agung: secara pribadi terlibat di dalamnya apa pun peran khusus kita. Izinkan saya menggambarkan hal ini. Salah satu pahlawan di dunia pelayanan misi saat ini adalah putra seorang pebisnis kaya, yang memberikan dana yang melimpah ke dalam misi-misi dunia, dan membantu membangun Kerajaan ini. Ia melayani di misi-misi jangka pendek dan benar-benar menangkap visi itu, khususnya untuk orang-orang yang belum terjangkau. Ketika ia pulang ke rumah, ia menceritakan visinya kepada ayahnya, yang sudah beranjak tua dan tidak lagi sehat. Ayahnya mencurahkan segenap hatinya bagi masalah-masalah bisnis, dan meminta putranya ini untuk melangkah ke dalamnya dan menolong untuk beberapa tahun. Suatu keputusan yang berat, tetapi anak laki-laki tersebut menerima pekerjaan itu, supaya dana tetap keluar untuk pekerjaan misi dan membiarkan orang lain melanjutkan pekerjaan mereka.
Pokok penting dari gambaran ini bukanlah bahwa kita harus mencontoh pola yang khusus ini tentang pergi dan pengutusan, tetapi kita perlu menanggapi Amanat Agung tersebut. Kita perlu bertindak dalam cara yang paling strategis, yang dapat kita lakukan untuk memainkan bagian kita dalam penggenapannya, baik sebagai seorang yang pergi, seorang yang mengutus orang lain, atau seperti dalam kasus pria tadi -- seorang yang melakukan keduanya. Singkatnya, kita perlu mengambil bagian dalam Amanat Agung bagi diri kita sendiri, dan berharap kepada Allah untuk membimbing kita kepada bagian khusus yang disediakan bagi kita.
Memperhitungkan Harganya
Meletakkan hidup, masa depan, dan karier Anda di atas mezbah bagi kemuliaan Tuhan bukanlah persoalan sepele. Lukas 14 memberi tahu kita bahwa kita harus memperhitungkan harga dari apa yang kita lakukan. Bagi mereka yang sungguh-sungguh pergi, ada harga yang nyata untuk diperhitungkan. Ada empat peringatan yang saya sering berikan kepada orang-orang yang mempertimbangkan pekerjaan pekabaran Injil:
Hal di atas tidak dimaksudkan untuk mematahkan semangat. Tentu saja ada juga berkat dan sukacita atas terobosan-terobosan melalui jawaban doa. Pelayanan misi dapat menjadi sesuatu yang penuh kesenangan. Ada banyak utusan Injil yang saya kenal sebagai orang-orang yang dibangkitkan oleh anugerah, yang tahu bagaimana mendapatkan yang terutama dari hidup mereka. Namun, menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan iman dan harapan-harapan yang tidak realistis, merupakan bagian dari proses memperhitungkan harga itu. Edith Schaeffer menyatakannya demikian: "Kenyataan di dalam kehidupan seorang penginjil atau seorang `pemberita kebenaran`, tidaklah ditunjukkan oleh serangkaian keajaiban yang melenyapkan semua penyakit, kesulitan, dan kelelahan dari orang tersebut, melainkan dari serangkaian hari-hari yang berat dan melelahkan, atas suatu pekerjaan yang di dalamnya kebesaran kekuatan Tuhan itu cukup menjadi bukti dalam kelemahan manusia."
Anda harus menyadari akan kebutuhan-kebutuhan dan kesempatan-kesempatan di seluruh dunia saat Anda mempertimbangkan masa depan Anda sendiri. Hal ini merupakan tantangan untuk mempertimbangkan secara serius tanggapan pribadi Anda sendiri terhadap perintah tersebut dan janji Yesus dalam Amanat Agung. Anda dipanggil untuk membuat suatu keputusan. Keputusan ini bukanlah satu keputusan yang harus Anda pertimbangkan sendirian. Anda perlu berbicara dengan orang lain tentang hal ini -- keluarga, teman-teman Kristen, dan orang-orang Kristen yang sudah dewasa di gereja atau persekutuan Anda. Anda perlu mendapatkan informasi mengenai situasi seluruh dunia dengan membaca dan berhubungan dengan agen-agen misi. Tentu saja Anda perlu berdoa dan membaca Alkitab, sementara Anda berusaha mencari tahu rencana Allah bagi masa depan Anda.
Suatu panggilan bagi ladang misi tidak selalu suatu panggilan yang berdasarkan perasaan, panggilan secara emosional, meskipun beberapa orang memiliki jenis pengalaman tersebut. Biasanya, panggilan tersebut merupakan suatu tindakan dasar dari kehendak Anda sebagai suatu akibat dari bermacam-macam proses. Sering kali hal itu melalui suatu proses yang hati-hati, langkah demi langkah. Tetsunao Yamamori dalam "Penetrating Missions Final Frontier" mengatakan, "Dari kisah-kisah orang lain yang telah terlibat dalam pekerjaan misi, kita belajar bahwa keinginan-keinginan dalam diri, yang pertama-tama sering kali tampak sangat halus, sulit dilihat. Kenyataannya, bagi sebagian besar kita, pesan tersebut benar-benar tidak menjadi jelas sampai kita melakukannya. Hal ini merupakan suatu proses pengambilan tindakan sebagai tanggapan terhadap kehendak Roh Kudus, yang sering kali memberikan kejelasan yang nyata. Tanpa menanggapi, Anda mungkin tidak pernah mengetahuinya."
Panggilan terhadap ladang misi juga bukanlah suatu pilihan antara pergi atau tidak ingin terlibat. Michael Griffiths, melihat kembali ke gereja mula-mula dalam bukunya, "A Task Unfinished", menunjukkan bahwa, "Murid-murid Yesus adalah semua murid, dan mereka semua diharapkan bersama-sama mengambil komitmen terhadap tujuan Sang Guru, dan sama-sama peduli untuk membawa Injil ke ujung-ujung bumi." Panggilan itu masih berlaku bagi kita sekarang ini, apa pun peran khusus kita dalam tujuan besar itu. (t\Anna)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Out of the Comfort Zone: Grace! Vision! Action! |
Judul asli artikel | : | We Are His Witnesses |
Penulis | : | George Verwer |
Penerbit | : | OM Books, Secunderabad-India 2000 |
Halaman | : | 39 -- 46 |
"Lalu Daud mengambil tongkatnya di tangannya, dipilihnya dari dasar sungai lima batu yang licin dan ditaruhnya dalam kantung gembala yang dibawanya, yakni tempat batu-batu, sedang umbannya dipegangnya di tangannya. Demikianlah ia mendekati orang Filistin itu. Orang Filistin itu kian dekat menghampiri Daud dan di depannya orang yang membawa perisainya. Ketika orang Filistin itu menujukan pandangnya ke arah Daud serta melihat dia, dihinanya Daud itu karena ia masih muda, kemerah-merahan, dan elok parasnya. Orang Filistin itu berkata kepada Daud, 'Anjingkah aku, maka engkau mendatangi aku dengan tongkat?' Lalu demi para allahnya orang Filistin itu mengutuki Daud. Pula orang Filistin itu berkata kepada Daud, 'Hadapilah aku, maka aku akan memberikan dagingmu kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang di padang.' Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu, 'Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kau tantang itu. Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; hari ini juga aku akan memberikan mayatmu dan mayat tentara orang Filistin kepada burung-burung di udara dan kepada binatang-binatang liar, supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan TUHANlah pertempuran dan Ia pun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami.' Ketika orang Filistin itu bergerak maju untuk menemui Daud, maka segeralah Daud berlari ke barisan musuh untuk menemui orang Filistin itu; lalu Daud memasukkan tangannya dalam kantungnya, diambilnyalah sebuah batu dari dalamnya, diumbannya, maka kenalah dahi orang Filistin itu, sehingga batu itu terbenam ke dalam dahinya, dan terjerumuslah ia dengan mukanya ke tanah. Demikianlah Daud mengalahkan orang Filistin itu dengan umban dan batu; ia mengalahkan orang Filistin itu dan membunuhnya, tanpa pedang di tangan." (1 Samuel 17:40-50)
Allah menghendaki yang terbaik dari setiap kita. Ia membentuk kita dengan tujuan dan Ia menghendaki supaya kita memakai apa yang Ia berikan kepada kita. Ia tidak menghendaki kita khawatir dengan kesanggupan dan kemampuan yang tidak kita miliki. Sebaliknya, Ia rindu kita memusatkan perhatian pada apa yang ada pada kita dan mempergunakannya. Seperti yang terjadi pada Daud sebagaimana tertera dalam 1 Samuel 17:40-50. Tidak peduli apakah kita masih muda atau sudah tua, kita berusaha mengetahui talenta kita dan mempergunakannya untuk kemuliaan Tuhan.
Setiap orang diberikan Tuhan talenta sesuai dengan kesanggupannya.
1. Karena setiap kita unik, maka talenta yang kita miliki juga unik (Matius 25:14-15).
2. Apa yang kita miliki di tangan, itulah permulaan dari mukjizat, jika kita mau mempergunakannya.
Lima roti dan dua ikan menjadi mukjizat yang mengenyangkan 5.000 orang laki-laki belum termasuk anak-anak dan wanita (Matius 14:13-20).
Sedikit minyak dan tepung dipergunakan mencukupi 3,5 tahun musim kemarau (1 Raja-raja 17:7-16).
Sebatang tongkat di tangan Musa dipergunakan, maka terbelalah laut Teberau dan mukjizat lainnya terjadi (Keluaran 4:3-5).
Daud dengan lima batu licin dan alat untuk mengumbannya dipergunakan maka tewaslah Goliat (1 Samuel 17:40-47).
Bersukacitalah dengan apa yang Allah bentuk dan berikan pada kita.
Karena Allah tahu apa yang terbaik buat kita, maka Ia rindu kita bersyukur dan berterima kasih dengan apa yang Ia beri (Roma 9:19-21).
Karena masing-masing kita menerima karunia secara khusus, maka kita tidak perlu menjadi seperti orang lain (Efesus 4:7).
Rasul Paulus menyadari bahwa panggilannya bukan untuk melakukan segala sesuatu atau menyenangkan semua orang, tetapi berpusat pada pelayanan yang Allah panggil dia untuk mengerjakannya (Galatia 2:7-8; 2 Korintus 10:13).
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul asli artikel | : | Untuk Melayani Tuhan Kita Harus Mempergunakan Apa yang Ada Pada Kita |
Judul majalah | : | Penyuluh, No. 40, Tahun XVI/2007 |
Penulis | : | Pdt. Jacob Nahuway |
Penerbit | : | Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia, Jakarta 2007 |
Halaman | : | 75 |
Riwayat Konfusius
Meski Konfusius disakralkan dalam tradisi Cina, namun hanya sedikit aspek dari riwayat hidupnya yang dapat diketahui secara pasti. Sumber terbaik yang ada adalah Analek -- kumpulan ajaran Konfusius yang disusun oleh para pengikutnya. Lama setelah kematiannya, biografinya banyak bermunculan, namun banyak nilai sejarah dari kebanyakan biografi itu yang harus dipertanyakan. Meski demikian, ada beberapa fakta dasar yang masuk akal untuk menguraikan riwayat hidupnya.
Sebagai bungsu dari sebelas bersaudara, Konfusius terlahir sebagai Chiu King pada sekitar tahun 550 SM di negara Lu, wilayah yang terletak di daerah yang kini disebut Shantung. Ia hidup pada zaman saat Budha masih hidup (meski mungkin mereka tidak pernah bertemu), sebelum Socrates dan Plato. Tidak ada yang pasti mengenai nenek moyangnya kecuali fakta bahwa ia berasal dari keluarga yang sederhana.
Seperti yang ia pernah katakan sendiri: "Saat aku kecil, aku hidup di lingkungan masyarakat kelas bawah dan hidup sederhana." Ia diasuh oleh ibunya setelah ayahnya meninggal beberapa waktu setelah ia lahir. Pada masa mudanya, Konfusius terlibat dalam beragam aktivitas, termasuk berburu dan memancing; namun, "Pada usia lima belas tahun, aku membulatkan tekad untuk belajar."
Ia menjabat sebagai pemungut cukai di sebuah kantor pemerintah kecil sebelum ia mencapai usia dua puluh tahun -- usianya saat menikah. Usia pernikahannya pendek, berakhir dengan perceraian, namun memiliki seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Pada awal usia dua puluhan, ia menjadi seorang pengajar -- profesi yang merupakan panggilan hidupnya.
Kemampuannya sebagai pengajar mulai tampak. Kepopulerannya menyebar dengan cepat dan menarik banyak pengikut. Tidak sedikit orang yang tertarik dengan kebijaksanaannya. Ia percaya bahwa masyarakat tidak akan berubah kecuali ia berada dalam suatu organisasi sosial di mana ia dapat menerapkan teorinya.
Konfusius bekerja di kantor pemerintah kecil sampai ia berusia lima puluh tahun. Setelah itu, ia menjadi pejabat tinggi di Lu. Perbaikan moralnya mencapai kesuksesan dalam waktu relatif singkat. Namun, akhirnya ia bentrok dengan atasannya dan kemudian mengundurkan diri dari kantor pemerintah. Setelah itu, Konfusius menghabiskan tiga belas tahun berikutnya untuk mengembara, berusaha menerapkan reformasi politik dan sosialnya. Ia mengabdikan lima tahun terakhir masa hidupnya untuk menulis dan menyunting apa yang kini menjadi sastra Konfusian.
Ia meninggal di Chufou, Shantung, pada 479 SM sebagai seorang pengajar paling berpengaruh dalam budaya Cina. Para muridnya menyebutnya dengan "Raja fu-tzu" atau "Kung sang Guru", yang kemudian dilatinkan menjadi Konfusius.
Penyembahan Leluhur
Karakteristik umum dalam agama orang Cina pada masa Konfusius adalah penyembahan leluhur. Penyembahan leluhur adalah pemujaan roh-roh orang mati oleh kerabatnya yang masih hidup. Mereka percaya bahwa kelanjutan kehidupan roh-roh leluhurnya tergantung dari perhatian yang diberikan oleh para kerabatnya yang masih hidup. Mereka juga menyakini bahwa para roh tersebut dapat mengendalikan peruntungan keluarga.
Jika keluarga menyediakan kebutuhan roh para leluhur, sebagai imbalannya, roh para leluhur itu akan membawa hal-hal baik yang terjadi dalam kehidupan keluarga. Namun, jika para leluhur diabaikan, diyakini bahwa semua hal yang buruk akan menimpa keluarga. Akibatnya, orang yang hidup terkadang hidup dalam ketakutan kepada mereka yang telah mati. Richard C. Bush menyatakan:
Penyembahan leluhur oleh keluarga kerajaan dan rakyat jelata mengungkapkan beberapa alasan mengapa mereka melakukannya. Mereka ingin para leluhur dapat hidup di luar kubur, menjalani hidup sama seperti bagaimana mereka hidup di bumi; oleh karena itu, yang masih hidup mencoba untuk memberikan apapun yang sekiranya diperlukan. Alasan kedua adalah bahwa jika mereka tidak diberi makanan, senjata, dan perlengkapan yang diperlukan untuk bertahan hidup di luar sana, para leluhur dapat mendatangi mereka sebagai hantu dan membawa masalah bagi yang hidup. Hingga kini, orang Cina merayakan "Festival Hantu Lapar", menaruh makanan dan anggur di depan rumah untuk memuaskan roh leluhur atau hantu yang tidak diperhatikan keturunannya yang kemudian menghantui. Motif ketiga adalah untuk memberitahu para leluhur apa yang terjadi pada masa kini, dengan harapan para roh leluhur itu, entah bagaimana caranya, mengetahui bahwa semuanya baik-baik saja sehingga mereka dapat hidup dengan damai. Dan alasan terakhir, pemujaan roh leluhur menunjukkan harapan bahwa para leluhur akan memberkati keluarga yang masih hidup, dengan anak-anak, kemakmuran, keharmonisan, dan segala yang berharga. (Richard C. Bush, The Story of Religion in China, Niles, IL: Argus Communication, 1977, hal. 2)
Kesalehan Anak-Anak
Sebuah konsep yang berakar kuat di Cina sebelum masa Konfusius adalah kesalehan anak-anak (Hsaio), yang dapat digambarkan sebagai pengabdian dan kepatuhan orang-orang yang lebih muda kepada para tetua dalam keluarga, khususnya seorang anak laki-laki kepada sang ayah. Kesetiaan dan pengabdian kepada keluarga adalah prioritas utama dalam kehidupan orang-orang Cina. Tugas untuk keluarga, khususnya mengabdi pada orang tua, mereka emban di sepanjang kehidupan mereka.
Hal itu diekspresikan dalam "The Classic of Filial Piety": "Sikap kasih dan hormat pada orang tua saat hidup, dan ratapan dan kesedihan luar biasa untuk mereka pada saat meninggal -- kedua hal tersebut benar-benar merupakan tugas paling fundamental semua manusia." (Max Mueller, ed., Sacred Books of the East, Krishna Press, 1879-1910, Vol. III, hal. 448)
Konfusius menekankan konsep tersebut
dalam ajarannya, dan hal itu diterima dengan baik oleh orang-orang Cina, baik dahulu maupun masa kini. Dalam kitab Analek, Konfusius mengatakan:
Sang Guru berkata, "Seorang pemuda harus menjadi anak yang baik dalam rumah dan patuh di luar rumah, hemat berkata-kata namun dapat dipercaya dalam perkataannya, dan harus mengasihi semua orang, namun memelihara persahabatan dengan teman-temannya." (I:6)
Meng Wu Po bertanya tentang menjadi seorang anak. Sang Guru berkata, "Jangan membuat ayah dan ibumu kuatir, kecuali kamu sakit." (II:6)
Tzu-yu bertanya tentang menjadi seorang anak. Sang Guru berkata, "Menjadi seorang anak tidak hanya berarti menyediakan makanan untuk orang tuanya. Bahkan, entah bagaimana, anjing dan kuda pun mendapatkan makanan. Jika seseorang tidak menunjukkan rasa hormat, lalu apa bedanya?" (II:2).
Prinsip-Prinsip Doktrin
Doktrin-doktrin Konfusianisme dapat dirangkum menjadi enam istilah kunci. "Jen" atau kaidah kencana; "Chun-tzu" atau lelaki sejati; "Chen-ming" atau peranan; "Te" atau kuasa kebajikan; "Li" atau standar tingkah laku; dan "Wen" berkenaan dengan seni kedamaian. Pemaparan singkat keenam prinsip tersebut mengungkapkan struktur doktrin dasar Konfusianisme.
Jen. Jen berkenaan dengan kemanusiaan, kebaikan, perbuatan baik, atau kejujuran. Jen adalah kaidah kencana, kaidah timbal balik; artinya, jangan memperlakukan orang lain dengan cara tertentu jika Anda tidak mau diperlakukan seperti itu.
"Tzu-Kung bertanya, `Adakah satu kata yang dapat dijadikan penuntun dalam bertingkah laku di sepanjang kehidupan?` Sang guru berkata, `Kata itu mungkin adalah kata Shu. Jangan lakukan sesuatu yang kamu sendiri tidak inginkan terjadi padamu, kepada orang lain.`" (Konfusius, Analek, XV:24)
Inilah kebajikan yang paling mulia menurut cara hidup Konfusian; jika prinsip ini dapat diamalkan, maka manusia akan mencapai kedamaian dan keharmonisan.
Chun-tzu. Chun-tzu dapat diartikan sebagai lelaki sejati atau lelaki yang hebat. Ajaran Konfusius ditujukan kepada pria sejati, pria yang baik.
Huston Smith berkata, "Jika Jen adalah hubungan yang ideal antarmanusia, Chun-tzu menunjuk pada sesuatu yang ideal dalam hubungan itu" (Smith, op. cit., hal. 180). Demikian pernyataan Konfusius mengenai pria sejati:
(Konfusius): Pria yang dapat mengamalkan lima hal dalam dunia ini dapat dianggap sebagai pria sejati.
Apa saja kelima hal tersebut:
Kerendahan hati, kemurahan hati, ketulusan hati, kerajinan, dan keluwesan. Jika Anda rendah hati, Anda tidak akan ditertawakan. Jika Anda murah hati, Anda akan menarik banyak orang mendekat pada Anda. Jika Anda tulus, orang lain akan memercayai Anda. Jika Anda luwes, Anda akan mudah bergaul dengan bawahan Anda (James R. Ware. trans., The Sayings of Confucius, New York: New American Library, 1955, hal. 110).
Pria seperti itulah yang dapat mengubah masyarakat menjadi seperti yang seharusnya -- masyarakat yang damai.
Chen-ming. Konsep penting lain menurut Konfusius adalah Chen-ming atau pembuktian sebutan. Agar masyarakat dapat tertata dengan baik, Konfusius percaya bahwa semua orang harus memainkan peran yang benar. Karenanya, seorang raja harus bertindak layaknya raja, seorang pria sejati layaknya pria sejati, dll..
Konfusius berkata, "Adipati Ching dari Ch`i bertanya kepada Konfusius mengenai pemerintahan. Konfusius menjawab, `Biarkan pemerintah menjadi pemerintah, warganegara menjadi warganegara, ayah menjadi ayah, anak menjadi anak ....`" (Analek, XII:11)
Katanya juga, "Tzu-lu berkata, `Jika Raja Wei memberikan tugas administrasi (cheng) kenegaraan kepadamu, apa yang kamu utamakan?` Sang guru berkata, `Jika ada sesuatu harus yang diutamakan, maka hal itu mungkin adalah pembuktian sebutan.`" (Analek, XIII:3)
Te. Kata te secara harfiah berarti "kekuatan", namun konsepnya memiliki makna yang jauh lebih luas. Kuasa yang diperlukan untuk memerintah, menurut Konfusius, tidak hanya kekuatan fisik. Sangatlah penting untuk seorang pemimpin menjadi orang yang bijak yang dapat menginspirasi warganya untuk patuh melalui teladan. Konsep tersebut tidak terwujud pada masa Konfusius hidup, yang berkeyakinan bahwa hanya kekuatan fisiklah cara satu-satunya yang tepat untuk memerintah masyarakat.
Konfusius melihat kembali ke sejarah dua orang guru pada masa lalu, Yao dan Shun, dengan para pendiri dinasti Chou, sebagai contoh dari pemerintahan yang baik. Jika saja pemerintah mengikuti teladan masa lalu, maka masyarakatnya juga akan meneladaninya.
Li. Salah satu kata kunci yang digunakan Konfusius adalah Li. Istilah ini memiliki beragam makna, tergantung konteksnya. Istilah ini dapat berarti kesopanan, penghormatan, ritual, atau standar ideal tingkah laku. Dalam Buku Tata Cara (Li Chi), konsep Li diungkapkan:
Adipati Ai bertanya kepada Konfusius, "Apakah Li itu? Mengapa saat kamu membicarakan mengenai Li, kamu berbicara seolah-olah hal itu adalah hal yang penting?"
Konfusius menjawab, "Hambamu yang sederhana ini sungguh tidak pantas untuk memahami Li."
"Tapi kamu terus membicarakannya," kata Adipati Ai.
Konfusius: "Yang telah saya pelajari adalah bahwa dari segala yang ada di sekitar manusia, Li adalah yang terhebat. Tanpa Li, kita tidak tahu bagaimana menyembah roh-roh yang ada di dunia dengan benar; atau bagaimana menetapkan dengan benar status raja dan menteri, pemerintah dan yang diperintah, dan tua-tua dan anak muda; atau bagaimana menetapkan hubungan moral antarkelamin; antara orang tua dan anak, dan antara saudara; atau bagaimana membedakan tingkat hubungan yang berbeda dalam keluarga. Itulah mengapa seorang pria sejati memegang teguh Li." (Lin Yutang, The Wisdom of Confucius, New York: Random House, 1938, Li Chi, hal. 216)
Wen. Konsep Wen menunjuk pada seni kedamaian yang sangat Konfusius hargai. Hal ini meliputi musik, puisi, dan seni. Konfusius merasa bahwa semua seni kedamaian itu, yang berasal dari zaman Chou, merupakan simbol kebajikan yang harus dimanifestasikan di seluruh lapisan masyarakat.
Konfusius mengutuk budaya pada masanya karena menurutnya tidak memiliki kebajikan. Ia menyatakan:
Sang guru berkata, "Jelas bahwa saat seseorang mengatakan, "Ritual, ritual," itu bukan hanya berarti batu nefrit dan sutra. Jelas bahwa saat seseorang mengatakan `musik, musik`, itu bukan hanya berarti bel dan drum ...." Sang guru berkata, "Apa yang dapat dilakukan manusia dengan ritual yang tidak baik? Apa yang dapat dilakukan manusia dengan musik yang tidak baik?" (Analek XVII:11, III:3)
Oleh karena itu, ia yang menolak seni kedamaian berarti menolak tata cara manusia dan surga yang baik. (t/Dian)
*) Catatan: Semua kutipan, khususnya kutipan dari kitab, diterjemahkan secara bebas dari versi Bahasa Inggris.
Diterjemahkan dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Understanding Non-Christian Religions |
Judul asli artikel | : | Confucianism |
Penulis | : | Josh McDowell dan Don Stewart |
Penerbit | : | Here`s Life Publishers, Inc., California 1982 |
Halaman | : | 77 -- 78 dan 83 -- 87 |
Pesan-pesan Injil yang sulit mengarahkan Albert Schweitzer pada kesimpulan bahwa pada awal pelayanan Yesus, Ia percaya pada dekatnya masa parousia, keselamatan besar Israel dan dunia, dan kemudian, ketika Dia amat kecewa pada pengharapan-Nya, Dia bersiap untuk penderitaan besarnya, yang pada suatu tingkat terus menanjak dan dianggap tak terhindarkan. Ini bukanlah tempat untuk masuk dalam pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Kita merujuk pada studi penting yang dilakukan H.N. Ridderbos, "The Coming of the Kingdom". Ridderbos menunjuk bahwa ada dua arah yang harus dibedakan dalam nubuatan Yesus, yang satu bermuara pada parousia dan yang lain pada penderitaan dan kematian-Nya. Awalnya, para murid-Nya tidak memahami hal ini, dan mulanya Yesus juga tidak menolong kesulitan mereka untuk memahaminya. Yesus sering menyatakan dengan gamblang, bahwa kedatangan-Nya menandai terjadinya hal-hal yang terakhir, bahwa berbagai nubuatan mulai digenapi, namun secara bertahap Yesus mulai membuka mata murid-murid-Nya pada kenyataan yang sangat besar dan bahwa hal-hal yang mengerikan harus terjadi terlebih dahulu. Kerajaan Allah tentu saja berada di tangan Yesus Kristus; dalam Yesus Kristus, Kerajaan Allah telah turun ke dalam dunia dan tanda-tandanya telah nyata di mana-mana. Namun, kerajaan ini tidak dapat datang dalam perwujudannya yang penuh, karena kenyataan yang membuat tawar hati tentang penderitaan dan kematian-Nya yang semakin dekat haruslah terjadi lebih dulu.
Untuk alasan itulah perumpamaan-perumpamaan berikutnya menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang masa antara, masa yang harus terjadi sebelum kepenuhan kerajaan itu dinyatakan.
Begitu pula perumpamaan tentang perjamuan besar yang digambarkan dalam Lukas 14:15-24. Dalam perumpamaan itu Yesus menceritakan tentang seseorang yang menyiapkan sebuah pesta dan telah mengirimkan undangannya, "sebab segala sesuatu sudah siap." Dalam Matius 22:8 kita baca, "Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia." Secara objektif, dengan kata lain, semua hal yang diperlukan telah terpenuhi. Penderitaan telah lengkap, pendamaian telah diadakan, dari pihak Tuhan tidak ada lagi yang harus dilakukan. Semuanya telah "siap". Namun pestanya tidak dapat dimulai. Mereka yang diundang tidak dapat hadir karena suatu alasan (Lukas), atau mereka hanya tidak akan datang (Matius). Tuan rumah akhirnya mengirim para pelayannya ke jalan-jalan dan ke persimpangan-persimpangan untuk mengundang para pengemis, orang-orang cacat, dan orang-orang buta. Dan semuanya ini terjadi untuk sebuah penundaan besar. "Pesta pernikahan telah siap, namun mereka yang diundang tidak siap." Dengan pengertian bahwa "mereka yang diundang" tidak lain berarti orang-orang yang menjabat sebagai pemimpin bangsa Israel. Rujukan yang sangat jelas ditujukan kepada masa yang terjadi di antara peristiwa itu, masa antara. Semuanya telah siap, namun rumah harus terlebih dahulu penuh oleh tamu sebelum pesta dapat dimulai.
Penundaan yang sama bahkan tampak lebih jelas lagi daripada sebelumnya dalam perumpamaan tentang para penggarap kebun anggur yang jahat (Matius 21:33-34). Pemilik sebuah kebun anggur terlebih dahulu mengirimkan budak-budaknya dan kemudian putranya sendiri untuk mengambil hasil dari kebun anggur itu. Namun, para penggarap tersebut membunuh para pelayan itu dan kemudian putra pemilik kebun itu. Di akhir perumpamaan, Yesus mengucapkan kata-kata yang mengerikan, "Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu" (ay. 43). Istilah "kamu" hanya dapat merujuk pada Israel dalam kapasitasnya yang resmi, pada para pemimpinnya. Penghakiman yang mengerikan ini diucapkan atas Israel. Israel yang dalam istilah tertentu berarti "anak-anak kerajaan" (Matius 8:12), di sini dilemparkan keluar dan kerajaan itu diberikan kepada orang baru. Sekali lagi, masa antara yang diperlukan untuk memperlihatkan kedatangan kerajaan secara nyata terbukti dalam perumpamaan ini.
Perumpamaan tentang mina dalam Lukas 19:11-27 (di Matius 25:14-30 tentang talenta) sekali lagi menunjukkan masa antara dengan sangat jelas. Seorang bangsawan tertentu pergi ke suatu negara asing untuk menerima sebuah kerajaan, dan memberikan tanggung jawab kepada hamba-hambanya untuk mengurus segala miliknya sampai dia kembali. Yang dimaksud di sini adalah kerajaan itu sudah siap, dalam maksud tertentu telah matang dan siap dipetik, namun harus datang terlebih dahulu sebuah masa di mana para hamba sang bangsawan harus mengerjakan talenta yang dititipkan tuannya. Masa antara ditandai dengan pekerjaan para hamba itu. Karena itu, mereka harus bekerja dengan pemberian tuannya selama masa ini, tidak peduli berapa lama masa ini akan berlangsung. Menurut perumpamaan ini, pekerjaan yang dilakukan para hamba tersebut termasuk pergi ke jalan-jalan dan ke persimpangan-persimpangan untuk mengundang semua orang datang ke pesta perkawinan sang Raja. Seseorang mungkin mengatakan bahwa masa seperti itu lebih banyak diisi dengan perintah misi, dan perintah misilah yang memberi arti untuk waktu seperti itu.
Adolf von Harnack dengan tegas menyatakan, bahwa Yesus mengarahkan misi-Nya hanya untuk orang Yahudi saja, dan bahwa sebuah misi formal untuk bangsa-bangsa lain benar-benar di luar perspektif Yesus. Namun demikian, dari yang kita bahas sebelumnya, posisi Harnack mengenai hal ini tidaklah benar karena seluruh Injil dipenuhi dengan kata-kata dimaksudkan untuk seluruh dunia. Agar singkat, kita hanya akan membahas bagian-bagian Injil yang berkaitan dengan hal itu saja.
Dalam nyanyian pujian Simeon yang sangat terkenal, Yesus disebut sebagai "terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain" (Lukas 2:32). Kedatangan orang majus dari Timur adalah sebuah petunjuk bahwa para nabi Perjanjian Lama telah berulang kali menyampaikan bahwa nubuatan mulai digenapi -- bahwa bangsa-bangsa lain harus segera datang pada seorang Israel yang dimuliakan oleh Tuhan (Matius 2:1-12).
Berbagai macam perkataan Yesus cukup universal yaitu, "Kamu adalah garam dunia;" "Kamu adalah terang dunia" (Matius 5:13-14); "begitu besar kasih Allah akan dunia ini" (Yohanes 3:16). Ketika Yesus bertemu dengan perwira Romawi di Kapernaum, Dia teringat nubuatan Perjanjian Lama dan mengatakan, "Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak, dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga" (Matius 8:11). Ketika masa pelayanan Yesus hampir berakhir, beberapa orang Yunani ingin menemuinya, permintaan ini mengingatkan Yesus akan kenaikan Anak Manusia (Yohanes 12:23). Kedatangan berbagai bangsa selalu dianggap sebagai tanda-tanda yang umum akan kedatangan Mesias! Karenanya, seluruh bukti-bukti di sepanjang Injil menunjukkan Yesus selalu melihat hidup-Nya dalam konteks yang luas dari nubuatan-nubuatan Perjanjian Lama mengenai keselamatan, dan salah satu elemen dalam nubuatan tentang keselamatan ini adalah mendekatnya orang-orang dari daerah dan bangsa lain.
Namun demikian, benarlah bahwa kita dihadapkan dengan ungkapan-ungkapan tertentu Yesus yang sepertinya terwujud dalam sebuah kecenderungan untuk lebih mementingkan sebuah kelompok. Kepada seorang perempuan Samaria Yesus mengatakan bahwa keselamatan hanya untuk Bangsa Yahudi (Yohanes 4:22); dan kepada seorang wanita Kanaan Yesus mengatakan bahwa Ia hanya diutus kepada domba yang hilang dari umat Israel" (Matius 15:24). Bagaimanapun juga, kedua teks tersebut menunjukkan bahwa waktu untuk menyebarkan Injil kepada seluruh dunia belumlah tiba. Untuk alasan yang sama, para Rasul dilarang dalam misi pertama mereka untuk pergi kepada bangsa-bangsa lain atau desa-desa orang Samaria (Matius 10:5). Waktu untuk itu belum tiba. Pada waktu-waktu berikutnya, Yesus berbicara dalam istilah-istilah yang lebih universal. Ketika Maria dari Betania mengurapi-Nya, Tuhan menyatakan "Sesungguhnya di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia." (Matius 26:13) Di sini seluruh dunia mulai dibahas. Dan lebih kuat lagi diungkapkan dalam hal-hal besar, yang menyangkut hal-hal di masa depan ketika Tuhan berkata, "Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya." (Matius 24:14) Kegiatan misi di sini berkaitan dengan hal-hal terakhir dan juga dalam hal nubuatan-nubuatan Perjanjian Lama.
Pertimbangan-pertimbangan semacam itu menunjukkan dengan jelas bahwa pesan misi tidak tampak dengan jelas pada awal-awal kisah Injil, karena pada waktu itu hidup Yesus diselubungi misteri. Akankah pada akhirnya nanti Yesus mengatakannya; akankah Dia mengungkapkan hal-hal yang terakhir; ataukah hidup-Nya akan berakhir dengan kekalahan? Dan dalam fase pelayanan-Nya ini, Yesus tidak mengungkapkan secara penuh kepada murid-murid-Nya arah hidup yang harus dijalaninya. Ketika masa depan menjadi semakin jelas, ketika penderitaan Yesus semakin mendekat, terbukti bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak sesuai dengan harapan mula-mula para murid dan orang banyak. Pada saat itulah masa antara mulai tiba, dan dengannya pelayanan misi. Misi dan masa antara tidak dapat terpisahkan. Dan sekarang Injil penuh dengan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang membuatnya jelas bahwa, Yesus melihat pekerjaan-Nya sebagai sebuah pekerjaan yang memiliki maksud universal; Dia adalah terang, bukan hanya atas Israel, namun juga atas dunia.
Apa yang telah kami ungkapkan terjadi pada masa sebelum penderitaan dan kematian Yesus. Baik masa antara dan amanat misi dapat dikatakan lebih terbuka setelah kebangkitan. Selama empat puluh hari ketika Yesus menampakkan diri-Nya kepada para murid-Nya, berkali-kali ia menanamkan tentang betapa pentingnya pelayanan misi ke dalam hati mereka. Pada hari Paskah itu sendiri, ketika Dia menampakkan diri pada sebelas murid, Yesus menyatakan bahwa, "dalam Nama-Nya, diberitakan pertobatan dan penghapusan dosa kepada segala bangsa, dengan mulai dari Yerusalem." (Lukas 24:47, MILT) Yesus mengajarkan bahwa perintah-Nya terhubung dengan Kitab Suci. Kitab Suci memang membangun penekanan pada kedatangan bangsa-bangsa lain secara sukarela, namun yang terakhir lebih cenderung melibatkan aktivitas gereja.
Injil Matius memberi amanat misi suatu landasan terutama dari kuasa dan otoritas yang diberikan kepada Yesus karena pelayanan perantaraan-Nya yang sudah selesai. Kuasa yang menyelamatkan ini harus dinyatakan dan semua orang harus tunduk di hadapannya: "pergilah dan jadikan semua bangsa murid-Ku." Injil mengandung sesuatu tentang kemuliaan perintah seorang raja. Karena itu, hal tersebut harus berakhir dengan panggilan untuk menyatakan kekuasaan Yesus sebagai raja atas dunia.
Amanat misioner itu secara intrinsik terhubung dengan Injil Yohanes melalui kedatangan Yesus ke dalam dunia: "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21) Sebuah anugerah dan kasih yang berlimpah-limpah, yang berasal dari Tuhan dalam Yesus Kristus memenuhi mereka yang diutus Kristus.
Sekali lagi Kristus menjelaskan hal-hal ini kepada para murid-Nya pada perjalanan menuju gunung, di mana Dia akan naik ke Sorga. Para murid berpikir bahwa tugas mereka hanyalah menunggu sampai Kristus memulihkan kerajaan untuk Israel. Mereka melihat masa depan secara Israel-sentris dan menganggap peran mereka hanya bersifat pasif. Kristus mengoreksi kesalahpahaman ini, mula-mula dengan memberi tahu para murid-Nya bahwa tidak ada yang bisa mereka lakukan pada masa "yang ditetapkan Bapa dengan kuasa-Nya". Kemudian dia menunjukkan bahwa peran mereka bukanlah menjadi para pengamat yang pasif, namun menjadi para saksi yang aktif "sampai akhir zaman". Akhirnya, Yesus menghapus semua kekecewaan dengan menjanjikan pada mereka kuasa dari Roh Kudus (Kisah para Rasul 1:6-8).
Kita dapat menunjukkan kesimpulan pandangan Injil mengenai misi bahwa ide paling mendasar tentang misi dalam pengajaran Yesus adalah pengajaran yang ditarik dengan perlahan dan hati-hati dari pengharapan keselamatan Mesianik. Nubuatan Perjanjian Lama menganggap keselamatan Mesianik meliputi baik pembaruan spiritual maupun pemulihan kejayaan Israel, dan juga kedatangan bangsa lain secara sukarela dan transformasi secara radikal tatanan dunia. Keselamatan Mesianik ini telah tiba secara prinsip dalam kedatangan Yesus Kristus. Dalam sebuah Sinagoge di Nazareth, Yesus tidak ragu-ragu untuk mengatakan sebuah nubuatan Mesianik pada Perjanjian Lama, "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." (Lukas 4:21)
Era baru telah dimulai, parousia ada di sini, Kerajaan Allah telah datang. Dalam pembukaan atau penyingkapannya, bagaimanapun juga, berbagai macam elemen yang lain mulai tampak. Mukjizat yang dilakukan Yesus secara mendalam adalah tanda-tanda kuasa keselamatan yang agung, namun hal-hal tersebut tidak segera menjadi keajaiban Mesianik yang besar, transformasi tatanan dunia, sehingga serigala dapat berbaring bersama domba. Pembaruan spiritual Israel mungkin telah tiba, namun tidak segera terwujud sebagai kekuasaan. Alih-alih melanjutkan pemuliaan, Yesus mengumumkan berbagai penderitaan besar. Bahkan setelah kebangkitan, keselamatan besar tidak segera terwujud secara penuh. Semuanya telah disiapkan, namun tamu-tamu yang diundang tidaklah siap. Kerajaan Allah kemudian diambil dari pemimpin bangsa Israel dan diberikan kepada orang lain. Terdapat sebuah penundaan yang misterius. Keselamatan hadir dalam bentuk prinsip, namun dalam penyingkapannya tidak segera dapat digenapi seluruhnya. Berbagai misi kemudian berkembang dari keselamatan Mesianik besar yang dinubuatkan oleh para Nabi, sebagai elemen yang akan menandai penundaan. Penundaan diperlukan karena kerajaan akan diberikan kepada orang lain. Ketika hal itu hampir terjadi, ketika Injil Kerajaan telah diberitakan di seluruh dunia, lalu tibalah kesudahannya. Berbagai misi harus menempati sebuah posisi yang semakin penting dalam pengajaran Injil. Perwujudan penuh dari keselamatan besar menunggu, saat di mana tugas misi telah selesai seluruhnya. (t\Rinto)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | An Introduction to the Science of Mission |
Judul asli artikel | : | The Concept of Mission in The Gospel and the Acts of the Apostles |
Penulis | : | J. H. Bavinck |
Penerbit | : | Presbyterian and Reformed Publishing Co., Phillipsburg, New Jersey |
Halaman | : | 30 -- 36 |
Rentang waktu antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
Selama berabad-abad, antara nabi terakhir Perjanjian Lama dan kelahiran Yesus, posisi orang Israel dalam memegang prinsip tidaklah berubah. Prinsip pemisahan masih dipegang dengan teguh. Israel diwajibkan untuk mempertahankan keberadaan mereka di tengah-tengah bangsa lain. Meskipun demikian, kondisi riil lingkungan di mana bangsa Israel tinggal mengubah pemisahan itu dan dengan demikian siap untuk berbagai karya misi. Kita seharusnya menaruh cukup perhatian untuk fenomena ini, jika kita ingin memahami Perjanjian Baru.
Perubahan dalam lingkungan yang sedang kita bicarakan, terutama ketika bangsa Israel baru saja tiba dari penawanan di Babel. Orang Yahudi menemukan diri mereka sekali lagi berada di tanah air mereka sendiri sebagai suatu umat perjanjian. Di bawah kepemimpinan Ezra dan Nehemia, mereka memurnikan diri mereka dari berbagai hal yang bersifat berhala, dan menemukan kembali hukum sebagai sebuah tanda perkenanan Tuhan atas umat-Nya. Namun, sejumlah besar orang Yahudi tertinggal di Persia.
Menurut Ezra 2:64 dan Nehemia 7:66, hanya empat puluh dua ribu orang Yahudi yang kembali dari penawanan. Jumlah mereka yang tertinggal, tanpa diragukan lagi pastilah sangat besar. Sebuah diaspora orang Yahudi pun terjadi, sebuah kumpulan jemaat Yahudi yang tersebar. Seiring dengan penyebaran para saudagar Yahudi, diaspora ini semakin meningkat di Barat, seperti yang terjadi di Timur. Kumpulan-kumpulan jemaat Yahudi ditemukan di seluruh Asia Kecil dan Makedonia, di Aikea dan Italia, di Mesir, dan bahkan di Gaul (sekarang bagian dari Perancis).
Diaspora di Barat secara umum dianggap remeh oleh para pemimpin di Yerusalem daripada di Timur. Diaspora di Barat harus menjalani sebuah pergumulan yang lebih pahit melawan faktor-faktor yang tidak sulit diperhitungkan seperti semangat Hellenistik, dengan kecenderungannya pada spekulasi filosofis, sinkretisme, dan kosmopolitanisme. Untuk alasan inilah, diaspora di Barat berada dalam bahaya yang terus mengancam akan penyimpangan pada tradisi suci yang telah diterimanya. (dalam Kisah Para Rasul 6:1 diaspora Barat dianggap sebagai kaum yang berbicara bahasa Yunani dan menganut Hellenisme)
Diaspora menjelaskan kenyataan bahwa sebuah bagian dari bangsa Israel, dengan sukarela hidup di tengah-tengah bangsa lain, bukan sebagai orang terasing dan terkadang bahkan hidup dengan keadaan kaya raya. Orang-orang Yahudi ini secara alami menggunakan bermacam-macam pengaruh dunia Yunani, beberapa pengaruh yang dapat diringkas seperti berikut ini:
a. Penghinaan dan Kesalahpahaman
Orang Yunani tidak mengerti orang Yahudi. Beberapa di antaranya berpikir bahwa orang Yahudi menyembah bintang-bintang dan mempersembahkan korban berupa manusia; yang lain berpikir bahwa orang Yahudi belajar dari kebijaksanaan orang India; dan yang lain berpikir bahwa orang Yahudi lebih rendah daripada sekumpulan penderita kusta yang keluar dari Mesir, dan bahwa Orang Yahudi menyembah sebuah kepala keledai emas di kuil-kuil mereka.
b. Penghormatan
Ada juga bukti bahwa agama Yahudi menimbulkan sebuah kesan mendalam untuk bangsa-bangsa lain. Beberapa di antaranya kagum dengan ketaatan orang Yahudi pada hari Sabat dan banyak hal yang lain, namun monoteisme yang kuat pada orang Yahudi, iman orang Yahudi akan Tuhan yang tidak terlihat, dan tingkat moral mereka yang relatif tinggi menimbulkan rasa hormat. Sejumlah orang dari bangsa-bangsa lain secara spontan memeluk kepercayaan Yahudi, demikian juga di mana pun diaspora ada muncul sekumpulan penganut baru yang dalam hal terpenting, tidak mau disunat namun memegang teguh hukum Yahudi dan mengirim persembahan mereka ke Yerusalem.
Dalam Kisah Para Rasul, hal seperti itu disebut sebagai para penyembah Tuhan (sebomenoi, phoboumenoi, lihat Kisah Para Rasul 13:43). Orang-orang dari bangsa lain yang menyunatkan dirinya dianggap oleh rekan sebangsanya sebagai orang Yahudi. Sejarahwan Romawi, Tacitus, mengkritik para penganut baru ini karena meninggalkan tanah air dan keluarga mereka, dan membiarkan diri mereka tinggal di antara orang asing.
c. Tiadanya Karya Misi
Yang patut dicatat, penerimaan para pemeluk baru ini bukanlah hasil kegiatan misi yang disengaja. Yang ada, bagaimanapun juga, sebuah propaganda dalam bentuk tertentu. Dalam suatu waktu tertentu, kemudian terdapat sekumpulan orang Yahudi yang sangat sibuk sebagai utusan Injil (Matius 23:15). Pada awalnya, gelombang para pemeluk baru lebih sebagai akibat dari menariknya agama orang Israel. Dalam perkawinan campuran, biasanya disyaratkan pria dari kalangan bangsa-bangsa lain untuk mengizinkan dirinya disunat atau paling tidak anak-anak mereka disunat. Menurut Josephus, orang Yahudi sering berupaya untuk memancing orang Yunani datang ke kebaktian mereka dalam rangka memenangkan mereka untuk memeluk kepercayaan mereka.
d. Agama Filosofis
Pada sebuah dunia intelektual yang sudah lelah dengan mitos-mitos kuno para penyair Yunani, tidak mengejutkan bahwa agama Yahudi dihargai karena konsep kerohaniannya akan Tuhan. Orang Yahudi sendiri menggunakan secara luas penghargaan ini, dan tidak malu-malu untuk membicarakan penyembahan mereka sebagai sebuah "agama filosofis". Mereka mencoba mendemonstrasikan bahwa mereka orang-orang yang berbudaya, dan bahwa Plato dan Aristoteles berhutang budi karena ide-ide mereka yang agung. Pemikir Yahudi, Aristobulus, menulis sebuah karangan mengenai hukum yang ditujukan pada raja Ptolomeus Philometor (170-145 SM), yang sekarang hanya sedikit bagian yang berhasil diselamatkan. Salah satu dari beberapa bagian itu berpendapat bahwa Plato dan Pythagoras telah meminjam banyak pengajaran mereka dari terjemahan kuno hukum Musa. Sering ditegaskan bahwa pengajaran yang mendalam dan agung dari Perjanjian Lama, seluruhnya sesuai dengan pemikiran-pemikiran terhebat para pemikir Yunani.
e. Yahweh -- Zeus
Pemikiran seperti itu mengarah pada penyamarataan konsep filosofis Dewa Yunani dengan Yahweh, tanpa mempertimbangkan perbedaan besar di antara keduanya. Dalam sebuah surat dari Aristeas untuk Raja Ptolomeus II yang membahas penerjemahan Perjanjian Lama ke Bahasa Yunani, dinyatakan mengenai "keagungan penulis hukum tersebut dengan pemerintahan Ptolomeus; Dia adalah Zeus yang maha mengetahui dan menciptakan". Di sini Tuhan orang Israel disamakan seluruhnya dengan konsep monotheistik filosofis tentang Zeus dari dunia Helenistik. Lebih lagi, pemikir Yahudi pada masa itu merasakan adanya sebuah hubungan etis dengan para filsuf Stoic, sejak bagian-bagian terakhirnya mengkhotbahkan tentang sebuah hidup yang tenang dan penuh penyangkalan diri.
f. Septuaginta
Semua usaha tersebut sangat erat terhubung dengan penerjemahan Perjanjian Lama ke dalam Bahasa Yunani, sebuah penerjemahan Tujuh puluh (septuaginta). Septuaginta mempersiapkan jalan dengan penuh penghormatan untuk membuka mata dunia Yunani akan keindahan Perjanjian Lama, dan dengan mengadaptasi banyak konsep dan ide Perjanjian Lama pada pemikiran-pemikiran Yunani.
g. Kuatnya Daya Pikat
Suatu cara yang jauh lebih kuat tentang propaganda daripada pendekatan melalui filsafat Yunani adalah "eksklusivitas" dan "kohesivitas" komunitas orang Yahudi. Dalam sebuah studi yang berjudul "Die Jüdische Propaganda als Vorläuferin der Urchristlichen Mission", Axenfeld mengatakan, "sebagai sebuah agama filosofis, Yudaisme benar-benar menjangkau orang yang terdidik secara tertutup. Namun, sebagai sebuah perkumpulan religius dan sosial dengan sebuah cara hidup yang unik, hal itu menarik sejumlah besar orang." Dengan masuk ke komunitas Yahudi, seorang pemeluk baru dibawa ke dalam penyatuan dengan sebuah dunia perkumpulan, dan karenanya dia menikmati semua jenis keistimewaan politis dan sosial.
Yudaisme adalah sebuah agama yang dilegitimasi pada zaman kekaisaran Romawi. Seorang Yahudi menikmati banyak keuntungan sebagai warga negara. Orang-orang Yahudi yang tinggal di kota-kota memiliki semacam pemerintahan mereka sendiri, dan karenanya merupakan negara di dalam negara. Untuk taraf tertentu, mereka bahkan memiliki pengurusan hukum mereka sendiri, sehingga menjadi bagian dari komunitas seperti itu sangat diinginkan oleh banyak orang. Mulai dari orang biasa dan sekumpulan orang yang tanpa berpikir panjang, tidak bisa memikirkan sebuah agama tanpa dewa-dewi, sehingga mereka mungkin mengatakan bahwa orang Yahudi itu atheis. Namun, mereka yang masuk ke sebuah pengertian yang lebih mendalam mengenai penyembahan Yahudi, hanyalah salah satu dari banyak cara yang ada, menjadi terpengaruh karenanya.
Ketika kita mengingat kembali masa ini, sangat jelas bahwa hal itu mengambil sebuah tempat penting dalam bimbingan jalan Tuhan. Pemisahan orang Israel, isolasi yang kuat masih berlanjut. Tembok pemisah yang memisahkan orang Yahudi dan bangsa-bangsa lain masih ada (Efesus 2:14). Dari titik tolak teologis, posisi orang Israel tidak berubah. Namun faktor-faktor politik dan budaya, yang terhubung erat dengan isolasi orang Israel telah jauh berubah. Israel bukan lagi sebuah daerah kecil yang terasing pada sebuah sisi dunia yang terlupakan. Israel sekarang telah menjadi sebuah provinsi dari Kekaisaran Romawi yang besar, dan dalam cara yang khusus berhubungan dengan budaya yang memerintah dunia.
Sekarang Israel memasukkan pengaruhnya dan menjadi subjek untuk pengaruh budaya yang lain. Situasi seperti itu, tanpa diragukan lagi membawa sebuah bahaya besar dan godaan yang tetap untuk Israel, sebuah perubahan yang dihadang dengan kuat dengan cara mempraktikkan hukum menurut cara-cara orang Farisi. Kerumitan yang terjadi kemudian terbukti dengan kenyataan ancaman yang semakin meluas untuk Israel. Pintu-pintu secara bertahap mulai terbuka, hampir tanpa terlihat; pemisahan penuh dan menyeluruh Israel mulai melemah. Hal itu paling terlihat dalam peninjauan kembali untuk kemudian menyadari bahwa Tuhan sedang mempersiapkan sebuah periode baru, di mana gereja-Nya akan mengajarkan Injil keselamatan dalam Kristus, dari Yerusalem untuk kemudian menuju seluruh penjuru dunia.
Rahasia Injil
Semua hal tersebut secara mendasar berubah dengan kedatangan Yesus Kristus. Siapa pun yang mempelajari kehidupan Yesus yang bertentangan dengan dengan latar belakang pengharapan Perjanjian Lama akan keselamatan, segera terkena masalah-masalah besar yang dengan cepat muncul. Para Nabi Perjanjian Lama, tanpa ragu menyatakan dalam berbagai kesempatan mengenai seorang Mesias yang menderita (sebagai contoh Yesaya 53), namun sebagai sebuah kebiasaan, datangnya Mesias digambarkan oleh mereka sebagai sebuah transformasi radikal pemerintahan dunia, yang ditandai pada setiap sisinya dengan berubahnya konsep pikir mengenai keselamatan. Sekolah-sekolah teologi pada masa Yesus begitu menekankan aspek tertentu dari nubuatan tentang Mesias, sehingga pada sebuah pertimbangan yang lebih mendalam, mereka salah menggambarkan gambaran Perjanjian Lama. Kondisi seperti itulah yang menegakkan dasar rahasia, yang ditampilkan dalam Injil.
Dari masa pertama pengajaran Yesus, nampaknya seolah-olah Yesus mengharapkan pendekatan yang sesegera mungkin mengenai keselamatan besar. Markus memberi tahu kita bahwa beban khotbah Yesus adalah "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat" (Markus 1:15). Maksud "waktu" yang "telah genap" hanya dapat merujuk pada masa terdahulu pada datangnya keselamatan untuk seluruh dunia. Dalam Matius 10 Yesus berkata pada murid-muridNya, "Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang" (Matius 10:23).
Kesan yang sama diberikan di Matius 16:28: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya." Dalam Markus, kata-kata yang terakhir berbunyi "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa" (Markus 9:1); bandingkan juga Lukas 9:27. Dalam semua bagian ini, seolah-olah pada bagian paling awal dari pelayanan-Nya, Yesus mengharapkan datangnya keselamatan dengan cepat. Kemudian Dia tidak lagi membicarakan hal ini dengan kata-kata yang keras, namun lebih sering dengan merujuk pada penderitaan dan kematian-Nya yang semakin mendekat. (t\Rinto)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | An Introduction to the Science of Mission |
Judul asli artikel | : | The Concept of Mission in The Gospel and the Acts of the Apostles |
Penulis | : | J. H. Bavinck |
Penerbit | : | Presbyterian and Reformed Publishing Co., Phillipsburg, New Jersey |
Halaman | : | 25 -- 30 |
Naskah Perjanjian Baru aslinya ditulis dalam bahasa Yunani karena bahasa ini menjadi bahasa yang paling luas digunakan di wilayah Kekaisaran Romawi pada zaman itu, meskipun Perjanjian Baru Yunani tersebut banyak memelihara kata bahasa Aram -- yang saat itu juga bisa disebut bahasa Ibrani -- sebab dianggap salah satu dialek tutur saja oleh masyarakat Yahudi di Galilea. Contoh kata-kata Aram yang dipelihara antara lain: "Talita Kum" (Markus 5:41), "Gabbatta" (Yohanes 19:13), dan "Maranatha" (1 Korintus 16:23). Salah satu bukti bahwa Yesus membaca targum berbahasa Aram, di mana kata 'Alaha' (yang seakar dengan bentuk Ibrani: Eloah, dan Arab: Allah) adalah ungkapan Yesus dalam Markus 15:33; Elohi, Elohi, L'mah Sh'vaktani. Sebab teks dalam Mazmur 22:2 bahasa Ibraninya: Eli, Eli, Lamah'azvatani (karena dalam pengalihaksaraan Yunani Elohi dan bukan Elohim. Tidak ada dialek bahasa Ibrani dari orang-orang Yahudi dari dulu hingga sekarang, baik dialek sefardin maupun Azkernazim yang membaca Elohim menjadi Eloim). Oleh sebab itu, bila Perjanjian Baru yang aslinya ditulis dalam bahasa Yunani namun rasul-rasul sendiri tidak mempertahankan nama Yahweh, mengapa beberapa orang mati-matian mempertahankannya? Rasul-rasul yang menulis Perjanjian Baru saja menerjemahkannya dengan kata "Kyrios" (Tuhan). Ambillah satu contoh ayat, misalnya Ulangan 6:4, "Shema' Yiasra'el, Yahweh Elohenu yahweh Ehad". Dalam Markus 12:29, nama Yahweh diterjemahkan dengan Kyrios (Tuhan) mengikuti terjemahan Septuaginta: 'Akoue, Israel, Kurios ho theos hermin, kurios eis esti" (Dengarlah, wahai Israel, Kurios (Tuhan) itu Theos/Allah kita, Kurios/Tuhan itu esa). Jadi sekali lagi, Markus sang penulis Injil pun tidak mempertahankan nama Yahweh. Lalu, apakah ada yang berani mengatakan bahwa seluruh penulis Perjanjian Baru salah?
Dalam bahasa Ibrani, "nama" tidak bisa dipahami secara harfiah seperti nama-nama: Suharto, Suradi, Baidi, dan sebagainya. Dalam hal ini, kita perlu membedakan antara "nama" (yang berasal dari bahasa manusia yang dibatasi konteks ruang dan waktu) dengan "Dia yang di Nama-kan" (yang absolut, tidak terhingga). "Nama" dalam teologi Yahudi lebih menunjuk pada "Kuasa di balik Dia yang di-Nama-kan. Karena itu, orang-orang Yahudi hanya mempertahankan tetagramaton (keempat huruf suci: yhwh) tetapi tidak membacanya secara lisan, melainkan sudah lazim dibaca dengan: Adonai (Tuhan, Tuhanku) atau Ha-Shem (Sang Nama).
Kesimpulannya, apabila kita menolak usulan para "penentang Allah" itu, sebenarnya kita bukan sekadar menimbang manfaat atau mudlaratnya saja. Namun, manfaatnya jelas tidak ada sama sekali dan mudlaratnya pun jelas -- bukan hanya membingungkan umat Kristen, melainkan juga membuka "front permusuhan" dengan "Saudara Sepupu". Tetapi yang lebih penting lagi, tidak ada gunanya berdialog dengan orang-orang yang memang tidak memenuhi standar berpikir ilmiah itu. (Yudas 1:10)
Yesus Kristus telah memberikan kepada Paulus sebuah resep yang manjur untuk mengatasi berbagai persoalan komunikasi antarbudaya, seperti yang dialaminya di Atena. Melalui penglihatan yang begitu meyakinkan, Paulus dipenuhi dengan banyak pengertian baru dan cemerlang, sehingga ia menjadi buta untuk sementara waktu. Pada saat itu Yesus berkata, "Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang." (Kisah Para Rasul 26:17-18)
Jalan pemikiran Yesus sungguh sempurna. Agar bisa berbalik dari kegelapan, mata setiap orang harus dibuka terlebih dulu sehingga mereka dapat melihat perbedaan antara gelap dan terang. Apa yang kita perlukan untuk membuka mata seseorang?
Sebuah Pembuka Mata!
Tetapi, di manakah Paulus yang dilahirkan sebagai orang Yahudi dan dilahirkan kembali sebagai orang Kristen, dapat menemukan pembuka mata supaya kebenaran mengenai Allah Yang Mahatinggi dapat dilihat oleh Kota Atena yang penuh dengan patung-patung berhala itu? Bagaimana ia dapat mengharapkan bahwa dalam sistem agama yang secara mutlak terikat pada politeisme itu akan ada pengakuan bahwa monoteisme lebih baik?
Namun, ketika Paulus "berjalan-jalan di kota dan melihat-lihat" (Kisah Para Rasul 17:23), dijumpainya di tengah-tengah "sistem" itu sesuatu yang "tidak termasuk" di dalamnya -- sebuah altar yang tidak berhubungan dengan sebuah patung berhala! Sebuah altar dengan tulisan aneh: "Kepada Allah yang tidak dikenal". Sebagaimana Abraham tidak menganggap Melkisedek sama dengan raja Sodom, begitu juga Paulus melihat perbedaan antara altar itu dan patung-patung berhala. Altar itu menjadi sekutunya -- sebuah kunci komunikasi yang mungkin dapat membuka gembok-gembok pada hati dan pikiran ahli-ahli pikir Stoa dan Epikuros itu. Ketika mereka mempersilakannya mengemukakan semua pandangannya secara resmi dalam lingkungan yang lebih cocok untuk diskusi intelektual daripada di pasar kota, Paulus sudah siap.
Lalu Paulus dibawa menghadap sidang "Aeropagus", yaitu Perhimpunan Bukit Mars yang terdiri atas sekelompok orang Atena terkemuka dan yang bersidang di Bukit Mars untuk membicarakan perkara-perkara sejarah, filsafat, dan agama. Di atas Bukit Mars pula, hampir 6 abad yang lalu, Epimenides telah bergumul dengan persoalan wabah di Atena.
Paulus bisa saja memulai pidatonya di Bukit Mars itu dengan berbicara tanpa tedeng aling-aling. Dia bisa saja berkata, "Hai, orang-orang Atena, dengan segala filsafatmu yang muluk-muluk itu; kamu tetap menyembah berhala yang jahat. Bertobatlah, kalau tidak kamu akan binasa!" Dan, setiap perkataan itu boleh jadi benar!
Selanjutnya, ia bisa juga berusaha membuat "mereka berbalik dari kegelapan kepada terang", menurut perintah Yesus. Tetapi, itu sama seperti seorang pemukul bola dalam permainan kasti, yang setelah memukul bola langsung berlari ke patok kedua. Pemukul bola harus menyentuh patok pertama terlebih dulu! Itulah sebabnya, Yesus menambahkan perintah supaya "membuka mata mereka" sebagai prasyarat untuk membuat orang-orang berbalik "dari kegelapan kepada terang".
Paulus "berlari ke patok pertama" dengan kata-kata ini, "Hai kamu orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa (ini merupakan penguasaan diri yang luar biasa, mengingat betapa bencinya Paulus kepada penyembah berhala). Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat, barang-barang pujaanmu (orang lain dengan latar belakang Paulus mungkin lebih suka menyebutnya "berhala-berhala yang keji"), aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: KEPADA ALLAH YANG TIDAK DIKENAL."
Kemudian, Paulus menyuarakan sebuah pernyataan yang telah menunggu selama 6 abad untuk diucapkan, "Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu." (Kisah Para Rasul 17:22-23) Apakah Allah yang diberitakan Paulus itu benar-benar dewa asing seperti yang diduga oleh para ahli pikir itu? Sama sekali bukan! Menurut jalan pikiran Paulus, Yahweh, Allah Yahudi-Kristen itu, telah didahului oleh altar Epimenides. Sebab itu, Dia adalah Allah yang sudah ikut campur dalam sejarah Atena. Pastilah nama-Nya berhak diberitakan di situ!
Tetapi, sungguhkah Paulus memahami latar belakang sejarah altar itu dan konsep tentang Allah yang tak dikenal? Ada bukti bahwa ia memahaminya! Sebab Epimenides, selain memunyai kemampuan untuk memberi keterangan mengenai persoalan yang suram mengenai hubungan-hubungan manusia/dewa adalah juga seorang penulis sajak!
Selanjutnya, dalam pidatonya di Bukit Mars itu Paulus menyatakan bahwa Allah telah "menjadikan semua bangsa dan umat manusia ... supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing." (Kisah Para Rasul:17:26-27) Kata-kata itu boleh jadi merupakan suatu referensi tak langsung kepada Epimenides sebagai contoh penyembah berhala yang "menjamah dan menemukan" Allah, meskipun Allah itu tak diketahui nama-Nya, tetapi pada kenyataannya Ia tidak jauh!
Barangkali, anggota-anggota Perhimpunan Bukit Mars itu juga mengenal cerita tentang Epimenides dari tulisan Plato, Aristoteles, dan lain-lainnya. Tentunya mereka mendengarkan dengan kagum ketika Paulus memulai pidatonya di atas dasar antarbudaya yang berhubungan dengan pengertian itu. Tetapi, dapatkah rasul Kristen ini -- yang dididik oleh Gamaliel, sang sarjana Yahudi itu -- tetap mendapat perhatian orang-orang yang telah disuapi dengan jalan pikiran plato dan Aristoteles itu -- cukup lama untuk membuat mereka mengerti Kabar Baik?
Setelah kata-kata pembukaannya yang memesona itu, maka keberhasilan Paulus berkaitan dengan bagian terpenting dari pidatonya akan bergantung pada satu hal. Sebutlah hal itu adalah "logika tanpa lubang-lubang". Selama setiap pernyataan Paulus secara logis mengikuti pernyataan-pernyataan sebelumnya, maka para ahli pikir atau filsuf itu akan tetap mendengarkannya. Tetapi, jika ada lubang-lubang yang tak diisinya, maka para ahli pikir itu akan langsung memotong pembicaraannya. Itu sudah menjadi peraturan dalam pendidikan filsafat yang mereka terima -- menjadi disiplin yang mereka bebankan pada dirinya sendiri, dan yang mereka tuntut dari setiap orang asing yang mengaku memunyai masalah yang pantas mendapat perhatian mereka.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Bahana, No.05/Th.XI/Vol.115 - November 2000 |
Penulis | : | Don Richardson |
Penerbit | : | ANDI Yogyakarta |
Halaman | : | 16 -- 17 |
Perkataan Allah merupakan ekspresi kehendak Allah, kuasa Allah merupakan penggenapan kehendak-Nya. Antara perkataan dan kuasa Allah tidak ada jarak. Namun dalam banyak gereja dewasa ini, nyata sekali bahwa kuasa tidak terkandung di dalam perkataan (khotbah) yang disampaikan. Ini disebabkan karena teori kita banyak, tetapi tidak menuntut kuasa yang seimbang dengan teori. Saya selalu mengagumi sebagian penginjil yang memiliki kuasa dalam menghibur, menegur, dan mendidik. Yesus berjanji, "Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu." (Kisah Para Rasul 1:8) Janji ini harus kita terima dengan iman, supaya kita dapat mengalami kuasa itu.
Apa yang kita kabarkan mencakup kebenaran terpenting untuk menyelesaikan segala masalah hidup manusia. Itulah sebabnya, kita perlu mengerti firman Tuhan terlebih dulu sebelum kita dapat menyatakannya dengan jelas, bahkan dapat menyatakan kesetiaan kepada kebenaran melalui hidup kita. Dengan demikian, kuasa Allah dapat dinyatakan melalui kita karena Allah hanya dapat setia kepada diri-Nya sendiri. Barang siapa tidak setia kepada-Nya, tidak dapat dipakai Allah sebagai saksi-Nya.
Paulus berkata, "Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat." (2 Korintus 4:7) Sebenarnya, berapa pentingnya dan berapa nilainya firman ini? Sesungguhnya, firman inilah yang menguasai semua makhluk. Filsafat-filsafat di Timur dan Barat meraba-raba secara kabur, ada Firman di dalam alam semesta yang disebut Logos dalam pikiran Yunani, juga disebut Brahma dalam filsafat India, atau disebut Tao (jalan) dalam filsafat Tiongkok. Tetapi, tidak satu pun dari mereka dapat menjelaskan secara sempurna apakah Firman itu. Alkitab memberi jawaban, Kristuslah firman Allah. Jika kita sungguh merasakan bahwa jalan ke surga telah Kristus bukakan bagi kita, maka tak seorang pun dapat merasakan kemiskinan hidup karena mengenal Kristus, dan tidak ada satu orang pun dapat menjadi mundur karena menerima Kristus. Allah tidak akan membunuh rasio manusia! Berdasarkan pengenalan ini, kita dapat berdiri dengan tegak dan memberitakan Injil dengan berani di hadapan kaum intelektual dan segala macam kebudayaan manusia.
Kita akan menanyakan satu pertanyaan: ketika firman Allah diberitakan, kuasa apakah yang dinyatakan dalam pemberitaan Injil? Jika kita tinjau dari gejala umum, Injil memunyai kuasa untuk mengubah dan menyelamatkan manusia. Tetapi bila dipikirkan lebih mendalam, kuasa apakah yang sebenarnya terkandung di dalam firman Allah. Ketika Injil diberitakan, apakah yang terjadi dalam proses pemberitaan itu, sehingga manusia yang tidak bisa diubah melalui usaha pendidikan selama puluhan tahun, diperbarui secara total dalam satu hari karena firman Allah? Kuasa apakah yang tampak dalam pemberitaan Injil?
Kuasa Menembus
Injil dapat menerangi segala kenajisan yang terdapat dalam hati manusia. Alkitab bagaikan cermin; ketika kebenaran Allah diberitakan, akan timbul dengan sendirinya kuasa menembus, yang menyatakan keadaan hati manusia. Ini mutlak tidak mungkin dilakukan oleh semua kebudayaan. Perempuan Samaria merasa heran bagaimana Yesus mengetahui segala sesuatu tentang dirinya; itulah kuasa menembus yang tersedia dalam Injil.
Ada satu hal yang aneh: ketika orang yang belum percaya kepada Kristus mendengarkan firman Tuhan dan menyadari bahwa dirinya adalah orang berdosa, maka selain ia mencucurkan air mata dan bertobat, ia dapat merasa berterima kasih kepada penginjil yang memberitakan firman Tuhan kepadanya. Tetapi sebaliknya, orang Kristen yang sudah lama percaya Tuhan, ketika mendengar pendeta menegur dosanya dalam khotbah, akan marah sekali dan membenci pendeta itu. Kebenaran apakah ini? Masakan orang yang tidak percaya Tuhan lebih rohani daripada orang Kristen? Tidak. Kenyataan ini membuktikan bahwa keselamatan kita bukan berdasarkan kuasa Allah. Allah-lah yang telah menelanjangi manusia di bawah terang-Nya, sehingga manusia tidak dapat melarikan diri. Apakah saat kita memberitakan Injil, kita dapat melihat kuasa itu? Orang Kristen mula-mula yang bertobat pada zaman rasul-rasul berteriak dengan suara nyaring: apakah yang dapat kami perbuat supaya beroleh selamat? Karena semua kebobrokan sifat mereka telah dinyatakan oleh terang, mereka membutuhkan kesembuhan dari Tuhan.
Kuasa Merobohkan
Sebelum Allah membangun, Allah pasti merobohkan dan membongkar hal-hal yang tidak berkenan kepada-Nya. Inilah prinsip pekerjaan Allah yang penting. Tanpa merobohkan yang lama, tidak dapat dibangun yang baru. Sebab itu, ketika Injil diberitakan, manusia merasa terancam karena menerima Injil berarti merobohkan hal-hal yang dimiliki sebelumnya. Inilah perbedaan Injil dengan agama pada umumnya dan merupakan salah satu penyebab mengapa Injil sulit diterima oleh manusia. Setelah Adam dan Hawa berdosa, Allah harus menutupi keaiban mereka dengan pakaian yang terbuat dari kulit binatang. Ini berarti bahwa yang terlebih dulu mati bukanlah manusia. Upah dosa adalah maut, namun bukan adam yang terlebih dulu mati, melainkan binatang. Sebelum mengenakan pakaian kulit, bukankah Adam harus terlebih dulu menanggalkan daun-daun penutup tubuhnya yang sudah mengering dan menguning, yang melambangkan kebudayaan manusia yang tidak mungkin menutupi keaiban ini? Ini tidak berarti saya menghina kebudayaan. Kebudayaan sama sekali tidak dapat menyelamatkan manusia, kebudayaan hanya bisa menutupi untuk sementara, tetapi sama sekali tidak menolong. Sebab itu, Allah menuntut ditanggalkannya semua ini terlebih dulu. Jika tidak, jubah kebenaran juga tidak dapat dikenakan.
Salah satu sebab kebanyakan orang membenci Injil adalah karena Injil merupakan ancaman bagi kebudayaan mereka. Richard Niebuhr dalam bukunya "Kristus dan Kebudayaan" berkata, "Mengapa orang Yahudi harus menyalibkan Yesus? Karena jika Kristus ada, maka kebudayaan Yahudi akan dimusnahkan; sebaliknya jika kebudayaan Yahudi harus ada, maka Kristus pasti harus dienyahkan." Pernyataan tersebut telah menyebutkan titik beratnya. Saya tidak mengatakan bahwa di mana ada kekristenan, maka kebudayaan setempat harus dimusnahkan, tetapi hal-hal dalam kebudayaan yang berlawanan dengan Injil harus ditinggalkan.
Saya percaya bahwa di dalam kebudayaan, ada bagian-bagian yang tidak berlawanan dengan Injil karena kristalisasi kebijaksanaan kebudayaan, merupakan salah satu akibat dari wahyu umum. Meskipun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa setelah manusia jatuh ke dalam dosa, sudah tidak ada cara bagi kita untuk menghasilkan kebudayaan yang sempurna tanpa cacat cela. Sebab itu, ketika kebenaran Kristus bercahaya, kebenaran itu akan menerangi dan membersihkan kebudayaan, serta membawa kebudayaan lebih dekat kepada firman Tuhan.
Di bawah kuasa Injil akan roboh segala hal yang didirikan oleh manusia, yang tidak sanggup menyelamatkan manusia keluar dari kuasa dosa. Di bawah kuasa Injil robohlah agama yang palsu, robohlah jasa yang didirikan oleh manusia yang berdosa, robohlah impian kosong di dalam kebudayaan. Injil mengandung kuasa merobohkan karena Injil mengandung unsur yang melampaui segala hal yang didirikan oleh manusia yang berdosa.
Kuasa Menghakimi
Tuhan Yesus mengatakan bahwa pada waktu Roh Kudus datang, Ia akan menerangi manusia tentang dosa, kebenaran, dan penghakiman. Dalam terjemahan Alkitab yang lain dikatakan bahwa Roh Kudus datang untuk mengakibatkan manusia menegur diri di dalam dosa, keadilan, dan penghakiman. Di sini, kita melihat bahwa penginjilan yang disertai Roh Kudus memiliki kuasa penghakiman, sehingga yang mendengar Injil merasa dirinya dipaparkan di hadapan penghakiman yang besar. Konsepnya tentang dosa, kebenaran, dan hak pelaksanaan penghakiman yang tidak normal dihakimi dan ditegur oleh Roh Kudus, sehingga orang berdosa itu menjadi malu dan menegur dirinya sendiri. Inilah akibat pekerjaan Roh Kudus yang besar pada saat Injil diberitakan. Dalam penginjilan, jika hanya kita yang menegur orang berdosa, pasti tidak menghasilkan apa-apa, bahkan mengakibatkan kebencian mereka terhadap kita. Sebaliknya, jika pemberitaan kita disertai dengan kuasa penghakiman dari Roh Kudus, maka akan mengakibatkan pertobatan dari orang berdosa itu. Pada saat kuasa penghakiman itu tiba, manusia bukan saja berubah konsep, melainkan juga mulai berpaling kepada Tuhan. Puji syukur kepada Allah karena Dia yang menunjukkan pikiran dan jalan-Nya kepada manusia, telah menolong manusia untuk mengadili diri dan meninggalkan jalan yang salah, serta kembali kepada-Nya.
Kuasa Menantang
Setelah Roh Kudus menyatakan kuasa penghakiman yang mengakibatkan manusia berubah konsep dan sadar akan kebutuhannya akan Allah, maka Injil yang sudah digenapi oleh Kristus menjadi tantangan bagi pendengar melalui kuasa Roh Kudus. Roh Kudus akan mendesak manusia dengan tantangan yang dahsyat untuk mengambil keputusan. Setelah memberitakan Injil, kita berhak mendesak atau menantang pendengar apakah mereka mau menerima Yesus, apakah mereka mau bertobat. Sifat ini juga mengubah seluruh pelayanan kristiani dari sifat negatif menjadi positif, sifat defensif menjadi ofensif. Dengan demikian, orang Kristen tidak seharusnya hanya menerima tantangan zaman, tantangan dunia, atau tantangan kebutuhan manusia saja, melainkan menantang mereka untuk kembali kepada rencana dan kehendak Allah. Mari kita memberanikan diri menantang kebudayaan, politik sistem pikiran manusia, dan zaman kita.
Kuasa Mengutubkan
Kuasa menantang dari Injil mengharuskan mereka yang pernah mendengar Injil mengalami krisis yang bersifat eksistensial, sehingga respons mereka mengakibatkan suatu pengutuban. Mereka yang sudah mendengar Injil harus bertanggung jawab kepada Injil yang sudah diberitakan kepadanya. Mereka tidak mungkin melarikan diri dari tanggung jawab yang besar ini (Ibrani 2:3). Lebih celakalah mereka yang sudah mendengar dan menolak, daripada mereka yang belum pernah mendengarnya. Tetapi, merupakan kebahagiaan yang besar bagi mereka yang menanti Roh Kudus dan menerima Injil, karena merekalah yang akan memiliki dan mengalami segala berkat surgawi, yang dijanjikan dan digenapkan Allah di dalam Kristus. Kedua jenis respons ini bersifat mengutub. Dan, ini merupakan hasil dari kuasa Injil itu sendiri, sehingga hanya ada dua alternatif: binasa atau hidup kekal. Ketika kita mengabarkan Injil, tidak mungkin semua orang mau menerimanya. Sebagaimana Anak Allah yang dipaku di atas kayu salib memisahkan manusia menjadi dua kelompok, demikian juga ketika pemberitaan Injil dilaksanakan, banyak orang yang akan dibangkitkan, namun juga banyak orang yang akan dijatuhkan. Keharuman Kristus ini menjadi keharuman yang menghidupkan, juga menjadi keharuman yang mematikan. Inilah kuasa Injil yang mengutubkan.
Kuasa Membangun Kembali
Prinsip keselamatan Allah bagi orang berdosa adalah merobohkan lebih dulu, baru kemudian membangunnya kembali. Allah tidak pernah melaksanakan sesuatu yang tidak sempurna. Di dalam keselamatan, Injil bukan hanya merobohkan segala benteng yang salah, melainkan juga membangun kembali iman yang sejati di dalam hidup setiap orang yang menerima Injil. Kuasa membangun kembali ini adalah kuasa Roh Kudus yang memperanakkan manusia dan membawa manusia kepada pengharapan yang baru, pembentukan karakter yang baru, pengenalan konsep yang baru, dan pembangunan moral yang baru. Sebagaimana ciptaan lama sudah dirusakkan oleh dosa, maka ciptaan baru sudah dibangkitkan oleh kuasa Roh Kudus. (2 Korintus 5:17-18; Efesus 2:10)
Melalui pribadi-pribadi sebagai ciptaan baru, gereja menjadi saksi kuasa Allah untuk menciptakan lingkungan yang baru pula, untuk membangun kembali masyarakat, kebudayaan, dan sistem pemikiran manusia yang pernah dicemarkan oleh dosa.
Kuasa Memberitakan Injil
Orang yang pernah mengalami kuasa Injil akan memperoleh juga keberanian yang besar, untuk menginjili jiwa-jiwa yang memerlukan Injil. Segala perbedaan konsep, hambatan kebudayaan, batasan agama, tidak akan menghentikannya dari keberanian menginjili ini. Kuasa Roh Kudus yang ada padanya akan memenuhi dia, sehingga dia berani menghadapi segala kesulitan dalam penginjilan. Ini disebabkan oleh cinta Allah yang telah mencengkeramnya sedemikian rupa, sehingga ia mengalami kebenaran (1 Yohanes 4:18). Orang semacam inilah yang selalu mendekati manusia dan memberikan kehangatan kepada manusia lain, serta efisien dalam pemberitaan Injil.
Diambil dari:
Makalah seminar | : | Konsultasi Pelayanan, 28 - 31 Maret 1995, Bandung |
Penulis | : | Pdt. Dr. Stephen Tong |
Penyelenggara | : | Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia dan Gereja-gereja Mitra |
Halaman | : | 32 -- 36 |
Perintah Tuhan untuk Memenangkan Jiwa Semakin Mendesak
Matius 28:20 - "Jadikan semua bangsa murid-Ku ..." Matthew 13:47 - "Engkau akan menjadi penjala ikan ...", dst.
Sekalipun perintah memenangkan jiwa telah diberikan Kristus lebih dari dua ribu tahun yang lalu, gemanya masih terus terdengar hingga saat ini. Tugas ini belum sepenuhnya terlaksana karena masih banyak jiwa di berbagai pelosok dunia yang belum mendengar Injil. Karena itu, urgensi melaksanakan Amanat Agung seharusnya semakin kita rasakan.
Belajar dari Statistik
Dari informasi statistik kita menemukan hal-hal berikut.
Sekitar 2/3 jumlah penduduk dunia (3,2 triliun) hidup di wilayah jendela 10/40.
Sebanyak 85% penduduk termiskin di dunia tinggal di wilayah jendela 10/40.
Ada 55 negara yang paling sulit diinjili, 97% penduduknya non-Kristen, hampir semuanya ada di wilayah jendela 10/40.
Sebagian besar pemeluk agama non-Kristen tinggal di wilayah jendela 10/40.
Sumber: < http://home.snu.edu/~HCULBERT/1040.htm >
Negara-negara yang termasuk dalam jendela 10/40 adalah negara-negara berkembang yang sedang mengejar ketertinggalannya dari negara-negara berkembang (Barat). Mereka adalah negara-negara yang tinggal di bentangan wilayah antara Afrika Utara sampai Asia. Kebanyakan penduduk di negara-negara ini belum dijangkau Injil. Selain masalah birokratis karena keadaan politik, ada juga keterbatasan lain, misalnya dana dan tenaga yang tersedia. Perlu dicari jalan untuk memungkinkan menjangkau mereka dengan cara yang lebih fleksibel, efektif, dan efisien.
Revolusi Media
Munculnya media cetak, radio, kaset, televisi telah menjadi cara Tuhan yang luar biasa menjangkau dunia di masa lalu, dan bahkan masih terjadi pada masa sekarang. Tapi kedatangan media internet telah mengubah dunia lebih hebat lagi. Internet telah menjadi sarana utama manusia untuk melakukan apa pun dan di mana pun. Setiap orang seakan-akan telah tersedot ke dalamnya. Karena itu, tidak heran jika banyak orang berkata bahwa internet dapat menjadi cara yang dominan bagi Tuhan untuk menjangkau dunia di zaman ledakan informasi ini.
"Using a computer for online religious activity ... could become the dominant form of religion and religious experience in the next century." -- Professor B Brasher, penulis buku "Give me that Online Religion" (Jossey-Bass)
Mengapa Internet?
Walaupun media internet tidak mungkin dapat menggantikan media-media lain, tapi penginjilan melalui internet dapat menjadi alternatif untuk menjangkau bagian-bagian dunia yang tidak dapat dijangkau oleh media-media lain. Beberapa kekuatan dan kelebihan internet dibanding media-media lain dapat dikemukakan berikut ini.
Internet dapat menembus tempat-tempat yang sulit/tidak dijangkau oleh misionaris (khususnya wilayah jendela 10/40).
Internet mengalahkan birokrasi manusia karena dapat menurunkan batas-batas kedudukan sosial dan politik.
Biaya produksi dan akses yang relatif jauh lebih murah.
Pemanfaatan "jalan raya" yang sudah dibuat oleh dunia sehingga tidak perlu lagi membangun infrastruktur baru.
Sebagian besar negara (termasuk negara-negara wilayah 10/40) telah tersambung dengan kabel internet (kecuali Korea Utara).
Banyak kaum awam yang bisa terlibat untuk menciptakan pelayanan tanpa batas.
Media internet meliputi:
Tantangan Pelayanan
Perkembangan teknologi internet sangat mengejutkan dunia. Sayangnya, internet masih belum banyak dilirik oleh dunia pelayanan, khususnya dunia penginjilan dan misi. Ada banyak kendala, khususnya karena masih banyak para eksekutif Kristen yang belum menguasai natur media internet sehingga kurang mampu memanfaatkannya bagi perkembangan dan perubahan proses pelayanan Kristen. Selain itu, masih banyak orang Kristen yang masih memiliki persepsi negatif tentang internet.
Perkembangan teknologi internet terjadi dalam hitungan harian (daily basis) karena setiap hari sarana-sarana ini berkembang baik dari kapasitas, ukuran, kecepatan, kemampuan, ataupun keanekaragamannya. Sampai kapan orang-orang Kristen hanya akan puas menjadi penonton dari perkembangan teknologi ini? Sampai kapan orang Kristen terus menutup mata bahwa dunia internet adalah ladang pelayanan yang harus segera digarap dan dijangkau?
Ditulis oleh: Yulia Oeniyati
Kebanyakan orang Kristen mungkin menyangka bahwa setiap nyanyian rohani yang menjadi lagu pilihan umat Kristen pada zaman sekarang sudah menjadi lagu pilihan umat Kristen sejak nyanyian itu diciptakan. Memang ada nyanyian rohani yang tetap populer sejak diciptakan hingga kini, tetapi tidak demikian halnya dengan "Lagu Natal Bala Tentara Surga".
Pengarang yang Pandai
Syair untuk lagu Natal pilihan ini dikarang oleh Charles Wesley, salah seorang penulis nyanyian rohani terbesar sepanjang abad. Bersama kakaknya, John Wesley, ia menjadi pembina aliran Kristen yang kemudian dikenal sebagai aliran Gereja Metodis. Pada masa hidupnya, dari tahun 1707 sampai tahun 1788, ia menciptakan tidak kurang dari 6.500 lagu.
Charles Wesley biasa menulis dengan sangat cepat ketika ia mengarang lagu baru. Lagipula, ia jarang meredaksikan karangannya. Orang lainlah yang meredaksikannya, terutama kakaknya, John. John menjadi redaktur kumpulan nyanyian rohani yang jumlahnya mencapai 56 jilid.
Syair "Lagu Natal Bala Tentara Surga" ini dikarang oleh Charles Wesley pada tahun 1738. Pada tahun itu juga, sebelum ia mengarang syair lagu itu, Charles Wesley mengalami pertobatan sungguh-sungguh sesudah bertahun-tahun menjadi "orang Kristen KTP". Ia sempat menjelaskan dalam bentuk puisi, apa arti kelahiran Kristus.
Anehnya, dalam syair karangannya itu, ia tidak menyinggung-nyinggung kelahiran Yesus. Bayi Kudus di palungan, kandang, binatang, gembala di padang -- semua hal itu tidak disebut-sebut. Bahkan, baris-baris pertama tentang "lagu yang merdu" dan "malaikat yang berseru" itu ditambahkan kemudian hari oleh orang lain, bukan oleh Charles Wesley. Artinya, Charles Wesley memulai syairnya kira-kira demikian:
"Cakrawala bergema: Mulia Sang Maharaja!"
Pengarang yang selalu tergesa-gesa sewaktu menciptakan syair itu tidak memberi judul apa pun pada hasil karyanya. Di sebelah kertas itu hanya ada catatan: "Lagu Rohani untuk Hari Natal".
Proses Perubahan yang Rumit
Syair karangan Charles Wesley itu mula-mula diterbitkan pada tahun 1739. Tetapi banyak orang Kristen merasa kata-kata syair itu kurang pas. Misalnya, kata dalam bahasa Inggris pada baris pertama yang berarti "cakrawala" sudah dianggap kuno. Ada berbagai perubahan yang diusulkan. Kedua baris pertama pernah diubah menjadi:
"Jagat raya proklamir: Kristus kini t'lah lahir!"
Namun, usul peredaksian yang ini pun tidak berkenan di hati kebanyakan orang Kristen.
Kemudian seorang penyunting kumpulan lagu pilihan mencoba mengubahnya lagi. Dari karangan aslinya yang terdiri dari sepuluh bait, dan yang setiap baitnya terdiri dari empat baris, ia membuang empat bait. Sisanya yang enam bait digabung menjadi tiga bait saja; masing-masing terdiri dari delapan baris. Kedua baris pertama, yaitu kalimat tentang bala tentara surga (yang rupanya dibubuhkan oleh redaktur musik itu sendiri), diolahnya menjadi semacam refrein yang diulangi di belakang setiap bait.
Melalui berbagai perubahan itu, kata-kata "Lagu Natal Bala Tentara Surga" akhirnya memperoleh bentuk seperti yang biasa kita nyanyikan pada bulan Desember. Tak dapat dipastikan, siapa redaktur yang membuat saduran itu.
Lagu yang Telantar
"Lagu Natal Bala Tentara Surga" tidak hanya mengalami berbagai perubahan dalam susunan katanya, tetapi juga hampir terlupakan oleh umat Kristen pada masa penciptaannya. Seandainya sesuatu yang tak terduga ini tidak terjadi, nyanyian itu mungkin sudah lenyap sama sekali dari peredaran. Kejadian apakah yang tak terduga itu?
Seorang tukang cetak sedang mengerjakan sebuah buku liturgi dan doa -- bukan untuk aliran Metodis, tetapi untuk Gereja Inggris, yaitu Gereja Negara yang resmi. Kebetulan ada satu halaman kosong dalam buku itu. Untuk mengisi halaman kosong itu, tukang cetak tersebut mencetak syair Natal karangan Charles Wesley.
Sesudah dicetak, para pembesar Gereja Inggris baru menyadari bahwa syair itu karangan seseorang yang mereka anggap pemimpin bidat. Tak pelak lagi, mereka mengusulkan supaya syair tersebut jangan dimuat lagi pada edisi berikutnya. Tetapi telanjur. Ada sejumlah anggota Gereja Negara yang menyukai lagu Natal itu. Jadi syair itu tidak dicabut.
Pada zaman itu, syair Natal karangan Charles Wesley sudah diterapkan dengan berbagai melodi. Ada yang cocok, ada yang kurang cocok. Maka dari itu, "Lagu Natal Bala Tentara Surga" tidak kunjung populer untuk jangka waktu yang lama.
Siapakah yang akhirnya mengarang not-not yang riang itu, yang selalu mengalun pada setiap bulan Desember? Untuk menyelidiki ceritanya, mari kita melintasi samudera raya ke negeri Jerman.
Musikus yang Berbakat
Felix Mendelssohn adalah salah seorang komponis musik barat terbesar pada abad sembilan belas. Ia lahir di kota Hamburg pada tahun 1809. Keluarganya adalah pemodal dan sarjana bangsa Jerman yang kaya raya. Menurut garis keturunan, mereka orang Yahudi. Tetapi menurut agama, mereka orang Kristen yang setia. Felix dibesarkan dalam lingkungan yang serba nyaman -- jasmani dan rohani.
Pada umur yang masih sangat muda, anak laki-laki itu sudah terlihat memiliki bakat musik yang brilian. Ketika ia baru berusia sembilan tahun, ia, sebagai pianis, mempersembahkan konser perdananya. Pada tahun yang sama, ia juga mulai mengarang musik. Musik gubahannya diciptakan pada usia belasan tahun, ada yang masih tetap dimainkan sampai sekarang oleh orkes-orkes simfoni besar.
Sebagai seorang musikus, karier Felix Mendelssohn mencapai prestasi gemilang yang tiada taranya. Sebagai komponis, dirigen, pemain piano, pemain biola, orgel, dan sebagai pembina sekolah tinggi musik, ia dihormati dan dikagumi di mana-mana. Berkali-kali ia melawat ke negeri lain, menggelar konser yang disambut hangat oleh khalayak ramai.
Di tengah-tengah segala kesemarakannya, Felix Mendelssohn tidak melupakan imannya kepada Kristus. Beberapa gubahannya yang paling anggun bersumberkan Alkitab; dua di antaranya Nabi Elia dan Rasul Paulus. Kedua oratorium itu hingga kini masih sering dinyanyikan di Indonesia.
Penyanyi yang Masih Muda
Pada musim semi tahun 1847, Felix Mendelssohn mengunjungi negeri Inggris untuk kesepuluh kalinya. Di sana, ia memimpin orkes dan paduan suara besar yang mementaskan hasil karyanya sendiri, yaitu oratorium Nabi Elia. Dalam acara itu, ada seorang penyanyi koor gabungan yang masih remaja, namanya William H. Cummings. Meski baru berumur 15 tahun, ia sudah 8 tahun menjadi anggota kor di sebuah katedral besar Gereja Inggris. Ia baru saja diangkat menjadi pemain orgel di gereja itu.
William Cummings senang memadukan suara tenornya yang bagus dengan puluhan suara lainnya, terutama karena yang memimpin acara musik itu komponisnya sendiri, sang tamu agung dari negeri Jerman. Tetapi betapa menyedihkan, 6 bulan kemudian William mendengar kabar bahwa Felix Mendelssohn -- komponis ternama itu -- meninggal pada usia 38 tahun.
Selang beberapa tahun, William Cummings membolak-balik halaman sebuah buku musik karangan Alm. Felix Mendelssohn. Buku musik itu berjudul "Festgesang" (Nyanyian Perayaan), dikarang pada tahun 1840 dalam rangka perayaan hari Ulang Tahun penemuan seni cetak yang ke-300. Tiba-tiba Cummings mulai menimbang-nimbang, apakah lagu kedua dari buku musik karangan Mendelssohn itu dapat dipasangkan dengan syair "Lagu Natal Bala Tentara Surga", yang sudah lebih dari satu abad menunggu melodi yang benar-benar cocok?
Lagu kedua itu berjudul "Tuhanlah Terang". Mendelssohn menggubahnya untuk paduan suara pria dan alat-alat musik tiup. Anehnya, komponis besar itu pernah menulis yang berikut ini tentang "Tuhanlah Terang", "Saya yakin, lagu ini akan disenangi oleh para penyanyi dan pendengar. Tetapi lagu ini sama sekali tidak cocok untuk syair rohani. Seharusnya sajaknya bertemakan kebangsaan atau sesuatu yang bersifat riang dan ringan, sesuai dengan nada musik itu sendiri."
Akhirnya Ditemukan Aransemen yang Cocok
Musik karangan Felix Mendelssohn itu memang "bersifat riang dan ringan". Tetapi ia tidak menduga bahwa melodi seperti itu cocok dengan sukacita umat manusia atas kelahiran Tuhan Yesus!
William Cummings menggubah kembali lagu karangan Mendelssohn itu pada tahun 1855. Ternyata not-notnya cocok sekali dengan syair Natal karangan Charles Wesley. Dengan demikian, terciptalah musik yang baru. "Lagu Natal Bala Tentara Surga" terbit pada tahun 1856. Akhirnya nyanyian rohani itu lambat laun menjadi lagu pilihan umat Kristen di seluruh dunia.
William Cummings lahir pada tahun 1831 dan hidup sampai tahun 1915. Ia menjadi seorang mahaguru dan penceramah di bidang musik, juga seorang pengarang musik, penulis sejarah musik, dan pembina sekolah tinggi musik. Ia mengadakan tur keliling ke negeri-negeri lain untuk menggelar banyak konser vokalia. Meski demikian, nama William H. Cummings masih diingat sampai sekarang karena satu hal itu. Apakah itu? Pada umur 24 tahun, ia menemukan melodi yang paling cocok untuk syair "Lagu Natal Bala Tentara Surga" karangan Charles Wesley!
Dahulu kala di kota Zanzibar, di pantai timur benua Afrika, ada sebuah pasar dan penjara besar untuk para budak belian. Setelah perdagangan manusia dihapus, seorang pengabar Injil mengusulkan supaya pasar dan penjara itu dirobohkan. Sebuah gedung gereja yang agung didirikan di situ. Ketika gereja itu selesai dibangun, umat Kristen di kota Zanzibar berkumpul untuk meresmikannya pada malam Natal. Di tempat yang dulu sarat kesengsaraan dan kejahatan, terdengarlah alunan suara riang yang melantunkan "Lagu Natal Bala Tentara Surga"!
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Kisah Nyata di Balik Lagu Pilihan |
Penyusun | : | Andreas Sudarsono dan Doreen Widjana |
Penerbit | : | Lembaga Literatur Babtis, Bandung 2007 |
Halaman | : | 266 -- 271 |
Letak desa Bethlehem tidak jauh dari kota Yerusalem. Sejak dahulu, desa itu menempati kedudukan yang istimewa dalam sejarah. Daud, raja terbesar pada zaman Alkitab, berasal dari Bethlehem. Beberapa abad setelah masa pemerintahan Raja Daud, Nabi Mikha menyampaikan firman Tuhan: "Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala" (Mikha 5:1).
Para ahli Taurat masih ingat akan nubuat itu dari masa ke masa. Ketika orang Majus datang menghadap Raja Herodes di Yerusalem, ahli-ahli Taurat menjelaskan bahwa desa Bethlehem adalah satu-satunya tempat yang paling tepat untuk mencari Raja yang baru lahir itu. Benar, Bethlehem adalah tempat kelahiran Tuhan Yesus. Di antara lagu-lagu Natal umat Kristen, ada satu lagu pilihan yang secara khusus mengingatkan kita akan desa Bethlehem. Hal ini wajar, karena lagu Natal itu diciptakan berdasarkan pengalaman pengarangnya sendiri ketika ia sedang berada di desa yang bersejarah itu.
Anak yang Gembira
Phillips Brooks lahir di kota Boston, negara bagian Massachusetts, pada tahun 1835. Sejak kanak-kanak, ia memunyai sifat yang ramah dan gembira, sehingga banyak orang menyukainya. Ayah ibunya tahu bila Phillips sudah bangun di pagi hari karena dari kamar Phillips mereka dapat mendengar ia menyanyi. Ayah dan ibu Brooks memberi dorongan agar anak-anak mereka menghafalkan nyanyian-nyanyian rohani. Pada hari Minggu sore, biasanya mereka mengulangi lagu-lagu yang sudah mereka hafalkan. Ketika Phillips tamat SMA, ia sudah dapat menyanyikan dua ratus nyanyian rohani di luar kepala.
Pendeta yang Setia
Phillips Brooks kuliah di universitas, kemudian di sekolah tinggi teologi. Ia menerima panggilan untuk menjadi hamba Tuhan. Setelah ditahbiskan pada tahun 1859, ia mulai melayani sebagai gembala sidang di kota besar Philadelphia. Setelah 10 tahun di Philadelphia, ia pindah ke sebuah gereja besar di Boston, kampung halamannya. Selama 22 tahun, ia berkhotbah setiap minggu. Jemaat membludak sampai di luar gedung. Karena itu perlu dibangun tempat kebaktian yang baru.
Selama tahun-tahun itu, Pendeta Brooks beberapa kali ditawari kedudukan yang terhormat sebagai mahaguru dan pendeta mahasiswa di sebuah universitas yang besar. Namun, ia menolak tawaran-tawaran itu. Ia terus melayani sebagai gembala sidang. Dua tahun sebelum akhir hidupnya, Phillips Brooks menjadi uskup dari aliran gerejanya. Selama memegang jabatan itu, ia membina serta menggembalakan jemaat-jemaat di seluruh negara bagian Massachusetts.
Pengkhotbah yang Luar Biasa
Phillips Brooks adalah seorang pengkhotbah yang lain daripada yang lain. Perawakannya saja sudah cukup mengesankan: tingginya hampir 2 meter, wajahnya ganteng, matanya bercahaya. Bila sedang berkhotbah, ia berbicara dengan kecepatan rata-rata 250 kata per menit -- terlalu cepat untuk dapat dicatat, sekalipun oleh seorang sekretaris yang pandai menulis steno!
Pada masa hidup Phillips Brooks, ada banyak orang Kristen Amerika yang ragu-ragu terhadap Alkitab. Tetapi, Pdt. Brooks dengan gamblang mengkhotbahkan Injil tentang kasih Allah dalam Yesus Kristus. Tidak mengherankan bila orang banyak berkerumun untuk mendengarkan khotbahnya! Hingga kini, di kota Boston masih ada patung yang melambangkan keberhasilan Phillips Brooks sebagai pengkhotbah. Di belakang patung orang yang tinggi besar itu, berdiri patung Kristus, dengan satu tangan memegang salib, dan yang lainnya memegang bahu Pdt. Brooks.
Pencinta Anak-Anak
Phillips Brooks melajang seumur hidupnya. Namun, ia mencintai anak-anak. Ia mendorong para anggota gereja agar mereka mendukung kegiatan sekolah minggu dan koor anak-anak. Di ruang kerjanya, di antara buku-buku kesarjanaan dan kumpulan khotbah, selalu ada beberapa boneka dan mainan. Benda-benda itu ditaruh di situ untuk putra-putri anggota gereja bila mereka mampir untuk menemuinya.
Perjalanan ke Bethlehem
Pada tahun 1865, Phillips Brooks meninggalkan tanah airnya selama beberapa bulan. Para anggota gerejanya membiayai perjalanannya ke beberapa negara. Salah satunya ialah negara tempat Tuhan Yesus lahir. Selama bepergian, Pendeta Brooks tidak pernah melupakan anak-anak. Ia menulis surat kepada keponakan-keponakannya, dan dengan sangat menarik menceritakan pengalamannya. Untuk lebih jelas lagi, berikut ini cuplikan dari surat Phillips Brooks yang mengisahkan pengalamannya pada malam Natal tahun 1865:
"Sesudah makan siang, kami menunggang kuda dari Yerusalem ke Bethlehem. Perjalanan itu memakan waktu kira-kira 2 jam. Sebelum malam tiba, kami kembali melewati padang rumput. Kata orang, di tempat itulah para gembala itu berada pada zaman dahulu. Ada sebidang tanah yang dipagari; di dalamnya ada sebuah gua. Ketika kami lewat, ada gembala-gembala yang sedang menjaga kawanan domba, ada juga yang sedang menggiring ternaknya ke dalam kandang."
Pada malam hari itu juga Pdt. Brooks kembali lagi ke desa Bethlehem. Ada sebuah gereja kuno yang konon dibangun tepat di atas tempat kelahiran Yesus. Phillips Brooks menghadiri kebaktian Natal di gereja yang bersejarah itu. Kebaktian tersebut berlangsung dari pukul 10:00 malam sampai pukul 3:00 pagi!
Pada Waktu Latihan Koor
Tiga tahun berlalu. Kali ini perayaan Natal juga sudah dekat. Phillips Brooks sibuk di ruang kerja di gerejanya. Di ruang kebaktian, koor anak-anak sedang berlatih untuk acara hari Minggu menjelang tanggal 25 Desember. Pendeta Brooks menyukai suasana hari Natal. Ia pernah menulis dua syair berkenaan dengan saat-saat yang penuh sukacita itu. Sejenak ia duduk mendengarkan suara anak-anak. Ia teringat akan kunjungannya ke Bethlehem 3 tahun yang lalu. Tiba-tiba ia menyisihkan Alkitab dan catatan khotbahnya. Di atas sehelai kertas kosong, ia mulai menulis -- cepat sekali. Penanya terus menari-nari di permukaan kertas sampai terbentuk sebuah syair Natal yang indah. Lalu ia segera berdiri dan berjalan menuju pintu ruang kebaktian.
Orang yang sedang memimpin paduan suara anak-anak di situ adalah Lewis H. Redner. Walau ia seorang awam, dalam banyak hal, kisah hidupnya mirip dengan riwayat Pendeta Brooks. Ia lahir di Philadelphia pada tahun 1830, dan menjadi seorang makelar tanah/bangunan yang sangat sukses. Sama seperti Phillips Brooks, Lewis Redner juga melajang. Ia tinggal dengan keluarga kakak perempuannya; ia juga mencintai anak-anak. Selama 19 tahun, ia menjadi kepala sekolah minggu di gerejanya. Jumlah murid yang hadir meningkat dari 36 orang menjadi 1.000 orang lebih.
Bapak Redner juga mahir di bidang musik. Ia melayani sebagai pemimpin paduan suara dan pemain orgel di empat gereja di kota Philadelphia. Kepada orang awam yang berbakat itulah Phillips Brooks memberikan kertas yang berisi syair itu. "Ini lagu Natal yang sederhana," kata pendeta yang berperawakan tinggi itu. "Apakah Pak Redner dapat mengarang musiknya?" Lewis Redner mengangguk, lalu memasukkan kertas itu ke dalam kantongnya. Karena pada hari-hari menjelang Natal itu ia teramat sibuk, kertas itu tetap berada di kantongnya dan nyaris terlupakan.
Lagu dari Surga
Akhirnya malam Minggu tiba. Hari berikutnya koor anak-anak akan mempersembahkan acara musik di gereja. Dalam keadaan sangat letih, Lewis Redner pergi tidur. Di tengah malam ia terbangun. Seolah-olah ia mendengar melodi sebuah lagu yang baru. Nada itu menggema dalam hatinya ... bagai melodi yang turun langsung dari surga! Ia melompat dari tempat tidurnya dan mencatat not-not yang sangat indah itu sebelum pudar dari ingatannya.
Pagi-pagi benar Lewis Redner bangun. Ia melengkapi melodi baru itu dengan syair karangan Phillips Brooks -- lengkap dengan empat suara. Setelah selesai; dibawanya ke gereja. Dalam waktu singkat, ia berhasil mengajarkan lagu itu kepada koor anak-anak. Maka pada hari Minggu pagi itu untuk pertama kalinya terdengar alunan "Lagu Natal Kenang-Kenangan Bethlehem", yang kini menjadi Lagu pilihan di seluruh dunia. Lagu baru itu dicetak dalam bentuk lembaran, kemudian menjadi populer di kota Philadelphia. Entah apa sebabnya, tidak ada yang memperkenalkan lagu itu di luar kota asalnya. Bahkan ketika dimuat dalam sebuah buku nyanyian rohani pada tahun 1874, lagu Natal itu tidak banyak menarik perhatian orang.
Baru beberapa tahun kemudian, sebelum Pdt. Brooks meninggal pada tahun 1893, lagu Natal karangannya itu akhirnya menjadi terkenal. Dan sebelum Bapak Redner meninggal pada tahun 1908, lagu itu sudah mulai diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Tidak lama setelah Phillips Brooks meninggal, seorang gadis berumur 5 tahun bertanya kepada ibunya, mengapa ia tidak lagi melihat temannya yang tinggi besar itu. Dengan lembut ibunya menjelaskan bahwa Pdt. Brooks sudah meninggal. Anak perempuan itu memandang ibunya dengan mata yang berkaca-kaca. "Oh, Mama," katanya, "alangkah senangnya para malaikat di surga!" Memang kepulangan seorang hamba Tuhan yang setia menimbulkan sukacita di surga. Tetapi ada juga sukacita di dunia selama suara anak-anak di seluruh dunia menyanyikan "Lagu Natal Kenang-Kenangan Bethlehem".
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Kisah Nyata di Balik Lagu Pilihan |
Judul artikel | : | Lagu Natal Kenang-Kenangan Betlehem |
Penyusun | : | Andreas Sudarsono dan Doreen Widjana |
Penerbit | : | Lembaga Literatur Baptis, Bandung 2007 |
Halaman | : | 182 -- 188 |
"Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan di dalam Kristus" adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan supaya kita dapat dilepaskan dari ikatan-ikatan iblis dalam kehidupan kita dengan menjalani langkah-langkah yang diketengahkan di dalamnya. Sarana ini bukanlah satu- satunya cara untuk melepaskan orang dari ikatan-ikatan setan. Ada beberapa metode yang dapat dipakai dengan efektif jika kita sungguh- sungguh memahami dan memegang kuasa di dalam Kristus. Selain itu, sarana ini pun tidak mengandung kekuatan gaib atau ilmu khusus. Sarana ini hanya membimbing kita supaya kita menyatakan dan menerapkan kebenaran firman Allah dalam kehidupan kita, sehingga kita bisa berjalan dalam kemerdekaan di dalam Kristus.
Pada saat kita menjalani proses tersebut, seharusnya kita sungguh-sungguh membuka hati kita di hadapan Tuhan dan meminta supaya Ia menyatakan kepada kita dosa-dosa yang belum kita tinggalkan dan ikatan-ikatan yang belum diputuskan. Tanpa adanya keterbukaan, kita tidak akan tertolong. Jika kita menyembunyikan dosa-dosa dan ikatan-ikatan kita dari orang yang melayani kita atau dari Tuhan sendiri, maka kita tidak akan dilepaskan dari dosa-dosa dan ikatan-ikatan tersebut. Kita harus jujur jika kita ingin berjalan dalam kemerdekaan dan kemenangan di dalam Kristus. Kemudian kita akan dibimbing dalam proses pemulihan. Pertama, kita berdoa dan minta bimbingan dan perlindungan dari Tuhan. Kita mengetahui bahwa iblis sering melawan proses pemulihan, sehingga doa sangatlah penting. Kemudian kita dibimbing untuk membuat pernyataan tertentu. Dengan demikian, kita memerintahkan iblis untuk melepaskan kita supaya kita dapat mengenal dan memilih kehendak Allah. Pada saat itu, kita memegang kuasa di dalam Kristus sehingga iblis tidak berhak menghalangi pelayanan pemulihan. Sesudah itu, kita masuk ke dalam tujuh langkah menuju kemerdekaan.
Langkah 1: Pilih Kenyataan, Bukan Kepalsuan
Langkah 2: Pilih Kebenaran, Bukan Tipu Muslihat
Langkah 3: Pilih Pengampunan, Bukan Kepahitan
Langkah 4: Pilih Ketaatan, Bukan Pemberontakan
Langkah 5: Pilih Kerendahan Hati, Bukan Kesombongan
Langkah 6: Pilih Kemerdekaan, Bukan Keterikatan
Langkah 7: Pilih Penolakan, Bukan Penyerahan
Pada setiap langkah, kita membaca penjelasan tentang prinsip-prinsip alkitabiah yang harus diterapkan dalam kehidupan kita. Kemudian kita berdoa dulu dan meminta agar Tuhan menjaga dan melindungi hati dan pikiran kita, dan supaya Ia menyatakan kepada kita semua dosa yang harus kita akui dan tinggalkan. Kemudian kita mendengarkan suara Roh Kudus dan mencatat semua dosa yang Ia tunjukkan kepada kita. Akhirnya kita berdoa untuk mengakui dan meninggalkan dosa kita satu per satu, sehingga kita dilepaskan dari pengaruh/ikatan iblis dalam bagian tertentu dari kehidupan kita. Proses tersebut dilanjutkan sampai kita menyelesaikan tujuh langkah menuju ke kemerdekaan di dalam Kristus. Setelah itu, biasanya semua bagian kehidupan kita lepas dari pengaruh/ikatan setan.
Langkah 1: Pilihlah Kenyataan, Bukan Kepalsuan
Langkah pertama ini berkenaan dengan keterlibatan kita dengan kuasa gelap. Di langkah ini, kita melepaskan keterlibatan kita dengan setiap praktik okultisme (kuasa gaib), baik yang kita alami sekarang atau pun yang dulu. Kita memulai dengan doa dan meminta supaya Tuhan menyatakan kepada kita semua keterlibatan kita dengan kuasa gelap. Jika kita sedang atau pernah terlibat dengan hal-hal yang berhubungan dengan "kekuatan gaib", atau jika kita pernah memeluk agama lain, pemujaan, atau terlibat dalam upacara-upacara setan atau kegiatan okultisme, maka kita harus mengakui dan meninggalkan satu demi satu semua keterlibatan kita sesuai dengan pola doa. Selain itu, kita juga membutuhkan seorang konselor yang mengerti peperangan rohani untuk menolong kita. Jika kita tidak pernah terlibat dalam hal-hal tersebut, maka kita boleh masuk ke langkah kedua.
Langkah 2: Pilihlah Kebenaran, Bukan Tipu Muslihat
Pada langkah kedua, kita berpusat pada penerapan kebenaran Allah dalam kehidupan kita. Kita mulai dengan mengakui bahwa kita sering tertipu karena pengaruh bapa dusta, yaitu iblis, dan karena kita menipu diri kita sendiri. Kemudian kita minta supaya Allah menyelidiki dan menyatakan kepada kita apakah jalan kita serong, yaitu apakah kita masih hidup dalam kebohongan atau membela diri kita sendiri. Sesudah itu, kita mengakui hal-hal tersebut kepada Allah dan menyatakan kepada-Nya keputusan kita untuk mengetahui dan mengikuti kebenaran-Nya. Jika langkah ini sulit bagi Anda karena sudah bertahun-tahun lamanya Anda biasa berbohong, sebaiknya Anda mencari pertolongan dari pembina rohani untuk memberantas mekanisme pembelaan yang ada pada diri Anda.
Langkah 3: Pilihlah Pengampunan, Bukan Kepahitan
Langkah ini sangat penting bagi banyak orang, termasuk banyak pengikut Kristus. Menurut pengalaman saya, pada umumnya orang-orang yang memerlukan pelayanan pemulihan sangat membutuhkan pertolongan juga untuk dilepaskan dari kepahitan atau kebencian, apa pun keluhan mereka. Karena pola tersebut sering kali sangat dalam, pergumulan yang mereka hadapi pada saat mereka melepaskan kepahitan atau kebencian mereka bisa cukup kuat. Kita mulai dengan meminta kepada Tuhan supaya Ia mengingatkan kita akan orang-orang yang belum kita ampuni. Kemudian, kita mendaftarkan nama orang-orang tersebut pada selembar kertas. Dalam kasus-kasus tertentu, penulisan nama-nama ini memerlukan banyak waktu, karena orang-orang yang belum diampuni bisa banyak sekali. Kadang-kadang selembar kertas (bolak-balik) tidak cukup untuk mendaftarkannya! Mengapa? Karena banyak pengikut Kristus mengikuti cara-cara dunia dalam menghadapi orang-orang yang bersalah terhadap mereka. Mereka melihat bagaimana orang tua, tetangga- tetangga, dan teman-teman mereka tidak pernah mengampuni kesalahan orang lain; malah ingin membalas dendam.
Mereka juga sering menonton acara-acara televisi dan film-film yang berkisah tentang balas dendam. Jadi, mereka tidak mengerti pentingnya mengampuni kesalahan orang lain. Selain itu, mereka pun belum berpengalaman dalam hal mengampuni kesalahan orang lain, dan tidak ada contoh yang dapat mereka teladani. Pada akhir daftar, sebaiknya kita menulis "diri saya sendiri" karena sering kali kita belum mengampuni diri sendiri, padahal kita telah diampuni oleh Allah pada saat kita percaya kepada Yesus Kristus. Selain itu, sebaiknya kita menuliskan "pikiran-pikiran yang melawan Allah" karena biasanya banyak orang menyalahkan Allah atau memendam kemarahan dan kepahitan terhadap Allah karena Ia tidak memenuhi pengharapan mereka. Misalnya, mereka berdoa supaya saudara mereka disembuhkan, tetapi Allah tidak mengabulkan doa mereka sesuai dengan keinginan mereka, sehingga mereka memendam kepahitan terhadap-Nya. Pada waktu kita selesai membuat daftar, kita perlu berdoa dan mengampuni satu demi satu semua orang yang telah kita daftarkan, sesuai dengan ajaran firman Allah. Pada saat kita melakukannya, kita akan merasa sangat berbahagia. Dan sering kali, setelah proses tersebut selesai, kita merasa seperti baru dilepaskan dari suatu beban yang berat sekali.
Langkah 4: Pilihlah Ketaatan, Bukan Pemberontakan
Banyak orang, termasuk juga orang-orang Kristen, memberontak terhadap para penguasa yang telah ditentukan oleh Allah dalam dunia ini. Orang semacam ini sering memberontak terhadap pemerintah, orang tua, suami, majikan, pemimpin-pemimpin rohaninya, dan bahkan terhadap Allah sendiri. Tujuan kita dalam langkah keempat ialah supaya kita mengakui dosa pemberontakan kita dan sungguh-sungguh merendahkan diri di hadapan Allah. Kita mulai dengan mengakui pemberontakan kita secara umum dan berdoa supaya Tuhan menyatakan kepada kita sejauh manakah pemberontakan kita.
Langkah 5: Pilihlah Kerendahan Hati, Bukan Kesombongan
Langkah ini berkaitan dengan langkah keempat, tetapi tekanannya agak berbeda. Dalam langkah kelima, kita mengakui dan meninggalkan secara umum segala macam kesombongan yang memberi pintu masuk bagi musuh kita. Kesombongan yang dimaksud di sini ialah sikap kita yang lebih mengutamakan kehendak kita daripada kehendak Allah dan sikap kita yang lebih memusatkan hidup kita pada keakuan kita daripada Allah. Kemudian kita meminta Allah untuk menunjukkan kepada kita bidang/hal-hal khusus dalam kehidupan kita yang dikuasai oleh kesombongan kita.
Langkah 6: Pilihlah Kemerdekaan, Bukan Keterikatan
Langkah keenam sangat penting bagi banyak orang, termasuk para pengikut Yesus Kristus. Banyak orang merasa diikat oleh dosa-dosa tertentu. Misalnya, beberapa orang merasa terikat karena kecenderungan mereka yang kuat sekali untuk bunuh diri, sedang beberapa yang lain bergumul dengan penyimpangan dalam kebiasaan makan. Dorongan seksual adalah dorongan yang begitu kuat dan mudah dibelokkan; oleh karena itu, beberapa orang merasa terikat dalam dosa-dosa seksual. Pergumulan dengan dosa-dosa seksual telah menyeret orang-orang pada kebiasaan seperti senang dengan pornografi, memelihara pikiran-pikiran yang kotor, berzinah, dan homoseksualitas. Akhirnya, dosa-dosa tersebut menjadi suatu kebiasaan, sehingga dengan demikian iblis telah berhasil membentuk suatu pola dosa di dalam kehidupan mereka. Mereka sering kali berusaha untuk memutuskan pola dosa tersebut, tetapi mereka gagal sehingga mereka semakin tertipu oleh musuh kita. Mereka menganggap bahwa mereka tidak bisa dilepaskan dari pola dosa yang begitu kuat itu. Itulah tipu muslihat setan! Sebenarnya mereka pasti dapat dilepaskan dari dosa yang mengikat mereka itu, tetapi biasanya prosesnya tidak mudah.
Proses pemulihan dari kebiasaan berdosa mulai di langkah keenam dengan mengakui secara umum bahwa kita sudah memberi diri pada hawa nafsu daging, sehingga kita telah memberi kesempatan kepada iblis untuk mengikat kita. Kemudian kita minta supaya Roh Kudus memberitahukan kepada kita tindak-tanduk kita yang sudah melanggar ketetapan-ketetapan Allah. Sesudah itu, kita berdoa untuk melepaskan dan meninggalkan secara spesifik semua penyalahgunaan tubuh kita dan menyerahkan tubuh kita kepada Tuhan. Jika kita pernah melakukan hal-hal tertentu atau sedang terikat di dalamnya, misalnya homoseksual, aborsi, keinginan bunuh diri, penyimpangan-penyimpangan dalam kebiasaan makan, melukai diri, atau kecanduan hal-hal tertentu, maka kita perlu mengakui dan meninggalkan semua hal yang dinyatakan oleh Allah kepada kita.
Langkah 7: Pilihlah Penolakan, Bukan Penyerahan
Langkah yang terakhir dalam proses ini adalah melepaskan semua dosa dari nenek moyang kita dan semua pengaruh dari apa yang dilakukan oleh orang lain, misalnya santet atau guna-guna. Ada dua bagian dalam langkah ini. Pertama, kita menyatakan dan mengumumkan kepada semua roh jahat bahwa kita menolak dan memutuskan ikatan-ikatan yang berkaitan dengan hal-hal tersebut. Kemudian kita berdoa kepada Allah, menyerahkan tubuh kita kepada-Nya, dan mohon supaya kita dipenuhi dengan Roh Kudus.
Demikian proses menjalani "Langkah-langkah Menuju Kemerdekaan di dalam Kristus". Dengan menjalani langkah-langkah tersebut, maka kita bisa berjalan dalam kemerdekaan dan kemenangan di dalam Kristus. Mengapa kita perlu tujuh langkah? Karena jika kita membuka jalan bagi iblis, ia akan memengaruhi kehidupan kita sejauh mungkin. Oleh karena itu, sering kali kita perlu mengakui dan meninggalkan bukan hanya satu dosa, tetapi berbagai macam pelanggaran. Misalnya, jika Anda melayani seseorang yang pernah membuka jalan bagi iblis dengan melibatkan kuasa gelap, jangan heran kalau ia juga menderita karena keterikatan seksual. Dengan menjalani tujuh langkah, kita bisa sungguh-sungguh mengevaluasi seluruh kehidupan kita di bawah bimbingan Roh Kudus, supaya kita dapat menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya di dalam Yesus Kristus.
Perbedaan antara kehidupan seseorang sebelum dan sesudah mereka menjalani "Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan di dalam Kristus" sering kali sangat mencolok. Eti ialah seorang wanita yang berusia 24 tahun. Di tengah keluarganya, ia orang yang kurang diperhatikan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Ia sudah percaya kepada Yesus, tetapi pertumbuhan rohaninya terhalang. Ia mengatakan bahwa ia sangat rindu untuk mengasihi Tuhan dan bersaksi bagi Injil Tuhan, baik di tengah lingkungan pekerjaan, indekos, dan di tengah keluarga. Namun Eti selalu gagal, gampang emosi, dan jatuh bangun. Kemudian ia menjelaskan bahwa ia sulit mengerti firman Tuhan, malas dan kalau saat teduh sering mengantuk. Ketika ia mendengarkan khotbah, sering kali pikirannya menerawang (melayang-layang). Pada umumnya kehidupannya kurang berbahagia.
Setelah Eti diajar tentang identitasnya yang baru di dalam Kristus dan menjalani "Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan di dalam Kristus", terjadi pembaruan yang luar biasa dalam kehidupannya. Ia sangat berbahagia dan merasa ringan, sepertinya beban yang berat sekali baru dihilangkan. Saat teduh dan doa dapat dinikmati, ia berani bersaksi, bahkan membawa adiknya -- seorang dukun yang melayani orang sakit -- kepada hamba Tuhan yang melayaninya supaya adiknya juga bisa menikmati kemerdekaan yang Tuhan kehendaki baginya. Puji Tuhan atas karya-Nya yang begitu indah!
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Hancurkan Kuasa Iblis dalam Diri Anda |
Judul asli artikel | : | Pemakaian "Langkah-Langkah Menuju Kemerdekaan di dalam Kristus" |
Penulis | : | Thomas J. Sappington, Th.D. |
Penerbit | : | Yayasan ANDI dan OC International, Yogyakarta 1998 |
Halaman | : | 269 -- 279 |
Jika ada orang Kristen yang menghakimi orang non-Kristen dengan menyebut mereka sebagai jahat, kafir, dan berdosa, orang Kristen itu telah bersalah. Budaya Kristen yang seperti itu sebenarnya juga suatu dosa. Pekerja lintas budaya perlu memahami bahwa sebagian besar budaya adalah netral.
Lausanne Covenant dalam artikelnya, Penginjilan dan Budaya, mengatakan, "Karena manusia adalah ciptaan Tuhan, sebagian budayanya kaya dalam hal keindahan dan kebaikan. Dalam komentarnya, John Stott menjelaskan, "Budaya bisa disamakan dengan permadani hiasan, rumit namun indah, yang dibuat oleh masyarakat tertentu untuk mengekspresikan identitas hukumnya. Kepercayaan dan budaya adat adalah bagian dari permadani ini. Lausanne Covenant menentang pemasukan, "budaya alien", ke dalam Injil. Willowbank Report dengan tegas menyatakan, "Terkadang dua kesalahan budaya ini dilakukan bersamaan, dan si penginjil bersalah karena imperialisme kultural merusak budaya lokal dan bahkan membawa masuk budaya alien."
Setiap budaya harus diuji dan dinilai oleh Kitab Injil seperti yang ditegaskan di Lausanne Covenant.
Kebanyakan budaya bisa diperluas menjadi sarana untuk mengabarkan Injil.
Dalam kitab Kisah Para Rasul 17:26-28, Paulus dalam sidang Areopagus di Atena mengatakan, bahwa Tuhan sudah menentukan tempat yang tepat di mana orang harus tinggal. Karena itulah, budaya merupakan bagian dari rencana Tuhan. Dan Ia menempatkan orang di tempat di mana mereka harus tinggal agar mereka dapat mencari dan menemukannya.
Pada kesempatan ini, kita mungkin menemukan bahwa pendekatan Paulus terhadap orang Atena berbeda dengan pendekatannya pada jemaatnya. "Pandangan dunia", orang Atena perlu diperhitungkan dan diperhatikan.
Paulus sudah melihat bahwa kota itu penuh dengan berhala dan hal itu membuatnya sedih. Dalam pesannya, ia mulai membuat referensi mengenai cara hidup rohani dan objek berhala mereka. Secara khusus, dia sangat tertarik dengan sebuah mezbah yang bertuliskan: KEPADA ALLAH YANG TIDAK DIKENAL.
Lalu ia menyatakan siapa Tuhan itu, Sang Pencipta, Allah surga dan bumi yang tidak menetap di kuil-kuil buatan manusia. Dialah Pemberi semua nafas kehidupan. Kemudian Paulus membuat referensi mengenai di mana manusia harus tinggal sebagai sesuatu yang ditentukan Tuhan. Tuhan melakukan ini agar orang-orang mencari dan bisa menemukan-Nya.
Paulus juga mengutip filsafat Yunani dan menegaskan apa yang telah mereka katakan. Dari kutipan salah satu puisi mereka, dia memperkenalkan Injil. Setelah membicarakan inti dari kepercayaan mereka, dia memperkenalkan kebenaran.
Berbagai macam tanggapan muncul ketika Paulus membicarakan penyaliban. Hanya sedikit yang memercayainya, termasuk seorang anggota Areopagus.
Rasul Paulus peka terhadap budaya. Dia tentu sudah menyadari, bahwa orang-orang tersebut sangat berpegang pada budayanya dan dibentuk oleh latar belakang mereka ketika dia menulis surat 1 Korintus 9. Konteks ini berkaitan dengan penyerahan hak-haknya sebagai seorang rasul. Dia membuat satu pernyataan yang mengagumkan, "Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang. Lebih jauh lagi dia mengatakan, "Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat (non-Yahudi) aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat." Perhatikanlah kata, "seperti", dan renungkan artinya. Paulus bertekad untuk menjadi, "segalanya bagi semua manusia", agar dapat menyelamatkan mereka.
Dalam beberapa kitab Galatia, Paulus mengenali bahwa hanya ada satu Injil. Namun, Injil ini akan diartikan berbeda oleh orang-orang Yahudi dan non-Yahudi. Oleh karena itu, dalam membawa berita Injil kepada orang non-Yahudi, orang Yahudi tidak boleh memaksakan unsur-unsur keyahudiannya kepada orang non-Yahudi. Karena unsur-unsur tersebut tidaklah penting untuk Injil, malah merusakkan kebenaran Injil.
Masalah yang umum dengan para pekerja lintas budaya adalah mereka sering kali sudah memiliki pandangan awal tentang apa yang membantu pelayanan mereka. Bukan hanya memiliki pola budayanya sendiri yang ternyata sulit untuk diubah, mereka juga membawa, "sub-budaya Kristen" mereka. Misalnya, seorang misionaris yang terlibat dalam perintisan gereja, tentunya sudah memikirkan cara perintisan tertentu. Pemikiran seperti itu akan merintangi penginjilan. Yang sama buruknya, orang-orang yang tinggal di kota sasaran penginjilan akan meneliti unsur Kristen baru dan berpikir, bahwa mereka harus menerima dan mempraktikkan unsur-unsur ini agar menjadi orang Kristen. Tidak mengherankan, banyak orang Asia yang memandang agama Kristen sebagai agama Barat.
Melihat kembali sejarah kekristenan pada tahun 1500-1900 di Asia, Paul Johnson membuat pernyataan tajam. "Adalah ketidakmampuan kekristenan untuk berubah dan mengurangi sifat keeropaannya, sehingga kesempatan yang ada terlewatkan. Sangat sering gereja Kristen menempatkan dirinya sebagai perluasan konsep sosial dan intelektual Eropa, daripada sebagai perwujudan kebenaran universal. Meskipun kekristenan lahir di Asia, saat diekspor kembali dari abad enam belas ke depan, kekristenan gagal untuk mendapatkan sifat keasiaannya."
Banyak misionaris Barat pada masa lampau, yang tidak mau mengenali budaya asli tempatnya berada. Karena tekanan dan ketegangan yang akan mereka hadapi dalam proses pengenalan itu. Kini, ketika orang-orang Asia terlibat dalam pelayanan lintas budaya, mentalitas yang sama ini harus disingkirkan. Kita bisa disalahkan karena merusak prinsip alkitabiah misi.
FUNGSI, BENTUK, DAN ARTI
Misionaris yang terlibat dalam perintisan gereja harus berhati-hati dalam membedakan fungsi dan bentuk. Fungsi adalah kegiatan penting yang memiliki tujuan. Sedangkan bentuk adalah pola, struktur, atau metode yang digunakan untuk melaksanakan fungsi. Orang Kristen baru perlu mengekspresikan kepercayaan mereka dan menyembah dalam cara kultural yang berarti. Mereka harus memiliki kebebasan untuk menolak pola kultural alien dan mengembangkan pola kulturalnya sendiri. Mereka bebas untuk, "meminjam", bentuk budaya dari yang lain, namun harus yang berarti.
Seseorang dengan latar belakang religius Asia, akan terbiasa jatuh dan lemah dalam menyembah Tuhan, daripada duduk di kursi dengan mata tertutup.
Di Afrika, drum digunakan di beberapa daerah untuk memanggil orang-orang dalam penyembahan, meskipun sebelumnya alat tersebut tidak diterima.
Di Bali, dewan penatua gereja mempelajari kepercayaan alkitabiah dan kultural. Lalu, menentukan bahwa gaya arsitektural tertentu untuk jemaat mereka akan bisa dengan jelas menunjukkan kepercayaan mereka. Karena orang-orang Bali sangat, "visual", mereka mengekspresikan kepercayaan terhadap Trinitas dengan merancang atap bangunan gereja mereka menjadi bertingkat tiga.
Dalam suatu budaya, hampir semua adat akan melaksanakan fungsi yang penting. Untuk itulah, adat seharusnya tidak dicap, "jahat", dan dihapuskan tanpa melihat fungsi dan artinya. Terkadang, adat lama bisa memberi arti yang baru. Beberapa memang harus dihapuskan. Dalam beberapa contoh, bisa diberikan adat penggantinya yang menjalankan fungsi sama.
KEUNIVERSALAN INJIL
Ketika kita mengenali orang-orang dari budaya yang berbeda, pesan yang kita bawa, yaitu Injil bisa disampaikan. Injil ini ditemukan dalam Alkitab. Di satu sisi, isi Injil ditemukan dalam keseluruhan Alkitab yang menjelaskan Injil dengan berbagai macam cara, kepada orang-orang dari budaya yang berbeda-beda. Ada sesuatu dari Injil yang relevan dengan budaya apa pun.
Yang harus kita hindari adalah membawa Injil yang belum dikemas ke dalam satu budaya baru. Banyak kelompok yang terburu-buru, "mengambil keputusan untuk Tuhan", telah menjadi tidak bijaksana dalam melaksanakan metode. Akibatnya, mereka lebih banyak mengakibatkan kerusakan daripada perbaikan, dan terkadang pula menutup jalan bagi pekerjaan lintas budaya yang selanjutnya.
Orang bisa menolak pesan Injil bukan karena mereka antipati terhadap Kristus atau kekristenan, namun karena kekristenan dianggap sebagai ancaman terhadap budaya dan solidaritas masyarakat mereka. Ini tidak hanya terjadi pada masyarakat suku dan religius, tetapi juga pada masyarakat sekuler.
Oleh karena itu, faktor kultural tidak bisa diartikan hanya di permukaan saja. Ketika firman Tuhan mulai menembus suatu masyarakat, firman itu memiliki kuasa untuk berbicara kepada adat dan kepercayaan masyarakat tersebut. Adat dan kepercayaan yang tidak cocok dengan Kitab Injil harus dihapuskan. Yang tidak bertentangan dengan Injil bisa dipertahankan, bahkan dipoles, dan diubah di bawah pemerintahan Tuhan.
Dan saat orang berserah dalam pemerintahan Tuhan, Roh Kudus meneranginya melalui kitab Injil, untuk memahami kebenaran dengan cara yang baru melalui pandangan mereka sendiri.
PEMERINTAHAN TUHAN ATAS BUDAYA
Saya ingat, ketika akan masuk universitas, bagaimana bapa rohani saya menasihati saya untuk melihat semua seni, ilmu, dan filosofi yang akan saya geluti di bawah pemerintahan Kristus. Ini semua harus diuji di bawah ketelitian Kitab Injil. Nasihatnya tidak pernah saya lupakan adalah petualangan untuk melihat semua studi lewat pandangan ini.
Jika Kristus sungguh-sungguh Tuhan atas segalanya, budaya harus berada di bawah-Nya. Prinsip ini cukup berguna, karena pekerja lintas budaya harus hidup dengan tingkat ambiguitas (suatu persyaratan agar pekerja lintas budaya menjadi efektif).
Lausanne Covenant dalam salah satu artikelnya di Penginjilan dan Budaya menyatakan, "Injil mengevaluasi semua budaya menurut kriteria kebenarannya dan menuntut kemutlakan moral di setiap budaya." Maka dari itu, firman Tuhan menolak berhala-berhala yang menentang keunikan Tuhan. Hukum moral Tuhan juga bersifat mutlak, sedangkan budaya mengandung adat istiadat dengan nilai yang berkaitan.
Injil Anugerah juga menolak budaya, bentuk, dan praktik yang didasarkan pada kebaikan manusia untuk memperoleh keselamatan. Ketika orang terbuka terhadap pengajaran Injil, kita bisa memercayai bahwa Roh Tuhan mengubahkan, "pandangan dunia", orang-orang ini saat mereka menaati firman Tuhan.
Bahan diterjemahkan dari sumber:
Judul buku: | : | When You Cross Cultures |
Judul Artikel: | : | More About Culture And Identification - Cultural Preconceptions |
Penulis: | : | Jim Chew |
Penerbit: | : | The Navigators, Singapore 1993 |
Penulis: | : | Jim Chew |
Halaman: | : | 17 -- 23 |
Pencurahan Roh Kudus yang berawal dari hari Pentakosta memberikan makna baru, realitas baru, keyakinan baru, fakta tentang Kristus yang dimuliakan, dan mengenai kehidupan gereja Perjanjian Baru. Pokok-pokok tersebut bukan hanya sekadar fakta sejarah atau pengajaran, karena kita tahu hal itu telah menjadi realitas mendebarkan bagi setiap orang percaya yang penuh Roh Kudus.
Kristus Menjadi Nyata!
Setelah menerima baptisan Roh Kudus pada hari Pentakosta, bangkitlah Petrus dengan kesebelas rasul dan dengan penuh keberanian serta dengan suara nyaring ia berkata, "Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. Dan sesudah [Kristus] ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini." (Kisah Para Rasul 2:32-33)
Baptisan Roh Kudus yang baru diterima Petrus dan murid-murid yang lain itu, merupakan bukti bagi mereka masing-masing dan jaminan pribadi bahwa Tuhan mereka, yang bangkit dari kematian itu kini sudah ditinggikan dan dimuliakan di sebelah kanan Allah Bapa. Sepuluh hari sebelumnya mereka berdiri di puncak Bukit Zaitun dan menyaksikan Yesus menghilang di awan-awan (lihat Kisah Para Rasul 1:9). Itulah pertemuan fisik terakhir Yesus dengan murid-murid-Nya. Pada hari Pentakosta 10 hari kemudian, Roh Kudus datang mengembalikan kontak pribadi mereka secara langsung dengan Kristus di loteng rumah, tetapi dengan suatu cara yang baru. Sekarang, mereka masing- masing mengetahui dengan keyakinan baru bahwa Juru Selamat mereka yang dihina itu kini telah ditinggikan dan dimuliakan Bapa di surga untuk selama-lamanya.
Kenaikan Kristus, Turunnya Roh Kudus
Selanjutnya, Yesus membagikan karunia Roh Kudus yang dijanjikan Bapa kepada murid-murid-Nya. Setelah menerima karunia itu, para murid-Nya memiliki keyakinan bulat bahwa Yesus benar-benar berada di dalam kemuliaan di hadapan Bapa, dan memiliki otoritas serta kuasa atas seluruh jagat raya. Dalam surat-suratnnya, Rasul Paulus menyatakan kebenaran ini, "dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang." (Efesus 1:19-21)
Di dalam Filipi 2:9-10 juga tertulis, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi." Kita juga dapat membacanya dalam Ibrani 1:3, "Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kuasa. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan yang Mahabesar, di tempat yang tinggi." Melalui ayat-ayat ini dan ayat-ayat lain yang mendukung, setiap orang percaya dibawa pada pengertian bahwa Yesus bukan hanya dibangkitkan dari kematian, tetapi juga telah naik ke surga dan dimuliakan di sebelah kanan Allah Bapa. Kenaikan Kristus dan Pentakosta menegaskan bahwa Roh Kudus tak dapat diberikan kepada gereja sebelum Yesus dimuliakan bersama Bapa di surga.
Pemahaman Hubungan Tritunggal
Di dalam seluruh Perjanjian Baru kita bisa melihat keselarasan dan kerja sama yang begitu sempurna di antara ketiga Oknum Tritunggal. Ketika Yesus Kristus, salah satu Pribadi itu datang ke dunia, Ia datang sebagai utusan Allah Bapa. Ia tidak pernah mencari kehormatan dan kemuliaan bagi diri-Nya sendiri. Namun, Ia memuliakan Bapa di dalam Diri-Nya dan bekerja di dalam Diri-Nya. Demikian juga, setelah Ia menyelesaikan tugas pelayanan-Nya di dunia dan kembali kepada Bapa di surga, Yesus mengutus Roh Kudus sebagai Penolong gereja. Roh Kudus itu juga merupakan salah satu Pribadi Tritunggal, yang tidak mencari kemuliaan bagi Diri-Nya sendiri. Seluruh pekerjaan Roh Kudus di bumi dan di dalam gereja bertujuan untuk selalu meninggikan, membesarkan, dan memuliakan Dia yang diwakili-Nya, yaitu Yesus Kristus. Yesus sendiri memberikan kesaksian tentang hal ini, "Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku." (Yohanes 16:14-15)
Di sini, kita melihat hubungan yang sangat jelas di antara ketiga Oknum Tritunggal. Bapa memberikan seluruh otoritas, kuasa, dan kemuliaan-Nya kepada Anak-Nya. Selanjutnya, Anak itu mengangkat Roh Kudus sebagai Penolong untuk menyingkapkan dan menerjemahkan segala sesuatu yang Ia terima dari Bapa kepada gereja. Penting sekali untuk disadari bahwa Roh Kudus pun mempunyai kepribadian-Nya sendiri, sama seperti Bapa dan Anak. Namun, pada zaman sekarang ini perlu disadari pula bahwa Kristus hanya mempunyai satu Wakil Pribadi yang berwenang di dalam gereja dan di atas bumi, yaitu Roh Kudus. Pewahyuan pelayanan Roh Kudus ini memudahkan kita untuk menguji segala sesuatu di dalam diri orang percaya. Apakah yang ada itu memuliakan Kristus? Jika jawabannya tidak, tampak jelas kita wajib mempertanyakan apakah pernyataan itu benar-benar berasal dari Roh Kudus atau bukan. Pada sisi lain, pewahyuan ini juga menegaskan bahwa Kristus juga tidak akan memberikan otoritas-Nya kepada pelayanan atau gerakan kerohanian apa pun yang tidak mengakui keistimewaan kedudukan Roh Kudus sebagai Penolong gereja. Kemuliaan Kristus dan pelayanan Roh Kudus saling berkaitan dan tidak terpisahkan satu terhadap yang lain!
Sumber asli : "Faedah Pentakosta", Derek Prince.
Diambil dari: | ||
Nama majalah | : | Penyuluh, No. 40, Tahun XVI/2007 |
Judul asli artikel | : | Makna Kenaikan Kristus dan Pentakosta |
Judul Majalah | : | Abbalove, Edisi Perkenalan 2 -- Mei 1999 |
Penerbit | : | Abbalove Ministries, Jakarta |
Halaman | : | 5 -- 6 |
Fungsi Bidang Kesehatan dalam Sejarah Pengabaran Injil
1.1. Bidang kesehatan (dan pendidikan) memunyai fungsi yang sangat penting dalam pengabaran Injil sejak dahulu. Bahkan, kebanyakan orang memahami "zending" identik dengan pendirian sekolah dan rumah sakit Kristen yang diwarisi, pada umumnya, oleh gereja-gereja di Indonesia. Dalam kenyataan, berdirinya rumah sakit dan sekolah Kristen itu membawa pengaruh yang cukup besar dalam menetralisasi pandangan masyarakat yang negatif terhadap agama Kristen sebagai agama kolonial Belanda. Memang, kedua bidang itu dapat relatif lebih mudah diterima oleh masyarakat daripada penyebaran pamflet atau traktat-traktat Kristen. Pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan yang langsung dapat dirasakan bagi kehidupan ini meskipun pada permulaan pengabaran Injil di Jawa, sekolah dan rumah sakit belum diminati oleh sebagian besar rakyat.
Kita sering melihat dari sejarah bagaimana para penginjil membujuk anak-anak desa supaya pergi ke sekolah sebab anak-anak itu lebih suka duduk di punggung kerbau/sapinya daripada duduk diam di kelas. Banyak orang tua yang kurang dapat melihat manfaat sekolah pada waktu itu. Demikian juga, banyak orang tua yang kurang mengerti manfaat rumah sakit sebab tingkat pengetahuannya memang begitu rendah. Mereka lebih suka pergi ke dukun atau "orang tua" untuk mencari kesembuhan dari penyakitnya. Pengertian mengenai sebab-sebab penyakit masih sangat terbatas. Pendapat umum menyatakan bahwa penyakit disebabkan oleh pengaruh-pengaruh roh yang menghuni di suatu tempat tertentu sehingga penyembuhannya pun dilakukan dengan mengusir roh-roh yang disaranai dengan jampi/mantra penolak bala dan upacara-upacara. Penyembuhan berdasarkan ilmu kedokteran malah masih sering ditakuti. Betapa kita masih ingat pada tahun-tahun lima puluhan, orang tua kita masih menggunakan dokter untuk menakuti anak-anak yang nakal atau mendiamkan mereka yang menangis. (Anak-anak pada umumnya takut disuntik.)
1.2. Dalam sejarah pengabaran Injil masa lampau, bidang kesehatan (dan pendidikan) dipakai sebagai sarana/alat atau tepatnya sarana penunjang/alat bantu yang dalam istilah Belanda disebut "hulpdienst". Alat bantu ini diharapkan dapat memperkenalkan mereka kepada Injil yang kita beritakan. Jadi, fungsinya sebagai "aanknopingpunt", yang merupakan jalan masuk bagi pemberitaan Injil yang sesungguhnya. Para tenaga medis yang berfungsi sebagai pemberita Injil ini disebut "zendeling-arts"; mereka dibedakan menjadi "zendeling murni" (zendeling) dan guru-guru di sekolah (zendeling-leeraar). Pengabaran Injil yang "murni" dan pokok, yaitu pemberitaan firman, disebut "hoofdienst". Dapat disimpulkan bahwa baik pendidikan/sekolah, maupun bidang kesehatan/rumah sakit pada hakikatnya bertujuan memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus yang merupakan tujuan dari pengabaran Injil.
Mencerdaskan dan menyehatkan orang hanyalah sekadar mendekatkan orang kepada anugerah Allah. Usaha memersiapkan orang untuk menerima anugerah keselamatan, yaitu keselamatan rohani menurut pengertian pada waktu itu (pengertian yang pietistis). Penyembuhan jasmani berarti merupakan sarana yang memungkinkan menuju kepada pembahasan/keselamatan jiwa-jiwa yang dianggap lebih penting. Karena itu, sejak semula bidang medis ini dianggap lebih penting. Sebelum adanya pemilahan kerja, para pengabar Injil dibekali dengan pengetahuan kesehatan, dan menurut catatan sejarah NZV (Nederlansch Zendeling Vereeniging), para calon pengabar Injil harus mengikuti dua jam kursus kesehatan per minggu. Dalam perkembangannya kemudian, hal ini lebih ditingkatkan sehingga calon pengabar Injil itu harus mengikuti kursus ilmu kesehatan selama dua tahun di Universitas Leiden. Mereka yang sebenarnya bukan dokter ini kemudian dapat berpraktik seperti seorang dokter di medan pengabaran Injil. Setelah ada pengkhususan tugas, para "zendeling-arts" diperlengkapi dengan pengetahuan-pengetahuan teologi dan ilmu pengabaran Injil lainnya.
1.3. Hal yang sangat positif dalam upaya memanfaatkan bidang kesehatan untuk pengabaran Injil pada masa lalu ialah diperkenalkannya orang-orang desa kepada sistem kesehatan (dan pendidikan) yang lebih rasional dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Seperti kita maklumi dalam sejarah, semula pemerintah kolonial Belanda kurang memerhatikan kesehatan dan pendidikan masyarakat pribumi. Segala kebijakan yang dibuat selalu diukur dengan ukuran kepentingan pemerintah dan negerinya, bukan untuk kepentingan rakyat pribumi. Sekolah-sekolah pemerintah hanya didirikan untuk golongan kelas masyarakat tertentu. Rumah-rumah sakit dan poliklinik hanya terdapat di kota-kot, itu saja sangat terbatas jumlahnya. Desa-desa (justru pada waktu itu hampir semua penduduk di Jawa tinggal di desa-desa, urbanisasi belum dikenal) masih jauh dari jangkauan pembangunan. Kesehatan mereka hanya terletak dan tergantung di tangan para dukun dan "orang tua" yang berilmu. Mereka hidup dalam zaman kebodohan!
Namun kedatangan para pengabar Injil, bagaimanapun juga, dapat dilihat sebagai pembawa secercah cahaya. Sekolah-sekolah dan poliklinik/rumah sakit, meskipun dalam keadaan yang sangat sederhana, menjangkau mereka. Para pengabar Injil melaksanakan pekerjaan-pekerjaan perintisan dan kepeloporan dengan mengisi celah-celah yang tidak diperhatikan oleh pemerintah kolonial. Meskipun para pengabar Injil itu adalah anak masyarakat penjajah (dan dalam banyak hal tidak dapat melepaskan sikap kolonialnya), mereka dimotivasi oleh "christelijke barmhartigheid" yang diwujudkan dalam tindakan konkret yang pantas kita hargai.
Bidang kesehatan merupakan salah satu bidang di mana gereja dapat mewujudkan peran diakonianya.
Dengan demikian, pelayanan medis merupakan tugas gereja yang harus dilakukan untuk semua orang. Pelayanan medis dilaksanakan serentak dengan kedua tugas gereja lainnya, yaitu persekutuan dan kesaksian, yang dalam praktiknya tidak mungkin ditarik garis yang tegas di antara ketiga tugas itu. Perbedaan hanyalah merupakan nuansa-nuansa belaka. Ketiganya menunjuk/sebagai tanda kedatangan Kerajaan Allah.
2.1. Kita memahami bahwa karya penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus bersifat komprehensif, artinya menyangkut totalitas kehidupan alam termasuk manusia. Juga berarti manusia secara utuh, jasmani dan rohani sebagaimana hakikat manusia yang psikosomatis seperti yang diberitakan Alkitab (Kej. 2:7). Keduanya tidak terpisahkan dan saling memengaruhi. Dalam cerita-cerita Injil yang memuat penyembuhan, akan jelas bagi kita bahwa Tuhan Yesus tidak hanya menaruh keprihatinan terhadap jiwa-jiwa, tetapi juga penderitaan jasmaniah, seperti sakit penyakit. Menurut penelitian, arti kata "pembebasan" (keselamatan) dalam Alkitab senantiasa dipakai untuk menunjuk kepada pembebasan dari sakit-penyakit atau ketakutan terhadap maut atau pembebasan spiritual. Kata "yasya" (bahasa Ibrani) juga dapat diartikan sebagai suatu pembebasan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Dalam Perjanjian Baru dipakai kata "thetape uein" (bahasa Yunani) yang berarti penyembuhan (dari penyakit) dan pembebasan dari dosa dan maut. Kata lain yang sama artinya ialah "sozein" (bahasa Yunani), dipakai dalam pengertian penyembuhan (dari penyakit), pembebasan dari ancaman bahaya fisik, maupun pembebasan dari cengkeraman dosa, kuasa kejahatan, dan maut. Apa yang hendak diungkapkan dengan pemakaian kata-kata tersebut ialah bahwa pembebasan yang Allah lakukan menyangkut baik jasmani maupun rohani yang merupakan kesatuan/hakikat manusia yang psikosomatis itu.
2.2. Cerita-cerita tentang penyembuhan dalam Alkitab, kita mengerti tidak sebagai yang berdiri sendiri, tetapi dalam rangka keseluruhan berita Injil, yaitu tentang berita kedatangan Kerajaan Allah di dunia ini. Penyembuhan/mujizat bukan merupakan fakta yang terpisah dari pemberitaan Kerajaan Allah, melainkan sebagai tanda/petunjuk kepada kedatangan-Nya (bnd. Mat. 12:28; Luk. 9:2; Mat. 4:23; 9:35). Yesus bukan pembuat mujizat/penyembuh, Ia adalah pemberita kedatangan Kerajaan Allah dalam diri-Nya. Ia tidak mengadakan kampanye penyembuhan. Kerajaan Allah mesti dicari dan "yang lain" baru akan ditambahkan.
Jikalau Yesus menyembuhkan, Ia tidak hanya prihatin terhadap penyakit orang yang bersangkutan, tetapi juga terhadap imannya. Sehubungan dengan penyembuhan seorang yang buta sejak lahir (Yoh. 9:1-41), seorang penafsir menyatakan bahwa yang menentukan untuk selama-lamanya nasib orang yang disembuhkan itu bukanlah fakta bahwa ia melihat matahari, tetapi bahwa ia melihat Anak Allah dan sujud menyembah Dia. Memang demikian bahwa dengan penyembuhan dan mujizat, orang dapat terbuka matanya untuk melihat kenyataan Kerajaan Allah yang telah datang.
Gereja dan pelayanan medis: sekarang dan yang akan datang.
Sudah jelas bagi kita bahwa pelayanan medis yang dilakukan gereja (persekutuan orang percaya) memunyai arti yang sangat strategis, baik pada masa lalu dalam sejarah pengabaran Injil, maupun sekarang dan yang akan datang. Penyembuhan/mujizat dan pelayanan medis seperti yang kita maksudkan sekarang, harus ditempatkan dalam perspektif Kerajaan Allah yang telah, sedang, dan akan datang (teologis-eskatologis). Pelayanan medis merupakan pelayanan (diakonia) gereja untuk semua orang. Pelayanan Kristen untuk kesehatan umum! Dengan mengacu pada pemahaman teologis-eskatologis tentang pelayanan medis dan mengantisipasi masa depan, barang kali catatan-catatan berikut baik kita pikirkan lebih lanjut.
3.1. Sistem kesehatan nasional dengan moto "Kesehatan untuk Semua" dapat kita artikan sebagai pemerataan pelayanan kesehatan. Maka sebenarnya, apa yang telah dilakukan oleh "zending" pada masa lalu maupun gereja-gereja, dapat dikatakan sebagai pendahulu dari sistem dan moto tersebut. Pemerataan dalam arti menjangkau mereka yang sangat membutuhkan bukan merupakan barang asing bagi pekerjaan "zending" maupun gereja. Dengan segala keterbatasannya, mereka telah melakukannya, dan orang "kecil" telah menikmatinya. Pekerjaan perintisan dan kepeloporan sudah merupakan tradisi dalam pekerjaan "zending" maupun gereja. Bahkan, semacam sistem rumah sakit rujukan juga telah diterapkan oleh rumah sakit Kristen sejak dahulu. Sehubungan dengan ini, kita mengenal "polykliniek-Ziekenhuisje (hulpziekenhuizen)" dan "hospitaal" seperti yang dilakukan oleh "zending Gereformeerde Kerken" yang bekerja di Jawa Tengah maupun oleh NZV di Jawa Barat. Posyandu-posyandu yang didirikan pemerintah dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan, menurut hemat saya, tidak mengurangi usaha peningkatan yang telah dilakukan gereja selama ini, yakni dengan mendirikan pos-pos kesehatan di tengah-tengah mereka yang sangat membutuhkan, yaitu masyarakat pedesaan dan masyarakat kecil.
3.2. Yayasan-yayasan Kristen yang mendirikan semacam klinik tempat praktik dokter bersama (terpadu?) baru akan merupakan pelayanan Kristen dalam bidang kesehatan jikalau didasari oleh motif kristiani yang sungguh-sungguh diwujudnyatakan dalam cara pengelolaannya. Suatu godaan besar di sini adalah motif komersial seperti yang mendasari sebagian klinik swasta lainnya. Atau malah juga ikut terlibat dalam perebutan pasien dengan "pembajakan" seperti yang disinyalamen baru-baru ini? Peralatan yang canggih sebagai hasil kemajuan teknologi di bidang kedokteran sebagai umpan/daya tarik dalam rangka pembajakan dan perebutan pasien. Jikalau hal ini terjadi, sudah jelas merupakan penyelewengan makna peralatan itu sendiri.
3.3. Celah yang masih bisa diisi oleh pelayanan Kristen dalam bidang kesehatan adalah pelayanan Keluarga Berencana (KB), baik dalam wujud pemberian informasi/motivasi maupun cara/pelaksanaan ber-KB yang dapat dipertanggungjawabkan secara iman. Kita, gereja-gereja, telah menerima program KB dan mendukung secara positif seperti yang telah diputuskan dalam Sidang Raya DGI (sekarang PGI) yang ke-7 di Pematang Siantar. Kita dapat memahami bahwa program Keluarga Berencana adalah untuk mencapai terwujudnya kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga pada khususnya dan demikian pula masyarakat luas pada umumnya. Dengan terpenuhinya kesejahteraan dan kebahagiaan, dapat diartikan kebutuhan-kebutuhan hidup, baik yang menyangkut aspek-aspek medis, maupun sosial ekonomis turut terpenuhi dengan baik pula.
3.4. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup dalam masyarakat Indonesia modern yang kita cita-citakan, kita bertekad melaksanakan pembangunan, termasuk dalam bidang kesehatan. Dalam melaksanakan pembangunan tidak ada sikap lain kecuali kita menerima jasa dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, sikap kita terhadap kemajuan dan hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi adalah positif dengan dasar pemikiran teologis bahwa semua itu merupakan kegiatan manusia sebagai "imago Dei", yaitu makhluk yang menjadi gambar Allah (Kej. 1:26-27). Kesegambaran itu kita pahami sebagai adanya relasi khusus yang dinamis antara manusia dan Allah dalam kerja dan kegiatan sebagai mandataris Allah untuk menguasai, memelihara, dan mengusahakan, serta mengembangkan alam ciptaan-Nya (Kej. 1:28; 2:5). Berbeda dari binatang, manusia tidak hidup ditundukkan/dikuasai oleh kodrat dan alam semata-mata, justru sebaliknya, harus menguasai dan mengusahakannya. Manusia dilengkapi dengan akal budi, suatu potensi yang istimewa untuk dapat diperkembangkan dalam rangka menguasai dan mengusahakan alam demi kesejahteraan hidupnya. Kita tidak secara apriori menolak hasil-hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. Kita menerimanya secara terbuka dan kritis dengan keyakinan bahwa semua itu dapat diabadikan kepada Tuhan dan pelayanan bagi sesama manusia.
3.5. Sejalan dengan yang tersebut di atas, ilmu kedokteran tidak boleh dilepaskan dari hubungannya dengan karya Tuhan. Sebab jikalau dilepaskan, fungsinya, sama dengan ilmu-ilmu yang lain, akan merupakan berhala, sebagai ilmu yang didewakan, yang di atasnya hidup dan mati manusia ditentukan. Ilmu sebagai kegiatan akal budi manusia harus berani mengakui keterbatasannya, tidak dapat mengungkapkan dan memecahkan semua persoalan hidup. Banyak hal dalam kehidupan ini yang masih merupakan misteri dan meskipun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sedemikian pesat dan mampu mengungkapkan apa yang sebelumnya dikenal sebagai "rahasia alam", bagaimanapun selamanya masih tetap ada yang "tersisa" dan masih merupakan misteri.
Tugas gereja dalam pelayanan medis tidak boleh berdiri sendiri terlepas dari pelayanan pastoral/pemberitaan firman. Hal yang perlu kita sadari ialah bahwa pelayanan medis dari seorang dokter hanya merupakan alat di tangan Tuhan dalam rangka pemeliharaan dan pemerintahan-Nya atas kehidupan kita, sebab Tuhanlah Sang Penguasa mutlak atas kehidupan ini. Gereja dalam pelayanan medisnya haruslah merupakan pencerminan dari keprihatinan dan pelayanan Kristus terhadap penderitaan manusia. Untuk itu, dituntut dedikasi yang tinggi dari para dokter, pelayan-pelayan medis, dan mereka yang berkecimpung dalam pelayanan kesehatan pada umumnya. Banyak di antara "zendeling-arts" pada masa lalu yang -- karena dimotivasi oleh kasih kepada Kristus dan sesama -- melaksanakan tugasnya dengan penuh dedikasi sehingga mereka dikenal baik oleh orang Kristen maupun bukan sebagai "dokter tulung", yaitu dokter yang senantiasa bersedia menolong orang sakit tanpa pamrih apa pun. Mungkinkah jiwa semacam ini tetap kita warisi dalam pelayanan medis dalam situasi kita sekarang dan yang akan datang di tengah masyarakat yang modern dan sekuler yang menganggap materi sebagai yang memiliki nilai tertinggi dalam kehidupan? Suatu pergumulan bersama sekarang dalam mengantisipasi masa depan memasuki tahun 2000!
* Pdt. Soetarman, S.P., Th.M., D. Th. adalah Pendeta Gereja Kristen Jawa Nehemia di Jakarta dan pengurus Yayasan BPK Gunung Mulia
Diringkas dari:
Judul buku | : | Mulai dari Musa dan Segala Nabi |
Judul bab | : | Makna Misi Gereja dalam Bidang Kesehatan |
Penulis | : | Pdt. Soetarman. S.P., Th.M., D.Th. |
Penerbit | : | BPK Gunung Mulia, Jakarta 2003 | Halaman | : | 37 -- 43 |
Alasan Penginjilan Luar Negeri
Setelah definisi yang diperlukan dijabarkan secara singkat, sekarang waktunya untuk melangkah pada langkah berikutnya: mencari tahu mengapa kita seharusnya menjadi berani, dan sering kali mau mengorbankan diri sendiri, meninggalkan kenyamanan dan keamanan di tanah air kita untuk mengejar pelayanan pekabaran Injil ke luar negeri. Banyak alasan ini sudah berumur sangat lama. Beberapa yang lainnya mungkin cukup baru dan kehadirannya didorong oleh perubahan jumlah populasi dan pemerintahan dalam tahun-tahun terakhir. Walaupun alasan-alasan yang ditulis di sini terutama diperuntukkan bagi pembaca di negara-negara yang lebih maju, namun juga harus diperhatikan bahwa kebanyakan dari alasan-alasan tersebut memiliki relevansi dengan bagian dunia yang kurang maju, yang sekarang sedang memperluas misi-misi penjangkauan kekristenannya dengan kecepatan yang menakjubkan.
Delapan alasan dasar untuk melanjutkan dan memperluas penginjilan ke luar negeri -- atau, jika Anda lebih menyukai, "misi global" kita adalah:
Karena Kristus memberikan mandat untuk melaksanakan misi global (Kisah Para Rasul 1:8; Markus 16:15; Matius 28:19-20).
Di banyak bagian dalam Alkitab, Ia meneguhkan perintah-perintah tersebut dalam berbagai kata yang berbeda:
"Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:19)
"Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa." (Lukas 24:46-47)
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai." (Yohanes 4:35)
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21)
"Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Yohanes 21:15-17)
Karena Tuhan mendirikan penginjilan global sebagai suatu prasyarat kedatangan-Nya kembali. Dalam Matius 24:14 Ia berkata, "Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya." (Matius 24:14)
Dalam Wahyu 5:9-10, Tuhan Yesus yang telah bangkit digambarkan sebagai seseorang yang "membeli mereka (manusia) bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa."
Karena sebagai orang Kristen yang telah menerima sebuah pemberian yang sangat berharga, yang harus dibagikan seluas mungkin.
Sederhananya, jika kita terpanggil untuk berbagi makanan kita, jubah kita, rumah kita -- yang merupakan milik kita yang sementara -- berapa lama lagi sampai kita dipanggil untuk berbagi pemberian terbesar kita, yaitu iman yang membawa kehidupan kekal?
Karena setiap orang adalah berharga dan kelaparan rohani setiap orang harus dipuaskan. Yohanes 3:16 menekankan maksud Ilahi terhadap seluruh dunia melalui jalan masuk menuju keselamatan dalam kalimat:
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)
Selama kita masih hidup dan memiliki napas dalam paru-paru kita, kita yang telah mendengar Kabar Baik harus terus menerus menghabiskan sedikit demi sedikit napas tersebut untuk bersaksi, sehingga lebih banyak lagi anak Tuhan yang dapat diselamatkan.
Karena jika kita tidak memenangkan saudara-saudara global kita yang lapar akan perubahan, maka kekuatan lain yang tidak diharapkanlah yang akan melakukannya.
Kita melihat kelaparan spiritual manusia yang semakin meningkat dan perlu dipuaskan, namun hal itu juga membuka pintu bagi kekuatan jahat untuk masuk. Untuk melihat kebenaran ini, kita hanya perlu melihat Komunisme dan agama-agama non-Kristen yang mengisi kekosongan spiritual dalam banyak bekas negara-negara terjajah di Afrika sejak 1960, dengan gerakan yang sangat cepat.
kelaparan rohani, dalam hemat saya, adalah sebuah kebutuhan dasar yang manusiawi. Tuhan sendiri menciptakan kelaparan rohani di setiap orang. Tuhan Allah berkata dalam Amos 8:11, "Sesungguhnya, waktu akan datang," demikianlah firman Tuhan ALLAH, "Aku akan mengirimkan kelaparan ke negeri ini, bukan kelaparan akan makanan dan bukan kehausan akan air, melainkan akan mendengarkan firman TUHAN." Sekali kelaparan tersebut timbul, atau -- lebih tepatnya -- sekali seseorang dibuat sadar akan keberadaan kelaparan itu, kebutuhan itu harus dipenuhi, dengan cara bagaimanapun, baik oleh agama atau ideologi yang secara meyakinkan mewakili kelaparan orang tersebut. Sebaliknya, jika kekristenan tidak begitu efektif mewakili di wilayah yang dilanda kelaparan itu, celah untuk masuk ke dalamnya mungkin tidak akan pernah terbuka lagi untuk selamanya.
Karena musuh-musuh kekristenan semakin tidak memiliki belas kasihan. Jika Anda warga negara Kanada, Eropa, Jepang, Amerika Serikat, atau beberapa negara lain yang lebih maju dan demokratis, akan sangat sulit untuk memahami kejahatan yang sebenarnya dari pilihan lain di luar kekristenan -- berbagai macam agama dan aliran kepercayaan -- yang juga saling bersaing demi hati dan jiwa yang belum terpaut pada sebuah kepercayaan. Bagi banyak bagian lain di dunia, "agama alternatif" itu dapat berupa Komunisme. Di tempat lain, pilihan tersebut mungkin berupa voodoo atau agama-agama yang menekankan diskriminasi secara drastis dan bahkan kekerasan fisik secara langsung kepada para penganutnya.
Dalam sejarah terkini, pembunuhan sewenang-wenang terhadap ratusan ribu orang Kristen di Uganda yang dilakukan oleh Idi Amin, penyiksaan secara sistematis dan pemenjaraan orang-orang percaya di Vietnam dengan kejam, dengan alasan "re-edukasi" menunjukkan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah tanpa memedulikan pendapat publik.
Karena hanya hidup yang telah diubahkan yang dapat mengubah masyarakat, dan hanya sebuah masyarakat yang diubahkan secara global yang dapat benar-benar hidup dalam kedamaian. Itulah salah satu kalimat favorit saya secara pribadi, karena hal itu berhubungan dengan kepercayaan saya sejak pertobatan saya tiga dekade yang lalu, bahwa kita dapat memperoleh kedamaian "horizontal" di dunia hanya ketika kita mencapai kedamaian "vertikal" dengan Tuhan, yang semakin meningkat dan dialami oleh setiap pribadi. Pada sebuah tingkat pelaksanaannya, tak dapat diragukan lagi bahwa beberapa pesaing terkuat kekristenan mengajarkan kekerasan dan perselisihan: militan, fundamentalis Islam, kediktatoran Komunisme, anarkisme, dan tentu saja banyak bentuk aliran kepercayaan dalam hal terorisme yang mengisi dunia kita.
Itulah delapan alasan, yang kiranya cukup untuk mendukung pelaksanaan penginjilan global melalui dukungan finansial, doa, dan melalui pelayanan nyata ke luar negeri.
Untuk menyimpulkan, kita perlu menjangkau masyarakat non-Kristen di luar negeri karena:
Hal itu benar secara alkitabiah.
Kita peduli terhadap orang-orang tersebut dan keselamatan mereka.
Jika kita menunda, jutaan orang mungkin tidak hanya kehilangan kesempatan mendapatkan keselamatan kekal, namun juga kesempatan mereka untuk hidup yang layak saat ini.
Hal-hal tersebut adalah berbagai alasan mengapa orang Kristen harus sekuat tenaga mendukung segala upaya penginjilan yang dapat dilakukan di seluruh penjuru dunia. Pertanyaannya, "Apakah tujuan tersebut sudah dicapai?" (t/Rinto)
Diterjemahkan dan disunting dari:
Judul buku | : | God's New Envoys |
Judul asli artikel | : | The Mandate for Global Mission |
Penulis | : | Tetsunao Yamamori |
Penerbit | : | Multnomah Press Portland, Oregon 1987 |
Halaman | : | 25 -- 29 |
Alasan yang paling mendasar bagi kebutuhan "Utusan-Utusan Tuhan yang Baru" adalah meluasnya wilayah-wilayah dunia yang tidak lagi mampu dijangkau melalui cara utusan Injil yang lama.
Seabad yang lalu situasinya terlihat lebih baik. Sejak akhir tahun 1800-an sampai tahun-tahun pertama 1900-an, banyak ahli strategi misi percaya bahwa dunia dapat diinjili sebelum abad ke-20. David B. Barret, dalam World Christian Encyclopedia menyatakan: "Pada tahun 1900, sepertiga umat manusia adalah orang Kristen dan setengahnya sadar akan kekristenan dan juga telah dipengaruhi olehnya. Optimisme untuk penyelesaian tugas penginjilan global dengan cepat sangat tinggi. Dari tahun 1889 sampai tahun 1914, komunitas-komunitas Protestan dan Anglikan yang besar di Eropa dan Amerika Utara, menonjolkan sebuah semboyan yang merangkum optimisme ini dalam sebuah tujuan untuk 'Penginjilan Dunia Pada Generasi Ini'."
Sayangnya, proyeksi optimistik ini tidak terwujud. Hari ini, hampir seabad kemudian, total persentase populasi dunia yang diidentifikasi sebagai orang Kristen sebenarnya telah menurun. Pada tahun 1900, perkiraan terbaik tentang orang yang mengaku Kristen adalah sebesar 34,4 persen dari populasi global, sebuah pencapaian tertinggi sepanjang sejarah. Angka ini menurun ke angka 33,7 persen di tahun 1970 dan ke angka 33,2 persen pada 1975, turun lebih jauh lagi ke angka 32,4 persen di 1985, dan diproyeksikan oleh Barret akan turun sebesar 0,1 persen ke angka 32,3 persen di tahun 2000.
Sembari kita menyongsong akhir abad ini (buku ini ditulis pada tahun 1987, Red.), sangat penting bagi kita untuk memahami mengapa pelayanan-pelayanan misi yang kita kerjakan sekarang ini tidak mencapai tujuannya, yang dengan optimis telah diprediksi dapat dicapai sebelum saat ini oleh banyak orang. Bahkan yang lebih penting lagi, kita perlu mempertimbangkan hambatan-hambatan baru yang terbentuk, yang jika tak bisa dihindari akan membuat penginjilan global menjadi semakin melemah di abad ke-21.
Namun sebelum kita meninjau semua ini, kita perlu mengambil dua langkah yang lain: pertama, mendefinisikan istilah yang kita pakai sehingga kita bisa lebih fokus pada penyelidikan kita dengan tepat; kedua, meninjau kembali mengapa kita harus mencurahkan waktu kita dan mungkin hidup kita untuk memberitakan Kabar Baik di negeri-negeri asing.
DEFINISI BERBAGAI ISTILAH
Dalam hampir setiap diskusi mengenai hal ini, sejumlah kecil kata-kata penting cenderung digunakan berulang-ulang, kata-kata yang menggambarkan bagian-bagian dari proses utama pada tujuan membawa orang di luar tanah air pada iman dan ketaatan dalam Kristus. Definisi singkat istilah-istilah berikut ini cukup memadai untuk kita mengerti di sini.
Pertama, "penginjilan", kata ini secara spesifik berkaitan dengan pekabaran Injil. Menurut definisi dalam World Christian Encyclopedia, "diinjili" artinya "sebuah keadaan yang di dalamnya Kabar Baik telah disebarkan atau ditawarkan; suatu keadaan yang menyadari kekristenan, Kristus, dan Injil."
Penginjilan, untuk tujuan-tujuan kita, tidak berarti perpindahan agama, namun agaknya persis dengan apa yang ada di benak Yesus ketika Dia berkata pada murid-Nya untuk "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." (Markus 16:15) Suku yang telah diinjili adalah sekelompok orang yang lebih dari setengah anggotanya memiliki kesempatan untuk mendengar atau membaca beberapa elemen kunci dalam Injil. Mereka tidak selalu harus berpindah agama.
Kedua, berkaitan dengan apakah sebuah suku sudah atau belum "dijangkau". Untuk memenuhi syarat sebagai suku yang sudah terjangkau, harus ada sebuah jemaat lokal yang giat dan mampu mengabarkan Kabar Baik ke dalam suku tersebut.
Kata "pribumi" adalah kuncinya. Jemaat lokal atau kelompok Kristen itu haruslah mandiri, sehingga dapat bertahan tanpa dukungan dari luar.
Yang terpenting dari semuanya, suatu kelompok yang terjangkau secara potensial dapat memiliki sumber-sumber lokal untuk memelihara dan mengembangkan populasi Kristennya sendiri, bahkan dalam lingkungan-lingkungan yang sangat dibatasi, seperti dalam lingkungan yang di dalamnya memiliki banyak utusan Tuhan yang baru dapat sedang bekerja.
Konsep "Kelompok Kristus" yang digunakan dalam buku ini adalah untuk menyebut jemaat-jemaat lokal, gereja-gereja rumah, dan pertemuan-pertemuan bawah tanah orang-orang Kristen yang seringkali menjadi alternatif bagi gereja di "negara-negara tertutup" yang menjadi tujuan bagi pengutusan para utusan Baru.
"Kelompok suku" paling tepat didefinisikan sebagai orang-orang yang terpisah secara budaya dan bahasa (seperti suku Maasai di Kenya atau suku-suku di perbukitan Hmong di Laos). Dalam sebuah pengertian, terdapat 24.000 kelompok suku di dunia pada saat ini dan sekitar 17.000 dari jumlah tersebut masih belum dijangkau. Jumlah 17.000 adalah kelompok-kelompok suku yang belum terjangkau, atau "orang-orang yang tersembunyi", yang diperkirakan pada pertengahan tahun 1985 berjumlah lebih dari 2,5 juta jiwa. Saat ini ada 77 negara dan ribuan kelompok suku yang tertutup, cenderung berada dalam dunia Muslim dan Komunis.
Suatu konsep dasar yang lain adalah "perpindahan agama". Dalam Matius 28:19 Yesus mengatakan, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus." Dalam kasus-kasus lain, baptisan tidak disebutkan dan perintahnya hanyalah untuk menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, mungkin melalui doa khusus, pengungkapan iman di depan umum, atau melalui sarana yang lain.
Untuk menghindari perselisihan mengenai kapankah terjadinya perpindahan agama, saya lebih suka memilih sebuah konsep yang lebih global -- "membawa orang pada iman dan ketaatan kepada Kristus." Istilah ini lebih akurat dan sepertinya, untuk saya, menggambarkan tujuan kita dengan sangat baik. Masalah yang ada hanyalah, tentu saja, hal itu tidak terukur dan tidak terhitung, kecuali oleh Tuhan.
Dalam banyak kasus yang berkaitan dengan statistik, kita akan banyak membahas mengenai orang-orang Kristen yang mengakui apa yang dianutnya -- dan dengan demikian berbasis pada jumlah individu yang menyatakan sebutan Kristen atas diri mereka berdasarkan keinginan mereka sendiri.
Selama bertahun-tahun kami bergumul untuk menemukan cara-cara yang lebih baik untuk menghitung jumlah orang Kristen dalam perbandingan dengan populasi nasional atau internasional yang besar. Pada umumnya saya lebih menyukai penggunaan istilah "anggota tetap" (anggota jemaat yang dewasa). Kategori ini kurang elastis daripada istilah "komunitas", yang lebih disukai oleh beberapa denominasi (contohnya, Katolik Roma), dan yang termasuk di dalamnya tidak hanya warga jemaat dewasa, tetapi juga anak-anak mereka yang tentu saja terpengaruh oleh pilihan agama orang tuanya.
Dengan mengonversikan semua angka tersebut menjadi jemaat tetap, memungkinkan kita menghindari kesalahan dalam membandingkan variabel yang tidak bisa dibandingkan.
Mungkin inilah saat terbaik untuk membuat pembedaan yang lain, didorong oleh kenyataan bahwa sekarang terdapat 270 denominasi Kristen baru di seluruh dunia setiap tahunnya, dengan jumlah bersih yang terus meningkat. Ketika artikel ini ditulis, jumlah denominasi dan kelompok gereja berjumlah lebih dari 22.000, semuanya mengklaim sebagai cara terbaik dalam mengikuti Jalan Kristus. Dengan jumlah besar denominasi yang kadang-kadang bersaing ini, saya ingin memperjelas bahwa tujuan artikel ini adalah untuk memperlengkapi Anda menolong lebih banyak orang datang kepada iman dan ketaatan dalam Kristus, bukan pada denominasi tertentu atau sekelompok denominasi dalam Tubuh Kristus secara global.
Saya yakin jika seorang petobat baru mulai bergerak ke arah iman dan ketaatan, ia akan dipandu sesuai dengan kebutuhannya oleh Guru Terbesar yang pernah ada. Mungkin contoh terbaik sekarang ini adalah ledakan pertumbuhan Gereja di Tiongkok, setelah pengusiran para utusan Injil.
Saya menyatakan hal ini bukan untuk mengatakan bahwa saya kurang memiliki keyakinan pribadi tentang cara-cara menyembah Tuhan dan berbagai cara menafsirkan firman Tuhan. Hal ini merupakan pertimbangan vital bagi saya, sama seperti bagi orang Kristen lainnya. Bagaimanapun juga, beban artikel ini adalah untuk mengembangkan berbagai macam strategi yang dapat menolong untuk membawa lebih dari ratusan juta orang kepada Kristus -- dan bukan untuk meributkan hal-hal yang berkaitan dengan doktrin, seberapa pun pentingnya, dengan orang-orang yang telah menjadi percaya.
Tujuan kami adalah untuk membangun Tubuh Kristus dan untuk memperluas Gereja-Nya, bukan untuk melemahkannya melalui pertengkaran-pertengkaran antar kelompok yang kurang penting, yang terjadi pada saat keselamatan jutaan orang tergantung pada kerja kita sebagai satu tim. Bersama sebagai gereja-Nya; Tubuh dari semua orang percaya, kita diwajibkan untuk mengejar "misi-misi gereja": untuk menyatakan Kristus dan membawa sebanyak mungkin orang pada iman dan ketaatan kepada Dia (Roma 16:26). (t/Rinto)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | God's New Envoys |
Judul asli artikel | : | The Mandate for Global Mission |
Penulis | : | Tetsunao Yamamori |
Penerbit | : | Multnomah Press Portland, Oregon 1987 |
Halaman | : | 21 -- 25 |
Makin lama krisis moneter memengaruhi ekonomi Indonesia, makin banyak gereja dan orang Kristen yakin bahwa Indonesia tidak dapat lagi mengutus misionaris ke luar negeri. "Mahal sekali," komentar beberapa orang Kristen. "Apalagi jika misionaris kita masih harus mempelajari bahasa Inggris di Barat." Sekarang banyak orang mulai tawar hati. Sayang sekali, jika gereja-gereja Indonesia yang baru mulai terlibat dalam misi sedunia, sudah harus berhenti lagi. Hanya sedikit orang Kristen yang masih percaya bahwa Indonesia tetap dapat memainkan peranan penting dalam penginjilan sedunia walaupun menghadapi krisis moneter.
Sejarah sending WEC membuktikan, bahwa kita tidak harus putus asa dan menyerah, walaupun ada banyak kesulitan. WEC International paling cepat bertumbuh pada waktu Perang Dunia II. Pada waktu itu, badan misi kami mengalami kesulitan luar biasa, karena tenaga yang bersedia melayani Tuhan secara lintas budaya, terbatas sekali akibat keterlibatan generasi muda dalam perang. Selain itu, uang sedikit sekali karena para donatur lebih sering memikirkan tentara-tentara mereka daripada orang di negara-negara yang jauh dari mereka. Pada waktu itu, hampir mustahil mendapatkan izin untuk merintis pelayanan ke suku, daerah, dan negara baru. Tetapi para pemimpin WEC International tidak ingin frustrasi dan tawar hati. "Zaman yang sulit merupakan kesempatan untuk menyaksikan apa yang Tuhan masih dapat lakukan walaupun tidak berubah. Bagi Tuhan, tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak maupun dengan sedikit. Bandingkan pengalaman Yonatan yang berani dan mengalahkan banyak orang Filistin, karena dia mengharapkan bahwa Tuhan bertindak baginya (1 Samuel 14)." Dan akhirnya, mereka diikutsertakan dalam kemenangan Tuhan.
Satu contoh lagi, bahwa apa yang mustahil bagi manusia tidak mustahil bagi Tuhan. Pada tahun 1931, pendiri misi kami, C.T. Studd, meninggal. Pemimpin-pemimpin kami berdoa supaya Tuhan memberi sepuluh orang dalam 1 tahun yang dapat menjadi tanda bagi mereka dan dunia, bahwa Tuhan tetap memberi tugas untuk penginjilan dunia kepada WEC International. Allah begitu setia. Dia mengutus sepuluh tenaga baru yang bersedia untuk bergabung dengan WEC International. Orang terakhir baru datang 10 hari sebelum tanggal yang ditentukan. Tuhan tidak hanya memberi calon-calon, Dia juga mencukupi semua yang mereka butuhkan. Tahun berikutnya, WEC dapat mengutus 15 orang, sesudah itu 25 dan 50 orang, tahun berikutnya lagi 75 orang. Mukjizat ini Tuhan buat supaya kita lebih percaya kepada-Nya. Walaupun situasi sulit, iman orang percaya masih dapat berhasil. Semua gereja dan gerakan rohani pertama-tama mengalami pergumulan yang berat. Sejarah gereja Indonesia dapat memberi contoh demi contoh, karena tanpa pengorbanan, keberanian, penderitaan, dan pergumulan, Kerajaan Allah tidak dapat dibangun di dunia ini.
Hal yang sama juga kita alami sekarang dalam mengutus misionaris dari Indonesia. Jangan kita takut dan menyerah, Tuhan sanggup membuat perkara-perkara yang lebih besar. Mari kita belajar dari sejarah gereja dan generasi tua kita! Mari kita bersedia untuk berkorban dan berjuang bagi Kerajaan Allah, supaya pada masa depan kita dapat menyaksikan apa yang Tuhan buat lewat gereja-gereja di Indonesia. Tuhan tidak berubah, Dia tetap sama dan sanggup melakukan perkara-perkara besar.
Iman, Suatu Tiang Rohani WEC
Iman adalah prinsip kedua WEC yang merupakan dasar rohani badan misi kami. Kami mengetahui bahwa tanpa iman, kami tidak dapat melakukan apa-apa. Supaya kami berhasil dalam pelayanan kami, Ibrani 12:2 menjadi patokan bagi kehidupan kami: "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan." Dengan iman seperti ini, kami dapat menghadapi apa saja. Tuhan yang hidup di dalam kami akan menolong dan memampukan kami untuk berhasil bagi Kerajaan-Nya. Jika kami menghadapi kesulitan dan pergumulan, kami mengetahui bahwa Allah ada di pihak kami dan Dia yang memerhatikan kami sebagai anak-anak-Nya.
Allah itu setia dan tidak akan mengabaikan kami. Itu sebabnya dalam hal materi, kami juga mengandalkan Tuhan, bukan manusia. Jika Tuhan memanggil kami untuk melayani lintas budaya, Dia juga mencukupkan kebutuhan kami. Tidak mungkin bahwa Dia memberi tugas dan tidak memperlengkapi kami. Jika seseorang ingin bergabung dengan WEC, kami menjelaskan kepadanya bahwa dia harus bergantung kepada Tuhan, bukan kepada sending WEC. Allah yang menanggung, bukan manusia atau misi WEC. Allah sebagai Abba tidak hanya mencukupi kebutuhan rohani manusia, melainkan juga kebutuhan material. Jika kami bersaksi bahwa kami beriman, kami juga harus menantikan segala sesuatu dari Tuhan, dan bukan dari manusia atau dari WEC International. Ini penting bagi kami, supaya kesaksian kami tetap baik.
Berulang kali, para misionaris WEC di seluruh dunia dapat memberi kesaksian tentang kesetiaan Tuhan. Allah dimuliakan karena Dia begitu luar biasa dalam memerhatikan anak-anak-Nya. Sampai sekarang, Tuhan selalu memberikan apa yang kami butuhkan. Dalam sejarah WEC, kami dapat membuka ladang demi ladang, lebih dari 1.800 orang sudah bergabung dengan WEC, karena Tuhan memanggil dan memampukan serta menolong mereka secara material. Bagi kami sangat penting, bahwa tiap misionaris kami bergantung kepada Allah saja. Jika kami mengharapkan manusia, kami dapat menjadi kecewa karena situasi para donatur dapat berubah dan tiba-tiba dia tidak mampu lagi untuk mendukung tenaga kami. Itu sebabnya sangat penting, bahwa kami melayani Tuhan dengan sukacita. Jika kami hanya mendapatkan sedikit uang, kami tetap ingin melayani dengan hati yang bersyukur kepada Tuhan. Seandainya kami diberikan banyak, kami tidak ingin mementingkan diri sendiri, melainkan tetap mengutamakan pemberitaan Injil.
Walaupun WEC mengharapkan anggota-anggotanya hidup sederhana, ini tidak berarti bahwa mereka harus selalu hidup jauh di bawah standar orang-orang yang mereka layani. Mereka harus menyesuaikan dengan keadaan orang yang dilayani, sehingga mereka dapat menjadi saksi-saksi yang baik. Pada permulaan, WEC International banyak melayani orang-orang yang tidak mampu, sehingga para misionaris kami juga tidak perlu banyak untuk tinggal di tengah-tengah mereka. C.T. Studd, misalnya, tidak memunyai apa-apa, karena harta kekayaannya sudah dia serahkan kepada Tuhan dan orang lain. Dia melayani dengan hati yang tulus dan hanya dapat membagi Injil. Sekarang situasi sudah lain sekali. Banyak dari tenaga kami melayani di antara orang yang berpendidikan di kota-kota besar, sehingga untuk tidak menjadi batu sandungan, mereka tidak dapat hidup seperti C.T. Studd. Dengan bergantung pada Tuhan, mereka harus menemukan gaya hidup yang paling cocok untuk menjadi utusan Injil di lingkungan seperti ini.
Kami ingin bahwa kami selalu berjalan di dalam terang Tuhan. Jika kami tidak kaya, kami tidak ingin merasa minder, karena milik kami lebih sedikit daripada orang lain. Kami juga menjaga supaya kami dapat bergaul luas dan tidak kaku di kalangan orang kaya walaupun kami tidak sekaya mereka. Jika seseorang 100% bergantung kepada Tuhan dan tidak terikat pada pendapat manusia, dia dapat bergaul sopan dan wajar, walaupun dompetnya tipis. WEC International mengajarkan anggota-anggotanya, bahwa memberi lebih berbahagia daripada menerima. Di dalam keluarga WEC, biasanya anggota-anggota yang lebih mendukung dan memerhatikan yang lain yang hidupnya pas-pasan. Jika kami memberikan atau mendapatkan uang, kami tidak ingin diikat dengan para pemberi atau mengikat orang yang mendukung kami. Jika Tuhan si Pemberi utama, manusia selalu nomor dua. Kami ingin berterima kasih kepada para donatur dan juga menghargai pemberian-pemberian mereka, tetapi kami hanya ingin taat kepada Allah saja, supaya pelayanan di ladang misi tetap maju.
Kami sadar, jika kami beriman, kami berfokus kepada Tuhan dan bersedia untuk mendengar perintah-perintah-Nya. Hanya dengan iman, dunia dapat dimenangkan bagi Kristus sesuai dengan Ibrani 11, di mana pahlawan-pahlawan iman disebutkan yang melakukan hal besar, karena dimampukan oleh Allah lewat iman. Doa kami agar misionaris kami juga menjadi saksi iman di mana mereka berada.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 29, Tahun 1998 |
Penulis | : | Tim Terang Lintas Budaya |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Sidoarjo 1998 |
Halaman | : | 2 -- 4 |
"Jendela 10/40" merupakan istilah penting dalam misi saat ini. Wilayah ini terbentang dari Afrika Barat sampai Asia Timur, dihuni oleh 2/3 penduduk dunia (4 milyar jiwa), dan di antara mereka terdapat 97% yang belum pernah mendengar Injil. Di wilayah ini pula terdapat 82% penduduk termiskin di dunia dan 90% suku terabaikan. Indonesia, di mana kita tinggal adalah salah satu negara di dalamnya.
Ironisnya, sebanyak 75% dari jumlah misionaris di seluruh dunia tidak pergi ke daerah yang belum dijangkau oleh Injil. Mereka justru pergi ke daerah-daerah yang telah ada orang Kristennya. Yang menyedihkan pula, jika kita melihat ke mana perginya dana-dana gereja di seluruh dunia, hanya 1% dana yang digunakan untuk penginjilan yang ditujukan kepada daerah yang belum mendengar Injil. Sedangkan dana yang terbesar (87%) digunakan untuk kegiatan pelayanan dalam gereja.
Kita sering mendengar firman Tuhan tentang misi yang sudah tidak asing lagi, "Ini aku, utuslah aku" (Yesaya 6:8). Tetapi mengapa jumlah misionaris sangat sedikit? Hanya ada 201.260, total misionaris seluruh dunia. Mengapa? Karena tidak ada sinergi orang yang diutus dan pengutusan. Terlalu sedikit yang diutus karena tidak adanya dukungan dari para pengutus. Hanya ada dua pilihan, yaitu menjadi utusan atau pengutus. Pihak pengutus harus sepenuhnya memberikan dukungan dalam hal moral, logistik, finansial, doa, dan komunikasi. Sedangkan jika menjadi utusan, yang bersangkutan harus diutus pergi bagi dunia yang belum mendengar kasih Allah, masuk ke dunia yang sangat gelap, yaitu ke dunia yang tidak jauh dari kita, seperti Indonesia dan bangsa-bangsa di sekitarnya. Seorang utusan harus memiliki satu tekad, yaitu "Never Give Up".
MENGAPA HARUS ADA MISI?
Mengapa harus ada misi yang dilakukan oleh banyak orang di muka bumi ini? Alasannya adalah sebagai berikut.
Pertama, karena belas kasihan Yesus Kristus kepada umat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa (Matius 9:35). Kedua, karena Yesus Kristus adalah Juru Selamat dunia yang datang untuk menyelamatkan umat manusia agar tidak binasa (Yohanes 3:19). Ketiga, Yesus akan menjadi terlalu kecil jika hanya disembah oleh bangsa tertentu saja, karena seluruh bangsa dan umat manusia di muka bumi harus menyembah-Nya (Mazmur 9). Keempat, karena Amanat Agung Tuhan Yesus, saat Dia akan naik ke surga setelah kebangkitan-Nya. Ia ingin agar kita mewartakan Injil-Nya sampai ke ujung bumi serta membawa jiwa-jiwa yang terhilang kepada Tuhan karena banyak orang di dunia yang belum mengenal Kristus dan belum menerima keselamatan (Matius 29:16-20).
Tetapi sebelum kita melakukan misi, ada hal-hal penting yang harus kita ketahui, yaitu Siapa saya -- "Who am I?" Kita harus mengenal terlebih dahulu siapa diri kita melalui pandangan Allah. Kita harus sadar bahwa Tuhan telah membentuk kita sejak dari kandungan (Yesaya 44:2), bahwa kejadian kita dasyat dan ajaib, Tuhan sangat mengenal kita, dan Allah mengenal setiap bagian dari diri kita sehingga kita harus mengucap syukur kepada Tuhan yang mengenal kita sejak dalam kandungan (Mazmur 139:13-15). Tuhan juga telah memanggil kita sejak kita masih dalam kandungan sehingga kita harus sadar bahwa kita sudah ada dalam rencana Allah jauh sebelum kita ada (Yesaya 49:1). Kita juga harus sadar bahwa kita adalah orang-orang yang telah dibebaskan dari kebinasaan akibat dosa karena kita telah dibeli oleh Kristus yang harganya telah lunas dibayar (1 Korintus 6:20). Kita adalah terang bagi bangsa-bangsa yang masih berada dalam kegelapan dan belum mendengar tentang keselamatan yang berasal dari Kristus (Yesaya 49:6-9; Matius 5:14). Selain itu kita adalah garam dunia (Matius 5:13). Bahwa kehadiran kita di tengah masyarakat walau belum melakukan apa-apa -- belum bicara apa pun, kita telah diharapkan Tuhan untuk membawa perubahan bagi masyarakat dan membuat perbedaan yang indah.
Bagaimana jika kita dipanggil melakukan misi? Pastilah muncul pertanyaan, "mengapa harus saya?". Kita dipanggil melakukan misi karena melayani Tuhan adalah hak istimewa sebagai anak Tuhan (Keluaran 19:5-6), juga karena kita sudah diberkati untuk menjadi berkat, maka kita harus memberkati orang lain. Tubuh kita adalah Bait Allah (1 Korintus 6:19; 2 Tawarikh 6:33), kita ingin agar orang-orang mengenal dan menikmati kasih Kristus melalui diri kita sebagai Bait Allah yang kelihatan dan harus ditunjukkan dalam setiap hal di kehidupan kita. Dengan begitu orang lain dapat melihat bahwa Kristus ada di dalam kita. Kita juga adalah duta-duta Kristus (1 Korintus 5:18-20) dan merupakan hak istimewa bagi kita jika kita dipakai Allah sebagai duta-Nya. Namun, yang paling utama adalah bahwa kita ini milik Kristus (1 Korintus 3:23; 6:19; Galatia 3:29) dan kita terikat dengan Kristus.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul jurnal | : | Jurnal MIM Edisi Agustus 2005 |
Judul artikel | : | Masuk Dunia Misi? |
Penulis | : | Tim Jurnal MIM |
Penerbit | : | Mahasiswa Indonesia Menuai (MIM), Yogyakarta 2005 | Halaman | : | 1 -- 3 |
Oleh: Yulia Oeniyati
Mungkin judul di atas terdengar sedikit berlebihan. Tapi fakta membuktikan bahwa wanita, disadari atau tidak, memiliki peran yang tidak kecil dalam keseluruhan hidup manusia pada umumnya. Alkitab pun mendukung gambaran ini. Coba Anda perhatikan baik-baik seluruh ayat dalam Amsal pasal 31. Ini merupakan pujian yang tidak main-main terhadap wanita. Bayangkan, dari pagi sampai petang, wanita mengerjakan semua tugas, dari menyiapkan makan sampai menyediakan sandang dan papan bagi seluruh anggota keluarga. Itu pun belum cukup karena ternyata wanita juga sanggup mengurus semua stafnya untuk mengerjakan industri rumah tangga yang akan menghasilkan pemasukan bagi keluarga. Belum lagi urusan pendidikan anak-anak, wanita juga yang harus mengerjakannya. Bagaimana dengan tugasnya terhadap suami? Di tengah semua kesibukannya, wanita masih menyempatkan diri berdandan untuk melayani suaminya. Tidak ayal lagi, peran wanita yang serba bisa ini akan menjadi tonggak kestabilan dan kesejahteraan keluarga. Jika keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat ini bisa stabil dan sejahtera, masyarakat pun pasti akan terkena dampaknya yang positif.
Namun sayang sekali, peran wanita yang dapat memberi dampak besar ini sering tidak mendapat dukungan yang diperlukan dari masyarakat umum. Sebaliknya, wanita sering mendapat perlakukan yang tidak adil dan diremehkan, bahkan dilecehkan sehingga tidak dapat melakukan peran yang seharusnya. Dari berita-berita koran, TV, dan majalah, kita melihat penyiksaan dan pelecehan wanita yang terjadi justru di dalam keluarga sendiri. Posisi wanita yang lemah sering kurang mendapat perlindungan yang diperlukan. Padahal bila tidak dari keluarganya sendiri, ke mana para wanita ini harus mencari dukungan yang sebenarnya mereka perlukan?
Memberi pelayanan kepada wanita dalam konteks di atas merupakan salah satu tujuan diadakannya pelayanan misi untuk wanita. Khusus di negara-negara berkembang, masalah-masalah wanita seperti di atas sangat terlihat menonjol karena masyarakat dan pemerintah pada umumnya kurang memberikan perhatian. Bagaimana dengan gereja? Gereja dan masyarakat Kristen seharusnya bisa mengambil bagian untuk memberikan pelayanan bagi wanita yang memerlukan. Bukan hanya untuk kebutuhan perlindungan dan rasa aman saja, gereja juga dapat menolong memberikan kekuatan bagi wanita-wanita yang ingin memberikan peran lebih besar bagi masyarakat di sekitarnya. Memperlengkapi wanita dengan hidup rohani yang kuat dan keterampilan penginjilan akan mendorong mereka menjangkau jiwa anggota keluarganya dan bahkan masyarakat di sekitarnya bagi Kristus. Sejauh mana gereja dan organisasi Kristen ikut memikirkan kebutuhan dan peran wanita ini?
Berikut ini adalah beberapa ide yang diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi gereja, organisasi Kristen, atau individu-individu yang terbeban untuk terlibat dalam pelayanan bagi wanita.
Membuka pelayanan konseling/konsultasi bagi keluarga, khususnya untuk wanita, sehingga mereka mendapatkan tempat untuk mencurahkan masalahnya dan mendapatkan penghiburan dalam Tuhan serta jalan keluar bagi keluarganya.
Menyediakan pelayanan konseling untuk gadis-gadis remaja yang bermasalah dan memberikan penyuluhan tentang seks yang positif sehingga mereka tidak tersesat ke jalan yang disediakan setan.
Menyediakan pelayanan kesehatan bagi wanita hamil, misalnya tes kehamilan gratis. Pelayanan ini dapat dilanjutkan dengan pelayanan yang lebih serius, khususnya untuk wanita-wanita yang hamil di luar nikah sehingga menghindarkan mereka dari melakukan aborsi yang tidak bertanggung jawab.
Menyediakan tempat penitipan anak, khususnya bagi wanita yang menjadi orang tua tunggal sehingga ia bisa bekerja tanpa menelantarkan anaknya.
Memberikan seminar-seminar pendidikan dan prinsip-prinsip kekristenan bagi orang tua yang tidak memiliki pendidikan formal agar dapat membesarkan anak dengan bertanggung jawab.
Memberikan tumpangan bagi wanita-wanita yang sedang dalam proses pemulihan, namun tidak memiliki keluarga yang mendukung. Misalnya, para wanita yang mengalami kehamilan di luar nikah, pemulihan dari pelacuran, kecanduan narkoba, dll.. Di tempat seperti ini, mereka dibina sehingga menemukan harapan baru dalam Tuhan.
Menjadi penyalur barang-barang bekas (alat-alat rumah tangga, pakaian, sepatu, dll.) untuk ibu-ibu dari keluarga yang kurang mampu.
Menyediakan guru-guru relawan untuk memberikan pelajaran tambahan bagi anak-anak korban perceraian. Tidak sekadar pelajaran sekolah, tapi juga pelajaran kerohanian dan kepribadian agar memberi keseimbangan peran ayah atau ibu yang tidak lagi mereka miliki.
Menjadi penyalur informasi lowongan pekerjaan, khususnya untuk wanita-wanita yang sangat membutuhkan pekerjaan dan memberikan mereka pelatihan keterampilan untuk bekerja dengan baik.
Dan masih banyak lagi ide-ide pelayanan lain yang bisa dipikirkan.
Harapan mengembangkan pelayanan misi di bidang kewanitaan adalah agar gereja/organisasi/orang Kristen dapat memikul sebagian beban yang ditanggung saudara-saudara kita yang sedang mengalami kesulitan, khususnya wanita, sehingga ada keseimbangan. Dengan memulihkan keadaan para wanita ini maka terbuka kesempatan untuk mereka bisa berperan sebagaimana Tuhan kehendaki. Pemulihan para wanita ini akan menjadi salah satu kunci bagi pemulihan keluarga. Pemulihan keluarga diharapkan akan menjalar ke keluarga-keluarga lain di sekitar mereka dan kemudian ke masyarakat yang lebih luas.
Kata "Islam" berasal dari akar kata bahasa Arab yang menandakan kepatuhan. Sebagai istilah agama, akar kata tersebut biasanya berarti kepatuhan terhadap Allah. Penganut agama ini disebut Muslim (artinya orang-orang yang tunduk). Sikap umat Islam terhadap agama diatur oleh Al-Qur'an 4:125:
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.
Islam mencoba menjadi agama yang patuh terhadap Allah; sebuah kepatuhan yang idealnya terwujud dalam beragam tindakan, khususnya dalam perbuatan baik. Umat Islam meyakini bahwa Abraham adalah penganut agama Islam; seperti telah diketahui, hidupnya adalah teladan dan pantas ditiru.
Untuk lebih memahami perkembangan Islam sebagai sistem agama, penting untuk mempelajari sejarah Islam. Sejarahnya sangat penting saat dipandang dari budaya Arab pra-Islam.
Munculnya Islam
Di daerah Arabia, masa sebelum Islam dikenal sebagai "masa kebodohan". Mayoritas penduduknya adalah kaum nomaden gurun yang politeistis -- percaya pada satu Allah yang paling berkuasa dan dikelilingi oleh allah-allah yang lain. Takhayul sangat berpengaruh dalam rutinitas sehari-hari. Takhayul itu terlihat jelas di kota Mekkah, pusat ekonomi dan agama yang terletak di bagian barat Arabia. Orang-orang Mekkah yang tinggal di persimpangan beberapa rute dagang tersebut mengembangkan politeisme mereka untuk mengukuhkan kekuatan ekonomi. Para peziarah dan pedagang dari suku-suku di sekitarnya ditarik ke sebuah tempat suci, Ka'bah, di Mekkah.
Meski Alkitab telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (misalnya, bahasa Koptik, Ethiopia, dan Siria) sebelum abad ke-6, Perjanjian Baru mungkin belum diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab sampai tahun 720 M (yakni kira-kira seabad setelah era Muhammad). Jadi, walaupun ada kelompok-kelompok orang Yahudi dan Kristen yang tersebar yang tinggal di jazirah Arab sebelum Islam, tampaknya sangat kecil antusiasme spiritual di antara orang-orang Kristen tersebut dan tidak ada usaha yang cukup untuk menginjili suku-suku penyembah berhala di sana.
Muhammad lahir sekitar tahun 570 M di Mekkah. Ada kemungkinan ia mengetahui sedikit ajaran-ajaran orang Yahudi dan Kristen selama perjalanan-perjalanannya bersama para kafilah pedagang. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat dilihat dalam perkembangan agama Islam. Pada dasarnya ia adalah seorang yang religius dan sering bertafakur [melakukan meditasi, Red.]. Setelah pernikahannya dengan Khadijah, seorang janda kaya, ia bebas menggunakan semakin banyak waktu untuk bermeditasi. Dalam sebuah penglihatan yang ia terima dalam sebuah gua di Hira, ia merasa dirinya dipanggil sebagai nabi Allah. Ia terbeban untuk memperingatkan orang-orang Arab tentang hari penghakiman dan untuk membawa mereka patuh serta tunduk secara mutlak terhadap Allah supaya terhindar dari murka-Nya. Pada mulanya, ia hanya menceritakan penglihatannya itu kepada teman-temannya; hanya bertahun-tahun kemudian barulah ia membagikan visinya itu kepada orang-orang luar.
Seperti yang dapat diperkirakan, ada banyak perlawanan yang terjadi di Mekkah karena ajaran ini mengancam keseimbangan religius dan ekonomi kota tersebut. Pengagum antusiasnya membawa ajaran itu ke Medinah. Pada 622 M, Muhammad pindah ke Medinah untuk menghindari penganiayaan. Peristiwa ini, disebut sebagai Hijra, adalah titik mula kalender Islam.
Muhammad adalah seseorang yang berkepribadian dan berkemauan kuat, seorang administrator yang berpengaruh dengan kemampuan untuk membuat pengikutnya merasa dihargai dan diperlakukan dengan adil. Kemampuan tersebut, ditambah dengan kesetiaan para pengikutnya, memampukan agama baru itu menyebar dengan cepat ke seluruh jazirah Arab. Setelah kematian Muhammad pada 632 M, para kalifah (penerus sang nabi), membawa Islam ke Afrika Utara, Asia, dan sampai ke Eropa Selatan. Kurang dari seabad setelah kematian Muhammad, Islam menjadi sebuah kekuatan agama yang mencakup struktur ekonomi, budaya, dan politik kehidupan sehari-hari.
Al-Qur'an
Islam membedakan dirinya dari agama lain dengan kitab sucinya, Al-Qur'an (yang artinya bacaan), yang secara kedudukan berada di atas semua kitab-kitab religius lain. Bersama dengan Hadits, atau buku-buku tradisi, Al-Qur'an merupakan penuntun tingkah laku umat Islam yang sifatnya mengikat.
Asal Mula Al-Qur'an
Umat Islam mengatakan bahwa ketika di gua Hira, Muhammad mendengar suara Allah melalui perantaraan spiritual atau malaikat, kemungkinan besar malaikat Gabriel. Kata-kata di Al-Qur'an diyakini merupakan bagian dari sebuah kitab yang secara utuh hanya ada di surga. Oleh karena itu, umat Islam sering kali mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad. Pernyataan itu dengan jelas dicerminkan oleh pembagian Al-Qur'an ke dalam "surah-surah" (yakni, rentetan, wahyu). Karena Al-Qur'an didiktekan kepada Muhammad, maka kepribadian dan pemahaman Muhammad tidak turut andil dalam wahyu Al-Qur'an.
Al-Qur'an tidak dikumpulkan dalam bentuk buku selama masa hidup Muhammad. Muhammad membacakannya (dari ingatan) kepada pengikutnya, yang kemudian menghafalkannya dan menuliskannya ke dalam bagian-bagian yang tersebar. Kalifah yang pertama, Abu Bakar, memerintahkan Zaid, asisten Muhammad, untuk mengumpulkan dan menyusun teks dari berbagai sumber (634 M). Yang paling utama dari sumber-sumber tersebut adalah bagian-bagian yang dihafalkan oleh sahabat-sahabat Muhammad. Pada masa pemerintahan kalifah yang ketiga, Usman, ada begitu banyak teks yang berbeda sehingga ia memerintahkan untuk menyusun dan mengesahkan satu versi Al-Qur'an yang resmi. Pada 657 M, semua teks yang sebelumnya dianggap sesat dan dibakar.
Gaya Al-Qur'an
Umat Islam mengklaim bahwa terjemahan Al-Qur'an dari bahasa Arab ke bahasa lain pasti akan merusak makna aslinya (bd. Al-Qur'an 43:2-4). Hanya makna umumnya, kurang sempurna dan tidak berkuasa, yang dapat diterjemahkan ke bahasa lain. Jadi selama berabad-abad, umat Islam yang beriman, apa pun bahasa ibunya, membaca dan menghafalkan Al-Qur'an dalam bahasa Arab, "bahasa yang dipakai di surga". Namun demikian, meski ada anggapan seperti itu, kini mereka memiliki rasa kewajiban untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam banyak bahasa lain. Judul terjemahan-terjemahan mereka, yang sering kali menyertakan kata-kata seperti "interpretasi" atau "pesan", menyiratkan anggapan tadi.
Al-Qur'an dibagi menjadi 114 bab yang disebut "surah". "Surah" itu diatur berdasar panjangnya, dari yang terpanjang sampai yang terpendek, kecuali yang pertama, yang disebut Pembukaan. Beberapa pakar Al-Qur'an mengatakan bahwa ada pertalian antara baris pertama sebuah surah dengan baris terakhir surah sebelumnya. Banyak surah mengandung kalimat yang mengindikasikan tempat pewahyuan, baik itu Mekkah atau Medinah. Pada surah-surah awal, gaya bahasanya lebih liris dan penuh perasaan. Surah-surah berikutnya cenderung kurang puitis dan lebih menekankan pengajaran etika. Surah-surah yang ada di bagian awal juga membuktikan adanya toleransi terhadap orang Kristen dan Yahudi; surah-surah yang berikutnya mencerminkan penyangkalan bahwa Muhammad dan pesannya dipengaruhi oleh orang Kristen dan Yahudi.
Isi Al-Qur'an
Bentuk dan isi Al-Qur'an jelas dipengaruhi oleh realita politik yang dihadapi Muhammad dan pengikutnya. Keterbukaan terhadap orang Yahudi dan Kristen juga memengaruhi pemikiran Muhammad, misalnya Al-Qur'an menceritakan ulang, dengan beberapa perubahan, beberapa tradisi Yahudi dan Kristen serta cerita-cerita Alkitab. Sepertinya hal tersebut ada dalam Al-Qur'an untuk mengembangkan rasa keberlangsungan dengan Yudaisme dan kekristenan. Umat Islam mengklaim bahwa orang Yahudi dan Kristen merusak pesan Alkitab. Ada dikatakan bahwa Muhammad menerima wahyu Allah yang terakhir diwahyukan kepada manusia, untuk mengoreksi dan menggantikan Yudaisme dan kekristenan.
Isi Al-Qur'an dikategorikan menjadi tiga aspek penting: peringatan-peringatan akan hari penghakiman yang akan datang, kisah nabi-nabi, dan hukum-hukum untuk mengatur komunitas Islam. Sedikit informasi mengenai doktrin tentang Allah, penciptaan, dunia roh, surga, dan neraka tersebar di seluruh Al-Qur'an. Sejatinya, Al- Qur'an adalah panggilan untuk percaya pada satu Tuhan, Allah.
Otoritas Al-Qur'an
Al-Qur'an dianggap oleh umat Islam sebagai suatu mukjizat dari Allah, kekal dan tidak diciptakan, yang dikirim turun dari surga. Keberadaan Al-Qur'an itu sendiri digunakan oleh Muhammad sebagai bukti kerasulannya (Al-Qur'an 10:38-39). Isinya dianggap benar dan mengikat perilaku umat Islam. Meski orang Kristen tidak mengakui sumber ilahi Al-Qur'an, namun penting bagi Anda untuk mengetahui isinya. Anda mungkin akan kesulitan memahami pola-pola pikiran, gaya bahasa, dan ekspresi-ekspresinya. Namun saat Anda mulai memberitakan Kabar Baik kepada mereka, Anda akan dapat memahami pola pikir mereka. Hal itu mungkin akan terbukti bernilai ketika Anda mendorong mereka untuk membaca Alkitab.
Hadits
Selain Al-Qur'an, umat Islam juga bergantung pada Hadits [juga dieja Hadis, Red.], atau tradisi. Tradisi-tradisi tersebut membentuk sebuah perpustakaan luas yang berisi catatan-catatan tentang apa yang Muhammad (atau teman-temannya) pernah katakan dan lakukan. Beberapa catatan yang ada itu juga berasal dari tradisi Yahudi dan Kristen. Karena Islam berusaha menjawab banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dan mengatur banyak detail-detail kehidupan, tradisi-tradisi yang dikumpulkan itu melingkupi beragam subjek: ajaran-ajaran moral, tugas-tugas agama, masalah-masalah hukum, kisah nabi-nabi, dan dunia yang akan datang.
Otoritas dari tradisi dikukuhkan berdasarkan pada keyakinan bahwa semua yang dikatakan dan dilakukan Muhammad adalah berdasarkan pewahyuan. Beberapa umat Islam mengatakan bahwa Hadits memiliki otoritas yang sama dengan Al-Qur'an, tapi banyak yang menempatkannya lebih rendah daripada Al-Qur'an. Pada dasarnya, tradisi berperan sebagai pelengkap Al-Qur'an. Para pengajar dan penulis agama Islam mengutip secara bebas apa pun dari tradisi untuk mendukung sudut pandang mereka.
Sebuah contoh dari tradisi-tradisi mungkin akan membantu. Contoh ini berasal dari Empat Puluh Tradisi An-Nawawi[1].
Hadits 34 "Dari Abu Sa'id al-Khudri radiallahuanhu yang berkata: Saya mendengar Rasulullah Shalallaahu 'Alayhi Wasallam bersabda: Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman." Umat Islam percaya kepada hal ini
Ada enam koleksi utama dari tradisi Muslim. Penyunting dari contoh di atas hanya dikenal dengan nama "Muslim". Penyunting yang lain, al-Bukhari, mungkin adalah penyunting yang paling dihormati dan paling banyak dikutip dari semua penyunting yang lain.
Seberapa dapat dipercayakah tradisi-tradisi itu? Seseorang berkata bahwa tradisi, seperti alam, membenci kevakuman. Kapan pun ada pertanyaan atau masalah penting, tradisi-tradisi muncul untuk menjembataninya sehingga tercapai sebuah pemahaman. Banyak tradisi yang palsu; ada banyak ketidakcocokan dan pertentangan di antara tradisi-tradisi. Masalah-masalah yang pelik muncul saat umat Islam harus menentukan tradisi mana yang asli. Yusuf al-Qaradawi mengakui hal ini:
Subjek tersebut, terlebih lagi, memaksa penulis untuk yakin mengenai banyak hal yang telah dimengerti secara berbeda oleh cendekiawan terdahulu dan yang membingungkan cendekiawan masa kini. Akibatnya, dalam memilih pendapat seseorang atau orang lain dalam hal-hal yang berhubungan dengan halal dan haram dalam Islam membutuhkan kesabaran, penelitian yang saksama, dan pemerasan daya intelektual ....
Kata Imam Malik, "Kata-kata seseorang selain sang Nabi (S.A.W.) terkadang diterima dan terkadang ditolak." Dan Imam Shafi'i berkata, "Pendapat saya adalah benar dengan adanya kemungkinan kesalahan di dalamnya. Pendapat yang berbeda dengan pendapat saya adalah salah dengan kemungkinan adanya kebenaran di dalamnya."
Aturan-aturan telah dikembangkan untuk menilai legitimasi [sebuah tradisi], namun aturan-aturan itu sendiri kurang begitu bagus. Banyak yang mengutip apa pun yang mendukung pernyataan mereka. Namun masalah ini tidak terbatas hanya pada Islam, Yudaisme dan kekristenan juga memiliki tradisi-tradisi, dan banyak di antaranya yang gagal dalam uji keakuratan sejarah.
Tradisi Muslim juga menjadi masalah karena beberapa bagian Injil terdengar oleh Muslim seperti tradisi mereka sendiri. Akibatnya, mereka akan berpikir bahwa orang Kristen perlu memandang Injil sebagaimana Muslim memandang tradisi-tradisi mereka.
Doktrin Islam
Al-Qur'an dengan jelas menyatakan doktrin dan prinsip fundamental yang harus diikuti oleh Muslim:
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (Al-Qur'an 4:136)
Banyak orang Kristen fokus pada praktik-praktik Islam dan tidak mengenali bahwa tugas Muslim didasarkan pada sebuah sistem doktrin yang jelas. Orang-orang Islam percaya bahwa Allah menyatakan pesan-Nya kepada umat manusia; pertama kepada orang Yahudi, kemudian kepada orang Kristen, akhirnya dan seluruhnya pada Muhammad. Pesan ini mendasari pola pikir dan tingkah laku, dan sering kali dirangkum dalam lima atau enam kategori kepercayaan.
Doktrin Islam: Allah Adalah Satu-Satunya Allah
Islam adalah agama Allah yang pertama dan terutama (Al-Qur'an 5:3). Setiap surah dalam Al-Qur'an dimulai dengan menyebut nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. Dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, "Allah" hanyalah merupakan bahasa Arab dari kata "Allah" [God, Red.], yang digunakan oleh Muslim dan juga orang Kristen yang berbicara dengan bahasa Arab. "Allah" dengan sendirinya bukanlah [sebuah nama] Allahnya Muslim. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa konsep Allah orang Islam berbeda dengan konsep Allah yang ada di Alkitab dalam beberapa hal yang penting. Kedua, istilah ini, "Allah", menggarisbawahi unsur yang penting dalam monoteisme melalui penempatan artikel definitif ["al-", Red.]; secara teknis [linguistik], Allah berarti "sang" Allah ["the" God, Red.]. Doktrin kesatuan dan keesaan Allah adalah aspek paling dasar dalam iman Islam.
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Ia berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya dalam beberapa atribut; di antaranya adalah melampaui apa pun (transenden), mahakuasa, berdaulat, dan mahatahu. Karakteristik-karakteristik tersebut semuanya dirangkum dalam nama Allah yang indah; setidaknya satu orang ahli teologi telah mendaftar 99 nama yang merupakan nama unik Allah.
Doktrin Islam: Malaikat
Malaikat adalah ciptaan Allah yang spesial, seutuhnya mengabdi untuk menunaikan kehendak ilahi. Islam mengakui empat malaikat utama: Jibril (Gabriel, pembawa pesan Allah dan malaikat pemberi wahyu) adalah yang paling terkenal. Setiap orang disertai oleh satu malaikat penjaga dan dua malaikat pencatat. Malaikat penjaga melindungi dari bahaya-bahaya yang tidak diperintahkan oleh Allah. Malaikat pencatat duduk di sebelah seseorang untuk mengumpulkan bukti-bukti untuk hari penghakiman; satu di sisi kiri untuk mencatat dosa-dosa dan yang satu lagi di sisi kanan mencatat perbuatan dan tuturan baik (Al-Qur'an 82:10-12). Mirip dengan malaikat adalah jin, makhluk jantan dan betina yang sangat penting dalam Islam abangan.
Doktrin Islam: Kitab-Kitab Suci
Kitab suci adalah cara Allah berkomunikasi dengan berbagai orang. Ada lima kitab yang secara spesifik disebutkan dalam Al-Qur'an; empat di antaranya masih eksis hingga saat ini: Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur'an. Yang terakhir adalah yang paling penting, oleh karena fakta bahwa Al-Qur'an diberikan yang paling akhir dan karena semua kitab yang lain telah diubah dan dirusak.
[Catatan kaki: Kitab kelima, Suhuf (lembaran) Ibrahim, telah hilang. Umat Islam membuat klaim bahwa hanya Al-Qur'an yang ada sekarang sajalah yang sama seperti ketika kitab tersebut diwahyukan, menyatakan bahwa tidak ada satu kata pun (beberapa berkata tidak satu suku kata pun!) yang diubah. Juga dikatakan bahwa di masa lampau kata-kata dan pikiran-pikiran manusia dicampurkan dengan kata-kata dan pikiran-pikiran Allah. Al-Qur'an, di lain pihak, hanya mencatat kata-kata Allah di dalam segala keindahannya.]
Doktrin Islam: Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul Suci
Rasul-rasul Allah mengemban pesan-Nya. Al-Qur'an mengajarkan bahwa Allah mengirim banyak nabi dan rasul. Ada 25 rasul yang disebutkan dalam Al-Qur'an; enam di antaranya memiliki peran yang besar: Adam, Nuh, Abraham, Musa, Yesus, dan Muhammad. Meskipun umat Islam memandang tinggi Yesus, mereka menganggap Muhammad sebagai nabi terakhir dan yang paling penting. Muhammad adalah "penutup nabi-nabi" (Al-Qur'an 33:40). Umat Islam percaya bahwa Yesus menubuatkan kedatangan Muhammad.
Doktrin Islam: Penghakiman
"Kiamat" adalah suatu masa ketika Allah akan menghakimi semua umat manusia, roh, dan hewan menurut apa yang telah mereka lakukan. Hari yang dikenal dengan berbagai istilah -- saatnya/jamnya, hari kebangkitan, hari penghakiman, hal ini ditolah oleh orang-orang yang tidak percaya (Al-Qur'an 75:3-6). Pada saat kematian, jiwa memasuki tahap ketidaksadaran hingga kebangkitan kembali. Antara kebangkitan kembali dan hari penghakiman, periode waktu yang tidak ditentukan diberikan untuk membuat orang-orang tidak beriman menjadi khawatir dan gelisah; orang-orang akan berpaling kepada nabi-nabi mereka sebagai perantara. Daftar semua perbuatan akan dibuka (Al-Qur'an 18:49); kebaikan dan kejahatan akan ditimbang. Setiap orang kafir yang menyangkal keberadaan Allah akan dihukum; hukuman kekal sudah disediakan bagi mereka yang mengganggap diri setara dengan Allah (misalnya, orang-orang Kristen yang menganggap Yesus Allah). Orang-orang Islam mungkin menderita selama beberapa waktu di neraka tergantung dosa mereka, namun akhirnya mereka akan dilepaskan; orang-orang Islam berharap bahwa perbuatan baik mereka akan cukup untuk membatalkan perbuatan jahat mereka dan dapat memasukkan mereka ke surga.
Doktrin Islam: Determinisme
Determinisme adalah kepercayaan bahwa kebaikan dan kejahatan sudah ditetapkan oleh Allah sebelumnya. Oleh karena itu, orang-orang Islam memandang segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mereka sebagai nasib yang tidak dapat diubah, yang terjadi atas kehendak Allah. Umat Islam berpegang pada beragam opini mengenai masalah itu, dan dogma tersebut tidak selalu disertakan dalam daftar kepercayaan. Namun demikian, di kalangan populer, kepercayaan ini sering kali mendominasi pemikiran Muslim atas aktivitas Allah di dunia.
Tindakan Penyembahan
Islam mengharuskan semua Muslim melaksanakan lima tugas religius, yang terkadang disebut Rukum Islam, yang menyatukan komunitas Islam yang tampak. Untuk memenuhinya dibutuhkan kedisiplinan oleh individu dan komunitas, yang memberikan wujud nyata idealisme hidup Muslim yang tunduk, terhadap Allah.
Tindakan Penyembahan: Pengakuan Iman
Syahadat adalah formulasi ikhtisar yang secara rutin diucapkan oleh orang-orang Islam: Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Ahli hukum Islam sepakat bahwa mempercayai Syahadat dan mengucapkannya di hadapan dua orang saksi akan membuat seseorang menjadi Muslim. Syahadat adalah kesaksian yang diucapkan di telinga anak yang baru lahir, diucapkan setiap hari sepanjang hidup, dan sering terdengar diucapkan sebagai kata-kata terakhir sebelum mati. Syahadat menjadi struktur panggilan untuk shalat yang terdengar dari menara-menara masjid di seluruh dunia.
Tindakan Penyembahan: Doa Ritual
Shalat [juga dieja Salat, Red.] dilakukan lima kali sehari. Setelah tubuh disiapkan melalui pembasuhan, orang yang berdoa menghadap ke Mekkah dan melakukan gerakan yang telah ditentukan sambil mengucapkan doa-doa yang telah diingat dalam bahasa Arab. Doa dapat dilakukan di mana pun asalkan segala persyaratannya terpenuhi, namun pada hari Jumat, para pria diharapkan dapat beribadah bersama di masjid lokal untuk shalat tengah hari (Al-Qur'an 62:9-10). Wanita juga dapat berdoa di masjid; biasanya disediakan tempat khusus bagi mereka, sehingga mereka terlindungi dari pandangan para pria.
Tindakan Penyembahan: Sedekah Wajib
Zakat merupakan sejenis sebagian perpuluhan dalam berbagai bentuk properti dan pendapatan yang diberikan kepada orang-orang miskin dan yang membutuhkan. Hukumnya wajib (Al-Qur'an 24:56; 57:18) dan harus dibedakan dengan pemberian sukarela, yang diberikan di luar dan di atas zakat. Jumlah zakat yang harus diberikan dihitung dengan sebuah rumus kompleks yang memungut jumlah yang berbeda untuk berbagai hal yang dimiliki dan pendapatan. Cara pembayaran, cara pengumpulan, dan hierarki distribusi juga telah diatur melalui hukum Islam.
Tindakan Penyembahan: Puasa Ramadhan
Puasa, Saum, adalah suatu keharusan (Al-Qur'an 2:183-185) sepanjang bulan Ramadhan. Orang-orang Islam dilarang makan, minum, merokok, atau melakukan hubungan seks selama benang putih dapat dibedakan dengan yang hitam (yakni, dari sebelum matahari terbit hingga setelah matahari terbenam). Saat malam, pengekangan itu tidak berlaku (Al-Qur'an 2:187), jadi banyak orang sering kali berjaga sampai larut malam untuk makan. Setelah beberapa jam tidur, mereka bangun sebelum fajar untuk makan. Bulan Ramadhan diakhiri dengan perayaan yang besar dan tukar-menukar hadiah. Semua Muslim harus berpuasa, kecuali orang sakit, anak-anak yang sedang dalam masa prapubertas, wanita hamil, orang yang dalam perjalanan, dan tentara yang sedang bertempur; mereka didesak untuk berpuasa jika mereka bisa atau menggantinya dengan berpuasa segera setelah mereka sanggup secara fisik. Di samping tindakan berpuasa itu sendiri, Al-Qur'an memberikan penekanan kuat kepada niat seseorang untuk berpuasa.
Tindakan Penyembahan: Ziarah
Ibadah suci Haji, atau ziarah ke Bait Allah yang pertama (Ka'bah) di Mekkah, harus dilakukan setidaknya sekali jika secara fisik dan finansial memungkinkan (Al-Qur'an 3:97). Banyak ritual yang harus dilakukan dalam urutan tertentu dan pada waktu-waktu tertentu di kalender. Wanita dapat melakukan ibadah Haji jika ditemani oleh suami mereka atau seorang wali yang lain. Naik haji bagi orang lain juga dimungkinkan; hal itu adalah perbuatan baik dan akan dihargai pada hari penghakiman. (t/Dian)
Referensi: [1]. A. Jeffrey, ed., "A Reader on Islam" (The Hague, Netherlands: Mouton, 1962), p. 157
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul buku | : | Reaching Muslims for Christ |
Judul bab asli | : | Understanding Islam |
Penulis | : | William J. Saal |
Penerbit | : | Moody Press, Chicago 1991 |
Halaman | : | 27 -- 37 |
Apa itu budaya? Bagi mereka yang baru mulai mempelajari antropologi misionaris, pertanyaan ini sering kali menjadi tanggapan pertama mengenai deskripsi, definisi, perbandingan, model, paradigma, dll. yang membingungkan. Mungkin tak ada kata dalam bahasa Inggris yang lebih luas daripada kata budaya; tak ada bidang lain yang lebih kompleks daripada antropologi budaya. Namun, pemahaman mendalam akan arti budaya adalah prasyarat agar Kabar Baik dari Tuhan dapat disampaikan secara efektif kepada kelompok orang yang berbeda.
Prosedur dasar dalam pembelajaran budaya adalah memahami budayanya sendiri. Setiap orang memiliki budayanya sendiri dan tidak ada seorang pun yang bisa lepas darinya. Memang benar bahwa siapa pun bisa menghargai budaya lain dan berkomunikasi secara efektif dengan dua atau lebih budaya. Namun, tak seorang pun yang bisa mengungguli budayanya sendiri atau budaya orang lain untuk mendapat cara pandang yang melampaui batas budaya. Karena alasan inilah perkara mempelajari budaya menjadi hal yang sulit, meskipun itu budayanya sendiri. Dan, hampir mustahil untuk melihat suatu hal yang hanya menjadi bagian dari seseorang secara menyeluruh dan objektif.
Salah satu metode yang berguna adalah memandang suatu budaya, membayangkan beberapa lapisan secara berturut-turut, atau tingkat pemahaman saat melihat arti budaya yang sebenarnya. Dengan begitu, teknik "pria dari Mars" ini akan berguna. Bayangkanlah seorang pria dari Mars baru saja mendarat (dari pesawat ruang angkasa) dan melihat semua hal melalui kacamata alien.
Hal pertama yang akan diperhatikan seorang pengunjung adalah perilaku orang. Inilah lapisan terluar yang akan diperhatikan oleh alien. Kegiatan apa yang akan diamatinya? Apa yang sudah dilakukannya? Saat memasuki sebuah ruang kelas, tamu kita mungkin mengamati beberapa hal yang menarik. Orang bisa berada di ruangan ini karena satu atau lebih penyebab. Tampaknya mereka mengitari ruangan dengan sewenang-wenang. Seorang yang lain berpakaian berbeda dengan yang lainnya dan mengatur posisinya sehingga berhadapan dengan orang-orang dan mulai berbicara. Saat semua ini diamati, beberapa pertanyaan akan muncul, "Mengapa mereka berada di kelas ini? Mengapa si pembicara berpakaian berbeda? Mengapa banyak yang duduk ketika satu orang berdiri?" Ini adalah pertanyaan tentang arti yang timbul karena mengamati perilaku. Menanyakan perbedaan cara bertindak pada beberapa orang mungkin menjadi suatu hal yang menarik untuk dilakukan. Namun, beberapa orang mungkin akan mengangkat bahu dan berkata, "Memang beginilah cara kami melakukan sesuatu." Tanggapan ini menunjukkan fungsi penting dari budaya, yaitu memberikan "cara yang terpola dalam melakukan sesuatu", seperti yang dijelaskan oleh satu kelompok ahli antropologi misionaris. Anda bisa menyebut budaya sebagai "lem super" yang mengikat orang dan memberikan rasa identitas dan kelangsungan yang hampir tak bisa ditembus. Identitas ini paling jelas terlihat dari perilaku -- cara melakukan sesuatu.
Dalam mengamati penduduk, alien mulai menyadari banyak perilaku yang didikte oleh pilihan-pilihan serupa yang telah dibuat masyarakat. Pilihan ini mencerminkan masalah nilai-nilai budaya, lapisan berikutnya dari pandangan kita akan budaya. Masalah ini selalu berhubungan dengan pilihan mengenai apa yang "baik", apa yang "menguntungkan", atau apa yang "terbaik".
Jika pria dari Mars itu terus menyelidiki orang-orang di kelas tersebut, dia mungkin akan menemukan bahwa ada berbagai pilihan untuk mereka dalam melewatkan waktu. Selain belajar, mereka bisa bekerja atau bermain. Banyak yang akan memilih belajar karena yakin itu pilihan yang lebih baik dibandingkan bermain atau bekerja. Dia menemukan berbagai pilihan lain yang telah mereka buat. Sebagian besar dari mereka memilih datang ke ruangan dengan kendaraan kecil beroda empat karena merasa kemampuan untuk dapat berpindah dengan cepat sebagai hal yang sangat menguntungkan. Memasuki ruangan beberapa saat setelah orang-orang lain masuk dan segera keluar setelah pertemuan berakhir. Orang-orang ini mengatakan bahwa sangat penting bagi mereka untuk menggunakan waktu dengan efisien. Nilai adalah keputusan "yang ditetapkan sebelumnya" di antara pilihan yang umumnya dihadapi, yang dibuat oleh suatu budaya. Ini membantu orang-orang yang tinggal di dalam budaya tersebut untuk mengetahui apa yang "sebaiknya" atau apa yang "harus" dilakukan agar "cocok" dan sesuai dengan pola kehidupan.
Melebihi pertanyaan mengenai perilaku dan nilai, kita menghadapi pertanyaan yang lebih mendasar mengenai budaya. Hal ini membawa kita menuju tingkat pemahaman yang lebih mendalam, yaitu kepercayaan budaya. Kepercayaan ini memberi jawaban atas pertanyaan "apa yang benar".
Nilai-nilai dalam budaya tidak dipilih secara sembarangan, tetapi mencerminkan sistem kepercayaan yang mendasari. Misalnya, dalam kelas, seseorang yang menyelidiki lebih jauh mungkin akan menemukan bahwa "pendidikan" memiliki arti penting tertentu karena anggapan mereka tentang apa yang benar dari orang tersebut, kemampuannya untuk berpikir dan memecahkan masalah. Dalam hal ini, budaya diartikan sebagai "cara pandang yang dipelajari dan dibagi bersama" atau "orientasi kognitif yang dibagi bersama".
Menariknya, alien penyelidik kita bisa menemukan bahwa orang yang berbeda dalam ruangan tersebut, saat menunjukkan nilai dan perilaku yang sama, bisa menyatakan kepercayaan yang sangat berbeda. Dan, dia juga bisa menemukan bahwa nilai dan perilaku bertentangan dengan kepercayaan yang seharusnya menghasilkannya. Masalah timbul dari kebingungan antara kepercayaan pelaksanaan (kepercayaan yang memengaruhi nilai dan perilaku) dan kepercayaan teoritis (menyatakan kepercayaan yang hanya sedikit memengaruhi nilai dan perilaku).
Inti dari semua budaya adalah pandangannya terhadap dunia. Hal ini menjawab pertanyaan paling dasar, "Apa yang sebenarnya?" Bidang budaya ini berkaitan dengan pertanyaan "terakhir" yang terpenting mengenai kenyataan, pertanyaan yang jarang ditanyakan, tetapi yang jawaban terpentingnya dapat diberikan oleh budaya. Beberapa tamu kita dari Mars bertanya pada orang-orang, pernahkah mereka serius memikirkan pandangan hidup yang terdalam, yang telah membawa mereka ada dalam kelas ini. Siapa mereka? Dari mana mereka datang? Adakah hal atau orang lain yang mengambil kenyataan yang seharusnya dipikirkan? Apakah mereka melihat apa adanya atau adakah sesuatu yang lain? Apakah hanya saat ini yang terpenting? Ataukah masa lalu dan masa depan secara signifikan memengaruhi pengalaman masa kini mereka? Setiap budaya memiliki jawaban rinci atas pertanyaan-pertanyaan ini dan jawaban itu mengendalikan dan menyatukan semua fungsi, aspek, dan komponen budaya.
Pemahaman akan pandangan dunia sebagai inti setiap budaya menjelaskan kebingungan akan banyaknya pengalaman pada tingkat kepercayaan. Pandangan dunia seseorang memberi satu sistem kepercayaan yang tercermin dalam nilai dan perilaku orang itu yang sebenarnya. Terkadang diperkenalkan sistem kepercayaan yang baru atau yang bersaing, tetapi pandangan dunia tetap tidak berubah dan tidak tertantang sehingga nilai dan perilaku mencerminkan sistem kepercayan yang lama. Kadangkala orang yang menceritakan Injil secara lintas budaya tidak memperhitungkan masalah pandangan dunia ini. Karena itulah, mereka merasa kecewa karena kurangnya perubahan yang dihasilkan usaha mereka.
Model budaya ini terlalu sederhana untuk menjelaskan banyak unsur dan hubungan kompleks yang ada pada setiap budaya. Bagaimanapun juga, model yang sangat sederhana ini menjadi garis besar dasar bagi setiap murid yang mempelajari budaya.(t/Lanny)
Bahan diterjemahkan dari sumber: | ||
Judul buku | : | Perspectives On The World Christian Movement |
Penyunting | : | Ralph D. Winter dan Steven C. Hawthorne |
Judul artikel asli | : | Understanding Culture |
Penulis | : | Lloyd E. Kwast |
Penerbit | : | William Carey Library, Amerika 1993 |
Halaman | : | C-3 -- C-6 |
"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16)
Tuhan Yesus menegaskan bahwa Dia adalah terang dunia dan setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak akan berjalan dalam kegelapan (Yohanes 8:12). Artinya, setiap orang yang percaya dan menerima Tuhan Yesus dalam hidupnya telah dibebaskan dari kegelapan dosa, dunia, dan iblis. Dengan demikian setiap pengikut Kristus seharusnya menjadi orang yang berbeda dan harus mengalami perubahan karakter dalam hidupnya. Dulu hamba dosa sekarang jadi hamba Tuhan. Walaupun demikian, masih ada orang yang meskipun sudah keluar dari "Mesir" (hidup lama), tetapi "Mesir" belum keluar dalam hidupnya. Atau sudah keluar dari "Mesir", tetapi belum melangkah masuk ke tanah Kanaan dan masih berputar-putar di padang gurun yang gersang.
Kata "membagikan" berarti memberikan apa yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan, sedangkan kata "terang Tuhan" adalah setiap hal yang kita terima dari Tuhan dan merupakan kesaksian hidup yang dapat dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Orang percaya adalah terang dunia dan garam dunia yang harus mewarnai kehidupan masyarakat dengan kesaksian hidupnya. Alkitab banyak mengisahkan tentang orang-orang yang mampu memberikan transformasi bagi orang yang melihat dan mendengar kesaksian mereka sehingga percaya kepada Tuhan Yesus. Ada empat hal yang berkaitan dengan terang:
1. Terang berarti nyata, jelas, dan sudah terbukti kebenarannya (Lukas 5:27-32; 19:1-10).
Matius pemungut cukai adalah orang yang merasakan kehidupan baru di dalam Tuhan. Ia merespons panggilan Tuhan dengan sungguh-sungguh sekalipun harus membayar harga yang mahal dengan mengorbankan pekerjaannya yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya. Karena pekerjaannya sebagai pemungut cukai, maka wajar kalau orang Farisi dan ahli Taurat mengategorikannya sebagai orang berdosa. Perubahan karakter, sikap hidup, dan cara hidupnya tidak luput dari perhatian orang-orang yang ada di sekelilingnya termasuk Zakheus, atasannya. Kesaksian hidup yang nyata dari Matius membuat Zakheus menjadi penasaran untuk melihat sendiri seperti apakah Tuhan Yesus itu, sehingga akhirnya Zakheus pun percaya dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat hidupnya.
2. Terang berarti bersih karena telah disiangi. (Yohanes 4:1-42)
Perempuan itu mengambil air pada tengah hari -- waktu yang tidak lazim bagi seorang perempuan untuk mengambil air. Biasanya orang mengambil air pada pagi hari atau sore hari. Perempuan itu berbuat demikian karena ia adalah orang berdosa yang hidup dalam dosa perzinahan. Percakapan dengan Tuhan Yesus merubah paradigma dalam hidupnya. Pertama, Tuhan Yesus telah merobohkan dinding pemisah yang selama ini memisahkan Samaria dengan Yerusalem (Tuhan tidak membedakan orang berdasarkan kekayaan, suku bangsa, atau pendidikan, tetapi berdasarkan benar dan salah).
Kedua, Tuhan sebagai Pribadi yang Mahatahu telah membuat perempuan itu tersadar akan dosanya dan dengan siapa ia berbicara seperti tanah yang telah dibersihkan dan siap untuk ditanami. Setelah perjumpaan dengan Tuhan, ada perubahan yang luar biasa dalam pribadi perempuan itu. Dengan radikal ia meninggalkan hidup dosa, pikiran dosa, dan berpaling kepada hidup bagi Kristus. Sekarang, ia berani menampakkan diri kepada masyarakat di kampungnya dan menceritakan apa yang telah dia alami dalam hidupnya. Alkitab mencatat bahwa terang Kristus yang telah diterima perempuan itu mampu menerangi orang lain sehingga banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan. Berani bertindak, merespons panggilan Tuhan, dan melakukan firman Tuhan akan menjadikan hidup laksana surat pujian yang terbuka dan dapat dibaca oleh semua orang.
3. Terang Berarti Cerah dan Tidak Muram. (Yohanes 5:1-18)
Kita bisa membayangkan penderitaan orang tua yang sudah 38 tahun terbaring di tepi kolam Bethesda; hampa, tanpa pengharapan. Dia tidak lagi berharap akan kesembuhan sebab dia sudah tidak memiliki daya dan hanya menanti kapan maut menjemput hidupnya. Setiap hari ia tentu hidup dengan kekosongan dan kehilangan sukacita. Wajah terlihat muram tidak berpengharapan. Ketika ia membuka hati, mendengar suara Tuhan dan merespons firman-Nya, ia kembali memiliki pengharapan. Bahkan setelah bertindak dengan iman sesuai firman Tuhan, ia bersukacita luar biasa bukan hanya karena tubuhnya yang sembuh melainkan oleh karena terang Kristus ada dalam hidupnya. Iman timbul oleh karena pendengaran akan firman Tuhan. Firman Tuhan mampu memperbarui hatinya sehingga memiliki pengharapan dan sukacita kembali, dan akibatnya sungguh luar biasa. Sekarang, ia telah sembuh (Amsal 17:22). Dengan langkah pasti ia berjalan memasuki kota dengan melawan adat istiadat Yahudi untuk tidak bekerja pada hari Sabat, sementara ia berjalan dengan memikul tilam tempat ia berbaring selama 38 tahun terakhir. Kepada orang Farisi dan ahli Taurat ia mempersaksikan Yesuslah yang telah menyembuhkan dan memberikan sukacita dalam hidupnya (ayat 11-15).
4. Terang Menyebabkan Segala Sesuatu Dapat Kelihatan. (Lukas 24:13-35)
Pemikiran 2 orang yang berjalan ke Emaus sering mewakili pemikiran orang Kristen pada masa kini. Keadaan, persoalan, dan tekanan hidup membuat pikiran kita terpusat kepada masalah tersebut dan melupakan Tuhan. Kuasa Tuhan tidak lagi menjadi pengharapan bahkan tidak sedikit orang yang menganggap persoalan yang mereka hadapi terlalu berat (1 Korintus 10:13). Tuhan tidak membiarkan mereka larut dalam kebimbangan dan ketidakmengertian sehingga mereka semakin jauh dari Tuhan. Persoalan bukan untuk dihindari melainkan untuk dihadapi dengan terang Tuhan. Yesus hadir, berjalan bersama, dan membukakan tirai yang selama ini menutupi mata rohani mereka. Kuasa Tuhan yang telah membuat mereka dapat melihat rencana Kristus untuk menyelamatkan umat manusia dan harus digenapi, membuat mereka memiliki keberanian untuk kembali ke Yerusalem (pusat persoalan) dan menyaksikan serta menguatkan murid-murid yang ada di Yerusalem. Dari seorang penakut menjadi seorang yang memiliki keberanian dan siap menderita karena iman.
Dengan melihat contoh-contoh di atas dapat disimpulkan untuk dapat membagikan terang Kristus, kita sendiri harus sudah merasakan dan berada dalam terang itu. Dengan demikian sikap hidup dan cara hidup kita, baik dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan kita benar-benar mencerminkan bahwa Kristuslah yang bekerja di dalamnya. Setiap orang yang bergaul dengan kita merasakan kedamaian dan ketenangan, mereka akan menjadikan kita sebagai tumpuan untuk mendapatkan pemecahan persoalan hidupnya. Ketika kehidupan orang percaya tidak beraib, tidak bernoda, dan tidak bercela di tengah-tengah masyarakat, tidak mustahil hal tersebut akan membawa orang datang kepada Tuhan. Tanpa perkataan mereka dapat dimenangkan oleh karena melihat kesaksian hidup orang percaya.
"Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu." (Yesaya 60:1-2)
Diambil dan disunting seperlunya dari dari: | ||
Judul buletin | : | Aletheia Family, Januari 2004 |
Penulis | : | Pdt. Daniel |
Penerbit | : | GBI Aletheia, Yogyakarta 2004 |
Halaman | : | 4 -- 7 |
MISI KE MINDANAO
Selama hidupnya, Manny yang adalah seorang dokter gigi belum pernah melihat begitu banyak pasien dalam satu hari. Kenangan masa kecilnya yang takut pada dokter gigi membuatnya tersenyum, karena ia tidak pernah bermimpi akan menjadi dokter gigi yang bertugas di Manila.
Dari ruang praktiknya, Manny dapat memandang keluar dan melihat sebuah rumah ibadah lain yang begitu kuat menguasai kehidupan masyarakat di Maguindano. Bagi masyarakat setempat, bangunan tersebut merupakan sebuah simbol kebenaran dan keadilan, tetapi tidak demikian dengan Manny. Baginya itu merupakan sebuah simbol kebutaan rohani yang menghalangi mereka mengenal terang Injil.
Manny datang ke Mindanao bagian barat bersama seorang dokter, perawat, dan dua orang lainnya untuk berbagi kasih Allah sebatas kemampuan mereka. Manny tahu ia dan rekan-rekannya terbatas, tetapi mereka bersedia menggunakan keahlian medis yang telah Allah berikan untuk menyatakan kepedulian Allah bagi semua orang.
Manny dan rekan-rekannya bertumbuh dalam visi dunia melalui tugas melayani kaum non-Kristen di Mindanao. Keterlibatan nyata dalam pelayanan misi adalah satu di antara sarana-sarana paling kuat dalam memperluas visi kita. Apakah sarana-sarana yang lain? Bagaimana Anda dapat mengembangkan visi dunia di antara para anggota kongregasi Anda? Bagaimana Anda dapat membantu mereka menjadi orang-orang Kristen dunia? Mari kita menimbang beberapa langkah praktis yang dapat Anda ambil dalam gereja Anda berkaitan dengan membangun kesadaran misi dan mendorong semangat keterlibatan misi.
MEMBANGUN KEPEDULIAN MISI
Mengajar dan berkhotbah tentang misi secara teratur.
Dalam gereja Amanat Agung, semua pelayanan yang dilakukan hendaknya menyampaikan kepedulian Allah pada bangsa-bangsa di depan jemaat.
Berikan acuan tentang pernyataan maksud gereja Anda.
Gereja Amanat Agung memiliki sebuah pernyataan "maksud" yang mencerminkan keinginan Allah bagi bangsa-bangsa agar mengenal Dia. Dan ini merupakan langkah awal yang baik untuk membuat sebuah perencanaan guna mengingatkan jemaat Anda pada prioritas utama gereja.
Masukkan misi dalam kurikulum untuk segala umur.
Jika memikirkan mengenai pendidikan misi, jangan lupa pikirkan juga anak-anak dan kaum dewasa muda, karena mereka adalah misionaris masa depan. Namun yang perlu diingat, jangan sampai kita memandang rendah kepada mereka yang sudah tua, bagaimanapun para senior memiliki andil dalam penjangkauan visi gereja. Mereka tidak hanya mengajarkan kepemimpinan dan visi, beberapa di antara mereka juga aktif terlibat dalam misi lintas budaya dengan menjadi misionaris penuh waktu. Yang lain mungkin bekerja di negara-negara yang berdekatan dengan misionaris lokal -- menggunakan pekerjaan mereka sebagai kunci untuk membuka pintu menuju negara-negara yang tertutup oleh Injil. Kemungkinan-kemungkinan ini dapat menjadi sebuah pendidikan misi yang mencakup jemaat segala umur.
Gunakan alat bantu visual.
Saat Manny dan teman-temannya kembali ke gereja asal mereka di Manila, mereka membagikan kesaksian betapa Allah memelihara dan melindungi mereka. Mereka menunjukkan sebuah peta tempat di mana mereka pernah berada dan memerlihatkan hasil kerajinan tangan logam kuningan yang mereka beli. Peta, poster, umbul-umbul, foto -- semua ini dapat digunakan untuk membawa misi di hadapan jemaat Anda. Kenang-kenangan visual tentang kepedulian Allah pada bangsa-bangsa ini cocok untuk peristiwa-peristiwa khusus seperti konferensi misi tahunan gereja. Oleh sebab itu, jangan batasi visualisasi misi pada peristiwa-peristiwa khusus. Jadikan hal itu suatu bagian kehidupan gereja Anda secara reguler.
Mendirikan sebuah pusat sumber daya misi.
Mendirikan sebuah pusat sumber daya misi merupakan salah satu cara untuk memertahankan misi di hadapan jemaat Anda. Hal ini dapat dilakukan dengan memasang foto-foto para misionaris beserta surat-surat yang mereka kirimkan. Jika keuangan mencukupi, Anda dapat mendirikan sebuah perpustakaan misi.
Mengundang misionaris untuk berbicara.
Banyak gereja misi meluangkan satu hari Minggu setiap bulan sebagai hari Minggu misi dengan mengundang misionaris mancanegara sebagai pembicara. Contohnya dengan mengundang misionaris Filipina. Dalam pengertian misionaris tersebut menjadi sebuah alat bantu pandang yang hidup -- sebuah sarana grafis untuk menyampaikan visi serta mengajar bahwa orang-orang Filipina juga memainkan sebuah peranan kunci dalam misi lintas budaya.
Nyanyikan lagu-lagu yang mengangkat kepedulian Allah pada yang terhilang.
Pujian yang sering dinyanyikan oleh sebuah gereja dapat mencerminkan prioritas dari gereja tersebut. Gereja Amanat Agung akan memastikan bahwa nyanyian mereka mencakup musik yang berfokus pada kasih Allah yang besar bagi mereka yang belum diselamatkan.
Jangan tersesat ke dalam pemikiran bahwa lagu-lagu misi yang baik perlu menyelipkan kata "misi" di dalamnya. Beberapa lagu terbaik tidak secara langsung menyebut penginjilan dunia. Ingat juga bahwa jika kita hanya menyanyikan himne-himne misi tradisional, kita mungkin tanpa sadar memberi kesan bahwa misi itu kuno dan ketinggalan zaman. Pilihlah nyanyian-nyanian lama yang terbaik dan cari juga musik misi kontemporer yang baik.
Di samping itu, bangkitkan semangat jemaat Anda yang bertalenta untuk menggubah lagu-lagu misi dalam dialek yang digunakan di gereja Anda. Ini akan menjadi suatu talenta yang bernilai untuk gereja Anda, terlebih lagi bagi Tubuh Kristus.
Mengadakan sebuah konferensi misi tahunan.
Misi mendapat perhatian sepanjang tahun di sebuah gereja Amanat Agung. Meskipun demikian, sebuah studi tentang gereja-gereja misi yang kuat di Asia mengungkapkan bahwa gereja-gereja tersebut mengadakan semacam konferensi misi tahunan. Bagi banyak gereja, ini menjadi agenda penting kalender gereja mereka.
BANGKITKAN SEMANGAT KETERLIBATAN MISI
Orang-orang Kristen yang ingin terlibat dalam penginjilan dunia harus memiliki hati bagi mereka yang belum diselamatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan terlibat dalam doa misi, sampai pelayanan lintas budaya yang sesungguhnya.
Memulai sebuah kelompok doa Amanat Agung.
Doa misi dapat dilakukan oleh para anggota bagi penginjilan dunia. Ini sesuatu yang dapat Allah gunakan untuk menanamkan visi dunia.
Menjangkau para mahasiswa internasional.
Banyak gereja di Filipina dibangun di dekat akademi-akademi atau universitas-universitas yang menampung beberapa mahasiswa dari luar negeri. Dalam beberapa kasus, para mahasiswa ini datang dari negara-negara yang berdekatan dengan para misioaris tradisional. Ini suatu kesempatan yang sangat besar, karena kita tidak perlu pergi ke negara-negara tersebut dan menginjil secara langsung, tetapi kita memiliki kebebasan penuh untuk berbagi Injil dengan para mahasiswa internasional ini sementara mereka belajar.
Mengorganisasi perjalanan wisata.
Anda dapat mulai dengan sebuah acara ekskursi (darmawisata) sederhana di mana Anda dapat meningkatkan wawasan ke dalam suatu budaya yang lain. Anda mungkin ingin mengirim sebuah tim kecil untuk mengunjungi sebuah kelompok suku dengan maksud pengenalan misi dan pelayanan. Banyak di antara badan-badan misi akan senang bekerja sama dengan Anda guna membantu menjadikan perjalanan Anda menjadi sebuah pengalaman positif dan berharga.
Berikan kesempatan-kesempatan ini bagi jemaat Anda dan Anda akan mengambil suatu langkah yang sangat penting dalam membantu mereka menjadi orang-orang Kristen dunia, karena ribuan pria dan wanita di ladang misi saat ini bersaksi bahwa satu di antara hal-hal kunci yang digunakan untuk membawa mereka menuju pelayanan misionaris adalah sebuah pengalaman jangka pendek.
Melayani kaum minoritas kultural.
Dalam beberapa kasus, Allah telah menggunakan pergolakan politik atau bencana alam untuk membawa kita kepada hubungan yang lebih dekat dengan orang-orang yang belum terjangkau. Misalnya, para pengungsi di pusat-pusat pengungsi Vietnam di Palawan dan Batam. Banyak di antara para pengungsi ini akan kembali ke Vietnam, atau ke negara-negara lain di seluruh dunia. Ini merupakan kesempatan yang sangat besar untuk menginjili, memuridkan, dan melatih mereka dalam hal-hal esensial dalam kehidupan dan pemikiran Kristen sebelum mereka kembali.
Bagaimana dengan komunitas Anda? Adakah sekelompok masyarakat belum terjangkau di dekat Anda? Dalam banyak kasus, kelompok-kelompok ini tidak menolak Injil -- hanya dilalaikan oleh orang-orang Kristen yang sulit mengakui kehadiran mereka. Mungkin Allah akan menggunakan gereja Anda untuk membagikan kasih-Nya kepada mereka.
Adopsi sekelompok masyarakat yang belum terjangkau.
Sesuatu yang menggetarkan hati sedang terjadi melalui gerakan mengadopsi suatu masyarakat yang meluas di seluruh dunia. Gerakan ini mendorong semangat gereja-gereja menjalin hubungan dengan badan-badan misi untuk menjangkau kelompok-kelompok masyarakat belum terjangkau yang ada. Anda dapat mulai dengan mengadopsi sebuah kelompok masyarakat belum terjangkau melalui doa. Pada saat visi di antara para anggota jemaat Anda bertumbuh, Allah akan memberikan sumber-sumber daya, dan pada akhirnya Anda akan bersukacita mengirim beberapa di antara jemaat Anda sebagai para misionaris kepada kelompok sasaran Anda. Berikut ini sebuah prosedur sederhana yang dapat Anda ikuti.
Hubungi Sebuah Badan Misi.
Badan-badan misi memiliki pengetahuan dan keahlian untuk membantu Anda membuat pilihan- pilihan yang bijak. Dalam beberapa kasus, badan-badan tersebut sudah mengutus para misionaris bekerja di antara kelompok masyarakat yang ingin Anda adopsi. Oleh sebab itu, sangat penting untuk kita bekerja sama supaya tidak membahayakan usaha-usaha penjangkauan yang ada, dan agar dapat memaksimalkan investasi dan personil kita.
Riset.
Bersama dengan informasi yang telah Anda terima dari badan- badan misi, kaji ulang infomasi tentang kelompok-kelompok masyarakat belum terjangkau di dekat Anda. Hal ini akan membantu Anda menentukan suatu pilihan yang bijak. Di samping itu, dalam bekerja sama dengan sebuah badan misi, Anda dapat mengirimkan beberapa anggota Anda untuk mengunjungi sebuah kelompok yang sedang Anda pertimbangkan untuk diadopsi.
Berdoa.
Doa, menjadi suatu bagian yang sangat penting. Bawa semua yang telah Anda pelajari di hadapan Tuhan, memohon hikmat dan petunjuk-Nya.
Memilih.
Setelah doa dan konsultasi dengan sebuah badan misi, tentukan sebuah kelompok masyarakat belum terjangkau untuk diadopsi. Buatlah sebuah perjanjian adopsi suatu masyarakat yang ditandatangani oleh anggota-anggota gereja Anda. Sahkan komitmen Anda dalam suatu kebaktian adopsi formal di gereja Anda. Pastikan bahwa seseorang dalam gereja Anda (mungkin komisi misi) bertanggung jawab untuk secara teratur memberikan kepada kongregasi informasi untuk doa.
Mengutus.
Anda boleh mulai mengutus seorang pekerja atau tim jangka pendek untuk membantu dalam usaha-usaha penjangkauan kepada kelompok Anda. Bila Tuhan berkenan, Anda akhirnya akan mampu melatih dan mengutus seorang misionaris karier atau tim misionaris dari kongregasi Anda sendiri. Ingat, jika Anda melakukan hal yang demikian, hendaklah melalui konsultasi dengan sebuah badan misi.
Diringkas dari:
Judul buku | : | Menjawab Tantangan Amanat Agung |
Judul bab | : | Membangun Tim Anda |
Judul artikel | : | Membangkitkan Orang-Orang Kristen Dunia |
Penulis | : | Dean Wiebracht |
Penerjemah | : | Suryadi |
Penerbit | : | Yayasan ANDI, Yogyakarta 1997 | Halaman | : | 159 -- 174 |
"Sepuluh ribu orang meninggal hari ini karena tidak cukup makan. Satu juta orang cacat mental atau cacat fisik karena gizi buruk. Masalahnya adalah karena kekayaan dunia tidak tersalur secara merata." -- Ronald Sider
Yesus memberitahukan kepada kita bahwa hati dan harta kita berhubungan langsung -- "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21) Jadi, apabila kita ingin membangun satu semangat bagi pengabaran Injil dunia, kita harus mengarahkan harta kita di dunia ke arah itu pula. Memberi untuk misi dan kepentingan dunia, akan meningkatkan doa kita bagi pengabaran Injil. Meskipun kedengarannya kasar untuk diakui, kita cenderung untuk berdoa lebih banyak bagi pelayanan-pelayanan yang kita dukung. Kita berdoa untuk apa yang kita bayar!
Perintah yang Diberikan Alkitab Mengenai Uang
Salah satu sukacita terbesar dalam mengerti firman Allah adalah mengetahui bahwa firman itu sangat praktis. Perintah-perintah Alkitab berlaku untuk kehidupan kita sehari-hari, pada tingkat-tingkat yang paling dasar. Praktisnya sangat nyata bila sampai pada persoalan uang dan bagaimana kita mengelola kekayaan kita. Allah menyatakan kehendak-Nya dengan jelas dalam berbagai hal.
1. Allah ingin agar kita murah hati.
Dalam Maleakhi 3:8-10, orang Israel ditegur karena tidak mau mempersembahkan persepuluhan kepada Tuhan sebagai persembahan. Dengan bertindak demikian, mereka melanggar peringatan dasar dari Hukum Taurat dan bahkan teladan Abraham sebelum zaman Hukum Taurat, yang memberikan persepuluhan kepada Melkisedek (Kejadian 14:18-20; Imamat 27:30; Bilangan 18:21,24; Ulangan 26:12). Umat Israel diajar untuk membawa persepuluhan mereka sebagai satu peringatan jasmani, bahwa segala sesuatu yang dimiliki mereka adalah milik Allah.
Namun, dalam Perjanjian Baru pengajaran mengenai persepuluhan tidak diulang, satu kenyataan yang telah menyebabkan banyak orang Kristen menganggap bahwa persepuluhan tidak berlaku bagi orang-orang Kristen yang "tidak berada di bawah Hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia". Memang secara hukum orang-orang Kristen tidak lagi terikat kepada persyaratan Hukum Taurat, tetapi seperti yang ditunjukkan oleh Dr. Harold Linsell dalam Harper Study Bible, ".... Oleh karena itu, persepuluhan merupakan bukti lahiriah dari batiniah, dan timbul akibat kasih seseorang kepada Allah."
Pemberi yang ragu-ragu mungkin menjawab, "Baiklah, tetapi apakah saya harus memberi persepuluhan sebelum atau sesudah dipotong pajak?" Pertanyaan ini menandakan bahwa orang itu salah menanggapi ajaran Alkitab. Allah tidak memikirkan Hukum Taurat secara harfiah. Ia menghendaki agar kita murah hati. Prinsip Alkitab mengenai memberi dengan jelas dinyatakan dalam 2 Korintus 9:6-7, "Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita."
Prinsip murah hati berasal dari akar yang sama dengan ajaran Alkitab Perjanjian Lama mengenai persepuluhan: segala yang ada pada kita adalah milik Allah. Dengan memberi kita menyatakan pengertian kita akan kenyataan itu, dan menunjukkan penyerahan kita kepada Tuhan kita.
2.Allah mengukur langsung jawab kita sebagai bendahara, berdasarkan respons kita terhadap orang yang miskin dan melarat.
Ronald Sider berkata, "Apakah orang-orang yang makmur menaati perintah Allah untuk membawa keadilan kepada orang yang tertindas?" Pengamatan seperti itu timbul akibat memberikan perhatian penuh kepada Alkitab, terutama kepada ayat-ayat yang cenderung membuat hati kita tidak enak. Perhatikan ayat-ayat berikut. Allah memberikan kepada manusia segala hal yang baik yang ditujukan untuk kebaikan seluruh dunia (Kejadian 1:26-31). Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, kebajikannya tetap untuk selamanya karena ia, membagi-bagikan, ia memberikan kepada orang miskin (Mazmur 112:1-9). Orang kaya dihukum karena mereka menginjak-injak kepala orang lemah ... dan membelokkan jalan orang sengsara (Amos 2:6-8). Penghakiman Allah berhubungan langsung dengan respons seseorang terhadap orang-orang miskin, melarat, yang tidak memunyai tempat tinggal, dan sebagainya karena orang-orang miskin itu melambangkan Kristus sendiri (Matius 25:31-46). Orang kaya ditegur setelah kematiannya karena perlakuannya yang buruk terhadap orang miskin, Lazarus (Lukas 16:19-31). Mereka yang kaya dalam hidup ini diperintahkan agar mereka menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi, dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta bagi dirinya untuk waktu yang akan datang (1 Timotius 6:17-19). Alkitab itu jelas. Kekayaan apa pun yang telah kita terima harus digunakan agar bermanfaat bagi orang lain.
3. Allah ingin agar kita memelihara Kerajaan Allah sebagai prioritas kita yang utama.
Ajaran Yesus tentang hubungan antara hati kita dan kekayaan kita (Matius 6:21) diikuti oleh perintah utama-Nya, "Carilah dahulu Kerajaan Allah." (Matius 6:33)
Penulis Agur dalam Amsal 30:7-9 berdoa agar Allah jangan memberikan kepadanya kemiskinan dan kekayaan. Kemiskinan mungkin mendorongnya untuk mencuri, tetapi kekayaan mungkin menyebabkan dia merasa tidak memerlukan bantuan orang lain dan menyebabkan dia menyangkali kebutuhannya akan Tuhan. Melalui Agur, Allah mengajar kita bahwa kekayaan itu menipu dan dapat menyebabkan kita kehilangan pusat perhatian rohani kita. Ketaatan mengharuskan kita untuk memelihara rasa ketergantungan kepada Tuhan.
Contoh ketiga dari kebutuhan kita untuk membuat Kerajaan Allah menjadi prioritas kita yang utama adalah pertemuan Yesus dengan seorang kaya, seorang pemimpin muda (Matius 19:16-26, Markus 10:17-27, Lukas 18:18-27). Orang muda itu berbalik bukan semata-mata karena kekayaan saja, tetapi karena prioritasnya tidak berada dalam persekutuan yang benar dengan Tuhan. Kekayaannya mengendalikan hatinya.
Tantangan untuk "mencari kerajaan-Nya terlebih dahulu" adalah tantangan yang setiap hari kita hadapi. Kita menunjukkan keinginan kita untuk menjaga agar prioritas ini berada pada tempatnya melalui cara kita menggunakan harta kita.
Memberi Uang dengan Sebuah Visi Dunia
Memberi untuk memperluas visi dunia adalah salah satu cara yang dapat kita lakukan. Pemberian yang paling dasar tentunya berasal dari sumber keuangan kita. Kita tidak boleh menganggap ringan persoalan ini. Kita harus berusaha untuk menjadi bendahara yang setia dari segala sesuatu yang telah diberikan Allah kepada kita. Ini berarti kita harus mengadakan penyelidikan yang saksama mengenai ke mana kita mengirimkan uang kita, dan mengikuti dari dekat bagaimana uang itu digunakan.
Berikut adalah prinsip-prinsip dalam memberi, yang dapat menolong meningkatkan pengelolaan keuangan Anda secara efektif.
Setiap orang perlu memutuskan apa yang akan dijadikan ukuran kemurahan hatinya. Setelah memutuskannya, orang tersebut harus memilih bagaimanakah uang tersebut akan disalurkan. Singkatnya, kita memerlukan sebuah rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila kita membiarkan surat permohonan atau krisis menentukan bagaimana kita menggunakan uang kita, kita akan memberi dengan cara yang tidak disiplin dan tidak menentu. Kita perlu mengetahui bagaimana menggunakan uang kita, agar kita memunyai tanggung jawab atas uang yang diberikan Allah kepada kita.
Strategi menolong kita untuk menentukan bagaimana kita ingin menggunakan uang kita, dan sasaran menolong kita untuk memutuskan ke mana kita akan menggunakannya. Kita jangan memberikan satu dolar tiap tahun kepada seribu pelayanan yang berbeda-beda, hanya agar kita merasa bahwa kita terlibat dalam banyak pelayanan. Kita memerlukan sasaran khusus, tempat-tempat yang kita percayai bahwa Allah ingin kita terlibat di sana.
Beberapa orang memutuskan untuk menentukan sasaran pemberian mereka kepada beberapa pelayanan atau para utusan Injil di satu lokasi geografis tertentu. Orang lain memilih untuk menyokong satu jenis pekerjaan yang khusus, seperti pelayanan mahasiswa, pembentukan gereja, atau penerjemahan Alkitab. Ada juga yang memilih untuk membagi secara merata -- memberi dalam jumlah yang berarti kepada beberapa pelayanan yang berbeda di berbagai tempat.
Kita harus memeriksa untuk melihat apakah uang yang kita kirimkan digunakan sesuai dengan cara yang kita harapkan, dan kita harus mencari laporan dan kebiasaan melapor yang bertanggung jawab. Cara terbaik untuk memastikan bahwa uang itu digunakan sesuai dengan cara yang diharapkan adalah dengan bertanya. Sering kita takut kalau pertanyaan mengenai uang yang kita berikan itu, akan menimbulkan kesan seolah-olah kita tidak memberikannya dengan tulus hati. Akan tetapi, mengawasi orang lain untuk bertanggung jawab atas penggunaan dana mereka, merupakan bagian dari tugas kita sebagai bendahara.
Mengevaluasi secara berkala merupakan satu cara untuk menjaga agar sasaran dan strategi yang telah kita pilih untuk dana yang kita berikan itu selalu baru. Jika kita bersedia mengevaluasi, kita mungkin memilih sasaran-sasaran yang baru atau mungkin kita memilih untuk mengubah strategi kita. Jika kita tidak mengevaluasi, kita akan memberi tanpa benar-benar memerhatikan pelayanan atau orang-orang yang kita sokong.
Sesekali, kita perlu mengadakan kunjungan pribadi ke ladang misi. Ini berarti mengingatkan para pengabaran Injil untuk memunyai visi. Hudson Taylor berkata, "Pekerjaan Allah yang dilakukan dengan cara Allah tidak akan pernah kehabisan persediaan."
Harus ada tempat bagi Roh Kudus, agar Ia memimpin kita untuk memberi di luar dari apa yang telah kita rencanakan untuk diberikan. Harus ada keterbukaan untuk berkorban. Pada taraf yang paling dasar, pengorbanan dapat berarti bersedia untuk hidup pada taraf hidup yang lebih rendah daripada kemampuan kita, sehingga kita dapat memberi lebih banyak. Ini dapat juga berarti memberikan "pendapatan ekstra" daripada memikirkan cara-cara untuk membelanjakan uang tersebut untuk diri kita sendiri. Pada taraf yang lebih dalam, pengorbanan berarti menyadari bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah milik Allah, dan kita harus bersedia untuk mempersilakan Allah mengarahkan pemberian kita.
Memberi mengingatkan kita bahwa Allahlah yang berkuasa, bahwa Ia memiliki segalanya (termasuk kita), dan bahwa kita hanyalah penatalayan. Itulah sebabnya kita perlu berdoa sebelum memberi -- sebuah cara lain untuk menunjukkan bahwa kita tunduk kepada Allah. Pada waktu kita berdoa mengenai pemberian kita, kita tidak boleh begitu saja mengatakan, "Tuhan, inilah yang akan saya berikan dan ke mana saya akan memberikannya." Sebaliknya, kita harus membuka diri untuk mendengar suara-Nya dan bimbingan-Nya. Kalau kita menaruh rencana kita untuk memberi di kaki Tuhan, maka kita dapat yakin bahwa Ia akan membimbing langkah-langkah kita.
Diambil dan disunting dari:
Judul artikel | : | Memberi |
Judul asli buku | : | A Mind for Missions |
Judul buku | : | Pemberitaan Injil Tugas Siapa? |
Penulis | : | Paul Borthwick |
Penerjemah | : | Ester Santoso |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung |
Halaman | : | 98 -- 105 |
Di Jemaat Makedonia
Orang-orang percaya di Yerusalem sedang menderita. Mungkin karena dikucilkan, sebagian dari mereka kehilangan pekerjaan setelah menjadi orang Kristen. Mungkin terjadi kelaparan seperti yang terjadi sebelumnya pada era pemerintahan Klaudius (Kisah Para Rasul 11:28). Apa pun masalahnya, Paulus prihatin dengan kesejahteraan mereka.
Ia mendorong jemaat-jemaat di daerah lain untuk memberi sumbangan bagi jemaat Yerusalem. Jemaat di Korintus tergerak untuk terlibat dalam proyek itu ketika mereka pertama kali mendengarnya. Nyatanya, antusiasme awal mereka itulah yang kemudian menginspirasi jemaat di Makedonia untuk memberi dengan sangat murah hati. Sayangnya, jemaat di Korintus tidak melaksanakan apa yang telah menjadi komitmen mereka itu.
Karena itu, Paulus mendesak mereka, dalam 2 Korintus 8-9, untuk menyelesaikan kebajikan yang telah mereka mulai. Ironisnya, ia menggunakan teladan jemaat Makedonia, yang tertantang ketika melihat kesediaan jemaat di Korintus untuk emberi, sebagai salah satu cara untuk memotivasi jemaat di Korintus agar membuktikan kesetiaan mereka terhadap janji mereka.
Dari teladan jemaat Makedonia yang ada di 2 Korintus 8, dan melalui pengajaran yang lebih langsung di 2 Korintus 9, setidaknya kita bisa mendapatkan delapan prinsip yang menuntun kita untuk memberi. Kedua pasal ini merupakan inti perintah untuk memberi yang ada dalam Perjanjian Baru. Saat kita mempelajari, menerapkan, dan mengajarkan prinsip-prinsip yang ada di kedua pasal itu, kita dan gereja kita akan mengalami sukacita dalam memberi.
Akan lebih baik jika Anda membaca 2 Korintus 8-9 terlebih dahulu dan membiarkan Alkitab Anda tetap terbuka di hadapan Anda setelah selesai membacanya.
Kita harus memberi dengan kemurahan hati. (2 Korintus 8:2; 9:6-13) Bisakah Anda membayangkan seorang petani kaya hanya menanam sedikit tanaman padi supaya dapat menimbun bijinya yang berharga? Tentu saja tidak. Ia mengetahui bahwa hanya dengan menabur padinya dengan kemurahan hati, maka dia bisa menuai hasil yang berlimpah-limpah.
Yesus berbicara mengenai hubungan antara memberi dan menerima dalam Lukas 6:38, yang bunyinya:
"Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."
Dari perspektif Tuhan, memberi berarti berinvestasi. Semakin besar investasinya, akan semakin besar hasilnya. Ini adalah kebenaran dasar alkitabiah yang tidak dapat kita abaikan: kita menuai apa yang kita tabur. Jemaat Makedonia menabur dengan murah hati.
Kita harus memberi dengan kerelaan hati. (2 Korintus 8:12; 9:7) Kita tidak boleh segan atau enggan dalam memberi. Tuhan tidak ingin kita memberi hanya karena kita merasa tidak memiliki pilihan lain. Pemberian kita haruslah pemberian yang disertai kerelaan hati. Ya, Ia ingin kita memberi. Ia tahu bahwa itu baik bagi kita, dan hal itu mencukupkan kebutuhan orang lain. Namun, Ia tidak memuntir tangan kita dan memaksa kita untuk memberi. Meskipun Ia memiliki hak atas segala yang kita miliki, namun Ia tidak menuntut hak-Nya. Ia bukan pemungut cukai.
Apakah kita menunjukkan tindakan yang sama di gereja kita? Apakah kita benar-benar peduli agar jemaat gereja kita memiliki kemauan untuk memberi dengan rela hati, ataukah kita sudah berpuas hati selama mereka memberi, meskipun itu dilakukan dengan perasaan enggan?
Memberi adalah wujud ketaatan. Ini adalah salah satu wujud pengakuan iman kita yang sejati (2 Korintus 9:13). Namun, ketaatan kita itu tidak didorong oleh hukum, namun oleh anugerah Tuhan (2 Korintus 8:9). Kristus sendiri telah memberikan teladan. Kerelaan hati kita dalam memberi merupakan sebuah respons kasih kita terhadap pengorbanan-Nya.
Kita harus memberi dengan sukacita. (2 Korintus 8:2; 9:7) Apa yang Anda rasakan saat memasukkan uang ke dalam kantong persembahan? Sayang? Atau itu membuat Anda bersukacita karena Anda berbagi dengan orang lain?
Pada titik ini, kita mungkin akan tergoda untuk berpikir, "Ayolah, Tuhan. Bukankah memberi dengan murah hati dan rela hati itu sudah cukup?" Tidak, menurut 2 Korintus 9:7, itu saja tidak cukup. Tuhan ingin agar kita memberi dengan sukacita.
Kita harus memberi dengan antusias. (2 Korintus 8:3-4) Menakjubkan! Jemaat Makedonia jelas-jelas adalah pemenang medali emas ketika mereka memberi. Paulus berkata, "Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka. Dengan kerelaan sendiri mereka meminta dan mendesak kepada kami, supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus." (2 Korintus 8:3-4)
Dalam pandangan mereka, membantu saudara seiman di Yerusalem bukanlah beban, namun merupakan suatu kehormatan. Dan mereka "mendesak dengan segera" agar diperbolehkan berpartisipasi untuk membantu saudara seiman mereka.
Bagaimana perasaan Anda apabila situasi seperti itu terjadi di gereja Anda? "Saya mohon, Pak Pendeta, biarkan saya membantu para korban bencana alam." "Pak Pendeta, tolong berikan saya kehormatan untuk memberi dalam mendukung misionaris-misionaris kita." Meski pada awalnya Anda terkejut, Anda akan senang melihat hasrat yang begitu besar untuk memberi.
Kita harus memberi dengan penuh pengorbanan. (2 Korintus 8:2-3) Mungkin Anda berpikir bahwa jemaat di Makedonia sangat kaya, dan adalah mudah bagi mereka untuk memberi dengan murah hati, rela hati, sukacita, dan penuh antusias. Tidak juga. Apabila mereka masih hidup sekarang, Anda akan menemukan mereka hidup di daerah miskin daripada di lingkungan berada. Rumah mereka pasti adalah gubuk yang berdiri di atas tanah kotor, bukan rumah mewah di lingkungan elite.
Mereka tidak hanya sangat miskin, tetapi juga mengalami "cobaan berat" (2 Korintus 8:2). Kita tidak tahu secara spesifik penderitaan apa yang mereka alami. Namun jujur, akan sangat mudah bagi mereka untuk memerhatikan diri dan kebutuhan mereka sendiri. "Maaf, Paulus. Kami menyadari bahwa orang Kristen yang ada di Yerusalam membutuhkan bantuan, tetapi seperti yang kamu lihat, kami pun miskin. Dan selain itu, kami sedang berada dalam cobaan yang berat."
Namun, jemat di Makedonia tidak melakukan hal seperti itu. Mereka adalah pemberi kelas dunia. Meskipun kebutuhan mereka mendesak, mereka memohon agar diizinkan membantu orang-orang percaya yang menderita di Yerusalem. Sungguh sebuah teladan yang luar biasa! Dari kesaksian pengorbanan ini, mereka menunjukkan bahwa memberi adalah suatu kehormatan di mana semua orang Kristen dapat ikut serta, baik yang kaya maupun yang miskin.
Kita harus memberi menurut kemampuan kita. (2 Korintus 8:3; 11-12) Sadarkah Anda bahwa tidak ada di dalam 2 Korintus sebuah perhitungan mengenai berapa banyak orang Kristen harus memberi? Selama ini, tidak ada perhitungan tentang seberapa banyak orang Kristen harus memberi dalam Perjanjian Baru. Yang difirmankan kepada kita adalah bahwa kita harus memberi menurut kemampuan kita.
Mereka yang memunyai lebih banyak, diharapkan untuk memberi lebih banyak. Mereka yang memunyai lebih sedikit, diharapkan untuk memberi lebih sedikit. Kita tidak bertanggung jawab akan milik orang lain. Kita diajarkan untuk menjadi pengurus yang setia atas apa yang telah Tuhan percayakan pada kita.
Dengan kata-kata seperti itu, Paulus mendorong jemaat di Korintus untuk setia kepada janji mereka untuk memberi (2 Korintus 8:11-12). Dalam apa yang menjadi acuan awal pemberian bagi orang percaya di Yerusalem, Paulus menginstruksikan jemaat Korintus: "Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing -- sesuai dengan apa yang kamu peroleh -- menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang." (1 Korintus 16:2)
Dengan cara ini pula Dr. Luke menggambarkan bantuan yang diberikan kepada jemaat di Antiokhia: "Lalu murid-murid memutuskan untuk mengumpulkan suatu sumbangan, sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dan mengirimkannya kepada saudara-saudara yang diam di Yudea." (Kisah Para Rasul 11:29)
Ahli misi, J. Herbert Kane, menulis contoh tentang uang milik John Wesley:
Pada masa mudanya, pendapatan tahunannya sebesar 30 poundsterling. Dia hidup dengan 27 poundsterling dan menyumbangkan sisanya. Beberapa tahun kemudian, ketika pendapatannya berlipat kali ganda menjadi 60 poundsterling per tahun, dia terus hidup dengan 27 poundsterling dan menyumbangkan sisanya. Ketika pendapatannya meningkat menjadi 90 poundsterling per tahun, dia tetap hidup dengan 27 poundsterling.
Bagi John Wesley, persentase dari pendapatan yang dia sumbangkan meningkat dari 10% menjadi 50% lalu menjadi 70%. Dia menunjukkan kepada kita bahwa memberi menurut kemampuan kita berarti hidup menurut kebutuhan kita, bukan menurut pendapatan kita.
Kita perlu memberi berdasarkan apa yang Tuhan miliki. (2 Korintus 8:1-3; 9:8-11) Nah, inilah yang benar-benar menembus batas pemberian kita. Inilah yang menantang kita untuk berpikir melebihi keterbatasan kita. Kita harus memberi berdasarkan apa yang adalah milik Tuhan.
Bahasa Yunani, "charis", yang biasanya diterjemahkan "grace" (kasih karunia), muncul sepuluh kali di 2 Korintus 8-9. Dalam beberapa kasus, seperti dalam pasal 8:9, makna dasarnya -- kemurahan hati Tuhan -- mungkin itu yang dimaksudkan. Namun dalam ayat lain, definisi yang lebih baik tentang kasih karunia adalah kuasa Tuhan yang memampukan. Itulah kira-kira makna yang terdapat dalam 2 Korintus 8:1, 9:8, dan 9:14.
Oleh karena kuasa Tuhanlah jemaat Makedonia mampu memberi "lebih dari kemampuan mereka" (2 Korintus 8:3). Dan oleh karena berlimpahnya kuasa Tuhan yang memampukan jemaat Korintuslah sehingga mereka berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan" (2 Korintus 9:8).
Akronim yang pada umumnya digunakan untuk makna paling dasar dari kasih karunia, kemurahan hati Tuhan, adalah GRACE -- God`s Riches At Christ Expense (Kekayaan Tuhan melalui Pengorbanan Kristus). Untuk makna yang kedua, kuasa Tuhan yang memampukan, mungkin kita bisa menggunakan akronim GRACE -- God`s Resources As Christ Enables (Kuasa Tuhan melalui Kristus yang Memampukan).
Itulah yang memungkinkan kita memberi lebih dari kemampuan kita -- tidak hanya memberi menurut kemampuan kita, melainkan menurut kemampuan Tuhan. Ia yang akan menyediakan apa yang kita butuhkan dan memampukan kita untuk "berlimpah dalam kebajikan" (2 Korintus 9:8). Ini karena kita mengambil dari rekening bank Tuhan, bukan hanya dari rekening kita sendiri, sehingga kita dapat menjadi "murah hati dalam setiap kesempatan" (2 Korintus 9:11).
Kita harus memberi diri kita terlebih dahulu kepada Tuhan. (2 Korintus 8:5) Akhirnya, di sini kita mendapatkan kunci dari tujuh prinsip yang ada. Alasan mengapa jemaat Makedonia dapat memberi contoh abadi mengenai pemberian kristiani adalah karena, seperti yang ditulis oleh Paulus, "Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah," (2 Korintus 8:5). Oleh karena komitmen mereka kepada Tuhan, mereka memberi dengan murah hati, rela hati, sukacita, dan penuh antusias. Oleh karena mereka menyerahkan diri mereka kepada Tuhan, mereka bisa memberi dengan penuh pengorbanan, menurut kemampuan mereka, bahkan melebihi kemampuan mereka.
Mengapa pemberian kita terkadang (sering kali?) tidak dikarakterisasi oleh tujuh prinsip awal tadi? Saya rasa itu karena kita belum menyerahkan hidup kita kepada Tuhan seperti yang dilakukan jemaat Makedonia. Itulah akar permasalahannya, dan masalah ini tidak bisa dipecahkan oleh apa pun kecuali oleh karya spiritual dalam hati setiap umat Allah.
Terlihat di surat Paulus kepada jemaat di Roma bahwa orang-orang Korintus meresponi seruan Paulus. Mereka "mengambil keputusan untuk menyumbangkan sesuatu kepada orang-orang miskin di antara orang-orang kudus di Yerusalem" (Roma 15:26; band. 2 Korintus 9:2). Mereka menyelesaikan kebajikan yang telah mereka mulai. Dan itu bukan karena Paulus mencambuk mereka dengan peraturan, namun karena dia mengajari mereka mengenai memberi dengan kemurahan hati. Jemaat di Makedonia merupakan teladan yang luar biasa untuk prinsip yang ia coba tanamkan.
Di Jemaat Anda
Mungkin Anda masih bertanya-tanya, bagaimana supaya jemaat Anda dapat digerakkan untuk memberi bagi misi. Saya percaya 2 Korintus 8-9 mendukung pendekatan berikut ini.
Perlihatkan Kebutuhannya
Paulus melakukan hal ini. Dia memberitahu jemaat di Makedonia, Galatia, dan Akhaya mengenai kebutuhan jemaat di Yerusalem. Orang-orang biasanya tidak akan meresponi kebutuhan yang tidak mereka ketahui. Ini menggarisbawahi pentingnya mengembangkan visi bagi dunia dalam jemaat Anda. Selalu mengetahui kebutuhan dunia akan membantu kita untuk tidak egois dalam menggunakan apa yang kita miliki.
Desak Jemaat untuk Memberi
Paulus melakukan ini juga. Kita tidak perlu segan untuk memotivasi orang percaya untuk memberi dengan murah hati. Ibrani 10:24 memerintahkan kita untuk "memertimbangkan bagaimana kita mendorong satu dengan yang lain untuk mengasihi dan berbuat baik". Dan memberi jelas masuk dalam apa yang dimaksud ayat tersebut.
Ajarkan Memberi dengan Kemurahan Hati
Jelas, Anda akan tetap mendapatkan hasil dengan menggunakan pendekatan lain. Namun saya yakin, pendekatan itu akan memberikan lebih banyak keburukan daripada kebaikan. Tuntunan Tuhan tergambar bagi kita dalam 2 Korintus 8-9. Karena itu, mengikuti pendekatan Paulus, adalah cara mendemonstrasikan hati yang percaya kepada Tuhan -- bahwa jalan-Nya adalah jalan yang terbaik.
Butuh waktu untuk mengajar memberi dengan murah hati. Itu disebabkan karena isu-isu riil tidak mudah kelihatan. Kita mau orang-orang memberi kepada gereja. Perhatian Tuhan yang utama adalah supaya kita memberi diri kita terlebih dahulu kepada-Nya. Memberi dengan murah hati, sukacita, dan penuh antusias akan mengikutinya.
Jemaat di Makedonia dan Korintus memberi untuk membantu memenuhi kebutuhan material jemaat di Yerusalem. Namun prinsip-prinsip yang ada dalam kejadian itu adalah prinsip-prinsip fundamental bagi orang Kristen dalam memberi. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini dan mengajarkannya di gereja kita, kita akan mengalami sukacita dalam memberi untuk misi. (t/Hilda)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul buku | : | The World Beyond Your Walls |
Judul asli artikel | : | Grace Giving |
Penulis | : | Dean Wiebracht |
Penerbit | : | Philippine Crusades, Manila 1992 |
Halaman | : | 195 -- 202 |
BEBERAPA PETUNJUK UMUM
Pelajaran ini dikhususkan untuk mereka yang melayani orang yang belum menerima pengampunan dosa.
Maksudnya Harus Jelas
Langkah-langkah dalam menerima Yesus sebagai Juru Selamat adalah sangat penting. Kita harus lebih dahulu memastikan bahwa orang yang sedang dilayani itu memunyai maksud yang sungguh-sungguh. Kadang-kadang, seseorang hanya "tunduk saja" dalam mengikuti doa untuk menerima Kristus. Padahal, sebenarnya ia belum mengerti siapakah Yesus. Bahkan, ia sendiri belum yakin bahwa ia adalah orang yang najis di hadapan Allah. Perhatikanlah kedua contoh berikut ini.
Seseorang yang bersikap ramah serta terbuka dan sudah dilayani selama 1,5 jam, lalu merelakan diri untuk menerima Yesus. Maksud sesungguhnya ternyata bukanlah untuk memperoleh keselamatan, tapi untuk segera meninggalkan penginjil itu dan ia ingin melakukannya dengan sopan. Maka, setelah berpura-pura berdoa untuk menerima Kristus, ia bebas untuk segera pergi.
Seseorang minta dibimbing untuk menerima Yesus karena ia merasa bosan oleh desakan teman yang berusaha keras menginjilinya. Jika sudah dilayani sekali, maka ia tidak akan diganggu lagi. Setiap kali orang lain ingin memperkenalkannya pada Yesus, ia mencari jalan keluar dengan mengatakan: "Saya telah menerima Kristus pada tanggal sekian, maka jangan ganggu saya lagi."
Untuk menghindari pelayanan yang salah, kita harus waspada. Tujuan kita bukan untuk melayani jiwa-jiwa secara kuantitatif. Tujuan kita adalah untuk mengenalkan Yesus yang hidup kepada jiwa-jiwa yang sesat.
Doa tidak memunyai kuasa penyelamatan. Hanya Yesus yang berkuasa mengampuni dosa. Penerimaan yang pura-pura hanya mengebalkan hati seseorang sehingga ia tidak akan terbuka lagi terhadap Injil.
Nalar (Intelek), Emosi, dan Kehendak
Manusia memunyai nalar (intelek), emosi, dan kehendak. Kalau kita mau membimbing seseorang untuk menerima Yesus, di samping melihat kesungguhannya, kita perlu memperoleh kepastian bahwa ia menerima secara total. Ia perlu mengikutsertakan akal budi, perasaan, dan kehendaknya untuk menerima Yesus Kristus.
1. Akal -- Nalar
Ia harus mengetahui bahwa Yesuslah jalan satu-satunya untuk memperoleh pengampunan dosa. Ia harus mengetahui bahwa keselamatan itu disediakan hanya melalui salib dan darah Yesus.
2. Perasaan -- Emosi
Ia harus tahu bahwa dirinya adalah seorang yang berdosa. Pengetahuan secara teori saja tidak akan menggerakkan dia untuk meninggalkan hidupnya yang lama untuk melekat pada Yesus. Roh Kudus bekerja dalam hati kecil orang-orang yang belum selamat (Yohanes 16:8). Roh Kebenaran itu akan menempelak hati kecilnya dengan keinsyafan akan dosa. Roh itu akan bekerja juga dalam hati kecilnya untuk memeteraikan kebenaran firman Tuhan mengenai jalan keselamatan yang telah kita sampaikan kepadanya.
3. Keinginan -- Kehendak
Meskipun ia telah mengetahui bahwa Yesus adalah Juru Selamat dunia dan meskipun ia telah merasa dirinya seorang berdosa yang dimurkai Allah, jikalau ia belum memutuskan untuk menerima Yesus, maka ia belum selamat. Kehendaknya harus membuahkan tindakan. Kalau ia belum memihak kepada Yesus, ia tetap berada pada pihak iblis.
CARA PELAKSANAAN PELAYANAN PEMBIMBINGAN
Langkah Penjelasan
1. Pakailah ayat-ayat dalam Alkitab sebagai landasan pelayanan. Penjelasan yang tepat dan jelas menjadi dasar nalar pertimbangan orang yang kita injili. Kita harus dapat memastikan bahwa jalan keselamatan itu sungguh-sungguh dapat dimengerti oleh mereka. Jangan menjelaskan seperti memberikan kuliah. Tunjukkanlah ayat-ayat dalam Alkitab sebagai landasan pelayanan Anda. Ia sendiri harus membacanya dengan bersuara. Tapi jangan menganggap bahwa dengan membaca saja ia telah mengerti. Tanyakanlah setiap bagian dari nas-nas tersebut sampai nyata bahwa maksud/arti firman Tuhan itu telah dimengerti.
Jika kita memberikan terlalu banyak ayat, hal tersebut akan membingungkan. Seorang penginjil terkenal telah menegaskan bahwa satu atau dua ayat sudah cukup. Lebih baik Injil diberikan dengan sesederhana mungkin. Penginjil tersebut sering memakai Yesaya 53:6 yang bertalian dengan Yohanes 1:12. Tetapi, sebagai patokan bagi kita pakailah 4 ayat saja; 1 ayat untuk setiap faktor rohani dan dapat ditambah dengan 1 ayat lagi bila perlu untuk menjelaskan jika ada sesuatu yang keliru untuk dimengerti.
Walaupun orang yang dilayani itu buta huruf, kita pun perlu menunjukkan ayat-ayat kepadanya. Anda sendiri harus membacakannya, tetapi ikutilah dengan jari Anda supaya ia melihat bahwa ini sungguh-sungguh dari Alkitab. Ia harus dapat membedakan perkataan Allah dengan perkataan Anda.
2. Nantikanlah respons keinginan dari orang itu. Kalau terbukti bahwa ia mengerti dan insyaf, maka kita perlu menanyakan lagi apakah ia "ingin" menerima Yesus. Kita tidak boleh meneruskan pembimbingan jika ia belum bersedia. Banyak orang yang dengan semangat mengikuti penjelasan mengenai Injil hanya karena "ingin tahu" saja, tanpa bermaksud untuk bertindak atas pengetahuan itu.
Langkah Penerimaan
Bagaimana cara membimbing seseorang untuk menerima Yesus? Pertama-tama, harus diingat keadaan sebenarnya. Yesus sedang menunggu untuk diundang masuk dan mendiami hati orang itu. Biasanya undangan itu diberikan dalam doa, dan sering kali orang tersebut akan ragu-ragu tentang bagaimana cara berdoa. Sebaiknya penjelasan berikut diberikan sebelum ia menundukkan kepala untuk berdoa.
1. Berdoa kepada Yesus.
Gambaran Tuhan Allah masih terlalu umum, tapi "gambaran" Yesus mungkin lebih jelas baginya. Ajaklah ia berbicara kepada Tuhan Yesus Kristus.
2. Apa yang diminta?
Tiga hal yang perlu diucapkan kepada Yesus, yaitu:
Ada beberapa cara doa lain yang bisa dipakai berdasarkan perjanjian-perjanjian dalam Alkitab, tetapi untuk memulai, doa di atas sangat tepat. Cara ini akan memudahkan pelayanan rohani selanjutnya. Kalau seseorang telah mengetahui bahwa hatinya didiami Yesus, maka itu bisa menjadi dasar yang baik untuk meminta segala berkat yang telah disediakan Yesus bagi orang-orang percaya.
Kadang-kadang, orang yang kita layani itu telah menerima Yesus sementara ia mendengar penjelasan Injil, yaitu sebelum sampai pada doa untuk menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Kalau demikian, bentuk doanya akan berubah menjadi ucapan terima kasih karena Yesus telah mengampuni dosanya.
Siapakah yang berdoa? Janganlah kita menjadi "dukun doa". Kita bukan pengantar bagi orang lain. Tugas dan hak istimewa itu dimiliki oleh Yesus (1 Timotius 2:5). Orang yang dilayani itu sendirilah yang harus berurusan dengan Yesus. Kita tidak boleh mewakilinya dalam doa penerimaan. Kalau ia tidak mau berdoa karena malu, pimpinlah ia dalam satu doa pendek. Umumnya, penjelasan mengenai maksud dari doa harus cukup. Kalau Roh Kudus telah menempelak hatinya sehingga ia insyaf bahwa ia telah mati di hadapan Tuhan, maka ia dapat segera berdoa.
Doa adalah percakapan bersama antara orang percaya dengan Allah Bapa. Kalau perlu, kita boleh menghentikan dia ketika sedang berdoa, terutama kalau isi doanya menyatakan bahwa Injil belum jelas. Hentikan saja doanya dan jelaskan kembali semua hal yang masih kurang jelas baginya. Kalau ia berdoa dengan menyebut bermacam-macam kesulitan pribadi dan kesulitan rumah tangga, maka hentikan saja. Sebelum Yesus diundang mendiami hatinya, ia belum memunyai hak untuk meminta hal-hal yang lain itu dari Allah. Dalam pelayanan ini, ia harus membereskan diri terlebih dahulu di hadapan Yesus. Setelah itu, ia boleh mempersoalkan hal-hal yang lain. Ia akan tahu bagaimana membereskan banyak persoalan setelah menerima keselamatan.
Mintalah ia berdoa terlebih dahulu. Setelah ia selesai, barulah kita boleh menyatakan persetujuan kita dalam doa. Jagalah diri Anda! Hanya sedikit saja yang boleh kita ucapkan. Kalau kita berdoa dengan panjang lebar, doa akan menghalangi perkembangan imannya. Ia akan malu berdoa di hadapan orang lain karena merasa belum mampu mengucapkan ucapan-ucapan yang baik, melihat dari contoh yang Anda teladankan baginya. Pakailah doa yang sederhana tanpa berputar-putar, yang terdiri dari beberapa kalimat saja. Jangan menyebutkan hal-hal yang tidak memunyai hubungan langsung dengan orang yang dibimbing itu.
Langkah Peneguhan
Langkah pertama dalam tugas peneguhan ini hanya memunyai satu maksud saja, yaitu memberikan keyakinan bahwa ia telah selamat. Setelah ia berdoa untuk menerima Yesus, jelaskanlah jalan keselamatan itu sekali lagi, dan ajaklah ia berdoa untuk kedua kalinya.
Mengapa langkah-langkah peneguhan kembali itu perlu? Karena dengan langkah penerimaan Yesus itu, ia telah menjadi orang baru dengan kedudukan (status) baru. Sebelum penerimaan, ia masih digolongkan sebagai orang berdosa yang terpisah dari Allah. Sekarang ia digolongkan sebagai anak-anak Allah dan telah diberikan kedudukan baru. Ia telah selesai mempertimbangkan Injil itu bahwa ia telah memutuskan untuk mau menerima keselamatan dalam Yesus Kristus. Sekarang, ia memandang Injil dari kacamata orang yang telah memiliki keselamatan. Dengan mata rohaninya yang baru, ia dapat memeriksa kembali jalan keselamatan sebagai dasar kepastian bahwa ia telah diselamatkan oleh Kristus.
Demikian pula doa kedua merupakan jenis doa yang baru. Sebelum ia bertindak menerima Yesus, ia memunyai "harapan". Setelah langkah penerimaan ia memiliki dasar kepastian itu, dan ia dapat berdoa dengan "iman". Sekarang, sebagai suatu langkah iman, ia akan berdoa mengucapkan terima kasih kepada Yesus karena ia telah diselamatkan oleh-Nya.
Setelah ia selesai dengan pengucapan syukur kepada Tuhan -- maka tetapkanlah waktu dan tempat untuk bertemu kembali, guna belajar firman Allah dan berdoa bersama-sama.
Sudahkah Anda mulai menginjili pribadi-pribadi bagi Kristus? Sudahkah Anda memunyai hasil yang nyata dari pelayanan Anda?
Kalau Anda dapat menjawab "Ya!" kami hanya dapat mengucap syukur bersama dengan Anda serta mengajak Anda untuk terus berjalan dan terus belajar.
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Penginjilan dan Pelayanan Pribadi |
Penulis | : | W. Stanley Heath, Ph.D., M.Div |
Penerbit | : | YAKIN, Surabaya |
Halaman | : | 53 -- 59 |
BAGAIMANA KITA MENDEKATI JIWA-JIWA
Untuk mendekati jiwa baru, kita harus terlebih dahulu tahu bagaimana keadaan tiap-tiap orang. Tidak semua orang memiliki keadan yang sama. Keadaan jiwanya pun berlainan. Itu sebabnya kita harus memunyai hikmat dari Tuhan, agar kita mengetahui bagaimana kita mendekati seseorang. Tuhan Yesus mengetahui benar bagaimana Ia mendekati tiap-tiap jiwa. Ia tahu di mana, bagaimana, bilamana, dan apa yang harus dikatakan-Nya dalam pekerjaan-Nya untuk memenangkan jiwa. Terhadap para petani, Ia bicara tentang pertanian, yaitu dalam perumpamaan penabur (Matius 13). Terhadap Nikodemus, Ia berbicara tentang pengajaran dasar mengenai hidup baru. Terhadap perempuan Samaria, Ia berbicara tentang Air Hidup yang dapat menghilangkan kehausan jiwa manusia. Baiklah kita mengambil contoh dari Tuhan dan memerhatikan hal-hal yang tersebut di bawah ini.
Kita harus bijaksana dan berlaku hati-hati dalam mendekati jiwa-jiwa baru. Cobalah ketahui terlebih dahulu keadaannya. Berbicaralah mengenai kehidupan sehari-hari dan bertanya kepadanya tentang segala hal yang penting baginya. Kemudian tunjukkanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai jawaban satu-satunya atas segala masalah hidup.
Berdoa sebelum mengucapkan suatu perkataan. Dengan demikian, Roh Kudus akan membuka jalan.
Bersikaplah simpatik, ramah, dan sopan. Jangan merasa lebih suci dan benar dari orang lain, melainkan bagilah kasih Kristus terhadap semua orang.
Bersikap sabar dan bertekun dalam berbicara. Kalau orang itu banyak bicara atau sedikit kasar, janganlah marah atau mundur dari dia. Orang yang tekun akan menang (Lukas 18:5).
Jangan mudah putus asa. Setan senantiasa ingin melemahkan dan mendorong kita sampai kita menjadi putus asa. Kita harus memandang kepada Tuhan dan mengetahui bahwa kita sedang menabur benih hidup kekal, yaitu firman Allah. Tuhan sendiri telah berjanji bahwa firman-Nya tidak akan kembali dengan sia-sia (Yesaya 55:11).
Kita harus memimpin orang itu sampai ia mengambil keputusan. Ada waktu menabur dan ada waktu menuai. Berilah kesempatan padanya untuk mengambil keputusan. Bacalah baginya Roma 10:9-10, Kisah Para Rasul 2:36, dan Ibrani 2:14. Terangkan juga kepadanya bahwa Tuhan Yesus melepaskan kita dari kuasa kegelapan (maut) dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan-Nya (Kolose 1:13). Satu ayat yang baik lagi adalah 2 Korintus 5:21, yang menunjukkan bahwa "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." Yakinkan dia bahwa sekarang juga dia bisa menjadi anak Allah jika ia menerima Tuhan Yesus di dalam hidupnya (Yohanes 1:12).
Beritakan firman Tuhan dengan benar. Yesaya 53:6 mengatakan bahwa segala dosa kita sudah ditimpakan Allah ke atas Yesus Kristus, dan 1 Yohanes 1:9 memberi jaminan tentang pengampunan dosa bilamana kita mengakui segala dosa kita. Inilah kebenaran pokok yang tiap-tiap jiwa harus tahu dan menjalaninya untuk beroleh keselamatan.
Dan akhirnya sebagai pemenang jiwa, kita harus yakin dan sudah terlebih dahulu mengalami sendiri kuasa Tuhan sebelum kita menyaksikan kepada lain orang. Jika kita belum lahir baru, tentu kita tidak dapat menyaksikan tentang hidup baru kepada orang lain. Demikian pula jika kita belum mengalami kesembuhan ilahi, kelepasan dosa, atau kepenuhan Roh Kudus, maka kita tidak dapat meyakinkan orang lain tentang hal itu juga. Oleh sebab itu, carilah Tuhan dalam kepenuhan-Nya dan hidup dengan Dia dalam persekutuan, supaya Anda mengetahui bagaimana mendekati tiap-tiap jiwa dan memenangkan mereka bagi Tuhan.
KESANGGUPAN SEORANG PEMENANG JIWA
Kuasa Allah yang memampukan seseorang untuk memenangkan jiwa. Kita tidak dapat memenangkan seorang jiwa pun tanpa kuasa Allah. Gampang saja membentuk perkumpulan duniawi dalam lapangan sosial, kesenian, kebudayaan, dsb., tetapi sukar sekali untuk membawa orang-orang kepada Kristus. Inilah hal utama yang harus diketahui oleh mereka yang hendak memenangkan jiwa. Ia harus dipenuhi dengan kuasa Allah. Tuhan Yesus berkata, "Tanpa Aku kamu tidak bisa berbuat apa-apa" (Yohanes 15:5). Itulah sebabnya Ia memerintahkan murid-murid-Nya supaya mereka jangan dulu berbuat apa-apa, melainkan menunggu di Yerusalem sampai mereka menerima kuasa dari surga, yaitu perjanjian dari Bapa (Kisah Para Rasul 1:8). Murid-murid Kristus yang pertama telah menaati perintah Tuhan ini. Mereka menunggu dalam doa sampai mereka dipenuhi dengan Roh Kudus. Inilah urapan Roh, yaitu kuasa Allah yang memampukan kita untuk melepaskan orang-orang berdosa dari segala ikatan dosa dan Iblis, orang-orang sakit dari segala ikatan penyakit.
Dengan kepenuhan Roh Kudus, hati kita akan menyala-nyala dengan kasih Tuhan, sehingga kita dapat mengasihi jiwa-jiwa sama seperti Tuhan. Kita mau berkorban, melayani, memikul salib, bayar harga, bahkan mati sekalipun untuk keselamatan mereka yang terhilang (1 Yohanes 4:8; Roma 5:5; Yohanes 13:34-35). Kasih Allah yang menyala-nyala dalam hati kita akan memampukan kita. Ini adalah janji Allah bagi anak-anak-Nya. Dalam Lukas 11:13 Tuhan Yesus mengajak supaya kita sekalian "berdoa minta kepenuhan Roh Kudus". Ini merupakan kehendak Bapa supaya kita semua menerima kepenuhan Roh Kudus karena hal ini akan memampukan kita untuk memenangkan jiwa. Roh Kudus juga memimpin kita dalam segala kebenaran, artinya Ia menyanggupkan kita untuk mengerti segala rahasia Allah yang terdapat dalam Alkitab (Yohanes 16:13-15). Roh Kudus pun mengajar kita berbicara atau berkhotbah supaya kita bisa memenangkan jiwa (1 Korintus 2:10-16). Roh Kuduslah yang menjadikan kita duta-duta Kerajaan Surga dengan kabar kelepasan yang terdapat dalam nama Tuhan Yesus Kristus (2 Korintus 5:19-20).
Kesanggupan seorang pemenang jiwa juga terletak di dalam firman Tuhan sendiri. Seluruh isi Alkitab harus tertulis di atas papan hati kita. Firman Tuhan itu pedang Roh yang harus selalu ada di dalam mulut kita, supaya kita selalu dapat menggunakannya untuk menghancurkan segala pekerjaan Iblis (Efesus 6:17). Ingatlah, Alkitab ada di dekat pada Anda dan Roh Kudus ada di dalam hati Anda (Yohanes 14:17). Sungguhpun Anda sanggup mengerti firman Tuhan, tetapi Anda mesti dipimpin setiap hari oleh Roh Tuhan (Roma 8:14). Hanya oleh firman Tuhan saja yang diterima dengan iman, Anda akan bertambah-tambah dalam kesanggupan Anda tentang kebenaran Allah, dan semakin besar cinta Tuhan di dalam hati Anda, maka semakin besar pula kesanggupan Anda untuk memenangkan jiwa. Cobalah kita periksa hati kita dan melihat berapa besar kesanggupan kita untuk memenangkan jiwa. Bilamana sedikit sekali kesanggupan itu atau belum ada sama sekali, biarlah kita mencari Tuhan terlebih dahulu dengan sungguh-sungguh, supaya bukan kita yang bekerja, melainkan Roh Kudus di dalam kita yang menyaksikan dan mempermuliakan Kristus sehingga orang-orang bisa bertobat (Yohanes 16:14). Jadilah penuh dengan Roh Kudus (Efesus 5:18)!
BAGAIMANA MENJADI SEORANG PEMENANG JIWA YANG BERHASIL
Ada banyak orang yang bersaksi tentang Kristus, menyebarkan traktat-traktat, dan mengundang jiwa-jiwa datang pada Tuhan, tetapi sedikit sekali yang berhasil. Mengapa? Sebab mereka tidak memiliki beberapa sifat tertentu yang harus ada pada seorang pemenang jiwa. Marilah kita periksa apa yang firman Tuhan katakan tentang hal ini.
Seorang pemenang jiwa bukan saja harus bersaksi tentang Kristus, tetapi ia harus memiliki Kristus dalam kehidupannya sendiri. Bukan saja mengaku dengan mulutnya, tapi juga pengalaman dengan hatinya. Orang yang hanya berkata saja tetapi tidak mengalami sendiri adalah orang yang berpura-pura. Orang yang pura-pura (munafik) tak mungkin menjadi seorang pemenang jiwa. Tetapi orang yang memiliki Kristus, yang hidup dalam persekutuan dengan Allah, ialah yang dapat menjadi pemenang jiwa yang berhasil. Tuhan Yesus melawan orang-orang yang pura-pura, yang hanya mementingkan perkara lahir saja dan tidak mementingkan perkara batin (Matius 23). Bilamana kita memunyai persekutuan dengan Allah, ketika kita berbicara dengan orang lain, mereka akan mudah menerima kesaksian kita.
Seorang pemenang jiwa harus berkelimpahan kasih Kristus. Kasih Kristus itulah magnet yang menarik orang berdosa kepada Tuhan. Tuhan Yesus hanya memunyai satu senjata, yaitu cinta. Ia cinta kepada murid-murid-Nya. Ia cinta kepada semua orang yang susah dan sakit yang datang kepada-Nya. Ia cinta kepada Yudas Iskariot, pengkhianat itu. Ia cinta semua musuh-Nya. Tanpa cinta ini, tak mungkin kita berhasil dalam pekerjaan memenangkan jiwa. Semua anak-anak Tuhan memiliki cinta ini kalau ia berdoa, memelihara sabda Tuhan, dan mengembangkan cinta Tuhan dengan turut melayani pekerjaan Tuhan. Rahasia Rasul Paulus terletak dalam kata yang pendek ini, yaitu cinta Kristus (2 Korintus 5:14; Roma 8:35-39). Tiap-tiap anak Tuhan memunyai tanggung jawab yang besar, yaitu ia dipanggil menjadi utusan Kerajaan Surga untuk mengabarkan kepada dunia ini bahwa Allah mau berdamai dengan manusia di dalam dan oleh Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal (2 Korintus 5:18-21). Perintah Tuhan yang terakhir dan terbesar pada murid-murid-Nya ialah: "Pergilah kamu ke seluruh muka bumi dan kabarkan Injil ...." (Markus 16; Matius 28; Lukas 24; dan Kisah Para Rasul 1)
Seorang pemenang jiwa harus memunyai hikmat Allah. Orang yang memenangkan jiwa itulah orang yang bijaksana. Lebih gampang mencari keuntungan uang, memenangkan piala, atau merebut suatu rekor dalam dunia ini, tetapi sukar sekali untuk memenangkan seorang jiwa. Pekerjaan ini hanya dapat dilakukan dengan berhasil oleh orang-orang yang memunyai hikmat Allah. Tuhan Yesus itu Mahahikmat, Mahapintar, dan Mahatahu. Ia melihat apa yang manusia tidak dapat lihat. Ia mengajar segala rahasia Allah yang manusia tak dapat mengajar. Yesus Kristus itulah hikmat kita (1 Korintus 1:30). Bilamana Dia ada di dalam hati kita dan bertambah-tambah di dalam kita, maka hikmat-Nya juga akan menjadi nyata di dalam kita. Hikmat Tuhan sebagaimana dituliskan dalam Yakobus 3:17 dapat memberi jawaban atas segala masalah manusia. Tuhan berjanji akan memberi hikmat secukupnya kepada kita bilamana kita mau berdoa dengan iman (Yakobus 1:5-7).
Seorang pemenang jiwa harus waspada senantiasa dan rajin dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Orang yang mau memenangkan jiwa harus melayani pekerjaan Tuhan. Seorang yang malas tak bisa dipakai Tuhan, malah firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang malas itu tak patut diberi makan (2 Tesalonika 3:10). Tuhan Yesus sangat rajin sekali, Dia bekerja keras. Banyak kali pada pagi-pagi Ia telah bangun berdoa dan sering kali semalam-malaman Ia terus bergulat dalam doa. Pada siang har,i Ia berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk mengabarkan Injil. Sering kali Ia tak mendapat tempat untuk makan dan tidur. Suatu waktu, Ia mesti tidur di dalam perahu saja. Hidupnya berarti bekerja keras. Begitu pula dengan seorang pemenang jiwa. Ia harus bekerja keras untuk mencari jiwa. Tiap hari melayani jiwa-jiwa yang perlu pertolongan rohani (Roma 12:11).
Inilah beberapa sifat yang harus terdapat dalam hidup kita jika kita mau jadi pemenang jiwa yang berhasil. Jika kita belum memiliki sifat-sifat ini, mulailah berdoa dan minta kepada Tuhan supaya Dia mengubahkan hidup Anda sesuai dengan kehendak-Nya, supaya Anda bisa menjadi alat dalam tangan-Nya untuk menyelamatkan banyak jiwa.
BEBERAPA NASIHAT DAN PETUNJUK UNTUK MENDEKATI ORANG-ORANG YANG BELUM SELAMAT
Ada banyak kesalahan yang dibuat dalam pekerjaan memenangkan jiwa. Sudah terbukti bahwa sering kali jiwa-jiwa yang kita ajak bicara tidak menerima kesaksian atau undangan kita oleh karena sikap kita yang salah. Terkadang kita terlalu tergesa-gesa sehingga menjalankan paksaan terhadap jiwa-jiwa itu. Kita harus mempelajari firman Tuhan tentang hal ini, supaya kita berhasil memenangkan banyak jiwa bagi Kristus. Di bawah ini beberapa nasihat dan petunjuk yang harus diperhatikan dan dijalankan oleh tiap-tiap pemenang jiwa.
Bilamana jiwa yang akan kita menangkan sedang berbicara dengan orang lain atau sedang sibuk dengan pekerjaannya, janganlah mengganggunya. Jangan sampai kita menimbulkan kesan bahwa kita menjadi pengganggu hidup mereka. Tunggu saat yang baik; saat ia sedang sendirian dan tak memunyai pekerjaan apa-apa. Lalu datanglah. Pada saat sepi, manusia merasakan kekosongan jiwanya. Saat itulah saat yang tepat untuk pekerjaan kita sebagai penginjil.
Sebelum mendatangi seseorang, pandanglah Tuhan dan berdoalah minta pimpinan serta pertolongan Roh Kudus supaya Ia menerangi jalan Anda. Hanya Roh Kudus yang mengetahui isi hati manusia dan segala hal dalam kehidupan seseorang. Jika Anda melakukan hal ini, Anda akan kagum melihat pimpinan Tuhan dan akan mengalami mukjizat Tuhan dalam pekerjaan Anda.
Sedapat mungkin bicaralah dengan seeorang pada suatu tempat yang tak terganggu. Keadaan sekeliling sering kali memengaruhi dan mengganggu pembicaraan kita. Tuhan Yesus berbicara dengan Nikodemus pada malam hari; sendirian. Dengan perempuan Samaria, Ia berbicara di sumur Yakub sendirian juga. Tetapi ingat, dalam hal ini jangan sampai ada salah pengertian, sehingga Anda menyimpang dari maksud pekerjaan Tuhan yang suci. Perlu ditegaskan bahwa pemuda memenangkan pemuda, pemudi harus memenangkan pemudi, dan orang tua memenangkan orang tua. Awas orang muda, jangan sampai berbuat salah dalam hal ini.
Setelah Anda menyaksikan keselamatan yang ada di dalam Yesus Kristus kepada seseorang, berdoalah di dalam hati Anda supaya Roh Kudus meyakinkan jiwa itu tentang kebenaran yang telah Anda kabarkan. Roh Kudus itulah yang meyakinkan tiap-tiap orang berdosa dari dosanya, kebenaran, dan penghukuman (Yohanes 16:7-11).
Ajaklah jiwa itu menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat dan Tuhannya. Anda dapat membacakan Yohanes 1:12 dan Roma 10:9-10 baginya supaya ia dapat segera mengambil keputusan untuk masuk dalam doa dan menerima Kristus dalam hidupnya. Bilamana jiwa itu memunyai beberapa kesulitan dan ia mengajukan beberapa pertanyaan, tunjukkan kepadanya bahwa yang terpenting dan terutama ialah keselamatan jiwa. Katakan kepadanya bahwa hidup kekallah yang diperlukannya. Kristus sendiri akan menjawab segala pertanyaan dalam hatinya, karena Kristus adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yohanes 14:6).
Jika saatnya belum tepat untuk membawa dia kepada Kristus, janganlah memaksa dia. Kita tidak dapat memenangkan seseorang dengan paksaan. Kita harus sabar dalam pekerjaan yang sukar ini dan menarik jiwa-jiwa itu dengan kasih Kristus yang ada di dalam hati kita. Jika seorang jiwa belum mau menerima Tuhan sesudah dia mendengar kesaksian kita, berikan kepadanya sebuah ayat firman Tuhan atau traktat tentang jalan keselamatan. Berdoalah senantiasa bagi jiwa itu, maka Tuhan akan menyempurnakan pekerjaan Anda.
Dalam menghadapi tiap-tiap jiwa, bila kita tidak berhasil untuk memenangkan dia, selidikilah sebab-sebab kegagalan kita. Perhatikan pula bagaimana sikap orang itu dengan mengingat perkataan-perkataan yang diucapkannya. Bawalah kesulitan kita di dalam doa dan minta hikmat dari Tuhan supaya kita dapat menarik pelajaran dari segala kegagalan kita. Minta kekuatan baru. Saksikan lagi kebenaran Tuhan dan jangan putus asa dalam pekerjaan Anda sebagai pemenang jiwa. Bertekun dan setia dalam pengabaran Injil Kristus, itulah rahasia dari pemenang-pemenang jiwa yang besar.
Selalu bersikap hormat, sopan, dan lemah lembut terhadap semua orang yang belum mengenal Tuhan. Selalu bersedia untuk melayani dan menolong orang lain. Jika mungkin, jadikanlah tiap-tiap orang sobat Anda dan hiduplah damai dengan semua orang (Roma 12:18).
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Penginjilan yang Sukses |
Judul artikel | : | Memenangkan Jiwa |
Penulis | : | Dr. H.L. Senduk |
Penerbit | : | Yayasan Bethel |
Halaman | : | 10 -- 20 |
Gereja membutuhkan visioner yang memilih untuk tidak bermain aman, namun bersedia mengambil risiko dan beriman kepada Tuhan dalam merintis pelayanan yang inovatif di kota, khususnya bagi orang-orang miskin yang membutuhkan bantuan.
Kehendak Tuhan bagi kebanyakan kita yang tinggal di kota adalah menunjuk kepada pelayanan bagi kaum miskin. Jika Tuhan telah memanggil Anda untuk memulai sesuatu yang baru di kota, seperti Tuhan telah memanggil saya, maka Anda akan melalui proses pemahaman akan kehendak-Nya, berjalan dalam iman, dan membangun mimpi Anda.
Berikut langkah-langkah dalam memahami dan memulai pelayanan yang penuh tantangan ini:
Izinkan Roh Menaruh Visi dalam Diri Anda
Tuhan memberi kita penglihatan akan rencana dan tujuan-Nya dalam hidup kita dan mengizinkan kita untuk bermimpi dan memiliki visi yang jelas dan konkret. Semakin spesifik doa, tujuan, dan sasaran kita untuk visi tersebut, semakin besar kemungkinannya untuk visi tersebut dapat terwujud.
Visi adalah gambaran yang membara di hati tentang apa yang Tuhan ingin lakukan melalui Anda di tempat tertentu bersama kelompok orang yang spesifik. Visi adalah pewahyuan tentang rencana Tuhan yang dapat terjadi. Dengan memercayai dan menindaklanjuti visi tersebut, mimpi dapat terwujud. Dua visioner kuno, Abraham dan Sarah, telah mengalaminya. Saya melihat tiga benang dalam struktur kehidupan mereka yang membentuk pola masa kini dalam memahami kehendak Tuhan: panggilan untuk taat, iman terhadap visi, dan hasil yang sudah diantisipasi.
Panggilan untuk Meninggalkan Tempat Tinggal
Abraham dan Sarah tinggal dengan nyaman di Haran saat Tuhan memanggil mereka: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kej. 12:1). Tidak mudah bagi mereka untuk menaati panggilan itu -- banyak risiko dan pengorbanan untuk pergi ke tempat entah-berentah; di gurun.
Sebuah "panggilan" akan selalu mengiang, bisikan dalam diri Anda yang mengatakan, "Tinggalkan rumahmu dan pergilah ke tempat yang Kutunjukkan kepadamu." Mungkin rumah yang kita tinggalkan bersifat geografis atau spiritual. Tempat yang ditunjukkan kepada kita mungkin adalah kota, pelayanan baru di lingkungan, atau cara hidup baru di mana kita berada. Yang terpenting adalah meresponi dan mengikuti visi yang lahir dari Tuhan dalam diri kita, tanpa menghiraukan risiko dan besarnya pengorbanan.
Saat Abraham dan Sarah pergi, keponakan mereka, Lot, ikut bersama mereka. Kemudian, gembala Abraham dan Lot berselisih tentang pembagian tanah. Abraham, yang percaya akan visinya, memutuskan untuk berpisah: "Jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri." (Kej. 13:9)
Lot melihat ke Timur dan "melihat seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir" (Kej. 13:10). Seketika itu, Lot berpisah dari Abraham dan tinggal di Yordan. Abraham memilih tinggal di Kanaan yang berbukit-bukit, yang nampak tidak sedap dipandang mata. Di situlah Tuhan menegaskan visinya: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya." (Kej. 13:14-15)
Ada pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa tersebut untuk visioner kota pada masa kini: mata iman tidak berfokus pada penampilan, namun pada pandangan yang luas dan penglihatan akan rencana Tuhan yang dapat terjadi. "Apa yang dapat kamu lihat secara luas, Aku dapat memberikannya kepadamu," kata Tuhan kepada orang beriman. "Apa yang tidak dapat kamu impikan, Aku tidak dapat memberikannya kepadamu."
"Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah" adalah kunci kepada keberhasilan di luar batas kemampuan manusia. Jika kita dapat memimpikan visi Tuhan dan spesifik dengan hasilnya, apa yang kita perlukan akan disediakan oleh Tuhan "yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada" (Rm. 4:17).
Tuhan membangkitkan pemimpin yang memiliki mimpi dan visi yang spesifik, yang percaya kepada-Nya akan hasilnya. Surat Ibrani mengingatkan kita bahwa iman atau visi "adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr. 11:1).
Saya percaya bahwa dalam diri setiap orang, tersembunyi visi Tuhan yang menunggu pemenuhan melalui iman dan ketaatan.
Bangun Visi Secara Perlahan
Setelah memahami kehendak Tuhan, kesabaran diperlukan dalam mewujudkan visi bagi pelayanan untuk orang miskin di kota. Seperti halnya janin membutuhkan sembilan bulan untuk dapat lahir sebagai bayi, butuh bertahun-tahun untuk mimpi atau visi dalam hati itu menjadi kenyataan.
Apa yang terjadi pada Anda sama pentingnya dengan apa yang Tuhan lakukan melalui Anda. Bersabarlah menunggu Tuhan, biarkan Tuhan mengerjakan karya keselamatan dalam diri Anda, dan kemudian bangun visi Anda secara perlahan, namun pasti.
Saat saya dan beberapa orang melayani di New York, kami memulai pelayanan dengan visi yang cukup murni. Kami membutuhkan waktu untuk mapan sebelum kami melakukan banyak pelayanan. Namun, kami melangkah semakin cepat dan kami menjadi terdesak. Hasilnya adalah krisis dalam pelayanan: banjir permintaan dan kebutuhan, sedikitnya uang, pelayanan semakin sempit, dan staf kedodoran. Selama bertahun-tahun, kami berjuang untuk bertahan sampai kami memerlambat laju pelayanan kami, kemudian mengambil waktu untuk merenung, memikirkan fokus pelayanan, dan peletakan dasar spiritual.
Intensitas pelayanan kota dapat menghancurkan bahkan visioner paling percaya diri sekalipun. Cara untuk hidup berkemenangan adalah membiarkan visi Anda tersingkap secara perlahan, hari demi hari, tahap demi tahap, mengikuti irama Roh.
Ajak Rekan Sepelayanan
Seorang visioner tidak dapat memenuhi visi Tuhan seorang diri. Visi itu harus dibagi. Butuh waktu untuk menemukan orang yang tepat. Ajak orang yang Anda kenal dan percaya, yang berkompeten, berkomitmen, dan yang Anda percayai serta yang memberi rasa nyaman. Jangan terburu-buru mengajak orang hanya karena mereka bersemangat. Tunggu waktunya Tuhan memberikan orang yang tepat.
Butuh waktu lebih dari setahun bagi saya untuk menemukan lima orang yang bersedia dan mampu melayani bersama di San Fransisco. Yesus sendiri membutuhkan waktu tiga tahun untuk memuridkan dua belas orang pria dan sekelompok wanita. Barulah setelah itu Yesus mengatakan kepada Petrus, "gembalakanlah domba-domba-Ku" dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku" (Yoh. 21:17; Mat. 16:18).
Pilih Ladang Pelayanan
Setelah mengajak rekan sepelayanan, langkah selanjutnya adalah secara perlahan dan penuh doa mengidentifikasi lingkungan yang akan dilayani. Tanyakan pertanyaan ini: Siapa yang Tuhan ingin kita kasihi? Lingkungan dan daerah geografis bagaimana yang nampaknya paling membutuhkan kehadiran Tuhan? Lingkungan mana yang nampak siap akan hadirnya pelayanan untuk mereka?
Setiap kota memiliki daerah kumuh yang terabaikan. Kita bisa saja memiliki visi untuk menjangkau daerah kumuh seluruh kota, namun pelayanan kota akan efektif apabila kita fokus pada lingkungan tertentu.
Selalu ada lingkungan dalam sebuah kota yang paling cocok untuk dilayani. Pilih daerah yang memiliki sejarah, riwayat, dan ciri khas -- yang menarik dan menantang Anda. Yang terpenting, pilih daerah kumuh yang ditinggali orang-orang miskin dan gelandangan.
Tetapkan Pos Pelayanan
Menetapkan pos pelayanan di lingkungan terpilih adalah langkah penting selanjutnya dalam memulai pelayanan kota. Idealnya, sewalah atau belilah bangunan yang memiliki corak budaya dan mudah diakses masyarakat. Orang yang berusaha Anda jangkau membutuhkan sebuah simbol komitmen dan kehadiran Anda. Masyarakat memerlukan sebuah tempat yang hidup, dan pelayanan membutuhkan tempat untuk berkembang. Sebuah pusat pelayanan akan mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Jika Anda mengalami kesulitan -- entah itu masalah keuangan atau yang lainnya -- seperti halnya saya saat berusaha mengembangkan pelayanan di New York dan San Fransisco, percayalah bahwa Tuhan dapat melakukan mukjizat. Mukjizat adalah karya Tuhan yang tepat pada waktunya. Dari pengalaman saya merintis pelayanan di New York dan San Fransisco, tidak ada visi dari Tuhan yang mustahil.
Bangun Komunitas
Sebelum Anda melaksanakan misi pelayanan Anda dalam sebuah lingkungan, kelompok pelayanan Anda harus menjadi sebuah komunitas.
Apakah komunitas itu? J. B. Libanio, yang menulis tentang komunitas kristiani di Amerika Tengah dan Selatan, mendefinikan komunitas sebagai berikut: "Sebuah kesatuan beberapa orang yang dinamis, yang melalui interaksi sosial yang spontan, terintegrasi oleh ikatan persahabatan, emosional, kesamaan sejarah, dan budaya."
Sebuah komunitas terbentuk saat sebuah kelompok kecil berintegrasi, berjalan besama, dan ingin melakukan sesuatu yang lebih besar daripada yang dapat mereka capai secara individual.
Sebagai suatu kelompok pelayanan, kita semua harus merasa terpanggil untuk hidup di antara orang-orang yang ingin kita jangkau. Hal ini membutuhkan komitmen jangka panjang. Komunitas berarti komitmen kepada satu dengan yang lain dan kepada rencana rekonsiliasi Tuhan. Komunitas diperlukan sebelum penyembahan dan misi dapat terjadi dengan benar. Sebuah kelompok pelayanan yang berharap untuk menjangkau sebuah kota dan lingkungan dengan kasih Tuhan, harus terlebih dahulu mengasihi dan menghargai anggotanya.
Perbedaan dalam kepribadian, teologi, latar belakang, standar kerja dan kebersihan, talenta, dan panggilan dapat menghancurkan sebuah komunitas. Namun hal itu dapat diatasi dengan komitmen bersama terhadap proses dan berfokus pada visi Tuhan.
Biarkan Misi Mengalir
Sebuah kelompok Kristen kecil yang diorganisasi bagi misi dan setidaknya bertemu untuk menyembah, berdoa, dan saling menguatkan seminggu sekali, memiliki potensi untuk memahami visi Tuhan serta apa dan bagaimana Tuhan terlibat di dalamnya. "Handbook for Mission Groups" karya Gordon Cosby menjelaskan setiap langkah bagaimana sebuah komunitas terbentuk dan menemukan pelayanannya.
Awalnya, sebuah kelompok berkumpul bersama visioner yang sudah mendapat visi Tuhan untuk melayani dan menyuarakannya dalam beragam cara -- dalam percakapan pribadi, dalam kepemimpinan, atau dalam nubuatan.
Jika tidak ada yang meresponi, orang yang terpanggil itu menunggu beberapa saat untuk orang lain menceritakan panggilannya. Saat dua atau tiga orang meresponi, mereka memulai hidup mereka bersama, "saling mengasah talenta, dan berdoa bagi kejelasan dalam mendengar kehendak Tuhan bagi misi mereka".
Panggilan itu mungkin dimulai saat seseorang mendengar bisikan (gambar, perasaan) Tuhan yang terus mengiang, yang mengatakan "berilah makan orang yang kelaparan", "sediakan tempat tinggal bagi gelandangan", atau "hiburlah penderita AIDS". Saat orang lain meresponi panggilan itu, implikasi dan perkembangannya akan terlihat. Prinsip penting dalam kelompok misi memerlukan komitmen bersama dan tanggung jawab bersama yang diterima oleh setiap anggota. "Hal ini dapat dilakukan hanya dengan mengenali talenta setiap anggota," kata Cosby. "Bahkan jika satu atau dua anggota tidak mengenali talenta mereka," peringatnya, "masalah gengsi dan iri hati akan mencuat ke permukaan."
Orang yang memiliki multitalenta akan menghadapi godaan untuk memenuhi kepuasan ego dengan melakukan segala sesuatu seorang diri daripada bersama-sama. Tanpa komitmen untuk hidup dan melakukan misi bersama, sebuah kelompok misi tidak akan berhasil.
Dengan komitmen bersama, sebuah kelompok misi akan bertahan selama semusim atau sepanjang hidup. Karya pelayanan yang sudah dilakukan itu akan menjadi karya Tuhan dan selamanya menjadi bagian dalam usaha Tuhan berdamai dengan dunia ini.
Kadang, sebuah kelompok misi mencapai misinya dan kemudian bubar. Apa yang sebaiknya terjadi saat sebuah kelompok misi mati secara alami? Menurut Cosby, "Saat diketahui tidak ada lagi dua atau lebih anggota yang terpanggil, kelompok itu mungkin dapat meninjau ulang sejarahnya, bersyukur atas apa yang sudah dilakukan, dan merayakan matinya kelompok itu. Sering kali, diperlukan adanya kesadaran akan dosa yang harus diampuni, luka hati yang harus disembuhkan, dan keberanian untuk mengambil langkah selanjutnya."
Jika kelompok misi memertahankan tahap perkembangannya dan arahan dari Tuhan, maka pelayanan akan terbentuk. Entusiasme akan dibumbui dengan hikmat, inovasi akan diwarnai dengan tradisi, dan banyaknya orang yang antusias akan diarahkan oleh Tuhan untuk mendukung dan membantu usaha komunitas. Kelompok misi mungkin dapat tetap menjadi bagian dari gereja atau berdiri sendiri sebagai komunitas penyembahan dan pusat misi sementara. (t/Dian)
Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul buku | : | A Call for Compassion; City Streets City People |
Judul asli artikel | : | Lift Up Your Eyes; How to Start an Urban Ministry |
Penulis | : | Michael J. Christensen |
Penerbit | : | Abingdon Press, Nashville 1988 |
Halaman | : | 53 -- 70 |
Visi misi mempunyai dasar firman Tuhan dan dihidupkan oleh Roh Kudus. Sebelum Tuhan Yesus naik ke surga, Dia mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Roh Kebenaran itu akan memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13), dan berulang kali Dia mengingatkan mereka akan sabda Bapa yang telah disampaikan-Nya kepada mereka, selagi Dia masih bersama dengan mereka (Yohanes 17:8). Pernyataan tujuan Tuhan untuk misi dimulai dengan wahyu dalam Perjanjian Lama. Pernyataan kehendak-Nya yang lebih lengkap dilanjutkan dalam Perjanjian Baru.
A. Tujuan Misi Perjanjian Lama
"Perjanjian Lama tidak berisikan misi; Perjanjian Lama itu sendirilah misi dalam dunia. Dr. George Peters berkata, "Perjanjian Lama adalah buku misi dan Israel adalah bangsa misi." Kebenaran ini bisa dilihat ketika kita menelusuri sejarah Tuhan dengan manusia, mulai dari Kitab Kejadian sampai kepada panggilan terhadap Abraham, bagaimana Tuhan menghadapi Israel, dan firman Tuhan yang menubuatkan kedatangan Juru Selamat.
Penciptaan, Kejatuhan Manusia, dan Janji Pertama Menuju Keselamatan
Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya (Kejadian 1:27). Ia menciptakan manusia untuk memenuhi kehendak-Nya, yang kita sebut mandat kebudayaan (Kejadian 1:28). Tuhan menempatkan manusia di dalam taman Eden (Kejadian 2:8), dan memberinya Hawa sebagai penolongnya untuk melaksanakan kehendak-Nya (Kejadian 2:18). Tuhan menyatakan kepada Adam apa yang diharapkan-Nya dari dia (Kejadian 2:16-17) -- Adam harus mengajar istrinya. Kejadian 3 memuat kisah kegagalan mereka mematuhi perintah-perintah Tuhan -- permulaan ketidakpatuhan manusia dan kejatuhannya ke dalam dosa. Akibatnya, Tuhan bertindak sesuai dengan apa yang dikatakan-Nya -- mengusir Adam dan Hawa dari taman yang indah itu. Sehubungan dengan keputusan Ilahi yang dijatuhkan kepada ular yang telah memperdayakan Adam dan Hawa, maksud yang terkandung dalam hati Tuhan untuk mendamaikan manusia dengan Diri-Nya sendiri, dan untuk memulihkan dia kepada maksud-Nya yang sesungguhnya, bisa dilihat dalam Kejadian 3:15, bahwa benih wanita itu akan meremukkan kepala ular. Dr. George Peters menyebut hal ini "sebuah janji yang memiliki arti luas", sebab janji itu diberikan kepada seluruh umat manusia. Dia menandaskan pentingnya "segi rasial" karena ketika Kristus menjadi Juru Selamat manusia, maka Kejadian 3:15 digenapi. Dalam Kejadian 3:21, Tuhan membuatkan bagi mereka pakaian dari kulit binatang, lalu mengenakannya kepada mereka, dan dengan cara itu menunjukkan penutup dosa yang akan disediakan-Nya kelak.
Panggilan Abraham
Hubungan Tuhan dengan manusia melalui panggilan atas diri Abraham, seperti yang tertulis dalam Kejadian 12 "bersifat khusus jika dipandang dari segi metodenya, tetapi bersifat umum jika dilihat dari sudut perjanjian, rancangan, dan akibatnya". Tuhan memanggil satu orang, tetapi pada saat yang sama, Ia memikirkan seluruh dunia (Kejadian 12:1-3).
Tuhan ingin memberi berkat dan keselamatan kepada semua ras dan bangsa melalui satu orang, dari benih dan keturunannya. Tuhan tidak memanggil Abraham untuk kepentingan Abraham sendiri, melainkan dengan pandangan ke depan yakni demi umat manusia. Jadi, janji-janji Allah kepada Abraham mempunyai tujuan umum. Anak Abraham -- Ishak, mewarisi janji ini, kemudian Yakub (Kejadian 26:4; 28:14), lalu Yehuda (Kejadian 49:10), dan sekali lagi kita jumpai bahwa Firman itu menunjuk kepada Juru Selamat yang akan datang! Jadi, dalam Kristuslah janji kepada Abraham digenapi. Tidak heran jika Injil Matius menggambarkan Dia sebagai "Anak Abraham" (Matius 1:1), dan mencatat perintah-Nya untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya! (Matius 28:19-20).
Bangsa Istimewa
Dalam kitab Keluaran kita mempelajari bagaimana Tuhan mengangkat bangsa Israel, serta mengingatkan bahwa merekalah pewaris-pewaris Abraham dan sekaligus pewaris janji Tuhan (Keluaran 19:4-6a). Melalui mereka, Tuhan akan memberkati bangsa-bangsa. Melalui mereka, Dia akan menyampaikan rencana keselamatan-Nya sampai kepada suku bangsa di tempat yang paling terpencil sekalipun! Israel akan menjadi sebuah kerajaan imam dan bangsa yang kudus (ayat 6), milik Tuhan yang berharga di antara segala bangsa, sehingga melalui mereka Dia bisa mengirimkan Juru Selamat ke dalam dunia. Dr. George Peters mengingatkan bahwa Tuhan tidak saja memanggil bangsa Israel untuk menjadi umat-Nya, tetapi juga untuk menjadi hamba-Nya. Hak-hak istimewa yang mereka miliki, tentu bertautan dengan tanggung jawab yang unik pula. Mereka harus memancarkan kemuliaan Tuhan di antara bangsa-bangsa, dan meski masih hidup di tengah bangsa-bangsa di dunia, mereka harus mengasingkan diri dalam hal mematuhi hukum-hukum Tuhan dengan sempurna.
Bagaimanakah caranya, umat Tuhan menunjukkan Dia kepada bangsa-bangsa? Dr. George Peters menerangkan hal ini.
Perjanjian Lama menjunjung tinggi metode sentripetal, yang bisa diumpamakan sebagai sebuah magnet suci yang mempunyai daya tarik ke arah dirinya sendiri. Dengan menjalani sebuah kehidupan di hadirat Tuhan yang disertai rasa takut kepada-Nya, Israel mengalami berkat Tuhan. Dengan cara ini, mereka harus membuat kejutan bagi bangsa-bangsa lain, sehingga mereka tertarik kepadanya. Israel juga membangkitkan rasa ingin tahu mereka, lalu menarik mereka ke Yerusalem dan kepada Tuhan seperti sebuah magnet. Unsur universal (bukan universalisme) harus diwujudkan dengan jalan menarik orang-orang kepada Tuhan.
Waktu bangsa Israel menyatakan kemuliaan Tuhan kepada bangsa-bangsa, mereka harus menjadi imam Allah dan harus melaksanakan pelayanan imamat dan perantara di dunia ini -- "Tidak ada imam yang hidup untuk dirinya sendiri; dia baru mempunyai nilai dan arti jikalau dia menjalankan fungsinya sebagai perantara". Meskipun Israel dipanggil dan diberkati Tuhan, mereka tidak selalu menyadari kedudukannya dan tidak senantiasa melayani umat manusia seperti yang Tuhan kehendaki. Mereka juga telah menyimpang dari panggilan dan tujuan Tuhan, maka Ia mengangkat nabi-nabi dengan jabatan Ilahi untuk mengingatkan umat-Nya akan kedudukannya yang sebenarnya.
Penghambaan Israel kepada Tuhan dan Kedatangan Juru Selamat
Dalam kitab Yesaya, penghambaan Israel kepada Tuhan digambarkan paling lengkap, terutama dalam pasal 40 sampai 55, di mana berulang kali Israel digambarkan sebagai "Hamba-Ku". Tuhan telah membentuk mereka untuk diri-Nya sendiri, untuk memberitakan kemasyhuran-Nya (Yesaya 43:21). Kepada siapa? Ayat 9 memberikan jawabannya: "kepada bangsa-bangsa." Meskipun pasal-pasal dalam kitab Yesaya dengan jelas berbicara mengenai Israel sebagai hamba Tuhan (Yesaya 49:3), pada saat yang sama ia juga memperkenalkan Hamba Tuhan yang ideal, yakni Juru Selamat yang akan datang. Dia sendirilah yang bisa mewujudkan penghambaan yang sempurna seperti yang diharapkan oleh Tuhan dan yang menyenangkan hati Tuhan.
Firman-Nya: "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yesaya 49:6)
Dengan kedatangan Juru Selamat, tujuan misi Tuhan dibawa menuju kesempurnaan, yakni yang dimulai dari Kejadian 3:15, dilanjutkan melalui panggilan Abraham dalam Kejadian 12, dan melalui pemulihan Israel sebagai imamat. Dalam Perjanjian Lama ditunjukkan dengan jelas apa yang menjadi tujuan utama Perjanjian Baru yakni, "Alkitab menyebutkan hanya ada satu tujuan Tuhan menyelamatkan umat manusia".
B. Sifat Hakiki Misi Perjanjian Baru
Harold Cook menyatakan, "Dalam Perjanjian Baru, misi adalah ekspresi yang wajar dari kekristenan yang hidup." Dia menegaskan bahwa sifat hakiki kekristenan itulah misi! Memang benar, Perjanjian Baru memberikan banyak bahan yang mendukung pernyataan ini. Mari kita memikirkan peranan dan tujuan misi Yesus Kristus dan kedatangan-Nya, kemudian isi misi ajaran-Nya dan perintah-perintah yang diberikan kepada murid-murid-Nya, dan ketiga pernyataan misi dalam hidup murid-murid dan Gereja mula-mula.
Sifat Hakiki Misi Yesus Kristus
Perjanjian Baru mengajarkan bahwa Yesus Kristus diutus Allah (1 Yohanes 4:9), dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Yesus Kristus sendiri dengan sepenuhnya menyadari tugas-Nya dari Bapa. Dia tahu bahwa Dia berdiri di depan manusia sebagai pengganti Bapa (Yohanes 14:9). Yesus menyadari bahwa Dia adalah seorang yang diutus, seorang utusan Injil, seperti yang bisa kita teliti dari Yohanes 6:38.
Dari semula tujuan kedatangan-Nya jelas. Bukankah para malaikat, melalui pemberitaannya kepada para gembala mengenai kelahiran Juru Selamat, memberitakan Kabar Baik mengenai kelahiran-Nya sebagai sebuah berita kepada seluruh bangsa (Lukas 2:10-11)? Bukankah Simeon yang telah lanjut usia, pada waktu diperkenalkan kepada Bayi Yesus di Bait Allah, menyapa Dia dengan ucapan "terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu Israel?" (Lukas 2:32)
Kitab Matius mencatat nama-Nya Yesus dengan pengertian Juru Selamat orang berdosa (Matius 1:20-21). Yesus sendiri sering menegaskan tujuan kedatangan-Nya kepada orang-orang yang mengikuti-Nya, seperti dalam Lukas 19:10, "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." Dalam perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, dan anak yang hilang (Lukas 15), Dia menyamakan diri-Nya dengan Tuhan yang sedang mencari-cari dan merindukan orang-orang yang sesat, supaya kembali kepada diri-Nya. Dengan tulus, Dia menggambarkan misinya ketika melapor kepada Bapa-Nya di akhir hidup-Nya di dunia, sesaat sebelum Penyaliban (Yohanes 17); Ia telah menyatakan nama Bapa (ayat 6), Dia telah menyampaikan firman Tuhan kepada mereka (ayat 8), Dia berdoa untuk mereka (ayat 9), Dia memelihara mereka selama Dia bersama mereka di dunia (ayat 12), dan Dia memberikan hidup kekal kepada semua orang yang telah Bapa berikan kepada-Nya (ayat 3). Kini saat-Nya telah tiba untuk meninggalkan dunia (ayat 1). Dengan kematian-Nya di kayu Salib, Dia memenuhi tugas misi-Nya karena menurut Yohanes Pembaptis, Dia mati sebagai "Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia" (Yohanes 1:29). Sebagai Imam Besar Agung yang sekarang berdiri di depan takhta Bapa, Dia menjadi Perantara antara Allah dan manusia untuk selama-lamanya, untuk mereka yang datang kepada-Nya dalam iman (Ibrani 7:25; 1 Timotius 2:5). Jadi, kehidupan dan kematian Kristus, yang sekarang hidup dengan Bapa adalah misi dalam arti yang sebenar-benarnya.
Isi Misi Pengajaran-Nya
Yesus Kristus mengajarkan bahwa Dia adalah satu-satunya jalan kepada Bapa (Yohanes 14:6). Ketika Yesus berkhotbah di bait Allah, Dia berkata kepada para pendengar-Nya bahwa mereka akan mati dalam dosa, jika mereka tidak percaya bahwa Dialah Juru Selamat (Yohanes 8:24). Pernyataan-Nya adalah mutlak! Tidak saja perkataan-Nya, perbuatan-Nya juga menunjukkan wewenang yang didapatnya dari Bapa, dan bersamaan dengan itu menyebabkan perpecahan di antara orang-orang yang memerhatikan-Nya, seperti bisa dilihat setelah penyembuhan orang buta dalam Yohanes 9:16.
Dia mengajar pengikut-pengikut-Nya bagaimana mereka bisa menjalani kehidupan yang berbuah, yakni dengan berada dekat dengan Dia (Yohanes 15:1-16). Sukacita dan kepatuhan akan menjadi tanda-tanda kehidupan semacam itu. Mereka akan menjadi sahabat, tidak hanya hamba (ayat 15). Mereka juga harus siap menghadapi tantangan dan penganiayaan (Yohanes 15:18). Bukankah ayat 20 merupakan pengajaran misi dalam pengertian yang sebenarnya?
Yesus melewatkan sebagian besar hidup-Nya di dunia ini untuk melayani bangsa-Nya sendiri, yaitu orang-orang Yahudi, tetapi Dia juga mencita-citakan pelayanan Injil di seluruh dunia (Lukas 13:29, Matius 24:14). Akan tetapi, hanya sedikit orang kafir yang dilayani secara pribadi oleh Yesus, seperti wanita Samaria dalam Yohanes 4, wanita dalam Matius 15:21-28 yang berbangsa Kanaan tetapi berkewarganegaraan Siro-Fenisia, dan perwira dalam Matius 8:5-13 yang mungkin adalah komandan kafir, yang dengan rendah hati memohonkan kesembuhan anaknya. Mereka berhasil mendapatkan apa yang mereka minta, disebabkan olah iman mereka. Yesus memuji mereka dalam hal ini.
Sepanjang perjalanan hidup-Nya di dunia, Yesus berusaha menyiapkan murid-murid-Nya untuk pelayanan membawakan Injil kepada semua bangsa, meskipun pada prinsipnya "kepada orang Yahudi lebih dahulu". Harold Cook menyatakan fakta yang sama sebagai berikut, "Kita tidak bisa menyangkal bahwa Yesus Kristus mengajarkan misi, Ia ingin supaya pengikut-pengikut-Nya menjadi utusan Injil, Ia ingin agar Injil-Nya diberitakan di seluruh dunia." Sebelum kenaikan-Nya, Tuhan Yesus Kristus memberikan kepada murid-murid-Nya, yang berarti juga murid-murid-Nya dari segala zaman, Amanat Agung seperti yang tercatat di keempat Injil dan kitab Kisah Para Rasul. Setelah memberikan Amanat Agung tersebut, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan murid-murid-Nya mengenai kedatangan Roh kudus (Lukas 24:45-49).
Jelas, mereka perlu dibekali dengan kuasa untuk melaksanakan tugas Tuhan yang terakhir! Dalam hal ini, Syrdal memberikan pendapatnya, "Program misi gereja bergantung pada Roh Kudus, yang menyiapkan dan melengkapi murid-murid-Nya untuk kelanjutan dramatis dari apa yang telah dimulai oleh Yesus."
Dalam Kisah Para Rasul 2, Lukas, melaporkan kedatangan Roh Kudus secara nyata. Semenjak saat itu dan seterusnya, Roh Kudus memainkan peranan yang penting dalam mengarahkan dan mengatur pertumbuhan Gereja. Harold Cook berkata, "Perjanjian Baru memperkenalkan Roh Kudus sebagai pelopor dan sebagai faktor pengatur misi."
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Merencanakan Misi Lewat Gereja-Gereja di Asia |
Judul bab | : | Menanamkan Visi Misi ke dalam Gereja-Gereja |
Penulis | : | David Royal Brougham |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 2001 |
Halaman | : | 13 -- 22 |
Perwujudan Misi dalam Gereja Mula-Mula
Cook menggambarkan 5 langkah ke mana gereja akan dipimpin, supaya jangan bekerja dengan orang Yahudi saja, melainkan menetas menjadi gerakan misi ke seluruh dunia. Gerakan misi sudah membayang di bagian pertama kitab Kisah Para Rasul. Dalam Kisah Para Rasul 2, ketika Roh Kudus dicurahkan, bukan saja orang Yahudi, bahkan orang-orang kafir pun hadir pada saat itu. Mereka mendengar berita yang disampaikan oleh Petrus, dan mungkin dengan sukacita mereka kembali ke rumah sambil bersaksi! Dalam Kisah Para Rasul 8, Pilipus -- diaken dan penginjil gereja Yerusalem, dipimpin Roh Kudus untuk mengadakan misi penginjilan di Samaria, yang baru mulai dilakukan sejak Yesus ada di sana yang terakhir kalinya! Sekembalinya ke Yerusalem, Tuhan memberikan tugas misi yang lain untuk Pilipus (Kisah Para Rasul 8:25-39). Sejak saat itu dan seterusnya, pencapaian misi dilaksanakan dengan cara berikut ini.
1. Kita mengetahui dari Kisah Para Rasul pasal 10 bagaimana Petrus dipimpin untuk berkhotbah kepada Kornelius, seorang kafir, dan kepada keluarganya. Hal ini merupakan sesuatu yang baru, sehingga perlu bagi Tuhan untuk memberikan tiga tanda yang luar biasa: penglihatan surgawi yang menunjukkan bahwa tidak ada satu pun yang Tuhan telah ciptakan boleh dianggap haram; suara Tuhan yang mengatakan agar dia pergi bersama orang-orang yang dikirim dari Yope; kemudian turunnya Roh Kudus ke atas orang-orang di rumah Kornelius ketika Petrus sedang berkhotbah kepada mereka, tepat sama seperti Dia turun ke atas murid-murid yang sedang menunggu-Nya pada hari Pentakosta, di mana Petrus menjadi saksi-Nya. Alangkah jelasnya tanda yang menunjukkan bahwa Tuhan sendiri telah menerima orang-orang kafir ini ke dalam keluarganya, sama seperti Dia menerima kelompok rasul yang terdahulu.
2. Penganiayaan di Yerusalem dimulai dengan pembunuhan Stefanus. Karena itu, banyak orang Kristen dari jemaat biasa tersebar sebagai pengungsi sampai ke Antiokhia, daerah kafir (Kisah Para Rasul 11:19-30). Muncullah sebuah gereja di sana yang jemaatnya terdiri dari orang Yahudi dan kafir. Jemaat ini menjadi maju di bawah pelayanan Barnabas, yang dikirim oleh Gereja Yerusalem sebagai tenaga bantuan. Belakangan, dia membawa Paulus ke Antiokhia, yakni orang yang telah dikenalnya di Yerusalem beberapa tahun sebelumnya. Di Antiokhia, bakat mengajar Paulus memberi sumbangan yang berharga untuk pertumbuhan kerohanian, serta pertumbuhan gereja jemaat Antiokhia yang memiliki latar belakang campuran Yahudi-kafir.
3. Alkitab mencatat dalam Kisah Para Rasul 13:1-4, bagaimana gereja tersebut didorong oleh Roh Kudus untuk mengkhususkan Barnabas dan Paulus bagi tugas misi perintis. Setelah sebelumnya mereka dipanggil oleh Roh Kudus, sekarang keduanya diutus oleh gereja ini.
4. Langkah kemajuan penting lainnya untuk visi misi gereja adalah sidang Yerusalem yang digambarkan di Kisah Para Rasul 15. Konferensi tersebut diselenggarakan setelah selesainya perjalanan misi pertama Paulus dan Barnabas. Cook menyebutnya sebagai "krisis pertama yang benar-benar merupakan suatu krisis yang besar dalam kekristenan mula-mula". Juga disebutkannya sebagai "sebuah kasus anggur yang baru dalam kirbat yang lama". Dia menyatakan bahwa anggur Injil yang baru, tidak bisa dimasukkan ke dalam kirbat yang lama, yaitu Yudaisme, walaupun kelompok penganut Yudaisme menginginkan agar orang-orang yang baru bertobat, mau menjadi orang-orang Yahudi terlebih dahulu sebelum menjadi Kristen. Dalam laporannya mengenai keluarga Cornelius dan pertobatan mereka, Petrus berpegang pada pendapat bahwa dengan imanlah hati mereka disucikan (ayat 7-9), dan oleh karena anugerah Tuhanlah mereka telah menerima Roh Kudus. Barnabas dan Paulus menyatupadukan laporan mereka mengenai pertobatan orang-orang kafir (ayat 3-12). Berhasilnya misi kepada orang kafir di Galatia sudah jelas, tetapi masalah yang harus dipecahkan juga jelas: beberapa orang meminta agar orang-orang yang baru bertobat itu di sunat (ayat 5).
Perkataan terakhir dan menentukan diucapkan oleh Paulus. Dengan mengutip dari Simeon dan juga Amos (9:11-12), dia mendapatkan dasar-dasar alkitabiah bagi misi Petrus kepada orang-orang kafir untuk menyetujui laporan Paulus dan Barnabas, dan mencoba membuktikan bahwa misi kepada orang kafir merupakan rencana Tuhan. Karena itu, dia menerangkan bahwa orang-orang kafir bisa diterima ke dalam Gereja tanpa dibebani dengan persyaratan yang tidak penting (Kisah Para Rasul 15:13-18), karena Tuhan telah menginsyafkan mereka dalam rencana keselamatan-Nya. Karena itu, Paulus menyarankan dalam ayat 19, "Aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah." Akan tetapi, karena praktik-praktik orang kafir itu sangat memuakkan hati nurani orang Yahudi, dia menyarankan (ayat 20) bahwa demi kerukunan persekutuan antara orang-orang Kristen yang berasal dari Yahudi dan orang-orang Kristen yang berasal dari kafir, orang-orang Kristen yang asalnya kafir mau "menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati lemas, dan dari darah." Ayat 20 dan seterusnya menunjukkan tercapainya persetujuan bersama yang menyatakan bahwa para rasul, tua-tua, dan para anggota menyetujui usul itu, dan bersama Paulus dan Barnabas mengirim sepucuk surat kepada orang-orang Kristen Antiokhia guna meneguhkan iman mereka, tanpa menjalankan undang-undang Yahudi, melainkan hanya perlu memenuhi permintaan dalam ayat 20 sebagai kewajiban kasih dan persekutuan (ayat 28-29). Jelas bahwa keputusan gereja Yerusalem dan surat ke Antiokhia, sanggup menyelesaikan masalah itu. Tidak ada beban yang lebih berat yang dipikulkan atas bahu orang-orang Kristen yang berasal kafir, sehingga menjadi lapang jalan menuju perluasan kegiatan misi selanjutnya.
5. Kisah Para Rasul 16 memberi laporan tentang bagaimana misi gereja mula-mula berkembang menuju ke daerah luar, yaitu ke Eropa! Paulus dan teman-temannya mengadakan perjalanan misinya yang kedua. Karena didorong oleh Roh Yesus ke tepi pantai di Troas tanpa mempunyai kesempatan untuk pergi ke timur, ke timur laut, atau ke utara, mereka hanya melihat laut di hadapannya. Haruskah mereka menyeberang? Mereka berdoa. Paulus ingat sabda Tuhan yang disampaikan kepadanya beberapa tahun lalu ketika dia akan meninggalkan Yerusalem, "Pergilah, sebab Aku akan mengutus engkau jauh dari sini kepada bangsa-bangsa lain." (Kisah Para Rasul 22:21) Kemudian Tuhan berfirman melalui penglihatan mengenai orang Makedonia, "Menyeberanglah kemari dan tolonglah kami!" Paulus dan teman-temannya "yakin" bahwa Tuhan memanggil mereka untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang Makedonia. Inilah usaha misi pertama untuk masuk ke benua Eropa yang nantinya akan menjadi pusat kekristenan! Ketaatan Paulus sangat penting, sebab sejak saat itulah Injil bisa disebarkan dengan bebas karena rintangan yang terakhir telah teratasi. Paulus pergi menuju Yunani dan sangat mengharapkan untuk bisa ke Roma; Dia bahkan berencana ke Spanyol (Roma 15:23-24).
Sesungguhnya gereja mula-mula telah menjadi gereja yang bersifat mengutus. Kadang-kadang kalau kita berbicara mengenai Paulus kita mungkin bisa melupakan konsep gereja, tetapi hubungan yang telah diperkuat oleh Paulus dengan gereja induk di Yerusalem dan dengan gereja misinya yang ada di Antiokhia, menunjukkan bahwa dia sungguh-sungguh melihat dirinya seperti lengan gereja yang terulur, lengan yang satu terkekang dengan menggenggam sebuah tugas khusus, yakni menjadikannya wakil Tuhan seperti dirinya sendiri dalam pencapaian dan kegiatan memulai usaha misi. (Kisah Para Rasul 18:22b-23a).
Selain langkah-langkah yang pokok ini, Perjanjian Baru memberikan laporan-laporan mengenai usaha-usaha yang lebih kecil dan tidak kalah pentingnya untuk meluaskan Injil ke luar lingkaran gereja-gereja Kristen! Misalnya, bukannya Paulus yang menginjil dari Efesus ke Asia kecil, yang pada saat itu merupakan provinsi Roma, tetapi anggota-anggota gereja Efesus yang setialah, yang pergi menginjil setelah diajar dan dididiknya. Mereka pergi dengan membawa serta Kabar Baik itu sehingga "semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan" (Kisah Para Rasul 19:10). Atau orang-orang Tesalonika, "dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah." (1 Tesalonika 1:8)
Perintah Misi sebagai Tugas dan Tanggapan Gereja
Dengan menelusuri "perwujudan misi" di gereja mula-mula dan menemukan bukti yang jelas, bahwa gereja dan orang-orang Kristen mula-mula menyibukkan diri mereka dengan bersungguh-sungguh untuk melaksanakan Amanat Agung yang ditinggalkan kepada mereka oleh Tuhan, tampaknya kita perlu memeriksa apa yang menjadi sifat Gereja dalam Perjanjian Baru, untuk mengetahui apakah tugas misi itu adalah sesuatu yang boleh dilakukan dan boleh juga tidak, atau apakah tugas misi itu merupakan sebuah perintah.
George Peters menyatakan bahwa Tuhan memilih gereja untuk untuk memberitakan-Nya. Pada saat yang sama, Gereja melayani demi pencapaian tujuan Tuhan dalam dunia ini. Kata "ekklesia" -- memanggil, menunjukkan bahwa tubuh gereja adalah orang-orang yang dipanggil dari dan yang dipanggil bagi masyarakat. Mereka adalah orang-orang khusus, yang bersama-sama dipanggil demi sebuah tujuan yang khusus pula.
Alkitab menyebut Gereja sebagai "tubuh Kristus" (Efesus 1:22-23), "bait Allah" (Efesus 2:21-22), "imamat kudus" (1 Petrus 2:5), dan "perawan suci kepada Kristus" (2 Korintus 11:2; Wahyu 19:5-9). Kita bisa membaca dari Efesus 5:25, "Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya," dan di Matius 16:18, Dia berkeinginan untuk "mendirikan jemaat-Ku". Pembangunan Bait Allah masih berjalan terus pada waktu orang-orang dari segala bangsa dan suku ditambahkan. Tapi pada saat yang sama, "Ia menyucikannya", sehingga pada akhirnya Dia akan menyajikan Gereja yang suci dan tidak bercacat cela, "Gereja yang cemerlang" (Efesus 5:27), yang siap untuk perjamuan kawin Anak Domba (Wahyu 19:9). Setelah dibawa ke dalam hubungan yang hidup dengan Yesus Kristus oleh iman, Tubuh Gereja terdiri dari "orang-orang istimewa untuk melayani apa yang menjadi tujuan Tuhan yang khusus di zaman ini, dengan harapan untuk menempati kedudukan yang luar biasa beserta Tuhan di masa-masa mendatang."
Ciri-ciri gereja dalam jemaat lokal bisa diperoleh dari Kisah Para Rasul 2:44-47. Di sini ada sekelompok orang yang baru percaya (ayat 38,41), yang telah menerima Roh Kudus (ayat 38), tetap dalam pengajaran rasul-rasul, yang berdoa bersama-sama (ayat 42), yang bersama-sama memakai harta milik mereka (ayat 44,45), yang berbakti kepada Tuhan (ayat 47), mengasihi orang lain dan membawa orang lain ke dalam persekutuan (ayat 47). Jelas, bahwa kesaksian mereka sungguh-sungguh merupakan kehidupan mereka. Karena itu kita menyetujui pernyataan Peters, "Misi bukanlah sesuatu yang memberatkan tubuh gereja karena memang sudah menjadi sifatnya yang wajar, seperti buah anggur, wajarlah ada pada ranting-ranting dan sebatang dengan pokoknya. Misi tersalur dari struktur, watak, dan rancangan tubuh Gereja yang ada di dalamnya."
Walaupun dalam sejarah timbul pengertian yang salah, pendapat bahwa misi adalah tanggung jawab perseorangan dan bukan tanggung jawab gereja, Perjanjian Baru menunjukkan bahwa tugas pokok tubuh Gereja ialah menyampaikan berita Ilahi kepada dunia secara gamblang dan efektif, untuk membawa manusia kepada hubungan yang hidup dengan Kristus oleh iman. Pemeliharaan, penjelasan, dan komunikasi Kabar Baik yang gamblang dan meyakinkan, beserta dengan maksud untuk membawa orang-orang kepada pengetahuan tentang Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat, dan penyerahan yang total kepada-Nya sebagai Tuhan, merupakan tugas gereja yang tertinggi dan paling utama. Inilah jantungnya misi Kristen.
Kita bisa menyatakan bahwa misi tidak saja merupakan tugas yang tertinggi dan utama, tapi juga merupakan jawaban kasih kepada Tuhan dan tuannya. Bersama Dialah kita rindu melihat domba-domba yang sesat dibawa ke dalam kandang (Yohanes 10:16), anak yang terhilang kembali kepada Bapanya (Lukas 15:32), bangsa-bangsa kafir diinjili dan dijadikan murid (Matius 28:18-30), dan Pertuanannya diluaskan sampai ke ujung-ujung dunia (Kisah Para Rasul 1:8). Tidak dapat disangkal bahwa dalam Perjanjian Baru, Gereja berada di bagian pusat. Tak dapat disangkal pula bahwa perintah dan tugas misi, harus menjadi sesuatu yang utama bagi gereja di segala Zaman dan bangsa.
Tugas Misi Dipandang dari Segi Kedatangan Kristus yang Sudah Dekat
Menurut Matius 24:14, "Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya." Misi harus berjalan terus sampai Tuhan datang kembali. Semua bangsa dan suku bangsa harus sudah menerima kesaksian. Gereja tetap memanggil satu umat datang kepada Tuhan, bahkan dari suku bangsa yang terpencil sekalipun. Sebab, Paulus dipanggil untuk bersaksi kepada segala bangsa dan masyarakat (Kisah Para Rasul 26:15-18), demikian juga gereja harus menyadari bahwa keluarga, suku bangsa, seluruh lapisan masyarakat, dan segala bangsa harus dicapai sebelum Tuhan datang kembali. Penginjilan total, baik dalam kebudayaan sendiri maupun antar budaya, haruslah menjadi sasaran Gereja sebelum kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang kedua kalinya ke dunia ini untuk mengambil gereja-Nya.
Semua harus mendengarkan, harus mendapat kesempatan untuk mengenal Injil, harus mempunyai perwakilan dalam Gereja Yesus Kristus yang akan dihimpun dari segala bangsa (Roma 11:25; Kisah Para Rasul 15:14). Kitab Kisah Para Rasul merupakan catatan mengenai begitu banyaknya orang Yahudi (Kejadian 21:20) dan masih banyak lagi bangsa-bangsa lain yang memberikan tanggapan terhadap Injil, sehingga gereja yang disebut gereja rasuli terdiri dari orang-orang Yahudi, Samaria, Yunani, Romawi, Galatia, Kreta, Arab, Mesir. Internasionalisme dan interrasialisme adalah jauh lebih dari idaman saja. Perwujudannya yang sempurna bisa dilihat dalam kitab Wahyu 5:8-1, di mana gereja yang bersukacita di depan takhta itu terdiri dari wakil-wakil "tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa".
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Merencanakan Misi Lewat Gereja-Gereja di Asia |
Judul bab | : | Menanamkan Visi Misi ke dalam Gereja-Gereja |
Penulis | : | David Royal Brougham |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 2001 |
Halaman | : | 22 -- 31 |
Setiap organisasi dan individu memiliki caranya masing-masing dalam mencari dana. Dalam bukunya, "People Raising", dengan anak judul "A Practical Guide to Raising Support", William Dillon menyebutkan berbagai cara pengumpulan dana -- George Mueller yang hanya mengandalkan doa; D.L. Moody yang mengandalkan doa, informasi, dan usaha pengumpulan dana; sementara Hudson Taylor mengandalkan doa dan informasi, namun tanpa usaha pengumpulan dana. Kemudian ia berkata, "Pertanyaannya adalah: model pencarian dana manakah yang diajarkan Alkitab secara ekslusif? Jawaban: Tidak ada. Ada banyak model dan metode yang berbeda."
Seperti yang selama ini diperdebatkan di gereja, kita memerlukan cara pandang yang tepat, yang melihat pada gambaran utuh tanggung jawab gereja untuk membangun Kerajaan Allah. Seperti kata Dillon, hal ini akan melibatkan pengembangan sikap menghargai metode pengumpulan dana kelompok dan individu lain. Termasuk di dalamnya rasa syukur kepada mereka yang memberi bagi pekerjaan Kerajaan Allah, baik mereka yang memberi dari kelebihan atau pun dari kekurangannya.
Komunikasi yang baik dalam masalah uang itu penting agar orang-orang dapat memahami keadaan dunia. Kita harus mengubah cara pandang yang menyatakan bahwa membicarakan uang adalah sesuatu yang tidak rohani. Saya meminta pemahaman Anda yang lebih dalam mengenai prinsip-prinsip keuangan yang alkitabiah, dan lebih dari itu, sikap yang menyatakan bahwa apa pun cara kita mengumpulkan dana dan siapa pun yang memberikan dana, pada akhirnya Tuhanlah yang menyediakan semua kebutuhan kita, dan Ialah Pribadi yang layak menerima ucapan syukur kita.
Salah satu dasar alkitabiah utama yang mengajarkan tentang upah bagi pekerja Kristen adalah 1 Korintus 9:7-14.
Siapakah yang pernah turut dalam peperangan atas biayanya sendiri? Siapakah yang menanami kebun anggur dan tidak memakan buahnya? Atau siapakah yang menggembalakan kawanan domba dan yang tidak minum susu domba itu? Apa yang kukatakan ini bukanlah hanya pikiran manusia saja. Bukankah hukum Taurat juga berkata-kata demikian? Sebab dalam hukum Musa ada tertulis: "Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik!" Lembukah yang Allah perhatikan? Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya. Jadi, jika kami telah menaburkan benih rohani bagi kamu, berlebih-lebihankah, kalau kami menuai hasil duniawi dari pada kamu? Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu.
Kebenaran ayat di atas adalah bahwa seseorang yang dipanggil untuk menjadi misionaris di luar negeri telah diterima dalam pekerjaan kerajaan, dan oleh karena itu, dia boleh mengharapkan upah, entah itu gaji maupun pemberian khusus dari saudara seiman. Apabila Anda terlibat dalam pekerjaan Tuhan, Anda tidak perlu merasa bersalah saat menerima imbalan. Anda bahkan tidak perlu merasa bersalah jika ada orang yang rela berkorban agar Anda mendapatkan imbalan. Anda tidak perlu terobsesi untuk memiliki gaya hidup yang miskin. Sebagai seorang pekerja, Anda patut mendapatkan upah (Lukas 10:7). Menurut 1 Korintus 9:9, Anda diibaratkan sebagai seekor lembu, dan seperti yang Paulus katakan, Tuhan mengatakan bahwa ini untuk kebaikan kita.
Kesulitan muncul ketika orang-orang berkata bahwa mereka terpanggil untuk terlibat dalam pelayanan sepenuh waktu, namun karena satu atau dua hal, orang-orang di gereja lokal tidak menerima mereka; hal ini sering terjadi saat jemaat gereja lokal tidak diikutsertakan dalam diskusi, namun hanya diberi tahu bahwa akan ada misionaris yang datang. Selama bertahun-tahun, kami melihat fenomena menarik di mana orang-orang mengatakan mendapat petunjuk langsung dari Tuhan, namun kemudian berbalik dan mengkritik gereja karena gereja tidak mengirim bantuan dana. Saya mendapati banyak orang berkata bahwa mereka akan berjalan berdasarkan iman dan tidak akan meminta uang kepada siapa pun, namun segera bersikap buruk saat gereja tidak antusias dan uang tidak segera dikirimkan. Ini semua berkaitan dengan kebutuhan akan tingkat komunikasi dan tanggung jawab yang lebih tinggi dari tahap paling awal seseoraang tertarik dalam pelayanan misi.
Beberapa orang mengatakan bahwa masalahnya bukanlah kesulitan dalam menerima uang dari orang lain sebagai pekerja Kristen, namun mengetahui bahwa sering kali apa yang diterima tidak cukup untuk melanjutkan hidup dan bahwa jemaat yang diutus harus diyakinkan akan nilai investasi dalam pelayanan semacam ini. Hal seperti itu tidak perlu terjadi. Gereja perlu mengembangkan cara pandang alkitabiah tentang uang. Salah satu cara untuk membantu mereka mengembangkannya dan membantu meningkatkan kondisi orang-orang yang hidup dari bantuan saudara seiman di gereja adalah dengan memastikan bahwa mereka mengerti dengan jelas akan kebutuhan-kebutuhan yang ada.
Komunikasi dengan gereja lokal ini sangat penting. Gereja lokal merupakan pihak yang paling penting dalam mengutus jemaatnya dan menerimanya kembali. Jika Anda mengalami masa sulit dalam pelayanan misi dan gereja belum terlibat, maka bicarakanlah dengan mereka dan mintalah konfirmasi. Anda harus terbuka dan jujur kepada mereka tentang kebutuhan-kebutuhan Anda, dengan cara yang penuh kasih yang membuat mereka mendukung pelayanan Anda. Terkadang mungkin terjadi konspirasi di dalam gereja untuk tidak peduli dengan kebutuhan para jemaatnya. Dengan siapa pun Anda berbicara -- gereja Anda, kelompok, atau orang lain -- kembangkan kemampuan berkomunikasi yang baik untuk membantu Anda mengatasi masalah ini. Sebenarnya beberapa gereja lebih banyak memiliki jemaat yang bersedia diutus untuk menjadi misionaris daripada yang dapat mereka dukung. Kenyataan ini dapat mengakibatkan kekecewaan dan ketegangan apabila tidak ditangani dangan bijak.
Kemampuan berkomunikasi yang menyenangkan dan efektif dengan orang lain, baik secara tatap muka, lewat telepon, dan surat, perlu diupayakan. Kemampuan ini membutuhkan pemahaman konteks hidup yang tidak dirasakan oleh orang yang mungkin akan membantu. Gunakan media cetak untuk berkomunikasi. Pertimbangkanlah untuk mempersiapkan surat perkenalan tentang diri sendiri. Mungkin Anda bisa meminta seseorang yang mengetahui pekerjaan Anda untuk menulis sesuatu tentang Anda. Ketika Anda mengembangkan kemampuan ini untuk mendapatkan dukungan bagi Anda sendiri, pikirkan dan ceritakan juga kebutuhan-kebutuhan untuk pelayanan yang lebih luas. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dukungan dana yang paling besar dan setia berasal dari teman-teman dan anggota jemaat. Saya percaya banyak dari mereka yang siap dan bersedia untuk membantu Anda dengan senang hati, namun Anda harus memastikan bahwa masing-masing dari mereka memiliki kesempatan untuk melakukannya.
Ketika Anda menceritakan kebutuhan Anda, kembangkan visi Anda. Tanpa visi, usaha mencari dukungan menjadi pekerjaan yang membosankan. Ingatlah bahwa tujuan pelayanan Anda adalah untuk memberitakan Injil kepada mereka yang terhilang. Inilah visi yang membimbing dan menginspirasi saya ketika saya berusaha dan berdoa untuk terjadinya terobosan keuangan. Uang memang sangat dibutuhkan. Seandainya orang bisa menghindari kesulitan dengan beberapa cara lain, kita tidak perlu repot. Kenyataan ini membuat kita harus berjuang demi sumber keuangan yang kita butuhkan dan tidak terintimidasi oleh kemerosotan dan kekecewaan yang kita hadapi.
Bagian dari sikap benar dalam menyikapi pemenuhan kebutuhan bagi individual adalah mengusahakan keseimbangan antara doa, tindakan, dan lebih dari itu, tetap percaya kepada Tuhan. Saya dapat menggambarkan prinsip umum ini dengan cerita yang sangat memilukan. Pada tahun 1982, Jonathan McRostie, yang kemudian menjadi Direktur Operation Mobilisation Eropa, mengalami kecelakaan mobil yang parah hingga membuatnya lumpuh. Ketika kami mendengar tentang kecelakaan itu, kami mengajak ribuan orang untuk mendoakannya. Pada saat yang sama, kami melakukan apa pun yang diperlukan agar ia mendapatkan perawatan terbaik. Sebuah helikopter membawanya ke salah satu rumah sakit terbaik di Eropa, di sana dia mendapat penanganan dari dokter terbaik. Namun akhirnya, yang bisa kami lakukan hanyalah percaya kepada Tuhan bahwa Ia akan memeliharanya. Kami berdoa, kami lakukan apa yang bisa kami lakukan, dan selanjutnya kami serahkan kepada Tuhan.
Dalam Operation Mobilisation, kami sering menemukan kesulitan untuk menerapkan keseimbangan tersebut dalam hal keuangan. Dulu, sudah menjadi kebijakan untuk tidak menyebutkan kebutuhan tentang uang di luar organisasi kecuali diminta secara khusus, dan demikian juga membiarkan anak-anak muda masuk dalam program kami untuk menyebutkan kebutuhannya atau kebutuhan kami secara langsung. Kami percaya bahwa kami harus bergantung sepenuhnya pada doa syafaat bagi pergerakan keuangan dan tetap menghargai kelompok lain dengan metode yang mereka pakai. Saya akui bahwa terkadang kebijakan ini membuat kami merasa superior dan "paling rohani" ketika kami melihat usaha pengumpulan dana yang pihak lain lakukan. Hal ini juga menimbulkan adanya kubu-kubu ketika beberapa orang menerapkan kebijakan ini dengan lebih ketat daripada yang lain. Sudah jelas bahwa informasi yang muncul adalah tentang kebutuhan kami. Jemaat yang menghadiri persekutuan doa mendengar kebutuhan itu dan banyak di antaranya yang menuliskan kebutuhan itu dalam surat pribadi. Pemberian dari para dermawan tentu saja berdasarkan informasi dari dalam pihak Operation Mobilisation. Kebijakan ini tidak pernah dimaksudkan untuk berkata dengan cara sederhana bahwa kita bergantung "hanya kepada Tuhan dan bukan kepada manusia", tapi bagi banyak orang, kebijakan ini nampak seperti itu.
Beberapa tahun yang lalu, kami mengubah penekanan kebijakan untuk lebih menyiratkan pengajaran alkitabiah bahwa Tuhan memakai beberapa orang dan gereja untuk memenuhi kebutuhan mereka yang melayani-Nya. Bahkan, Perjanjian Baru lebih banyak membahas hal ini daripada "berharap pada Tuhan saja" dalam hal keuangan. Saat hal ini dikenal secara luas, kebutuhan akan informasi yang berkualitas, bagi mereka yang mungkin terlibat dalam pemberian bantuan, menjadi penting. Kami terjun dalam usaha pengumpulan dana, dan saya yakin sekarang penekanan kami lebih alkitabiah daripada sebelumnya, yaitu doa syafaat yang intensif, diikuti dengan tindakan yang masuk akal dan pemberian informasi tentang kebutuhan dana, dan di belakang semuanya itu, ketergantungan kepada Tuhan untuk mencukupkannya bagi kami. (Sementara itu, kami terus mengingatkan diri kami akan perlunya menghargai usaha orang lain dalam masalah dana ini.) Tuhan sanggup melakukan hal yang mustahil, namun Dia juga bekerja dengan umat-Nya hari demi hari, melalui cara yang bijaksana, baik, dan damai. Hudson Taylor, seseorang yang terkenal akan doanya dan imannya bahwa Tuhanlah yang menyediakan uang, yang juga seorang pembicara yang luar biasa dalam pekerjaannya; kita membutuhkan pendekatannya yang seimbang.
Penting bagi kita untuk menyadari bahwa memusatkan doa kita pada uang merupakan hal yang bukan tidak rohani atau duniawi. Watchman Nee, dalam bukunya, "A Table in the Wilderness", mengatakan:
Tapi ketika menyinggung masalah kebutuhan akan uang, makanan, minuman, dan uang tunai, masalah ini sangat praktis sehingga realita iman kita pada akhirnya diuji. Bila kita tidak dapat percaya kepada Tuhan untuk mencukupi kebutuhan hidup kita sementara, apa untungnya membicarakan tentang kebutuhan rohaninya? Kita mengatakan kepada orang lain bahwa Tuhan adalah Allah yang hidup. Marilah kita membuktikannya dalam hal-hal material yang praktis. Tidak akan ada yang dapat membuat kita percaya kepada-Nya, yang seharusnya kita ketahui, saat tuntutan-tuntutan rohani lain itu muncul.
Jika kita mempelajari perumpamaan janda yang gigih dalam Lukas 18:1-5, kita akan mempelajari pelajaran penting tentang ketekunan berdoa. Kemudian, saat kita berdoa, kita mulai menghadapi situasi yang aneh dan sulit untuk menguji ketulusan tujuan kita. Kita harus benar-benar berhati-hati dengan motivasi kita. Apakah kita sungguh-sungguh rindu melayani dalam dunia penginjilan? Ketika kita berdoa untuk keuangan, apakah itu demi kemuliaan Tuhan? Tuhan terkadang menahan berkat keuangan karena Dia prihatin dengan cara pandang kita yang salah tentang Dia. Sebagai contoh, sungguh tidak benar jika kita berpikir bahwa kita bisa meletakkan Tuhan di dalam kotak dan memaksa-Nya untuk melakukan apa yang kita inginkan. Kitab Ayub mengajarkan kepada kita tentang hal ini dan menunjukkan kepada kita sampai tingkat mana Tuhan menguji seseorang. Ketika ujian itu datang, penting bagi kita untuk tetap berusaha agar tidak kehilangan visi yang Tuhan berikan kepada kita. Karena Tuhan tidak ingin menghancurkan tujuan kita, tapi memurnikan kita saat kita berjalan di dalamnya. Tuhan mungkin mengizinkan kita diuji, dengan kekhawatiran akan keuangan kita, tapi kekhawatiran tidak akan menciptakan terobosan rohani. Jika kita tidak bisa menang atas roh kekhawatiran, maka saya rasa penting bagi kita untuk menceritakan dan mendoakannya bersama saudara seiman kita.
Dalam 1 Yohanes 3:21-22, kita melihat hubungan yang jelas antara ketaatan dan jawaban doa: "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, dan apa saja yang kita minta, kita memerolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya." Akan tetapi, itu bukan berarti jika setiap kali mengalami kekurangan uang atau doa-doanya tidak segera dijawab, berarti orang tersebut tidak taat. Hal ini membutuhkan pemahaman yang benar. Walaupun kita harus menghindari rasa bersalah dan kecenderungan terlalu mengintrospeksi diri, kita juga harus ingat bahwa dosa apa pun yang kita perbuat bisa menjadi penghalang doa. Dalam Perjanjian Lama, kita diingatkan bahwa ketika seorang yang berdosa berdoa, doanya menjadi sebuah kekejian. Doa tidak akan pernah bisa menjadi pengganti ketaatan.
Beberapa orang menyikapi negatif tekanan yang muncul bersamaan dengan kebutuhan keuangan yang besar dalam rencana usaha mereka. Mereka tidak suka diingatkan akan perlunya memercayakan diri kepada Tuhan untuk jumlah uang yang banyak. Meskipun demikian, saya rasa ketergantungan ini merupakan salah satu realita terbesar dalam pelayanan misi. Sekitar 75 persen atau lebih dari seluruh penduduk dunia setiap hari menghadapi masalah utama -- memertahankan hidup. Rata-rata, pendapatan tahunan untuk biaya hidup satu orang di salah satu negara termiskin di dunia, yaitu antara 400 -- 500 poundsterling per tahun. Banyak orang harus bekerja 16 jam setiap hari hanya untuk memertahankan hidup. Akan hal ini, mungkin kita perlu mengingat ucapan O Hallesby dalam bukunya tentang doa: "Doa adalah pekerjaan." Mungkin beberapa orang di antara kita lebih suka menghindari pekerjaan ini.
Bersamaan dengan doa, kita pun perlu bertindak. Beberapa tindakan itu adalah komunikasi penting dengan gereja dan individu. Pada saat yang sama, diperlukan sikap yang benar untuk kita menerima bantuan dari orang lain. Mungkin ada pelatihan tepat yang bisa Anda ikuti untuk meningkatkan nilai uang yang diberikan orang-orang Kristen untuk membantu Anda. Bagi anak muda, 2 tahun mengikuti program pendek tidaklah cukup. Apakah ada kemungkinan untuk menjadwalkan kembali waktu Anda, atau mengubah gaya hidup Anda sehingga tersedia lebih banyak kesempatan bekerja demi mencari dana dan meningkatkan nilai pokok dari dana tersebut? Banyak penulis Kristen menuliskan perlunya orang-orang Kristen dari negara yang lebih makmur untuk mengubah cara hidup mereka, supaya mereka dapat lebih memerhatikan keadaan dunia dan memberikan Injil kepada mereka yang memerlukannya, di mana pun mereka berada.
Berdoalah dan berusahalah, selanjutnya kita serahkan semuanya kepada Tuhan. Saat saya mengucapkannya, tidak berarti bahwa Tuhan memenuhi celah yang ada di antara dan sesudah doa dan usaha kita. Sebagai orang Kristen, kita tahu bahwa Tuhan berkuasa atas segalanya. Hanya oleh karena anugerah-Nya, segala sesuatu terwujud melalui doa dan usaha. Akan tetapi, ada satu titik di mana kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita harus, tanpa keraguan, mengizinkan Roh Kudus untuk bekerja atas orang-orang yang telah dan belum kita hubungi. (t/Setyo)
Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul buku | : | Out of the Comfort Zone |
Penulis | : | George Verwer |
Penerbit | : | O M Books, Secunderabad 2000 |
Halaman | : | 110 -- 120 |
Perang dingin di antara dua negara adikuasa Amerika Serikat dan Uni Soviet yang dulu menjadi topik hangat di halaman-halaman surat kabar, layar TV, radio, dan media massa lainnya, telah berakhir dengan pecahnya Uni Soviet menjadi beberapa negara terpisah. Tidak seorang pun menyangka bahwa Uni Soviet dapat runtuh dalam sekejap. Negara dibangun dan diruntuhkan, kerajaan timbul dan tenggelam. Sebetulnya, sepenting apakah batasan negara itu? Apakah maksudnya ketika Yesus mengatakan "jadikan semua bangsa murid-Ku"? Apakah maksud-Nya ketika Ia menyebut "bangsa"?
Di dunia saat ini, kata "bangsa" sering diasosiasikan sebagai "negara" atau "batasan politik", berbeda dengan konsep di dalam Alkitab. Kata "bangsa" yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, "ethnos", bukan hanya berarti "negara" tetapi juga "kelompok etnik" (bahasa Inggris: "ethnic group"), atau "kelompok orang/golongan" (bahasa Inggris: "people"). Di dalam Perjanjian Lama, konsep yang sama dapat ditemukan. Kata "gam" yang ditulis sekitar 1821 kali mengacu pada kelompok orang, sebuah suku, atau sebuah keluarga, seperti yang terdapat di Ulangan 4:6 dan Ulangan 28:37. Kata yang lain, "mishpahgheh" ditulis 267 kali, dan kebanyakan digunakan untuk menunjuk keluarga, kaum, atau kerabat seperti yang terdapat di Kejadian 12:3.
Jadi, "bangsa" yang dimaksud Alkitab bukanlah negara atau batasan politik, melainkan kelompok etnik atau kelompok masyarakat tertentu. Bahkan pada beberapa ayat Alkitab, bukan hanya "bangsa" yang disebutkan, melainkan lebih terperinci lagi yaitu: suku, bahasa, dan kaum (Wahyu 5:9, 10:11). Sehubungan dengan konsep ini, maka ayat yang mengatakan, "Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya" (Matius 24:12) akan berbicara lain. Artinya, walaupun gereja sudah ada hampir dalam semua negara di dunia, tetapi tugas kita sebagai orang Kristen masih jauh dari selesai. Kita tidak dapat tinggal diam dan menunggu kedatangan Tuhan yang kedua kali, karena masih banyak suku bangsa yang belum mendengar Injil, walaupun di negara mereka sudah ada orang Kristen atau gereja.
Salah satu sebab banyak suku bangsa yang belum mendengar Injil ialah karena Injil hanya disebarkan ke salah satu kelompok masyarakat di dalam negara itu dan tidak menembus kelompok masyarakat lainnya. Seperti kita ketahui, masyarakat hidup berkelompok-kelompok menurut kesamaan yang menyatukan mereka. Contoh ekstrem ialah sistem kasta di India. Donald McGavran lahir di India, kedua orang tuanya menjadi utusan di negara tersebut. Selama puluhan tahun gereja yang didirikan oleh orang tua McGavran tidak membuahkan hasil yang memuaskan karena orang-orang dari berbagai kasta tetap tidak rela berbaur di dalam satu gereja. Menyadari hal ini, McGavran kemudian mendirikan gereja untuk setiap kasta. Kesensitifannya akan kelompok-kelompok masyarakat inilah yang membuat McGavran dikenal sebagai pelopor di bidang pengutusan dunia.
Penduduk dunia terdiri dari puluhan ribu kelompok masyarakat yang berskala lebih kecil dibanding suatu negara. Setiap kelompok memunyai kebudayaan, kebutuhan, dan bahasa tersendiri. Oleh sebab itu, pekerjaan penginjilan di dunia mulai didefinisikan sebagai penginjilan kepada kelompok masyarakat karena di dalam kelompok-kelompok inilah Injil dapat disebarkan tanpa mengalami kesulitan yang disebabkan karena mereka tidak mengerti atau tidak menerima perbedaan yang ada. Istilah misiologi dalam bahasa Inggris untuk kelompok-kelompok masyarakat ini adalah "people group", yang memiliki definisi "sekelompok individu yang menganggap diri mereka sebagai kelompok yang memunyai kesamaan yang menyatukan mereka, entah karena bahasa, agama, latar belakang etnik, tempat tinggal, pekerjaan, tingkat sosial atau kasta, situasi, ataupun kombinasi faktor-faktor tersebut".
Contoh "people group":
Konsep "people group" ini terdapat dalam Wahyu 7:9-10, "Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba". Orang-orang yang menghadap takhta Allah bukan hanya wakil-wakil dari suatu bangsa, tetapi juga dari kelompok yang lebih kecil, yang disebut suku, yang di dalamnya terdapat kaum, juga setiap suku atau kaum yang memunyai bahasa berbeda.
Belum semua "people group" di dunia terjangkau oleh Injil. "People group" yang belum memunyai jemaat Kristen dengan jumlah yang cukup untuk penginjilan dalam "people group" tersebut tanpa bantuan orang luar atau utusan asing disebut sebagai suku terabaikan (bahasa Inggris: "unreached people group"). Menurut statistik, di dunia ini ada 11.000 suku terabaikan dan 251 di antaranya berada di Indonesia. Namun, jumlah ini hanya mencakup "people group" yang sudah ditemukan. Di luar ini masih banyak "people group" yang belum diketahui keberadaannya.
"People group" bukan hanya sekadar istilah, tetapi merupakan konsep berpikir yang penting dalam pengutusan. Pada bulan April 1993 lalu, di Colorado Springs, AS, organisasi-organisasi pengutus di Amerika, para pakar pengutusan, dan gereja-gereja menyelenggarakan konferensi untuk membicarakan perkembangan keadaan "people group" di dunia dan bertukar informasi. Tidak ketinggalan IHO juga mengirimkan wakilnya untuk hadir. Hasil konferensi ini adalah daftar yang paling mutakhir dari semua suku terabaikan di dunia. Hasil yang lebih penting adalah peningkatan kerja sama antarorganisasi misi dan gereja dalam menjangkau suku terabaikan di dunia, salah satunya dengan cara membuat basis data informasi, yang diberi nama "People Information Network" (Jaringan Informasi Kelompok Orang), mengenai semua suku terabaikan yang sudah diketahui agar supaya informasi tersebut dapat digunakan bersama-sama.
Tuan rumah konferensi ini adalah "Adopt-A-People Clearinghouse", organisasi yang bertugas untuk mengumpulkan data mengenai "people group", dan menjadi perantara untuk gereja-gereja yang ingin mengadopsi salah satu "people group" yang ada. Maksud adopsi ialah gereja tersebut berdoa secara khusus (bahasa Inggris: "intercessory prayer") untuk suku terabaikan tersebut, bekerja sama dengan misionaris atau organisasi misi yang melayani "people group" itu, dan bila perlu memberikan bantuan keuangan agar "people group" itu dapat dijangkau. Dari sisi spiritual, organisasi misi "AD 2000" (2000 Masehi) dan "Beyond Movement" (Melampaui Gerakan) bekerja memobilisasi gereja-gereja di seluruh dunia untuk berdoa. Gerakan ini diketuai oleh Luis Bush, pakar misiologi di Amerika. Bulan Oktober 1994, "AD 2000" menjadi sponsor doa seluruh dunia di Korea Selatan.
Mobilisasi doa untuk suku terabaikan juga dilakukan oleh "Global Prayer Digest" (Berita Doa Global), literatur bulanan yang memuat cerita mengenai suku terabaikan dan daftar doa khusus untuk mereka. Setiap bulan literatur ini mengulas suku terabaikan dari satu negara, bulan berikutnya dari negara lain, yang semuanya bekerja sama untuk menjangkau suku terabaikan.
APA YANG KITA BISA LAKUKAN?
Pertama-tama, kita harus mengenali dan bersikap awas terhadap suku terabaikan: siapa mereka, di mana mereka tinggal, dan bagaimana keadaan mereka. Kita mulai belajar melihat dengan kacamata "people group" untuk dapat mulai memikirkan apa saja kemungkinan yang dapat dilakukan untuk menjangkau mereka. Kita mulai memikirkan apa yang kita bisa lakukan supaya "people group" tersebut dapat dilayani. Misalnya, Anda tinggal di Batam, dan karena tidak ada bus umum, Anda naik taksi setiap hari. Pernahkah Anda berpikir untuk bertanya dari mana asal para sopir taksi? Hampir 90% supir taksi di Batam adalah orang Minang. Dan pernahkah Anda menyadari supir-supir taksi yang Anda temui setiap hari termasuk orang-orang yang terabaikan? Jika Anda sudah melihat dengan kacamata ini, Anda dapat mencari tahu adakah supir taksi yang cinta Tuhan, yang bisa dilibatkan sebagai jembatan untuk membentuk persekutuan supir Minang, yang kemudian dapat menjadi berkat bagi orang Minang di tanah asal mereka.
Kedua, kita dapat berperan aktif dalam menjadi sponsor pekerja yang melayani suku terabaikan atau kita sendiri terjun langsung melayani salah satu suku terabaikan di tempat mereka berada. Di dunia ini ada sekitar 2,5 miliar orang yang belum terjangkau oleh Injil. Namun, dalam penginjilan kita tidak menargetkan untuk menginjili 2,5 miliar orang ini, tetapi menembus 16.750 "people group" yang tersembunyi. Jika kita mengirimkan satu utusan untuk setiap "people group", paling sedikit kita memerlukan 16.750 orang. Tetapi kenyataannya, usaha menembus ladang baru (misi garis depan) melibatkan jutaan orang, dan membutuhkan lebih dari satu utusan atau sepasang suami istri untuk melayani satu "people group". Para utusan baru sangat dibutuhkan, bukan hanya yang datang dari negara Barat, tetapi juga yang dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Adakah harapan? Mungkinkah tugas besar ini terlaksana? Jika kita melihat gambaran besarnya, apa yang kita kerjakan ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari gerakan Roh Allah yang melanda seluruh dunia. Gereja-gereja di seluruh dunia yang tidak rela ketinggalan harus melibatkan diri dalam gerakan ini. Seperti kata Ralph Winter dalam tulisannya "The Task Remaining" (Tugas yang Tersisa), "Tugas ini besar, namun tidak terlalu besar untuk gereja di seluruh dunia. Kita berada di dalam era yang baru. Saat ini tiap-tiap gereja lokal di dunia harus melibatkan diri dalam usaha menembus ladang baru (garis depan)."
Menurut banyak pemimpin Kristen di seluruh dunia, pada akhir abad ke-20 ini kita menghadapi masa penuaian terbesar di sepanjang sejarah.
Tahun 1900, di Korea tidak ada gereja Protestan dan Korea dinyatakan sebagai negara yang tidak mungkin dimasuki. Tetapi, saat ini 30% orang Korea adalah orang Kristen dengan 7.000 gereja. Bahkan, dari 20 gereja-gereja terbesar di dunia, hampir setengahnya terdapat di Korea.
Setiap hari sekitar 28.000 menjadi Kristen di China. Padahal, tahun 1950 China tertutup untuk utusan asing dan hanya ada 1 juta orang percaya. Saat ini diperkirakan ada 60 juta orang Kristen di China.
Di Afrika, 20.000 orang menjadi percaya setiap hari di Afrika. Pada tahun 1900 hanya ada 3% orang Afrika yang Kristen, tetapi saat ini jumlah tersebut naik sampai sekitar 40%.
Sekitar 3.500 gereja baru dibuka setiap minggu di dunia, dan sekitar 70.000 orang menjadi Kristen setiap hari di seluruh dunia.
Melihat gambaran yang sangat optimis tersebut, penjangkauan suku terabaikan bukanlah hak yang tak terjangkau. Seperti resolusi "Adopt-A-People Consultation" 1993 di Colorado, AS, yang meyakini, "Ini dapat terlaksana. Ini harus terlaksana. Ini akan terlaksana!" Amin.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Harvester, Edisi Juli -- Agustus 1993 |
Judul artikel | : | Antar-Negara dan Bangsa, Mendalami Konsep People Group |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Indonesia Harvest Outreach |
Halaman | : | 18 -- 19 |
Pendeta Ramos, seorang warga negara Filipina, telah selesai menyampaikan khotbahnya yang terakhir. Dia memandang wajah istrinya untuk terakhir kalinya. Anak-anaknya yang masih kecil memandang ayahnya untuk terakhir kalinya. Satu lagi suara bagi Allah telah diam selamanya. Saat malam melarut di pegunungan Mindanao yang terpencil, sekelompok gerilyawan komunis menyerbu masuk ke tempat tinggal pendeta yang sederhana ini sambil mengacungkan sebuah senjata otomatis. Istrinya belum tidur dan keempat anak mereka sedang tertidur nyenyak. Sebuah suara yang bengis berkata kepada pendeta ini, "Kamu sudah kami peringatkan bahwa kamu akan mati bila kamu terus berkhotbah. Ini peringatan terakhir untukmu." Sebuah tembakan meletus dan pendeta Ramos mati terkulai.
Adakah sesuatu yang baru, yang terasa asing, dalam peristiwa ini? Tidak ada yang baru. Sudah sering terjadi pria dan wanita yang mengikuti panggilan Allah harus membayar harga yang teramat mahal. Hal ini telah berulang kali terjadi sejak zaman para nabi. Saudara tentu ingat ketika Yesus berkata, "Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:12) Kebanyakan dari kedua belas rasul Kristus mati sebagai martir. Rasul Paulus menulis kepada Timotius muda, "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya." (2 Timotius 3:12)
Rasul Paulus tentunya tahu apa yang sedang dibicarakannya, sebab dia merupakan saksi mata yang terkesan pada peristiwa ketika Stefanus dilempari batu sampai mati. Juga karena Paulus sendiri telah banyak menderita karena Kristus. Tidak diragukan lagi, Paulus dan semua yang telah teraniaya sejak itu dikuatkan oleh khotbah Yesus di Bukit, "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan sorga." Mungkin tidak adanya aniaya dalam hidup kita patut menjadi peringatan atas setiap kegagalan dalam memegang teguh prinsip dari Tuan kita. Yesus berkata, "Celakalah kamu jika semua orang memuji kamu." (Lukas 6:26) Mungkin kita sudah terlalu berhasil dalam menyenangkan dunia. Kita tidak lagi menjadi sesuatu yang membangkitkan kemarahan dunia yang masih akan menyalibkan Yesus jika memungkinkan. Apakah kita telah mengizinkan dunia untuk menyeret kita ke bawah pengaruh mereka dan supaya tidak dianiaya? Bukankah anggapan ini masih berlaku dalam semua kalangan masyarakat bahwa, "Barangsiapa yang ingin mengikut Yesus Kristus akan menderita aniaya?"
Penganiayaan paling sering terjadi di dunia Asia (data tahun 1992/1993 - Red.). Lalu, apa yang disebut baru? Saya telah berbicara dengan pendeta-pendeta di Asia yang setiap hari hidup di bawah ancaman maupun penganiayaan yang nyata. Pendeta di Pakistan mengatakan ancaman dari tetangga mereka yang non-Kristen hampir terus-menerus. Besarnya ancaman itu sama, kadangkala lebih halus, juga di negara seperti Burma dan Thailand. Di Himalaya, para pendeta sering mempertaruhkan keselamatan diri bahkan nyawa mereka demi membawa berita pengharapan. Tekanan di Tiongkok yang menentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nama Yesus terjadi terus-menerus dan tidak berkurang. Orang Kristen di Jepang menghadapi tekanan dahsyat dari para pemuja berhala. Jikalau mereka kaya, sebagai orang Jepang mereka diharuskan menganut kepercayaan Shinto. Di negara-negara ini, menjadi orang Kristen berarti menempatkan diri sebagai lawan masyarakat.
Kita hidup pada masa ketika Allah sedang mencurahkan Roh-Nya di seluruh dunia. Hasilnya adalah jumlah yang tidak terhitung dari orang-orang yang memilih untuk mempertaruhkan nasib mereka untuk mengikut Kristus. Bagian kependudukan memperkirakan bahwa lebih dari 100.000 orang setiap hari yang datang pada Kristus di seluruh dunia. Ini termasuk di negara-negara yang mayoritas non-Kristen. Laju pertumbuhan kekristenan yang cepat tentu saja tidak akan diabaikan begitu saja oleh kekuatan roh jahat maupun pemerintah negara. Gereja sedang menghadapi suatu gelombang tantangan yang besar dan tentu juga penganiayaan yang kejam. Pemerintah sedang mengambil langkah-langkah untuk membatasi jumlah orang Kristen. Alarm peringatan telah berbunyi khususnya di negara-negara Asia. Mereka dan yang lainnya sedang mencoba untuk membatasi jumlah orang Kristen, baik dengan peraturan maupun dengan membatasi ruang gerak para penginjil dan mengurangi pembangunan tempat-tempat ibadah.
Kami diberitahu oleh David Barrett bahwa lebih dari 325.000 orang Kristen di seluruh dunia telah menjadi martir bagi Injil setiap tahunnya (data tahun 1992/1993 - Red.). Ini termasuk para pendeta dan pekerja Kristen. Peristiwa ini tidak bisa dilupakan begitu saja. Sebelumnya, kami belum pernah mengetahui begitu banyak orang Kristen yang kehilangan nyawanya bagi Injil. Apa pun alasannya, di balik peningkatan penganiayaan ini, kita tahu bahwa kekuatan nerakalah yang menjadi lawan utama dari pekerjaan Allah. Semakin Allah bekerja, semakin besar tantangannya. Inilah sebabnya Yesus berkata, "Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat." (Matius 10:22). Tantangan dan penganiayaan hanya akan meningkat bila konfrontasi terakhir semakin mendekat. Dalam perkembangan situasi seperti ini, pertanyaannya adalah "Apa yang harus kita lakukan?"
Ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh setiap orang Kristen.
1. Kenali bahwa musuh kita yang sesungguhnya adalah kekuatan roh jahat yang menguasai dunia ini. Sebagaimana rasul Paulus menulis, "Perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (Efesus 6:12) Yang penting bagi kita sebagai orang Kristen adalah makin meningkatkan keterlibatan kita dalam peperangan rohani. Ini merupakan pertempuran rohani setiap hari.
2. Kita perlu mendukung mereka di negara-negara Asia yang mengalami aniaya. Mereka perlu dan patut mendapat dukungan doa dan dorongan kita. Buatlah satu kelompok doa dan berdoalah setiap hari bagi mereka. Mereka perlu dukungan doa kita.
3. Ingatlah pada keluarga mereka yang sering kali dituntut untuk berkurban dan menderita karena Kristus. Keluarga adalah sasaran utama musuh karena itu jangan melupakan keluarga mereka.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul majalah | : | Bangkit, Edisi 1992 -- 1993 |
Penulis | : | Dr. Paul Kaufman (Asian Report -- Desember 1991) |
Penerbit | : | Yayasan Pelayanan Bersama Indonesia, Jakarta |
Halaman | : | 12 -- 14 |
Berikut ini beberapa hal mengenai doa misi yang harus kita pahami.
Tidak dapat disangkal bahwa Allah sanggup menyelesaikan tugas misi-Nya dengan kuasa-Nya sendiri dalam sekejap mata. Namun, rencana Tuhan tidak demikian. Ia memberikan hak istimewa kepada dia untuk menjadi "kawan sekerja Allah" (1 Korintus 3:9). Salah satu cara paling nyata kita dapat bekerja sama dengan Dia adalah melaluli doa. Melalui doa kita dapat "menggerakkan tangan kuasa Allah" agar Dia memberikan kemajuan bagi misi universal-Nya.
Para utusan Injil melayani di daerah-daerah tempat iblis -- penguasa dunia ini, secara terang-terangan menguasai kehidupan jutaan orang. Dia menahan mereka dalam kerajaan kegelapannya, walaupun kekalahannya telah diselesaikan di Kalvari 2000 tahun yang lalu, saat Yesus menang di kayu salib (Kolose 2:15). Sekarang, Allah memberi tanggung jawab kepada umat-Nya untuk melakukan hukuman yang telah dijatuhkan-Nya atas pemerintah- pemerintah dan penguasa-penguasa kegelapan (Mazmur 149:9). Kita boleh memiliki sukacita dengan melihat kerajaan Allah datang di dunia sementara kita berperang melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap (Efesus 6:12). Apakah Anda siap melibatkan diri dalam peperangan rohani ini? Jika Anda bersedia, bergabunglah dengan kelompok doa misi yang ada atau bentuklah kelompok doa misi yang baru.
Dari antara semua bagian doa, doa syafat adalah doa yang paling sukar (karena bukan doa yang ditujukan untuk diri sendiri tetapi untuk orang lain, untuk suatu tujuan rohani), tetapi juga yang tertinggi. Doa syafaat merupakan bagian doa yang mendatangkan berkat terbesar bagi orang yang melakukannya, dan alat terampuh yang dipercayakan Allah pada kita untuk membangun kerajaan-Nya di dunia ini.
Diambil dari:
Judul buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 47, Tahun 2001 |
Judul artikel | : | Mengadakan Doa Misi |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 2001 |
Halaman | : | 2 |
Definisi adopsi:
Mengangkat anak orang lain dan mengesahkan sebagai anak sendiri; memelihara orang lain seperti anak sendiri.
Mengambil keputusan untuk mempelajari, mendoakan, dan melayani salah satu suku yang belum mengenal kasih Allah.
Membuat satu komitmen formal, sebagai gereja, atau jemaat setempat, atau yayasan, untuk mendoakan, mengutus, serta mendukung pelayanan lintas budaya dan melayani salah satu suku yang belum terjangkau.
Mengapa mengadopsi salah satu suku?
Karena Allah mengasihi semua suku bangsa. Allah tidak hanya mengasihi beberapa suku saja, tetapi mengundang semua suku bangsa untuk menerima keselamatan (hidup kekal) yang dijanjikan dan digenapi melalui Tuhan Yesus Kristus.
Karena banyak suku yang tidak dapat dilayani oleh pelayanan biasa. Pola pelayanan yang kontekstual, disesuaikan dengan bahasa daerah setempat, ciri budaya suku tersebut, dan situasi dan kondisi di tempat tersebut. Kita harus lebih mementingkan ciri budaya suku itu daripada ciri budaya gereja kita sendiri untuk "memenangkan sebanyak mungkin" (1 Korintus 9:19-23).
Untuk menciptakan kemitraan yang konstruktif dan mengurangi persaingan. Setiap suku memerlukan berbagai macam pelayanan pemuridan, pelayanan sosial, dan pelayanan gerejawi di seluruh wilayahnya. Namun, kadang kala muncul persaingan yang tidak konstruktif. Suatu kemitraan daerah dapat menjadi forum komunikasi antarpelayanan dan sebagai saluran berbagi sumber-sumber pelayanan, misalnya data mengenai budaya, terjemahan, dan buku cetakan. Kemitraan di lapangan harus dimulai dengan kemitraan doa di gereja dan jemaat setempat.
Bagaimana caranya mengadopsi salah satu suku?
Mendoakan berbagai suku sebelum berkomitmen sebagai kelompok yang akan mengadopsi satu atau dua suku.
Menentukan bentuk adopsi yang cocok bagi kelompoknya sendiri pada saat ini
Mendoakan. Masing-masing dari kita bisa mulai berdoa syafaat bagi suatu suku.
Mendukung pelayanan dana, Alkitab, traktat yang kontekstual, pelatihan, dll..
Mengutus pelayan lintas budaya, dan perjalanan misi.
Mulai mempelajari, mendoakan, mengunjungi, dan melayani suku. "I will give you every place where you set your foot, as I promised Moses." (Jos. 1:3, NIV)
Tiga cara komitmen adopsi.
Mengadopsi untuk Berdoa.
Allah kita bekerja melalui doa syafaat umat-Nya. Membuat komitmen untuk berdoa syafaat adalah keputusan serius. Hal-hal yang didoakan antara lain, siapa dan di mana suku itu berada, berbagai ciri budaya setempat, kebutuhan jasmani dan rohani, dan hambatan pelayanan tertentu
Mengadopsi untuk Mendukung.
Jika belum siap mengutus pelayan, orang Kristen dapat mendukung pelayanan dalam bentuk dana, bahan pelatihan, atau tenaga kerja.
Mengadopsi untuk Mengutus Pelayan.
Suku-suku ini belum dijanngkau oleh karena pola pelayanan yang biasa tidak efektif di dalam lingkup budaya yang begitu berbeda. Jadi harus ada kemitraan/kerja sama di dalam proses mempersiapkan dan mengutus calon pelayan lintas budaya. Seorang pelayan lintas budaya adalah seorang yang dewasa di dalam Kristus, mampu mengajar, mampu menyesuaikan diri dengan budaya setempat, dan berpengalaman dalam kerja sama tim secara efektif.
Diambil dari dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin | : | Duta, Edisi Khusus Desember 1997 |
Judul artikel | : | Mengadopsi Salah Satu Suku |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Gereja Kasih Karunia Indonesia (GEKARI), Jakarta 1997 |
Halaman | : | 5 -- 6 |
Mengapa Yesus turun dari surga, masuk dunia gelap penuh cela, berdoa, bergumul dalam taman, dan cawan pahit pun diterima-Nya. Mengapa Yesus menderita didera dan mahkota duri pun dipakai-Nya? Mengapa Yesus mati bagi saya? Kasih! Ya, karena kasih-Nya.
Ada tiga kata tanya "mengapa" dalam syair lagu karya E. G. Heidelberg yang direkam dalam "Nyanyikanlah Kidung Baru 85:1". Pengarang mewakili setiap orang yang merasa heran saat memandang salib. Perasaan heran itu terungkap dalam kata "mengapa". Ya, mengapa, mengapa, dan mengapa? Mengapa Yesus menjadi manusia? Mengapa Yesus disalib? Dan mengapa Yesus mati bagi saya?
Pada awal mula kekristenan, para murid mencoba menjawab pertanyaan dari kalangan non-Kristen tentang kematian Kristus. Salah satunya Paulus. Dengan terus terang, meskipun agak sedikit emosi, Paulus menyatakan, "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah" (1 Korintus 1:18). Paulus menyatakan dengan tegas dan lugas bagi orang yang tidak percaya, salib memang kebodohan. Apakah agak mengada-ngada namanya, Allah mau menjadi manusia dan akhirnya sekarat dan mati di atas kayu salib? Seperti tidak ada kerjaan saja! Jangan-jangan Allah adalah pribadi yang gemar sensasi. Jika memang demikian, bukankah kebodohan namanya jika manusia memercayai salib itu? Tetapi Paulus menegaskan, bagi orang percaya, salib adalah kekuatan Allah. Tak terlalu mudah memang mengartikan frasa kekuatan Allah. Oleh karena itu, 1 Korintus 1:18 (terjemahan BIS) mengatakan, "Bagi orang-orang yang menuju kebinasaan, berita tentang kematian Kristus pada salib merupakan omong kosong. Tetapi bagi kita yang diselamatkan oleh Allah, berita itu merupakan cara Allah menunjukkan kuasa-Nya."
Menurut Paulus, berita tentang kematian Kristus pada salib adalah cara Allah menunjukkan kuasa-Nya. Tegasnya, jalan salib adalah jalan yang dipakai Allah untuk memperlihatkan kuasa-Nya. Inilah cara yang ditempuh Allah. Mengapa Paulus sampai pada kesimpulan semacam itu? Sepertinya Paulus sangat mengerti keberadaan para pembaca suratnya. Paulus cukup memahami pola pikir warga jemaat Korintus yang terdiri atas orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Dalam adat Yahudi, kematian disalib adalah kematian yang paling nista. Secara harfiah, disalib berarti digantung, secara kiasan berarti dibuang oleh bumi dan ditolak surga. Dalam pemahaman orang Yahudi, seorang yang digantung berarti terkutuk oleh Allah (Ulangan 21:23). Jika memang demikian, bagaimana mungkin Allah memakai cara yang terkutuk ini? Dalam pola pikir orang non-Yahudi, kematian Kristus sungguh tidak masuk akal. Kalau Yesus adalah Allah sendiri, mengapa pula Dia harus mengambil jalan derita? Bukankah Dia Allah? Bukankah dengan kuasa-Nya Dia dapat memutihkan dosa manusia? Mengapa Dia harus mengambil jalan sengsara? Untuk apa? Bukankah jalan salib adalah jalan kebodohan? Kalau memang dapat memilih jalan mudah, mengapa memilih jalan sukar? Bukankah kita harus bertindak efisien dan efektif? Lalu mengapa pula kita harus menyembah Allah yang mengambil jalan bodoh ini?
Namun, berhadapan dengan dua pola pikir manusia, Paulus hanya punya satu pendapat, "Jangan memakai pola pikir manusia! Karena ada tertulis, 'Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.'" "Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan? Oleh karena dunia dalam hikmat Allah tidak mengenal Allah oleh hikmatnya, maka Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil" (1 Korintus 1:19-21). Agar lebih mudah dipahami Alkitab, terjemahan BIS mengatakan, "Sebab dalam Alkitab, Allah berkata, 'Kebijaksanaan orang arif akan Kukacaukan dan pengertian orang-orang berilmu akan Kulenyapkan.'" Nah, apa gunanya orang-orang arif itu? Apa gunanya orang yang berilmu? Apa gunanya ahli-ahli pikir dunia itu? Allah sudah menunjukkan bahwa kebijaksanaan dunia ini adalah omong kosong belaka! Karena bagaimanapun pandainya manusia, ia tidak dapat mengenal Allah melalui kepandaiannya sendiri. Tetapi justru karena Allah bijaksana, maka Ia berkenan menyelamatkan orang-orang yang percaya kepada-Nya melalui berita yang kami wartakan, yang dianggap omong kosong oleh dunia.
Paulus menyatakan bahwa Allah tidak memakai pola pikir manusia. Alasannya, pertama, karena Dia Allah. Dan bicara soal Allah berarti berkaitan dengan soal pencipta dan ciptaan. Kalau sudah begini, siapakah manusia yang dapat berkata bahwa pendapatnya pasti lebih hebat dari sang Penciptanya? Oleh karena itu, jalan salib diambil Allah dalam kebijaksanaan-Nya. Paulus sadar, berita tentang kematian Yesus itu menyinggung perasaan orang Yahudi dan dianggap omong kosong oleh orang-orang bukan Yahudi. Tetapi oleh orang-orang yang sudah dipanggil oleh Allah -- baik orang Yanudi, maupun orang non-Yahudi -- berita itu merupakan cara Allah menunjukkan kuasa dan kebijaksanaan-Nya (1 Korintus 1:23-24, BIS). Tetapi inilah pemahaman iman Paulus mengenai berita tentang kematian Kristus! Kematian Kristus di atas kayu salib menunjukkan kuasa dan kebijaksanaan-Nya. Artinya salib menunjukkan kuasa Allah! Bicara soal kuasa, banyak orang menyempitkan arti kuasa dengan kemampuan melakukan segala sesuatu. Kuasa berarti kemampuan melakukan hal-hal yang luar biasa. Dan bicara soal salib, di sini manusia sering lupa, kalau kita percaya Allah itu Mahakuasa, itu berarti Dia mampu melakukan segala sesuatu di luar pengetahuan dan keinginan kita. Singkat kata, Allah mampu melakukan sesuatu yang dalam mata manusia tidak layak dilakukan Allah. Misalnya, mati disalib!
Kemanusiaan kita mungkin protes. Bagaimana mungkin Allah mati? Pertanyaan itu dapat kita jawab dengan pertanyaan baru, kalau bukan Allah yang mati, lalu siapa lagi yang dapat menebus manusia berdosa? Dan inilah kebijaksanaan Allah itu! Pada salib tampaklah keadilan dan kasih Allah. Salib menyatakan keadilan Allah, yakni upah dosa adalah maut. Setiap manusia berdosa dan upahnya adalah maut. Tetapi Allah mengasihi manusia. Allah tidak ingin manusia binasa. Oleh karena itu, harus ada pribadi yang tidak berdosa yang menggantikan manusia berdosa. Yesuslah yang menggantikan manusia berdosa. Itulah kasih Allah sekaligus keadilan Allah. Salib menyatakan keadilan dan kasih Allah. Dan jalan itulah yang harus ditempuh Yesus -- Allah yang menjadi manusia. Jika kita memerhatikan catatan para penginjil tentang salib, tampak bahwa kematian Yesus memang berbeda dengan kematian manusia biasa. Yesus mengalami siksa salib, tetapi Dia tidak pernah dicabut nyawa-Nya. Dia menyerahkan nyawa-Nya. Nyawa itu tetap berada dalam kuasa-Nya. Dia berkuasa untuk menyerahkannya. Dan kemudian pada hari ketiga, berkuasa pula untuk mengambilnya kembali. Pada titik ini pula kita dapat mengatakan bahwa Yesus adalah kurban, bukan korban.
Dari sudut pandang manusia, tampaklah bahwa Yesus adalah korban, bukan tumbal, pertikaian antara pemerintah dan alim ulama. Semua pihak itu berkepentingan. Dan Yesuslah kambing hitamnya. Alim ulama merasa mendapat saingan baru dan berusaha menyingkirkan-Nya melalui tangan pemerintah. Pontius Pilatus lebih suka mengikuti pendapat orang banyak yang telah dihasut, agar kekuasaannya tetap kokoh. Pontius Pilatus, sebagai pejabat pemerintahan yang sah, lebih suka cuci tangan ketimbang memimpin keputusan secara adil.
Dari sudut pandang Allah, Yesus adalah kurban. Artinya dengan sengaja Yesus menyerahkan diri-Nya sebagai kurban bagi Allah. Dengan rela Yesus menjadikan diri-Nya sebagai kurban Penebus dosa bagi umat manusia. Yesus tidak pernah menghindari salib. Dia taat menjalani panggilan-Nya sebagai kurban sempurna. Jalan salib adalah jalan yang sengaja ditempuh Yesus. Ini bukan jalan yang dipaksakan kepada diri-Nya. Dia datang ke dunia memang untuk mati. Dan semua itu hanya bertumpu pada kata "kasih". Kasih adalah satu-satunya alasan bagi Allah menempuh jalan salib. Mengapa salib? Kasih-Nya, ya, karena kasih-Nya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah | : | DIA, Edisi 2, Tahun XIX/2006 |
Penulis | : | Yoel M. Indrasmoro |
Penerbit | : | Yayasan Perkantas (Persekutuan Kristen Antar Univesitas), Jakarta 2006 |
Halaman | : | 33 -- 35 |
Manusia sering hanya memerhatikan kebutuhan yang kelihatan, seperti sandang, pangan, papan, dan pekerjaan. Namun, Allah memandang kebutuhan manusia yang tidak kelihatan secara jasmani, tetapi jauh lebih penting, yakni keselamatan (kehidupan kekal). Tidak berarti Allah tidak peduli dengan kebutuhan jasmani. Ia juga sangat peduli akan kebutuhan ini. Di bawah ini beberapa alasan kuat mengapa Injil keselamatan harus diberitakan kepada semua orang di seluruh dunia.
1. Merupakan Keinginan Allah Agar Semua Selamat
Ketika manusia ditipu Iblis dan jatuh ke dalam dosa di Taman Eden, Allah sudah memunyai rencana memulihkan manusia dengan mengatakan: "Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu dan engkau meremukkan tumitnya" (Kejadian 3:15). Merupakan inisiatif Allah untuk memulihkan hubungan antara Allah sendiri dan manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa dengan cara mencari atau memanggilnya (Kejadian 3:9). Meskipun begitu, Allah tetap memakai manusia yang dipanggil dan dipilih-Nya untuk memberitakan Injil keselamatan kepada orang lain. Contohnya adalah saat Roh Kudus mengutus gereja di Antiokhia agar mengirim Barnabas dan Saulus yang dikhususkan oleh Roh Kudus sendiri sebagai utusan Injil (Kisah Para Rasul 13:2).
Tuhan Yesus juga terharu melihat orang-orang hidup seperti domba-domba yang tanpa gembala, sehingga Ia meminta agar murid-murid-Nya meminta kepada Tuan yang empunya tuaian, agar dikirim pekerja-pekerja untuk tuaian itu (Matius 9:38). Jelaslah bahwa Tuhan yang memunyai tuaian dan berinisiatif dalam penuaian, tetapi Ia pun memakai kita -- orang percaya, dan menaruh beban penginjilan itu di pundak kita.
2. Merupakan Beban dan Tanggung Jawab Orang Percaya
Allah akan membagikan tugas mulia tersebut hanya kepada anak-anak-Nya yang merasa terbeban dan bertanggung jawab terhadap keselamatan orang lain yang bersedia melakukan tugasnya sebagai pemberita Injil keselamatan. Penginjilan merupakan beban dan tanggung jawab orang percaya, sebab:
Tugas penginjilan yang diberikan Tuhan adalah tugas amat mulia yang menggambarkan secara nyata kerja sama yang indah antara Allah dan pemberita-pemberita Injil.
Sebagai manusia yang dahulu berdosa dan yang seharusnya binasa, tetapi sekarang sudah diselamatkan, sudah selayaknya kita rindu menyaksikan kehebatan Allah yang sanggup juga mengubah hidup orang lain. Kita pantas mengajak orang lain menikmati keselamatan yang sama.
Menerima Yesus dan menjadi pengikut-Nya merupakan hak istimewa, tetapi hanya menikmati hak istimewa tanpa merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan orang lain merupakan sikap mementingkan diri sendiri dan ini adalah tindakan berdosa.
Allah akan memperlengkapi anak-anak-Nya yang memberitakan Injil keselamatan, seperti yang dikatakan Paulus dalam 1 Korintus 1:17, "Sebab Kristus mengutus aku bukan untuk membaptis tetapi untuk memberitakan Injil, dan itu pun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib Kristus jangan menjadi sia-sia."
Orang yang telah merasakan kasih Kristus dalam dirinya tidak dapat dicegah untuk senantiasa menyaksikan kebaikan Allah. Dalam Kisah Para Rasul 4:20 dikatakan, "Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar."
Penginjilan merupakan implementasi dari melakukan seluruh Taurat yang terutama, yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, serta mengasihi sesama seperti diri sendiri (Markus 12:29).
3. Merupakan Kebutuhan Semua Orang Berdosa
Kebutuhan manusia yang utama adalah keselamatan kekal setelah kehidupannya di dunia berakhir. Kehidupan manusia di dunia akan sia-sia apabila pada akhirnya mereka binasa karena tidak menerima Kristus sebagai Juru Selamat. Keselamatan itu pasti hanya dalam pribadi Yesus, seperti yang ditunjukkan Alkitab.
"Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan." (Kisah Para Rasul 4:12)
Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 14:6)
"Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis dalam kitab kehidupan itu ia dilemparkan ke dalam lautan api." (Wahyu 20:15)
Selagi manusia hidup di dunia, ia harus mendengar bahwa hanya melalui Yesus mereka dapat selamat dan beroleh kehidupan kekal.
Manusia jangan sampai menunda menerima Injil, karena tidak ada kesempatan kedua bagi manusia yang masuk ke dalam neraka, seperti kisah orang kaya dan Lazarus (Lukas 16:19-31).
Penginjilan merupakan berita gabungan, antara keinginan Allah dan kebutuhan utama manusia, yaitu "keselamatan kekal".
Perjalanan manusia berdosa menuju kebinasaan harus dihentikan dan dipindahkan arahnya menuju kehidupan kekal melalui pemberitaan Injil.
Metode dalam Penginjilan
Allah sanggup melaksanakan rencana-Nya melalui orang yang dipilih-Nya, yang mau melaksanakan perintah Tuhan Yesus, dan menggunakan Alkitab sebagai senjatanya, menjaga kehidupan doa secara teratur, memiliki beban terhadap keselamatan orang lain dan mau dikendalikan oleh Roh Kudus. Semuanya ini merupakan "metode" yang dipergunakan Allah melalui para penginjil (orang percaya) dalam menarik jiwa datang kepada Yesus.
Perlu dipahami bahwa yang membuat seseorang bertobat dan menerima Yesus adalah Allah saja, sedangkan manusia dipakai Tuhan hanya sebagai alat pemberita Injil keselamatan kepada manusia yang lain. Walaupun demikian, pemberita Injil perlu memilih dan menerapkan metode yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan budaya setempat dalam penginjilan. Metode penginjilan yang berhasil pada satu tempat, belum tentu berhasil bila diterapkan di tempat lain. Untuk itu perlu diadakan pengamatan tentang metode penginjilan yang paling sesuai dengan situasi dan tempat Injil akan diberitakan. Namun, metode yang diterapkan hanya akan berjalan dengan baik apabila diserahkan sepenuhnya di bawah tuntunan Roh Kudus. Secara garis besar, metode penginjilan dapat dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Penginjilan Pribadi
Dilakukan oleh seorang pemberita Injil kepada seseorang secara pribadi. Tuhan Yesus banyak menggunakan waktunya untuk melakukan pemberitaan kabar keselamatan dengan menggunakan metode ini. Misalnya, kepada Nikodemus saat malam hari, kepada wanita Samaria di pinggir sumur, kepada Zakeus di rumahnya, dan kepada penjahat yang disalib di sebelah-Nya. Semuanya dilakukan Tuhan Yesus secara pribadi untuk memberikan kebutuhan terpenting manusia, yaitu:
Kepada Nikodemus disampaikan kebutuhannya tentang kelahiran baru sebagai syarat masuk surga (Yohanes 3:1-13).
Kepada wanita Samaria disampaikan kebutuhannya tentang Air Hidup yang tidak pernah habis, tetapi sampai pada kehidupan kekal (Yohanes 4:1-42).
Kepada penjahat yang disalib disampaikan kebutuhannya tentang pertemuannya dengan Tuhan Yesus di Firdaus, yaitu surga (Lukas 23:43).
Murid-murid Tuhan Yesus juga melakukan penginjilan secara pribadi, misalnya:
Andreas bertemu Mesias dan memberitakannya kepada Petrus (Yohanes 1:41).
Filipus bertemu Mesias dan memberitakannya kepada Natanael (Yohanes 1:45).
Filipus menginjili sida-sida Etiopia (Kisah Para Rasul 8:35).
Petrus menginjil kepada orang lumpuh di dekat gerbang bait Allah (Kisah Para Rasul 3:1-10).
Metode penginjilan pribadi tampaknya hanya memenangkan satu jiwa, tetapi jiwa baru tersebut akan terus memberikan pengaruh secara luas. Para penginjil besar di dunia tidak hanya menginjil dari mimbar, tetapi mereka menginjil kepada pekerja-pekerja yang dapat mem-"follow up" dan memengaruhi lebih banyak jiwa lagi bagi Kristus. Kesempatan yang sama diberikan kepada kita untuk menggunakan waktu seefektif mungkin dalam pemberitaan Injil.
2. Penginjilan Massal
Dilakukan oleh seorang pemberita Injil kepada banyak orang. Kita jangan salah menafsirkan bahwa penginjilan yang sukses tergantung banyaknya orang yang hadir atau mendengarkan, walaupun jumlah banyak dapat meningkatkan faktor kemungkinan lebih banyak yang menerima Yesus sebagai Juru Selamat. Yesus dan murid-murid-Nya pun sering melakukan penginjilan di tengah orang banyak:
Tuhan mengajar tentang Kerajaan Allah di hadapan ribuan orang.
Tuhan Yesus mengutus dua belas murid-Nya dan kemudian tujuh puluh murid untuk menginjil kepada banyak orang (Lukas 10:1-12).
Petrus melakukan penginjilan di hadapan lebih dari 3.000 orang (Kisah Para Rasul 1).
Petrus bahkan melakukannya di hadapan lebih dari 5.000 orang (Kisah Para Rasul 4).
Dikatakan bahwa tidak semua benih yang ditabur jatuh ke tanah yang subur. Ada yang jatuh di tempat yang tidak subur dan tidak berbuah (Matius 13), sehingga jumlah juga dapat menentukan dan berpengaruh terhadap hasil. Karena dari yang banyak, dapat diseleksi lagi hingga didapat pekerja-pekerja yang berkualitas untuk melakukan penginjilan yang lebih besar lagi.
3. Penginjilan Melalui Media Massa
Penginjilan pun dapat dilakukan melalui majalah, surat kabar, radio, televisi, internet, dan media massa lainnya. Banyak sekali kesaksian orang yang bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat melalui media massa. Metode seperti ini harus disertai dengan ilmu-ilmu lain, misalnya: ilmu jurnalistik untuk penginjilan melalui penulisan; ilmu komunikasi yang khusus dan sesuai untuk media massa; ilmu teknik yang menjadi media pembawa berita, dll.. Sebagus apa pun metode yang diterapkan, penginjilan tetap bergantung kepada kuasa Roh Kudus dan manusia yang menjalankan metode tersebut. Dengan kata lain, keberhasilan penerapan metode tersebut bergantung kepada manusia yang dipimpin Roh Kudus.
E.M. Bounds dalam bukunya "Power through Prayer's" mengatakan sebagai berikut: "Manusia mencari metode dalam penginjilan, tetapi Allah mencari manusia untuk melakukannya." Kita harus mengakui bahwa kemajuan teknologi dalam bidang informasi saat ini sangat pesat pertumbuhannya sehingga kita harus dapat memanfaatkannya dengan cara yang bijaksana. Sebab hal tersebut risikonya juga tinggi, sehingga sebelum digunakan sebagai metode penginjilan, hal ini perlu dipikirkan. Tuhan tetap mencari manusia dan bukan sekadar metode untuk melaksanakan kehendak-Nya di antara manusia di bumi. Kitab Yehezkiel 22:30 berkata: "Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya."
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | How to Share The Gospel: Kiat Menginjili dengan Sukses |
Penulis | : | Pdt. Prof. Dr. Ir. Bambang Yudho, M.Sc.,M.A.,PH.D. |
Penerbit | : | Yayasan ANDI, Yogyakarta 2007 |
Halaman | : | 26 -- 37 |
MENGAPA KITA HARUS MENGUTAMAKAN SUKU-SUKU TERABAIKAN?
DASAR ALKITAB
Dasar alkitabiah tentang kehadiran suku bangsa di dunia diambil dari firman Tuhan yang terdapat di Mazmur 86:9, "Segala bangsa yang Kau jadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu." Dari ayat ini, kita mengerti bahwa Tuhan menciptakan beragam suku bangsa demi satu tujuan, agar mereka memuliakan nama-Nya dan menyembah hanya kepada-Nya. Itulah sebabnya, kita tidak layak mengeluhkan besarnya jumlah suku bangsa di dunia ini.
Bila memandang Indonesia, kita menemukan ratusan suku bangsa dengan beragam budaya dan bahasanya masing-masing. Sayangnya, sebagian di antara mereka belum mengenal nama-Nya, apalagi menyembah Dia. Malahan mereka tidak memedulikan Penciptanya. Keadaan ini tentu mendukakan Tuhan karena Ia ingin segala suku bangsa datang dan menyembah-Nya dalam keberagaman mereka masing-masing. Ratusan suku bangsa di Indonesia -- sekitar 6.900 suku di seluruh dunia -- masih termasuk dalam kategori terabaikan, suatu jumlah yang sangat besar.
Sejak semula, Tuhan kita adalah Allah yang berwawasan ujung bumi. Kejadian 1:28 merupakan perintah bagi Adam dan Hawa untuk memenuhi bumi dan menaklukkannya. Perintah ini kembali diulang kepada Nuh dalam Kejadian 9:1, tatkala ia keluar dari bahteranya. Kemudian, ketika memanggil Abraham, Tuhan berfirman, "Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat" (Kejadian 12:3). Demikianlah segala bangsa di atas bumi turut mendapat berkat (Kejadian 18:18). Tentu saja berkat ini bukan sesuatu yang didapat secara gaib. Paulus menjelaskan dalam Galatia 3:8 dan 9 bahwa melalui iman Abraham, suku-suku bangsa non-Yahudi akan turut diselamatkan. Dan inilah berkat yang dimaksudkan dalam kitab Kejadian. Akan tetapi, sebelum suku-suku bangsa lainnya dapat menggabungkan diri dalam koor raksasa para penyembah, sebagaimana dilihat oleh Rasul Yohanes sebagai nubuat (Wahyu 7:9,10), mereka harus berbalik dan bertobat kepada Tuhan lebih dahulu.
Saat ini, kita telah menjadi anak-anak Abraham. Dengan demikian, janji-janji yang diberikan kepada Abraham dalam Kejadian 12:3 dan 18:18 juga diwariskan dan diamanatkan kepada kita. Oleh karena itu, kita pun harus menjadi berkat bagi segenap suku bangsa tersebut.
Ada banyak ayat dalam PL yang melukiskan bagaimana suku bangsa akan memuliakan nama Tuhan. Beberapa di antara ayat-ayat tersebut adalah seperti di bawah ini.
Aku mau memasyurkan namamu turun-temurun; sebab itu bangsa-bangsa akan bersyukur kepadamu untuk seterusnya dan selamanya. (Mazmur 45:18)
Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! (Mazmur 47:2)
Pujilah Allah kami, hai bangsa-bangsa, dan perdengarkanlah puji-pujian kepada-Nya. (Mazmur 66:8)
Dengan kata lain, Tuhan kita tidak puas kalau hanya satu golongan saja yang memuliakan dan menyembah Dia. Sebaliknya, Ia ingin supaya semua suku bangsa dan ras masuk dalam koor yang menyembah-Nya.
SEMUA MANUSIA ADALAH ORANG BERDOSA
Masalahnya, sampai saat ini target Allah tersebut belum tercapai. Tidak ada satu pun suku bangsa yang benar. Semuanya telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Dosa telah memisahkan manusia dengan Allah. Dalam Roma 3:9-20, Paulus membeberkan daftar panjang dosa kita. Dan semua itu merupakan suatu realitas yang tidak dapat kita mungkiri.
Manusia diciptakan untuk memuliakan Tuhan, tetapi mereka malah mencemari dirinya dengan melanggar perintah Tuhan. Oleh karena itu, seluruh penduduk sedunia sudah berada di bawah hukuman Allah dan sudah terpisah dari Allah untuk selama-lamanya. Karena itu pula, para nabi terus mengangkat masalah dosa manusia untuk menyadarkan mereka akan keberadaannya yang sesungguhnya. Seluruh ungkapan para nabi itu ditujukan agar manusia mau berbalik kepada Allah, Penciptanya.
PRINSIP TUHAN: DOSA MENANTIKAN HUKUMAN
Paulus menjelaskan dalam Roma 1:18-22, "Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih. Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh."
Sebenarnya, ada banyak orang yang menyadari bahwa apa yang mereka perbuat tidak bisa diterima oleh Tuhan (Roma 1:21). Karena mengetahui segudang dosa dalam kehidupannya, mereka menciptakan berbagai agama untuk menenangkan hati nurani mereka (Roma 1:21-23). Mereka membuat cara untuk bisa mengerjakan banyak amal. Akan tetapi, Tuhan tidak bisa disuap dengan berbagai amal buatan manusia (Roma 3:20). Sebaliknya, hanya lewat firman Tuhanlah mereka dapat mengenal dosa mereka.
Di mana ada dosa, di sana pulalah mestinya ada hukuman. Hukuman yang layak atas dosa manusia adalah hukuman mati. "Sebab walaupun mereka mengetahui tuntunan-tuntunan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya" (Roma 3:9-20, lihat juga Roma 6:23). Semua manusia sudah divonis (Roma 3:19b; Yohanes 3:18,36), tetapi pelaksanaan hukuman ini masih ditangguhkan. Meskipun Tuhan kita panjang sabar dan lapang hati, manusia tetap tidak akan selamat bila tidak bertobat. Sebaliknya, manusia akan menjalani hukuman (Roma 2:5-11). Hal ini selaras pula dengan apa yang dikemukakan dalam Nahum 1:3, "Tuhan itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah."
JANJI-JANJI TUHAN
Suku-suku bangsa di dunia ini memang hidup di dalam dosa. Akan tetapi, anugerah Tuhan yang luar biasa tidak membiarkan manusia untuk terus berada di dalam dosa. Melalui Anak-Nya, Ia mengajarkan firman-Nya kepada manusia, bahkan merelakan diri-Nya untuk menanggung semua hukuman sebagai ganti manusia (Roma 3:23,24).
Meskipun demikian, Tuhan harus menegakkan kebenaran. Ia tidak mungkin menerima semua orang karena bila demikian, surga akan dicemari oleh kehadiran orang-orang yang tidak disucikan. Oleh karena itu, manusia harus dibebaskan dari belenggu dosa dan disucikan oleh darah Yesus. Dan hal ini hanya terjadi kalau manusia menerima karya Tuhan Yesus dengan imannya (Roma 3:22,25). Karena Tuhan adalah suci dan hanya orang-orang yang sudah disucikan Tuhan saja yang akan berada di surga. Firman-Nya jelas tentang hal ini, yaitu tanpa kekudusan tidak ada orang yang akan melihat Tuhan (Ibrani 12:14; Matius 5:8).
Alkitab penuh dengan janji-janji bahwa suku-suku bangsa akan diselamatkan. Ketika Ismael dan ibunya disuruh meninggalkan rumah Abraham, mereka mengembara di padang gurun, lalu mereka berseru kepada Tuhan. Seruan itupun didengar Tuhan (Kejadian 21:17). Mereka pun mendapat air hidup. Dari peristiwa ini, kita menyadari bahwa keturunan dari Ismael pun bisa berseru kepada-Nya. Anak-anak Ismael, yaitu Nebayot dan Kedar, akan membawa korban di dalam kebaktian Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Yesaya 60:7, "Segala kambing domba Kedar akan berhimpun kepadamu, domba-domba jantan Nebayot akan tersedia untuk ibadahmu; semuanya akan dipersembahkan di atas mezbah-Ku sebagai korban yang berkenan kepada-Ku, dan Aku akan menyemarakkan rumah keagungan-Ku." Dari firman tersebut kita melihat bahwa Ismael tidak disingkirkan untuk selama-lamanya. Melalui anak- anaknya ia akan memberikan kontribusi yang sangat penting di dalam ibadah kepada Tuhan.
Tidak hanya anak-anak Ismael yang akan datang ke kebaktian besar pada akhir zaman, tetapi suku-suku bangsa lainnya juga. Hal ini disebutkan dalam Yesaya 60:3-6, "Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu. Kelimpahan dari seberang laut akan beralih kepadamu, dan kekayaan bangsa-bangsa akan datang kepadamu. Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu, unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur Tuhan." Orang dari seberang laut yang dimaksud adalah orang yang datang dari pulau-pulau.
Perhatikan pula ayat-ayat berikut ini.
Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung tempat rumah Tuhan akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana, dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: "Mari, kita naik ke gunung Tuhan, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman Tuhan dari Yerusalem." (Yesaya 2:2,3)
Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada Tuhan; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya. (Mazmur 22:28)
Banyak bangsa akan menggabungkan diri kepada Tuhan pada waktu itu dan akan menjadi umat-Ku dan Aku akan diam di tengah-tengahmu. (Zakharia 2:11)
Beginilah Firman Tuhan semesta alam: "Masih akan datang lagi bangsa-bangsa dan penduduk banyak kota." (Zakharia 8:20)
Kiranya raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan- persembahan; kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti! Membaca dan merenungkan semua janji ini -- yang bisa ditambahkan --, tidak bisa diragukan lagi, bahwa dari semua suku bangsa dalam dunia ini, ada yang ikut pada hari raya besar ini. (Mazmur 72:10)
VISI
Tuhan memberikan janji dalam Yesaya 49:6, "Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." Tapi siapa yang akan bertanggung jawab untuk mewujudnyatakan janji tersebut? Paulus menerapkan ayat ini kepadanya sendiri, "Sebab inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi" (Kisah Para Rasul 13:47). Janji-janji Tuhan itu telah menjadi perintah baginya dan berdasarkan hal itulah ia memberitakan Injil. Bilapun tidak dapat berangkat, ia mendoakan suku bangsa lain agar mereka selamat (Kolose 1:28-2:3).
Meskipun berita Injil harus disampaikan dan diedarkan seluas-luasnya, sampai kini masih ada suku bangsa yang belum mendengar berita keselamatan lewat darah Yesus (Roma 3:24,25).
Mengapa kita mau menyimpan berita Injil keselamatan ini untuk diri kita sendiri? Mengapa hati kita tidak dipenuhi dengan belas kasihan kepada semua orang yang masih hidup dalam kegelapan (Roma 9:1-3)? Tidakkah Saudara berbeban berat ketika menyadari adanya manusia, malah seluruh suku, yang sedang menuju ke neraka, sementara mereka sendiri tidak menyadarinya? Bukankah tugas kita justru memperingatkan mereka? Mengapa banyak orang Kristen tidak peduli ketika banyak manusia juga ciptaan Allah yang tidak mau menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran, padahal mereka diciptakan untuk menyembah Tuhan (Roma 11:33-36)?
Bagaimana solusi untuk hal ini? Pergilah dan beritakanlah Injil Yesus Kristus kepada mereka, tetapi lebih dahulu berdoalah! Tanpa doa tidak ada wewenang! Andaikata tidak ada orang Kristen yang bersedia untuk berdoa syafaat, mendukung pelayanan, dan pergi kepada suku-suku bangsa lain, mereka tidak akan beroleh kesempatan.
Tuhan sangat memedulikan setiap suku bangsa. Oleh karena itu, kita harus mengutamakan suku-suku terabaikan sebagai sasaran pelayanan kita sebagai gereja. Bila kita melakukan hal ini, itu berarti kita berada dalam poros kehendak Tuhan. Dan kita dapat terlibat lewat doa syafaat dan pergumulan kita melibatkan diri dalam penginjilan di antara suku-suku terabaikan. Dengan demikian, akan lebih banyak orang dan suku bangsa yang mau mengerti keselamatan dalam Kristus dan masuk dalam kerajaan Tuhan. Bersediakah Saudara?
*) Artikel di atas merupakan kiriman WJ, seorang pemerhati e-JEMMi yang melayani lewat sebuah organisasi misi; artikel ini telah disunting seperlunya.
Perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30 meyakinkan kita bahwa Tuhan sangat mengharapkan agar kita bertindak bijaksana dalam mengelola kekayaan yang Ia berikan kepada kita. Sehubungan dengan ini, ada perumpamaan lain dalam Lukas 19:11-27 di mana Tuhan menghendaki agar kita bekerja dengan giat, sampai kedatangan-Nya yang kedua kali.
Kita dapat mempraktikkan penatalayanan Kristen pada dua level: praktik finansial di lapangan dan sumber-sumber keuangan di belakang layar.
Praktik-Praktik Finansial di Ladang Misi
Para misionaris seharusnya dapat menjabarkan rencananya, termasuk rencana jangka pendek untuk melakukan perjalanan misi keliling seperti gaya Paulus. Namun, ada juga rencana strategis dalam tugas lintas budaya yang membutuhkan ongkos mahal, investasi, serta komitmen jangka panjang. Bahkan, ada pelayanan yang menuntut komitmen jangka waktu yang sangat panjang, seperti penerjemahan Alkitab. Tapi, cukup banyak tugas-tugas misi yang dapat diperpendek jangka waktunya, sehingga misionaris Anda bisa segera dialihkan ke ladang-ladang baru yang membutuhkan.
Suatu hal yang menyedihkan dan sekaligus menjadi bahan kritikan adalah bahwa banyak tugas yang dilaksanakan oleh para misionaris asing sebenarnya sudah dapat ditangani dengan lebih baik oleh orang lokal! Perhatikan nasihat Paulus kepada Titus agar ia memilih tua-tua di setiap kota (Titus 1:5). Paulus kemudian mengutip puisi Kreta untuk mengingatkan Titus bahwa tidaklah mudah untuk mendapatkan orang yang mampu dan cocok untuk mengemban tugas itu. Namun, toh ia tetap harus mendelegasikan tugas dan melakukan kaderisasi seperti itu (Titus 1:12).
Hal praktis lain dalam Alkitab adalah pindah tempat (dengan alasan tertentu) untuk menjadi warga negara setempat dan mencari pekerjaan sesuai dengan keahliannya (Kisah Para Rasul 18:1-19), seperti yang dilakukan Akwila dan Priskila. Dengan demikian, misionaris Anda dapat mengalihkan dananya bagi orang lain.
Memberi kesempatan yang lebih besar kepada para profesional (tentmakers) untuk ambil bagian dalam pelayanan dan misi dengan menjadi pengajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua mereka, atau menjadi peserta kelas perkuliahan internasional. Tetapi, ada ribuan kesempatan yang baik bagi ribuan pekerja dan tenaga profesional yang memungkinkan utusan Injil Anda untuk dapat keluar dan menggarami dunia, sebagaimana tantangan Rebecca Pippert dalam bukunya, "To get Out of the Saltshaker and Into the World". Tentu saja harus ada sejumlah pertimbangan matang untuk mengambil keputusan dalam menjalani karier misi sebagai "tentmakers". Buku "Tentmakers Speak Out" yang ditulis Don Hamilton tentu akan sangat membantu para profesional yang berhati misi.
Kemandirian secara finansial melalui dukungan tidak mengikat dari orang-orang kaya atau para pensiunan merupakan suatu pilihan yang lebih nyata dan realistis. Dengan meningkatnya jumlah penduduk berusia lanjut, agen-agen misi akan merekrut orang-orang semacam ini.
Tim orientasi yang masih bujangan tidak membutuhkan dana penginapan. Mungkin mereka bisa menginap di rumah-rumah penduduk setempat agar mereka bisa bergaul dan bersekutu secara bijaksana dengan masyarakat. Firman-Nya mengatakan, Dia "menjadi daging dan tinggal di antara kita"; kita menjamah-Nya dan Ia menjamah dengan perasaan kita (Yohanes 1:14; 1 Yohanes 1:1; Ibrani 4:15). Kehidupan Yesus menjadi teladan yang sangat kuat bagi kita untuk hidup bermasyarakat.
Pemanfaatan pekerja-pekerja dan berbagai metode baru non-Barat merupakan tren yang berkembang dengan pesat saat ini. Hal ini membangkitkan daya dorong baru di ladang misi. Hal itu datang dari bangsa-bangsa di dunia ketiga. Misionaris dari Amerika dapat bekerja dengan gerakan Allah ini! Sebab, "buah yang menetap" adalah tujuan kita. Bagaimana hal ini bisa terpenuhi? Paulus, yang merupakan misionaris besar pada abad pertama, adalah model teladan yang paling baik. Ia adalah penginjil besar. Kebanyakan kita membaca bahwa ia memberitakan Injil (hanya ada beberapa pengecualian, tapi yang paling penting untuk dicatat adalah pelayanannya selama beberapa tahun mengajar di Efesus). Namun, ia memunyai tim pengajar terbaik, yakni Timotius dan Titus, walaupun masih ada yang lainnya, (Kisah Para Rasul 20:4), yaitu mereka yang dengan setia mendukung dari belakang. Kemudian, ia mengajari mereka firman Tuhan perihal bagaimana mereka harus hidup dan pergi melayani serta bagaimana mengajarkan hal itu kepada orang lain (2 Timotius 2:2).
Jika Anda berada pada posisi sebagai pembuat kebijakan finansial untuk mendukung misi, jadilah penatalayan yang bijaksana. Belajarlah pada para pembuat strategi misi untuk mengelola keuangan. Jangan membangun sebuah pelayanan yang terus tergantung pada subsidi Barat setelah lembaga itu berubah menjadi pelayanan lokal. Janganlah mengajari orang-orang untuk menerapkan metode-metode untuk meminta segala sesuatu yang sebenarnya tidak dibutuhkan dalam kebudayaan mereka, seperti gedung-gedung besar dan mewah, buku-buku yang mahal, mobil, dan seterusnya. Jangan biarkan kesederhanaan Injil diselimuti kemewahan dalam menjangkau kebudayaan lokal.
Ada cara tambahan untuk menyelamatkan uang misionaris. Mereka menemukan bagaimana kita menata kekayaan yang dipercayakan kepada kita kembali ke lingkungan kita.
Sumber-Sumber Pendanaan di Balik Layar
Suatu kerja sama Kristen menawarkan kemungkinan yang luas guna menata kekayaan yang telah diberikan Allah kepada kita. Share Inc. dari San Diego, California, kini menerima publikasi nasional sebagai suatu model proyek komunitas dengan suatu visi untuk melayani kebutuhan orang-orang secara ekonomi. Hal itu bisa diadopsi untuk setiap hal yang mulia. Misalnya, menyangkut makanan atau pakaian dan kebutuhan-kebutuhan rumah tangga. Semua ini merupakan suatu kerja sama Kristen yang paling baik dalam memberi dukungan finansial untuk perluasan Kerajaan Allah.
Pada abad pertama, orang-orang Kristen "merasakan pemerataan dalam hal kepemilikan harta" (Kisah Para Rasul 4:32). Pada masa kini, kita bisa membagi aset barang-barang kita. Caranya, memberikan kesempatan bagi orang lain untuk membeli aset tersebut melalui paket hemat. Dengan begitu, kita dapat menyuplai barang-barang gratis dan dioperasikan dengan sukarela (jadi, tenaga dibayar untuk memperlancar operasional). Cara seperti ini akan memberikan hasil yang baik bagi misi. Sudah tentu ada peraturan-peraturan pemerintah yang harus dipatuhi. Dan hal itu pun menuntut keuletan dan kesungguhan pelaku bisnis. Namun, hasil pendanaannya lebih banyak digunakan untuk para pekerja lapangan atau untuk membiayai studi Alkitab para pendeta lokal, atau tim perintisan gereja yang dinilai energik.
Apa yang akan ditata oleh pasar dalam lalu lintas perdagangan, selalu berorientasi pada keuntungan (profit oriented), sebagaimana perumpamaan tentang talenta yang dikemukakan Tuhan Yesus. Namun, hasil keuntungan itu tidak mungkin hanya mereka simpan di bank. Itu sebabnya pimpinan harus kreatif untuk berpikir dan melakukan berbagai terobosan baru guna menggandakan uang hingga mencapai bunga 10 persen. Tapi, jangan berlaku seperti sang hamba yang tidak setia, yang dicerca karena tidak menggandakan uang tuannya (Matius 25:14-30). Mungkin Anda bisa melibatkan mereka yang mengetahui bagaimana mengupayakan agar semakin banyak orang di persekutuan Anda tertarik proyek minat dana bersama ini, karena di sini memang dibutuhkan suatu kecakapan khusus untuk menggarap bisnis ini secara cermat dan hati-hati.
Sumber keuangan untuk kepentingan ini memang bertahan baik karena tersedianya uang dalam kurun waktu yang panjang bagi pelebaran Kerajaan Allah. Sayangnya, metode semacam ini sering dilecehkan oleh beberapa organisasi Kristen. Walaupun demikian, bidang ini menuntut kita untuk berlaku sebagai penatalayan yang setia. Jutaan dolar setiap tahunnya tersalur ke kas negara, sementara sekitar 60 persen dari penduduk kita mati tanpa dikehendaki! Oleh karena itu, pengelolaan jenis ini menuntut adanya pengetahuan konsultasi yang baik. Dengan begitu, kita bisa membangkitkan dana bagi misi untuk memperluas kerajaan-Nya demi kemuliaan nama-Nya.
Secara umum, dana misi dan pelayanan lain umumnya masih tergantung pada bantuan dana dan donasi, baik perorangan maupun masyarakat. Hal ini menuntut banyak sekali pekerjaan, terutama untuk menyusun proposal-proposal. Tentu saja akan lebih banyak orang atau lembaga yang akan berkata "tidak" daripada yang menanggapinya dengan "ya". Akan tetapi, harus diingat bahwa jutaan dolar uang tersedia bagi kelompok yang tepat, yang melakukan hal yang benar serta menuliskan proposal dengan baik pula.
Adalah sesuatu yang sudah lazim dan diterima dalam dunia industri untuk menerapkan dana sandingan untuk hal-hal yang berguna. Cara pendanaan seperti ini biasanya digunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Bagaimanapun juga, pajak sama bermanfaatnya baik pada organisasi nonprofit maupun perusahaan. Dana sandingan itu kemungkinan akan bekerja lebih baik, misalnya untuk pelaksanaan beberapa proyek khusus di negara-negara dunia ketiga. Apakah Anda mengenal seorang pensiunan bank atau seorang manajer keuangan yang pandai dan berpengalaman bertahun-tahun dalam bidang keuangan? Doronglah ia untuk memanfaatkan keterampilannya bagi Sang Guru, untuk menata sumber-sumber keuangan seperti ini. Jangan-jangan orang itu adalah Anda.
Beberapa orang mengklaim, "Tak ada pemotongan (deduksi)," dan mengizinkan pemerintah untuk menggunakan uang mereka, dengan tingkat bunga tahunan yang sesuai, sehingga mereka dapat menggunakan bunga uangnya untuk "penghematan yang mendesak". Akibatnya, begitu banyak manfaat dan keunggulan yang dibiarkan menganggur demi penghematan yang jumlahnya paling tidak setara dengan tingkat bunga bank! Dana semacam itu sebenarnya bisa Anda gunakan untuk mendanai pekerja misi lintas budaya.
Jikalau Anda memunyai properti sendiri, Anda dapat memanfaatkannya untuk mendapatkan dana guna mendukung pelayanan misi lintas budaya, misalnya dengan cara menyewakan atau menjadi agunan utang di bank.
Bentuklah dewan penasihat keuangan untuk mengaji dan memertimbangkan setiap usulan dari orang-orang yang dapat dipercaya, yang juga mengerti masalah-masalah keuangan secara baik. Juga, manfaatkan jurnal-jurnal yang bisa Anda pelajari. Yang jelas, Roh Kudus akan menuntun tindakan rohani Anda untuk mendapat tambahan uang secara kreatif bagi pelayanan lintas budaya. Krisis ekonomi dunia menjadi berita utama setiap hari: negara-negara anggota OPEC yang mengadakan konferensi di Timur Tengah, memengaruhi harga minyak bumi di Barat. Bangsa-bangsa yang paling banyak mengonsumsi minyak, mengimpor produk-produk dari negara-negara miskin dengan harga murah. Sementara, barang-barang pabrik yang mereka kirim ke negara-negara miskin itu sering kali dijual dengan harga yang sangat mahal. Perusahaan-perusahaan multinasional memborong tanah untuk memproduksi barang-barang yang mereka ekspor, sekaligus mengimpor bahan makanan yang mereka jual dengan harga tinggi pada warga lokal. Para produsen membuang 1 juta ton gandum ke laut hanya untuk menjaga agar harga pasar tetap tinggi. Sementara secara tidak sadar, tidak sedikit orang Kristen mengabaikan keadilan dengan menyumbang kepada ketidakadilan ekonomi dunia serta menganggap enteng tanggung jawab dan menyederhanakan persoalan dengan berkata, "Apa yang bisa dilakukan oleh seseorang?" Ternyata respons Allah adalah tetap dan tunggal, "Akan tetapi barang siapa yang memiliki barang-barang dunia dan melihat saudaranya berada dalam kekurangan dan mengeraskan hatinya terhadap saudara itu, bagaimana kasih Allah tetap tinggal dalam dirinya?" (1 Yohanes 3:17). Atau, firman Tuhan yang lebih keras lagi dalam Amsal 24:11-12.
Dalam segala bidang, kita harus memertimbangkan bahwa pengaruh dari satu orang itu memang kecil. Akan tetapi, satu hal, satu per satu kita akan berdiri di hadapan-Nya dan memberi pertanggungjawaban atas apa yang kita kerjakan, "Apa itu dari kayu, rumput kering, jerami, emas, perak, dan batu-batu permata!" (1 Korintus 3:12-13).
Kita harus tetap berlaku "setia ... di dalam hal kekayaan orang-orang yang tak benar, sehingga Tuhan akan memercayakan kepada kita kekayaan yang benar." (Lukas 16:1-12).
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Melayani sebagai Pengutus; Kiat Jitu Mendukung Misionaris Profesional |
Judul asli buku | : | Serving as Senders |
Penulis | : | Neal Pirolo |
Penerjemah | : | Tim Om Indonesia |
Penerbit | : | OM Indonesia, Jakarta |
Halaman | : | 73 -- 79 |
Oleh: Yulia Oeniyati
Belakangan ini, ada semacam tren yang mengasumsikan bahwa gereja yang maju harus memiliki situs. Maka tidak heran jika situs-situs gereja mulai bermunculan bak jamur di musim hujan. Memang merupakan suatu kebanggaan tersendiri ketika kita melihat nama dan foto gereja kita terpampang di internet.
Jika ditanya, mengapa gereja perlu punya situs, alasan paling klise yang muncul adalah supaya komunikasi antara gereja dan jemaat menjadi lebih lancar. Tapi ada juga alasan lain, yaitu sarana situs akan membuka kesempatan bagi masyarakat luar untuk mengenal gereja kita. Alasan-alasan tersebut tentu tidak salah, walaupun sebenarnya tidak cukup.
Fakta membuktikan bahwa usia situs-situs gereja seperti ini sangat pendek. Beberapa bulan setelah diluncurkan, situs-situs ini tak ubahnya seperti kota mati. Bagi Anda yang sering mengamati perkembangan situs-situs Kristen mungkin sudah biasa melihat situs-situs baru yang muncul dan "mati" hampir pada saat yang bersamaan. "Mati" di sini bukan berarti adanya masalah teknis sehingga situs tidak bisa diakses. Situs-situs ini masih ada dan bisa dilihat, tetapi tidak lagi memiliki tanda-tanda kehidupan karena selain sepi pengunjung, situs ini juga tidak punya relevansi dengan dunia sekitarnya. Mengapa bisa seperti itu?
Yang menjadi masalah adalah banyak gereja yang membuat situs hanya untuk tujuan internal saja, yaitu untuk kepentingan kalangan gereja sendiri. Jika situs ini dibangun hanya untuk memperkenalkan gereja saja, keberadaan situs ini tak ubahnya seperti sebuah brosur (elektronik) yang hanya perlu dilihat sekali setelah itu diabaikan. Tidak ada orang yang akan melihat visi, misi dan foto gereja berkali-kali (kecuali arsiteknya, mungkin) karena informasi-informasi itu jarang sekali berubah. Kalau situs gereja hanya berisi informasi seputar gereja dan kegiatannya, situs ini hanya akan dikunjungi sekali dan setelah itu good luck.
Bagaimana menghindarkan diri dari keadaan seperti ini? Mengapa gereja perlu memiliki situs? Apa yang membuat situs gereja hidup?
Membangun sebuah situs, baik itu situs gereja ataupun situs lain, tidaklah sulit, tetapi membuat situs Anda hidup dan terus dikunjungi orang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Untuk itu, pertama-tama kita harus mengetahui sifat media situs/internet dan bagaimana komunitas situs terbentuk.
Tidak seperti media TV, video, radio, atau literatur cetak yang mengomunikasikan pesannya secara linear ke suatu arah, cara media situs adalah dengan menarik pengunjung. Dibandingkan dengan pemakai media lain yang pasif (tidak ada pilihan lain kecuali apa yang sudah disajikan), pengunjung situs memiliki peran yang jauh lebih aktif dalam memilih halaman-halaman situs mana yang ingin mereka kunjungi. Mereka hanya akan berkunjung ke halaman yang mereka cari dan minati. Halaman-halaman lain yang tidak diminati tidak akan dibuka meskipun menurut Anda halaman-halaman tersebut lebih menarik. Pengunjung memiliki kuasa (kontrol) penuh untuk melanjutkan "jalan-jalan" (browsing) mereka di situs Anda atau tidak.
Perbedaan lain antara internet dan media-media lain adalah dalam hal interaktivitasnya. Pengunjung tidak hanya dapat memilih halaman mana yang ingin dikunjungi, tapi mereka juga dapat mengirim umpan balik atau masukan kepada webmaster-nya secara langsung. Mereka bisa mengajukan pertanyaan, meminta nasihat, atau memberi komentar dengan sangat mudah. Dari menemukan bahan dan informasi yang mereka cari, mereka mulai membangun interaksi/hubungan dengan pemilik situs. Hubungan demi hubungan semakin terjalin, bahkan tidak hanya dengan webmaster-nya, tapi juga antarpengunjung. Ketertarikan para pengunjung untuk saling mengenal dan berhubungan adalah hal yang wajar walaupun mereka tidak pernah bertatap muka. Terutama jika melalui situs itu mereka menemukan menemukan minat, hobi, dan kepentingan yang sama. Hubungan-hubungan inilah yang akhirnya menciptakan suasana komunitas yang hidup yang kemudian menjadi unsur penting bagi kelangsungan situs ini. Pengunjung menjadi sangat betah karena mendapat tanggapan, pelayanan, dan perhatian yang kemudian menimbulkan perasaan saling memiliki, termasuk rasa memiliki situs tersebut.
Mengembangkan Situs Gereja Menjadi Situs Penginjilan
Nah, bagaimana mengaplikasikannya untuk pengembangan situs gereja? Pikirkan kembali tujuan dibangunnya sebuah situs gereja. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, situs gereja yang hanya memiliki tujuan internal (untuk kalangan jemaat sendiri saja), jangan harap dapat berkembang (kecuali gereja Anda memiliki jemaat di atas 20.000 orang). Silakan simak beberapa pemikiran tentang tujuan dibangunnya situs gereja di bawah ini.
Gereja yang mengikuti prinsip Alkitab, seharusnya tidak menutup diri. Karena di mana pun mereka berada, mereka merupakan perpanjangan tangan Tuhan untuk menjangkau dunia. Oleh karena itu, tujuan membangun sebuah situs gereja seharusnya dikaitkan erat dengan misi penginjilan yang Tuhan utuskan bagi gereja. Melalui situs gereja, dengan metode yang tepat, Anda juga bisa menjangkau orang-orang di luar gereja secara efektif. Mungkin Anda akan berkata, "Bukankah orang-orang non-Kristen yang berkunjung ke situs kami belum tentu akan berkunjung ke gereja kami?" Tentu saja tidak! Gereja Anda bukan satu-satunya gereja yang ada di dunia ini, bukan? Di sinilah masalah terbesar. Orang Kristen seharusnya memiliki pola pikir Allah, bukan pola pikir manusia. Pola pikir Allah adalah memenangkan orang-orang non-Kristen untuk menjadi pengikut Kristus. Pola pikir manusia adalah membawa orang-orang non-Kristen untuk menjadi anggota gerejanya.
Mari kita perluas pandangan dan jangkauan kita. Gereja lokal adalah bagian dari Gereja Tuhan yang am (universal). Gereja lokal dipanggil untuk memberitakan Kabar Sukacita Kristus kepada dunia yang belum diselamatkan. Pelayanan situs gereja Anda, yang tidak dibatasi oleh tempat dan waktu, dapat menjangkau dunia kapan pun dan di mana pun mereka berada. Dengan memakai strategi yang tepat, situs gereja Anda dapat menarik orang datang dan mengenal kasih Kristus. Jika memerlukan pelayanan lanjutan, mereka bisa dibimbing atau digembalakan di gereja terdekat di mana mereka berada.
Bagaimana membuat situs gereja Anda menjadi situs yang memiliki misi penginjilan? Apa saja yang bisa disajikan dalam situs gereja untuk menarik orang non-Kristen datang dan berkunjung dan mengenal kasih Kristus? Berikut beberapa ide dasar yang bisa Anda pakai untuk memikirkan perkembangan situs gereja Anda sesuai dengan keadaan dan visi gereja Anda saat ini.
Informasi Pariwisata
Kota di mana gereja Anda berada pasti memiliki tempat-tempat menarik untuk dikunjungi orang-orang dari kota lain (tempat rekreasi, museum, shopping mall, tempat pembuatan kerajinan tangan, sekolah khusus, dll.). Sediakan informasi yang cukup tentang tempat-tempat tersebut di sudut situs Anda sehingga jika ada orang yang tertarik, mereka bisa menemukannya. Tambahkan tautan (link) ke situs-situs pariwisata jika mereka ingin mendapatkan informasi lebih banyak lagi. Masukkan juga informasi gereja Anda sebagai salah satu tempat yang patut dikunjungi untuk berbakti pada hari Minggu kalau kebetulan mereka berkunjung ke kota Anda pada hari Minggu. Ini bisa menjadi cara efektif untuk mempromosikan gereja Anda, bukan?
Berita-berita Lokal atau Nasional
Tidak ada salahnya situs gereja menampilkan berita-berita aktual untuk mereka yang sedang mencari berita-berita terkini. Jika perlu, pasang sindikasi dari situs-situs berita terkenal sehingga Anda selalu mendapatkan berita terbaru. Semakin banyak fasilitas umum dan sumber-sumber bahan tersedia, situs Anda akan semakin menarik orang non-gereja untuk datang.
Berbagai Tips Kesehatan
Banyak orang di luar gereja yang bertanya kepada orang-orang Kristen tentang tips kesehatan. Celakanya, orang-orang Kristen hanya bisa menjawab dengan satu kata, yaitu "berdoa", sehingga membuat orang-orang non-Kristen tidak lagi ingin melanjutkan pembicaraan. Jika kesehatan adalah topik yang banyak menarik orang non-Kristen, mengapa Anda tidak menyediakan informasi tersebut di situs Anda? Sediakan juga tempat konsultasi kesehatan secara tersambung (lewat surel), maka akan ada banyak orang yang bisa Anda layani secara personal dan membuat hubungan yang perlu didoakan supaya akhirnya dapat membawa mereka kepada Kristus.
Halaman untuk Anak
Ada banyak alasan mengapa para orang tua kurang percaya menyerahkan anak-anak mereka pada situs-situs anak umum. Selain masalah kurangnya nilai-nilai moralitas, juga masalah etika, kekerasan, dll.. Keberadaan halaman anak pada situs-situs Kristen atau gereja akan membuat mereka merasa lebih aman menyarankan anak-anak mereka untuk berkunjung. Alasannya, situs-situs Kristen tidak mungkin mengajarkan kekerasan dan bahasa-bahasa vulgar kepada anak-anak. Kedatangan anak-anak ini ke situs gereja Anda akan menjadi jembatan bagi orang tua untuk mendapatkan bahan-bahan lain yang tersedia di situs Anda, juga untuk mengenal gereja Anda, serta membuat hubungan yang lebih dekat kepada Kristus.
Masalah Pernikahan dan Keluarga
Ketika seseorang mengalami masalah pernikahan dan keluarga, siapa pun mereka: orang Kristen atau non-Kristen, tidak akan segan-segan datang ke situs apa saja untuk mendapatkan pertolongan. Menyediakan berbagai nasihat dan saran-saran bagaimana membangun rumah tangga yang sukses, akan menarik banyak pengunjung ke situs Anda. Apalagi kalau Anda menyediakan ruang konseling tersambung (lewat surel). Ini menjadi kesempatan luar biasa untuk menolong mereka dan mengenalkan mereka pada Kristus, Perancang dan Pemelihara pernikahan.
Kesaksian Hidup Para Jemaat
Banyak petobat baru yang tidak ingin langsung mendengarkan khotbah yang panjang tentang kekristenan, tapi lebih senang mendengar kisah nyata dari orang-orang Kristen yang mengalami berbagai masalah hidup. Selain tidak merasa digurui, mereka juga merasa lebih aman untuk mengetahui kekristenan dari orang-orang yang telah mengalaminya. Oleh karena itu, kisah-kisah nyata, seperti kesaksian dari jemaat di gereja, dapat menarik orang-orang non-Kristen atau petobat baru untuk mengenal kasih Kristus. Pakailah bahasa yang bersahabat, informal, dan hindarkan jargon-jargon Kristen agar pengunjung tidak merasa kaku.
Masih banyak ide lain yang bisa Anda kembangkan sendiri. Beberapa contoh di atas kiranya dapat menjadi inspirasi bagaimana Anda dapat mengubah situs gereja Anda yang dulunya hanya untuk kalangan sendiri, menjadi situs yang hidup dan ramai dikunjungi karena memberi relevansi kepada dunia yang membutuhkan kasih Kristus.
Catatan:
e-JEMMi 37, juga menyajikan artikel yang akan menolong Anda membangun situs penginjilan yang baik. Jika Anda belum mendapatkannya, silakan berkunjung ke arsip e-JEMMi di:
==> < http://www.sabda.org/publikasi/misi/2007/37/ >
Silakan simak juga kolom Tips Misi "Tips Mengembangkan Situs Gereja" di edisi ini.
Supaya bisa berfungsi sebagai satu tubuh, jemaat/gereja sebagai Tubuh Kristus dalam lingkup kehidupan yang lebih kecil, membutuhkan anggota-anggota tubuh yang lain. Tubuh memerlukan mulut sehingga Tuhan memilih beberapa nabi dan pendeta atau para pengajar. Tubuh perlu berfungsi secara "sopan dan teratur" sehingga Tuhan memberikan karunia kepada beberapa orang untuk mengatur administrasi.
Tuhan kadangkala membutuhkan seseorang yang senantiasa "dibutuhkan kehadirannya seperti apendiks atau lampiran pada buku", karena menjangkau keluar adalah salah satu fungsi utama gereja, seperti yang Tuhan katakan, "Ladang adalah dunia ini" (Matius 13:38), maka Allah telah menempatkan setiap bagian tubuh untuk melayani pelayanan lintas budaya.
Di banyak gereja, pekerja lintas budaya tidak diberikan kesempatan untuk menggunakan talenta mereka. Jadi, mereka duduk diam dan bertanya-tanya, "Untuk apa aku di sini?" Mereka barangkali mencoba mencari pelayanan di bidang yang lain, namun mereka selalu merasa tidak cocok untuk pelayanan tersebut. Oleh karena itu, dengan frustrasi mereka berpindah dari satu pelayanan ke pelayanan yang lain, atau dari satu gereja ke gereja yang lain. Gerejalah yang bertugas membantu mereka memperkenalkan jenis pelayanan lintas budaya dan melatih mereka untuk menjadi bagian dari pelayanan ini.
Ketika Barnabas dan Paulus pulang dari Yerusalem ke Antiokhia dengan membawa hasil laporan pertama para rasul, maka gereja segera mengidentifikasi talenta-talenta setiap orang dan menempatkan lima orang yaitu para nabi dan para pengajar, termasuk para pemimpin gereja. Lalu, melalui doa dan puasa, gereja mendengarkan suara Roh Kudus mengatakan, "Aku menginginkan Barnabas dan Saulus untuk beberapa tugas lintas budaya." (Terjemahan bebas dari Kisah Para Rasul 13:1-2, Red). Orang-orang percaya dalam persekutuan Anda harus mengambil inisiatif di dalam proses misi dengan mengidentifikasi talenta-talenta yang ada pada pelayanan lintas budaya gereja Anda dan mengizinkan mereka menggunakan karunia-karunia mereka.
Suatu persekutuan misi di gereja dapat menjadi tempat ujian yang ideal bagi para calon utusan Injil yang potensial. Di bawah pengarahan seorang jemaat awam atau anggota majelis yang percaya bahwa mereka dapat menjadi bagian dari pelayanan lintas budaya -- mereka dapat mempelajari semua aspek misi. Mereka dapat ditantang untuk menjalankan tugas menjangkau jiwa dengan pelayanan lintas budaya. Mereka dapat mempraktikkan seni mendukung utusan Injil secara moral, termasuk urusan logistik, dengan melayani melalui lembaga misi di kota Anda. Sebagai orang-orang yang berpotensi untuk pergi ke ladang-ladang misi, mereka dapat melakukan misi jangka pendek atau perjalanan misi singkat untuk mendapatkan pengalaman. Dan mereka yang diidentifikasikan memiliki talenta sebagai pengutus, dapat menggunakan karunia mereka.
Pendeta, panitia misi atau persekutuan, janganlah menjadi orang terakhir yang mengetahui bila seorang anggota dari gereja Anda turut terlibat dalam misi! Ambillah inisiatif, buatlah kegiatan untuk menjangkau pelayan lintas budaya sebagai bagian visi Allah yang telah diberikan kepadamu.
Memelihara Tanggung jawab dalam Pelayanan
Pertanggungjawaban telah menjadi slogan dalam budaya kita. Bagaimana dengan orang-orang yang menjadikan prinsip "uruslah urusanmu sendiri" sebagai falsafah hidupnya? Toh, dari segala bangsa, ada ratusan pendeta dan pemimpin gereja yang tidak tahu apa-apa tentang apa yang mereka lakukan di luar gereja. Beberapa orang mengatakan: "Mereka bersama misi XYZ. Bukankah itu suatu misi yang baik?" Ya, sangat mungkin. Akan tetapi, apakah misi itu sesuai dengan tujuan pelayanan dari gereja Anda? Apa target pelayanan itu? Apakah kemampuan dan karunia sang utusan Injil sesuai dengan pekerjaan misi itu? Dimensi kedua dari tanggung jawab, antara lain: pada saat Anda yakin bahwa pekerja lintas budaya Anda itu terlibat dalam suatu pelayanan yang sesuai dengan talenta dan mandat dari gereja, Anda harus melakukan suatu evaluasi yang terus-menerus dan berkesinambungan untuk mengetahui apa saja yang telah dicapai dalam pelayanan itu. Laporan yang teratur dari supervisornya akan membantu Anda memantau pelayanan mereka. Bila utusan Injil Anda bekerja melalui suatu badan misi, maka usahakanlah jalur hubungan pertanggungjawaban tetap terbuka, jelas, dan masuk dalam persekutuan Anda. Ingatlah, utusan Injil ini masih bagian dari satu tubuh gereja Anda.
Laporan dari pekerja Anda itu harus diisi secara rinci. Usahakanlah menghubungi pekerja Anda secara berkala. Laporan pekerja lain di ladang pelayanan yang sama, kunjungan oleh seorang tua-tua gereja akan meyakinkan Anda bahwa pelayanan sungguh-sungguh berjalan sebagaimana mestinya. Di atas semuanya itu, hasil kerja mereka yang berangkat sebagai utusan Injil maupun yang melayani sebagai pengutus-pengutus, merupakan usaha dan pekerjaan suatu tim!
Memperkukuh Pertumbuhan Rohani
Betapa sedihnya hati kita tatkala menyimak beberapa laporan statistik yang menyatakan bahwa para pelayan lintas budaya, yang sebelumnya "mendengarkan suara Tuhan," dan yang mendapat dukungan penuh dari jemaat, ternyata lebih dari separuhnya tidak mampu menyelesaikan komitmen mereka alias gagal di tengah jalan. Kebanyakan di antara mereka tak sanggup melakukannya akibat kekeringan rohani. Mereka hanya sampai pada taraf mencoba untuk memberi lebih banyak dari apa yang mereka terima. Pemimpin gereja harus mendukung pertumbuhan rohani pekerja misi pada saat: 1. Sebelum sang misionari pergi; 2. Ketika mereka berada diladang misi; 3. Saat mereka kembali.
1. Mendorong Pertumbuhan Rohani Sebelum Mereka Pergi
Jemaat Antiokhia memberikan suatu teladan yang baik: Barbanas dan Saulus adalah pemimpin-pemimpin yang dewasa rohaninya, yang dipilih oleh Roh Kudus untuk suatu tugas yang sangat berat dan sukar. Karena itu, tidak terlalu sulit bagi kita untuk memahami mengapa faktor pengetahuan yang baik tentang Kitab Suci menjadi kualifikasi yang penting. Mereka juga mengajak Yohanes Markus untuk ikut bersama mereka. Tetapi, kenyataannya, ia tidak siap dan belum matang. Buktinya, tatkala mereka menemui kesulitan, ia meninggalkan mereka! Beberapa tahun kemudian, Paulus merasa bahwa Yohanes Markus pun masih belum siap (Kisah Para Rasul 15:38). Namun, beberapa tahun setelah itu, Paulus meminta agar Timotius membawa serta Yohanes Markus, karena "ia sangat membantu dalam pelayananku" (2 Timotius 4:11). Kerinduan seseorang yang mau dan bersedia pergi tidak berarti bahwa ia telah siap untuk diutus. Ada gereja yang berbuat begini: Setiap orang yang berpikir dan merasa bahwa ia adalah bagian dari Tubuh Kristus dalam pelayanan lintas budaya, maka orang itu dianjurkan agar selalu menghadiri persekutuan misi yang dipimpin oleh seorang koordinator lintas budaya. Di sinilah mereka secara teratur diekspos bagi pelayanan lintas budaya melalui doa syafaat bagi bangsa-bangsa diseluruh dunia, baik mendengar pengajaran dari para pembicara melalui pelayanan video dan berbagai kesempatan pelayanan, maupun beragam perjalanan pelayanan rohani.
Apabila seseorang, atau keluarga (pasangan suami-istri) maupun kelompok, merasakan panggilan untuk menjadi utusan Injil, maka orang tersebut mulai berhubungan dengan pendeta senior dalam pelatihan pemuridan. Setelah ia diangkat dalam posisi kepenatuaan di gereja dan aktif dalam suatu kurun waktu tertentu, maka ia pun siap untuk pelatihan misi lintas budaya, dan mau membangun tim pendukung pribadi. Gereja harus mengutus seorang pekerja yang memenuhi syarat dan memiliki kredibilitas; ia harus tahu apa yang ia percayai dan mengapa ia mempercayainya. Kepercayaan itu dapat ia peroleh melalui kombinasi dari berbagai macam pelatihan dan program persiapan. Selain itu, gereja harus mengutus orang yang telah dilengkapi dengan keterampilan dasar dan pengajaran yang dalam tentang Kristus, serta memahami berbagai kebudayaan, seperti kebudayaan Asia, Yunani, dan Ibrani, sehingga ia dapat mengerti budaya dari negeri yang akan dimasukinya. Dengan begitu, ia dapat melakukan pemberitaan Injil dengan menggunakan konteks yang sesuai dengan kebudayaan setempat.
Para pengutus, harus mengutus orang yang telah dilatih dalam hubungan antar-pribadi (inter-personal relationship). Sebab, kekurangan dalam hal inilah yang menjadi alasan terbesar ambruknya para utusan Injil di ladang pelayanan. Gereja harus mengutus orang-orang yang berjiwa besar yang mau belajar, dan tidak pernah merasa telah mencapai pengetahuan akan kebenaran secara lengkap (2 Timotius 3:7). Atau, orang yang senantiasa mau diisi pengetahuan dan pengenalannya akan Allah (Kolose 1:10).
2. Mendorong Pertumbuhan Rohani di Ladang Misi
Ketika seorang pelayan lapangan dibebani dengan urusan penghidupannya di rumah (lihat 2 Timotius 2:4), dan terhanyut dalam kesibukan pelayanan yang begitu menumpuk, sangat mudah baginya untuk mengabaikan kehidupan rohaninya. Itu sebabnya, ia harus selalu bekerja keras bagi Pokok Anggur yang benar, sehingga apabila ada carang-carang yang rusak mesti dikerat atau dipangkas, agar pohon anggur itu tetap bersih, terpelihara, dan menghasilkan buah yang lebat. Sebaliknya, apabila pohon anggur itu tidak diurus dengan baik, maka beragam doa yang dinaikkan kepada Allah dan pembacaan Alkitab, serta belajar firman Allah, hanyalah merupakan rutinitas belaka. Akibatnya, si pekerja lintas budaya itu pun gugur dimakan 'virus' kekeringan rohani.
Penulis kitab Ibrani berkata, "Janganlah kita terus-menerus meletakkan pengajaran dasar, seperti memberikan susu kepada balita, tetapi baiklah kita memberikan makanan keras agar ia bisa bertumbuh ke tingkat kedewasaan yang penuh" (Ibrani 5:12-6:3). Meski pekerja Anda itu tidak mendengarkan siaran di stasiun radio Kristen, pelayanan firman Allah di stasiun TV, serta selusin seri pelajaran Alkitab untuk bisa dipilih setiap minggunya, ia tidak perlu merasa malu. Yang penting adalah bahwa pekerja Anda harus setia mempelajari Alkitab sebagai sumber kebenaran itu. (2 Timotius 2:15) Ia harus senantiasa "memberi makan" kehidupan rohaninya. Anda mungkin dapat membantunya dengan mengiriminya rekaman-rekaman kaset tentang pelajaran Alkitab atau barangkali Anda bisa belajar bersama-sama dengan dia melalui surat-menyurat membahas kitab demi kitab dalam studi Alkitab.
Sebuah keluarga utusan Injil di Peru, dikirimi oleh gereja mereka rekaman studi Alkitab melalui kaset. Mereka segera mendengar kaset-kaset itu dalam kelompok studi Alkitab bersama anggota-anggota pelayanan yang lain. Ketika mereka mulai mendengarkan beberapa bait lagu-lagu rohani lewat kaset-kaset itu, timbul kerinduan mereka akan musik-musik Kristen. Puji Tuhan! Kerinduan itu segera terpenuhi ketika sebuah stasiun radio amatir mengumandangkan pujian rohani Kristen. Bahkan, dari stasiun ini mereka dapat meminta beberapa kaset musik Kristen lainnya.
3. Mendorong Pertumbuhan Rohani Ketika Mereka Pulang ke Rumah
Utusan Injil Anda mungkin akan pulang untuk waktu yang singkat, sebelum kembali lagi ke ladang misi. Cobalah cek temperatur kehidupan rohaninya. Banyak yang dihujani dengan sejumlah ide-ide, perbedaan nilai dan kepercayaan. Apakah ia masih berpegang teguh pada Batu Karang? Adakah perubahan dalam cara berpikirnya? Kemungkinan, dia membutuhkan peneguhan dalam imannya. Lebih serius lagi, ia barangkali perlu menyatakan kembali dasar-dasar iman Kristennya. Beberapa pokok atau doktrin yang agak miring, bisa saja datang dari tim yang bergabung dengannya, yang berasal dari organisasi lain.
Jika pekerja Anda telah pulang ke rumahnya untuk menangani suatu pelayanan baru di tempat asalnya, Anda tidak boleh beranggapan bahwa kehidupan rohaninya akan berjalan terus. Di rumahnya, ia mungkin dihujani oleh ilah-ilah materialisme dan kenikmatan hidup. Hal ini dapat membawa efek negatif pada pengajarannya. Usahakan agar ia masih tetap membagikan apa yang "pertama-tama ia terima dari Tuhan" dan tetap mengobarkan kasih mula-mula (1 Korintus 15:3).
Ada keluarga tertentu menjalani petualangan misi selama dua tahun di Asia Timur Jauh. Mereka kembali ke Amerika Serikat guna memulai lagi pelayanan kurang lebih 15 tahun kemudian. Atas bimbingan pemimpin gereja mereka, mereka kemudian menyadari adanya serangan rohani yang begitu hebat yang dilancarkan kepada seluruh keluarga mereka di ladang misi. Karena itu, mereka lalu bekerja menghancurkan kuasa-kuasa kegelapan, mematahkan kebiasaan-kebiasaan yang merusak, dan mulai hidup dalam kemenangan dan kebebasan yang tersedia dalam Kristus. Dukungan dan doa terus menerus yang tulus dari anggota gereja ketika pertama kali kembali ke rumah mereka, semuanya itu merupakan cara terbaik untuk mengatasi berbagai persoalan yang datang menyerang mereka.
Diambil dari:
Judul buku | : | Melayani sebagai Pengutus |
Judul buku asli | : | Serving as Senders |
Judul artikel | : | Dukungan Logistik |
Penulis | : | Neal Pirolo |
Penerjemah | : | Tim Om Indonesia |
Penerbit | : | Yayasan OM Indonesia, Jakarta |
Halaman | : | 43 -- 49 |
"Mengapa aku harus menggunakan hidupku untuk menjangkau 'saudara sepupu' yang sangat tidak responsif?" Pertanyaan ini mungkin membuat kita bingung. Saya sendiri tidak dapat menjawab dengan cepat masalah yang menjadi pergumulan saya secara rohani selama 20 tahun! Mungkin kita sama seperti Thomas, ragu-ragu. Apakah merupakan hal yang bijaksana mengurbankan waktu bagi "saudara sepupu" yang sama sekali tidak responsif.
Batu-Batu Sandungan Kita
1. Penghalang Psikologis
Batu sandungan pertama yang perlu diatasi dalam melakukan pelayanan di "dunia sepupu" adalah pikiran dan sikap kita, yang merupakan penghalang psikologis. Apakah kita bersedia menyerahkan hidup kita di atas altar? Pernyataan dari Uskup Hill dapat menangkap inti permasalahan: "Perhatikan penyembah berhala yang tidak memiliki Kristus dan Anda akan menemukan sebuah altar ... dan kiranya Allah menolong Anda untuk menjadi korban persembahan." Tetapi siapa yang menginginkan altar seperti itu? Kebanyakan kita lebih memilih untuk mempersembahkan sesuatu yang lain, apa pun selain diri kita sendiri! Pisau itu terkenal keras, tajam, dingin, serta dipakai untuk memotong. Lebih mudah menyanyikan lagu bertemakan "mempersembahkan segalanya di atas altar", selama kita tidak perlu mempersembahkan diri kita di atasnya. Kita seharusnya menceritakan tentang penderitaan Kristus, Allah telah merencanakan/mengatur proses pembuatan buah yang memerlukan pengorbanan. Tetapi banyak orang dengan berbagai cara, mengubah altar menjadi sebuah panggung dan mencari pujian/tepuk tangan.
Kita harus menghadapi pertanyaan ini. Apakah kita terlibat dalam pelayanan Tuhan dengan tujuan untuk bersaing meraih sukses, untuk menunjukkan apa yang dapat kita lakukan, atau untuk membuktikan jati diri kita? Jika kita bersikap demikian, maka melayani "saudara sepupu" merupakan hal yang menakutkan dan membuat frustrasi. Allah lebih menghargai siapa diri kita atau apa yang telah Dia perbuat melalui kita. Karena itu, kita harus bersedia melayani sesuai dengan rencana Allah, meskipun hal itu berarti Allah memberikan akibat-akibat yang kita sukai ataupun yang tidak kita sukai.
2. Mentalitas di Garis Terendah
Penghalang subjektif lainnya, yang mengancam/membahayakan komitmen gereja untuk melayani "saudara sepupu", adalah mentalitas di garis terendah, yang menyatakan bahwa pertumbuhan adalah satu-satunya nilai yang penting. Orang-orang Barat cenderung untuk mengukur, yaitu membuat perbedaan ilmiah berdasarkan observasi dan kalkulasi matematika. Teori pertumbuhan gereja baru-baru ini menekankan pada penuaian, petobat yang dapat dihitung, dan gereja-gereja yang terbentuk. Jadi, misiologi kontemporer memberikan fondasi alkitabiah dan teoritis, yang mencari sukses berdasarkan pertumbuhan yang jelas. Ide pertumbuhan gereja menjadi anugerah terbesar bagi pelayanan misi. Hal ini menjadi koreksi terhadap pelayanan misi terdahulu, yang cenderung khawatir akan adanya panenan besar, dan menganggapnya sebagai bahaya terhadap tata ibadah dan doktrin.
Kita perlu waspada terhadap mentalitas di garis terendah yang juga dikembangkan sebagai hasil aplikasi dari pelayanan manajerial bisnis modern, metode ilmiah, serta penemuan-penemuan ilmu sosial. Jika diterapkan secara keras, akibatnya adalah pelayanan misi tidak bersedia menginvestasikan uang dan pekerjanya, di mana hasil-hasil yang dapat diukur tidak tersedia dengan cepat. Mentalitas ini tidak dapat memperoleh pembenaran alkitabiah dengan mendebat pernyataan bahwa kita harus siap untuk "mengibaskan debu dari kaki kita", saat mereka menolak pesan yang kita sampaikan. Sehubungan dengan buah yang jelas, harus diakui bahwa di masa lalu, pelayanan misi Kristen kepada "saudara sepupu" mengalami kegagalan di banyak tempat. Salah satu dari kegagalan tersebut adalah kekerasan dalam keyakinan mereka. "Saudara sepupu" mengizinkan penggunaan tekanan legal dan sosial, atau bahkan kekerasan secara fisik, baik dengan tujuan untuk mendapatkan anggota (tingkat pertama) dan untuk menguasai anggotanya (tingkat kedua). "Saudara sepupu" cenderung memilih sarana-sarana perdamaian, tetapi ada banyak kasus tentang penggunaan tekanan dan kekerasan untuk melawan orang-orang yang "mengingkari" mereka. Tetapi, setiap ideologi yang harus menggunakan kekerasan untuk mempertahankan pengikutnya, sedang mengakui kelemahan-kelemahan yang menjadi sifatnya. Membangun Tembok Berlin tidak membuktikan menariknya komunis. "Qur'anic Curtain" (Tirai Qur'anic) tidak membuktikan kekuatan "saudara sepupu".
Mentalitas di garis paling bawah dapat berarti lonceng kematian pelayanan misi untuk "saudara sepupu". Apakah utusan Injil akan memilih pergumulan yang terus-menerus di sepanjang hidupnya, ketika dia bisa mendapat pekerjaan di tempat lain dan dia dapat mengirimkan kisah-kisah suksesnya tentang sejumlah petobat yang ditolongnya kepada gereja-gereja dari tempat asalnya? Jawaban pertama untuk mentalitas di garis paling bawah adalah dengan menyadari bahwa setiap garis batasan yang dibuat manusia bukanlah garis batasan akhir. Batasan akhir sesungguhnya adalah Hari Penghakiman, saat kita berdiri di hadapan Kristus dan dihakimi. Hal ini tidak berarti bahwa kita tidak perlu membuat batasan sama sekali, tetapi yang terbaik batasan-batasan tersebut hanyalah "batasan sementara". Jadi, marilah kita mengizinkan Allah untuk menggambarkan garis batasan itu. Dengan kekuatan sendiri, kita secara efektif menghalangi setidaknya 1/6 penduduk dunia untuk mendengar Kabar Baik.
Jawaban kedua untuk mengatasi mentalitas di garis terendah adalah mengisi pikiran kita dengan "mentalitas penuaian". Tidak menjadi masalah bagaimana pada masa lalu "saudara sepupu" menentang Kabar Baik, setiap generasi baru adalah kesempatan baru bagi Allah yang tidak menghendaki setiap manusia binasa. Mentalitas penuaian memiliki 2 komponen yang menentukan: pengetahuan bahwa Yesus menyatakan bahwa masa ini adalah masa penuaian, di mana Dia telah mengalahkan setan dan bangkit dari kematian: "Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai" (Yohanes 4:35) dan iman bahwa Kabar Baik benar-benar merupakan kuasa Allah bagi setiap orang yang percaya. Jika kita ingin mengajak orang untuk beriman, kita harus beriman kepada Allah, tetap setia kepada janji-Nya, membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa di bumi (Wahyu 5:9-10). Setan tidak akan menang dalam membungkam Kabar Baik dari suku-suku di dunia. "Sukses" secara alkitabiah memerlukan ekspansi primer Kabar Baik kepada semua suku sampai ke ujung bumi. Ekspansi sekunder dalam semua suku sehingga setiap orang dimenangkan, bukanlah syarat pemenuhan tugas utusan Injil yang sukses.
Perumpamaan Yesus tentang penabur seharusnya meneguhkan hati kita. Sama seperti dalam perumpamaan, penabur saat ini tidak perlu merasa gagal saat tidak dapat menaburkan benih di seluruh ladang. Kita tidak perlu mengkritik penabur karena menabur benih di tanah berbatu, tanah yang penuh duri, atau di tanah dangkal. Penabur memiliki keinginan untuk menumbuhkan benih itu di atas semua jenis tanah. Dia tidak dapat menulis segala sesuatu, bahkan di tanah berbatu. Dia memiliki iman bahwa benih yang bagus dapat melekat di tanah-tanah yang paling keras dan dapat menghasilkan panenan yang berharga (Matius 13:3-9).
Batu Sandungan "Saudara Sepupu"
1. Inkarnasi
Kita seharusnya dapat bersimpati dengan pembelaan "saudara sepupu" terhadap inkarnasi yang merupakan batu sandungan terbesar. Apakah Allah benar-benar harus menangani semua permasalahan tersebut (seperti yang ditegaskan dalam kekristenan) untuk berurusan dengan "kekurangan" atau kelemahan manusia (penilaian "saudara sepupu" terhadap dosa)? Apakah manusia begitu jahatnya, sehingga Allah harus mengambil rupa manusia dan datang ke bumi untuk memperbaikinya? Apakah perjalanan Yesus sangat penting? Hal ini tidak dapat digambarkan kepada "saudara sepupu" bahwa Allah dapat rendah hati. Penjelasan bahwa Allah telah mengorbankan diri-Nya tidak dapat mereka pahami.
Hanya Roh Kudus yang dapat mengubah batu sandungan ini menjadi batu pijakan. Secara pasti, tidak ada pikiran manusia yang dapat memikirkan skema seperti itu -- dan kemudian kemuliaan di dalamnya serta menjadikannya dasar keselamatan merupakan konsep yang terlalu agung bagi beberapa pengkhotbah untuk dipahami dan diberitakan. Kita juga menyatakan tidak ada bukti bahwa Allah sangat mengasihi manusia, jika pengorbanan dari inkarnasi tersebut adalah salah. Inkarnasi adalah kasih dari Allah yang tidak terbatas. Pada kenyataannya, jika Allah mengasihi dengan sungguh-sungguh, maka kasih-Nya yang berlimpah itu hanya dapat dinyatakan melalui inkarnasi dan puncaknya adalah penyaliban. Cara lain untuk mendorong "saudara sepupu" memercayai inkarnasi adalah dengan mengarahkan pikirannya ke permasalahan yang sama dalam keyakinan mereka, sehingga mereka dapat dengan mudah menerimanya.
2. Wahyu
Konsep "saudara sepupu" tentang wahyu adalah berusaha melindungi firman Allah dari segala pengaruh manusia. Seperti Dewi Diana di Efesus, "Kitab Suci sepupu" dipandang sebagai firman yang datang langsung dari surga, tanpa menggunakan tangan manusia dan diberikan kepada manusia. Pandangan ini tampaknya lebih menghargai wahyu Allah dan hal tersebut menjadikannya sebagai pandangan yang tidak tergoyahkan, guna menghindari kompleksitas dari posisi Kristen, di mana Allah yang menjadi aktif dalam sejarah dan memberikan wahyu itu melalui api serta kesengsaraan dari penderitaan manusia.
Banyak "saudara sepupu" tidak menyadari bahwa banyak masalah telah melekat dalam sistem teologia mereka. Dalam semangat mereka untuk menjaga kemurnian dan otoritas firman Allah, mereka memahami wahyu sebagai sejenis "inkarnasi" dari Allah yang tidak terbatas, yaitu perkataan Allah. Karena Allah dan perkataan-Nya adalah kekal, maka "Kitab Suci sepupu" pastilah kekal. Sungguh ironis karena "Kitab Suci sepupu" yang menyangkal inkarnasi Kristus menganggap dirinya sendiri sebagai inkarnasi dari perkataan Allah. Jika Allah dengan kekuatannya dapat memberikan salah satu sifat-Nya dan mengirimkannya ke bumi dalam bentuk sebuah buku, maka tidaklah mustahil bagi Allah untuk menyatakan kepribadian-Nya dalam bentuk manusia yang diutus ke bumi. Ini bukannya kasus gereja membuat manusia menjadi dewa, tetapi karena Allah yang memiliki kuasa untuk menggunakan tubuh manusia yang Dia ciptakan pada mulanya. Yang dapat kita kerjakan untuk mengatasi batu sandungan ini adalah dengan mengubah fokus diskusi kepada pribadi Kristus, daripada memperdebatkan tentang buku atau konsep pewahyuan.
3. Tritunggal
Batu sandungan lain dalam pikiran "saudara sepupu" adalah konsepnya yang mantap tentang ke-Mahaesa-an Allah. Tidak suka dengan istilah Tritunggal, "saudara sepupu" percaya bahwa kita memiliki konsep trinitas. Ini bukan berarti kita menjawab pertanyaan mereka tentang 1+1+1=3 dengan jawaban 1x1x1=1. Jawaban yang lebih baik adalah dengan menggunakan simbol (- + - + - = -), tetapi jawaban ini lebih cenderung filosofis dan tidak alkitabiah. Permasalahan dasar dalam pemikiran "saudara sepupu" adalah mereka lebih memercayai keesaan secara matematis daripada keesaan kehidupan organis; keesaan yang abstrak daripada susunan keesaan kepribadian; Allah yang dingin dan jauh daripada Bapa yang ramah dan mengasihi.
Dalam usaha mereka untuk melawan politeisme, "saudara sepupu" mengungkapkan misteri yang menakutkan itu dengan istilah "Allah yang tidak dikenal". Bagi orang Kristen, untuk mengatasi batu sandungan ini, dia harus lebih memahami karakter Allah. Kita tidak menyembah "Allah" yang ditulis dengan huruf besar; kita secara pribadi perlu mengenal Bapa yang menjalin hubungan dengan manusia. Meskipun Tritunggal adalah unik, sehingga setiap ilustrasi yang dipakai untuk menggambarkannya selalu memiliki kekurangan, kita dapat menyatakan ciptaan Allah sebagai seseorang yang naik dari tingkat yang paling bawah dalam kehidupan ke tingkat yang lebih tinggi, dan kita menemukan kemajuan dari keesaan yang tunggal menjadi kesatuan dari kompleksitas. Setiap manusia adalah satu, tetapi dia memiliki kesatuan sel yang lebih kompleks. Apakah hal ini memuliakan Tuhan, yaitu dengan menganggap keesaan yang dimilikinya sama seperti sel tubuh? Jika keesaan manusia melibatkan aspek rohani dan juga jasmani, pastilah keesaan Allah tidak akan berkurang dengan memandang kompleksitas dengan cara demikian. Pikiran manusia dapat menerima kemungkinan tentang Allah yang kompleks sebagai satu kesatuan; hati manusia yang menyatakan kebutuhannya. "Saudara sepupu" percaya kepada "Kitab Suci sepupu" dan orang Kristen percaya kepada Yesus, menunjukkan bahwa mereka setuju akan pentingnya jembatan yang memisahkan antara Allah dan manusia. Kita mungkin dapat menyatakan jika Allah adalah manusia, maka hanya manusia yang mampu menyatakannya. Jika kita hanya memiliki buku, maka kita hanya dapat mengetahui tentang Allah, tetapi pribadi Allah tetap tidak kita kenal. Meskipun permasalahan teologi seperti Tritunggal dan ketuhanan Kristus tidak dapat dihindari, maka lebih baik tidak membicarakan hal tersebut di awal pertemuan, lebih baik mengawalinya dengan pembahasan dasar: bagaimana manusia dapat diselamatkan?
4. Salib
"Saudara sepupu" tidak memahami arti keselamatan dengan jelas. Jawaban beragam dapat diberikan untuk pertanyaan, "Bagaimana manusia diselamatkan?" Orang yang lebih liberal pasti menjawab selama seseorang memercayai satu Allah, maka dia dapat mengharap akan memperoleh keselamatan. Orang tradisional kemungkinan akan menjawab seseorang memercayai nabi-Nya dan percaya kepada satu Allah untuk mendapatkan keselamatan. Orang aliran keras akan mengatakan hidup kudus sebagai tambahan setelah memercayai Allah dan nabi-Nya dengan sungguh-sungguh. Orang fatalis menganggap bahwa seseorang tidak dapat merasa pasti akan keselamatannya, sementara itu ada juga orang yang membawa api penyucian untuk membayar dosa mereka.
Pribadi Kristus merupakan alat yang paling menarik untuk mengubah batu sandungan ini menjadi batu pijakan. Kasih Allah dinyatakan melalui ide pengorbanan yang juga dilakukan oleh "saudara sepupu" saat mengadakan festival tahunan, di mana seekor binatang dipersembahkan sebagai korban bakaran. Kita dapat menunjukkan dari kitab-kitab Musa bahwa sejak awal, para nabi mengetahui bahwa pengorbanan merupakan perintah Allah sebagai cara untuk memperbaiki hubungan dengan-Nya. Sejak zaman Adam dan Nuh, kita melihat bahwa Allah menerima pengorbanan persembahan. Abraham bersedia mempersembahkan anaknya untuk menaati perintah Allah menunjukkan betapa pentingnya arti persembahan. Jika "saudara sepupu" menegaskan bahwa anak Abraham yang akan dipersembahkan itu Ismael dan bukannya Ishak, maka kita perlu menghindari perdebatan itu dengan mengatakan bahwa siapa pun yang dikorbankan, prinsip pengorbanan merupakan suatu hal yang tidak dapat diingkari. Hal ini menyatukan tiga ide tentang keselamatan, pengorbanan, dan Yesus sebagai fokus diskusi kita, daripada kita membahas tentang beberapa teologia abstrak. Hal ini juga membawa kita kepada batu sandungan berikutnya -- Salib, di mana dalam beberapa cara, karakternya akan selalu dianggap sebagai batu sandungan, bahkan bagi orang Kristen, dan pada waktu yang bersamaan, Salib juga merupakan batu pijakan kepada keselamatan.
Kita telah menyadari hanya sedikit perangkap teologi yang ditanam Setan dalam "saudara sepupu". Kesaksian orang Kristen yang bijaksana akan mempelajari bagaimana menangkal setiap senjata "saudara sepupu", sehingga setiap kritikan yang dilontarkan dapat diubah menjadi hal yang positif bagi orang Kristen dan karya keselamatan-Nya. Dengan taktik ini, kita bekerja sama dengan Allah yang dengan senang hati akan mengubah senjata kematian dari Setan menjadi senjata yang membawa kehidupan. Senjata Allah adalah salib, kubur kosong, dan kesediaan untuk bersaksi.
Tetapi para utusan Injil dapat juga menyangkal salib dengan cara mereka sendiri. Jika kita mengkhotbahkan ajaran tentang keselamatan, namun kita memiliki gaya hidup yang menyangkal pengorbanan, maka kita telah mengingkari ajaran yang kita sampaikan itu. Jika kita mengajarkan tentang kasih dengan cara yang tidak mengasihi, maka para pendengar akan bertanya-tanya, apakah kita memercayai apa yang kita ajarkan tersebut. Dengan cara itu, kita mengubah kembali batu pijakan menjadi batu sandungan.
Sumber: On Touring Muslim Stumbling Blocks into Stepping Stones, Warren Chastain in Perspectives on the World Christian Movement, Page 650 -- 654. Third Edition, William Carey Library, 1999
Sifat dasar pelayanan penginjilan tidak lain adalah pemberitaan Kabar Baik dari Allah. Tujuannya adalah agar manusia mendengar Injil dan memberi tanggapan secara nyata, dengan cara menerima Yesus sebagai Juru Selamat dan Tuhannya. Namun, harus dipahami bahwa penerimaan akan Kristus bagi orang percaya, perlu dilanjutkan dengan kerelaan untuk bersedia diutus bagi Kristus ke dalam dunia. Sebagaimana Kristus datang ke dalam dunia bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Mahasiswa Kristen perlu menyadari panggilannya untuk menjadi utusan Allah bagi dunia.
Pengertian Misi Allah
Landasan pemahaman tentang Misi telah dinyatakan Allah dalam Firman-Nya. Ada beberapa pemahaman dasar yang perlu kita pahami.
Alkitab menjelaskan bahwa Allah memiliki karakter dasar pada diri-Nya yang tidak berubah yaitu berorientasi keluar (misi). Seperti dikatakan Alkitab bahwa Allah dalam ketritunggalan-Nya adalah Roh (Yohanes 4:24), terang (1 Yohanes 1:5), dan kasih (1 Yohanes 4:8-16). Yesus Kristus juga diutus ke dalam dunia untuk menebus manusia berdosa. Demikian pula Roh Kudus hadir di dunia dalam kerangka pelaksanaan tugas pengutusan. Dengan demikian, setiap orang yang telah dipersekutukan dengan Allah, pada dirinya akan terdorong untuk menjadi utusan Allah.
Perjanjian Lama menekankan pada pengharapan bagi pemulihan umat-Nya yang dinubuatkan para nabi sebagai datangnya Kerajaan Allah. Kedatangan Kerajaan Allah dalam Perjanjian Baru digenapi oleh datangnya sang Mesias. Sebagaimana proklamasi Yesus, "waktu-Nya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat, bertobatlah dan percayalah kepada Injil." (Markus 1:15) Jadi, kedatangan Yesus berarti pemulihan relasi antara manusia dengan Allah. Beberapa teolog modern mendefinisikan misi dengan pengertian yang bervariasi. John Stott mengatakan bahwa "misi adalah Allah sendiri mengutus para nabi, Anak-Nya, dan Roh-Nya, di mana Yesus menjadi pusat dari misi Allah." Secara praktis, gereja memiliki tugas sebagai garam dan terang dunia. Stephen Neill mengatakan bahwa misi adalah seseorang yang pergi untuk membawa orang lain yang belum pernah mendengar Injil, ke dalam persekutuan dengan Allah melalui Yesus Kristus. Umat Kristen menjadi alat untuk Penginjilan. Sedangkan menurut Donald Mc Gravan, misi berarti segala aktivitas yang memiliki tujuan utama adalah penginjilan dunia.
Mandat Ilahi Sebagai Landasan Mengemban Misi Allah
Setiap orang percaya mengemban mandat ilahi ganda dalam dirinya, di satu pihak ia mengemban mandat ilahi pembangunan, yaitu mandat yang diberikan Tuhan untuk menjadikan dunia sebagai tempat yang baik dan tenteram untuk dihuni (Kejadian 1:28, 2:15). Di pihak lain, ia juga mengemban mandat ilahi pembaruan, yaitu mandat dari Allah untuk menyaksikan Injil Tuhan Yesus Kristus, yang telah ditetapkan sebagai jalan satu-satunya bagi pengampunan dosa dan pembaruan jiwa manusia (Matius 28:19-20). Kedua mandat ini sama penting dan tidak saling meniadakan, sekalipun mandat budayawi itu temporal dan mandat pembaruan itu bernilai kekal.
Pengertian Pengutusan Mahasiswa
Mahasiswa Kristen sebagai bagian integral dari gereja Tuhan perlu menyadari panggilannya untuk mengemban Misi Allah. Ia adalah pengemban mandat ilahi ganda: pembangunan dan pembaruan dalam dunia ini. Pada masa menjadi mahasiswa, mereka adalah utusan Allah di kampusnya. Namun, mereka dipersiapkan untuk menjadi utusan yang siap untuk diutus ke dunia yang lebih luas, pada saat mereka menjadi alumnus. Mahasiswa Kristen maupun alumnus Kristen sebagai utusan Allah, perlu memiliki kualifikasi keilmuan dan keimanan yang memadai, sehingga mampu mengemban mandat ilahi Allah.
Mahasiswa Kristen dan alumnus Kristen dipanggil Allah untuk menjadi cendekiawan yang bisa menjawab kebutuhan pembangunan. Tanggung jawab dalam studi dan profesi hendaknya menjiwai setiap mahasiswa dan alumnus Kristen. Dengan kualifikasi keilmuan yang memadai, cendekiawan Kristen akan semakin terbuka untuk menyuarakan "suara kenabian", baik di kampus maupun dalam konteks kehidupan yang lebih luas (Ipoleksosbud).
Firman Allah jelas mengajarkan: "Takut akan Tuhan adalah awal pengetahuan." (Amsal 1:7a) Cendekiawan Kristen yang dewasa dalam iman, akan mampu memenuhi panggilan pengutusan bagi Kristus. Mereka tidak mudah larut dalam tantangan moral dan sosial yang dihadapi di kampus maupun di dunia luas. Kedewasaan rohani akan menempatkan para cendekiawan Kristen untuk setia terhadap perannya sebagai utusan Kristus di mana pun ia berada. Cendekiawan Kristen yang mumpuni dalam iman dan ilmu, akan memenuhi kualifikasi menjadi seorang utusan Kristus.
Semasa kuliah, mahasiswa Kristen diutus untuk membawa mahasiswa lain kepada Yesus. Pendekatan ini sangat kontekstual dan efektif, dibandingkan dengan pemberitaan Injil yang dilakukan oleh pihak lain. Hal ini karena pihak lain memiliki keterbatasan-keterbatasan maupun perbedaan konteks yang dihadapi. Dengan demikian, di luar fungsinya sebagai lembaga ilmiah, nyata bahwa kampus merupakan ladang untuk mewujudkan misi Allah. Pengutusan Mahasiswa Kristen untuk penginjilan tidak berakhir di kampus. Mahasiswa Kristen yang kemudian menjadi alumnus, harus tetap setia dengan perannya sebagai utusan Kristus untuk memberitakan Injil di mana pun ia berada. Seorang alumnus Kristen perlu tetap mendukung pelayanan pengutusan di kampus, sekalipun dengan cara yang berbeda. Pelibatan ini bisa dilakukan melalui pelayanan pendampingan, pelatihan, pendanaan, maupun bentuk-bentuk pelayanan yang lain, dalam kerangka pengutusan mahasiswa Kristen untuk memberitakan Injil di kampus. Di samping seorang Alumnus Kristen mendukung pelayanan mahasiswa, jangkauan pelayanan akan semakin luas dan berkembang, meliputi keluarga, gereja, tempat kerja, maupun lingkup sosial budaya.
Keluarga Kristen merupakan inti dari strategi pengembangan gereja, bahkan sering disebut sebagai gereja kecil. Mahasiswa dan alumnus Kristen dipanggil untuk mempersiapkan diri dalam membangun keluarga-keluarga Kristen yang misioner. Bertolak dari diri sendiri, perwujudannya dimulai dari pemilihan teman hidup yang seiman bahkan sepanggilan. Seiring dengan itu, pemberitaan Injil juga diarahkan kepada anggota keluarga, sanak saudara, dan lainnya yang belum menerima Yesus.
Pelayanan pengutusan mahasiswa tidak lepas dari gereja, bahkan harus menjadi motivator misi gereja. Mahasiswa dan alumnus Kristen bertanggung jawab untuk mengembangkan misi di gerejanya. Kepemimpinan mahasiswa yang terus dibina semasa di kampus, diharapkan menjadi bekal pelayanan sebagai alumnus untuk kemajuan pelayanan misi gereja.
Dampak pengutusan mahasiswa di kampus diharapkan juga membahana kelak di sektor profesi, dalam status mereka sebagai alumnus Kristen. Sebagaimana kampus efektif dilayani para mahasiswa sendiri, demikian juga setiap sektor kerja efektif dijangkau oleh Injil melalui para alumnus yang bekerja di sektor tersebut. Untuk mengefektifkan misi lintas sektoral ini, peranan persekutuan alumnus Kristen perlu dipertajam.
Pengutusan mahasiswa semasa di kampus diharapkan juga memberi dampak dalam menjangkau semua suku bangsa dan budaya dengan Injil. Dalam skala kecil, misi ini dicapai dengan pelayanan Injil di kampus kepada mahasiswa dari berbagai suku dan budaya yang ada. Jangkauan yang lebih luas akan dicapai kelak sesudah mereka menjadi alumnus. Mereka telah diperlengkapi untuk mengemban misi di lingkup sukunya sendiri, maupun untuk menjangkau berbagai suku dan budaya lain sesuai penempatan kerjanya, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Tahap-tahap yang dilakukan untuk mempersiapkan utusan meliputi:
Para mahasiswa Kristen di data dalam berbagai aspek, antara lain: fakultas yang ditempuhnya, jenjang studinya (universitas, akademi, atau institut), semesternya, daerah asal, latar belakang budaya daerah asal, dan agama mayoritas di daerah asal. Data-data ini menjadi masukan dalam melakukan rekrutmen, maupun dalam merumuskan pola dan materi penyiapan seorang utusan yang berkualitas dan kontekstual.
Berdasar observasi dan data tersebut, kemudian memanggil mereka untuk dipersiapkan menjadi utusan-utusan Kristus.
Tahapan ini berwujud pelatihan-pelatihan yang meliputi aspek kerohanian, pengetahuan teologi, dan bekal keterampilan pelayanan sebagai utusan Kristus.
Para mahasiswa Kristen yang telah terlatih ini selanjutnya dimobilisasikan untuk memulai pelayanan pengutusan di kampus. Lingkup pelayanan pengutusan ini mencakup kampus di mana mahasiswa itu berada maupun pelayanan lintas kampus. Perintisan persekutuan di kampus-kampus perlu terus dikembangkan, sehingga penginjilan dari dan untuk mahasiswa bisa dilakukan di semua kampus yang ada.
Diambil dari:
Judul buletin | : | Aletheia, Edisi 02, Tahun II |
Judul artikel | : | Mengutus Mahasiswa Bagi Kristus |
Penulis | : | Drs. Joko Supriyanto |
Penerbit | : | Persekutuan Mahasiswa Kristen Surakarta |
Halaman | : | 52 -- 58 |
Statistik yang ada menunjukkan fakta yang tidak baik mengenai sekolah-sekolah yang ada di daerah-daerah yang kurang mampu. Anak-anak yang lulus dari sekolah itu kurang siap untuk bersaing dengan anak-anak lain yang belajar di sekolah-sekolah di pinggiran kota atau sekolah swasta. Selain memberikan alternatif bagi anak-anak yang bersekolah di daerah-daerah seperti ini, kita harus melakukan apa yang sanggup kita lakukan untuk meyakinkan bahwa mereka juga pantas mendapat pendidikan yang terbaik. Salah satu cara yang terbukti efektif bagi kami adalah membantu anak-anak itu melalui program pelajaran tambahan.
Kepedulian kita semua melalui program seperti program pelajaran tambahan mungkin adalah yang paling dibutuhkan untuk membantu anak-anak tersebut. Periksa lingkungan Anda untuk mencari anak-anak yang membutuhkan pendidikan, kemudian rekrut tenaga pengajar sukarelawan dari lingkungan Anda dan gereja-gereja lokal untuk melayani dalam sebuah program pelajaran tambahan yang diadakan secara rutin. Sukarelawan yang dapat mengajar musik dan kesenian, juga yang menguasai satu bidang pelajaran, akan menghasilkan sebuah program pengajaran yang hebat. Bagi anak-anak SD, terkadang yang dibutuhkan hanyalah waktu; waktu bersama orang-orang dewasa untuk mendorong dan memeriksa pekerjaan rumah mereka. Kepercayaan dan kedisiplinan diri adalah yang paling diperlukan oleh anak-anak, dan para pengajar dapat menjadi teladan, serta dapat membantu menumbuhkan karakter-karakter itu. Komunikasi rutin dengan orang tua dan guru sekolah anak-anak itu akan memampukan para pengajar untuk memperkuat pendidikan dan menjadi lebih sensitif terhadap lingkungan tempat tinggal mereka.
Sebuah jamuan yang diadakan setiap semester yang dihadiri orang tua dan guru sekolah adalah salah satu cara yang tepat untuk menghargai kerja keras dan prestasi. Bisnis setempat dapat didorong untuk membantu menyediakan fasilitas pengajaran, seperti kursi, buku, komputer, pena, dan kapur.
Salah satu pembicara dalam pertemuan yang kami adakan adalah Paul Gibson. Pria berkulit hitam ini dulunya adalah staf InterVarsity yang ada di lingkungan kami. Ia mengadakan program pengajaran pada salah satu sekolah dasar di Pasadena (wilayah Los Angeles). Program itu begitu sukses sampai-sampai sekolah-sekolah yang ada sekarang memakai strateginya dan memasukkannya dalam kurikulum pendidikan.
Meningkatkan komunikasi antara orang tua dan guru sekolah itu penting. Hampir semua, bahkan semua guru setuju bahwa hal yang paling penting bagi keberhasilan seorang anak adalah keterlibatan orang tua. Jika orang tua kesulitan untuk menghadiri rapat orang tua-guru karena mereka harus menjaga anak atau karena masalah transportasi, berikan tumpangan untuk mereka atau bantu mereka untuk menjagai anak-anak mereka. Jika orang tua tidak peduli dengan pendidikan anak-anak mereka, dorong mereka untuk terlibat, minta tetangga mereka untuk mendorong mereka, atau jika perlu, kumpulkan semua orang dewasa dalam lingkungan Anda yang bersedia secara bersama-sama bertanggung jawab atas anak-anak di lingkungan mereka dan memikirkan cara untuk berperan sebagai "orang tua" bagi anak-anak itu dalam bidang pendidikan.
Dua hal paling penting yang kami lakukan ialah membantu orang tua yang mengurus anak-anaknya dan orang-orang yang berperan sebagai "orang tua" bagi anak-anak yang orang tuanya tidak peduli kepada mereka. Salah satu anak laki-laki yang mengikuti program ini sering sekali bertengkar di sekolah, dan ibunya tak terlalu peduli dengan hal tersebut. Gurunya sangat bersyukur karena ia bisa menghubungi anak saya, Derek, dan mengatakan semua tentang perkembangan dan masalah anak itu. Guru itu tahu bahwa Derek pasti akan mengurus anak itu seperti seorang ayah. Orang tua lain berharap anak-anak mereka mendapatkan nilai yang baik, namun mereka tidak mampu membantu anak-anak mereka karena mereka harus bekerja atau tidak cukup berpendidikan. Mereka sangat menghargai dan mendukung apa yang kami lakukan, yaitu memberikan pelajaran tambahan untuk mereka.
Sebuah usaha pelayanan dan pendidikan yang agak memakan biaya dan lebih menantang adalah membangun sebuah sekolah swasta bagi anak-anak kurang mampu di sekitar kita. Upaya demikian terkadang diperlukan. Sekolah seperti itu memungkinkan tersedianya kelas yang lebih kecil dan adanya unsur-unsur kekristenan. Karena sekolah itu ditujukan dan dijalankan oleh orang-orang yang memahami kebutuhan masyarakat dan ada di masyarakat, sekolah itu akan lebih dapat mengembangkan pemimpin-pemimpin muda daripada sekolah negeri.
Putriku, Priscilla dan putraku, Derek, serta Julie Ragland sedang berusaha mewujudkan visinya untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak kurang mampu di sekitar tempat tinggal kami. Priscilla sedang berusaha meraih gelar Ph.D. dalam bidang administrasi sekolah dan Julie sedang berusaha meraih S2 dalam bidang pendidikan khusus dan pendidikan lintas budaya. Mereka mencari guru Kristen berdedikasi yang merasa terpanggil untuk mengajar di tempat yang membutuhkan tenaga mereka. Nantinya akan ada kelas "playgroup" sampai kelas enam SD. Namun begitu, sekolah ini awalnya hanya akan membuka kelas "playgroup", taman kanak-kanak, dan kelas satu SD, kemudian menambah satu atau dua tingkat kelas setiap tahunnya.
Kami mencoba mengumpulkan dana yang memungkinkan agar sekolah itu tidak tergantung pada uang sekolah untuk terus beroperasi, dengan begitu para murid juga akan terbantu. Meski kami selalu meminta para orang tua murid untuk membayar semampu mereka, terkadang kami memasukkan anak-anak yang orang tuanya tidak peduli atau tidak mampu membayar, ke sekolah kami. Kami juga berencana untuk membangun sebuah asrama untuk anak-anak yang berasal dari lingkungan tempat tinggal yang buruk.
Beberapa orang khawatir bahwa sekolah Kristen swasta akan berdampak buruk terhadap sekolah negeri. Hal itu dapat dipahami. Salah satu majalah menjelaskan bahwa dari semua anak yang belajar di 25 sekolah negeri dengan sistem sekolah paling buruk, yang berkulit putih hanya tiga persennya -- hal itu menandakan sedikitnya anak kulit putih yang mau bersekolah di sekolah negeri dan kemerosotan sekolah-sekolah negeri. Sekolah Kristen yang ada di daerah-daerah kurang mampu seharusnya tidak menjadi tempat pelarian dari masalah tersebut, seperti halnya sekolah swasta dan sekolah di pinggiran kota. Sebaliknya, sekolah ini harus menjadi sebuah jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Meski kita tidak bisa menangani pendidikan anak-anak yang kurang mampu, kita dapat menangani sebagian dari anak-anak itu. Jika sekolah ini menyebabkan orang-orang Kristen tidak peduli terhadap anak-anak kota (misalnya, tidak mau bekerja sama untuk meningkatkan kualitas sekolah negeri), maka sekolah ini menjadi sebuah masalah. Harapan kami, semua anak mendapatkan pendidikan yang paling berkualitas.
Saya telah menyaksikan bahwa mendirikan sekolah seperti itu benar-benar meningkatkan kualitas pendidikan di daerah bersangkutan. Salah satu alasannya adalah satu kata yang telah ada sejak Amerika ada -- kompetisi. Hal itu bisa memaksa sekolah negeri untuk memberikan pendidikan yang berkualitas. Kedua, kebanyakan anak yang ingin kita asuh itu adalah anak-anak yang terancam putus pendidikannya. Jika anak-anak itu sedang di ambang kejatuhan dan kebutuhan pendidikan mereka tak terpenuhi, kita harus melakukan apa pun juga untuk mendidik mereka. Kita harus melakukan apa pun yang perlu dilakukan untuk menghancurkan lingkaran setan kepasrahan: karena Anda miskin, Anda mendapat pendidikan yang buruk; karena Anda kurang terdidik, Anda tidak akan dapat bersaing; dan karena Anda tidak dapat bersaing, Anda akan tetap menjadi miskin. (t/Dian)
Judul buku | : | Beyond Charity; The Call To Christian Community Development |
Judul bab | : | Providing Services |
Penulis | : | John M. Perkins |
Penerbit | : | Baker Books, Michigan 1993 | Halaman | : | 109 -- 112 |
"Kepemimpinan adalah mengetahui cara untuk menuju tempat kita yang seharusnya dari tempat kita berada." (Steve Chalke)
Betapa besarnya kebutuhan untuk mendapatkan orang yang bersedia melayani sebagai pemimpin. Jika Anda menginginkan bukti betapa terbatasnya para pemimpin yang potensial, perhatikanlah proses yang menyakitkan ini melalui perjuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk menemukan seorang Sekretaris Jenderal yang baru, atau proses yang dijalani oleh Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, untuk memilih segelintir orang yang memenuhi syarat dan bersedia mengisi kantor-kantor pemerintahan tertinggi. Kebanyakan lembaga Kristen, terutama organisasi-organisasi misi, menyerukan perlunya keberadaan lebih banyak pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan. Terdapat sebuah kebutuhan agar lebih banyak orang Kristen mengambil posisi kepemimpinan, bukan sebagai penghormatan atau hadiah, namun sebagai sebuah cara untuk melayani Tubuh Kristus dengan berbagai anugerah dan pelayanan yang diberikan pada mereka. Banyak orang yang tidak pernah mengharapkannya akan menjadi pemimpin, terutama dalam gereja lokal mereka. Menjadi seorang pemimpin di rumah mungkin membuktikan sebuah tantangan terbesar.
Kita memerlukan lebih banyak penekanan di gereja tentang pelatihan kepemimpinan, untuk tua maupun muda. Saya teringat pada para pemimpin gereja di Tesalonika, yang berkirim surat dengan Paulus. Mereka adalah orang yang belum lama bertobat. Pelatihan dapat dimulai dengan kaum muda. Saya berkomitmen pada tugas untuk melatih tentang kepemimpinan, yang memang seharusnya menjadi bagian diri mereka, sementara pada saat yang bersamaan, memberi mereka gambaran akan kebenaran pada sebuah visi yang mendunia. Gereja akan menjadi sebuah pembangkit, jika kita bisa menggabungkan pengajaran Alkitab yang menciptakan para pemimpin rohani yang dinamis di negara mereka masing-masing, dengan semacam visi yang kita baca di Kisah Para Rasul 1:8. Hal ini akan mengarahkan gereja pada sebuah dorongan besar ke depan menuju misi yang luas. Terdapat sebuah kebutuhan akan para pemimpin yang akan "menggerakkan umat Tuhan pada misi yang imajinatif dan penuh dengan petualangan."
Dipenuhi oleh Roh
Banyak yang harus saya ulas dalam artikel ini, yang membahas kenyataan sulit tentang menjadi seorang pemimpin di gereja dan di pelayanan misi masa kini. Bagaimanapun juga, saya tidak akan selesai tanpa mengingatkan Anda akan banyaknya sumber yang tersedia untuk para pemimpin dalam Kristus. Selama bertahun-tahun menjadi direktur Operation of Mobilisation, saya telah menghabiskan banyak waktu dalam pelatihan para pemimpin. Kadang-kadang ketika berbicara dalam sebuah pertemuan para pemimpin, saya akan berurusan dengan kemampuan-kemampuan karakter dan spiritual yang diperlukan oleh para pemimpin dalam pekerjaan Tuhan. Kedua hal tersebut sangatlah penting. Terkadang, saya juga membahas hal-hal yang detail mengenai bagaimana mengambil keputusan sebagai seorang pemimpin, dan bagaimana mengatur diri Anda. Hal ini juga penting. Lebih sering lagi, saya juga menemukan diri saya berbicara pada para pemimpin tentang perlunya mereka untuk mengerjakan hal-hal mendasar dalam kehidupan kekristenan -- pertumbuhan rohani mereka dan berjalan dengan Tuhan. Tidak ada hal yang lebih penting untuk para pemimpin selain hal ini. Kemudian, dalam hubungan mereka dengan orang lain, para pemimpin harus melakukan segala hal yang mungkin untuk memperbaiki akhlak, membangun, dan menolong orang untuk semakin serupa dengan Yesus Kristus: memberikan pertimbangan penuh pada kondisi yang berbeda, di mana orang bekerja dalam organisasi dan pergerakan yang dibangkitkan Tuhan, untuk bekerja bersama dalam tugas penginjilan dunia.
Lebih dari semua itu, apa yang ingin saya tekankan ketika berbicara kepada para pemimpin adalah, "hendaklah kamu penuh dengan Roh" (Efesus 5:18), karena Rohlah yang berkuasa atas semua pelayanan Kristen. J. Oswald Sanders dalam bukunya, "Spiritual Leadership" memberi judul salah satu bagian dari bukunya yang membahas Roh Kudus dengan "Kebutuhan yang Tak Tergantikan". Dia mengatakan bahwa terdapat banyak kemampuan yang dibutuhkan oleh para pemimpin rohani, namun hanya ada satu yang tak tergantikan -- bahwa mereka harus dipenuhi dengan Roh. Saya yakin bahwa terdapat banyak kebutuhan akan kesadaran yang lebih besar tentang Roh Kudus dan karya-karya-Nya di antara orang percaya. Setiap kita harus diajarkan bahwa hal ini adalah sebuah hak istimewa untuk mengenal kepenuhan Roh Kudus setiap hari, ketika Dia mengagungkan Tuhan Yesus dan menjadi pemimpin yang berdaulat atas hidup dan hal-hal yang terjadi dalam hidup kita. Kepenuhan ini tidak hanya berhubungan dengan emosi dan kehidupan rohani yang mendasar, namun juga berhubungan dengan realitas tersembunyi tentang bagaimana kita hidup dari hari ke hari (Galatia 5:22-25), dalam membuat berbagai rencana, serta perkembangan strategi dalam karya iman Kristen kita. Para pemimpin harus bergantung pada Roh Kudus untuk memimpinnya ketika ia bergerak dalam pelayanan misi. Sangatlah jelas dari Kitab Kisah Para Rasul bahwa Roh Kudus memimpin pelayanan misi (Kisah Para Rasul 1:8; 13:2).
Kitab Kisah Para Rasul membuat hal itu jelas, bahwa mereka yang memimpin karya misi perlu dipenuhi dengan Roh. J. Oswald Sanders mengatakan dalam bukunya yang berjudul "Spiritual Leadership": "Sangatlah jelas dalam Kitab Kisah Para Rasul bahwa para pemimpin yang berpengaruh secara signifikan dalam pergerakan Kristen adalah orang-orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Ada tercatat mengenai Dia yang memerintahkan murid-murid-Nya untuk tinggal di Yerusalem sampai mereka diperlengkapi dengan kuasa dari tempat tinggi, di mana Dia sendiri telah diurapi ... dengan Roh Kudus dan dengan kuasa (10:38). Orang- orang terpilih yang berjumlah seratus dua puluh orang di ruangan atas dipenuhi dengan Roh (2:4). Petrus dipenuhi dengan Roh ketika dia berbicara di depan Sanhedrin (4:8). Stefanus, yang dipenuhi dengan Roh, mampu menjadi saksi Kristus yang luar biasa dan mati sebagai martir dengan sukacita (6:3,5; 7:55). Dengan kepenuhan Roh, Paulus memulai dan mengerjakan pelayanannya yang unik (9:17; 13:9). Rekan sepelayanannya yaitu Barnabas, dipenuhi dengan Roh (11:24). Adalah orang buta yang tidak memahami fakta-fakta mengenai syarat-syarat dan perlengkapan yang sangat mendasar bagi kepemimpinan rohani tersebut.
Beberapa orang merasa kecewa dengan tindakan pewarisan semangat penginjilan yang sering kali dihubung-hubungkan dengan pengalaman kepenuhan Roh Kudus pada gereja mula-mula. Namun seperti yang dijelaskan di buku "Unseen Warfare", hilangnya semangat ini mungkin menjadi sebuah tanda mengenai berlalunya tahap awal dan berlanjut ke tahap "pertumbuhan". Jika Anda ingin menjadi seorang pemimpin Kristen, Anda harus bertumbuh. Anda harus membiasakan diri dengan sebuah rutinitas yang tetap untuk memiliki Roh, yang memandu Anda dalam pencapaian pekerjaan dan rencana-rencana Anda setiap hari, seperti yang kita lihat dalam kitab Kisah Para Rasul. Hal ini haruslah menjadi pemenuhan yang tetap setiap hari, dan bukan pencarian yang didasari rasa gelisah akan "pengalaman" yang baru. Banyak orang merasa bahwa mereka memerlukan sebuah sentuhan yang baru dalam hidup mereka, dan pergi dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya untuk mencari sesuatu yang baru. Tentu saja saya tidak mengecualikan kemungkinan pengalaman-pengalaman genting dengan Tuhan, namun terdapat beberapa kebutuhan untuk menjadi suatu "program yang berkelanjutan untuk pertumbuhan rohani", mengutip subjudul dari buku karya Ralph Salli, "From Now On". Ketika Tuhan menyelamatkan Anda dan menaruh Roh Kudus ke dalam hidup Anda, Dia menaruh bola ke dalam lapangan permainan Anda. Dia mungkin menunggu Anda untuk memukul bola itu kembali. Dalam analogi yang lain, mungkin saja Tuhan sedang mendesak Anda, seperti ketika Nehemia mendesak orang Israel, untuk "bangkit dan membangun" (Nehemia 2:18).
Kenyataan yang Sulit bagi Para Pemimpin
Tentu saja kepemimpinan yang penuh dengan Roh tidak semudah kelihatannya. Tozer membahasnya dalam bukunya, "Leaning into the Wind". Judul ini mengingatkan saya akan tindakan nekat saya yang berubah menjadi bencana, ketika saya mencoba melakukan selancar angin pada saat badai. Sepertinya mudah, namun saya tidak dapat tegak lebih dari beberapa menit dalam setiap usaha saya. Tidak semudah kelihatannya atau kedengarannya. Ada banyak realitas yang keras yang harus dihadapi siapa pun yang terlibat dalam kepemimpinan misi atau kepemimpinan Kristen apa pun juga.
Saya yakin akan adanya orang yang hidup dalam visi, yang ingin melihat sesuatu yang spesifik terjadi, yang harus tahu bagaimana memenangkan kesetiaan orang lain, dan yang harus tahu bagaimana cara untuk mendelegasikan dan menjadi seorang anggota tim. Yang harus kita garis bawahi adalah kita harus sungguh-sungguh memercayai orang, dan belajar bagaimana caranya untuk memercayai, mengasihi, dan menguatkan mereka.
Saya telah belajar melalui cara yang keras tentang bagaimana sebuah kata yang tidak sensitif, atau bahkan cara melihat yang salah pada wajah seseorang, dapat menjadi hal yang menyakitkan untuk orang lain dan dapat menghalangi langkah dan pelayanan mereka. Suatu kali, saya berbicara pada staf dan kru kapal Doulos dengan pokok bahasan kesetiaan, dan tanggapan yang diberikan cukup membesarkan harapan (pesan tersebut yang berupa kaset pita, telah tersebar ke seluruh penjuru dunia). Saya ingin membagikan beberapa pokok bahasan penting.
Terdapat banyak alasan mengapa membangun kesetiaan dalam karya misi cukup sulit. Pertama, ada sejumlah besar penyebab penting yang dapat mengalihkan perhatian orang Kristen dari hal-hal yang terbesar. Ada banyak hal yang mendapatkan perhatian orang, yang membuat dunia penginjilan hanya menjadi salah satu darinya. Banyak orang Kristen yang terlibat total dalam kampanye anti aborsi, dengan pokok persoalan berupa hak asasi manusia atau dengan politik. Tentu saja saya tidak berhak menyanggah mereka yang berfokus pada masalah-masalah ini; saya sendiri hanya terfokus pada diri mereka. Namun, ketika hal-hal ini membuat orang Kristen menganggap kurang penting dunia penginjilan dan hanya menganggapnya sama dengan banyak hal lain yang menarik mereka, dan mencemooh mereka yang terlibat di dalamnya, saat itulah saya mulai khawatir. Dalam keadaan seperti inilah, beberapa orang Kristen sangat mungkin merasa bahwa sebuah penekanan pada penginjilan dunia adalah semacam bentuk ekstremisme, bahkan orang-orang yang tidak terlibat dalam pelayanan atau berada di luar gereja tidak dapat membedakan beberapa kelompok pelayanan misi dengan kelompok-kelompok kultus tertentu.
Kedua, beberapa orang Kristen yang memiliki komitmen mendasar pada dunia penginjilan, banyak di antaranya yang teralihkan perhatiannya oleh buku-buku dan kaset-kaset kaum ekstremis yang beredar, yang menyarankan bahwa satu titik sudut pandang tertentu adalah jawaban menyeluruh untuk permasalahan dalam kehidupan kekristenan, terkadang yang salah adalah bukunya, namun kadang-kadang pembacanyalah yang siap, demi rasa nyaman mereka, untuk mendedikasikan diri mereka pada beberapa sudut pandang kehidupan kekristenan yang terlalu disederhanakan. Hal ini dapat mengarah pada sebuah bentuk kerusakan pada super-spiritualitas, yang membuat orang sangat sulit untuk dimenangkan, karena kekuatan dan sempitnya sudut pandang mereka pada apa yang benar. Hal yang sama, walaupun kurang bersifat dogmatis, adalah semacam idealisme palsu yang dimiliki beberapa orang tentang kondisi dunia misi, menolak untuk mengakui dan pada akhirnya amat terkejut dengan kenyataan akan kelemahan, dukacita, dan kesalahan yang dapat terjadi dalam jenis karya ini. Kadang-kadang, hal yang sebaliknya dapat menjadi masalah, dengan orang Kristen menjadi sangat terinfeksi oleh roh sinisme dalam dunia, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk memercayai seseorang.
Kesetiaan melibatkan beberapa bentuk kepatuhan dan harus berlangsung dua arah. Ketika ketaatan pada orang tua menjadi semakin lemah, sebuah kesulitan lain dalam hal membangun kesetiaan dalam hal dunia penginjilan adalah bahwa banyak orang sulit menerima perintah apa pun dari pemimpin. Terdapat semacam harga diri dalam rangka mempertahankan diri yang dianggap sebagai kebebasan. Dalam beberapa kasus, ini adalah kesalahan sang pemimpin. Saya tahu bahwa saya sulit untuk bersikap lembut ketika memberikan perintah, khususnya ketika saya harus bekerja dengan bahasa asing. Terdapat sebuah kebutuhan untuk belajar mengenai ketaatan tanpa menjadi sok rohani ataupun manipulatif. Terdapat juga sebuah kebutuhan untuk belajar bagaimana caranya bekerja dengan sekelompok orang.
Membangun kesetiaan dan kerja sama tim dalam hal dunia penginjilan adalah sebuah tantangan yang utama untuk para pemimpin pada masa sekarang, namun ada realitas lain yang keras yang harus dihadapi oleh para pemimpin dan calon pemimpin.
Mereka harus menerima kenyataan yang sulit tentang penderitaan dalam dunia, tanpa meminimalkan atau menyembunyikannya dengan hal-hal sederhana namun basi. Para pemimpin harus mampu menghadapi kenyataan akan adanya sebuah dunia yang menderita, di mana orang-orang Kristen dari kelompok etnis yang berbeda bisa terlibat dalam pembunuhan massal satu sama lainnya. Kita tahu bahwa Tuhan dapat memulihkan hal-hal tersebut, namun seharusnya kita tidak memperkecil dampaknya pada orang, atau berpura-pura bahwa hal-hal tersebut tidak memengaruhi kita.
Dalam bukunya, "From Tragedy to Triumph", Frank Retief, seorang pemimpin gereja di Afrika Selatan menuliskan pengalaman jemaatnya dalam menghadapi pembunuhan beberapa jemaat mereka dan trauma jemaat yang lainnya, ketika beberapa pria bersenjata menyerbu kebaktian mereka, melepaskan tembakan pada jemaat, dan melemparkan sebuah granat tangan dalam kerumunan orang. Dia mengatakan: "Ada sebuah perasaan yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata di antara orang Kristen tentang hal itu, jika ada penderitaan, haruslah itu mampu dihadapi dan kita seharusnya tidak mengalami kengerian yang sama, yang dialami orang-orang tidak percaya. Kebenaran yang diperoleh dari masalah ini adalah kita sering dihadapkan dengan tingkat penderitaan yang sama. Penderitaan kita tidak selalu dapat dijelaskan. Kadang-kadang penderitaan datang lebih dari yang mampu kita hadapi. Kesedihan menyelimuti kita dan kita merasa seakan-akan sedang tenggelam. Inilah kenyataan yang jelas dari pengalaman manusia di dunia ini."
Banyak orang telah ditolong dalam hal ini melalui buku-buku C.S Lewis, "Mere Christianity" dan "The Problems of Pain". Banyak orang telah datang kepada Kristus melalui buku ini. Jika kita adalah seorang pemimpin yang visioner, kita seharusnya membagikan buku-buku seperti itu. (t\Rinto)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Out of the Comfort Zone: Grace! Vision! Action! |
Judul asli artikel | : | Taking the Lead |
Penulis | : | George Verwer |
Penerbit | : | OM Books, Secunderabad-India 2000 |
Halaman | : | 47 -- 55 |
Para pemimpin seharusnya memiliki keberanian untuk menghadapi kompleksitas dan berbagai divisi dalam gereja dan di ladang misi. Gereja terbagi, dan situasi seperti ini tidak akan banyak berubah. Gereja-gereja individu, organisasi-organisasi, atau bahkan seluruh kota mungkin bersatu, namun tidak seluruh gereja. Bahkan proyek-proyek yang diharapkan dapat menyatukan kita seperti AD 2000, ditentang oleh banyak orang dan menyebabkan perpecahan. Sejarah menunjukkan bahwa kebanyakan pertumbuhan gereja terjadi di tengah-tengah ketegangan dan perpecahan. Marilah kita mengakui kebenaran situasi ini. Anak-anak muda sangat menginginkan keterbukaan ini dari para pemimpin mereka. Terdapat bermacam kebutuhan akan keterbukaan yang lebih luas dalam gereja, dan hal ini akan memecahkan rantai legalisme yang sangat merugikan dalam memperluas Kerajaan Allah. Suatu sudut pandang yang naif mengenai tingkat persatuan dalam gereja, kadang-kadang terjadi dari sebuah kegagalan untuk menghargai kekompleksitasan yang ekstrem dari gereja dan masyarakat di mana gereja itu ada. Operation Mobilisation adalah sebuah organisasi besar yang rumit di luar kemampuan pemahaman saya, dan itulah mengapa organisasi ini dijalankan oleh sebuah tim yang berisi para pemimpin, yang diharapkan berada di bawah arahan Roh Kudus. Anda bisa yakin bahwa masih terdapat banyak kebodohan manusia yang lainnya.
Immoralitas seksual adalah sebuah wilayah yang memiliki bahaya besar untuk para pemimpin rohani. Tentu saja, siapa pun dapat menjadi sasaran godaan untuk wilayah ini dan tidak seorang pun yang meragukan kekuatannya. Namun, banyaknya pemimpin dalam gereja dan misi mendapati pelayanan mereka diruntuhkan oleh imoralitas seksual. Semua pemimpin adalah target musuh. Inilah salah satu serangannya yang paling ampuh dan serangan halus pada pikiran mereka, dan mungkin pernikahan mereka.
Pada awal pelayanan saya yang dipengaruhi oleh keberanian Billy Graham pada masalah ini, saya telah berbicara dengan tegas dari firman Tuhan tentang hal ini. Lagi dan lagi, kami telah membawa pemimpin muda dan potensial pada ayat 2 Timotius 2:22, "Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni."
Kami telah mendistribusikan jutaan buku mengenai masalah ini, dan ribuan orang telah menulis atau bersaksi tentang bagaimana mereka telah dibantu. Tahun lalu, ketika sebuah buku yang berjudul, "When Good Men are Tempted", yang ditulis oleh Bill Perkins sampai ke tangan saya, saya menyadari bahwa itu adalah sebuah dinamit rohani dan kami telah menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia. Kami tahu Tuhan sedang menggunakannya. Buku Lois Mowday, "The Snare", dalam beberapa hal bahkan lebih penting, terutama untuk orang yang berada dalam sebuah pelayanan.
Sebagai pemimpin, kita harus menyadari rasa frustasi yang datang dari keterbatasan, dari kelemahan, dan kemanusiaan kita, demikian juga dengan orang-orang yang bekerja dengan kita. Kadang-kadang saya merasa bahwa saya sedang mengendarai sebuah mobil Mercedes Benz baru pada sebuah jalan raya Jerman yang ramai, dengan kecepatan 15 mil/jam. Sebagai orang yang percaya pada pentingnya sebuah hubungan dan memberdayakan orang lain, saya harus sadar bahwa saya mungkin tidak mampu melaju dengan kecepatan yang saya inginkan sebagai seorang pemimpin. Orang dengan semangat dan tujuan harus menerima bahwa kelemahan mereka dan orang lain harus diakui dan diperhitungkan. Ada waktu-waktu di mana para pemimpin harus bergerak cepat, menjadi kuat, dan tegas dengan orang. Ada waktu lain di mana para pemimpin harus mengurangi kecepatan, mundur, dan menunggu Tuhan dan sering kali umat-Nya juga. Tanpa hal ini, bahkan dengan kecepatan rendah, kita mungkin berakhir di jalan yang salah atau bahkan keluar dari jalur dan masuk ke parit!
Saya telah menjalani perlombaan lari maraton ini selama lebih dari 44 tahun. Saya sering dibuat takjub oleh kekasaran dan juga oleh kehalusan kebanggaan diri dalam berbagai bentuk. Bahkan, sikap arogan yang mencolok tidak menjadi hal yang luar biasa di antara mereka dalam kepemimpinan. Betapa menakjubkannya ketika orang dengan jujur mengakui hal ini; tentu saja hal ini adalah salah satu pintu keluar menuju realitas dan kebangunan rohani. Perjuangan saya sendiri adalah dalam menangani kritikan yang mengungkapkan hal-hal dalam hati saya yang tidak suka saya hadapi. Untuk setiap kita, hal itu akan menjadi pergumulan yang panjang.
Realitas kasar terakhir yang ingin saya sebutkan di sini, untuk perhatian tertentu dari para pemimpin misi adalah realitas hilangnya jiwa-jiwa. Keadaan sebenarnya dari kehilangan itu mungkin masih menjadi sebuah misteri bagi kita. Namun, hal itu haruslah berlanjut menjadi sebuah motivator untuk semua orang yang terlibat dalam karya misi. John Piper, dalam bukunya "Let the Nations be Glad", pada akhir sebuah bab dengan hati-hati dia berargumen dari Alkitab untuk "supremasi Kristus sebagai pusat kesadaran iman yang menyelamatkan", mengatakan: "Jadi, saya menegaskan bahwa pengabaian terbaru akan kebutuhan universal untuk mendengar Kabar Baik keselamatan, pasti memutuskan sebuah semangat dan motivasi utusan Injil. Saya mengatakan `sebuah semangat` daripada `semangat` karena saya setuju, bahwa hilangnya jiwa manusia secara universal bukan hanya titik pusat dari motivasi misi. Melampaui semua itu adalah tujuan yang luar biasa untuk membawa kemuliaan pada Kristus."
Marilah kita secara teratur mengingatkan diri kita pada Yohanes 14:6: "Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku."
Keseimbangan dalam Hidup Seorang Pemimpin
Di hadapan semua realitas yang keras tersebut, sangat sulit untuk mencapai keseimbangan mendasar yang alkitabiah, yang menjadi tanda pemimpin yang dipenuhi Roh. Selama bertahun-tahun saya telah banyak mengajarkan tentang keseimbangan. Pada satu bagian dari Alkitab tua saya, saya membuat daftar tiga puluh pasang hal yang berlawanan, yang menurut saya harus seimbang dalam kehidupan kekristenan yang efektif; masih banyak lagi yang lain. Saya ingin menyebutkan tujuh wilayah, di mana keseimbangan relevan untuk para pemimpin Kristen yang sedang bekerja untuk memenuhi Amanat Agung.
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Out of the Comfort Zone: Grace! Vision! Action! |
Judul asli artikel | : | Taking the Lead |
Penulis | : | George Verwer |
Penerbit | : | OM Books, Secunderabad-India 2000 |
Halaman | : | 55 -- 64 |
Pengantar
Misi adalah satu pekerjaan besar. Ada yang mengatakan bahwa menjalankan misi dalam gereja lokal itu seperti menjalankan " global marketing" dalam dunia bisnis multinasional. Pekerjaan ini sangat kompleks. Beban untuk menguasai kerumitan ini ada pada para pemimpin misi. Keefektifan suatu gereja yang bermisi, sering kali dibatasi oleh pekerjaan mereka. Mengasihi Kristus dan memiliki kecintaan yang besar untuk melakukan pekerjaan misi itu penting, tetapi belum cukup. Perlu adanya pengetahuan ditambah keterampilan dalam kepemimpinan, organisasi, perencanaan, dan komunikasi. Artikel ini dimaksudkan untuk membantu para pemimpin gereja mengembangkan keterampilan dan struktur yang mereka perlukan untuk memimpin misi gereja mereka.
Mengetahui Tugas Anda
Dengan agak ragu, tim setuju untuk melayani dalam komisi misi di Wildcat Creek. Sebelum pertemuan pertama, ia bertanya kepada ketuanya, "Apa yang dilakukan oleh komisi misi?" "Kami hanya melakukan urusan misi," jawabnya. Kelihatannya jawaban ini agak kabur bagi tim, tetapi ia berharap dapat mengerti lebih banyak pada pertemuan pengurus misi yang pertama.
Kelompok kepemimpinan misi di gereja Anda mungkin melakukan apa saja yang dilakukan oleh para pendahulu mereka. Tugas-tugas yang biasa dilakukan adalah: mendistribusikan dana keuangan misi (khususnya di gereja-gereja mandiri) dan merencanakan kegiatan misi selama satu tahun (khususnya dalam gereja-gereja gabungan).
Ada banyak kesempatan bagi satu tim misi. Tim misi yang efektif, akan melakukan sebanyak mungkin untuk melayani gerejanya yang sedang bermisi, sambil membatasi diri kepada apa yang dapat mereka lakukan dengan baik.
Setelah pertemuan pertama, tim merasa pekerjaan itu akan menjadi lebih sederhana, jika mereka memunyai batas-batas yang jelas mengenai definisi misi yang telah dipikirkan dengan baik. Misi telah menjadi sebuah pekerjaan yang mencakup segalanya dari sejumlah besar urusan gereja, termasuk sekolah Alkitab, rumah jompo, pelayanan sosial,pelayanan masyarakat, penginjilan lokal, dan pelayanan lintas budaya. Selanjutnya, kelihatannya tidak ada seorang pun yang tahu apa tujuan dari beberapa pelayanan misi luar negeri yang didukung oleh gereja.
Karena tim pernah memiliki pengalaman dalam satu tim misi yang efektif, ia membuat daftar mengenai tanggung jawab pelayanan misi bagi komisi mereka. Komisi itu setuju bahwa dalam pertemuan yang berikutnya, mereka akan menentukan tugas-tugas mana yang akan mereka ambil, dan mereka akan mencoba untuk mendefinisikan misi, agar ada batasan bagi tugas mereka.
Berikut bidang-bidang tanggung jawab untuk tim kepemimpinan misi.
Merekrut
Dalam pertemuan kedua yang dihadiri oleh tim, kelompok itu memakai beberapa waktu lamanya untuk merumuskan definisi misi yang sesuai, kemudian mulai mempertimbangkan bidang-bidang tanggung jawab yang akan mereka jalankan. Walaupun mereka belum bekerja dalam beberapa bidang ini, kelihatannya semua bidang ini penting tetapi mereka sulit mengesampingkan satu bidang pun yang selama ini biasa mereka lakukan.
Setelah beberapa saat, seorang anggota berseru, "Kita tidak memunyai cukup orang dan waktu untuk melakukan semua hal ini. Kita membutuhkan lebih banyak orang."
"Barangkali seperti yang Anda ketahui," kata ketua itu, "Komisi ini terdiri dari beberapa ketua, yang memimpin beberapa departemen lainnya. Ini sudah ditentukan oleh peraturan gereja kita. Karena kita melakukan sebagian besar dari pelayanan komisi-komisi lainnya, kita tidak memunyai cukup waktu untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan misi ini.""Dapatkah kita menambang orang lain?" tanya tim.
"Tidak ada seorang pun yang mau menjadi sukarelawan. Semua orang sibuk, dan direktur pendidikan Kristen mengalami kesulitan untuk mendapatkan cukup guru. Memang tidak cukup orang," komentar salah satu anggota.
Bapak ketua memunyai satu gagasan. "Mungkin sukarelawan bukan cara terbaik. Mari kita mendoakan hal ini," katanya. "Ini adalah pekerjaan Allah, dan tentu saja Allah akan menyediakan orang-orang dengan kualitas yang tepat untuk menjalankan tugas ini."
"Saya teringat pada seorang sahabat saya Craig, yang masih bujangan. Ia sedang mempersiapkan diri untuk menggembalakan jemaat, dan para penatua gerejanya beranggapan bahwa ia harus menikah. Kapan saja mereka bertanya padanya mengenai kapan ia menikah, Craig menjawab, "Saya sedang mendoakan hal itu." Akhirnya salah seorang penatua yang agak kesal berkata, "Craig, Alkitab berkata berjaga-jagalah dan berdoalah! Saya percaya itulah yang harus kita lakukan -- berjaga- jaga dan berdoa."
"Selanjutnya saya bertanya-tanya, apakah kita harus berubah dari sebuah komisi yang membuat keputusan menjadi sebuah tim, di mana setiap anggota memunyai tugas untuk dikerjakan. Dengan demikian, kita dapat menyelesaikan lebih banyak pekerjaan tanpa memberi beban yang berlebihan kepada beberapa orang saja."
"Jika kita mau menambah orang, orang seperti apa atau kualitas atau kemampuan seperti apa yang kita inginkan?" tanya tim. Bolehkah saya membagikan satu pengalaman?" tanya tim. "Dua tahun yang lalu, ketika saya menginginkan agar ada orang yang membantu mengajar satu kelas dewasa pelajaran misi yang telah dipilih, saya berdoa agar Allah menunjukkan kepada saya siapa yang harus saya minta. Saya berdoa setiap hari selama beberapa minggu, dan menuliskan beberapa nama dan orang-orang yang terlintas dalam pikiran saya, yang saya rasa dapat melakukan pekerjaan itu dengan baik."
"Suatu malam di gereja, saya masuk ke dalam sebuah ruangan kosong untuk mencari sesuatu, dan Duane sedang berada di ruangan itu. Sementara kami berbincang-bincang, saya teringat bahwa ia ada dalam daftar doa saya, sebagai salah seorang yang bisa mengajar di sana. Apakah Duane adalah orang yang saya minta? Saya memikirkan hal itu lebih banyak lagi, sementara kami berbicara dan kemudian saya menanyakan hal itu kepadanya. Dengan bersemangat, ia sangat ingin membantu mengajar kelas itu. Sejak saat itu, ia terus berada dalam kepemimpinan misi."
"Pengalaman itu sangat membesarkan hati," kata ketua itu. " Maukah masing-masing kalian memasukkan permohonan ini dalam daftar doa harian kalian, dan kemudian menuliskan nama dan orang-orang yang Allah ingatkan kepada kalian? Mari kita saksikan dan lihat bagaimana Allah memimpin. Kita akan mendekati orang-orang yang kita setujui dan meminta mereka untuk melayani."
"Satu hal lagi," tim menambahkan. "Saya percaya bahwa kita harus menjelaskan sebelumnya, peran apa yang kita harapkan agar mereka ambil. Mari kita menuliskan apa yang kita harapkan agar mereka lakukan, dan kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan. Mari kita meminta mereka untuk memberikan komitmen, agar menyediakan jangka waktu tertentu dalam pelayanan misi."
Sementara tim misi itu berdoa, mereka menjadi yakin bahwa orang- orang tertentu memunyai keterampilan khusus yang diperlukan oleh tim itu. Yang mengejutkan, beberapa orang ini belum banyak terlibat dalam program-program gereja; ada dua orang yang masih sangat muda --berusia dua puluhan; dan ada beberapa yang lain masih baru terlibat dalam gereja.
Dengan mengikuti pimpinan Tuhan, anggota-anggota tim mendekati orang-orang ini untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan khusus di dalam misi gereja. Syukurlah, beberapa orang itu setuju.
Berikut ini adalah persyaratan yang harus dimiliki anggota-anggota tim misi.
Harapan anggota-anggota tim
Diambil dari:
Judul buku | : | Bagaimana Menjalankan Tim Kepemimpinan Misi yang Efektif di Gereja Anda |
Judul artikel | : | Menjalankan Tim Kepemimpinan Misi yang Efektif di Gereja |
Penulis | : | David Mays |
Penerjemah | : | Hennuwati |
Penerbit | : | Yayasan Mitra Pengembangan Desa, Bandung 1999 |
Halaman | : | 3 -- 11 |
Belajar dan Bertumbuh
Dalam pertemuan tim misi, sering kali masuk beberapa tanggung jawab baru dalam tim menghabiskan banyak waktu. Akhirnya, jelas bahwa ada banyak hal yang belum diketahui oleh tim.
Di tengah-tengah pertemuan, ketua menginterupsi: "Teman-teman, mari kita mengakui bahwa kita belum mengetahui banyak mengenai bidang pelayanan ini. Kita tidak memiliki semua informasi yang kita butuhkan. Allah tidak dapat memimpin kita berdasarkan fakta yang tidak kita ketahui. Kita perlu memulai satu proses belajar. Mari daftarkan beberapa hal yang perlu kita ketahui, dan menelusuri di mana kita bisa mendapatkan informasi tersebut." Lalu mereka mendaftarkan beberapa bidang, kemudian mulai membicarakan sumber-sumber informasi.
Tim mendapat banyak masukan dan pendidikan misi, yang berkaitan dengan gereja mereka melalui Advancing Churshes in Mission Commitment (ACMC). Tim menasihati agar gereja mereka menjadi anggota ACMC. Akan tetapi, anggota lain dalam tim itu membutuhkan lebih banyak informasi, dan akhirnya mereka setuju menerima wakil ACMC di gereja mereka, untuk melayani sebagai pemberi gagasan dalam program pelayanan baru mereka, dan menjelaskan bagaimana ACMC dapat membantu gereja mereka.
Setelah kunjungan wakil tersebut, beberapa anggota tim menghadiri sebuah konferensi regional, dan ada dua orang yang ikut bersama dengan ketua menghadiri konferensi nasional ACMC, di mana mereka melihat contoh-contoh yang mengagumkan dan beberapa bidang pelayanan, serta mereka menjalin hubungan dengan orang-orang dari gereja-gereja lain, yang juga mencoba melakukan apa yang mereka coba lakukan dalam pelayanan.
Melalui keanggotaan ACMC, mereka menerima beberapa sumber informasi yang berguna. Salah satunya adalah majalah triwulan -- "Mobilizer", yang fokus pada berbagai topik pelayanan yang sesuai bagi mereka. Yang lainnya adalah "World Pulse" -- laporan berkala dwi mingguan, yang membantu mereka mengetahui perkembangan pelayanan misi di berbagai bagian dunia. Selain ACMC, mereka mengutus beberapa orang ke Konferensi Urbana Student Missions, dan mendaftarkan orang-orang yang bisa mengikuti kursus yang disebut Perspektif pada Gerakan Kristen Dunia.
Berikut bidang-bidang pelajaran untuk tim kepemimpinan misi
Bergembiralah
Selagi tim misi mengembangkan dasar pengetahuan dan pekerjaan mereka dalam bidang-bidang yang baru, mereka mendapati bahwa ada keputusan-keputusan baru yang perlu diambil dan arah-arah baru untuk ditetapkan. Sementara mereka mendiskusikan hal-hal ini, beberapa anggota mengeluarkan pendapat yang cenderung menguasai diskusi dan pengambilan keputusan. Anggota-anggota lainnya dalam tim mengalah dan membiarkan yang lain yang memutuskan. Akan tetapi, tidak berarti mereka nyaman dengan situasi tersebut. Kelihatannya ada kepentingan tersembunyi, emosi yang tidak dapat dijelaskan, kemarahan yangdisembunyikan, dan kurang ada tukar pendapat yang positif.
Tim berbicara dengan Brad, seorang dari gereja lain. Brad berkata bahwa tim misi mereka adalah sahabat-sahabat yang baik. Mereka sering bertukar pikiran tentang masalah-masalah sosial, dan istri-istri mereka sering berhubungan melalui telepon. Ketika mereka sudah bergumam, maka saya tahu bahwa pekerjaan akan segera selesai, kata Brad. Tim juga berbicara dengan Carol, seorang yang dikenal melalui ACMC. Carol melaporkan bahwa mereka saling mendoakan dan berdoa untuk setiap pertemuan yang akan dilakukan. Carol berkata bahwa ketika mereka berdoa untuk program mereka, kelihatannya diskusi dalam pertemuan memakan waktu yang jauh lebih singkat.
Lalu salah seorang anggota tim membaca materi mengenai dinamika kelompok kecil, dan mengatakan bahwa mereka perlu membentuk satu kelompok. Ada anggota yang mengutip perkataan Carl George, "Ketika satu kelompok memusatkan perhatian pada kesibukan aktivitas pelayanan dan mengambil keputusan, serta tidak dapat bersatu dalam kasih dan saling belajar, maka sikap orang-orangnya akan kacau. Mereka akan memancarkan segala hal, kecuali perhatian terhadap orang lain."
"Mari kita adakan perjamuan kasih," usul Sara. Setelah itu, tim mulai mencari alasan-alasan lain untuk bekerja sama. Dalam beberapa bulan, tim ini jauh lebih menikmati saat-saat kebersamaan, saling mendoakan, dan bekerja sama dengan lebih baik. Salah satu penatua berkata, "tim misi ini adalah sebuah kelompok yang menyenangkan." Tidak lama kemudian, dilakukan penyelidikan mengenai apa yang dilakukan oleh tim misi itu, dan bagaimana caranya agar bisa menjadi bagian di dalam tim itu.
Membangun Kelompok Kepemimpinan Misi
Teladan Misi
Tim senang atas kemajuan yang dibuat oleh tim misi. Anggota-anggotanya saling memerhatikan, bergembira, dan membangun persatuan. Mereka mulai mempelajari lebih banyak hal mengenai misi dan mengambil bidang-bidang tanggung jawab yang baru. Tetapi ada sesuatu yang kurang dan tim tidak bisa menunjukkan apa kekurangan itu.
Ketika sedang berbicara di telepon dengan Dan pada suatu malam, maka hal itu dibukakan. Dan, salah seorang penatua, mulai menjadi semakin yakin akan prioritas misi bagi gereja. Ia bertanya kepada tim, bagaimana caranya agar mereka dapat memunyai pengaruh yang lebih besar secara perorangan, terhadap sahabat-sahabat dan rekan-rekan mereka dalam kedudukan kepemimpinan lain di dalam jemaat.
Sementara tim merenungkan pertanyaan itu, mereka sadar bahwa mereka harus menjadi teladan-teladan yang baik. Tim ingat rumus agar memunyai pengaruh atas orang lain. "Pengaruh = teladan + hubungan + pengajaran." Ketika seseorang menjadi teladan yang baik, maka ketika ia menjalin hubungan dengan orang lain, maka mereka akan melihat teladan tersebut. Memberi penjelasan pada saat-saat yang tepat, akan membantu orang lain mengerti mengapa Anda bisa menjadi sebagaimana Anda sekarang.
Pada pertemuan misi berikutnya, tim memperkenalkan gagasan mengenai menjadi keteladanan misi. Tim itu membahas beberapa hal mengenai cara menjadi seorang teladan misi bagi gereja dan orang-orang yang dikenal sebagai teladan yang baik, mereka berdoa bersama dan masing-masing berjanji untuk mengambil satu langkah khusus secara pribadi dalam komitmen misi. Mereka juga menyetujui untuk memerhatikan dan mendoakan, agar ada kesempatan untuk menularkan teladan-teladan baik tersebut kepada kelompok-kelompok lainnya di gereja.
Teladan Pelayanan Misi bagi Gereja Anda
Diambil dari:
Judul buku | : | Bagaimana Menjalankan Tim Kepemimpinan Misi yang Efektif di Gereja Anda |
Judul artikel | : | Menjalankan Tim Kepemimpinan Misi yang Efektif di Gereja |
Penulis | : | David Mays |
Penerjemah | : | Hennuwati |
Penerbit | : | Yayasan Mitra Pengembangan Desa, Bandung 1999 |
Halaman | : | 13 -- 27 |
Pengantar: Artikel di bawah ini memang tidak secara spesifik ditujukan untuk menjangkau orang ateis. Namun, prinsip-prinsip di dalamnya dapat diterapkan untuk menjangkau orang-orang yang belum percaya, termasuk orang ateis. Kiranya Tuhan memberi hikmat dan membukakan pintu bagi kita untuk menjangkau mereka yang Tuhan percayakan untuk kita layani. Selamat memenangkan jiwa.
MENJALIN PERSAHABATAN DENGAN ORANG-ORANG YANG TIDAK BERIMAN: PESTA MATIUS
Jika berbicara mengenai pesta, dalam tulisan ini tercatat dua jenis pesta. Yang pertama adalah kumpulan orang-orang yang beriman, di mana kita dapat menjumpai kumpulan seperti ini di gereja atau dalam sebuah persekutuan. Dalam pertemuan itu semua orang telah saling mengenal, suasananya akrab, bersahabat, dan berbincang-bincang dengan santai. Jenis pesta yang kedua adalah kumpulan para pemberontak yang tidak terkontrol, yang seolah dilahirkan untuk menjadi liar. Mereka suka berpesta sampai mabuk, perbincangan yang murahan, dan memutar musik-musik keras. Biasanya mereka sekadar ingin bersenang-senang, coba-coba, atau pun hanya ikut-ikutan.
Dalam Lukas 5:29 diceritakan bahwa situasi yang terjadi pada abad pertama tidaklah jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa kini. Hal ini mendorong Matius mengadakan sebuah jamuan makan secara diam-diam dengan mengundang teman-temannya yang beriman maupun tidak beriman. Meskipun pesta ini adalah pesta campuran, pesta ini adalah pesta dengan suatu tujuan.
Seperti kita ketahui, Matius adalah seorang pemungut cukai, yang pada masa itu, seorang pemungut cukai dianggap sebagai pekerjaan yang paling tidak populer. Para pemunngut cukai dianggap sebagai seorang pencuri dan pemeras. Namun, perjumpaan Matius dengan Kristus telah mengubah hatinya secara total. Matius menjadi rindu menolong teman-temannya yang belum percaya kepada Yesus untuk mengalami pengalaman spiritual seperti apa yang telah ia alami. Hanya saja, Matius tidak tahu bagaimana caranya. Ia sama sekali belum pernah mengikuti seminar penginjilan, belum pernah tamat sekolah teologi, dan dia juga kekurangan bahan bacaan. Satu hal yang Matius miliki hanyalah kesungguhan, hati yang penuh belas kasihan, dan roh yang penuh tekad.
Salah satu strategi yang ia pikirkan adalah mengajak sesama pemungut cukai pergi ke Bait Allah untuk mendengarkan penjelasan seseorang yang lebih fasih dalam menyampaikan kebenaran rohani. Namun, yang ia jumpai hanyalah seseorang yang sedang membaca Kitab Perjanjian Lama. Keadaan ini membuat Matius sadar pendekatan tersebut tidak sesuai untuk penyembah berhala, orang-orang yang suka mengambil risiko, dan kumpulan orang-orang yang sangat fanatik.
Hal ini sebenarnya dapat membuat Matius menyerah, merasa gagal, bahkan sedikit stres. Sebenarnya dia rindu teman-temannya mendengarkan khotbah Yesus, tetapi jadwal khotbah Yesus selalu spontan dan tidak terjadwal. Mungkin saja teman-temannya tidak akan bersedia sewaktu-waktu meninggalkan pekerjaannya ketika Yesus datang. Matius juga mungkin merasa tidak layak membawa teman-temannya mengenal kebenaran yang sejati itu.
Mungkin banyak orang Kristen mengalami perasaan yang sama dengan Matius. Sebagian besar dari mereka malah menutup hatinya bagi teman-teman atau keluarga mereka yang terhilang. Tetapi Matius tidak menyerah, bahkan mendapatkan sebuah ide. Dia akan mengadakan sebuah pesta karena dia tahu teman-temannya suka berpesta. Matius pun memikirkan bagaimana caranya memasukkan tujuan utamanya ke dalam pesta ini. Dia lalu bertanya kepada Yesus dan para murid-Nya, apakah mereka bersedia hadir untuk menanam beberapa benih rohani dengan harapan akan berakar dalam hati teman-temannya.
Pada malam itu, hanya Allah yang tahu strategi percakapan macam apa yang dapat dipakai sebagai pendekatan. Kita tidak banyak mengetahui rinciannya, kecuali orang-orang Farisi yang kemudian mendengar hal ini dan tidak menyukainya. Mereka berpikir bahwa Yesus dan para murid-Nya melakukan penginjilan dengan cara yang keliru. Jadi mereka menentang Yesus dan murid-murid-Nya karena bergaul dengan orang-orang yang memunyai karakter buruk.
Melihat kejadian tersebut, Matius yang baru saja lahir baru mungkin mulai ragu dan bertanya kepada dirinya sendiri, apakah ia telah melakukan suatu tindakan yang benar? Akan tetapi, tiba-tiba ia mendengar Yesus membela tindakannya dan memberinya pujian serta berkata kepada orang-orang Farisi bahwa orang sakitlah yang memerlukan dokter. Strategi penginjilan modern yang melibatkan orang yang kaya dan yang miskin secara rohani sangat penting dalam usaha penyelamatan yang dilakukan oleh Allah.
Meskipun Alkitab tidak menceritakan apa yang terjadi kemudian, namun dari kisah tersebut kita dapat melihat bahwa Yesus mendukung apa yang dilakukan oleh Matius. Di sini kita melihat bahwa Matius berusaha memahami apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan teman-temannya. Oleh sebab itulah ia melakukan sebuah tindakan di luar kebiasan umum, yaitu menjangkau mereka yang terhilang melalui sebuah pesta.
BELAJAR DARI CONTOH MATIUS
Ada beberapa prinsip yang dapat dipelajari dari Matius. Allah menginginkan kita menghargai mereka yang belum percaya dan waspada dengan cara-cara yang biasa kita gunakan dalam penginjilan, ketika kita tahu bahwa hal tersebut bukanlah cara terbaik untuk menjangkau mereka. Dia tidak ingin kita tertekan karena pilihan yang sulit ini dan akhirnya menyerah.
Mungkin Allah akan menantang kita melakukan hal yang sama seperti Matius, yaitu bersedia melakukan perubahan dan berpikir secara kreatif. Dengan tolak ukur prinsip-prinsip yang alkitabiah, buatlah strategi yang tepat dengan kondisi kita dan kondisi teman-teman kita. Berdoalah dengan tekun dan bersiaplah mengambil risiko. Belajarlah dari kesalahan dan ubahlah cara pendekatan dari kesalahan tersebut.
Selama hal itu berlangsung, janganlah kita hanya berfokus pada acara-acara saja, melainkan kita harus lebih berfokus kepada orang-orangnya. Pertempuran dimulai saat Anda berhubungan dengan orang lain. Garam harus menyentuh sesuatu agar memberikan pengaruhnya; begitu pula dokter harus menemukan jalan untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang yang membutuhkan pelayanannya. Jika Anda ingin menjangkau mereka yang terhilang bagi Allah, Anda harus memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada untuk bersahabat dengan mereka yang tidak beriman.
Kekristenan yang menular terjadi di antara teman dengan teman, orang dengan orang, tetangga dengan tetangga. Rencana ini alkitabiah, masuk akal, strategis, dan telah dibuktikan oleh Yesus, Paulus, Matius, dan masih banyak lagi. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya mengambil langkah pertama untuk melakukan hal tersebut? Apakah yang dapat kita lakukan agar kita lebih akrab dengan mereka yang tidak percaya dengan harapan suatu saat membawa mereka kepada Kristus?
Jawabannya adalah dengan mengacu pada cara-cara yang praktis, di mana kita dapat menjangkau tiga kelompok orang di dalam dunia kita, yaitu orang-orang yang kita kenal, orang-orang yang pernah kita kenal, dan orang-orang yang ingin kita kenal.
ORANG YANG KITA KENAL
Pandangan umum yang sering kita dengar mengenai pendekatan penginjilan adalah bahwa penginjilan yang efektif merupakan penginjilan yang dilakukan kepada orang-orang yang kita kenal. Ini merupakan sebuah konsep yang keliru. Karena penginjilan yang sesungguhnya adalah penginjilan yang dilakukan kepada orang-orang yang belum kita kenal. Dan untuk mencapai tingkat di mana kita membangun suatu karakter yang menular, diperlukan kelengkapan-kelengkapan seperti kejujuran, belas kasih, dan sikap rela berkorban.
Yang perlu diperhatikan, dalam hubungan semacam ini, banyak hal terpenting yang harus dikorbankan. Contohnya, waktu santai bersama di luar pekerjan rutin, tugas-tugas rutin rumah tangga, atau kesibukan yang terjadi setiap hari dalam kehidupan kita. Sejujurnya kita membutuhkan lebih banyak waktu santai daripada melakukan percakapan yang mendalam tentang hal-hal pribadi. Bagaimana kita mengambil tindakan untuk memastikan hal itu terjadi? Ada dua pendekatan yang mungkin dapat kita dilakukan. Pertama, melalui peristiwa yang direncanakan, dan kedua melalui lebih banyak cara yang tidak resmi.
1. Adakanlah "pesta Matius".
Pesta Matius dapat dilakukan dalam berbagai cara, misalnya acara syukuran baptisan, menempati rumah baru, kelahiran anak, atau hari ulang tahun pernikahan. Pesta ini dilakukan dengan mengundang mereka yang sudah percaya dan mereka yang belum percaya. Pesta ini dirancang untuk sebuah tujuan, yaitu menyediakan sebuah tempat yang netral di mana orang Kristen dapat menjalin persahabatan dan memulai percakapan mengenai masalah iman dengan mereka yang belum percaya.
2. Melibatkan orang lain dalam aktivitas sehari-hari.
Mungkin Anda berpikir bahwa untuk menjalin persahabatan dengan mereka yang belum percaya, Anda harus menambahkan kegiatan baru di antara jadwal Anda yang sudah terlalu padat. Konsep ini keliru. Salah satu cara yang efektif agar Anda dapat bersahabat dengan mereka adalah dengan memanfaatkan waktu yang ada dengan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya. Misalnya, mengajak mereka berolahraga bersama atau menonton pertandingan olahraga. Di samping itu Anda bisa melakukannya di tempat kerja Anda. Dalam bidang bisnis, kita menjumpai banyak orang yang kekurangan secara rohani. Anda dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menanamkan benih-benih rohani kepada rekan kerja Anda.
ORANG-ORANG YANG PERNAH KITA KENAL
Orang-orang ini adalah kelompok yang berpeluang besar untuk dilewatkan. Mengaculah pada orang-orang yang berasal dari masa lalu Anda dan yang sudah lama kehilangan kontak dengan mereka.
Hanya sedikit orang yang tetap berusaha menjalin hubungan dengan teman-teman setelah mereka meninggalkan sekolah, keluar dari pekerjaan, atau pindah tempat tinggal. Bahkan persahabatan yang cukup akrab pun umumnya berakhir dalam satu atau dua tahun setelah salah seorang berpindah tempat. Umumnya, semakin tua seseorang, semakin kurang serius orang itu dalam mengucapkan komentar semacam ini, "Oh, jangan kuatir, kita akan tetap menjalin hubungan."
Jadi, ketika Anda berusaha untuk menghubungi mereka dengan cara menulis surat atau menelepon teman sekerja atau teman sekelas Anda dulu, dia pasti sangat terkejut, lalu mungkin menyetujui ide untuk bertemu dan bercakap-cakap. Yang membuat peluang ini sangat menarik adalah banyak faktor keingintahuan yang timbul secara otomatis dari kedua belah pihak untuk mengetahui bagaimana perkembangan atau perubahan orang ini. Karena faktor rasa ingin tahu inilah, maka orang-orang itu tidak perlu menjadi teman akrab terlebih dulu.
ORANG YANG INGIN KITA KENAL
Sekarang kita sampai pada kategori yang banyak membuat orang Kristen gugup. Berbicara kepada orang yang kita kenal atau bahkan membangun kembali hubungan lama, kedengarannya tidak terlalu jelek. Tetapi, bagaimana mencoba berbicara dengan orang yang asing tentang Allah?
Salah satu cara yang dapat Anda gunakan yaitu dengan menjalin hubungan baik dengan mereka dan jika kondisi memungkinkan, mulailah mendiskusikan topik-topik rohani. Namun, satu hal yang perlu Anda ingat adalah perlakukan mereka bukan sebagai objek, melainkan sebagai orang yang sangat berarti di hadapan Allah, yang layak mendapatkan kasih dan perhatian dari kita.
Apakah uraian di atas memberi cara pandang yang baru pada kegiatan rutin harian Anda? Apa pun arenanya, Kolose 4:5 kembali mengingatkan kita untuk "hidup dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar dan menggunakan setiap kesempatan yang ada". Betapa isitmewanya dipakai Allah untuk menjalin hubungan dengan orang lain agar hidup kita memberi dampak rohani bagi mereka.
Diringkas dari:
Judul buku | : | Menjadi Orang Kristen yang Menular |
Judul artikel | : | Menjalin Persahabatan dengan Orang-Orang yang Tidak Beriman |
Penulis | : | Bill Hybels dan Mark Mittleberg |
Penerbit | : | Yayasan ANDI, Yogyakarta 2000 | Halaman | : | 197 -- 218 |
Ketika mengabarkan Kabar Baik kepada Saudara Sepupu, kami melihat ada kesalahan-kesalahan yang terjadi pada masa lalu yang perlu kita atasi. Beberapa kesalahan terbesar adalah kurang diperhatikannya faktor sosiologi, etnik, linguistik, dan budaya.
Salah satu kesalahan terbesar yang dilakukan orang percaya adalah mengabaikan Saudara Sepupu, dengan cara bersembunyi di balik alasan-alasan seperti "monolit Saudara Sepupu" dan "Saudara Sepupu menolak Kabar Baik". Dari hasil penyelidikan, kami mencatat bahwa jumlah Utusan Injil Protestan Amerika Utara, yang menjangkau Saudara Sepupu kurang dari 2 persen. Sedikit yang ditabur, sedikit pula yang dituai.
Dunia Saudara Sepupu telah menjadi subjek terhadap pengaruh-pengaruh sekuler dunia Barat. Dominasi dunia Barat pada masa lalu untuk negara-negara Saudara Sepupu pada saat ini, sama sekali tidak menolong orang Kristen. Namun, dominasi tersebut telah menyalurkan ide dan nilai bagi generasi Saudara Sepupu secara keseluruhan.
Beberapa pengamat merasa bahwa pengaruh-pengaruh sekuler, yang telah mengikis iman orang-orang Barat kepada Kristus, kemungkinan juga telah mengikis kepercayaan Saudara Sepupu. Hal ini menyebabkan adanya perlawanan yang dilakukan Saudara Sepupu, sebagai reaksi terhadap pengaruh sekuler negara Barat.
Tetapi di tengah-tengah kondisi ini, kami percaya Allah telah memberikan waktu ini untuk memberitakan Kabar Baik kepada mereka. Kami mendengar cerita-cerita yang mengejutkan dari negara-negara Saudara Sepupu, di mana terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak terduga saat mengabarkan Kabar Baik kepada mereka. Cerita-cerita itu menyatakan bahwa tidak semua negara Saudara Sepupu menentang Kabar Baik. Cerita-cerita itu memberi harapan bagi gereja-gereja untuk bertobat dari sikapnya yang mengabaikan Saudara Sepupu, menghapus praduga-praduga tentang mereka, dan tidak mengulang kembali kesalahan yang dilakukan pada masa lalu.
Pergumulan Ideologi dalam Dunia Saudara Sepupu -- Kesempatan Allah
Kami mengobservasi adanya peningkatan di kalangan militan Saudara Sepupu. Pergerakan sedang menyebar di Aljazair, Iran, Irak, Afganistan, Mesir, Libya, dan Sudan. Ironisnya, meskipun sebagian besar negara-negara Saudara Sepupu menandatangani Deklarasi Hak Asasi Manusia yang dibuat oleh PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa), namun mereka menafsirkan deklarasi tersebut dengan cara mereka sendiri. Alasannya adalah kepercayaan yang mereka anut menjadi pandangan hidup mereka secara total, sehingga masyarakat yang tinggal di negara-negara tersebut hidup di bawah hukum agama. Karena hukum agama dianggap lebih tinggi kedudukannya daripada hukum dan deklarasi yang dibuat manusia, maka apa pun yang dikatakan hukum agama adalah kebenaran.
Di tengah pergumulan dan keraguan tersebut, Kabar Baik dapat menjadi sesuatu yang sangat menarik. Para militan berjuang melawan nilai-nilai Barat yang rusak dan mereka menganggapnya sebagai perjuangan yang sesungguhnya. Para pemimpin lain sedang mencari stabilitas. Kami seharusnya memerhatikan hal-hal yang ditekankan dalam pergumulan-pergumulan ideologi dunia Saudara Sepupu. Daripada menarik orang Kristen dari situasi tersebut, kami merasa perlu untuk tetap bertekun sebagai saksi. Sebagai contoh, di Iran ada seorang pemuda yang percaya Yesus dan telah menuntun 20 orang kepada Kristus dalam jangka waktu 6 bulan! Di Amerika, di mana banyak penduduk Iran yang ditelantarkan oleh pemerintah, ada banyak orang Iran yang percaya kepada Kristus -- hampir di semua kota besar. Tekanan menghasilkan keterbukaan. Semua hati yang mencari arti dan kedamaian hidup telah menemukannya di dalam Kristus.
Penggunaan Kitab Suci Saudara Sepupu sebagai Jembatan
Setiap orang percaya yang ingin menjangkau Saudara Sepupu, harus menggali Alkitab dan mengetahui apa yang dikatakan Alkitab tentang pendekatan-pendekatan budaya kepada orang lain. Salah satu contoh pendekatan yang dilakukan Yesus adalah, Dia tidak memberikan khotbah kepada penganut aliran Yudaisme dan tidak mengajarkan keselamatan melalui hukum Taurat. Namun, Dia juga tidak menganggap remeh hukum Taurat. Yesus menunjukkan kepada orang-orang Yahudi bahwa hukum Taurat itu mengarahkan mereka kepada-Nya.
Apakah ada cara yang sama di mana kita dapat menggunakan Kitab Suci Saudara Sepupu untuk menjangkau mereka? Sebelum menjawab, saya terlebih dahulu menjelaskan bahwa saya sama sekali tidak menyamakan Kitab Suci Saudara Sepupu dengan Perjanjian Lama. Saya cenderung membuat analogi. Sebagian besar Saudara Sepupu menyatakan bahwa Kitab Suci mereka adalah perkataan langsung dari Allah. Kita seharusnya mendekati mereka sesuai dengan kepercayaan mereka.
Kitab Suci Saudara Sepupu memiliki beberapa ayat yang bagus tentang Yesus. Betapa menyegarkan dan indahnya kisah-kisah tersebut, di mana melalui ayat-ayat tersebut, kita dapat melihat Yesus sebagai nabi terbesar, dan dalam cara tertentu Dia dekat dengan Allah. Kisah-kisah ini tidak dapat disebut sebagai "Injil dalam Kitab Suci Saudara Sepupu", tetapi kenyataan tersebut memberikan kesempatan kepada kita untuk membicarakan tentang Kristus kepada mereka.
Secara pribadi, saya yakin bahwa salah satu nabi Saudara Sepupu kurang memahami siapakah Yesus. Di satu sisi mereka menyangkal ketuhanan Yesus dan penyaliban-Nya. Namun, di sisi lain, Yesus disebut sebagai Kalamet Allah (firman Allah) dan Rouh Allah (Roh Allah), Yesus adalah satu-satunya nabi yang bangkit dari kematian -- dalam Kitab Suci mereka. Di dalamnya juga disebutkan tentang mukjizat yang dilakukan Yesus, penyembuhan yang dilakukan-Nya, dan kelahiran-Nya yang ajaib. Saya percaya Kitab Suci Saudara Sepupu dapat digunakan untuk membawa mereka kepada Yesus. Sebenarnya, semua Saudara Sepupu yang telah menerima Kristus mengatakan bahwa Tuhan yang mereka kenal dalam Kitab Suci mereka, sekarang dapat mereka kenal sepenuhnya di dalam Yesus Kristus. Sama seperti Yesus dan para murid-Nya dapat menyatakan Kabar Baik melalui Perjanjian Lama, demikian juga kita dapat menyatakan Yesus kepada Saudara Sepupu melalui Kitab Suci mereka.
Seseorang mungkin akan mengatakan hal ini kepada Anda, "Tetapi para guru dan pemimpin Saudara Sepupu tidak mengakui bahwa Yesus ditinggikan sebagai Tuhan dalam kitab suci mereka." Hal ini benar. Tetapi jika kita kembali ke abad pertama, baik orang-orang Farisi maupun pemimpin agama Yahudi tidak menerima Yesus sebagai penggenapan nubuatan-nubuatan dalam Perjanjian Lama. Meskipun demikian, Kabar Baik dibagikan kepada mereka yang memberikan respons terhadap ajaran-ajaran Kristen. Dengan menggunakan kitab suci Saudara Sepupu, kita bisa menjangkau Saudara Sepupu yang telah disiapkan Allah, untuk melihat Yesus sebagai satu-satunya utusan Tuhan yang dapat menyelamatkan mereka.
Monolit Saudara Sepupu: Fakta atau Angan-Angan?
Hal yang mendasari bentuk-bentuk yang sensitif secara budaya adalah kesadaran bahwa Saudara Sepupu memiliki aneka ragam budaya. Mereka terbagi menjadi ratusan "unit homogen" yang berbeda antara satu dengan yang lain, baik secara geografis, etnik, ideologi, budaya, dan seringkali secara teologi. Contohnya, Iran. Iran tidak dapat disebut sebagai masyarakat yang monolit. Etnik Persia hanya memiliki populasi 48 persen. Sekitar 8 persen populasi di Iran adalah bangsa Kurdis, 19 persen populasi berbahasa Turki, 18 persen suku Bulani, Baluchi, dan Luri, serta sisanya adalah beberapa aliran yaitu Shiar, Sumis, Bahais, Ismailis, Ahl-I-Hagq, Yezidis, Komunis, sekularis, dan kelompok progresif maupun konservatif. Keanekaragaman tersebut dapat ditemukan di banyak negara Saudara Sepupu.
Contoh lain dari keanekaragaman yang mengejutkan itu adalah: 20.000 penduduk China "Saudara Sepupu" telah berimigrasi dan tinggal di Arab Saudi, 145.000 orang Kurdi tinggal di Kuwait, dan 20.000 Saudara Sepupu Circassian tinggal di Yordania. Sekitar satu juta Saudara Sepupu di dunia, setidaknya menggunakan 500 bahasa yang berbeda sebagai bahasa tutur, dan diperkirakan masih terbagi lagi sebanyak 3.500 unit homogen yang berbeda.
Jenis-Jenis Tanah yang Berbeda, Merupakan Satu Petunjuk
Sama seperti jenis-jenis tanah yang berbeda dalam perumpamaan tentang seorang penabur (Matius 13:1-23), kami juga melihat banyak kelompok Saudara Sepupu yang berbeda-beda pula. Namun sayangnya, banyak orang menganggap kelompok Saudara Sepupu di seluruh dunia sebagai satu jenis tanah, dan secara keliru menggunakan satu metode untuk menjangkau mereka. Seharusnya tidak demikian!
Sebagai contoh, Indonesia adalah negara dengan populasi Saudara Sepupu terbesar di dunia (sebanyak 195 juta -- lebih dari 80 persen populasi penduduk). Namun, Indonesia bukanlah sebuah negara Saudara Sepupu. Jumlah Saudara Sepupu di Indonesia yang responsif terhadap iman Kristen sangatlah mengejutkan. Salah satu suku di Indonesia -- sebut saja suku P, yang dikenal sebagai suku yang menolak Kabar Baik, memiliki tingkat yang bervariasi tentang komitmen kepada agama mereka. Beberapa wilayah sangatlah ortodoks dan menolak kekristenan. Beberapa wilayah lainnya, pengaruh Saudara Sepupu tidak begitu besar. Gereja-gereja rumah mencapai kesuksesan saat dirintis di wilayah yang tidak menolak Kabar Baik.
Intinya adalah kami dapat menemukan orang-orang yang responsif (tanah yang subur), meskipun di negara yang populasi Saudara Sepupu paling besar. Hal ini bukan berarti kita tidak dapat mengabarkan Kabar Baik kepada bagian populasi yang tidak responsif. Ini berarti bahwa kita sebaiknya menginvestasikan usaha-usaha terbesar kita di tanah yang subur itu, dan mendorong para petobat yang mengetahui alasan-alasan penolakan terhadap Kabar Baik, untuk mengabarkan Kabar Baik ke wilayah yang kurang responsif. Kita harus bereksperimen secara simultan dengan menggunakan strategi-strategi baru.
Kesempatan-Kesempatan bagi Para Pekerja Lintas Budaya di Semua Negara
Kadang-kadang kita dapat belajar dari Saudara Sepupu. Sebagai contoh, ada sebuah perkembangan usaha yang dilakukan oleh Arab Saudi dan beberapa negara di wilayah Timur Tengah, untuk memperkuat pertumbuhan Saudara Sepupu ortodoks di Indonesia. Kebanyakan Utusan Injil yang terlibat dalam pergerakan tersebut adalah orang-orang Kairo yang mahir berbahasa Arab. Mereka dikirim ke Indonesia untuk mengajar bahasa Arab.
Strategi yang disarankan dalam menghadapi kasus ini adalah dengan dikirimnya orang-orang Kristen Arab sebagai Utusan Injil ke Indonesia, para Utusan Injil tersebut dapat mengajar bahasa Arab dan memberitakan Kabar Baik. Mereka akan sangat diterima karena kewibawaan mereka sebagai orang yang mahir berbahasa Arab.
Orang Kristen Korea mendapat dampak yang luar biasa dari Saudara Sepupu di Arab Saudi. Orang-orang Arab Saudi mengharapkan para pengikut gereja-gereja ortodoks Yunani, Koptik, Suriah, dan Armenia menjadi Kristen. Orang-orang Arab Saudi mengharap agar Amerika, Jerman, dan Inggris, setidaknya memiliki jumlah orang Kristen yang berdedikasi. Namun, yang mengherankan bagi mereka adalah bagaimana bangsa Korea, yang tidak punya latar belakang atau pun sejarah Kristen, dapat menjadi murid Yesus yang berdedikasi. Apakah ada yang lebih penting daripada satu lembaga pelayanan misi Korea di Arab Saudi, baik dalam bentuk penasihat teknis, pekerja, dokter, insinyur, dsb.?
Setelah terjadi peledakan minyak dan sejumlah peperangan, negara-negara di sekitar teluk Arab telah terguncang dengan hebatnya. Perubahan di bidang budaya, ekonomi, dan sosiologi, seharusnya diperhatikan secara serius oleh Utusan Injil/orang-orang yang berpikir seperti Utusan Injil. Disorientasi dan distorsi budaya telah terbukti menjadi lahan yang subur bagi orang Kristen. Gelombang orang asing di India dan Pakistan yang datang ke wilayah teluk, melebihi populasi nasional. Di antara sejumlah penduduk tersebut, ada sejumlah orang Kristen. Di Kuwait, misalnya, diperkirakan 5 persen dari penduduknya beragama Kristen. Di Bahrain sekitar 2 persen penduduknya beragama Kristen; di Qatar lebih dari 2 persen; di Abu Dhabi sekitar 4 persen; di Dubai 3 persen lebih sedikit. Perlu diingat, sebagian besar dari orang-orang Kristen tersebut adalah orang asing. Hanya ada sedikit warga negara Kristen, itupun jika ada. Komunitas Kristen terbesar di wilayah teluk Arab adalah komunitas Kristen India. Diperkirakan lebih dari 30 persen orang India yang tinggal di Arab Saudi beragama Kristen. Hal ini dapat menjadi salah satu kesempatan terbesar bagi para Utusan Injil India.
Kesimpulan:
Satu milyar Saudara Sepupu tidak dapat dilupakan begitu saja oleh gereja. Kita seharusnya tidak mengecualikan segala usaha untuk membuat Kabar Baik menjadi relevan dengan unit etnik Saudara Sepupu yang bervariasi.
Ketika Yesus ditanya, "Hukum apakah yang terutama?" Dia menjawab dengan mengutip ayat dalam kitab Ulangan 6:5 -- "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." Tetapi Yesus menambahkan satu kalimat penting yang tidak dijumpai dalam kitab Ulangan, "Dengan akal budimu". Para utusan Injil yang berkomitmen sungguh-sungguh, seharusnya tidak hanya mendedikasikan diri mereka untuk penginjilan saja, tetapi juga memikirkan cara yang paling efektif sehingga mereka dapat menjalankan perintah Tuhan.
Rasul Paulus merencanakan dan memikirkan cara yang terbaik, sehingga Kabar Baik dapat memberi dampak yang maksimal. Kita perlu merencanakan penginjilan kepada Saudara Sepupu dengan cara yang sama. Mari kita menggunakan sarana-sarana yang sesuai untuk menghasilkan tuaian yang berlimpah di dunia Saudara Sepupu pada saat ini.
Sumber: Reaching Muslim People with the Gospel. Ishak Ibrahim. in Perspectives on the World Christian Movement, Page 646 -- 649. Third Edition. William Carey Library, 1999
Diambil dan disunting seperlunya dari: Bahan Bacaan Misiologi STT Intheos, Halaman 39
Diringkas oleh: Novita Yuniarti
Yesus memiliki banyak hal untuk disampaikan perihal anak muda.
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 18:3)
"Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku." (Markus 9:37)
"Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah." (Lukas 18:16)
Ayat-ayat di atas mewakili perasaan Tuhan terhadap anak muda. Anak-anak dilahirkan seutuhnya tanpa maksud jahat, belum tercemar oleh sinisme, dan mereka telah menjadi rusak tanpa memahaminya. Mereka merupakan tolok ukur masyarakat. Mereka menyingkapkan maksud jahat yang ada di dalam pikiran orang dewasa dan mendorong kita untuk memeriksa alasan dan perbuatan kita. Ketika dilecehkan, mereka menyerap esensi kejahatan ke dalam diri mereka sendiri; ketika ditinggalkan, mereka menjadi gambaran dunia yang sudah mati. Inilah gambaran anak muda masa kini:
Sebanyak 500 juta anak tidur tanpa atap dan tanpa makanan yang cukup di perut mereka.
Ada 100 juta anak tidak memiliki keluarga. Mereka hidup di jalanan dan saat menginjak umur 8 tahun mereka sudah belajar bagaimana mempertahankan hidup. Beberapa di antaranya akan mahir dalam merampok dan membunuh sebelum anak-anak lain bisa menulis nama mereka.
Beberapa juta anak terpaksa menjerumuskan diri ke dalam prostitusi saat mereka masih remaja, melayani para pria dan wanita dewasa dari Bombay sampai ke Brazil, dari Los Angeles sampai ke Laos. Berjuta-juta industri pornografi anak memperburuk keadaan ini.
Lebih dari setengah anak muda di dunia ini belum bisa membaca.
Beberapa juta anak tidak akan pernah dapat menggunakan pikiran mereka selayaknya orang dewasa karena kekurangan gizi sejak usia 5 tahun yang mengakibatkan kerusakan otak yang sulit dipulihkan.
Beberapa juta anak lainnya tidak akan pernah menggunakan pikiran seperti orang dewasa karena pemakaian narkoba telah merusak kemampuan mereka untuk berpikir.
Bagaimana peran gereja terhadap remaja sekarang ini? Gereja semakin lama semakin tidak relevan dengan generasi saat ini. Terjadi kesenjangan yang cukup lebar antara generasi saat ini dan generasi tahun 60-an dan gereja belum melihat hal tersebut dengan jelas. Kita perlu mencari cara untuk menjembatani kesenjangan ini karena masa depan dunia serta gereja berada di pundak mereka. Namun, upaya-upaya gereja untuk memahami anak muda nampaknya sangat kurang dan tidak pada tempatnya. Rasul Yakobus mengatakan bahwa ibadah yang murni dilihat dari kepedulian kita terhadap anak yatim piatu dan para janda (Yakobus 1:27). Banyak budaya anak muda sekarang yang secara efektif menjadi yatim piatu karena dunia. Inilah saatnya bagi gereja untuk mengasuh dan ikut merasakan kepedihan yang mereka rasakan, seolah-olah mereka adalah darah daging kita sendiri.
Menyeberangi Perbedaan Budaya
Jika seseorang ingin terlibat dalam pelayanan anak muda, mereka harus paham betul dunia anak muda. Mereka harus tahu bagaimana menggunakan musik, media, dan humor supaya penginjilan menjadi relevan bagi anak muda. Mereka harus berani menggabungkan cara-cara baru dalam mengekspresikan diri, serta menolerir tingkah laku anak muda yang dianggap aneh. Selain itu, anak muda harus dilibatkan untuk peduli terhadap orang-orang yang tidak termasuk komunitas mereka. Seperti ungkapan seorang hamba Tuhan, "Anda tidak boleh membiarkan anak-anak memandang kekristenan semata-mata hanyalah suatu doktrin. Doktrin akan membinasakan mereka. Mereka harus memahami bahwa Yesus tidak mengharuskan kita menjadi orang Kristen seperti orang tua kita. Mereka harus menemukan Yesus di lingkungan mereka sendiri." Saat kita tidak bisa memahami dunia mereka, ini sama artinya kita menciptakan kesenjangan budaya yang semakin lebar antara gereja dengan anak-anak muda. Berikut merupakan beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk memahami keinginan anak muda:
Dengarkanlah musik-musik anak muda. Akrabkan diri dengan musik mereka agar Anda bisa mengikuti jenis musik semacam itu. Cobalah untuk mengerti aspirasi yang disampaikan melalui media itu.
Bacalah majalah-majalah anak muda. Pergilah ke perpustakaan di kota Anda kemudian tanyakanlah contoh majalah yang paling populer di kalangan anak muda. Berhentilah di rak majalah untuk mengikuti apa yang dibaca anak muda.
Tontonlah acara-acara televisi malam yang "aneh" yang sangat populer di kalangan generasi muda.
Bacalah beberapa buku petunjuk yang akan menolong Anda menyesuaikan diri dengan anak-anak muda ini. Buku berjudul "Thirteenth Gen" yang ditulis oleh Neil Howe dan William Strauss (Vintage Books, 1993) bisa jadi awal yang tepat.
Pahamilah bahwa anak muda zaman sekarang biasanya tidak terkesan dengan program-program yang kita tawarkan. Institusi dan kepengurusan tidak penting bagi mereka. Mereka memberi nilai tinggi pada hubungan.
Bawalah Anak Muda Anda Menuju ke Budaya yang Berbeda
Ritual keagamaan yang mengikat bagaikan sebuah penjara bagi anak muda yang suka dan ingin mencoba hal-hal baru. Hal ini menyebabkan anak-anak muda berani menentang, bahkan meninggalkan gereja. Agar hal ini tidak terjadi, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan. Salah satunya Anda dapat merencanakan kegiatan perjalanan lintas budaya untuk anak muda di gereja Anda. Berikut ini beberapa kemungkinan yang dapat Anda jajaki:
Youth With a Mission (YWAM) (Anak Muda Dengan Sebuah Misi) memiliki program "Small Half" (Separuh Kecil) yang melibatkan anak-anak yang berusia 7 dan 8 tahun. Program ini biasanya berlangsung selama sebulan pada musim panas. Kegiatan ini mencakup pembelajaran Alkitab, doa, dan pelatihan bermusik. YWAM pun mengajak anak-anak untuk tampil di negara lain.
Jalinlah hubungan dengan Teen Missions (Misi [Untuk] Anak Muda) di Florida. Mereka memiliki program yang sangat bagus untuk siswa SMP dan SMU, mulai dari bekerja selama musim panas, bersenang- senang, dan pengenalan budaya. Program ini juga memasukkan komponen dasar pemuridan. Minggu pertama dibagi dengan 2000 anak muda lainnya, yang datang dengan tujuan yang sama. Semangat dari para anak muda yang ada dalam satu tempat, yang semuanya memfokuskan diri pada Yesus, merupakan hal yang luar biasa dan sangat menginspirasi semua yang hadir.
Bergabunglah dengan Short-Term Evangelical Ministries (STEM) -- (Pelayanan Penginjilan Jangka Pendek) yang khusus menangani perjalanan anak muda dan mahasiswa yang berlangsung selama 1 atau 2 minggu. Perjalanan mereka bisa disesuaikan untuk memperkuat tim Anda, biayanya pun terjangkau. Semua program tersebut diselenggarakan di Karibia.
Dengan bantuan Evangelical Association for the Promotion of Education (EAPE) (Asosiasi Injili Untuk Mempromosikan Pendidikan), Anda bisa bergabung dengan 300 mahasiswa lain dalam satu kota, melakukan penginjilan lintas budaya, dan mengikuti program pemuridan.
Rencanakan perjalanan Anda. Mintalah gereja Anda untuk menghubungi negara lain atau daerah di sekitar Anda. Padukan antara cara bersenang-senang yang sehat dan bekerja.
Jangkaulah Anak-anak Muda yang Bermasalah
Banyak anak muda di sekitar kita yang kelihatannya tidak memiliki harapan. Mereka sudah terlanjur memiliki kebiasaan menggunakan obat-obatan terlarang, suka membolos sekolah, seks bebas (aktif dalam hubungan seksual), dan tidak begitu terlibat dengan gereja. Menjangkau anak muda bukan tantangan yang kecil. Sejumlah program yang ditargetkan untuk anak muda (Pramuka, Big Brothers-Big Sister, YMCA, YWCA, Pioneer Girls, Boys Brigade, AWANA, Boys and Girls Club, dan National Youth Sports), bukan merupakan program-program untuk menggantikan kebaikan, kesabaran, dan ketulusan cinta orang tua terhadap anak-anak mereka. Namun, program-program tersebut setidaknya bisa menambah pengarahan dan dukungan yang tidak mereka dapatkan di rumah. Berikut adalah beberapa cara agar gereja bisa menjangkau anak muda yang bermasalah:
Jalinlah kerja sama yang baik dengan gereja lain dan libatkan para pemimpin dan orang tua yang merasakan bahwa hal ini adalah panggilan Tuhan dalam hidup mereka. Usaha-usaha ini harus disertai dengan doa yang terus-menerus dan kesatuan hati dari beberapa kelompok yang melayani bersama-sama.
Bergabunglah dalam kegiatan yang sudah ada. Jika di kota Anda memiliki kegiatan pemuda yang kokoh, ikutlah terlibat di dalamnya dan dukunglah kegiatan itu. Hal ini tidak hanya menghindari pelipatgandaan yang tidak perlu tapi menjadi sumber pelayanan yang baik dan memberi kesempatan untuk membangun jembatan dengan orang lain yang memiliki kesamaan ide dan yang mungkin berbeda iman. Sangat baik bagi mereka untuk melihat bahwa orang Kristen memiliki perhatian dan keinginan yang sama untuk membantu.
Bergabunglah dengan program Drug Abuse Resistance Education (DARE) (Pendidikan Penanggulangan Penyalahgunaan Obat Terlarang) setempat. Program ini dapat membantu anak muda berhati-hati terhadap penyalahgunaan narkoba, sama seperti kelompok-kelompok pecinta lingkungan yang menanamkan kepada anak-anak kepedulian yang mendalam terhadap alam. Apabila di kota Anda belum ada program semacam ini, cobalah untuk mengaplikasikannya di gereja Anda.
Berikan bantuan bagi anak-anak yang berjuang di sekolah. Temuilah pengurus sekolah dan guru lokal untuk mempelajari mengapa beberapa anak muda tidak dapat mengikuti kurikulum sekolah. Tanyakanlah kepada mereka tentang cara terbaik untuk membantu anak-anak ini mengatasi kesulitannya, misalnya, menyediakan guru sukarelawan dari jemaat Anda atau adakanlah kelompok belajar matematika seusai sekolah atau klub membaca. Karena beberapa orang tua ragu-ragu untuk menyerahkan anak-anak mereka ke gereja, maka carilah lokasi yang netral untuk melakukan kegiatan ini.
Tinjaulah lingkungan sekitar Anda untuk mengetahui apakah di daerah tersebut membutuhkan program kelompok belajar. Jutaan anak setiap sore hari pulang sekolah ke rumah yang tanpa orang tua ataupun bentuk pengawasan lainnya. Kenyataan ekonomi memaksa mereka pada pilihan sulit; orang tua seharusnya ada di rumah bersama anak-anak mereka, tetapi faktanya mereka harus bekerja keras untuk mencukupi biaya hidup. Kebanyakan orang tua pasti sangat senang jika gereja lokal mengadakan kegiatan belajar kelompok seusai sekolah pada sore hari untuk anak-anak sampai ayah dan ibu mereka pulang. Kegiatan semacam ini tidak hanya membangun persahabatan di antara jemaat tapi juga membantu untuk mencegah anak-anak agar tidak terlibat dalam perbuatan yang tidak baik.
Lakukanlah kegiatan olahraga. Beberapa gereja mengakui bahwa kegiatan semacam ini bisa menarik banyak anak muda. Kegiatan ini tidak membutuhkan banyak peralatan ataupun pengaturan -- bermain basket dan hula hop cukup bagus. Mintalah agar anggota jemaat Anda yang sudah dewasa atau mahasiswa untuk mengawasi, melatih, atau menjadi wasit. Meneliti lingkungan sekitar Anda juga dapat membantu menemukan banyaknya atlet yang sedang naik daun yang mencari lomba ketangkasan fisik yang baik.
Adakan Seminar Pemimpin Muda
Salah satu cara untuk mendapatkan "bantuan" yang Anda perlukan dalam melayani anak muda adalah dengan cara mengundang serang pemimpin muda untuk menjadi pembicara dalam sebuah seminar. Adakanlah seminar sehari atau seminar pada akhir pekan untuk melatih para pelayan muda di gereja-gereja sekitar Anda. Kegiatan ini dapat memberikan keuntungan bagi Anda. Pertama, kegiatan tersebut akan bisa memperlengkapi para pelayan muda Anda sendiri. Kedua, Anda bisa mengumpulkan pemimpin lokal yang dapat diajak bertukar pikiran dan memberi dukungan. Ketiga, Anda bisa membuat dasar jaringan pelayanan pada masa yang akan datang dengan gereja-gereja di daerah tersebut. Keempat, Anda juga bisa mengajak ahli tersebut untuk tinggal pada hari berikutnya untuk secara khusus berbicara dengan pengurus kaum muda Anda.
Berikan kepada Anak Muda
Bagaimana awalnya seorang anak muda belajar tentang pelayanan di gereja? Pada umumnya, setiap anak muda memiliki kemauan untuk belajar. Berikut merupakan beberapa saran yang dapat Anda lakukan. Pertama, ajaklah pemimpin pemuda dan guru sekolah minggu Anda untuk berkumpul bersama dan membicarakan tentang ide ini. Kedua, pimpinlah suatu acara untuk menggali ide kreatif yang bisa mendorong anak muda untuk memberi. Ketiga, pertimbangkanlah berbagai bentuk pelayanan untuk anak jalanan yang diperoleh dari imajinasi kaum muda di gereja Anda. Tentu saja, Anda pun akan perlu mencari berbagai ide untuk menyatukan berbagai kelompok usia. Pikirkanlah ide-ide dengan lingkup lokal dan non-lokal. Akan sangat menyenangkan bila mereka bisa mendapatkan pengalaman langsung yang bisa membuat mereka merasa kebutuhan tersebut semakin berarti bagi mereka.
Sebarkan Visi kepada Anak Muda
Setiap tahun sisipkan hari pemuda di kalender gereja Anda. Berikut ini beberapa hal yang bisa dimasukkan.
Sampaikan khotbah dan pelajaran pengajaran yang berfokus pada kaum muda. Anda bisa menggunakan berbagai pendekatan dari Alkitab seperti cerita tentang bagaimana Allah berkarya melalui anak-anak, pengajaran Yesus tentang anak kecil, serta beberapa contoh tentang iman anak-anak.
Libatkan kaum muda dalam ibadah. Mungkin ada beberapa orang yang bisa menceritakan tentang perjalanan pelayanannya atau pengalaman penjangkauan mereka. Mereka yang berbakat dalam musik atau drama boleh ditampilkan. Anda bahkan bisa memberikan waktu 10 menit kepada seorang pemuda untuk menyampaikan khotbah di mimbar.
Jika Anda menerapkan rencana khusus pelayanan kaum muda, minggu ini bisa menjadi kesempatan yang baik untuk melaporkan ke mana uang akan disalurkan dan untuk mendoakan pelayanan tersebut. Undanglah perwakilan dari masing-masing kelompok umur untuk memimpin doa bagi pelayanan yang telah mereka dukung.
Buatlah buletin sisipan yang menggambarkan kondisi mengerikan anak muda di seluruh dunia. Sertakan tips praktis tentang "Apa yang dapat Anda lakukan melihat hal ini".
Coba adakan seminar khusus kaum muda pada hari Sabtu atau Minggu sore bagi mereka yang ingin tahu lebih jauh tentang pelayanan ini. Ini bisa menjadi kesempatan untuk mendukung Seminar Pemimpin Muda yang telah disebutkan di awal dan mengadakan konser kaum muda. (t/Setya)
Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul buku | : | 101 Ways Your Church Can Change the World |
Judul asli artikel | : | Youth: Bridging the Cultural Gap |
Penulis | : | Tony Campolo dan Gordon Aeschliman |
Penerbit | : | Regal Books, California 1993 |
Halaman | : | 50 -- 62 |
Kematian Kristus di kayu salib dan kebangkitan-Nya adalah demonstrasi kasih Allah atas umat manusia dan kuasa-Nya atas dosa dan maut. Kasih Allah dinyatakan lewat pengorbanan Putra Allah yang memikul dosa seisi dunia sehingga menyediakan jalan pendamaian bagi manusia kepada Allah. Kematian Kristus adalah kematian yang menggantikan hukuman yang seharusnya manusia terima karena dosa-dosanya. Manusia yang percaya kepada Kristus kini tidak lagi menerima hukuman, melainkan menerima anugerah pengampunan dosa. Salib menjadi lambang pengampunan yang sempurna karena Kristus telah membayar utang dosa secara tuntas di atasnya. Oleh darah Kristus yang telah dicurahkan demi pengampunan dosa, manusia yang percaya kepada karya salib ini boleh dengan berani berkata, "Aku sudah diampuni. Allah tidak lagi melihat aku sebagai orang berdosa. Terpujilah nama Tuhan!"
Kebangkitan Kristus menyatakan bahwa kuasa dosa dan maut yang membelenggu manusia telah dipatahkan, sekali untuk selama-lamanya. Dosa dan maut tidak lagi memiliki kuasa untuk memperbudak manusia. Kubur yang kosong membuktikan bahwa orang yang percaya kepada Kristus mengalami pembebasan dari belenggu dosa. Sama seperti karya Kristus di salib menyebabkan manusia bisa berkata "darah-Nya menyucikan aku", kebangkitan Kristus menyebabkan setiap orang percaya boleh dengan keyakinan penuh berkata, "Puji Tuhan hidupku sekarang bukan aku lagi, melainkan Kristus yang hidup dalamku." (Galatia 2:20a)
Namun, kasih kayu salib dan kuasa kebangkitan Kristus tidak hanya berhenti pada pengampunan dosa dan pembebasan dari belenggu dosa, tetapi juga menjaminkan pemeliharaan-Nya atas orang percaya secara terus-menerus. Kristus yang bangkit hadir dalam rupa kehadiran Roh Kudus di dalam hati setiap orang percaya. Itu sebabnya, selepas kebangkitan, kita merayakan kenaikan Kristus ke surga, lalu hari Pentakosta, yaitu kedatangan Roh Kudus untuk memimpin umat Tuhan. Roh Kudus mengingatkan kita akan semua pengajaran Kristus dan karya yang sudah dilakukan-Nya dengan sempurna. Setiap kali dosa mengintai dan mau menyatakan otoritas atas hidup orang percaya, kita bisa menolak dengan mengatakan "utang dosa sudah lunas dibayar dan penjara dosa tidak berkuasa menawan aku". Setiap kali godaan datang agar kita menyerah kembali kepada dosa, kita bisa menggunakan senjata ilahi yang diberikan Allah kepada kita: iman, pengharapan, dan kasih.
Dengan iman, kita menengok ke belakang kepada karya salib dan kebangkitan Kristus. Dengan iman, kita diingatkan kembali saat karya tersebut diberlakukan atas hidup kita. Apa yang Kristus telah lakukan pada masa lampau, dan yang telah kita alami secara pribadi, menjadi pegangan dan jaminan bahwa sekarang ini hidup kita adalah di dalam lingkup kasih dan kuasa Allah. Bersama dengan Paulus, kita bisa berkata, "Tak ada suatu hal pun yang dapat memisahkan aku dari kasih Allah." (Roma 8:31-38)
Dengan pengharapan, kita melihat ke masa depan. Kristus yang sudah bangkit dan sudah menang terhadap kuasa dosa kelak akan datang menjemput setiap orang percaya menikmati surga yang mulia yang disediakan bagi mereka (Yohanes 14:1-3). Saat itu pasti akan datang, sepasti karya penyelamatan-Nya yang sudah terjadi. Pada saat itu, semua pergumulan hidup selesai. Perjuangan untuk bertahan bahkan menang melawan pencobaan berakhir, diganti dengan persekutuan dan kebahagiaan kekal bersama Allah Bapa dan Kristus. Pengharapan akan bertemu Kristus dan menikmati persekutuan kekal inilah yang membuat kita fokus pada akhir perjalanan hidup kita, bukan pada hal-hal di dunia ini yang mudah mengalihkan perhatian kita dan menjebak kita berputar-putar di tempat (Ibrani 12:1-2).
Dengan kasih, kita menjalani hari ini sebagai respons terhadap kasih dan kuasa-Nya yang tidak berubah dulu, sekarang, dan sampai Kristus datang kembali. Kasih Kristus yang sudah kita alami dan kuasa-Nya yang terus menopang kita, menjadi daya pendorong yang tidak pernah bisa padam di dalam hidup kita. Kasih ini bagaikan mata air yang meluap-luap ke luar dari hati yang sudah dihidupkan oleh hidup Kristus (Yohanes 4:14). Kasih ini kita wujudkan dengan menyaksikan Kristus kepada sesama manusia agar mereka pun berjumpa dengan Kristus serta mengalami kasih dan kuasa-Nya dalam hidup mereka.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin | : | Partner, Tahun XXII, Edisi 2, Tahun 2008 |
Penulis | : | Hans Wuysang |
Penerbit | : | Yayasan Persekutuan Pembaca Alkitab, Jakarta 2008 |
Halaman | : | 1 -- 2 |
Pintu Gerbang Menuju Orang-Orang yang Belum Terjangkau
"Jelas sekali -- Yesus memberikan janji yang lebih baik," kata seorang pelaut Cina saat diberi kesempatan untuk membandingkan agama Budha dengan Kristen. Dia minta dibaptis di tempat perkumpulan para pelaut setempat, di mana pendeta juga memberinya sebuah kitab Perjanjian Baru dan beberapa buku penyelidikan Alkitab. Saat kapalnya kembali berlabuh di dermaga yang sama tiga bulan kemudian, delapan dari teman-temannya yang beragama Budha bergabung dengannya untuk mendalami Injil -- dua dari mereka siap untuk dibaptis.
Para Pelaut Zaman Dulu dan Zaman Sekarang
Mereka yang melayani para pelaut di seluruh dunia menemukan fakta bahwa para pelaut adalah kelompok yang mau menerima sesuatu yang baru. Namun begitu, kebanyakan orang Kristen tidak menyadari ladang misi dan misi potensial yang ada di kalangan para pelaut itu (pria dan, sekarang sudah meluas, wanita). Misi-misi terdahulu untuk para pelaut membentuk stereotip kita bahwa makanan rohani hanya tersedia bagi para pelaut dari Eropa dan Amerika Utara.
Namun sekarang, awak kapal dagang di seluruh dunia sudah berubah secara dramatis. Sebanyak delapan puluh persen dari semua pelaut berasal dari Asia. "Sebagian besar pelaut belum pernah mendengar Injil," kata Dr. Roald Kverndal, juru bicara terkemuka untuk kebutuhan dan kesempatan pelayanan di kalangan para pelaut. Kverndal melayani sebagai Sekretaris Eksekutif International Council of Seamen`s Agencies (ICOSA) dan konsultan pelayanan bahari untuk Lutheran World Federation dan Evangelical Lutheran Church di Amerika.
Dia menjelaskan bahwa gereja sering kali tidak termotivasi atau tergerak untuk menjangkau para pelaut dengan Injil, padahal para pengembara laut itu -- sekumpulan orang yang tak berpendidikan, kesepian, dan lemah -- lapar akan Kabar Sukacita.
Hal lainnya lagi, saat para pelaut menerima Kristus, mereka dapat menjadi terang, baik di kapal maupun di tempat-tempat labuhan di seluruh dunia. Dan bukti menunjukkan bahwa hal itu memang terjadi. "Para pelaut Korea unggul dalam menyebarkan Injil kepada sesama pelaut," kata Kverndal, "tapi kami juga berhubungan dengan para pelaut dari Filipina, Burma, dan India yang juga melayani di laut."
Seorang Afrika yang secara penuh waktu melayani para pelaut adalah Pendeta Peter Ibrahim, keturunan Sudan yang tinggal di Hamburg, Jerman Barat. Tertarik dengan pelayanan bahari saat tinggal di Jerman, Ibrahim menyelesaikan seminari kelautan dengan para pelaut lainnya di Dar es Salaam, Tanzania dan kemudian kembali ke Eropa. Sekarang ia melayani di Hamburg, di Northelbian Center for World Mission dan German Seamen`s Mission.
Ibrahim telah menemui banyak pelaut, termasuk orang-orang Muslim berbahasa Arab, para penganut Koptik dari Mesir, dan orang-orang Korea yang beragama Kristen. "Orang-orang Korea," katanya, "Luar biasa. Mereka tidak melakukan sesuatu dengan setengah-setengah. Dan ketika mereka berlabuh, ... mereka memberitakan Injil ke mana pun mereka pergi."
Kverndal menjelaskan bahwa para pelaut adalah para misionaris pertama yang dipilih oleh Yesus. Lagi pula murid-murid-Nya -- yang adalah nelayan -- adalah orang-orang yang bermata pencaharian di air. "Karena pintu masuk ke beberapa negara tertutup, para pelaut bisa jadi adalah misionaris terakhir kita yang dapat diharapkan," katanya. Bagi Kverndal, para pelaut adalah misionaris terbaik. Dia menunjuk kepada keberanian, belas kasih, kejujuran, dan kesungguhan mereka. "Dan," tambahnya, "mereka selalu bepergian, membuat mereka menjadi penyebar Injil yang alamiah."
Kverndal tahu benar dengan apa yang dikatakannya. Lahir di Britania dari orang tua keturunan Norwegia, saat masih kecil ia bersekolah minggu di Norwegian Seamen`s Church (Gereja Pelaut Norwegia) di London. Sejarah kelautan selama berabad-abad dari kedua orang tuanya membuat pekerjaannya sebagai pelaut menjadi sesuatu yang alami.
"Melalui pelayanan di Scandinavian Seamen`s Church di Rouen, Perancislah, pekerjaan yang saya jalani dengan tidak sungguh-sungguh itu ditantang, dan saya dipulihkan oleh Injil," tulis Kverndal di bagian pengantar bukunya, "Seamen`s Missions: Their Origin and Early Growth". Buku itu merupakan hasil dari lima belas tahun penelitian yang dilakukan di seluruh dunia. Volume ini dianggap klasik di bidangnya.
Kverndal pernah menjalani berbagai peran, dari awak kabin, pedagang perantara kapal, sampai pendeta. Ia juga mendapat gelar dalam bidang hukum kelautan. Sambil mengenang panggilannya dalam misi melayani para pelaut, Kverndal berkata, "Setelah iman saya diperbaharui ..., saya menerima, tanpa terduga, `perintah baru dari ruang kendali kapal`."
Revolusi dalam Industri Kelautan
Sejak Perang Dunia II, wajah industri kelautan telah berubah secara signifikan, baik secara teknologi maupun budaya. Para pemilik kapal sekarang diperhadapkan dengan persaingan internasional yang mencekik leher dan besarnya uang yang dikeluarkan untuk penanaman modal. Satu-satunya biaya operasional yang dapat mereka potong adalah gaji dan tunjangan para awak kapal. Dengan memindahkan muatan kapal kepada apa yang disebut "flags of convenience", juga disebut "runaway" atau "pirate` flags" (kapal yang didaftarkan di negara asing untuk tujuan mengurangi biaya operasional dan menghindari peraturan pemerintah), sekarang para pemilik kapal menyewa awak dari negara-negara berkembang dengan biaya yang jauh lebih murah.
Ketika Anda mulai menghitung, Anda mungkin akan terkejut dengan jumlah pelaut yang ada. Total seluruh pelaut di dunia, baik yang melaut dengan tujuan berdagang, industri, atau menangkap ikan untuk tujuan komersial, jumlahnya adalah sepuluh juta orang. Tapi mereka yang hidup dengan para pelaut menggandakan jumlah itu beberapa kali lipat. Dan apabila pada generasi yang lalu, awak kapal dagang didominasi oleh orang Eropa dan Amerika Utara, sekarang orang Asialah yang mendominasi. (Namun sampai sekarang, kebanyakan perwiranya masih orang Barat.)
Etnis yang paling banyak menjadi pelaut adalah orang Filipina. Lalu diikuti oleh orang Korea, Cina (dari Taiwan, Hong Kong, dan Republik Rakyat Cina), kemudian Indonesia, India, Pakistan, dan Burma. Kebanyakan orang itu, seperti yang dapat diduga, berasal dari latar belakang Islam, Hindhu, Budha, Shinto, Marxis, atau animisme.
Kebutuhan Para Pelaut
Ahli sosiologi menyebut kapal lebih kepada sebuah "institusi murni" yang mengapung, daripada sebuah penjara atau asrama. Samuel Johnson pernah mengatakan bahwa pelaut itu seperti narapidana, dengan risiko tenggelam. Ungkapan bahwa "para pelaut itu mengelilingi dunia tanpa benar-benar merasakannya" menyiratkan bahwa dalam sejarahnya, para pelaut banyak diekploitasi oleh orang-orang yang oportunis ketika berada di pelabuhan.
Oportunis itu antara lain adalah penjaga rumah pelacuran dan "penasihat hukum kelautan yang licik" -- yang keberadaannya merupakan sesuatu yang lazim di kota-kota pelabuhan Inggris pada abad ke-19. Kverndal memerhatikan bahwa metode pengekploitasian itu dilakukan dengan mendekati para pelaut sedini mungkin, dan kemudian memanfaatkan setiap aktivitas dan karakter khas pelaut itu untuk memenuhi keuntungan pribadinya.
Para pelaut masih merupakan mangsa bagi para oportunis dan kondisi kerja mereka tidak pernah berubah menjadi lebih baik. Bahkan, otomatisasi membuat jumlah awak kapal semakin sedikit, dengan pekerjaan yang semakin banyak, dan para pelaut menghadapi suatu isolasi yang jauh lebih buruk daripada yang terjadi di masa lampau. Menurut Kverndal, tidak ada industri yang tingkat bunuh dirinya lebih tinggi daripada industri ini.
"Awak kapal dari negara-negara di dua pertiga dunia rawan terkena ekploitasi sistematis," kata Kverndal dan Dr. Paul Chapman dari Seamen`s Church Institute di New York. Terpisah dari keluarga, teman, dan tanah air, para pelaut itu "dicabut pertalian utamanya karena tuntutan pekerjaan," kata Kverndal. Namun begitu, efek samping dari kerawanan itu adalah mudahnya para pelaut itu untuk berubah dan menerima belas kasihan orang-orang Kristen yang menjangkau mereka.
Badan Hukum Lainnya
Salah satu aspek dari Seamen`s Church Institute adalah Center for Seafarer`s Rights (Badan Urusan Hak-Hak Para Pelaut). Badan itu berperan sebagai badan hukum bagi para pelaut untuk masalah keseharian, seperti gaji yang sedikit, masalah kontrak, dan pemberhentian kerja karena sakit atau bangkrutnya usaha perkapalan.
Chapman menjelaskan, "Tidak ada polisi yang ada di atas kapal ketika kapal itu melaut. Kekuasaan berada di tangan kapten, tapi sering kali kekuasaan itu digunakan dengan sewenang-wenang." Institut itu juga memberikan pelatihan untuk para pelaut dan membantu mereka lulus ujian menjadi perwira dan mendapatkan pekerjaan yang bergaji tinggi.
Pendeta James Dillenburg dari Green Bay, Wisconsin, Presiden ICOSA, mengatakan sesuatu tentang orang-orang Kristen yang melayani para pelaut, "Kami hanya orang-orang yang ada di sana untuk para pelaut. Kami tidak di sana untuk menjual mereka atau mengurus usaha perkapalan. Tujuan utama kami adalah membagikan Kabar Sukacita kepada mereka."
Dillenburg menjelaskan bahwa ICOSA bekerja sama dengan American Bible Society (ABS) untuk menyediakan Alkitab dan traktat untuk para pelaut. "Seorang perwakilan dari ABS selalu hadir dalam rapat yang kami adakan," katanya.
Jaringan di Seluruh Dunia
Pelayanan ICOSA merupakan usaha bersama dari para pendeta dan orang-orang awam dari beberapa denominasi -- Baptis dari bagian selatan, Lutheran, Katolik Roma, Episkopal, dan banyak lagi. Anggotanya berasal dari Amerika Serikat, Kanada, dan Karibia.
Pelayanan dunia sejenis ICOSA yang lebih besar adalah International Christian Maritime Association (ICMA), bermarkas di London, yang menggabungkan beberapa badan, seperti Nordic Seamen`s Missions, German Seamen`s Mission, Missions to Seamen (Anglican), dan banyak lagi.
Rapat tahunan ICMA empat tahun lalu diadakan di Baguio City di Filipina. Para anggotanya memakai kesempatan itu untuk berdiskusi dengan berbagai pihak berkaitan dengan masalah yang dihadapi para pelaut Filipina -- perwakilan serikat kerja, agen tenaga kerja, keluarga pelaut, dan pemerintah nasional Filipina. Pertemuan itu menghasilkan suatu perubahan nyata bagi para pelaut Filipina," Dillenburg menegaskan.
Diakui bahwa semua usaha penjangkauan itu tidak lepas dari orang-orang Kaukasia yang berusaha melayani para pelaut Asia. Maka dapat dipahami jika dikatakan bahwa bangsa Baratlah yang memelopori pergerakan misi untuk para pelaut.
Tapi sekarang, bangsa bukan Barat, khususnya bangsa Asia, mengambil inisiatif. Usaha misi pertama untuk para pelaut yang murni dari Asia adalah Korean Harbor Evangelism, didirikan pada tahun 1974. Badan misi lain juga berkembang di Filipina, Indonesia, dan Jepang. Bahan-bahan misi untuk para pelaut yang dipakai adalah kurikulum rutin dari Lutheran Theological Seminary di Sumatera bagian utara. Langkah-langkah kerja sama regional diberikan pada bulan Pebruari yang lalu saat anggota ICMA dari Asia bertemu di Sumatra selama empat hari konsultasi.
Keragaman di antara Para Pelayan
Kverndal mengatakan bahwa di dalam ICOSA dan ICMA terdapat semangat kerja sama dan kesatuan dalam Kristus yang membentang di atas keragaman, baik dalam teologi maupun metodologi. "Kita berusaha untuk tidak merusak wajah Kristus yang ada di pelabuhan," tegasnya. "Itu artinya tidak ada satu orang atau kelompok yang memaksakan bahwa prinsipnya adalah yang paling benar."
Kverndal melihat bahwa komponen sosial dalam pelayanan untuk para pelaut itu sangat penting, tapi harus dibarengi dengan keyakinann bahwa pokok-pokok alkitabiah berkaitan dengan penginjilan itu memunyai prioritas yang lebih tinggi. Dia menunjuk pada Tacoma Seamen`s Center yang dipimpin oleh Pendeta Ray Eckhoff, sebagai salah satu yang paling sukses dalam menerapkan model keseimbangan pelayanan itu.
Model di Pasifik Barat Laut
Eckhoff tidak puas dengan yang disebut penginjilan "hadir" (menghampiri orang-orang). Dengan berkomitmen untuk menindaklanjuti orang-orang yang kelaparan rohani dan memuridkan mereka yang percaya kepada Kristus, organisasinya berbagi catatan kapal dengan organisasi-organisasi pelaut di seluruh dunia dengan menggunakan komputer. Organisasi ini juga menggunakan pesan faks untuk menyampaikan nama-nama pelaut yang perlu ditindaklanjuti.
Eckhoff dan rekan-rekannya juga menyediakan kursus korespondensi penginjilan Alkitab, musik audio atau rekaman pengajaran, dan video drama Kristen. Ministering Seafarers` Program (Program Pelayanan untuk Para Pelaut) ini pertama kali dikembangkan oleh kaum Lutheran, namun sekarang diadopsi oleh banyak denominasi dan organisasi di seluruh dunia.
"Kami memberi buku sebagai tindak lanjut atas penginjilan yang kami lakukan kepada setidaknya satu orang di kapal. Dia menjadi seorang `pelaut yang melayani`," jelas Eckhoff, yang menambahkan bahwa seorang pelaut kemudian bisa memberikan buku itu kepada pelaut lainnya di kapal. Program ini adalah salah satu program yang menjanjikan tercapainya tujuan pada tahun 2000, "Sebuah gereja Perjanjian Baru dengan saksi yang aktif di atas setiap kapal yang mengarungi samudera" -- seperti yang dikatakan Dr. Donald McGavran -- mungkin lebih realistis daripada apa yang dipikirkan oleh para pengamat.
Pelayanan yang Sederhana namun Berharga
Organisasi pelaut memberikan layanan kepada awak kapal sesederhana penyediaan transportasi untuk mereka pergi belanja atau mengunjungi tempat-tempat wisata. Para sukarelawan juga membantu para pelaut untuk menelepon rumah atau menulis surat jika mereka dapat menulis.
Myrna Kramer, salah satu sukarelawan di International Seafarers` Center di Long Beach, California, memerhatikan, "Banyak orang telah dibawa kepada Tuhan." Terdapat 57 bangsa yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Long Beach dan San Pedro di California bagian Selatan. Mereka termasuk orang Burma, Jepang, Brazil, Yunani, Belanda, dan banyak lagi. "Mereka datang dari mana-mana," kata Myrna.
Menjadi Teman
Pelabuhan bukanlah satu-satunya tempat di mana Anda dapat melayani. Banyak kota Amerika Utara, di Great Lakes dan St. Lawrence River, yang menjadi tempat tujuan banyak pelaut setiap harinya. Pelabuhan Duluth-Superior di Lake Superior adalah pelabuhan tersibuk kelima belas di Amerika Serikat. Jika Anda tinggal di atau dekat Gary, Green Bay, Montreal, atau banyak kota lain di daerah itu, Anda mungkin dapat menemui pelaut yang belum pernah mendengar Injil.
Cara terbaik untuk memulainya, kata para pendeta, adalah dengan pertemanan. "Undang para pelaut ke rumah Anda dan ibadah gereja. Ajak mereka berbelanja, piknik, dan melihat pertandingan olah raga. Beri mereka buku-buku yang baik," saran Kverndal. Dia menambahkan bahwa misi untuk para pelaut harus dilakukan dengan sabar, dengan bertingkah laku seperti duta besar Kristus, tanpa paksaan dan keangkuhan.
Para ahli misi memerhatikan, "Pelabuhan adalah `pintu gerbang` yang melaluinya, sesama manusia dari seluruh dunia datang kepada kita dengan gaya sentripetal, setelah mereka `diputar` ke seluruh bagian dunia dengan gaya sentrifugal. Sungguh kesempatan yang unik yang Tuhan anugerahkan untuk menginjili mereka -- di tempat di mana dua gaya itu berpotongan!"
Misi untuk para pelaut sungguh-sungguh merupakan pintu gerbang strategis menuju bangsa-bangsa, termasuk di dalamnya 12.000 kelompok suku bangsa di dunia yang belum terjangkau oleh Injil.
Untuk keterangan lebih lanjut, tulis surat atau telepon:
Ray Eckhoff, International Coordinating Committee for Maritime Follow-up Ministry, 1225 E. Alexander Ave., Tacoma, WA 98421, (206) 272-0716.
Roald Kverndal, sekretaris eksekutif, International Council of Seamen`s Agencies, 2513 162nd Avenue N.E., Bellevue, WA 98008, (206) 885-9201.
Bernard Krug, sekretaris umum, International Christian Maritime Association, 81 Orwell Road, Felixstowe, IP11-7PY, Inggris.
Kayanya Tradisi Pelayanan Sosial dan Spiritual
Buku "Seamen`s Missions: Their Origin and Early Growth", oleh Roald Kverndal, terbitan William Carey Library, Pasadena, Calif., 610 hal. dengan 292 hal. catatan, appendix, index, dll. adalah kisah menarik tentang perkembangan pelayanan Kristen menjangkau para pelaut. Buku ini terutama berfokus kepada kegiatan-kegiatan masyarakat Inggris, sekaligus menyoroti perkembangan awal misi menjangkau para pelaut di Amerika Utara. Seamen`s Missions membawa pembaca dari gereja mula-mula sampai misi pertama untuk para pelaut yang dimulai pada pertengahan abad ke-19. Selain itu, kita juga disuguhi gambaran sumber sosial, spiritual, dan sejarah pergerakan signifikan di gereja Kristen (Lembaga Alkitab Internasional dan penyebaran traktat, misalnya) dan perubahan di masyarakat secara terperinci.
[Red: ada bagian dari artikel ini yang sengaja dipotong karena hanya berupa komentar tentang buku Seamen`s Missions ini]
Buku ini sangat disarankan untuk dibaca tidak hanya oleh para pelajar sejarah kelautan, tapi juga oleh mereka yang peduli akan perbaikan moral dan sosial di zaman sekarang. Memberi harapan bahwa bagi Tuhan, kebenaran dan keadilan mampu menang di atas ketidaksusilaan dan ketidakadilan. (t/Dian)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | Mission Frontiers |
Penulis | : | Tidak dicantumkan | Alamat URL | : | http://www.missionfrontiers.org/issue/article/seamens-mission |
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menilai pihak-pihak tertentu, tetapi lebih cenderung diarahkan untuk mengingatkan kita selaku anggota Tubuh Kristus, akan tugas dan hakikat keberadaan kita yang sesungguhnya di dunia ini. Kristus tidak pernah memanggil kita untuk duduk tenang menikmati keselamatan kita, tetapi Dia memerintahkan "... supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (1 Petrus 2:9).
MISI GEREJA MASA KINI
Gereja yang hidup adalah gereja yang bermisi, gereja yang dengan sungguh-sungguh dan setia mencoba menjalankan setiap aspek kebenaran firman Tuhan di dalam kesehariannya. Memang itu bukan hal yang gampang, tetapi bukan tidak mungkin dicapai dan dilakukan. Pasti ada konflik dan pertentangan yang akan terjadi, tetapi kalau kita semua mau setia dan tunduk diri di bawah kebenaran firman Tuhan dan bersama-sama menjalankannya, niscaya pertentangan itu dapat diselesaikan bersama-sama.
Dalam bagian ini, kita tidak akan menyoroti tentang kehidupan gereja secara keseluruhan, tetapi lebih mengamati kepada misi yang harus dilakukan oleh gereja.
HAKIKAT DAN DEFINISI MISI
David W. Ellis dalam bukunya, "Gumulan Misi Masa Kini", memberikan suatu definisi misi sebagai berikut: Misi adalah panggilan yang tritunggal untuk menyatakan Kristus kepada dunia dengan jalan proklamasi, kesaksian, dan pelayanan supaya dengan kuasa Roh Kudus, Allah, dan firman-Nya, manusia dibebaskan dari egoisme dan dosanya dan dengan tindakan Allah dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah dengan jalan percaya akan Dia melalui Yesus Kristus, yang diterimanya sebagai Juru Selamat pribadinnya, dan dilayaninya sebagai Tuhannya dalam persekutuan tubuh-Nya, yaitu gereja, untuk kemudian menyatakan Dia kepada dunia.
Definisi ini tampaknya sudah merupakan definisi yang sederhana, ringkas, tetapi juga padat. Di dalam definisi ini sudah tercakup hal-hal yang tergolong sebagai tindakan misi, yaitu:
Proklamasi (gereja terpanggil untuk memproklamirkan Kristus kepada dunia).
Kesaksian (gereja terpanggil untuk hidup seperti Kristus di dunia dengan kesalehan dan keesaan-Nya), dan
Pelayanan (gereja terpanggil untuk melayani dan menjalani aksi-aksi sosial dengan kasih Kristus bagi dunia).
APA SEBENARNYA HAKIKAT MISI?
Misi adalah manifestasi Kristus kepada dunia. Kristus datang memproklamasikan fiman Allah, hidup Kristus, bahkan Kristus sendiri adalah firman Allah yang diproklamasikan. Pelayanan Kristus merupakan ungkapan firman dalam tindakan sosial yang aktif. Perhatikan ayat yang dipilih Tuhan Yesus dalam permulaan pelayanan-Nya, yaitu ayat dari Kitab Yesaya, "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik ... dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan ..." (Lukas 4:16-17).
Bagaimana bentuk-bentuk konflik yang dapat terjadi dalam misi?
Bentuk-bentuk di atas adalah serangan-serangan yang dilakukan secara tidak langsung pada dasar misi.
Ini adalah bentuk serangan yang paling populer dan tampaknya menjadi suatu kecenderungan yang terjadi di gereja-gereja Tuhan masa kini. Bentuk serangan ini, antara lain:
Memberikan kesibukan dalam tugas kependetaan.
Mengabaikan pentingnya pekabaran Injil (PI). Iblis berusaha menentang proklamasi Injil di dunia modern. Mereka "menghaluskan" tugas mengabarkan Injil dengan perkataan bahwa "gereja memang harus hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai saksi, tetapi tidak perlu terang-terangan. Itu cukup dilakukan dengan cara gereja menyatakan bahwa gereja hadir di tengah-tengah masyarakat". Cara lain yang dipakai adalah dengan mengutamakan toleransi di atas segala sesuatu. Cara lainnya lagi adalah dengan menampilkan suatu bentuk ajaran (atau dapat juga praktik kehidupan) kristiani tanpa Kristus. Cara yang terakhir ini sesungguhnya adalah upaya gereja untuk menawarkan garam dan menutupi terangnya sendiri. Tapi sayangnya orang-orang yang demikian akan begitu disanjung dan dihormati di gereja karena merekalah yang dianggap sebagai orang yang "bijaksana" dan "juru damai". Tetapi kita tidak boleh ditipu dengan cara-cara iblis yang demikian. Kita tidak boleh mengganti Mesias yang tersalib dan menderita karena kasih dengan mesias-mesias palsu yang mengobral kasih murahan. Kita harus lebih takut pada Allah yang sudah memberikan kasih sejati di atas Bukit Golgota melalui karya Kristus di salib.
Bentuk serangan iblis di zaman modern ini adalah pemberitaan Injil tanpa salib. Yang ada hanyalah sukacita, kemakmuran, kepuasan, kesenangan diri, pemenuhan hawa nafsu, dan berbagai ajaran yang menghujat Allah Tritunggal. Kita harus ingat bahwa salib adalah kemenangan Allah. Karena itu sangat mustahil jika ada orang Kristen yang mengaku dapat hidup berkemenangan tanpa Salib, karena "... di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yohanes 15:5).
Yang kita beritakan adalah Kristus yang disalibkan, dan "pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohoan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuataan Allah" (1 Korintus 1:18).
Serangan terhadap pelayanan firman Tuhan di dalam gereja. "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman, siapakah yang membangkitkan amarah Allah, sekalipun mereka mendengar suara-Nya? Bukankah mereka semua yang keluar dari Mesir di bawah pimpinan Musa? Dan siapakah yang Ia murkai empat puluh tahun lamanya? Bukankah mereka yang berbuat dosa dan mayatnya bergelimpangan di padang gurun? Dan siapakah yang telah Ia sumpahi, bahwa mereka tidak akan masuk ke tempat perhentian-Nya? Bukankah mereka yang tidak taat? Demikianlah kita, bahwa mereka yang tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka" (Ibrani 3:15-19).
Apa jawaban kita?
Kiriman dari | : | Pdt. Ignatius Bagoes Seta, B.Th., Dip.Th.S., |
Dip.Div. & Miss., Cert. of Perspective |
Sejak zaman Kristus, pengaruh dunia kesehatan terhadap penginjilan sudah sangat besar. Pelayanan Kristus dan murid-murid-Nya sebagai penginjil disertai dengan pelayanan penyembuhan. Bahkan pada abad-abad berikutnya, orang Kristen terus dikenal karena kepeduliannya yang sungguh-sungguh terhadap orang sakit dan yang membutuhkan. Pada saat serangkaian penyakit mewabah di Alexandria, orang Kristenlah yang tetap tinggal untuk merawat orang-orang sakit dan menguburkan yang mati, sementara yang lain sudah pergi untuk menyelamatkan diri. Itulah yang menyebabkan reputasi Kristen sebagai agama penuh kasih dan kesetiaan meningkat.
Dari permulaan era penginjilan modern, misi kesehatan telah menjadi aspek penting dalam dunia penginjilan. Akan tetapi, baru setelah akhir abad sembilan belas dan awal abad dua puluh, misi kesehatan menjadi suatu bidang khusus yang jelas dan mempunyai tempat sendiri. Di tahun 1925, terdapat lebih dari dua ribu dokter dan perawat dari Amerika dan Eropa yang melayani di seluruh dunia. Rumah sakit serta klinik kesehatan keliling pun secara drastis meningkat jumlahnya.
Pelayanan misi kesehatan sudah jelas merupakan upaya kemanusiaan terbesar yang dikenal dunia selama abad dua puluh. Lebih daripada pelayanan lainnya, pelayanan ini sanggup melucuti kritik-kritik terhadap misi-misi Kristen. Betapa banyak para ahli kesehatan yang telah meninggalkan praktiknya yang menguntungkan dan fasilitas modern yang ada di negara mereka untuk pergi bekerja tanpa lelah dalam kondisi primitif yang serba kekurangan. Mereka mengabdikan hidup mereka untuk meningkatkan standar kesehatan di seluruh dunia. Mereka juga sering memimpin penelitian terhadap penyakit yang kebanyakan dokter Barat tidak tertarik untuk melakukannya. Mereka juga membangun rumah sakit dan sekolah kesehatan dari dana yang mereka usahakan sendiri. Salah satu sumbangsih mereka adalah rumah sakit dan sekolah kesehatan terbaik di The Christian Medical College dan Hospital di Vellore, India.
Namun, di samping niat baik mereka tersebut, terdapat rintangan yang harus ditangani pada saat mereka menghadapi rekan kerja nonmedis di sekitar mereka. Pekerjaan ini membuat mereka bersaing langsung dengan para dukun dan orang-orang pintar setempat yang juga sering berpraktik mengobati orang sakit. Konsep kesehatan yang mereka perkenalkan juga sering bertentangan dengan tradisi budaya. Ada kalanya pertentangan itu sangat sengit. Selain permusuhan yang terlihat dengan jelas, para misionaris kesehatan ini juga harus menghadapi takhayul, ketakutan, dan kebodohan yang benar-benar merintangi usaha mereka untuk meningkatkan kondisi kesehatan. Seorang dokter misionaris di Afrika harus menunggu selama delapan tahun sebelum akhirnya dia bisa merawat seorang pasien pertamanya yang merupakan penduduk asli. Di Tiongkok, misionaris kesehatan menghadapi "xenophobia" (ketakutan terhadap orang asing) yang hampir tidak ada hentinya. Akan tetapi puji Tuhan, sejak tahun 1935, lebih dari separuh rumah sakit di sana difasilitasi oleh pelayanan misi kesehatan.
Biasanya para dokter medislah yang mendapat paling banyak sanjungan atas pelayanan mereka di misi kesehatan, tetapi para dokter gigi dan tenaga medis yang kurang terlatih sebenarnya juga melakukan hal yang patut dihargai. Demikian juga para misionaris yang sebenarnya tidak mendapat pelatihan kesehatan, yang belajar bagaimana mengatasi penyakit dengan membuat percobaan-percobaan sehingga bisa mengurangi penderitaan dan kematian, serta yang selalu membuka jalan bagi penginjilan.
Misionaris kesehatan pertama yang dicatat di era modern adalah Dr. John Thomas yang mendahului William Carey ke India dan kemudian bekerja berdampingan dengannya. Walaupun Thomas secara emosional tidak stabil, tetapi Carey memuji pekerjaannya dengan mengatakan "Obat-obat yang dibuatnya akan membuat semua dokter dan dokter bedah di Eropa mendapat reputasi yang sangat baik." Dr. John Scudder adalah misionaris pertama dari Amerika yang mempunyai keahlian khusus di bidang obat-obatan dan sekaligus pemimpin dari semua misionaris kesehatan di India, serta tempat-tempat lain di dunia. Misionaris lain yang dilatih dalam bidang obat-obatan, termasuk David Livingstone dan Hudson Taylor, menekuni obat-obatan sebagai tugas sampingan.
Salah satu misionaris kesehatan yang paling dikenal sepanjang masa adalah Albert Schweitzer, seorang dokter medis, musisi, dan sarjana teologia, yang memiliki pandangan teologia liberal dan sangat kontroversial. Pandangannya itu disebarkan secara luas melalui bukunya "The Quest of the Historical Jesus". Kariernya sebagai misionaris kesehatan dimulai di Afrika Barat pada tahun 1913, di mana dia membangun sebuah rumah sakit di Lambarene. Di sana dia telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk tugas kesehatan di Afrika, kecuali ketika dia dipenjara oleh Perancis selama Perang Dunia I. Meski dia adalah seorang penulis, dosen, pemimpin orkestra yang terkenal, dan bisa saja masuk dalam dunia selebriti, tetapi dia memilih memakai tenaganya untuk berusaha memperpanjang hidup "saudara yang untuknya Kristus telah mati." Mengapa? Alasan dia melakukan hal itu sama dengan alasan ribuan spesialis kesehatan yang lain, yaitu untuk membantu saudara-saudara yang terbelakang, "Tuhan Yesuslah yang memerintahkan dokter dan istrinya untuk datang ...."
Walaupun pada awalnya misi kesehatan didominasi oleh pria, tetapi pada akhir abad sembilan belas, wanita mulai ambil bagian dan prestasi itu segera disebarluaskan ke seluruh dunia. Clara Swain, yang melayani di bawah Board of Mission of the Methodist Chruch (Dewan Misi Gereja Methodis), adalah misionaris wanita pertama dari Amerika Serikat. Dia tiba di India pada tahun 1870 dan dalam kurun waktu empat tahun, dia sudah membuka rumah sakitnya yang pertama. Perawat misionaris pertama adalah Nona E. M. McKechnie yang tiba di Shanghai pada tahun 1884 dan kemudian mendirikan rumah sakit di sana.
Pada pertengahan abad dua puluh, perkembangan penting di Dunia Ketiga membuat terobosan hebat terhadap peran tradisional misi kesehatan. Seiring dengan diraihnya kemerdekaan, negara yang belum berkembang mulai menempa program medis mereka sendiri dan misionaris kesehatan yang menjadi pelopor tidak lagi memainkan peran yang dahulu dimilikinya. Dengan perubahan sosial dan politik ini, misi kesehatan telah bergeser dari tugas perintisan dan mulai lebih berkonsentrasi pada obat-obatan yang bersifat mencegah, klinik lapangan, pekerjaan rumah sakit, dan sekolah kedokteran. Tren terbaru lainnya dalam misi kesehatan adalah bertumbuhnya organisasi-organisasi pendukung seperti MAP/Medical Assistance Programme (Program Pembantu Kedokteran), yang didirikan di tahun 1950-an dan sekarang ini memberi lebih dari sepuluh juta dolar bantuan kesehatan kepada rumah sakit-rumah sakit dan klinik-klinik misi setiap tahunnya. Organisasi yang serupa di Washington State didirikan oleh Ethel Miller yang mengirim contoh obat dan alat-alat kedokteran yang tidak terpakai kepada dokter-dokter misionaris di Afrika dan Asia. Organisasi ini dijalankan hampir seluruhnya oleh pekerja sukarela yang sudah pensiun. (t/Dian)
Bahan diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | From Jerusalem to Irian Jaya |
Judul asli | : | Medical Missions: "Angels of Mercy" |
Penulis | : | Ruth A. Tucker |
Penerbit | : | Academie Books, Grand Rapids, Michigan 1983 |
Halaman | : | 327 -- 32 |
"Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, ... tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yesaya 49:6)
Rasul Paulus sangat gigih membagikan Injil bagi bangsa lain di luar bangsa Yahudi, bukan karena ia tidak toleran terhadap bangsanya sendiri -- malah ia mau mati terkutuk bagi bangsanya, Yahudi (Roma 9:3) -- tetapi karena ia mau "melintasi" budaya untuk menjangkau bangsa-bangsa lain yang juga dikasihi Allah. Panggilan Allah kepadanya sangat jelas sehingga beberapa kali ia menyaksikannya (Kisah Para Rasul 9:15; 13:47) dan membuatnya mengarahkan fokus pada daerah pelayanannya (2 Korintus 10:13; Roma 15:23).
Rasul Paulus menerima pengutusan lintas budaya sebagai respons terhadap kasih Allah kepada semua suku bangsa. Nyata bahwa Allah menghendaki kita untuk memerhatikan bangsa lain di samping bangsa kita sendiri karena Allah juga mengasihi mereka. Kita juga harus melihat sebuah kebutuhan yang mendesak seperti Allah melihatnya. Dalam Kisah Para Rasul 16:9, Roh Allah mencegah Rasul Paulus ke Asia kecil dan membelokkannya ke Makedonia di mana Injil sangat dibutuhkan tidak hanya untuk bangsa kita, tapi untuk semua makhluk dan tidak bisa ditunda. Setiap hari di seluruh dunia, banyak manusia meninggal tanpa Kristus. Inilah yang juga harus menjadi urgensi kita dalam pengutusan lintas budaya.
Lalu bagaimana kita membangkitkan pemahaman dan pengertian akan misi lintas budaya? Rasul Petrus yang demikian nasionalis Yahudi mengalami "pencerahan" bahwa Allah juga bekerja di antara bangsa-bangsa lain setelah mendengar penjelasan yang dibagikan oleh Kornelius (Kisah Para Rasul 10:34) sehingga ia mendukung panggilan Allah untuk misi bangsa-bangsa di luar bangsanya. Rasul Yakobus juga demikian setelah mendapat penjelasan dari Paulus dan Barnabas (Kisah Para Rasul 15:14).
Oleh karena itu, penting bagi gereja-gereja lokal memberikan penjelasan tentang apa yang sedang Allah lakukan di ladang pelayanan supaya jemaat mengalami "pencerahan" dan mau mendukung dengan sepenuh hati pekerjaan pengutusan lintas budaya. Mungkin juga baik jika ada jemaat lokal yang mau ikut serta ke ladang-ladang misi dan melihat langsung apa yang sedang Allah kerjakan untuk membangkitkan semangat dan motivasi mendukung pelayanan pengutusan lintas budaya tersebut, sambil tidak lupa mengajarkan untuk berdoa syafaat bagi pelayanan misi seperti yang selalu diminta Rasul Paulus kepada jemaat-jemaat lokal yang mendukungnya supaya mendoakan pelayanannya (Kolose 4:3). Kiranya Tuhan memberi kita hati yang merindukan jiwa-jiwa di bukan hanya bangsa kita sendiri, tapi juga bangsa-bangsa lain di dunia.
Diambil dari:
Judul buletin | : | Utusan Vol. 9/Thn. 4/Mei -- Agustus 2005 |
Penulis | : | David Tjandra |
Penerbit | : | Dept. Pengutusan Lintas Budaya (DPLB), Para Navigator |
Halaman | : | 5 -- 6 |
Falsafah Dasar Yesus Kristus tentang Penginjilan
Falsafah dasar Yesus Kristus tentang penginjilan sebenarnya berkisar seputar pemahaman tentang diri-Nya dan misi-Nya. Rentetan pemahaman tentang pribadi Yesus dan misi-Nya dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini.
Yesus melihat diri-Nya sebagai "Pemberita yang diurapi Allah" (Pemberita Mesias) dengan tugas Mesianik (Lukas 4:18) yang datang untuk melakukan pekerjaan sebagai Imam Raja, Imam Besar (pemberi berkat); imam -- yang memberi diri sebagai korban. Tugas Mesianik ini berhubungan dengan pekerjaan tebusan, di mana Ia telah dikhususkan untuk itu. Dari pihak Allah, Ia adalah korban anugerah untuk menebus manusia berdosa. Sedangkan dari pihak manusia, Ia adalah korban pengganti, yaitu mengambil tempat manusia. Dia dikutuk dan dihukum untuk menggantikan manusia (1Petrus 2:22-24 -- banding Yesaya 53). Inilah inti berita Injil (1Yohanes 4:10).
Yesus melihat diri-Nya sebagai "Pemberita yang diutus" dengan suatu berita (Pemberita Rasul/Apostle) dengan tugas apostolik. Untuk ini bacalah Lukas 4:19, yang berbicara tentang tugas misioner/penginjilan. Tugas ini menyangkut "datang sebagai utusan Allah" dengan "karya pembebasan", yaitu pembebasan dalam segala bidang atau pembebasan total. Bila Yesus membebaskan, Ia membebaskan secara total, yaitu meliputi segi materi dan nonmateri manusia itu dari kuasa dosa (Galatia 5:1). Jadi, berita pembebasan Yesus itu harus bekerja dalam segala bidang pula. Pembebasan rohani adalah kunci dalam pembebasan di segala segi kehidupan. Semua yang telah dibebaskan akan hidup dalam rahmat Tuhan (Yohanes 17:18).
Yesus melihat diri-Nya sebagai Penyataan Kerajaan/Pemerintahan Allah. Di sini Ia melihat diri-Nya sebagai "tanda" bagi manifestasi kerajaan itu (Lukas 17:20-21).
Kehadiran Yesus di bumi adalah sebagai "tanda" bahwa kerajaan Allah memulai babak pembebasan dan penguasaan-Nya secara baru di bumi (Matius 16:21-28; Markus 8:31 -- 9:1; Lukas 9:22-27). Dengan demikian, berita penginjilan adalah berita "kerajaan Allah", berita yang berkisar pada Alkitab; berita sekitar pribadi Yesus Kristus, dan berita kristologis. Berita pembebasan ini bertumpu pada pribadi Yesus Kristus dan dimensinya bergerak pada batas yang berikut.
Penyataan kerajaan Allah adalah penyataan pembebasan Kristus yang membebaskan dari kuasa dosa. Yohanes Pembaptis menyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu" (Markus 1:4) dan Yesus Kristus menyerukan: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil" (Markus 1:15). Yohanes dan Yesus menyampaikan berita kerajaan itu yang dapat dibuktikan sebagai "menyatakan diri" dalam pertobatan.
Dalam pertobatan, Allah membebaskan para petobat itu dari dosa dan mengklaim kekuasaan pemerintahan-Nya atas mereka yang telah dibebaskan itu. Dalam penginjilan, berita "Kerajaan Allah" datang dalam kuasa pembebasan yang diwujudkan melalui "pertobatan". Pertobatan (berita kerajaan) harus mendapat tempat dalam tugas penginjilan itu.
Penyataan kerajaan Allah adalah penyataan pembebasan Allah yang menekankan kepada "kewajiban taat" dari mereka yang telah dibebaskan. Hal in dapat diungkapkan dalam cara berikut.
Menyambut kerajaan Allah -- datanglah kerajaan-Mu. Orang yang telah dibebaskan akan menggunakan kebebasan untuk memberikan kesempatan kepada Allah memerintah hidupnya (Matius 6:10).
"Menyaksikan" kuasa kerajaan Allah itu bekerja (Matius 6:13), yaitu dalam pengudusan, pengampunan, kecukupan kebutuhan sehari-hari, kerelaan mengampuni, bertahan terhadap pencobaan atau kejahatan (Matius 6:9-13).
Membuktikan "kuasa kerajaan Allah" dalam pengalaman dan sikap hidup, yaitu dengan bertanggung jawab memberikan prioritas kepada-Nya (Matius 6:33). Kuasa kerajaan Allah itu dalam hal ini akan terbukti bekerja hari ini dan di sini, menjawab tantangan hari ini dalam segala segi hidup serta menjadi landasan bagi pembebasan hari esok yang merupakan rahasia bagi manusia. Dengan demikian, penginjilan dalam falsafah Yesus jelas berkisar sekitar diri-Nya sendiri (kristologi) dan dinyatakan dalam pekerjaan-Nya sebagai Mesias dengan karya penebusan-Nya, sebagai Rasul dalam karya pembebasan-Nya, dan kuasa kerajaan Allah dengan kedaulatan pemerintahan-Nya yang penuh berkat.
Pelayanan Yesus dalam Hubungannya dengan Penginjilan
Dalam bagian ini akan disoroti berturut-turut dasar, motivasi, dan praktik pelayanan Yesus Kristus dalam pelebaran kerajaan Allah.
Dasar pelayanan Yesus Kristus adalah kasih. Allah dengan bertumpu pada kasih-Nya, mengutus Yesus ke dunia (Yohanes 3:16; 1Yohanes 4). Dan dengan bertumpu pada kasih pula, Yesus memberi perintah yang merupakan dasar penginjilan (Yohanes 13:2, 34-35). Penginjilan hanya dapat terlaksana atas dasar kasih, yaitu kasih kepada jiwa-jiwa yang tersesat.
Motivasi pelayanan Yesus Kristus adalah kasih. Di dalam konteks kasihlah Yesus mengungkapkan motif pelayanan-Nya, yaitu Ia datang untuk melayani dan melayani (Yohanes 13:1-20; Markus 10:45). Hal ini disebut pula Mandat Pastoral. Yesus datang bukan untuk menjadi tuan, tetapi untuk menjadi pelayan dan melayani.
Yesus memenuhi tugas mesianik, apostolik, dan kerajaan. Orang buta dapat melihat, yang lumpuh dapat berjalan, yang kusta menjadi tahir, yang tuli dapat mendengar, yang mati dibangkitkan, yang miskin mendengar berita kabar baik (Matius 11:2-5; Lukas 4:18-19, 7:19-22; Matius 12:28-34).
Yesus melaksanakan tugas penginjilan dalam "three fold ministry" pelayanan lipat tiga (Matius 9:35) secara utuh dan sempurna, ke mana pun Ia pergi, yaitu:
Mengajar, yaitu menjelaskan tentang firman Allah guna melenyapkan ketidaktahuan serta mengubah konsepsi kepada pengetahuan dan pengenalan akan Allah secara benar.
Berkhotbah atau memberitakan Injil kerajaan Allah yang menyelamatkan serta membebaskan dari dosa. - Menyembuhkan, yang menggambarkan bahwa di dalam pembebasan Allah melalui Yesus Kristus, ada pembebasan fisik dari akibat dosa, ini menyangkut pembebasan total dari Allah.
Dasar bagi semua pelaksanaan ini adalah kasih (Markus 6:34) dan praktik pelayanan kasih beranjak dari dasar dan motif pelayanan kasih. Dengan demikian, dalam kasihlah penginjilan dilaksanakan dan digerakkan ke segala segi dengan segala cara untuk membebaskan dan menunjang hidup dalam pembebasan/kebebasan secara utuh dan menyeluruh.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Penginjilan Masa Kini |
Judul asli | : | Falsafah Dasar Yesus Kristus tentang Penginjilan |
Penulis | : | Y. Tomatala, M.Div., M.I.S. |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 1988 | Halaman | : | 40 -- 42 |
Hakikat gereja yang misioner menegaskan bahwa gereja dan misi adalah integral. Kesatuan gereja dan misi ini menempatkan gereja pada posisi "harus" (wajib), dan ini menjadikan misi sebagai jantung gereja dan tugas gereja yang harus diwujudkan di mana pun gereja berada. Gereja hidup oleh misi dan harus dilakukan sebagai bagian dari hidup gereja. Misi adalah "jantung dan hidup" gereja. Oleh karena itu, gereja tidak dapat hidup tanpa misi. Pada sisi lain, gereja memiliki tanggung jawab utuh untuk turut serta dalam melakukan tugas misi. Gereja bertanggung jawab penuh melakukan tugas misi yang dilakukan secara penuh pula dari segala aspek. Pada sisi inilah, gereja dihadapkan dengan objek dan konteks pelayanan yang menuntut perlunya kearifan dalam melakukan tugas misi tersebut. Mengulas pokok bahasan seputar "Misi dan Pergumulan Bangsa" mempertegas premis di atas yang sekaligus menjawab pertanyaan tentang bagaimana sepatutnya gereja menempatkan diri serta bagaimana menyikapi pergumulan bangsa sebagai bagian dari kehidupannya.
Misi Sebagai Jawaban Bagi Pergumulan Bangsa
Secara umum, kebanyakan orang melihat bahwa pergumulan, kemelut, krisis, bahkan kehancuran hidup dari seorang atau beberapa individu, kelompok (kecil/besar), maupun suatu bangsa disebabkan oleh faktor sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Asumsi ini menyebabkan orang berupaya untuk menghadapi setiap pergumulan dengan pendekatan yang berbasis sosial, budaya, ekonomi, maupun politik untuk menyelesaikan pergumulan bangsa sebagai komunitas makro. Perlulah disadari bahwa adalah naif untuk mengatakan bahwa pendekatan apa pun yang dipakai tidak akan menyelesaikan persoalan dengan menyederhanakan jawaban dari sudut "rohani" belaka. Alasan kuat untuk menolak sikap naif ini adalah bahwa setiap hal yang digumuli (apa pun bentuk dan namanya) memiliki keterkaitan integral dengan aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, dsb.., dan aspek-aspek tersebut harus disentuh guna mencari solusi yang menyeluruh pula.
Pada sisi lain, dapat dikatakan bahwa setiap hal yang digumuli itu berkaitan erat dengan aspek "rohani" yang menjadi dasar bagi tatanan nilai, baik pribadi maupun masyarakat, yang dari padanya seorang individu atau sebuah kelompok menyikapi apa pun yang dihadapinya. Dinamika rohani pun memiliki daya serap yang kuat terhadap aspek-aspek lain dari kehidupan. Sangat sering terlihat bahwa sikap seseorang mencerminkan apa yang dipercayainya (yang dianggap sebagai prinsip dengan tatanan nilai -- yang primer, sekunder, maupun tersier). Dapat dikatakan bahwa dinamika rohani inilah yang mewarnai seluruh aspek kehidupan, tetapi akar dari persoalan apa pun harus dicari pada sumber asalnya yang menyediakan jalan kepada penyelesaian yang proporsional yang memperhitungkan faktor rohani sebagai jawaban menyeluruh.
Apa yang diulas terakhir di atas dapat dilihat sebagai presumsi yang menempatkan misi sebagai "jawaban penentu" bagi pergumulan bangsa. Dasar premisnya adalah sebagai berikut.
1. Alkitab melihat dosa sebagai akar utama yang menghancurkan serta mempengaruhi. Hal tersebut yang menjadi dasar bagi masalah manusia.
2. Alkitab menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah "jawaban final/penentu" atas dosa umat manusia.
3. Alkitab menegaskan bahwa Injil Yesus Kristus adalah kunci untuk menjawab masalah manusia (secara individu maupun kelompok) yang harus diwujudnyatakan gereja dalam misi.
Dari penguraian Alkitab di atas, dapat ditegaskan bahwa misi adalah jawaban Allah bagi masalah dan pergumulan umat manusia yang pada sisi lain menempatkan gereja sebagai "penanda jawaban" Allah. Di sini gereja hanya dapat berperan sebagai "penanda jawaban", yaitu apabila gereja menyadari bahwa ia ada dan hidup oleh misi, maka ia harus hidup dari, oleh, dan bagi misi.
Keberadaan Gereja sebagai Katalisator Misi
Telah diuraikan di depan bahwa gereja dan misi adalah integral. Kebenaran ini menegaskan bahwa gereja yang hidup dari dan oleh misi itu hanya dapat hidup karena misi, dan oleh sebab itu ia harus bermisi sebagai bagian dari hidupnya. Pertanyaan penting yang harus dijawab ialah, "bagaimana sepatutnya (seharusnya) gereja itu hidup yang mewujud-nyatakan misi sebagai bagian dari tanggung jawabnya menjawab pergumulan bangsa di tempat Tuhan menempatkannya?" Jawaban untuk pertanyaan ini dapat diuraikan berikut ini.
1. Keberadaan ("esse") dan kesejahteraan ("bene esse") gereja sebagai "tanda" misi, harus dihidupi secara ideal-nyata di bumi tempat kita tinggal. Kebenaran ini harus dihidupi gereja secara nyata di mana pun gereja berada. Hal ini menuntut dari gereja kesadaran dan penyadaran diri yang "ajek" serta bertanggung jawab dalam penandaan keberadaan/hakikat dirinya ("esse") yang misioner -- dengan kesejahteraan ("bene esse") yang berkebenaran, berkeadilan dan berkedamaian di tengah dunia.
2. Gereja sebagai komunitas ilahi harus menandakan keberadaan kehadirannya sebagai partikel sosial guna mewujudkan diri dan tanggung jawab misinya dalam lingkup berikut:
a. Gereja harus hidup sebagai komunitas iman yang suci di tengah dunia yang tidak suci. Di sini gereja harus mewujud-nyatakan iman (yang ideal) dalam etika-moralitas yang benar, baik, adil, dan indah di tengah masyarakat, sebagai kesaksian Kristus di tengah dunia.
b. Gereja harus melihat pergumulan bangsa sebagai ujian iman yang kritis dan tanggung jawab iman yang harus dihidupi serta direspons secara bertanggung jawab dalam segala bidang kehidupan, baik itu pribadi, kelompok, sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, HAM, pendidikan, keluarga, pemerintahan, dsb.
3. Gereja harus melihat dirinya sebagai agen misi Allah dengan tanggung jawab misi yang harus ditatalaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Di sini, gereja haruslah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab melayankan Injil yang holistik melalui pelayanan holistik kepada manusia/masyarakat dengan pendekatan holistik guna membawa sejahtera (shalom). Sebagai agen misi, gereja harus menatalayani hidup dan kerja dengan penuh tanggung jawab -- yang menghadirkan kesaksian Kristus -- di tengah masyarakat yang menghasilkan -- lebih banyak penyerahan diri dan pengakuan akan Yesus Kristus, junjungan kita, TUHAN semesta alam.
Guna mewujudkan tugas misioner ini, gereja harus hadir "di tengah masyarakat -- bangsa dengan pendekatan yang bertanggung jawab dengan sinergi dan harmonisasi tinggi guna mewujudkan dampak yang berimbang dan memberikan solusi. Gereja dengan kesadaran diri sebagai misionaris Allah yang mengembangkan pendekatan bertanggung jawab dalam bermisi akan mewujudkan ekuilibrium tinggi dalam masyarakat di mana ia hadir sebagai komunitas ilahi yang dihadirkan Allah bagi kemuliaan nama-Nya.
Kesimpulan
Gereja sebagai bagian dari masyarakat manusia/dunia (societas homo) yang adalah juga masyarakat ilahi/Allah (societas Deo) memiliki tanggung jawab integral dalam pergumulan bangsa. Tanggung jawab integral ini menuntut gereja menempatkan diri secara proporsional sebagai agen misi Allah dengan pendekatan dan kinerja yang berimbang guna menjawab tuntutan pergumulan bangsa. Gereja yang dengan kesadaran penuh bahwa Yesus Kristus adalah solusi bagi pergumulan bangsa bertanggung jawab pula untuk tidak menyederhanakan tanggung jawab dalam upaya membangun pendekatan guna mewujudkan tanggung jawab misioner ini. Pada akhirnya, apabila gereja menghadirkan Shalom yang berkebenaran, berkeadilan, berkebaikan, dan berkesejahteraan oleh Kristus, yang diamalkan dalam segala bidang kehidupan maka dapat dipastikan bahwa gereja telah mewujudkan tanggung jawab dengan andil besar yang menjawab pergumulan bangsa, yang akan membawa kemuliaan bagi Allah dan mendatangkan keselamatan bagi banyak orang.
Diambil dan disunting dari: | ||
Nama makalah | : | Makalah Simposium Teologi XI -- Persekutuan Antar Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia, September 2001 |
Penulis | : | Pdt. Dr. Yakob Tomatala |
Tujuh belas hari di atas sampan dan dikerumuni banyak nyamuk saat mengarungi sungai di tengah hutan yang penuh dengan ular beracun dan buaya. Itulah yang dialami para misionaris saat mereka melintasi hutan belantara -- penginjil abad dua puluh yang terlatih secara profesional benar-benar terhambat oleh sarana transportasi yang primitif. Tidak heran jika adanya pesawat terbang untuk membantu pekerjaan misionaris dianggap sebagai anugerah oleh mereka yang merasa terbantu.
Sebelum Perang Dunia II, ada sejumlah organisasi misi yang memunyai pesawat terbang pribadi, yang dikendalikan oleh para pilot dengan tingkat pengalaman yang berbeda dan memiliki riwayat hidup yang berbeda-beda pula. Salah satu pilot yang paling menarik perhatian adalah Walter Herron, seorang misionaris dari Australia yang pergi ke Bolivia pada tahun 1933 untuk mengabarkan Injil kepada suku Indian. Pada tahun 1938, ia menikah, tapi tidak lama kemudian istrinya meninggal saat melahirkan anak mereka yang pertama, Robert, yang hampir tidak bisa bertahan hidup dalam lima hari perjalanan menelusuri hutan. Ironisnya dalam perjalanan tersebut, Herron melihat sebuah pesawat -- satu-satunya di Bolivia -- terbang di atasnya. Seketika itu terlintas dalam pikirannya bahwa transportasi semacam itu mungkin bisa menyelamatkan istrinya pada waktu itu.
Herron kembali ke Australia dengan mimpi untuk mengembangkan jasa penerbangan bagi dirinya sendiri dan misionaris lain di Bolivia. Tapi saat ia mengikuti sekolah penerbangan, ia langsung dikatai bahwa ia tidak akan pernah dapat menjadi pilot. Puncaknya, organisasi misi tempatnya bekerja menolak mentah-mentah proposalnya. Tapi ia tidak menyerah. Ia pergi ke Amerika Serikat, mendaftar pada sebuah kursus penerbangan dan membeli sebuah pesawat terbang. Kemudian pada tahun 1941, ia kembali ke Bolivia dan siap memulai pelayanan penerbangan melintasi hutan hanya dengan bekal pengalaman 51 jam terbang. Selama lebih dari dua puluh tahun, Herron menjalani pelayanan itu, dan pada tahun 1961, anaknya, Robert bergabung dengannya. Tapi kemudian pada tahun 1964, sebuah tragedi terjadi. Dalam sebuah penerbangan rutin, pesawatnya jatuh di Bolivia dan menewaskan Walter serta tiga penumpangnya.
Pelayanan Herron dalam bentuk penerbangan melintasi hutan adalah suatu hal yang tak lazim. Banyak misionaris yang kesulitan untuk mendapat jasa seperti yang ia sediakan. Tapi menjelang Perang Dunia II, jasa penerbangan itu berkembang sebagai suatu bidang khusus, bukan lagi sebagai pekerjaan sambilan. Biaya yang mahal untuk membeli dan mengoperasikan pesawat terbang, serta keahlian yang dibutuhkan untuk menerbangkan pesawat melintasi medan yang sulit, meyakinkan banyak pemimpin misi bahwa transportasi udara harus ditangani oleh ahli, yang mampu melayani banyak misionaris.
Kebutuhan itulah yang mendorong dibangunnya organisasi jasa penerbangan untuk para misionaris di California pada tahun 1944 yang diberi nama Christian Airmen`s Missionary Fellowship, yang kemudian menjadi Mission Aviation Fellowship. Organisasi yang hampir sama mulai muncul di Britania Raya, dan beberapa tahun kemudian Australian MAF didirikan. Organisasi ini dipimpin oleh seorang penerbang Kristen yang memiliki latar belakang militer. Organisasi ini bertujuan untuk memberikan teknik-teknik terbaru dan pelatihan terbaik dalam bidang penerbangan untuk misionaris. Pada tahun 1950-an, MAF dikenal sebagai penyedia jasa untuk misionaris yang sangat dibutuhkan. Sekarang, MAF memunyai dua belas organisasi nasional yang berbeda di daerah-daerah strategis di seluruh dunia. Pesawatnya yang berjumlah 120 buah terbang sejauh sekitar tiga puluh juta mil setiap tahunnya dan melayani belasan misionaris di 22 negara.
Meski MAF memiliki peranan penting, organisasi ini sepertinya tidak dapat memenuhi permintaan yang semakin banyak. Hasilnya, organisasi penerbangan lain didirikan. Yang terbesar dan paling strategis bernama JAARS (Jungle Aviation and Radio Service, yang merupakan cabang dari Wycliffe Bible Translators dan Summer Institute of Linguistics). Merasa perlu, organisasi misi lain seperti New Tribes Mission, Sudan Interior Mission, Africa Inland Mission, dll. memunyai fasilitas penerbangan sendiri. Banyak juga golongan agama yang mengikuti jejak mereka. The Seventh-Day Adventists, meski menentang penggunaan pesawat terbang secara luas, sekarang memunyai lebih dari seratus pesawat yang melayani para misionaris di seluruh dunia. Jika ditotal, ada sekitar lima puluh organisasi misi dan golongan agama yang sekarang menjalankan program penerbangan sendiri.
Sejak awal, penerbangan untuk misionaris selalu menggunakan pesawat kecil dan ringan untuk jarak dekat yang bisa mendarat di landasan darurat atau air. Beberapa organisasi misi mencoba untuk meningkatkan fasilitas penerbangan mereka menjadi penerbangan internasional untuk mengantar para misionaris ke dan dari tempat tujuan. Hal ini dilakukan kerena mereka menyadari bahwa mereka tak akan pernah menang bersaing dengan keselamatan dan biaya penerbangan komersil. Sekarang, helikopter, walaupun membutuhkan biaya yang mahal dalam pembelian dan pengoperasiannya, semakin banyak digunakan di tempat-tempat terpencil. Kehadiran helikopter membuat mereka tidak perlu membuat landasan selama berbulan-bulan.
Selain MAF dan fasilitas penerbangan milik organisasi misi dan golongan agama, penerbangan bagi misionaris juga melibatkan banyak pilot independen, sering disebut "circuit riders" (pilot perjalanan keliling) yang bekerja di bawah biro transportasi udara masing-masing. Biro penerbangan seperti itu sangat membantu daerah Artik, di mana transportasi udara untuk misionaris sudah menggantikan peran kereta es yang ditarik oleh sekawanan anjing. Misionaris independen dan misionaris yang bekerja di bawah suatu organisasi, seperti Arctic Missions dan Eskimo Gospel Crusade sangat terbantu oleh kehadiran pesawat terbang.
Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa penerbangan bagi misionaris sudah merevolusi misi-misi kekristenan dalam beberapa dekade terakhir. Berminggu-minggu dan berbulan-bulan perjalanan yang berat sudah menjadi fenomena masa lalu dan tidak ada lagi misionaris yang terisolasi di daerah terpencil selama berbulan-bulan tanpa fasilitas kesehatan yang dibutuhkan, makanan segar, dan kiriman surat. Sekarang, seorang pilot hanya membutuhkan waktu enam minggu untuk menjelajahi banyak tempat yang jumlahnya sama dengan yang dijelajahi David Livingstone di Afrika seumur hidupnya. Bahkan kesehatan dan hubungan keluarga pilot itu pun tetap terjaga. Sejak empat dekade yang lalu, beberapa pemimpin misi mungkin sudah menyadari manfaat penerbangan untuk para misionaris yang melakukan tugas yang luar biasa, yaitu penginjilan dunia. (t/Dian)
Judul buku | : | From Jerusalem To Irian Jaya |
Judul asli | : | Missionary Flying Over Jungles |
Penulis | : | Ruth A. Tucker |
Penerbit | : | Academie Books, Grand Rapids, Michigan 1988 | Hal | : | 393 -- 395 |
Dunia di mana kita berpijak adalah ajang peperangan antara kuasa kegelapan dan kuasa Tuhan. Sedangkan manusia adalah makhluk yang memunyai kehendak, mau atau tidak mau harus memilih di antara dua hal tersebut. Manusia tidak akan menjadi makhluk netralisme yang memunyai kuasa tersendiri. Sekali lagi, tidak mungkin, sebab manusia hidup dan kehidupannya ada dalam kuasa tersebut. Dalam Matius 12:43-45 dan Wahyu 3:20, dua bagian ayat ini menjelaskan bahwa dalam diri manusia, kalau tidak ada Tuhan, pasti kehendak setan yang berkuasa.
Siapakah Iblis Itu?
Dalam mendekati keberadaan iblis, lebih dahulu kita perlu melihat gagasan-gagasan iblis yang masuk ke sendi-sendi budaya -- adat kita.
Asal Mula Iblis
Keberadaan Iblis atau setan tidak pernah Tuhan izinkan, sehingga iman kita menolak bahwa penyebab kehadiran Iblis adalah Tuhan. Allah tidak pernah menciptakan Iblis dengan balanya. Memang Kolose 1:16 berkata, "Karena di dalam Dia telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia." Penciptaan itu termasuk malaikat. Hal itu dikerjakan oleh Allah jauh sebelum penciptaan manusia. Salah satu malaikat yang menjadi pemimpin ialah Lucifer atau Bintang Timur atau Putera Fajar, yang kemudian menjadi tinggi hati mau menyamai Yang Maha Tinggi, tetapi kemudian diturunkan Allah sehingga dia menjadi Iblis/setan (Yesaya 14:12-15, Yehezkiel 28:13-17). Setelah itu Iblis bekerja di taman Firdaus, lalu menjatuhkan Hawa dan Adam. Setan disebutkan sebagai penghulu roh-roh jahat (Matius 12:24). Hal ini sebagai indikasi bahwa setan atau Iblis telah menjadi pemimpin malaikat-malaikat yang jatuh menjadi roh-roh jahat.
Iblis atau setan telah mengatur dengan baik tingkatan-tingkatan malaikat-malaikatnya untuk memperluas tujuannya. Efesus 6:12 berkata, "karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah (penekanannya pada sistem), melawan penguasa-penguasa (penekanannya pada pribadi dari setan yang berkuasa), melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini (penekanannya Iblis sebagai pemimpin kegelapan), melawan roh-roh jahat di udara (penekanannya pada kegiatan roh-roh ini yang sering menimbulkan kekacauan manusia)." Dua dari tingkatan-tingkatan tersebut -- pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa, memiliki sebutan yang sama dengan malaikat-malaikat (Efesus 3:10). Hal ini sebagai indikasi bahwa jenis makhluk yang sama, merupakan pribadi-pribadi pada tingkatan ini. Roh-roh jahat disebut sebagai makhluk-makhluk halus (sebenarnya adalah roh-roh yang najis). Contoh: roh jahat yang disebut dalam Matius 17:18. Sebenarnya ada kesamaan antara roh-roh jahat dengan roh-roh halus yang terdapat dalam Lukas 10:17-20. Kitab Matius 8:16 juga menyaksikannya, Tuhan Yesus menyembuhkan banyak orang yang dirasuk oleh roh-roh jahat dengan cara mengusir keluar roh-roh najis dari dalam diri mereka.
Bentuk Kegiatan Setan Menurut Alkitab
Kegiatan-kegiatan setan telah tercatat dalam firman Allah: dalam hubungan dengan Kristus, dengan Allah, dengan bangsa-bangsa, dengan orang yang tidak percaya, dengan orang-orang percaya.
Hubungan dengan Yesus Kristus
Permusuhan antara Setan dengan Kristus pertama kali terlihat dalam Kejadian 3:15. Kristus sebagai benih perempuan akan meremukkan kepala si setan, begitu pula setan akan meremukkan tumit dari benih perempuan tersebut (penderitaan Yesus di kayu salib). Pada saat kelahiran Tuhan Yesus di bumi, Dia sudah dihadang oleh Setan melalui Herodes. Tidak dapat disangkal bahwa pembunuhan yang diperintahkan oleh Herodes terhadap anak-anak di bawah umur dua tahun, diilhami oleh setan (Matius 2:16). Begitu pula dalam Matius 16:21-23, Tuhan Yesus menghardik Petrus karena dia dipakai setan untuk menghalangi karya Kristus (menderita, mati, dan bangkit). Setan juga memakai Yudas untuk mengkhianati Tuhan Yesus (Yohanes 13:27). Serangan selanjutnya dalam Matius 4:1-11, Tuhan Yesus dicobai oleh Iblis untuk berbuat jahat melalui tiga bidang. Tiga serangan ini sebagai gambaran tentang bidang-bidang di mana seseorang dapat dicobai: keinginan daging, keinginan mata, keangkuhan (1 Yohanes 2:16). Segala tujuan pencobaan setan kepada Kristus adalah untuk meniadakan penderitaan dan kematian di kayu salib.
Hubungan dengan Allah
Dalam Kejadian 3:5, setan memberikan penawaran palsu kepada Hawa, bahwa dia akan menjadi "seperti Allah" jika makan buah pengetahuan baik dan jahat yang dilarang itu. Tindakan setan ini sebagai penyerangan kepada Allah. Saat ini, kegiatan setan untuk "menyerang" anak-anak Allah semakin berkembang (2 Timotius 3:5). Setan juga menampilkan pelayan-pelayan yang menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran (2 Korintus 11:15). Puncak dari kepalsuan itu ialah kedatangan antikristus. Kegiatan ini menyesatkan banyak orang dengan "kebohongan/tipu muslihat" (2 Tesalonika 2:9-11).
Hubungan dengan Bangsa-Bangsa
Tujuan utama setan dalam hal ini adalah untuk menyesatkan bangsa- bangsa (Wahyu 20:30). Penyesat ini beranggapan dapat memerintah secara adil, bijaksana, dan damai, terlepas dari kehadiran Tuhan dan pemerintahan Tuhan. Taktiknya hanya untuk mengelabui. Dalam melakukan tugas ini, setan mempekerjakan roh-roh jahat (Daniel 10:13, 20), dan dia memakai pemerintah-pemerintah untuk menghalangi pengabaran Injil (1 Tesalonika 2:18).
Hubungan dengan Orang Kafir
Dalam 2 Korintus 4:4, setan membutakan pikiran mereka, sehingga mereka tidak mau menerima Injil. Dia memberikan pemahaman yang salah: "Banyak jalan menuju ke Roma" (cara berpikir pluralisme dan kebatinan). Pertimbangan manusia dan berbagai argumentasi yang meyakinkan, memunyai peranan penting. Tetapi, setan juga datang pada saat orang mau mendengarkan firman Tuhan, sehingga dia tidak dapat percaya (Lukas 8:12).
Hubungan dengan Orang Percaya
Dalam relasi dengan orang-orang percaya, setan tidak pernah tinggal diam, tetapi justru bekerja lebih giat.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Yasuma, Edisi VIII, Tahun 2000 |
Penulis | : | Pdt. Legowo, M.Div |
Penerbit | : | Yayasan Sumber Sejahtera, Jakarta |
Halaman | : | 5 -- 8 |
Di organisasi Open Doors, pertengahan tahun merupakan waktu yang istimewa. Kantor Open Doors di seluruh dunia bersatu hati untuk berdoa dan memohon pimpinan-Nya dalam menyusun rencana di tahun yang akan datang. Tim Open Doors di lapangan akan mengusulkan sejumlah proyek yang dapat dilakukan untuk menguatkan saudara-saudari kita, umat Kristen yang dianiaya karena imannya. Fokus kami pada saat itu adalah bagaimana pelayanan ini dapat mendukung gereja yang teraniaya hingga mereka dapat tetap menjadi garam dan terang serta memberitakan kebenaran meski berada di tengah tekanan yang sering tidak terbayangkan oleh kita.
Namun tahun-tahun belakangan ini, kami merasakan bahwa Tuhan membawa Open Doors pada perspektif yang baru. Fokus kami masih tetap pada gereja yang teraniaya, namun Saudara, sebagai mitra Open Doors bersama dengan ribuan bahkan jutaan mitra-mitra Open Doors lain di seluruh dunia, juga menjadi perhatian dan pokok doa kami. Kerinduan kami adalah, Saudara juga diberkati melalui pelayanan ini. Segala upaya kami lakukan agar Saudara "terhubung" dan dilengkapi melalui kesaksian dari saudara-saudari kita yang dianiaya karena mereka mengasihi Kristus. Kami menuliskan kesaksian mereka yang berisikan pengampunan, keteguhan iman, serta kasih setia pada Kristus melalui buletin doa. Kami memiliki tim yang siap datang ke gereja Saudara untuk membagikan gereja yang teraniaya. Harapan kami, melalui semua upaya tersebut, Saudara bukan hanya mendengar dan mengetahui, namun juga diberkati melalui kesaksian Tubuh Kristus yang teraniaya. Kami percaya saat bagian-bagian dalam Tubuh Kristus saling menguatkan dan memberkati, nama Kristus dimuliakan dan sesuatu yang indah akan terjadi.
Melalui artikel ini, Open Doors Indonesia rindu menjadi jembatan penghubung antara Saudara dengan gereja yang teraniaya. Surat ini bukan hanya mengomunikasikan proyek-proyek Open Doors yang tengah berlangsung di seluruh dunia, lebih dari maksud tersebut, surat ini adalah sebuah tawaran bagi Saudara untuk masuk dalam suatu lingkaran "saling memberkati".
Jika Saudara rindu untuk memberkati Gereja yang teraniaya melalui proyek-proyek dalam katalog GIFT OF HOPE, donasi Saudara dapat dikirim melalui Open Doors Indonesia (YAYASAN OBOR DAMAI INDONESIA). Informasi lebih lengkap dapat Anda peroleh di bagian akhir artikel ini.
Gifts of Hope for the Persecuted Church
Menguatkan Umat Kristen di Cina dengan Memberikan Alkitab Pertama Baginya.
Pendeta Li berkata, "Kami sulit menyebut diri sebagai pengikut Kristus karena penganiayaan pemerintah membuat kami nyaris tidak memiliki Alkitab atau buku rohani yang dapat menjadi pedoman."
Ribuan orang Cina menjadi pengikut Kristus setiap hari. Mereka rindu memiliki firman Tuhan dan buku rohani untuk membantu mereka bertumbuh. Bantuan dan dukungan Saudara menjadi detak jantung pertumbuhan gereja di Cina.
Memerlengkapi Seorang Pendeta di Timur Tengah dengan Sebuah "Study Bible".
Pdt. Abdul mengatakan, "Saat anak-anakku pergi ke sekolah, aku merasa ketakutan, keadaannya sangat berbahaya. Hanya firman Tuhan yang dapat menguatkan kami di sini."
Meski berbahaya, para pendeta di Timur Tengah tetap setia dalam pelayanan mereka. Banyak yang kekurangan materi pengajaran dan buku-buku. Walaupun berbahaya, mereka tetap menunggu distribusi buku rohani dari Open Doors.
Memerlengkapi Seorang Pemimpin untuk Berdiri Teguh di Tengah Badai Aniaya di India.
Setiap hari, kelompok radikal menyerang umat Kristen di India. Gereja dibakar, penginjil dipukuli, kaum perempuan dilecehkan. Pemerintah dan aparat hanya menutup mata.
Bantuan sangat diperlukan dan Open Doors telah menyiapkan sebuah program khusus melalui Saudara untuk membantu India. Seminar Berdiri Teguh di Tengah Badai sangat menolong dan menguatkan para pemimpin dan hamba Tuhan di tempat-tempat yang memusuhi kekristenan, seperti di India.
Melengkapi Seorang Perempuan Melawan Kemiskinan.
Berikan kesempatan kepada seorang perempuan dari gereja yang teraniaya untuk memiliki masa depan yang lebih baik dengan mengikuti kursus yang diadakan Open Doors.
Di banyak negara muslim, umat Kristen bukan hanya dianiaya, tapi juga menjadi warga yang paling miskin. Kaum perempuan tidak diperbolehkan sekolah dan mereka bergumul setiap hari untuk dapat bertahan hidup. Dengan memerlengkapi saudari-saudari kita dengan kursus-kursus keterampilan, mereka dapat memiliki hidup yang lebih layak.
Lita bersaksi, "Sekarang saya tidak perlu lagi menunggu belas kasihan orang lain, saya merasa percaya diri, dan keterampilan yang saya pelajari di kursus juga menopang keluarga saya. Kami sekarang lebih percaya diri dalam bersaksi."
Menjamah Hati Anak-Anak dengan Mendirikan Sebuah Sekolah Minggu di Mesir.
Kurangnya sekolah-sekolah Kristen sering kali menjadi alasan banyaknya keluarga-keluarga yang meninggalkan iman Kristennya.
Pendeta Musa membagikan, "Jika saya menemukan sebuah keluarga Kristen di desa non-Kristen, dapat dipastikan keluarga Kristen tadi akhirnya akan meninggalkan imannya. Kita harus menguatkan mereka." Saudara dapat menyalurkan bantuan Anda melalui Open Doors Indonesia.
Ciptakan Harmoni dalam Hati Umat Kristen di Desa-Desa di Cina.
Bayangkan sebuah ibadah tanpa pujian penyembahan. "Music box" unik ini kami desain untuk memenuhi permintaan gereja-gereja rumah di Cina. Di dalamnya terdapat seribu lagu pujian penyembahan dan mudah digunakan. Jika tergerak, Saudara dapat membantu sebuah gereja rumah di Cina untuk mengalami hadirat Tuhan melalui pujian dan penyembahan, membawa sukacita dalam ibadah mereka.
Memerluas Kerajaan Tuhan di Tempat-Tempat yang Tertutup bagi Penginjilan.
Pendeta Paul melayani bersama Open Doors selama beberapa tahun dan ia sering melatih umat Kristen dari latar belakang agama lain (MBB). Ia sendiri adalah seorang MBB. Baru-baru ini, ia dituduh telah melakukan kejahatan dan dikejar-kejar pemerintah. Ia masih bersembunyi dan tidak berjumpa dengan keluarganya selama dalam persembunyiannya. Ia berada dalam bahaya, namun tetap setia melayani.
Saudara dapat menolong tim kami untuk masuk ke tempat-tempat di mana penginjilan nyaris tidak mungkin dilakukan. Di tempat-tempat ini, saudara-saudari kita menunggu doa dan bantuan. Mereka yang berasal dari agama lain (MBB) rindu dikuatkan melalui firman Tuhan. Saudarakah jawaban doa mereka?
Diambil dari:
Judul brosur | : | Gifts of Hope |
Penerbit | : | Open Doors |
Informasi lebih lanjut | : |
Yayasan Obor Damai Indonesia
PO Box 5019/JKTM Jakarta 12700, Indonesia
E-mail: indonesia(at)od.org
Situs Open Doors | : | http://www.opendoors.org/ | Situs e-MISI | : | http://misi.sabda.org/yayasan_obor_damai_indonesia |
Orang ateis ialah orang yang menyangkal adanya Allah. Ia tidak percaya bahwa Allah itu ada. Ia tidak percaya bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah. Orang komunis berpendirian ateis. Inilah pengajaran Iblis yang merajalela di seluruh dunia pada zaman akhir ini.
Hati manusia sudah dikeraskan sedemikian rupa oleh dosa sehingga ia menyangkali Penciptanya. Apa yang harus kita katakan kepada orang ateis? Berdoalah selalu dan mohonkan hikmat dari Tuhan. Jangan menjadi panas hati bilamana ia mengolok-olok Tuhan Yesus atau mengolok-olok kaum Kristen. Kita mengetahui bahwa menurut Mazmur 14:1 dan 23:1, orang ateis adalah bodoh adanya. Oleh karena dosa, hatinya sudah digelapkan dan matanya dibutakan oleh Iblis (2 Korintus 4:4). Jangan kita berdebat dengan orang ateis (bertengkar), melainkan saksikan dengan sederhana tentang cinta Tuhan dan kuasa Tuhan yang ajaib yang engkau telah alami. Mereka tidak percaya kepada Tuhan sebab dianggapnya Alkitab itu hanya suatu buku agama yang memuat kesalahan-kesalahan. Bertanyalah kepada mereka apakah kesalahan dalam Alkitab itu, dan terangkan kepadanya hal yang sebenarnya. Dari antara mereka, ada yang mengatakan bahwa Alkitab mengajarkan hal-hal yang salah, misalnya bumi itu rata, planet yang lain lebih kecil daripada dunia, terang yang diciptakan lebih dahulu daripada matahari, dan pekerjaan ciptaan Allah yang lainnya.
Sebenarnya, segala anggapan yang salah berasal dari pihak manusia sendiri. Alkitab menerangkan segala sesuatu dengan benar dan tidak bertentangan dengan pendapat ilmu pengetahuan pada zaman akhir ini. Terangkanlah antara lain kepadanya, bahwa Alkitab mengajar dunia ini bulat adanya (Yesaya 40:22). Bahwa dunia ini salah satu sejarah atau planet di tengah-tengah alam semesta yang mahadahsyat (Ayub 26:7; Mazmur 8:39). Satu bukti pula yang mengatakan bahwa dunia ini bulat terdapat dalam Ulangan 4:19; Lukas 17:33-36. Bahwa lautan dan daratan telah diciptakan Tuhan dengan ukuran berat yang seimbang. Air dari sungai mengalir, hujan dari langit turun tidak menambahkan banyaknya air yang ditetapkan Tuhan (Pengkhotbah 1:7; Mazmur 35:7; Yesaya 40:12). Dalam mengatur awan, hujan turun menurut hukum, maka di tengah-tengah angkasa yang luas itu terdapatlah kilat, yaitu kekuatan listrik yang mendatangkan terang dan gaya industri kepada dunia ini.
Juga tentang umur manusia sejak mula pertama, yang tadinya diperkirakan ilmu pengetahuan dengan angka 850.000 tahun. Turun menjadi 80.000 tahun. Turun lagi menjadi 20.000 tahun, kemudian 10.000 tahun, dan akhirnya seorang ahli geologi Amerika menerangkan bahwa manusia sudah hidup kira-kira tidak lebih dari 7.000 tahun.
Bagaimanapun juga, manusia tidak dapat menyangkali kebenaran Alkitab karena dalam hal ini pun Alkitablah yang benar. Ia menetapkan bahwa manusia sudah hidup di dunia ini kira-kira 6.000 tahun. Maka hanya 6.000 tahun saja (120 tahun yobel) manusia mendapat kesempatan hidup di dalam dunia ini. Itulah 6 hari kerja Tuhan karena 1 hari Tuhan itulah 1.000 tahun hari manusia (2 Petrus 3:8). Pada hari yang ke-7, Tuhan tak bekerja lagi untuk menyelamatkan manusia. Pada hari yang ke-7 itu Ia akan berhenti. Itulah hari perhentian-Nya, Kerajaan 1.000 tahun (Ibrani 4:9-10; Wahyu 20:4-6). Yang penting ialah supaya Anda menerangkan bahwa Allah dan Sabda-Nya (Alkitab) tidak dapat dimengerti oleh pikiran manusia yang biasa. Semua pengetahuan manusia berdasar atas pancaindra, tetapi pengetahuan Allah adalah suatu penyataan (wahyu) yang dimengerti oleh iman. Barang siapa yang mau datang kepada Allah dan kenal kepada Allah, harus percaya bahwa Allah itu ada (Ibrani 11:6; Roma 8:7) karena manusia duniawi tidak dapat mengerti segala perkara rohani. Kalau benar orang ateis itu sungguh mau mengenal Allah, jalan satu-satunya ialah mengaku bahwa ia seorang berdosa dan mengaku percaya bahwa dosanya diampuni Tuhan Yesus. Hanya dengan demikian saja ia dapat dilahirbarukan serta dapat melihat dan mengenal Allah, yaitu Khalik langit dan bumi serta segala isinya. Allah akan hidup di dalam dia!
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Penginjil yang Sukses |
Judul bab | : | Menolong Lima Puluh Golongan Manusia |
Judul artikel | : | Orang Atheis dan Materialis |
Penulis | : | Dr. H.L. Senduk |
Penerbit | : | Yayasan Bethel | Halaman | : | 50 -- 51 |
Diringkas oleh: Kusuma Negara
Mengapa kita mengadakan konferensi misi? Mengapa kita mengirimkan penginjil-penginjil? Mengapa kita mengirim orang-orang untuk pergi ke tempat-tempat lain untuk mengatakan kepada orang lain tentang Yesus Kristus? Mengapa orang-orang Kristen percaya bahwa mereka harus memberitakan iman mereka? Di seluruh dunia ada banyak agama, ideologi, "pandangan dunia", mengapa orang Kristen berpikir mereka sendiri yang benar? Tidak adakah nilai di agama lain? Tidak adakah sesuatu yang bernilai di semua agama? Tidak adakah keindahan dan kebenaran di semua budaya? Tidakkah pengajaran banyak agama sangat mirip? Tidakkah ada banyak jalan untuk mencari Allah? Bahkan jika kita percaya bahwa Yesus adalah unik dan kita ingin mengatakan kepada orang lain tentang Dia dan tawaran keselamatan-Nya, bagaimana kita memberitakannya dengan cara yang sensitif dan tepat?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting, tapi itu bukan pertanyaan-pertanyaan baru. Abraham pun menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sama; ia memercayai satu Tuhan ketika semua orang memercayai banyak tuhan. Jemaat Kristen mula-mula termasuk Paulus pun menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sama; pada zamannya, semua jenis agama, filosofi, dan kultus dapat ditemukan. Paulus berkhotbah kepada semuanya dan ia percaya bahwa pesan tentang Yesus Kristus relevan bagi semuanya. Beberapa orang memercayai pengajarannya dan yang lain -- yang tidak merespons Injil -- tidak ingin mendengarkan pesan ini. Mereka tidak tertarik kepada khotbah Paulus karena pesan itu tidak relevan bagi mereka. Mereka adalah orang-orang Yahudi sendiri.
Dalam Roma 10 ia berbicara tentang saudara sebangsanya dan bagaimana ia menginginkan agar mereka mengenal Yesus. Dalam melakukan hal tersebut, Paulus memberi model kepada kita bagaimana kita dapat memperlihatkan perhatian bagi keluarga kita dan bagaimana bersaksi dalam masyarakat yang pluralis. Ini adalah pokok permasalahan kunci dalam dunia modern: kita ingin menjaga keselarasan religius dan ras, namun kita pun ingin bersungguh-sungguh dengan iman kita.
Tiga buah kata dapat menyimpulkan apa yang dikatakan Paulus di sini yang menjelaskan sikapnya kepada orang lain. Hormat, keyakinan, dan kerinduan (keprihatinan).
HORMAT
Ketika Paulus memikirkan tentang saudara sebangsanya atau kelompok orang lain, emosi pertama yang ia rasakan kepada mereka adalah hormat. Ia merasakan hormat yang mendalam kepada saudara sebangsanya, kepada sejarah mereka, budaya mereka, dan warisan spiritual mereka (baca Roma 9:4-5).
Bangsa Israel telah diangkat sebagai anak-anak -- yang pertama mengenal Tuhan sebagai Bapa mereka.
Mereka adalah orang-orang pertama yang menerima sinar kemuliaan Allah (di Gunung Sinai).
Mereka telah menerima perjanjian dari Allah melalui Abraham, Musa, dan Daud.
Mereka [adalah bangsa yang] menerima hukum Taurat di Gunung Sinai.
Mereka diajar bagaimana beribadah menyembah Allah dan bagaimana membangun suatu tempat ibadah.
Mereka diberi janji-janji pengharapan dan dorongan dari Allah
Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur yang besar dan mengagumkan.
Akhirnya, Allah memberi mereka Mesias, Anak-Nya. "Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya."
Ketika ia berbicara kepada orang yang menyembah banyak dewa di Listra, ia tidak mengkritik mereka karena menyembah banyak dewa. Ia berbicara dengan hormat tentang Tuhan Pencipta yang besar. Ketika ia berbicara dengan orang-orang Athena yang berpikiran maju, ia berbicara tentang filsuf-filsuf dan pujangga-pujangga. Sejauh itu Paulus selalu memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan pada kebudayaan dan warisan orang yang ia ajak berbicara. Pendekatannya adalah pendekatan yang paling positif yang dapat ia lakukan. Kita perlu mulai dengan mencari hal positif dalam keyakinan dan kebudayaan orang lain dengan seluruh kemampuan kita.
Tapi kita tidak dapat menghormati kecuali kita mengerti. Kita tidak dapat mengerti, kecuali kita mengalami kesulitan dan mengambil waktu untuk mempelajari serta memahami apa yang mereka percayai dan apa yang penting bagi mereka. Jika kita mengirimkan misionaris-misionaris, atau terlibat dalam perjalanan misi, itu adalah tindakan yang benar. Baca dan pelajarilah apa yang dipercayai orang lain.
Dalam Roma 10:2, kita juga melihat bahwa Paulus pun sangat menghormati ketulusan dan penyembahan religius mereka. "... aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah." Paulus sedang berbicara tentang juru tulis dan orang-orang Farisi. Yesus menyebut beberapa juru tulis dan orang-orang Farisi sebagai orang munafik. Tidak diragukan lagi, beberapa di antara mereka memang munafik. Tapi kita tidak boleh sedetik pun membayangkan bahwa semua orang Farisi seperti itu. Banyak orang Farisi seperti Nikodemus yang memiliki kasih yang sungguh-sungguh pada firman Tuhan dan memiliki keinginan hati yang mendalam untuk mematuhi firman tersebut. Banyak yang mengetahui Mazmur dengan hati mereka dan bermeditasi pada kitab ini secara tekun.
Empat hal yang perlu kita ingat:
Kita perlu menghargai mereka.
Kita perlu menghormati mereka. Jika kita tidak menghormati mereka, mengapa mereka harus menghormati apa yang kita katakan?
Kita perlu mendengarkan. Kita tidak dapat berkomunikasi dengan mereka sebelum kita mau mendengarkan. Orang-orang Kristen biasanya sangat baik untuk berbicara dengan orang lain namun sering kali tidak terlalu baik dalam mendengarkan orang.
Kita memerlukan dialog. Dialog adalah suatu bagian integral dari kesaksian. Dalam masyarakat demokratis modern mana pun, seharusnya ada kejujuran dan dialog terbuka. Hidup kita diperkaya dengan berbicara dengan orang lain, dari pemahaman mereka, nilai-nilai mereka, kebiasaan-kebiasaan mereka. Kadang itu membenarkan pemahaman kita, kadang hal itu membuat kita kembali ke Alkitab untuk melihat hal-hal yang sudah kita lupakan atau tidak pernah kita perhatikan.
KEYAKINAN
Dalam Roma 10:1-13, Paulus menyatakan keyakinannya. Ini adalah keyakinan yang tidak terelakkan. Hal itu mengikuti format secara logis dari apa yang Paulus telah katakan dalam delapan pasal sebelumnya. Ia mengatakan bahwa semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Tuhan. Setiap manusia telah berdiri di dalam penghukuman. Setiap manusia memerlukan seorang Juru Selamat. Jadi di dalam Roma 10:1-13, ia berbicara tentang Injil.
Perlunya Injil (ayat 1 -- 5)
Dalam Roma 9:30 -- 10:5, Paulus berbicara tentang dua cara keselamatan: cara hukum dan cara iman. Imamat 18:5 mengekspresikan prinsip kebenaran karena hukum: orang yang berpegang pada ketetapan Allah dan peraturan Allah akan hidup karenanya. Itulah yang dulu dilakukan oleh Paulus.
Paulus, seorang murid rabi yang harus diteladani, luar biasa giat dan memiliki keinginan hati untuk menjaga hukum Tuhan serta tradisi nenek moyangnya. Apa yang salah dengan itu? Inilah kesaksian Paulus: kita tidak dapat melakukannya. Kita tidak dapat membuat diri kita masuk surga.
Cara keselamatan berikutnya adalah cara iman. Paulus mengatakan bahwa Kristus adalah penggenapan dari hukum -- karena Ia menaati hukum dengan sempurna dan Ia menggenapi kebutuhan untuk dibenarkan oleh hukum. Kristus memungkinkan orang-orang dibenarkan oleh iman. Kristus mati sehingga siapa pun yang beriman kepada-Nya menemukan hidup dan kebenaran. Paulus memiliki rasa hormat yang besar pada saudara sebangsanya, pada komitmen religius dan ketulusan mereka. Tetapi ketulusan saja tidak cukup. Mereka memerlukan Injil dan Paulus rindu mereka akan menemukan jalan keselamatan yang ada dalam Kristus.
Kesederhanaan Injil (ayat 6 -- 10)
Paulus mengatakan bahwa kita tidak usah melakukan hal yang tidak mungkin. Kita tidak perlu mendaki naik ke surga. Kita tidak perlu bertingkah seakan Kristus tidak pernah lahir dan Anak Allah tidak pernah turun ke dunia.
Kita tidak perlu mencari cara untuk naik kepada Allah karena Ia telah datang kepada kita. Jika Anda membeli bensin di Singapura, Anda akan diberi suatu kartu kecil. Setiap kali Anda membeli bensin di tempat yang sama, mereka akan memberi poin pada kartu Anda. Setelah mengumpulkan 4.000 poin, Anda akan mendapat kamera gratis. Beberapa orang berpikir bahwa Allah pun seperti itu. Kita harus mengumpulkan poin. Jika kita mendapat cukup poin, barulah kita mendapatkan tiket gratis ke surga.
Kita tidak harus mengusahakan jalan kita ke surga karena Allah telah datang ke bumi. Dan kita tidak harus bersikap seakan-akan Kristus masih di dalam kubur dan pekerjaan keselamatan masih belum sempurna sehingga kita harus melakukan sesuatu untuk menyempurnakannya. Seperti yang telah dikatakan Paulus sebelumnya di Roma 4:25, Kristus telah mati untuk dosa-dosa kita dan telah dibangkitkan untuk pembenaran kita. Hal itu sudah selesai. Pekerjaan itu sudah dilaksanakan. Tidak ada yang harus kita lakukan kecuali percaya dengan hati kita dan mengakui Kristus dengan mulut kita (ayat 9).
Orang Yahudi telah mendaftar 39 tindakan yang dilarang pada hari Sabat. Kemudian dalam setiap 39 tindakan tersebut, ada 39 tindakan yang lebih detil yang terlarang, sehingga hasilnya ada 1521 tindakan yang dilarang pada hari Sabat. Saya mengagumi perhatian mereka untuk menjaga supaya Sabat tetap suci. Tetapi argumen Paulus adalah jika kita melakukan 1520 dari ke-1521 hukum tersebut, tapi melanggar satu saja, kita tetaplah pelanggar hukum.
Beberapa orang menghabiskan sepanjang hidupnya berpuasa dan berdoa, melakukan pekerjaan amal, dan melakukan ziarah ke tempat orang-orang suci. Itu adalah usaha yang sia-sia untuk mencari kedamaian pikiran, keringanan dari perasaan bersalah, dan pembenaran diri.
Injil itu gratis, namun bukan berarti murahan. Kita dapat hidup dengan cara apa pun yang kita mau, tapi tidak seenak kita. Kristus menjadi Tuhan kita, tapi kita tidak perlu mengurbankan apa pun meskipun Yesus harus mengurbankan semuanya.
Relevansi Universal Injil (ayat 11-13)
Injil diperuntukkan bagi semua orang, baik orang Yahudi maupun orang non-Yahudi. Tapi hal itu tidak populer pada zaman yang serba relatif ini. Pascamodernisme telah melingkupi masyarakat Barat dan sedang bergerak dengan pelan ke Timur melalui internet. Media massa mengatakan, "Biarlah setiap orang memiliki kepercayaan sendiri. Setiap orang itu benar. Jika seseorang berpikir sesuatu itu benar, itu benar bagi mereka." Ini adalah rasionalisme yang gila.
Saya berbincang-bincang dengan seorang pemeluk agama lain dalam sebuah kereta api di India. Kemudian, kami berdiskusi tentang hidup setelah kematian. Ia berkata, ia percaya bahwa setelah mati kita akan mengalami reinkarnasi. Saya berkata bahwa saya percaya setelah mati kita tidak akan mengalami reinkarnasi tapi menghadapi takhta penghakiman Allah. Dua pandangan ini tidak dapat benar dua-duanya. Keduanya sama-sama eksklusif.
Kita harus menolak relativisme. Kita harus menolak ide bahwa semua orang adalah benar. Ini disebut kebenaran absolut; ada hal-hal yang benar dan ada hal-hal yang tidak benar. Paulus memberikan argumen bahwa ada satu Juru Selamat untuk semua. Ia diyakinkan pada saat yang sama tentang relevansi universal iman Kristen.
Orang bertanya kepada saya mengapa saya memberitakan Injil kepada orang Yahudi. Saya melakukannya karena Yesus telah mengatakan kepada kita untuk melakukannya dan karena mereka layak untuk mendengar. Saya telah berbicara dengan ratusan orang Yahudi yang telah percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat dan mereka mengatakan bahwa mereka telah menemukan hal-hal ini dalam Yesus.
Pengetahuan pribadi tentang Tuhan. "Saya telah menemukan apa yang dicari ayah dan kakek saya. Saya sekarang tahu Allah Abraham, Ishak, dan Yakub."
Pengampunan dosa. Mereka berdoa untuk minta pengampunan, tapi mereka tidak memiliki jaminan bahwa mereka sudah diampuni.
Hidup yang kekal. Sebagian besar tidak memiliki pengharapan tentang hidup kekal. Mereka mengatakan bahwa orang mati hanya akan hidup dalam memori mereka. Jadi mereka menyalakan sebatang lilin setiap tahun dan mengingat mereka.
Ini waktunya bagi orang-orang Kristen untuk menghadapi logika dan iman mereka. Apakah yang lahir di Betlehem hanyalah bayi kecil biasa atau Tuhan yang berinkarnasi? Apakah ia yang mati di kayu salib adalah seorang nabi yang gagal atau Juru Selamat dunia? Apakah orang yang muncul di hadapan murid-murid pada hari Paskah pagi yang pertama adalah hantu atau Tuhan yang telah bangkit? Jika Ia adalah Tuhan yang telah bangkit, maka Ia adalah Tuhan dan Juru Selamat dan Tuhan bagi semua. Jika Ia bukan Juru Selamat dunia, berarti kita tidak memunyai Juru Selamat.
Kita tidak boleh lupa pentingnya pesan yang kita beritakan. Kita harus belajar bagaimana memberitakan Kabar Baik ini dengan kerendahan hati dan hormat. Kita juga perlu melakukannya dengan keyakinan.
Orang-orang Kristen kadang terdengar arogan. Mereka terdengar seakan mereka memiliki semua jawaban. Sesungguhnya, kita tidak tahu semua hal. Kita tidak tahu semua jawaban-jawaban. Kita hanya tahu apa yang telah Tuhan katakan kepada kita. Kita tidak lebih baik daripada orang lain. Kita adalah orang berdosa yang memiliki pesan untuk diberitakan. Kita perlu memberitakannya dengan kerendahan hati dan kepekaan tapi dengan percaya diri.
KERINDUAN/KEPRIHATINAN (Ayat 14-15)
"Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?" Dua milyar orang belum pernah mendengar tentang Kristus. Dukacita yang sangat besar dan kesedihan hati yang tiada henti (Roma 9:2). Paulus mengekspresikan keprihatinan yang mendalam bahwa mereka akan diselamatkan (Roma 10:1). Ia rindu dan berdoa bagi mereka. Ia pun menangis bagi mereka seperti ketika Yesus meratap karena kota Yerusalem. Inilah tingkat keterlibatan Paulus.
Ini adalah jenis keprihatinan yang memotivasi Musa ketika ia berdoa untuk orang-orang Israel dan yang menantang David Brainerd ketika ia berdoa untuk orang-orang Indian di Amerika Utara. Itulah yang memotivasi Hudson Taylor ketika ia memikirkan 1 juta orang sekarat tiap bulan tanpa Kristus. Ia tidak menghabiskan waktu untuk berspekulasi tentang takdir kekal mereka. Ia tidak mendebat bahwa mereka yang tulus tapi tidak pernah mendengar tentang Kristus mungkin akan baik-baik saja. Ia percaya bahwa tidak ada keselamatan tanpa Kristus. Kita tidak memunyai hak untuk berjudi dengan keselamatan orang lain, untuk berteori ketika orang-orang sedang menunggu untuk mendengar. Ia rindu orang-orang akan dikirim. Bagaimana mereka mendengar kecuali orang-orang dikirim? Ia berdoa agar pekerja-pekerja akan dikirim keluar menuju ladang tuaian. Ia tahu hal ini penting, bahwa orang-orang hanya akan pergi dengan keyakinan bahwa mereka dipanggil.
Ia tahu bahwa ini adalah hak istimewa. "Betapa indahnya kaki-kaki mereka yang membawa Kabar Baik." Ia tahu bahwa hal itu akan sulit. Kadang orang tidak bersedia mendengar. "Siapakah yang percaya dengan pemberitaan kami?" (ayat 16) Perikop ini mengacu pada Hamba yang Menderita, yang ditolak, dihina, manusia yang penuh kesengsaraan dan yang menderita kesakitan.
Tidak mudah untuk menjadi seorang pembawa pesan; mengikuti langkah-langkah Raja yang menjadi Hamba. Bersiap-siaplah untuk menghadapi penolakan. Bersiap-siaplah untuk menjadi rapuh. Bersiap-siaplah untuk menderita. Kita pun mungkin menghadapi lawan karena kita adalah pembawa-pembawa pesan Kabar Baik. Kita tidak akan selalu diterima dengan baik. Kadang kita akan menghadapi kesalahpahaman.
Kesimpulan
Paulus menghormati semua orang, cara pandang, budaya, dan ketulusan hati mereka. Paulus memiliki keyakinan bahwa Yesus Kristus yang dulu dan yang sekarang adalah Juru Selamat dunia dan bahwa semua orang memerlukan hadiah keselamatan yang Ia tawarkan. Paulus memiliki keinginan hati, karena ia rindu agar semua orang mendengar kabar yang luar biasa tentang hadiah Tuhan yang tidak terkatakan.
Ada 2 miliar orang belum pernah mendengar tentang Yesus. Apakah Anda akan menahan kesempatan mereka untuk mendengar pesan pengampunan, janji hidup kekal, dan pengharapan tentang hubungan pribadi dengan Tuhan?
Diringkas dari:
Judul artikel | : | Orang-Orang Memerlukan Kristus (Roma 10:1-15) -- |
Makalah Seminar Mahasiswa Indonesia Menuai (MIM), | ||
Yogyakarta, 22 -- 25 Agustus 2005 | ||
Penulis | : | Christopher David Harley |
Halaman | : | 1 -- 8 |
Mendapatkan kepercayaan adalah suatu kehormatan; terlebih lagi jika pemberinya istimewa. Kepada Yesaya, Tuhan bersabda, "Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yesaya 49:6b)
Sesuai dengan rancangan-Nya yang kekal, Tuhan menghendaki agar berita keselamatan disampaikan kepada segala bangsa. Karena itu, Yesaya tidak hanya diutus untuk melayani suku Yehuda atau Israel saja, tetapi segala bangsa (Yesaya 49:7a). Yohanes memahami keuniversalan berita Injil ketika ia berkata, "Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa isi dunia." (Yohanes 1:29) Begitu juga Lukas, "Dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa." (Lukas 24:47) Tidak keliru, perintah untuk membawa Injil kepada segala bangsa memang harus disebut Amanat Agung (Matius 29:19-20).
Akan tetapi, tugas penyebarluasan berita keselamatan di dalam Kristus merupakan panggilan, dan bukan sekadar alternatif, "Aku membuat engkau." Di sini ketaatan menjadi keharusan. Paulus tahu persis akan hal ini, dan ia menanggapinya dengan meninggalkan semuanya demi menggenapi tugas ini: "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku sekarang kuanggap rugi karena Kristus." (Filipi 3:7) Buah ketaatan Paulus nyata sekali; Injil menerobos Asia, masuk ke Eropa, "ujung bumi" pun dicapai. Maka, bukan suatu kebetulan jika Lukas menerapkan mandat penugasan Yesaya ini kepada Paulus (Kisah Para Rasul 13:47). Tepat sekali, Paulus telah membuka hidupnya, sehingga di dalam dirinya, rancangan agung ilahi ini menemukan realisasinya secara utuh.
Nasib dan masa depan dunia ditentukan di dalam berita ini. Karena itu, Iblis berjuang keras untuk menggagalkan panggilan ini dengan beragam cara. Intinya, ia akan membelokkan ketaatan itu kepada yang lain. Yang paling populer, mengimbau kita untuk hidup baik dan kaya dalam kebajikan, berusaha menjadi garam dan terang. Teknik lain, ia menjebak kita dengan kesibukan (yaitu pelayanan, atau kegiatan gerejawi) pengganti yang memang terlihat masuk akal, berguna, dan memuaskan, kecuali dalam pandangan Tuhan.
Kenyataannya, ketaatan dalam pemberitaan Injil merupakan kebutuhan yang teramat mendesak. Bangsa-bangsa masih menantikan datangnya berita keselamatan, bahkan dengan kerinduan yang jauh lebih mencekam daripada yang diungkapkan oleh wanita Makedonia itu (Kisah Para Rasul 16:9). Paling tidak, apakah tanggapan kita terhadap 16 hingga 20 ribu suku bangsa dunia ini, yang masih tersembunyi dari Injil? Bukankah keadaannya tidak berbeda jika kita sejenak menoleh ke sekeliling? Apakah yang telah kita lakukan bagi sepuluh kelompok suku di sekeliling kita ini, di mana berita Injil masih berupa pengharapan?
Jutaan jiwa tengah berbaris menuju neraka. Kesadaran inilah yang menggerakkan William Carrey untuk melupakan kenikmatan Eropa dan dengan berani menantang kehidupan keras di India. Dengan motivasi yang sama, Adoniram Judson menyerahkan hidupnya untuk Myanmar, Hudson Taylor untuk bangsa Cina. Bukankah karena alasan yang sama, maka Nomensen, Lyman, dan Munson bahkan telah mengorbankan nyawanya demi menuntun suku Batak kepada pengenalan terhadap anugerah keselamatan dalam Kristus? Daftar tokoh-tokoh iman yang telah menempuh lorong ini masih dapat diperpanjang. Benar, jika rumah kita tengah dilanda amukan api memang tidak ada waktu untuk menghiasi dindingnya dengan lukisan kesayangan.
Tiba waktunya untuk mengerahkan semua potensi guna melaksanakan panggilan mendesak ini. Kita harus mulai dengan sumber daya terpenting -- doa. Pengalaman Zinzendorf dan gereja Moravia menjadi contoh klasik, doa mampu mengerjakan banyak perkara dalam penginjilan sedunia. Marilah kita genangi dunia yang sesat ini dengan kuasa dari surga melalui doa dan permohonan. Kita minta agar Tuhan mengutus pekerja-pekerja pergi ke ladang-Nya. Juga, agar pintu pemberitaan terbuka di mana-mana (Kolose 4:3), dan agar Ia berkenan menggunakan semua sarana yang tersedia untuk menuntun banyak jiwa kepada pertobatan.
Berikutnya dana kita. Kita terlalu bersemangat mendanai bermacam-macam program, kecuali penginjilan. Termakan bujukan dunia, kita habiskan uang kita untuk membeli benda-benda yang hanya memuaskan nafsu. Akibatnya, kita tidak melihat pengumpulan dana untuk penginjilan sedunia sebagai prioritas. Jika mau, kita dapat mengumpulkan dana dalam jumlah besar. Barangkali ini berarti suatu panggilan untuk mengatur kembali prioritas penggunaan penghasilan. Mungkin juga keharusan untuk mengubah gaya hidup. Bila kita rela mendisiplin diri, tidak ada alasan untuk tidak dapat melakukan lebih banyak lagi demi penyebarluasan Injil ke seluruh dunia.
Di samping itu, kesatuan dan kerja sama harus semakin dipupuk dan dikembangkan. Bukan waktunya lagi untuk bersikeras menekankan perbedaan; sebaliknya, kita harus lebih memusatkan pada kesamaan. Demi suksesnya kesaksian Injil, kita harus bersedia bergandengan tangan dengan semua orang percaya, apa pun latar belakang gereja, suku, budaya, atau batasan lainnya. Kita sedang berada di tengah medan perjuangan; jangan sampai keliru dalam menandai siapa "musuh" kita sebenarnya. Marilah kita amalkan prinsip Kristus yang satu ini, "Sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu." (Lukas 9:50) Kristus telah menetapkan kita untuk menjadi terang kepada segala bangsa. Usahakan agar cahaya-Nya semakin cemerlang.
Diambil dari: | ||
Judul buku | : | Sepadan dengan Panggilan Allah |
Judul bab | : | Hidup sebagai Seorang Pelayan |
Judul artikel | : | Panggilan Istimewa |
Penulis | : | Petrus Maryono |
Penerbit | : | Yayasan Andi, Yogyakarta 2002 |
Halaman | : | 53 -- 56 |
Membangun kembali semangat misi yang pernah begitu masyhur sekitar abad pertama dapat dimulai dari Yerusalem, yang dikenang sebagai tempat di mana Yesus Kristus mengawali pengutusan murid-murid-Nya. Generasi selanjutnya sampai dengan saat ini masih banyak pula yang menaruh perhatian akan pentingnya menyampaikan kehidupan misi pada orang/bangsa lain, seperti yang sudah ada dan masih ada, yaitu "Mission Urbana" dan "Mission Korea". Sekarang pertanyaannya adalah, apakah generasi saat ini juga masih membuka diri untuk mengambil bagian dalam kehidupan misi dengan terlibat secara langsung?
Keberanian untuk membawa Injil dan teladan hidup Kristus ke tengah kehidupan orang/bangsa lain yang telah memunyai cara/pedoman hidup tersendiri, perlu disertai dengan pemahaman dan pengertian tentang bagaimana melakukannya dengan tulus. Pengetahuan yang benar akan mengubah hidup, terutama kesiapan dan keputusan untuk terlibat menjadi lebih mantap. Seringkali terlalu mudah untuk mengiyakan panggilan sehingga kurang berhati-hati. Kemauan saja tidaklah cukup, diperlukan juga pengetahuan yang benar. Panggilan adalah mengetahui tentang adanya suatu kebutuhan. Saat kita benar-benar tahu kebutuhan hidup di dunia, mungkin kitalah yang dipanggil untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan panggilan itu menjadi tanggung jawab kita.
Kita menyia-nyiakan hak kita sebagai pembawa Injil karena tidak mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan seorang pembawa berita. Bahkan kita tidak peduli pada banyaknya orang yang belum percaya dan orang-orang yang teraniaya karena menjadi percaya. Semuanya kelihatan baik-baik saja termasuk juga di masa depan. Memandang orang/bangsa lain dengan perbedaan menjauhkan keinginan untuk menyampaikan Injil.
Banyak alasan untuk tidak terlibat dalam pekerjaan misi, seperti "saya tidak ada panggilan," ada juga yang berkata, "saya tidak pernah dipanggil," padahal yang sebenarnya adalah kita "tidak mendengar panggilan-Nya".
Memberi bantuan berupa makanan, pakaian, atau uang telah memberi kebanggaan karena sudah memberi. Pertolongan kita hanya untuk meredakan masalah sesaat, namun masalah yang sebenarnya belum teratasi. Pilihan hidup cukup bagi diri sendiri saja, sama dengan menolak hak Allah untuk melakukan apa saja pada hak kepunyaan-Nya. Keajaiban terjadi jika ada kerelaan untuk menyerahkan milik kita sebagai hak-Nya. Allah akan benar-benar sangat menghargai kerelaan itu.
Jika kita mau dipakai Allah, harus ada keberanian untuk mencari tahu tentang kebutuhan-kebutuhan dunia, kebutuhan-kebutuhan sesama, kekerasan yang terjadi di dunia saat ini, kebutuhan-kebutuhan suku-suku terasing yang belum pernah mendengar Injil, atau kebutuhan akan Alkitab dalam bahasa-bahasa yang belum tersedia. Mendengar tentang adanya suatu kebutuhan dan keingintahuan yang tulus akan membuat kita mendengar panggilan-Nya. Panggilan semakin besar setelah mengetahui adanya kebutuhan yang semakin besar pula.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul jurnal | : | Jurnal MIM Edisi Juni 2005 |
Judul artikel asli | : | Panggilan |
Penulis | : | Tim Jurnal MIM |
Penerbit | : | Mahasiswa Indonesia Menuai (MIM), Yogyakarta 2005 | Halaman | : | 3 |
Penting bagi kita untuk mencermati lebih dekat bagaimana dua belas pengikut terdekat Tuhan tanpa sadar telah menjadi alat Iblis dalam peperangan Iblis melawan Yesus. Setidaknya, Iblis memunyai dua tujuan ketika bekerja melalui sahabat Yesus. Pertama, ia sangat ingin meyakinkan Yesus bahwa manusia tidak layak menerima semua rencana yang akan dilakukan-Nya bagi mereka. Kedua, ia sangat membenci sang Juru Selamat sehingga bahkan jika ia gagal melaksanakan tujuan ini, ia dapat menambah penderitaan dan rasa malu dalam perjalanan-Nya ke kayu salib.
Kita harus ingat bahwa melalui kematian-Nyalah, bukan melalui penderitaan fisik dan psikologis yang mendahuluinya, Dia membayar harga dosa manusia. Dari dulu sampai sekarang, Allah bukanlah rentenir yang menuntut Yesus membayar dengan penderitaan yang layak kita terima karena dosa kita. Penderitaan dan rasa malu yang dialami Yesus dalam perjalanan-Nya menuju kematian terjadi karena Allah mengizinkan Iblis bertindak sekuat tenaga untuk menghancurkan Yesus dan memenangkan pertempurannya melawan Putra Allah itu. Fakta ini menjelaskan pernyataan yang telah Yesus ungkapkan kepada kelompok yang menangkap diri-Nya di Getsemani, "... inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu." (Lukas 22:53) Kita akan menelusuri peristiwa-peristiwa pada bagian kisah ini dalam urutan kronologisnya.
Sikap Masa Bodoh Petrus, Yakobus, dan Yohanes
Yesus memasuki Taman Getsemani kira-kira 1 jam sebelum tengah malam. Dia memberi tahu kedelapan murid-Nya untuk duduk dan berdoa. Lalu Dia mengajak Petrus, Yakobus, dan Yohanes masuk lebih dalam ke taman itu dan berkata, "Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku." (Matius 26:38b) Dia berjalan sedikit menjauh dari mereka, sujud ke tanah, berdoa, lalu kembali menghampiri ketiga murid-Nya itu dan mendapati mereka tertidur. Orang dapat merasakan luka batin dalam perkataan-Nya, "Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah." (ayat 40b-41). Dia tahu mereka akan segera dicobai untuk meninggalkan-Nya dan melarikan diri.
Fakta bahwa Dia mengulang rangkaian kejadian ini tiga kali -- yakni berdoa, kembali kepada para murid-Nya, dan berbicara kepada mereka -- jelas menunjukkan bahwa sedang terjadi sesuatu yang tidak beres. Biasanya Dia menghabiskan waktu berjam-jam dalam persekutuan dengan Bapa-Nya, tetapi saat ini Dia merindukan dukungan dari murid-murid-Nya. Tampaknya penjelasan terbaik untuk hal ini adalah Dia mulai merasa ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Dengan kesadaran bahwa Dia harus menjalani semua ini seorang diri, Yesus, yang telah mengesampingkan kemuliaan-Nya sebagai Allah untuk menjadi sama dengan kita, merasa sangat sedih. Dia harus menghadapi semua hal yang menanti-Nya itu dengan bentuk emosi, struktur tubuh, dan kerapuhan terhadap penderitaan yang sama seperti yang kita miliki bila kita menghadapi berbagai ujian kehidupan.
Tidurnya para murid mungkin dapat kita mengerti. Benar, mereka telah melewati hari yang sangat melelahkan. Saat itu, hari sudah hampir tengah malam dan mereka mengantuk. Namun, semestinya mereka menyadari ada hal tidak wajar dan menakutkan yang sedang terjadi. Guru mereka sangat menderita dan dari mereka diharapkan akan saling menjaga apabila tahu bahwa mereka dibutuhkan. Kurangnya simpati yang tulus dari para murid menambah penderitaan Juru Selamat kita.
Pengkhianatan Yudas
Nama Yudas Iskariot identik dengan pengkhianatan. Ia adalah murid Yesus yang membawa musuh-musuh Yesus kepada-Nya, mengidentifikasikan Yesus dengan sebuah ciuman. Karena Yesus telah memilihnya sebagai salah seorang dari kedua belas murid-Nya, Dia pasti melihat
sifat-sifat dalam dirinya yang sesuai dengan para murid lainnya. Yesus telah menghargai Yudas dengan menjadikannya bendahara kelompok kecil ini. Dia memasukkan Yudas bersama yang lain sebagai salah seorang dari kedua belas murid-Nya ketika Dia "... memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan." (Matius 10:1) Namun, lelaki yang tampaknya memiliki potensi besar untuk melayani Kerajaan Kristus ini malah menjadi alat musuh.
Ketika Yudas melihat bahwa Yesus belum siap mendirikan kerajaan yang telah dinantikan sejak lama, tampak jelas bahwa ia sakit hati dan mulai mencuri "uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya" (Yohanes 12:6). Yesus mengetahui apa yang dilakukan Yudas dan telah menyadari pengkhianatan yang sedang direncanakannya, jauh sebelum ia menjalankannya. Sebelumnya Yesus telah menyebut Yudas "iblis" (Yohanes 6:70). Namun Dia menyebutnya dengan cara yang tidak kelihatan agar murid yang lain tidak tahu siapa yang Dia maksud. Pada senja Kamis terakhir itu, dengan jelas Yesus menyatakan bahwa salah seorang dari kedua belas murid-Nya akan mengkhianati-Nya. Dia mengatakan bahwa pengkhianat ini akan melakukan hal yang sama terhadap-Nya seperti yang dilakukan seorang sahabat terhadap Daud di masa silam, sembari mengutip Mazmur 41:10. "Orang yang makan roti- Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku." (Yohanes 13:18)
Selanjutnya malam itu, ketika Yesus merayakan Paskah bersama para rasul, Dia memberi Yudas tempat terhormat di sisi kiri-Nya, dan Yohanes di sisi kanan-Nya. Hal ini menjelaskan mengapa Dia dapat bercakap-cakap dengan keduanya tanpa terdengar murid-murid lainnya. Tidak lama setelah mereka mulai makan, Yesus mengindentifikasi pengkhianat itu kepada Yohanes saja dengan cara mencelupkan sepotong roti ke dalam pinggan dan memberikannya kepada Yudas. Penghormatan ini biasanya dirasakan sebagai tanda kasih yang diberikan untuk seseorang yang istimewa. Saya yakin itu merupakan suatu permohonan penuh kasih dari Yesus -- permohonan yang lembut untuk bertobat. Saat itu perasaan Yudas pasti berkecamuk, tetapi ia begitu mengeraskan hatinya sehingga ia dapat menolak semua nalurinya yang lebih baik dan melaksanakan yang jahat di hatinya. Hanya setelah Yudas meninggalkan ruangan atas dan tidak kembali, barulah Yesus menyebutnya sebagai yang "telah ditentukan untuk binasa" (Yohanes 17:12).
Yudas bukanlah korban tidak bersalah dari hukum Allah yang telah ditetapkan sebelumnya. Ia harus mempertanggungjawabkan keputusannya sendiri. Seharusnya ia tidak bertindak demikian. Jika waktu itu ia menanggapi peringatan terselubung Yesus dengan hati yang telah berubah, maka perkataan Daud dalam Mazmur 41:10 hanya berlaku untuk Raja Daud. Tidak akan berlaku lebih luas lagi. Saat merenungkan nubuat Yesus bahwa salah seorang dari kedua belas murid-Nya akan mengkhianati-Nya, kita harus ingat bahwa pemberitahuan tentang apa yang akan terjadi pada masa mendatang semacam itu acap kali tidak bersyarat. Misalnya, dengan perintah dari Allah, Yunus memberitakan kepada orang Niniwe, "Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan." (Yunus 3:4b) Menurut catatan, hanya itu yang dikatakan Yunus. Ia tidak menyerukan agar mereka bertobat dan tidak menjanjikan belas kasihan jika mereka bertobat. Namun "Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak jadi melakukannya." (ayat 10)
Contoh yang lain adalah pengalaman Hizkia. Yesaya berkata kepadanya, "Beginilah firman TUHAN: Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan mati, tidak akan sembuh lagi" (2 Raja-raja 20:1). Ia tidak memberi petunjuk bahwa pernyataan ini bersyarat. Namun, ketika raja berdoa dan menangis, Tuhan menghentikan Nabi Yesaya sebelum ia meninggalkan istana, memberitahukannya untuk kembali kepada raja dengan membawa kabar baik bahwa Dia telah mendengar doa Hizkia dan akan memberinya perpanjangan hidup 15 tahun lagi (ayat 5,6).
Pemberitahuan yang diberikan Allah dalam Alkitab merupakan peringatan tentang apa yang akan terjadi jika manusia atau bangsa-bangsa yang dimaksud tetap bersikeras berada pada jalan mereka saat itu. Allah melihat hati, dan mengetahui apa yang ada di dalam hati ketika peringatan diberikan. Jika melihat adanya perubahan hati, Dia akan membatalkan peringatan itu. Kemampuan Allah melihat sesuatu sebelum hal itu terjadi tidak perlu diragukan lagi. Allah tahu isi hati Yudas dan apa yang akan dilakukannya. Namun kemampuan Allah itu tidak memadamkan hasrat Yudas. Andaikata ia berubah pikiran, mengakui dosanya, dan memohon pengampunan, tentu Allah juga telah mengetahui hal itu sebelumnya. Ia akan membiarkan Yudas melanjutkan pelayanannya dan menjadi salah satu tonggak gereja. Begitulah cara kerja Allah. Dia tidak menjadikan seseorang sebagai sebuah pion yang tidak berdaya di atas papan catur takdir. Sebaliknya, "... Ia sabar ... menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat." (2 Petrus 3:9b)
Seperti yang telah kita lihat, interaksi antara kehendak ilahi dan kehendak manusia itu nyata, bahkan pada zaman Perjanjian Lama. Melalui nabi Yeremia, Tuhan telah bersabda, "Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan mencabut, merobohkan, dan membinasakannya. Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka." (Yeremia 18:7-8) Fakta bahwa Yudas menjadi seseorang yang "telah ditentukan untuk binasa" bukanlah pekerjaan Allah. Nasib ini adalah akibat perbuatan sang murid itu sendiri.
Kita seharusnya juga berhati-hati untuk tidak melupakan peran penting yang dimainkan Iblis dalam skenario yang menyedihkan ini. Di atas telah ditunjukkan bahwa tindakan Yesus mencelupkan roti ke dalam pinggan dan memberikannya kepada Yudas merupakan suatu tanda penghormatan yang istimewa. Rasul Yohanes mengatakan "Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis." (Yohanes 13:27a) Iblis dapat melakukan hal itu karena Yudas telah membuka pintu baginya dengan merencanakan pengkhianatan terhadap Yesus. Tidak diragukan lagi, Iblis memperkuat keputusan Yudas. Iblis mungkin telah berharap bahwa perbuatan buruk yang dilakukan salah seorang murid Yesus ini akan sangat menghancurkan hati-Nya sehingga Dia akan memutuskan bahwa manusia tidak layak mendapatkan penebusan-Nya.
Satu hal yang jelas: Iblis tahu bahwa pengkhianatan yang kejam dari seorang sahabat akan menambah beban penderitaan yang telah dipikul Yesus. Dikhianati oleh seseorang yang Anda kasihi dan percayai, seseorang yang Anda ajak untuk berbagi rahasia selama ini, merupakan salah satu luka batin yang terdalam di dalam hidup. Anda dapat merasakan denyut penderitaan dalam ucapan Daud, "Bahkan sahabat karibku yang kupercayai, yang makan rotiku, telah mengangkat tumitnya terhadap aku." (Mazmur 41:10) Inilah saatnya Iblis bekerja. Jika ia tidak dapat mencegah Kristus ke kayu salib, setidaknya ia dapat menambah penderitaan dan rasa malu yang ditanggung sang Juru Selamat. Iblis tahu bahwa pengkhianatan yang kejam dari seorang sahabat akan menambah beban penderitaan yang telah dipikul Yesus.
Rasa Takut Seluruh Murid
Hal lain lagi yang menambah penderitaan Yesus adalah bahwa semua sahabat-Nya akan meninggalkan-Nya. Menurut Injil Matius, ketika Yesus ditangkap di Getsemani, "... semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri" (Matius 26:56). Yesus telah memperingatkan mereka dalam perjalanan dari ruangan atas menuju Getsemani, "Malam ini kamu semua akan tergoncang imanmu karena Aku. ...." (ayat 31b) Bukannya menanggapi peringatan ini dengan kerendahan hati, Petrus justru bersikap ceroboh dan terlalu percaya diri. Dengan berani ia menyatakan bahwa ia siap membela Yesus, bahkan mati bagi-Nya. "Semua murid yang lainpun berkata demikian juga." (ayat 35b) Namun, "... semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri." (ayat 56) Bayangkan bagaimana perasaan Yesus tatkala mereka meninggalkan-Nya tepat saat hati-Nya sebagai manusia begitu merindukan dukungan dan dorongan mereka! Beberapa saat sebelumnya, ketika Dia sedang berdoa, Dia merasakan bahwa Bapa-Nya tengah menjauhkan diri dari-Nya. Allah harus melakukannya agar Yesus dapat "menjadi dosa karena kita" (2 Korintus 5:21). Kini dengan kepergian semua murid-Nya, Yesus kehilangan persahabatan dari manusia juga.
Saya ingat betul suatu peristiwa yang menunjukkan betapa besar arti persahabatan manusia tatkala seseorang menghadapi kematian. Saya telah meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dan berdoa dengan seorang bujangan yang sudah tua. Saya bermaksud untuk pergi meninggalkan ruangan dan kembali lagi nanti karena sadar ia tidak memunyai keluarga. Namun, dengan jarinya ia memberi isyarat kepada saya untuk kembali ke sampingnya. Ia tidak ingin sendirian. Saya tidak dapat meninggalkannya, untuk satu dua menit sekalipun. Ia tampak diliputi kedamaian dan segera terlelap dalam Yesus. Merasakan kehadiran orang lain tatkala menghadapi kematian merupakan hal yang sangat dibutuhkan manusia. Namun, kini Yesus melihat bahwa di sepanjang saat-saat yang mengerikan di depan-Nya hingga kematian-Nya kelak, Dia akan sendirian tanpa Bapa-Nya maupun para murid-Nya di sisi-Nya. Inilah cara Iblis menambahkan beban lain pada beban penderitaan dan kedukaan sang Juru Selamat kita.
Penyangkalan Petrus
Petrus, murid yang ketika di Kaisarea Filipi telah mengakui dengan sangat agung bahwa Yesus adalah "Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16b) turut menambah beban lain dalam penderitaan sang Juru Selamat. Sebelumnya, ketika Petrus dengan terburu-buru menyatakan keberaniannya, Yesus telah memeringatkannya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini, malam ini juga, sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." (Markus 14:30b) Meski menunjukkan keberaniannya, ia, seperti halnya murid-murid yang lain, melarikan diri ketika Yesus ditangkap. Petrus memang tidak betul-betul meninggalkan Yesus. Sambil mengambil jarak yang aman agar tidak dikenali sebagai murid Yesus, ia mengikuti kelompok yang menangkap Yesus "sampai ke dalam halaman Imam Besar" (ayat 54).
Di sini ia sekali lagi berusaha menyembunyikan identitasnya. Namun, tampaknya ia kelihatan janggal di antara para musuh Yesus. Tiga kali berturut-turut dan dalam waktu singkat ia berhadapan dengan orang yang menuduhnya sebagai salah seorang pengikut Tuhan. Tiga kali pula ia menyangkal hubungannya dengan Yesus. Kali yang ketiga, "Maka mulailah Petrus mengutuk dan bersumpah: 'Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!'" (ayat 71). Lukas melengkapi kisah itu: ".... Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah ayam. Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus [perkataan Tuhan] kepadanya ... Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya." (Lukas 22:60-62) Saya kerap bertanya-tanya dalam hati apa yang ditangkap Petrus dalam tatapan mata Yesus. Saya yakin ia tidak melihat kemarahan atau penghinaan yang sangat besar di mata-Nya. Mungkin ia melihat tatapan kekecewaan. Namun terlepas dari semua itu, saya yakin ia melihat luka hati yang amat sangat dan juga lautan kasih dalam tatapan mata-Nya. Hal ini menghancurkan hati Petrus dan membuatnya menangis.
Lukas mengatakan bahwa ketika sebelumnya Yesus memeringatkan sahabat-Nya yang terlalu percaya diri ini mengenai penyangkalan yang akan terjadi, Dia memulai perkataan-Nya demikian, "Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum." (Lukas 22:31) Ujian yang dirancang Iblis bagi Petrus sangat berat bagaikan guncangan kuat pada gandum di dalam sebuah penampi untuk memisahkan biji dari sekamnya. Dan karena "inilah kuasa kegelapan itu" (ayat 53), maka Iblis diberi keleluasaan. Keberanian Petrus pupus dan ia melakukan apa yang tidak pernah dibayangkan bakal diperbuatnya. Akan tetapi, doa Yesus dijawab, iman Petrus tidak melemah. Ia tidak pernah berhenti memercayai Yesus sebagai Mesias, Anak Allah. Ia bertobat dan kemudian dipulihkan (Yohanes 21:15-19).
Selanjutnya Petrus menjadi seorang pengkhotbah yang tidak mengenal rasa takut dan penuh kuasa pada hari Pentakosta, hari lahirnya gereja (Kisah Para Rasul 2:1-41). Ia menjadi pemimpin terkemuka dalam pelayanan kerasulan bagi orang Yahudi. Ia menulis dua surat yang dimasukkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Ia menanggung siksaan yang kejam karena imannya dan mati sebagai martir. Iblis telah berhasil menjadikan Petrus alat untuk memperbesar penderitaan dan kepedihan Kristus dalam perjalanan-Nya menuju Kalvari, tetapi ia tidak mampu menghancurkan Petrus.
Diambil dari:
Judul buku | : | The Passion of Christ |
Judul artikel | : | Para Murid Kristus |
Penulis | : | Martin R. De Haan II |
Penerjemah | : | Ellen Hanafi |
Penerbit | : | Yayasan Gloria, Yogyakarta 2005 |
Halaman | : | 36 -- 53 |
Seorang nabi dipilih oleh Allah dan tidak berbicara atas keinginannya sendiri. Dia didorong oleh Allah untuk menyampaikan Kabar Baik. Para nabi selalu mengingatkan bangsa Israel untuk menaati perintah-perintah Tuhan, supaya bangsa pilihan Tuhan hidup sesuai dengan kehendak Allah dan menjadi saluran berkat bagi bangsa-bangsa lain. Jika mereka menaati hukum Taurat dan hidup rukun, bangsa-bangsa yang lain akan datang kepada Israel dan mereka dapat menyaksikan keindahan hidup dalam persekutuan dengan Tuhan.
Inilah cara yang dipakai Allah supaya bangsa-bangsa kafir berbalik kepada-Nya dan hidup berhubungan erat dengan Dia. Israel menjadi pusat, ke mana bangsa-bangsa lain datang untuk menemukan keselamatan.
Jika Israel hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, Israel menjadi berkat bagi seluruh dunia sesuai dengan perjanjian Allah dengan Abraham (Kejadian 12:1-3), dan kerajaan Allah akan dibangun di dunia. Allah merencanakan bahwa kerajaan-Nya dipimpin oleh seorang Raja yang adil. Raja ini adalah Mesias yang membawa kesalamatan. Itu sebabnya para nabi terus-menerus memproklamasikan harapan akan Mesias yang menyelamatkan manusia, termasuk orang non-Yahudi, seperti yang diungkapkan oleh:
* Nabi Zefanya, yang terfokus kepada kerajaan Allah. Ia memberitahukan bahwa "daerah pesisir akan menyembah Tuhan" (Zefanya 2:11), karena mereka sebelumnya juga merasakan murka Allah terhadap seluruh bumi (Zefanya 3:8).
Nabi Yoel, bernubuat bahwa semua bangsa akan mengenal Allah (Yoel 3:9-12).
Nabi Amos, menjelaskan kepada Israel bahwa pembangunan Israel merupakan harapan bagi bangsa-bangsa.
Nabi Mikha, menekankan kedatangan Mesias yang menyelamatkan seluruh dunia (Mikha 4:1-5; 5:1-8).
Nabi Habakuk, yang memiliki tiga prinsip:
Nabi Yesaya, penginjil di Perjanjian Lama. Dia menjelaskan kepada seluruh manusia bahwa tidak ada allah lain kecuali Allah Israel yang hidup. Bangsa Israel diingatkan untuk tidak beribadah kepada berhala yang tidak berkuasa sama sekali (Yesaya 10; 13-23). Dia memperkenalkan hamba Allah di dalam Yesaya 40 -- 53 yang menderita dan melalui penderitaan ini bangsa-bangsa diselamatkan. Mesias diutus:
Nabi Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Hagai, dan Maleakhi menggarisbawahi kabar yang disampaikan oleh Yesaya.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 35, Tahun 1999 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 1999 |
Halaman | : | 2 |
Metode pengajaran yang dipakai Yesus saat melatih para murid sama dengan metode yang digunakan oleh Roh Kudus untuk mempersiapkan para pengabar Injil gereja mula-mula. Yesus mengajar teori melalui penerapannya. Dia mengajak para murid melayani, lalu dia memakai pengalaman mereka untuk mengajarkan prinsip-prinsip rohani yang harus menjadi patokan prosedur mereka. Dia memakai pangalaman mereka sebagai landasan pengajaran-Nya. Di samping itu, Dia mendorong mereka meninggalkan semua harta benda mereka dan mengikuti-Nya dalam perjalanan iman. Mereka hidup, bekerja, dan belajar untuk bergantung pada Tuhan yang melengkapi setiap kebutuhan mereka.
Saat menyiapkan orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan Injil, kita harus mencari prinsip-prinsip utama berdasarkan firman Allah dengan pikiran yang jernih. Kita perlu menyatakan metode pengajaran dan tujuan yang ingin kita capai dengan jelas. Ada dua faktor mendasar yang perlu menjadi pertimbangan:
Perlengkapan dasar bagi semua jenis pelayanan rohani ada dua, yaitu panggilan Allah dan kemampuan menggunakan karunia Roh. Perlengkapan tersebut tersedia bagi semua anggota gereja.
Setiap anggota gereja dipanggil Allah untuk menjadi saksi nyata dalam bidang pelayanan. Tidak ada pemisahan jemaat yang melayani dan jemaat yang tidak melayani. Sistem gereja modern menciptakan sistem pembagian seperti pelayan dan jemaat biasa, namun gereja Perjanjian Baru tidaklah demikian. Semua anggota gereja adalah imamat bagi Allah.
Kedua hal inilah yang merupakan landasan gereja. Jika orang-orang terpilih tidak memunyai perlengkapan dasar, maka pelatihan yang diberikan kepada mereka akan sia-sia. Jika mereka gagal memahami arti penting bersandar pada perlengkapan dasar tersebut, maka pekerjaan mereka akan rapuh.
Walaupun demikian, panggilan Allah dan karunia Roh saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang pekerja yang efisien. Ada empat hal yang Anda butuhkan saat melatih karunia Roh Anda:
Pemahaman yang mendalam tentang firman Allah,
Pengalaman rohani pribadi,
Pengalaman mempergunakan karunia Roh, dan yang terpenting
Perjalanan yang setia bersama Roh, karena jika roh kering dan haus tidak ada pengetahuan maupun pengalaman apa pun yang akan memberikan kekuatan spiritual.
Paulus menulis kepada Timotius, "Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu. Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar. Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua. Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang." (1 Timotius 4:12-15).
Pengetahuan dan pengalaman kita pun semakin bertambah lewat kesetiaan kita melatih karunia-karunia Roh. Alhasil, keahlian dalam pelayanan akan berkembang dengan pesat.
Dalam gereja Perjanjian Baru terdapat banyak bentuk pelayanan. Gereja-gereja memunyai pendeta dan guru; ada beberapa yang melayani orang percaya, yang lain melayani orang yang tidak percaya; ada yang melayani anak dan pemuda, yang lain melayani yang dewasa; ada juga yang memiliki karunia melayani secara pribadi dan berkunjung ke rumah-rumah; ada yang menjadi penatua gereja dan diakon, yang lain disebut penginjil yang merintis gereja baru. Semua ini membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang dapat diperoleh dari pelayanan nyata. Jemaat Perjanjian Baru menyediakan pelayanan yang memadai.
PERSIAPAN UNTUK PERINTISAN GEREJA
Ada satu pelayanan yang membutuhkan pengalaman pelayanan yang lebih luas, yaitu pelayanan seorang penginjil atau misionaris atau perintis gereja. Seorang yang melayani di bidang itu harus memunyai pengalaman dalam merintis gereja-gereja baru.
Kita telah mempelajari bagaimana para perintis gereja Perjanjian Baru dipanggil dan dipersiapkan. Kita mempelajari persiapan dasar Paulus, Barnabas, Timotius, Titus, Silas, dan yang lainnya dalam pelayanan jemaat lokal. Pada awalnya, mereka melewati beberapa tahun pelayanan aktif dalam jemaat lokal. Di sana mereka belajar melayani dengan karunia Roh, berdoa, dan juga mencari bimbingan Roh Kudus.
Saat melayani dalam gereja yang aktif, tokoh-tokoh tersebut belajar tentang struktur, kesulitan, masalah, dan bahaya dalam gereja. Kemudian mereka belajar cara mengatasinya. Karena mereka mengabarkan Injil kepada orang-orang yang sudah maupun yang belum diselamatkan. Mereka semakin mahir mendekati dan akrab dengan berbagai macam orang. Saat mereka menjalani semua ini, mereka tidak hanya mempelajari doktrin agama, tetapi mereka juga belajar tentang kebenaran rohani dalam pelayanan. Setelah masa persiapan mereka selesai dan panggilan pelayanan mereka sudah jelas, mereka bergabung dengan para penginjil yang berpengalaman dan mereka dapat memperoleh kecakapan yang mereka perlukan.
Perlengkapan yang dibutuhkan pelayan dapat dirangkum sebagai berikut:
Pemahaman yang menyeluruh akan firman Tuhan.
Pengalaman melayani Injil kepada orang percaya dan yang tidak percaya. Pelayanan seperti ini membutuhkan kecakapan melebihi pelayanan dasar karena dia perlu tahu bagaimana cara memerhatikan dan mengajar orang percaya baru.
Pemahaman mendalam tentang organisasi, perlengkapan rohani, prosedur, pelayanan, dan masalah jemaat. Dia harus memiliki pengetahuan tersebut, agar dia dapat merintis gereja secara aktif serta dapat mengatur dan menasihati penatua dan diaken gereja tersebut.
Pengalaman pribadi berdoa dalam roh.
Pengalaman pribadi dibimbing oleh Roh kudus.
Iman untuk terus melangkah maju ke depan dan memercayai Allah yang memenuhi setiap kebutuhan dunia dan spiritual.
Pengalaman pribadi berjalan bersama Roh, kemenangan melawan daging, konflik dengan kekuatan Iblis, dan kemenangan yang di raih oleh iman, sehingga kehidupannya akan menjadi teladan tentang kebenaran rohani yang diajarkannya kepada orang yang baru percaya serta gereja-gereja.
KELEMAHAN DARI METODE MODERN
Setelah memahami prinsip dan tujuan dari tugas kita, kita dapat memahami masalah yang kita hadapi saat ini. Kita menghadapi satu kesulitan besar yang tidak ditemukan dalam Perjanjian Baru. Kesulitan tersebut muncul dari pola gereja masa kini yang sangat berbeda dengan pola gereja Perjanjian Baru. Pola gereja tersebut tidak cukup untuk mempersiapkan para pelayan. Demikian juga dengan sekolah teologi ataupun sekolah alkitab modern.
Sejarah sekolah teologi muncul pada pertengahan abad kedua. Para filsuf sekaligus teolog gereja mula-mula, seperti Klemens dan Origenes percaya bahwa, mereka berhasil menyatukan kekristenan dan filsafat. Mereka mendirikan sekolah-sekolah -- pada awalnya di Aleksandria, kemudian bertumbuh di Kaisarea dan tempat-tempat lain. Di sekolah-sekolah tersebut mereka mengajarkan sistem mereka kepada generasi muda. Kemudian, murid-murid sekolah itu menyebarkan pengajaran mereka ke gereja. Pengajaran ini memberi gereja celah untuk keluar dari fondasi struktur dan doktrin yang dibangun oleh para rasul.
Biasanya seminari dan sekolah alkitab bertujuan untuk mengajarkan praktik serta doktrin yang mendalam. Akan tetapi, sekolah-sekolah teologi modern selalu memunyai kecenderungan untuk melibatkan kearifan duniawi dalam mengungkapkan kebenaran rohani. Mereka menafsirkan kebenaran rohani itu menurut standar manusia dan pemikiran pada masa itu. Mereka juga mengurangi kebenaran itu agar terdengar masuk akal dan memutarbalikkannya, agar dapat dicerna oleh sistem filsafat yang agamawi.
Fakta-fakta tersebut, seperti yang disaksikan oleh sejarah dan masa kini harus benar-benar diperhatikan dengan saksama. Kita harus menghindari hal-hal yang dapat mengurangi kerohanian kita. Walaupun hal-hal tersebut tampaknya menguntungkan untuk sementara waktu, harga yang harus dibayar nantinya terlampau mahal.
Ada beberapa faktor lain yang harus diperhatikan juga. Dari segi praktisnya, pelatihan saat ini tidak menghasilkan buah yang memuaskan. Banyak orang menganggap lulusan teologi belum dipersiapkan sungguh-sungguh dari segi kerohanian atau pengetahuan tentang misi mereka. Tentunya, ini adalah salah satu masalah besar yang dihadapi para hamba Tuhan. Pengetahuan mereka tentang manusia sangat sedikit. Bahkan, mereka nyaris tidak belajar untuk memahami diri mereka sendiri. Pengetahuan mereka tentang masalah-masalah praktis dalam penginjilan dan gereja sangat kurang. Mereka tidak cukup berpengalaman dan dewasa secara rohani.
Meskipun demikian, acapkali para lulusan menjadi sombong menganggap diri mereka lebih hebat dari yang lain. Mereka menjadi ambisius, bukan untuk mencari ladang penginjilan baru, melainkan menyiapkan posisi kependetaan yang nyaman dengan pendapatan yang tetap. Sering kali ketika mereka diutus ke luar, mereka berkecil hati dan gagal atau biasa-biasa saja dalam pelayanan mereka.
Banyak misionaris dan pendeta yang diutus sebagai pelayanan menyadari kurangnya persiapan mereka. Para lulusan sekolah modern memang dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas mereka. Mereka mungkin telah mempelajari firman Allah, tetapi pengalaman rohani pribadi dan pengetahuan mereka masih kurang. Pandangan mereka tentang panggilan mungkin salah dan tidak alkitabiah. Mereka menganggap suatu panggilan sebagai pekerjaan, alih-alih pelayanan bercorak Perjanjian Baru. Mereka mungkin rindu menjadi pengkhotbah, guru, dan anggota organisasi yang sukses agar mendapatkan penghargaan, gereja yang baik, dan pendapatan yang baik.
Semua hal di atas menyingkapkan kelemahan yang cukup serius, yang dulunya dihindari oleh metode Perjanjian Baru. Seluruh masalah pelatihan ini perlu ditinjau ulang dengan cermat sesuai dengan praktik Perjanjian Baru, sehingga kita bisa kembali ke metode yang sesuai dengan tujuan Allah dan menghasilkan buah yang ranum seperti yang dikehendaki-Nya.
PENCAPAIAN DAN KELEMAHAN SEKOLAH ALKITAB
Kami telah menyebutkan kelemahan-kelemahan metode modern ini. Walaupun demikian, ada juga pencapaian-pencapaian yang diraih oleh beberapa Sekolah Alkitab. Berkat Allah juga menyertai pekerjaan mereka. Beberapa sekolah memiliki standar rohani yang cukup tinggi dan pengajaran yang luar biasa. Mereka mengajarkan firman Tuhan kepada ribuan kaum muda.
Pengajaran adalah salah satu pelayanan yang mendasar -- dan yang paling penting -- dalam gereja. Sudah menjadi keinginan Allah bahwa orang yang memiliki karunia Roh untuk mengajar perlu menggunakannya di dalam pelayanan. Ketika umat Allah berkumpul bersama dalam kurun waktu tertentu dan mempelajari rangkaian firman Allah, hal itu merupakan kegiatan yang baik dan bermanfaat. Semua orang yang menyampaikan firman Tuhan dengan cara apa pun memang perlu memunyai pemahaman yang menyeluruh tentang Alkitab. Oleh karena itu, ketika Sekolah Alkitab menawarkan pelayanan dalam bidang pengajaran, maka pelayanan tersebut juga merupakan pelayanan yang alkitabiah.
Allah memerintahkan pelayanan dalam pengajaran. Lalu, di manakah kelemahan Sekolah-sekolah Alkitab modern? Menurut kami, kelemahan tersebut terkait dengan empat prinsip dasar berikut:
Pengajaran yang kita berikan belum cukup. Kita mungkin memberikan kelas-kelas doktrin dan isi Alkitab, tetapi sebenarnya kita hanya sedikit menyentuh hal-hal penting mengenai tatanan gereja Perjanjian Baru, karunia Roh, iman, doa, dan bimbingan Roh Kudus.
Klaim kita terhadap pelayanan pengajaran terlalu berlebihan. Anggapan bahwa kelas pendalaman Alkitab saja cukup untuk menyiapkan murid masuk ke dalam pelayanan adalah anggapan yang salah. Pelayanan di bidang pengajaran memang menjadi bagian penting dalam mempersiapkan pekerja, tapi perlengkapan rohani dan pengalaman kita juga sama pentingnya. Prinsip ini sudah pasti diketahui oleh Tuhan kita dalam cara-Nya mempersiapkan murid-murid-Nya.
Kita memisahkan siswa dari hubungannya dengan kehidupan gereja dan pelayanan dan hubungannya dengan kehidupan dunia luar. Hal ini menjauhkan siswa dari pengalaman dan pengetahuan yang penting. Alhasil, pengetahuan yang siswa dapatkan terbatas pada pengetahuan teori. Ingatlah bahwa gereja lokal adalah dasar pelatihan pelayan Perjanjian Baru.
Kita gagal menekankan pentingnya pertumbuhan iman pribadi dan memastikan hal-hal yang diperlukan untuk hal itu tersedia. Karena para murid dipisahkan jauh dari kehidupan gereja dan dunia, mereka kehilangan kesempatan terbaik untuk memperoleh pengalaman rohani pribadi. Padahal, mereka perlu sekali memahami penerapan praktis iman dan doa dalam pelayanan. Mempelajari bagaimana cara mendoakan permasalahan, mencari bimbingan Roh Kudus, dan menang atas pekerjaan Iblis.
Pada kenyataannya, para murid diajarkan tentang doa, tetapi doa yang tidak memiliki kegunaan praktis. Mereka menyaksikan Sekolah Alkitab mereka tidak dijalankan berlandaskan doa.
Tuhan kita tidak hanya mengajarkan teori tentang doa, iman, serta bimbingan dan kekuatan Roh kepada para murid-Nya, namun Dia juga mengajarkan cara menerapkan kebenaran-kebenaran tersebut.
PENTINGNYA PENGALAMAN
Apakah tujuan yang sesungguhnya dari pelayanan dalam pengajaran? Kita setuju bahwa tujuan kita bukanlah semata-mata menanamkan pengetahuan. Jika kita hanya menanamkan pengetahuan saja, maka tujuan utama kita belum tercapai. Tujuan sesungguhnya adalah manifestasi penuh kehidupan Kristus dalam kehidupan seseorang yang menghasilkan buah bagi kemuliaan-Nya. Pengetahuan itu penting, tetapi tidak peduli sebesar apa pun pengetahuan kalau tidak dihidupi, pengetahuan itu sama saja dengan mati. Allah tidak pernah menganggap bahwa pengetahuan saja sudah cukup untuk mempersiapkan hamba-hamba-Nya; Dia menuntut bukti yang hidup.
Jadi, tujuan yang sesungguhnya dari pelayanan dalam pengajaran adalah menerjemahkan pengetahuan dalam tindakan dan buah roh kita. Untuk mencapainya, pendidikan dan prakteknya perlu berjalan bersamaan. Pengalamanlah yang menjadi dasar persiapan para murid dan rasul Paulus serta pengikutnya. Teori perlu diterapkan dan diambil dari penerapannya sehari-hari.
Kita perlu mengakui kelebihan persekutuan dan kedisiplinan Sekolah-sekolah Alkitab yang dikelola dengan baik. Sekolah dapat menyediakan kondisi yang nyaman untuk belajar dan bersekutu. Akan tetapi, Tuhan kita tidak hanya memberikan kita kesempatan untuk belajar Alkitab, tetapi dia juga melatih mereka untuk turut aktif dalam pelayanan.
Yesus mengutus para murid-Nya untuk mempraktekkannya; mereka hidup dan bekerja dalam kondisi pelayanan aktif. Dia tidak melatih mereka bekerja sama sebagai suatu komunitas siswa, tapi Dia ingin mereka berkumpul bersama dalam pelayanan. Dia rindu mereka pergi melayani dan rindu mereka berdiri sendiri dan hanya bergantung pada Allah dalam segala situasi. Dia mengajak mereka bergabung dengan-Nya dalam pelayanan dan dalam kehidupan iman.
Metode "pengasingan diri" hanya akan memisahkan siswa dari dunia dan kenyataan. Metode ini tidak ampuh untuk mengajarkan mereka cara bertahan melawan dosa dan serangan setan. Metode ini tidak dapat membangun karakter yang diperlukan oleh seorang rohaniwan. Mengasingkan diri dalam kurun waktu yang lama tidaklah baik. Pengasingan diri biasanya membuat seseorang tidak cocok menghadapi kehidupan yang normal. Pengasingan diri melumpuhkan separuh karakter lain manusia. Kondisi ini biasanya membuat orang tergantung, mendambakan kesenangan, dan berpandangan egois.
Tuhan kita melatih murid-murid-Nya dengan pengajaran yang keras. Mereka berjalan bersama-Nya melewati jalan berdebu seraya menyaksikan kehidupan-Nya. Kehidupan-Nya itu mengajarkan mereka tentang penyangkalan diri dan kerja keras. Paulus dan rekan-rekan penginjilnya dipersiapkan dengan cara yang sama. Pelatihan seperti ini menghasilkan karakter-karakter yang diperlukan dalam penginjilan: orang-orang yang kuat imannya, bersedia pergi tanpa punya tempat untuk meletakkan kepalanya, pergi sendirian ke ujung dunia dengan Tuhan, menahan keinginan, menghadapi bahaya, penganiayaan, kebencian, dan kematian agar jiwa-jiwa dapat diselamatkan dan gereja dapat dirintis di seluruh dunia. Mereka adalah manusia-manusia dengan pengetahuan rohani yang dalam dan pengalaman yang luas; mereka bukan orang yang lemah, takut akan kesukaran, jijik pada kemiskinan, dan menginginkan kenyamanan dan keamanan. Mereka bukan orang-orang tidak berpengalaman yang belum pernah menghadapi cobaan dan yang belum tahu cara melakukan pekerjaan. Dan kemungkinan akan gagal ketika diutus untuk melakukan pekerjaan-Nya.
Mari kita mengingat bahwa hanya pengalaman Kalvari saja yang dapat mempersiapkan kita dalam pelayanan Kalvari. Hanya orang yang bersedia merasakan Kalvari mau mengikuti pelayanan Kalvari. Orang-orang seperti inilah yang sangat dibutuhkan saat ini.
Memisahkan siswa dari kehidupan gereja dan dari lingkungan pelayanan merupakan kesalahan serius. Seseorang yang dipersiapkan untuk penginjilan dan perintisan gereja memerlukan gereja serta ladang penginjilan.
Hal itu tidak berarti bahwa pusat pembelajaran Alkitab perlu dikurangi. Tetapi kita memerlukan pelatihan murid yang memadai. Orang-orang yang mengenyam pendidikan Alkitab juga perlu memahami dengan jelas bahwa walaupun pendidikan Alkitab itu penting, hal itu belumlah cukup untuk membekali pelayanan mereka.
Perlu ditekankan bahwa kita tidak dapat menyelesaikan tujuan kita dengan menaikkan standar pendidikan saja. Walaupun hal-hal seperti gelar dan pencapaian akademis berharga dalam bidang pendidikan, namun mereka bukanlah perlengkapan pelayanan; mereka tidak dapat memberikan kekuatan rohani atau menghasilkan buah rohani. Jika Tuhan kita tidak menggunakan hal-hal semacam itu dalam menyelesaikan tujuan-Nya, maka kita pun tidak memerlukannya. (t\Uly)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | The New Testament Order for Church and Missionary |
Judul artikel | : | The Training of The Worker |
Penulis | : | Alex Rattray Hay |
Penerbit | : | The New Testament Missionary Union Canada |
Halaman | : | 480 -- 488 |
MEMBEKALI PERLENGKAPAN KEPADA PELAYAN
Masalah yang kita hadapi adalah mencari cara untuk memadukan segala sesuatu untuk membuat pelatihan yang utuh. Pertama-tama, kita memerlukan pengajaran menyeluruh dan mendalam seperti pengajaran dari Sekolah Alkitab. Pengajaran yang cocok dalam nuansa jemaat yang berfungsi penuh seperti jemaat Perjanjian Baru. Pengajaran tersebut akan menyediakan lahan pelayanan yang memadai. Yang kedua, mereka yang dipanggil untuk merintis gereja perlu mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman tambahan dalam membangun jemaat.
Jemaat yang belajar dan bersekutu dalam gereja ini mengambil bagian aktif dalam kehidupan dan pelayanan gereja. Mereka tentu saja tidak diberikan posisi istimewa. Mereka sejajar dengan jemaat lainnya. Mereka ikut berpartisipasi dalam berbagai macam aktivitas gereja, bukan karena status mereka sebagai pelajar, tetapi karena mereka adalah anggota gereja dan memunyai karunia Roh Kudus. Mereka tidak dianggap sebagai pelajar, tetapi anggota gereja yang dipanggil dalam berbagai bidang pelayanan seperti halnya jemaat lain.
Kelas pedalaman Alkitab adalah bagian normal dari pelayanan jemaat. Seluruh jemaat didorong untuk berpartisipasi. Jemaat diajarkan bahwa mereka semua dipanggil Allah untuk berpartisipasi dalam pelayanan-pelayanan jemaat sesuai dengan karunia Roh yang mereka miliki. Oleh karena itu, semua jemaat membutuhkan pengetahuan akan firman Allah.
Pendidikan Alkitab tidak hanya diperlukan untuk mempersiapkan para penginjil saja, namun untuk memperlengkapi setiap anggota gereja dengan pengetahuan akan firman Allah untuk pelayanan yang mungkin memanggil mereka: pendeta, guru, diakon, penatua, evangelis atau yang lainnya.
Jika ada pemuda yang memberitahu kami bahwa dia dipanggil untuk melayani, kami akan mengatakan kepadanya: "Mungkin". Jika ya, Allah akan memberikan jawaban-Nya. Paulus dipanggil bertahun-tahun sebelum dia melayani. Akan tetapi, jika Allah menghendaki pemuda itu pergi melayani, dia akan dibimbing oleh Roh Kudus. Jadi ceritakanlah panggilan Anda kepada penatua gereja Anda. Gereja akan menanti jawaban Allah melalui doa mereka. Jika Dia memanggil Anda menjadi seorang evangelis, Dia akan memberikan jawaban-Nya kepada gereja tepat pada waktu-Nya. Sementara ini, pergilah melayani dengan keahlian yang dianugerahkan-Nya kepada Anda, pelajarilah firman-Nya, dan pahamilah aturan dan fungsi jemaat lokal, sehingga Anda siap saat Dia memanggil Anda.
Pembelajaran Alkitab dan pengalaman dalam jemaat merupakan bekal yang cukup dalam pelayanan. Namun demikian, misionaris generasi mendatang harus mempelajari firman Allah terlebih dahulu dan memahami struktur dan pekerjaan gereja lokal yang mendasari pelayanannya.
Oleh karena itu, kita mempelajari prinsip bahwa semua orang membutuhkan persiapan yang sama. Seraya belajar, kita dan para murid mencari tahu panggilan setiap orang. Panggilan kita akan tampak dari karunia Roh yang kita miliki. Kita tidak perlu terburu-buru dalam memutuskan panggilan seseorang karena penampilan awal bisa menipu. Dalam pelayanan apa pun, karunia Roh cepat atau lambat akan bermanifestasi dan kita dapat melatih karunia-karunia tersebut.
BEBERAPA CONTOH
Ketika seseorang pemuda mendapat panggilan untuk merintis gereja, kami mengundangnya ke kelompok kami, seperti saat Paulus mengajak Timotius. Berikut adalah beberapa contoh prosedurnya.
1. Seorang pebisnis muda langsung menghadiri kelas pedalaman Alkitab.
Dia aktif dalam pelayanan jemaat, baik yang di dalam gereja maupun persekutuan di luar gereja. Lalu dia dengan yakin mengatakan kepada kami bahwa Allah memanggilnya untuk bergabung dengan kelompok misionaris. Kami menasihatinya untuk menceritakan panggilan tersebut terlebih dahulu kepada para penatua gereja. Lalu dia memberitahukan mereka.
Setelah gereja mendoakan panggilannya beberapa kali, mereka mengatakan apa yang mereka rasakan saat berdoa: dia mungkin dipanggil untuk melayani, tetapi mereka belum bisa memastikan kapan waktu yang tepat sesuai dengan waktu Allah. Dia dengan tekun menantikan jawaban Allah. Sementara itu, kami menyaksikan perkembangan rohani dan pertumbuhan karunianya. Dia mengambil bagian dalam pelayanan persekutuan para orang percaya baru di kota-kota sekitar yang memberinya pengalaman yang lebih luas.
Kira-kira satu tahun kemudian, gereja menjadi yakin bahwa Allah telah memberikan jawaban-Nya dalam doa bahwa, dia dipanggil menjadi seorang penginjil. Kami juga yakin bahwa panggilannya berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, setelah para penatua dan penginjil menumpang tangan mereka, dia berangkat oleh karena disuruh Roh Kudus". [Kisah 13:4]
2. Seorang pemuda dikirimkan kepada kami untuk mempersiapkan diri.
Badan misi yang mengutusnya percaya bahwa dia dipanggil untuk merintis gereja dan ternyata benar. Dia adalah orang yang berpendidikan, tapi dia baru saja menjadi percaya dan hanya memunyai sedikit pengetahuan tentang Alkitab. Kerohaniannya juga masih kurang dan pemahamannya tentang struktur dan pelayanan dalam jemaat juga masih remang-remang. Oleh karena itu, dia tekun belajar dan juga berpartisipasi dalam pelayanan jemaat. Dengan iman, dia datang mencari Tuhan untuk memenuhi kebutuhannya agar dia bisa mencurahkan sebagian besar waktunya untuk pendidikan dan pelayanan. Ia memasak sendiri dan mencuci sendiri, padahal sebelumnya ia tidak terbiasa melakukannya.
Sejak awal dia sudah menunjukkan karunia yang diperlukan oleh misionaris. Walaupun belum terbentuk secara sempurna, namun karunianya terus berkembang. Suatu waktu ketika kami yakin akan panggilannya, kami mengajaknya bekerja sama dalam berbagai kegiatan penginjilan. Dia mengambil bagian dalam pelayanan menolong jemaat yang sedang kesusahan selama beberapa bulan. Selain itu, dia giat menolong dalam bidang pengajaran. Kami berdoa untuk beberapa hal dan mencari kehendak Allah bersama-sama.
Allah memakainya dan ia mendapatkan banyak pengalaman, walaupun dia harus menghadapi masalah-masalah berat yang tak terduga. Dengan berbekal pengalaman itu, dia kembali mendalami Alkitab. Kemudian dia mengadakan perjalanan, mengunjungi beberapa gereja yang memunyai beragam masalah. Setelah kembali, dia tinggal bersama kami sebentar saja untuk mengulas ulang pelajaran yang diperolehnya dalam perjalanannya. Setelah itu, dia kembali ke badan misi yang mengutusnya untuk bergabung dalam pelayanan mereka.
Sepanjang perjalanannya yang mencapai ratusan kilometer, ia hanya membawa bekal yang secukupnya untuk dia sampai ke tujuan selanjutnya. Dan ia mendapati bahwa Allah tidak pernah gagal mencukupi kebutuhannya.
3. Seorang wanita muda dari gereja lain datang untuk melayani dalam bidang pengajaran.
Dia terpanggil untuk berkhotbah sekaligus mengajar, terutama di rumah-rumah jemaat di antara wanita serta anak-anak. Dia bekerja paruh hari, sedangkan sisanya diisi dengan kursus pedalaman Alkitab. Kemudian, dia juga terpanggil untuk memimpin persekutuan wanita seorang diri.
Walaupun demikian, ada juga hasil yang mengecewakan. Sepasang suami istri datang dengan perasaan antusias yang tinggi, namun selang beberapa bulan kemudian terbukti hanya merupakan sesuatu yang emosional, bukan spiritual. Hati mereka mengincar posisi, keamanan finansial, dan kepuasan material. Ketika mereka menyadari harga yang harus dibayar saat mengikuti Tuhan dalam pelayanan-Nya, mereka tersinggung kemudian mundur. Kami merasa sedih, mereka gagal meraih kemenangan, tetapi kami lega karena kelemahan mereka dapat diketahui.
Seorang pemuda datang dan berkata bahwa dia dipanggil Tuhan. Kerjanya payah tahun pertama pelayanannya. Kami berkata padanya jika tidak ada perubahan, maka dia tidak boleh kembali. Dia menuliskan kerinduannya untuk kembali. Jemaat mendoakannya selama beberapa minggu. Akhirnya, semua yang mendoakannya merasa bahwa Allah menginginkan dia kembali [melayani di tempat kami]. Jawaban doa kami terbukti benar dan dia menjadi sosok yang sangat rohani.
Tuhan Yesus meluangkan waktu bersama dengan murid-murid-Nya selama tiga tahun. Semua penginjil dalam kitab Perjanjian Baru melewati beberapa tahun masa persiapan sebelum akhirnya diutus oleh Roh Kudus. Dari contoh tersebut ditambah dengan pengalaman kami dalam hal ini, kami menimbang bahwa waktu pelatihan sebaiknya tidak kurang dari 3 tahun. Walaupun demikian, kita tidak boleh memaksakan suatu batasan waktu. Tidak ada yang dapat dianggap siap untuk diutus kecuali Roh Kuduslah yang memberikan konfirmasi dan ketika Roh Kudus telah memberikan konfirmasi, tidak boleh ada yang menunda-nunda.
Beberapa orang yang datang [ke tempat kami] mendalami Alkitab, hidup dengan iman kepada Allah yang mencukupi kebutuhan material mereka, sementara mereka mencurahkan seluruh waktu untuk mendalami Alkitab dan melayani. Saat mereka dipanggil menjadi penginjil, kami merasa pengalaman mereka hidup dalam iman akan banyak berkontribusi dalam persiapan mereka.
Beberapa yang lain bekerja paruh hari. Mereka meluangkan waktu malam hari untuk belajar dan melayani.
PENGALAMAN ROHANI
Kita juga perlu mengadakan pertemuan doa secara rutin. Pokok doa diutarakan dalam beberapa menit pertama. Kemudian semua anggota dipimpin untuk turut ambil bagian dalam doa. Seusai berdoa, ajukan beberapa pertanyaan mengenai bimbingan apa yang mereka terima saat berdoa -- jawaban dan beban doa apa yang Dia berikan kepada kita.
Setiap orang bebas menyatakan apa yang dirasanya merupakan kata-kata Tuhan. Setiap orang harus mencari kehendak Allah tentang pelayanannya serta mencari konfirmasi dari anggota persekutuan doa yang lain. Kemudian, bersama-sama mereka menyerahkan masalah pelayanan mereka kepada Tuhan. Setiap detail dan rencana pekerjaan bergantung dengan jawaban doa. Tanpa bimbingan Roh Kudus dan doa semua bidang pelayanan hanyalah kapal tanpa tenaga dan tujuan.
Dalam pengajaran, kita perlu memberi penekanan dalam memperlengkapi pengalaman spiritual pribadi yang dibutuhkan dalam pelayanan rohani. Doa dan juga pengajaran Alkitab menyucikan dan mempererat hubungan mereka dengan Kristus. Mereka akan mengerti kekuatan kehadiran-Nya, sungguh-sungguh dipenuhi dengan Roh Kudus, dan memosisikan diri mereka sebagai pelayan-pelayan Allah.
Tujuan utama kami adalah membekali para murid adalah mengajak mereka menyangkal diri mereka dan memikul salib bersama-Nya. Dengan pengajaran yang sabar dan disertai dengan doa, Dia meraih tujuan-Nya: memimpin para murid menemukan iman sejati dan berserah diri. Dia mengutus mereka ketika Dia berhasil membuat mereka berserah diri dan beriman.
Inilah yang harus menjadi tujuan dan perhatian utama kita saat mempersiapkan orang-orang akan merintis gereja. Siswa yang berprestasi dan pembicara yang arif sekalipun akan lemah tanpanya. Namun dengan tujuan utama, orang biasa seperti para murid Tuhan Yesus menemukan hikmat dan kekuatan sejati.
Dalam persekutuan kami, ada beberapa pekerja yang dilatih dengan cara ini dan hasilnya lebih superior daripada mereka yang dilatih dengan cara lama. Mereka telah tahu bagaimana dipimpin oleh Roh Kudus, bagaimana memenangkan doa, bagaimana melayani firman Tuhan, dan bagaimana mendirikan jemaat seperti jemaat Perjanjian Baru. Mereka tidak membanggakan diri. Mereka tidak takut melangkah dalam iman dan bergantung kepada Tuhan untuk memenuhi segala kebutuhan mereka. Mereka tidak mau menetap dengan posisi yang nyaman, tetapi mereka rindu mengabarkan injil dan mendirikan gereja-gereja.
Tentu saja hasilnya sangat memuaskan. Kita tidak bisa menghasilkan jumlah pekerja banyak dengan cara seperti ini, namun gereja mula-mula tidak pernah melakukan hal ini, Yesus pun tidak. Saat ini sama seperti zaman dahulu, Kristus menginginkan orang-orang yang akan memperluas gereja-Nya adalah orang-orang yang Ia panggil dan dilatih Roh Kudus; orang-orang yang akan berkata dengan Paulus, "Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." Atas orang-orang ini, Dia akan memberikan kuasa-Nya yang bekerja lewat mereka secara luar biasa untuk membangun gereja-Nya.
Tetapi janganlah lupa, walaupun metode untuk melatih para pekerja sangatlah penting, metode itu sendiri tidak menghasilkan buah kerohanian. Kuasa yang menghasilkan buah kerohanian itu bukan terletak pada metode pelatihannya, tetapi pada Roh Kudus. Di balik seluruh pelayanan pengajaran kita terdapat doa yang terus-menerus didoakan oleh para guru. Setiap murid adalah satu pokok doa. Kita telah berdiri di hadapan Allah dalam iman dan doa agar setiap pekerja bergantung penuh pada-Nya dan agar semua mengerti tujuan-Nya dalam kehidupan mereka. Kita telah menyaksikan perubahan-perubahan besar terjadi. Setiap kesuksesan adalah sebuah kemenangan doa yang dijawab. (t\Uly)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | The New Testament Order for Church and Missionary |
Judul artikel | : | The Training of The Worker |
Penulis | : | Alex Rattray Hay |
Penerbit | : | The New Testament Missionary Union Canada |
Halaman | : | 488 -- 496 |
Tuhan kita menghabiskan banyak waktu-Nya dengan berdoa. Dikatakan dalam Alkitab bahwa Ia "terbiasa" pergi ke tempat-tempat doa dan menghabiskan sepanjang malam untuk bersekutu dalam doa dengan Bapa-Nya. Biasanya, doa yang singkat tidaklah cukup bagi-Nya. Ia tidak mengizinkan berbagai hal seperti tuntutan dan tekanan terhadap pekerjaan, kebutuhan dan kerinduan dari orang banyak yang dibebankan pada-Nya mengganggu waktu doa-Nya. Ia menarik diri ke dalam kesunyian bukit atau Taman Getsemani di mana mungkin tidak ada yang mengganggu-Nya.
Hanya sedikit yang kita ketahui mengenai apa yang Kristus doakan ketika sendirian. Kita dibukakan mengenai isi doa-Nya di Getsemani; dan ada dua contoh pelayanan syafaat-Nya untuk murid-murid-Nya -- seperti yang dikatakan-Nya pada Petrus, "Tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur," dan dalam Injil Yohanes pasal tujuh belas.
Dua contoh ini cukup menjelaskan bahwa Ia bisa terus melayani murid-murid-Nya karena doa yang penuh iman. Selain contoh, keduanya juga membukakan suatu prinsip. Pertama, kita melihat tanggung jawab seseorang dalam menjalankan pelayanan doa syafaat untuk sesamanya. Kedua, kita melihat buah doa syafaat itu. Petrus berada dalam kondisi kerohanian di mana ia tidak dapat mendoakan dirinya sendiri dengan iman sehingga Kristus, Sang Penolong, berada bersamanya dan menaikkan doa yang penuh iman untuknya.
Tidaklah mengherankan jika, setelah contoh yang dikemukakan Kristus, gereja mula-mula adalah gereja yang berdoa. Para Rasul tampaknya bukanlah pendoa sebelum hari Pentakosta; itulah kelemahan mereka saat ada di Getsemani. Namun, setelah Pentakosta mereka menjadi para pendoa yang tak putus-putusnya berdoa. Jika ada pekerjaan lain yang mengganggu waktu mereka di gereja Yerusalem, mereka tidak mau terikat dengan pekerjaan itu, sambil berkata, "Supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman." Mereka selalu berdoa sebelum berkhotbah.
Peran doa bagi para misionaris pertama, khususnya yang berupa doa syafaat, tercatat dengan saksama dalam Perjanjian Baru. Paulus memberikan kesaksian tentang Epafras, "Selalu bergumul dalam doanya untuk kamu, supaya kamu berdiri teguh, sebagai orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah" (Kolose 4:12). Doa menempati posisi penting dalam pelayanan Lukas, meskipun sedikit pun dia tidak menceritakan dirinya. Kitabnya dengan jelas mengemukakan peran doa dalam kehidupan dan pelayanan Tuhan kita. Dalam kitab itu kita mengetahui bahwa Tuhan selalu melewatkan banyak waktu-Nya dengan berdoa sebelum memutuskan suatu langkah yang penting. Dan dalam Kisah Para Rasul yang ditulisnya, kita melihat bahwa doa menempati posisi penting pada Hari Pentakosta dan di seluruh gereja yang terbentuk sesudahnya. Tidak diragukan lagi, dalam pelayanan setiap anggota pelayanan Paulus, doa selalu diutamakan.
Bahkan dalam suratnya kepada gereja-gereja, Paulus menulis tentang doa. Doa-doa ini bukan hanya menjadi bukti bahwa ia terlibat dalam pelayanan doa, namun juga menjelaskan karakter pelayanan tersebut.
Dua doa yang tercatat dalam Efesus (1:15-23; 3:14-21) dibahas lebih lanjut dalam pasal 27. Isi doa-doa lainnya adalah sebagai berikut.
Untuk orang Filipi, (Filipi 1:9-11) dia meminta:
kasih yang melimpah;
pengetahuan dan pengertian kerohanian yang jelas sehingga bisa membedakan antara baik dan buruk;
jalan yang suci dan tidak bercacat;
supaya mereka dipenuhi dengan buah-buah kebenaran melalui Kristus, memuliakan Tuhan.
Untuk orang Kolose (Kolose 1:9-12) dia meminta:
Agar mereka memiliki pengetahuan penuh dan benar mengenai kehendak-Nya;
Kebijaksanaan dan ketajaman rohani;
Jalan yang layak dan menyenangkan Tuhan;
Buah dalam setiap pekerjaan yang baik;
Bertumbuh dalam pengetahuan akan Tuhan;
Agar mereka dikuatkan oleh kuasa kemuliaan-Nya;
Agar mereka mampu menanggung segala penderitaan dengan sabar dan sukacita;
ucapan syukur pada Tuhan karena melayakkan mereka untuk mendapat bagian dalam apa yang akan diberikan-Nya pada anak-anak-Nya.
Agar Tuhan menambahkan apa yang kurang dalam iman mereka;
Agar mereka bertambah dan berkelimpahan dalam kasih;
Agar hati mereka menjadi kuat dalam kekudusan;
Agar roh, jiwa, dan tubuh mereka terpelihara kudus sampai kedatangan Kristus.
Sifat dasar dan arti penting dari permohonan ini segera diketahui. Paulus meminta agar Tuhan membawa gereja-gereja ke tingkat pengetahuan dan pengalaman rohani di mana gereja akan diperlengkapi untuk seluruh kehidupan, pelayanan, dan peperangan rohani. Paulus menghadapi masalah kehidupan spiritual yang berat. Doa-doa ini tidak berkaitan dengan banyak kesulitan individual dan masalah setempat, namun menuju pada akar permasalahan tersebut. Jawaban permohonan ini bisa berarti penyelesaian setiap kesulitan dan pemecahan setiap masalah.
Paulus tidak bimbang untuk mengajukan permohonan seperti itu. Ia yakin bahwa Tuhan mampu dan akan menjawab permohonan-permohonannya. Seperti Kristus mendoakan dan memercayai Petrus, Paulus melatih talenta yang diberikan oleh Sang Penolong, mendoakan dan memercayai gereja-gereja.
Paulus tidak hanya sesekali berdoa untuk gereja; ia berdoa terus-menerus. Pelayanannya bukanlah berkhotbah dan mengajar dengan sedikit doa hanya ketika ada waktu luang. Perintah yang dijalankan Kristus dan para rasul adalah "doa dan pelayanan firman".
Doa yang penuh iman menjadi sesuatu yang penting dalam mengembang kehendak Tuhan. Tuhan menyatakan kehendak-Nya pada kita; kita beriman pada Tuhan dan meminta-Nya untuk menggenapinya, dan melalui penggenapan itu Ia menjawab doa-doa.
Paulus tidak mengajukan permintaan yang tidak jelas kepada Tuhan untuk memberkati gereja; ia mengajukan permohonan yang spesifik yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Ia tahu bahwa tujuan Tuhan adalah orang percaya dan gereja, jadi ia meminta dalam iman agar tujuan itu digenapi. Dua doa Paulus untuk gereja, yang ditulis dalam surat Efesus, meminta Tuhan untuk menggenapi pekerjaan fundamental yang diperlukan dalam jemaatnya, yang mungkin adalah "kepenuhan Kristus".
Ia mengetahui tujuan Tuhan untuk gereja dan ia meminta tidak kurang dari itu. Jika ia tidak meminta, ia tidak akan mendapatkannya. "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan." Jika ia tidak memiliki iman yang murni yang memercayai bahwa Tuhan akan melakukannya, ia tidak akan menerimanya: "Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan."
Seorang penginjil harus tahu apa tujuan Tuhan untuk gereja-Nya dan ia harus memiliki iman untuk meminta Tuhan menggenapi firman-Nya dan mencapai tujuan-Nya. Ia juga harus memahami bahwa ia tidak berkuasa untuk meminta penggenapan sebagian. Dalam firman-Nya, Tuhan dengan jelas menyatakan apa tujuan-Nya untuk gereja. Firman-Nya itu begitu agung sehingga manusia segera mempertanyakan tujuan itu dan mulai menyesuaikan tujuan tersebut. Lalu kita berdoa agar Tuhan menggenapi penyesuaian dalam tujuan-Nya yang kita buat. Doa kita itu tidak akan dijawab karena tidak sesuai dengan kehendak-Nya: "kita tidak menerima apa-apa karena kita salah berdoa."
Orang percaya yang baru dimenangkan melalui khotbah penginjil perlu diajari oleh Roh Kudus agar mengetahui prinsip rohani yang mendasar dan mendalam tentang iman. Tuhan akan menggenapinya sebagai jawaban dari doa penginjil yang penuh iman. Paulus memiliki iman untuk meminta bagi para petobat baru, pemahaman akan kebenaran rohani yang mendalam kepada Tuhan. Dia tidak ragu-ragu berdoa agar orang-orang itu dibimbing sedikit demi sedikit, berharap agar suatu hari, lama sesudahnya, mereka atau anak-anak mereka mencapai tingkat kedewasaan rohani.
Penginjil yang membiarkan dirinya dibujuk musuh untuk meragukan kekuasaan Tuhan dalam menjawab doa atau kekuatan Roh Kudus untuk memberi pengertian pada orang-orang yang baru percaya, berarti telah melakukan suatu kesalahan besar dan menghalangi penggenapan tujuan Tuhan. Tentu saja hasilnya akan sesuai dengan iman yang dimilikinya. Sebuah tanggung jawab yang sungguh-sungguh mengenai hal ini berada dipundaknya.
Dalam jemaat, penatua dan diaken haruslah dipersiapkan oleh Roh Kudus sehingga memenuhi standar yang ditetapkan dalam Injil. Ini adalah standar yang tinggi dan tampaknya mustahil untuk bisa dipenuhi dengan segera. Namun, sesuai dengan firman dan kehendak Tuhan, mereka harus dipersiapkan untuk menempati posisi mereka dalam satu sampai dua tahun sehingga penginjil harus terus berdoa dengan iman dan tidak bimbang sampai mereka siap.
Namun, kesulitan akan muncul dalam gereja-gereja. Musuh akan datang seperti "air bah". Para penatua dan jemaat bisa jatuh dan kalah sehingga mereka tidak bisa lagi mendoakan dirinya sendiri dengan iman, seperti yang terjadi pada gereja di Korintus. Ini adalah tanggung jawab penginjil untuk mendoakan mereka dengan penuh iman.
Kuasa doa yang penuh iman adalah kuasa terbesar yang dimiliki penginjil, lebih manjur daripada kuasa khotbah dan pengajarannya. Khotbah dan pengajaran memang perlu dan penting, namun tidak akan menghasilkan kehidupan spiritual yang baik dan dewasa bila tidak didasarkan pada pelayanan doa yang penuh iman dan berkuasa. Kita semua tahu bahwa cobaan yang terus-menerus menempati posisi pertama dalam pelayanan publik. Betapa seringnya kita melihat pelayan Tuhan yang sangat percaya akan doa, mengorbankan waktu doanya saat tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan semua tuntutan pekerjaan. Kesempatan untuk melayani publik tampaknya begitu penting dan bermanfaat. Setelah beberapa tahun, mereka heran mengapa orang-orang yang baru percaya itu belum benar-benar memahami kehidupan rohani, mengapa mereka belum dipenuhi Roh Kudus, belum menggunakan talenta yang diberikan Roh Kudus.
Hal-hal berikut ini adalah buah dari jerih payah doa penuh iman yang dinaikkan oleh misionaris tersebut: buah yang berharga, baik, dan matang, yang hanya bisa diperoleh dengan cara tersebut. Pelayan Tuhan harus menjaga individu dan jemaat dalam doa yang penuh iman sampai firman Tuhan benar-benar tergenapi dalam diri mereka dan tujuan Tuhan untuk mereka juga tergenapi.
Pelayanan doa harus berkesinambungan, senantiasa diperhatikan, dan mencakup semua aspek pelayanan sang misionaris. Harus ada sikap yang berkesinamungan untuk menaikkan doa yang tak putus-putusnya, yang terus mencari kehendak Tuhan, bimbingan Roh Kudus, menjadi pendoa syafaat bagi siapa pun yang membutuhkannya dan menegaskan pencapaian tujuan Tuhan sesuai firman-Nya dengan iman yang teguh. Pelayanan syafaat sang penginjil merupakan bagian yang penting dari perlengkapan gereja yang telah diberikan Tuhan untuk kesejahteraan rohaninya.
Pengalaman doa yang dimiliki orang-orang percaya dan gereja sangat jarang melebihi pengalaman doa seorang penginjil. Ia bisa mengajarkan peran doa sampai jemaat memiliki pengetahuan yang jelas tentang doa seperti yang dimilikinya, namun bila doa hanya menjadi teori untuk sang penginjil, maka bagi jemaat doa juga merupakan teori belaka. Teladan dari penginjil tersebut akan menjadi sebuah kesaksian yang akan membuat pengajarannya menjadi praktis. Karena kita beriman dalam doa, kita bisa merasa yakin bahwa Roh Kudus akan menuntun orang-orang yang baru percaya dan gereja menuju pengalaman doa yang sesungguhnya. (t/Lanny)
Bahan diterjemahkan dari sumber:
Judul buku | : | The New Testament Order for Church and Ministry |
Judul artikel | : | The Evangelist`s Prayer Ministry |
Pengarang | : | Alexander Rattray Hay |
Penerbit | : | New Testament Missionary Union, Amerika, tth | Halaman | : | 420 -- 424 |
Anda sedang menyusuri jalan ketika tiba-tiba seseorang menghampiri Anda dan meminta uang untuk membeli tiket bis ke kota di mana katanya ia tinggal atau kerabat yang akan menolongnya tinggal. Bagaimana Anda menanggapinya?
Saya mengadakan penelitian informal kecil-kecilan, dan menanyai teman-teman saya apa yang mereka pikirkan pada saat seperti itu:
"Kasihan dia."
"Hei, dia lebih membutuhkan daripada aku."
"Hatiku akan berkata, `Beri dia uang,` tapi kepalaku akan berkata, `Jangan bodoh.`"
"Minggu ini aku sudah mengeluarkan sepuluh ribu rupiah untuk hal-hal seperti ini. Masalah ini mulai memengaruhi keuanganku."
"Aku sudah melakukan kebaikan dengan cara yang berbeda. Aku bekerja di tempat pelayanan, membantu badan sosial, dan membayar pajak."
Dunia gelandangan memang membingungkan. Bukan hanya para profesional dan sukarelawan yang terlibat dengan gelandangan yang bergulat dengan pertanyaan sulit seperti itu, rata-rata orang yang dihampiri di stasiun, terminal bis, atau saat berjalan menyusuri jalan dan sibuk memikirkan kepentingannya sendiri, juga bergumul dengan pertanyaan yang sama.
Kita bisa membuat perbedaan kecil dalam kehidupan para gelandangan saat meresponi mereka daripada mengabaikan atau menolak mereka. Cobalah mengatakan satu kata yang positif. Ingatlah, mereka sendiri tidak lagi memiliki rasa percaya diri. Apapun yang kita katakan atau lakukan, yang memberikan sedikit saja harga diri, akan membawa dampak kebaikan.
Aktor Danny Aiello tidak pernah melewati seseorang di jalan tanpa memberi sesuatu. Jika dia tidak memunyai uang, minimal dia akan mengucapkan sepatah dua patah kata. Dia tidak pernah memaki mereka atau berkata sinis, "Bekerjalah."
Setiap hari, seorang gelandangan yang buta mengenali Aiello dari losion cukurnya. Dia berkata "hai, Danny" dan "terima kasih". Ia tak pernah mendengar denting uang koin menghantam piringnya karena Danny selalu memberinya uang kertas.
Phyllis Cohen masih ingat pada seorang wanita gelandangan yang dia temui di Stasiun Penn, New York. Dia memberi uang satu dolar kepada wanita itu dan bertanya kepadanya di mana pintu keluar ke pasar swalayan terdekat.
"Wajahnya berseri-seri bagaikan sosok mayat yang hidup kembali," jelas Cohen. "Dia memberi petunjuk yang sangat rinci kepadaku dan berjalan bersamaku untuk memastikan aku tidak akan tersesat, sambil asyik bercakap-cakap di sepanjang jalan. Sepertinya, dengan menanyakan sesuatu kepadanya dan menganggapnya memiliki sesuatu yang berharga untuk dibagikan, aku memvalidasi dan menghidupkan kembali sosok pribadinya yang kuat."
Nah, apa yang bisa Anda lakukan untuk menolong orang-orang gelandangan?
Menyumbangkan Uang
Salah satu cara langsung untuk membantu gelandangan adalah dengan menyumbangkan uang.
Menyumbang ke organisasi, gereja, atau yayasan sosial yang membantu geladangan. Lakukan hal ini saat Anda mengadakan peringatan kematian anggota keluarga atau teman.
Jika Anda mengundang tamu dalam perayaan ulang tahun atau hari jadi, sarankanlah kepada mereka untuk memberikan sumbangan kepada lembaga yang menangani gelandangan atau orang yang kelaparan daripada membawa kado untuk Anda.
Pilih satu badan amal dan berikan sumbangan secara rutin atau setiap tahun sekali.
Berikan sumbangan Anda untuk gerakan/kampanye tahunan (gerakan/kampanye makanan lokal, dan lain-lain).
Mendukung program-program di lingkungan Anda untuk membantu para gelandangan (tempat tinggal, dapur umum, perumahan, pelayanan konsultasi, dan lain-lain).
Suatu hari, Teddy Gross, seorang penulis drama yang tinggal di Upper West Side, Manhattan, sedang berlari di Riverside Park dan memandangi semua gedung. "Aku rasa di gedung-gedung itu ada banyak uang koin yang menganggur," katanya. Jadi dia mulai mendatangi tetangga-tetangganya dan bertanya kepada mereka apakah mereka mau memberikan uang koin yang mereka miliki untuk membantu para gelandangan. Saat dia telah selesai mendatangi semua tetangga yang tinggal di lantai yang sama dengannya, dia memeroleh beberapa ratus dolar. Saat dia selesai dengan seluruh lantai di gedung apartemennya dan beberapa temannya juga sudah selesai mengumpulkan uang koin dari gedung apartemen tempat mereka masing-masing tinggal, terkumpullah beberapa ribu dolar.
Pada tahun pertamanya, inkorporasi Common Cents New York mengorganisir lima gerakan yang diikuti oleh lebih dari empat ratus orang untuk "memanen uang koin" di gedung tempat mereka tinggal. "Hasil panen" tersebut digunakan untuk membiayai 50.000 paket makanan yang disediakan oleh dapur umum, kamp musim panas selama tiga minggu bagi 71 anak-anak jalanan, sebuah mobil van untuk tempat tinggal, ratusan selimut, jaket, dan beberapa set pakaian dalam yang panjang dan hangat (thermal underwear), serta program rekreasi di rumah penampungan. Setiap koin yang terkumpul adalah untuk para gelandangan. Tidak satu koin pun digunakan untuk keperluan lain.
Memberikan Barang Bekas yang Dapat Didaur Ulang
Di tempat-tempat yang ada pendaurulangan, mengumpulkan kaleng dan botol bekas yang dapat didaur ulang adalah satu-satunya pekerjaan yang tersedia bagi para gelandangan. Namun ini merupakan pekerjaan jujur yang memerlukan inisiatif. Anda bisa membantu para gelandangan dengan menyimpan botol, kaleng, dan koran bekas, lalu memberikannya kepada mereka daripada membawanya ke pusat daur ulang atau membuangya.
Jikalau Anda tinggal di kota besar, Anda bisa menaruh barang-barang tersebut di luar rumah supaya diambil oleh para gelandangan -- atau memberikan sekarung penuh kaleng kepada gelandangan di lingkungan Anda. Di lingkungan yang lebih kecil, Anda bisa membawa barang bekas tersebut ke tempat penampungan lokal.
Pada tahun 1983, Undang-Undang Daur Ulang Botol (Returnable Container Act) diberlakukan di New York, di mana semua toko diharuskan menerima 240 kaleng dan botol yang bisa didaur ulang setiap harinya dari siapa pun. Setiap kaleng yang dikembalikan akan ditukar dengan sekitar lima ratus rupiah.
Namun, sebagian toko di Manhattan, temasuk A&P, D`Agostino`s, dan Food Emporium, tidak mau menerima 240 kaleng. Apa yang akan dilakukan oleh gelandangan yang mengumpulkan barang bekas jika toko-toko itu tidak mau menerimanya? Mereka tidak mematuhi undang-undang yang berlaku?
Doug Lasdon, Direktur Eksekutif Legal Action Center for The Homeless, memerhatikan masalah tersebut. Atas nama para gelandangan, Lasdon mengajukan gugatan ke pengadilan. Dia memenangkan kasus itu, melindungi hak-hak para gelandangan untuk mengembalikan kaleng dan botol seperti halnya Anda dan saya. Barang-barang bekas Anda, serta bantuan dari Legal Action Center, dapat memberi harapan lain bagi para gelandangan.
Memberikan Pendapatan dari Penjualan Hasil Karya Anda
Apapun keahlian atau minat Anda, semuanya bisa menjadi kesempatan untuk menghasilkan karya yang dapat dijual demi kepentingan organisasi-organisasi yang membantu para gelandangan. Ajaklah teman dan kerabat yang memiliki minat yang sama untuk menyumbangkan waktu dan bakat mereka untuk membantu berjualan. Mungkin Anda suka memasak atau barangkali Anda ahli dalam hal jahit-menjahit atau kerajinan kayu.
Jika Anda tidak memunyai waktu untuk membuat barang kerajinan, cobalah untuk menjual barang yang sudah tidak terpakai lagi di garasi rumah/rumah Anda. Mungkin Anda memiliki aksesoris kecil-kecil, buku, pakaian, dan barang lain yang tidak Anda perlukan lagi. Apapun yang Anda peroleh dari penjualan barang tersebut, sumbangkan ke tempat penampungan atau dapur umum di daerah Anda. Undang teman dan kerabat untuk menyumbangkan barang-barang lama mereka kepada Anda untuk dijual bersama-sama dengan barang-barang Anda.
Lucinda Yates adalah seorang seniman dari Maine dan perancang aksesoris busana. "Aku mulai membuat `pin berbentuk rumah` untuk mendapat uang dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap tempat penampungan di daerah saya," kata Lucinda. "Aku masih tidak dapat memercayai banyaknya uang yang didapat dari usahaku itu."
Kini, dia mempekerjakan lebih dari enam puluh orang. Setiap harinya, dia mendapat pesanan rata-rata seribu buah pin porselen berkualitas miliknya yang tiada duanya. Sejak dia memulai usahanya pada tahun 1988, lebih dari 500.000 pin berbentuk rumah telah dijual.
Lucinda menjual pin-pin tersebut seharga sekitar 50 ribu rupiah per satuannya kepada pembeli yang harus menandatangani kontrak tanda setuju untuk menjual kembali pin tersebut dengan harga 90 ribu rupiah dengan keuntungannya diberikan kepada organisasi yang melayani para gelandangan. Dalam waktu hanya setahun, The Interfaith Housing Network of Ambler mendapatkan 14 juta rupiah dari hasil penjualan pin tersebut.
Pin-pin yang melukiskan rumah-rumah penuh warna itu dijual dalam berbagai ukuran, dari yang sekecil paku sampai yang berukuran 3 inci kali 3 inci. Pin tersebut sangat memasyarakat. Ketika seorang sukarelawan mengenakannya, orang akan bertanya tentang pin itu dan tidak jarang mereka menawarkan diri untuk ikut menjualkannya.
Memberi Pakaian Pantas Pakai
Suatu saat ketika Anda bersih-bersih rumah, perhatikanlah pakaian yang tidak lagi Anda pakai. Jika pakaian-pakaian tersebut masih bagus, kumpulkan dan sumbangkan semuanya ke organisasi yang menyediakan tempat tinggal bagi para gelandangan. Sebagian besar tempat penampungan memerlukan banyak pakaian untuk dipakai.
Siapa pun dapat memberikan pakaian; anggota kelompok masyarakat, jemaat gereja, anak-anak TK, dan orang dewasa. Banyak dari kita memiliki lemari pakaian yang perlu dibersihkan. Baju baru, khususnya kaus kaki dan pakaian dalam, juga dapat dijual atau disumbangkan ke tempat penampungan. Lagipula, memiliki sesuatu yang baru untuk dikenakan dapat meningkatkan harga diri.
Contoh lain, akhir musim dingin ini di New York, ada gerakan untuk mengumpulkan baju hangat bagi para gelandangan. Dan selama bertahun-tahun, seorang pengusaha mengadakan acara "One Glove/Satu Kaus Tangan" -- di mana para sukarelawan menjodohkan kaus tangan menjadi sepasang dan membagikannya kepada para gelandangan.
Organisasi Dayspring menyediakan tempat penampungan darurat selama 24 jam nonstop untuk 60 orang setiap malam di Indianapolis, Indiana, bersamaaan dengan jasa layanan yang dimaksudkan untuk membantu gelandangan memeroleh pekerjaan dan tempat tinggal yang permanen.
Terkumpul pakaian sebanyak tiga meja tiap harinya, dikelompokkan berdasarkan ukuran dan jenis kelaminnya. Para gelandangan di tempat penampungan diperbolehkan mengambil apapun yang mereka butuhkan. Sedangkan orang lain di lingkungan sekitar yang membutuhkan juga diperbolehkan mengambil secara gratis barang-barang yang mereka perlukan.
Kadangkala, Dayspring mendengar ada anak-anak yang tidak memiliki pakaian hangat untuk dipakai ke sekolah. Dayspring akan mencari tahu siapa mereka dan mengundang mereka untuk mengambil apa yang mereka perlukan. Apa yang tidak Anda butuhkan, bisa jadi sangat dibutuhkan oleh orang lain.
Membagikan Kantong Plastik Berisi Bahan Makanan
Selama liburan, beberapa gereja mungkin membagi-bagi makanan untuk orang-orang miskin. Isilah plastik Anda dengan makanan yang tahan lama, seperti makanan kaleng, untuk disumbangkan. Ajaklah tetangga dan teman Anda untuk turut serta.
Jika gereja Anda tidak memiliki program bagi-bagi makanan, cobalah mengadakannya. Hubungi pengurus dapur umum, tempat penampungan, dan para gelandangan di lingkungan Anda. Tanyakanlah kepada mereka jenis makanan apa yang mereka perlukan. Umumkan kegiatan tersebut kepada jemaat atau masyarakat di sekitar Anda dan ajaklah beberapa sukarelawan untuk membantu Anda mengumpulkan makanan dan menyerahkannya ke lembaga sosial yang Anda pilih.
Sebuah gereja di Birmingham, Alabama, meminta setiap jemaat untuk membawa sekeranjang sayur saat mengikuti ibadah Paskah. Mereka pun mengisi enam mobil van dan menyuplai dapur umum lokal (yang persediaan bahan makanannya sudah habis) dengan cadangan bahan makanan yang cukup untuk bulan berikutnya.
Banyak gereja meletakkan keranjang di lobi di luar tempat ibadah supaya jemaat bisa menaruh makanan untuk orang-orang lapar setiap hari sepanjang tahun. Para gelandangan tidak hanya membutuhkan makanan pada waktu Natal atau Thanksgiving saja. Doa Bapa Kami dengan jelas menyatakan, "Berikan kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya ...."
Membagikan Mainan
Orang-orang yang tinggal di tempat penampungan memiliki sedikit sekali barang kebutuhan rumah tangga -- apalagi mainan. Mereka hanya memiliki sedikit uang untuk memenuhi banyaknya kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi, misalnya makanan dan pakaian. Jadi, sering kali anak-anak gelandangan ini tidak memiliki mainan apapun, dan jarang bermain.
Anda dapat menyumbangkan mainan, buku, dan barang lain kepada mereka. Untuk perayaan Natal, ajaklah teman-teman dan kerabat Anda untuk membeli dan membungkus hadiah untuk diberikan kepada anak-anak gelandangan. Sumbangkan kado-kado itu kepada organisasi/program yang menjangkau anak-anak gelandangan.
Dalam salah satu kunjungan saya ke tempat penampungan, saya datang pagi-pagi sekali dan berdiri di luar di tempat parkir sambil mengamati anak-anak memarkir sepeda mereka. Mereka nampak gembira; mereka sedang menikmati hidup. Kemudian saya memberitahu pengelola penampungan betapa anak-anak sangat menyukai sepedanya. Ia tersenyum dan mengatakan bahwa sepeda-sepeda itu diantar ke penampungan kemarin. Seorang wanita menemukan sepeda-sepeda yang sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun di lantai bawah rumahnya. Kini sepeda-sepeda itu terpakai lagi dan menyenangkan anak-anak yang perlu bersenang-senang.
Membagikan Sekantong Plastik Alat Rumah Tangga
Menyediakan rumah penampungan tidak mengakhiri masalah para gelandangan, karena biasanya mereka tidak memunyai uang atau perabotan rumah tangga untuk mengisi rumah mereka, bahkan untuk hal-hal sederhana, seperti peralatan makan, peralatan masak, atau handuk.
Untuk membantu mereka, Anda bisa membagikan sekantong plastik berisi peralatan sehari-hari, seperti cangkir, teko, periuk, sabun, sampo, sikat gigi, dan lain-lain. Pikirkan barang-barang sederhana apa saja yang ingin Anda isikan di rumah Anda yang baru. Beberapa barang mungkin bisa Anda temukan di sekitar Anda; barang lainnya mungkin bisa Anda dapatkan dari teman-teman Anda. Anda dapat juga mengadakan pendekatan kepada perusahaan lokal, toko, pabrik, atau gereja di sekitar Anda untuk menyumbang sesuatu.
Untuk mendistribusikan barang-barang tersebut, hubungi badan sosial atau pusat-pusat kerohanian di daerah Anda yang memiliki program untuk membantu gelandangan mendapatkan tempat tinggal.
Salah satu dari sekelompok karyawan pabrik di St. Louis yang selalu makan siang bersama selama hampir sepuluh tahun di kafetaria perusahaan, beberapa hari sebelum Thanksgiving, mengatakan bahwa karena mereka telah mendapat banyak berkat -- pekerjaan yang baik, anak-anak manis, mobil atau van, dan kesehatan -- mungkin mereka juga harus membagikan berkat itu kepada orang-orang yang lebih miskin. Jadi mereka memutuskan untuk mengisi sebuah kantong plastik dengan barang-barang keperluan kamar mandi, permen, dan kelengkapan busana, seperti topi, saputangan, atau kaos kaki. Mereka berjanji membawa sekantong plastik saat makan siang setiap Senin. Setiap minggu, secara bergiliran, mereka akan membawanya ke tempat penampungan.
Menyisihkan Biaya Pesta
Pada tahun 1992, sebuah organisasi bertingkat nasional di Los Angeles mendorong berbagai institusi di sekitarnya untuk menyumbangkan 3% dari pengeluaran perusahaan yang digunakan untuk perayaan khusus mereka; misalnya perayaan tahun baru, dll.. Dari delapan ratus institusi yang berpartisipasi, mereka mampu membagikan 1,5 juta dolar untuk orang-orang lapar dan gelandangan.
Kita pun bisa melakukan hal yang sama jika kita semua bersedia secara sukarela menyisihkan 3% dari biaya-biaya yang kita keluarkan untuk perayaan-perayaan keluarga, kemudian menyumbangkan uang tersebut untuk para gelandangan. Setiap orang yang menghabiskan 1 juta rupiah untuk mengadakan pesta, sebenarnya bisa menyisakan 30 ribu untuk orang-orang yang membutuhkan. Demikian juga gereja, tidak hanya pada perayaan-perayaan seremonial saja, gereja bisa menyisihkan 3% dari biaya yang dikeluarkan untuk perayaan ulang tahun, Natal dan Tahun Baru, Paskah, dll. untuk usaha menolong sesama.
Saya ingat sepasang suami istri yang akan menyiapkan perayaan empat puluh tahun pernikahan mereka dengan mengundang kerabat sejumlah dua lusin. Mereka mendiskusikan pilihan-pilihan yang mereka punya. Bukannya memilih merayakan di restoran yang mahal, mereka malah memilih merayakannya secara sederhana di rumah sendiri. Lalu mereka menyumbangan uang mereka kepada yayasan sosial.
Pada kesempatan lain, ayah seorang mempelai wanita yang sedang berdiri di samping saya saat kami bersiap melakukan prosesi pernikahan, bertanya, "Ke mana saya harus memberikan 3% uang saya?" tanyanya. Saat saya mendekati mimbar, saya tersadar bahwa jemaat telah belajar mengikuti nasihat Nabi Yesaya: supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah. (t/Setyo)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul Buku | : | 54 Ways You Can Help The Homeless |
Penulis | : | Rabbi Charles A. Kroloff |
Penerbit | : | Hugh Lauter Levin Associates, Inc. and Behrman House, Inc., 1993 |
Halaman | : | 19 dan 27 -- 34 |
SUDAH SELESAI
Ketika Yesus mati, Ia sungguh mengetahui bahwa pekerjaan-Nya telah selesai. Yesus, sang Gembala Agung, menyerahkan nyawa-Nya dengan sukarela bagi domba-domba-Nya. Ia berseru, "Sudah selesai" (Lukas 23:46). "Apa pun maksud [seruan] itu," kata Dr. G. Campbell Morgan, "tujuan kedatangan-Nya, tujuan kepergian-Nya, itu telah selesai sepenuhnya dan lengkap." Penikaman lambung Yesus dengan tombak membuktikan dua hal. Pertama, apa yang difirmankan Tuhan telah tercapai dengan setepat-tepatnya. Tidak satu pun tulang-Nya yang dipatahkan (Mazmur 34:20; Keluaran 12:46; Zakharia 12:10; Mazmur 22:16). Kedua, kematian-Nya telah memberikan bukti yang tidak dapat dibantah. Para petugas yang membunuh-Nya tidak mudah dikelabui, mereka sudah memastikan bahwa Yesus benar-benar sudah mati. Pilatus sendiri bertanya secara khusus kepada kepala pasukannya "... apakah Yesus sudah mati" (Markus 15:44). Mengenai penikaman lambung Yesus, Dr. Morgan menambahkan bahwa "Dia sudah mati, dan kematian itu disebabkan oleh kerusakan pada hati-Nya. Ketika Ia berkata 'Sudah selesai' dan Ia menyerahkan Roh-Nya kepada Bapa, peristiwa itu sudah menghancurkan hati-Nya, dan Ia pun mati."
YESUS TERBARING DI SANA
Pemakaman tubuh Yesus adalah salah satu bukti nyata tentang kematian-Nya, salah satu peristiwa terpenting di dalam Alkitab (1 Korintus 15:3-4). Mereka yang berperan bukanlah pengikut-pengikut terdekat Tuhan Yesus, namun kita mengetahui meskipun sedikit, masih ada dua orang terdekat, yaitu Yusuf dari Arimatea -- sebuah kota di Yudea -- dan Nikodemus. Yusuf disebut sebagai "... anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan Allah." (Markus 15:43a) Menurut Lukas 23:50, Yusuf adalah seorang yang "baik" dan "benar". Yusuf adalah seorang pengikut Yesus, tetapi secara "... sembunyi-sembunyi karena takut kepada orang-orang Yahudi -- ...." Yohanes 12:42 menulis kemungkinan Yusuf dan Nikodemus adalah dua orang anggota dari sekelompok pemimpin, yang memercayai Yesus dengan sembunyi-sembunyi. Yusuf meminta izin dari Pilatus untuk menurunkan mayat Yesus (Yohanes 19:38).
Nikodemus adalah anggota Sanhedrin, penguasa Yahudi yang datang kepada Yesus pada malam hari (Yohanes 3). Ia berdiri dengan berani menentang imam-imam kepala dan orang-orang Farisi ketika mereka menangkap Yesus (Yohanes 7:50). Kematian Tuhan Yesus ternyata mendatangkan keberanian pada kedua orang ini, dan dengan tindakan itu mereka menyatakan diri secara terbuka sebagai pengikut Tuhan Yesus. Yusuflah yang menyediakan kain kafan untuk membungkus tubuh Tuhan Yesus, dan demikian juga "tempat kuburnya yang baru" (Matius 27:59,60). Nikodemus yang membawa rempah-rempah, sebanyak hampir 40 kilogram. Mereke membersihkan tubuh Tuhan Yesus dan membungkus-Nya dengan kain kafan. Ramuan kemenyan dan buah pohon gaharu ditempatkan di sela-sela kain. Kain yang lain dipakai untuk membungkus bagian kepala Tuhan. Lalu sebuah batu besar ditempatkan untuk menutupi liang kubur itu, dan mereka pergi dengan sedih. Yesus, yang mereka percayai sebagai seorang pembebas orang-orang Israel, ternyata telah mati.
DIA BANGKIT
Alkitab tidak mencatat detik per detik kebangkitan Kristus. Murid-murid Tuhan Yesus telah gagal mencatat atau telah melupakan pernyataan yang diulang-ulang-Nya bahwa Dia akan mati dan bangkit kembali (Matius 16:4; Markus 8:31, 9:31; Lukas 9:22; Yohanes 2:19). Karena kematian-Nya, pengharapan mereka sudah hancur. Maria Magdalena datang untuk berkabung pada hari pertama dalam minggu itu (Yohanes 20:1). Adakah orang-orang lain yang datang bersama Maria Magdalena pada hari itu? Mungkin! Ini tampak dari penggunaan kata "kami" pada ayat kedua; Yohanes hanya mencatat Maria Magdalena yang melihat batu penutup jalan masuk ke kuburan itu telah diangkat. Selanjutnya, Maria menduga kubur Tuhan yang telah kosong itu dirampok orang, oleh karena itu Maria berseru "Tuhan telah diambil dari liang kuburnya!"
Ketika Petrus mendengar berita itu, ia dan murid-murid yang lain berangkat ke kubur itu. Yohanes, yang lebih dahulu tiba di sana, menjenguk ke dalam ruangan yang agak gelap itu dan ia melihat "kain kafan yang tergeletak". Tetapi, Yohanes tidak langsung masuk ke dalam. Petrus, si impulsif itu, seperti biasanya langsung masuk ke dalam kubur itu dan memeriksa bukti yang ada. Dalam kata-kata G. Campbell Morgan, kain kafan yang tergeletak itu "masih seperti waktu membungkus tubuh Yesus, dengan semua ramuan dan gulungan kain yang tidak berubah, namun bagian yang dipakai untuk membungkus tubuh Yesus sudah mengempis sama sekali karena tidak berisi lagi. Sedang kain peluh yang semula di kepala Yesus terletak terpisah, dan masih terlipat seperti ketika membalut kepala-Nya."
Tatkala Petrus tertegun, Yohanes menerobos masuk ke dalam kubur. Yohanes "melihat dan percaya" (Yohanes 20:8). Seperti yang ditulis secara tepat oleh Dr. Merrill Tenney, "Kubur Yesus terbuka bukan untuk memberikan keluar kepada Yesus, melainkan untuk memberikan jalan masuk bagi murid-murid-Nya. Yesus telah bertransformasi dalam kebangkitan-Nya, sehingga Ia seperti lenyap melalui jubah kematian, yang ditinggalkan-Nya bagaikan kepompong kemuliaan."
TUHANKU DAN ALLAHKU
Dari sekian banyak bukti yang menghebohkan mengenai kebangkitan Tuhan Yesus, tidak ada yang lebih menghebohkan dibanding penampakan diri Yesus di hadapan murid-murid-Nya. Kita diberitahukan bahwa Ia menampakkan diri-Nya pada malam yang sama, "hari pertama minggu itu" (Yohanes 20:19). Pada suatu hari Yesus menampakkan diri-Nya kepada Simon Petrus (Lukas 24:34) dan kepada kedua murid-Nya di Emaus (Lukas 24:l3). Pada saat murid-murid-Nya sedang berkumpul di ruang tertutup dan pintu telah ditutup rapat-rapat "karena takut kepada orang-orang Yahudi". Tidak ada baut yang longgar atau pintu yang terbuka engselnya, ketika Yesus tiba-tiba berdiri di hadapan mereka. Tidak heran bahwa mereka terkejut seperti melihat "hantu" (Lukas 24:37). "Damai sejahtera bagi kamu," salam Yesus kepada murid-murid- Nya (Yohanes 20:21).
Kemudian, Yesus menunjukkan tangan dan lambung-Nya kepada mereka untuk membuktikan identitas-Nya. Bekas-bekas luka itu akan selalu ada pada-Nya. Apa yang semula merupakan suatu tanda kekalahan, telah berubah menjadi meterai kemenangan yang abadi. Tidak heran bahwa murid-murid Yesus bersukacita melihat Dia, sebab mereka bukan hanya melihat Dia dengan mata mereka sendiri, tetapi juga menyadari kebenaran tentang kebangkitan Yesus, sama seperti yang dialami Yohanes di kubur Tuhan Yesus. Tetapi, Tomas "... tidak ada bersama-sama dengan mereka, ketika Yesus datang ke situ" (Yohanes 20:24b). Ketidakpercayaannya sedikit berbeda dari yang lain. Murid-murid Yesus yang lain telah melihat Dia dengan mata mereka sendiri, dan Tomas menuntut perlakuan yang sama. Ia berkata bahwa, "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya." (Yohanes 20:25b) Maka, Tomas tetap kesepian dan bersedih hati selama delapan hari.
Pada hari Minggu berikutnya murid-murid Yesus sedang berkumpul di tempat yang sama dan Tomas sedang bersama-sama dengan mereka. Sekali lagi, pintu telah ditutup rapat-rapat. Namun, Yesus sekali lagi menampakkan diri-Nya secara tiba-tiba. Kali ini, Ia berbicara kepada Tomas. William Hendrickson menulis bahwa untuk setiap [permintaan Tomas] Yesus memberikan satu perintah. Tomas berkata seminggu sebelumnya: "[Aku harus] melihat bekas paku pada tangan-Nya." Yesus mengatakan hari itu, "Lihatlah tangan-Ku." Tomas juga mengatakan, "[Aku harus] mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu." Perintah Yesus kedua, "Taruhlah jarimu di sini." Tuntutan Tomas yang ketiga, "Dan [aku harus] mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya." Kata Yesus, "Ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku." (Yohanes 20:27)
Seminggu sebelumnya Tomas berkata, "Aku tidak akan percaya." Yesus berkata pada hari itu, "Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." Apakah Tomas sungguh-sungguh memeriksa tubuh Yesus? Tampaknya, Tomas jelas terperanjat dan terpana, tidak memerlukan lagi bukti melebihi yang telah dilihatnya. Pengakuannya melebihi kata-kata apa pun: "Tuhanku dan Allahku." Kepercayaan Tomas bukannya kurang berarti, meskipun didasarkan pada apa yang telah dilihatnya. Tetapi, Yesus kemudian menekankan kebahagiaan bagi mereka yang percaya meskipun tidak beroleh konfirmasi melalui penglihatan. (Yohanes 20:29)
Diambil dari:
Judul majalah | : | HARVESTER, Edisi Maret/April, Tahun 1994 |
(Disadur dari Majalah Moody, April 1977) | ||
Judul artikel | : | Pemberian Terindah: "Dalam Tiga Hari" |
Penulis | : | Ivy Supratman |
Penerbit | : | Indonesian Harvest Outreach |
Halaman | : | 18 -- 19 |
Catatan: Artikel yang kami sajikan memuat informasi mengenai situasi dan jumlah orang Kristen di negara tertentu. Situasi saat ini dan statistik jumlah atau persentase yang dicantumkan, mungkin saja berbeda dengan informasi ketika artikel ini ditulis. Namun demikian, sampai saat ini, umat percaya di negara-negara ini masih mengalami hal yang sama.
Salah satu tantangan terbesar menjadi pendoa syafaat yang efektif adalah kurangnya pengetahuan. Yakobus 5:16 berkata, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Sama seperti sulitnya menjadi efektif dalam pekerjaan kita bila tidak ada atau ada sedikit saja pendidikan dan pelatihan, demikian pula sulit berdoa dengan efektif jika kita sedikit atau tidak memiliki pengetahuan apa-apa.
Ada dua klasifikasi negara:
Daftar beberapa negara dalam kedua klasifikasi tersebut ditentukan melalui penelitian mendalam atas laporan yang diterima dari para anggota dan penghubung sebagai sumber yang dapat dipercaya.
PENGERTIAN
Negara Terlarang. Banyak orang Kristen yang membagikan kesaksian iman mereka secara aktif mengalami pencobaan atau menjadi bahan cemoohan (penganiayaan) di setiap negara di bumi. Namun, bentuk-bentuk penganiayaan yang patut mendapat perhatian dan bantuan, termasuk ketika orang Kristen dihalangi untuk memperoleh Alkitab atau literatur Kristen lainnya oleh kebijakan atau praktik pemerintah. Termasuk keadaan tertentu yang dijatuhi sanksi oleh pemerintah pada waktu orang-orang Kristen diserang, dipenjarakan, dibunuh, atau harta benda maupun kemerdekaannya dicabut karena iman mereka terhadap Yesus Kristus, dan kerinduan mereka untuk menyembah Tuhan menurut keinginan hati nurani mereka.
Negara Tidak Aman. Meliputi area yang luas di suatu negara dan pemerintah tetap berusaha memberikan perlindungan bagi penduduk Kristen. Namun, orang-orang Kristen dan hak miliknya masih menjadi korban kekerasan karena kesaksian mereka.
NEGARA TERLARANG
A. NEGARA-NEGARA KOMUNIS ASIA
REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK. Pada tahun 1949 Mao Zedong mendeklarasikan Republik Rakyat Tiongkok dan dengan cepat berusaha menghindarkan rakyat dari segala sesuatu yang mengarah kepada agama. Sejak saat itu rakyat Tiongkok menderita tekanan hebat. Gerakan besar Mao dalam Lompatan Jauh ke Depan pada akhir tahun 50-an serta Revolusi Budaya pada tahun 60-an dan 70-an menyebabkan jutaan rakyatnya meninggal atau menjadi korban. Pada tahun 1950, Tiongkok menguasai Tibet dan memaksa pemimpin agama dan politiknya, Dalai Lama, melarikan diri ke India. Komunis segera melepaskan Tibet dari warisan agama dan budayanya.
Catatan hak asasi manusia Tiongkok saat ini merupakan salah satu yang terburuk di dunia. Sistem "re-edukasi melalui pekerjaan" telah menahan ratusan ribu orang setiap tahunnya dalam kamp kerja tanpa pemeriksaan pengadilan. Pemerintah Tiongkok membuat kebijakan untuk menindak keras para penjahat. Namun, orang-orang Kristen mengalami situasi yang lebih keras. Banyak orang Kristen dipenjarakan atau berada dalam penahanan dibanding dengan negara mana pun di dunia. Penyitaan gereja dan Alkitab terus berlanjut -- bahkan Alkitab yang resmi dicetak oleh pemerintah. Namun, gereja terus bertumbuh -- diperkirakan ada 3.000 orang Tiongkok yang datang kepada Kristus setiap hari. Gerakan gereja rumah di Tiongkok, yang terdiri dari sekitar 80% orang Kristen Tiongkok, mengalami penganiayaan hebat, namun tetap setia kepada Injil. Seseorang memperkirakan ada sekitar 300 orang percaya di Tibet, sementara di Tiongkok, sekitar 6% dari penduduknya adalah orang Kristen.
LAOS. Pada tahun 1975 gerakan Pathet Lao yang komunis mengambil alih daratan ini dan mendirikan sebuah negara bagian satu partai di bawah Partai Revolusioner Rakyat Laos. Orang-orang Kristen dipaksa menandatangani persetujuan dengan ditodong senjata yang menyatakan bahwa mereka tidak akan membentuk gereja. Sebanyak 85% dari penduduknya berpenghidupan sebagai petani, dan hanya 1,53% adalah orang Kristen. Hari ini, tiga atau empat gereja di ibukota Vientiane dianggap memiliki potensi subversif dan dimonitor secara ketat oleh pemerintah. Pertemuan gereja rumah digeledah dan orang-orang Kristen Laos ditahan, sementara orang-orang Kristen luar negeri diusir. Belakangan, para pemimpin Komunis di beberapa distrik menerapkan sebuah program yang dinamakan Mekanisme Baru, yaitu setiap orang yang tidak menganut Buddhisme atau Animisme akan dipaksa dipindahkan dari distrik tersebut. Pemimpin gereja yang disetujui pemerintah, Khampone, sering mengancam para penginjil suku-suku yang tidak dapat dikendalikan olehnya.
KOREA UTARA. Setelah Perang Dunia II, Korea dibagi dua dan rezim komunis ditempatkan di bagian utara. Saat ini, rezim tersebut merupakan rezim Komunis yang paling represif dan terasing di dunia di bawah agama negaranya, yang dinamakan "Juche", artinya bergantung pada diri sendiri. Setiap warga diwajibkan menyembah pemimpin mereka yang telah meninggal, Kim Il Sung, dan anak laki-lakinya, Kim Jong Il. Pemimpin dianggap sebagai dewa. Korea Utara menolak setiap jenis hak asasi manusia bagi warganya. Syukurlah karena banjir dan bencana kelaparan melanda negara ini, pemerintah pengasingan Korea Utara terpaksa membuka perbatasannya bagi bantuan kemanusiaan dari negara luar. Orang-orang Kristen berjumlah 2% dari total penduduk. Namun, Tuhan terus menambahkan jumlah mereka setiap hari, meskipun harus menjalankan iman mereka secara sembunyi-sembunyi dan rahasia.
VIETNAM. Vietnam, yang pernah diperintah oleh Perancis sampai tahun 1954, secara historis telah menjadi tempat perjuangan. Pihak Komunis memiliki tempat berpijak di Vietnam Utara dan mengambil alih seluruh Vietnam pada tahun 1975. Pada saat ini, banyak orang Kristen melarikan diri. Namun, mereka yang tetap tinggal tidak menjadikan penganiayaan sebagai halangan dalam mengikuti Kristus. Orang-orang percaya dilecehkan, dipukuli, dan dipenjarakan karena berkhotbah secara ilegal dan mengorganisir aktivitas penginjilan. Sekalipun dilemahkan karena penganiayaan, iman orang Kristen Vietnam terus tumbuh dan Tubuh Kristus menjadi lebih kuat. Sekarang ini sebanyak 9,8% dari populasi Vietnam adalah orang Kristen.
B. NEGARA-NEGARA TIMUR TENGAH
ARAB SAUDI. Sejak 1.300 tahun yang lalu banyak orang Kristen terusir dari negeri ini. Hari ini, jumlah orang Kristen di Arab Saudi hanya sekitar 4,5% dari total populasi dan perlakuan yang mereka terima tidak lebih dari masa-masa sebelumnya. Setiap orang yang bekerja dalam misi maupun yang bertobat menghadapi ancaman penjara, diusir, atau dieksekusi. Bahkan orang asing Kristen yang datang tidak diperkenankan untuk berkumpul atau mengadakan kebaktian. Sejak tahun 1992, lebih dari 360 kasus telah didokumentasikan dan ekspatriat Kristen dipenjarakan karena melakukan kebaktian pribadi. Ada laporan yang mengatakan bahwa banyak orang Kristen ditahan dengan tuntutan yang salah, dipenjarakan, dan bahkan dipenggal karena iman mereka. Negara ini telah menandatangani persetujuan selama bertahun-tahun yang lalu berkaitan dengan kebebasan beragama. Namun, perjanjian tersebut tidak didukung oleh tindakan nyata. Pejabat Amerika telah mendekati pemerintah Arab Saudi tentang janji mereka untuk melaksanakan toleransi beragama bagi setiap orang, termasuk orang Amerika. Meskipun menghadapi ancaman penganiayaan, pengikut Kristus menemukan cara-cara inovatif untuk bertemu dan saling menguatkan satu sama lain dan jumlah mereka semakin meningkat.
IRAK. Irak telah mengalami sejarah sulit dalam masa Alkitab. Tanah ini merupakan tempat orang-orang Yahudi mengalami pembuangan dan tempat Nabi Daniel melayani Raja Babilonia. Sejak Saddam Hussein berkuasa pada tahun 1979, ada banyak kekacauan yang dihadapi rakyat Irak. Kebanyakan tahun 1980-an dihabiskan dengan masa berperang dengan Iran mengenai perebutan kekuasaan atas terusan Shatt-al-Arab menuju Teluk Persia. Perang Teluk Persia berikutnya adalah pemusnahan kelompok etnis tertentu, dan banyak orang, termasuk orang Kristen, disemprot gas, ditembak, atau dipaksa meninggalkan rumah mereka. Kekuasaan pemerintah dan militer yang bersifat represif mungkin akan terus berlanjut dalam cengkeraman Saddam Hussein. Agama-agama diizinkan jika mereka menunjukkan loyalitas kepada rezim Saddam. Banyak permintaan atas literatur Kristen, meski impor literatur tersebut dilarang. Orang Kristen di negara ini hanya sebanyak 1,5% dari seluruh penduduk. Orang Kristen dari suku Kurdistan banyak diintimidasi dan sebagian telah menjadi martir.
IRAN. Penggulingan Shah Iran pada tahun 1979 mengakhiri persahabatan negara ini dengan dunia Barat. Hari ini, penganiayaan tetap berlanjut sekalipun ada undang-undang yang menjamin kebebasan beragama. Tidak mudah bagi orang Kristen, yang hanya berjumlah 0,3% dari total populasi untuk hidup di sini. Bersaksi merupakan hal yang dilarang. Pemerintah mengutus mata-mata untuk memonitor kelompok Kristen. Orang-orang percaya juga mengalami diskriminasi dalam dunia pendidikan, pekerjaan, dan pemilikan properti. Dalam dekade terakhir, beberapa pendeta dibunuh. Meskipun kegiatan misi tidak diizinkan masuk Iran, sejumlah orang telah bertobat. Ada banyak warga Iran di luar negeri yang sedang lapar rohani; di Amerika Serikat sendiri ada lebih dari dua juta orang. Pada tahun 1979 ada sekitar 500 orang Kristen Iran dari latar belakang agama lain dan sekarang telah berlipat ganda menjadi 20.000, dan separuhnya tinggal di Iran.
ALJAZAIR. Lebih dari 30 tahun Aljazair diperintah oleh rezim Partai Sosialis yang didukung oleh angkatan bersenjata. Pemilihan bebas pada tahun 1999 tidak mengubah kepemimpinan negara ini, namun setidaknya membuka pintu damai antara kelompok pemberontak dan pemerintah. Dalam tahun-tahun terakhir, orang-orang Kristen di Aljazair mengalami penderitaan akibat kekerasan Front Pembebasan agama mayoritas yang ada di negara ini. Anggota kelompok pemberontak ini sering masuk kota dan menggorok leher tiap orang yang tidak hidup berdasarkan panggilan fundamentalisme agama mereka. Dua pertiga orang Aljazair berusia muda dan tidak tahu apa-apa selain kebingungan yang diberikan oleh sistem sosialis dalam negara tersebut. Aljazair memiliki sangat sedikit orang Kristen (0,4 persen), dan gereja di sana menderita keputusasaan. Tekanan-tekanan sosial sering memaksa gadis-gadis Kristen untuk menikah dengan orang beragama setempat dan beberapa orang percaya mulai mundur dari persekutuan karena adanya intimidasi dari keluarga, teman, maupun para ektremis agama setempat.
MESIR. Selama abad-abad pertama setelah Kristus, Mesir lebih banyak didiami oleh orang Kristen. Pada tahun 969 Masehi, negara ini dikalahkan oleh Jawhar al-Siqili dan Kairo dijadikan ibukota baru. Syukurlah, gereja Kristen Koptik Mesir tidak pernah hilang. Hari ini, Mesir memiliki warga Kristen terbesar di Timur Tengah, sekitar 14,2 persen dari total penduduknya. Namun, undang-undang negara ini lebih memihak masyarakat agama mayoritas, sedangkan orang-orang Kristen diperlakukan sebagai warga negara kelas dua, perwakilan politik tidak diakui, dan mengalami diskriminasi dalam pekerjaan. Pemerintah menggunakan undang-undang Kesultanan Utsmaniyah tahun 1856 untuk menghambat adanya pembangunan, perbaikan, atau bahkan pengecatan ulang gereja, tanpa izin presiden Mesir. Orang-orang Kristen juga rawan diserang oleh ekstremis agama lain yang sering kali tidak dihukum oleh pihak berwenang Mesir. Kadang, terdapat gadis-gadis Kristen diperkosa dan dipaksa untuk menikah dengan pria dari agama lain. Gadis-gadis yang lain diculik dan dipaksa untuk beralih ke agama mayoritas.
SUDAN. Pemerintah Sudan Utara telah mendeklarasikan perang suci melawan orang-orang Kristen di selatan. Salah satu pemimpinnya menyatakan bahwa setiap orang yang melawan tidak akan memiliki masa depan. Para pelajar beragama mayoritas direkrut dari universitas mereka dan diberitahu bahwa mereka dapat mangambil apa pun yang mereka rampas jika mereka bergabung dalam perang melawan orang-orang bukan agama mereka. Orang-orang Kristen dari utara yang menolak perang melawan saudara-saudari mereka di selatan dipaksa bekerja sebagai penyapu ranjau. Secara keseluruhan, orang Kristen berjumlah 23% dari seluruh populasi. Sejak tahun 1985, sekitar dua juta orang telah dibinasakan karena perang dan pemusnahan. Banyak keluarga di selatan mengalami teror -- para ayah dibunuh, ibu-ibu diperkosa, dan anak-anak dijual sebagai budak. Pengeboman sekolah minggu, penghancuran gereja, rumah sakit, dan sekolah masih berlangsung sebagai usaha untuk menghabiskan kelompok Kristen. Banyak pendeta dan pemimpin kelompok sel yang telah dibunuh. Penduduk yang lain diancam dengan hukuman mati jika mereka tidak mau mengubah agamanya. Sekarang, hanya sedikit penginjil yang ada di Sudan. Namun di tengah-tengah kekejaman ini, Tubuh Kristus di Sudan tetap kuat, menyembah Juru Selamat mereka dan memimpin orang lain datang kepada-Nya. Menurut berita terbaru, ada sekitar ribuan orang telah menerima Yesus sebagai Juru Selamat dan juga ada sebuah desa, yang seluruh penduduknya telah menerima Kristus.
TURKI. Kesultanan Utsmaniyah Turki selama berabad-abad merupakan penjaga tempat-tempat bersejarah. Pada abad ke-20, jumlah orang Kristen Turki menurun drastis dan pengaruh agama lain meningkat. Namun, kini telah terjadi peningkatan kembali. Menurut Operation World, Turki merupakan salah satu negara yang paling sulit dijangkau di dunia. Hanya 0,3 persen dari penduduknya mengaku Kristen. Dari 55 juta penduduk, hanya sedikit yang telah mendengar Injil. Orang Turki yang berani menyaksikan Kristus, hidupnya akan berbahaya. Orang-orang percaya dilecehkan, diancam, dan dipenjarakan karena iman mereka terhadap Kristus. Penginjilan sulit dilakukan karena orang Turki cenderung berpikir bahwa orang Kristen memiliki kategori sama dengan teroris Armenia dan saksi Yehova.
SURIAH. Presiden Suriah, Hafiz al-Asad, memperoleh kekuasaan saat terjadinya kudeta (perebutan kekuasaan) pada tahun 970. Pada tahun 1973, Suriah dinyatakan sebagai negara seluler, namun penduduk beragama mayoritas masih mendapatkan perlakuan istimewa dalam banyak hal dalam masyarakat. Pemerintah Suriah memerintah dengan tangan besi -- Undang-Undang Daruat (Emergency Law) tahun 1963 mengizinkan pihak berwenang melakukan penahanan reventif dan menahan para tahanan tanpa perlindungan hukum. Orang Kristen yang berjumlah 5% dari populasi sulit menyebarkan Kabar Baik dengan bebas di bawah kondisi macam itu. Para misionaris tidak diberi visa untuk masuk alam negara tersebut. Jadi, orang Kristen tidak dapat menyatakan iman mereka dalam kehidupan sehari-hari, baik secara profesional maupun informal. Jumlah orang yang menjadi Kristen tidak banyak tapi terus meningkat.
C. NEGARA-NEGARA ASIA
BRUNEI. Konstitusi Brunei tahun 1959 menyebutkan bahwa negara ini adalah negara monarki dengan lima dewan penasehat. Namun pada tahun 1962, Sultan menerima kekuasaan darurat selama masa pemberontakan saat itu, dan belum mengembalikannya sejak saat itu. Ia menempatkan keluarganya sebagai para penasehat dan menyatakan bahwa Brunei sebagai negara agama. Konstitusi yang menjamin adanya praktik kebebasan beragama perlahan-lahan terkikis. Para pernimpin Kristen diusir pada tahun 1991, dan pada tahun berikutnya literatur Kristen dilarang dan perayaan Natal dianggap menyalahi hukum -- meskipun 8% dari penduduk negara ini beragama Kristen. Umat agama mayoritas di sana meningkat karena adanya suku-suku lokal dan para imigran. Mereka mereka mengendalikan sistem pendidikan negara. Pertobatan menjadi Kristen dilarang sejak penginjilan dinyatakan ilegal.
MALAYSIA. Federasi 13 negara bagian ini terbentuk pada tahun 1963 sebagai sebuah kerajaan. Konstitusi Malaysia menjamin adanya kebebasan beragama, namun kelompok fundamental agama mayoritas menggunakan kuasa politiknya untuk mencegah gerakan Kristen. Semua literatur Kristen yang dicetak hanya diperbolehan bagi orang bukan etnis Melayu. Etnis Melayu tidak diizinkan memiliki tempat ibadah Kristen. Beberapa buku dan literatur lainnya yang berisi tentang Islam dilarang oleh pemerintah untuk mencegah adanya penggunaan istilah agama yang tidak sah. Izin untuk membangun gereja jarang diberikan dan gereja-gereja rumah benar-benar dilarang. Kebebasan mengeluarkan pendapat dan pertemuan publik juga dilarang. Orang-orang Kristen berjumlah 8,6% dari total penduduk.
AFGHANISTAN. Afghanistan tidak asing dengan peperangan. Invasi Soviet pada tahun 1978 menyebabkan bencana. Memasuki dekade berikutnya masih tidak membawa kedamaian bagi negara ini. Saat pemerintahan komunis kehilangan kekuasaannya, kelompok agama mayoritas mengambil alih kekuasaan dan terlibat dalam perang saudara yang semakin memburuk dan menjadi kontes supremasi politik dan agama yang kejam. Taliban membuat peraturan ketat. Wanita dilarang bersekolah atau bekerja serta harus berpakaian tertutup rapat (burqa). Pria harus berjanggut. Tidak boleh ada TV dan radio. Kebebasan berkumpul dihambat dan pernyataan iman dalam Kristus secara terbuka sering kali mengakibatkan kematian. Kekalahan Taliban disambut antusias oleh warga Afghanistan sendiri. Orang Kristen hanya seperseratus dari setiap 1 persen populasi. Masih ada 88 kelompok masyarakat yang belum dijangkau di negara ini.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Batu-Batu Tersembunyi |
Judul asli buku | : | The Hidden Stones in Our Foundations |
Penulis | : | Tim Voice of the Martyrs |
Penerjemah | : | Ivan Haryanto |
Penerbit | : | Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2005 |
Halaman | : | 139 -- 153 dan 160 -- 161 |
SOMALIA: Pada tahun 1969, diktator Siad Barre berkuasa di Somalia. Ia bergantung pada politik Perang Dingin untuk mendapatkan bantuan dan persenjataan dari luar negeri. Barre juga memanfaatkan perang antarklan di Somalia untuk mempertahankan kekuasaannya. Saat pemerintahan Barre tumbang pada tahun 1991, yang ada di Somalia hanyalah perang antaretnis dan perang antarklan. Tanpa adanya pusat pemerintahan, pelaksanaan hukum agama mayoritas berbeda antara satu tempat dengan tempat lain. Bagi orang Kristen yang berjumlah 0,04% dari populasi, mengadakan persekutuan dengan saudara seiman lainnya merupakan hal yang berbahaya sejak kekuasaan agama mayoritas semakin kuat di sejumlah bagian negara tersebut. Banyak orang Kristen melarikan diri ke negara tetangga. Namun, orang-orang percaya tetap percaya bahwa Kristus akan menyediakan penghiburan dan persekutuan yang mereka perlukan.
NIGERIA: Sejak ditinggalkan Kerajaan Inggris pada tahun 1960, Nigeria hanya mengalami 1 dekade pemerintahan terpilih sampai saat Presiden Olusegun Obasanjo terpilih pada tahun 1999. Obasanjo mengatakan bahwa ia menemukan Tuhan pada waktu ia dipenjarakan oleh diktator militer sebelumnya. Pada masa lalu, warga beragama mayoritas diberi perlakuan istimewa dibandingkan warga Kristen. Penduduk beragama tersebut banyak mendominasi Nigeria Utara dan kadang melakukan teror atas orang-orang Kristen, menghancurkan gereja, dan membunuh orang-orang percaya. Pemerintah bersikap tidak tahu-menahu atas ketidakadilan ini. Zamfara, negara bagian di utara, menjadi negara bagian pertama yang mengadopsi hukum agama tertentu. Para pemimpin Kristen berharap pemerintahan Obasanjo mengambil tindakan tegas terhadap hal tersebut. Gereja di Nigeria cukup kuat, 53% dari total penduduk beragama Kristen. Namun, sangat diprihatinkan adanya peningkatan aliran pemujaan dari luar negeri dan pencampuradukan kekristenan dengan kepercayaan berhala tradisional negara tersebut. Banyak pemeluk agama lain yang mulai terbuka dengan pengabaran Injil. Ribuan orang telah datang kepada Kristus tetapi banyak di antara mereka yang menghadapi ancaman kematian dan diskriminasi. Sekarang sudah ada sekitar 5.000 orang Kristen di antara penduduk suku Fulani yang berasal dari agama lain.
KEPULAUAN KOMORO: Negara Kepulauan Komoro memperoleh kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1975. Sejak saat itu mereka mengalami 17 kali perebutan kekuasaan, termasuk penyerangan dari Perancis. Pada bulan Oktober 1997, sebuah konstitusi baru yang disetujui oleh 85% suara, meningkatkan pengaruh agama mayoritas begitu besar. Orang-orang Kristen yang berjumlah 0,6 persen dari total populasi, dilarang bersaksi dalam masyarakat atau mengadakan pertemuan secara terbuka. Pada bulan Oktober 1999, 2 orang Kristen dipenjarakan hanya karena memiliki kopi film Yesus dalam bahasa setempat.
GUINEA KHATULISTIWA: Setelah 190 tahun berada di bawah pemerintahan Spanyol, Guinea Khatulistiwa muncul pada tahun 1969 sebagai negara diktator di bawah pemerintahan Marcias Nguema. Dekade berikutnya terdapat penindasan hebat yang dialami penduduknya. Dengan bantuan dari Uni Soviet, Nguema membunuh puluhan ribu rakyat. Perebutan kekuasaan militer pada tahun 1979 menciptakan sebuah pemerintahan di bawah pimpinan presiden dari satu partai. Sebelum kemerdekaan diperoleh dari Spanyol, Guinea Khatulistiwa merupakan salah satu negara paling makmur di Afrika. Namun, sekarang negara itu menjadi salah satu negara termiskin. Para pemimpin gereja dipaksa untuk bergabung dengan pemerintah yang tidak adil atau mereka akan mengalami penderitaan. Yang menyedihkan, banyak yang tidak tahan mengalami tekanan ini dan melemahkan firman Tuhan yang mereka sampaikan. Hari ini, orang Kristen dilarang untuk bersaksi secara terbuka dan tidak ada denominasi baru yang disetujui. Hanya ada sedikit utusan Injil di negara yang 83% penduduknya beragama Islam. Jumlah umat kristiani di negara ini hanya 5%.
AZERBAIJAN: Azerbaijan telah didominasi oleh tetangga-tetangganya selama berabad-abad. Selama abad ke-20, Azerbaijan tunduk kepada Rusia. Namun, pada tahun 1991 negara ini keluar dari blok Soviet. Populasi Kristen hampir seluruhnya orang Armenia dan Rusia; banyak yang melarikan diri karena adanya pembantaian pada tahun 1989. Sementara pemerintah Azerbaijan secara resmi menjamin kebebasan beragama, kelompok nasionalis menjadi semakin berkarakteristik agama tertentu dan anti Kristen. Orang Kristen berjumlah 5% dari penduduk Azerbaijan. Gereja-gereja Armenia telah ditutup dan hanya sedikit orang yang pernah tinggal di Azerbaijan akan merasa cukup aman mengikuti kebaktian jika gereja-gereja tersebut dibuka kembali. Salah satu gereja terbesar di negara ini diserang pada bulan September 1999, dan para pemimpin gereja dan jemaat yang hadir diinterograsi oleh polisi. Literatur Kristen dapat dicetak jika mendapatkan izin pemerintah, yang tidak pernah dipenuhi. Sekarang hanya ada sekitar sepuluh literatur Kristen yang dapat diperoleh dalam bahasa Azeri.
TAJIKISTAN: Pemerintahan komunis yang sudah berkuasa selama 70 tahun meninggalkan negara ini dalam kondisi ekonomi yang hancur. Sejak memperoleh kemerdekaannya dari Kerajaan Soviet pada tahun 1992, Tajikistan mengalami masalah korupsi, perang saudara, dan kemiskinan. Banyak orang berjuang untuk mendapatkan makanan yang cukup setiap hari. Hidup di negara yang mayoritas penduduknya beragama tertentu cukup keras dan pengaruh agama tersebut semakin meningkat hebat. Orang Kristen yang berjumlah 1% dari total populasi harus berhati-hati menjaga segala bukti iman mereka. Mereka yang memiliki bahan-bahan rohani menyadari diri mereka beruntung. Akhir-akhir ini beberapa literatur telah dicetak, termasuk sebuah Alkitab anak-anak dan kursus korespondensi. Namun, masih terdapat kurang dari sepuluh literatur Kristen yang dapat diperoleh dalam bahasa Tajik.
TURKMENISTAN: Meskipun pemerintahan komunis Uni Soviet jatuh pada tahun 1990 dan pada tahun 1991 Turkmenistan mendapat kebebasan, banyak orang masih menganut sistem lama. Segera setelah Turkmenistan memperoleh kebebasannya, Presiden Saparmurad Niyazov menamakan dirinya "Turkmenbashi", yang berarti pemimpin orang Turkmen, dan membangun pengaruh bagi dirinya sendiri. Siapa pun yang berusaha melawannya dalam pemilihan demokratis akan mengalami tekanan. Perlahan-lahan, Turkmenistan menjadi negara agama. Akibatnya, kekristenan di Turkmenistan sangat menderita. Komite Keamanan Nasional atau KNB dan pihak kepolisian memonitor gereja yang tak terdaftar di ibukota, Ashgabad, pada tanggal 13 November 1999. Segera setelah itu, peralatan berat penghancur didatangkan ke tempat tersebut dan meratakan gereja yang dibangun pada tahun 1992 itu. Para pelajar Kristen yang kuliah di beberapa universitas di sana mendapat ancaman pengusiran. Meskipun jumlah orang Kristen di Turkmenistan sedikit, mereka masih memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Melalui film dan video Yesus, yang diterima dengan baik, banyak orang telah menerima anugerah keselamatan dari Yesus Kristus.
UZBEKISTAN: Selama Perang Dingin, orang-orang Kristen di Uzbekistan menderita di bawah rezim totaliter komunis. Sebuah periode yang relatif bebas terjadi, menyusul jatuhnya Kerajaan Soviet. Sekitar 4,7% dari penduduk negara ini beragama Kristen dan mereka mengalami kesulitan. Setiap gereja harus memiliki surat-surat pendaftaran pemerintah resmi supaya dapat mengadakan ibadah. Sering kali, secara tak terduga polisi mendatangi gereja-gereja untuk menginspeksi surat-surat pendaftaran mereka. Gereja yang tidak dapat dengan segera menunjukkan surat pendaftarannya ditutup dan pintunya disegel oleh polisi. Para pendeta ditangkap dan ditahan, dan para anggotanya diancam. Banyak orang Kristen di Uzbekistan tetap menyembah Tuhan dan menjangkau orang lain meskipun mendapat ancaman pemerintah.
NEPAL: Nepal merupakan satu-satunya negara Hindu di dunia. Sebanyak 89% penduduknya beragama Hindu. Orang Kristen hanya 0,58% dari populasi yang ada. Kekacauan masyarakat pada tahun 1990 mengakibatkan perluasan liberalisasi kendali pemerintah, termasuk kebebasan mengakui dan melakukan praktik agama, namun tidak termasuk mengajak orang lain masuk dalam agama tertentu. Dalam praktiknya, penganiayaan lokal terhadap orang-orang Kristen biasa terjadi, khususnya mereka yang bersaksi kepada orang Hindu. Pada bulan Maret 1999, polisi menyerang sekelompok orang Kristen yang sedang menyiapkan kebaktian Paskah. Mereka memukuli orang-orang Kristen tersebut dan melukai lebih dari 200 orang. Pada tahun 1998, Pendeta Gopal Kham Magar dan Pendeta Kham Magar dibunuh oleh polisi. Pemerintah menyatakan bahwa mereka disalahkan karena menjadi aktivis komunis. Pendeta yang lain juga dibunuh dengan tuduhan yang sama.
BHUTAN: Negara yang kurang berkembang ini keluar dari feodalisme dan menjadi monarki konstitusional. Bhutan terisolasi dari negara luar sampai tahun 1949 saat Komunis mengambil alih China dan memaksa Bhutan menghentikan kegiatan bisnis eksklusifnya dengan Tibet. Kesaksian Kristen sangat dilarang sampai tahun 1965. Kemudian negara ini terbuka selama lebih dari dua dekade. Akhirnya, terlihat kemajuan kekristenan dan sejak saat itu larangan baru dikeluarkan. Kegiatan misi hanya diizinkan beroperasi dalam proyek kemanusiaan, dengan kondisi mereka tidak dapat melakukan penginjilan. Dengan adanya masalah terbesar Bhutan -- penyakit kusta -- yang hampir memusnahkan negara tersebut, para utusan Injil beroleh kesempatan untuk tetap tinggal. Orang Kristen di negara ini berjumlah hanya 0,33% dari populasi keseluruhan. Beberapa orang Bhutan datang kepada Kristus karena kesaksian orang-orang percaya dari India yang mengunjungi Bhutan. Semua kegiatan ibadah yang dilakukan oleh kelompok di luar agama mayoritas, dinyatakan ilegal. Salah satu kebutuhan terbesar Bhutan adalah Alkitab dalam bahasa Dzongkha.
SRI LANKA: Negara ini merupakan surga potensial, daratannya subur dan pantai-pantainya ditumbuhi banyak pohon kelapa dan buah-buahan tropis yang eksotik. Namun, sejak awal tahun 1980-an kekerasan menguasai Sri Lanka. Perang saudara pecah pada tahun 1983 antara dua fraksi politik berkuasa. Sejak saat itu, Sri Lanka terus-menerus berada dalam kondisi negara darurat. Dua abad yang lalu, kekristenan memiliki pengaruh besar di negara ini. Namun saat ini, orang Kristen yang berjumlah sekitar 7,6% dari populasi yang ada, mengalami penganiayaan oleh kelompok agama mayoritas. Banyak orang Sri Lanka memiliki persepsi buruk terhadap orang-orang percaya. Mereka menganggap kekristenan merupakan agama asing dan paksaan penjajah. Kebebasan untuk menyatakan kepercayaan dan akses dalam dunia pendidikan merupakan hal terlarang bagi para pengikut Kristus.
MYANMAR: Sejak diduduki Jepang pada tahun 1942, negara ini cukup mengenal dunia peperangan. Negara ini terdiri dari tujuh distrik dan tujuh negara bagian etnis minoritas yang menjadi tempat peperangan antaretnis. Diktator militer memerintah negara ini dan menolak usaha warga negaranya yang mengusahakan demokratisasi negara ini. Rezim militer ini berusaha mengendalikan setiap aktivitas keagamaan. Hampir seluruh misi Kristen diusir pada tahun 1966. Namun syukurlah benih-benih penginjilan telah berakar dan orang. orang Kristen, 6,5% dari seluruh penduduk, tetap berpegang teguh dalam kesengsaraan.
SIPRUS: Siprus diperintah oleh Inggris sampai tahun 1960, dan terpecah menjadi dua kelompok masyarakat, Yunani dan Turki. Situasi politik yang telah berlangsung lama di negara ini sangat membutuhkan adanya resolusi. Banyak penganut Mormon dan saksi Yehova yang tinggal di pulau ini dibandingkan orang-orang yang hidup benar-benar menuruti firman Tuhan, meskipun 78% dari penduduk pulau ini menyatakan dirinya sebagai orang Kristen. Siprus hanya memiliki sedikit misionaris dan mereka menghadapi perlawanan. Di sebelah utara daerah Turki di mana penduduknya beragama lain tidak ada kesaksian aktif yang diperbolehkan dan gereja terbatas bagi kelompok kecil orang-orang percaya.
KUBA: Pulau yang berjarak hanya 135 kilometer dari selat Florida ini merupakan salah satu negara komunis yang terakhir. Pada tahun 1959, Fidel Castro berkuasa dan mengancam orang-orang Kuba dengan sosialisme atau mati. Pada tahun 1960-an, Castro memberi label orang-orang Katolik dan Kristen dengan istilah "sampah masyarakat". Ia memaksa kalangan orang awan maupun pendeta masuk dalam kamp kerja paksa di bawah kondisi yang tidak manusiawi. Banyak perubahan terjadi dalam tahun 1999. Gerakan penginjilan terbuka dilakukan untuk pertama kalinya sejak berkuasanya Castro. Kelihatannya ada keterbukaan bagi Injil, dan 44,1% penduduknya menyatakan dirinya sebagai orang Kristen. Namun, sempat dilaporkan pula bahwa dalam tahun 1999 pihak berwenang Kuba membakar ribuan Alkitab di dekat daerah yang bernama Arroyo Naranjo.
INDIA: Keanekaragaman bahasa, ras, etnis, dan agama di India berjalan terhuyung-huyung. Dalam tahun-tahun terakhir beberapa negara bagian India dicemaskan oleh kekerasan agama, saat kelompok radikal Hindu mengadakan konflik terbuka secara meningkat terhadap orang-orang Kristen. Pada bulan Januari 1999, utusan Injil dari Australia, Graham Staines dan dua anak laki-lakinya dibakar sampai mati oleh kelompok radikal Hindu di sebelah timur laut negara bagian Orissa. Orang Hindu yang bertobat menjadi Kristen sering kali diusir dari keluarga mereka. Mereka mengalami kemiskinan dan pengasingan. Dalam tahun terakhir dilaporkan terdapat beberapa pendeta dan pastor dipukuli, biarawati diserang, bahkan diperkosa, dan kekerasan lainnya yang ditujukan kepada orang-orang Kristen di Orissa dan Gujarat. Umat Kristen berjumlah 2% dari 1,13 milyar penduduk India dan ribuan umat kristiani mengalami penganiayaan.
CHECHNYA (RUSIA): Saat pemberontak Chechen berjuang bagi kemerdekaan dari Rusia, orang-orang Kristen menjadi sasaran mereka. Kekerasan ini semakin meningkat dalam tahun 1999. Pemimpin Gereja Baptis Grozny, Aleksander Kulakov, berumur 65 tahun, dilaporkan telah dipenggal kepalanya tahun 1999. Kepala tersebut dipajang di sebuah pasar setempat. Meningkatnya orang-orang Kristen yang menjadi sasaran penculikan dan pembunuhan brutal terus-menerus di Chechnya menyebabkan hampir seluruh penginjil Kristen di Grozny melarikan diri ke Rusia sebelah selatan untuk mendirikan pemukiman baru. Jemaat Grozny yang terisolasi terdiri dari sekitar 100 wanita lanjut usia dan para yatim piatu.
KOLOMBIA: Orang-orang Kristen di Kolombia telah menjadi sasaran Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia -- para pemberontak petani pengikut paham Marxist-Leninist yang didirikan oleh pemimpin gerilyawan terkenal Tito Fijo pada tahun 1964. Angkatan bersenjata ini beroperasi secara nasional dan mengendalikan ribuan hektar ladang obat bius. Presiden Andres Pastrana menyerahkan FARC secara efektif kendali atas daerah selebar lebih dari 24.000 km di selatan Kolombia bagian tengah. Para misionaris menyatakan keprihatinan mereka terhadap keamanan para pendeta dan orang-orang percaya yang berada di zona ini. Dalam bulan Oktober 1999, para gerilyawan mengeluarkan perintah pemberhentian bagi semua gereja dan pendeta penginjil, yang dapat berarti bahwa kehidupan mereka berada dalam bahaya jika mereka tetap melanjutkan kegiatan mereka. Beberapa gereja telah ditutup di daerah ini. Gereja yang diizinkan mengadakan kebaktian diberlakukan jam malam mulai pukul 6 sore. Aktivitas keagamaan publik juga telah dilarang.
INDONESIA: Negara ini adalah negara dengan pulau terbanyak di dunia dengan sekitar 13.500 pulaunya dan ragam etniknya yang besar pula dari 220 juta jiwa penduduknya. Di beberapa pulau, termasuk pulau utama Jawa, banyak gereja-gereja yang dihancurkan atau dibakar. Tak sedikit dari gereja-gereja itu masih kesulitan mendapatkan izin pembangunan kembali atau renovasi gedung. Dari data yang berhasil dikumpulkan, dilaporkan sudah ratusan gereja diserang orang-orang beragama lain dari kelompok fundamental dan sejumlah orang Kristen mati terbunuh atau teraniaya, juga hamba Tuhan atau aktivis ang dipenjara. KeKristenan dianggap hal yang asing dan membahayakan ajaran umat beragama lain. Anggapan tersebut banyak mendasari sejumlah pengrusakan tempat badah dan penganiayaan. Kekacauan besar sepanjang sejarah di negeri ini terjadi ketika tindakan brutal kelompok fundamental menyebabkan jutaan orang Kristen menjadi pengungsi dan terbunuh dalam jumlah yang sangat besar. Upaya mendirikan negara berdasarkan hukum agama mayoritas oleh kelompok fundamental sering kali disertai kekerasan meskipun ditentang oleh kelompok agama mayoritas nasionalis dan kaum nasionalis. Kelompok agama mayoritas dalam negara ini mendapat perlakuan khusus dari pemerintah, sedangkan kegiatan orang Kristen cukup terbatas, seperti kesulitan alam mendapatkan izin membangun gereja dan melakukan aktivitas kerohanian di sejumlah tempat. Di pulau Bali dengan agama mayoritas lainnya, pengakuan iman Kristiani juga menghadapi tantangan iman. Di Bali, puluhan orang Kristen yang diusir dari desanya karena berpindah iman dari agama mayoritas, dan pada bulan Februari 2002 sebanyak 11 rumah orang Kristen dibakar. Orang Kristen di negara ini berjumlah sekitar 12,5 persen dari total penduduk.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Batu-Batu Tersembunyi |
Judul asli buku | : | The Hidden Stones in Our Foundations |
Judul artikel | : | Pemetaan Negara Doa |
Penulis | : | Tim Voice of the Martyrs |
Penerjemah | : | Ivan Haryanto |
Penerbit | : | Yayasan Kasih Dalam Perbuatan, Surabaya 2005 |
Halaman | : | 153 -- 160 dan 163 -- 171 |
Dalam suatu kehidupan berjemaat, anggota jemaat akan mengamati kehidupan pemimpinnya, bahkan mereka menuntut pemimpinnya untuk dapat dijadikan sebagai panutan atau teladan. Bukan perkataannya saja yang dilihat, tetapi apa yang dilakukan pemimpin lebih menjadi fokus perhatian jemaat.
1 Petrus 5:3 mengatakan, "janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi TELADAN bagi kawanan domba itu." Sedangkan Tuhan Yesus sendiri dalam Yohanes 13:15 memberikan contoh kepada para pemimpin untuk menjadi teladan, "sebab Aku telah memberikan suatu TELADAN kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu."
Dalam Keluaran 18:25 dikatakan, "Dari seluruh orang Israel Musa memilih orang-orang yang cakap dan mengangkat mereka menjadi kepala atas bangsa itu, menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang." Dari ayat ini, kita dapat melihat bahwa Musa memilih orang-orang yang cakap dan menjadikan mereka pemimpin, yaitu pemimpin atas seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang, dan pemimpin sepuluh orang. Musa memilih orang-orang yang cakap, berkapasitas, dan sanggup memimpin.
Sekarang ini, gereja kekurangan pemimpin yang dinamis. Banyak orang menyebut dirinya pemimpin, tetapi sebenarnya mereka melakukan suatu kepemimpinan yang semu, karena mereka tidak memiliki kapasitas sebagai pemimpin yang cakap. Seorang pemimpin yang dinamis hanya mengenal istilah MAJU. Dia tidak mengenal istilah mundur atau menyerah, dia juga memiliki keyakinan penuh bahwa Tuhan pasti membuka jalan untuk pekerjaan atau pelayanan yang dikerjakannya.
Karakter pemimpin yang dinamis.
Perbedaan antara pemimpin yang dinamis dan pemimpin yang semu.
Dinamis
Semu
Jadilah Teladan
Syarat terpenting seorang pemimpin adalah menjadi teladan! Jika dilihat dari bahasa Yunani, kata yang diterjemahkan menjadi TELADAN adalah TUPOS, yang berarti model, gambar, ideal, atau pola. Pemimpin harus dapat menjadi contoh dalam kesetiaan, kekudusan, ketekunan, serta kesalehan. Hai Pemimpin! Mari Jadilah teladan dan jadilah contoh ideal!
Diambil dari:
Judul majalah | : | abbavoice, Volume 3, Edisi Pembentukan dan Pengabdian |
Penulis | : | Lim/DEV/Daud Wira |
Penerbit | : | Abbalove Ministries |
Halaman | : | 33 -- 34 |
Sahabat-sahabat Yesus saat itu tidak sedang mengharapkan apa yang akan mereka lihat. Meskipun mereka telah mendengar dan mengikuti pengajaran Yesus dengan saksama selama 3 tahun, mereka benar-benar tak pernah mengerti sepenuhnya bahwa Dia akan bangkit dari kematian. Maka, tentunya mereka tidak akan memunyai alasan untuk mengarang cerita-cerita yang mengklaim bahwa mereka telah melihat Dia. Bagi mereka, itu pun bukan pilihan. Sudah pasti, mereka kehilangan Yesus. Dan sama seperti siapa pun dari kita yang kehilangan seseorang yang sangat dikasihi atau sahabat yang sangat dirindukan untuk bertemu, begitu pula mereka memiliki kerinduan bertemu Yesus. Mereka tak pernah menyangka mereka akan pernah bertemu Dia lagi (Yohanes 20:9). Namun, mereka sungguh melihat Dia. Pertama-tama di kubur. Kemudian di jalan yang berdebu menuju Emaus. Lalu di ruang atas. Berulang kali, di dalam peristiwa yang berbeda, Yesus menampakkan diri kepada sahabat-sahabat-Nya. Selama 40 hari Dia membuat kehadiran-Nya diketahui di seluruh negeri itu. Mari kita amati siapa saja yang telah melihat Yesus dan di mana Dia menampakkan diri. Ini menjadi kepingan bukti lainnya akan kebangkitan Yesus.
Kepada Maria Magdalena di Kubur (Yohanes 20:11-18)
Maria telah berdiri di luar kubur kosong itu sambil menangis karena seperti yang dikatakannya, "Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan" (ayat 13). Kematian Yesus, berpadu dengan ketakutan Maria bahwa tubuh-Nya telah dicuri, sudah menenggelamkannya dalam keputusasaan yang menghancurkan hati. Tetapi ketika Yesus mengejutkan Maria dengan berseru: "Maria!" sehingga ia dapat mengenali-Nya, maka ia bergegas menghampiri Dia dengan sukacita dan kelegaan. Lalu Maria berlari untuk memberitahukan para murid lain bahwa ia telah melihat Tuhan.
Kepada Beberapa Perempuan Ketika Mereka Berlari dari Kubur Itu (Matius 28:9-10)
Perempuan-perempuan ini telah mendengar bahwa Yesus hidup, sekalipun mereka belum melihat Dia. Mereka baru saja meninggalkan kubur itu, di mana seorang malaikat telah memberitahukan bahwa Yesus sudah "bangkit dari antara orang mati". Ketika mereka melihat Tuhan, mereka "memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya" (ayat 9). Yesus berkata kepada mereka agar menyebarkan berita bahwa Dia hidup dan memberitahu murid-murid agar menemui-Nya di Galilea.
Kepada Dua Orang Murid di Jalan Menuju Emaus (Lukas 24:13-32)
Bayangkan drama peristiwa ini. Dua murid sedang berjalan menyusuri 7 mil yang berdebu dari Yerusalem ke Emaus ketika seorang sesama pejalan kaki bergabung dengan mereka dan mulai menyapa, menanyakan apa yang sedang mereka perbincangkan. Kelihatannya, mereka sedang mendiskusikan kematian dan penguburan Yesus. Mereka terkejut bahwa orang asing itu tidak mengetahui topik yang sedang mereka bicarakan. Karena itu mereka berkata, "Apakah Engkau ingin mengatakan bahwa Engkau tidak mengetahui tentang kematian Yesus?" Kemudian kedua orang itu menjelaskan mengapa mereka begitu bersedih, bahwa meskipun beberapa perempuan telah melihat kubur kosong dan mengklaim bahwa Yesus hidup, namun mereka belum melihat Dia. Murid-murid ini tidak akan percaya tanpa melihat sendiri buktinya. Sebuah kejutan yang luar biasa menanti keduanya ketika mereka tiba di Emaus. Mereka bertiga berhenti untuk makan, dan saat mereka makan, "terbukalah mata" murid-murid itu dan mereka mengenali bahwa orang asing yang misterius ini adalah Yesus. Tetapi sebelum mereka sempat berkata-kata lebih lanjut, Dia "lenyap dari pandangan mereka" (ayat 31).
Kepada Petrus di Lokasi yang Tidak Diketahui (Lukas 24:33-35)
Di dalam ayat-ayat ini, kita tidak diberi suatu tampilan langsung tentang pertemuan antara Yesus dan Petrus. Apa yang kita tahu adalah ketika murid-murid yang telah pergi ke Emaus itu kembali, mereka mengetahui bahwa Petrus pun telah melihat Tuhan. Bayangkan kegembiraan meluap-luap yang pasti telah timbul di tempat itu!
Kepada Sepuluh Murid di Ruang Atas (Lukas 24:36-43)
Tiba-tiba pertemuan ibadah para murid ini mengalami interupsi. Sementara mereka duduk sambil bertukar cerita tentang perjumpaan yang menggetarkan dengan Yesus, Dia tiba-tiba muncul. Seperti yang mungkin sudah diduga, orang-orang ini sangat terkejut karena mereka pikir mereka sedang melihat hantu (ayat 37). Yesus segera menyingkirkan pemikiran itu dengan menawarkan mereka agar menyentuh tangan dan kaki-Nya, dan dengan makan malam bersama mereka.
Kepada Sebelas Murid di Ruang Atas (Yohanes 20:26-31)
Itu pastilah minggu yang panjang bagi Tomas. Kesepuluh murid lainnya telah bertemu dengan Yesus di ruang atas itu, tapi dia belum. Tentu mereka telah membuang waktu untuk berusaha meyakinkan Tomas bahwa mereka benar-benar telah melihat Yesus. Namun, dia bereaksi sama dengan murid-murid lainnya ketika mereka mendengar dari perempuan-perempuan yang pertama kali melihat Yesus. Mereka tidak dapat diyakinkan tanpa bukti yang nyata, dan Tomas menginginkan hal yang sama. Sekarang dia hampir mendapatkan gilirannya. Tiba-tiba Yesus menampakkan diri kepada mereka dan berkata kepada Tomas, "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku" (ayat 27). Lalu Tomas percaya sambil berseru, "Ya Tuhanku dan Allahku!" (ayat 28).
Kepada Tujuh Orang di Danau Galilea (Yohanes 21:1-25)
Keadaan telah mulai kembali normal bagi para murid. Mereka telah kembali bekerja. Beberapa di antara mereka pergi menangkap ikan sepanjang malam di Danau Galilea. Tetapi ikan-ikan tidak mau bekerja sama dengan mereka, dan perahu mereka kosong. Tatkala terang mentari mulai menyinari air danau itu, mereka melihat seorang laki-laki berdiri di pantai, yang berteriak memberi petunjuk kepada mereka. Ketujuh pelaut itu melakukan apa yang dikatakan-Nya dan semua ikan yang berhasil mereka tangkap hampir menenggelamkan perahu mereka. Ketika Yohanes memberitahukan Petrus, "Itu Tuhan!" (Yohanes 21:7), Petrus menyelam ke dalam air dan berenang ke pantai. Ketika mereka semua tiba di pantai, mereka melihat Yesus telah menyiapkan sarapan bagi mereka berupa ikan dan roti yang masih panas. Kemudian Yesus menawarkan diri untuk memasak beberapa ikan yang baru saja mereka tangkap.
Kepada Sebelas Murid di Atas Bukit (Matius 28:16-20)
Ini adalah pertemuan terencana pertama antara Yesus dan para murid yang tercatat setelah kebangkitan-Nya. Matius menulis bahwa para murid itu mendahului berangkat "ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka" (Matius 28:16). Di sana, Dia bertemu dengan kesebelas murid, dan mungkin beberapa orang lainnya. Barangkali ini termasuk "lima ratus saudara" yang disebutkan dalam 1 Korintus 15:6. Yang penting di sini adalah meskipun kesebelas murid itu menyembah Yesus ketika mereka melihat Dia, "beberapa orang ragu-ragu" (Matius 28:17). Sekalipun mungkin beberapa dari orang-orang ini tetap meragukan kebangkitan Yesus, namun lebih mungkin lagi orang-orang yang skeptis itu adalah murid-murid yang tidak memiliki kesempatan menyentuh Yesus dan makan bersama-Nya. Secara alamiah, mereka akan lebih ragu untuk percaya bahwa orang ini adalah orang yang sama yang telah disalibkan beberapa minggu sebelumnya. Ditulisnya laporan yang menyebutkan adanya beberapa orang yang ragu-ragu menunjukkan bahwa murid yang menuliskan kisah ini tidak takut menceritakan keragu-raguan dari beberapa orang pengamat.
Kepada Murid-Murid-Nya di Dekat Betani (Kisah Para Rasul 1:9-12)
Penampakan diri Yesus yang terakhir kepada para murid-Nya berakhir dengan hilangnya Dia dari pandangan mereka. Sementara Yesus berdiri sambil berbicara dengan mereka tentang perintah yang baru saja diberikan-Nya kepada mereka agar menjadi saksi-saksi-Nya, "Ia diangkat ke surga disaksikan oleh mereka dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka" (ayat 9). Hal ini sepenuhnya berubah menjadi permulaan yang baru bagi murid-murid. Hanya beberapa minggu sebelumnya, mereka adalah kelompok orang-orang yang patah semangat yang ditinggal mati Pemimpinnya. Sekarang mereka adalah para penginjil yang bersemangat. "Mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita" (Lukas 24:52), dan "Mereka pun pergi memberitakan Injil ke segala penjuru" (Markus 16:20).
Buktinya jelas. Yesus sungguh hidup. Sekarang tugas mereka adalah pergi dan memberitakan hal itu kepada orang-orang lain.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Seri Hikmat Ilahi: Benarkah Kristus Bangkit dari Kematian? |
Judul buku asli | : | Discovery Series Bible Study: "Did Christ Really Rise from The Dead?" |
Penulis | : | Tim RBC Ministries |
Penerjemah | : | Grace Purnamasari Christian |
Penerbit | : | Koordinator Seri/Panduan PA RBC Indonesia, Jakarta 2004 |
Halaman | : | 16 -- 19 |
Alkitab mengatakan bahwa setelah Yesus bangkit dari antara orang mati, Ia menampakkan diri berulang-ulang selama empat puluh hari kepada murid-murid-Nya dan beberapa orang dekat-Nya. Dalam penampakan tersebut, Ia tentu memunyai maksud-maksud, seperti membuktikan bahwa Ia sungguh-sungguh telah bangkit dan sudah menang terhadap maut, mengajar murid-murid tentang Kerajaan Allah (Kisah Para Rasul 1:3), dan mendelegasikan pemuridan kepada murid-murid-Nya (Matius 28:19-20).
Artikel ini akan secara khusus memaparkan tentang Yesus, yang sudah bangkit dari antara orang mati dan menampakkan diri-Nya untuk memberikan tugas pemuridan kepada murid-murid-Nya. Pemaparan ini didasarkan pada narasi penampakan Yesus kepada murid-murid-Nya di danau Tiberias, yang dilaporkan di dalam Injil Yohanes 21:1-14. Apa yang telah dicatat oleh Yohanes ini bukan hanya sekadar laporan peristiwa masa lalu, tetapi Yohanes melalui narasi tersebut menyampaikan pengajaran teologis kepada gereja masa kini tentang tugas pemuridan, yang didelegasikan-Nya kepada gereja.
Banyak orang berpikir bahwa murid-murid, yakni Simon Petrus, Tomas yang disebut Didimus, Natanael, dua anak-anak Zebedeus (Yakobus dan Yohanes), dan dua murid-Nya yang lain, berada di danau Tiberias dan menangkap ikan karena mereka mengalami kekecewaan dan kembali ke pekerjaan semula. Sepintas, tampaknya pendapat di atas menyatakan kebenaran, tetapi apakah pendapat itu sama dengan apa yang hendak disampaikan Rasul Yohanes melalui narasinya. Jika disimak dengan teliti, pendapat di atas melupakan beberapa data kecil tetapi penting dalam narasi yang diceritakan. Dengan melihat data-data tersebut, pembaca akan menangkap berita Yohanes 21:1-14 lebih jelas dan lebih baik.
Pada ayat 1, Rasul Yohanes menceritakan tentang penampakan Yesus di pantai danau Tiberias kepada murid-murid dengan menggunakan satu kata keterangan "lagi" (Yunani: "palin"). Setiap pembaca kata keterangan ini yang menaruh perhatian akan mendapatkan kesan yang kuat bahwa Rasul Yohanes hendak mengatakan bahwa penampakan di danau Tiberias bukanlah penampakan yang pertama, tetapi yang kesekian kali. Lebih tepatnya, penampakan di danau Tiberias adalah yang ketiga kalinya (ayat 14). Tentu saja yang dimaksud dengan penampakan ketiga itu bukan ketiga dari keseluruhan penampakan yang dicatat oleh penulis Perjanjian Baru. Akan tetapi, yang dimaksudkan penampakan ketiga ini adalah hitungan penampakan kepada murid-murid (tidak termasuk penampakan kepada Maria Magdalena) menurut laporan Yohanes saja.
Jika demikian, Yesus tentu sudah menampakkan diri-Nya dua kali sebelumnya. Menurut laporan Yohanes, penampakan-Nya yang pertama adalah ketika murid-murid tanpa Tomas berkumpul di tempat yang tertutup dan terkunci (Yohanes 20:19-23). Sebagai respons atas penampakan itu, mereka berkata kepada Tomas: "kami telah melihat Tuhan" (Yohanes 20:25). Sebelum penampakan ini, murid-murid dalam kondisi rohani yang sama dengan Tomas yang tidak percaya. Yohanes 20:8 menceritakan bahwa Maria Magdalena sudah mengatakan bahwa dirinya telah melihat Tuhan. Akan tetapi, mereka seakan-akan tidak memberi tanggapan atas kesaksian Maria Magdalena, dan bahkan mereka masih takut serta berkumpul di tempat terkunci. Pernyataan mereka kepada Tomas menyiratkan dengan jelas kondisi rohani mereka yang sudah berubah atau berbeda dari sebelumnya. Dengan tegas dan penuh keberanian, mereka berkata: "kami telah melihat Tuhan." Apakah di sini, kesan kekecewaan karena kematian Yesus masih ada pada murid-murid yang telah melihat Tuhan itu?
Sebagaimana mereka dingin dan tidak percaya atas kesaksian Maria Magdalena, demikian pula Tomas tidak percaya atas kesaksian mereka. Ketidakpercayaan Tomas sangat tersurat dengan mengatakan bahwa sebelum ia melihat bekas paku dan mencucukkan jarinya pada bekas paku tersebut, serta mencucukkan tangannya ke lambung Yesus, ia tidak akan percaya (Yohanes 20:25). Ketidakpercayaan Tomas ini dinyatakan secara tegas dengan pernyataan berbahasa Yunani "ou me pisteuso." Ungkapan ini hendak menyatakan gagasan bahwa Tomas sama sekali tidak akan pernah percaya. Kondisi rohani seperti ini menimbulkan pertanyaan mengapa ia tidak akakn pernah percaya meskipun murid-murid yang lain telah memberikan kesaksian mereka.
Yohanes 11:24 melaporkan tentang kepercayaan Marta tentang kebangkitan orang-orang mati pada akhir zaman. Tentu saja, kepercayaan ini kondisi umum di antara orang-orang Yahudi, kecuali kelompok Saduki. Tomas juga seorang Yahudi dan boleh dikatakan ia memunyai kepercayaan yang sama dengan Marta dan orang Yahudi pada umumnya. Dengan kepercayaan seperti itu, adalah mustahil baginya untuk percaya kalau ada orang yang memberitakan tentang kebangkitan orang pada masa sekarang ini. Jadi, ketidakpercayaannya akan kebangkitan Yesus boleh dikatakan menyatakan iman Yahudinya mengenai kebangkitan orang mati pada akhir zaman dan bukan pada masa sekarang ini. Tomas adalah seorang yang berdiri teguh pada keyakinan Yahudi namun akan mengubah keyakinannya dengan satu syarat. Apakah syaratnya? Jika ia melihat bekas paku dan mencucukkan jari pada bekas paku tersebut, serta mencucukkan tangannya ke lambung Yesus.
Demi mengubah keyakinan Tomas, Yesus menampakkan diri yang kedua kali, serta berkata kepadanya: "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." (Yohanes 20:27b) Dari perkataan Yesus ini, setiap pembaca dapat menangkap maksud penampakan yang kedua ini. Sangat jelas, Yesus menghendaki Tomas percaya bahwa Ia benar-benar sudah bangkit dari antara orang mati sekarang, bukan nanti pada waktu kebangkitan orang-orang mati pada akhir zaman. Fakta kebangkitan ini bukan isapan jempol dan bukan halusinasi semata. Tetapi, ada satu fakta yang mampu mengubah keyakinan Yudaisme Tomas yang kokoh. Perubahan itu tertera dalam pengakuannya kepada Yesus: "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yohanes 20:28). Apakah seseorang yang telah mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Allahnya masih memunyai kekecewaan atas kematian Yesus? Bukankah pengakuan itu memberi kesan sebaliknya?
Jika para pembaca dapat mengikuti jalan cerita yang disampaikan oleh Rasul Yohanes, kesan bahwa murid-murid berada di danau Tiberias karena mereka kecewa atas kematian Yesus, pasti tidak akan ada lagi. Mereka yang berada di danau Tiberias adalah komunitas orang-orang yang percaya bahwa Yesus sudah bangkit dan mereka adalah saksi mata atas kebangkitan itu. Lalu, mengapa mereka ada di sana? Apakah mereka kembali melakukan pekerjaan mereka yang kurang lebih tiga tahun telah mereka tinggalkan? Biarlah pertanyaan-pertanyaan ini dijawab berdasarkan apa Alkitab sendiri katakan.
Alkitab mencatat perkataan Yesus kepada murid-murid sebelum kematian-Nya. Ia berkata, "Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea." (Markus 14:28; Matius 26:32) Setelah Ia bangkit, melalui perempuan-perempuan yang melihat kubur Yesus yang kosong disampaikan pesan supaya murid-murid ke Galilea untuk melihat Tuhan (Markus 16:7; Matius 28:10). Mencermati data-data Alkitab di atas, keberadaan murid-murid di danau Tiberias (di daerah Galilea) jauh dari fakta bahwa mereka kecewa karena kematian Yesus dan kembali ke pekerjaan sebagai nelayan, yang mereka telah tinggalkan selama kurang lebih tiga tahun. Mereka adalah komunitas orang-orang yang memercayai kebangkitan Yesus. Mereka berada di danau Tiberias sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah Tuhan, yang mendahului mereka dan juga suatu bentuk kerinduan mereka berjumpa dengan-Nya. Pada sisi lain, ketika Tuhan memerintahkan mereka untuk ke Galilea, pastilah Ia memunyai satu maksud atas perintah-Nya tersebut. Apakah maksud-Nya itu?
Rasul Yohanes memberi kesan bahwa murid-murid sudah sekian lama berada di danau itu. Kata yang diterjemahkan "berkumpul" adalah frase Yunani "esan homou", yang berarti "ada bersama". Kata "esan" adalah dalam bentuk "Indikatif Imperfek", yang menyatakan keberadaan mereka di danau itu sudah berlangsung sekian lama, tetapi mereka belum juga melihat Tuhan. Apakah Tuhan yang dapat menampakkan diri meskipun di tempat tertutup dan terkunci itu tidak sanggup menampakkan diri-Nya di tempat terbuka seperti di danau Tiberias ini?
Ketika menanti untuk melihat Tuhan dan mungkin disertai rasa lapar, Petrus berkata hendak menangkap ikan. Inisiatif Petrus ini didukung oleh teman-temannya. Oleh sebab itu, mereka pergi ke danau untuk menangkap ikan. Inti narasi dari drama penampakan itu baru saja dimulai. Semalam-malaman mereka berusaha menangkap ikan, tetapi mereka tidak mendapatkan apa-apa. Menjelang siang ketika mereka akan mendarat, Yesus menampakkan diri-Nya dan berkata kepada mereka, "'Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?' Jawab mereka: 'Tidak ada.'" (Yohanes 21:5b) Kemudian Yesus memerintahkan mereka untuk menebarkan jala dan mereka menangkap banyak ikan sehingga tidak dapat menariknya. Peristiwa penangkapan ikan itu membuat murid yang dikasihi Yesus berkata kepada Petrus, "Itu Tuhan." (Yohanes 21:7) Peristiwa penangkapan ikan seakan-akan mengingatkan murid-murid akan sesuatu.
Lukas 5:1-11 menceritakan peristiwa penangkapan ikan yang hampir sama dengan yang dilaporkan Yohanes 21. Jika cerita Lukas dibaca dengan teliti, maksud utamanya tampak di dalam perintah Yesus kepada Simon Petrus dan kawan-kawan. Mereka harus menebarkan jala untuk menangkap ikan. Ia menginginkan mereka menjadi penjala manusia. Ia berkata, "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia." (Lukas 5:10) Peristiwa penangkapan ikan tersebut dipakai oleh Yesus untuk memanggil mereka menjadi penjala manusia. Penjala manusia bertugas untuk menjadikan orang lain murid Yesus. Ketika peristiwa yang hampir sama terjadi lagi tiga tahun kemudian, murid yang dikasihi Yesus itu teringat pada peristiwa yang terjadi tiga tahun sebelumnya, seperti yang dilaporkan oleh Lukas. Oleh sebab itu, Yohanes kemudian dapat berkata "Itu Tuhan" kepada Simon Petrus.
Rasul Yohanes melalui narasinya seakan-akan hendak mengatakan bahwa jika tiga tahun yang lalu Yesus telah memanggil murid-murid menjadi penjala manusia pada peristiwa penangkapan ikan yang menakjubkan, sekarang pada penampakan di danau Galilea, Ia mengadakan penangkapan yang lebih menakjubkan lagi. Panggilan itu mungkin lebih tepat diingat sebagai pembaruan panggilan; sebagaimana sukses penangkapan ikan itu karena perintah-Nya, demikian pula dengan sukses menjadikan orang lain murid-Nya.
Narasi Yohanes (dan Lukas) di atas tentu saja bukan sekadar melaporkan keajaiban masa lalu yang sudah tidak bermakna lagi bagi gereja masa kini. Sebagaimana gereja memperingati kebangkitan Yesus dengan bukti momentum penampakan yang bernilai tinggi baginya, makna penampakan itu sendiri harus bernilai sama pula bagi gereja. Melalui penampakan-Nya, Yesus menginginkan murid-murid menjalankan tugas pemuridan yang sudah didelegasikan kepada mereka, sebagaimana sudah didelegasikan kepada gereja. Peristiwa Paskah ini harus menjadi momentum penyadaran gereja, yang diingatkan kembali pada amanat pemuridan.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Penyuluh, No. 40, Tahun XVI/2007 |
Judul artikel | : | Penampakan Yesus dan Tugas Pemuridan Gereja |
Penulis | : | Pdt. Stephano Ambesa |
Penerbit | : | Badan Pekerja Harian Gereja Bethel Indonesia, Jakarta |
Halaman | : | 68 -- 70 |
Berkembangnya pemakaian jasa internet untuk pelayanan pekerjaan Tuhan menunjukkan adanya suatu lahan dan peluang baru bagi kemajuan pekerjaan Injil. Hal ini merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk dipergunakan dengan baik. Selain memberikan kemudahan berkomunikasi, media internet juga menolong masyarakat Kristen untuk melayani pekerjaan Tuhan di ladang yang lebih luas lagi.
Dunia pendidikan teologia Kristen merupakan salah satu ladang pelayanan yang belum digarap secara maksimal. Pendidikan teologia sejauh ini masih menjadi monopoli calon-calon hamba Tuhan purna waktu (full timer). Dengan kemudahan yang didapat dari layanan media internet, maka kemungkinan untuk melayani masyarakat Kristen awam dengan pendidikan teologia menjadi semakin terbuka lebar. Dari latar belakang pemikiran inilah Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) mendirikan pendidikan teologia secara tersambung (online), PESTA, singkatan dari Pendidikan Elektronik Studi Teologia Awam.
VISI DAN MISI PESTA
Dengan dasar keyakinan bahwa teologia adalah untuk semua orang Kristen, PESTA memiliki visi untuk memperlengkapi orang Kristen awam dengan pendidikan teologia agar mereka semakin mengerti dan memahami panggilan hidupnya sebagai orang Kristen yang ditempatkan Tuhan dalam dunia pekerjaan (market place) di mana mereka berada.
Dengan melihat visi tersebut, PESTA diharapkan dapat menjadi mitra gereja dalam menjalankan tugas dan panggilannya, yaitu membangun jemaat yang dewasa dan misioner di dalam Tuhan. Oleh karena itu, misi PESTA dapat dijabarkan sebagai berikut.
Menyajikan pelajaran-pelajaran teologia alkitabiah kepada masyarakat Kristen awam untuk tujuan pendewasaan iman.
Menolong masyarakat Kristen awam untuk dapat memberikan pertanggungjawaban akan iman kepercayaannya sebagai saksi Kristus di mana mereka dipanggil dan ditempatkan.
Menciptakan situasi yang kondusif untuk belajar dalam kehangatan persekutuan dengan saudara-saudara seiman dari berbagai tempat dan latar belakang.
Mendorong masyarakat Kristen awam untuk membangun atau mempertajam pengaruh nilai-nilai Kristen dalam setiap aspek budaya di mana mereka melibatkan diri sehingga nama Tuhan dimuliakan.
MACAM-MACAM KURSUS PESTA DAN METODE BELAJAR PESTA
Saat ini PESTA menyediakan sembilan modul kursus.
Modul-modul tersebut akan terus ditambah setiap tahunnya.
Setiap modul ini bisa dipelajari bersama-sama dengan peserta lain (dua puluh peserta) dari berbagai tempat dan denominasi dalam satu kelas virtual (suatu kelas jarak jauh dengan memakai sistem mailing list). Untuk bergabung, peserta harus terlebih dahulu mendaftar (sesuai dengan jadwal yang telah tersedia). Mereka ini baru akan dinyatakan lulus untuk bergabung dalam kelas diskusi jika telah menyelesaikan tugas-tugas tertulis yang diberikan.
PESTA menerapkan sistem belajar yang menekankan pada keaktifan peserta. Dengan bahan dan alat-alat bantu yang cukup, PESTA diharapkan dapat mengembangkan kemandirian belajar peserta (independent study). Untuk mematangkan proses belajar ini, disediakan juga sarana tambahan kelas virtual (milis diskusi) sehingga peserta dapat berdiskusi bersama dengan peserta-peserta lain untuk dapat saling membagikan pengetahuan dan mempertajam pemikiran sehingga tercipta pemahaman iman Kristen yang kokoh berdasarkan Alkitab. Pembimbing/moderator disediakan untuk menjadi fasilitator dan membimbing jika peserta mengalami kesulitan dalam mempelajari bahan atau dalam berdiskusi.
Jika peserta lebih senang mempelajari bahan-bahan kursus PESTA secara pribadi, modul-modul disediakan untuk bisa diunduh (download) sehingga dapat dipelajari sendiri atau bersama kelompoknya sendiri. Untuk itu, modul-modul ini juga diizinkan untuk dipakai menjadi bahan diskusi di kelompok-kelompok PA/pemuridan atau sel group.
PERSYARATAN PESERTA KELAS VIRTUAL PESTA
Siapa saja yang bisa menjadi peserta kelas virtual PESTA? Peserta PESTA adalah setiap orang Kristen (interdenominasi) yang rindu untuk belajar firman Tuhan dan rindu bertumbuh menjadi murid Kristus yang setia.
Untuk mendaftar kelas virtual PESTA ini, peserta harus terlebih dahulu mengisi Formulir Pendaftaran dan berjanji untuk sungguh-sungguh mengikuti semua peraturan yang diberikan dengan disiplin.
Untuk mendaftar menjadi peserta kelas virtual PESTA, silakan kirim email ke:
==> < kusuma(at)in-christ.net >
BIAYA
Untuk mengikuti program PESTA ini, peserta tidak dipungut biaya apa pun (gratis).
Jika Anda ingin mengetahui informasi lebih banyak tentang PESTA, silakan berkunjung ke alamat:
atau menulis surat ke:
==> Staf Admin PESTA <kusuma(at)in-christ.net>
Diringkas dari:
Nama situs | : | PESTA Online |
Judul artikel | : | Tentang PESTA |
Penulis | : | Tidak dicantumkan | Alamat URL | : | http://www.pesta.org/tentang |
Walaupun penerjemahan Alkitab, seperti halnya misi kesehatan, dapat dilihat dengan jelas sebagai spesialisasi dari misi-misi asing di abad dua puluh, sebenarnya penerjemahan Alkitab sudah dimulai sejak awal sejarah gereja. Saat Injil menyebar di seluruh dan di luar Mediterania, Kitab Injil muncul dalam bahasa Siria, Georgia, Koptik, Gotik, Slav, dan Latin. Pada pertengahan abad lima belas, ada lebih dari tiga puluh terjemahan Alkitab. Selama tiga abad berikutnya, terjemahan Alkitab berkembang pesat dan mendapat makna baru karena pengaruh dari Renaissance dan Reformasi. Terjemahan Alkitab kebanyakan muncul dalam bahasa-bahasa utama di Eropa. Dan pada awal abad ke-19, lebih dari 34 terjemahan Alkitab sudah diselesaikan.
Tidaklah mengherankan jika yang mengubah seluruh corak hasil terjemahan Alkitab adalah pergerakan misionaris modern. Penerjemahan Alkitab tidak lagi dikerjakan sarjana-sarjana yang teliti di biara atau perpustakaan yang pengap. Sebaliknya, penerjemahan ini dikerjakan oleh para misionaris tak terlatih yang ditempatkan di seluruh dunia, yang menyelesaikan penerjemahannya di dalam gubuk beratap jerami bersama dengan para informan yang buta huruf. Penerjemahan ini menjadi pekerjaan sambilan yang harus dilakukan selain tugas-tugas lain sebagai seorang misionaris. William Carey dianggap sebagai misionaris penerjemah yang pertama dan yang paling produktif. Tapi lebih dari seabad sebelumnya, John Elliot yang berdedikasi dan energik, sudah menerjemahkan Alkitab untuk suku Indian Algonquin di Massachusetts. Namun, Careylah yang membuat penerjemahan Alkitab diterima sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tugas seorang misionaris. Hampir semua misionaris pelopor "Great Century (Abad Termashyur)" seperti Robert Morrison, Adoniram Judson, Robert Moffat, Hudson Taylor, dan Henry Martyn mengikuti jejaknya sebagai penerjemah. Selama kurun abad sembilan belas saja, Alkitab sudah diterjemahkan ke dalam lebih dari lima ratus bahasa.
Hal yang sama pentingnya dengan penerjemahan Alkitab adalah selama kurun "Great Century", tidak sampai abad dua puluh, penerjemahan mendapat gambaran baru dengan dikenalnya ilmu bahasa. Dengan semakin banyaknya penerjemahan Alkitab, para misionaris tidak perlu lagi berjuang untuk menerjemahkan sebelum mereka memulai pelayanan penginjilan. Tapi pada saat bersamaan, banyak misionaris yang memandang penerjemahan sebagai suatu pelayanan tersendiri dan merasa terdorong untuk menerjemahkan firman Tuhan dalam setiap bahasa. Sejak tahun 1900, sebagian besar dari Alkitab sudah diterjemahkan ke dalam sekitar seribu bahasa tambahan, setengahnya sejak tahun 1950. Hal itu terjadi sebagai dampak perkembangan ilmu bahasa bagi pelayanan penerjemahan Alkitab.
Tetapi ilmu bahasa tidak akan memberi pengaruh yang terlalu besar pada karya penerjemahan Alkitab jika bukan karena usaha tak kenal lelah dari W. Cameron Townsend dan organisasi kembarnya, Summer Intitute of Linguistics (SIL) dan Wycliffe Bible Translators. SIL didirikan di sebuah rumah pertanian di Ozark pada tahun 1934 dengan nama Camp Wycliffe oleh Townsend dan L.L. Legters. Kedua orang inilah yang memiliki kepedulian pada pelatihan ilmu bahasa bagi para penerjemah Alkitab di masa depan. Walaupun bukan merupakan lembaga misionaris, mereka telah memberi sumbangan tak ternilai bagi kemajuan penginjilan. Melalui kursus pelatihan selama lebih dari setengah abad terakhir (dilaksanakan di University of Oklahoma dan universitas lain di Amerika dan negara lain), murid-murid belajar menulis bahasa asing secara fonetis, merumuskan abjad, menganalisa tata bahasa, menemukan idiom, membuat buku panduan, mengajar baca tulis, dan menerjemahkan Kitab Injil. Mereka sekaligus diuntungkan oleh pengalaman para senior dengan belajar dari keberhasilan dan kegagalan mereka.
Hal lain yang sama pentingnya dengan SIL adalah pekerjaan menerjemahkan Alkitab, yang segera menjadi jelas bahwa dengan sifatnya yang duniawi (dengan tujuan supaya dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan pemerintah asing), organisasi itu tidak cocok sebagai organisasi pendukung misi. Jadi pada tahun 1942, Wycliffe Bible Translators (WBT, diambil dari nama John Wycliffe, penerjemah Alkitab abad empat belas yang dikenal sebagai "The Morning Star of the Reformation"), secara resmi dikelola dan dipimpin oleh pensiunan pengusaha, Bill Nyman. Tujuannya adalah untuk menerima dana bantuan bagi para misionaris penerjemah dan mengumumkan daerah yang akan dijangkau, seperti yang sudah dilakukan oleh pendahulunya, Pioneer Mission Agency. Meski terpisah, organisasi kembar, WBT/SIL mempunyai dewan pimpinan yang saling terkait dan tujuan serta filosofi yang sama, tapi tugas yang berbeda.
Organisasi misi selain WBT sudah terlibat secara aktif dalam penerjemahan Alkitab. Tapi kebanyakan organisasi itu segera menemukan manfaat besar dari pelatihan ilmu bahasa bermutu dan mulai mengirim utusan ke SIL. Sekarang ini, New Tribes Mission dan Unevangelized Fields Mission adalah organisasi yang paling aktif dalam menerjemahkan Alkitab dibanding organisasi lain. Penerjemahan Alkitab juga mulai dilakukan oleh orang-orang Kristen yang bukan dari Barat. Murid-murid di SIL berasal dari seluruh dunia, seperti Meksiko, Cina, Jepang, dan negara-negara Afrika. Bahkan terkadang, para informan bahasa suku bisa menerjemahkan dengan sangat baik. Angel, seorang Mixtec Indian dari Meksiko yang hanya tamat sekolah dasar di Spanyol, menjadi penerjemah yang handal dalam menerjemahkan bahasanya sendiri, San Miguel Mixtec. Ia kemudian datang ke Amerika Serikat bersama dengan direktur SIL, Ken Pike, dan bekerja bersamanya dalam menerjemahkan, mengetik, dan mengoreksi cetakan kitab Perjanjian Baru.
Karena perbedaan budaya yang sangat besar, tugas penerjemahan sangat membutuhkan bantuan warga negara yang cakap seperti Angel. Penerjemahan Alkitab bukanlah ilmu pasti dan tata bahasanya pun harus peka terhadap perbedaan budaya, tahu kapan harus dengan tepat mengikuti teks yang Alkitabiah dan kapan harus mengubah teks karena faktor budaya dalam menerjemahkan. Menurut Eugene Nida dari United Bible Societies, keluwesan adalah kuncinya. Seperti yang dikemukakan Harold Moulton, sering kali muncul pertanyaan-pertanyaan filosofis yang sulit untuk dijawab. "Seorang penerjemah Eskimo kesulitan mendapatkan referensi kata-kata di bidang pertanian. `Bread` (roti) adalah bahan pokok yang tidak dikenal di banyak negara tropis. Kebiasaan dalam menyapa pun berbeda. Istilah seperti `justification` (dasar kebenaran) tidak memiliki latar belakang yang sama dengan Paulus. Bahaya mengganti kata `bread` dengan kata lain adalah jika kata itu menyimpang dari teks asli. Bahaya dari mempertahankan kata dalam bahasa Yunani atau Inggris adalah tidak dapat dipahami. Penerjemah harus menggunakan kata yang paling dekat dan alami dengan yang akan diganti, tapi hal itu selalu sulit untuk dilakukan."
Meski masalah seperti itu terus menyerang para penerjemah, teknologi modern sangat menolong dalam mengatasi masalah-masalah penerjemahan Alkitab. Sekarang, para penerjemah Alkitab menggunakan laptop bertenaga baterai di desa tempat mereka bekerja. Beberapa teknologi sangat berguna bagi perkembangan kamus, referensi silang, menyunting teks, dan penelitian bahasa secara umum.
Meski penerjemahan Alkitab pada saat ini sudah sangat terbantu oleh teknologi, ilmu bahasa, dan dorongan yang diberikan oleh WBT/SIL, tapi pekerjaan masih jauh dari selesai. Menurut perkiraan, saat ini terdapat lebih dari lima ribu bahasa yang digunakan di dunia, tapi Alkitab atau Perjanjian Baru baru diterjemahkan dalam sepertiga dari bahasa-bahasa itu. Sekarang, WBT sendiri sedang menerjemahkan Alkitab ke dalam lebih dari tujuh ratus bahasa dan setiap tahun, terjemahan yang sudah selesai dikerjakan, diterbitkan ke dalam sekitar tiga puluh bahasa baru; tapi dengan keadaan yang seperti itu, semua penerjemahan baru akan selesai sekitar satu abad lagi. (t/Dian)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | From Jerusalem To Irian Jaya |
Judul asli | : | Translation and Linguistic: The Bible in Every Man`s Tongue |
Penulis | : | Ruth A. Tucker |
Penerbit | : | Academie Books, Grand Rapid, Michigan 1983 |
Halaman | : | 349 -- 351 |
Teks: Matius 2:16-18
"Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi" (ayat 18).
Penganiayaan terhadap umat Allah sudah tidak asing lagi bagi kita. Hal ini terjadi pada waktu Yesus dilahirkan. Dengan membabi buta Herodes membunuh anak-anak di bawah umur dua tahun. Bayi-bayi adalah martir-martir pertama ketika Yesus datang ke dalam dunia untuk melaksanakan misi Allah demi penyelamatan dunia. Pengalaman penganiayaan karena nama Tuhan tidak dapat lewat begitu saja, ini mendatangkan trauma yang tidak sedikit.
Nabi Yeremia menubuatkan trauma itu, ketika ibu-ibu kehilangan anak-anaknya yang menjadi martir. Ibu-ibu membawa kepedihan trauma yang luar biasa, bahkan penghiburan dari saudara yang dekat pun tidak sanggup menghapuskan kepedihan itu. Pengalaman ini juga dialami oleh ibu-ibu yang kehilangan bayi mereka ketika Raja Firaun memerintahkan perawat-perawat untuk membunuh seluruh bayi laki-laki Ibrani yang lahir untuk mengurangi jumlah orang Israel di Mesir. Kita tidak bisa membayangkan betapa banyak penderitaan yang dialami oleh keluarga hamba-hamba Tuhan, misionaris-misionaris, ataupun orang-orang percaya di ladang Tuhan. Pembakaran gereja di Indonesia, termasuk penganiayaan orang-orang percaya, juga membawa kepedihan dan trauma tersendiri. Tetapi kita percaya bahwa pengorbanan ini mendapat kasih karunia khusus dari Allah. Yesus juga mengorbankan diri-Nya di kayu salib. Yesus mati syahid karena dosa-dosa manusia. Ia mati untuk orang lain. Seperti juga para martir dari dulu hingga kini; mereka telah berkorban karena memberitakan kasih Allah yang besar bagi orang berdosa.
Bahan Diskusi
Pernahkan Anda mengalami tekanan berat ketika mau mengambil keputusan untuk menerima Yesus secara pribadi? Tekanan dan tantangan apa yang paling berat yang pernah Anda alami ketika mengambil keputusan untuk mengiringi Tuhan?
Pernahkan Anda menjumpai seorang saudara lain yang mengalami trauma tekanan karena menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya? Apa sikap Anda terhadap keadaan ini? Tindakan apa yang Anda ambil untuk menolongnya?
Mengapa seseorang bersedia menerima konsekuensi-konsekuensi yang berat untuk mengiring Kristus? Kalau Anda sendiri harus mengalami konsekuensi seperti itu, apakah Anda bersedia?
Sampai sejauh mana Anda bersedia berkorban bagi Kristus dalam mengiringi dan melayani Dia?
Keputusan Anda:
Pokok Doa Misi
Berdoalah untuk mereka yang menghadapi tantangan yang berat ketika mengambil keputusan untuk mengiring Yesus. Berdoalah agar Tuhan memberikan kekuatan dan penghiburan sehingga trauma-trauma dapat disembuhkan.
Berdoalah agar Tuhan mengirim saudara-saudara seiman untuk menguatkan dan menolong mereka yang menghadapi tantangan yang berat sewaktu mengambil keputusan menerima Yesus.
Mari kita berdoa untuk keluarga-keluarga misionaris, hamba-hamba Tuhan, dan orang-orang percaya yang mengalami kepedihan, penganiayaan, dan trauma yang masih tersisa di seluruh dunia agar Tuhan memberi penghiburan dan kekuatan khusus untuk dapat melewati masa-masa ini.
Kita berdoa agar Roh Kudus memberikan pengertian kepada mereka untuk dapat memahami rencana Allah di balik penganiayaan itu. Martir-martir itu tidak mengalami penganiayaan di luar kasih karunia Allah.
Kita berdoa agar Tuhan memberkati serta mencukupi kebutuhan keluarga-keluarga yang ditinggalkan karena penganiayaan, dan bahkan mengulurkan tangan kita untuk membantu.
Kita berdoa agar Tuhan memberikan perlindungan kepada misionaris-misionaris, hamba-hamba Tuhan, dan anak-anak Tuhan yang ada di seluruh dunia yang menghadapi potensi untuk dianiaya, agar Tuhan memberikan perlindungan, kelepasan, dan kekuatan untuk menghadapi segala kemungkinan dan kenyataan ini. Allah sanggup memberi kelepasan seperti yang dialami oleh Paulus dan Petrus.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul buku | : | Misi, Diskusi dan Doa |
Judul bab | : | Penganiayaan terhadap Misionaris |
Penulis | : | Dr. Makmur Halim | Halaman | : | 21 -- 24 |
Bid(a)ah atau bidat berasal dari kata Arab yang memunyai pengertian: "Suatu ajaran atau aliran yang menyimpang dariajaran resmi."
Menurut DR. H. Berkhof dan Dr. I.H. Enklaar, "Bidat ditinjau dari sudut historis adalah persekutuan Kristen (yang kecil) yang dengan sengaja memisahkan diri dari gereja besar dan ajarannya menekankan iman Kristen secara berat sebelah, sehingga teologinya dan praktik kesalehannya pada umumnya membengkokkan kebenaran Injil."
Bid'at/bid'ah adalah sesuatu yang ditambahkan kepada apa yang tidak terdapat di dalam ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan.
Bida'ah adalah ajaran yang menyalahi ajaran yang benar.
Bidat menurut Yunani kuno memunyai pengertian "memilih", "perbedaan pendapat". Di kalangan para filsuf, kata ini memunyai pengertian "aliran", "golongan". Dalam Kisah Para Rasul 5:17 dan 15:5, kata ini diterjemahkan dengan istilah "mazhab" atau "golongan".
Bidah adalah pandangan yang salah tentang apa yang wajib diimani.
Pemakaian kata "bidat" dalam pengertian modern mengenai kekeliruan secara doktrinal tercatat dalam 2 Petrus 2:1, termasuk di dalamnya penyangkalan akan Juru Selamat.
Menurut Ronald Enroth, pendefinisian "bidat" dapat ditinjau dari tiga segi pendekatan, yaitu: pendekatan sensasional (sensational approach); pendekatan sosiologi (sociological approach), dan pendekatan teologi (teological approach). Jika pendekatan dari teologi, maka definisi "bidat" adalah "involves some standard of Orthodoxy" (penyelewengan yang berkaitan dengan beberapa standar yang ditentukan oleh kaum Ortodoks). Dalam bahasa Inggris, terdapat dua istilah yang berkaitan dengan kata bidat ini, yaitu:
"HERESY" yang berasal dari kata Yunani "hairesis" yang sebenarnya memunyai pengertian "pilihan", "pendapat", khususnya "pendapat pribadi", tetapi kemudian arti kata ini berkembang sehingga memunyai pengertian "semacam pendapat atau kredo yang berlawanan dengan pendapat, kredo atau pengakuan gereja, satu pandangan salah yang berkenaan dengan sebagian pengakuan dasar agama, satu pandangan atau kredo yang dapat menciptakan atau menjurus kepada perpecahan, semacam doktrin yang kurang atau sulit untuk dipertahankan". Sedangkan kata "HERETIC" memunyai arti: "Orang yang berpandangan salah terhadap doktrin yang akan membawa efek negatif dan juga dapat memutarbalikkan kebenaran." Pada permulaan, kata ini tidak memunyai pengertian "perpecahan" atau "kesesatan", tetapi tatkala gereja diperhadapkan pada masalah "ajaran yang menyesatkan" dan "kebenaran firman Allah", maka mulailah kata "HERESY" dipakai untuk menyatakan kesalahan, tetapi juga dipakai pada aliran yang memisahkan diri.
Rasul Paulus dalam 1 Korintus 11:18-19 menyatakan, "Sebab pertama-tama aku mendengar, bahwa apabila kamu berkumpul sebagai jemaat, ada perpecahan di antara kamu, dan hal itu sedikit banyak aku percaya. Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti siapakah di antara kamu yang tahan uji." Rasul Petrus menambahkan pengertian "bidat" dalam 2 Petrus 2:1, bukan saja berarti penyangkalan terhadap doktrin tentang Kristus dan penebusan-Nya, tapi juga tentang penyelewengan di bidang moral, sehingga karena mereka kebenaran Allah diremehkan, dihina, dan sebagainya. Bapak gereja Ignatius (35 -- 107 M) pernah menulis surat kepada gereja-gereja di Asia Kecil dan menyinggung tentang ajaran-ajaran yang menyesatkan. Maka mulai saat itu, istilah "HERESY" menjadi populer sebagai kata yang bernada teguran kepada orang-orang atau ajaran yang menyelewengkan kebenaran Allah.
"CULT" yang berasal dari kata Latin "Cultus" memunyai arti "pemujaan", "penambahan", dan "ketaatan". Berdasarkan perkembangan, maka kata ini mengalami penambahan arti yang umumnya bersifat negatif. Sebagai efeknya, maka konotatif dari kata ini bukan saja memunyai pengertian sebagaimana tersebut di atas, tetapi juga memunyai pengertian "ajaran baru yang menyimpang dari ajaran ortodoks, satu organisasi yang menyimpang dari kepercayaan, satu kepercayaan yang inkonvensional, kepercayaan yang nonnormatif, gerakan keagamaan baru, dan sebagainya". James W. Sire mengartikan "Cult" sebagai "suatu gerakan keagamaan yang secara organisasi berbeda atau praktik-praktiknya bertentangan dengan Alkitab yang sudah ditafsirkan oleh kekristenan tradisional.
Dengan melihat beberapa pengertian, baik umum maupun agama, maka kita memunyai gambaran yang cukup jelas tentang apa yang dimaksud dengan bidat itu! Masalah yang akan kita hadapi adalah kesimpangsiuran di dalam implementasi atau penjabarannya. Di dalam implementasinya akan ditemui bahwa masing-masing pihak akan membenarkan pandangan atau keyakinan teologinya dan menganggap pihak lain sebagai bidat. Sebuah contoh konkret yang kita temui pada abad pertama yaitu Kaum Yudaisme menganggap Yesus Kristus dan para murid-Nya sebagai bidat (Matius 26:63-68; Markus 14:61-65; Kisah Para Rasul 6:8-14). Pada abad XVI, Gereja Roma Katolik menyebut Martin Luther dengan reformasinya sebagai bidat dan sebaliknya Martin Luther dan para pengikutnya menuding balik dengan menyatakan bahwa Gereja Roma Katoliklah yang bidat.
Untuk mengatasi kesulitan dalam implementasi atau penjabarannya, kita memerlukan dasar sebagai standar untuk melihat dan menyoroti suatu pandangan, doktrin, sikap yang dapat dikategorikan sebagai bidat. Ada dua dasar yang bisa dijadikan sebagai pedoman untuk melihat doktrin, aliran, organisasi atau gereja yang bisa dikategorikan sebagai bidat atau bukan.
Pertama, Alkitab sebagai firman Allah. Pemazmur mengatakan bahwa firman Allah bagaikan pelita dan bagaikan terang yang akan memberi penerangan bagi kehidupan manusia (Mazmur 119:105). Menurut Pdt. Dr. John Pao, setiap organisasi mana pun yang mengaku percaya Alkitab, tetapi keyakinan atau pengakuannya tidak sesuai dengan Alkitab -- apakah isi Alkitab dikurangi, ditambah, atau saling bertolak belakang patut disebut sebagai "bidat"! Sebagai contoh, Gereja Mormon yang percaya bahwa Tuhan Yesus selama di dunia memunyai istri banyak atau Saksi Yehova yang tidak mengakui Roh Kudus sebagai Oknum ketiga dari Allah Tritunggal, dan hanya mengakui Roh Kudus sebagai kuasa Allah saja.
Kedua, doktrin kaum Ortodoks. Doktrin Ortodoks adalah doktrin yang dihasilkan melalui pergumulan dan ujian yang cukup lama dan dalam proses terbentuknya terdapat campur tangan Roh Kudus. Sebagai contoh adalah peristiwa yang terjadi pada abad pertama, gereja yang relatif masih berusia muda diperhadapkan pada ajaran sesat yang dikenal dengan nama Nomianisme, yang mempermasalahkan kebenaran tentang "Keselamatan". Menurut mereka, keselamatan berdasarkan anugerah dan iman tidak salah, tetapi belum cukup dan harus ditambah dengan melaksanakan hukum Taurat. Dengan munculnya ajaran ini, gereja-gereja bukan saja bingung, heboh, tetapi juga mendapat ancaman serius dalam hal keutuhan jemaat Tuhan. Untuk mengatasi permasalahan ini, maka pimpinan gereja yang berada di Yerusalem memanggil utusan-utusan gereja dan kedua kelompok yang sedang berbeda pendapat untuk bertemu. Setelah diadakan perdebatan seru di forum persidangan konsili di Yerusalem, kebenaran "keselamatan berdasarkan anugerah dan iman" (doktrin Ortodoks) dikukuhkan dan menyatakan bahwa ajaran Nomianisme adalah bidat.
Dengan kacamata rohani, terlihat bahwa iblis memperalat antek-anteknya (nomianisme) untuk menyelewengkan kebenaran Tuhan, tetapi Roh Kudus membangkitkan pembela-pembela Kristen (Rasul Paulus dan kawan-kawan) untuk mempertahankan kebenaran Tuhan! Definisi yang mendukung pandangan di atas, pertama, datangnya dari Josh McDowell dan Don Stewart yang menyebutkan, "A cult is a perversion, a distortion of biblical Christianity and as such, rejects the historic teachings of the Christian Church." (Bidat itu adalah sebuah penyelewengan atau distorsi dari kekristenan yang bersifat alkitabiah dan yang menolak pengajaran historis dari gereja). Kedua, dari Walter Martin yang menyebutkan, "A cult, then, is a group of people polarized around someone's interpretation of the Bible and is characterized by major deviations from Orthodox Christianity relative to the cardinal doctrines of the Christian faith, particulary the fact that God became man in Jesus Christ." (Bidat adalah sekelompok orang yang terpusat pada penafsiran seseorang akan Alkitab dan ditandai dengan penyimpangan besar-besaran dari doktrin ortodoks dalam kaitan dengan doktrin-doktrin utama iman Kristen, terutama fakta Allah menjadi manusia dalam Yesus Kristus.)
Ketiga, Ronald Enroth dan kawan-kawan menyebutkan, "The Theological definition of cult must be based on a standard of Christian Orthodoxy. Using the Bible's teaching as a focal point". (Untuk mendefinisikan secara teologis tentang bidat, harus berdasarkan standar ajaran Kristen Ortodoks dan menggunakan ajaran Alkitab sebagai titik pusatnya.) Keempat, Lars P. Qualben menyebutkan bahwa fungsi dari Pengakuan Iman bukan saja untuk menyatakan imannya dan menjadi ukuran kebenaran untuk melawan ajaran sesat. Lebih lanjut menurutnya dengan mempergunakan Alkitab saja, tidak dapat menyelesaikan masalah karena para bidat mengklaim bahwa metode penafsiran mereka terhadap Alkitab yang paling benar dan menuduh penafsiran gerejalah yang salah. Tetapi dengan adanya pengakuan iman (doktrin Ortodoks) sebagai ukuran, akan mempersulit posisi para bidat, karena umat Kristen awam mudah melihat ketidakbenaran doktrin mereka.
Daya Tarik Bidat
Meski Saksi Yehovah dilarang oleh Jaksa Agung dengan SK 129/JA/12/1976, aktivitasnya tidak surut, bahkan pengikutnya makin hari makin banyak. Bidat Children of God yang memulai aktivitasnya pada tahun 80-an di Indonesia, dalam waktu yang relatif singkat sudah memunyai 15.000 anggota. Ini membuktikan para bidat memunyai daya tarik yang luar biasa, bukan saja di kalangan orang tua, dewasa, dan remaja. Dengan sukarela, mereka menjadi pengikut yang setia, bahkan mereka rela mengorbankan nyawanya. Yang mengejutkan, pada umumnya anggota mereka terdiri dari mantan anggota gereja atau orang Kristen. Apa yang menjadi daya tarik para bidat tersebut?
Pertama, para pimpinan bidat memunyai semacam kekuatan yang bisa memengaruhi, sehingga orang takluk dan mendengarkan apa yang dikatakannya. Ditambah lagi dengan kelihaian dapat membaca dan kemudian memperalat apa yang sedang dipikirkan, diinginkan, dibutuhkan, dan yang menjadi kelemahan orang yang akan dijadikan mangsanya, kemudian dengan mulut manisnya dan bujuk rayunya yang seolah-olah memberi kesejukan hati, sehingga dengan mudahnya dapat menguasai orang tersebut, teristimewa orang yang sedang dalam keadaan labil emosinya.
Kedua, dengan cara tidak terpuji dan menjurus kepada penipuan membujuk dan memengaruhi, khususnya anggota gereja yang kurang mengerti kebenaran. Dengan dalih bahwa apa yang diajarkan gereja selama ini tidak benar dan membujuk agar meninggalkan gerejanya. Sebagai contoh, Saksi Yehovah akan selalu mengatakan bahwa ajaran tentang Allah Tritunggal tidak dapat dibenarkan, karena dalam Alkitab dari Kitab Kejadian sampai Ktab Wahyu tidak ada istilah "Tritunggal". Oleh karena itu, apa yang diajarkan gereja tentang "Allah Tritunggal" tidaklah benar. Bagi umat Kristen yang pengetahuan Alkitabnya tidak terlalu dalam akan mudah tertipu. Apa yang dikatakan mereka sepertinya benar, tetapi salah. Karena dari segi "istilah" memang tidak ada dalam Alkitab, tetapi dari segi kebenaran, ajaran tentang "Tritungggal" memenuhi Alkitab.
Ketiga, pelayanan di lapangan para bidat perlu diacungi jempol. Mereka bukan saja rajin dalam perkunjungan, tetapi juga sangat memerhatikan apa yang menjadi kebutuhan orang. Anggota jemaat yang jarang dikunjungi oleh pendetanya atau keberadaannya di gereja tidak terlalu diperhatikan, sangat mudah tertarik dan terbujuk dengan cara pelayanan mereka. Bagi orang yang sedang dilanda kesedihan, keputusasaan, kehampaan hidup, kehilangan makna hidup, kehilangan percaya diri; akan mendapat perhatian, simpati, dan empati dari para bidat tersebut.
Keempat, penawaran yang berbau seksualitas. Salah satu cabang dari Children of God dengan moto "hookers for God" (melacur diri bagi Tuhan), anggotanya -- khususnya wanita tidak segan menyerahkan diri kepada pria hidung belang dengan imbalan pria tersebut mau menjadi anggota bidat tersebut.
Dalam rangka menangkal daya tarik yang luar biasa dari bidat, pimpinan gereja perlu melakukan sesuatu yang bersifat konkret, antisipatif, dan apologetika.
Pertama, memperkuat pembinaan ke dalam, dalam bentuk melengkapi anggota dengan pengetahuan Alkitab dan secara periodik melengkapi pengetahuan anggota tentang strategi yang diatur para bidat untuk merekrut orang menjadi anggotanya. Anjurkan jemaat membaca buku-buku yang berkaitan dengan ajaran-ajaran sesat tersebut.
Kedua, tingkatkan pelayanan lapangan dalam bentuk pelawatan dan pemerhati. Dalam hal ini pelayanan lapangan yang digalakkan para bidat boleh dijadikan contoh.
Ketiga, membentuk kelompok-kelompok kecil atau "sel grup". Dengan adanya kelompok-kelompok kecil, bukan saja antara anggotanya bisa saling memerhatikan, tetapi juga setiap ada informasi atau masalah cepat terdeteksi, khususnya yang berkaitan dengan ajaran sesat.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Bidat Kristen dari Masa ke Masa |
Penulis | : | Pdt. Dr. Paulus Daun, Th.M. |
Penerbit | : | Yayasan Daun Family, Manado 2002 |
Halaman | : | 12 -- 18 dan 37 -- 39 |
Cara kita memikirkan tugas sangatlah memengaruhi cara yang kita gunakan untuk menyelesaikannya. Dalam bukunya, "Planning Strategies for World Evangelization", Edward R. Dayton dan David A. Fraser menulis sepuluh langkah yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan perencanaan strategi penginjilan.
Kesepuluh langkah itu ialah: (1) tentukan misi yang akan dilakukan; (2) tentukan orang-orang yang akan dijadikan sasaran; (3) tentukan tenaga yang akan dipakai untuk penginjilan; (4) telitilah sarana dan metode penginjilan yang akan digunakan; (5) tetapkan pendekatan yang akan dipakai; (6) perhitungkan hasil-hasil yang diharapkan; (7) lakukan pembagian tugas; (8) buatlah rencana; (9) bertindaklah; dan (10) adakan evaluasi.
Perhatikan, langkah pertama adalah menentukan misi yang akan dilakukan. Di antara para penginjil dan misionaris maupun pekerja Kristen, terdapat banyak orang yang aktif. Mereka ingin langsung menggunakan langkah Dayton dan Fraser yang ke-9. Sikap seperti ini patut dihargai. Tanpa para aktivis yang bersemangat dan kurang sabar seperti mereka itu, pekerjaan Tuhan tidak akan pernah terselesaikan. Tetapi segala sesuatu yang kita kerjakan haruslah kita pikirkan terlebih dahulu, berpikir dan bekerja merupakan dua hal yang tidak boleh dipisah-pisahkan.
Bahkan para pemain sepakbola yang sangat aktif pun memikirkan lebih dahulu strategi yang akan mereka pakai sebelum mereka terjun ke lapangan untuk bertanding. Membuat rencana permainan terlebih dahulu tidak akan mengurangi semangat dan kegiatan mereka dalam pertandingan, tetapi menjadikannya lebih terkontrol. Prinsip yang sama juga berlaku untuk perkembangan gereja. Karena itulah kita perlu benar-benar memahami maksud dari misi yang akan kita lakukan. Hal itu merupakan bagian yang penting dari perencanaan strategi perkembangan gereja.
Kerajaan Allah dan Misi
Seperti halnya dengan orang-orang injili lainnya, kita harus memercayai bahwa Kerajaan Allah merupakan suatu janji yang akan digenapi di masa yang akan datang bersamaan dengan kedatangan Tuhan untuk kedua kalinya. Akan tetapi, selama 20 tahun belakangan ini, sudah terjadi perubahan dalam pandangan orang-orang injili. Berbeda dengan masa-masa yang lalu, kini Kerajaan Allah itu tidak saja dipandang sebagai suatu janji untuk masa yang akan datang, melainkan juga sebagai suatu realitas di masa sekarang ini. Pandangan ini sudah semakin menonjol.
Yesus mengajarkan bahwa konsep waktu dapat dibagi menjadi "waktu di dunia ini" dan "waktu di dunia yang akan datang" (Matius 12:32). Rasul Paulus menyatakan bahwa Yesus jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa "bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang" (Efesus 1:21). Kedua masa itu dipisahkan oleh kedatangan Yesus yang kedua kalinya. Pada saat Yesus datang kembali dan mengantar dunia masuk ke masa yang akan datang, pada saat itulah Kerajaan Allah datang dalam kesempurnaannya. Langit akan lenyap, unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap (2 Petrus 3:10). Yerusalem Baru akan didirikan, Allah akan memerintah dengan berkuasa, dan semua orang yang ada di Yerusalem Baru akan mengakui-Nya sebagai Raja dan akan mematuhi-Nya. Inilah realitas yang akan datang dari Kerajaan Allah itu.
Tetapi kita tidak perlu menunggu sampai kedatangan Kristus yang kedua kalinya untuk dapat merasakan berkat-berkat Kerajaan Allah. Kerajaan Allah dinyatakan dalam dunia ini ketika Yesus datang untuk pertama kalinya. Yohanes Pembaptis telah memberitakan di Padang Gurun Yudea, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Allah sudah dekat" (Matius 3:2). Dengan pemberitaannya itu, Yohanes Pembaptis sedang menyiapkan jalan untuk Tuhan. Juga ketika Yesus memulai pelayanan-Nya, berita yang disampaikannya adalah: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Allah sudah dekat" (Matius 4:17). Ketika Yesus mengutus dua belas rasul dan kemudian tujuh puluh orang murid-Nya, Ia menyuruh mereka untuk memberitakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Kitab Kisah Para Rasul menjelaskan bagaimana para rasul memberitakan Kerajaan Allah tersebut. Beberapa surat kiriman menyebutkan tentang Kerajaan Allah. Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Kolose bahwa Allah "telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih" (Kolose 1:13).
Tidak seperti di Yerusalem Baru, di masa sekarang ini "kuasa kegelapan" -- demikian Paulus menyebutnya -- dan Kerajaan Allah sama-sama ada di dunia. Hal inilah yang menyebabkan misi itu diperlukan. Allah mengutus kita untuk melakukan misi kristiani ini. Ia mengutus kita sebagai duta-duta Kerajaan-Nya pada dunia yang masih berada di bawah kuasa si jahat. Sebagai akibatnya, terjadi pertentangan antara Iblis dan semua pasukannya melawan Allah dan segala pasukan-Nya. Ini merupakan ciri penentu dari misi. Yesus berkata, "Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu" (Matius 12:28). George Ladd mengatakan bahwa hal ini merupakan "teologi pokok Kerajaan Allah".
Pada jalan yang menuju ke Damsyik, Rasul Paulus dipanggil Yesus untuk melayani orang-orang bukan Yahudi. Pekerjaan yang akan dilakukannya setelah menerima panggilan itu digambarkan sebagai suatu serangan terhadap kerajaan yang dikuasai oleh Iblis. Rasul Paulus diutus "untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah" (Kisah Para Rasul 26:18). Iblis adalah "ilah zaman ini" (2 Korintus 4:4). Kekuasaannya ditunjukkan pada saat Yesus menghadapi pencobaan. Iblis memperlihatkan semua kerajaan dunia kepada Yesus dan berkata kepada-Nya, "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku" (Matius 4:9). Iblis hanya dapat melakukan hal itu jika semua kerajaan dunia itu adalah miliknya. Iblis sendiri mengatakan bahwa semuanya itu adalah miliknya, "Semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki" (Lukas 4:6). Rasul Yohanes juga menguatkan hal ini dengan mengatakan bahwa "seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat" (1 Yohanes 5:19).
Inti Amanat Agung Yesus adalah untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya. Dipandang dari pengertian tentang Kerajaan Allah, semakin bertambahnya orang-orang yang menjadi murid Yesus Kristus, berarti semakin berkurangnya orang-orang yang berada di bawah kekuasaan setan. Karena itulah Iblis, musuh jiwa kita, dengan keras berusaha menentang usaha-usaha penjangkauan jiwa, penginjilan, maupun perkembangan gereja. Rasul Paulus mengatakan bahwa penolakan terhadap Injil itu disebabkan secara langsung oleh ulah Iblis, "Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah" (2 Korintus 4:3-4). Dalam konteks Kerajaan Allah, misi merupakan suatu usaha yang penuh risiko dalam peperangan rohani.
Misi Memerlukan Pelayanan yang Holistik
Yesus mengajarkan kita untuk berdoa, "Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga" (Matius 6:10). Hal ini berarti kita sebagai wakil-wakil Tuhan di dunia, harus mencerminkan nilai-nilai kerajaan-Nya dalam kehidupan maupun dalam pelayanan kita. Hal ini tidaklah berarti bahwa kita sendiri yang akan mendatangkan Kerajaan yang akan datang atau Yerusalem Baru ke dunia melalui usaha kita. Hanya Allah yang dapat melakukannya melalui intervensi adikodrati. Yerusalem Baru hanya akan datang setelah Iblis dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang untuk selama-lamanya (Wahyu 20:10). Sementara itu, kita yang benar-benar menjadi warga negara Kerajaan Allah, masih harus tinggal di dalam dunia yang dikuasai oleh si jahat.
Ada beberapa sifat dari Kerajaan Allah yang akan datang, yang harus nampak dalam kehidupan kita maupun gereja-gereja sekarang ini. Antara lain, tak seorang pun di Yerusalem Baru itu yang terhilang, "Mereka akan menjadi umat-Nya" (Wahyu 21:3). Selanjutnya, "Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis atau dukacita" (Wahyu 21:4). Kejahatan yang kita lihat di dunia ini, yang dinyatakan dalam sakit penyakit, kemiskinan, penindasan, pemerasan, kerasukan setan, perbuatan dursila, maupun pembunuhan, akan diperangi secara gigih di dalam nama Yesus.
Ketika Yesus mengutus kedua belas murid-Nya, Ia menyuruh mereka mengerjakan hal-hal yang telah dilakukan-Nya. "Pergilah dan beritakanlah bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan" (Matius 10:7-8). Inilah yang dimaksudkan dengan pelayanan yang holistik. Pelayanan ini bertujuan untuk mendatangkan kebaikan bagi manusia seutuhnya. Pelayanan ini tidak hanya berusaha menyelamatkan jiwa, tetapi juga menolong mereka untuk mulai merasakan berkat-berkat Kerajaan Allah dalam kehidupan mereka sekarang ini, karena kita diutus Allah untuk melakukan hal-hal tersebut, maka inilah maksud misi yang sebenarnya.
Dua Amanat
Jika kita meneliti misi holistik itu dengan lebih saksama, akan nampaklah bahwa pelayanan ini terdiri dari dua amanat: amanat budaya dan amanat penginjilan. (Kedua istilah ini diperkenalkan oleh Arthur Glasser.)
Amanat Budaya
Amanat budaya dalam pelayanan, yang oleh sebagian orang disebut sebagai tanggung jawab sosial orang Kristen, bermula di Taman Eden.
Setelah Allah menciptakan Adam dan Hawa, Ia berfirman kepada mereka, "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kejadian 1:28). Sebagai umat manusia yang diciptakan menurut gambar Allah, kita bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan ciptaan Allah.
Dalam Perjanjian Baru dijelaskan bahwa kita harus mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri (Matius 22:39). Pengertian tentang sesama manusia, seperti yang diajarkan dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati, tidak terbatas hanya pada orang-orang sesuku atau sekelompok budaya atau pun seagama, melainkan semua orang. Berbuat baik kepada orang lain, baik kepada seseorang atau pun kepada masyarakat secara keseluruhan, adalah suatu kewajiban yang sesuai dengan ajaran Alkitab dan merupakan amanat budaya yang diberikan Allah kepada kita.
Amanat Penginjilan
Amanat penginjilan juga bermula di Taman Eden. Selama beberapa waktu, setiap kali Allah pergi ke Taman Eden, Adam dan Hawa telah menunggu kedatangan-Nya, dan mereka memunyai persekutuan yang indah dengan Tuhan. Tetapi dosa telah merusak keadaan itu. Di Taman Eden inilah Iblis memperoleh kemenangannya yang cukup berarti untuk pertama kalinya. Kali berikutnya Allah pergi ke taman itu, Ia tidak lagi menjumpai Adam dan Hawa. Persekutuan itu telah putus. Dosa telah memisahkan umat manusia dari Allah. Menghadapi keadaan itu, Allah menampakkan sifat-Nya melalui kata-kata-Nya kepada Adam yang berupa sebuah pertanyaan, "Di manakah engkau?" (Kejadian 3:9). Ia segera mulai mencari Adam.
Amanat penginjilan itu menampakkan keinginan Allah untuk bersekutu dengan manusia. Itu berisi suatu perintah untuk mencari dan mendapatkan kembali orang-orang yang terhilang, yang dipisahkan dari Allah oleh dosa. Roma 10 menjelaskan kepada kita bahwa barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan. Tetapi mereka tidak akan dapat berseru kepada-Nya jika mereka tidak percaya kepada-Nya dan mereka tidak dapat percaya kepada-Nya jika mereka tidak pernah mendengar tentang Dia. Dan mereka tidak dapat mendengar tentang Dia jika tidak ada yang memberitakan-Nya. "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Roma 10:15). Membawa berita Injil yang dapat memindahkan orang-orang dari kegelapan kepada terang berarti telah melaksanakan amanat penginjilan itu. Inilah yang dimaksudkan Yesus ketika Ia mengutus murid-murid-Nya untuk "menjadikan semua bangsa murid-Nya" (Matius 28:19). Inilah Amanat Agung.
Satu Misi, Dua Bagian
Baik pelayanan sosial Kristen maupun pemberita Injil merupakan bagian-bagian yang penting dari misi alkitabiah. Istilah "amanat" menunjukkan bahwa kedua hal itu merupakan perintah-perintah yang harus dilakukan. Di kalangan injili telah tumbuh suatu kesepakatan bersama mengenai hal ini.
Timbulnya kesepakatan ini belum lama. Sebelum dasawarsa 1960-an, sebagian besar dari aliran injili menyamakan misi dengan amanat penginjilan. Tetapi ini tidak berarti bahwa mereka mengabaikan kebutuhan-kebutuhan sosial atau material. Mereka selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan sosial orang-orang yang mereka layani. Akan tetapi, meskipun kegiatan ini dianggap sebagai suatu sarana dalam melakukan penginjilan atau sebagai buah keselamatan, ia tidak dianggap sebagai bagian dari misi itu sendiri.
Pada Kongres Internasional di Berlin tentang Perkabaran Injil (Berlin World Congress on Evangelism) yang diadakan pada tahun 1966 dan disponsori oleh Asosiasi Penginjilan Billy Graham (Billy Graham Evangelistic Association) dan majalah Christianity Today, amanat budaya itu tidak disebut-sebut sama sekali. Dalam kongres itu, John R.W. Stott -- yang dikenal luas sebagai jurubicara utama dari kalangan injili -- mengatakan, "Tugas gereja bukanlah untuk memperbaiki masyarakat, melainkan untuk memberitakan Injil." Dalam analisanya tentang kecenderungan-kecenderungan yang ada, Arthur Johnson menyimpulkan bahwa Kongres Berlin itu "berpegang teguh pada keyakinan bahwa misi gereja adalah pemberitaan Injil".
Seorang tokoh injili yang pertama-tama menekankan pentingnya amanat budaya di hadapan umum adalah Horace Fenton dari "Latin America Mission". Pada Kongres Wheaton tentang Misi Gereja di Seluruh Dunia yang juga diadakan pada tahun 1966, Horace Fenton -- dalam ceramahnya yang berjudul "Misi dan Permasalahan Sosial" berpendapat bahwa dalam mendefinisikan misi gereja, pemisahan kedua amanat itu tidaklah sesuai dengan Alkitab. (Catatan: Fenton sendiri sebenarnya tidak menggunakan istilah amanat budaya dan amanat penginjilan.)
Fenton termasuk di antara orang-orang pertama yang menyadari bahwa amanat budaya itu merupakan bagian yang tak terpisahkan -- dari misi itu sendiri. Tetapi kemudian para penginjil lainnya mulai mengikuti jejaknya ketika diadakan Kongres Internasional tentang Penginjilan Dunia yang berlangsung tahun 1974 di Lausanne, Swiss. Dalam Kongres Lausanne tersebut, amanat budaya itu memperoleh cukup banyak perhatian dalam sidang-sidang pleno. Pada saat itu John Stott sendiri telah mengubah pandangannya, serta mengetahui bahwa dalam misi terkandung amanat penginjilan maupun amanat budaya. Kongres Lausanne itu menghasilkan Ikrar Lausanne yang memuat suatu pernyataan yang tegas tentang amanat budaya dalam pasalnya yang ke-5, dan tentang amanat penginjilan dalam pasalnya yang ke-4 dan ke-6.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Strategi Perkembangan Gereja |
Judul asli buku | : | Strategies for Church Growth |
Penulis | : | C. Peter Wagner |
Penerjemah | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Penerbit Gandum Mas, Malang 1996 |
Halaman | : | 81 -- 87 |
Salah satu cara terbaik untuk melihat dengan jelas lingkup Amanat Agung yang telah diutarakan Yesus dan para rasul adalah dengan menenggelamkan diri kita dalam atmosfir pengharapan yang mereka rasakan dengan membaca Alkitab mereka, Perjanjian Lama. Satu aspek yang sangat besar dari pengharapan itu adalah harapan yang terkandung di dalamnya bahwa kebenaran Allah akan menjangkau semua kelompok masyarakat di bumi dan kelompok tersebut akan datang dan menyembah Allah yang benar. Pengharapan itu terus-menerus diekspresikan dalam istilah kelompok masyarakat (rakyat, bangsa, suku, keluarga, dan sebagainya). Demikianlah pengharapan dari kitab Mazmur dan Yesaya yang menunjukkan gambaran mengenai Amanat Agung Yesus. Ayat-ayat dalam kitab tersebut dikategorikan dalam empat kategori, yaitu nasihat, janji, doa, dan rencana.
Kategori pertama yang mengungkapkan pengharapan bangsa-bangsa adalah kumpulan nasihat yang dinyatakan supaya kemuliaan Allah dapat dinyatakan dan ada sembah puji di antara bangsa-bangsa dan oleh bangsa-bangsa.
Bermazmurlah bagi TUHAN, yang bersemayam di Sion, beritakanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa. (Mazmur 9:11)
Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! (Mazmur 47:1)
Pujilah Allah kami, hai bangsa-bangsa, dan perdengarkanlah puji-pujian kepada-Nya! (Mazmur 66:8)
Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan yang ajaib di antara segala suku bangsa. (Mazmur 96:3)
Kepada Tuhan, hai suku-suku bangsa, kepada Tuhan sajalah kemuliaan dan kekuatan! Katakanlah di antara bangsa-bangsa, "Tuhan itu Raja! Sungguh tegak dunia, tidak goyang. Ia akan mengadili bangsa-bangsa dalam kebenaran. (Mazmur 96:7, 10)
Bersyukurlah kepada Tuhan, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! (Mazmur 105:1)
Pujilah Tuhan, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa! (Mazmur 117:1)
Pada waktu itu kamu akan berkata, "Bersyukurlah kepada Tuhan, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, mashyurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur!" (Yesaya 12:4)
Marilah mendekat, hai bangsa-bangsa, dengarlah, dan perhatikanlah, hai suku-suku bangsa! Baiklah bumi serta segala isinya mendengar, dunia dan segala yang terpancar dari padanya. (Yesaya 34:1)
Kategori kedua yang mengungkapkan pengharapan bangsa-bangsa adalah kumpulan janji bahwa suatu hari nanti bangsa-bangsa akan menyembah Allah yang benar.
Mintalah kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. (Mazmur 2:8; Band. Mazmur 111:6)
Aku mau memasyhurkan namamu turun-temurun; sebab itu bangsa-bangsa akan bersyukur kepadamu untuk seterusnya dan selamanya. (Mazmur 45:17)
Para pemuka bangsa-bangsa berkumpul sebagai umat Allah Abraham. Sebab Allah yang empunya perisai-perisai bumi; Ia sangat dimuliakan. (Mazmur 47:9)
Segala bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu. (Mazmur 86:9)
Tuhan menghitung pada waktu mencatat bangsa-bangsa: "Ini dilahirkan di sana." (Mazmur 87:6)
Maka bangsa-bangsa menjadi takut akan nama Tuhan, dan semua raja bumi akan kemuliaan-Mu. (Mazmur 102:15)
Apabila berkumpul bersama-sama bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan untuk beribadah kepada Tuhan. (Mazmur 102:22)
Kekuatan perbuatan-Nya diberitakan-Nya kepada umat-Nya, dengan memberikan kepada mereka milik pusaka bangsa-bangsa. (Mazmur 111:6)
Maka pada waktu itu, taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji bagi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa dan tempat kediamannya akan menjadi mulia. (Yesaya 11:10)
Tuhan semesta alam akan menyediakan di gunung Sion ini bagi segala bangsa-bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar, masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang disaring endapannya. Dan di atas gunung ini Tuhan akan mengoyakkan kain perkabungan yang diselubungkan kepada segala suku bangsa dan tudung yang ditudungkan kepada segala bangsa-bangsa. (Yesaya 25:6-7)
Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi. (Yesaya 49:6)
Dalam sekejap mata, keselamatan yang dari pada-Ku akan dekat, kelepasan yang Kuberikan akan tiba, dan dengan tangan kekuasaan-Ku Aku akan memerintah bangsa-bangsa; kepada-Kulah pulau-pulau menanti-nanti, perbuatan tangan-Ku mereka harapkan. (Yesaya 51:5)
Tuhan telah menunjukkan tangan-Nya yang kudus di depan mata semua bangsa; maka segala ujung bumi melihat keselamatan yang dari Allah kita. (Yesaya 52:10)
Demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka, akan mereka lihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami. (Yesaya 52:15)
Sesungguhnya, engkau akan memanggil bangsa yang tidak kaukenal, dan bangsa yang tidak mengenal engkau akan berlari kepadamu, oleh karena Tuhan, Allahmu, dan karena Yang Mahakudus, Allah Israel, yang mengagungkan engkau. (Yesaya 55:5)
Mereka akan Kubawa ke gunung-Ku yang kudus dan akan Kuberi kesukaan di rumah doa-Ku. Aku akan berkenan kepada korban-korban bakaran dan korban-korban sembelihan mereka yang dipersembahkan di atas mezbah-Ku, sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa. (Yesaya 56:7)
Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu. (Yesaya 60:3)
Aku mengenal segala perbuatan dan rancangan mereka, dan Aku datang untuk mengumpulkan segala bangsa dari semua bahasa, dan mereka itu akan datang dan melihat kemuliaan-Ku. (Yesaya 66:18)
Aku akan menaruh tanda di tengah-tengah mereka dan akan mengutus dari antara mereka orang-orang yang terluput kepada bangsa-bangsa, yakni Tarsis, Pul dan Lud, ke Mesekh dan Rosh, ke Tubal dan Yawan, ke pulau-pulau yang jauh yang belum pernah mendengar kabar tentang Aku dan yang belum pernah melihat kemuliaan-Ku, supaya mereka memberitakan kemuliaan-Ku di antara bangsa-bangsa. (Yesaya 66:18-19)
Kategori ketiga yang mengungkapkan pengharapan bangsa-bangsa adalah doa yang dipanjatkan dengan penuh iman bahwa Allah akan disembah di antara bangsa-bangsa.
Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, sela supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi. Sela Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah, kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu. (Mazmur 67:1-5)
Kiranya semua raja sujud menyembah kepada-Nya, dan segala bangsa menjadi hamba-Nya!(Mazmur 72:11)
Biarlah nama-Nya tetap selama-lamanya, kiranya nama-Nya semakin dikenal selama ada matahari. Kiranya segala bangsa saling memberkati dengan nama-Nya, dan menyebut Dia berbahagia. (Mazmur 72:17)
Kategori keempat yang mengungkapkan pengharapan bangsa-bangsa menyatakan rencana-rencana dari pemazmur untuk melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya untuk membuat kebesaran Tuhan dikenal di antara bangsa-bangsa.
Sebab itu aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, dan aku mau menyanyikan mazmur bagi nama-Mu. (Mazmur 18:49)
Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa. (Mazmur 57:9)
Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, dan aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa. (Mazmur 108:3)
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa berkat pengampunan dan keselamatan yang Allah berikan pada umat Israel pada akhirnya merujuk pada penjangkauan semua kelompok masyarakat di muka bumi. Israel diberkati agar menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Pernyataan terbaik mengenai hal itu terdapat dalam Mazmur 67:1-2, "Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, Sela, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa." Berkat tercurah kepada umat Israel sebagai alat untuk menjangkau bangsa-bangsa. Demikian pengharapan yang ada dalam Perjanjian Lama: berkat keselamatan tercurah bagi semua bangsa. (t/Novita)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Let the Nations be Glad |
Judul bab | : | The Supremacy of God Among "All the Nations" |
Judul asli artikel | : | The Hope of The Nations |
Penulis | : | John Piper |
Penerbit | : | Baker Books, Grand Rapids 1993 |
Halaman | : | 184 -- 188 |
Dapatkah Saudara Sepupu Mengalami Pertobatan?
Pria itu sangat percaya diri dan bersikap agresif ketika ia memasuki kantor rumah singgah. Ia datang untuk menyuruh orang Kristen agar menutup tempat itu dan berhenti menyuarakan kebohongan. Ia telah mempelajari agamanya, menghafal Kitab Sucinya, dan meyakini bahwa agamanya adalah satu-satunya yang benar di dunia. Dia bertekad untuk memajukan agamanya, dengan cara mengajak setiap orang agar menganut agamanya. Ia berdebat sengit dengan orang-orang yang bertugas di tempat itu tentang para penipu dengan propaganda kekristenan. Itulah pertemuan pertama yang mengawali banyak pertemuan selanjutnya.
Ia seorang sopir taksi yang sering mampir ke tempat itu untuk berdebat tentang pandangannya. Setelah dua bulan, manajer di tempat itu dengan sabar dan setia, memperkenalkan Kristus secara pribadi kepadanya. Secara bertahap ia mulai bersedia berdiskusi -- alih-alih berdebat. Setelah beberapa minggu melakukan diskusi, tukang debat itu menjadi pendengar yang serius. Sang manajer memberinya beberapa artikel kekristenan dan memberi saran, "Bagaimana kalau Anda membawanya dan merenungkan apa isinya?" Sang manajer merasa pria itu sekarang seorang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran. Ia meminta teman-temannya sesama Kristen mendoakan, agar firman Allah membawa terang ke dalam hati pria itu.
Empat bulan berlalu tanpa petunjuk apa pun tentang pria itu. Manajer Kristen itu berpikir, ia telah membuatnya tersinggung dan kehilangan kontak. Lalu, ia melihatnya di sebuah pusat perbelanjaan dan bertanya, "Mengapa Anda tidak mengunjungi kami lagi?" Pria itu menjawab, "Saya akan datang lagi suatu hari nanti. Saya sedang merenungkan bahan-bahan bacaan yang Anda berikan dulu."
Beberapa bulan kemudian ia mampir ke tempat itu dan bertanya kepada sang manajer, "Tahukah Anda mengapa saya datang hari ini? Karena ini hari yang istimewa." Ia menunjukkan kepada sang manajer, selembar kalender harian yang bertuliskan ayat Alkitab: "Kamu harus lahir baru". Pria itu berkata, "Aku ingin melakukannya. Aku ingin lahir baru." "Apa yang Anda katakan?" tanya orang Kristen itu. "Apakah Anda paham makna lahir baru? Tidak tahukah Anda bahwa hal itu berarti penganiayaan dan masalah besar bagi Anda? Apakah Anda siap menghadapi tantangan?" Pria itu tidak bisa dihalangi. Ia memohon kepada sang manajer untuk membimbingnya bertobat, dan menerima Kristus sebagai Juru Selamatnya. Wajahnya bercahaya selagi berdoa, lalu ia meminta Alkitab.
Ia meninggalkan tempat itu, wilayah yang didominasi oleh para pemilik toko yang beragama lain sambil berteriak dengan keras, "Aku sudah lahir baru! Aku seorang Kristen sekarang." Sang manajer berlari mendekatinya dan memintanya untuk tidak bertingkah konyol. Pria itu menjawab, "Saya tidak memunyai waktu untuk berdiam diri. Saudara Sepupu akan memberi saya waktu tiga hari untuk mengaku salah, atau mereka akan berusaha membunuh saya."
Tak lama kemudian, pemimpin agama mendatanginya dengan ancaman terhadap nyawanya dan rumah singgah itu, jika ia tidak kembali memeluk agama asalnya. Tetapi ia berhasil menghindari ancaman itu, dan mulai menghadiri Persekutuan Arab dengan orang Kristen yang telah membawanya kepada Kristus. Kemudian ia pindah dari daerah itu, namun mengirim pesan kepada sang manajer bahwa ia masih bertumbuh dalam imannya.
Contoh lainnya adalah teman saya yang diasuh Saudara Sepupu di sebuah negara Timur Tengah. Pemuda ini telah mendengar tentang Alkitab, namun belum pernah melihatnya. Ia tahu bahwa ada penjaga toko di kotanya yang memunyai salinan Alkitab. Ia lalu meminjamnya.
Selama beberapa tahun, dengan penuh rasa ingin tahu, ia membaca... membaca... dan membaca. Ia memberi tahu saya bahwa ia membaca seluruh Alkitab 14 kali, dan membaca ulang Perjanjian Baru 13 kali. Akhirnya ia mengerti kebenaran tentang Tuhan Yesus Kristus, dan memercayainya sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Imannya memberinya damai sejahtera dalam hati dan kepastian keselamatan yang telah lama dirindukannya.
Imannya juga membawa masalah besar baginya. Keluarganya menarik undian tentang siapa yang akan membunuhnya, atas kemurtadan yang tak terampuni karena meninggalkan agama asalnya. Dia menunjukkan bekas luka di lehernya karena upaya pembunuhan oleh pamannya. Teman saya dan istrinya kini memunyai pelayanan efektif dalam penginjilan Saudara Sepupu di Timur Tengah.
Saudara Sepupu akan mau beriman kepada Kristus walaupun selalu membutuhkan waktu lama. Penting bagi mereka untuk mendalami Alkitab sebagai pintu masuk cahaya rohani ke dalam hati dan pikiran mereka. Kesaksian Saudara Sepupu yang bertobat, selalu ditandai dengan pergumulan panjang akan kebenaran Alkitab. Terkadang, pengalaman rohani mereka diawali dengan suatu mimpi atau penglihatan, namun selalu berpuncak dalam pergumulan atas pernyataan Alkitab tentang Tuhan Yesus Kristus.
Tantangannya
Migrasi Saudara Sepupu dari daerah yang tertutup ke negara-negara Barat dalam beberapa tahun belakangan adalah fenomena unik. Tidak ada yang bisa meramalkan perubahan yang dibawa oleh imigrasi bagi negara-negara tersebut. Kelompok-kelompok orang yang sebelumnya tak terlintas dalam pikiran kami, kini tinggal di sebelah rumah kami, belajar di sekolah-sekolah dan universitas-universitas kami, bekerja dengan kami, dan anak-anak mereka bermain bersama putra-putri kami. Kehadiran mereka tidak selalu disambut baik dan menimbulkan kebencian dan kemarahan, khususnya saat mereka mencari kedudukan politis dan pengaruh untuk mengenalkan agama mereka. Mereka juga membawa permusuhan tradisional dari Timur Tengah.
Bagaimana sebaiknya reaksi orang-orang Kristen terhadap perubahan ini? Pengalaman saya dalam menghadapi masalah-masalah ini, muncul dari keterlibatan dengan kelompok sukarelawan yang pergi ke jalanan dan taman setiap Minggu sore dan malam. Kami mengabarkan Kabar Baik dengan berkhotbah di ruang terbuka. Setelah acara berakhir, kami selalu mendatangi orang-orang yang berhenti untuk mendengarkan. Kami berbagi cerita secara pribadi dan memberi bacaan-bacaan Alkitab untuk dibawa pulang.
Saya tidak akan lupa salah satu perjumpaan yang berdampak sangat dalam terhadap kehidupan saya. Pria itu berdiri sambil mendengarkan khotbah cukup lama. Saat dia berjalan pergi, saya menghentikannya dan dengan ramah menawarkan Injil Yohanes. Ia segera membaca judulnya, menyodorkan kembali kepada saya, dan berkata, "Tidak, terima kasih. Saya non-Kristen." Saya benar-benar bingung. Kata-kata terakhir dan tindakannya itu membuat saya merasa benar-benar dikalahkan. Saya tidak tahu harus berkata apa. Saat saya melihatnya berjalan pergi, saya merasa sungguh-sungguh tak berdaya. Melalui peristiwa ini saya mulai belajar.
Pandangan Allah terhadap Migrasi Saudara Sepupu
Gereja Kristen memunyai catatan buruk dalam upaya penginjilan kepada Saudara Sepupu. Gereja menganggap mereka "terlalu keras", sehingga beralih kepada kelompok lain. Ada lebih banyak penginjil yang berusaha memenangkan setengah juta jiwa di Alaska, daripada yang berusaha menjangkau satu miliar Saudara Sepupu di dunia. Ada satu penginjil Kristen untuk setiap satu juta orang di Timur Tengah. Ketika kami membandingkan data ini dengan sekian banyak rohaniwan dan pengerja Kristen di Barat, kami mulai memahami kesenjangan yang luar biasa dalam prioritas kami.
Namun, Allah memberi kesempatan lain kepada gereja di wilayah kami dengan mengirim para imigran dan pelajar ke negara kami. Kami berusaha mengejar peluang baru ini untuk mengabarkan Kabar Baik kepada mereka. Saya ingat seorang pemuda dari Afganistan, yang dikirim oleh pemerintahnya untuk belajar bahasa Inggris di negara kami. Kelompok penginjilan kami telah berjumpa dengannya di jalanan. Kami mengundangnya untuk mampir dan bersantap malam. Dalam kelanjutan acara, kami menceritakan tentang kedahsyatan Tuhan Yesus Kristus dan apa yang telah diperbuat-Nya bagi kami. Ini pertama kalinya dia mendengar kesaksian seperti itu, dan dia terpesona selagi mendengar. Matanya berlinang air mata dan wajahnya mencerminkan pergulatan pikirannya, "Benarkah ini? Apakah benar ada seorang Juru Selamat yang murah hati?" Dengan antusias ia menerima Alkitab. Ia berkata kepada kami, "Saya ingin belajar lebih lagi tentang hal ini, dan memberi tahu rakyat saya ketika saya kembali ke Afganistan."
Peran penting saksi Injil semacam itu biasanya tidak diketahui seketika. Kebanyakan pelajar yang datang ke negara kami, menempati jabatan yang berpengaruh ketika mereka kembali ke negara asal. Contohnya, seorang pemuda lain menikmati keramahan di rumah saya, mendengar Kabar Baik, lalu membawa pulang Alkitab. Sekarang dia menjadi raja suatu wilayah otonom di India.
Hak Istimewa Membawa Tanggung Jawab Istimewa
Mengapa banyak orang mendengar Kabar Baik berulang kali sementara jutaan lainnya di dunia ini belum pernah sekalipun mendengarnya? Secara umum, kita tidak bisa memilih hak istimewa untuk tinggal di negara di mana Kabar Baik bebas diberitakan dan Alkitab tersedia dengan mudah. Namun, jangan lupa bahwa hak istimewa juga berarti tanggung jawab istimewa.
Pernahkah Anda berpikir Anda berada di bagian mana jika situasinya dibalik dan Anda Saudara Sepupu? Anggaplah bahwa Anda lahir di suatu desa terpencil di Turki, Iran, atau Arab Saudi. Berapa besar Anda berharap dapat mengenal Tuhan Yesus Kristus? Barangkali, Anda hanya akan sedikit sekali mengenalnya. Mengapa? Karena, seperti di negara kami, ada banyak orang Kristen hidup dalam "kehidupan yang menyenangkan", kemajuan karier, kesuksesan finansial, dan ketersediaan tabungan hari tua. Mereka hidup seolah-olah dunia materi adalah dunia nyata, sehingga gagal mengumpulkan harta di surga. Mari bertobat dan taat kepada perintah Tuhan Yesus Kristus, untuk mengabarkan Kabar Baik kepada semua orang, termasuk satu miliar Saudara Sepupu.
Cara paling efektif bagi umat Kristen untuk mengabarkan Kabar Baik adalah, dengan menjadikan kebutuhan spiritual Saudara Sepupu sebagai titik awal yang utama. Kebutuhan spiritual ini selanjutnya dapat digunakan sebagai sarana, untuk membawa kepada penjelasan tentang pribadi Tuhan Yesus Kristus dan karya-Nya.
Saya menemukan bahwa konsep kebutuhan spiritual ini adalah tema yang penting dalam pemberitaan Kabar Baik. Inilah titik persamaan umum bagi semua orang di mana saja. Pengkhotbah 3:11a mengatakan "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka." Unsur kekal dalam kodrat manusia ini mencerminkan kesadaran akan kebutuhan batin yang diungkapkan dalam berbagai cara di beragam budaya.
Di dunia Barat, kebutuhan spiritual mungkin dinyatakan sebagai berikut:
Sayangnya, kemakmuran materi, kegemaran berhura-hura, dan kemajuan teknologi di dunia Barat, tampaknya mematikan hasrat untuk menemukan jawaban akan kebutuhan-kebutuhan spiritual.
Di dunia Saudara Sepupu, ada kesadaran universal akan hal-hal rohani. Keberadaan dan kuasa Allah diterima oleh semua. Akan tetapi, ada kegelisahan batin yang tidak mampu dijawab Saudara Sepupu. Inilah contoh-contoh kebutuhan spiritual itu:
Minat mereka timbul ketika kita dengan rendah hati mampu menunjukkan bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, oleh kematian dan kebangkitan-Nya, menjawab semua kebutuhan ini. Pendekatan kepada Saudara Sepupu adalah seperti "menggaruk di tempat mereka merasa gatal" dan menghindari diskusi kontroversial tentang mereka. Kita tidak perlu menjadi pakar agama mereka untuk menggunakan metode kesaksian ini secara efektif.
Saya belajar berbagi hidup dengan Saudara Sepupu dengan mendatangi mereka dan melakukannya, lalu secara bertahap mendapat pemahaman yang lebih. Anda juga dapat belajar dengan cara yang sama, entah Anda merasa mampu atau tidak. Saya seorang insinyur kimia yang menghabiskan hidup bekerja di bidang bisnis. Pemahaman saya tentang firman Allah diperoleh dari membaca Alkitab dari awal sampai akhir, setidaknya setahun sekali dalam hidup kekristenan saya. Saya jemaat aktif di gereja lokal, tetapi rindu untuk melakukan pelayanan lainnya.
Rencana yang disarankan untuk menjangkau Saudara Sepupu dapat saya ringkas sebagai berikut.
Keyakinan akan Perkataan Allah
Apakah peluang mengabarkan Kabar Baik kepada Saudara Sepupu tampak menakutkan? Apakah hal itu membuat Anda merasa takut dan gentar (1 Korintus 2:3)? Apakah Anda merasa sangat membutuhkan keberanian (Efesus 6:19)? Apakah Anda merasa lemah untuk melakukan tugas itu (2 Korintus 12:9-10)? Jika Anda merasakan hal-hal tersebut, yakinlah bahwa Anda tidak seorang diri. Rasul Paulus pernah mengalami hal yang sama. Kenyataannya, inilah yang biasa dialami semua orang yang berani terlibat dalam peperangan rohani bagi jiwa-jiwa yang terhilang.
Pikirkan dasar keyakinan untuk mengabarkan Kabar Baik kepada Saudara Sepupu yaitu Alkitab -- Perkataan Allah yang penuh kuasa dan tidak pernah berubah. Firman Allah adalah kebenaran (Yohanes 17:17) yang hidup, berkuasa, dan dinamis (Ibrani 4:12). Secara ajaib Tuhan Yesus Kristus, firman Allah yang Hidup (Yohanes 1:1-3) identik dengan Alkitab, tulisan Perkataan Allah (1 Petrus 1:23). Perkataan yang penuh kuasa ini diilhami oleh Allah Roh Kudus (1 Yohanes 5:6). Injil adalah kekuatan Allah yang luar biasa, yang melekat dalam karya penyelamatan (Roma 1:16). Injil memberikan buktinya sendiri; yaitu apa yang dilakukannya bagi jiwa-jiwa yang terhilang yang menerimanya. Kami mengakui kebenaran bukti ini dengan menceritakan apa yang telah Tuhan Yesus Kristus lakukan bagi kami.
Milikilah keyakinan penuh akan Alkitab. Tanggung jawab kita adalah menyatakan pesannya, sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi di masa lalu. Mereka berkata, "Demikianlah Tuhan berfirman," dan kita harus melakukan hal yang sama (2 Petrus 1:20-21). Jangan pernah merasa terpaksa membela firman Allah. Jika seekor singa diserang, adakah orang akan cukup bodoh mengambil sebuah tongkat dan membela singa itu? Tidak mungkin! Biarkan saja dan singa itu akan membela dirinya sendiri. Demikian juga dengan firman Allah.
Penting bagi kita untuk tidak mengabaikan keistimewaan Injil. Semua agama, termasuk Saudara Sepupu, memiliki tema yang sama, "manusia mencari Allah". Namun, dalam Injil Yesus Kristus, Tuhan kita, temanya adalah "Allah mencari manusia". (t/Dicky)
Diterjemahkan dari:
Judul asli buku | : | Sharing the Good News with Muslims |
Judul asli artikel | : | A God Given Opportunity |
Penulis | : | Bill Dennett |
Penerbit | : | Anzea, New South Wales Australia, 1992 |
Halaman | : | 3 -- 15 |
Di dalam Perjanjian Baru, kata "penilik" atau "bishop" atau "uskup" adalah "episcopus". (Kata Episcopal [baca: episkopal] berasal dari kata itu.) Kata episcopus memunyai sejarah yang kaya dan mengagumkan. Kata dalam bahasa Inggris, "scope" (lingkup), juga berasal dari kata yang sama.
Sebuah scope adalah sebuah alat yang digunakan untuk melihat sesuatu. Misalnya kata "microscope" atau "mikroskop" untuk melihat benda-benda yang kecil, sedangkan "telescope" atau "teleskop" untuk melihat benda-benda yang letaknya sangat jauh. Awalan "epi" fungsinya untuk memperkuat akar katanya.
Jadi, kita dapat melihat bahwa seorang episcopus adalah orang yang melihat sesuatu dengan sangat cermat. Di dalam dunia Yunani kuno, seorang episcopus (penilik) dapat merupakan seorang jenderal militer yang pada waktu-waktu tertentu mengunjungi kesatuan-kesatuan angkatan perangnya dan memeriksa mereka agar mereka selalu berada dalam keadaan siaga. Jika pasukannya dalam keadaan berjaga-jaga, kondisinya prima dan siap tempur, mereka menerima pujian dari episcopus (penilik, bishop, atau uskup) itu. Jika pasukannya malas dan dalam keadaan tidak siap, maka mereka akan menerima teguran keras dari penilik itu.
Di dalam bentuk kata kerja bahasa Yunani, terjadi perubahan yang agak aneh pada kata episcopus. Bentuk kata kerjanya itu berarti "mengunjungi". Tetapi, bentuk kunjungannya itu bukan dalam arti biasa, bukan berarti dengan santai tiba-tiba datang berkunjung, melainkan suatu kunjungan yang bersifat mengamati secara cermat situasinya. Kunjungan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang sungguh-sungguh sangat memerhatikan orang yang sedang dikunjunginya itu.
Uskup disebut uskup karena mereka adalah penilik domba-domba milik Allah. Tugas mereka adalah mengunjungi orang-orang yang sakit, yang dipenjarakan, yang lapar, dan sebagainya. Mereka diberi tugas untuk memerhatikan dan memelihara umat Allah.
Di dalam Alkitab, ditulis bahwa Penilik atau Uskup Mahatinggi adalah Allah sendiri. Allah senantiasa memerhatikan segenap umat manusia. Mata-Nya memerhatikan kita masing-masing dengan cermat. Ia menghitung setiap rambut di kepala kita dan mendengar setiap kata yang keluar dari mulut kita.
Di dalam Perjanjian Lama, para nabi berbicara mengenai hari "Allah melawat mereka". Hari itu akan menjadi hari yang penuh rahmat dan sukacita dan di sisi yang lain sebagai hari yang menyedihkan dan hari penghukuman.
Pada waktu Yesus dilahirkan, Allah melawat bumi ini. Penilik yang Mahatinggi menyatakan diri dalam wujud manusia. Lawatan ini dirayakan dalam Kidung Zakharia. Dalam nyanyiannya, Zakharia dua kali menyebutkan kunjungan Allah yang kudus:
Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, ... oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, surya pagi dari tempat yang tinggi (Lukas 1:68-69, 78).
Perjanjian Baru menyebut Tuhan Yesus sebagai "Penilik (uskup) jiwa kita". Ia adalah Penilik yang Mahatinggi yang menjelma menjadi manusia. Lawatannya ke dunia ini telah mengubah jalannya sejarah.
Lawatan pertama dari Penilik Surgawi ini diliputi oleh misteri. Ia datang bukan sebagai seorang jenderal militer, melainkan sebagai seorang bayi, di dalam palungan yang dibuat dari batu yang dipahat. Dan Ia datang untuk memerhatikan jiwa-jiwa kita. Ia datang untuk menilik keadaan kita. Ia datang dengan berkat dan penebusan ilahi. Ia juga datang membawa peringatan ilahi.
Penilik Natal mengumumkan kepada dunia bahwa pada suatu hari kelak, Ia akan datang kembali untuk kedua kalinya. Ia berjanji akan datang lagi untuk mengamati pasukan-Nya. Bagi orang-orang yang mencintai kedatangan-Nya, maka kedatangan-Nya kelak merupakan suatu saat yang penuh dengan sukacita dan kemuliaan yang tak terkatakan. Pada waktu kedatangan-Nya yang kedua kali itu, tugas-Nya sebagai Penilik akan disempurnakan.
Bagi orang yang mengabaikan kedatangan-Nya yang pertama sebagai Penilik Natal, maka kedatangan-Nya yang kedua akan menjadi satu malapetaka yang datang dengan tiba-tiba. Itu adalah Hari Tuhan, yaitu hari yang digambarkan oleh Amos sebagai hari yang gelap, dan sama sekali tidak ada terang.
Allah selalu memandang kita semua satu per satu. Pandangan Tuhan dapat menembus setiap penghalang dan setiap topeng yang menyembunyikan wajah kita. Penilik kita sedang memerhatikan kita. Ia tidak akan mengabaikan kita.
Kita merindukan pandangan Tuhan Yesus. Kita menantikan kedatangan-Nya nanti dengan pengharapan yang penuh sukacita. Ia sangat memerhatikan jiwa kita. Ia mengunjungi umat-Nya untuk menghibur dan menyelamatkan. Ia adalah Penilik Natal. Kita merayakan lawatan-Nya yang menakjubkan.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Kristus di Dalam Natal |
Judul asli buku | : | Christ in Christmas, A Family Advent Celebration |
Penulis | : | R.C. Sproul |
Penerjemah | : | Drs. Chris J. Samuel |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung 1996 |
Halaman | : | 70 -- 72 |
Untuk pertanyaan di atas, saya yakin kebanyakan dari kita akan menjawab bahwa doa itu fundamental. Doa bukan hanya sebuah kenikmatan rohani -- suatu kesalehan untuk menekankan rutinitas religius kita. Doa adalah hubungan kita dengan Bapa.
Dalam Yohanes 15, Yesus memberi kita kunci menuju kehidupan dan pelayanan Kristen yang sukses. Dengan jelas, Ia berfirman tentang betapa pentingnya kita bergantung kepada-Nya. Dia adalah Pokok Anggur, dan kitalah carangnya. Layaknya carang bergantung pada pokok anggur untuk mendapatkan kekuatan dan gizi, demikian jugalah kita, tergantung kepada Kristus.
Hal itu sangat penting, sampai-sampai Kristus mengatakan bahwa tanpa-Nya, kita tidak dapat melakukan apa pun. Apa pun? Ya; itulah yang Ia katakan.
Salah satu cara utama untuk kita dapat secara aktif menerapkan ketergantungan kita pada Kristus adalah dengan berdoa. Saat kita berdoa, kita berseru kepada Kristus bahwa kita membutuhkan-Nya -- bahwa kita tidak mampu berjalan tanpa-Nya.
Saat kita tidak berdoa, kita berarti mendeklarasikan sebuah ketidaktergantungan. Mengakuinya atau tidak, saat kita tidak berdoa, berarti kita sedang memberitahu Tuhan bahwa kita tidak membutuhkan-Nya. "Terima kasih. Saya bisa melakukannya sendiri." Apakah Anda meragukan kenyataan bahwa saat kita tidak bergantung pada Tuhan, kita tidak akan melihat buah kekal dalam kehidupan dan pelayanan kita?
Berulang-ulang dalam Yohanes 14-16, Yesus berkata, "Jika kamu meminta ... Aku akan melakukannya." Itulah formula ilahi agar kita dapat melihat buah kekal dalam hidup dan pelayanan kita. Jelas, doa itu fundamental, bukan hanya penting. Dan hal tersebut benar adanya saat kita memikirkan misi.
Dari awal sampai akhir, doa adalah sesuatu yang fundamental, baik dalam kita membangun kepedulian terhadap misi, mengembangkan strategi misi, merekrut dan melatih tenaga kerja, atau mendukung misionaris dalam hal dana. Robert Glover menulis:
"Dari sejak Pentakosta dan Rasul Paulus berabad-abad lalu sampai sekarang, semua kisah misi merupakan sebuah kisah jawaban doa. Setiap terobosan baru dalam dunia misi adalah hasil dari doa yang penuh iman. Setiap misionaris baru yang telah dimiliki dan diberkati Tuhan adalah buah dari biji yang ditanam oleh Roh Kudus dalam hati orang-orang kudus yang berdoa."
Apakah Anda rindu gereja Anda menjadi sebuah gereja yang melaksanakan Amanat Agung? Apakah Anda rindu gereja Anda melakukan bagiannya dengan penuh antusias untuk membantu memenuhi Amanat Agung? Anda harus memulainya dengan doa.
Bertekunlah dalam Berdoa
Joel membaca sebuah publikasi misi. "Luar biasa," pikirnya. "Misionaris ini dipenjara, namun masih dapat menulis sebuah surat yang membesarkan hati. Ia tidak pernah menyerah. Di sini ia meminta kita berdoa agar Tuhan memberinya kesempatan dan hikmat untuk bersaksi."
Joel pun membuka halaman selanjutnya, "Bertekunlah dalam doa. Janganlah komitmen Anda untuk berdoa itu kendur. Dan perhatikanlah apa yang sedang terjadi sehingga doa Anda tepat sasaran. Akhirnya, jangan lupa untuk bersyukur dalam doa Anda."
Misionaris itu tentu saja adalah Rasul Paulus. Surat itu ditujukan kepada jemaat di Kolose. Dan di antara nasihat-nasihatnya itu, terdapat sebuah perintah sederhana: "Bertekunlah dalam doa dan dalam pada itu berjaga-jagalah sambil mengucap syukur." (Kolose 4:2)
Satu strategi yang Tuhan pakai untuk membantu jemaat bertekun dalam doa adalah Gerakan Doa Amanat Agung (GDAA). Strategi ini dapat digambarkan sebagai sebuah gerakan, tantangan, dan peluang.
GDAA adalah sebuah gerakan orang-orang Kristen yang membantu memenuhi Amanat Agung melalui doa mereka. Gerakan ini adalah sebuah tantangan untuk mempercepat penginjilan melalui doa. Gerakan ini adalah sebuah peluang untuk memiliki peran strategis dalam memuridkan bangsa-bangsa.
Ada dua komponen dalam gerakan ini: Komitmen Doa Amanat Agung dan Kelompok Doa Amanat Agung.
Komitmen Doa Amanat Agung merupakan komitmen, yang Tuhan mampukan, untuk berdoa setidaknya sekali seminggu untuk hal-hal berikut ini:
Diri Sendiri
- Berdoa agar Tuhan memberi saya kepedulian yang lebih besar kepada orang-orang yang belum mengenal-Nya.
- Berdoa agar Tuhan membantu saya melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi Amanat Agung.
Gereja
- Berdoa agar Tuhan membantu gereja Anda menjadi gereja yang melaksanakan Amanat Agung, semua jemaat bekerja bersama untuk membantu memenuhi Amanat Agung.
- Berdoa agar Tuhan menggunakan gereja Anda untuk membantu menjangkau orang-orang yang belum terjangkau.
Lebih Banyak Pekerja
- Berdoa agar Tuhan membangkitkan orang-orang di ladang misi Anda untuk menjadi misionaris.
- Berdoa agar Tuhan membangkitkan misionaris-misionaris dari gereja Anda.
- Berdoa agar Tuhan membangkitkan misionaris-misionaris di seluruh dunia.
Dunia yang Tersesat
- Berdoa agar setidaknya ada satu gereja injili di setiap suku bangsa yang belum terjangkau di seluruh dunia.
Apakah beberapa pokok doa itu nampak mustahil? Jujur, saya cenderung setuju dengan Anda. Kecuali Tuhan bekerja dengan cara-Nya yang luar biasa dan tidak saya mengerti, tidak akan ada gereja injili di setiap daerah yang tidak terjangkau.
Tapi memang itulah intinya, bukan? Menetapkan tujuan yang memuliakan Allah melebihi apa yang dapat kita lakukan sendiri, dan memohon Tuhan membantu kita menjangkau mereka.
Kesulitan dalam mencapai tujuan itu tidak cukup menjadi alasan untuk kita tidak berdoa. Sebaliknya, kesulitan itu merupakan alasan terbaik mengapa kita harus berdoa. Karena kita tidak akan mungkin mampu mencapai tujuan itu dengan usaha sendiri.
Dan lagi, apa gunanya kita berusaha mencapai tujuan itu tanpa dibarengi dengan doa agar tujuan tersebut dapat tercapai? Bukannya hal itu sama dengan deklarasi ketidaktergantungan yang telah kita singgung di atas.
Bayangkan saja dampak yang akan terjadi jika ribuan orang Kristen membuat komitmen dan berdoa dengan penuh iman.
Kelompok Doa Amanat Agung
Kelompok ini adalah kelompok orang yang berkomitmen untuk berjuang demi pemenuhan Amanat Agung melalui doa mereka.
Apakah kelompok ini hanya akan menjadi kelompok-kelompok lain yang biasa-biasa saja? Tidak, karena mereka yang terlibat dalam kelompok ini selalu fokus pada Amanat Agung. Yang terpenting dalam pikiran mereka adalah kerinduan Allah agar kita memuridkan semua bangsa, bahasa, dan suku. Mereka tidak mementingkan diri sendiri dalam doa-doa mereka.
Apakah mereka berdoa bagi kebutuhan gereja mereka? Tentu saja. Mereka peduli dengan gereja mereka dan berdoa bagi kesehatan dan pertumbuhannya. Mungkin mereka berdoa bagi terjadinya kebangunan rohani. Namun, mereka rajin menjaga hati untuk tetap berdoa bagi mereka yang belum mengenal Yesus. Mereka tekun menjaga kepedulian mereka pada domba-domba yang terpencar dari kawanannya.
Kapan mereka bertemu? Kapan pun mereka mau. Beberapa lebih menikmati doa pada saat subuh, beberapa lainnya lebih suka malam hari. Lakukanlah eksperimen untuk menemukan waktu yang terbaik bagi Anda dan gereja Anda.
Ingat, intinya bukanlah untuk mengadakan pertemuan lain. Intinya adalah untuk menggerakkan orang-orang percaya terlibat dalam Doa Amanat Agung. Kata-kata J. Campbell White yang didokumentasikan oleh Helen Montgomery lebih dari setengah abad yang lalu, masih relevan sekarang ini.
"Doa adalah metode utama dan terutama dalam mengatasi masalah misi. Di antara semua metode yang pernah dilakukan, tidak ada metode yang lebih praktis dan berbuah selain doa. Jika kita mampu membuat beberapa orang di rumah rutin mendukung dalam doa setiap perjuangan misi, dengan metode sederhana ini saja, keefisienan misi yang ada mungkin dapat berlipat ganda, meski tidak ada tambahan misionaris dalam misi tersebut."
Pilih Seorang Misionaris
Salah satu cara agar doa bagi misi lebih bermakna adalah dengan mendoakan misionaris tertentu. Mungkin gereja Anda telah mendukung beberapa misionaris.
Mulailah menyurati seorang misionaris untuk mendorongnya dan mengetahui kebutuhannya. Berikut ini beberapa panduan untuk membantu Anda berdoa.
Berdoalah menurut teladan dan penjelasan alkitabiah (Efesus 1:15-21; 3:14-21; 6:18-20; Filipi 1:9-11; Kolose 1:9-14; 4:2-4; 2 Tesalonika 3:1-5; 1 Timotius 2:1-4). Cara ini adalah cara yang sangat bagus untuk memastikan Anda berdoa sesuai sasaran.
Jika misionaris yang Anda doakan memiliki keluarga, mereka harus menjadi sasaran doa rutin Anda. Doakan kesehatan dan keharmonisan keluarga mereka. Berdoa agar pernikahan mereka kokoh. Doakan agar anak-anaknya tumbuh dengan kasih dan ketaatan kepada Tuhan Yesus.
Doakan agar mereka dapat mempelajari bahasa tempat mereka melayani dengan baik dan beradaptasi di sana. Doakan agar mereka memiliki hubungan yang penuh kasih dengan orang-orang lokal dan sesama misionaris.
Doakan pertumbuhan rohani misionaris Anda, agar Tuhan membantu mereka hidup dan melayani dalam kuasa Roh, dan agar mereka menjadi semakin ilahi. Mohon Tuhan mengembangkan Buah Roh dalam hidup mereka.
Kenalilah sebisa mungkin detail pelayanan misionaris Anda sehingga doa Anda bermanfaat. Apakah ia adalah penerjemah Alkitab? Apakah ia adalah seorang perintis gereja di salah satu kota besar di dunia? Apakah ia mengajar di sekolah anak-anak misionaris? Apakah ia mengajar pada sebuah seminari? Setiap pelayanan tersebut memiliki keunikan dan kesulitannya masing-masing. Pelajari semuanya itu sehingga doa Anda tepat mengarah pada kebutuhan misionaris.
Anda mungkin tidak dapat memberikan banyak uang untuk mendukung misionaris Anda, namun Anda bisa memohon pada Tuhan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pekerjaan misionaris sudah cukup sulit tanpa mereka harus mengkhawatirkan kurangnya dana.
Mohon Tuhan untuk melindungi misionaris Anda dari kuasa jahat yang mungkin menghalangi pelayanannya atau berusaha menjatuhkannya. Doakan agar misionaris Anda tidak memberi musuh tempat berpijak -- agar ia memperlengkapi diri dengan senjata rohani yang disediakan bagi setiap orang Kristen (Efesus 6:10-18).
Bercerminlah
Akhirnya, kebanyakan kebutuhan misionaris Anda sama dengan kebutuhan Anda. Pikirkan daerah yang ingin Anda doakan, dan doakan juga misionaris Anda.
Apakah Anda kecil hati? Doakan agar Tuhan mendorong misionaris Anda. Apakah Anda merasa kering rohani? Kebanyakan misionaris juga bukanlah seorang yang sangat kuat kerohaniannya. Mereka membutuhkan doa Anda untuk hal-hal seperti ini.
Misionaris membutuhkan doa kita. Dan kita memerlukan pertumbuhan spiritual yang akan terjadi dalam hidup kita saat kita mengabdikan diri kita pada doa Amanat Agung.
Manfaatkan Sumber Bahan
Untungnya, ada beberapa sumber bahan bagus yang harganya terjangkau, bahkan gratis, untuk memfasilitasi doa Amanat Agung. Gunakan sumber-sumber bahan yang berisi hal-hal seputar bangsa dan suku yang perlu didoakan tersebut untuk membantu Anda dalam berdoa. (t/Dian)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul buku | : | The World Beyond Your Walls |
Judul bab | : | Prayer -- The Powerhouse of Missions |
Penulis | : | Dean Wiebracht |
Penerbit | : | Philippine Crusades (Manila) dan OMF Literature Inc. (Mandaluyong), 1992 |
Halaman | : | 60 -- 68 |
Masalah penyesuaian sebenarnya sudah ada sejak awal sejarah misi. Misionaris perintis yang ada di ladang misi harus bergelut dengan masalah ini sejak awal. Dia akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan baru semampu mungkin -- mendirikan rumah yang serupa, makan makanan yang sama, mempelajari bahasa mereka, dan menghormati adat-istiadat dan kebiasaan mereka. Dia akan berperilaku seperti halnya salah seorang dari mereka. Akan tetapi, semua penyesuaian itu hanya sementara sifatnya, tidak permanen. Sebagai contoh, seorang penginjil mengamati beberapa orang biasanya membicarakan masalah-masalah keagamaan hanya di malam hari dengan menggunakan bahasa yang tidak dapat dipahami oleh semua orang dengan baik. Dalam kasus tersebut, mungkin misionaris itu akan ikut dalam diskusi tersebut dengan bahasa yang sama, meski ia menyadari keesokan harinya ia akan menginjili dengan bahasa umum masyarakat setempat.
Penyesuaian diri pada pendekatan pertama biasanya tidak membahayakan penginjil. Ia bisa dengan leluasa beradaptasi. Namun, situasinya akan berbeda saat sekelompok orang Kristen mulai berkumpul. Masalah penyesuaian diri adalah sesuatu yang sangat penting bagi mereka. Jika mereka kebablasan dalam menyesuaikan diri, mereka akan terseret arus penyembahan berhala. Namun, jika mereka kurang menyesuaikan diri, mereka tidak akan mampu menjembatani celah antara mereka dan sesama.
Karena itu, untuk melakukan penyesuaian diri dengan tepat, kita harus mengenal beberapa jenis penyesuaian.
Johann Thauren membedakan enam tipe penyesuaian yang berbeda.
Eksternal
Penyesuaian ini berkaitan dengan hal-hal seperti pakaian dan kesopanan. Penyesuaian ini biasanya dilakukan oleh misionaris asing.
Linguistik
Penyesuaian ini harus dilakukan oleh misionaris yang harus menyesuaikan dirinya dengan bahasa di mana ia menginjili.
Estetis
Ini menyangkut masalah pembangunan gereja serta dekorasi dan liturginya.
Sosial dan Hukum
Hal ini berkaitan dengan kebiasaan sosial, pernikahan, poligami, mahar, dan institusi hukum.
Intelektual
Sejauh mungkin, gereja harus memanfaatkan literatur-literatur filosofi dan himne-himne rohani, setidaknya sampai pada tingkat nilai-nilai yang diusung dari bahan-bahan tersebut.
Rohani dan Etika
Dengan menghargai beberapa hal, seperti sikap doa, perayaan, dan hari libur keagamaan, kita bisa memanfaatkan apa yang ada.
Ketika ditanya adat-istiadat apa yang bisa diadaptasi dan yang tidak, Thauren menjawab dengan jelas bahwa beberapa adat bertentangan dengan iman Kristen, seperti penyembahan berhala, sihir, dan sejenisnya. Tentu saja kita tidak bisa mengadaptasinya. Tapi untuk hal lain, seperti kesederhanaan dalam berpakaian dan kesopanan, tidak menjadi masalah bagi kita untuk mengadaptasinya. Yang paling sulit adalah mengadaptasi kebiasaan yang tidak berbahaya, namun di bawah pengaruh pemberhalaan, misalnya keberadaan kasta di India. Dan kebiasaan yang sebenarnya netral, namun bertentangan dengan aturan gereja, seperti memakai topi selama ibadah.
Untuk membantu kita menentukan mana yang bisa kita adaptasi atau tidak, mungkin kita harus memerhatikan beberapa hal. Kita dapat berusaha menentukan sejauh mana adat dan kebiasaan menopang nilai-nilai pemberhalaan. Apakah suatu kebiasaan nampak jelas berada dalam lingkup pemberhalaan? Beberapa kebiasaan masih sangat dekat dengan esensi pemberhalaan dan karena itu harus ditolak. Namun, ada juga kebiasaan lain yang telah jauh dari esensi pemberhalaan, dan meski secara emosional kebiasaan itu masih memiliki nilai-nilai agama, namun kebiasaan itu telah menjadi sejenis institusi sosial. Kebiasaan ini tidak perlu ditolak mentah-mentah. Dalam praktiknya, tidak mudah untuk memutuskan, namun kedekatan suatu kebiasaan dengan pemberhalaan menciptakan suatu acuan yang memungkinkan kita untuk melayani dengan kompetensi dan hikmat.
Untuk itu, coba perhatikan tiga pertimbangan berikut.
Banyak tradisi para penyembah berhala biasanya memiliki fungsi ganda: fungsi agama dan sosial. Sebagai aturan, keduanya tidak beda jauh, karena kehidupan beragama tidak dirasa sebagai hubungan pribadi antara individu dengan Allahnya. Kehidupan beragama lebih banyak dipandang sebagai sikap kolektif suku bangsa atau orang-orang berkenaan dengan kuasa ilahi, yang dengannya ada semacam hubungan dekat, karena setiap orang adalah bagian dari kumpulan orang-orang suci. Di sisi lain, kehidupan sosial tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang di luar pemikiran agama. Suatu suku atau bangsa menyadari bidang sakral dalam kehidupan sosialnya. Kebiasaan yang mendominasi kehidupan sosial tidak bisa dipisahkan dari dasar kepercayaan mereka.
Kebiasaan tertentu sangat didominasi oleh agama sehingga mustahil untuk memandang sosial sebagai elemen yang terpisah. Dan kebiasaan lain sangat memasyarakat (sosial) sehingga agama yang mengikat kebiasaan itu menjadi sangat lemah. Selanjutnya sangatlah tepat bagi gereja perintisan, yang tidak ingin meninggalkan persekutuan yang erat dengan masyarakatnya, untuk sebisa mungkin berpartisipasi dalam tradisi tersebut. Agar orang Kristen tidak memutuskan ikatan dengan sesama non-Kristen, mereka tidak perlu buru-buru menolak untuk ikut dalam pertemuan panen raya dan kegiatan sejenisnya yang melibatkan seluruh masyarakat. Di saat seperti ini, orang Kristen mengalami dilema karena jika dia tinggal dalam masyarakat, pada level tertentu, dia harus selalu berhubungan dengan penyembah-penyembah berhala, karena jika dia ingin menghindarinya, dia harus "meninggalkan dunia ini" (1 Korintus 5:10).
Dalam Perjanjian Baru terbukti bahwa masalah ini juga sudah terjadi pada era gereja mula-mula (2 Korintus 6:14). Paulus memperingatkan "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" Jelas pada era gereja mula-mula Perjanjian Baru, berbagai macam orang menduduki status sosial yang menonjol. Bendahara Korintus, Erastus, nampaknya adalah orang Kristen (Roma 16:23), begitu juga dengan beberapa orang yang bekerja di istana Kaisar (Filipi 4:22). Orang-orang tersebut setiap hari diperhadapkan dengan satu pertanyaan, apakah mereka bisa mempertahankan keyakinan mereka karena setidaknya tempat di mana mereka bekerja mengharuskan mereka menyaksikan banyak praktik penyembahan berhala. Atau tetap bertahan sebagai orang Kristen, tetap melayani dan berhati-hati supaya tidak merusak ikatan sosial?
Menarik garis pembatasnya sangat sulit. Pada umumnya, bisa dikatakan bahwa sangat penting bagi gereja baru untuk tidak memutuskan secara radikal ikatan dan hubungan dengan masyarakat non-Kristen. Jika hubungan tersebut terputus, maka akan terjadi penurunan kekuatan misi secara serentak. Aliran Injil tidak bisa mengalir.
Gereja yang baru berdiri biasanya memiliki penilaian yang lebih baik mengenai masalah ini. Ada banyak contoh dalam sejarah misi di mana para misionaris berpikir bahwa para pemuda Kristen bisa terus terlibat dalam berbagai tradisi, sementara mereka sendiri menunjukkan sikap penolakan. Ada juga contoh yang sebaliknya. Pada umumnya, misionaris Barat tidak memahami efek dari tradisi tersebut bagi pemuda Kristen. Namun, bagi pemuda Kristen yang menjadi bagian kebudayaan, situasinya sangat berbeda. Seorang misionaris mungkin dapat menikmati musik penyembahan berhala, namun hal itu sangat berbahaya bagi pemuda Kristen. Beberapa pemuda Kristen lokal Indonesia mengakui bahwa musik kuno dapat membawa mereka kembali ke dunia pemberhalaan, dan karena itu mereka harus memnghindarinya. Efek yang sama juga dapat muncul dari tradisi lain yang nampaknya biasa-biasa saja. Untuk hal ini, adalah hal yang bijak untuk membiarkan orang-orang Kristen lokal membuat keputusan sendiri mengenai masalah ini.
Dalam konteks sekarang, kita juga harus mempertimbangkan fakta bahwa orang-orang yang baru bertobat sangat khawatir mengadopsi adat kebiasaan misi dan memutuskan hubungan dengan tradisi nenek moyangnya. Jika mereka terlalu diasingkan dari tradisi nenek moyangnya untuk menyesuaikan diri dengan tradisi yang dibawa misionaris (tradisi Barat misalnya), efeknya akan menjadi tidak baik bagi upaya penginjilan. Berdasar kehidupan barunya dalam Yesus Kristus, sebuah gereja baru harus berusaha mendapatkan bentuknya sendiri, bentuk yang sesuai dengan gaya lingkungan di mana ia berada.
Istilah "penyesuaian" tidak tepat menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi. Istilah ini menunjuk pada penyesuaian diri kepada tradisi dan kebiasaan yang asing terhadap Injil. "Penyesuaian" mengonotasikan suatu hasil penyangkalan, pemotongan. Oleh sebab itu kami lebih suka menggunakan istilah "possessio" yang berarti memiliki. Kehidupan Kristen tidak menyesuaikan atau pun mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan para penyembah berhala, tapi memilikinya dan kemudian memperbaruinya. "Barangsiapa di dalam Kristus, dia adalah ciptaan baru". Dalam kerangka kehidupan non-Kristen, adat dan kebiasaan memiliki kecenderungan mendorong orang menyembah berhala dan menjauh dari Allah. Kehidupan Kristen mengambil mereka dan membawa mereka kembali pada arah yang berbeda. Meskipun secara eksternal mereka masih serupa dengan masa lalunya, dalam kenyataannya sesungguhnya mereka sudah menjadi baru, yang lama sudah berlalu dan yang baru sudah datang. Kristus menguasai kehidupan orang, Dia memperbarui dan membangun kembali orang-orang yang penuh cela; Dia memenuhi setiap hal, kata, dan kebiasaan dengan pengertian baru dan memberinya arah yang baru. Hal seperti itu bukan "adaptasi" atau juga "penyesuaian"; hal itu berbicara tentang kepemilikan sah akan sesuatu oleh Dia yang kepada-Nya diberikan kuasa atas surga dan bumi. (t/Setya)
Diringkas dan diterjemahkan dari:
Judul buku | : | An Introduction to the Science of Missions |
Judul bab | : | The Threefold Aim |
Judul asli artikel | : | Accomodation |
Penulis | : | J. H. Bavinck |
Penerbit | : | Presbyterian and Reformed Publishing Co, New Jersey 1960 |
Halaman | : | 169 -- 179 |
Misi lahir dari kasih Allah yang mencari manusia. Allah itu kasih (1 Yohanes 4:8,16) yang tidak ingin tinggal sendiri, terpisah dari manusia, tetapi ingin berkomunikasi dengan makhluk-Nya. Oleh sebab itu, Allah telah membuktikan kasih-Nya dengan mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan manusia yang berdosa. Yohanes 3:16 berkata, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Misi dari Allah berarti: misi yang berasal dari perintah-Nya.
Secara singkat ada sembilan langkah bagaimana Allah Bapa berperan untuk menyelamatkan manusia yang berdosa.
Allah Bapa ada sebelum segala sesuatu ada. Langit dan bumi termasuk manusia diciptakan untuk menghormati Allah.
Allah Bapa menciptakan segala sesuatu dalam keadaan amat baik adanya. Sebagai pencipta, Dia tidak ingin ada orang yang hidup di luar hubungan dengan Dia.
Allah Bapa menyediakan kerajaan surga bagi manusia sejak dunia dijadikan. Sebelum manusia lahir, Allah sudah merancangkan damai sejahtera bagi umat manusia.
Allah Bapa langsung mencari hubungan dengan manusia yang baru jatuh dalam dosa (Kejadian 3).
Allah Bapa langsung menolong manusia yang telah berdosa. Sesudah Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Tuhan mencari mereka dan memberi pakaian kepada mereka.
Allah Bapa langsung menjanjikan keselamatan kepada manusia yang berdosa (Kejadian 3:15).
Allah Bapa memilih suatu bangsa, supaya mereka menjadi saluran keselamatan bagi manusia. Allah memanggil Abraham dan bangsa Israel untuk menjadi berkat bagi semua bangsa di seluruh dunia (Kejadian 12:1-3).
Allah Bapa yang adil dan suci menghukum manusia dengan jujur. Mulai dari Adam yang harus diusir dari Firdaus, manusia tidak bisa lagi berhubungan langsung dengan Tuhan.
Allah Bapa mengutus Anak-Nya yang Tunggal sebagai Juru Selamat manusia. (Yohanes 3:19) Ini merupakan pengorbanan yang terbesar Allah Bapa bagi manusia.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 68, Tahun 2006 |
Judul artikel | : | Peran Allah Bapa dalam Misi |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Sidoarjo 2006 |
Halaman | : | 6 |
Berhasil atau tidaknya pengabdian kita, terletak kepada penyerahan kita kepada kehendak Allah, sebab kita tidak tahu apa yang seharusnya kita lakukan jika Roh Allah tidak menyatakannya kepada kita. Syukur kepada Allah, meskipun "tidak ada orang yang tahu apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah" (1 Korintus 2:11), namun Roh Allah berkenan tinggal di dalam hati kita sehingga kita tahu kehendak Allah.
Seorang abdi, walaupun telah menyerahkan segala-galanya bagi tuannya, tidak dapat berbuat apapun kalau ia tidak tahu kehendak tuannya. Demikian pula orang-orang Kristen tidak dapat melakukan pengabdian dengan tepat jika mereka tidak tahu kehendak Allah.
Roh Kudus datang untuk menjalankan tugas ini. Ia datang untuk menyatakan kehendak Tuhan kepada kita. Seperti kata nas Alkitab: "Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah." (1 Korintus 2:10)
Roh Kudus tinggal di dalam kita untuk menyatakan kehendak Allah yang terdapat dalam firman-Nya yang tertulis, Alkitab. Rahasia kehendak Allah dalam Alkitab, hanya Roh Kudus yang tahu persis. Itulah sebabnya "nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus, orang-orang berbicara atas nama Allah" (2 Petrus 1:20-21). Tanpa pimpinan Tuhan, pengabdian kita tanpa arah yang tepat sebab bukan "jadilah kehendak-Mu", melainkan "kehendak-Mu yang kami rasa cocok buat kami", atau "kami mengerjakan ini dan itu sebab mungkin hal tersebut adalah kehendak-Mu". Tanpa campur tangan Roh Kudus, mustahil kita tahu kehendak Allah bagi hidup kita.
Pengabdian yang benar hanyalah pengabdian yang dipimpin oleh Roh Kudus, sebab hanya "Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran, sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya ... Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya daripada-Ku." (Yohanes 16:13-14)
Tugas Roh Kudus di dunia ini adalah mendampingi abdi-abdi Tuhan. Pada waktu abdi-abdi-Nya mengalami kelemahan, nistaan, dan hinaan, dengan setia Ia mendampingi dan menghibur mereka.
Ia juga bertindak sebagai penginsaf dosa, baik menginsafkan dosa dunia maupun dosa abdi-abdi-Nya. Dengan setia, Ia memerhatikan dan menyatakan kesalahan, kelalaian, dan dosa-dosa kita, abdi-abdi-Nya.
Ia juga bertugas mengingatkan kita tentang ajaran dan perintah Tuhan Yesus, seperti yang disabdakan-Nya sendiri: "Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya daripada-Ku" (Yohanes 16:14) dan "Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu" (Yohanes 14:26).
Roh Kudus juga berperanan penting dalam menguatkan abdi-abdi Allah di dunia ini. Tuhan Yesus tahu betapa beratnya mengabdi kepada Allah di dalam dunia ini, dunia yang penuh dengan segala keinginan duniawi. Dia tahu dan pernah merasakan betapa susahnya menjalankan perintah-perintah Allah Bapa di bumi ini. Itulah sebabnya Tuhan Yesus tidak membiarkan abdi-abdi-Nya berjuang sendiri dalam pengabdian mereka. Ia berjanji: "Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran ... Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu" (Yohanes 14:16, 18). Dan "ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Matius 28:20).
Roh Kudus memunyai peranan terbesar dalam pengabdian Kristen. Tanpa Dia, kita tidak dapat berbuat apa-apa, sebab walaupun hati berkehendak, tetapi tubuh lemah. Kita akan jatuh jika kita mengandalkan kekuatan diri sendiri. Hanya Dialah satu-satunya yang dapat dan mampu membuat kita tetap berdiri dan tetap setia mengabdi sampai akhir hayat ini. Biarlah hanya Dia saja yang akan dipermuliakan dalam pengabdian kita. Ya, hanya "Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaan-Nya, Allah yang esa. Juru Selamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dia adalah kemuliaan, kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin." (Yudas 1:24-25)
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Pengabdian Kristen |
Penulis | : | Sridadi Atiyanto |
Penerbit | : | Lembaga Literatur Baptis, Bandung 1986 |
Halaman | : | 11 -- 13 |
Seorang anak laki-laki berdiri di jalan setapak sedang mendengarkan khotbah kami di suatu Minggu sore. Salah seorang dari tim kami menyapanya dan memberinya sebuah buku kecil mengenai kekristenan ketika ia berjalan pergi. Itulah terakhir kalinya kami melihat bocah tersebut. Dua puluh tahun kemudian, seorang anggota tim kami melihat seorang asing di gereja dan menyambutnya. Pria itu menceritakan kisah ini. "Ketika saya muda, saya diberi sebuah buku Kristen pada hari Minggu sore saat pertemuan terbuka. Saya tidak membacanya. Hanya melemparnya ke dalam laci. Baru tahun ini saya menemukannya, membacanya, dan membuka hidup saya kepada Yesus Kristus." Anggota tim itu mencari tahu bersama pria tersebut, tempat pertemuan 20 tahun sebelumnya. Ia adalah anak laki-laki yang diberi sebuah buku dalam sebuah pertemuan yang sepintas lalu. Betapa mengagumkannya menebar benih sambil beriman dan berdoa!
"Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik." (Pengkhotbah 11:6) Dalam penjelasan Tuhan Yesus tentang perumpamaan tentang penabur, Ia berkata, "Benih itu ialah firman Allah". Benih hanya dapat berbuah ketika benih itu disebarkan. Jadi, setiap orang Kristen seharusnya adalah seorang penabur.
Menaburkan Firman di antara Saudara Sepupu
Cara termudah untuk menaburkan firman di antara saudara sepupupun adalah memberi mereka bagian Alkitab. Hal ini tidak harus merupakan sesuatu yang besar dan dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kemauan untuk melakukannya. Bersikaplah ramah dan mulailah percakapan dalam kontak yang kasual (informal). Perjumpaan semacam itu dapat dibuat ketika sedang dalam perjalanan menggunakan bis, kereta, atau ketika membeli makanan di sebuah toko oleh-oleh makanan khas. Anda mungkin bertetangga dengan keluarga saudara sepupu atau berjumpa dengan mereka di tempat kerja atau sekolah.
Tanyakan tentang negara asal mereka, anak-anak mereka, dan bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan tempat baru mereka. Ceritakan kepada mereka tentang kepedulian Anda soal standar-standar moral yang rendah dan kurangnya kehidupan spiritual di negeri Anda. Biarkan mereka tahu kalau Anda memuja Allah dan menggunakan waktu setiap hari dengan-Nya di dalam doa. Ini bukannya membual, tetapi membiarkan mereka tahu bahwa Anda menghidupi hal-hal dalam hidup yang menjadi minat mereka.
Jika ada tanggapan yang ramah, arahkan percakapan itu kepada persoalan rohani. Inilah suatu pembuka percakapan yang menurut saya sangat membantu. Saya meminta izin seseorang dengan berkata, "Bolehkah saya menanyakan sebuah pertanyaan? Ini adalah pertanyaan paling penting yang pernah ditanyakan kepada Anda." Jika orang tersebut menunjukkan keinginan, saya akan bertanya, "Jika Anda meninggal hari ini, ke mana Anda akan pergi?" Jawaban-jawaban yang paling sering adalah, "Saya harap saya akan pergi ke surga," atau "Saya tidak tahu. Tidak seorang pun yakin." Bahkan jika jawabannya adalah "surga", saya menyelidiki lebih jauh sedikit lagi dengan menjawab, "Jawaban yang bagus. Bagaimana Anda mengetahui hal itu?" Pertanyaan ini biasanya menimbulkan pemikiran-pemikiran yang tidak jelas, yang dimiliki orang-orang yang menunjukkan bahwa imannya tidak berdasarkan pada firman Allah. Jika seseorang sudah benar-benar diselamatkan, ia tidak akan memiliki keraguan dalam memberikan suatu jawaban yang dengan jelas menunjukkan hubungan dengan Kristus dan kesadaran atas pengajaran Alkitab. Tentu saja, dalam berhadapan dengan Saudara Sepupu, jawabannya akan, "Hanya Allah yang tahu." Apa pun jawaban terhadap pertanyaan yang tadi, hal itu akan selalu mengarah pada kesempatan untuk bercerita lebih lanjut tentang Tuhan Yesus Kristus.
Percayakan kepada Tuhan untuk membimbing Anda dalam bersaksi dan dipersiapkan dengan literatur yang tepat dalam bahasa-bahasa dari kelompok etnis mayoritas tersebut. Literatur ini dapat diperoleh dari organisasi-organisasi yang memiliki sumber literatur.
Membagikan Kesaksian pada Perjumpaan-Perjumpaan Sepintas Lalu
Izinkan saya memberi Anda suatu ilustrasi mengenai membagikan kesaksian pada pada perjumpaan-perjumpaan sepintas lalu. Saya dan istri saya sedang berada di sebuah ruang tunggu bandara transit sebuah kota di India. Kami sedang menunggu penerbangan ke Ethiopia untuk mengunjungi rumah sakit-rumah sakit di mana istri saya sudah bekerja sebagai utusan Injil kesehatan. Di ruang tunggu itu, ada sekelompok besar orang yang dengan mudah diidentifikasi melalui pakaian mereka sebagai Saudara Sepupu. Merasa terbeban untuk bercerita dengan mereka, saya berbicara dengan seorang pria dari kelompok itu dalam bahasa Inggris, dan ia cepat-cepat mempertemukan saya dengan pemimpin dari kelompok tersebut, seorang muda yang cakap. Setelah sapaan dan kata-kata pembuka yang ramah, ia menunjukkan keinginannya untuk berbicara tentang persoalan spiritual, sebuah sifat khas saudara sepupu. Saya mengajaknya ke suatu sisi ruangan, sehingga kami bisa berbincang-bincang secara pribadi. Percakapan yang terjadi adalah sebagai berikut ini.
"Apakah Anda seorang Kristen?" Ia bertanya. "Ya," jawab saya.
"Apakah Anda seorang yang non-Kristen?" "Ya."
"Bolehkah saya bertanya?" -- Saya mencoba berspekulasi. "Tentu saja."
"Apakah Anda mengenal Allah?" tanya saya. "Oh, ya tentu saja saya mengenal Allah," dengan cepat ia berusaha meyakinkan saya.
"Bukankah itu baik," kata saya. "Saya selalu senang bertemu seseorang yang mengenal Allah. Ceritakan bagaimana Anda mengenal Allah?"
Saya melihat kebingungan dan kekacauan muncul di wajahnya, saat ia berusaha mencari jawaban. Saya bertanya-tanya, apakah ini pertama kalinya ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa ia benar-benar tidak mengenal Allah secara pribadi? Mungkin di dalam hatinya kebenaran yang sungguh-sungguh menyingkapkan bahwa ia hanya mengetahui apa yang keyakinannya ajarkan tentang Allah, tetapi tidak ada jaminan akan kasih dan pemeliharaan-Nya.
Saya ingin mengatakan bahwa kami memasuki suatu diskusi yang bermanfaat, tetapi hal itu tidak terjadi dengan cara demikian. Melihat ke belakang, mungkin itu sebatas yang Tuhan inginkan bagi laki-laki tersebut pada saat itu. Karena setelah pertanyaan saya tentang bagaimana ia mengenal Allah, pemberitahuan terdengar dari sistem pemberitahuan publik, bahwa sudah saatnya untuk masuk ke pesawat bagi penerbangan kami ke Ethiopia. Saya menjabat tangannya dan mengucapkan selamat tinggal. Sejak saat itu, Roh Kudus yang terus-menerus menggelisahkan hati saya untuk berdoa bagi pemuda tersebut. Saya berdoa, kenyataan Allah tidak dapat dikenal di dalam keyakinannya, akan membuatnya mencari kebenaran dan ia dapat benar-benar mengenal Allah melalui Yesus Kristus.
Anda akan memerhatikan bahwa perjumpaan ini dilakukan dalam cara yang ramah dengan seseorang yang benar-benar asing. Hal itu dilakukan tanpa konfrontasi pribadi. Persoalannya adalah kerohanian pemuda tersebut merasa perlu mengenal Allah secara pribadi. Tidak menyebutkan keyakinannya dan saya membimbing arah diskusi itu. Saya sungguh menyesal saya tidak sempat memberikan sebuah ayat Alkitab dalam contoh tersebut karena kondisi keadaan.
Contoh dari Penggunaan Kebutuhan Rasa Spiritual
Kutipan berikut ini adalah contoh yang baik dari penggunaan kebutuhan rasa spiritual untuk menunjukkan bagaimana Saudara Sepupu gagal. Dicatat dalam buku yang sangat bagus, "The Challenge of Islam" oleh C. R. Marsh (London: Scripture Union, 1980), halaman 31-33. C.R. Marsh dan istrinya adalah sepasang utusan Injil di Aljazair selama beberapa tahun, di mana ia mengunjungi desa-desa dan berbicara dengan orang- orang tentang Tuhan Yesus.
"Desa berikutnya adalah 3 mil jauhnya dan di sana saya menemukan kelompok kecil mengitari Hamid yang buta. Ia sedang menguraikan dengan terperinci kepada mereka doktrin-doktrin dari Kitab Suci Saudara Sepupu, menekankan kata-katanya dengan sebuah tongkat yang ia pegang di hadapannya. Menderita kebutaan sejak lahir, Hamid tidak mampu bekerja. Ia menghabiskan bertahun-tahun di sebuah sekolah Saudara Sepupu, mendengarkan orang lain mengulang-ulang baris-baris dari kitab suci mereka, sampai ia sendiri dapat mempelajarinya untuk mendeklamasikannya dalam hati."
Ia tahu semua perdebatan-perdebatan favorit dari para syekh setempat dan doktrin-doktrin dasar dari Saudara Sepupu. Saya duduk bersama dengan orang-orang itu. Laki-laki buta itu berhenti dan untuk beberapa menit mendengarkan dengan penuh perhatian pesan Injil. Kemudian ia menyulut api dengan berondongan pertanyaan. Ia tidak ingin suatu jawaban. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana banyaknya ia, seorang laki-laki buta, mengetahui tentang agamanya. Berapa pun harganya, ia harus menghentikan orang-orang dalam kelompok ini mendengarkan pesan kehidupan yang saya bawa. Saya berusaha sebaik-baiknya menjawab pertanyaan-pertanyaannya untuk menunjukkan simpati dan kasih, tetapi ia menjadi semakin memanas dan pertemuan itu merosot menjadi suatu diskusi yang tidak berguna. Saya memutuskan untuk mencoba suatu metode yang sering kali berhasil.
"Ceritakan kepada saya apa yang nabimu sudah benar-benar lakukan untukmu, teman. Saya akan memberimu sepuluh menit untuk menceritakannya kepada kami dan selama waktu itu saya akan tetap diam. Kemudian Anda akan mendengarkan dari saya selama sepuluh menit, mengenai apa yang Kristus sudah lakukan bagi saya." Tawaran itu disambut.
"Anda yang pertama bicara, Hamid." Ia pun memulai, "Nabi saya sudah memberi tahu kami untuk bersaksi tentang dia, berdoa lima kali sehari, berpuasa, memberi sedekah, membaca Kitab Suci. Itulah yang sudah ia lakukan bagi kami umat Saudara Sepupu."
"Teruskan, ceritakan kepada kami apa yang sudah ia lakukan bagi Anda," saya memohon.
Sepuluh menit berlalu, tetapi Hamid tidak butuh waktu lagi. Nabinya sudah memintanya untuk melakukan banyak hal. Ia mengetahui semuanya dengan hatinya, tetapi... kemudian dengan sangat sederhana, dari sebuah hati yang penuh kasih bagi Juru Selamat saya dan bagi orang-orang ini, saya menceritakan kepada mereka semua yang Ia sudah lakukan terhadap saya. "Tuhan Yesus sudah menyelamatkan saya. Ia sudah mengubah hidup saya. Ia adalah teman dan sahabat saya. Ia sudah memberikan kepada saya suatu hidup yang berkelimpahan dan sukacita. Ia memberi saya kekuatan untuk mengikuti perintah-perintah Allah dan jaminan pengampunan ketika saya gagal. Ia sudah mengajarkan saya untuk mengasihi musuh saya. Ia segera akan kembali ke dunia ini, bukan untuk memerintah selama 40 tahun, tetapi untuk memerintah selamanya. Ia datang untuk membawa saya bersama-Nya."
Hamid yang buta dan malang itu tidak dapat menahan dirinya lagi. Ia mengutuk dan memaki-maki saya, terus-menerus ia menghina. Tidak ada gunanya melanjutkan. Saya pergi. Sambil berjalan di jalanan desa, saya masih dapat melihat wajah yang menatap saya, tongkat yang diacungkan, cara Hamid yang berapi-api ketika mengutuk dan memaki ke arah saya. Oh, kesedihan yang tidak terhingga dari mata-mata yang buta, karena Saudara Sepupu yang terabaikan itu berusaha mengajar rekan sesama agamanya, pemimpin yang buta dari para orang buta. Saya berjalan ke desa berikutnya, merefleksikan paradoks yang terlihat dari pertentangan yang pahit dalam satu desa, sering kali dinetralkan oleh kehausan hati yang ada di desa berikutnya. Betapa benarnya pola di dalam Kisah Para Rasul tersebut.
Pola bercerita seperti ini adalah suatu cara menunjukkan kepada Saudara Sepupu kalau agama mereka tidak memiliki jawaban apa pun terhadap kebutuhan rasa spiritual mereka. Mereka tentu saja diberi tahu apa yang harus dilakukan, tetapi tidak dimampukan untuk menaati dan tidak ada jaminan terhadap jawaban atas kebutuhan mereka. Sebuah puisi mengeskpresikannya seperti ini: "Lakukan ini dan hiduplah, Hukum menuntut, Tetapi jangan beri aku kaki atau tangan, Injil memberi sebuah kata yang lebih baik, Ia menyuruhku terbang dan memberiku sayap."
Kita juga belajar dari kejadian ini bahwa jika saudara sepupu menjadi marah dan berusaha untuk berdebat, maka usaha untuk melanjutkannya lebih jauh adalah hal yang sia-sia. Lebih baik meyakinkan Saudara Sepupu pada tahap awal, bahwa persahabatan Anda dengannya adalah sesuatu yang lebih penting bagi Anda daripada memenangkan suatu perdebatan. Hal tersebut tidak berarti bahwa Anda menerima kekalahan. Jika Anda dapat berpisah dengan ramah, hal itu akan memberikan suatu celah yang terbuka untuk kesaksian berikutnya kepadanya, baik oleh Anda atau orang Kristen yang lain.
Dalam menceritakan iman Anda, latihlah kemampuan untuk menyatakan dengan jelas sekaligus sederhana mengenai hakikat Injil, siapa Tuhan Yesus, apa yang Ia sudah lakukan dalam penebusan, dan apa yang seharusnya menjadi tanggapan kita. Berlatihlah untuk menceritakan kesaksian Anda sendiri; apa arti keselamatan bagi Anda. Ketika mengutip sebagian dari Injil, gunakan istilah "Injil menurut Yohanes" misalnya, bukan "Injil Yohanes". Karena istilah yang terakhir itu akan membuat Saudara Sepupu berpikir bahwa ada empat Injil yang berbeda, bukan Injil yang dicatat oleh empat saksi mata. Berhati-hatilah menggunakan ungkapan "Anak Allah" ketika berbicara dengan Saudara Sepupu. Pikiran mereka dibingungkan dengan makna yang sesungguhnya, sehingga pembicaraan lebih lanjut biasanya menjadi tidak memungkinkan.
Hanya kekekalan yang akan menyatakan hasil dari cara pemberitaan dan kesaksian pribadi ini. Saat ini kita memiliki hak istimewa yang tidak terbayangkan karena menjadi rekan sekerja Allah untuk seluruh dunia, mata rantai yang membawa jiwa-jiwa kepada Kristus. Dalam menjangkau Saudara Sepupu, mari kita berhati-hati untuk tidak berharap terlalu banyak setelah menjadi rangkaian terakhir dari mata rantai tersebut. Ingatlah prinsip, "Aku [Paulus] menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan." (1 Korintus 3:6) (t/Anna)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Sharing the Good News with Muslims: Simple Guidelines for Christians |
Judul bab | : | Sharing with Casual Contacts |
Penulis | : | Bill Dennett |
Penerbit | : | ANZEA Publishers, Australia 1992 |
Halaman | : | 19 -- 29 |
Apa yang sedang Allah katakan kepada gereja pada masa kini? Amanat Agung itu tidak pernah berubah: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk". Gelombang penginjilan dan kuasa rohani terus berlangsung, dimulai pada masa Pentakosta sampai saat ini, dan berjuta-juta orang masuk ke dalam Kerajaan Surga. Apa bagian Anda pada masa panen jiwa yang sedang berlangsung pada masa kini? Masa ini adalah masa puncak penginjilan global yang merupakan hasil dari cucuran keringat dan air mata dari generasi-generasi yang diurapi A1lah pada masa yang lalu. Pekerjaan Allah yang akan kita saksikan pada masa di depan ini sungguh akan sangat memesona. Saat ini kita sedang mengikuti jejak para pahlawan rohani pada masa-masa yang lalu dan menuai dengan sukacita apa yang dahulu mereka tabur dengan air mata. Apakah Anda sudah berketetapan untuk ambil bagian sepenuhnya dalam panen yang sudah siap untuk dituai itu?
Dahulu, saya adalah misionaris di Afrika dalam tradisi penginjilan ke luar negeri. Hasilnya? Saya acapkali berkotbah hanya di hadapan 5 orang. Padahal, terdapat 450 juta jiwa di Afrika yang membutuhkan Kristus. Namun, pengunjung yang sedikit tidak perlu mengecilkan hati kita. Allah mampu bangkit dan memimpin peperangan. Pengharapan seperti inilah yang dapat membuat kita bersabar, terlebih karena kegerakan yang kita nantikan ini adalah jawaban atas iman para nenek moyang rohani kita sejak zaman dulu kala.
Kemudian, ada sesuatu yang membuat saya tersadar bahwa INJIL bukanlah "kabar baik" bagi orang-orang yang tidak mendengarnya. Kita pun tidak mendapati dalam Alkitab bahwa Allah pergi untuk memberitakannya, tetapi "merekapun pergilah memberitakan Injil ..., dan Tuhan turut bekerja ...." (Markus 16:20). Allah bertindak kalau umat-Nya bertindak. Saya sadar bahwa Allah menunggu kita untuk bertindak dan saya pun tidak bisa mengelak dari kesimpulan bahwa Dia sedang menungguku untuk bertindak. Saya menyelenggarakan kursus Alkitab dan ternyata 50.000 orang mendaftar untuk ikut serta. Hal ini semakin menyadari saya atas kebutuhan mereka akan Juru Selamat. Kemudian, Allah memberikan penglihatan-penglihatan; malam demi malam saya menyaksikan seluruh benua Afrika, negara demi negara dibasuh dalam darah Yesus. Hal itu mendorong saya untuk kemudian memesan stadion dengan 10.000 tempat duduk sebagai tempat untuk penyelenggaraan kebaktian pengabaran Injil.
Sepuluh ribu orang datang! Tuaian yang pertama. Ini pertama kalinya saya menyaksikan ribuan orang berlari ke depan untuk menerima keselamatan. Allah membuka mata saya dan sungguh-sungguh menyaksikan gelombang kuasa yang besar dari Roh Kudus menyapu stadion tersebut. Kemudian, terjadi baptisan Roh Kudus secara massal disertai dengan beberapa kesembuhan yang terjadi. Saya menangis seperti anak kecil dan berikrar kepada Tuhan dalam ketaatan untuk bergerak maju ke seluruh Afrika untuk menggenapi panggilan atau visi itu. Saya pikir, kalau Allah mampu melakukan untuk 10.000 orang, Dia juga mampu melakukan untuk 450 juta jiwa. Dunia klenik, okultisme, dan kuasa-kuasa jahat yang lain membuat Injil semakin perlu untuk segera diberitakan. Dan Iblis akan lari ketika Yesus melepaskan para tawanan. Kekristenan yang dingin tidak akan pernah menghasilkan apa-apa. Bangsa-bangsa membutuhkan orang- orang Kristen yang berapi-api! Bahkan, saat ini para pemimpin negara telah mengamati keuntungan yang diperoleh kalau rakyat mereka menerima Injil dan mereka mengundang kami secara pribadi. Sebagai contoh, bulan Maret 1990 yang lalu, presiden dari salah satu negara di gurun Sahara mengundang kami ke rumahnya sebanyak dua kali. Akhirnya, kami diminta untuk mengadakan pengabaran Injil di suatu tempat yang dikenal sebagai ladang okultisme. Dalam enam kali pertemuan, ada 800.000 orang yang hadir dan banyak dari antaranya orang dari latar belakang agama lain serta penganut animisme. Sebagian besar dari mereka akhirya menerima Kristus!
Allah mengatakan, "Sebab bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan TUHAN, seperti air yang menutupi dasar laut." (Habakuk 2:14) Bagaimana kalau air menutupi dasar laut? Tidak ada satu titik pun di dasar laut yang tetap kering! Ini menjelaskan tentang rencana Allah: pengetahuan akan kemuliaan, kuasa, dan keselamatan akan tersebar ke seluruh dunia seperti banjir yang meluap. Tidak ada satu titik pun, satu negara pun, atau satu kota, desa, keluarga atau pribadi yang bisa mengelak. Para serafim berseru, "seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" (Yesaya 6:3) Memang betul kegerakan datang dari Tuhan, tapi kapan? Kegerakan tersebut akan datang ketika kita bertobat dari ketidaktaatan dan kembali ke tugas dasar: Memberitakan Injil!
Para pelaut mengerti bahwa setelah mereka mengarungi ribuan kilometer di samudera yang tenang, mereka perlu mengencangkan ikat pinggang untuk menghadapi gelombang di dekat pantai sebelum akhirnya mereka bisa berlabuh dengan baik. Saya percaya bahwa gelombang penginjilan dan kuasa rohani yang kita saksikan pada masa kini adalah sebagai tanda bahwa "garis pantai" sudah dekat dan gelombang kegerakan yang Allah bahwa sejak para rasul akan segera bergolak dan memecah dalam waktu yang tidak lama lagi. Apakah engkau ingin menjadi bagian dalam gelombang mulia itu?
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin | : | Penuai, no. 21/1993 |
Judul artikel | : | Pergilah ke Seluruh Dunia |
Penulis | : | Reinhard Bonnke |
Penerbit | : | Yayasan Pelayanan Amanat Agung, 1993 |
Halaman | : | 16 -- 17, 30 |
Kadang-kadang kita mendengar ungkapan, "karena Abraham salah melangkah, sekarang ini kita jadi susah." Mungkin ungkapan tersebut ada benarnya, tetapi cerita Alkitab tentang Ismael jauh lebih luas, bahkan lebih ajaib. Hari ini kita akan melihat dan mempelajari janji-janji yang Tuhan berikan kepada Ismael dan keturunannya.
Latar Belakang Ismael: Ia Anak Abraham
Karena Sarai, istri Abraham, tidak mendapat anak sendiri, ia mengusulkan kepada suaminya untuk menghampiri Hagar, budaknya (ayat 2). Sesudah Hagar mengandung ia memandang rendah Sarai (ayat 4). Namun, Hagar melarikan diri karena ditindas oleh Sarai (ayat 6). Di tengah padang gurun ia dipanggil oleh Malaikat Tuhan (ayat 7), dengan demikian, ia bertemu dengan Tuhan sendiri (ayat 13). Ini pertama kali dalam Alkitab, Malaikat Tuhan (Malaikat Tuhan di Perjanjian Lama merupakan perwujudan Yesus dalam masa yang lampau) berbicara dengan seorang manusia. Mari kita selidiki percakapan Malaikat Tuhan dengan Hagar.
Hagar mengakui kesalahannya (ayat 8).
Ia harus tetap hidup sebagai budak di bawah kuasa Sarai (ayat 9).
Ia mendapat janji atas kelahiran anaknya (ayat 11, 12).
Anaknya dibandingkan dengan keledai liar, apa artinya? Kitab Ayub 39:8-11, "Siapakah yang mengumbar keledai liar, atau siapakah yang membuka tali tambatan keledai jalang? Kepadanya telah Kuberikan tanah dataran sebagai tempat kediamannya dan padang pasir sebagai tempat tinggalnya. Ia menertawakan keramaian kota, tidak mendengarkan teriak si penggiring; ia menjelah gunung- gunung padang rumputnya, dan mencari apa saja yang hijau." Oleh Malaikat Tuhan, Ismael dibandingkan dengan seekor keledai liar. Kiasan ini harus diartikan secara positif lebih dahulu. Anak Hagar bukan budak karena ia lahir sebagai orang bebas, orang merdeka (ayat 12), walaupun sesuai hukum pada waktu itu, anak seorang budak juga budak. Kemerdekaan yang Ismael dapat, tidak dipakai dengan baik pada kemudian hari. Malahan, Ismael menjadi orang yang suka bertengkar. Tetapi Tuhan sudah meletakkan dasar yang baik.
Hagar kembali ke Sarai dan ia taat sesuai perintah Tuhan.
Ismael dilahirkan atas janji Tuhan (ayat 15).
Nama Ismael berarti "Tuhan mendengarkan" -- suatu nama dengan arti yang dalam dan indah.
Kita melihat ada beberapa petunjuk rohani dalam kehidupan Hagar yang dapat menjadi contoh untuk semua orang Kristen, supaya dapat menerima yang baik dan meninggalkan yang buruk.
Ia peka terhadap suara Tuhan.
Ia siap mengakui kesalahan, ia tidak mencari macam-macam dalih, seperti Sarai. Hagar tidak membela diri ia langsung mengakui, "Saya salah!" Titik!
Ia taat atas perintah Tuhan dan pulang, meskipun ia harus merendahkan diri.
Ia melihat penggenapan firman Tuhan, yaitu ia mendapat seorang anak lelaki, Ismael.
Mengapa Yesus menampakkan diri untuk pertama kali dalam Alkitab kepada Hagar dan bukan kepada orang yang benar? Di sini kita melihat satu prinsip ilahi, Yesus Kristus datang untuk orang berdosa dan untuk orang yang dipinggirkan, bukan untuk orang yang benar. Di dalam kitab pertama Alkitab, Allah sudah meletakkan dasar pengertian yang jelas, Yesus datang untuk mereka yang dianggap hina dan yang hilang.
Hagar Bersama Ismael Tersesat di Padang Gurun (Kejadian 21:14-21)
Sesudah Ishak lahir dan Ismael telah menjadi remaja, ia bersama ibunya diusir dari tempat tinggal Abraham. Kita tidak mengetahui mengapa mereka tersesat dalam perjalanan dan tidak menemukan lagi jalur yang mereka harus tempuh. Mereka berdua hampir mati kehausan karena persediaan air mereka sudah habis. Ismael berseru kepada Tuhan dan teriakannya terdengar oleh Tuhan dan Malaikat Allah berseru kepada Hagar (ayat 17). Karena Malaikat Allah merupakan penampakan Yesus dalam Perjanjian Lama, dengan demikian Ismael sudah pernah berseru kepada Tuhan Yesus Kristus. Ada janji Tuhan untuk mereka yang berseru di dalam nama Tuhan -- Barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan (Roma 10:13). Di padang gurun ia mengalami janji Tuhan ini dan ia diberikan air hidup (ayat 19).
Mari kita menjadi orang yang yakin bahwa Tuhan akan mengerjakan sesuatu yang besar, dan kita siap mengerjakan sesuatu di antara orang keturunan Ismael, demi KEMULIAAN TUHAN.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli artikel | : | Pintu Terbuka Bagi Kaum Kedar -- Janji-janji Allah untuk Ismael |
Nama buletin | : | Terang Lintas Budaya Edisi 72 Tahun 2007 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Sidoarjo 2007 |
Halaman | : | Tidak dicantumkan |
Jikalau kita menilai tokoh-tokoh Alkitab, jelaslah Tuhan memanggil orang-orang yang beraneka macam kepribadiannya. Abraham adalah orang yang berbeda dengan Lot. Yakub adalah orang berbeda dengan Ishak, bapanya. Raja Saul adalah orang yang berbeda dengan Raja Daud. Rut adalah orang yang berbeda dengan Orpa. Dalam Perjanjian Baru Tomas adalah orang yang berbeda dengan Yohanes atau Petrus. Marta adalah wanita yang berbeda dengan Maria. Allah menciptakan kita dengan suatu keistimewaan yang lain dari yang dimiliki orang lain. Dengan kata lain, Allah sangat menghargai individu, kepribadian, dan potensi yang ada pada setiap pribadi.
Di dalam pribadi setiap orang tersembunyi potensi-potensi untuk dikembangkan dan digunakan dalam hidupnya. Pribadi adalah hadiah Tuhan yang paling indah. Manusia berkewajiban untuk mengenal, menguasai, dan mengembangkan bagian yang dipandang perlu, unsur-unsur yang tersembunyi dalam tiap-tiap pribadi, dan memadukannya hingga menjadi kesatuan yang kompak dan serasi. Pribadi adalah penjumlahan sifat-sifat yang dimiliki seseorang. Setiap individu memunyai potensi untuk mencapai sukses. Tidak ada pribadi yang tidak memunyai potensi untuk mencapai sukses! Namun, sering kali potensi ini tidak dapat direalisasikan karena adanya hambatan-hambatan dalam hidupnya. Yang diperlukan adalah supaya kita dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan, menghargai semua jenis pekerjaan, belajar mengenali diri sendiri, dan menjadi individu di mana yang satu menghargai individu yang lain.
Kita perlu belajar bertanggung jawab dalam suatu pelayanan atau pekerjaan. Bagaimana kita dapat membina persahabatan yang baik? Mulailah dengan menghargai setiap individu, memahami perasaannya, menerima dia apa adanya, mengembangkan kebijaksanaan, kehangatan, dan kepercayaan terhadap sesama. Ada orang yang takut mengembangkan pergaulan bersama. Memang ada risikonya karena tidak semua orang dapat dipercayai 100%. Kembangkanlah sifat terbuka, tetapi janganlah semua rahasia hidup dikeluarkan. Ujilah dahulu sebelum mengeluarkan rahasia yang terlalu dalam. Bagaimanakah kita dapat mengatasi konflik dalam pergaulan? Kesempatan yang terbanyak dalam mengembangkan kepribadian adalah melalui kehidupan dan pelayanan yang dijalankan bersama-sama. Kita sendiri yang membina persahabatan yang baik atau mengabaikannya. Keuntungan bagi kita ialah bahwa dalam membina persahabatan, kita semakin mengerti dan mengenali diri kita sendiri. Dan kita beroleh perkembangan yang baik jikalau kita mengambil risiko dalam persahabatan yang terbuka terhadap sesama kita.
Hal yang inti sebagai orang Kristen adalah segi Ilahi dalam perubahan dan perbaikan pribadi. Pertama-tama perubahan Ilahi dimulai, apabila kita sendiri terlebih dahulu "dengan segenap hati mencari Tuhan" (Mazmur 119:10). Allah mengenal kesungguhan atau kepura-puraan seseorang. Ia hanya melayani orang yang mencari Dia dengan segenap hati dan Allah hanya menerima orang yang menghadapi Dia dengan "rendah hati" (Mazmur 25:9). Dalam Mazmur 25:12 dikatakan bahwa, "Tuhan menunjukkan jalan yang harus dipilihnya kepada orang yang takut akan Dia". Siapakah yang mau dipimpin pada jalan yang benar, pada jalan yang sangat cocok bagi dia? Siapakah orang yang bahagia? Siapakah mereka yang menemui jalan yang Allah pilih baginya? Ialah orang yang takut akan Tuhan.
Hal yang kedua adalah orang yang dilayani oleh Tuhan. Mereka adalah orang yang bersedia untuk bertobat yang berarti meminta ampun, baik kepada Tuhan maupun kepada sesamanya terhadap pelanggaran-pelanggarannya. Ada orang yang tidak berani mengakui kesalahannya. Bagi orang semacam itu tidak ada harapan untuk beroleh kelepasan dari dosa-dosanya. Ingatlah bahwa Raja Daud juga bertobat (Mazmur 51). Zakheus dapat bertemu dengan Yesus adalah sebab Yesus mengetahui bahwa dia mau sungguh-sungguh bertobat. Dan sebagai tanda pertobatannya ia mengembalikan barang-barang kepada mereka yang sudah dirugikan olehnya. Itulah tanda pertobatan yang sejati.
Hal ketiga ialah kita bersedia menerima pembaruan dalam pribadi kita. Surat-surat Rasul Paulus kaya dengan ungkapan-ungkapan mengenai pembaruan dalam Kristus Yesus dan bagaimana hal itu terlaksana dalam kehidupan kita. Roma 12:2 membicarakan "pembaruan budimu". Namun, hal itu tidak mungkin terjadi jikalau kita belum "mempersembahkan (seluruh tubuh kita) sebagai persembahan yang kudus dan yang berkenan kepada Allah". Korban persembahan menuntut adanya kematian. Dalam hal ini ialah kematian terhadap hidup yang lama, kemudian persembahan itu dikuduskan oleh darah Kristus. Di situlah kita dibarui dengan budi yang baru. Dalam Efesus 4:22-24 Paulus membicarakan hal "menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru". Hal ini dinamakan suatu ciptaan baru yang Tuhan hendak ciptakan menurut kehendak-Nya bagi kita. Dalam Kolose 3:9-10 Paulus menambahkan suatu konsep lain lagi ialah bahwa, "hal menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru" seharusnya dijalankan terus-menerus, dari hari ke hari, sampai kita mencapai pembaruan "menurut gambar sang Pencipta kita".
2 Korintus 4:10,16 dan pasal 5:17 juga membicarakan pembaruan ini dengan jelas sekali. Hal ini terjadi jikalau oleh iman kita memberi "Kristus diam di dalam hati" kita (Efesus 3:17) yang berarti bahwa pembaruan itu dikerjakan oleh Kristus sendiri yang diam dalam hati kita, asal kita menyerahkan urusan itu ke dalam tangan-Nya. Hanyalah dalam dimensi Ilahi ini terdapat perubahan dan pembaruan yang terjamin. Dan inilah rencana Tuhan dari semula waktu Ia merencanakan jalan keselamatan bagi kita. Tuhan tidak bermaksud untuk melepaskan jiwa kita dari neraka saja. Tuhan hendak mengaruniakan kepada kita suatu kehidupan yang baru, yang sekarang ini dapat mencerminkan kasih karunia-Nya. Inilah maksud Tuhan yang indah sekali bagi anak-anak-Nya. Satu contoh dalam Alkitab adalah dalam pribadi Petrus. Mengapa saya memilih Petrus? Karena selain nama Yesus, nama Petrus disebut lebih banyak dalam keempat Injil daripada semua rasul yang lain. Tidak ada rasul yang berbicara kepada Yesus sesering dan sebanyak seperti Petrus. Yesus sendiri lebih sering menghadapi Petrus daripada rasul-rasul yang lain, kadang-kadang dengan teguran, kadang-kadang dengan pujian. Dari peristiwa-peristiwa itu kita mendapat banyak petunjuk yang jelas terhadap jalan Tuhan bagi kita sekarang.
Petrus suka turut campur tangan, mengganggu bicara Yesus, dan melemparkan godaan kepada Yesus (Matius 16:22). Waktu Yesus mengatakan bahwa Ia akan dibunuh oleh imam-imam kepada dan ahli Taurat, Petrus melawan ucapan Yesus. Yesus menegur dia kata-Nya, "Enyahlah Iblis. Engkau, suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah." Kadang-kadang Yesus mengajar Petrus dengan sabar, tetapi kadang-kadang dengan perkataan keras. Dalam Matius 16:13-25, Petrus yang lebih dulu mengakui Yesus sebagai "Mesias, Anak Allah yang Hidup". Inilah suatu kenyataan yang istimewa daripada Bapa di surga kepada Petrus (ayat 17). Mengapa hal ini dinyatakan kepada Petrus? Karena Petrus selalu mencari Tuhan, rindu akan Tuhan, kasihnya meluap-luap akan Tuhan. Petrus selalu ingin dekat kepada Tuhan. Ia sering bersalah, tetapi waktu ia disadarkan, ia cepat bertobat. Kesetiaannya dan penyerahannya dibuktikan dalam Lukas 5:8, di mana Petrus mengatakan, "Kami ini telah meninggalkan segala kepunyaan kami dan mengikut Engkau. Jadi apakah yang akan kami peroleh?" Mungkin ia ragu-ragu akan masa depannya tetapi Tuhan setia kepada anak-anak-Nya.
Kita kagum dengan reaksi Petrus waktu murid-murid melihat Yesus berjalan di atas air sebab Petrus berkata, "Suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.". Tetapi sebentar kemudian waktu ia mulai tenggelam ia berseru, "Tuhan, tolonglah aku!". Sebentar ia memunyai iman ajaib, tetapi sebentar kemudian ia takut sekali. Pada waktu seorang perempuan menjamah jubah Yesus sehingga menjadi sembuh, Yesus berkata, "Siapa yang menjamah Aku?". Lalu Petrus dengan berani seolah-olah menentang maksud Yesus, ia berkata, "Guru, orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau (Lukas 8:45) dan Engkau berkata, "Siapa menjamah Aku?". Sebaliknya, dalam Yohanes 6:68-69 pada waktu banyak orang meninggalkan Yesus dan Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, "Apakah kamu tidak mau pergi juga?". Lalu Petrus berkata, "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal dan kami telah percaya bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.". Waktu Petrus melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya di atas gunung, sekali lagi dengan kekeliruan Petrus berkata (Markus 9:5), "Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini! Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia!".
Tentang mengampuni sesamanya Petrus bertanya kepada Yesus, "Tuhan sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadapku, sampai tujuh kali?". Kekeliruannya dalam hal ini ialah menentukan batas terhadap mereka yang harus diampuninya yang berarti bahwa Petrus sudah tidak mau mengampuni orang itu bukan? (Matius 18:21). Kita juga ingat bagaimana dengan berani Petrus berjanji (Lukas 22:33), "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau.". Padahal sebentar kemudian ia berani menyangkali Yesus sampai tiga kali, bahkan menyangkali-Nya dengan sumpah (Matius 26:74). Waktu Yesus menyucikan kaki murid-murid-Nya Petrus dengan tegas berkata, "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.". Tetapi, setelah Yesus menjelaskan maksud-Nya Petrus berkata, "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku." (Yohanes 13:8-9). Memang pribadi Petrus adalah pribadi yang kompleks sekali.
Satu kali lagi, -- dan sekarang dari tempat ketinggian-Nya di Surga Yesus menghadapi Petrus karena ada semacam pelayanan yang terlalu luar biasa daripada apa yang pernah dilakukan Petrus (Kisah Para Rasul 10:13-16). Yesus berkata, "Bangunlah hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!". Tetapi Petrus melawan Tuhan, katanya, "Tidak Tuhan, tidak. Sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram!". Demikianlah terjadi tiga kali. Apa sebabnya? Karena Petrus harus bertindak melintasi budaya dan adatnya, bahkan ia harus menentang ajaran firman Tuhan. Kornelius, seorang perwira Roma, bersedia menerima berita Injil, tetapi orang Roma sampai sekarang belum pernah di injili! Kita mengetahui bahwa Petrus pergi dan kemudian ia mendukung perbuatannya di hadapan orang Yahudi (Kisah Para Rasul 11:17), katanya, "Jika Allah membicarakan karunia kepada mereka sama seperti kepada kita, ... bagaimanakah mungkin aku mencegah Dia? Demikianlah sikap Petrus, -- sikap yang terlalu kompleks. Ia terlalu cepat berbicara, terburu-buru bertindak, sering salah bertindak, tetapi ia selalu siap untuk bertobat. Ia gampang masuk air yang terlalu dalam baginya lalu ia harus berseru-seru kepada Tuhan agar ia dilepaskan dari bahaya. Setelah Petrus menyangkal Yesus tiga kali, ia keluar dan menangis tersedu-sedu.
Dalam Yohanes 21 dijelaskan bagaimana Yesus mengembalikan Petrus sebagai hamba-Nya yang terpilih. Kita ketahui bahwa Petrus menjadi rasul yang terkemuka dalam pembentukan jemaat semula, seperti terdapat dalam Kisah Para Rasul 2,3,4 dan 5. Sikap Petrus yang selalu penuh semangat dipakai oleh Tuhan untuk mengembangkan kerajaan-Nya dan jemaat-jemaat-Nya yang mula-mula itu. Mengapa Petrus dalam Injil-Injil sangat lain daripada Petrus dalam Kisah Para Rasul? Menurut saya, jawabnya terdapat dalam Yohanes 21, di mana Yesus menghadapi Petrus dengan pertanyaan yang khusus. Yesus bertanya sebanyak tiga kali, "Apakah engkau mengasihi Aku?". Hati Petrus sedih, suatu tanda yang membuktikan penyesalan dan pertobatannya. Pada saat itu ia berjanji menjadi seorang gembala bagi domba-domba Allah. Kemudian, di mana Petrus bersama-sama dengan rasul-rasul dan orang lain sebanyak 120 orang berdoa dengan tekun di ruang atas sampai mereka dipenuhi dengan Roh Kudus. Inilah perlengkapan yang memungkinkan semangat Petrus dipakai untuk memuliakan Tuhan. Setelah ia dikuatkan oleh Roh Kudus, Petrus dengan berani berkhotbah dan bekerja bagi Tuhan. Di situlah jelas bahwa Petrus berani menderita dan berani mati karena Tuhan.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Sahabat Gembala, Edisi Agustus/September 1991, Tahun XIII |
Judul artikel | : | Pribadi Macam Apakah yang Dipakai oleh Tuhan? |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup -- Gereja Kemah Injil Indonesia, Bandung |
Halaman | : | 72 -- 78 |
Setelah diskusi selama dua tahun dan pengecekan menyeluruh oleh setiap anggota organisasi, pernyataan yang dibuat secara bersama-sama mengenai prinsip-prinsip dasar dan prosedur penerjemahan Alkitab disetujui dengan suara bulat oleh semua anggota divisi Penerjemahan Forum Organisasi-Organisasi Alkitab (Forum of Bible Agencies) pada sebuah rapat tanggal 21 April 1999.
Sebagai anggota Forum Organisasi-Organisasi Alkitab, kami menegaskan wahyu dan kuasa Kitab Suci dan berjanji melakukan hal-hal seperti berikut ini.
Berkaitan dengan prinsip-prinsip penerjemahan
Menerjemahkan Injil dengan akurat, tanpa mengurangi, mengubah, merusak, atau menambah-nambahi makna dari teks asli. Keakuratan dalam penerjemahan Alkitab merupakan sarana komunikasi yang paling terpercaya dalam menyampaikan makna yang terkandung di dalamnya dengan setepat mungkin, yang ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip penjelasan/penafsiran.
Tidak hanya mengomunikasikan isi yang bersifat informatif, tapi juga emosi dan karakter dari teks asli. Inti sari dan pengaruh yang ada dalam teks terjemahan harus sama dengan yang dimiliki oleh bahasa asli.
Menjaga variasi dalam teks asli. Bentuk tulisan yang dipakai dalam teks asli, seperti puisi, nubuatan, narasi, dan nasihat harus disajikan dalam bahasa target dengan fungsi komunikatif yang sama dengan teks asli. Pengaruh, hal-hal yang penting, dan nilai "mnemonic" (kata, puisi pendek, atau kalimat yang ditujukan untuk mengingat sesuatu hal) dari teks asli harus dijaga sebaik mungkin.
Dengan jujur menunjukkan konteks sejarah dan budaya yang asli. Fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa sejarah harus diterjemahkan tanpa mengubahnya. Sekaligus, penerjemahan harus dilakukan dengan suatu cara agar pembaca bahasa target, meski berada dalam situasi yang berbeda dan memunyai budaya yang berbeda, dapat memahami pesan yang penulis asli sampaikan kepada pembaca teks asli.
Berusaha memastikan bahwa tidak ada unsur politik, ideologi, sosial, budaya, atau teologi yang ada sekarang yang dapat merusak penerjemahan.
Mengakui bahwa terkadang penting untuk menyusun ulang bentuk teks dalam rangka mencapai ketepatan dan pemahaman yang maksimal. Karena struktur tata bahasa dan sintaksis antara dua bahasa yang berbeda sering kali tidak cocok, menjaga bentuk asli teks dalam menerjemahkan sering kali merupakan hal yang mustahil untuk dilakukan dan menyesatkan. Perubahan bentuk juga sering kali perlu dilakukan ketika menerjemahkan bahasa kiasan. Sebuah penerjemahan akan mengubah sebanyak atau sesedikit mungkin istilah selama itu dibutuhkan untuk menyampaikan pesan dari teks asli dengan seakurat mungkin.
Menggunakan teks-teks Injil dalam bahasa asli yang paling dapat dipercaya sebagai dasar penerjemahan dan mengakui bahwa teks-teks itu selalu merupakan hal yang paling penting. Meski begitu, terjemahan Alkitab dalam bahasa lain yang dapat dipercaya mungkin dapat digunakan sebagai sumber teks yang mendukung proses penerjemahan.
Berkaitan dengan prosedur penerjemahan
Untuk menentukan, setelah penelitian linguistik dan sosiolinguistik, target pembaca terjemahan dan jenis penerjemahan yang cocok untuk pembaca itu. Diakui bahwa jenis penerjemahan yang berbeda-beda ke dalam suatu bahasa mungkin sahih, tergantung situasi sekitar, termasuk contohnya penerjemahan dalam bahasa yang lebih formal dan penerjemahan dalam bahasa sehari-hari.
Mengakui bahwa penerjemahan ke dalam bahasa target harus dilakukan oleh para penerjemah yang terlatih dan kompeten yang menguasai bahasa target sebagai bahasa ibu mereka.
Menyerahkan sebagian penerjemahan kepada penutur bahasa ibu yang terlatih dalam praktik dan prinsip penerjemahan dan menyediakan tenaga pendukung profesional yang dibutuhkan.
Menguji penerjemahan seekstensif mungkin dalam masyarakat pengguna bahasa target untuk memastikan bahwa penerjemahan itu akurat, jelas, dan alami, serta memerhatikan kesensitifan dan pengalaman pembaca bahasa target.
Memilih media yang paling cocok bagi penerjemahan untuk pembaca bahasa target, apakah itu media audio, visual, elektronik, cetak, maupun kombinasi dari media-media tersebut. Hal ini mungkin melibatkan penyesuaian bentuk agar cocok dengan media dan latar belakang budaya sembari memastikan bahwa makna asli pesan dari teks asli tidak berubah.
Mendukung peninjauan ulang secara berkala terhadap terjemahan yang sudah dikerjakan guna meyakinkan apakah diperlukan perbaikan atau diterjemahkan ulang.
Berkaitan dengan kemitraan dan kerja sama
Mengorganisasi proyek-proyek penerjemahan dengan cara yang dapat meningkatkan dan memfasilitasi partisipasi aktif orang-orang Kristen dan komunitas yang lebih luas, sesuai dengan keadaan sekitar. Di mana ada gereja, kami akan mendorong gereja-gereja itu untuk terlibat dalam penerjemahan dan melakukan sebanyak mungkin hal yang dapat dikerjakan untuk membantu proyek penerjemahan.
Bermitra dan bekerja sama dengan organisasi atau individu lain yang mempunyai tujuan yang sama. (t/Dian)
Oleh: Forum of Bible Agencies
Diterjemahkan dari sumber:
Situs | : | The Council on Biblical Manhood and Womanhood |
Judul asli artikel | : | Basic Principles and Procedures for Bible Translation |
Penulis | : | Forum of Bible Agencies | Alamat URL | : | http://www.cbmw.org/tniv/fba_guidelines.php |
Istilah kontekstualisasi pertama kali dicetuskan oleh Aharon Sapaezian dan Shoki Coe, kepada direktur Theological Education Fund WCC pada tahun 1972. Karena menilai bahwa indegenisasi teologi (memaksa budaya lokal untuk menyesuaikan dengan budaya lain) tidak memadai, maka konsep kontekstualisasi diangkat untuk mengusahakan indegenisasi teologi dengan menerima input proses sekularitas, teknologi, serta pergumulan demi hak asasi manusia yang merupakan "The Historical Moment of Nations in the Third World".
Charles Taber (seorang penginjil) melihat kontekstualisasi sebagai "usaha memahami dengan serius setiap konteks kelompok manusia dengan segala dimensi budaya, agama, sosial, politik, ekonomi, untuk menemukan bagaimana Injil/cara Injil berbicara kepada mereka .../Injil dibawa/diberi bungkusan yang kontekstual".
James O. Buswell III (seorang Injili) mengusulkan 3 bidang cakupan kontekstualisasi.
Pendekatan-pendekatan terhadap kontekstualisasi.
Faktor-faktor yang menimbulkan/menuntut kontekstualisasi.
Situasi Asia yang kompleks.
Tempat kelahiran agama-agama di Asia.
Isu-isu penting.
Cakrawala kontekstualisasi.
Teolog sebagai individu mengusahakan kontekstualisasi.
Gereja yang melakukan ini mengasumsikan bahwa:
Gereja yang berkontekstualisasi seharusnya:
Kontekstualisasi yang sah (tanpa kehilangan sifat teologi biblika, Injil, dan relevan) harus mengeksegesis teks (wahyu) dan konteks (budaya)/atau bisa dengan istilah melakukan eksegesis terhadap firman (word) dan terhadap dunia (world). Yang terpenting bukanlah di mana kontekstualisasi itu, melainkan apa yang dikontekstualisasikan.
Teolog Injili yang dilengkapi ilmu tafsir yang komplet dengan keyakinan akan wahyu yang tepat dan disertai pimpinan Roh Kudus, memang lebih peka terhadap teks dan konteks. Karena itu, mereka berkontekstualisasi teologia.
Prinsip-Prinsip Umum Kontekstualisasi
Menjaga Keseimbangan
Kuncinya adalah memelihara semacam keseimbangan. Jika tidak, maka kontekstualisasi akan menghadapi sejumlah masalah, baik yang bersifat teologis maupun praktis.
Tujuan penginjilan kontekstual adalah pendirian gereja yang kontekstual. Sedangkan tujuan pendirian gereja yang kontekstual adalah penginjilan yang kontekstual dan begitulah seterusnya. Kurang dari itu bisa disebut ketidakseimbangan. Penginjilan kontekstual yang tidak menghasilkan gereja yang kontekstual, tidak akan melahirkan gereja baru yang kontekstual. Jika tidak ada gereja baru yang kontekstual, maka tidak akan ada penginjilan yang kontekstual. Sebab, jenis gereja baru yang ada ditentukan oleh jenis gereja lama yang sudah ada.
Pertama, apakah kata Alkitab? Maksudnya untuk menghindari sinkritisme maupun teosentrisme, dan tetap pada posisi Kristusentris. Inilah dasar penilaian pertama. Kedua, apa kata kelompok sasaran? Sebagai kelompok sasaran, penilaian dan anggapan mereka terhadap suatu pendekatan harus benar-benar diperhatikan dan dipertimbangkan. Sebab, faktor inilah yang menjadi kunci penentu, apakah akhirnya mereka menerima atau menolak berita yang disampaikan. Ketiga, apa kata diri sendiri? Ini juga unsur yang tidak kalah penting untuk dipertimbangkan. Sebagai pemberita, apakah pendekatan yang dipakai telah melanggar hati nurani sendiri? Jika jawabannya "Ya", maka Anda perlu mengubah pendekatan.
Kontekstualisasi memiliki dua masalah sekaligus dari dalam dan dari luar. Dari dalam disebut sinkritisme, sedang dari luar disebut modernisasi. Modernisasi adalah suatu proses perubahan yang diusahakan guna mencapai kebudayaan yang lebih modern. Menurut definisi ini, modernisasi boleh dikatakan merupakan ancaman kontekstualisasi di masa yang akan datang. Modernisasi bisa membuat apa yang telah dirumuskan oleh kontekstualisasi sekarang menjadi tidak relevan di masa yang akan datang, dengan adanya transformasi yang dimotori oleh modernisasi. Ciri utama modernisasi bukanlah gaya hidup yang kebarat-baratan, melainkan rasionalisasi. Tegasnya, modernisasi adalah pergeseran dari yang bersifat irasional menuju kepada hal yang bersifat rasional.
Prinsip-Prinsip Khusus Kontekstualisasi
Menilai Diri Sendiri
Menilai Unsur-Unsur Budaya
Mengenal Kelompok Sasaran
Diambil dari:
Judul diktat | : | Perubahan Budaya dan Kontektualisasi |
Penyusun | : | Imanuel Sukardi, M.Th |
Halaman | : | 17 -- 26 |
Oleh: Purnawan Tenibemas
"... karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Sejumlah orang dibawa kepada Tuhan." (Kisah Para Rasul 11:24) Laporan Lukas dalam kutipan di atas menarik untuk disimak. Karakter seorang pelayan Tuhan -- Barnabas, dikaitkan dengan pertambahan sejumlah (besar) orang ke dalam jemaat Tuhan di Antiokhia. Laporan di atas menyiratkan hubungan antara etika seorang pelayan dengan misi yang diembannya, serta hasil yang dibawanya ke dalam jemaat. Karakter Barnabas sebagai seorang pelayan Tuhan berkaitan dengan pertumbuhan jemaat Antiokhia. Fenomena di atas tidak berhenti sebagai pengalaman Barnabas, melainkan terus bergema dengan kuat dalam pekabaran Injil di mana saja.
Rasul Paulus menulis, "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman ... pemberian Allah ... kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik ...." (Efesus 2:8-10) Sedangkan kepada Titus, Rasul Paulus menulis, "... Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik." (Titus 2:13- 14) Dalam 2 Korintus 5:17 Rasul Paulus menyatakan bahwa orang percaya adalah ciptaan baru. Keyakinan di atas memberi gambaran bahwa orang Kristen adalah orang yang telah diselamatkan dan yang seharusnya menghasilkan perbuatan baik. Predikat seperti ini sangat dibutuhkan dalam mengemban misi Tuhan, agar pengalaman Barnabas terus berulang.
Di lain pihak, ladang misi terbentang luas dengan beragam latar belakang. Namun, dalam masyarakat tidak jarang kita menuntut seseorang yang berstatus tokoh agama untuk menampilkan karakter yang baik. Dalam konteks Nusantara, setiap budaya memiliki kadar etika yang terbilang tinggi. Ketika agama-agama dunia tiba dan disambut penduduk Nusantara, agama-agama itu pun memperkaya nilai-nilai etika asli. Seperti pengalaman Barabas, tidak dapat disangkal bahwa faktor etika adalah faktor penting dalam melaksanakan panggilan misi. Hakikat Kristen dalam beberapa ayat di atas, harus tampil dalam kehidupan seorang yang mengemban misi Tuhan. Tanpa kehadiran faktor tersebut, misi Kristen akan kehilangan daya tariknya, bahkan sangat mungkin bisa menjadi bahan ejekan. Rasul Paulus mengutip kitab nabi Yesaya, mengemukakan hal senada saat ia mengirim surat kepada jemaat Tuhan di Roma, yang menyatakan bahwa hidup dengan etika buruk berakibat pada nama Allah yang dihujat di antara bangsa-bangsa lain (Roma 2:24). Hal itu bukan hanya pengalaman dalam misi Kristen pada masa Para Rasul atau pun masa lalu, melainkan akan terus berlangsung hingga Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya kelak.
Nilai-Nilai Etika Masyarakat Nusantara
Berbicara tentang etika berarti berbicara tentang moralitas. Moralitas dipahami sebagai seperangkat penilaian orang berkenaan dengan benar salah, baik buruk dalam relasi dengan diri atau antarindividu. Bisa juga berarti pusat pemahaman dan kehendak bersama. Dengan demikian, pada dasarnya etika bersifat sosial sebab berkenaan dengan kehidupan sosial dalam masyarakat. Sikap seseorang dalam masyarakat memunyai dampak sosial, sebaliknya setiap orang mendapat pengaruh atau akibat dari tindakan orang lain atau komunitasnya.
Indonesia memunyai budaya yang sangat majemuk dan masing-masing lengkap dengan nilai etikanya. Namun, keragaman itu pada dasarnya memiliki kesamaan serta penghargaan atas nilai-nilai yang disebut sebagai nilai universal. Kesalehan hidup adalah salah satu nilai etika universal. Semua budaya di Nusantara, terlepas dari ragam normanya menghargai kesalehan hidup. Biasanya pemimpin komunitas ataupun pemuka agama, serta tokoh lainnya diharapkan menampilkan kesalehan hidup. Pemimpin komunitas yang dinilai kurang saleh bisa saja ditakuti, terlebih bila ia memiliki kuasa untuk menekan komunitasnya, namun ia tidak atau kurang dihormati. Biasanya pemimpin seperti itu menjadi bahan gunjingan masyarakatnya, sekalipun mungkin secara sembunyi-sembunyi.
Kesalehan masyarakat di Nusantara sebelum datangnya agama-agama dunia, ditentukan oleh keterikatan komunitas suku terhadap tradisi dan tabu yang diyakini oleh para leluhur suku itu. Tradisi adalah serangkaian keharusan yang menuntut ketaatan dari anggota suku pemilik tradisi itu. Tabu merupakan serangkaian larangan yang tentu saja tidak boleh dilakukan demi menjaga harmoni alam dan kehidupan. Dr. Harun Hadiwijono menyebut tabu semisal pagar yang menjaga orang untuk tetap di dalam lingkaran tradisi. Moral asli ini tercantum dalam hukum adat. Hukum itu merupakan hati nurani masyarakat yang dianggap baik dan bijak untuk dipuja. Hukum ini tidak tertulis, melainkan hidup dalam kesadaran masyarakat sebagai pusaka suci dari para leluhur yang diyakini menerimanya dari Tuhan.
David Burnet dalam bukunya "Unearthly Powers" mengemukakan posisi tradisi dan tabu ini saat ia membahas tentang "worldview" (cara pandang dunia) suku. Ia menulis, "manusia dipandang sebagai bagian penting dari keseluruhan alam raya. Karenanya, manusia harus hidup dalam keselarasan dengan lingkungannya, dan dilarang untuk mengganggu keseimbangan alam sekitar. Dengan alasan tersebut, agama suku biasanya berdasar pada tradisi dan tabu". Robert Wessing berdasarkan risetnya menulis, "pelanggaran terhadap tabu diyakini sering berakibat timbulnya penyakit". Menurut Rachmat Subagya, "penganut agama asli meyakini bahwa penyimpangan dari tradisi dan tabu, menyebabkan harmoni antropokosmis retak dan otomatis timbullah banjir, letusan gunung, wabah, dan gagalnya panen". Dalam agama suku terdapat kerinduan eksistensial manusia untuk mengarah kepada keselarasan, keseimbangan, kerukunan, harmoni, dan damai tanpa melebur diri ke dalamnya. Tradisi dan tabu menjadi alat untuk mencapai kerinduan di atas. Tentu saja pola hidup seperti ini adalah pola hidup legalistik.
Legalitas adalah sistem etika masyarakat di Nusantara yang berdasar pada agama aslinya. Sebagaimana disebut oleh Rachmat Subagya, beberapa suku menyebut tradisi dan tabu itu sebagai adat. Hadiwijono pun menulis bahwa masyarakat agama suku meyakini bahwa segenap tata semesta ini diatur oleh adat. Setiap orang bahkan setiap elemen dari alam ini ditentukan posisinya oleh adat. Hanya ketaatan terhadap adatlah yang membawa keharmonisan semesta. Dosa pun diartikan sebagai pelanggaran atas adat. Tentu saja kita tidak akan mendapati buku dogmatik atau buku etika dari agama suku ini, sebab segalanya dipahami dan diteruskan dari generasi ke generasi secara lisan. Tradisi dan tabu yang diyakini dan ditetapkan para leluhur ini tidak akan dilalaikan, bahkan harus senantiasa dilaksanakan dan ditaati. Menaati tradisi dan menghargai tabu adalah jalan untuk menjaga keharmonisan alam ini. Sebaliknya, melalaikan tradisi dan tabu akan melahirkan persoalan serius.
Contohnya, para petani di Minahasa yakin bila ada di antara mereka yang berzinah, ladang mereka akan diserang hama. Bagi orang Sunda, tabu bagi petani untuk menyebut tikus saat bertanam padi, sekalipun tikus itu melintas di hadapannya. Menyebut tikus akan membuat hama tikus menyerang sawah mereka. Bila melihat tikus di sawah atau di tempat tinggalnya, mereka akan menyebutnya "Ki Bagus". Tabu seperti contoh di atas tidak masuk akal bagi komunitas luar, namun itu kenyataan yang diyakini masyarakat pemilik tabu tersebut. Nilai-nilai yang dibawa agama-agama dunia telah memperkaya nilai-nilai etika dari agama suku Nusantara. Dalam hal ini nilai etika agama suku tidak dibuang, melainkan memperoleh tambahan nilai etika agama dunia yang datang ke Nusantara. Adalah umum bagi suku-suku di Nusantara yang tetap memelihara nilai-nilai hukum adat, sekalipun mereka telah menjadi penganut salah satu agama dunia.
Contohnya, agama Islam yang sangat mengagungkan kesalehan. Tentu saja kesalehan yang legalistik sesuai dengan warna agama Islam yang legalistik. Simak saja pakaian kaum Muslimah -- serba tertutup sebab agama tersebut mengajarkan bahwa seluruh tubuh wanita, kecuali wajah dan telapak tangannya adalah aurat (tidak boleh diperlihatkan kecuali kepada muhrim dan suaminya). Seorang Muslimah yang mengabaikan hal itu berdosa, dan yang melihatnya juga berdosa. Sebagai agama legalistik, Islam memiliki lima macam hukum yang mengelompokkan setiap tindakan. Setiap tindakan mereka kelompokkan ke dalam salah satu dari lima hukum tersebut -- wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Hal ini bersangkut paut dengan patokan kesalehan mereka. Tidak ada seorang Muslim yang saleh, yang mengabaikan patokan hukum tersebut.
Idealnya, setiap Muslim akan memerhatikan busana yang mereka kenakan, makanan yang mereka santap, minuman yang mereka minum, atau pun tindakan mereka -- apakah hal-hal itu sesuai dengan nilai-nilai etika Islam atau tidak. Mereka meyakini bahwa selain Allah, sunnah nabi juga memberi petunjuk lengkap kepada manusia untuk senantiasa menjaga martabat kemanusiaan yang berakal dan berakhlak mulia. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita jumpai mereka yang mengaku Muslim, tetapi tidak melaksanakan patokan kesalehan dan dasar-dasar hukum di atas. Kenyataan seperti itu didapati pula dalam penganut agama apa pun. Tetapi pada umumnya kaum Muslimin sangat menghargai orang yang hidup saleh.
Tidak jarang kaum Muslim beranggapan bahwa nilai-nilai etika barat lebih rendah dari yang mereka pegang. Nilai-nilai etika barat dianggap sebagai nilai-nilai etika Kristen, terlebih bila mereka menghubungkannya dengan sejarah penjajahan di Nusantara. Belanda yang saat itu diketahui beragama Kristen dan menjajah hampir seluruh Nusantara selama 350 tahun, telah menampilkan citra buruk di hadapan komunitas Islam Nusantara. Sayang sekali, nilai-nilai baik dari kekristenan banyak dikaburkan dan tidak diperhitungkan, disebabkan oleh kebencian terhadap penjajah Belanda. Sejarah perjuangan penduduk Nusantara pun sering kali menampilkan isu Islam sebagai pembeda dengan pihak penjajah yang "Kristen". Dalam hal ini, nilai agama suku telah bercampur dengan nilai Islam menjadi "suku baru" yang diperhadapkan dengan nilai Kristen yang "asing".
Film Hollywood yang merajai pasar dan banyak mempromosikan kepuasan sensual, budaya minuman keras, serta pola hidup tidak saleh lainnya, membuat banyak komunitas Muslim tidak menghargai segala hal yang datang dari barat. Mungkin mereka tidak memerhatikan bahwa dalam film-film Hollywood itu, kekristenan pun menjadi bahan ejekan. Yang mereka pikir, Amerika Serikat adalah negara Kristen dan etikanya seperti yang tertampil dalam film-film itu, yang dinilai lebih rendah dari etika Islam.
Mengonsumsi minuman keras yang menjadi gaya hidup dalam film-film Hollywood, kini banyak ditiru komunitas lain (termasuk di Nusantara ini) sebagai gaya hidup modern. Tidak dapat disangkal lebih gampang mendapati minuman keras di Sumatera Utara, Sulawesi Utara, atau Papua yang merupakan kantong-kantong Kristen, dibandingkan di Aceh. Bagi kaum Muslim minuman keras adalah minuman haram. Di banyak tempat di Nusantara upaya penghancuran minuman keras begitu mengemuka. Lepas dari berwenang atau tidak, pada kenyataannya sekelompok orang yang mengatasnamakan agama melaksanakan upaya pembebasan wilayah dari minuman keras, dan praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai kesalehan agama.
Setelah provinsi Daerah Istimewa Aceh berhasil dan disahkan oleh undang-undang no 44/1999 untuk menerapkan Syariat Islam, dan nama provinsi itu pun berubah menjadi Nanggro Aceh Darussallam, tampaknya beberapa daerah lain berupaya pula untuk menerapkan Syariat Islam itu. Kelompok-kelompok tertentu dengan gencar melakukan demo, termasuk demo ke MRP/DPR, yang mendesak agar Piagam Jakarta yang menjadi landasan ideal untuk penerapan Syariat Islam dimasukkan ke dalam UUD 1945. Menyimak hal-hal di atas, cukup jelas bagi kita bahwa masyarakat di Nusantara pada dasarnya memiliki pola kehidupan etika yang terbilang tinggi. Etika asli yang berdasarkan harmoni alam, bagi kebanyakan golongan masyarakat telah diperkaya dengan nilai-nilai etika Islam.
Berkenaan dengan fenomena itu, maka panggilan misi Kristen di Nusantara harus mempertimbangkan dengan serius kondisi ladang seperti dipaparkan di atas. Tidak mungkin melaksanakan misi Kristen di Nusantara dengan mengabaikan norma-norma etika yang berlaku di masyarakat. Mereka yang mengemban misi Kristen, bahkan segenap umat Kristen seharusnya menampilkan pola hidup dengan etika tinggi, sebagaimana tertera dalam Alkitab sebagai norma ideal orang percaya. Dalam Khotbah di Bukit, Tuhan Yesus, dalam konteks agama Yahudi menyatakan kepada para pendengar-Nya bahwa, hidup keagamaan mereka harus lebih benar dibandingkan dengan hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Bila kita memedomani peringatan Tuhan tersebut dan mengenakannya pada konteks kita di Nusantara, maka nilai keagamaan kita harus lebih tinggi dibandingkan dengan nilai keagamaan (termasuk etikanya) masyarakat umum di Nusantara. Tuhan Yesus haruslah menjadi pedoman beretika kita. Bukankah Tuhan Yesus menjelang naik ke surga menyatakan "Sama seperti Bapa mengutus Aku demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." (Yohanes 20:21) Kita mengemban misi Tuhan sebagaimana Tuhan Yesus mengemban misi Bapa. Selayaknyalah sikap dan karakter kita berpedoman pada sikap serta karakter yang Tuhan Yesus.
Diambil dan disunting seperlunya:
Judul | : | Relasi Etika Misi |
Sumber | : | Simposium Teologi XI-2001, Persekutuan Antar Sekolah Injili di Indonesia. |
Oleh: Purnawan Tenibemas
Etika Kristen -- Etika Kristus
Konteks yang kita jalani berbeda dalam banyak hal dengan konteks yang dijalani Tuhan Yesus. Namun, kita selayaknya memedomani sikap Tuhan dalam konteks hidup-Nya yang nyata dan terukur. Rasul Paulus mengajak penerima suratnya untuk meneladaninya sebab ia adalah pengikut Kristus (1 Korintus 11:1). Patokan etika yang diajarkan dan dihadirkan dalam kehidupan Yesus, bisa kita simak sebagaimana dicatat dan dilaporkan oleh rasul Matius dalam Injil yang kita kenal sebagai Khotbah di Bukit. Tuhan tidak merombak budaya, Ia hidup dalam budaya Yahudi, mengenakan pakaian Yahudi, makan panganan Yahudi, bercakap dalam bahasa Aramik yang merupakan bahasa yang digunakan saat itu. Namun, Ia memberi nilai dan motivasi baru dalam menjalani hidup keagamaan dalam konteks budaya saat itu. Etikanya bukan lagi etika Taurati, melainkan etika Kristus yang tentu derajatnya lebih unggul. Simak ungkapan yang Tuhan pakai dalam membandingkan kedua sistem tersebut, berulang-ulang Tuhan mengatakan, "Kamu mendengar ... Tetapi Aku berkata ..." Ia menutup bagian itu dengan ucapan "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna." (Matius 5:21-48)
Tuhan Yesus memberi motivasi baru dalam menerapkan ritual keagamaan yaitu dalam hal memberi, doa, dan puasa. Motivasi dalam melaksanakan ritual tersebut bukan untuk dipuji manusia, melainkan untuk menikmati relasi dengan Bapa. Demikian juga dalam kaitannya dengan kebendaan (Matius 6). Dalam bagian akhir pengajaran-Nya tentang khotbah di bukit, Tuhan memberi perintah dan tawaran yang ditandai dengan kata jangan menghakimi ..., jangan memberi barang kudus kepada anjing ..., mintalah ..., waspadalah ..., serta menutupnya dengan kesimpulan yang memberi gambaran paradoks tentang orang yang menerima dan yang menolak pengajaran-Nya yaitu sebagai orang yang bijaksana dan sebagai orang yang bodoh (Matius 7). Pada bagian akhir khotbah-Nya, terdapat ajaran yang kita kenal sebagai "kaidah kencana" atau "the golden rule" (Matius 7:12). Kaidah kencana adalah etika pergaulan yang diajarkan Tuhan kepada kita, yang Tuhan katakan sebagai inti seluruh pengajaran Perjanjian Lama. Rasul Matius memberi laporan reaksi para pendengar-Nya yang takjub, sebab pengajaran itu pun disajikan dengan kuasa. Berkuasa sebab pribadi penyampainya serta motivasi penyampaian pengajaran-Nya pun berbeda dengan para ahli Taurat saat mereka mengajar (Matius 7:28-29). Nyata sekali bahwa norma etika Kristus lebih tinggi dibanding dengan norma etika legalistik Taurati.
Tentu tidak cukup ruang untuk mengurai lebih jauh pengajaran dan sikap etika Tuhan dari keempat Injil. Namun, para penulis Injil bersaksi saat Tuhan Yesus melaksanakan misi Bapa di bumi ini, Ia banyak sekali mendapat tantangan. Tantangan-tantangan itu bisa berupa pengujian, debat, fitnah, atau pun aniaya fisik, namun semua pihak tidak bisa mendapati bahwa Ia berdosa (Yohanes 8:46). Etika hidup kudus-Nya begitu sempurna. Berbagai jerat dipasang oleh kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat untuk menangkap Tuhan dan menyeret-Nya ke pengadilan. Saat waktu-Nya tiba, Tuhan bukan ditangkap melainkan menyerahkan diri dan pengadilan rekayasa pun digelar. Fitnah serta saksi palsu ditampilkan, namun mereka tetap tidak mendapati bahwa Tuhan Yesus berdosa. Pada dasarnya motivasi peradilan itu adalah kebencian dan iri hati dari para pemuka agama itu.
Imam Besar Kayafas, tanpa sadar dan tanpa memahami kebenaran rohani dari ucapannya, meneguhkan tujuan misi Tuhan Yesus saat ia mengatakan, "Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa." (Yohanes 18:14) Motivasi yang tergambar dalam kalimatnya untuk menghukum mati Tuhan, telah menjadi kebenaran bahkan bukan hanya bagi bangsa Yahudi melainkan bagi segenap manusia. Yang pasti, Yesus di hukuman mati bukan karena mereka mendapati-Nya berdosa. Raja Herodes dan Gubernur Pilatus pun tidak menemukan hukum untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Tuhan Yesus (Lukas 23:14-15, 22). Saat Pilatus terdesak akibat ketidaktegasannya dan saat isu politik yang diajukan para penuduh kepadanya, Pilatus pun menyerah dan mengurbankan kebenaran hukum (Yohanes 19:12).
Begitu nyata gambarannya bahwa saat Tuhan Yesus mengemban misi Bapa di bumi. Tuhan Yesus menampilkan hidup yang tidak berdosa, bahkan para penentang-Nya pun tidak bisa menuduh Dia sebagai orang berdosa secara etika. Ia ditangkap karena fanatisme keagamaan semata. Kini saat kita mengemban misi Tuhan, kita pun seharusnya menampilkan hidup seperti hidup yang Tuhan tampilkan. Kehidupan Tuhan Yesus adalah cermin bagi kita. Memang kita berbeda dengan Tuhan Yesus, namun kita diberi janji bahwa orang yang percaya kepada-Nya, akan dimampukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang Ia lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu (Yohanes 14:12). Sebelum Tuhan naik ke surga, Ia menjanjikan penyertaan kuasa untuk mengemban misi-Nya yaitu saat Roh Kudus mendiami orang percaya (Kisah Para Rasul 1:8). Kenyataan ini merupakan janji yang indah dan sangat membesarkan hati kita.
Kasih Motor Etika Kristen
Sebagaimana dicatat dalam Injil Matius 22:37-40, Tuhan Yesus menyimpulkan kitab Perjanjian Lama dengan kalimat yang berbeda dengan Kaidah Kencana. Kitab Perjanjian Lama diringkaskan menjadi dua Hukum Kasih yang dikenal dalam gereja Kristen kini sebagai dua Hukum Utama. Mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi adalah pengutamaan Allah di atas segala hal. Allahlah yang seharusnya menjadi yang terutama dalam hidup orang Kristen, apalagi para penyandang misi Tuhan, serta mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri adalah ungkapan lain tetapi memunyai makna yang sama dengan Kaidah Kencana. Kita mampu melaksanakan Kaidah Kencana dengan motivasi tepat, bila kita bisa mengasihi sesama dengan tulus seperti halnya kita mengasihi diri sendiri.
Kita akan mempersembahkan mutu hidup terbaik sebagai persembahan yang hidup, jika kita memiliki kesadaran untuk mengasihi Allah seperti yang Tuhan Yesus minta. Orang seperti itu akan melakukan kehendak Allah dan akan meneladani hidup Tuhannya, sebab Tuhan adalah hidupnya sendiri. Saat Tuhan mengatakan bahwa kita harus mengasihi musuh (Matius 5:44), mungkin kedagingan kita memberontak apalagi mengingat hal-hal buruk yang telah orang itu lakukan terhadap kita. Namun, kasih akan Allah akan mengangkat dan memampukan kita untuk melaksanakan kehendak Tuhan itu.
Rasul Yohanes memberi kesimpulan indah saat ia menulis bahwa kasih akan Allah itu akan nyata lewat hidup yang menuruti perintah-perintah-Nya, dan perintah-perintah-Nya itu tidak berat (1 Yohanes 5:3). Rasul yang dikenal sebagai murid yang paling Tuhan kasihi ini, tidak menulis bahwa perintah-perintah Tuhan itu ringan, melainkan perintah-perintah Tuhan itu tidak berat. Tidak berat, sebab bagi orang yang mengasihi Tuhan Allahnya dengan segenap hatinya, dengan segenap jiwanya, dan dengan segenap akal budinya atau dengan segenap kehidupannya, perintah Tuhan itu tidak dinilainya sebagai beban melainkan sebagai kehormatan. Melaksanakan perintah Tuhan itu sebagai wujud kasih kepada Tuhannya. Orang seperti itu tidak mengangkat atau melaksanakan perintah Tuhan itu hanya dengan ototnya, melainkan dengan hidupnya sebagai pengejawantahan kasihnya kepada Allah.
Berbeda halnya bila sikap etikanya adalah legalistik. Perintah untuk mengasihi musuh itu mungkin tetap dilaksanakan, namun terasa teramat berat sebab motornya bukan kasih melainkan pelaksanaan hukum. Anggapannya bila tidak dilaksanakan, ia akan terkena tulah atau akibat buruk lainnya. Inilah perbedaan etika legalistik dengan etika Kristus. Etika legalistik, saat melakukan perintah-perintah Allahnya itu, sangat mungkin pelakunya kurang bersukacita bahkan ada perasaan terpaksa karena takut akan akibatnya bila melalaikan perintah atau hukum itu. Sedangkan pelaku etika Kristus, hukum Tuhan bukan lagi sebagai beban yang memaksanya untuk dilaksanakan, melainkan ia merasa mendapat kehormatan saat melaksanakan hukum itu. Norma di atas bisa dikenakan pada berbagai ragam kehendak Tuhan lainnya, bukan hanya berkenaan dengan mengasihi musuh semata. Bila hal itu dilaksanakan, maka etika Kristus yang kita sandang dan peragakan sebagai pelaksana misi Tuhan akan memesona banyak orang, dan pada gilirannya berita yang kita sampaikan sangat mungkin akan didengar, harap bersambut pula dengan penerimaan Kristus.
Saat kita melaksanakan misi Tuhan, kasih yang akan membawa kita pada upaya untuk melakukannya dengan kadar terbaik sebagai wujud kasih kepada pemberi mandat misi itu yaitu Tuhan Yesus. Kita akan melaksanakannya dengan kadar terbaik saat melayani sesama sebagai wujud kasih kepada orang itu. Saat orang dengan kesadaran di atas melaksanakan pekabaran Injil, ia akan melaksanakannya bukan supaya target program gereja atau yayasan misinya tercapai, melainkan karena mengasihi orang yang diinjilinya, sebab keselamatan bagi orang itu hanya ada di dalam Kristus. Orientasi pelayanannya bukan semata pada program melainkan pada orang yang dilayaninya. Orang yang mengemban misi Tuhan dengan motivasi seperti itu akan memberi dirinya untuk mengasihi orang yang dilayaninya, agar orang itu menikmati keselamatan dan kebahagiaan seperti ia sendiri telah alami dan nikmati di dalam Kristus.
Karena kasih kepada sesama yang dilayaninya, sekalipun norma etikanya berbeda dengannya, ia akan menghargainya sebagai sesama yang membutuhkan keselamatan dalam Kristus. Bila etika orang yang dilayaninya itu lebih rendah, ia tidak akan menghina, meremehkan, ataupun mencelanya. Kasih yang tulus bersedia menerima orang itu apa adanya. Etika Kristus yang ia peragakan bukan dalam motivasi untuk mendapat pujian atau mempermalukan orang yang sedang dilayaninya. Bukan pula memperagakan etika Kristus hanya pada saat pelayanan saja, melainkan telah menjadi norma hidupnya, dan ia tidak mau menjadi batu sandungan untuk berita indah yang akan disampaikannya.
Tata Laksana Misi Kasih
Motivasi kasihlah yang harus tampil dalam mengemban misi Kristus dalam pelayanan di Nusantara ini. Bercermin dari sikap Tuhan Yesus saat Ia mengemban misi Bapa di Israel, Ia begitu mengasihi bangsa itu -- Ia menangisi Yerusalem dan menggambarkan dirinya seperti seekor induk ayam yang merindukan untuk melindungi anak-anaknya dari ancaman pemangsa (Lukas 13:34). Tidak dapat disangkal bahwa Tuhan mengalami banyak kesulitan dari bangsa Yahudi, namun kasih-Nya kepada mereka tidak pernah surut. Sekalipun pada saat Ia tergantung di atas kayu salib, Ia tidak mengutuki para algojo-Nya atau para perekayasa penyaliban-Nya itu. Tuhan Yesus tidak mengerahkan kuasa-Nya untuk mendatangkan 12 batalion tentara malaikat (Matius 26:53). Tuhan Yesus yang Mahakuasa, sanggup untuk terhindar dari penyaliban atau saat disalibkan dan melepaskan diri. Bagi Tuhan, turun dari kayu salib adalah teramat mudah, namun Tuhan rela mati tersalib demi keselamatan kita. Itulah wujud kasih-Nya kepada umat manusia. Tuhan Yesus pun tidak melaknat atau mengutuk atau pun meminta kepada Bapa untuk menghukum semua yang memusuhi-Nya. Saat kedua tangan-Nya terbentang, terpaku, saat luka-luka pada punggung-Nya membengkak dan mungkin mulai bernanah, dan demam pun menyergap-Nya, saat kaki-Nya di paku dan ditopang agar tergantung dan menderita, mati pelahan-lahan, Tuhan Yesus justru bersyafaat bagi para algojo-Nya (Lukas 23:34). Tuhan tidak membenci mereka, kasih-Nya tetap tidak berubah sekali pun kepada orang yang berbuat jahat kepada-Nya.
Cermin kedua adalah sikap Stefanus yang tentunya meneladani Tuhan Yesus. Saat Stefanus dirajam, yang tentunya merupakan salah satu wujud hukuman mati yang kejam dan teramat menyakitkan, Stefanus tidak menyerapahi para algojonya, dan ia pun tidak meminta Bapa di surga menurunkan api untuk menghukum para algojonya itu, melainkan Stefanus bersyafaat dan memohon ampun bagi mereka (Kisah Para Rasul 7:60). Suatu sikap yang luar biasa. Sikap Stefanus merupakan hasil dari penerapan etika Kristus, telah mengguncang hati dan merasuki pikiran seorang Farisi muda, Saulus (Kisah Para Rasul 7:58; 8:1). Namun, Saulus yang dididik secara keras dalam mazhab Farisi yang paling keras (Kisah Para Rasul 26:5), mengeraskan hatinya dan mencoba menutup kegundahannya setelah pengalaman perjumpaannya dengan Stefanus yaitu dengan menganiaya orang-orang Kristen.
Betapa pun kerasnya upaya untuk menutupi keterpesonaannya akan sikap Stefanus -- dengan aniaya demi aniaya yang ia lakukan (Kisah Para Rasul 9:1-2) -- ia gagal. Puncak pergumulannya itu terjadi saat ia dalam perjalanan menuju Damsyik, yang juga untuk menganiaya orang Kristen Damsyik. Saat itulah Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya dan memberi pengampunan, maka hidup Farisi ini pun berubah total. Kesediaan Stefanus untuk berjalan dalam jalan Tuhan, sekalipun harus menanggung penderitaan yang teramat hebat dan memberi respons kasih kepada yang memusuhi dan menganiayanya, telah menghasilkan buah unggul. Buah itu berupa pertobatan calon rasul besar yang kemudian dipakai Tuhan secara luar biasa. Dialah yang berhasil menanam jemaat Tuhan di keempat provinsi utama kekaisaran Romawi.
Cermin ketiga adalah sikap rasul Paulus sendiri. Dalam Roma 9:1-3, rasul Paulus menyampaikan jeritan hatinya yang mengungkap kerinduan terdalamnya untuk melihat saudara-saudara sebangsanya datang kepada Kristus dan menikmati keselamatan-Nya. Sekalipun ia mengalami banyak kesulitan dari kaum sebangsanya, ia dikejar dari kota ke kota oleh kaum sebangsanya yang berupaya untuk menangkap bahkan membunuh Farisi "murtad" itu, ia tetap mengasihi mereka. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, rasul Paulus menyatakan bila mungkin ia rela menjadi tumbal atau menjadi kutuk demi keselamatan kaum sebangsanya. Sikap seperti itu tidaklah mungkin lahir dari hati yang membenci. Sikap itu lahir dari hati yang mengasihi secara tulus. Tidak dapat disangkal, rasul Paulus meneladani Tuhannya yang telah memberi pengampunan ajaib kepadanya.
Sumber: Simposium Teologi XI-2001, Persekutuan Antar Sekolah Injili di Indonesia
Sikap kita terhadap orang miskin adalah ujian penting akan kesetiaan kita terhadap Injil.
"Roh Tuhan ada pada-Ku," kata Yesus, "oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (Lukas 4:18-19)
Gereja, sebagai Tubuh Kristus di bumi, dituntut untuk menjalankan misi Kristus. Apa yang dilakukan Yesus adalah teladan bagi kita, mandat alkitabiah kita untuk menyampaikan Kabar Baik bagi kaum miskin.
Saat Yesus memberi hadiah kepada mereka yang telah setia melakukan firman Tuhan pada hari penghakiman, mereka akan berkata, "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian?" Lalu Yesus akan menjawab, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Matius 25:37, 38, 40). Belas kasihan mereka terhadap orang miskin dan mereka yang tertekan adalah wujud alami iman mereka.
Di sisi lain, mereka yang tidak melakukan Injil akan celaka. Orang-orang sok suci yang tidak tahu malu ini akan bertanya, "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, ... dan kami tidak melayani Engkau?" (Matius 25:44)
Menjadi gereja adalah menjadi kelompok yang pertama.
Yohanes Pembaptis menyuruh murid-muridnya untuk datang kepada Yesus dan bertanya, "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" Yesus menjawab mereka: "Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Matius 11:3-5). Pelayanan-Nya menyaksikan bahwa Yesus Kristus sungguh adalah seorang Mesias. Ujian yang sama berlaku untuk kita saat ini. Apabila seseorang datang ke gereja Anda dan bertanya, "Apakah Kristus ada di sini ataukah kami perlu mencari-Nya di tempat lain?" Apa yang akan menjadi jawaban Anda?
Ketika saya berbicara di perguruan tinggi dan universitas-universitas mengenai pelayanan terhadap orang-orang miskin, para murid sering kali bertanya, "Bagaimana dengan orang kaya?"
Yesus sudah pasti tidak membuat batasan dalam Amanat Agung. Kita harus memberitakan Injil kepada semua orang. Namun Yesus, baik oleh perkataan dan perbuatan, menunjukkan bahwa orang miskin memiliki tempat istimewa dalam rencana Tuhan. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru secara konsisten menyuarakan betapa Tuhan sangat perhatian kepada orang-orang miskin (Mazmur 35:10; Amsal 29:7; 31:8-9; Pengkhotbah 4:1; Galatia 2:10; 1 Yohanes 3:17).
Sebagai alat Tuhan di dunia, kita memiliki tanggung jawab untuk memberi perhatian kepada orang miskin. Anda tidak bisa berada dan seharusnya tidak ada dalam anggota administrasi kepresidenan jika Anda tidak berkomitmen melakukan filosofi presiden tersebut. Jika Anda tidak memiliki komitmen itu, program-programnya tidak akan dapat berjalan dengan lancar. Sama halnya, Anda juga tidak dapat menjalankan program Tuhan secara efektif kecuali Anda sepikir dengan Kristus. Untuk dapat memiliki pikiran Kristus, kita perlu memunyai belas kasihan terhadap orang miskin. Ini berarti memiliki belas kasihan yang khusus bagi yang tidak memiliki hak dalam berpendapat, untuk yang tak terpelihara dalam masyarakat, dan mewujudkan belas kasihan itu dalam tindakan.
Apakah kita akan membawa Injil kepada orang miskin atau tidak, tidak akan menjadi permasalahannya; ini merupakan ujian yang akan mengungkapkan apakah gereja setia terhadap misi Kristus.
Lalu bagaimana kita mewartakan Kabar Baik kepada orang miskin? Sekali lagi, Yesus adalah teladan kita. "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran" (Yohanes 1:14). Yesus berelokasi/pindah. Dia tidak turun ke dunia seminggu sekali dan kembali lagi ke surga. Dia meninggalkan takhta-Nya dan menjadi manusia sehingga kita dapat melihat kehidupan Allah tercermin melalui hidup-Nya.
Paulus mengatakan bahwa kita perlu bersikap seperti Yesus ketika Dia merendahkan Diri: "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:5-8)
Yesus itu sama dengan Allah, namun Dia melepaskan status-Nya itu dan menjadi seorang pelayan. Dia menjadi seperti manusia. Dia datang dan tinggal bersama kita. Dia disebut Imanuel -- "Tuhan beserta kita". Inkarnasi adalah relokasi-Nya yang paling mulia.
Inkarnasi tidak hanya berarti relokasi; relokasi juga adalah inkarnasi. Artinya, Allah tidak hanya menempatkan diri-Nya di antara kita dengan menjadi manusia, tetapi ketika sebuah persekutuan orang percaya itu berelokasi dalam sebuah komunitas, inkarnasi Kristus menguasai komunitas tersebut. Kristus, sebagai Tubuh Kristus, sebagai Gereja-Nya datang dan tinggal di tengah-tengahnya.
Menempatkan diri/berelokasi di antara orang miskin jauh dari wajah materialisme di perkotaan. Untuk dapat berelokasi di antara orang-orang miskin, kita akan dipaksa untuk berhadapan dengan nilai-nilai yang kita miliki. Apakah kita telah menerima nilai-nilai dunia yang mobilitasnya semakin meningkat? Atau apakah kita telah menerima nilai-nilai dari Tuhan seperti yang ditunjukkan dalam kehidupan Yesus Kristus? Itulah permasalahannya.
Saat saya berbicara di berbagai negara, beberapa orang sangat sulit menerima ide relokasi yang saya ungkapkan. Mereka bertanya, "Apakah semua orang harus berelokasi?"
Saya menjawab, "Hanya mereka yang terpanggil yang harus berelokasi." Lalu saya menambahkan, "Tetapi jikalau Anda menanyakannya dengan nada marah, maka Anda bisa saja menjadi yang terpanggil. Jikalau Anda merasa kesulitan dengan hal ini, Tuhan mungkin sedang memanggil Anda."
Apabila Anda menentang ide untuk berelokasi, Anda harus bertanya, "Mengapa saya tidak ingin pergi dan tinggal di antara orang miskin dan melarat di bumi?" Tanyakanlah pertanyaan itu pada diri Anda sendiri beberapa kali. Apa yang nantinya menjadi jawaban Anda akan menjadi alasan mengapa Anda harus pergi.
Apabila Anda memiliki anak, Anda mungkin akan menjawab, "Anak-anak di lingkungan tersebut tidak akan mendapatkan pendidikan yang baik." Maka, itulah yang menjadi alasan mengapa Anda harus pergi. Anda baru saja mendapatkan suatu alasan! Untuk berpindah ke lingkungan miskin, kebutuhan mereka akan menjadi kebutuhan Anda. Keluarga-keluarga dalam komunitas itu memerlukan orang lain untuk ikut merasakan dan memerhatikan apa yang menjadi kebutuhan mereka, seolah-olah itu adalah kebutuhan mereka sendiri, untuk melakukan sesuatu guna memperbaiki kualitas pendidikan.
Anda mungkin dapat memulai suatu program pengajaran, taman bermain, program belajar musim panas, atau bahkan sekolah dasar. Metode apa pun yang Anda akan pilih, metode itu akan berkembang saat Anda berelokasi.
Saya tidak meminta Anda untuk mengorbankan anak-anak Anda. Tuhan memberikan anak-anak itu bagi kita. Mereka membutuhkan pendidikan yang baik. Jika mereka tidak dapat memperolehnya di sekolah umum, carilah alternatif lain. Di sisi lain, jangan meremehkan pendidikan yang mereka dapat saat belajar di sekolah yang berlokasi di mana Anda mungkin akan berelokasi. Meningkatnya pengertian anak-anak mengenai kebutuhan dan budaya di lingkungan tersebut dan hubungan persahabatan yang mereka bentuk, bisa jadi memenuhi apa pun yang tidak mereka dapat secara akademis.
Mungkin Anda tidak mau pindah ke tempat itu karena tingkat kriminalnya. Tetapi itulah mengapa Anda perlu pergi ke sana. Anda baru saja menemukan alasan lain. Pergilah dan kenalilah penduduknya, bantu mereka mengerti alasan apa yang membuat mereka melakukan tersebut. Ketika Anda sudah berelokasi, ketika Anda sudah menjadi bagian mereka, Anda sudah ada pada posisi yang tepat untuk membantu mereka.
Masyarakat dalam lingkungan kesukuan mungkin tidak menyukai polisi. Bentuklah sebuah kelompok pengawas lingkungaan. Sponsori lokakarya pencegahan tindakan kriminal. Bangun hubungan kerja sama yang positif dengan polisi. Undang kepala polisi atau opsir polisi untuk menjadi pembicara di gereja atau kelompok komunitas. Melalui surat kepada departemen kepolisian, puji mereka yang melakukan tugasnya dengan baik; bertanggungjawablah terhadap mereka yang tidak melakukan tugas mereka dengan baik. Ajak polisi untuk terlibat dalam setiap masalah yang ada dalam komunitas itu.
Dahulu, lingkungan kami tinggal adalah salah satu tempat yang memiliki tingkat kriminalitas yang tinggi, atau mungkin yang tertinggi. Selama setahun terakhir, kehadiran komunitas dan usaha kami dalam mencegah terjadinya tindakan kriminal telah mengurangi tingkat kejahatan di lingkungan tersebut.
Tetapi Anda bertanya, "Bisakah seorang Kristen dari desa menginjili mereka yang merupakan penyakit masyarakat tanpa menjadi salah satu dari mereka?"
Lalu saya menjawab, "Mengapa Anda beranggapan mereka memiliki mental yang sejahtera?" Mereka menjadi seperti itu karena "para ahli" di luar sana telah menciptakan program-program yang membuat mereka terbelakang dan tidak memanusiakan mereka. Ya, usaha terbaik kita untuk menjangkau orang-orang dari luar akan mendukung mereka. Usaha terbaik kita akan secara psikologis dan sosial merusak mereka. Kita harus hidup di antara mereka. Kebutuhan mereka harus menjadi kebutuhan kita.
Keputusan untuk berelokasi adalah keputusan yang besar, keputusan yang diambil karena didasari oleh ketaatan akan panggilan Tuhan. Relokasi itu tidak mudah. Hal ini lebih dari sekadar berpindah rumah. Hal ini membutuhkan persiapan matang dan pengertian yang jelas tentang apa yang harus dilakukan setelah berpindah. Dan meskipun setiap pelayanan akan secara unik dibentuk oleh talenta tim pelayanan dan kebutuhan-kebutuhan suatu komunitas, strategi dasar ini, dengan sedikit variasi, dapat menuntun proses relokasi, di mana pun itu.
Lakukan pekerjaan sukarela dengan melayani orang yang miskin. Carilah pelayanan yang sudah ada di lingkungan atau area di mana Anda dapat melayani selama beberapa waktu di sana sebagai sukarelawan. Ini adalah cara yang bagus untuk dapat melihat kebutuhan komunitas tersebut secara langsung, untuk dapat menangkap visi tentang apa yang dapat dilakukan, untuk melihat bagaimana Tuhan dapat memaksimalkan karunia-karunia yang ada pada Anda untuk melayani orang miskin. Hal ini memberi kesempatan yang sangat baik bagi Tuhan untuk mengklarifikasi atau mengonfirmasi apa yang Dia ingin Anda lakukan.
Bagikan visi Anda dengan gereja Anda. Sementara Anda mempersiapkan diri untuk pelayanan Anda, Anda bisa mendidik gereja Anda juga. Mintalah gereja Anda untuk mensponsori kelompok pelayanan Anda sebagai misi penjangkauan jika memungkinkan. Keterlibatan gereja Anda dalam pelayanan Anda dapat membantu mereka menangkap visi yang lebih besar dalam pelayanan kepada orang miskin.
Bentuklah tim pelayanan Anda. Setahun atau 2 tahun sebelum Anda berencana pindah ke lokasi sasaran, bentuklah sebuah tim yang terdiri dari beberapa keluarga di mana Tuhan telah memanggil mereka untuk terlibat dalam pelayanan ini, dan juga mereka yang memiliki kesamaan komitmen untuk menjadikan lingkungan sasaran sebagai rumah Anda dan mereka.
Bangunlah suasana komunitas Kristen. Ambillah waktu 1 atau 2 tahun ini sebagai persiapan untuk mengizinkan Roh Kudus membentuk Anda dan tim Anda menjadi tim yang terpadu, komunitas Kristen yang kuat. Adakan pertemuan tim secara rutin untuk berdoa, merencanakan, memimpikan, dan untuk saling menguatkan masing-masing anggota tim. Pertimbangkan untuk mengirim dua orang dari tim Anda untuk menerima pelatihan khusus. Tambahan pengalaman menjadi sukarelawan sangat berguna dalam tahap ini.
Berpindah ke komunitas. Seluruh keluarga di kelompok Anda harus berpindah ke lingkungan yang sama. Bahkan jika Anda mau, tim Anda dapat berpindah dan tinggal dalam satu rumah, atau jika itu tidak praktis, tinggallah dalam dua rumah sebagai cara untuk menumbuhkan rasa kebersamaan.
Berpindahlah ke sebuah komunitas yang tidak akan tersapu oleh pembaruan kota dalam 10 tahun mendatang. Pengembangan komunitas memunyai tujuan yang bersifat jangka panjang, yaitu peningkatan kondisi komunitas dan kehidupan orang-orang dalam komunitas tersebut. Harus ada juga tempat-tempat yang memungkinkan untuk dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis kecil di komunitas Anda.
Pergilah ke sana untuk menetap! Perlawanan akan muncul. Harapkan itu. Kekecewaan akan muncul. Bayangkan itu. Masalah apa pun yang datang, bekerjalah melaluinya. Jangan lari dari masalah tersebut. Misalnya, saat pasutri yang pindah ke lingkungan miskin mulai memiliki anak, orang tua mereka sering kali akan menekan mereka supaya keluar dari lingkungan tersebut. Kebanyakan keluarga memutuskan untuk mengingkari komitmen mereka bagi lingkungan yang dilayaninya pada tahap ini. Anggaplah situasi ini sebagai ujian terhadap komitmen Anda. Berkomitmenlah untuk tetap tinggal. Tuhan akan memakai penderitaan Anda untuk "melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan Anda" (1 Petrus 5:10).
Buatlah kerangka pengembangan komunitas daerah sasaran. Putuskan area geografis mana yang akan Anda upayakan untuk mendapatkan kembali suasana sebuah komunitas. Dalam komunitas, setiap rumahnya berisi satu keluarga, area sasaran Anda mungkin akan seluas sekitar enam blok. Dalam area populasi penduduk yang padat dengan banyak sekali gedung apartemen, target area Anda akan lebih kecil.
Carilah pekerjaan, usahakan pekerjaan yang ada di lingkungan tersebut. Anda dapat menciptakan pekerjaan jika Anda memunyai keahlian untuk itu. Tinggallah dalam komunitas tersebut, meskipun Anda harus bekerja di luar lingkungan itu.
Mulailah sebuah studi Alkitab. Pada waktu pertama kali Anda masuk ke dalam sebuah komunitas, mulailah sebuah studi Alkitab. Akan baik jika Anda dapat mengadakan studi Alkitab di salah satu rumah penduduk. Jika Anda tidak dapat melakukan hal itu, mulailah di rumah Anda.
Dengarkan apa yang dikatakan penduduk di sana. Setelah Anda berelokasi dan sebelum Anda memulai segala program yang sudah direncanakan, dengarkanlah. Ada sebuah puisi Cina yang mengatakan:
Hampirilah mereka Hiduplah dengan mereka Belajarlah dari mereka Kasihi mereka Mulailah dengan apa yang mereka ketahui Bangunlah dari apa yang mereka miliki: Namun dari antara pemimpin-pemimpin terbaik Ketika tugas mereka sudah selesai Tugas mereka tuntas Orang-orang akan berkata, "Kitalah yang telah melakukannya sendiri."
Gunakan 1 tahun pertama untuk mendengar dan belajar. Undang orang-orang berkunjung ke tempat Anda, dan jangan pernah menjawab tidak. Jika mereka tidak berkunjung, Anda yang berkunjung ke rumah mereka, terutama mereka yang sedang sakit.
Bekerjasamalah dengan anak-anak lingkungan itu. Masyarakat menyukai orang-orang yang mencintai anak-anak. Ajaklah pemuda-pemudi ketika Anda bepergian. Tunjukkan kepada mereka bagian lain dari kota melalui sudut pandang Anda.
Dari semula, tetapkan tujuan untuk menciptakan pemimpin lokal yang dapat mengambil alih pekerjaan Anda dalam waktu 10 tahun. Tugas Anda belum selesai sebelum Anda melakukan hal itu.
Ajarkan mereka untuk mencintai komunitas mereka. Carilah hal-hal yang baik untuk Anda katakan tentang komunitas itu. Berbicaralah tentang pepohonan. Apabila terjadi banyak tindakan kriminal, berbicaralah mengenai betapa indahnya bila tindakan kejahatan itu tidak terjadi di tempat itu. Selalu bersikap positif. Tentunya fakta bahwa Anda telah memutuskan untuk pindah ke daerah itu adalah pernyataan yang penuh kuasa dan positif untuk mereka.
Anda tidak akan dapat membuat anak muda menjadi pemimpin untuk komunitas mereka ketika Anda bersikap negatif. Mereka akan bersedia kembali ke komunitas mereka apabila mereka merasa nyaman dengan penduduk komunitasnya, karena mereka mencintai komunitas tempat mereka akan kembali. Mereka harus mencintai komunitas mereka sendiri.
Bergabunglah atau dirikanlah sebuah gereja di komunitas tersebut. Lakukan ini sebelum Anda memulai suatu program. Semua pelayanan Anda harus berakar di gereja. Gereja tidak akan mengoperasikan setiap program atau pelayanan, tetapi gereja akan menjadi katalisator yang membantu memulainya program-program tersebut.
Jika ada gereja di tempat itu yang memberitakan Injil, yang pendetanya tinggal di komunitas itu dan memiliki visi untuk mengembangkan lingkungannya, Anda dapat mempertimbangkan gereja itu untuk menjadi pusat kegiatan pelayanan. Atau Anda dapat memulai gereja Anda sendiri di rumah Anda. Saat gereja berkembang, Anda dapat pindah ke ruang bawah tanah sebuah rumah yang lebih luas atau menyewa sebuah gedung. Rencanakan sejak semula untuk tidak memakai terlalu banyak uang untuk membiayai tempat pertemuan. Gunakan uang Anda untuk mengembangkan komunitas.
Tanggapi kebutuhan-kebutuhan. Hanya setelah Anda tinggal di antara mereka, mengidentifikasi kebutuhan mereka yang terdalam, dan mendirikan sebuah gereja pusat, barulah Anda siap untuk mengembangkan program-programnya. Jangan menyediakan pelayanan-pelayanan untuk penduduk; kembangkan untuk mereka dapat saling melengkapi satu sama lain. Pimpin mereka, tetapi biarlah semua program menjadi milik penduduk tersebut. (t/Hilda)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul buku | : | With Justi ce for All |
Judul asli artikel | : | Relocation: A Strategy for Here and Now |
Penulis | : | John Perkins |
Penerbit | : | Regal Books, Calif ornia 1982 |
Halaman | : | 86 -- 93 |
Rintangan Kelas Masyarakat bagi Misi Kota
Tugas saya adalah memperluas peta dunia Anda. Saya ingin menarik perhatian Anda pada bergesernya batasan misi sekarang ini. Saya ingin berbicara tentang sebuah dunia yang telah berubah -- dari dunia bangsa-bangsa menjadi dunia kota-kota dari berbagai bangsa yang saling terhubung. Dunia yang terdiri dari 223 bangsa yang dalam kenyataan sebenarnya terdiri dari tiga ratus kota dari kelas masyarakat, sebuah dunia yang tumbuh dengan sangat cepat sehingga pada tahun 2000 akan ada sekitar lima ratus kota yang masing-masing akan berpenduduk lebih dari satu juta jiwa. Rintangan misi dan penginjilan pada masa kini sangat nyata dan kompleks.
Salah satu halangan yang akan muncul adalah masalah demografis. PBB memiliki sebuah departemen yang beranggotakan empat puluh orang yang khusus menangani demografi kota. Jumlah yang mereka tunjukkan mencengangkan. Dalam beberapa waktu saja, lahir seratus bayi di bumi -- 49 berkulit kuning, 13 berkulit putih seperti saya, dan lainnya berkulit hitam dan coklat. Kebanyakan dari mereka akan tinggal di kota-kota di seluruh dunia.
Untuk mencapai kota Urbana, AS, kebanyakan dari Anda melewati kota metropolitan Chicago -- yang terdiri dari 6 kabupaten, berpenduduk 7,1 juta jiwa. Saya beritahukan kepada Anda bahwa jumlah total pertumbuhan penduduk dunia setiap bulannya lebih banyak dari jumlah populasi kota Chicago. Dunia ini tumbuh dengan sangat cepat. Belum ada semilyar menit sejak Yesus berjalan di bumi 1.900 tahun yang lalu, namun akan ada sekitar 1,5 milyar bayi yang lahir dalam 13 atau 14 tahun ke depan. Dan secara pasti, sebagian besar dari mereka akan tinggal di kota.
Selama 2000 tahun, kita sudah menerima Amanat Agung untuk pergi memberitakan Injil ke semua orang ke seluruh dunia dan memuridkan semua bangsa. Sekarang kita tahu di mana mereka -- di lingkungan sekitar kita, di kota-kota, di Los Angeles, di Miami, dan di kota-kota padat di seluruh dunia. Pertambahan jumlah penduduknya sangat mencengangkan -- begitu pula dengan kompleksitas kota yang semakin berubah. Kota terlihat seperti sebuah eskalator yang bergerak ke arah yang salah -- seperti magnet raksasa yang menyedot orang-orang yang berasal dari hutan-hutan, pulau-pulau, dan kelompok-kelompok suku.
Selama berabad-abad, Eropa bagian barat mampu mengatur kehidupan, ideologi, dan cara pandangnya di sekitar Mediterania. Jika Anda membaca karya klasik Henri Pirenne yang berjudul "Medieval Cities", Anda akan menemukan bahwa Eropa selama 800 tahun bergerak seperti sebuah pintu yang terbuka secara perlahan. Benua ini didorong oleh Islam dan ditarik oleh kota-kota bagian utara Jerman. Eropa dipaksa untuk menjadi bangsa yang melihat ke utara dan barat. Kita telah berada dalam lingkaran Atlantik selama 500 sampai 600 tahun terakhir. Namun sekarang, pada abad ini, pada masa hidup Anda dan saya, dunia ini bergerak lagi. Pintu sedang terbuka, hanya saja kini jauh lebih cepat, dan kita mengalami perubahan -- dari lingkaran Atlantik menuju lingkaran Pasifik. Dunia baru ini memberikan kita isyarat dengan perbedaan dan kompleksitas kota-kota.
Kota-kota di dunia yang bertumbuh paling cepat adalah Amerika Latin, Afrika, dan Asia. Kota-kota itu mengubah cara kita berpikir, hidup, dan membangun ekonomi. Sayangnya, kota-kota yang mengalami pertumbuhan paling cepat ada di wilayah yang gereja-gerejanya paling lemah -- misalnya wilayah Asia. Jadi, skala misi kota diukur tidak hanya dari besarnya wilayah dan besarnya kota, tapi juga dari perubahan konfigurasi dan kompleksitas kota-kota itu.
Misalnya, Mexico City adalah kota paling tua di dunia, namun juga yang ternyata paling muda. Dua puluh juta penduduk tinggal di kota itu -- coba bayangkan -- 20 juta jiwa. Sementara rata-rata usia di Chicago adalah 31 tahun, di Mexico City rata-rata usianya adalah 14 tahun. Itu berarti ada sekitar sepuluh juta orang di Mexico City yang berusia di bawah 14 tahun. Kota ini adalah kota tua, tapi juga kota muda.
Beberapa minggu yang lalu, saya menyusuri jalanan Toronto dengan seorang mantan murid saya, yang kini menjadi misionaris jalanan di kota itu. Kami melihat sebagian dari 20.000 remaja di jalanan Toronto. Dan saat kami melihat hal itu, kami ingin meratap. Dua minggu sebelumnya, saya ada di Hollywood, mengamati sebagian dari lima ribu remaja di jalanan Hollywood, menjual tubuh mereka. Mereka datang dari berbagai tempat, datang karena didorong oleh cita-cita, namun hidup di jalanan.
Beberapa minggu yang lalu, saya mendengar Ecumenical Night Ministry (sebuah program gereja) di Chicago, menceritakan kisah mengenai 10.000 remaja di jalanan Chicago. Mereka adalah kota di dalam kota. Tiga puluh persen di antaranya memiliki kasus penyakit jiwa -- pasien-pasien yang dilepaskan dari rumah sakit jiwa karena tidak tersedianya biaya perawatan untuk mereka.
Kompleksitas sebuah kota adalah bahwa kota itu bukanlah satu kota saja. Kota itu adalah kota industri. Kota dengan keramaian kehidupan malam. Kota yang tidak tidur. Kota yang beretnis. Kota internasional. Kota pendatang. Kota pelajar. Kota berhotel bintang lima. Kota yang penuh dengan gelandangan, kota yang penuh kriminalitas. Orang-orang itu dikemas di kota. Untuk menjangkau mereka berarti berurusan dengan jumlah, pertumbuhan, dan kompleksitas.
Namun, banyak dari kota ini yang tidak dapat kita akses dengan mudah. Tiga puluh dari kota-kota yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa ada di Cina. Paling sedikit dua puluh kota seperti itu ada di Uni Soviet. Banyak kota yang pertumbuhannya paling cepat berada di negara-negara Islam. Seperti kota Beirut, yang mungkin bisa jadi gambaran sebuah kota. Sekarang kita mengenal Beirut sebagai kota penuh kekerasan. Tapi yang tidak kita ketahui, 10 tahun yang lalu, saat terjadi perang saudara di sana, populasinya satu juta jiwa. Kini, setelah perang selama bertahun-tahun dan banyaknya kematian, populasi Beirut menjadi sekitar 1,8 juta. Dengan kata lain, penderitaan dan perjuangan kota itu justru menjadi magnet yang menarik orang-orang di luar Libanon Selatan menuju ke kota Beirut -- dan hampir mustahil bagi kita untuk masuk dan mengubahnya.
Rintangan Pribadi bagi Misi Kota
Jadi, ketika kita berbicara tentang misi kota saat ini, kita berbicara tentang beberapa rintangan yang sangat nyata. Namun, saya ingin berbicara tentang tiga rintangan yang saya yakin akan Anda hadapi secara pribadi. Dan menurut saya, rintangan-rintangan ini sangat nyata.
Pada tahun 1980, Komite Lausanne bagi Penginjilan Dunia (Lausanne Committee for World Evangelization) mengadakan konferensi di Thailand. Tugas saya adalah untuk membantu mengatur konsultasi tentang masalah kota. Dalam persiapan, kami melakukan korespondensi dengan orang-orang dari seratus kota lebih. Jadi, pada konferensi itu, saya membawa sekitar lima ribu halaman hasil penelitian. Kami duduk dengan 110 orang yang berasal dari enam benua dan mulai melihat apa yang Allah lakukan di kota-kota itu. Kami tercengang menemukan betapa sedikitnya usaha yang telah dilakukan oleh para penginjil dan sedikitnya badan misi yang memikirkan dan mempersiapkan misionaris ke kota-kota. Kami juga tercengang dengan bagaimana Allah menggunakan alat baru, bentuk baru, dan kulit anggur yang baru.
Setelah konferensi tersebut, saya ditugaskan untuk pergi ke sekitar seratus kota, mengadakan konsultasi dengan orang-orang, melihat dengan pandangan baru keadaan kota dan pelayanan di kota itu, serta kemudian bertanya, model pelayanan baru seperti apa yang dibutuhkan untuk menjangkau kota -- entah itu Kairo, Kopenhagen, Zagreb, atau Mexico City.
Saya mendapat pelajaran dari almarhum Paul Little, ketika masih di seminari, bahwa ada dua hal yang menyebabkan orang tidak mau datang kepada Kristus atau bersaksi bagi Kristus, yakni informasi atau motivasi. Tapi di sini saya ingin mengatakan, bahwa ada faktor ketiga dalam hal misi kota: intimidasi, sindrom "belum pernah melakukannya sebelumnya". Dan kalimat itu yang menjadi akhir dari usaha gereja.
Rintangan Teologis
Salah satu rintangan tidaklah berasal dari luar, kota yang besar dan jahat, namun dari dalam. Rintangan ini adalah rintangan teologi. Kebanyakan dari kita memiliki teologi pribadi, sebuah pertobatan pribadi. Saya menyebutnya teologi Filipi -- teologi Kristus yang meninggalkan surga dan turun ke dunia untuk tinggal bersama kita. Sebuah hubungan "Allahku dan aku" -- dan hal ini luar biasa. Suatu kesalehan pribadi. Namun, sebagian besar dari kita kekurangan teologi Kolose dari Kristus yang transenden. Ia adalah Allah, Penguasa sistem dan struktur dunia, termasuk sebuah kota. Dan tanpa perspektif Kolose itu, kita memiliki teologi yang hanya memberi kelegaan, namun bukan telologi yang mengubah.
Kita berurusan dengan korban, namun kita tidak dapat berurusan dengan isu keadilan. Teologi perampok di kayu salib -- cukup untuk membuatnya masuk surga -- tempat untuk memulai. Namun, jika kita akan terjun ke misi kota, kita harus terus-menerus belajar. Seperti kata Walter Scott, "Bagi seorang Kristen, satu buku sudah cukup, namun ribuan buku masih belum terlalu banyak." Adalah fakta bahwa dengan pengetahuan sekolah Alkitab yang saya miliki, saya bisa menjadi orang yang paling berpendidikan di banyak desa, namun pendidikan minimalis tidak dapat menarik kota. Banyak di antara Anda akan harus terus belajar giat untuk menerapkan teologi Kolose itu. Anda harus menambah teologi pribadi dengan teologi umum misi. Kita tidak hanya membutuhkan misiologi kota, namun juga sebuah teologi alkitabiah kota.
Berpikir alkitabiah berarti memahami bagaimana Allah telah bergerak dari penciptaan ke penebusan di sepanjang sejarah Alkitab. Untuk berpikir secara historis adalah untuk memahami bahwa Roh Allah yang menggerakkan kita sekarang, sama dengan yang telah memimpin umat Allah menyeberang budaya selama 2000 tahun terakhir. Kita perlu belajar hal ini dari sejarah karena kota adalah sebuah museum seni dan arsitektur, sebuah museum budaya dan masyarakat yang datang dari ujung dunia yang jauh dan yang sedang dibentuk ulang oleh kekuatan-kekuatan kota.
Suara yang Anda dengar adalah dari Chicago, namun budayanya adalah dari tempat lain. Agenda yang mereka bawa adalah dari tempat lain. Jadi, kita perlu mengembangkan cara pandang dunia yang membantu kita melihat bahwa dunia kini hidup di lingkungan kita. Ada enam puluh bangsa yang mewakili lingkungan di mana saya tinggal di Chicago, enam puluh bangsa di sekolah negeri di mana anak-anak saya bersekolah, dan sekolah itu mengajar dalam sebelas bahasa. Sekitar 35% dari lingkungan saya adalah orang-orang berkulit hitam, namun banyak budaya kulit hitam yang diwakili: budaya tembakau, kapas, batu bara, dan Karibia. Semua itu adalah budaya orang kulit hitam, namun semuanya berbeda. 28% adalah orang Asia, namun mereka semua berbeda. Ada yang dari utara, selatan, dan timur -- beberapa dari mereka adalah pengungsi dan orang miskin, namun banyak dari mereka adalah orang kaya dan kaum elit.
Salah satu rintangan sesungguhnya dalam misi kota adalah cara kita membaca Alkitab sebagai buku desa. Kita menyanyikan lagu-lagu yang penuh dengan nuansa penggembalaan dan gambaran pedesaan. Namun, seperti yang dikatakan Bill Pannel, sangat sulit bagi orang kota di pusat kota Cleveland untuk memikirkan tentang menggembalakan domba. Kita harus bisa mengembangkan teologi kita untuk sampai pada visi Allah bagi kota.
Rintangan Gerejawi
Rintangan besar lainnya adalah rintangan gerejawi. Bagi kebanyakan kita, gereja telah menjadi sebuah perkumpulan -- gereja kulit putih kelas menengah tidak akan bertahan kalau lingkungan berubah. Banyak dari kami adalah hasil dari sindrom pelarian kulit putih. Kami berbondong-bondong meninggalkan kota saat Tuhan membawa seluruh dunia ke sana. Beberapa dari kita merasa bersalah mengenai hal itu. Tapi Anda harus tahu, saat Anda meninggalkan kota, Roh Kudus tidak pergi. Ia hanya pindah ke kulit anggur yang baru. Kini gereja yang paling cepat pertumbuhannya adalah gereja orang kulit hitam, Amerika Latin, atau Korea. Banyak dari mereka menyembah Tuhan dalam bahasa yang bukan bahasa Inggris. Tuhan tidak membutuhkan Anda untuk kembali ke Chicago karena Mesias-lah yang dikirim untuk menyelamatkan kota itu. Jika Anda datang, Anda harus bergabung dengan Dia dalam pekerjaan yang sudah Ia kerjakan di sana.
Kini, berbagai denominasi dan badan misi berusaha untuk memahami bagaimana mereka harus membagi ladang pelayanannya. Pada masa lalu mereka dapat membedakan antara misi di dalam negeri dan misi asing, tapi kini perbedaan itu sudah tidak masuk akal lagi -- mana yang dalam negeri dan mana yang asing tidak dapat dengan mudah dibedakan. Southern Baptist Home Mission melayani di Los Angeles saja dalam 26 bahasa. Keuskupan agung Chicago harus berurusan dengan 22 bahasa. Ladang misi sudah hadir di "rumah" kita sendiri.
Kini kita harus memikirkan misi bukan pada jarak secara geografis -- misi yang menjangkau semilyar atau lebih orang yang tinggal jauh dari gereja yang ada -- tapi wilayah misi baru harus memikirkan jarak secara budaya. Kita masih akan memerlukan misionaris untuk mengarungi samudera, gunung, dan gurun untuk menjangkau orang-orang yang belum terjangkau. Namun, ladang misi baru ada di kota yang terbentuk dari migrasi besar-besaran dan tingkat kelahiran yang membumbung tinggi. Hal itu adalah realitas baru dunia misi.
Satu tugas yang senang saya berikan di kelas misi kota adalah membawa murid-murid saya ke supermarket dan memberi mereka waktu 30 menit untuk mengamati perubahan yang terjadi di lingkungan itu. Mereka keluar dan menceritakan kepada saya bagaimana bisnis makanan telah berubah dalam 30, bahkan 15 tahun terakhir. Toko-toko buka 24 jam. Semuanya sudah menggunakan sistem komputer. Harga-harga naik. Kalau biasanya toko-toko menjajakan delapan ribu produk, kini mereka menjajakan 24.000 produk. Ada bagian makanan orang Asia, Spanyol, Amerika, dan ada juga bagian yang bebas garam. Ada bagian khusus untuk makanan siap saji sampai makanan yang di-microwave. Mereka memiliki layanan multibahasa dan layanan mencairkan cek yang lebih nyaman daripada di bank saya. Sudah tidak ada lagi hari-hari seperti dulu di mana toko daging bisa berkata, "Kami tidak jual daging lagi setelah pukul enam sore."
Saya juga akan membawa murid-murid saya ke gereja terdekat, dan di sana kami melihat papan pengumuman. Dan apa yang kita lihat? Ibadah pagi: Pukul 11.00 -- tema: Dunia Tanpa Batas.
Saya bertanya, bagaimana sebuah supermarket yang tidak rohani dapat melakukan apa yang nampaknya tidak dapat dilakukan gereja yang rohani? Bagaimana kita bisa memerdekakan gereja untuk menjangkau kota? Bagaimana kita dapat membujuk badan misi asing untuk bekerja sama dengan pengurus misi dalam negeri mengajarkan keterampilan lintas budaya yang kini dibutuhkan di dalam negeri? Bagaimana kita dapat melakukannya? Bagi kebanyakan dari kita, rintangan ini lebih besar daripada pelayanan menjangkau agama lain -- dan saya mengatakan hal itu atas dasar pengalaman saya pribadi dalam usaha mengatasi rintangan ini. (t/Dian)
Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul buku | : | Urban Mission |
Judul asli artikel | : | Overcoming the Real Barriers to Urban Evangelization |
Penulis | : | Ray Bakke |
Penerbit | : | InterVarsity Press, Illinois 1988 |
Halaman | : | 71 -- 77 |
"Buddha" bukanlah sebuah nama, melainkan sebuah gelar yang berarti "Yang Bijaksana" atau "Yang Bangkit". Gelar tersebut diberikan kepada Sidharta Gautama yang lahir pada sekitar 563 SM di dekat Kapilavatsu, perbatasan Nepal, 130 mil utara Banaras. Ia dianggap sebagai reinkarnasi terakhir dari serangkaian 550 reinkarnasi (ada pula yang mengatakan ribuan) di mana ia menderita, mengorbankan diri, memenuhi segala kesempurnaan, dan secara bertahap menjadi semakin dekat dengan tujuannya -- mendapatkan kebijaksanaan bagi dirinya sendiri dan semua manusia. Keluarga bangsawannya termasuk dalam klan Sakya, sehingga terkadang Gautama dipanggil dengan sebutan Sakyamuni, orang suci dari Sakya. Ia juga disebut dengan nama Tahtagata, yang mungkin berarti "Yang telah datang" (seperti pendahulunya juga telah datang), baik oleh para pengikutnya atau dirinya sendiri.
Tidak ada biografi Gautama yang ditulis sampai seratus tahun setelah kematiannya. Namun begitu, sepertinya ia hidup dalam kemewahan pada masa-masa awal kehidupannya.
Saat remaja, ia menikahi sepupunya, Yasodhara. Setelah menikah, ia pindah ke sebuah istana yang dibangun ayahnya untuknya dan terus menikmati kenyamanan hidup kaum elit. Suatu hari, meski dicegah untuk tidak melihat sisi gelap dari kehidupan, saat ia berjalan menuju taman istana, ia melihat seorang tua, orang sakit, orang mati, dan biksu yang sedang meminta-minta. Sejak itu, ia terus memikirkan kerasnya dunia. Saking terusiknya ia oleh masalah penderitaan manusia, ia merasa sangat perlu untuk keluar dari kehidupannya yang nyaman, yang mungkin dapat mencegahnya mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang menyiksa pikirannya. Meski disodori berbagai kenikmatan agar ia mengurungkan niatnya, pada suatu malam Gautama menyelinap pergi setelah melihat istri dan anak laki-lakinya sedang tidur (anak laki-laki yang secara simbolis ia beri nama Rahula, yang berarti "belenggu"). Ia meninggalkan rumah, kekayaan, dan masa depan yang cerah untuk mencari jawaban teka-teki kehidupan.
Ia berusia 29 tahun saat mengembara, namun tidak sampai enam tahun, perjalanannya berbuah. Pertama-tama ia menaati ajaran dua pertapa Brahmana terkenal, Alara dan Uddaka. Namun, Gautama tidak dapat menemukan kepuasan karena ajaran tersebut tidak mengatakan bagaimana caranya mengakhiri reinkarnasi.
Selanjutnya, ia bersama kelima temannya menjalani kehidupan pertapaan yang ekstrim di sebuah hutan. Kabarnya, ia hanya makan sedikit nasi sehari sampai tubuhnya yang terawat menjadi kurus kering. Hal tersebut memberinya pengalaman yang jelas bahwa pertapaan dan pengekangan diri adalah delusi; hal itu tidak mengantarkan seseorang menuju realisasi diri, namun melemahkan tubuh dan pikiran. Karena itu, ia kemudian memutuskan untuk menjalani hidup sederhana yang penuh dengan kegiatan mental intensif.
Akhirnya, sebagai puncak dari sebuah meditasi yang panjang, ia duduk di bawah sebuah pohon ara di Uruvela (yang kemudian disebut sebagai "Bo" atau Pohon Kebijaksanaan) dan di sana ia menerima hikmat. Sang pengembara akhirnya menemukan apa yang dicarinya. Ia tidak tidak hanya mendapatkan jawaban atas permasalahannya, namun juga memiliki pesan agar seluruh dunia mendengarnya.
EMPAT KEBENARAN
Hikmat Gautama mengandung empat kebenaran.
Penderitaan. Hal ini menunjuk pada penderitaan mental dan fisik. Kebenaran ini menyatakan bahwa penderitaan itu selalu ada dan merupakan sifat kehidupan. Semua makhluk hidup adalah subjeknya. Kehidupan berjalan beriringan dengan penderitaan.
Kebenaran yang kedua berkenaan dengan sebab dari penderitaan. Penderitaan disebabkan oleh hasrat dalam hati yang besar, yang berakar pada ketidaktahuan, yang akhirnya tidak dapat terpuaskan.
Kebenaran ketiga menyatakan bahwa penderitaan akan berhenti jika hasrat juga berhenti, serta ketika hasrat egois dan nafsu kehidupan ditinggalkan dan dihancurkan. Saat itu terjadi, kedamaian akan dicapai.
Kebenaran keempat adalah tentang jalan menuju pada penghentian penderitaan. Jalan Rangkap Delapan adalah semacam jalur komprehensif dalam berdisiplin diri untuk menjadi manusia yang semakin baik, yang pada akhirnya akan memusnahkan hasrat manusia dan berujung pada kesempurnaan moral. Gautama yakin bahwa dengan cara inilah, manusia dapat keluar dari lingkaran reinkarnasi. Jalan ini juga dikenal dengan nama Jalan Tengah.
JALAN RANGKAP DELAPAN
Delapan jalan itu adalah sebagai berikut.
Pandangan yang benar. Hal ini melibatkan penerimaan empat kebenaran dan penolakan tegas, baik terhadap posisi filosofis yang tidak benar mengenai hal-hal seperti diri dan takdirnya, maupun sikap moral yang buruk, yang berujung pada keirihatian, kebohongan, gosip, dan semacamnya.
Aspirasi yang benar. Membebaskan pikiran dari hal-hal seperti nafsu, niat buruk, dan kekejaman. Seseorang harus memiliki ketetapan hati yang teguh untuk mencapai tujuan tertinggi.
Tuturan yang benar. Seseorang harus terus terang dan dapat dipercaya dalam berkata-kata, serta tidak bohong dan kasar. Kata-kata harus lembut, nyaman di telinga, masuk ke hati, bermanfaat, tepat waktu, dan sesuai fakta.
Sikap yang benar. Hal ini meliputi amal, tidak membunuh segala makhluk hidup (bahkan memecah telur ayam pun tidak diperbolehkan), tidak mencuri, dan tidak berzinah. Dalam ajaran Buddha, moralitas dan hikmat intelektual tidak terpisahkan, seperti kata mutiara, "Moralitas membentuk dasar kehidupan yang lebih baik, hikmat melengkapinya."
Gaya hidup yang benar. Kehidupan manusia harus terbebas dari kemewahan. Tidak boleh ada makhluk hidup yang disakiti. Setiap orang harus berusaha untuk menguasai satu keahlian dan menggunakannya agar bermanfaat bagi sesamanya.
Usaha yang benar. Pertama, berusaha menghindari munculnya pikiran yang buruk; kedua, usaha untuk mengatasi pikiran buruk; ketiga, usaha untuk mengembangkan kondisi yang berfaedah, seperti pengendalian diri, penyelidikan ajaran, konsentrasi, dan rasa bahagia; terakhir, usaha untuk mengembangkan kondisi yang berfaedah yang telah muncul dan menyempurnakannya. Klimaks dari pencapaian ini adalah kasih universal.
Kesadaran yang benar. Merupakan empat dasar perenungan, [1] perenungan kefanaan dan keseganan tubuh; [2] perenungan perasaan diri dan orang lain; [3] perenungan pikiran; dan [4] perenungan fenomena yang ditujukan untuk menguasai proses mental seseorang.
Konsentrasi yang benar. Hal ini berkenaan dengan menyempurnakan ketajaman pikiran, mengonsentrasikan pikiran pada satu objek, yaitu semua rintangan yang telah diatasi. Hal ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan pengikut Buddha. Hal ini akan membuat mereka disempurnakan; gangguan dan pikiran jahat diganti dengan rasa bahagia dan ketenangan hati. Pada akhirnya tercapai hikmat yang sempurna.
Itulah cara yang diajarkan Gautama, kombinasi moralitas, konsentrasi, dan hikmat yang ada dalam proses spiritual yang lama pada akhirnya akan membawa pada ke-Buddha-an. Moralitas tidak boleh diabaikan, hanya dengan pikiran yang murni dan hati yang lembutlah, benih hikmat ilahi dapat bertumbuh.
Buddha dikenal sebagai sistem pembebasan diri yang paling radikal yang pernah ada di dunia. Kehidupan normal tidak akan cukup untuk menuntaskan setiap tahapan yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaan. Seluruh proses (Empat Kebenaran dan Jalan Rangkap Delapan) membutuhkan jangka waktu yang luar biasa lama, yang membutuhkan berkali-kali reinkarnasi. Untuk menyelesaikannya dengan lebih cepat, seseorang perlu meninggalkan keluarganya, seperti yang Gautama pernah lakukan.
DEFINISI PENTING
Untuk dapat memahami Jalan Tengah dengan baik, penting untuk mengerti makna dari "karma", "ketidakabadian", dan "nirwana", konsep yang sering muncul dalam ajaran Buddha.
Karma. Menunjuk pada aksi-reaksi dan hukum sebab akibat. Apa yang Anda tuai akan Anda tabur. Tidak ada yang dapat mengubah atau menghentikan konsekuensi dari setiap perbuatan. Hukum sebab akibat adalah rantai yang terus ada sepanjang zaman. Anda yang sekarang dan yang Anda lakukan sekarang adalah hasil dari Anda yang dulu dan Anda lakukan dalam inkarnasi sebelumnya. Dan inkarnasi Anda selanjutnya ditentukan oleh diri Anda yang sekarang. Mustahil untuk membatalkan konsekuensi dari perbuatan jahat dengan melakukan perbuatan baik. Kebaikan akan membawa buahnya, demikian juga dengan kejahatan; keduanya beroperasi secara independen. Saat keberadaan seseorang yang sekarang berreinkarnasi, makhluk baru muncul atas dasar karmanya. Makhluk baru itu tidak identik, namun berhubungan dengan yang baru meninggal, karena tautan karma memelihara individualitas tertentu melalui banyak perubahan yang terjadi.
Hukum sebab akibat berlaku dalam dunia mental, moral, dan fisik. Dengan bantuan hukum itu, beberapa hal seperti cinta pada pandangan pertama dapat dijelaskan; kedua individu memiliki hubungan di kehidupan yang lalu. Tidak ada satu hal pun dalam kehidupan ini yang tidak dapat dijelaskan dengan teori ini. Keyakinan dalam karma, hukum sebab akibat yang tidak dapat diubah, serta kejahatan dan kebaikan melalui reinkarnasi yang terus berlangsung, menghasilkan fatalisme dalam pemikiran pengikut Buddha. Apa yang akan terjadi, akan terjadi dan tak terhindarkan. Penderitaan, kehilangan, kematian, bencana, semuanya adalah bagian dari karma, dan hal itu memberikan nuansa ketidaktanggungjawaban dalam fatalisme. Waktu antara satu kehidupan dan kehidupan lain diyakini lebih lama dari masa kehidupan normal.
Ketidakabadian. Buddha mengajar bahwa semua yang hidup melalui lingkaran kelahiran, pertumbuhan, kebusukan, dan kematian. Kehidupan itu satu dan tidak dapat dibagi-bagi; yang terus berubah dalam jumlah yang tak terhitung dan tak pernah berhenti. Setiap makhluk hidup harus mati dan memberikan tempat kepada makhluk lain. Manusia itu tidak abadi. Keberadaan individu hanyalah sebuah ilusi karena individu tersebut terus berubah dan hanya memiliki keberadaan yang sifatnya fenomenal. Doktrin ini dapat diwakili dengan mengatakan bahwa Gautama menyangkal keberadaan manusia sebagai individu yang terpisah.
Nirwana. Ada banyak definisi yang mungkin akan menggambarkan makna dari apa yang disebut nirwana. Nirwana adalah sebuah penyataan etis, sebuah kondisi di mana tidak ada lagi reinkarnasi, hasrat, dan penderitaan. Kadang istilah ini juga didefinisikan sebagai kebebasan dari kungkungan tubuh, kesadaran akan kedamaian yang paling agung, dan sebuah kebahagiaan yang sempurna dan tanpa hasrat. Nirwana merupakan akhir dari karma.
Tidak ada Tuhan dalam doktrin Buddha. Gautama sendiri mengakuinya. Ia mengajar untuk menunjukkan jalan dan memandu mereka yang berusaha berjalan pada jalur itu, namun mereka berjalan sendirian. Gautama hanyalah seorang guru dan frasa yang biasa digunakan untuk menggantikan, "Saya berlindung dalam Buddha", yang menunjukkan sebuah perbuatan untuk menaati perintahnya, bukan sebuah sikap iman yang sudah ia selamatkan atau dapat menyelamatkan seseorang melalui pengorbanan yang ia lakukan. Jalan Tengah digambarkan oleh Profesor Kraemar sebagai "ajaran etika nonilahi", sebuah sistem pelatihan diri, anthroposentris, dan etika yang menekan yang berada di luar teologi. Buddha yang diajarkan oleh pendirinya bukanlah suatu sistem iman dan penyembahan yang masuk akal. Agama ini tidak mengenal doa, pujian, penebusan, pengampunan, surga, penghakiman, dan neraka. Agama ini tidak mau berspekulasi tentang realitas yang paling pokok atau Sebab Utama yang menjadi asal muasal rangkaian sebab dan akibat yang sangat panjang dengan mengatakan bahwa dunia ini jauh di luar pemahaman manusia. Agama ini tutup mulut terhadap hal-hal yang berkaitan dengan masa depan, memberikan isi positif yang minim pada konsep nirwana.
Dihadapkan dengan masalah penderitaan, agama ini mengajarkan cara mendapat keselamatan dari karma dan siklus kehidupan dengan pemusnahan hasrat (nafsu). Hal itu merupakan suatu proses yang evolusioner untuk dicapai oleh seseorang karena Buddha tidak menerima pandangan bahwa manusia itu pada dasarnya berdosa dan perlunya pribadi lain untuk menyelesaikan ajaran moralnya. Agama ini terutama fokus pada masalah rasa sakit dan derita daripada masalah dosa. Buddha bukanlah agama yang menekankan komunikasi antara manusia dan ilahi. Agama ini lebih merupakan sebuah filosofi moral dan sebuah jalan. (t/Dian)
Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul buku | : | The World`s Religions |
Penulis | : | David Bentley-Taylor dan Clark B. Offner |
Penerbit | : | William B. Eerdmans Publishing Company, Michigan 1989 |
Halaman | : | 170 -- 177 |
Jika kita memikirkan misi, sering kita mengaitkan misi dengan kasih Allah yang begitu besar, sehingga dia mengutus Putra-Nya untuk menyelamatkan dunia ini. Hal ini memang benar, tetapi kita sering kurang memerhatikan karya Roh Kudus dalam misi sedunia.
Roh Kudus adalah Penggerak Misi
Dalam Kisah Para Rasul 1:8 dikatakan: "Tetapi kamu akan memerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Roh Kudus dijanjikan Tuhan Yesus sebelum naik ke surga supaya murid-murid-Nya menjadi saksi-Nya. Tanpa digerakkan dan dipimpin oleh Roh Kudus, murid-murid-Nya tidak bisa menyaksikan kasih dan kemuliaan Allah di seluruh dunia. Roh Kudus menentukan strategi dan cepatnya pemberitaan Injil. Roh Kudus menggerakkan manusia untuk menunggu hingga saat yang paling cocok (kairos dalam PB) dan Ia juga memimpin murid-murid-Nya untuk pergi dan memberitakan Injil. Kapan menunggu dan kapan pergi tidak ada di tangan manusia. Roh Kudus akan mengatur. Itu sebabnya para murid tidak langsung disuruh pergi sesudah Tuhan Yesus naik ke surga, melainkan diminta menunggu sampai Roh Kudus turun dan memimpin mereka.
Roh Kudus adalah Pelaksana Misi
Setiap orang Kristen yang sudah menerima Roh Kudus dan dipenuhi oleh-Nya, tidak mungkin tidak berbicara tentang Injil. Roh Kudus akan membuka mata rohani dunia dan orang yang belum percaya agar mereka mengerti dan diinsafkan akan dosa mereka (Kisah Para Rasul 2:4-11, 41).
Selain itu, Roh Kudus selalu memperlengkapi pelaku misi dengan apa yang dibutuhkan pada waktu berhadapan dengan kenyataan kesulitan di lapangan. "... tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan roh yang mendorong dia (Stefanus) berbicara." (Kisah Para Rasul 6:10)
Seperti Roh Kudus mengurapi Tuhan Yesus, Dia juga memampukan murid-murid-Nya untuk setiap jenis pelayanan misi, seperti diungkapkan dalam Lukas 4:18: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang."
Pelayanan misi yang holistik mencakup semua aspek kehidupan umat manusia. Pemulihan dan transformasi bukan hanya di bidang rohani, tetapi juga mencakup kehidupan jasmani (sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain). Yesus menunjukkan itu dalam hidup pelayanan-Nya. Roh Allah mengurapi-Nya, menyatakan jenis pelayanan apa yang dilakukan terhadap bagian masyarakat yang memiliki kebutuhan berbeda.
Itu berarti Injil adalah jawaban bagi kehidupan manusia, bukan hanya di bidang agama, melainkan dalam semua aspek kehidupan manusia. Pelayanan yang sejati bukan hanya berbicara tentang Tuhan Yesus dan memberikan kesaksian, melainkan berbuat dan hidup seperti Dia.
Roh Kudus adalah Pengutus Misionaris
Roh Kudus juga mengetahui orang Kristen yang mana yang cocok untuk diutus "keluar" dari zona kenyamanan mereka kepada bangsa yang lain, apakah itu ke dalam atau ke luar negeri. Seperti Dia dulu mengutus Paulus dan Barnabas, Roh Kudus masih mengutus para misionaris masa kini. Paulus dan Barnabas adalah orang-orang terbaik, pemimpin-pemimpin gereja Antiokhia yang direlakan, diutus, dan dipersembahkan bagi pelayanan di luar tembok gereja untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa (Kisah Para Rasul 13:2-3). Waktu doa puasa, gereja Antiokhia bersedia mendengarkan dan menaati suara Roh Kudus untuk mengutus kedua sosok gereja mereka. Mereka tidak merasa dirugikan kalau harus mengizinkan Paulus dan Barnabas melakukan misi Tuhan, melainkan mereka terlibat secara aktif sebagai pengutus kedua hamba itu. Antiokhia, sebagai gereja misioner, menjadi teladan dalam sejarah misi untuk tidak mempertahankan tenaga dan pemimpin mereka yang baik, melainkan rela mengutus mereka dan taat kepada Roh Kudus. Gereja masa kini sering tidak seperti gereja Antiokhia. Mereka sering banyak perhitungan dan merasa dirugikan jika taat kepada suara Tuhan. Bagaimana dengan kita? Apakah kita bersedia mengutus misionaris dan mendukung mereka lewat doa, dana, dukungan moral, dan komunikasi? Taat kepada Tuhan berarti tidak dirugikan, melainkan diberi kesempatan untuk mengambil bagian dalam kemenangan Tuhan dan memberi sukacita kepada gereja sendiri.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama buletin | : | Terang Lintas Budaya, Edisi 70, Tahun 2007 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 2007 |
Halaman | : | Tidak dicantumkan |
Pekerjaan Roh Kudus dalam Perjanjian Lama secara umum dijelaskan secara terbatas pada beberapa bagian saja. Di situ kelihatan bahwa hanya orang yang dipilih Allah bagi tugas khusus sajalah yang didiami atau dikuasai oleh Roh Kudus. Roh Kudus memenuhi (menguasai sepenuhnya) setiap orang pilihan tersebut, misalnya Yusuf (Kejadian 41:38), Musa dan tujuh puluh tua-tua (Bilangan 11:24-30; Keluaran 28:3; 31:3; 35:31), juga Yosua yang penuh dengan Roh kebijaksanaan tatkala Musa mendoakannya (Ulangan 34:9).
Contoh lain, ialah Roh Allah yang memenuhi dan menguasai para hakim untuk melaksanakan tugas mereka (Hakim-hakim 3:10; 6:24; 9:23; 11:24; 13:25; 14:6, 19; 15:14, 19); Roh Tuhan ada pada para raja (1 Samuel 10:6, 10; 11:6; 16:13; 19:23-24; 2 Samuel 23:2); Roh Tuhan menguasai para nabi (1 Raja-raja 18:12, 2 Raja-raja 2:16; 2 Tawarikh 15:1; Yesaya 11:2; 40:7, 13; 48:16; 59:19; 61:1; 63:10, 11, 14; Yehezkiel 11:5, 24; 37:1; Zakharia 4:6; 7:12), imam (2 Tawarikh 20:14; 24:20), serta orang saleh (Ayub 27:3; 33:4).
Jelaslah bahwa sesuai dengan penjelasan Perjanjian Lama, Roh Kudus sangat aktif dalam melaksanakan karya penyelamatan Allah. Bila Roh Kudus begitu giat melaksanakan pekerjaan Allah sejak penciptaan (Kejadian 1:1-2), dapatlah disimpulkan bahwa Roh Kudus juga aktif menjalankan misi Allah sejak kekekalan sampai masa Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru dan masa kini. Dalam hal ini, ada beberapa catatan yang perlu digarisbawahi:
Roh Kudus tetap aktif melaksanakan tugas penyelamatan Allah, walaupun Ia berperan "di belakang layar". (Meskipun peranan-Nya tidak dijelaskan secara terinci dalam Perjanjian Lama, tidak berarti bahwa Ia tidak aktif.)
Pekerjaan Roh Kudus dalam rancangan keselamatan Allah tetap sama dalam masa Perjanjian Lama sampai kepada Perjanjian Baru. Yang berbeda adalah manifestasi kerja dalam era pra-Yesus Kristus dan pascapenyaliban kebangkitan dan kenaikan Yesus (sebelum Yesus Kristus dan sesudah pengorbanan dan kemenangan Yesus). Manifestasi/penyataan kerja Roh Kudus dalam Perjanjian Lama bersifat diam-diam, dan Perjanjian Baru adalah demonstratif, sesuai dengan rencana Allah.
Kalau dalam Perjanjian Lama tertulis bahwa Roh Kudus memenuhi atau menguasai "hamba-hamba Allah" bagi tugas khusus, itu tidak berarti bahwa Roh Kudus tidak ada pada orang saleh masa Perjanjian Lama. Dasar pemikiran ini ialah sebagai berikut.
Bila hakikat Allah Tritunggal tidak berubah, maka fungsi-Nya juga tidak berubah. Kalau terlihat ada perbedaan, maka perbedaan itu tidak terletak pada hakikat dan fungsi-Nya, melainkan pada penyataan kehendak-Nya yang kekal.
Bila Allah berkehendak menyatakan sesuatu bagi umat-Nya, itu tidak berarti bahwa hal yang tidak dinyatakan itu tidak ada (Yohanes 20:23 dan Bilangan 11:24-30).
Kehendak Allah yang khusus yang dinyatakan kepada umat-Nya dan keterbatasan kemampuan umat-Nya untuk memahami dan menanggapi firman Allah, tetap tidak dapat membatasi hakikat serta fungsi-Nya yang kekal itu.
Peranan Roh Kudus yang tidak dijelaskan secara panjang lebar dalam Perjanjian Lama, tidak menjelaskan adanya perbedaan peranan dan fungsi-Nya pada era Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Setiap kesimpulan dogmatis yang sempit dengan tidak memperhitungkan penyataan firman Allah yang utuh, akan menempatkan Roh Kudus pada "kotak-kotak dogmatis". Dengan demikian, seolah-olah Allah dapat didekteksi dan dikendalikan oleh manusia. Allah seperti ini bukanlah Allah Alkitab. Akhirnya, perlu dicamkan bahwa: "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini." (Ulangan 29:29). Jadi, Allah/Roh Kudus tetap berperan dalam karya keselamatan-Nya, sekalipun hal itu tidak dirinci dalam Alkitab, khususnya Perjanjian Lama.
Berdasarkan uraian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
Peranan dan pekerjaan Roh Kudus dalam Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) adalah sama; yang berbeda adalah porsi manifestasi/penyataan kerja-Nya.
Peran Roh Kudus dalam karya keselamatan Allah adalah sama baik, dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dengan demikian, penjelasan ini menekankan bahwa Roh Kudus tetap aktif dalam penginjilan pada era Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
Peranan dan pekerjaan Roh Kudus yang dimanifestasikan di dalam Perjanjian Baru "mengukuhkan" kenyataan peranan-Nya yang aktif dalam Perjanjian Lama.
Penyataan Roh Kudus pada hari Pentakosta adalah tanda penguasaan Allah (pekerjaan keselamatan Allah) dalam dimensi baru. Ini adalah titik baru pekerjaan penyelamatan Allah untuk mencapai semua bangsa yang dilaksanakan oleh Roh Kudus secara demonstratif, yang membuka era kerja-Nya pada masa Perjanjian Baru sampai sekarang ini.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Penginjilan Masa Kini |
Penulis | : | Pdt. Y. Tomatala, M.Div., M.I.S |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 1988 |
Halaman | : | 18 -- 21 |
Charles Taze Russell, lahir pada tahun 1852 di Pittsburg, adalah pendiri gerakan yang sekarang dikenal sebagai "Saksi-Saksi Yehova". Ketika berumur 18 tahun (1870), ia mengorganisir sebuah kelas Alkitab di Pittsburg, dan pada tahun 1876 terpilih sebagai "pendeta". Tahun 1879, ia mendirikan "Menara Pengawal Sion", yang sekarang dikenal sebagai "Menara Pengawal yang Memberitahukan Kerajaan Yehova". Karyanya yang utama adalah "Studies in the Scriptures" (Penyelidikan Alkitab), diterbitkan dalam tujuh jilid dari tahun 1881 sampai 1917. Sejak bulan Juli 1956, "The Watch Tower Bible and Tract Society" telah memunyai cabang di 63 negara, dan pekerjaan utusan Injil di lebih dari 104 negara. Lembaga itu sekarang memunyai perusahaan percetakan, apartemen, stasiun radio, dan sekolah Alkitab yang telah mengutus lebih dari 1.000 orang utusan Injil.
Pada tahun 1916, Russell meninggal dunia dan digantikan oleh Joseph Franklin Rutherford. Ia menyusun pemikiran agar semua anggotanya percaya bahwa mereka adalah para Saksi Yehova terakhir. Di bawah pimpinannya, pekerjaan itu berkembang dengan pesat. Ia menyusun lebih dari 100 jilid buku dan selebaran-selebaran, yang diterjemahkan ke dalam bermacam-macam bahasa. Ia meninggal pada tahun 1944 dan digantikan oleh Nathan H. Knorr. Ia mendirikan Sekolah Latihan Utusan Injil Gilead di South Lansing, New York, dan pada tahun 1953 menyelenggarakan Konvensi Internasional "Saksi-Saksi Yehova" di Stadion Yankee, New York.
Nama "Saksi-Saksi Yehova" diduga memunyai dukungan firman Allah dari Yesaya 41:10-12. Penggunaan nama bidat ini sebenarnya tidak tepat. Penjelasan-penjelasan di bawah ini akan membuktikan hal tersebut:
Kata "kamu inilah saksi-saksi-Ku" dalam Yesaya 43:10 sebenarnya ditujukan kepada bangsa Israel (Yesaya 43:1).
Perjanjian Baru mengajarkan agar kita menjadi saksi-saksi Kristus (Kisah Para Rasul 1:8); saksi-saksi kematian dan kebangkitan-Nya untuk pengampunan dosa (Kisah Para Rasul 1:22; 2:32; 3:15; 5:30-32; 10:39-43). Namun Saksi-Saksi Yehova menyangkal kebangkitan jasmani Yesus Kristus.
Yang berbicara dalam Yesaya 43:10-12 adalah TUHAN atau Yehovah, yang sama dengan Tuhan Yesus Kristus, terbukti sebagai berikut:
TUHAN adalah Pencipta (Yesaya 43:1, 7, 15), demikian juga Kristus (Yohanes 1:1-3; Kolose 1:16; Ibrani 1:1-3).
TUHAN adalah Penebus (Yesaya 43:14), demikian juga Kristus (1 Petrus 1:18-19).
TUHAN adalah satu-satunya Juru Selamat (Yesaya 43:11), demikian juga Kristus (Kisah Para Rasul 4:12).
TUHAN adalah yang terdahulu dan yang terkemudian (Yesaya 44:6), demikian juga Kristus (Wahyu 1:8).
TUHAN adalah Allah (Yesaya 43:12), demikian juga Kristus (Yohanes 1:1; Matius 1:23; Roma 9:5; Titus 2:13; 1 Yohanes 5:20).
TUHAN adalah Gembala kita (Mazmur 23:1), demikian juga Kristus (Yohanes 10:1; Petrus 5:4; Ibrani 13:20).
TUHAN adalah yang menyembuhkan (Keluaran 15:26), demikian juga Kristus (Yakobus 5:15).
TUHAN adalah Kebenaran kita (Yeremia 23:6), demikian juga Kristus (1 Korintus 1:30).
A. Pribadi Kristus
Mereka mengajarkan:
Kristus diciptakan. J.F. Rutherford dalam bukunya "Harp of God" menyatakan, "Firman adalah ciptaan langsung, pertama dan satu-satunya oleh Yehovah."
Kristus belum pernah dan tidak akan pernah menjadi Allah. J.F. Rutherford dalam bukunya "The Truth Shall Make You Free" menyatakan, "Ia adalah seorang Allah yang berkuasa, tetapi bukan Allah Yang Mahakuasa."
Kristus hanyalah manusia selagi Ia diam di dunia dan meninggal sebagai seorang Manusia. C.T. Russell dalam bukunya "Studies in the Scriptures" menyatakan, "Manusia Yesus telah mati untuk selama-lamanya" dan "Yesus dikenal sebagai Penghulu malaikat bernama Mikhael, yang berarti utusan Allah." J.F. Rutherford menyetujui hal ini dengan berkata, "Dalam jabatan ini (Anak yang diperanakkan oleh Allah dan anak sulung dari segala makhluk), Ia memunyai nama lain di sorga, yaitu Mikhael.
Kita menjawab:
a. Kristus adalah Pencipta segala sesuatu (Kolose 1:16). Memasukkan perkataan "yang lain" sesudah "segala sesuatu" seperti yang mereka lakukan pada ayat ini dalam The New World Translation, tidak berdasar sama sekali. Kristus adalah Pencipta segala sesuatu, termasuk para malaikat. Ungkapan "sulung" dalam Kolose 1:15 seharusnya dipahami dalam hubungannya dengan Kolose 1:18, "yang pertama bangkit dari antara orang mati". Dan ini tidak berarti bahwa Kristus adalah yang pertama akan dibangkitkan dari antara orang mati, melainkan bahwa Ia yang pertama bangkit dari antara orang mati di dalam tubuh kebangkitan-Nya, "buah sulung" dari antara orang mati, yaitu janji kebangkitan bagi semua orang yang dipersatukan dengan Kristus oleh iman. "Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, Ia tidak mati lagi; maut tidak berkuasa lagi atas Dia."
Perkataan Ibrani untuk Allah dalam Kejadian 1:1, Elohim, menjelaskan bahwa yang mengambil bagian dalam penciptaan pertama, pelakunya terdiri dari beberapa pribadi, sedangkan penggunaan kata kerja tunggal, menunjukkan kesatuan tindakan. Allah Tritunggal juga disebutkan dalam ayat-ayat lain yang berhubungan dengan penciptaan. Pada waktu Yohanes berkata tentang Kristus dalam Wahyu 3:14 sebagai "Permulaan dari ciptaan Allah", ia mengatakan sesuatu yang cocok dengan apa yang dikatakannya dalam Yohanes 1:1-3, di mana ia menegaskan bahwa Kristus ada bersama dengan Allah pada mulanya dan bahwa Ia adalah Firman adalah Allah.
b. Kristus sejak semula adalah Allah dan akan tetap Allah.
Ia memunyai nama-nama ilahi (Yesaya 9:6; Matius 1:23; Yohanes 1:1).
Ia disembah (Matius 2:11; 14:33; 28:9; Lukas 24:52; Ibrani 1:6; Filipi 2:10-11; Wahyu 5:8). Jika kita menyembah sesuatu yang bukan Allah berarti kita menyembah berhala (Keluaran 20:4-5; Kisah Para Rasul 10:25-26).
Ia melakukan perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah. Ia mengampuni dosa (Markus 2:5-7); Ia membangkitkan orang mati (Yohanes 11:43); Ia bangkit dari kematian (Yohanes 2:19; 10:18); Ia menciptakan dunia (Kolose 1:16); Ia menopang dunia (Kolose 1:17; Ibrani 1:2-3); tanda ajaib-Nya membuktikan kemuliaan dan keilahian-Nya (Yohanes 2:11).
Gelar-gelar keilahian-Nya membuktikan bahwa Yesus Kristus adalah Allah. Ia Mahakuasa (Matius 28:18); Mahahadir (Matius 28:20); Mahatahu (Yohanes 21:17; 2:25; 16:30; Kisah Para Rasul 1:24); kekal (Yohanes 1:1; Kolose 1:17; Yohanes 8:58).
Nama-nama yang diterapkan pada Yehova Allah dalam Perjanjian Lama, diterapkan kepada Kristus dalam Perjanjian Baru.
Hubungan antara nama Kristus dengan Allah dan Roh Kudus dalam satu cara dengan mengecualikan semua nama yang lain, membawa kita kepada kesimpulan bahwa ketiganya sama dan sederajat (Matius 28:19; 2 Korintus 13:14; Yohanes 10:30). Ketika Kristus berkata mengenai Allah sebagai Bapa-Nya dalam pengertian yang unik, orang-orang Yahudi mengartikan bahwa Ia menyamakan diri-Nya dengan Allah (Yohanes 5:18).
c. Kristus adalah manusia, tetapi Ia juga adalah Allah yang menyatakan diri dalam daging. Kristus tidak mengesampingkan keilahian-Nya ketika Ia diam di dalam tubuh sebagai Manusia. Paulus menjelaskan bahwa Ia, yang sama dengan Allah, mengambil (bukan mengurangi, melainkan menambah) rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. "Allah di dalam Kristus" telah memperdamaikan isi dunia ini dengan diri-Nya sendiri.
d. Kristus tidak pernah menjadi Mikhael, Penghulu Malaikat. Kristus jauh lebih indah daripada para malaikat. Para malaikat menyembah Kristus. Pasal pertama Kitab Ibrani menunjukkan bahwa Kristus lebih indah daripada para malaikat sebab dalam hubungan, seorang anak melebihi seorang hamba; dalam martabat, seseorang yang disembah melebihi yang menyembah; dalam kedudukan, Kristus sebagai Tuhan yang berkuasa melebihi para malaikat yang hanya sebagai makhluk-makhluk yang taat saja; dalam kesucian, Kristus membenci dosa, sedangkan malaikat-malaikat ada yang berdosa.
B. Hukuman Kekal
Mereka mengajarkan:
Neraka, kuburan, sheol, gehenna, dan hades adalah perkataan-perkataan yang sama artinya. Dalam buku "Let God Be True", mereka berkata, "Alkitab mengatakan bahwa neraka adalah kuburan, sehingga seorang anak kecil yang jujur pun dapat mengerti hal ini, tetapi para ahli teologi tidak dapat mengerti. Neraka yang menakutkan adalah ajaran agama yang mencemarkan Allah. Jelas bahwa neraka atau sheol atau hades berarti kubur, dan semua orang, yang baik maupun yang jahat, akan menuju ke tempat itu untuk menunggu hari kebangkitan."
Kesempatan kedua. Mereka mengajarkan bahwa mereka yang meninggal tanpa Kristus akan mendapat kesempatan lain. Mereka akan mendengar Injil diberitakan, dan jika mereka tidak mau menerima undangan, mereka akan dipunahkan. Buku "Let God Be True" berkata, "Gehenna adalah gambar atau lambang kemusnahan atau pembasmian total, dan bukan siksaan kekal. Mereka yang menolak kesempatan kedua akan dibinasakan oleh kematian kedua, yaitu kepunahan."
Kita menjawab:
Kata Ibrani untuk "kuburan" adalah "qeber" (diucapkan "kawbar"). Perkataan ini dipakai 67 kali dalam Perjanjian Lama dan digunakan baik dalam bentuk jamak maupun tunggal. Perjanjian Lama menjelaskan kuburan sebagai berikut.
Kata Ibrani sheol ditulis 65 kali di dalam Perjanjian Lama. Dalam Alkitab bahasa Inggris Authorized Version, perkataan ini diterjemahkan "kuburan" dan ditulis 31 kali, "neraka" 31 kali dan "lubang" 3 kali. Jika perkataan tersebut tetap sheol tentunya akan mengurangi kebingungan seperti pada Alkitab A.R.V.. Arti kata itu harus ditetapkan oleh pemakaiannya menurut konteksnya, bahwa Sheol bukannya kuburan. Hal itu terbukti dari hal-hal berikut ini:
Meskipun dalam Alkitab terjemahan lama dikatakan Yakub "hendak berkabung sampai ke kubur" (Kejadian 37:35), perkataan sheol dalam bahasa Ibrani dalam ayat ini tidak dapat diartikan kuburan -- karena Yakub mengira Yusuf telah dimakan oleh binatang buas. Tidak ada seorang pun yang berkabung sampai ke kuburan. Tidak seorang pun dapat pergi kepada orang lain di dalam kuburan.
Sheol dalam Ulangan 32:22 diterjemahkan salah, menjadi "neraka". Di sini perkataan api dihubungkan dengan sheol dan bahwa murka Allah mencapai "tempat yang paling bawah" dari sheol. Di dalam kuburan tidak ada api.
2 Samuel 22:6 mengatakan mengenai kesedihan di dalam Sheol. Di dalam kuburan tidak ada kesedihan.
Ayub 11:8 membandingkan dalamnya sheol dengan tingginya langit. Jika sheol diartikan kuburan, maka tidak dapat dipakai sebagai bahan perbandingan.
Mazmur 9:18 mengatakan mengenai orang-orang fasik yang akan dimasukkan ke sheol. Anda tidak dapat memasukkan banyak orang ke dalam sebuah kuburan, tetapi di dalam sheol terdapat cukup tempat untuk segala bangsa.
Mazmur 16:10 mengatakan mengenai orang yang masuk Sheol dan sesuatu yang dapat binasa. Tubuh kita memang akan binasa, tetapi jiwa tidak akan binasa. Ayat ini berisi nubuatan dan menggambarkan Mesias seperti yang dibuktikan pemakaiannya oleh Petrus di dalam Kisah Para Rasul untuk diterapkan pada Kristus. Kisah Para Rasul 2:31 menunjukkan bahwa sheol dan hades adalah sama, karena perkataan sheol dalam bahasa Ibrani (Mazmur 16:10) bahasa Yunaninya adalah Hades. Dengan menggabungkan pikiran Perjanjian Lama dan Baru, kita dapat memakai istilah "Sheol-Hades" untuk dunia orang mati.
Mazmur 55:16 menunjukkan, meskipun maut telah menyergap orang fasik, jiwa mereka akan turun hidup-hidup ke dalam sheol. Jelaslah bahwa sheol bukan berarti kuburan.
Mazmur 116:3 menghubungkan sheol dengan kesakitan. Di dalam kuburan tidak ada kesakitan.
Rumah perempuan jalang adalah jalan ke sheol. Jika sheol hanya kuburan saja, maka nasib wanita yang jahat sama baiknya dengan wanita yang berbudi luhur. Selanjutnya dikatakan "orang-orang yang diundangnya ada di dalam dunia orang mati" (Amsal 7:27; 9:18). Mengajarkan sheol adalah kuburan, berarti membuang semua kendali moral dan menjadikan dosa hanya sebagai lelucon.
Sheol tidak pernah penuh, tetapi kuburan dapat segera penuh (Amsal 27:20; Yesaya 5:14). Perkataan hades dalam bahasa Yunani dipakai 11 kali dalam Perjanjian Baru. Di dalam hades orang-orang sadar akan diri sendiri, dapat berbicara, disiksa, terpisah dan jauh dari mereka yang dihibur, dapat mengingat, di dalam api tidak ada belas kasihan, tidak diberi air setetes pun untuk menyejukkan lidah. Kristus mengungkapkan apa yang terletak di balik kematian bagi orang yang benar dibandingkan dengan orang yang jahat. Nampaknya terdapat hal-hal yang serupa dalam kesanggupan merasakan secara jasmani dan secara kejiwaan. Paulus tidak dapat merasakan perbedaannya. Bahkan meskipun kita membayangkan di dalam mimpi, kadang-kadang masih sukar untuk membedakan apakah pengalaman kita itu dialami secara tubuh atau hanya secara kejiwaan saja. Lagipula kita tidak dapat mengatakan apakah roh yang tidak menempati tubuh tidak memunyai kemampuan untuk melihat, merasa sedih. Manusia diciptakan serupa dengan Allah; dapat melihat, mendengar, merasa, dan sadar seperti Allah, sekalipun nanti kalau jiwa kita sudah tidak menempati tubuh lagi.
Perkataan Gehena dalam bahasa Yunani dipakai 11 kali dalam Perjanjian Baru dan diterjemahkan "neraka". Kristus berkata mengenai gehenna sebagai tempat terdapatnya api, yaitu api "yang tak terpadamkan". Dari 11 kali, 8 kali dipakai untuk menerangkan bahwa api itu kekal. Jelas bahwa gehenna tidak dapat berarti kuburan.
Pemakaian kata "kekal" untuk menyatakan sifat kelanggengan Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus, kebahagiaan orang-orang suci maupun kesengsaraan kekal bagi orang-orang sesat pada masa yang akan datang. Ini membuktikan bahwa penderitaan yang dialami orang-orang fasik berlangsung sampai kekal. Pemakaian kata ini dalam Kitab Wahyu membuktikan bahwa itu berarti "berlangsung terus-menerus", "selama-lamanya", "tiada henti-hentinya" (Wahyu 1:6; 4:9-10; 5:13; 7:12; 10:6; 11:15; 14:10-11; 19:3; 20:10).
Mengenai pembasmian, kita menjawab:
Wahyu 21:8 tidak mengatakan bahwa lautan api menyebabkan kematian kedua, melainkan itu adalah kematian kedua. Di Alkitab, kematian tidak pernah berarti kepunahan manusia atau tidak ada sama sekali. Jika dianggap sebagai aspek hukuman, ini berarti keadaan salah, keadaan yang menyedihkan sekali, direndahkan martabatnya atau kesukaran yang besar.
Menghancurkan tidak berarti memusnahkan. Ketika kantong anggur itu hancur, kantong itu tidak dapat lagi berfungsi untuk maksud semula pada waktu ia dibuat (Matius 9:17). Jika satu jiwa binasa, maka jiwa itu tidak berfungsi lagi untuk tujuannya yang semula, yaitu untuk memuliakan Allah (Kolose 1:16).
Membinasakan tidak berarti memusnahkan. Hosea meratapi bangsa Israel, "Umatku binasa karena tidak mengenal Allah," tetapi di sini ia tidak bermaksud bahwa bangsanya telah dimusnahkan. Ketika Yesus berkata, "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali", Ia tidak bermaksud untuk memusnahkannya. Beberapa orang berkeyakinan bahwa dosa memunyai akibat semacam itu, yaitu dapat membinasakan jiwa sama sekali. Hal ini tidak mungkin, karena semakin besar dosanya, maka orang yang berdosa akan segera dibinasakan dan dengan demikian maka hukumannya tidak seimbang.
Mengenai kesempatan yang kedua, Alkitab tidak mengajarkan adanya kesempatan apa pun setelah kematian. Alkitab berkata bahwa setelah kematian ada penghakiman -- "Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi." Keadaan orang yang fasik pada waktu kematian sudah tetap dan ditentukan,, yaitu api kekal, kegelapan, ratapan dan kertakan gigi, siksaan, hukuman kekal, murka Allah, kematian yang kedua, dan kebinasaan kekal.
C. Kerajaan
Mereka mengajarkan:
Kerajaan Kristus akan didirikan sepenuhnya pada tahun 1914.
Kedatangan Kristus yang kedua kali akan tidak kelihatan seperti angin (Yohanes 14:19).
Kejadian-kejadian yang akan terjadi merupakan tanda kehadiran-Nya yang kedua kali sebagai Raja.
"Pada akhir zaman dunia tua ini dan pada pintu masuk dunia baru, para Saksi Yehova akan mengabarkan kabar baik mengenai kerajaan yang didirikan dan menunjukkan pertempuran Allah di Armageddon akan menyucikan bumi dari kefasikan dan membukakan jalan pada keadaan damai yang kekal, kebahagiaan dan hidup. Hal ini menyebabkan pemisahan bangsa-bangsa, beberapa dari mereka masuk dunia baru dan sebagian lagi akan ditolak (Matius 25:31-46). Orang-orang yang melawan akan menganiaya para saksi yang memberitakan kabar baik, mengejek dan mencemooh peringatan yang disampaikan".
Kita menjawab:
Kerajaan Kristus belum sepenuhnya didirikan pada tahun 1914. Jika memang sudah, maka peperangan akan berhenti dan kerajaan dunia telah menjadi Kerajaan Tuhan. Ketika sang Raja datang, kehendak-Nya akan terjadi di dunia seperti di sorga.
Kedatangan Kristus akan terlihat oleh mata.
Dalam Matius 24, tanda-tanda akan mendahului kedatangan-Nya dan segera setelah kita melihat pembinasa keji dan siksaan yang dahsyat, maka Anak Manusia akan tampak. Kristus memperingatkan murid-murid-Nya agar mereka jangan kacau tentang tanda-tanda umum dan tanda khusus yang menyatakan kedatangan-Nya.
"Injil" (Matius 24:14) adalah Injil yang diberitakan oleh Kristus dan para rasul, dan Injil yang sama ini juga harus diberitakan sampai tiba kesudahan zaman. Injil kerajaan itu tidak berbeda dengan Injil yang diberitakan Rasul Paulus atau Injil yang diberitakan oleh setiap hamba Tuhan yang benar.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul asli buku | : | The Art of Soul-Winning |
Judul buku | : | Cara-Cara Memenangkan Jiwa |
Judul artikel | : | "Saksi-Saksi Yehova" |
Penulis | : | Murray W.Downey |
Penerbit | : | Kalam Hidup, Bandung |
Halaman | : | 117 -- 121 dan 123 -- 127 |
Natal, Natal, dan Natal. Istilah Natal bukan istilah yang asing bagi dunia kekristenan. Istilah Natal begitu populer, hangat, dan istimewa untuk diperdengarkan, bahkan didengungkan oleh gereja-gereja Tuhan pada masa kini setiap memasuki bulan Desember. Setiap elemen yang terlibat di dalam gereja begitu sibuk mempersiapkan perayaan untuk menyambut Natal, baik itu pendeta, penginjil, majelis, aktivis, dan bahkan jemaat biasa. Mereka semua terlibat dalam persiapan demi kemeriahan dan keceriaan menyambut perayaan Natal.
Sebenarnya, apakah arti dan makna terpenting dalam setiap perayaan Natal yang setiap tahun kita rayakan? Banyak umat Kristen membenarkan bahwa kelahiran Kristus terjadi pada tanggal 25 Desember. Hal ini bukan hanya dipercaya di Indonesia, tetapi juga sudah menjadi kesepakatan bersama gereja-gereja Tuhan di seluruh dunia. Yang menjadi pertanyaan kita adalah: benarkah Yesus Kristus lahir pada tanggal 25 Desember?
Kalau kita mau jujur -- melihat bagaimana sejarah dogmatika Kristen menjelaskan waktu kelahiran Yesus Kristus -- sebenarnya peristiwa tersebut masih dalam perdebatan. Di kalangan para ahli pemikir pun tidak ada kesepahaman dalam penetapan kapan sebenarnya Yesus lahir. Hal ini disebabkan karena tidak adanya dukungan yang kuat dari Alkitab tentang penjelasan kapan sebenarnya Tuhan Yesus dilahirkan, baik yang ditulis oleh para murid atau penulis Alkitab lainnya. Oleh sebab itu, penulis membenarkan pendapat yang mengatakan bahwa perayaan Natal yang dirayakan oleh gereja-gereja Tuhan pada masa kini adalah hal yang agaknya merupakan kasus kontroversial. Seharusnya gereja Tuhan memberikan perhatian yang lebih serius kepada perayaan Paskah seperti apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus di 1 Korintus 15:3-4.
Ada banyak teori yang berkembang yang menjelaskan tentang kapan kemungkinan Yesus dilahirkan di dunia.
Ada teori yang mengatakan bahwa Yesus Kristus dilahirkan pada tanggal sekitar 19 -- 20 April. Ini berdasarkan kalender Julian, yaitu tanggal 24 -- 25 Pharmuthi.
Kelahiran Yesus jatuh pada tanggal 20 atau 25 Mei tahun 3 SM, berdasarkan penghitungan hari ke-25 Pachon pada masa pemerintahan Kaisar Agustus tahun 31 SM sampai tahun 14 M.
Rasid Rachman dalam bukunya "Hari Raya Liturgi", mematok tanggal Natal berdasarkan 14 Nisan (Pasca Computus, perhitungan berangkat dari tanggal Paskah) kalender Julian, yang juga terlihat di suratan Cyprianus (200 -- 258) atau Pseudo Cyprianus pada tahun 243. Tanggal kelahiran Yesus dihitung berdasarkan kisah penciptaan, Abraham, kisah keluarnya umat Israel dari Mesir, dan dihubungkan dengan Paskah, dan mengaitkannya dengan angka-angka simbolis. Kisah penciptaan langit dan bumi pada hari pertama (Kejadian 1:1) -- menurut tradisi barat waktu itu jatuh pada musim semi saat Equinox, yakni 25 Maret. Yesus lahir bertepatan pada saat penciptaan matahari, sebab Ia adalah Surya Sejati (bnd. "surya kebenaran"), yaitu pada hari keempat (Kejadian 1:14-19), yakni Rabu, 28 Maret.
Munculnya perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah ide yang agaknya sinkretistik, karena pada tanggal tersebut orang-orang Roma menyembah kepada Dewa Surya yang disebut dengan gelar "Sang Surya Tak Terkalahkan" (Dies Natalis Solis Inpikti). Gereja-gereja di Roma, pada tahun 336 Masehi, mengganti hari perayaan tersebut dengan hari kelahiran Kristus (Natus Kristus In Bethlehem Judee). Hal ini didasarkan pada pernyataan Alkitab di dalam Maleakhi 4:2 di mana Yesus dinubuatkan sebagai Surya Kebenaran. Lepas dari berbagai perdebatan tentang penafsiran kapan sebenarnya Yesus dilahirkan, mari melihat esensi berita yang disampaikan dalam perayaan Natal. Yang terpenting di dalam memahami makna Natal adalah bahwa Yesus Kristus telah dilahirkan di dalam dunia dan menjadi bagian dari sejarah umat manusia.
Ada beberapa makna penting dalam berita kelahiran Yesus Kristus.
1. Berita Sukacita
Bangsa Israel, pada saat Yesus dilahirkan, berada di bawah kekuasaan Romawi. Mereka tidak saja tertindas secara fisik, tetapi juga di dalam status sosial asasi dan kemerdekaan, bahkan kebebasan beragama mereka pun tertindas. Ditambah karena perlawanan dan pemberontakan mereka terhadap Allah sehingga pada masa antara Perjanjian Lama dan Baru, yang disebut sebagai masa intertestamental yang berlangsung 400 tahun, Allah tidak mengutus seorang nabi dan rasul di tengah-tengah bangsa Israel. Hal ini lebih memperparah kondisi mereka. Yesus Kristus lahir di Bethlehem sebagai pemenuhan nubuat janji tentang Mesias yang dijanjikan untuk membawa sukacita yang besar dan pelepasan. Kehadiran Yesus memberikan pengharapan baru agar umat-Nya yang terbelenggu dapat dibebaskan dan memperoleh kemerdekaannya kembali, sehingga mereka dapat hidup dengan damai, sukacita, dan bahagia.
2. Providensi Allah
Providensi Allah atau pemeliharaan Allah sungguh nyata dalam proses inkarnasi Kristus yang menjelma menjadi manusia. Manusia begitu lemah, terbatas, dan tidak berdaya untuk memulihkan hubungannya dengan Allah. Maka Allah mengambil inisiatif mengutus Anak Tunggal-Nya datang ke dalam dunia untuk menjadi perantara atau mediator untuk memulihkan hubungan yang telah rusak tersebut. Tindakan Allah yang telah mengutus Yesus merupakan bukti kasih Allah yang besar di mana Allah menyediakan sarana-sarana agar umat-Nya dapat kembali kepada-Nya. Mengapa Sang Mediator adalah seorang manusia, bukan malaikat? Cara ini dipergunakan untuk memudahkan manusia memahami karya Allah.
3. Mukjizat
Kelahiran Yesus Kristus tidaklah sama dengan kelahiran kebanyakan manusia. Yesus dilahirkan bukan dari hasil hubungan biologis, tetapi Roh Kuduslah yang menyebabkan Maria mengandung dan melahirkan. Ini adalah suatu peristiwa mukjizat atau supernatural, di mana kita melihat Allah bertindak di atas batas-batas rasio manusia.
4. Penyertaan Allah
Peristiwa kelahiran Yesus sangat berhubungan erat dengan nama yang diemban Yesus sebagai "Imanuel", yang berarti Allah menyertai. Tindakan ini adalah tindakan aktif Allah untuk mau peduli terhadap keadaan, keberadaan, penderitaan manusia. Pada saat ini, Anda mungkin menghadapi berbagai dilema di dalam kehidupan, kegelisahan, kejenuhan, dan bahkan keputusasaan, tidak peduli apakah Anda seorang pendeta, penginjil, majelis, aktivis gereja, atau anggota jemaat biasa. Ingatlah bahwa pada saat kita merenungkan Natal pada tahun ini, ambillah tekad untuk hidup di dalam sukacita, kedamaian, dan kebahagiaan dengan menerima Yesus, karena Yesus adalah terang yang dapat menyinari jalan kehidupan kita (Maleakhi 4:2).
Tindakan Allah tidak dapat dibatasi oleh rasio manusia. Allah dapat melakukan sesuatu yang supernatural. Bukti kelahiran Yesus Kristus seharusnya memberikan inspirasi bagi pemahaman kita atas karya Allah, bahwa Allah yang kita kenal di dalam Yesus Kristus adalah Allah yang mau memedulikan kita. Ia memerhatikan bukan hanya hal-hal kecil dalam kehidupan kita, Ia bahkan menjaga dan memelihara kita sehingga kita dapat merasakan kehadiran Allah yang membawa damai, sukacita, dan kebahagiaan.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Nama majalah | : | Cahaya Buana, Edisi 92/2002 |
Penulis | : | Aya Susanti, S.Th. |
Penerbit | : | Komisi Literatur GKT III, Malang |
Halaman | : | 13 -- 15 dan 34 |
SIL, singkatan dari Summer Institute of Linguistics, adalah organisasi Kristen yang khusus melakukan pelayanan dalam bidang penerjemahan Alkitab, terutama penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa yang belum dituliskan. Pelayanan SIL telah membawa dampak yang sangat besar dan luas, bukan hanya bagi penyebaran Injil Yesus Kristus ke seluruh penjuru dunia, tetapi juga dalam memberi kontribusi bagi kemajuan masyarakat pengguna bahasa tersebut, khususnya dalam memfasilitasi pengembangan bahasa untuk mencegah kepunahan bahasa dan budaya bangsa/suku tersebut. Bagaimana pelayanan SIL yang luar biasa ini dimulai? Berikut sejarah singkat berdirinya organisasi SIL.
William Cameron Townsend adalah pendiri sekaligus ketua SIL Internasional. Pada awalnya, dia mulai melakukan pelayanan lintas budaya dengan masyarakat Mayan Cakchiquel, Guatemala pada tahun 1919. Tanpa mengikuti pelatihan kebahasaan, beliau memberikan kontribusi penting terhadap karya kebahasaan, pendidikan, dan penerjemahan dalam masyarakat ini. Tahun 1929, visi yang dimiliki oleh Townsend diperluas untuk melibatkan masyarakat-masyarakat lain yang belum berkembang. Dasar pendekatan yang dilakukannya adalah dengan terlibat dalam kehidupan orang-orang di sebuah desa, memelajari bahasa mereka, menyusun alfabet, memulai suatu program pendidikan, dan akhirnya menerjemahkan Alkitab Perjanjian Baru.
Organisasi yang lebih dikenal sebagai Summer Institute of Linguistics ini didirikan pada tahun 1934 sebagai suatu program pelatihan di musim panas di suatu daerah pertanian di negara bagian Arkansas yang dihadiri oleh dua orang murid. Program ini kembali diadakan pada tahun 1935 dengan dihadiri oleh lima orang murid. Setelah pelatihan ini selesai, empat dari lima murid itu mengikuti Townsend dan istrinya untuk memulai ladang pelayanan baru bagi suku Indian di Meksiko. Pendaftaran pelatihan di musim panas ini terus bertambah setiap tahunnya.
Salah satu dari murid itu adalah Kenneth L. Pike yang memulai pelayanan dalam bahasa Mixtec di sebuah desa terpencil di negara bagian Oaxaca. Pelayanan ini memaksa Pike untuk memelajari sistem nada (tonal) dan fonologi (bunyi bahasa) dan akhirnya membawa dia untuk melayani dalam bidang bahasa dan sosial (masyarakat). Kenneth L. Pike melayani sebagai Presiden (Direktur) Summer Institute of Linguistics sampai tahun 1979. Secara internasional, dia tidak hanya dikenal karena pelayanan pribadinya yang sangat banyak -- ia juga terkenal untuk pelayanan dalam bahasa -- tetapi juga karena beliau menggerakkan ribuan peneliti lainnya untuk melakukan hal yang sama.
Pelatihan musim panas di Arkansas barat terus dijalankan, dan pada tahun 1941 jumlah pendaftar bertambah semakin banyak. Pada tahun itu, salah satu pesertanya adalah seorang profesor Perancis dari University of Oklahoma. Profesor ini ditugaskan untuk meneliti salah satu bahasa Indian yang dipakai di negara bagian itu. Beliau sangat terkesan karena ternyata pelatihan yang diterimanya sangat berguna sehingga beliau meyakinkan pimpinan pelayanan itu untuk mengundang Pike ke universitasnya guna menyampaikan beberapa teknik. Hasilnya, SIL diundang untuk menyampaikan pelatihan di universitas yang terletak di Norman, Oklahoma itu. Perjanjian kerja sama dengan University of Oklahoma ini berlangsung sampai tahun 1987. Hampir sepuluh ribu mahasiswa dalam tahun itu mengikuti pelatihan yang menyampaikan berbagai aspek kebahasaan, literatur, dan berbagai pelayanan lintas budaya lainnya.
Pelatihan yang serupa juga diadakan di Australia dan Inggris pada tahun 1951, dan beberapa tahun kemudian diadakan di Jerman. Akhir-akhir ini, SIL dan rekan kerjanya memberikan pelatihan di setiap benua. SIL memiliki perjanjian kerja sama yang luas dengan institusi-institusi pendidikan, termasuk University of Texas di Arlington, University of Oregon, dan University of North Dakota di Amerika Serikat, Trinity Western University di Canada, dan Northern Territory University di Australia. Kursus-kursus pribadi dan pelatihan juga diadakan di negara-negara lain. Setiap tahunnya, ribuan orang dilatih dalam pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus. (Istilah Summer Institute of Linguistics sekarang ini mengacu pada program pelatihan kebahasaan dan berbagai hal yang berhubungan dalam penelitian kebahasaan dan pengembangan bahasa di seluruh dunia.)
Para peneliti dari SIL mulai melayani di berbagai daerah di Amerika selama tahun 1940-an dan 1950-an. Program dasar mereka, seperti halnya dengan program dasar Townsend, adalah masalah-masalah seputar kehidupan masyarakat desa: belajar menggunakan bahasa lokal, mempelajari struktur fonologi dan gramatikal (tata bahasa); memahami konteks budaya setempat; menangani masalah-masalah pengembangan bahasa, misalnya alfabet, bahan-bahan pendidikan, kamus diglot, dan menerjemahkan bahan-bahan yang sangat berguna dalam pelayanan ini, termasuk beberapa bagian dalam Alkitab. Biasanya pelayanan ini disponsori oleh dewan pemerintahan nasional, institusi nasional lainnya, dan dunia akademis lainnya yang lebih luas.
Program yang sama turut dibangun di berbagai negara di seluruh dunia, mulai dari Filipina pada tahun 1953, kemudian menyebar ke daerah lain di Pasifik dan Asia. Di Afrika, program ini dilaksanakan pada tahun 1962 dan di Eropa tahun 1974. Pelayanan ini sudah diselesaikan di dua negara dan sedang berkembang di lima puluh negara lainnya. Pendekatan yang dilakukan oleh SIL memberikan dimensi baru sehingga pelayanannya bisa dikembangkan ke berbagai lingkungan yang berbeda. Selain itu, usaha untuk tinggal di daerah pedesaan bersama dengan penduduk setempat dapat memberikan manfaat lain di saat-saat tertentu.
Dalam melakukan pelayanannya, SIL bekerja sama dengan orang-orang yang menggunakan bahasa yang belum banyak dikenal orang. Karena sistem pendidikan nasional telah meningkatkan kesempatan dan kemampuan penduduk lokal, maka meningkat jugalah tanggung jawab mereka. SIL berkomitmen untuk meningkatkan pelatihan yang mereka adakan guna membangun kemampuan yang lebih dalam dan lebih kompeten. Kerja sama seperti ini telah meningkatkan identitas budaya yang lebih kuat.
Pada saat SIL dibentuk tahun 1934, para ahli bahasa memerkirakan bahwa terdapat seribu bahasa suku minoritas di dunia. Para peneliti terus melakukan penyelidikan sehingga ada lebih banyak lagi bahasa yang didokumentasikan. Sekarang ini diketahui bahwa terdapat hampir tujuh ribu bahasa yang masih tetap digunakan. Kesimpulan dari penelitian yang masih dilakukan ini telah diterbitkan dalam suatu referensi yang berjudul "The Etnologue: Languages of the World", yang bisa dibaca secara tersambung di http://www.ethnologue.com/. Edisi baru dari katalog bahasa ini diterbitkan setiap empat tahun. Edisi kelima belas diterbitkan tahun 2005, dengan jumlah bahasa yang terdaftar 6.912.
Sepanjang tujuh puluh tahun sejarahnya, SIL telah melakukan pelayanan ke lebih dari 2.072 bahasa. Akhir-akhir ini, ada lebih dari 1.300 program pengembangan bahasa yang masih dikerjakan oleh SIL. SIL Bibliography berisi lebih dari 25.000 buku referensi, artikel jurnal, seri buku, desertasi, dan makalah akademik lainnya seputar bahasa dan budaya yang ditulis dan diedit oleh staf SIL Internasional atau diterbitkan oleh SIL. Selain itu, sebagai bagian dari literatur dalam bahasa etnik yang minoritas, ada lebih dari 710 Alkitab Perjanjian Baru yang telah diterjemahkan, demikian pula dengan beberapa bagian lain dari Alkitab. (t/Ratri)
Bahan diterjemahkan dari sumber:
Nama situs | : | SIL International |
Judul asli | : | A Brief History of SIL International |
Penulis | : | tidak dicantumkan | Alamat URL | : | http://www.sil.org/sil/history.htm |
Dirangkum oleh: Novi Yuniarti
Definisi Misi
Kata "misi" berasal dari kata Latin yang artinya "mengutus". Menjadi seorang Kristen berarti diutus ke dunia sebagai wakil Yesus Kristus. Yesus berkata, "Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu" (Yohanes 20:21). Dari sekian banyak definisi misi, ada dua definisi yang sering dipakai, yaitu definisi dari Advancing Church Mission Commitment (ACMC). Definisi ini dibuat dan disepakati oleh kira-kira 170 orang pimpinan gereja dan badan-badan misi.
Pertama, misi adalah: "Setiap usaha yang ditujukan dengan sasaran untuk menjangkau melampaui kebutuhan gereja dengan tujuan untuk melaksanakan Amanat Agung dengan menyatakan Kabar Baik dari Yesus Kristus, menjadikan murid, dan dikaitkan dengan kebutuhan yang utuh dari manusia, baik jasmani maupun rohani." Kedua, mengenai gereja misioner yang aktif dan sehat, digambarkan sebagai: "Gereja yang mengambil sikap agresif dalam penginjilan sedunia, di mana setiap anggota jemaat melihat dirinya sebagai komponen kunci dalam menggenapi Amanat Agung dan memobilisasi sumber-sumber dayanya semaksimal mungkin untuk tugas ini."
Sedangkan menurut Uskup Stephen Neil: "Misi adalah setiap usaha sengaja untuk melintasi atau menerobos rintangan-rintangan dari gereja kepada nongereja demi memproklamirkan Injil dalam kata dan karya." Jadi, yang dikategorikan sebagai misi adalah pekerjaan yang memikirkan kebutuhan akan Injil di luar tembok gereja.
Diciptakan Untuk Sebuah Misi
Setiap manusia diciptakan untuk sebuah misi. Allah sedang bekerja di dunia, dan Dia ingin kita bergabung dengan-Nya. Allah ingin kita memiliki pelayanan di dalam Tubuh Kristus dan juga misi di dunia. Pelayanan (ministry) kita merupakan pelayanan (service) kepada orang-orang percaya (Kolose 1:25; Korintus 12:5), dan misi kita merupakan pelayanan (service) kita kepada orang-orang yang belum percaya. Misi kehidupan kita bersifat bersama dan spesifik. Sebagian dari misi tersebut merupakan tanggung jawab yang kita -- semua orang Kristen -- pikul bersama dan sebagian lainnya merupakan tugas yang khusus bagi diri sendiri. Alkitab memberi alasan mengapa misi begitu penting.
Yesus memanggil kita bukan hanya untuk datang kepada Dia, melainkan juga untuk pergi bagi Dia. Dalam Amanat Agung, Yesus berkata, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Matius 28:19-20). Amanat ini diberikan kepada semua pengikut Yesus, bukan hanya kepada para pendeta dan misionaris saja. Jika kita merupakan anggota keluarga Allah, misi merupakan kewajiban. Mengabaikannya berarti ketidaktaatan.
Sekalipun merupakan tanggung jawab yang besar, dipakai oleh Allah merupakan suatu kehormatan yang luar biasa. Paulus berkata, "Allah telah memberikan kehormatan kepada kami untuk mengajak semua orang supaya menerima anugerah-Nya dan diperdamaikan dengan Dia" (2 Korintus 5:18). Misi kita meliputi dua hak istimewa yang besar, yaitu bekerja bersama Allah dan mewakili Dia.
Salah satu masalah yang dimiliki oleh orang-orang yang sudah lama menjadi Kristen ialah bahwa mereka lupa betapa sia-sia rasanya hidup tanpa Kristus. Kita harus ingat bahwa tidak peduli seberapa puas dan berhasilnya seseorang, tanpa Kristus mereka benar-benar terhilang, tanpa harapan, dan menuju perpisahan abadi dengan Allah. Alkitab mengatakan, "Hanya melalui Yesus saja orang diselamatkan" (Kisah Para Rasul 4:12). Semua orang membutuhkan Yesus.
Misi tersebut akan memengaruhi masa depan abadi orang lain. Itu lebih penting dibandingkan pekerjaan, keberhasilan, atau tujuan apa pun yang akan kita raih selama kita hidup di bumi. Hasil dari misi kita akan berlangsung selamanya, sementara hasil dari pekerjaan kita tidaklah kekal. Tidak ada apa pun yang kita kerjakan yang akan bernilai sebanyak menolong orang memiliki hubungan kekal dengan Allah.
William James berkata, "Pemanfaatan terbaik dari kehidupan ialah menggunakannya untuk sesuatu yang berlangsung lebih lama daripada kehidupan itu sendiri. Pada akhirnya, segala sesuatu akan binasa, hanya Kerajaan Allah yang akan berlangsung selamanya." Karena itulah kita harus menjalani kehidupan yang memiliki tujuan, yaitu kehidupan yang diserahkan untuk penyembahan, persekutuan, pertumbuhan rohani, pelayanan, dan pelaksanaan misi kita di dunia. Hasil dari kegiatan-kegiatan ini akan bertahan selamanya!
Macam-Macam Pelayanan Misi
Keterlibatan misi dalam usaha mempersiapkan dan memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus tidak terbatas dalam lingkup "mengkhotbahkan Injil" saja. Saat ini, pelayanan misi telah menjangkau banyak bidang kehidupan manusia, di antaranya:
Para pelaut adalah para misionaris pertama yang dipilih oleh Yesus, karena murid-murid-Nya adalah para nelayan yang bermata pencaharian di air. "Karena pintu masuk ke beberapa negara tertutup, para pelaut bisa jadi adalah misionaris terakhir yang dapat kita diharapkan." Namun pada kenyataannya, kita menemukan fakta bahwa sebanyak delapan puluh persen dari semua pelaut belum pernah mendengar Injil. Para pengembara laut itu merupakan sekumpulan orang yang tidak berpendidikan, kesepian, lapar akan kasih dan sukacita. Di samping itu, mereka adalah kelompok yang mau menerima sesuatu yang baru dan orang-orang yang memiliki keberanian, belas kasih, kejujuran, dan selalu bepergian, sehingga membuat mereka menjadi penyebar Injil yang alamiah.
Sejak awal, penerbangan untuk misionaris selalu menggunakan pesawat kecil dan ringan untuk jarak dekat yang bisa mendarat di landasan darurat atau air. Beberapa organisasi misi mencoba untuk meningkatkan fasilitas penerbangan mereka menjadi penerbangan internasional untuk mengantar para misionaris ke dan dari tempat tujuan. Hal ini dilakukan karena mereka menyadari bahwa mereka tak akan pernah menang bersaing dengan keselamatan dan biaya penerbangan komersial. Tidak berlebihan jika penerbangan bagi misionaris sudah merevolusi misi-misi kekristenan dalam beberapa dekade terakhir. Berminggu-minggu dan berbulan-bulan perjalanan yang berat sudah menjadi fenomena masa lalu dan tidak ada lagi misionaris yang terisolasi di daerah terpencil selama berbulan-bulan tanpa fasilitas kesehatan yang dibutuhkan, makanan segar, dan kiriman surat. Sekarang, seorang pilot hanya membutuhkan waktu 6 minggu untuk menjelajahi banyak tempat yang jumlahnya sama dengan yang dijelajahi David Livingstone di Afrika seumur hidupnya.
Belum jelas mengapa penginjilan yang diintegrasikan dengan kegiatan sosial bisa begitu efektif. Namun, faktanya memang demikian. Kegiatan sosial memungkinkan kita untuk memerlihatkan Tubuh Kristus yang di dalamnya terdapat kasih dan kerja sama yang baik. Situasi kegiatan sosial di daerah bencana menyatukan komunitas Kristen sebagai teladan, dan orang-orang yang mereka bantu merasakan perlakuan istimewa dari orang Kristen yang sangat konsisten dengan pengajaran Alkitab. Ada dua alasan dasar mengapa seorang misionaris harus terdorong untuk terlibat dalam kegiatan sosial. Pertama, membantu mereka yang membutuhkan adalah salah satu tugas orang Kristen yang paling fundamental dan salah satu tindakan yang paling konsisten ditekankan dalam Alkitab. Kedua, kegiatan sosial memberikan peluang yang paling besar bagi pertobatan, khususnya di negara-negara yang tertutup terhadap jangkauan misi. Hal itu dapat membantu menjangkau banyak orang yang terancam untuk hidup dan mati tanpa mengenal Kristus.
Pelayanan misi kesehatan merupakan upaya kemanusiaan terbesar yang dikenal dunia selama abad dua puluh. Lebih daripada pelayanan lainnya, pelayanan ini sanggup melucuti kritik-kritik terhadap misi-misi Kristen. Seiring dengan diraihnya kemerdekaan, perubahan sosial, dan politik, khususnya di dunia ketiga, misi kesehatan telah bergeser dari tugas perintisan dan mulai lebih berkonsentrasi pada obat-obatan yang bersifat mencegah, klinik lapangan, pekerjaan rumah sakit, dan sekolah kedokteran.
Bidang pendidikan memunyai fungsi yang sangat penting dalam pengabaran Injil sejak dahulu, di mana pendidikan merupakan kebutuhan yang langsung dapat dirasakan bagi kehidupan. Meskipun pada mulanya sekolah belum diminati oleh sebagian besar rakyat, namun tidak dapat dimungkiri berdirinya sekolah Kristen membawa pengaruh yang cukup besar dalam menetralisasi pandangan masyarakat yang negatif terhadap agama Kristen sebagai agama kolonial Belanda.
Salah satu pelayanan yang nantinya memberi dampak besar adalah pelayanan untuk wanita. Karena itu, pelayanan misi di bidang wanita seharusnya mendapat perhatian yang proporsional. Namun sayang, peran wanita sering tidak mendapat dukungan yang diperlukan dari masyarakat umum. Sebaliknya, wanita sering mendapat perlakukan yang tidak adil dan diremehkan, bahkan dilecehkan sehingga tidak dapat melakukan peran yang seharusnya. Oleh sebab itu, memperlengkapi wanita dengan hidup rohani yang kuat dan keterampilan penginjilan akan mendorong mereka menjangkau anggota keluarganya dan bahkan masyarakat di sekitarnya bagi Kristus.
Peperangan, bencana alam, dan sakit penyakit bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh siapa pun. Jika negara harus mengalami hal-hal tersebut, rakyatlah yang akan merasakan dampaknya, tak terkecuali anak-anak. Akibat yang harus ditanggung juga tidak sedikit, karena banyak dari mereka yang akhirnya terpaksa terpisah dari orang tuanya dan harus hidup menjadi yatim piatu. Sebagai anak-anak Tuhan, kita dipanggil untuk mengasihi sesama kita, "... kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Siapa pun sesama kita, kita harus mengasihi mereka. Cara paling efektif untuk memberi kesaksian tentang Kristus adalah melalui tindakan kasih dan kepedulian yang nyata, yaitu melayani kebutuhan jasmani mereka dengan cara menyediakan rumah, makanan, keamanan, dan layanan, setelah itu kita bisa melayani kebutuhan rohani mereka yang sesungguhnya.
Paradigma yang Keliru Tentang Misi
Sampai hari ini, masih banyak orang yang memiliki pengertian dan paradigma yang keliru tentang pekerja misi. Misi seakan menjadi satu kata yang asing atau menakutkan dan harus dijauhi. Bahkan, mungkin masih banyak yang menganggap misi adalah kategori pelayanan yang dikerjakan oleh orang-orang Barat. Sementara itu, yang lain berpikir bahwa misi itu pekerjaan yang hanya bisa dikerjakan oleh gereja yang besar dan kaya. Mustahil gereja kecil dan miskin bisa terlibat dalam pekerjaan misi. Lebih banyak lagi yang beranggapan bahwa mereka yang terlibat dalam pekerjaan misi adalah orang-orang tertentu saja. Bahkan ada gereja-gereja yang sama sekali tidak menaruh peduli dengan misi. Tidak ada waktu bagi mereka untuk memikirkan pekerjaan misi dan apalagi terlibat di dalamnya karena terlalu banyak yang harus dipikirkan oleh gereja. Singkatnya, banyak alasan bisa diangkat untuk menghindar dari misi. Padahal, bukankah misi adalah tugas dan tanggung jawab gereja yang paling utama? Saat ini, di mana pun kita berada, di mana pun kita ditempatkan, apa pun profesi kita, apa pun latar belakang pendidikan kita, kita adalah seorang "misionaris", sorang utusan Tuhan.
Bagaimana Terlibat dalam Misi?
Ada berbagai macam faktor yang melatarbelakangi mengapa seseorang melayani Tuhan. Tetapi faktor paling utama yang mendasari pelayanan yang sejati adalah panggilan Tuhan. Faktor panggilan Tuhan akan menjadikan seseorang hidup untuk melayani, bukan melayani untuk hidup. Karena panggilan itu pula, seseorang yang memunyai pengalaman nyata akan kasih karunia Allah dalam hidupnya, menjadikan kasih kepada Allah dan sesama sebagai dasar kehidupan dan pelayanannya. Jika kita adalah orang percaya, kita punya tanggung jawab, yaitu pergi sebagai utusan Injil atau mendukung mereka yang pergi sebagai utusan Injil. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam terlibat dalam pelayanan misi:
Ada aktivitas yang bisa dilaksanakan tanpa doa. Namun tidak demikian halnya dengan aktivitas yang berkaitan dengan misi. Allah menginginkan dan meminta doa setiap orang Kristen supaya Kerajaan Allah bisa dibangun di dunia ini. Dengan kata lain, Dia ingin jemaat-Nya berdoa bagi dunia yang penuh dengan orang yang belum diselamatkan. Itulah sebabnya sangat penting bagi kita untuk berdoa agar Amanat Agung bisa terlaksana di dunia ini.
Dalam banyak budaya, sering kali orang yang memberi itu dianggap orang kaya. Orang miskin tentulah tidak bisa memberi. Sebenarnya, pola pikir semacam ini menutupi kekikiran yang halus. Alkitab mengajarkan bahwa kasih bersifat memberi dan berkorban. Allah Bapa sendiri menyatakan kasih-Nya yang teramat besar bagi dunia ini dengan memberikan Yesus Kristus, Putra-Nya yang Tunggal, untuk mati ganti kita manusia berdosa agar kita boleh diselamatkan. Pertanyaannya sekarang bagaimana kita dapat memberi bagi pelayanan misi? Pertama melalui Celengan Misi dan Janji Iman.
Selain terlibat dalam misi melalui doa dan dana, kita juga dapat terlibat melalui daya, yaitu dengan mengirimkan bahan-bahan misi yang berguna untuk bekal mereka melayani. Di samping itu, kita juga dapat mengirimkan surat dengan memberikan kalimat yang membangun/menghibur mereka yang bekerja di ladang misi.
Penghalang dalam Pelayanan Misi
Tampaknya mengatakan bahwa Tuhan tidak memanggil saya ke ladang misi adalah alasan yang cukup bersifat rohani. Namun, penting kita perhatikan bahwa bila untuk pergi, kita perlu memiliki panggilan yang jelas, maka untuk tinggal pun seharusnya kita memiliki panggilan yang jelas juga sehingga apa pun yang kita lakukan, kita tahu bahwa kita melakukan kehendak-Nya. Kehendak Tuhan sangat jelas bahwa Kabar Keselamatan harus disampaikan ke ujung-ujung bumi. Ada beberapa hal yang umumnya menghalangi dan menghambat kita untuk menjalankan pelayanan misi:
Sindrom minoritas mungkin sekali dirasakan oleh orang-orang percaya yang tinggal di tengah-tengah mayoritas orang yang belum mengenal Tuhan, sehingga sudah menjadi hal yang lumrah bila kita tidak punya nyali untuk menyuarakan kebenaran firman Allah. Selain itu, hidup dalam kemampuan ekonomi yang terbatas di tengah-tengah komunitas masyarakat yang rentan terhadap gejolak sosial, juga dapat menjadi alasan orang percaya untuk mengesampingkan perhatiannya dari tugas misi gereja. Hal ini adalah gejala yang wajar secara manusiawi, tetapi dalam pandangan Alkitab, itu bukan suatu alasan bagi kita untuk tidak menjadi saksi Tuhan.
Krisis membuat seseorang harus bergulat untuk memertahankan hidup, karenanya kecenderungan untuk memandang kebutuhan diri sendiri menjadi besar sehingga kita tidak sempat lagi memandang ke luar dan melihat kebutuhan orang lain karena terlalu sibuk memandang ke dalam. Dalam kemitraan atau "kerja sama", kita juga cenderung mencari peluang; "Apa yang bisa kuterima?" dan bukannya "Apa yang bisa kuberikan?"
Pada umumnya, orang percaya berpikir bahwa melayani Tuhan berarti melayani orang-orang percaya, melayani untuk kalangan sendiri. Persiapan dalam studi formal teologi juga lebih menitikberatkan persiapan untuk hamba-hamba Tuhan yang akan melayani orang-orang Kristen. Di satu sisi, gereja-gereja memang membutuhkan pendidikan Kristen yang memadai. Karena itu, amatlah penting untuk menyiapkan para pemimpin yang terdidik dengan baik. Di sisi lain, kita cenderung lebih berfokus "ke dalam". Pelayanan kristiani kita hampir seluruhnya di dalam gereja dan hanya melayani orang-orang Kristen saja. Perhatian kita seluruhnya terserap hanya untuk memikirkan gereja kita. Sangat sedikit gereja yang memerhatikan pekerjaan misi yang perhatiannya ditujukan pada dunia di luar tembok gereja.
Orang yang hanya terpaku memandang masalah disebut orang yang "problem-oriented". Orang yang demikian akan selalu melihat kesulitan dalam melakukan segala sesuatu. Sebaliknya, orang yang bisa melihat dengan jernih akan mampu memilah-milah hal yang memang harus diselesaikan dengan hal yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Implementasi misi di lapangan membutuhkan program yang tepat dan mengenai sasaran. Untuk itu, dibutuhkan orang-orang yang sanggup berkonsentrasi untuk memikirkan program-program dan terobosan-terobosan kreatif dalam pekerjaan misi. Orang yang melulu terpaku dengan masalahnya tidak cocok untuk hal itu. Kalau seseorang hanya terpaku kepada permasalahannya, ia tidak akan punya waktu untuk memikirkan pekerjaan misi, bahkan setidaknya mendoakan pekerjaan misi. Orang-orang yang sanggup menghadapi dan mengatasi masalah mereka akan memunyai waktu untuk memikirkan kebutuhan orang lain. Kita lebih memerlukan orang-orang yang mampu berkonsentrasi memikirkan program-program daripada masalah-masalah. Orang yang demikian disebut orang yang "program-oriented".
Kesuksesan menjadi tolok ukur berhasil tidaknya suatu pelayanan. "Tuaian" atau "menuai" menjadi kata emas dan target dalam perlombaan pengumpulan hasil. Walaupun hal ini tidak salah, namun kita perlu mengindahkan proses, peran para pendahulu kita, dan etika dalam pelayanan bersama sebagai Tubuh Kristus. Ingatlah satu prinsip berikut: "Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan" (1 Korintus 3:7). Kita tidak boleh lupa bahwa tidak ada tuaian tanpa ada yang menanam. Menuai adalah pekerjaan akhir yang mengembirakan dari proses suatu tanaman karena menuai dalam konteks pelayanan misi berarti mendapatkan hasil berupa pertobatan jiwa-jiwa dan banyak pujian sebagai "hamba Tuhan yang dipakai-Nya". Kita sering lupa bahwa ada orang-orang sebelum kita yang sudah lebih dulu berjerih lelah, namun tidak berkesempatan melihat hasilnya. Ketika kita berhasil, itu tak lepas dari peran orang-orang lain sebelum kita yang telah bekerja keras merintis atau membuka jalan sehingga kita sekarang dapat menuai hasilnya.
Misi tidak hanya menuai, tapi juga menabur dan menyirami. Semuanya memunyai bagiannya masing-masing. Semuanya penting. Ingatlah firman Tuhan yang mengatakan bahwa penabur dan penuai sama-sama menerima upahnya. Bersedialah juga untuk mengambil peran, baik yang sukar maupun yang mudah.
Dirangkum dari:
A. Tucker, Ruth. "Misi Kesehatan: Malaikat-Malaikat Penuh Belas Kasih". Dalam http://misi.sabda.org/misi_kesehatan_malaikat_malaikat_penuh_belas_kasih
A. Tucker, Ruth. "Misionaris Terbang Melintasi Hutan". Dalam http://misi.sabda.org/misionaris_terbang_melintasi_hutan
Hidayat S.Th., Paul. "Kendala dalam Pelayanan". Dalam http://misi.sabda.org/kendala_dalam_pelayanan
Oeniyati, Yulia. "Melayani Wanita Adalah Kunci Mengembangkan Masyarakat". Dalam http://misi.sabda.org/melayani_wanita_adalah_kunci_mengembangkan_masyarakat
Selan, Dr. Ruth F.. "Peranan Khusus Kaum Wanita dalam Penginjilan". Dalam http://misi.sabda.org/peranan_khusus_kaum_wanita_dalam_penginjilan
Surjantoro, Bagus. "Hakikat Gereja: Gereja Ada Dari Misi Dan Untuk Misi". Dalam http://misi.sabda.org/hakikat_gereja_gereja_ada_dari_misi_dan_untuk_misi
Surjantoro, Bagus. "Penghalang-Penghalang Untuk Bermisi". Dalam http://misi.sabda.org/penghalang_penghalang_untuk_bermisi
Surjantoro, Bagus. "Bagaimana Terlibat dalam Pekerjaan Misi". Dalam http://misi.sabda.org/bagaimana_terlibat_dalam_pekerjaan_misi
Surjantoro, Bagus. "Pentingnya Misi di Hati Allah". Dalam http://misi.sabda.org/pentingnya_misi_di_hati_allah
Warren, Rick. "Diciptakan untuk Sebuah Misi". Dalam http://misi.sabda.org/diciptakan_untuk_sebuah_misi
Yamamori, Tetsunao. "Keberhasilan Melayani Mereka Yang Berkekurangan". Dalam http://misi.sabda.org/keberhasilan_melayani_mereka_berkekurangan
_______. "Misi bagi Para Pelaut". Dalam http://misi.sabda.org/misi_bagi_para_pelaut
Pengantar:
Berikut ini adalah kutipan kata sambutan (welcome letter) yang ditulis oleh Johan Candelin, Koordinator Global IDOP, yang diambil dari situs IDOP
< http://www.idop.org/index.html >
Anda tidak sendiri ...
Ada sebuah kisah singkat yang luar biasa di Afrika. Penduduk desa di daerah miskin memutuskan untuk membangun sebuah rumah sakit, namun mereka benar-benar tidak memiliki dana untuk membiayainya. Karena itu, seorang bocah laki-laki memutuskan untuk melakukan sesuatu. Barang yang ia miliki hanyalah beberapa bolpoin. Maka ia mulai mendatangi rumah-rumah dan meminta pemilik rumah membeli bolpoin untuk mendukung proyek pembangunan itu. Seorang wanita berkata kepadanya, "Ini pekerjaan yang terlalu besar untukmu, Nak!" Lalu bocah itu tersenyum dan berkata, "Oh, tapi aku tidak sendirian! Adikku juga sedang menjual bolpoin di seberang jalan."
Banyak saudara-saudari seiman di lebih dari enam puluh negara di dunia yang saat ini tidak memiliki kebebasan penuh untuk mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Contohnya saja: saat Anda membaca tulisan ini, ada sekitar dua ribu orang Kristen yang sedang dipenjara di Eritrea dan ribuan lainnya di India kehilangan tempat tinggal akibat tindakan untuk menentang Kristus. Lebih dari seratus juta orang Kristen menghadapi pemfitnahan, diskriminasi, dan penganiayaan karena mereka ingin menjadi pengikut Yesus Kristus. Dan mereka semua ini adalah saudara-saudari seiman kita! Mereka mudah sekali merasa sendiri dan kesepian -- di hutan, di tempat persembunyian, atau di penjara.
Melalui kesempatan ini, saya ingin menyambut Anda di International Day of Prayer for the Persecuted Church (IDOP) -- Hari Doa Internasional bagi Gereja Teraniaya -- dan menantang Anda untuk melakukan apa pun yang dapat Anda lakukan untuk kita dapat bersama-sama mengirimkan sebuah sinyal yang kuat pada saudara-saudari seiman kita dengan mengatakan: KALIAN TIDAK SENDIRIAN! Mari secara figuratif "menjual bolpoin di seberang jalan" sehingga mereka dapat benar-benar merasa bahwa mereka tidak sendirian.
Saya percaya bahwa Tuhan telah melengkapi kita untuk suatu kebersamaan di saat-saat seperti ini, dan sekaranglah saatnya untuk menyatakan kasih kita. Anda bisa melakukannya dengan berdoa, mencetak bahan-bahan pokok doa dan membagikannya di gereja Anda, atau dengan memberi bantuan keuangan kepada organisasi yang Anda percayai.
Banyak orang Kristen teraniaya yang memberitahu saya bahwa mereka dapat merasakan orang-orang di seluruh dunia berdoa bagi mereka saat mereka berada di penjara. Sekaranglah saatnya untuk membentuk kelompok doa terbesar di dunia dengan lebih dari seratus negara yang terlibat. Namun ingatlah bahwa kita tidak hanya berdoa UNTUK gereja teraniaya saja, namun juga berdoa BERSAMA gereja teraniaya pada bulan November nanti. Banyak berkat tercurah atas kita semua saat kita bersatu dalam doa untuk memuliakan nama Yesus yang agung.
Selamat berpartisipasi di IDOP 2008!
Tuhan memberkati.
Johan Candelin
Koordinator Global, IDOP
(t/Dian)
Mulailah belajar memahami bahaya HIV/AIDS dengan terlebih dahulu mengetahui mitos-mitos HIV/AIDS yang justru cenderung dipercaya banyak orang.
HIV/AIDS adalah penyakit yang kebanyakan diidap oleh kaum homo.
Penyebaran utama penyakit ini adalah melalui seks dengan lawan jenis (heteroseks) dan sampai sekarang HIV/AIDS sudah menginfeksi banyak pria dan wanita di dunia. Meski penyakit ini pertama kali dikenal di Amerika di kalangan kaum homo, ternyata penyakit ini juga banyak menyebar di kalangan pengguna obat-obatan terlarang. Secara internasional, HIV/AIDS lebih sering menjadi penyakit orang-orang heteroseksual.
HIV/AIDS kebanyakan menyerang orang Afrika.
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, infeksi HIV paling cepat tersebar di negara-negara di luar Afrika, termasuk India dan Rusia. Banyak negara Afrika yang telah mengalami dampak mematikan dari HIV/AIDS dan kini termasuk juga negara-negara Asia, Eropa Timur, dan India.
HIV/AIDS menyebar terutama karena pilihan moral yang buruk.
Sering kali wanita menjadi terinfeksi HIV karena tertular suaminya. Anak-anak paling sering terinfeksi HIV karena dilahirkan oleh ibu yang mengidap HIV. Menentukan siapa yang salah atau siapa yang menjadi korban, tidak ada gunanya.
Sudah banyak dana yang digunakan untuk memerangi HIV/AIDS.
Meskipun sudah banyak dana yang dikeluarkan oleh pemerintah, organisasi-organisasi swasta, dan perorangan untuk memerangi HIV/AIDS, dana dengan jumlah besar masih sangat diperlukan.
HIV/AIDS sudah tidak lagi menjadi masalah di Amerika.
Karena obat untuk HIV (Antiretrovirals atau ARVs) dapat dengan mudah ditemukan di Amerika, angka kematian di Amerika menurun. Faktanya, jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Amerika tidak berkurang dan jumlah orang yang baru terinfeksi juga tidak menurun.
ARVs tersedia di mana saja.
Meski antiretroviral semakin mudah untuk didapat, obat itu masih sulit ditemukan di banyak daerah dan di beberapa negara. Penambahan jumlah obat dan sistem pendistribusiannya sangat diperlukan di berbagai negara, khususnya di negara-negara dunia ketiga.
Ada obat untuk HIV/AIDS.
Memang ada perawatan untuk memperpanjang umur penderita HIV/AIDS, tapi tidak ada obat untuk menyembuhkan penyakit ini. Banyak peneliti yang berusaha untuk menemukan obatnya, tetapi sedikit yang yakin mereka dapat menemukan satu cara yang efektif untuk menyembuhkan seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS. Hal ini disebabkan oleh terus berubahnya virus HIV/AIDS.
Tidak ada harapan bagi mereka yang mengidap HIV/AIDS.
Ada kemajuan yang cukup menggembirakan dalam perawatan para pengidap AIDS dan angka bayi yang terinfeksi HIV di beberapa negara juga menurun. Penularan di beberapa negara terlihat menurun seiring dengan dijalankannnya program-program pencegahan HIV. Gereja juga menyediakan harapan dengan semakin melibatkan diri dalam program pencegahan HIV.
Jika saya tidak positif HIV, penyakit itu tidak berdampak untuk saya.
Tingginya angka penularan HIV/AIDS menyebabkan ketidakstabilan di banyak negara dan membalikkan kemajuan-kemajuan yang dicapai. Penyakit ini telah menyebabkan wabah TBC yang mendunia. Sebuah wabah penyakit pasti akan memberi dampak pada semua orang jika tidak segera dikenali. Jadi, semua gereja juga terkena dampaknya. Sebuah wabah penyakit akan memberi dampak buruk bagi semua orang jika tidak segera dikenali.
Tidak ada yang dapat saya lakukan.
Semua orang dapat melakukan sesuatu. Pertama, jadilah tenaga yang terdidik. Kemudian bantulah dengan memberi penjelasan tentang bahaya HIV/AIDS di gereja, sekolah, dan lingkungan Anda. Mulailah peduli dan berdoa agar Anda dan gereja Anda dapat terlibat. Mulailah melibatkan diri Anda dan menggunakan keterampilan yang Anda miliki untuk menghentikan penyebaran AIDS dengan merawat anak-anak yatim piatu dan orang-orang yang terinfeksi dan terkena dampak wabah penyakit mematikan ini.
Tentang penulis artikel ini:
Dale Hanson Bourke adalah presiden dari sebuah perusahaan konsultasi pemasaran dan strategi yang secara khusus bekerja sama dengan organisasi-organisasi nirlaba. Dia juga pendiri AIDS Orphan Bracelet Project dan penulis dari The Skeptics Guide to the Global AIDS Crisis (Authentic, 2004). (t/Dian)
Diterjemahkan dari:
Situs | : | The Christian Post |
Judul asli artikel | : | 10 Myths About HIV/AIDS |
Penulis | : | Dale Hanson Bourke | Alamat URL | : | http://www.christianpost.com/article/20061130/23769.htm |
Ada perbedaan yang cukup jelas antara melayani Tuhan dan melayani pekerjaan Tuhan. Melayani Tuhan adalah seperti Maria (Lukas 10:38- 42). Yang disebut melayani Tuhan adalah berdoa, membangun hubungan yang intim/akrab, serta menanti-nantikan Tuhan. Sedangkan, melayani pekerjaan Tuhan adalah seperti Marta (Lukas 10:38-42). Yang disebut melayani pekerjaan Tuhan adalah menjadi pemimpin pujian, penyanyi di gereja, pemusik, penari tamborin, guru sekolah minggu, dll.. Banyak orang yang suka melayani pekerjaan Tuhan tetapi tidak suka melayani Tuhan. Orang yang melayani Tuhan pasti akan melayani pekerjaan Tuhan, tetapi belum tentu orang yang melayani pekerjaan Tuhan akan melayani Tuhan.
Dasar Pelayanan adalah Karakter. Dasar pelayanan kita tidak boleh dibangun atas dasar karunia tapi karakter. Bukan berarti karunia tidak penting. Karakter dan karunia harus berjalan bersama-sama dalam pelayanan. Karakter dan karunia itu seperti kedua kaki kita. Tanpa salah satu dari kaki itu, maka pelayanan kita akan pincang. Ada perbedaan antara karakter dan karunia.
Karakter:
nilainya kekal,
menyatakan kasih Tuhan,
melalui proses (waktu),
membuat kita dikenal Tuhan (1 Korintus 8:3), dan
harus dikejar (1 Korintus 14:1).
Karunia:
nilainya tidak kekal,
menyatakan kuasa Tuhan,
instan (langsung dapat),
membuat kita terkenal, dan
harus dikobarkan (2 Timotius 1:6; 1 Tesalonika 5:19).
Bentuk Pelayanan adalah Melayani. Banyak orang lebih suka dilayani daripada melayani. Ingatlah bahwa Tuhan datang ke bumi ini untuk melayani bukan untuk dilayani. Tuhan Yesus mau mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba dan taat sampai mati (1 Yohanes 3:16; Filipi 2:5-8).
Motivasi Pelayanan adalah Kasih. Motivasi pelayanan kita bukanlah untuk mendapat uang, HP, rumah, mobil, dsb.. Kita harus senantiasa termotivasi oleh kasih Tuhan yang ada di dalam kita karena kasih Tuhan sudah dicurahkan di dalam kita (Roma 5:5). Kasih Tuhan membuat kita sabar, murah hati, tidak iri hati dengan teman sepelayanan, tidak sombong, tidak egois, tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, sabar menanggung sesuatu, percaya segala sesuatu, dan mengharapkan segala sesuatu (1 Korintus 13:4-8). Kasih itu memberi bukan menerima. Salurkan atau alirkan kasih Tuhan yang ada di dalam hati kita, jangan biarkan apa pun menyumbat kasih Tuhan mengalir dari hati kita. Itulah sebabnya jaga hati kita dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan (Amsal 4:23). Jangan biarkan hati kita tercemar atau dicemari dengan apa pun!
Ukuran Kesuksesan Pelayanan adalah Pengurbanan. Kesuksesan pelayanan tidak diukur oleh sudah berapa banyak rumah dan mobil yang dimiliki, melainkan oleh betapa besar pengurbanan yang sudah kita berikan untuk mereka yang terhilang, yang lemah, yang hina, yang tidak diperhatikan, yang miskin. Rasul Paulus berkata, "Aku suka mengorbankan milikku bahkan jiwaku untuk jiwa-jiwa" (2 Korintus 12:15). Inilah ukuran pelayanan yang benar.
Otoritas Pelayanan adalah Penundukan Diri. Yakobus 4:7, "Tunduklah kepada Allah, lawanlah iblis dan iblis akan lari dari padamu." Belajarlah tunduk kepada Allah! Belajarlah tunduk kepada orang tua kita di dalam Tuhan! Belajarlah tunduk kepada gembala atau pemimpin kita!
Tujuan Pelayanan adalah Memuliakan Tuhan. Tujuan pelayan bukanlah untuk mencari nama, bukan untuk terkenal, melainkan untuk memuliakan Tuhan. Kita harus belajar membelokkan pujian yang orang berikan kepada kita untuk kita kembalikan kepada Tuhan. Jangan mau mencuri kemuliaan Tuhan. Biarlah kita yang semakin kecil, Tuhan yang semakin besar (Yohanes 3:30). Ingatlah segala sesuatu yang kita kerjakan, Tuhanlah yang mengerjakannya untuk kita (Yesaya 26:12).
Alat-alat Pelayanan adalah Firman, Doa, Pujian (Yohanes 15:3; Yohanes 17:7; Efesus 3:20; 1 Yohanes 5:14; Mazmur 40:2-4; Yesaya 29:29- 30)
Firman adalah pedang roh kita dalam peperangan rohani (Efesus 6:18). Firman membersihkan dan menguduskan kita (Yohanes 15:3; Yohanes 17:7). Di dalam firman ada nama Yesus dan semua harus tunduk kepada nama Yesus yaitu nama di atas segala nama.
Doa membuat kita menang di dalam peperangan! Doa menghasilkan kuasa dan damai sejahtera! Doa membuka pintu surga! Doa mengubah dunia ini! Doa membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin! Doa mengubah kutuk menjadi berkat!
Pujian merobohkan tembok Yeriko! Pujian membuat musuh-musuh kita terpukul kalah! Pujian menarik banyak jiwa datang kepada Tuhan!
Di dalam firman ada kuasa, ucapan, perkataan firman! Di dalam doa ada kuasa, tetaplah berdoa! Jangan jemu-jemu berdoa! Di dalam pujian ada kuasa! Tetaplah memuji Tuhan!
Kehormatan Pelayanan adalah Bertumbuh dalam Kekudusan Bertumbuh terus di dalam kasih, iman, dan pengharapan! Bertumbuhlah terus di dalam kekudusan! Kejarlah kekudusan! Sebab tanpa kekudusan tidak ada seorang pun yang dapat melihat Tuhan.
Kuasa Pelayanan adalah Roh Kudus dan Ketaatan Roh Tuhan ada pada gereja Tuhan. Tuhan mengurapi gereja-Nya untuk menyembuhkan yang sakit, mengabarkan Kabar Baik, membebaskan para tawanan, mengusir setan, melenyapkan sakit penyakit dan segala kelemahan tubuh, menginjak ular dan kalajengking, menahan kekuatan musuh sehingga tidak ada yang membahayakan gereja-Nya (Lukas 4:18-19; Matius 10:1, 7-8; Lukas 10:19)
Hiduplah dalam ketaatan! Kita punya kuasa Tuhan! Bangkitlah dan jadilah terang maka dunia ini tidak akan menjadi sama lagi!
Teladan Pelayanan adalah Tuhan Yesus Teladan utama pelayanan kita adalah Tuhan dan bukan manusia. Jika teladan kita meneladani manusia, bahkan hamba Tuhan, maka Tuhan akan izinkan kita untuk kecewa terhadap hamba Tuhan itu. Fokuskan mata, hati, pikiran kita kepada Tuhan maka kita tidak akan kecewa (Mazmur 16:8; Ibrani 3:1; Ibrani 12:2).
Tidak ada lagi tawar hati!
Tidak ada lagi kekecewaan!
Tidak ada lagi kepahitan!
Salah satu tugas gereja dan orang percaya adalah melakukan pekerjaan misi. Apakah yang dimaksud dengan pekerjaan misi itu? Pekerjaan misi meliputi semua kegiatan yang bertujuan untuk mengabarkan kelahiran, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus sebagai kurban penebus dosa manusia, serta jaminan hidup kekal bagi siapa pun yang percaya dalam nama-Nya. Yesus adalah satu-satunya pengharapan yang dapat membawa orang-orang dari kematian menuju kehidupan sejati. Jadi, pekerjaan misi tidak lain adalah pengabaran Injil. Meskipun gereja-gereja dan individu-individu sudah melakukan banyak perbuatan baik, namun hanya kegiatan yang bertujuan untuk pengabaran Injil dan pembentukan murid-murid Yesus sajalah yang dapat dikatakan sebagai pekerjaan misi yang sebenarnya.
Tugas untuk bermisi adalah tugas paling penting bagi pengikut Kristus. Sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, Yesus menampakkan diri paling sedikit lima kali kepada murid-murid-Nya. Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil kepada semua suku bangsa (Matius 28:18-20; Markus 16:14-16; Lukas 24:46-49; Yohanes 20:21-23). Amanat Agung tersebut disampaikan kepada murid-murid Yesus, setidak-tidaknya lima kali sesudah kebangkitan-Nya. Dalam Markus 16:15 dikatakan, "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." Murid-murid mula-mula Yesus menanggapi dengan serius tugas tersebut. Jadi, sejak permulaan abad yang pertama hingga saat ini, Injil terus-menerus menyebar dengan cepat. Gambaran kemajuan Injil dapat dilihat dari hasilnya sekarang, yaitu bahwa sudah sekitar sepertiga populasi dunia menjadi percaya kepada Yesus. Meskipun belum semua orang mendengar Injil, banyak individu sudah diberi peluang untuk mendengar dan merespons Injil Yesus.
Amanat Agung lebih dari sekadar mengabarkan Injil kepada perseorangan. Dalam Matius 28, Yesus menekankan pentingnya pemberitaan Injil kepada suku-suku bangsa. "Yesus mendekati mereka dan berkata: 'Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.' (Matius 28:18-20). Sekilas tampaknya banyak perintah yang terkandung di dalam Amanat Agung, namun sebenarnya hanya terdapat satu perintah utama, yaitu "Jadikanlah semua bangsa murid-Ku!" Frasa "semua bangsa" (Yunani: 'panta ta ethne') berarti "semua suku bangsa" secara menyeluruh. Oleh sebab itu, berkaitan dengan perintah untuk memuridkan setiap suku bangsa itu, Yesus memerintahkan kita untuk mengutamakan pemberitaan Injil.
Fokus pengabaran Injil dipusatkan pada menjadikan suku-suku bangsa sebagai murid-murid Yesus. Kalau demikian, bagaimana hasilnya sampai sekarang? Menurut salah satu lembaga misi yang paling dapat dipercaya, sekitar 2/3 populasi dunia belum percaya kepada Yesus; kira-kira setengah dari jumlah itu merupakan suku-suku yang dianggap sudah terjangkau dan setengahnya merupakan suku-suku terabaikan. Ada ribuan suku bangsa di dunia ini. Menurut statistik lembaga-lembaga misi terkini, 4.992 suku di dunia dianggap terabaikan, walaupun perkiraan dari lembaga-lembaga misi tersebut bervariasi tergantung dari definisi yang dipakai untuk suku-suku terabaikan. Di antara suku-suku itu, terdapat 1.317 suku yang sudah dilayani, walaupun penginjilan belum sepenuhnya maksimal. Artinya, masih ada 3.675 suku terabaikan yang belum dilayani oleh pekerjaan misi.
Suatu suku dikategorikan sebagai "suku terabaikan" jika orang-orang percaya atau jemaat-jemaat yang ada di suku tersebut belum mampu menjangkau sukunya sendiri. Walaupun di antara lembaga-lembaga misi tidak ada kesepahaman mengenai persentase jumlah minimal penduduk suku yang Kristen agar tidak lagi dikategorikan sebagai "suku terabaikan", namun biasanya persentasenya berkisar antara 1-2% jumlah warganya yang Kristen.
Di Indonesia terdapat 127 suku yang masuk ke kategori "suku terabaikan". Suku-suku di Indonesia yang masuk ke kategori "suku terabaikan" adalah suku yang memiliki populasi lebih dari 10.000 jiwa namun jumlah warganya yang mengenal Kristus kurang dari 1%. Suku-suku terabaikan di Indonesia termasuk dalam 23 rumpun yang tersebar di seluruh Indonesia.
Mengapa suku-suku tersebut masih terabaikan? Sebagian orang Kristen sering berpikir bahwa alasannya adalah karena mereka tidak bersedia mendengar Injil, bahkan sudah menolak Injil. Namun realitanya sering tidak demikian. Mereka masih terabaikan karena faktor-faktor yang menghalangi pemberitaan Injil ke suku tersebut. Banyak suku menjadi terabaikan karena Injil belum diperbolehkan masuk ke suku tersebut. Orang-orang yang percaya kepada Kristus sudah mengetahui bahwa Injil yang baik dan indah itu merupakan kunci untuk kemerdekaan dan keselamatan. Namun, Injil sering dihalangi oleh faktor-faktor sosial atau politik sehingga belum boleh didengar oleh masyarakat suku-suku terabaikan. Ternyata, banyak orang akan rela menjadi percaya kepada Kristus seandainya mereka diberi kesempatan untuk mendengarkan Injil melalui sarana yang sesuai konteksnya. Faktor-faktor lain yang menjadi penyebab suku-suku tersebut terabaikan termasuk kondisi jemaat-jemaat itu sendiri. Perhatian orang-orang Kristen dari suku tersebut sering tersita karena mereka bersikap duniawi atau dihimpit tekanan hidup sehingga mengabaikan tugas untuk bermisi yang begitu penting.
Amanat Agung Tuhan Yesus mendesak setiap orang percaya agar berperan aktif dalam memuridkan setiap suku bangsa bagi Yesus. Gereja-gereja perlu menganggap serius Amanat Agung tersebut dan mengabarkan Injil dengan setia. Amanat Agung memang tidak diperintahkan secara langsung kepada gereja-gereja, oleh karena itu amanat ini tidaklah harus selalu bergantung pada keterlibatan gereja setempat. Setiap orang Kristen diperintahkan untuk terlibat di dalamnya. Amanat Agung disampaikan kepada setiap orang Kristen secara individu. Demikianlah setiap orang percaya harus melaksanakan Amanat Agung, dan setiap kumpulan orang percaya, yaitu jemaat, juga harus bekerja sama dalam melaksanakan Amanat Agung.
Mengapa Yesus belum datang untuk kedua kalinya? Jawabannya ialah karena Yesus masih menangguhkan penghukuman terhadap segala kefasikan di dunia agar semakin banyak orang bertobat dari dosa-dosanya dan berbalik kepada Allah dengan menjadi percaya kepada Yesus (2 Petrus 3:9). Yesus menubuatkan, "Injil kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya" (Matius 24:14). Jadi, pemberitaan Injil ke semua bangsa adalah persyaratan untuk kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Pada akhirnya nanti, setiap suku bangsa akan diwakili di sekeliling takhta Allah di surga. Wahyu 7:9 berkata, "Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka."
Akhir-akhir ini, Tuhan sedang menarik orang-orang datang kepada Yesus secara luar biasa. Suku-suku yang dulu sangat tertutup, bahkan melawan Injil, sekarang mulai terbuka untuk mendengarkan Injil. Allah sendiri yang menarik orang-orang itu untuk datang kepada Yesus secara langsung. Benih-benih Injil yang ditabur pada masa lalu sedang bertumbuh.
Tsunami di Indonesia, yang menyebabkan banyak penderitaan dan tangisan, juga meninggalkan bekas pada banyak bangsa lain, mulai dari Asia Tenggara sampai ke daratan Afrika. Lintasan tsunami itu menjangkau tempat tinggal suku-suku terabaikan dari berbagai latar belakang agama. Allah sedang menginsyafkan bangsa-bangsa akan kebenaran, agar mereka berpaling kepada Yesus untuk diselamatkan (Yesaya 45:22). Ribuan orang di seluruh dunia sedang bermimpi dan mendapat penglihatan-penglihatan mengenai Yesus (Isa Almasih). Yesus sering menampakkan diri dengan berjubah putih berkilauan. Ia menyuruh orang-orang mencari kebenaran tentang Dia, lalu banyak orang menjadi percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Kita pada masa ini juga diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan Yesus dalam memuridkan semua suku bangsa.
Kalau demikian, apa yang harus kita perbuat untuk suku-suku terabaikan? Pertama, mari kita belajar untuk mengenali mereka. Banyak informasi di internet dan di lembaga-lembaga Kristen yang dapat digunakan untuk memperlengkapi pengertian kita mengenai suku-suku yang terabaikan. Lembaga-lembaga misi bisa menyediakan banyak data penolong untuk kita. Pengabdian dalam pekerjaan misi dimulai dengan pengetahuan yang benar.
Kedua, mari kita bertekad untuk mendoakan mereka. Sebaiknya, kita masing-masing memilih salah satu suku tersebut sebagai pokok doa harian. Dengan demikian, Saudara akan menjadi seorang duta bagi Allah untuk suku tersebut. Berdoalah agar Tuhan menginsyafkan orang-orang suku itu mengenai kebenaran dan anugerah Allah melalui Tuhan Yesus. Berdoalah agar Tuhan mengutus pekerja-pekerja-Nya untuk menjangkau suku tersebut. Kenalilah kebutuhan suku tersebut. Dengan mengenal kebutuhan mereka secara lebih mendalam, kita akan dapat mendoakan mereka secara lebih spesifik.
Ketiga, mari kita tingkatkan sumbangan bagi pekerjaan misi. Uang yang dipersembahkan untuk perluasan Kerajaan Allah merupakan investasi yang kekal. Setiap orang Kristen seharusnya menyelidiki bagaimana ia menggunakan uangnya dan menetapkan prioritas finansial yang semestinya. Dengan demikian, uang yang dipersembahkan untuk perkerjaan misi akan meningkat secara pasti, sebab perkerjaan misi adalah pekerjaan utama Allah.
Keempat, pergilah! Seandainya ada kesempatan untuk melibatkan diri secara langsung dalam pengabaran Injil, lakukanlah. Allah paling berkenan ketika umat-Nya melibatkan diri dalam menyebarkan Injil, baik secara lokal maupun sampai ke ujung bumi. Pertimbangan kita untuk mengutamakan ikut dalam pekerjaan misi ialah karena Allah memunyai Anak satu-satunya, dan Ia telah mengutus Anak-Nya tersebut sebagai seorang utusan Injil (Yohanes 3:16). Itulah alasan yang mendesak setiap orang Kristen untuk melibatkan diri dan mendorong anak-anak kita untuk terlibat juga secara langsung dalam memuridkan semua suku bangsa bagi Yesus.
Diambil dan disunting dari:
Judul majalah | : | Crescendo, Edisi 321, Tahun 40, 2005 |
Judul artikel asli | : | Suku-Suku Terabai, Siapa yang Akan Peduli? |
Penulis | : | Michael Shipman, D.Min. |
Penerbit | : | Yayasan Gema Kasih, Semarang 2005 |
Halaman | : | 40 -- 43 |
Jelaskan Maksud
Tujuan komisi misi adalah membantu gereja supaya menjadi sebuah Gereja yang berorientasi pada Amanat Agung. Tanggung jawab mereka adalah memberikan pedoman dan pengawasan kepada program misi gereja. Mereka adalah orang-orang kunci yang bertanggung jawab untuk menggerakkan gereja dalam misi. Pekerjaan mereka bukan melakukan semua pekerjaan. Pekerjaan mereka adalah mendorong, melatih, dan menggerakkan anggota-anggota gereja Anda sehingga lebih efektif dalam penginjilan dunia.
Tuliskan Tanggung Jawab yang Ada
Mereka bertanggung jawab mengawasi program misi gereja. Mereka perlu memerhatikan hal-hal seperti anggaran, komunikasi antara para utusan Injil dan badan-badan misi, perencanaan dan evaluasi para utusan Injil potensial. Akan tetapi, sebuah komisi misi aktif akan berbuat lebih banyak lagi. Secara fundamental, tanggung jawab mereka adalah membantu gereja untuk menjangkau sasaran-sasaran misinya. Untuk tujuan itu, mereka akan berdoa, berencana, memberikan informasi, mendidik, melatih, dan menggerakkan.
1. Berdoa
Satu-satunya sarana penting untuk memengaruhi perubahan adalah doa. Doa menjadi dasar segala usaha dari komisi. Apakah sebagian anggota gereja Anda tidak peduli terhadap misi? Berdoalah. Apakah Anda perlu para anggota misi tambahan? Berdoalah. Apakah Anda perlu hikmat dalam mengembangkan rencana-rencana dan program-program? Berdoalah. Janganlah kita meremehkan sumber-sumber daya yang telah Allah limpahkan kepada kita. Ia ingin menolong kita. Mari kita bersandar pada Dia dalam doa. Sebuah komisi misi yang bijak akan bertekun dalam doa-doa untuk gereja, program misi, para utusan Injil mereka, dan dunia.
2. Rencana
Di Gereja Injili Lanzona, sasaran-sasaran ditetapkan oleh para penatua. Komisi misi, akan membantu mengembangkan sasaran-sasaran tersebut. Di gereja-gereja lain, sasaran dan tujuan boleh jadi ditetapkan oleh komisi misi. Yang terpenting adalah kepemimpinan gereja dan komisi misi harus memiliki suatu andil dalam proses penentuan keputusan. Jika sasaran-sasaran misi hanya dimiliki oleh beberapa pendukung misi, mereka akan menghadapi suatu kesulitan dalam menggerakkan gereja mereka dalam misi. Oleh sebab itu, rencana komisi misi berawal dengan memastikan bahwa mereka mendapat dukungan pemimpin gereja untuk sasaran-sasaran misi. Langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan-tujuan.
3. Memberikan Informasi
Beberapa anggota gereja mungkin memiliki informasi yang "kabur" tentang apa yang Allah sedang lakukan di seluruh dunia. Hal ini dapat dimengerti. Beberapa di antara mereka, mungkin memiliki kemudahan untuk mendapatkan literatur yang melaporkan kemajuan Kerajaan Allah. Pekerjaan komisi misi adalah memberikan informasi yang relevan. Hal ini merupakan bagian penting untuk membantu jemaat melihat dunia dari perspektif Allah.
Banyak badan misi akan mengirim majalah-majalah atau newsletter (surat berkala) kepada Anda secara cuma-cuma. Ini merupakan sumber informasi misi yang sangat bagus, yang dapat disebarkan di lingkungan kongregasi Anda. Jemaat Anda akan diilhami dengan mendengarkan bagaimana Injil telah mengalami kemajuan dan ditantang oleh tugas-tugas yang ada.
4. Mendidik
Kongregasi Anda tidak hanya mengetahui apa yang sedang terjadi terkait dengan penginjilan dunia, tetapi mereka juga harus bertambah dalam pengetahuan mereka tentang misi. Apakah sekelompok masyarakat belum terjangkau itu? Berapa jumlah kelompok masyarakat belum terjangkau di negara mereka? Siapakah utusan Injil "pembuat tenda" itu? Bagaimana seseorang mempersiapkan diri untuk pelayanan lintas budaya? Apakah yang dipercaya oleh orang-orang non-Kristen? Apa yang Alkitab ajarkan tentang kepedulian Allah pada bangsa-bangsa? Pertanyaan-pertanyaan ini dapat dijawab dengan sebuah program pendidikan misi yang efektif.
5. Melatih
Banyak hal yang dapat dikerjakan oleh sebuah gereja lokal untuk melatih para anggotanya dalam pelayanan lintas budaya. Ini tidak cukup hanya meminta kepada mereka supaya terlibat. Kita juga harus memberikan pelatihan yang diperlukan.
6. Menggerakkan
Komisi misi perlu memberikan kesempatan untuk keterlibatan dalam penginjilan dunia. Dalam beberapa hal, ini berarti bahwa komisi misi mengembangkan suatu pelayanan lintas budaya dan menarik anggota untuk mau terlibat. Dalam kasus-kasus yang lain, mereka mungkin sekadar mengarahkan jemaat pada pelayan-pelayan misi yang dilakukan oleh badan-badan misi yang lain. Akan tetapi, pokok persoalannya adalah bahwa komisi misi tidak berhenti hanya pada memberikan informasi, mendidik, atau bahkan melatih. Sasaran mereka adalah menggerakkan jemaat dalam penginjilan dunia melalui doa, pemberian, pengutusan, atau suatu kombinasi semua ini.
Menentukan dan Mengangkat Anggota Komisi
1. Komitmen
Pada saat Anda mengkaji ulang tanggung jawab ini, jelaslah bahwa para anggota komisi harus bersedia menginvestasikan waktu mereka. Mereka harus menjadikan pelayanan komisi misi menjadi pelayanan utama, bukan hanya sekadar rutinitas, jadwal yang padat. Pelayanan ini menuntut lebih dari sekadar setia hadir pada pertemuan-pertemuan komisi -- meskipun pertemuan komisi juga penting. Banyak komisi misi berjalan pincang. Para anggota komisi merasa bahwa mereka telah melakukan bagian mereka hanya dengan menghadiri sebuah pertemuan berkala. Komitmen semacam itu tidak akan pernah berhasil dalam menggerakkan sebuah gereja dalam misi.
Sebuah komisi misi yang dinamis, beranggotakan orang-orang yang terus berusaha meningkatkan pengetahuan mereka tentang misi melalui Pemahaman Alkitab (PA), membaca, serta menghadiri konferensi-konferensi dan seminar-seminar. Mereka harus bisa menggerakkan gereja dalam misi. Oleh sebab itu, mereka harus peduli terhadap kehidupan rohani mereka secara pribadi, sehingga mereka menjadi pelayan-pelayan yang baik untuk tugas yang dipercayakan kepada mereka.
Ketika Anda menarik anggota-anggota untuk komisi misi, jangan melonggarkan tekanan pada komisi yang diperlukan. Jangan mencoba secara sengaja menarik para anggota dengan mengecilkan anti tugas-tugas yang terlibat. Berbuat demikian adalah menabur benih-benih kelalaian dan ketidaksetiaan. Ini merupakan cara yang paling meyakinkan untuk melakukan sabotase terhadap komisi Anda sebelum komisi itu mulai bekerja.
Ketika Anda sedang memilih anggota jemaat Anda untuk duduk dalam komisi misi, jelaskan kepada orang-orang yang telah Anda pilih mengenai tugas dan tanggung jawab komisi misi. Bagikan/tanamkan visi yang Tuhan berikan kepada gereja Anda -- menjadi sebuah Gereja Amanat Agung. Berikan gambaran tentang peranan vital komisi misi. Minta mereka untuk memeriksa jadwal-jadwal mereka dan komitmen-komitmen lainnya, sebelum sepakat bergabung dengan komisi misi.
2. Karakter
Ketika Anda menimbang orang-orang yang akan duduk dalam komisi misi Anda, jangan meremehkan persyaratan-persyaratan dasar seperti kehidupan rohani yang sehat, kepedulian pada yang terhilang, dan komitmen pada gereja lokal. Di samping semua ini, memang menguntungkan kalau ada orang-orang dalam komisi Anda yang kreatif dalam bidang musik, tata ruang, atau dalam kata-kata. Perhatikan juga apakah mereka orang-orang yang suka bekerja sama. Meskipun mungkin mereka memiliki kepedulian pada misi, anggota-anggota yang keras kepala kurang fleksibel, dapat tergelincir dari diskusi-diskusi, dan melemahkan semangat anggota-anggota lain.
3. Memulai Pertemuan
Komisi misi hendaknya bertemu sedikitnya dua kali sebulan. Jika tujuan Anda hanya untuk mengelola suatu program misi yang ada, satu pertemuan bulanan mungkin cukup. Oleh sebab itu, jika tujuan Anda menggerakkan gereja Anda dalam misi, jika keinginan Anda adalah untuk melihat gereja Anda menjadi sebuah Gereja Amanat Agung, suatu investasi waktu lebih diperlukan.
Satu di antara pertemuan-pertemuan mungkin untuk maksud doa dan belajar. Jangan biarkan doa menjadi sekadar keperluan seremonial, sehingga Anda keluar dari jalur karena memberi perhatian pada hal-hal yang tampaknya lebih penting. Jadikan doa sebagai prioritas utama dalam pertemuan Anda. Bertekunlah di dalam doa. Gunakan sumber-sumber seperti The Global Prayer Digest dan Operation World.
Sediakan waktu untuk belajar. Cermati apa yang Alkitab katakan tentang kepedulian Allah kepada yang terhilang dan keinginan-Nya agar semua orang mengenal-Nya. Bacalah buku-buku tentang misi atau biografi para utusan Injil. Diskusikan isu-isu. Pertimbangkan strategi-strategi dan kesempatan-kesempatan. Berdoa dan belajar akan membangun suatu landasan yang kukuh, untuk membawa gereja Anda dalam misi.
Dalam pertemuan kedua, Anda juga dapat menyelesaikan persoalan-persoalan berkaitan dengan anggaran, perencanaan-perencanaan, dan program-program.
Langkah-Langkah Pertama untuk Suatu Program Misi Baru
Mungkin gereja Anda adalah sebuah gereja yang masih muda atau Anda sedang memulai sebuah program misi. Anda mungkin belum mendukung seorang utusan Injil. Anda tidak memiliki kandidat utusan Injil. Anda belum terlibat dalam badan-badan misi. Dalam kasus itu, langkah apa saja yang dapat Anda ambil sebagai sebuah komisi misi? Bidang-bidang apa saja yang sebaiknya mendapat perhatian Anda selama beberapa bulan pertama?
Mulailah dengan doa, studi Alkitab, dan studi misi. Dengan melakukan ketiga hal ini selama beberapa bulan pertama, sebenarnya Anda sedang membangun suatu landasan untuk sebuah program misi yang kukuh, berhasil, dan tahan lama. Anda juga tidak membuang waktu Anda dengan percuma. Jangan tergesa-gesa dalam pengembangan program.
Prioritas lain untuk sebuah komisi misi baru adalah perencanaan. Jika gereja Anda belum memiliki sasaran-sasaran misi, carilah masukan dari para pemimpin gereja Anda, sebelum menetapkan tujuan-tujuan. Di Gereja Injili Lanzona, para penatua menemukan beberapa sasaran misi yang baik. Pekerjaan komisi misi adalah menetapkan tujuan-tujuan untuk membantu gereja mencapai sasaran-sasarannya.
Apa yang Sedang Anda Bangun?
Sebuah cerita terkenal berkisah tentang tiga orang pria yang sedang menyusun batu merah di sebuah proyek bangunan. Seorang pejalan kaki yang sedang lewat, berhenti dan bertanya kepada seorang di antara mereka apa yang sedang ia lakukan. Ia melihat hasil pekerjaannya dengan sedikit gusar dan berkata, "Saya sedang mengatur batu merah." Si pendatang itu melanjutkan pengawasannya dan bertanya kepada seorang yang lain apa yang sedang ia lakukan. Ia menjawab dengan lebih antusias, "Saya sedang membangun sebuah dinding." Akhirnya si pelancong datang kepada orang ketiga dan mengulang pertanyaannya. Orang itu berdiri, memandang pada bangunan yang belum selesai dan berkata, "Saya sedang membangun sebuah katedral."
Tiga pria itu semuanya melakukan pekerjaan yang sama, tetapi dengan tiga perspektif yang berbeda. Hanya pria terakhir yang melihat makna sesungguhnya pada apa yang sedang ia kerjakan. Meskipun bangunan hanya merupakan tahap awal, namun ia sudah mampu melihat keindahan gereja yang selesai dibangun. Itulah visinya yang memberikan arti kepada kerjanya. Beberapa komisi misi hanya menyusun batu merah. Mereka tidak memiliki visi mengenai apa yang Allah inginkan supaya dikerjakan melalui gereja mereka. Pekerjaan mereka membosankan dan tidak berarti. Komisi-komisi misi lainnya bekerja dengan suatu visi untuk menjadikan gereja mereka sebuah Gereja Amanat Agung -- sebuah gereja yang secara agresif berusaha mengerjakan bagiannya untuk menggenapi Amanat Agung.
Bagaimana dengan gereja Anda dan program misi Anda? Apakah Anda sedang menyusun batu merah atau apakah Anda sedang membangun sebuah katedral?
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Menjawab Tantangan Amanat Agung |
Judul asli buku | : | The World Beyond your Walls |
Judul artikel | : | Siapa Yang Akan Memimpin Kita? |
Penulis | : | Dean Wiebracht |
Penerjemah | : | Suryadi |
Penerbit | : | Yayasan ANDI, Yogyakarta 1997 |
Halaman | : | 130 -- 141 |
Pengetahuan kebanyakan orang Kristen tentang Roh Kudus sangat kurang. Kebanyakan khotbah adalah mengenai Allah Bapa dan Allah Putra, sedang khotbah mengenai Roh Kudus sangat jarang. Dalam hal esensi, Roh Kudus sama dengan Allah Bapa dan Allah Putra. Adalah kehadiran Roh Kudus atau ketidakhadiran-Nya dalam kehidupan seseorang yang membedakan seseorang hidup secara rohani atau mati secara rohani. Kelahiran baru atau kelahiran rohani seseorang adalah karya Roh Kudus dalam dirinya (Yohanes 3:1-8). Roh Kudus adalah Pribadi ketiga Allah Tritunggal: Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus. Roh Kudus bukanlah suatu bayangan atau roh halus yang samar-samar, bukan pula suatu kekuatan atau pengaruh gaib yang samar-samar.
Roh Kudus adalah Pribadi yang memiliki kepribadian, yang memiliki "pemikiran" (yang mengetahui apa yang dipikirkan manusia -- 1 Korintus 2:11), memiliki "perasaan" (Ia mengasihi -- Roma 15:30), dan memiliki "kemauan" (yang mengerjakan atau melaksanakan segala sesuatu menurut kemauan-Nya -- 1 Korintus 12:11). Roh Kudus adalah Pribadi yang dalam segala hal sama dengan Allah Bapa dan Allah Putra. Keseluruhan sifat ilahi Allah Bapa dan Allah Putra ada pada-Nya.
Roh Kudus adalah Roh Allah, karena itu Roh Kudus adalah Roh Kehidupan (Roma 8:2, "Roh yang memberi hidup"), Roh Kebenaran (Yohanes 16:13, "apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran"), Roh Kasih Karunia (Ibrani 10:29), Roh Kekudusan (Roma 1:4). Fungsi-Nya atau peranan-Nya adalah "mengajar dan menguatkan" (Yohanes 14:26), "mendiami" batin setiap orang percaya (1 Korintus 3:16), "menuntun" ke dalam seluruh kebenaran, dan memberitakan hal-hal yang diterimanya dari Kristus (Yohanes 16:13, 14). Pekerjaan Roh Kudus pada zaman Perjanjian Lama tampak pada penciptaan alam semesta (Kejadian 1, 2, 3; Ayub 26:13; Mazmur 104:30), pada nubuatan-nubuatan (2 Petrus 1:21; 2 Timotius 3:16), dan pada pemberian kuasa melayani (1 Samuel 16:13). Pekerjaan Roh Kudus dalam kehidupan pelayanan Yesus Kristus tampak dalam kelahiran Yesus sebagai manusia (Matius 1:18-20; Lukas 1:30-35), pada pembaptisan (Yohanes 1:32), pada mukjizat-mukjizat (Matius 12:28), pada kelahiran baru orang percaya (Yohanes 3:5-6), dan pada kebangkitan Yesus Kristus (1 Petrus 3:18; Roma 8:11). Apabila pelayanan Yesus Kristus dan murid- murid-Nya tergantung kepada Roh Kudus, terlebih lagi kehidupan dan pelayanan kita.
Mengapakah Roh Kudus Datang?
Apakah yang menjadi tujuan utama dari kedatangan-Nya? Tujuan utama kedatangan-Nya adalah untuk "memuliakan Yesus Kristus", (Yohanes 16:14). Mengapakah Roh Kudus memuliakan Yesus Kristus? Karena Kristus adalah "jalan" (Yohanes 14:6) dan Ia datang untuk "mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:10).
Tidak jarang orang memberi kesan seolah-olah Roh Kudus hanyalah kekuatan yang tidak berpribadi (impersonal force) dan yang dapat dipakai untuk kebutuhan kita. Roh Kudus adalah Pribadi, yang menguasai dan memakai manusia untuk kemuliaan nama Allah dan Kristus dan untuk kebaikan tertinggi kita. Bukannya kita yang memakai Allah, tetapi Allahlah yang memakai kita.
Peranan Roh Kudus Dalam Kehidupan Sehari-Hari Orang-Orang Percaya
Setelah mengerti siapa Roh Kudus dan mengapa Ia harus datang, maka marilah kita memperdalam pengertian kita akan peran Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Sesungguhnya, peran Roh Kudus sangat menentukan dalam kehidupan orang-orang percaya. Karena Allah melaksanakan kehendak-Nya dalam kehidupan orang-orang percaya melalui penguasaan atau pengaturan Roh Kudus atas kehidupan kita. Karena itu, untuk menjadi seorang Kristen yang berhasil, kita harus menaatkan diri kita pada pengaturan Roh Kudus, kita harus mengizinkan hubungan kita dengan Roh Kudus menjadi hubungan yang benar-benar vital, yang benar-benar nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.
Adapun hubungan Allah Tritunggal dengan masing-masing orang percaya adalah sebagai berikut: Allah Bapa adalah Pencipta kita, Allah Putra membeli kita dengan membayar dengan darah-Nya sendiri, dan Allah Roh Kudus datang mendiami diri kita, (1 Korintus 3:16, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?") Jadi, Roh Kudus telah datang untuk membawa kenyataan kristiani yang terdapat dalam Alkitab ke dalam hati kita.
Kini mari kita memusatkan perhatian pada peranan utama Roh Kudus dalam diri orang-orang percaya, yaitu peranan-Nya sebagai "Meterai" dan "Penghibur".
Sebagai "Meterai"
Roh Kudus adalah "Meterai" orang-orang percaya karena Ia adalah uang muka (down payment) atau jaminan dari keselamatan penuh kita (Efesus 1:13, 14, "di dalam Dia kamu juga -- karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu -- di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus yang dijanjikan-Nya"). Kehadiran Roh Kudus atau Roh Allah dalam diri orang-orang percaya merupakan bukti nyata bahwa orang-orang percaya telah diangkat menjadi anak-anak Allah. Adalah Roh Kudus yang bersaksi kepada roh kita, bahwa kita yang percaya pada Yesus Kristus adalah anak-anak Allah untuk selama-lamanya. Jadi, oleh kesaksian Roh Kudus kepada roh kita masing-masing, kita mengetahui bahwa kita telah diangkat sebagai anak-anak Allah (Roma 8:15, 16, "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ya Abba, ya Bapa! Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.")
Jadi, kepastian bahwa kita adalah anak Allah Bapa, diperoleh dari kesaksian Roh Kudus dalam hati atau batin kita. Kehadiran Roh Kudus dalam diri kita masing-masing, membuktikan kebenaran pengakuan kita bahwa kita adalah orang-orang Kristen. Setiap orang percaya yang lahir baru dalam Kristus, didiami oleh Roh-Nya. Kehadiran Roh Kudus dalam diri kita masing-masing, membuktikan bahwa kita telah menjadi milik Kristus, karena seperti Roma 8:9 katakan, "Jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus." 1 Yohanes 3:24 menyatakan, "Demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita." Dan Yudas 19 mengatakan, "Mereka adalah pemecah belah yang dikuasai hanya oleh keinginan-keinginan dunia ini dan yang hidup tanpa Roh Kudus".
Pada kemudian hari, ketika Yesus Kristus datang kembali ke dunia, Roh Kudus yang mendiami orang-orang percaya akan menanggapi seruan Mempelai (Kristus) yang datang, akan menyembah-Nya, dan mempersembahkan orang-orang milik-Nya dalam keadaan sempurna tanpa cacat. Adalah sangat vital untuk mengetahui hal ini, untuk mengetahui bahwa diri kita yang percaya telah dimeteraikan, telah dijamin oleh Roh Kudus. Roh Kudus ada di dunia ini untuk menyiapkan saat ketika iman beralih kepada penglihatan mata, yaitu ketika orang-orang percaya bertemu muka dengan muka dengan Kristus, ketika akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (1 Yohanes 3:2, "Sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.")
Sebagai "Penghibur"
Kata "Penghibur" dan "Penasihat" menandakan akan kehadiran Kristus yang terus-menerus dengan kita, penyertaan-Nya abadi dengan kita. Kristus tidak pernah menjanjikan kepada kita kehidupan yang serbasenang, yang tanpa kesulitan. Yang dijanjikan-Nya adalah kehadiran-Nya selalu dengan kita, baik pada waktu-waktu senang maupun pada waktu-waktu sulit (Ibrani 13:5, "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.") Kehadiran-Nya itulah janji-Nya kepada kita, dan Roh Kudus-Nya adalah penggenapan dari penyertaan abadi-Nya pada kita. Tanpa Roh Kudus, hubungan kita dengan Allah Bapa tidaklah mungkin terjalin. Roh Kudus adalah jembatan kita untuk menghampiri Yesus Kristus dan Allah Bapa. Roh Kudus adalah satu-satunya alat komunikasi kita dalam perjalanan menghampiri Allah. Kristus telah berkata, "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, "Penghibur" itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu." (Yohanes 16:7)
Seperti kita ketahui, para murid Yesus telah menjadi sahabat-Nya yang paling karib selama 3 tahun kehidupan-Nya di dunia. Murid-murid-Nya telah mengalami suatu pergaulan indah dengan-Nya. Mereka telah melihat bagaimana Ia menyembuhkan orang-orang sakit, bagaimana Ia memberi makan lima ribu orang hanya dengan lima buah roti kecil dan dua potong ikan. Mereka telah mendengar ucapan-ucapan-Nya, ajaran-ajaran-Nya, sehingga mereka bersaksi, "Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu." Mereka bahkan telah melihat bagaimana Yesus menghidupkan kembali orang mati. Dengan bukti-bukti nyata yang begitu meyakinkan bahwa Yesus adalah Mesias yang sudah lama dinanti-nantikan bangsa Israel, mereka meninggalkan kampung halaman, sanak saudara, dan pekerjaan mereka untuk mengikuti Yesus. Bayangkanlah betapa kecewanya dan sedihnya mereka ketika Yesus mengungkapkan bahwa Ia harus mati. Tetapi Yesus menghibur mereka dengan berkata, "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi, sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu" (Yohanes 16:7). Dengan kata lain, Yesus berkata bahwa adalah mutlak perlu Ia harus pergi, harus mati, agar para murid-Nya beroleh keuntungan yang bersifat kekal, yang bersifat abadi. Ia akan mengirim atau mengutus Pengganti-Nya. Perhatikan, Ia tidak mengatakan bahwa Ia akan memberi "penghiburan", tetapi akan mengutus "Penghibur"; akan mengutus "Penolong" (Yohanes 14:16).
Untuk dapat berada di bumi ini, Putra Tunggal Allah harus dibatasi dengan tubuh-Nya, sehingga pada waktu itu Ia hanya dapat berada dalam satu tempat pada satu saat. Ketika Ia berada bersama-sama dengan murid-murid-Nya di Galilea, Ia tidak dapat berada bersama-sama mereka di Yerusalem. Sehingga untuk melepaskan diri-Nya dari batas-batas geografis yang membatasi-Nya sebagai manusia, Yesus Kristus harus meninggalkan dunia. Namun, pada hari Pentakosta, Ia telah datang kembali sebagai Kristus yang tidak tampak di mata, yang hadir di mana-mana, yang mendiami dan berkomunikasi secara serentak dengan semua orang yang percaya kepada-Nya.
Kebahagiaan Kristen
Kita, orang-orang percaya, bukan saja berbahagia karena didiami Roh Kudus, tetapi berbahagia terutama karena adanya komunikasi antara kita dengan Roh Kudus. Sesungguhnya, yang memberikan kebahagiaan abadi kepada kita adalah komunikasi kita dengan Roh Kudus. Sejak saat kita percaya sungguh-sungguh kepada Yesus Kristus, mulailah Roh-Nya mendiami roh kita, dan Ia akan tinggal bersama kita untuk selama-lamanya. Akan tetapi, kebahagiaan abadi kita, kita peroleh dari kehidupan kita yang "berkomunikasi" dengan Dia. Sehingga, secara singkat, dapatlah dikatakan "kediaman" Roh Kudus dalam roh kita adalah "kehadiran kekal" Allah dengan kita. Sedang "pemenuhan" Roh Kudus atas kita adalah keadaan "saling komunikasi" antara Allah dengan kita. Sesungguhnya kebahagiaan kita, orang-orang percaya, diperoleh dari komunikasi terus-menerus kita dengan Allah. Begitu banyak orang Kristen, yang walaupun sudah benar-benar lahir baru dalam Kristus, tetapi merasa sengsara terus. Mengapa? Karena komunikasi mereka dengan Allah adalah komunikasi secara mekanis saja.
Seperti halnya suatu kehidupan perkawinan yang memang menunjukkan suatu kebersamaan, tetapi tidak selalu berarti ada kebersamaan yang bahagia, tidak selalu berarti ada komunikasi mesra, tidak selalu berarti ada harmoni dalam pemikiran dan perasaan antara suami istri. Demikianlah pula banyak orang Kristen yang hidup bersama dengan Allah, tetapi tidak berkomunikasi dengan Dia. Sehingga walaupun Roh Kudus mendiami diri mereka, komunikasi mereka dengan Allah adalah secara akademis saja. Dalam kebaktian-kebaktian gereja, tampaknya hubungan mereka dengan Allah beres-beres saja, tetapi kenyataan yang sesungguhnya adalah sudah berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan mereka tidak lagi berkomunikasi dari hati ke hati dengan Allah. Sehingga tidaklah mengherankan apabila kehidupan keseharian mereka dipenuhi dengan frustrasi dan ketidakmampuan.
Jadi, kunci kebahagiaan orang-orang percaya tidak saja terletak dalam kebersamaan kita dengan Allah melalui Roh Kudus-Nya. Bahkan tidak saja terletak pada pengintegrasian emosional antara kehendak kita dengan kehendak Allah, tetapi pada "pergantian" dari kehendak kita kepada kehendak Allah. Karena apabila kita mencoba mengizinkan kedua kehendak (kehendak kita dan kehendak Allah) menguasai kehidupan kita, maka hasilnya adalah kehidupan Kristen yang frustrasi. Apabila kita mengizinkan kehendak kita bersaing dengan kehendak Allah atas kehidupan kita, maka Roh Kudus tidak dapat memenuhi kehidupan kita. Apabila kita dipenuhi oleh diri kita, Roh Kudus tidak dapat memenuhi diri kita, sebagaimana kita tidak dapat memenuhi sebuah gelas sepenuhnya dengan susu dan sepenuhnya dengan air. Roh Kudus hanya dapat memenuhi kehidupan kita apabila kita mengesampingkan kehendak dan cita-cita kita dan bersuka cita dengan peranan kita sebagai pelayan-pelayan Allah. Jadi, menaati kehendak Allah berarti menjalani kehidupan Kristen yang benar, bukan yang palsu.
Ketaatan Adalah Persoalan "Kebenaran"
Allah adalah kebenaran sempurna. Bagaimanakah kita yang berdosa dapat berkomunikasi dengan Allah yang Mahabenar? Hanya apabila kita menjadi benar, dan menjadi benar ini tidak dapat kita usahakan sendiri, bagaimanapun kita berupaya mengusahakannya. Seperti pengakuan Nabi Yesaya, "segala kesalehan kami seperti kain kotor" (Yesaya 64:6) di hadapan Allah yang Mahabenar, Mahasuci. Hanyalah kebenaran yang kita peroleh dari Allah, yang membuka jalur komunikasi kita dengan Dia. Alkitab mengajar bahwa setiap manusia berdosa. Karena itu, satu-satunya jalan untuk menghampiri Allah yang Mahasuci adalah dengan mengaku jujur akan keadaan kita yang berdosa di hadapan Allah. Sebagai orang-orang berdosa, kita mutlak membutuhkan penyembuhan, namun penyembuhan ini tidak mungkin didapat dengan usaha kita sendiri. Hanyalah Roh Allah yang dapat menyembuhkan kita, saat Ia memasuki kehidupan kita. Penyembuhan-Nya mujarab dan efektif karena penyembuhan-Nya adalah penyembuhan yang dimulai dari kedalaman jiwa kita. Sedang penyembuhan atas usaha kita sendiri, yang paling baik sekalipun, hanyalah menyentuh permukaan jiwa kita. Seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang berusaha keras, melalui ketaatan beragama, hidup benar di hadapan Allah, tetapi tentang usaha mereka itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Matius 5:20). Sesungguhnya kebenaran kita, orang-orang percaya, hanyalah ada pada Kristus Yesus, dan kebenaran tersebut kita peroleh melalui iman kepada-Nya. Karena itu, untuk mendapatkan kebenaran Kristus, kita harus datang kepada-Nya, mengaku keadaan berdosa kita di hadapan-Nya.
Pengakuan Dosa Berarti Komunikasi Terjalin Kembali
Mengaku dosa-dosa kita di hadapan Allah, berarti "setuju dengan" Allah bahwa kita telah bersalah. Kita mengaku dosa-dosa kita, bukannya terutama untuk memohon ampun kepada Allah, karena sekali kita telah benar-benar percaya Yesus Kristus, sekali kita telah benar-benar selamat dalam Dia, maka dosa-dosa kita telah diampuni-Nya untuk selama-lamanya. Namun, sekali kita "setuju dengan" Dia bahwa kita telah bersalah, maka keterbukaan atau kejujuran kita terhadap-Nya memulihkan kembali komunikasi kita dengan Allah, yang terganggu oleh pelanggaran kita. Dosa yang kita lakukan tidaklah menghapus hubungan kita dengan Allah, sebagaimana halnya suatu percekcokkan tidak menghapus suatu hubungan perkawinan. Namun, suatu pelanggaran mengakibatkan suasana suram pada hubungan kita dengan Allah, sampai keterbukaan menjalin kembali hubungan kita dengan Dia. Kita memperoleh pembenaran Allah oleh keterbukaan atau kejujuran kita terhadap-Nya. Karena itu, untuk menjadi benar, kita harus mengakui kesalahan-kesalahan kita kepada-Nya. Apabila tujuan kehidupan kita adalah untuk hidup dalam komunikasi terus-menerus dengan Allah, maka jelaslah jujur terhadap Allah, terbuka di hadapan Dia, berarti selalu mengaku dosa-dosa kita di hadapan-Nya.
Yesus Kristus berjanji, "Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu, damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu" (Yohanes 14:27). Damai sejahtera ini bukannya kita peroleh dengan usaha kita sendiri, tetapi akan kita peroleh apabila kita memberi keleluasaan kepada Roh Kudus untuk menguasai kita secara penuh. Yesus Kristus telah berjanji tidak akan membiarkan kita berada dalam pergulatan sengit dengan diri kita yang lama. Semakin Roh Kristus diberi kesempatan berkuasa atas kita, maka akan semakin hilang pertentangan dalam batin kita, yaitu pertentangan antara keinginan diri kita yang lama (keinginan daging) dengan keinginan diri kita yang baru (keinginan Roh). Pertentangan dalam batin ini telah disinggung Rasul Paulus dalam Roma 7:21-26 dan Galatia 5:17. Yesus Kristus telah berjanji tidak akan membiarkan atau meninggalkan kita, berarti Roh-Nya akan selalu menolong kita, akan selalu memberi kekuatan atau kemampuan kepada kita untuk semakin mampu menaati-Nya, sehingga hidup dengan tekad tunggal untuk selalu berada dalam komunikasi mesra dengan Yesus Kristus, pujaan kita. Memadamkan Roh-Nya berarti menghalang-halangi terjalinnya komunikasi dengan Allah Bapa.
Baik keselamatan kekal kita maupun hubungan mesra kita dengan Allah Bapa, semuanya adalah semata-mata berdasarkan pada karya penebusan Yesus Kristus yang sudah selesai dan sempurna. Namun demikian, kita perlu mengaku dosa-dosa kita agar kedamaian dan kebahagiaan batin kita terjamin dan terpelihara. Tanpa pengakuan dosa-dosa kita di hadapan Allah, tanpa kejujuran terhadap Allah, tidak akan ada kabahagiaan Kristen yang sesungguhnya.
Bahan dari:
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama majalah | : | Hikmat Kekal, Edisi Mei/Juni 1986, No. 30 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan MST, Jakarta 1986 |
Halaman | : | 12 -- 18 |
Dari antara semua pokok ajaran Kristen, tak satu pun yang akan membingungkan Anda selain pembahasan mengenai Roh Kudus. Pada saat saya membuka halaman pertama Alkitab dan membaca mengenai Roh Kudus, saya segera mengerti bahwa saya mengalami kesulitan. Pertama, saya telah banyak mendengar bahwa roh-roh itu tidak benar-benar ada. Mereka hanyalah hasil rekaman orang-orang dewasa untuk menakut-nakuti anak-anak kecil supaya mereka patuh. Kemudian, saya juga belum pernah mendengar tentang roh yang berpihak kepada orang-orang yang baik. Dalam cerita-cerita yang dikisahkan pada malam hari kepada saya ketika saya masih muda, misalnya bila saya dan anak-anak lain duduk di sekitar api unggun pada waktu kemping, roh-roh selalu berperan sebagai tokoh-tokoh jahat. Jelasnya, bercerita tentang roh-roh hanya memiliki satu maksud, yakni untuk menakut-nakuti orang.
Dengan latar belakang pengenalan akan kisah-kisah tentang roh-roh seperti di atas, tidak mengherankan jikalau orang-orang yang baru menjadi Kristen mengalami kesulitan memahami Roh yang sungguh-sungguh ada dan bahkan yang suci. Terjemahan Alkitab bahasa Indonesia menyebut Roh itu sebagai Roh Kudus. Kata Yunani "pneuma" untuk menyatakan Roh tidak banyak menyumbangkan pengertian yang jelas karena kata itu hanya berarti "angin" atau "napas". Tetapi kata Roh rupanya lebih dapat diterima dalam generasi kita ini. Kita harus membedakan antara zat dan roh. Kita sendiri terdiri dari kedua unsur ini, yakni tubuh (zat) dan roh. Tubuh adalah tempat kediaman roh kita. Bagian tubuh jasmani kita makin lama makin tua, lemah, dan rusak, lalu kelak akan mati. Tetapi bagian dari kita yang bersifat roh akan hidup untuk selama-lamanya. Inilah yang disebut kekekalan.
Alkitab berkata bahwa "Allah itu Roh". Itu berarti, Allah tidak memunyai tubuh jasmani. Karena Dia adalah Roh, maka Dia tidak dibatasi oleh satu tempat tertentu, melainkan Dia bisa hadir di mana-mana. Dalam istilah teologi, ini disebut sebagai Mahahadir. Ketika Yesus kembali ke surga setelah kebangkitan-Nya, Ia berjanji kepada murid-murid-Nya bahwa Ia akan mengirimkan Roh Kudus yang akan tinggal di dalam diri mereka dan bahwa Roh itu akan menjadi Guru, Pemimpin, dan Sahabat mereka. Selanjutnya dijanjikan juga, saat turun ke atas mereka, Roh Kudus akan mengaruniakan kemampuan untuk menyaksikan tentang Yesus kepada setiap orang. "Tetapi kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi" (Kisah Para Rasul 1:8).
Sementara Anda bersekutu dengan orang-orang Kristen yang memunyai latar belakang gereja yang berbeda-beda, Anda akan melihat perbedaan pendapat tentang Roh Kudus dan pelayanan-Nya. Perjanjian Baru menggunakan berbagai ungkapan untuk menggambarkan kegiatan Roh Kudus itu. Ada pembicaraan mengenai "dibaptiskan" dengan Roh Kudus. Sebagian orang-orang Kristen percaya bahwa istilah-istilah ini hanyalah cara pengungkapan yang berbeda-beda mengenai pelayanan utama dari Roh itu kepada orang-orang Kristen. Orang-orang lain mengajarkan bahwa istilah-istilah tadi menggambarkan tingkat-tingkat pelayanan yang berbeda-beda dari Roh Kudus itu kepada kita. Kelak, permasalahan ini pasti ingin Anda pelajari secara mendalam bagi diri Anda sendiri. Tetapi untuk sekarang, haruslah Anda ketahui bahwa Roh Kudus sungguh-sungguh diam di dalam diri Anda, dan Ia akan menguatkan dan memampukan Anda menjalani kehidupan yang berkenan kepada Allah. Barangkali Anda ingin merenungkan dan mempelajari ayat-ayat firman Allah yang berhubungan dengan kebenaran-kebenaran tentang Roh Kudus, Anda dapat membacanya dalam Yohanes 14:16-17; 15:26, Kisah Para Rasul 1:5, 7, 8; 4:31, atau 1 Korintus 12:13.
Suka Menerima Hadiah
Setiap orang suka menerima hadiah, tidak terkecuali orang-orang Kristen. Dari pemberian seseorang, kita mengetahui banyak mengenai siapa pemberi itu. Hadiah-hadiah biasanya menyatakan kasih, kemurahan hati, pengertian, maupun perhatian pada pihak pemberi. Alkitab berbicara mengenai hadiah-hadiah atau karunia-karunia yang diberikan oleh Roh Kudus kepada kita. Karunia-karunia tidak berwujud hadiah bendawi, melainkan berwujud talenta atau kemampuan yang diberikan oleh Roh Kudus agar kita mampu berbakti dan melayani Allah dengan berhasil. Apa sajakah karunia-karunia itu? Dalam Perjanjian Baru, Paulus memaparkan karunia-karunia itu di berbagai bagian tulisannya. Ada baiknya kita membaca ayat-ayat berikut dengan saksama, kemudian menyusun karunia-karunia tersebut dalam sebuah daftar.
"Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin, siapa yang menunjukkan kemurahan hendaklah ia melakukannya dengan sukacita" (Roma 12:4-8).
"Ada rupa-rupa kurunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya" (1 Korintus 12:4-11).
"Itulah sebabnya kata nas: 'Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.' Bukankah 'Ia telah naik' berarti bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi daripada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu. Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus" (Efesus 4:8-13).
Jelaslah, daftar yang diberikan oleh Paulus di atas bukanlah dimaksudkan untuk mengungkapkan semua karunia yang ada, tetapi untuk menggambarkan betapa banyaknya corak karunia-karunia yang disediakan Tuhan bagi orang-orang percaya dalam gereja. Dengan membandingkan bagian-bagian Alkitab ini, dapatlah kita membuat suatu daftar sebagai contoh yang saksama mengenai semua karunia yang ada. Memang ada bermacam-macam cara untuk menggolongkan karunia-karunia ini. Cara yang berikut barangkali dapat menolong kita.
Karunia-karunia yang diperlukan untuk kepemimpinan rohani dalam gereja. Di sini Paulus menyebutkan berbagai bidang kepemimpinan, yakni: pendeta, pengabar Injil, nabi, guru, dan administrator.
Karunia-karunia untuk melaksanakan pelayanan rohani kepada orang-orang lain. Karunia-karunia ini diperlukan untuk melayani orang-orang sakit, miskin, kecil hati, atau kecewa.
Karunia-karunia untuk membangun diri sendiri secara rohani. Karunia-karunia ini adalah karunia iman, berkata-kata dengan bahasa roh, menafsirkan bahasa roh, dan pengertian rohani. (1 Korintus 14:6-25).
Jadi, kita dapat melihat bahwa Roh Kudus telah menyediakan segala sumber yang perlu untuk menyatakan firman Allah, baik kepada gereja maupun kepada dunia luar. Pertanyaan penting yang kedua ialah, dalam gambaran tersebut, di manakah tempat Anda? Dengan perkataan lain, bagaimana kita dapat memperoleh karunia-karunia ini? Jelas sekali, bahwa Roh Kudus tidaklah memberikan semua jenis karunia kepada satu orang, tetapi setiap orang Kristen diberi-Nya paling sedikit sebuah karunia. Jelaslah bahwa kita tidak mendapat karunia-karunia Roh itu dengan cara menginginkannya, memintanya dengan sangat, atau pun berusaha untuk memperolehnya. Kata Paulus, karunia-karunia itu diberikan oleh Roh Kudus menurut kerelaan-Nya sendiri atau "seperti yang dikehendaki-Nya" (1 Korintus 12:11) atau kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Itulah sebabnya karunia-karunia itu disebut pemberian atau hadiah. Hadiah-hadiah memang diberikan, bukan merupakan hasil dari usaha atau pekerjaan bilamana kita memenuhi syarat-syarat. Kalau tidak demikian, maka itu bukan lagi hadiah.
Yang Harus Dihindari
Ada dua kekeliruan yang harus kita hindari ketika memikirkan karunia-karunia Roh. Yang pertama ialah kekeliruan dalam mana kita sangat menginginkan karunia-karunia rohani yang paling menakjubkan seperti yang dimiliki oleh orang-orang lain. Rasul Paulus dengan tegas memberi peringatan dalam hal ini. Sering kali, saya menginginkan memiliki karunia dalam bidang musik maupun berceramah secara hebat. Dan bahkan yang lebih hebat lagi, saya mendambakan kemampuan untuk menyembuhkan orang-orang sakit, bahkan menghidupkan orang mati. Ternyata karunia-karunia yang demikian tidak Tuhan berikan kepada setiap orang percaya. Seandainya karunia-karunia tersebut dapat diminta atau dituntut, maka setiap orang Kristen di dunia ini akan memilikinya. Memang menyembuhkan seseorang dari penyakit kanker yang ganas jelas lebih hebat daripada membawa sekeranjang buah-buahan kepada keluarga yang lapar. Namun, Roh Kudus yang sama yang memberikan kedua karunia itu, baik karunia penyembuhan maupun karunia "kemurahan" dalam melayani orang-orang yang membutuhkan pertolongan (Roma 12:8).
Oleh sebab itu, janganlah Anda iri hati atau cemburu melihat Roh Allah memberikan karunia yang lebih menggetarkan kepada orang lain. Sebaliknya, sadarilah apa karunia khusus yang Anda terima dari Tuhan. Kemudian mulailah mengembangkannya. Misalnya, bila Anda diberi Allah talenta atau karunia untuk menasihati, maka mulailah memerhatikan keadaaan di sekitar Anda dan pakailah setiap kesempatan untuk menggunakan karunia itu. Coba pertimbangkan kemungkinan-kemungkinan untuk mengunjungi orang sakit, orang yang berusia lanjut, atau orang yang sedang dilanda kesedihan karena orang yang mereka kasihi meninggal. Berdoalah bersama mereka, bacakanlah firman Tuhan kepada mereka. Tolonglah mereka memenuhi keperluan jasmani mereka, baik dengan memberikan makanan, uang, maupun dengan mengerjakan hal-hal yang tak sanggup mereka kerjakan karena satu atau lain sebabnya. Dengan berbuat demikian, Anda sebenarnya telah memakai karunia yang telah diberikan oleh Roh Kudus kepada Anda.
Kesalahan kedua yang sering kita temukan di kalangan Kristen ialah harapan atau anggapan bahwa kita semua harus menerima karunia-karunia yang bersamaan. Rasul Paulus mengatakan bahwa "ada rupa-rupa karunia" (1 Korintus 12:4). Selanjutnya dia menunjukkan bahwa setiap anggota tubuh seseorang memiliki fungsi yang khusus. Itulah sebabnya tidak bijaksana bila kita mengharapkan atau menganggap bahwa orang-orang Kristen lain harus menerima karunia yang sama seperti yang Tuhan berikan kepada kita. Mengenai pembagian karunia-karunia, haruslah kita serahkan sepenuhnya kepada Roh Kudus, karena hanya Dia sendirilah yang berwenang membuat keputusan itu. Mungkin Anda sudah menyadari karunia-karunia Anda. Kadang-kadang Anda dapat memastikan karunia-karunia yang Anda miliki dengan jalan menanyakan kepada teman-teman Kristen Anda yang bijaksana. Mereka akan memberitahukan kepada Anda karunia-karunia apa saja yang mereka dapat lihat dalam diri Anda.
Pasar Buah-Buahan
Buah-buahan yang sudah terlalu matang atau pun busuk, tidak ada harganya. Ini pelajaran bagi saya ketika saya masih muda. Saya pergi ke sebuah ladang pertanian dan melihat banyak buah apel berserakan di sekitar pohon. Saya heran, mengapa orang tidak mengambil buah apel yang berjatuhan di tanah itu. Sebenarnya lebih mudah memungut buah apel yang berserakan di tanah daripada yang masih melekat di ranting pohon, bukan? Namun, setelah saya menggigit beberapa buah apel yang gugur itu, ternyata sudah terlalu matang semuanya.
Dalam Kitab Galatia 5, Rasul Paulus menggambarkan secara bertentangan dua macam buah-buahan. Yang pertama ialah buah yang dihasilkan dari keinginan daging yang penuh dosa. Dalam ayat 19-21, Paulus menyebutnya sebagai "percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percederaan, roh pemarah, kedengkian, kemabukan, dan pesta pora". Inilah buah yang busuk itu. Inilah penggambaran Paulus tentang kehidupan yang tidak saleh, di mana orang tersebut hidup dengan mementingkan dirinya sendiri dan hawa nafsunya. Sebaliknya, dalam ayat 22 dan 23, rasul itu berbicara mengenai "buah roh". Inilah mutu yang ditunjukkan oleh orang Kristen yang hidup dalam Roh Kudus. Ia mematuhi hukum Allah yang bersifat rohani, jasmani, dan susila. Apa sajakah mutu yang bagus itu? "Buah Roh" ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri". Supaya mudah, saya golongkan buah ini menjadi tiga kelompok.
Kelompok pertama berkaitan dengan mutu yang terdapat dalam hati manusia, yakni kasih, sukacita, dan damai sejahtera". Dengan perkataan lain, seseorang yang rohani atau saleh itu mengaslhi, penuh sukacita, dan memiliki damai sejahtera di dalam hidupnya. Anda tidak dapat menghasilkan buah yang baik atau membuktikan diri sebagai orang Kristen bila Anda suka mengkritik orang dengan penuh kebencian, atau suka mencemoohkan orang. Dan Anda tak dapat menjadi saksi Kristus yang berhasil bila hidup Anda penuh kesuraman dan terus bermuram durja. Dan tak mungkin Anda menjadi orang Kristen yang rohani bila ada suatu pertempuran yang berlangsung dalam diri Anda, sehingga Anda terus memusuhi diri sendiri dan orang-orang lain. Ketiga mutu ini -- kasih, sukacita, dan damai sejahtera -- adalah bukti dari kehidupan yang dipenuhi oleh Roh Kudus.
Kelompok yang kedua ialah berkenaan dengan keadaan dalam suatu hubungan. Paulus menyebutnya "kesabaran, kemurahan, dan kebaikan". Bagaimanakah kita menangani masalah ketidaksabaran? Kita serupa dengan orang Kristen muda yang berdoa, "Tuhan, berilah saya kesabaran dan saya maunya sekarang juga." Sebegitu mudah kita menjadi tidak sabar dalam hubungan-hubungan kita dengan orang lain. Dan bagaimana dengan buah kemurahan hati? Orang Kristen yang benar-benar rohani menunjukkan mutu kemurahan hati dalam hubungannya dengan semua manusia di sekelilingnya. Dengan perasaan malu, kita ingat saat-saat kita tidak bermurah hati terhadap orang lain, baik melalui sikap dan perbuatan maupun melalui kata-kata kita. Kita perlu menunjukkan sifat kelemahlembutan dan kemurahan seperti sifat yang dimiliki Kristus dalam pergaulan kita dengan orang lain. Selanjutnya, mutu yang berkaitan erat dengan kemurahan ialah kebaikan. Ini adalah sifat Kristen yang merupakan bagian yang sebegitu dalam dari diri kita sehingga hal tersebut membedakan kita dari teman-teman lain. Dikatakan bahwa Yesus "berjalan berkeliling sambil berbuat baik" (Kisah Para Rasul 10:38). Kita juga sepatutnya mengisi hidup kita dengan tugas pelayanan ini.
Kelompok buah yang ketiga melibatkan disiplin pribadi dan terdiri dari "kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaaan diri". Pertama, seorang Kristen yang sungguh-sungguh rohani adalah orang yang dapat dipercaya. Dia adalah orang yang dapat diandalkan. Jika dia berjanji melakukan apa saja, dia selalu menepatinya. Kedua, lemah lembut. Dia tidak menyombongkan diri atau pun bersikap tidak menghormati orang lain, tidak sok berkuasa, dan tidak suka mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati. Ia tidak memandang remeh orang lain, tetapi sebaliknya ia bersikap lemah lembut dan penuh kasih dalam pergaulannya dengan orang lain. Yang terakhir Paulus mengatakan orang-orang Kristen yang rohani dapat menguasai dirinya. Orang Kristen yang memunyai dan menunjukkan mutu atau "Buah Roh" ini sanggup menguasai amarahnya, selera makan dan minumnya, maupun nafsunya. Karena Roh Allah tinggal di dalam dia, maka dia mampu menguasai dorongan-dorongan yang kuat itu. Memang ini merupakan penguasaan diri, namun kenyataannya orang itu menempatkan diri di bawah penguasaan Roh Kudus.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Pedoman bagi Orang Kristen Baru |
Judul asli buku | : | After You've Said, "I Belive" |
Penulis | : | Leroy "Pat" Patterson |
Penerjemah | : | Hanna Saragih |
Penerbit | : | BPK Gunung Mulia, Jakarta 1986 |
Halaman | : | 64 -- 76 |
Sejak revolusi industri, hampir setiap kota besar dibanjiri oleh daerah kumuh dan "perumahan" liar. Negara-negara Eropa dapat mengatasi masalah tersebut dengan mengeksploitasi sumber daya yang ada. Di negara-negara maju, sumber daya terus meningkat karena meningkatnya kemakmuran negara dan emigrasi. Namun, tidak demikian halnya di negara-negara berkembang. Bagi negara-negara Asia, Amerika Latin, dan Afrika, fenomena pascaperang nampaknya menghadirkan konflik yang tak dapat diatasi -- urbanisasi yang berlebihan (karena migrasi jutaan orang ke ibu kota yang terlalu cepat), rendahnya tingkat industrialisasi, dan sedikitnya lapangan pekerjaan.
Masyarakat miskin kota merupakan suatu kenyataan buruk yang bertumbuh dengan cepat. Meski inisiatif politik dan aksi sosial telah diupayakan, tetapi tampaknya masalah ini tidak kunjung teratasi. Secara keseluruhan, gereja terjebak di tengah kemasabodohan terhadap masyarakat miskin kota, sebab dan konsekuensi kemiskinan, serta luas dan pentingnya keterlibatan mereka di dalamnya.
Kategori Masyarakat Miskin Kota
Karakteristik fisik dan budaya setiap daerah kumuh di setiap negara berbeda-beda. Namun, proses yang membuat daerah itu ada dan dampak buruk dari daerah kumuh di setiap negara hampir sama. Ada tiga jenis komunitas miskin dan bagaimana Injil bisa masuk.
1. Daerah Kumuh Pusat Kota
Daerah ini adalah perumahan rusak di daerah yang dulunya dianggap sebagai perumahan kelas menengah dan kelas atas. Kategori ini disebut dengan "daerah kumuh keputusasaan" -- daerah yang ditinggali oleh orang yang telah tak berpengharapan dan tidak mau berusaha melakukan apa pun. Di daerah ini juga tinggal para imigran yang tinggal dekat dengan lapangan pekerjaan dan fasilitas pendidikan. Suasana keputusasaan, kemerosotan, serta struktur sosial dan pengharapan yang sudah hancur, menyulitkan masuknya Injil.
2. Lingkungan Penghuni Liar
Lingkungan ini disebut "daerah kumuh berpengharapan", yang ditinggali oleh pendatang yang mencari pekerjaan, menemukan tanah kosong, membangun rumah, mencari pekerjaan, dan kemudian mengembangkan relasi dengan orang-orang yang berasal dari daerah yang sama. Di daerah ini juga tinggal orang-orang yang putus asa -- orang-orang yang telah dipindah beberapa kali. Di daerah ini, tekanan sosial dan pengharapan menciptakan suasana positif bagi masuknya Injil.
3. Komunitas Miskin Lain
Komunitas ini adalah komunitas yang tidak memungkinkan untuk dibangunnya suatu gereja -- orang-orang jalanan, pecandu, pelacur, dan gelandangan.
Untuk memulai pelayanan bagi masyarakat miskin kota, akan bijaksana jika perhatian utama ditujukan kepada "daerah kumuh berpengharapan". Karena di daerah ini, semua jenis kemiskinan dapat ditemukan. Selain itu, daerah ini paling berpotensi untuk pelayanan komunitas Kristus dapat berdiri secara alami.
Kebutuhan Lingkungan Penghuni Liar
1. Kurang Pekerjaan
Sebuah survei jenis pekerjaan masyarakat daerah kumuh di Manila menunjukkan bahwa salah satu kebutuhan mereka yang paling kritis adalah pelatihan untuk mendapatkan keterampilan.
2. Kurang Tempat Tinggal
Ketidakmampuan untuk membeli, membangun, menyewa, atau menemukan tempat tinggal membuat para pendatang terpaksa mendiami tanah sengketa, tanah/bangunan pemerintah yang tak terpakai, daerah kosong yang sering kebanjiran, dan di tepi-tepi rel kereta api.
Berikut ini empat usaha yang biasa dilakukan oleh pemerintah negara berkembang.
a. Perumahan dengan harga melambung yang orang miskin tidak mampu beli;
b. Penghuni liar diusir dari tempat mereka tinggal dan dipindahkan;
c. Penyediaan lahan atau fasilitas agar penghuni liar mampu membangun rumah mereka sendiri; dan
d. Lahan yang ada diperbaiki kondisinya secara bertahap.
Dua pilihan terakhir memberikan harapan, tetapi absennya kebijakan yang efektif untuk merumahkan kaum miskin menyiratkan kecenderungan mengalokasikan fasilitas yang ada bagi kepentingan orang-orang kaya.
3. Struktur Sosial yang Rusak
Berpindahnya jutaan orang dari desa ke sebuah situasi tanpa struktur kontrol sosial seperti sebelumnya, yang penting dalam perpindahan ini, akan mengarah pada kehancuran total tata nilai-nilai moral serta hubungan komunitas dan keluarga. Pelanggaran susila, perjudian, dan mabuk-mabukkan akan terjadi tanpa ada yang mengawasi.
4. Rumah Kaum Papa
Hunian liar menjadi tempat tinggal akhir bagi orang-orang yang gagal dan terbuang. Para janda, yatim piatu, orang tuli, bisu, buta, alkoholik, pecandu, dan sebagainya akan menemukan tempat kumuh sebagai satu-satunya tempat di mana mereka bisa tinggal.
5. Ketidakadilan, Tekanan, dan Eksploitasi
Dalam konteks ini, perbudakan dan pelacuran muncul. Mereka dieksploitasi. Politikus korup, para pemilik tanah, pengusaha, dan sejenisnya mencurangi mereka dan menciptakan kemiskinan menjadi semakin berat.
Panggilan Misi
Apakah hati kita tidak tersentuh dengan belas kasih seperti Guru Agung kita.
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:36-38)
Tugas Ke Depan
Amanat Agung memerintahkan kita untuk "memuridkan bangsa-bangsa". Kita memiliki mandat untuk juga membawa daerah kumuh itu di bawah kuasa Allah dan menuntun mereka kepada Kerajaan Surga.
Metode kita adalah mengabarkan Kabar Baik, mengajar mereka untuk taat pada Injil, dan mengembangkan gerakan pelayanan yang ada di persekutuan orang-orang miskin.
Kita harus percaya pada Tuhan akan adanya pertobatan, pemuridan, kepemimpinan dari daerah kumuh, persekutuan, dan sekolah Alkitab yang nantinya akan memengaruhi kehidupan ekonomi, sosial, dan politik daerah kumuh.
Campur Tangan Banyak Orang
Kerajaan Allah akan ada di antara orang miskin apabila ada orang-orang yang memohon kepada Tuhan "untuk menyampaikan Kabar Baik kepada orang-orang miskin" (Lukas 4:18).
Langkah pertama adalah membangun komunitas yang berkomitmen untuk mendoakan dan melayani kota, yang berkomitmen untuk:
a. berdoa setiap hari bagi orang miskin dan para pelayan Tuhan yang ada di antara mereka;
b. berpuasa secara rutin;
c. hidup sederhana; dan
d. memberikan waktu dan dana bagi kepentingan pelayanan untuk orang miskin.
Gaya Hidup Miskin
Langkah kedua adalah menjalankan panggilan menjadi pelayan inkarnasi di daerah kumuh; para pria dan wanita yang suka bekerja, berkorban, dan menderita, yang jiwanya terbakar oleh belas kasih, serta yang rela menjalani hidup miskin untuk mewartakan Kerajaan Allah bagi orang-orang miskin.
Membangun Gerakan Pemuridan
Keadaan kemiskinan yang sangat ekstrem memerlukan orang-orang yang bersedia berkomitmen untuk membangun gerakan pemuridan secara bertahap. Gereja pertama diawali dengan gerakan pemuridan selama enam tahun. Kemudian 15 sampai 20 tahun untuk membangun gerakan para petobat dan persekutuan.
Gerakan Orang Lokal
Setiap tim misionaris akan tinggal di salah satu area selama enam tahun -- waktu yang cukup untuk mendewasakan kepemimpinan tingkat pertama. Pada saat itu, semua, kecuali satu atau dua orang yang memiliki talenta memimpin pergerakan (mereka yang memiliki kemampuan di atas rata-rata untuk memahami, menginterpretasikan budaya, dan menjalin relasi di dalam ranah budaya tersebut), akan digabungkan ke dalam sebuah tim baru.
Setelah sepuluh tahun, diharapkan gereja-gereja yang telah dibangun oleh tim perintis akan sepenuhnya lepas dari kepemimpinan misionaris dan semua misionaris merintis tim baru lagi.
Tidak Bisa Tanpa Pengorbanan
Ada harga yang harus dibayar saat meninggalkan keluarga untuk tinggal dan melayani di daerah kumuh. Hal itu harus dipikirkan baik-baik dan diterima. Pelayanan ini mungkin cocok bagi pria atau wanita belum menikah, yang memilih untuk sendiri selama beberapa tahun. Pasangan muda mungkin menunda untuk memiliki anak sampai mereka mapan di daerah kumuh dan mengerti bagaimana bertahan terhadap kemiskinan, mabuk-mabukan, makanan, iklim, dan kebencian di daerah miskin.
Sikap Melayani
Yesus menjadi manusia dan tinggal di antara kita selama tiga puluh tahun untuk belajar tradisi dan kebudayaan kita. Kita harus meneladani-Nya. Komitmen seumur hidup melibatkan pembelajaran bahasa dan budaya. Seorang pelayan harus pergi dengan sejenis dedikasi untuk menjadi pelajar. Dengan mempelajari bahasa, maka komunikasi dapat terjadi dengan baik. Untuk itu, kita harus banyak meluangkan waktu bersama orang-orang miskin tersebut, dengan mendengarkan dan mempelajari bahasa dan budaya mereka.
Orang Kristen yang melayani di daerah miskin harus mengadopsi peran yang akan memampukan mereka mengomunikasikan Kabar Baik dengan cara yang alami. Kehidupan dan pelayanan Yesus memberikan teladan peran sebagai Teman, Pelajar, Perantara, dan Pembawa Cerita.
Untuk menjangkau orang miskin, seseorang harus menjadi miskin di antara orang miskin. Untuk itu, ada lima hal penting yang diperlukan untuk dapat bertahan dalam situasi itu.
Di luar itu, keluarga misionaris harus menghadapi dan mencari solusi untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan anak. Ada juga banyak tekanan saat harus melayani di tempat seperti itu. Jika ada kemauan, pasti ada jalan. Yang harus dilakukan adalah tetap mengingat bahwa Yesus telah datang untuk memberitakan Injil bagi kaum miskin serta mengosongkan diri-Nya dan menjadi Pelayan bagi sesama.
Penyembahan, doa, dan pendalaman Alkitab sangat diperlukan untuk menghadapi stres emosional bagi pelayan yang hidup bersama orang miskin.
Karya Roh Kudus
Mustahil melayani di daerah melarat dan penderitaan tanpa pengalaman lawatan Roh Kudus dalam kehidupan mereka. Pelayanan penyembuhan, berurusan dengan pekerjaan iblis, dan mukjizat adalah sesuatu yang normal dalam mengabarkan Injil bagi kaum miskin.
Transformasi Komunitas
Transformasi ekonomi seharusnya menjadi perhatian serius bagi pelayanan untuk orang miskin, karena ini adalah hal yang harus segera diatasi. Tidaklah cukup untuk menyelamatkan jiwa seseorang jika akhirnya lingkungannya memaksanya untuk kembali hidup dalam dosa.
Saat persekutuan antarorang percaya terbentuk, adalah tugas misionaris untuk memampukan mereka mengenali dan bagaimana memenuhi kebutuhan orang-orang miskin.
Salah satu masalah pokok adalah kurangnya pembelajaran keterampilan di daerah miskin. Kita harus memotivasi gereja dan badan kemanusiaan untuk menyediakan fasilitas pendukung untuk mengajar keterampilan bagi mereka.
Harus diupayakan adanya sekolah kejuruan, koperasi, dan pelatihan dalam manajemen keuangan untuk mencapai suatu komunitas yang stabil secara ekonomi. Tidak hanya itu, masalah penindasan, eksploitasi, dan ketidakadilan juga harus diperhatikan. Kita semua diperintahkan untuk berlaku adil (Mikha 6:8) dan membela hak orang miskin (Amsal 31:8-9). Perumahan adalah salah satu masalah yang memerlukan pemroklamiran Injil untuk para pejabat pemerintah agar bertobat dan mengajar mereka dasar alkitabiah pengembangan komunitas, perencanaan kota, kejujuran dalam membangun, dsb.
Dalam membela keadilan, kita mungkin sering kali terlibat dalam partai politik, tetapi kita telah berkomitmen untuk tidak menganut ideologi politik apapun kecuali keadilan dan kebenaran Kerajaan Allah. Sikap seperti itu mungkin akan berbahaya. Hikmat dan perhatian sangat dibutuhkan, tetapi penarikan diri dari kompleksitas kehidupan tidak seharusnya dilakukan oleh pelayan Tuhan.
Komunitas Pelayan
Panggilan gereja komunitas adalah mengirim pelayan dua per dua untuk membangun persekutuan di antara orang miskin. Idealnya, orang-orang melayani dalam sebuah tim yang terdiri dari 4 sampai 8 anggota, anggota lainnya adalah relawan. Setiap dua anggota dari tim-tim yang ada akan tinggal di daerah penghuni liar yang berbeda dalam kota, dan akan kembali setiap seminggu atau dua minggu sekali untuk bersama-sama melakukan penyembahan, pelatihan, dan berkumpul untuk saling berbagi dengan seluruh anggota tim.
Setiap tim memerlukan seorang pemimpin yang ahli dalam pelayanan dan pemahaman lintas budaya serta bijak.
Tidaklah bijaksana untuk masuk ke dalam suatu komunitas dengan kebersamaan yang terlalu erat/dekat karena stres akan meningkat cepat dalam konteks itu. Hal itu juga merintangi adaptasi dan inisiatif budaya. Karena itu, setiap pelayan akan dan harus memiliki keterampilan yang cukup untuk mengembangkan pelayanan yang independen, tetapi tetap menjaga saling ketergantungan antartim.
Misionaris potensial harus datang bersama terlebih dahulu ke ladang pelayanan untuk mengembangkan relasi, belajar bagaimana mempelajari bahasa dan budaya, dan mengembangkan pemahaman bersama tentang pelayanan bagi orang miskin. Beragam pendekatan akan berkembang karena adanya perbedaan kebutuhan dan talenta setiap orang.
Menempatkan Pengusaha
Fase pertama pelayanan adalah menempatkan pelajar, pengusaha, pengajar, dan tim pelayanan yang "mobile" di dekat daerah pelayanan. Diperlukan suatu kreativitas yang luar biasa untuk dapat mencari jalan masuk ke ladang pelayanan untuk waktu jangka panjang -- pelajar, pengusaha yang membangun industri kecil, karyawan multinasional, turis yang setiap tiga bulan harus meninggalkan negara untuk memperbaharui visanya, dan pekerja kemanusiaan (sosial).
Itu artinya kita memerlukan orang-orang yang tidak hanya ahli dalam pelayanan, tapi juga dalam profesi dan perdagangan. Itu artinya diperlukan orang-orang yang memilih hidup sendiri selama beberapa waktu, yang berkomitmen untuk masuk jauh ke dalam budaya dan secara konstan melayani.
Misionaris baru akan lebih baik jika ia adalah seorang pengusaha. Seorang pelayan yang dapat memfasilitasi, menciptakan etos, membantu dalam pelatihan, membantu mengembangkan kerja sama tim, dan memberikan arahan. (t/Dian)
Selamat terlibat dan melayani.
Diterjemahkan dan diringkas dari: | ||
Judul buku | : | A Strategy To Reach The Urban Poor Of The Third World`s Great Cities |
Penulis | : | Viv Grigg |
Penerbit | : | Lingua House, Pasadena |
Halaman | : | 3 -- 22 |
Pengantar
Kini, situs web sudah bukan lagi menjadi mainan orang-orang di negara Barat saja. Pemanfaatannya pun saat ini sudah semakin meluas. Situs web telah menjadi alat untuk menjangkau orang-orang yang belum terjangkau di seluruh dunia, termasuk mereka yang berada di negara-negara berkembang yang sering disebut sebagai negara-negara di Jendela 10/40. Ada kebutuhan yang sangat besar untuk menciptakan situs-situs penginjilan guna menjangkau mereka dengan cara yang efektif dan kontekstual, baik dalam bahasa Inggris, maupun bahasa-bahasa lainnya. Ini menjadi kesempatan luar biasa bagi organisasi penginjilan ataupun pribadi-pribadi, termasuk para pensiunan misionaris atau misionaris yang baru pulang dari ladang misi untuk dapat terus menjalin hubungan dengan orang-orang yang dilayani di lapangan.
Namun, yang terjadi sangatlah mengejutkan. Tidak banyak organisasi misi yang menggunakan internet sebagai alat penginjilan. Hampir semua kegunaan internet hanya untuk berkomunikasi dengan para mitra Kristennya atau dengan staf misinya sendiri. Harapan kami, tulisan di bawah ini dapat membuka wawasan para eksekutif di dunia misi untuk melihat betapa besarnya kesempatan yang tersedia bagi organisasi-organisasi misi, termasuk para misionaris, atau siapa pun, untuk terjun melayani penginjilan lewat dunia internet.
STRATEGI UNTUK MENJANGKAU JUTAAN ORANG
"Jika engkau akan membuat halaman penginjilan di sebuah situs, jangan tulis tentang Injil."
"Anda serius?"
Betul. Coba pikirkan, apa yang biasa dicari orang di internet? Hal-hal inilah yang mereka cari:
Jika Anda menulis sajian tentang jalan keselamatan dan kekristenan, maka tidak mungkin akan mencapai orang-orang yang belum mengenal Kristus, kecuali jika kita "memancing di tempat di mana mereka biasa memancing ...."
Strategi Jembatan: "Jadilah apa yang mereka cari."
"Pasang umpan sesuai dengan apa yang disukai ikan, bukan apa yang disukai si pemancing" (Hemingway).
Tulislah pada halaman-halaman situs Anda topik-topik sekuler seperti yang disebutkan di atas atau tentang kebutuhan-kebutuhan umum, dan Anda akan menemukan target Anda, yaitu orang-orang yang belum mengenal Kristus. Inilah yang disebut "Strategi Jembatan". Ada orang yang mungkin memakai sebutan lain, tapi artinya kurang lebih sama -- mengidentifikasi hal-hal nyata yang menarik orang- orang non-Kristen. Ini bukan berarti kita membuat halaman-halaman jebakan yang ternyata isinya tidak seperti yang seharusnya. Jika kita menulis halaman tentang bagaimana memperbaiki mobil VW, atau bagaimana beternak tikus, atau tentang penyanyi idola, halaman situs Anda harus betul-betul "membicarakan" topik tersebut. Topik tersebut harus berisi tulisan yang bermutu dan seinformatif mungkin, bahkan bisa ditambah dengan banyak tautan (link) menarik ke halaman-halaman lain yang membicarakan topik tersebut.
Bagaimana membangun "jembatan"
Ada banyak cara yang dapat dipakai untuk menarik orang "menyeberangi jembatan" ke halaman situs yang membicarakan tentang Injil.
Kesaksian Hidup Anda
Situs apa pun yang Anda buat, buatlah tautan untuk "bertemu dengan webmaster" atau untuk datang ke halaman "my story". Halaman ini bisa Anda gunakan untuk membagikan kesaksian Anda. (Tapi jangan sekali-kali menyebut halaman tersebut dengan istilah "kesaksian"; itu adalah jargon Kristen.) Pertama, ceritakan tentang diri Anda sendiri dulu; di mana Anda tinggal, apa yang Anda sukai, dan lain-lain. Lalu ceritakan kejadian-kejadian tertentu yang akhirnya mengubah seluruh pandangan hidup Anda. "Orang tertarik kepada orang." Orang yang membaca surat kabar biasanya selalu membuka halaman kisah-kisah yang berhubungan dengan manusia terlebih dahulu. Membuat rekaman audio singkat atau video klip juga dapat menambah minat mereka untuk berkunjung ke halaman kesaksian ini.
Tautan "Arti Hidup"
Di situs jenis apa pun, Anda bisa memasang tautan ke halaman "Apakah arti hidup?" atau "Menemukan kepuasan yang sejati". Ini tidak kelihatan seperti mengkhotbahi atau terlalu Kristen, namun dapat menunjukkan isi yang umum dan tidak terlalu "rohani".
Memaknai Perumpamaan
Yesus memakai cerita-cerita perumpamaan dengan memberikan berita/pesan sebagai cara utama Dia mengkomunikasikan Injil. Yesus tidak selalu menjelaskan apa artinya -- Dia justru membiarkan pendengar-Nya pergi dan berpikir! Apa pun topik situs Anda, Anda mungkin bisa menyisipkan satu halaman yang dapat memberikan suatu perumpamaan atau alegori tentang topik utamanya. Misalnya, situs tentang memperbaiki mobil VW dapat disisipi halaman yang memberikan kisah bahwa sebagaimana mobil tua membutuhkan mesin baru, kita juga membutuhkan sesuatu yang baru dalam hidup kita. Situs tentang bagaimana beternak tikus dapat disisipi halaman tentang bagaimana ibu tikus memelihara anak- anaknya, demikian juga Tuhan yang memerhatikan umat manusia. Anda dapat menciptakan sudut-sudut pandang seperti ini pada topik apa pun. Film, buku, atau musik dapat dengan mudah menerapkan pendekatan ini, karena sering kali film, buku, dan musik berisi makna hidup yang penulisnya sendiri tidak memikirkannya.
Menjelaskan tentang Injil
Sebenarnya, tidak selalu mudah menjelaskan esensi Injil di halaman situs, tapi paling tidak, perhatikan dulu beberapa hal berikut ini.
Gunakan bahasa yang mudah dan tidak "rohani".
Jelaskan bahwa Injil betul-betul gratis (kadang orang-orang non-Kristen tidak tahu tentang hal ini). Namun demikian, seimbangkan dengan kebenaran lain bahwa Injil bukan "kepercayaan yang murahan dan asal-asalan".
Tunjukkan bahwa Allah ingin mengasihi dan mendukung orang melalui masalah-masalah hidup -- namun tidak ada janji-janji yang otomatis untuk suatu kehidupan yang sehat dan makmur.
Untuk tindak lanjut, akan lebih baik jika Anda menyediakan tautan (link) ke situs lain yang memiliki halaman yang menjelaskan Injil dengan lebih lengkap daripada Anda harus membuat situs sendiri. Ada situs-situs yang pelayanan utamanya menyediakan sajian Injil yang cukup bermutu, yang bahkan disertai dengan sistem tindak lanjut bagi mereka yang betul-betul meresponsnya/ingin dilayani.
Ambillah cukup waktu untuk merencanakan dengan baik dan berdoalah untuk menemukan strategi yang jelas dan berfokus ketika Anda mempersiapkan diri untuk membuat suatu situs penginjilan. Situs yang terbaik adalah situs yang diawali dengan menyediakan banyak waktu untuk berdoa dan melakukan penelitian secara tersambung (online). (t/Yulia dan Dian)
Diterjemahkan dan diedit dari:
Nama situs | : | Brigada |
Judul artikel | : | Strategy to Reach Millions |
Penulis | : | tidak dicantumkan |
Alamat URL | : | http://www.teamexpansion.org/brigguy/today/articles/web-evangelism.html |
Catatan: jika Anda membutuhkan lebih banyak bahan untuk mengerti bagaimana menyiapkan sebuah pelayanan penginjilan tersambung (lewat situs), silakan berkunjung ke alamat situs di atas; ada banyak informasi yang bisa Anda dapatkan di sana.
Pelayanan remaja itu bervariasi bentuk dan ukurannya. Dari banyaknya pelayanan remaja yang efektif, tidak ada dua program yang sama persis, dan itu baik karena berarti tidak ada program yang sempurna.
Ada banyak cara untuk menjalankan sebuah program pelayanan remaja. Program yang Anda jalankan tergantung pada beberapa variabel. Seorang pelayan muda yang sangat spiritual akan berfokus pada pemuridan dan merancang program terbaik untuk mendukung fokus itu. Pelayan muda dengan kepribadian yang ramah dan karismatik mungkin akan lebih efektif jika merancang sebuah program yang berorientasi pada pelayanan.
Memilih Strategi
Sebelum Anda menentukan strategi pelayanannya, Anda perlu untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan penting berikut ini.
Apakah program kita memiliki tujuan-tujuan yang spesifik dan dapat diukur?
Kebanyakan dari program remaja yang ada tidak memiliki tujuan yang jelas selain dari pada memenuhi kesenangan mereka saja. Ini tidak cukup. Pertanyaan-pertanyaan berikut ini perlu ditanyakan di dalam setiap program:
Program remaja harus lebih dari sekadar tempat penitipan anak. Program tersebut seharusnya menjadi sebuah proses yang terstruktur dan fungsionil dan memiliki tujuan-tujuan yang spesifik dan membuahkan hasil yang dapat diukur.
Apakah kita menyiapkan para remaja untuk masa depan?
Sayangnya, kebanyakan program remaja hanya sekadar melindungi mereka dalam sebuah kepompong selama masa sekolah mereka. Program-program ini menawarkan banyak teman, kegiatan yang menyenangkan, dukungan, nasihat, konseling, dan semua hal lainnya kecuali ajaran Kristen yang baik, kokoh, dan yang akan terus mereka gunakan. Setelah lulus sekolah, mereka keluar dari gereja karena merasa tidak membutuhkan kepompong lagi. Program remaja yang baik adalah program yang secara terus-menerus menantang para remaja untuk melihat implikasi iman mereka dalam dunia nyata, lebih dari apa yang mereka ketahui saat ini.
Apakah kita memberi para remaja apa yang mereka butuhkan, tidak hanya apa yang mereka inginkan?
Sangatlah mudah untuk memberikan apa yang remaja inginkan. Dan, para remaja sering beranggapan bahwa apa yang mereka inginkan dan butuhkan adalah hal yang sama. Program remaja yang baik berusaha menyeimbangkan keinginan (agar tetap bersemangat) dan kebutuhan (agar bertumbuh) remaja, sehingga mereka termotivasi untuk bertumbuh dalam iman mereka.
Banyak program dimulai dengan sebuah program, baru kemudian melihat kebutuhannya. Itu adalah kebalikan dari apa yang seharusnya terjadi. Pepatah kuno, "cari kebutuhannya dan penuhi kebutuhan itu", seharusnya menjadi filosofi untuk setiap pelayanan remaja. Hal yang juga dapat menjadi masalah adalah bahwa para pemimpin mempunyai pikiran yang terpusat pada kebutuhan, sedangkan pikiran para remaja terpusat pada keinginan mereka. Seorang pembina remaja menyuruh murid-muridnya untuk menulis kebutuhan mereka dalam daftar. Inilah daftar yang mereka tulis: pergi ke Disneyland, BBQ di pantai, lomba "frisbee", pesta pizza, balap mobil, ski air, ski salju, studi Kitab Wahyu.
Semua itu tentunya bukan kebutuhan, tetapi keinginan; semua itu dapat memenuhi kebutuhan sosial, tetapi tidak kebutuhan spiritual. Para pembina remaja seharusnya melihat apa yang menjadi kebutuhan anak didiknya dalam kelompok tersebut dan dalam komunitas tempat mereka tinggal. Kebutuhan spiritual dalam kelompok dan juga kebutuhan mereka dalam masyarakat dapat terpenuhi oleh gereja mana pun yang meluangkan waktu untuk menyesuaikan kebutuhan dan program yang akan diadakan.
Lima Resep Program Pelayanan Remaja Yang Efektif
Pelayanan Terpusat Pada Individu (Individu-Sentris)
Para remaja ingin didengar, dikenal, dan dimengerti -- mereka ingin merasa dipentingkan. Pelayanan remaja yang terpusat pada program biasanya memperlakukan remaja sebagai penonton. Remaja akan merespons lebih baik pada pelayanan yang sifatnya terpusat pada individu yang fokus utamanya adalah para anak layannya, bukan pada programnya.
Dalam pelayanan yang terpusat pada individu, mereka yang melayani para remaja meluangkan waktu untuk bersama remaja satu demi satu. Untuk melayani para remaja secara individual tidaklah sulit. Berikut adalah tiga cara efektif untuk resep pelayanan yang terpusat pada individu.
Luangkan Waktu untuk Saling Mengenal
Dalam setahun, setidaknya Anda harus meluangkan waktu (lebih baik pada awal tahun, selama setengah jam sampai satu jam) dan menghabiskan waktu bersama setiap remaja dalam kelompok Anda untuk saling mengenal. Ajak mereka pergi makan di McDonald atau tempat lain yang membuat mereka nyaman; jangan di kantor Anda, rumah, atau gereja Anda. Momen ini bukanlah waktu untuk mengkhotbahi atau mengajar mereka, melainkan merupakan momen untuk mengenal lebih jauh orang yang Anda ajak bicara itu, sehingga mereka menyadari bahwa Anda peduli pada mereka.
Waktunya Menggembalakan
Anda sebagai pembina remaja -- mendapat gaji atau tidak -- adalah gembala bagi kelompok remaja Anda, yang tidak hanya membangun relasi dengan mereka, tetapi juga memandu dan membantu mengembangkan kehidupan rohani mereka. Anda harus berinisiatif untuk membicarakan hal-hal spiritual dengan mereka.
Konseling
Setiap pelayan anak remaja adalah seorang konselor. Meski bukan konselor profesional, tetapi Anda akan sewaktu-waktu diminta untuk memberikan konseling kepada anak-anak remaja di kelompok Anda. Statistik membuktikan bahwa seseorang yang sedang dalam krisis lebih cenderung datang pada kawan sebaya atau teman lainnya daripada kepada konselor profesional. Kebanyakan konseling adalah proses mendengarkan, dan pembina remaja mana pun pasti mampu untuk melakukannya.
Penting untuk setiap pembina remaja mendapatkan pelatihan konseling dasar. Semakin banyak waktu yang Anda luangkan untuk bersama dengan anak-anak, semakin banyak waktu yang terpakai untuk mendengarkan mereka dan membantu mereka melewati krisis masa remaja mereka.
Pelayanan Terpusat Pada Teman Sebaya (Teman-Sentris)
Perkembangan pelayanan anak remaja paling menggembirakan selama dua puluh tahun terakhir adalah pelayanan teman sebaya -- para remaja yang saling melayani. Dalam pelayanan ini, Anda harus mengizinkan mereka berpartisipasi dalam setiap aspek program pelayanan Anda. Berikut beberapa saran untuk menjalankan resep pelayanan ini:
1. Anak remaja seharusnya memiliki kesempatan untuk menggunakan karunia yang Tuhan telah berikan dalam program pelayanan Anda, tidak hanya duduk dan melihat saja.
2. Sediakan banyak aktivitas untuk kelompok kecil yang dapat mereka pakai untuk mendiskusikan pelajaran (tanpa orang dewasa atau dengan orang dewasa yang hanya mengamati) dan menghasilkan jawaban mereka sendiri.
3. Membuat jurnal dan menulis surat serta dapat memberikan kesempatan emas untuk terciptanya pelayanan teman sebaya.
Kini tidak ada alasan bagi pembina remaja untuk tidak menggunakan sumber daya terbaik dalam menjalankan program -- para remaja dalam kelompok. Mereka bisa terlibat dalam hampir segala aspek program tersebut dan biasanya mereka terlibat lebih efektif dibandingkan orang dewasa. Akan tetapi, mereka tidak selalu lebih efektif. Mereka bisa saja melakukan hal yang lebih buruk atau merusak pekerjaan, tetapi kegagalan adalah cara terbaik untuk belajar.
Pelayanan Terpusat Pada Tim (Tim-Sentris)
"Jikalau tidak ada pimpinan, jatuhlah bangsa, tetapi jikalau penasihat banyak, keselamatan ada." (Amsal 11:14)
Pelayanan remaja akan efektif apabila dipimpin oleh sebuah tim pemimpin, bukan hanya dipimpin oleh seorang pembina saja. Kita sering mendengar bahwa setelah seorang pembina meninggalkan sebuah program anak muda, program itu tidak berjalan lagi. Itu disebabkan karena mereka hanya tergantung pada karunia satu orang saja dan tidak ada keseimbangan dalam pelayanan. Salah satu kelebihan dalam pelayanan yang berorientasi pada tim adalah "stabilitas".
Kelebihan lain adalah diversifikasi atau pembagi-bagian. Pelayanan tim merupakan sebuah kelompok berisikan orang-orang dewasa yang memiliki usia, talenta, dan kekuatan yang beragam untuk melayani anak-anak dalam kelompok.
Kerja Tim Harus Diupayakan
Untuk menyatukan orang-orang dewasa dari berbagai latar belakang, akan membutuhkan waktu. Pelayanan tim perlu menyadari manfaat perbedaan dan bahwa sebuah tim tidak dapat berjalan apabila setiap orang dalam tim mencoba memaksa orang lain untuk menjadi seperti mereka. Tim pelayanan anak muda perlu dilandasi oleh perkataan Yesus berikut: "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yoh. 13:35). Saat para pembina remaja berkembang menjadi sebuah tim, kasih yang tercipta di antara mereka akan menjadi saksi bagi para remaja dalam kelompok tersebut.
Tahu Bagaimana Cara Merekrut Tim
Tugas tersulit di gereja adalah menemukan orang-orang yang mau melayani remaja. Kebanyakan orang dewasa menyadari pentingnya pelayanan untuk remaja, tetapi mereka tidak yakin mereka memiliki sesuatu yang dapat mereka berikan. Perekrutan adalah latihan iman yang tak berkesudahan. Tidak ada cara yang mudah untuk merekrut orang-orang dewasa, tetapi kami memiliki beberapa usul:
Minta salah satu staf penggembalaan gereja Anda untuk memberi daftar orang-orang yang mungkin dapat menjadi pembina remaja. Datangilah orang-orang yang ada di daftar itu dengan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang direkomendasikan oleh pemimpin gereja sehingga mereka lebih tergerak untuk membantu.
Tanyalah pada para remaja, siapa yang ingin mereka lihat sebagai pembina remaja. Kebanyakan orang dewasa enggan bekerja dengan remaja karena takut para remaja itu tidak suka dengan mereka. Jika anak-anak mengusulkan nama orang-orang tersebut, itu akan menyemangati mereka untuk menjadi sukarelawan.
Pelayanan Yang Terpusat Pada Isi (Isi-Sentris)
Apa yang Anda ingin remaja ketahui setelah mereka meninggalkan persekutuan mereka? Inti Injil adalah keyakinan bahwa iman Kristen itu benar. Berapa banyak dari kebenaran iu yang kita inginkan untuk diketahui oleh anak layan kita?
Menentukan Sasaran dan Tujuan
Pertama-tama, kumpulkan semua anggota tim pembina dan mulailah dengan pengertian bahwa mungkin tim Anda akan secara efektif melayani murid-murid selama dua tahun atau lebih. Dua tahun berarti 104 hari Minggu. Mintalah semua anggota tim untuk memikirkan pertanyaan ini: "Jika kita melayani remaja selama dua tahun, apa yang kita ingin mereka ketahui tentang iman mereka pada akhir masa dua tahun itu?" Berikut adalah sebagian daftar yang kita ingin agar remaja ketahui.
Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, asal-usul Alkitab, perbedaan antara terjemahan dan parafrase, dan proses kanonisasi Alkitab);
Gereja (pengertian Gereja, doktrin Alkitabiah gereja kita, kepercayaan gereja kita, kepercayaan yang dipercayai agama lain);
Doktrin (pengertiannya, doktrin yang dipercaya gereja kita, perbedaan doktrin mengenai sakramen baptis, perjamuan kudus, imamat, pertobatan, pengampunan);
Pernikahan (firman Tuhan mengenai pernikahan, perceraian, pisah sementara, pernikahan kedua kalinya, hidup bersama di luar pernikahan); dan
Orang tua (firman Tuhan tentang orang tua, arti menghormati orang tua).
Masih banyak sekali subjek lain (seks, etika, tanggung jawab, relasi, kemisikinan, misi dan pelayanan, Yesus). Apa pun daftar topik Anda, itu tidak menjadi masalah, asal Anda memiliki daftar hal-hal yang penting untuk disampaikan dan cara untuk menyampaikan semuanya itu.
Perencanaan
Lihatlah dua tahun tersebut sebagai 104 unit waktu. Ambillah kategori yang sudah Anda data tadi dan pecahkan menjadi beberapa unit. Setiap unit sebaiknya dibahas tidak lebih dari enam minggu, dan beberapa unit hanya dibahas selama satu atau dua minggu. Usahakan agar pada akhir dua tahun itu, Anda sudah membahas semua subjek beberapa kali secara bervariasi sehingga setiap anak kemungkinan akan pernah mendengarkan suatu subjek paling tidak sekali. Setelah Anda dan tim Anda mendata semua subjeknya, panjang setiap unit, dan urutan subjek yang hendak dibahas, lalu evaluasilah setiap subjek berdasarkan tiga kategori berikut:
Isi
Setiap area dari isi perlu ada informasi baru. Tidak cukup hanya sebatas menanyakan apa yang dipikirkan oleh remaja yang membuat mereka hanya mengutarakan sudut pandang mereka saja. Isi suatu program mungkin perlu berbentuk ceramah karena Anda mengungkapkan kepada remaja hal-hal seperti pendapat gereja, para pendiri gereja, para teolog, pemikir modern, filsuf, dan pendapat Alkitab.
Pengalaman
Sekarang kita memasuki bagian yang sulit. Anda harus memastikan supaya semua informasi yang telah Anda sampaikan itu dapat diterapkan dalam dunia nyata. Sebagai contoh, subjek yang dibicarakan adalah mengenai kematian dan ajal yang menjelang. Isi program Anda harus berisi kisah-kisah di Alkitab yang berhubungan dengan kematian, pandangan teolog dan filsuf, serta gagasan dari gereja dan para pendiri gereja. Kemudian Anda ajak para remaja mengunjungi rumah sakit anak-anak dan menemani saudara-saudari anak-anak yang menderita leukimia saat para penderita leukumia tersebut menjalani kemoterapi. Saat para remaja melihat semua itu, mereka akan mulai berjuang dengan pandangan mereka mengenai kematian.
Hubungan
Setelah pengalaman di rumah sakit, ajak mereka kembali ke gereja dan bentuklah kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan perasaan dan emosi mereka tentang pengalaman mereka mengenai kematian. Saat itu, anak-anak mendapat kesempatan nyata untuk saling melayani dan bersama-sama memperoleh pandangan Kristen tentang kematian.
Pelayanan Terpusat Pada Kristus (Kristus-Sentris)
Dalam Yohanes 1, Yohanes Pembaptis berkata, "Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan!" Ia mengerti akan peran seorang pemimpin. Tugas utama kita adalah untuk mengarahkan orang lain kepada Yesus, tidak hanya menjauhkan para remaja dari hal-hal buruk dan membimbing mereka dalam pertumbuhan masa remajanya. Peran kita adalah untuk meninggikan Yesus. Berikut adalah beberapa saran untuk membantu Anda mempertahankan pelayanan Anda agar tetap terfokus pada pribadi Yesus Kristus:
1. Pastikan kehidupan pribadi Anda terfokus pada Yesus.
Kenyataannya, para pelayan Tuhan sering kali menggunakan waktu untuk melayani sebagai pengganti waktu saat teduh. Mereka pikir, mereka sudah menggunakan waktu mereka untuk melakukan pekerjaan Kristus, jadi mereka tidak perlu menghabiskan waktu dengan Kristus. Tidak demikian. Jika kita melayani terus-menerus tanpa menyediakan waktu untuk saat teduh, lama-kelamaan kita akan melakukan pelayanan kita karena rutinitas, dan tenaga kita akan habis dan kita akan memfokuskan pelayanan tersebut pada kita sendiri atau pada program kita, bukan pada Yesus. Luangkan waktu untuk bersaat teduh, tidak perlu terlalu lama, tetapi yang penting rutin.
2. Jangan izinkan para remaja memuja Anda.
Ketika para remaja menemukan seorang yang mereka hormati dan mereka kagumi, mereka akan memuja-mujanya dan tidak ada orang lain yang dapat menyainginya. Mudah sekali bagi kita para pemimpin dewasa untuk membiarkan anak layan kita menghormati kita secara berlebih. Anda tidak bisa menghentikan orang yang akan memuja Anda dan tidak bisa membuat mereka tidak menyukai atau menghormati Anda, tetapi Anda dapat:
a. bagi peran dengan orang lain, sehingga Anda tidak menjadi satu-satunya orang yang membimbing anak-anak;
b. batasi waktu bersama dengan remaja untuk menunjukkan bahwa ada waktunya Anda tidak bisa bersama-sama dengan mereka; dan
c. izinkanlah anak-anak melihat keseharian Anda. Undanglah mereka ke rumah dalam acara informal (mengajak mereka membetulkan keran, misalnya) dan biarlah mereka melihat kehidupan Anda dengan istri dan anak Anda.
3. Teruslah tantang para remaja.
Para remaja suka berada di lingkungan yang tidak menuntut apa-apa dari mereka. Seperti orang lain, mereka merasa tidak nyaman apabila mereka berada di sekitar orang dewasa yang selalu mendorong mereka, yang selalu menantang mereka untuk bertumbuh. Pembina remaja yang baik membawa anak-anak ke dalam situasi-situasi yang membuat mereka perlu lebih banyak lagi mengandalkan Yesus.
4. Tetaplah fokus pada Yesus.
Mudah sekali mengisi program remaja dengan aktivitas-aktivitas dan ceramah-ceramah yang berkaitan dengan topik-topik zaman sekarang (seks, obat-obatan terlarang, dan orang tua). Mudah sekali untuk berbicara tentang topik-topik keagamaan (kedatangan-Nya yang kedua kalinya, akhir zaman), tetapi apakah kita terus kembali pada objek iman kita, Yesus Kristus? Bukan berarti setiap pertemuan akan diisi dengan bahasan mengenai Yesus secara langsung, namun harus ada kesadaran dari pembina remaja untuk menjaga agar setiap aktivitas dan pertemuan selalu ada dalam bayangan pribadi Kristus. (t/Hilda)
Diterjemahkan dan disunting dari: | ||
Judul buku | : | High School Ministry |
Judul asli artikel | : | A Strategy for High-school Ministry |
Penulis | : | Mike Yaconelli dan Jim Burns |
Penerbit | : | Zondervan Publishing House, Michigan 1986 |
Halaman | : | 103 -- 113 |
Saya bersama keluarga pindah ke Filipina pada tahun 1977 untuk mengoordinasi pelayanan konseling dan bimbingan lanjutan bagi pelayanan Metro Manila Billy Graham Crusade. Selama 6 bulan, siang dan malam, kegiatan lembaga pelayanan itu benar-benar menguras tenaga saya. "Sepanjang hidup saya, saya belum pernah melihat kamu bekerja sekeras ini," demikian kata istri saya.
Kami melatih lebih dari empat ribu konselor di 72 lokasi dengan menggunakan tiga macam bahasa. Kami membina 1.600 pemimpin Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) yang cakap untuk memimpin kelas-kelas pertumbuhan bagi mereka yang telah membuat keputusan untuk percaya atau menerima Kristus. Kami membuat kelompok yang diberi nama "Korps Rekan Kerja", yang terdiri dari orang-orang Filipina, dipimpin oleh seorang pelatih Para Navigator Internasional, Len McGrane, yang ditugaskan untuk membantu proyek ini. Len bersama rekan-rekannya, orang Filipina, bekerja siang malam selama 2 minggu untuk memproses 22.512 kartu keputusan, mengirimkannya kepada tiap-tiap nama, dan menujukannya kepada pendeta atau pun pemimpin KTB yang tepat.
Henry Holley bahkan bekerja lebih keras lagi dibandingkan kami semua. Meskipun ia bekerja di negara dan budaya yang asing baginya, ia tidak ada tandingannya dalam mengadakan sebuah persiapan kampanye penginjilan yang besar, di mana semua denominasi bisa bekerja sama. Setelah selesai bekerja sendirian selama belasan jam, seseorang bertanya kepadanya, "Henry, apakah yang mendorong Anda bekerja begitu rajin dan bersemangat?" Ia menjawab, "Ketika saya melihat banyak orang datang untuk mendengarkan Dr. Billy Graham berkhotbah, saya sudah bersukacita; dan ketika saya melihat orang banyak itu maju ke depan untuk menerima Kristus, saya lebih bersukacita lagi." Sangatlah menggetarkan hati melihat ribuan orang datang ke depan untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat mereka dalam kebaktian penginjilan massal. Tetapi, bagaimanakah halnya dengan penginjilan pribadi? Pernahkah Anda mengalami sukacita yang tak terkatakan ketika membimbing seseorang kepada Kristus?
Ketika masih remaja, saya pertama kalinya ditantang untuk melakukan pelayanan ini oleh salah seorang teman dekat saya, Tom Truett. Suatu hari, Tom, yang juga adalah seorang ahli pidato dalam tim debat sekolah kami, berkata kepada saya, "Hal yang paling mengasyikkan di seluruh dunia ini adalah memimpin 1 jiwa kepada Kristus!" Suatu pernyataan yang sungguh-sungguh menantang! Sebagai seorang remaja, saat itu saya berpikir dalam hati demikian: "Maksudmu, apakah pelayanan ini lebih mengasyikkan dan lebih hebat daripada jatuh cinta kepada seorang gadis?"
Meskipun saya sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan gereja, namun bertahun-tahun kehidupan saya berlalu tanpa pelayanan penginjilan pribadi. Pada saat itu, saya menjadi perwira penerbang muda di Angkatan Laut Amerika Serikat.
Pada suatu malam yang gelap dan berhujan lebat pada tahun 1943, saya menghentikan mobil Plymouth 1938 saya karena ada anggota Angkatan Laut yang akan menumpang. Ia melihat lencana penerbang dan seragam pilot saya. Ia mulai bercerita tentang kecelakaan pesawat terbang yang baru saja terjadi di dekat pangkalan udara militer dan memakan banyak korban yang meninggal dunia.
Apakah Anda tidak takut mati?" tanyanya.
"Tidak," jawab saya. "Jika pesawat jatuh, jiwa saya terangkat."
Kemudian, saya mulai mengutip ayat-ayat yang telah diajarkan Para Navigator kepada saya. Saya hanya membacakan ayat-ayat yang berkaitan dengan rencana keselamatan. Dalam kegelapan malam, sambil terus menyetir mobil, saya mengutip ayat-ayat hafalan tadi, dan hanya memberikan sedikit penjelasan di antara ayat-ayat yang saya kutip.
Setelah ayat yang keenam, yaitu ayat yang menyatakan tentang perlunya menerima Yesus di dalam hati agar menjadi seorang anak (Yohanes 1:12), saya berhenti sejenak. "Apakah saya akan memintanya supaya menerima Kristus sekarang?" pikir saya. Hati saya berdebar-debar keras seolah-olah saya dapat mendengarnya, tapi dengan seketika saya katakan, "Maukah dengan iman, Anda sekarang berdoa meminta kepada Yesus supaya masuk ke dalam hati Anda?"
Pada saat saya menunggu jawabannya, secara mental saya mencoba mengingat sebuah ayat untuk menangkis argumennya. Saya terkejut pada saat ia menjawab dengan singkat, "Ya." Mobil saya hentikan; dan ia berdoa meminta kepada Kristus supaya masuk dalam kehidupannya dan menyelamatkan jiwanya.
Membimbing orang tersebut kepada Kristus adalah lebih mengasyikkan daripada menukikkan pesawat pengebom dan melintas persis di atas laut. Satu kali saya telah mengalami sukacita besar dengan memenangkan jiwa ini, saya ingin mengatakan kepada mereka mengenai perlunya diselamatkan.
Pada minggu itu, saya berdoa secara pribadi bersama 3 orang pelayan yang memohon kepada Yesus supaya menyelamatkan mereka dari dosa dan memberi karunia hidup kekal. Lalu 40 tahun kemudian, saya berprofesi sebagai seorang misionaris. Sejak pengalaman peristiwa pertama itu, saya telah berdoa secara pribadi bersama banyak orang, kadang-kadang dengan menggunakan suatu bahasa Asia, untuk mengundang Kristus supaya masuk dalam hati mereka. Saya telah terlibat dalam pelayanan konseling ratusan pertemuan penginjilan yang diadakan oleh para penginjil, baik nasional maupun internasional.
Apakah hal ini menjadi basi atau kuno? Tidak pernah! Pada saat mengambil keputusan, bagaimanapun lelahnya, saya dapat merasakan denyut nadi dan jantung saya berdetak lebih cepat. Surga dan neraka terikat dalam peperangan. Roh Allah menembus masuk dalam banyak hati yang berada dalam kegelapan. Saya tidak pernah kehilangan sukacita mengalami kontak dengan Allah dan kekekalan yang terjadi pada saat seseorang dengan jelas lahir baru di depan mata saya. Perubahan ekspresi wajah, sinar terang di mata mereka, wajah yang berseri-seri pada orang yang menerima Kristus, membuat hati saya penuh dengan sukacita. Bukan saja hati saya: tetapi Yesus berkata: "Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (Lukas 15:10)
Melipatgandakan kehidupan merupakan satu di antara banyak sukacita besar bagi kita dalam dunia ini. Dalam sepanjang sejarah, kelahiran seorang bayi telah menjadi sumber sukacita besar dan rahim yang mandul dianggap nasib sial seseorang. Yang menghasilkan buah rohani menjadi seorang murid yang penuh sukacita. "Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh" (Yohanes 15:11). Tidak mengherankan, pahala yang akan Bapa berikan kepada siapa saja yang membawa orang lain menjadi keluarga-Nya disebut: Mahkota kemegahan! (1 Tesalonika 2:19).
Hikmat Memenangkan Jiwa
Beberapa orang dengan mudah berkata bahwa memenangkan jiwa bukan tanggung jawab kita, melainkan pekerjaan Roh Kudus. Memang benar, tidak seorang pun dapat lahir baru dalam Kristus kecuali oleh Roh Kudus, seperti yang dijelaskan Yesus kepada Nikodemus (Yohanes 3:3-6). Merupakan suatu kehormatan bahwa kita menjadi pemberita kabar sukacita. Alkitab mengatakan bahwa pekabaran Injil tidak hanya dilakukan oleh murid-murid Tuhan saja. "Pergilah ke seluruh dunia, dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk" (Markus 16:15). Alkitab dengan jelas memerintahkan kita semua untuk melakukan pekerjaan yang besar ini. Tentu saja, Yesus menjanjikan bahwa Ia akan bersama kita dan Roh Kudus akan memimpin kita pada saat kita menyampaikan kebenaran Injil.
Orang lain mungkin berkata, "Ya, kita akan menjadi saksi, tetapi kita tidak punya bagian dalam pertobatan jiwa seseorang!" Sekali lagi, Alkitab menunjukkan sebaliknya. Sesungguhnya, Rasul Yakobus menutup surat kirimannya dengan: "Barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa" (Yakobus 5:20). Amsal 11:30 lebih jelas mengatakan: "Siapa bijak mengambil hati orang."
Mengapa meluangkan waktu kreatif terbaik kita dalam usaha memenangkan jiwa-jiwa adalah bijaksana? Mari kita temukan jawaban pertanyaan itu dengan mempelajari Alkitab.
Wacana Perjanjian Baru
Allah telah berjanji untuk menghimpun pahala besar bagi mereka yang membawa orang-orang berdosa menuju jalan kebenaran. "Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya" (Daniel 12:3). Sebaliknya, jika kita tidak memperingatkan orang lain, kita bersalah karena pengabaian yang serius. Firman Allah tentang peringatan itu kuat (Yehezkiel 3:17-21 dan Amsal 24:11-12). Jika Anda tidak memperingatkan orang-orang jahat, mereka sesungguhnya akan mati di dalam dosa, tetapi darah mereka akan ditanggungkan kepada Anda.
Pengajaran Paulus
Rasul Paulus mendesak umat Kristen di Efesus supaya mempergunakan waktu "karena hari-hari ini adalah jahat", dan supaya berjalan dengan bijaksana sebagai suatu kesaksian terang rohani di depan mereka yang masih hidup di dalam kegelapan (Efesus 5:8-16). Ia mendorong orang-orang beriman di Korintus untuk bangkit dan mulai memproklamirkan kenyataan kebangkitan kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang Allah. Paulus menyalahkan keadaan yang menyedihkan berhubungan dengan kedagingan gereja orang-orang di Korintus (1 Korintus 15).
Pengajaran Yesus
Orang banyak itu ingin mengangkat Yesus sebagai Raja mereka sebab mereka telah dikenyangkan dengan ikan dan roti. Yesus berkata kepada mereka bahwa mereka bekerja untuk perkara yang keliru. "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu." (Yohanes 6:27)
Inilah pelajaran yang ada: Jangan pergunakan segala usaha Anda untuk memelihara tubuh karena tubuh akan mati. Pergunakan waktu Anda untuk memelihara sesuatu yang akan bertahan hidup selamanya, yaitu jiwa Anda.
Nilai 1 Jiwa Manusia
Kadang-kadang saya mendengar kritikan tentang sejumlah besar uang yang dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan penginjilan. Biasanya, jawaban saya adalah, "Ya, memang kegiatan itu memerlukan banyak uang. Tetapi sesuatu yang sangat bernilai didapatkan. Jiwa-jiwa datang kepada Kristus, yaitu umat yang akan hidup selamanya dan kehadiran-Nya yang ajaib."
Berapa nilai 1 jiwa manusia? 1 juta rupiah? 10 juta rupiah? 100 juta rupiah? Mungkin harga itu tergantung pada jiwa siapa yang kita bicarakan. Jika jiwa itu adalah seseorang di seberang jauh sana, pada sebuah negeri yang namanya sulit diucapkan, beberapa orang pengkritik mungkin tidak akan memberi nilai harga yang tinggi. Itu adalah pikiran yang keliru. Jiwa besar nilainya. Yesus berkata, "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Dengan kata lain, 1 jiwa bernilai lebih dari seluruh materi di dunia.
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:16). Allah mengorbankan Anak-Nya sendiri untuk menebus setiap jiwa manusia yang berharga itu.
Bijaksana bagi kita untuk memeriksa penggunaan waktu kita. Berapa banyak kerja kita diarahkan pada pemeliharaan tubuh? Berapa banyak waktu yang kita pergunakan pada sesuatu yang berkaitan dengan jiwa? Berapa banyak usaha dan waktu yang kita gunakan dalam upaya memenangkan jiwa-jiwa bagi Kristus? Pelipatgandaan rohani bermula dengan sukacita membawa seseorang kepada Kristus.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Pemuridan dengan Prinsip Timotius |
Judul asli buku | : | The Timothy Principle |
Penulis | : | Roy Robertson |
Penerjemah | : | Lee Randolph Robertson |
Penerbit | : | Yayasan ANDI, Yogyakarta 1995 |
Halaman | : | 69 -- 76 |
Kita mengukur harga sebuah harta terpendam dengan apa yang rela kita jual untuk membeli harta tersebut. Jika kita mau menjual semua milik kita, berarti kita menghargai harta itu dengan sangat tinggi. Namun, jika kita tidak akan menjual semuanya, berarti apa yang kita miliki lebih berharga. "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu" (Mat. 13:44). Tingkat pengorbanan dan besarnya sukacitanya menyiratkan harga yang ia patok untuk harta milik Allah. Kehilangan dan penderitaan, semuanya diterima dengan sukacita demi kerajaan Allah, menunjukkan bahwa supremasi Allah jelas lebih berharga di dunia daripada semua penyembahan dan doa.
Itulah mengapa kisah para misionaris yang dengan senang hati memberikan semua yang mereka miliki, telah membuat Allah lebih nyata dan berharga bagi kita semua. Selama hampir dua ratus tahun, dampak tersebut ada pada kehidupan Henry Martyn.
Henry Martin Menyerahkan Hidupnya kepada Allah
Ia lahir di Inggris pada tanggal 18 Februari 1781. Ayahnya yang kaya mengirimnya ke sekolah tata bahasa (begitulah sekolah itu disebut pada masa itu) yang berkualitas, kemudian ke Cambridge pada tahun 1797 saat ia berumur enam belas tahun. Empat tahun kemudian, ia menerima penghargaan tertinggi di bidang matematika. Setahun kemudian, ia merajai kompetisi penyusunan prosa dalam bahasa Latin.
Saat muda, ia memalingkan diri dari Tuhan dan selama masa-masa prestasi akademiknya, ia dikecewakan oleh mimpinya. "Saya memperoleh apa yang paling saya inginkan, tapi saya terkejut karena apa yang saya gengggam hanyalah bayangan." Harta dunia rusak dalam genggaman tangannya. Kematian ayahnya, doa saudara perempuannya, nasihat seorang pendeta beriman, dan buku harian David Brainerd, membuatnya menyerahkan hidupnya kepada Allah. Pada 1802, ia memutuskan untuk meninggalkan martabat dan kesenangannya dalam bidang akademik dan menjadi seorang misionaris. Itulah nilai pertama dalam hidupnya yang ia jual untuk menghargai kerajaan Allah.
Ia menjadi asisten Charles Simeon, seorang penginjil besar di Trinity Church di Cambridge, sampai kepergiannya ke India pada tanggal 17 Juli 1805. Ia melayani sebagai pendeta di perusahaan East India. Pada tanggal 16 Mei 1806, ia tiba di Kalkuta dan bertemu dengan William Carey pada hari pertamanya di sana.
Martyn adalah seorang Anglikan; sementara Carey adalah seorang Baptis. Terdapat ketegangan antara dua denominasi tersebut dalam hal penggunaan liturgi. Namun, saat itu Carey menulis, "Seorang pendeta muda, Saudara Martyn, yang baru saja tiba, yang memiliki semangat misionaris sejati .... Kami membicarakan hal yang baik bersama dan pergi ke gereja sebagai teman."
Selain melayani sebagai pendeta, tugas utama Martyn adalah sebagai penerjemah. Maret 1808 menandai masa dua tahunnya menerjemahkan bagian dari "Book of Common Prayer", sebuah uraian mengenai perumpamaan dan seluruh kitab Perjanjian Baru ke bahasa Hindustan.
Ia kemudian ditugaskan untuk mengawasi penerjemahan kitab Perjanjian Baru versi Persia. Terjemahan itu tidak terlalu diterima seperti yang lainnya, dan juga membuatnya jatuh sakit. Jadi, ia memutuskan untuk kembali ke Inggris untuk memulihkan diri. Ia kembali ke Inggris dengan jalur darat melalui Persia dengan harapan ia dapat merevisi terjemahannya selama dalam perjalanan.
Namun, sakitnya menjadi semakin parah sampai-sampai ia tak lagi sanggup melakukan pekerjaannya. Ia meninggal di tengah orang-orang asing di kota Tocat di Asiatic Turkey pada tanggal 16 Oktober 1812. Saat itu ia berumur 31 tahun.
Rasa Sakit Martyn yang Tersembunyi
Apa yang tidak dapat Anda lihat dalam gambaran mengenai kehidupan Martyn di atas adalah apa yang dirasakannya, yang membuat pencapaiannya begitu nyata dan berguna bagi banyak orang. Saya diyakinkan bahwa alasan mengapa "David Brainerd`s Life and Diary" dan "Henry Martyn`s Journal and Letters" begitu berpengaruh bagi misi adalah karena dua buku itu memaparkan kehidupan misionaris sebagai kehidupan peperangan dalam jiwa yang tiada hentinya, bukan kehidupan yang adem ayem. Penderitaan dan perjuangan yang ada dalam kehidupan mereka membuat kita merasa bahwa supremasi Allah adalah yang paling penting dalam hidup mereka.
Lihatlah perkataannya ketika berada di sebuah kapal menuju India:
"Ternyata sangat sulit untuk mencapai sesuatu yang ilahi. Aku lebih banyak tergoda dengan hasrat duniawi dalam dua tahun terakhir .... Mabuk laut dan bau kapal membuatku sangat menderita, dan kemungkinan akan kutinggalkannya kenyamanan dan saudara-saudara seiman di Inggris, menuju ke tempat antah-berantah, untuk memikul suatu penyakit dan penderitaan dengan orang-orang yang tak mengenal Tuhan selama berbulan-bulan, sangat membebaniku. Hatiku berada di ambang kehancuran."
Di antaranya terdapat kisah cinta. Martyn jatuh hati kepada Lydia Grenfell. Ia merasa bahwa tidak benar untuk mengajaknya serta jika ia tidak pergi terlebih dahulu dan membuktikan ketergantungannya akan Tuhan saja. Namun, dua bulan setelah ia sampai di India pada tanggal 30 Juli 1806, ia menulis surat untuk melamarnya dan memintanya datang menyusulnya.
Ia menunggu jawabnya selama lima belas bulan. Demikian jurnal tertanggal 24 Oktober 1807-nya tertulis:
"Bukan hari bahagia; akhirnya menerima surat dari Lydia, yang tidak mau datang menyusulku karena ibunya pasti tidak akan mengizinkannya. Pada awalnya, kesedihan dan kekecewaan menghempaskan jiwaku dalam kekacauan; tetapi perlahan, seiring surutnya kekacauan itu, mataku terbuka, dan aku pun memahaminya. Aku memahami keputusannya karena Allah tidak akan dimuliakan dan kita tidak akan mendapatkan berkat, jika ia tidak menaati kehendak ibunya."
Ia meraih penanya dan membalas surat itu hari itu juga:
"Meski hatiku dipenuhi dengan kesedihan dan kekecewaan, aku menulis surat ini bukan untuk menyalahkanmu. Kejujuran dalam segala tindak tandukmu menghindarkanmu dari kecaman .... Sulit sekali hatiku diatur -- sungguh suatu badai yang besar yang menggoyahkanku! Aku tak menyangka bahwa aku belum sepenuhnya menyerahkan diriku pada kehendak ilahi."
Selama lima tahun, ia merentangkan harapan akan adanya suatu perubahan. Surat demi surat terus-menerus mengaliri ribuan mil jarak antara India dan Inggris. Surat terakhir yang diketahui, ia tulis dua bulan sebelum ajal menjemputnya (28 Agustus 1812), ditujukan seperti biasa, kepada "Lydiaku tersayang". Tertulis:
Segera, kita tidak akan saling berkirim surat lagi; tapi aku percaya aku akan segera bersua denganmu. Salam kasih untuk saudara-saudara seiman.
Milikmu selamanya,
paling setia dan penuh kasih,
H. Martyn
Martyn tidak pernah melihatnya lagi. Namun, sekarat bukanlah hal yang paling membuatnya takut, tidak juga bertemu Lidya; itu bukanlah hal yang paling diinginkannya. Hasratnya adalah agar semua orang menyadari supremasi Kristus dalam segala kehidupan. Mendekati ajalnya, ia menulis, "Tak peduli aku mati atau hidup, biarlah Kristus dimuliakan melaluiku! Jika Ia memberiku sebuah mandat, aku tidak akan mati." Mandat Kristus untuk Martyn telah terlaksana. Dan ia telah melaksanakannya dengan baik. Rasa kehilangannya dan penderitaannya membuat supremasi Allah dalam hidupnya sangat kuat sepanjang masa.
"Ia Memintanya untuk Ikut dan Mati"
Penderitaan adalah panggilan bagi setiap orang percaya, khususnya bagi mereka yang Tuhan panggil untuk menjangkau orang-orang yang belum mengenal Yesus dengan Injil. Tulisan Dietrich Bonhoeffer benar-benar alkitabiah: "Salib bukanlah sebuah akhir mengerikan dari takut akan Allah dan hidup bahagia, melainkan merupakan titik awal persekutuan kita dengan Kristus. Saat Kristus memanggil seseorang, Ia memintanya untuk ikut dan mati." Kalimat itu adalah sebuah parafrase dari Markus 8:34, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Memikul salib dan mengikut Yesus berarti berjalan bersama Yesus menuju Kalvari dengan ketetapan hati untuk menderita dan mati bersama-Nya. Salib bukanlah sebuah beban yang harus dipikul, salib adalah sebuah alat penyiksa dan penjagal. Sama halnya ketika mengatakan, "Ambil kursi listrikmu dan ikuti aku ke ruang eksekusi." Atau: "Ambil pedang ini dan bawalah ke tempat pemenggalan." Atau: "Ambil tali ini dan bawa ke tiang gantungan."
Mengidap batuk-batuk dan memiliki pasangan temperamental yang diartikan sebagai pemikulan salib sama sekali bukan merupakan panggilan Kristus. Ia memanggil setiap orang percaya untuk "meninggalkan segala yang ia punya," dan untuk "membenci kehidupannya sendiri" (Lukas 14:33,26), dan menaati-Nya dengan penuh sukacita, tak peduli betapa pun besarnya rasa kehilangan yang ia alami di dunia. Mengikut Yesus berarti bahwa di mana pun kita taat, kita akan menerima pengkhianatan, penolakan, pemukulan, hinaan, penyaliban, dan kematian. Yesus menjamin bahwa jika kita selalu mengikut Dia ke Golgota setiap Jumat Agung dalam kehidupan kita, kita juga akan bangkit bersama-Nya pada hari Paskah yang terakhir. "... barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya" (Markus 8:35). "... barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal" (Yohanes 12:25). (t/Dian)
Diterjemahkan dari: | ||
Judul buku | : | Let the Nations be Glad; Supremacy of God in Missions |
Judul artikel | : | The Supremacy of God in Missions Through Suffering |
Penulis | : | John Piper |
Penerbit | : | Baker Books, Michigan 1993 |
Halaman | : | 71 -- 75 |
KITA TIDAK AKAN MENGETAHUI UNTUK APA DOA ITU SAMPAI KITA MENGETAHUI BAHWA HIDUP ADALAH PEPERANGAN
Hidup adalah peperangan. Memang tidak sepenuhnya, tapi selalu seperti itu. Penyebab utama lemahnya doa kita adalah sikap acuh kita terhadap kebenaran ini.
Doa merupakan sarana komunikasi utama selama masa perang bagi misi gereja karena melaluinya kita dapat melawan kuasa kegelapan dan ketidakpercayaan. Tidak heran kalau doa tidak berfungsi ketika kita berusaha menjadikannya interkom lokal untuk memanggil Ia yang ada di atas agar memberikan kenyamanan dalam hidup kita. Tuhan sudah memberikan doa sebagai sarana komunikasi semasa perang agar kita dapat memanggil pimpinan bila kita memerlukan sesuatu, selama kerajaan Kristus berkembang di dunia ini. Doa menjelaskan pentingnya kekuatan garis depan dan memuliakan Tuhan sebagai seorang Penyedia yang Mahakuasa. Ia yang memberikan kekuatan akan dimuliakan. Jadi, doa menjaga supremasi Tuhan dalam misi, sekaligus juga menghubungkan kita dengan anugerah yang tak terbatas untuk semua yang kita butuhkan.
HIDUP ADALAH PEPERANGAN
Ketika Paulus sampai pada akhir hidupnya, dalam 2 Timotius 4:7 ia mengatakan, "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." Dalam 1 Timotius 6:12 ia berkata pada Timotius, "Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil." Bagi Paulus, hidup adalah peperangan. Ya, ia juga menggunakan gambaran lain -- tanah, peserta pertandingan, keluarga, bangunan, gembala, dll. Paulus mencintai kedamaian. Namun, peperangan terlihat jelas karena salah satu senjata yang dipakai adalah Injil damai sejahtera (Efesus 6:15)! Ia memang seseorang yang memiliki sukacita berlimpah. Namun, sukacita ini biasanya adalah "sukacita dalam kesesakan" saat misi peperangan (Roma 5:3; 12:12; 2 Korintus 6:10; Filipi 2:17; Kolose 1:24; bandingkan 1 Petrus 1:6; 4:13).
Hidup adalah peperangan karena pemeliharaan iman dan perebutan hidup kekal adalah perjuangan yang tak putus-putusnya. Paulus menjelaskannya dalam 1 Tesalonika 3:5, bahwa Iblis berusaha menghancurkan iman kita. "Aku telah mengirim dia, supaya aku tahu tentang imanmu, karena aku khawatir kalau-kalau kamu telah dicobai oleh si penggoda dan kalau-kalau usaha kami menjadi sia-sia." Iblis menyerang iman orang-orang Kristen di Tesalonika, tujuannya adalah untuk membuat pekerjaan Paulus di sana menjadi sia-sia -- kosong dan hancur.
Paulus percaya bahwa orang-orang yang terpilih memperoleh perlindungan kekal ("dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya," Roma 8:30). Namun, orang-orang yang beroleh perlindungan kekal adalah mereka yang "meneguhkan panggilan dan pemilihan mereka" dengan "bertanding dalam pertandingan iman yang benar dan merebut hidup yang kekal" (2 Petrus 1:10; 1 Timotius 6:12). Yesus berkata, "Orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan diselamatkan." Dan Iblis selalu berusaha untuk menghancurkan iman kita.
Kata "berjuang" dalam 1 Timotius (kata "agonize", `menderita` berasal dari kata "agonizesthai") sering kali digunakan untuk menggambarkan kehidupan Kristen. Yesus berkata, "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat" (Lukas 13:24). Ibrani 4:11 mengatakan, "Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorang pun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga." Paulus mengibaratkan kehidupan Kristen seperti sebuah pertandingan dan berkata, "Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi" (1 Korintus 9:25). Ia menggambarkan pelayanan pengabaran dan pengajarannya seperti berikut, "Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku" (Kolose 1:29). Ia juga menyatakan bahwa doa adalah bagian dari pergumulan ini, "Epafras, ia seorang dari antaramu, hamba Kristus Yesus, yang selalu bergumul dalam doanya untuk kamu" (Kolose 4:12). "Bergumullah bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku" (Roma 15:30). Kata yang sama selalu muncul: berjuang.
Terkadang Paulus menjelaskan dengan istilah perjuangan yang lain, berkaitan dengan hidupnya yang penuh perjuangan. Ia mengatakan, "Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak" (1 Korintus 9:26-27). Ia berlomba, bertanding, dan berjuang melawan dirinya sendiri. Sehubungan dengan pelayanannya, ia mengatakan, "Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus" (2 Korintus 10:3-5).
Paulus mendorong Timotius untuk memandang keseluruhan pelayanannya sebagai suatu peperangan. "Tugas ini kuberikan kepadamu, Timotius anakku, sesuai dengan apa yang telah dinubuatkan tentang dirimu, supaya dikuatkan oleh nubuat itu engkau memperjuangkan perjuangan yang baik" (1 Timotius 1:18). "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya" (2 Timotius 2:4). Dengan kata lain, misi dan pelayanan adalah peperangan.
Barangkali perikop yang paling dikenal mengenai peperangan dalam hidup sehari-hari terdapat dalam Efesus 6:12-18, di mana Paulus membuat daftar "seluruh perlengkapan senjata Allah". Jangan lupakan arti keseluruhannya. Pengertian sederhana tentang perikop ini ialah bahwa hidup adalah peperangan. Paulus mengartikan hal ini dengan sederhana, lalu memberitahu kita bahwa jenis peperangannya "bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara. Sebab itu, ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah" (ay. 12-13).
Seluruh berkat yang berharga dalam hidup, yang tidak kita sangka sekalipun, ternyata dapat digunakan dalam peperangan. Jika kita mengetahui kebenaran, gunakanlah sebagai ikat pinggang. Jika kita memiliki keadilan, pasanglah sebagai baju zirah. Jika kita bersukacita karena Injil damai sejahtera, jadikanlah sebagai kasut. Jika kita bersandar pada janji-janji Tuhan, iman harus dikencangkan sebagai perisai untuk melindungi kita dari panah berapi. Jika kita bersukacita karena keselamatan kita, gunakanlah keselamatan itu sebagai ketopong. Dan jika kita mencintai firman Tuhan karena lebih manis daripada madu, gunakan firman Tuhan itu sebagai pedang. Sebenarnya, setiap berkat yang biasa diterima dalam hidup kristiani dimaksudkan untuk digunakan dalam peperangan. Hidup tidak terbagi menjadi dua, berperang dan tidak berperang. Hidup (seluruhnya) adalah peperangan.(t/Lanny)
Bahan diterjemahkan dari sumber:
Judul buku | : | Let The Nations Be Glad! (The Supremacy of God in Missions) |
Judul artikel asli | : | The Supremacy of God in Missions Through Prayer |
Penulis | : | John Piper |
Penerbit | : | Baker Books, Amerika, 1996 | Hal | : | 41 -- 44 |
Kekristenan yang sejati adalah suatu penyerahan diri seluruhnya dan sepenuhnya kepada Tuhan Yesus Kristus.
Juru Selamat kita tidak mencari pria maupun wanita yang hanya mau memberikan waktu luangnya pada malam hari atau waktu liburannya atau masa pensiunnya kepada-Nya. Sebaliknya, Ia mencari mereka yang mau menempatkan Dia pada tempat yang terutama di dalam kehidupan mereka. Sekarang ini Ia senantiasa mencari serombongan orang-orang yang tidak hanyut tanpa tujuan pada jalan-Nya. Ia mencari pribadi-pribadi, baik pria maupun wanita, yang bersedia mengikuti jalan-Nya.
Balasan yang setimpal dengan pengorbanan-Nya di Kalvari hanyalah penyerahan diri yang tanpa syarat. Kasih yang sangat mulia dan ilahi tak akan terbalas, terkecuali dengan penyerahan jiwa dan kehidupan; seluruh tubuh, jiwa, dan roh kita.
Tuhan Yesus menuntut hal-hal yang keras dan mengikat bagi mereka yang mau menjadi murid-Nya -- hal-hal yang sekarang diabaikan oleh karena kehidupan duniawi. Sering orang menganggap bahwa kekristenan itu hanyalah sebagai suatu kelepasan dari neraka dan garansi untuk masuk surga saja. Selain itu, kita merasa mempunyai hak untuk menikmati yang terbaik yang dapat diberikan dunia kepada kita. Kita mengetahui bahwa ada ayat-ayat tegas perihal menjadi murid di dalam Alkitab, tetapi sukar untuk menerapkannya ke dalam pikiran kita mengenai apakah kekristenan itu seyogianya.
Kita mengetahui fakta bahwa prajurit mengorbankan diri mereka karena alasan kepahlawanan. Juga tidak aneh, bahwa orang-orang komunis mengorbankan diri mereka karena alasan-alasan politik. Akan tetapi, kita sukar mengerti "darah, keringat, dan air mata" yang mencerminkan kehidupan seorang pengikut Kristus.
Namun, perkataan Tuhan Yesus cukup jelas. Tidak ada sedikit pun kelonggaran untuk salah pengertian jikalau kita menerima sebagaimana maknanya. Di bawah ini adalah syarat-syarat menjadi murid yang ditetapkan oleh Juru Selamat dunia.
Kasih yang sebulat-bulatnya kepada Yesus Kristus. "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku." (Lukas 14:26)
Hal ini tidak berarti kita harus membenci dan berseteru dengan keluarga kita, tetapi ini berarti bahwa kasih kita kepada Kristus harus lebih agung dan mulia. Sebenarnya yang paling sulit di dalam tuntutan ini adalah "bahkan nyawanya sendiri". Cinta diri sendiri adalah rintangan yang paling besar dalam menjadi murid. Nanti sesudah kita menyerahkan seluruh kehidupan kita kepada-Nya, barulah kita berada di tempat yang dikehendaki-Nya bagi kita.
Menyangkali diri sendiri. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24)
Menyangkali dirinya (denial of self) tidak sama dengan penyangkalan diri (self-denial). Yang terakhir itu berarti memantangi beberapa macam makanan tertentu dan kesukaan atau harta milik. Menyangkali dirinya berarti menaklukkan diri kepada Tuhan Yesus Kristus, sehingga kita tidak mempunyai hak dan kuasa lagi atas diri sendiri. Hal itu berarti diri kita turun dari takhtanya. Intinya ditekankan dalam perkataan Henry Martyn, yaitu: "Tuhan, biarlah saya tidak mempunyai kehendak apa-apa lagi dari diri saya sendiri, atau menganggap kesejahteraan sesungguhnya itu berasal dari lahiriah saja, tetapi supaya semuanya hanyalah sesuatu yang sesuai dengan kehendak-Mu."
"Pemenangku nan agung, Penghulu Ilahi, genggamlah tanganku. Kehendakku seluruhnya kuserahkan hanya kepada Engkau."
(H.G. Mottle)
Memikul salib. Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24)
Salib bukanlah suatu kelemahan jasmaniah atau penderitaan mental. Salib adalah suatu jalan sempit yang dipilih oleh seseorang menurut kehendak hatinya sendiri. Itu merupakan "suatu jalan di dalam dunia ini yang di mata dunia adalah memalukan dan dicela" (C.A. Coates). Salib melambangkan malu, penganiayaan, dan pencercaan yang dilemparkan oleh dunia ini ke atas Anak Allah, dan yang akan dilemparkannya juga kepada semua orang yang berani melawan arus dunia ini.
Penyerahan hidup sepenuhnya. Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24)
Untuk memahami arti firman Tuhan ini, maka kita perlu bertanya pada diri kita sendiri: "Apakah sifat kehidupan Tuhan Yesus itu?" Itu adalah suatu kehidupan menaati kehendak Allah. Itu suatu kehidupan yang dikuasai oleh Roh Kudus. Itu adalah suatu kehidupan yang penuh kesabaran dan penderitaan, sekalipun harus menghadapi perlakuan yang tidak pantas dari orang lain. Itu adalah suatu kehidupan penuh sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23). Untuk menjadi murid-murid-Nya, maka kita juga harus berjalan menurut teladan-Nya. Kita harus memperlihatkan buah yang sama dengan yang ditunjukkan oleh Kristus (Yohanes 15:8).
Kasih kepada sesama. "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." (Yohanes 13:35)
Ini adalah kasih yang menghormati orang lain lebih baik daripada dirinya sendiri. Itu adalah kasih yang menutupi kesalahan-kesalahan orang lain. Itu adalah kasih yang sabar dan murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (1 Korintus 13:4-7). Tanpa kasih ini, maka kemuridan itu akan menjadi ilmu kebatinan yang dingin dan tidak menyalahi hukum (legalistik) saja.
Berpegang teguh kepada perkataan Tuhan. Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku." (Yohanes 8:31)
Untuk menjadi murid yang sesungguhnya, kita harus memiliki keteguhan hati. "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah" (Lukas 9:62). Kristus menghendaki supaya mereka yang mau mengikut Dia harus berada dalam ketaatan.
Meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Dia. "Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku." (Lukas 14:33)
Ini adalah syarat yang paling tidak populer daripada syarat-syarat Kristen dalam hal menjadi murid, dan ternyata ini adalah ayat yang paling tidak disukai di dalam Alkitab. Para sarjana teologi dapat memberikan seribu macam alasan kepada Anda. Akan tetapi, murid-murid menerima perkataan Tuhan Yesus.
Apakah artinya meninggalkan segala sesuatu yang dipunyainya? Itu berarti meninggalkan semua kepunyaan kebendaan yang tidak mutlak perlu, dan mempergunakannya dalam penyebaran Injil. Orang yang meninggalkan semuanya tidak menjadi gelandangan, sebab ia harus bekerja keras untuk keperluannya dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya sendiri. Namun, karena menjadi murid itu adalah mendahulukan kepentingan Kristus, maka ia mempergunakan segala sesuatu yang melebihi keperluan utamanya untuk pekerjaan Tuhan, dan berharap kepada Tuhan untuk masanya yang akan datang. Di dalam mencari terlebih dahulu kerajaan Allah serta kebenaran-Nya, maka ia percaya bahwa ia tidak akan kekurangan makanan dan pakaian. Ia tidak dapat terus-menerus menambahkan persediaannya bilamana jiwa-jiwa lain sedang dalam keadaan tersesat tanpa Injil. Ia tidak akan membuang waktunya dan kehidupannya untuk mencari kekayaan pribadi. Ia mau menaati firman Tuhan mengenai jangan menyimpan kekayaan di dunia. Inilah tujuh syarat perihal menjadi murid Kristus itu.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buku | : | Murid Sejati |
Judul asli buku | : | Tidak dicantumkan |
Penulis | : | William MacDonald |
Penerjemah | : | Ev. Elisa M. Tumundo |
Penerbit | : | YAKIN, Surabaya |
Halaman | : | 1 -- 7 |
Banyak orang yang kembali ke negara asalnya, setelah tinggal di negara lain beberapa waktu, berpendapat bahwa mereka akan merasa "betah" lagi secara otomatis di negara mereka. Tetapi ternyata tidak selalu demikian. Bahkan, mereka sering merasa asing di negara sendiri dan menjadi tidak kerasan. Tanpa mereka sadari, timbul dalam diri mereka suatu sikap negatif terhadap budaya asalnya. Mereka mulai suka mengkritik, misalnya mengenai lalu lintas yang macet, orang-orang yang tidak mau antri, sistim komunikasi yang sering tidak lancar, dan lain sebagainya. Belum lagi masalah disiplin kerja atau kebersihan yang kurang mendapat perhatian. Mengapa hal ini dapat terjadi?
Setiap orang yang pernah meninggalkan budaya asalnya dan tinggal di negara yang budayanya berbeda, akan mengalami "guncangan budaya". Guncangan budaya ini akan dialami oleh orang-orang yang meninggalkan hal-hal yang biasanya mereka hadapi, dan kini menghadapi hal-hal yang baru. Mungkin Anda masih ingat saat pertama kali Anda harus mendaftarkan diri di universitas atau saat pertama kali Anda terpaksa minta tolong kepada orang lain untuk melakukan sesuatu yang tampaknya sangat sederhana. Atau Anda masih ingat saat Anda merindukan nasi dan bukannya hamburger, pizza, atau makanan asing lainnya. Karena Anda masih baru dan belum berpengalaman, semuanya itu dapat menyebabkan Anda stres.
Tetapi, lama-kelamaan Anda dapat menyesuaikan diri dengan budaya yang baru ini. Pendaftaran ulang di kampus tidak lagi menakutkan bagi Anda. Anda tidak perlu minta tolong kepada orang lain untuk sesuatu yang tadinya tidak dapat Anda lakukan. Bahkan Anda mulai menyukai makanan yang berbeda dengan makanan asal Anda. Dengan bertambahnya pengalaman, Anda tidak merasa takut atau malu lagi. Anda mulai menikmati kehidupan di negara yang baru ini. Ada banyak hal yang pada mulanya terasa aneh atau asing, sekarang menjadi biasa bagi Anda. Anda telah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Anda berubah!
Ketika Anda kembali ke Indonesia, tanpa Anda sadari Anda telah berubah. Anda merasa seperti orang yang berbeda dari saat Anda pertama kali berangkat. Budaya Anda yang baru telah memengaruhi Anda bukan hanya dalam hal yang positif, melainkan juga dalam hal yang negatif. Dan mungkin selama Anda berada di luar negeri, budaya Indonesia pun mengalami perubahan. Anda mengira bahwa Anda akan dapat menyesuaikan diri dengan cepat. Namun, Anda pasti terkejut! Dugaan Anda meleset. Anda merasa asing di negara Anda sendiri. Anda mulai merasa tertekan. Pengalaman ini disebut "reverse culture shock" (guncangan budaya yang membalik).
Pada waktu Anda kembali ke Indonesia, Anda mau tak mau menyesuaikan diri dengan situasi yang Anda hadapi. Anda harus berubah. Semakin lama Anda tinggal di luar negeri, semakin lambat biasanya proses penyesuaian ini. Namun, Anda tidak perlu khawatir karena Anda akan dapat mengatasinya.
Guncangan budaya yang membalik ini merupakan suatu pengalaman yang umumnya dialami oleh orang-orang yang pernah tinggal di luar negeri dan kemudian kembali ke negara asalnya. Guncangan ini tidak dapat dihindari atau Anda anggap sepele. Pada waktu Anda merasa siap menghadapi proses ini, pada waktu itu pula Anda mulai merasa frustrasi atau bersikap negatif. Bila Anda bersikap demikian, ingatlah bahwa ini terjadi karena guncangan budaya yang membalik. Dengan berlalunya waktu, guncangan ini akan hilang dengan sendirinya.
Berikut ini adalah sikap-sikap yang penting Anda miliki bila Anda ingin berhasil menyesuaikan diri dengan budaya Anda yang lama dengan cepat.
Hubungan Pribadi dengan Tuhan Menjadi Tawar dan Biasa
Anda kembali ke Indonesia dengan suatu visi untuk melayani Tuhan. Anda ingin dipakai oleh Tuhan dan terbeban untuk melihat kemuliaan-Nya dinyatakan melalui Anda. Yang menjadi masalah, sejak Anda tinggal lagi di Indonesia, visi ini sulit dilaksanakan. Visi yang begitu jelas sebelum Anda kembali, semakin lama semakin kabur dan mulai membuat Anda frustrasi. Bahkan jika Anda tidak berhati-hati, Anda bisa menjadi marah terhadap Tuhan. Mengapa hal ini dapat terjadi?
Pertama, banyak orang yang kembali dari luar negeri memiliki visi yang tidak realistis. Mereka bersikap terlalu ideal. Karena itu, cobalah membuat sasaran-sasaran yang realistis. Mintalah nasihat dari mereka yang pernah mengalami proses penyesuaian ini untuk mengetahui apakah visi Anda realistis atau tidak. Rasa kecewa dapat timbul karena tujuan yang tidak tercapai.
Kedua, visi ini akan menjadi kabur bila Anda selalu menyendiri atau bergaul dengan orang-orang yang memiliki visi yang berbeda dengan Anda. Anda perlu melibatkan diri dalam suatu persekutuan atau gereja yang dapat menolong Anda mengembangkan visi Anda. Bila Anda melakukannya seorang diri, Anda dapat "mati" secara rohani. Kita semua adalah anggota-anggota Tubuh Kristus. Kita saling membutuhkan. Janganlah menunggu sampai Anda diundang. Ambillah inisiatif dan carilah persekutuan atau gereja yang cocok dengan Anda yang akan menolong Anda bertumbuh dan melayani Tuhan.
Usahakan Anda tetap melakukan saat teduh secara teratur karena hal itu penting bagi Anda. Anda memerlukan makanan rohani dari firman Tuhan setiap hari, khususnya selama masa penyesuaian ini. Bila saat teduh Anda membosankan atau bahannya tidak cocok lagi bagi Anda, cobalah metode baru. Dengan menyediakan banyak waktu untuk membaca firman Tuhan, akan timbul keinginan untuk menyelidikinya lebih dalam lagi.
Kesepian karena Jauh dari Teman-Teman Lama dan Rindu akan Hal-Hal yang Ditinggalkan
Selama beberapa tahun terakhir, Anda mungkin bergaul erat dengan teman-teman yang baru. Tetapi ketika Anda kembali ke negara asal, Anda terpaksa meninggalkan mereka dan mulai membina hubungan dengan orang-orang yang baru, padahal teman-teman lama Anda ini sangat berarti bagi Anda.
Anda hendaknya menyadari bahwa Tuhan juga mampu memberikan pengganti mereka, sama seperti Tuhan telah memberikan teman-teman baru pada saat Anda pertama kali tiba di luar negeri, Ia juga akan memberikan teman-teman baru pada saat Anda berada kembali di Indonesia. Jadi, janganlah Anda menjauhkan diri dari pergaulan; berusahalah bergaul dengan banyak orang. Mungkin ada di antara mereka yang dangannya Anda dapat menjalin persahabatan. Beranikan diri Anda untuk masuk ke dalam pergaulan yang baru.
Bila Anda meninggalkan seorang kekasih di luar negeri, Anda akan sangat merindukannya. Perasaan ini wajar. Dengan mengirim surat atau menelepon, tekanan yang Anda rasakan akan berkurang. Yang penting Anda selalu menghubunginya. Bila Anda jarang menghubunginya, Anda akan cenderung berpikiran negatif. Anda mungkin mengira bahwa ia telah melupakan Anda; mungkin ia sedang mengalami musibah. Atau mungkin ia sudah menemukan kekasih yang baru. Prasangka-prasangka seperti ini dapat diatasi dengan mengadakan kontak dengan secara teratur.
Bila Anda bertemu dengan teman-teman yang juga pernah mengalami hal yang sama dengan Anda, ini dapat menolong Anda mengobati rasa rindu Anda. Berdoalah supaya Tuhan mempertemukan Anda dengan mereka. Dengan berbagi rasa, beban kita akan terasa lebih ringan. Satu hal lagi yang akan menolong Anda untuk menghilangkan rasa rindu adalah dengan pergi ke tempat-tempat yang serupa dengan tempat-tempat yang biasa Anda kunjungi di luar negeri. Misalnya, kalau Anda dulu sering bertemu dengan teman-teman Anda di McDonalds, maka sekarang kunjungilah tempat seperti itu dengan teman-teman Anda yang baru. Yang perlu diingat adalah carilah tempat atau ciptakan suasana serupa yang dapat menolong Anda mengingat semua hal yang telah Anda tinggalkan atau paling tidak yang dapat menghibur Anda.
Stres karena Kembali Tinggal dengan Keluarga Anda
Selama Anda tinggal di luar negeri, Anda mendapat kesempatan untuk hidup mandiri dan bebas mengatur hidup Anda sendiri. Tetapi sekarang Anda mungkin kembali tinggal dengan keluarga Anda. Mereka mungkin memperlakukan Anda seperti anak yang masih perlu diatur. Mereka masih ingat keadaan Anda sebelum berangkat ke luar negeri. Rupanya mereka pun perlu waktu untuk menyadari bahwa Anda sudah dewasa dan pernah hidup mandiri. Cobalah menerima kenyataan ini dan tunjukkan sikap kristiani kepada orang tua Anda kalau memang mereka memperlakukan Anda seperti anak yang belum dewasa.
Konsep privasi (keinginan untuk tidak diganggu) di Barat berbeda dengan di Indonesia. Jika Anda ingin sendirian dan tidak ingin diganggu, akan sulit bagi Anda untuk mencari tempat atau kesempatan. Di mana-mana ada orang. Bahkan orang yang sering ingin menyendiri dianggap tidak normal atau sombong. Keluarga Anda mungkin akan sulit mengerti mengapa Anda ingin menyendiri di kamar. Anda mau tak mau menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa Anda tidak akan memperoleh banyak waktu pribadi di sini.
Juga konsep kepemilikan di Barat berbeda dengan konsep kepemilikan di Indonesia. Mungkin anggota keluarga atau teman Anda akan meminjam barang-barang Anda tanpa lebih dulu permisi. Kadang-kadang barang-barang itu cukup lama baru dikembalikan, bahkan kadang-kadang dalam keadaan rusak. Jika Anda merasa terganggu, cobalah memberitahu si peminjam tentang perasaan Anda dengan sopan dan lemah lembut.
Juga jika Anda ingin melakukan saat teduh, membaca Alkitab atau buku rohani, mengikuti suatu persekutuan, keluarga Anda mungkin mencap Anda seorang yang fanatik. Sulit sekali bagi mereka untuk menerima cara hidup ini, sekalipun mereka adalah orang percaya. Anda harus mencoba untuk mengerti mereka dan tidak marah bila mereka bersikap demikian terhadap Anda.
Bicarakanlah masalah-masalah ini dengan keluarga, Anda secara baik-baik. Anda tidak perlu menyediakan waktu khusus untuk membahasnya secara tuntas. Berdoalah supaya Anda diberi kesempatan untuk menjelaskan kepada mereka apa yang Anda alami dan harapkan. Lama-kelamaan mereka akan mengerti cara hidup Anda dan menerima Anda apa adanya.
Stres karena Sakit-Penyakit
Anda juga harus menyesuaikan diri secara jasmani dengan keadaan di Indonesia. Makanan yang sudah lama tidak Anda makan, kini dapat Anda nikmati kembali dengan bebas. Karena semua makanan terasa enak, Anda mungkin makan terlalu banyak. Kalau Anda senang makanan yang pedas, hati-hatilah supaya Anda tidak memakannya terlalu banyak. Anda bisa sakit perut. Usahakan supaya Anda makan secukupnya. Sedikit demi sedikit tubuh Anda akan menyesuaikan diri dengan makanan yang sudah lama Anda tinggalkan.
Sistem pengobatan di sini pun dapat membuat Anda stres. Bila Anda harus disuntik, mungkin Anda merasa takut kena penyakit hepatitis (sakit kuning) atau penyakit AIDS karena mungkin jarum atau alat suntik (syringe) yang dipakai tidak steril. Anda dapat mengatasi rasa takut ini dengan menanyakan lebih dulu kualitas dokter-dokter yang akan Anda kunjungi pada waktu Anda sakit. Janganlah berharap sistem pengobatan di sini akan sama dengan di Barat. Bila Anda meragukan diagnosis atau pengobatan dokter tertentu, carilah dokter yang lain untuk memastikan penyakit Anda yang sesungguhnya. Dan jangan lupa berdoa kepada Tuhan supaya Ia menuntun Anda kepada dokter yang tepat. Juga percayakan diri Anda sepenuhnya kepada-Nya karena Tuhanlah yang dapat memberikan kesembuhan yang sempurna.
Stres karena Wabah Materialisme dan Konsumerisme
Sekarang Anda mulai menjalani kehidupan sebagai seorang yang dewasa. Anda memiliki pendapatan sendiri dan bertanggung jawab sepenuhnya di hadapan Tuhan untuk mengatur keuangan Anda secara benar. Stres juga dapat timbul selama proses penentuan standar hidup ini. Karena itu, Anda perlu bertanya kepada Tuhan agar Ia menolong Anda menentukan standar hidup yang tepat bagi seorang percaya sehingga Ia yang dimuliakan melalui kehidupan Anda.
Dua hal lain yang juga dapat membuat Anda stres adalah teman-teman dan masalah kemiskinan. Anda dapat menjadi stres melihat gaya hidup teman-teman Anda. Mereka memunyai mobil, sementara Anda belum memunyainya sama sekali. Anda merasa kekurangan terutama kalau Anda selalu minta diantar dan dijemput. Mereka mengenakan pakaian yang bagus-bagus, sedangkan pakaian Anda sendiri sudah tidak baru lagi dan ketinggalan zaman. Anda selalu merasa kekurangan karena Anda membandingkan diri Anda dengan mereka.
Filsafat dunia mulai memengaruhi gaya hidup Anda sehingga Anda tidak puas dengan apa yang Anda miliki. Anda terdorong untuk membeli segala sesuatu yang baru atau ingin memiliki lebih banyak lagi. Dunia ingin menciptakan suatu sikap hidup yang materialistis dan konsumtif dalam diri Anda. Ini menyebabkan Anda selalu mementingkan yang trendi dan mahal. Kalau Anda tidak memiliki ini dan itu, Anda merasa tidak dianggap oleh dunia ini. Tetapi ingatlah bahwa di mata Tuhan bukan keadaan seseorang yang akan menentukan apakah ia seorang yang baik dan berkenan di hadapan-Nya. Tuhan melihat hati kita (1 Samuel 16:7), bukan milik kita. Jadi, berusahalah menyenangkan hati Tuhan dan bukan manusia.
Masalah kemiskinan juga dapat membuat Anda bingung dan stres. Mungkin Anda bertanya, "Bagaimana seharusnya saya hidup di antara orang-orang yang pendapatannya tidak sebanyak yang saya miliki?" Ketika Anda makan di sebuah rumah makan, mungkin timbul rasa bersalah di hati Anda karena mengetahui bahwa banyak orang yang seharusnya dapat ditolong dengan uang Anda. Mungkin Anda bertanya-tanya bagaimana caranya menghadapi pengemis yang berkeliaran sambil meminta-minta.
Bila Anda menghadapi masalah-masalah seperti ini, mintalah nasihat dari orang-orang yang pernah mengalami hal yang sama. Juga adakan pemahaman Alkitab secara pribadi tentang kemiskinan dan sikap kita dalam menghadapi orang miskin, baik yang sudah percaya maupun yang belum percaya. Jangan lupa membahas tentang pemberian, misalnya berapa banyak dan kepada siapa Anda harus memberi.
Stres karena Pengaruh Gaya Hidup di Kota Besar
Pengaruh gaya hidup di kota besar, seperti Jakarta atau Surabaya, bila menyebabkan Anda stres. Masalah kepadatan penduduk, lalu lintas yang macet, sampah yang bertebaran di mana-mana, dan pelayanan yang cenderung lambat yang dulunya tidak mengganggu Anda, sekarang dapat membuat Anda merasa jengkel dan ingin marah.
Stres juga bila timbul jika Anda tidak tahu tempat-tempat untuk membeli atau mendapatkan apa yang Anda perlukan. Dan jika Anda memunyai pembantu atau supir, ini pun dapat menimbulkan masalah baru. Mengurus surat-surat yang baru dan memperpanjang surat-surat yang lama dapat membuat Anda stres karena Anda mungkin terpaksa bolak-balik ke kantor pemerintah.
Ingatlah selalu bahwa semua orang yang tinggal di kota besar mengalami hal yang sama. Memang orang-orang yang tinggal di kota kecil juga mengalami stres, tetapi mungkin masalahnya berbeda dengan yang dihadapi orang-orang yang tinggal di kota besar. Yang perlu Anda lakukan adalah tetap bergantung pada Allah dan meminta hikmat kepada-Nya supaya Anda dapat mengatasi masalah-masalah ini. Ada baiknya Anda bertanya kepada teman-teman Anda yang telah melewati masa penyesuaian ini. Percayalah, Anda pasti dapat mengatasinya dan dapat kembali menikmati kehidupan Anda seperti dulu.
Stres yang Menyebabkan Suatu Sikap yang Suka Mengkritik
Orang-orang yang baru kembali dari luar negeri sering mengkritik keadaan di sekitarnya. Sikap negatif ini dapat berkembang pada waktu mereka bertemu dengan orang-orang yang juga mengalami guncangan budaya yang membalik. Jika dibiarkan, sikap ini dapat menghalangi mereka dalam mempercepat proses penyesuaian diri dengan lingkungan mereka saat ini. Jadi, hati-hatilah supaya Anda tidak membiarkan sikap negatif itu menguasai Anda.
Ada orang yang berpendapat bahwa hal-hal yang sudah dikenal dan diketahui adalah yang terbaik. Bila mereka mengalami hal-hal yang baru, sering itu dianggap salah atau kurang cocok bagi mereka. Walaupun sikap yang demikian wajar, namun Anda jangan ikut-ikutan. Anda harus tetap memunyai pandangan yang berbeda. Anda hendaknya menyadari bahwa masa itu akan berlalu.
Yang Anda perlukan selama masa penyesuaian ini adalah sikap yang dewasa. Jangan biarkan sikap suka mengkritik berkembang dan meracuni diri Anda. Sebenarnya di mana pun Anda berada, Anda akan mengalami hal yang sama. Tidak ada tempat atau lingkungan yang sempurna. Selama Anda masih hidup di dunia ini, suka dan duka akan datang silih-berganti. Hanya di surga Anda akan menjumpai tempat tinggal yang sempurna.
Bila Anda bersikap jujur dengan diri Anda sendiri, Anda akan mengakui bahwa selama tinggal di luar negeri pun, Anda mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dan yang menyebabkan Anda tertekan. Karena itu, setiap kali Anda ingin memberi respons yang negatif, ulangilah kata-kata yang berikut ini, "Tidak ada yang salah, hanya berbeda." Mengucapkan kata-kata ini dapat menolong Anda mengendalikan diri sehingga Anda dapat melawan pikiran-pikiran yang negatif dan merusak.
Diambil dari:
Judul buku | : | Selamat Datang Kembali |
Judul artikel asli | : | Tantangan yang Akan Anda Hadapi |
Penulis | : | Tom Yeakley |
Penerbit | : | Yayasan Kalam hidup, Bandung 1993 |
Halaman | : | 9 -- 15 dan 18 -- 22 |
Apakah tujuan hidup ini? Menurut Katekisme Westminster, "Tujuan utama akhir hidup manusia adalah untuk menyenangkan Tuhan dan memuliakan-Nya selamanya." Roma 8:29 menyatakan bahwa kita ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya. Satu aspek tujuan hidup orang Kristen disimpulkan dalam satu ungkapan kuno, "imitatio Cristo" (tiruan Kristus).
Jika kita menerima hal itu sebagai tujuan hidup orang Kristen, lantas apakah tujuan pelayanan Kristen?
Yesus memerintahkan kita untuk memuridkan semua bangsa. Hal itu berarti menguatkan orang yang mengikut-Nya, belajar dari-Nya, dan berusaha menjadi seperti-Nya. Kolose 1:28 menyebutkan bahwa tujuan Paulus adalah "memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus". Untuk itulah dia berusaha keras "mengusahakan dan menggumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalamnya".
Efesus 5:27 menjelaskan bahwa Tuhan menghendaki kesempurnaan tersebut (atau beberapa terjemahan menyebutnya kedewasaan), bukan hanya untuk perseorangan, tapi untuk jemaat, "tanpa cacat atau kerut atau yang serupa dengan itu, supaya jemaat kudus dan tidak bercela". Sebab kita bertumbuh ke arah kesempurnaan di dalam Kristus ketika kita bertumbuh ke arah kesatuan dan kedewasaan dengan saudara-saudara kita.
"Tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, -- yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota -- menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (Efesus 4:15-16)
Tujuan hidup orang Kristen adalah kesempurnaan dan kedewasaan dalam keilahian. Tujuan pelayanan Kristen adalah kesempurnaan dan kedewasaan jemaat dalam kesatuan roh dengan Kristus.
Lantas, apa tujuan misi Kristen? Kita harus "pergi dan memuridkan semua bangsa" (Matius 28:18). Tujuannya bukan hanya mengutus misionaris ke ladang misi, untuk mendirikan gereja, dan untuk menghasilkan jemaat yang dewasa dan bertumbuh. Tujuannya adalah untuk menciptakan kegerakan gereja yang dewasa di tengah bangsa-bangsa.
Gereja -- Pernyataan Kristus
Yang disebut gereja adalah tubuh Kristus (jemaat), bukan hanya individunya. Belas kasihan, inkarnasi, keterlibatan, dan pernyataan pribadi tidaklah cukup. Kita harus terus berusaha sampai gereja berdiri di segala kota. Awalnya, keberadaan rasul di tengah-tengah orang miskin mungkin menginkarnasikan Kristus, namun gerejalah yang sepenuhnya merupakan inkarnasi Kristus -- tubuh-Nya. Seorang rasul menyatakan, tapi gerejalah yang setiap harinya memanifestasikan kerajaan serta kuasa Tuhan yang bangkit dan mengalahkan Iblis di kayu salib (Efesus 3:10).
Tapi, apakah yang dimaksud dengan "gereja"? Secara umum, gereja dipandang sebagai para penyembah Tuhan yang berkumpul bersama-sama di bawah satu ajaran. Masing-masing menggunakan karunia rohani dalam pelayanan, di bawah satu pimpinan yang sudah ditetapkan -- penatua, pendeta dan/atau diaken -- dalam beragam relasi yang terstruktur.
Komponen struktural jemaat, dalam pendidikan akademis, disebut sebagai teori "pertumbuhan jemaat". Berdasarkan sudut pandang struktur dan sosiologi pragmatis orang Amerika, teori tersebut telah mengembangkan beberapa konsep dan penelitian yang membantu. Dasar konseptualisasinya mencakup penginjilan, pemuridan, dan struktur gereja/jemaat.
Namun, seperti yang kita tahu, amanat Yesus adalah melakukan pemuridan yang menyeluruh dan relasional. Dari hal tersebut, dan dari inti pengajaran-Nya tentang Kerajaan Surga, konsep pertumbuhan gereja tanpa disadari semakin tercerai-berai. Komitmen Yesus, meski Dia memakainya, bukan pada struktur penginjilan atau pastoral. Komitmen-Nya adalah untuk mengasihi manusia, memperluas Kerajaan Allah. Komitmen-Nya bersifat menyeluruh.
Selama dekade terakhir, di antara kaum injili, sudah ada pemahaman yang terus berkembang akan peran Kerajaan Allah dalam teologi kita. Pertama, kita bergerak dari "misi Amanat Agung" menuju perspektif yang lebih menyeluruh dalam misi. Kemudian muncul satu pengertian baru tentang Kerajaan Allah sebagai konsep teologi yang lebih luas, yang mencakup berbagai macam komponen misi dan pelayanan. Konsep Kerajaan Allah yang luas ini memungkinkan terjadinya integrasi pemikiran karismatik ke dalam inti perspektif injili.
Tren teologi semacam ini tepat pada waktunya karena pada akhirnya tren itu memberi kaum injili sebuah teologi yang mampu bergulat dengan masalah kemelaratan dan kemiskinan, urbanisasi dan ketidakadilan, tanpa mengingkari inti penyataan Allah.
Kerajaan Allah -- Dasar Teologi Daerah Kumuh
Apakah Kerajaan Allah itu? Untuk memahami sifat gereja di daerah kumuh dengan efektif, kita harus melihat pada konsep Kerajaan Allah yang holistik, bukan hanya pada studi-studi pertumbuhan gereja yang struktural.
Yesus datang untuk memberitakan Kerajaan Allah. Tiga puluh tahun kemudian, kita mengenal Paulus di Roma yang juga mengajarkan tentang Kerajan Allah. Itulah tema inti Injil-Injil yang memberikan kepada kita sebuah perspektif penginjilan yang lebih menyeluruh daripada yang hanya menitikberatkan pada pertumbuhan gereja.
Pertumbuhan gereja bukanlah tujuan utama kita menyerahkan hidup kita. Kerajaan Allah adalah sasaran yang membebaskan kita untuk dapat terlibat dalam berbagai pelayanan. Kerajaan tersebut mencakup seluruh kehidupan kita. Teori pertumbuhan gereja hanya mencakup bagian kecil dari hidup kita.
Misi injili tradisional menitikberatkan pengajaran Injil, pemuridan, dan pembangunan jemaat di gereja. Konsep misi Kerajaan Allah melihat semua itu sebagai elemen inti dalam pola pelayanan holistik yang mencakup segala bidang kehidupan.
Apakah Kerajaan Allah Terpisah, Terlibat, atau Di Atas Daerah Kumuh?
Berdasarkan pemahaman teologi tentang hubungan Kerajaan Allah dengan budaya, kita mungkin mempertanyakan pendirian gereja di tengah-tengah masyarakat miskin.
Sebagai contoh, haruskah kita mendirikan Kerajaan Allah di daerah kumuh dengan memisahkan orang-orang percaya dari komunitas (seperti dalam konsep kerajaan Anabaptis, Baptis, Holiness, dan Pentakosta yang bertentangan dengan budaya)? Atau haruskah orang-orang percaya masuk di daerah kumuh dalam persekutuan yang berusaha merambah semua bidang kehidupan (menurut model transformasional Anglikan, Lutheran, dan Wesleyan)? Atau haruskah orang-orang percaya dianggap lebih superior daripada orang-orang yang tinggal di daerah kumuh? (seperti dalam model Kalvinis identifikasional-dominan)?
Kita tahu bahwa tidak satu pun model kerajaan atau gereja Barat tradisional yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan di daerah kumuh. Perpaduan konsep baru yang benar-benar berguna untuk pelayanan di daerah kumuh, sangat diperlukan. Model ini mungkin akan mengambil komponen-komponen dari setiap model di atas.
Dari Anabaptis, atau paradigma yang terpisah, kita menemukan komponen inkarnasi di antara orang-orang miskin, yang berdasarkan teologi Yesus sebagai teladan hidup kita.
Dari pengajaran Reformed, ada beberapa aspek teologi kerajaan moderat -- berbeda dengan Kalvinisme dogmatis -- yang memampukan kita menghadapi ketidakadilan dalam kota.
Dari teologi Pentakosta, kita belajar untuk melayani orang-orang miskin dalam kuasa Roh.
Dari struktur gereja Lutheran, Anglikan, dan Wesley, kita belajar tentang pentingnya struktur kepemimpinan otoriter dalam pelayanan untuk orang miskin.
Titik Fokus Pelayanan Terhadap Orang Miskin
Teologi Kerajaan Allah juga memperkirakan gaya pelayanan yang harus sentral dalam melayani masyarakat miskin. Ada banyak tindakan kristiani yang dapat kita lakukan dalam merespons buruknya keadaan di daerah kumuh. Mana yang paling strategis? Jawabannya tergantung pada kekuatan dan sumber daya gereja, serta tekanan hidup dan kemiskinan yang sedang dihadapi.
Determinasi Ekonomi Jika penyebab kemiskinan daerah kumuh adalah kekurangan ekonomi, kita mungkin dapat melayani dalam bentuk badan pengembangan Kristen. Belas kasihan bagi korban penindasan sering kali memunculkan respons ekonomi. Hal tersebut benar bagi Yesus, demikian juga bagi kita. Kita memberi bantuan. Menghubungkan belas kasihan kita dengan analisa struktur ekonomi masyarakat akan berujung pada respons pengembangan kristiani bagi orang-orang miskin. Ini adalah respons Kerajaan Surgawi dan merupakan sebuah upaya yang baik.
Determinasi Sosiologi Di sisi lain, jika kita menganggap kemiskinan disebabkan faktor sosial dan budaya, solusinya adalah mendirikan lebih banyak organisasi kemasyarakatan.
Teori yang sekarang ini ada untuk cara yang satu ini adalah memberdayakan orang-orang miskin -- memampukan mereka untuk memenuhi takdir mereka dengan mempelajari martabat dan kekuatan mereka sendiri, dan secara bertahap, mendapatkan hak mereka. Hal-hal itu bisa menjadi respons kerajaan yang bagus. Cara-cara tersebut sering ditekankan oleh kaum liberal dan teologi liberal, yang dengan akar alkitabiah yang tidak cukup, mudah terjerumus dalam filosofi Marxist. Ini bukanlah sebuah alasan bagi injili dan Pentakosta untuk mengabaikan masalah-masalah tersebut. Ini juga bukan alasan untuk meniru pengategorian mereka.
Determinasi Politik Banyak orang berpikir lebih jauh lagi; mengganggap bahwa kemelaratan disebabkan oleh sistem politik dan penyalahgunaan kekuasaan. Tergantung di mana Anda mulai berideologi, Anda mungkin memandangnya sebagai akibat dari eksploitasi kapitalisme dan perebutan kelas, pemerkosaan suatu bangsa secara multinasional, atau penyalahgunaan kekuasaan yang menjadi sifat Marxisme.
Untuk mengenali penindasan sebagai sebab dasar kemiskinan menyiratkan perlunya sebuah respons yang sesuai dari orang-orang Kristen. Untuk melihat efek penindasan kaum miskin memerlukan respons kerajaan. Injil sangat tegas dalam menekankan keadilan untuk kaum miskin.
Pelayanan Model Yesus Titik awal logis bagi orang Kristen adalah datang kepada Gurunya, yang adalah Kebenaran, Kebenaran yang hidup, dan karena itu mungkin memiliki jawaban terbaik untuk masalah-masalah yang ada. Bagaimanakah Yesus merespons kemiskinan kota?
Pertama, Dia masuk dalam kemiskinan. Dia menyatakan diri-Nya di daerah miskin. Dia menjadi salah satu orang miskin yang tertindas.
Kedua, Dia memandang transformasi rohani sebagai sesuatu yang utama.
Ketiga, Dia memiliki pemikiran yang lebih bersifat jangka panjang daripada kita. Dia lebih mementingkan Kerajaan Surgawi -- bukan pertumbuhan ekonomi, sosial, atau politik. Bagi Yesus, pertumbuhan ekonomi adalah hasil dari penyataan dan penyerahan diri kepada Raja. Di mata-Nya, pertobatan dan pemuridan lebih penting daripada pendekatan berdasarkan perubahan politik.
Pada saat yang sama, Dia memperjelas bahwa Kerajaan Surgawi sering kali mengenai ekonomi, politik, dan sosiologi. Kerajaan-Nya bersifat rohani, namun melibatkan masyarakat baru, pola ekonomi baru, dan memiliki filosofi politik ke pelayanan. Perkembangan kepemimpinan menjadi inti pelayanan-Nya. Namun yang dimaksud pengembangan kepemimpinan di sini adalah pengembangan kepemimpinan yang elemen-elemennya tetap berada pada pelayanan spiritual.
Untuk itu, nampaknya tepat jika kita berfokus pada penginjilan yang diikuti dengan pemuridan dan pembentukan kelompok sosial petobat baru. Ini dikenal sebagai perintisan gereja.
Jika kita ingin berkonfrontasi secara rohani dengan para pemerintah dan penguasa, kita juga harus fokus pada perintisan gereja karena kurangnya gereja di daerah kumuh berarti kurangnya dasar etis untuk menghadirkan perubahan politik. Jika kita memiliki niat untuk menegakkan keadilan bagi orang-orang miskin, kita semestinya berfokus pada perintisan gereja karena gerakan yang signifikan di antara orang-orang miskin biasanya memengaruhi perubahan sosial dan politik.
Menariknya, apa pun masing-masing penekanannya, beberapa solusi sosiologi adalah sesuatu yang umum bagi keempat pilihan di atas. Baik organisasi ekonomi, politik, atau religius, kunci untuk mengubah orang miskin adalah pelipatgandaan organisasi-organisasi kecil. Secara ekonomi, hal tersebut adalah pelipatgandaan usaha kecil. Secara politik, pelipatgandaan ini adalah pergerakan kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan kader yang berkomitmen. Secara rohani, merupakan pelipatgandaan jemaat atau persekutuan kecil yang bersatu dalam jaringan kegerakan. Semuanya itu membantu orang-orang miskin, memampukan mereka untuk mulai menentukan nasib mereka sendiri. (t/Setyo)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Cry of The Urban Poor |
Judul asli artikel | : | Biblical Theology for Poor People's Churches |
Penulis | : | Viv Grigg |
Penerbit | : | Marc Publication, California 1992 |
Halaman | : | 155 -- 162 |
A. "Tokoh Yesus Kristus" dalam Hubungannya dengan Penginjilan
Tidak dapat disangsikan bahwa "janji penyelamatan Allah" dalam Kejadian 3:15 "melalui seorang pengantara" (Mediator) yang adalah juga "Mesias" (Kristus yang diurapi) telah terbukti di dalam diri Yesus Kristus (Galatia 4:4). Ini ditegaskan pula dalam Bilangan 23:19 yang dengan tegas berkata bahwa Allah yang telah "berjanji itu, Dia pasti menggenapi-Nya", dan segala perjanjian yang telah dirancang-Nya secara pasti, Dia sendiri telah menggenapi-Nya (Yesaya 46:9-10 -- bandingkan Yesaya 46:3,5; Roma 1:2-4), dan janji Mesias (Kejadian 3:15) telah digenapi-Nya dalam Yesus Kristus. Perhatikan hal-hal berikut:
Ayat-ayat yang menekankan, hubungan nubuat Mesianik tentang Yesus Kristus: Matius 5:17; 13:14; 11:10; 21:42; 26:56; Markus 13:26; Lukas 24:27; 4:20-21; 22:37; Yohanes 5:39,40,46,47; 15:25.
Ayat-ayat yang menekankan, bahwa nubuat Mesianik itu dipenuhi di dalam Yesus Kristus: Matius 2:4-6; Markus 13:26; 7:13-14; Lukas 4:20-21; 22:37; Yohanes 15:25; Kisah Para Rasul 3:18; 10:43; 13:29; 17:2-3; 1 Korintus 15:3-4; Roma 1:2; 1 Petrus 2:5-6.
Perbandingan tegas atas beberapa bagian Alkitab dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru akan membuktikan kebenaran ini, antara lain:
Kejadian 3:15; Galatia 4:4; Matius 1:20 -- benih seorang perempuan.
Yesaya 7:14; Matius 1:18,24,25; Lukas 1:26-35 -- Kelahiran dari seorang perawan.
Mazmur 2:7; Matius 3:17 -- sebutan "Anak Allah".
Kejadian 22:28; Matius 1:1; Galatia 3:16 -- Anak Abraham.
Kejadian 21:12; Lukas 3:23-34; Matius 1:2 -- Anak Ishak.
Bilangan 24:17; Kejadian 35:10-12; Lukas 3:23,34; Matius 1:2; Lukas 1:33 -- Anak Yakub.
Kejadian 49:10; Mikha 5:1-12; Lukas 3:23,33; Matius 1:2; Ibrani 7:19 -- suku Yehuda.
Yeremia 23:5; Lukas 3:23,31; Roma 1:3 -- Keturunan Daud.
Mikha 5:1-2; Yesaya 9:6,7,41; 49:6; 48:12; Mazmur 102:25; Amsal 8:22-23; Kolose 1:17; Yohanes 1:1-2; 8:58; 17:5,24; Wahyu 1:17; 2:8; 22:13 -- keadaan Yesus sebelum inkarnasi.
Mikha 5:1-2; Matius 2:1; Lukas 2:4-7; Matius 2:4-8 -- kelahiran di Betlehem.
Yesaya 7:14; Matius 1:23, Lukas 7:16 -- Yesus Immanuel.
Jabatan Yesus Kristus: Nabi (Ulangan 18:18; Matius 21:11; Lukas 7:16; Yohanes 4:19; 6:14; 7:40), Imam (Mazmur 110:19; Ibrani 3:1; 5:5,6), Hakim (Yesaya 33:22; Yohanes 5:30; 1 Timotius 4:1), Raja (Mazmur 2:6; Zakharia 9:9; Yeremia 23:5; Matius 27:37; 21:5; Yohanes 18:33-38, Tuhan (Mazmur 110:1; Yeremia 23:6; Lukas 2:11; 20:41-44)
Mazmur 22:16; Zakharia 12:10; Yesaya 53:1-12 -- Pengorbanan Yesus. Lukas 23:33; Yohanes 20:25; Matius 27:38; Markus 15:27-28 -- Yesus yang di salib bersama penyamun dan tangannya tertusuk paku. Mazmur 34:20; Yohanes 19:33 -- bahwa tulangnya tidak dipatahkan. Zakharia 12:10; Yohanes 19:34 -- rusuk-Nya yang tertikam. Yesaya 53:9; Matius 27:57-60 -- penguburan-Nya. Mazmur 16:10; 30:3; 41:10; 118:17; Kisah Para Rasul 2:31; 13:33; Lukas 24:46; Markus 16:6; Matius 28:6 -- Yesus bangkit dari kematian. Mazmur 68:18; Kisah Para Rasul 1:9 -- kenaikan-Nya ke surga.
Dari semua gambaran Alkitab di atas, terbukti bahwa Yesus Kristus adalah tokoh pusat yang menjadi dasar tumpu dan dinamika bagi pelaksanaan penginjilan dan penggenapan bagi tujuan akhir penginjilan.
B. Falsafah dasar Yesus Kristus tentang Penginjilan
Falsafah dasar Yesus Kristus tentang Penginjilan, sebenarnya berkisar pada pemahaman tentang diri-Nya dan misi-Nya. Rentetan pemahaman tentang pribadi Yesus dan misi-Nya dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini:
Yesus melihat diri-Nya sebagai "Pemberita Yang Diurapi Allah" (Pemberita Mesias) dengan tugas Mesianik (Lukas 4:18) yang datang untuk melakukan pekerjaan sebagai Imam Raja, Imam Besar (Pemberi berkat); Imam -- yang mengorbankan diri sebagai korban. Tugas Mesianik ini berhubungan dengan pekerjaan penebusan, yang telah dikhususkan untuk itu. Dari pihak Allah, Ia adalah korban anugerah untuk menebus manusia berdosa, sedangkan dari pihak manusia Ia adalah korban pengganti, yaitu mengambil tempat dalam wujud sebagai manusia. Dia dikutuk dan dihukum untuk menggantikan manusia (1 Petrus 2:22-24 -- bandingkan Yesaya 53). Inilah inti berita Injil(1 Yohanes 4:10).
Yesus melihat diri-Nya sebagai "Pemberita yang diutus" dengan suatu berita (Pemberita Rasul/Apostle) dengan tugas Kerasulan/apostolik. Lukas 4:19, berbicara tentang tugas misioner/penginjilan. Tugas ini menyangkut "datang sebagai utusan Allah" dengan "Karya Pembebasan", yaitu pembebasan dalam segala bidang atau pembebasan total. Bila Yesus membebaskan, maka Ia membebaskan secara total, yaitu meliputi segi materi dan non materi manusia dari kuasa dosa (Galatia 5:1). Jadi, berita pembebasan Yesus harus bekerja dalam segala bidang. Pembebasan rohani adalah kunci dalam pembebasan di segala segi kehidupan. Semua yang telah dibebaskan akan hidup dalam rahmat Tuhan (Yohanes 17:18).
Yesus melihat diri-Nya sebagai Penyataan Kerajaan/Pemerintahan Allah. Di sini, Ia melihat diri-Nya sebagai "tanda" bagi manifestasi kerajaan itu (Lukas 17:20-21).
Kehadiran Yesus di bumi adalah sebagai "tanda" bahwa kerajaan Allah memulai babak pembebasan dan penguasaan-Nya secara baru di bumi (Matius 16:21-28; Markus 8:31 -- 9:1; Lukas 9:22-27). Dengan demikian, berita penginjilan adalah berita "Kerajaan Allah", berita yang berkisar pada Alkitab; berita sekitar pribadi Yesus Kristus, dan berita Kristologis. Berita pembebasan ini bertumpu pada pribadi Yesus Kristus dan dimensinya bergerak pada batas yang berikut:
Penyataan Kerajaan Allah adalah penyataan pembebasan Kristus yang membebaskan manusia dari kuasa dosa. Yohanes Pembaptis menyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu" (Markus 1:4), dan Yesus Kristus menyerukan: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil" (Markus 1:15). Yohanes dan Yesus memberitakan berita kerajaan itu yang dapat dibuktikan sebagai "menyatakan diri" dalam pertobatan.
Dalam pertobatan, Allah membebaskan para petobat itu dari dosa dan mengklaim kekuasaan pemerintahan-Nya atas mereka yang telah dibebaskan itu. Dalam penginjilan berita "Kerajaan Allah" datang dalam kuasa pembebasan yang diwujudkan melalui "pertobatan". Pertobatan (berita kerajaan) harus mendapat tempat dalam tugas penginjilan itu.
Penyataan Kerajaan Allah adalah Penyataan Pembebasan Allah yang menekankan pada "kewajiban taat" dari mereka yang telah dibebaskan. Hal ini dapat diungkapkan dalam cara:
Menyambut Kerajaan Allah -- datanglah kerajaan-Mu. Orang yang telah dibebaskan akan menggunakan kebebasan untuk memberikan kesempatan kepada Allah memerintah atas hidupnya (Matius 6:10).
"Menyaksikan" kuasa kerajaan Allah itu bekerja (Matius 6:13) yaitu dalam pengudusan, pengampunan, kecukupan kebutuhan sehari-hari, kerelaan mengampuni, bertahan terhadap pencobaan atau kejahatan (Matius 6:9-13).
Membuktikan "kuasa kerajaan Allah" dalam pengalaman dan sikap hidup, yaitu dengan bertanggung jawab memberikan prioritas kepada-Nya (Matius 6:33). Kuasa Kerajaan Allah itu akan terbukti bekerja hari ini dan di sini, menjawab tantangan hari ini dalam segala segi kehidupan serta menjadi landasan bagi pembebasan hari esok yang merupakan rahasia bagi manusia. Dengan demikian, penginjilan dalam falsafah Yesus jelas berkisar pada diri-Nya sendiri (Kristologi), dan dinyatakan dalam pekerjaan-Nya sebagai Mesias dengan karya penebusan-Nya, sebagai Rasul dalam karya pembebasan-Nya, dan kuasa kerajaan Allah dengan kedaulatan pemerintahan-Nya yang penuh berkat.
Diambil dari:
Judul buku | : | Penginjilan Masa Kini |
Penulis | : | Y. Tomatala M.DIV., M.I.S. |
Penerbit | : | Gandum Mas, Malang 1988 |
Halaman | : | 38 -- 42 |
Artikel berikut ini diambil dari bahan yang ditulis oleh Rev. Keith Garner di situs Wesley Mission. Di dalamnya Anda akan mendapatkan serangkaian pesan melalui pengungkapan tokoh-tokoh yang mendominasi kisah Paskah. Kerumunan massa, Pilatus, Yudas, Petrus, Maria, seorang komandan prajurit Romawi, dan Yesus Kristus. Nah, mari kita lihat apa yang bisa kita pelajari dari keadaan tokoh-tokoh ini.
Masing-masing tokoh yang akan disebutkan di bawah ini memainkan peran penting pada saat Kristus akan disalib. Namun kalau kita mau melihat lebih jauh, ternyata tokoh-tokoh tersebut tidak hanya berperan pada saat itu saja, tapi bahkan juga sampai sekarang ini.
Emosi dan karakteristik masing-masing tokoh memberi pengertian tentang apa yang mendorong, mengilhami, dan membuat orang berbuat baik atau jahat.
Kekuatan Angka/Jumlah -- Kerumunan Massa
Kerumunan massa berpengaruh dalam segala zaman dan mereka memainkan peran yang sangat penting saat kita mengamati drama penyaliban Yesus. Bagaimana Anda bisa menonjol dalam kerumunan massa? Bagaimana Anda bisa menghindari ketidakpastian yang begitu mudah menarik tanggapan banyak orang? Sulit dibayangkan ketika kerumunan massa bisa berubah dengan begitu cepat, dari sambutan terhadap Yesus saat Dia memasuki kota sampai menjadi teriakan pilihan untuk pembebasan Barabas daripada Yesus. Sekarang, bagaimanakah kita dipengaruhi oleh kerumunan massa yang meminta perhatian dan kesetiaan kita?
Politik Kebenaran -- Pilatus
Peran yang Pilatus mainkan dalam penyaliban Yesus tidak bisa disangkal. Bagi Pilatus, wewenang berarti kekuasaan untuk melaksanakan kehendaknya -- yang berkebalikan dengan penggunaan kekuasaan yang benar, yang sebenarnya adalah untuk melatih rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap sesama. Pilatus berdiri di tengah politik Paskah dan bertanya bagaimana kita bisa memengaruhi sesama dan menghadapi tantangan yang ada. Siapa yang berkuasa pada peristiwa Minggu Suci: Pilatus atau Yesus? Frasa "menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus" dinyatakan di seluruh dunia dalam Pengakuan Iman Kristen dan Gubernur Romawi dari Yudea yang tak dikenal itu, akan selalu diingat.
Harga dari Materialisme -- Yudas
Yudas menjadi terkenal selama beberapa tahun terakhir ini. Orang akan melakukan semua yang mereka bisa untuk membenarkan apa yang sudah dia lakukan. Ada banyak teori mengenai Yudas Iskariot: apakah dia seorang pengikut setia yang nasionalis dan kecewa yang benar-benar mencoba memberikan yang terbaik bagi Yesus? Kita tidak bisa menghindar dari cerita Perjanjian Baru dan satu alasan yang secara terus-menerus melatarbelakangi apa yang dilakukan Yudas -- uang dan materialisme. Saat ini, bagaimanakah kita termotivasi secara material -- dan dalam pengertian apa hal ini mengkhianati mereka yang sungguh-sungguh mengikuti jalan Kristus?
Kepedihan Sebuah Penyangkalan -- Petrus
Tak seorang pun bisa mengingkari peran penting Petrus sebagai pemimpin dari murid-murid Yesus, tapi juga sebagai seseorang yang merasakan sakitnya menyangkali Yesus. Bagaimana kita mengenali penyangkalannya? Apa sajakah godaan yang harus kita hadapi dalam kesetiaan kita terhadap Yesus Kristus? Sudah pernahkah kita berada pada situasi yang Petrus alami, mengingkari Yesus supaya kita bisa mempertahankan posisi, kepopuleran, dan tempat kita di antara sesama? Melalui Petrus, kita melihat seseorang yang tidak hanya tahu seperti apakah menyangkal Yesus, tapi juga seseorang yang kemudian mengakui-Nya, saat Petrus menjadi pemimpin gereja yang pertama.
Ucapan Syukur yang Besar atas Pengampunan -- Maria Magdalena
Ketika tonggak drama Kebangkitan dibuka, tidak ada tanda-tanda penting bahwa orang yang pertama kali bertemu dengan Yesus Kristus sebagai Allah yang telah bangkit adalah seorang wanita -- dan wanita itu adalah Maria Magdalena. Hal ini sangat bertentangan dengan cerita-cerita dongeng, kita mengenal sedikit tentang Maria Magdalena, namun yang kita ketahui adalah bahwa dia merupakan seorang wanita yang mengalami kuasa Allah karena pengampunan yang telah diberikan kepadanya dalam Yesus Kristus. Kita tidak bisa melewati Minggu Paskah tanpa menggali kekuatan pengampunan Kristus. Seperti yang kita lakukan, kita menanyakan perbedaan apa yang dapat dan akan dibuat oleh kekuatan itu?
Pujian yang Tidak Terduga -- Seorang Komandan Prajurit Romawi
Pengakuan yang paling kuat dan tidak terduga pada saat penyaliban berasal dari mulut seorang komandan tentara Romawi. Orang yang sudah melihat penderitaan yang amat sangat ini -- peran yang dia mainkan adalah peran yang penting dalam penyaliban -- mengetahui bahwa yang berada di kayu salib itu bukanlah orang yang harus dimusuhi; bukan pula orang yang sedang membayar harga atas apa yang sudah dilakukannya. Pengakuan terhadap Kristus sering kali terjadi di tempat-tempat yang tidak disangka. Saat ini apakah hal ini benar?
Inti dari Paskah -- Yesus Kristus
Ada banyak orang yang berkumpul di sekitar kayu salib, tapi hanya Seorang di antaranya yang menjadi perhatian dunia. Saat ini, pada hari Paskah, ratusan dari jutaan orang di seluruh dunia akan merayakan kuasa kebangkitan-Nya. Bagaimana kita bisa benar-benar tahu bahwa Dia hidup? Dan jika Dia benar-benar hidup, perbedaan apa yang Dia lakukan untuk kita dan saat ini dapatkah Dia melakukan sesuatu untuk dunia? Karena kita telah mengetahui harapan dan ketakutan mereka yang berada pada peristiwa Minggu Suci pada hari Paskah, kita melihat perbedaannya, yaitu bahwa Allah membawa kemenangan atas Salib. (t/Dian)
Bahan diterjemahkan dari:
Nama situs | : | Wesley Mission |
Judul asli artikel | : | The Characters Around The Cross |
Penulis | : | Rev. Keith Garner | URL | : | http://www.wesleymission.org.au/Christian_Life/Sermons/?ct_from=c |
Selama dua puluh tahun, Uganda bagian utara sudah menjadi tempat paling berbahaya di bumi bagi anak-anak. Di sana, seseorang bernama Joseph Kony dan pasukannya telah menimbulkan malapetaka bagi seluruh generasi anak-anak. Mungkin, sebutan paling pantas untuk Joseph Kony adalah penjelmaan setan yang paling kejam yang pernah diketahui dunia. Mengaku bahwa dia diutus oleh para malaikat, yang salah satunya berhubungan dengan Idi Amin, Kony menamai pasukan gerilyanya "Lord`s Resistance Army (LRA)/Tentara Pertahanan Allah". "Allah" yang kepadanya dia mengabdikan diri, tentu saja bukan Tuhan Yesus Kristus, dan tak seorang pun tahu siapa atau allah apa yang dia sembah. Dia menyatakan bahwa dia berjuang untuk menjatuhkan pemerintahan Museveni Uganda demi suku Acholi yang ditelantarkan oleh pemerintahan kolonial. Namun, pada kenyataannya dia seperti orang-orang lain, sering terlihat menyerang suku Acholi. Serangan yang dilakukannya tidak beralasan dan hanya bisa dikatakan sebagai tindakan yang brutal dan kejam.
LRA sudah menculik sekitar 30.000 anak-anak di Uganda bagian utara. Hampir semua jenderalnya adalah anak-anak yang diculik dan dilatih oleh tentaranya. Memaksa anak-anak untuk menjadi tentara itu sudah cukup biadab, tapi pada kenyataannya, taktiknya jauh lebih biadab. Untuk menguatkan mental anak-anak, mereka memutuskan hubungan anak-anak itu dengan keluarga dan masyarakat. Untuk mengikatkan hati nurani dan harapan anak-anak kepadanya, Kony biasanya memaksa anak-anak itu untuk membunuh anggota keluarga mereka sendiri, atau anak-anak lain yang baru saja diculik. Kemudian, dia berkata kepada mereka: "Karena kalian sudah membunuh, kalian tidak akan pernah dimaafkan dan diterima oleh masyarakat kembali. Harapan kalian satu-satunya adalah tinggal bersamaku." Anak-anak yang diculik itu harus berjalan selama seminggu atau lebih, tanpa makan, menuju tempat latihan di Sudan bagian selatan. Mereka dipaksa untuk minum air bercampur lumpur atau air seni untuk bertahan hidup. Di sana, mereka dilatih untuk menembak, memotong bibir, hidung, dan lengan, dan untuk mematuhi perintah komandannya. Kemudian, mereka dikirim untuk menyebar teror seperti yang sudah pernah mereka alami.
Tentaranya biasanya menyerang desa-desa kecil pada malam hari. Jadi, Uganda bagian utara benar-benar menjadi daerah yang tidak aman bagi anak-anak untuk tidur bersama orang tuanya selama bertahun-tahun. Puluhan ribu anak menjadi "pengembara malam", berjalan selama berjam-jam ke kota. Mereka yang beruntung akan berlindung di bangunan yang disediakan oleh organisasi Kristen dan kemanusiaan, di mana mereka tidur saling membelakangi seperti ikan sarden dalam kaleng. Beberapa dari organisasi-organisasi tersebut melengkapi bangunan itu dengan kawat berduri dan penjaga yang bersenjata. Anak-anak yang kurang beruntung harus tidur di jalanan. Di sana, mereka menjadi sasaran pencurian, pemukulan, dan pemerkosaan, tapi keadaan itu tidak seburuk saat diculik LRA. Para "pengembara malam itu" disebut sebagai "anak-anak yang tak terlihat". Karena saat malam tiba, mereka tiba-tiba saja muncul di kota.
Di Distrik Gulu di Uganda bagian utara saja, terdapat tiga puluh kamp IDP (Internally Dicplaced Person), yang merupakan sisa-sisa perang selama bertahun-tahun di Sudan dan di Kongo bagian timur. Para misionaris di sana kewalahan dan kelelahan. Ada keterbukaan dan kebutuhan besar akan Injil di kamp-kamp itu. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kelompok doa dan puasa dari orang-orang Kristen Uganda mungkin akan membuat suatu terobosan rohani. Dilaporkan bahwa Ibu Kony dan beberapa jenderal utamanya sudah datang kepada Kristus. Kony sendiri sedang dalam pelarian, bersembunyi di suatu tempat di Kongo bagian timur. Tahun ini, jumlah para pengembara malam sudah berkurang dan suasana aman tampaknya sudah mulai terasa di bagian utara. Sekarang, pekerjaan berat dimulai -- membangun kembali bangsa yang benar-benar hancur. Kami percaya bahwa hanya Yesus Kristus yang bisa memberikan harapan atas situasi seperti itu dan hanya Dia yang sanggup!
Di tengah-tengah situasi itu, ECM berniat membantu. Niat itu timbul setelah selesainya pengamatan ladang misi selama tiga minggu (Oktober -- awal November 2006). Pada tanggal 1 Desember, Dewan memilih ECM untuk membantu anak-anak Uganda yang telah dirampas masa depannya. Ini adalah pekerjaan yang sulit dan menantang, tapi kita hanya bisa percaya bahwa di tempat yang telah lama mengalami penderitaan ini, "anugerah Tuhan lebih berkuasa".
Proyek itu menjangkau anak-anak di dua daerah yang berbeda, yaitu (1) anak-anak Sudan, yang telah dikejar-kejar secara brutal dari rumah mereka oleh pemerintah mereka sendiri, hanya karena mereka beragama Kristen dan berkulit hitam, dan (2) Joseph Kony dan pasukannya, yang di bawah pemerintahan jahat Republik Kongo (DRC), telah menyebabkan penderitaan luar biasa.
ECM mulai bekerja di bagian sebelah barat negara itu pada tahun 1985. Kabar terakhir mengatakan bahwa Kony dan pasukannya sekarang berada di Kongo. Negara itu telah hancur karena perang yang berlangsung selama bertahun-tahun. Mari berdoa bersama kami! Kami percaya bahwa selama perjalanan kami di bulan Oktober dan November, Tuhan akan menunjukkan jalan mengenai bagaimana kami akan menolong anak-anak itu!
Selama Oktober -- November 2006, ECM mengadakan dua seminar untuk melatih guru-guru. Selain itu, ada juga seorang tokoh pemimpin yang dipakai Tuhan untuk menjalankan pelayanan ECM, dia bernama DL. Pengalamannya sangat berperan besar bagi kelangsungan pelayanan ECM di sana.
Dewan merumuskan sepuluh rencananya untuk Uganda dan Sudan.
ECM mendedikasikan diri untuk mengembangkan pelayanan di Uganda dan Sudan.
ECM menunjuk DL sebagai direktur nasional atau koordinator untuk pelayanan di Uganda dan Sudan.
Setelah menerima gelar S2-nya di California, ECM menugaskan DL untuk memimpin International Mission Central di IN selama tiga bulan.
ECM akan segera mencari calon misionaris untuk pelayanan anak di Uganda. Setiap calon misionaris itu akan membantu meningkatkan dana pelayanan, termasuk gaji untuk para pekerja nasional, dan proyek-proyek yang melibatkan para misionaris. Misionaris jangka pendek juga akan banyak diperbantukan di proyek-proyek tersebut.
Segera setelah kami mempunyai misionaris yang bersedia bekerja untuk jangka waktu yang lama, kami akan memperlebar organisasi pelayanan kami ke Gulu. Kantornya akan diurus oleh para misionaris, baik misionaris jangka panjang, maupun jangka pendek.
Fokus pelayanan kami adalah kamp-kamp IDP yang jauh dari Gulu -- Atiak (dengan populasi 15.594 jiwa), Pawel (dengan populasi 3.064 jiwa), dan Paweri (dengan populasi 693 jiwa). Kami akan melawat daerah-daerah itu, setidaknya seminggu sekali, dengan mengadakan kunjungan ke keluarga-keluarga dan kelompok Alkitab anak-anak. Tujuan utama kami adalah untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka, juga untuk mendidik dan membekali mereka dengan keahlian keterampilan tangan sehingga dapat menghasilkan uang.
Sudan ditargetkan untuk menjadi tempat diadakannya seminar pelatihan untuk para guru. Karena tidak ada hotel di Sudan, kamp-kamp akan sangat diperlukan.
Sikap memaafkan adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Uganda sehingga tidak terjadi hal-hal yang akan membuat keadaan semakin buruk dikarenakan rasa dendam yang ada di hati mereka.
Sebelum keadaan benar-benar aman, kami anjurkan agar keluarga misionaris yang mempunyai anak, tetap di daerah selatan. Di sana, mereka dapat melayani para pengungsi yang melarikan diri akibat perang, yang sekarang tinggal dalam kondisi yang sangat memprihatinkan di daerah kumuh Kamwokye.
Doakan! Khususnya untuk hal-hal berikut.
Kebijaksanaan dan tuntunan dari Tuhan dalam semua perencanaan dan penggambilan keputusan.
Keselamatan untuk Direktur ECM Uganda, DL.
Hubungan yang baik dan efektif di Uganda dan di antara para pelayan Tuhan.
Agar rencana Tuhan untuk ECM terus dinyatakan.
Kebutuhan akan dana.
Perekrutan misionaris, terutama yang mau melayani selama satu tahun atau lebih lama. (t/Dian P)
Diterjemahkan dan diedit dari:
Situs | : | Every Child Ministries |
Judul asli artikel | : | The Invisible Children -- The Tragedy in Uganda |
Penulis | : | tidak dicantumkan | Alamat URL | : | http://www.ecmafrica.org/165641.ihtml |
Pada dasarnya, misi atau tugas gereja meliputi dua fungsi, yaitu ke dalam (pelayanannya memelihara pertumbuhan kehidupan rohani para anggota jemaatnya) dan ke luar (pelayanannya terhadap dunia luar).
Fungsi ke Dalam
Setiap gereja merupakan suatu persekutuan yang berkumpul bersama untuk menyembah Allah. Gereja terdiri dari seluruh keluarga Allah yang berkumpul untuk bersekutu (koinonia dalam persekutuan dengan semua orang percaya -- apapun kondisi masing-masing mereka -- bersaudara, saling mengasihi dan membantu bagi terwujudnya perkembangan masing-masing. Semua orang percaya wajib dibangun dalam iman yang benar, melalui pelajaran yang benar dan sakramen-sakramen gereja, bagi tercapainya tujuan bersama, yaitu menjadi serupa dengan Kristus. Jemaat harus dilengkapi untuk dapat hidup benar dan setia melakukan kewajiban-kewajibannya, baik terhadap gereja, sesama orang percaya, maupun terhadap tugas ke luar gereja.
Fungsi ke Luar
Fungsi ini meliputi baik tugas pemberitaan Injil (kerygma) maupun tugas pelayanan sosial (diakonia). Adapun tugas pelayanan sosial merupakan tugas di bawah tugas pemberitaan Injil yang tidak dapat dipisahkan dari tugas pemberitaan Injil karena tugas utama gereja adalah menginjili dunia, dan bukan menyempurnakan kesejahteraan sosial masyarakat. Penginjilan adalah usaha memberitakan kabar mahabaik tentang Yesus Kristus, yang melalui kematian dan kebangkitan-Nya, menebus dosa umat manusia, sehingga mereka yang mau percaya dan menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat, memeroleh pengampunan Allah dan kehidupan kekal.
Hal-hal Permanen yang Mendasari Tugas Gereja
Tugas penginjilan dunia tidak berdiri sendiri, melainkan sebagai akibat dari kenyataan dasar yang oleh Alkitab (yang telah dibuktikan sejarah) dinyatakan sebagai berikut, semua atau setiap manusia telah terpisah dari Allah karena pelanggarannya terhadap hukum-hukum Allah. Kabar mahabaik Injil adalah bahwa Allah mengasihi setiap manusia berdosa, karenanya Ia mengaruniakan jalan satu-satunya agar manusia dapat terhubungkan kembali dengan Dia, agar dapat memasuki kerajaan surgawi, yaitu melalui Putra Tunggal-Nya, Yesus Kristus, yang telah dikaruniakan-Nya untuk penebusan dosa umat manusia. Adalah Allah yang telah memilih jalan ini untuk menyelamatkan umat manusia. Mengapa Allah memilih jalan ini adalah suatu rahasia Allah yang tersembunyi bagi kita, seperti Alkitab katakan: "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi Tuhan, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya." (Ulangan 29:29).
Perintah Allah untuk Menginjili
Tugas penginjilan berasal atau bermula dari pemikiran Allah. Karena itu, tugas ini berlaku mutlak atas gereja.
Perintah Allah adalah "pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus; dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman" (Matius 28:19-20). "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk" (Markus 16:15). "Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga dan dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem" (Lukas 24:46-47). "Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi" (Kisah Para Rasul 1:8).
Mengapa gereja harus menginjili dunia? Karena demikianlah perintah Allah. Karena umat manusia yang tersesat memerlukan Injil. Karena kedatangan kembali Yesus Kristus dan terciptanya dunia baru tidak dapat terlaksana tanpa seluruh dunia mendapat kesempatan mendengar kabar mahabaik Injil. Injil tidak dapat diberitakan oleh para malaikat, hanyalah oleh manusia-manusia yang sudah lahir baru secara rohani. Sehingga apabila gereja tidak melakukan penginjilan, maka penginjilan tidaklah dilakukan.
Perlu pula dimengerti bahwa walaupun pemberitaan Injil merupakan tugas utama gereja, namun bukanlah merupakan satu-satunya tugas yang harus dilakukan gereja. Di samping tugas pemberitaan Injil, gereja juga berkewajiban mempersiapkan pekerja-pekerja yang tangguh, mendorong dan membina mereka, berdoa bagi terbentuknya pelayan-pelayan yang rela berkorban, di samping tugas gereja mengumpulkan dana yang diperlukan bagi terlaksananya tugas-tugas tersebut.
Melayani Dunia
Tugas kedua gereja adalah melayani sosial dunia. Dari abad ke abad, gereja di seluruh dunia telah melayani umat manusia di mana-mana dengan berbagai cara, seperti mendirikan rumah sakit, berbagai perguruan, panti asuhan, yayasan-yayasan sosial, dan sebagainya. Terlalu banyak untuk dapat menyebutnya satu per satu. Dewasa ini, di setiap kota atau daerah di seluruh dunia, berjuta-juta manusia mendapat pertolongan dari berbagai pelayanan sosial gereja.
Dalam hubungan tugas sosial ini, kita harus selalu waspada agar tugas gereja melayani sosial dunia tidak dilakukan dengan mengorbankan tugas gereja, yakni menginjili dunia. Dewasa ini, para pemimpin Kristen cenderung memusatkan perhatian utama pada kebutuhan-kebutuhan fisik atau materi umat manusia. Mereka menghendaki agar gereja-gereja di seluruh dunia ikut berperan aktif dalam usaha mengatur kembali struktur sosial, politik, ekonomi masyarakat dunia dewasa ini, yang tidak adil, yang menurut mereka menjadi penyebab dari kemelaratan dan ketidakmampuan umat manusia yang tertindas. Sedangkan Alkitab mengajar bahwa semua manusia, baik yang mampu maupun yang tidak mampu, baik yang kaya maupun yang melarat, baik yang berkuasa maupun yang tidak berkuasa, semuanya sebagai orang-orang yang belum percaya Kristus, sama-sama miskin dan sama-sama tidak mampu di hadapan Allah. Bahwa setiap manusia yang belum percaya, bagaimanapun status sosialnya dalam masyarakat, mutlak perlu diselamatkan, mutlak perlu mendengar Injil, membutuhkan uluran tangan gereja. Bukankah Kristus mengajar demikian dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut: "Apa gunanya memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Matius 16:26). Tugas utama gereja bukanlah mengubah kondisi sosial, ekonomi, politik suatu masyarakat, melainkan memberitakan Injil, menolong orang-orang percaya bertumbuh dalam iman, membimbing para pendeta-pendeta muda untuk dapat menjadi pemimpin-pemimpin yang dapat diandalkan untuk dapat membina gereja-gereja yang baru didirikan.
Walaupun di lain pihak, tidak dapat disangkal kebenarannya bahwa gereja berkewajiban mencapai setiap manusia dalam keseluruhan kebutuhannya dan dalam keseluruhan aspek kehidupannya. Karena itu, perhatian pada bantuan kebutuhan fisik manusia adalah juga penting. Mengubah keadaan sosial dan ekonomi demi tercapainya perbaikan hidup, adalah juga termasuk tugas pelayanan sosial gereja. Memang berbicara mengenai tugas sosial gereja, beberapa masalah kita hadapi, seperti siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas tugas melayani sosial dunia. Gerejakah atau para individu-individu Kristen? Menurut Alkitab, gereja adalah tubuh Kristus, adalah anggota Kerajaan Allah; sedang orang-orang percaya adalah anggota Kerajaan Allah. Masalah lain adalah apakah pelayanan sosial merupakan tugas gereja terhadap jemaatnya saja, atau terhadap masyarakat pada umumnya. Memang harus diakui kenyataan bahwa menjaga keseimbangan yang benar antara tugas pemberitaan Injil dan tugas pelayanan sosial, bukanlah hal yang mudah.
Cara Pemberitaan Injil
Dalam hal ini, perbedaan kondisi dan situasi masing-masing tempat atau lingkungan harus banyak diperhitungkan. Berbeda dengan hal-hal permanen", maka cara atau metodologi pemberitaan Injil membuka pintu lebar-lebar bagi kebijaksanaan, kecerd6ikan, dan keluwesan masing-masing petugas pelayanan sesuai kondisi dan situasi setempat. Pada prinsipnya, gereja harus memakai setiap atau semua cara yang secara etik dan benar dapat menyelesaikan tugas mencapai seluruh dunia dengan berita Injil. Berbagai usaha pendidikan, berbagai usaha medis, berbagai usaha penerbitan literatur Kristen (termasuk di dalamnya penerjemahan Alkitab ke dalam berbagai bahasa dan dialek), dan usaha-usaha lain, semuanya apabila secara benar dikaitkan dengan usaha penginjilan, merupakan usaha-usaha yang efektif, yang banyak sekali membantu keseluruhan tugas penginjilan. Menjelang akhir abad ke-20 ini, yang perlu sekali mendapat perhatian serius adalah usaha pengembangan gereja-gereja dan misi-misi nasional yang mampu berdiri sendiri, yang mampu menginjili masyarakat bangsa sendiri sampai kepada suku-suku terpencil yang sama sekali belum terjangkau oleh Injil.
Sepanjang sejarah kemanusiaan yang pasang surut, "hal-hal permanen" sekali-kali tidak boleh kita kesampingkan. Gereja sepanjang masa, secara mutlak terikat pada "hal-hal permanen" tersebut, apapun atau bagaimanapun keadaan atau situasi yang dihadapi. Untuk tugas yang mahamulia ini, diperlukan orang-orang percaya yang beriman besar, yang penuh dedikasi, yang rela berkorban. Dasar dari tugas penginjilan adalah tetap, tidak boleh berubah, yaitu kesetiaan pada tugas mahamulia dan kepada Pemberi tugas tersebut, yang perintah-perintah-Nya wajib ditaati secara mutlak oleh gereja.
Diambil dari:
Judul majalah | : | Hikmat Kekal, Edisi Mei/Juni, Tahun 1986, No. 30 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan MST, Jakarta 1986 |
Halaman | : | 9 -- 11 |
Misi sedunia dalam Perjanjian Lama bersifat sentripetal (dari luar ke pusat), dalam pengertian bangsa-bangsa datang kepada Israel dan mereka dapat mengenal serta menyembah Tuhan yang benar. Sedangkan misi dalam Perjanjian Baru bersifat sentrifugal (dari pusat ke luar), yang berarti bahwa dari gereja atau dari Israel kabar keselamatan akan disampaikan kepada semua suku-suku bangsa.
Pada masa pelayanan Yesus di dunia, kita dapat melihat kedua cara tersebut digunakan oleh Tuhan Yesus. Sewaktu-waktu Tuhan seolah-olah hanya memikirkan Israel saja, tetapi dalam kesempatan yang lain, Dia juga memerhatikan orang-orang kafir.
Tuhan Memerhatikan Israel Secara Khusus
Dia datang sebagai "Raja orang Yahudi".
Atas petunjuk Allah, orang Majus dari Timur mencari "Raja orang Yahudi yang telah dilahirkan" (Matius 2:2).
Pengakuan Natanael "Engkau Raja orang Yahudi", diterima oleh Tuhan Yesus.
Yesus menerima dengan senang hati sambutan orang banyak sebagai "Raja orang Yahudi" sewaktu Ia naik keledai memasuki kota Yerusalem (Yohanes 12:13).
Prajurit-prajurit Romawi mengolok-olok Yesus sebagai "Raja orang Yahudi" (Yohanes l9:3).
Pilatus memasang sebuah tulisan "Yesus ..., Raja orang Yahudi" di kayu salib Tuhan Yesus, tetapi para imam tidak setuju dengan tulisan itu karena Yesus sendiri berkata, "Aku adalah Raja orang Yahudi."
Yesus berkata Dia diutus kepada umat Israel saja (Matius 15:24).
Pemilihan Israel tetap nyata. Dalam Perjanjian Baru, bangsa Israel disebut:
Bangsa-bangsa lain disebut sebagai bangsa kafir atau bangsa yang tidak mengenal Allah (Matius 6:7; Lukas 12:30).
Yesus mengutus murid-murid-Nya hanya kepada bangsa Israel saja (Matius 10:5-6).
Tuhan Yesus Memerhatikan Semua Bangsa
Visi dan misi Yesus juga tertuju kepada bangsa-bangsa lain di luar Israel. Hal ini dapat dilihat melalui peristiwa-peristiwa yang dicatat oleh Alkitab.
Kelahiran Yesus diberitahukan kepada orang Majus dari Timur, yaitu orang-orang non-Yahudi.
Simeon bernubuat bahwa Yesus ditetapkan sebagai sumber keselamatan dan terang bagi segala bangsa (Lukas 2:31-32).
Yohanes Pembaptis menyatakan Yesus sebagai "Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia" (Yohanes 1:29).
Yesus menyebut diri-Nya sebagai terang dunia (Yohanes 8:12).
Yesus memunyai rencana untuk menuntun "domba-domba lain yang bukan dari kandang ini (Yahudi)" sehingga mereka menjadi "satu kawanan" (Yohanes 10:16).
Yesus menyembuhkan anak dari perempuan Kanaan yang percaya (Matius 15:21-28).
Yesus menjelaskan bahwa orang dari segala bangsa akan masuk ke dalam kerajaan Allah (Lukas 13:29).
Yesus menugaskan murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil sampai ke ujung-ujung bumi (Matius 28:18-20).
Dari beberapa contoh di atas, kita dapat melihat bahwa Tuhan Yesus tidak hanya memerhatikan orang Yahudi saja, Ia juga memerhatikan orang non-Yahudi atau orang kafir.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buletin | : | Terang Lintas Budaya (Makedonia), Edisi 36, Tahun 1999 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Terang Lintas Budaya, Malang 1999 |
Halaman | : | 2 |
Pengenalan Masalah
Kristus sendiri yang memberitahukan kepada kita maksud kedatangan-Nya di dunia ini. Ia berkata, "Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Lukas 19:10) Dalam kesempatan yang lain, Ia berkata bahwa Anak Manusia datang "untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Markus 10:45)
Rasul Paulus juga dengan jelas menyatakan maksud kedatangan Kristus ke dunia, "Tuhan Yesus Kristus yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat sekarang ini." (Galatia 1:4) "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa." (1 Timotius 1:15) "Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat kepunyaan-Nya sendiri yang rajin berbuat baik." (Titus 2:14)
Dari pernyataan-pernyataan ini, jelas bahwa tujuan kematian Kristus adalah untuk:
Perikop-perikop lain dalam Alkitab, menjelaskan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh Yesus Kristus dalam kematian-Nya. Ada lima hal yang dapat kita temukan:
Dari semua bukti ini, jelaslah pengajaran Alkitab: kematian Kristus dimaksudkan untuk memberi kepada manusia pengampunan pada saat ini (dan kenyataannya memang demikian), dan kemuliaan pada saat yang akan datang. Karena itu, jika Kristus mati bagi semua manusia, maka dua kemungkinan yang muncul:
Untuk menghindari kesulitan dalam menerima satu dari kedua pernyataan tersebut, mereka yang berpendapat bahwa Kristus mati untuk semua orang, menyatakan bahwa Allah tidak bermaksud agar semua manusia menerima penebusan tersebut. Mereka mengatakan bahwa penebusan tersebut hanya bagi mereka yang beriman pada Kristus. Tindakan beriman ini haruslah merupakan sesuatu yang dapat dilakukan oleh manusia berdasarkan keinginannya sendiri, yang membuat mereka berbeda dengan manusia yang lain (Jika iman merupakan sesuatu yang diperoleh karena kematian Kristus, dan jika ia mati untuk semua orang, maka seharusnya semua orang memunyai iman!). Bagi saya pendapat semacam ini semakin memperkecil apa yang sesungguhnya telah dicapai Kristus melalui kematian-Nya, jadi saya menentangnya dengan menunjukkan bahwa apa yang diajarkan Alkitab sungguh berbeda!
Siapa, Bagaimana, dan Apa
Ketika suatu tindakan terjadi, maka pasti ada sang pelaku (siapa yang melakukannya); ada cara yang digunakan (bagaimana tindakan itu dilakukan); dan ada sebuah hasil akhir yang tampak (apa atau hasil akhir).
Kita memilih bagaimana kita akan melakukan sesuatu (sarana/cara) menurut apa yang ingin kita lakukan (hasil akhir). Jadi dapat kita katakan bahwa, hasil akhir merupakan sebab bagi cara. Jika kita telah memilih cara yang benar, hasil akhirnya sudah dapat dipastikan. Jadi kita dapat mengatakan bahwa cara merupakan penyebab dari suatu hasil akhir. Jelaslah, jika sang pelaku yang bermaksud melakukan sesuatu telah memilih cara yang benar untuk melakukannya, maka tindakan tersebut pasti terlaksana!
Sekarang kita dapat menerapkan prinsip tersebut untuk diskusi kita dalam artikel ini. Kita akan terlebih dulu melihat siapa pelaku yang bermaksud menebus kita. Kemudian kita akan melihat cara apakah yang digunakan untuk menebus kita. Dan akhirnya kita akan melihat hasil dari cara yang telah digunakan tersebut.
Menurut Alkitab, pelaku yang menghendaki keselamatan kita adalah Allah Tritunggal. Semua pelaku-pelaku yang lain hanyalah alat di tangan-Nya (Kisah Para Rasul 4:28). Pelaku utamanya adalah Allah Tritunggal yang kudus. Marilah kita mempelajarinya dengan lebih mendetail.
Allah Bapa, Pelaku Penebusan Kita
Mengenai pertanyaan, bagaimana Allah Bapa menjadi pelaku penebusan kita? Saya menjawab, ada dua cara: Bapalah yang mengutus Anak untuk mati menebus manusia, dan Bapalah yang menghukum Kristus karena dosa-dosa kita. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Banyak ayat Alkitab yang secara jelas menyatakan bahwa Bapa mengutus Anak ke dalam dunia. Sebagai contoh, "Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak." (Galatia 4:45) Pengutusan Anak ini melibatkan Allah Bapa dalam 3 hal:
2. Banyak ayat Alkitab yang secara jelas menunjukkan bahwa Allah menghukum Yesus Kristus karena dosa-dosa kita. Sebagai contoh: "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21) Dapat dikatakan bahwa, Kristus menderita dan mati menggantikan kita. Bila demikian, bukankah merupakan pemikiran yang aneh bila Kristus harus menderita sebagai ganti mereka yang juga akan menderita karena dosa-dosa mereka sendiri?
Kita dapat merumuskan masalahnya seperti ini: Kristus menderita untuk (salah satu di bawah ini):
Jika pernyataan terakhir benar, maka semua manusia masih memunyai sebagian dosa, jadi tidak ada yang dapat ditebus.
Jika pernyataan pertama benar, lalu mengapa tidak semua manusia dibebaskan dari dosa? Anda dapat berkata, karena ketidakpercayaan mereka. Tetapi saya bertanya, apakah ketidakpercayaan merupakan suatu dosa? Jika itu bukan dosa, mengapa manusia dihukum karenanya? Jika itu suatu dosa, maka pastilah itu merupakan salah satu dosa yang karenanya Kristus mati. Jadi pernyataan pertama tidak mungkin benar!
Jadi jelas bahwa satu-satunya kemungkinan yang ada ialah, Kristus telah memikul seluruh dosa dari sebagian manusia, yakni kaum pilihan-Nya. Inilah yang saya percayai sebagai pengajaran Alkitab.
Diambil dari:
Judul buku | : | Kematian yang Menghidupkan |
Judul buku asli | : | Life by Death |
Judul artikel | : | Tujuan Allah Mengirim Yesus Kristus Untuk Mati |
Penulis | : | John Owen |
Penerjemah | : | Yanti |
Penerbit | : | Momentum, Surabaya 2001 |
Halaman | : | 25 -- 32 |
Allah Anak Pelaku Penebusan Kita
Karena Allah Anak dengan penuh kerelaan melakukan apa yang telah direncanakan oleh Bapa, kita dapat mengatakan bahwa Ia juga adalah pelaku penebusan kita. Yesus berkata: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yohanes 4:34) Ada 3 cara yang di dalamnya Kristus menunjukkan kerelaan-Nya menjadi pelaku penebusan:
Ia rela menanggalkan kemuliaan keilahian-Nya, dan mengambil rupa seorang manusia. "Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka." (Ibrani 2:14) Perhatikan bahwa Ia melakukan hal ini, bukan karena seluruh umat manusia terdiri dari darah dan daging, tetapi karena "anak-anak yang telah diberikan Allah kepada-Nya" (Ibrani 2:13) adalah manusia. Kerelaan-Nya itu berkaitan dengan anak-anak manusia itu, bukan seluruh umat manusia.
Ia bersedia memberikan diri-Nya sebagai korban. Memang Ia secara pasif menderita banyak hal. Namun Ia juga menyerahkan diri-Nya sendiri dalam penderitaan secara aktif dan penuh kerelaan. Tanpa kerelaan ini, penderitaan tersebut tidak akan berarti apa-apa. Maka Ia dapat mengatakan dengan sungguh-sungguh, "Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku... Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri." (Yohanes 10:17-18)
Doa-Nya sekarang yang ditujukan bagi anak-anak-Nya, menyatakan kerelaan-Nya untuk menjadi pelaku penebusan mereka. Sekarang Kristus telah masuk ke dalam tempat kudus (Ibrani 9:11-12). Pekerjaan-Nya di sana adalah menjadi perantara (pendoa syafaat). Perhatikan Ia tidak berdoa untuk dunia (Yohanes 17:9), melainkan untuk orang-orang yang bagi mereka Ia mati (Roma 8:33). Ia meminta supaya mereka yang telah diberikan kepada-Nya bersama-sama dengan Dia, untuk memandang kemuliaan-Nya (Yohanes 17:24). Jadi jelas bahwa tidak mungkin Ia mati untuk semua manusia!
Allah Roh Kudus, Pelaku Penebusan Kita.
Alkitab menyebutkan tiga hal yang di dalamnya Roh Kudus bekerja bersama-sama dengan Bapa dan Anak dalam menebus kita. Tindakan-tindakan berikut menunjukkan peran Roh Kudus sebagai pelaku penebusan kita.
Tubuh jasmani yang dipakai oleh Anak ketika Ia menjadi manusia diciptakan oleh Roh Kudus dalam diri Maria. "ternyata ia mengandung dari Roh Kudus." (Matius 1:18)
Alkitab berkata bahwa ketika Anak memberikan diri-Nya sebagai kurban, Ia melakukannya oleh Roh Kudus. "Yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat." (Ibrani 9:14) Jelaslah bahwa Roh Kudus dengan cara tertentu merupakan alat yang memungkinkan terjadinya persembahan itu.
Ada pernyataan-pernyataan Alkitab yang secara jelas menunjukkan bahwa pekerjaan membangkitkan Kristus dari kematian merupakan pekerjaan Roh Kudus. "Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh." (l Petrus 3:18)
Jelaslah bahwa Roh Kudus memunyai peran yang penting bersama-sama dengan Bapa dan Anak dalam tujuan-Nya untuk menebus kita.
Kita telah melihat bahwa setiap Pribadi dalam Allah Tritunggal dapat disebut sebagai pelaku penebusan kita. Penting untuk diingat, karena tujuan pembahasan ini, kita telah membedakan pekerjaan dari tiap Pribadi ilahi, namun dalam kenyataannya pelaku penebusan kita bukan tiga, tetapi hanya satu, karena Allah adalah Esa. Jadi, dapat dikatakan bahwa keseluruhan Tritunggal adalah pelaku penebusan kita.
Karya Kristus adalah Cara yang Digunakan untuk Mendapatkan Keselamatan Kita.
Seperti yang telah kita lihat dalam pembahasan sebelumnya, pelaku yang melakukan suatu hal menggunakan cara-cara tertentu untuk mencapai tujuan khusus yang ada dalam benaknya. Dan dalam pekerjaan penebusan kita ada dua tindakan yang telah Kristus lakukan. (Di sini saya tidak berpikir mengenai rencana kekal yang memungkinkan terjadinya penebusan kita, tetapi hanya mengenai penggenapan penebusan itu dalam kurun waktu historis). Berikut ini adalah dua tindakan historis yang dilakukan oleh Kristus:
Mengenai pengorbanan diri Kristus, maka saya menyertakan hal kerelaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu yang berkaitan dengan tujuan kedatangan-Nya untuk mati: Ia mengosongkan kemuliaan dalam diri-Nya, dilahirkan oleh seorang perempuan; tindakan-Nya yang rendah hati dan taat pada kehendak Bapa sepanjang hidup-Nya; dan akhirnya, kematian-Nya di kayu salib.
Mengenai pengantaraan Kristus untuk kita (sebagai Juru Syafaat), saya menyertakan juga hal kebangkitan dan kenaikan-Nya, karena keduanya merupakan dasar bagi pengantaraan-Nya. Tanpa kebangkitan dan kenaikan, tidak mungkin ada pengantaraan (syafaat).
Kita akan melihat kedua hal tersebut secara lebih rinci dalam pembahasan berikut. Di sini saya ingin memberikan beberapa komentar. Kedua tindakan tersebut memunyai maksud yang sama. Pengorbanan dan pengantaraan masing-masing bertujuan "membawa banyak orang kepada kemuliaan". (Ibrani 2:10) Manfaat dari kedua tindakan tersebut ditujukan bagi orang-orang yang sama; Ia berdoa untuk orang-orang yang untuk mereka Ia mati. (Yohanes 17:9) Kita tahu bahwa pengantaraan-Nya pasti berhasil -- Ia berkata, "Engkau selalu mendengarkan Aku." (Yohanes 11:41) Selanjutnya, semua orang yang untuk mereka Ia mati, harus menerima semua hal baik yang diperoleh dari kematian tersebut. Semua ini dengan jelas menyangkal ajaran bahwa Kristus mati untuk seluruh manusia!
Pengorbanan Diri Kristus dan Pengantaraan-Nya adalah Satu-Satunya Cara untuk Mendapatkan Penebusan Kita.
Penting untuk kita amati bagaimana, dalam Alkitab, pengorbanan diri Kristus dan pengantaraan-Nya dihubungkan bersama. Sebagai contoh:
Dari uraian tersebut, jelas bahwa tidak mungkin Kristus mati untuk semua orang; karena jika demikian, maka semua orang akan dibenarkan -- padahal, kenyataannya tidaklah demikian.
Mempersembahkan korban dan mendoakan, merupakan dua tugas yang dituntut dari seorang imam. Jika ia gagal melaksanakan salah satu saja, berarti ia telah gagal menjadi imam yang setia bagi umatnya. Yesus Kristus disebut sebagai pendamaian (korban) kita dan sekaligus pembela (wakil) kita (l Yohanes 2:1-2). Ia disebut sebagai yang mempersembahkan darah-Nya sendiri sebagai korban sendiri (Ibrani 9:11-14), maupun sebagai pengantara bagi kita (Ibrani 7:25). Karena Ia adalah seorang imam yang setia, Ia harus menjalankan kedua tugas tersebut secara sempurna. Oleh karena doa-Nya selalu didengar, maka Ia tidak mungkin menjadi pengantara bagi semua manusia, sebab tidak semua manusia diselamatkan. Dengan demikian jelas bahwa Ia tidak mungkin mati untuk seluruh manusia.
Kita juga harus mengingat cara yang ditempuh Kristus untuk menjadi pengantara bagi kita sekarang. Alkitab mengatakan bahwa Kristus menjadi pengantara kita dengan mempersembahkan darah-Nya di Surga (Ibrani 9:11-12,24). Dengan kata lain, Ia menjadi pengantara dengan mempersembahkan sengsara-Nya kepada Bapa. Kedua tindakan tersebut, yaitu menderita dan menjadi pengantara, merujuk kepada orang yang sama.
Dalam doa-Nya yang dicatat dalam Yohanes 17, Kristus menghubungkan kematian-Nya dengan pengantaraan-Nya, sebagai satu-satunya cara bagi penebusan kita. Dalam doa tersebut, ia berbicara mengenai penyerahan diri-Nya dalam kematian, dan doa-Nya bagi milik-Nya yang telah diberikan Bapa kepada-Nya. Kita tidak boleh memisahkan kedua tindakan tersebut yang telah disatukan oleh Kristus sendiri. Bagaimana pun, salah satu saja dari tindakan tersebut tanpa lainnya, akan menjadi sia-sia, sebagaimana yang ditekankan oleh Paulus, "Dan jika Kristus tidak dibangkitkan (dan oleh karena itu sekarang tidak menjadi pengantara), maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu." (1 Korintus 15:17)
Jadi tidak ada jaminan keselamatan bagi kita, jika kita memisahkan kematian Kristus dari pengantaraan-Nya. Apa untungnya mengatakan bahwa Kristus mati untuk saya di masa yang lampau, jika sekarang Ia tidak menjadi pengantara bagi saya? Hanya jika Ia membenarkan kita sekarang, kita telah dibebaskan dari penghukuman atas dosa-dosa kita. Saya tentu masih dapat dihukum jika Kristus tidak berdoa untuk saya. Jadi jelaslah bahwa, pengantaraan-Nya hanya bagi sebagian orang yang untuknya Ia mati -- dan oleh karena itu, tidaklah mungkin Ia mati untuk semua orang.
Diambil dari:
Judul asli buku | : | Life by His Death |
Judul buku terjemahan | : | Kematian yang Menghidupkan |
Judul bab | : | Tujuan Allah Mengirim Yesus Kristus untuk Mati |
Penulis | : | John Owen |
Penerjemah | : | Yanti |
Penerbit | : | Momentum, Surabaya 2001 |
Halaman | : | 33 -- 41 |
"Seperti bunga bakung di antara duri-duri demikianlah manisku di antara gadis-gadis. Seperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan, demikianlah kekasihku di antara teruna-teruna. Di bawah naungannya aku ingin duduk, buahnya manis bagi langit-langitku." (Kidung Agung 2:2-3)
Seandainya orang yang belum bertobat dibawa menghadap takhta Kristus dan ia mendengar ucapan Kristus yang penuh kasih kepada jemaat-Nya, ia tidak akan mungkin bisa memahami bagaimana Kristus dapat menyatakan kasih-Nya kepada orang-orang yang yang penuh dengan cacat cela, miskin, dan penuh dengan kelemahan. Meskipun demikian Kristus melihat mereka, "seperti bunga bakung di antara duri-duri." Orang yang belum bertobat juga tidak akan mungkin bisa memahami puji-pujian yang ditujukan kepada Kristus oleh umat percaya. Ia sulit memahami bagaimana umat percaya dengan sepenuh hati dan bersemangat memuji dan melayani oknum yang tidak dapat dilihat oleh mata jasmani. Di mata umat percaya Kristus "seperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan."
Apa yang Kristus Katakan tentang Orang Percaya?
Kristus mengatakan bahwa umat percaya itu seperti "bunga bakung di antara duri-duri". Saat Anda berjalan di padang belantara yang gersang, kering, dan ditumbuhi dengan semak-semak duri, kemudian mata Anda tertuju pada sekuntum bunga putih dan indah tumbuh di antara semak-semak duri, bukankah ini suatu pemandangan yang menakjubkan? Bukan suatu hal yang menakjubkan apabila Anda melihat sekumpulan bunga yang tumbuh di dalam taman. Kristus melihat umat pilihan-Nya seperti bunga bakung yang tumbuh di tengah-tengah hamparan duri dunia ini.
Apa yang Kristus Katakan Tentang Dunia Ini?
Dunia di mata Kristus adalah dunia yang penuh dengan semak duri. Mengapa demikian? Karena dunia tidak menghasilkan buah yang berkenan di hati Allah, sebagaimana semak duri tidak mungkin dapat menghasilkan buah. Selain itu dunia selalu menindas kebenaran Firman Tuhan seperti semak duri yang menghimpit benih yang jatuh di tengah-tengah-Nya (Matius 13:7). Pada akhirnya, seperti semak duri yang kering dan akan dibakar, dunia akan menerima hukuman dari Allah yaitu dibakar dalam nyala api neraka! Saudaraku, ingatlah, walaupun Anda memiliki kedudukan yang terhormat di masyarakat, banyak harta, aktif beribadah, dan giat dalam pelayanan di gereja, tetapi tanpa Kristus Anda adalah duri di mata-Nya. Bertobatlah sebelum api murka Allah menimpa dirimu!
Mengapa Umat Percaya Berharga di Mata Kristus?
Karena mereka sudah mengalami pembenaran. Kristus menebus mereka dengan darah-Nya sendiri. Itulah sebabnya umat percaya berharga di mata-Nya, mereka dibasuh dengan darah Kristus sehingga menjadi putih dan indah seperti bunga bakung. Karena pengurbanan Kristus sempurna maka keselamatan yang diperoleh umat percaya juga sempurna.
Natur orang percaya sudah diubah oleh Kristus. Dahulu natur mereka seperti semak duri. Sekarang, Kristus sudah mengubah natur mereka menjadi ciptaan baru yang indah seperti bunga bakung. Apakah Anda sungguh-sungguh sudah menerima Dia sebagai Juru Selamat dan Tuhan dalam hidupmu? Ingatlah, walaupun dunia membenci Anda bahkan menganiaya Anda, di mata Kristus Anda begitu berharga. Ia memanggil Anda "kekasih-Ku". Tinggallah di dalam kasih-Nya.
Umat percaya adalah kelompok kecil di dalam dunia ini. Perhatikanlah hanya ada satu bunga bakung tetapi banyak duri. Dunia adalah padang belantara yang kering dan gersang karena berada di bawah kutuk dosa dan di dalamnya umat percaya adalah kelompok kecil yang mengembara. Akan tetapi, janganlah gentar dan tawar hati! Walaupun kita adalah kelompok kecil yang mengembara, Allah selalu beserta kita, berjuanglah terus dengan pimpinan Roh Kudus memenangkan jiwa bagi Allah. Umat Allah bersatulah seperti bunga di taman yang menyebarkan bau harum di tengah-tengah dunia yang penuh dengan kebusukan. Dan pada akhirnya, kita semua akan disatukan dalam Taman Firdaus Allah, mengharumkan Takhta Allah dengan puji-pujian selama-lamanya.
Apa yang Umat Percaya Katakan Tentang Kristus?
Kristus seperti "pohon apel di antara pohon-pohon di hutan.... Di bawah naungannya aku ingin duduk, buahnya manis bagi langit-langitku." Apabila ada seseorang berjalan di tengah teriknya matahari dan ia menjumpai suatu taman yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan, bukankah ini suatu kenikmatan yang besar? Sebab ia bisa berteduh dan beristirahat di dalamnya. Sama seperti bangsa Israel yang mengembara di padang belantara dan tiba di Elim yang memiliki 12 mata air dan 70 pohon korma (Keluaran 15:27). Akan tetapi, bila seorang berjalan di tengah panas matahari dan ia merasa haus dan lapar, maka beristirahat di tempat yang teduh saja tidak akan memberinya kepuasan. Ia akan mengalami kepuasan sejati apabila ia juga menemukan pohon dengan buah yang dapat ia nikmati, seraya berteduh di bawahnya. Demikian pula halnya dengan dunia ini. Dunia adalah tempat yang kering dan tandus dan banyak manusia yang menderita di dalamnya. Mereka haus dan lapar dan membutuhkan tempat bernaung yang dapat memberikan kepuasan dan keselamatan. Di manakah manusia dapat berlindung? Manusia tidak mungkin mendapat perlindungan dan kepuasan sejati jika ia tidak bernaung di bawah Kristus. Jiwa yang lapar dan dahaga membutuhkan kelegaan yang hanya bisa diberikan oleh Kristus (Matius 11:28). Saudaraku jangan mudah ditipu oleh orang-orang yang mengatakan, "Mari kemari, ada damai sejahtera dan kebahagiaan di sini." Tidak ada damai sejahtera dan kebahagiaan selain di dalam Kristus. Dialah pohon apel yang di bawah naungan-Nya kita bisa duduk dan menikmati buahnya.
Mengapa Kristus Begitu Berharga di Mata Umat Percaya?
1. Kristus memberikan sukacita yang besar bagi orang yang bernaung di bawah-Nya.
Banyak orang menganggap bahwa mereka sudah memperoleh keselamatan dan sukacita yang besar dengan memiliki pengetahuan tentang Kristus yang mereka baca dari Alkitab atau pun mendengar khotbah di gereja. Saudaraku, keuntungan apakah yang Anda peroleh dari buah apel jika seseorang hanya memberikan gambaran tentang nikmatnya buah apel? Apakah gunanya bagimu jika engkau hanya mendengar tentang Kristus saja? Secara pribadi Anda harus duduk di bawah naungan-Nya dan merasakan persekutuan yang manis dengan-Nya. Ironisnya, banyak orang yang mengaku dirinya orang Kristen tetapi dalam perilaku hidup sehari-hari menyangkal Kristus. Mereka lebih mencintai "kekasih-kekasih" mereka yang lain daripada mencintai Kristus. Kembalilah kepada Kristus! Para "kekasih"mu tidak akan mungkin dapat memberikan kepuasan sejati.
2. Sukacita dan Kristus tiada bandingnya.
Banyak orang, khususnya kaum muda, yang mengatakan tidak ada sukacita dalam hidup keagamaan. Mereka menganggap kalau menjadi orang Kristen pasti dituntut untuk melepaskan segala kesenangan masa muda mereka dan menggantikannya dengan membaca Alkitab, berdoa, mendengarkan khotbah, dan hidup dalam metode-metode ajaran agama Kristen. Ini semua adalah perkataan-perkataan dunia! Apa yang Alkitab katakan? Orang yang menerima Kristus pasti mengalami sukacita yang tiada taranya! Tuhan benar adanya dan setiap orang pendusta. Jangan teperdaya oleh dunia yang menawarkan kenikmatan dan pesta pora. Semua itu memang bisa memenuhi hasrat manusia untuk mendapat kepuasan dan kebahagiaan. Tetapi, itu semua hanya sebatas memenuhi kepuasan manusia yang naturnya sudah tercemar oleh dosa dan hanya sementara saja. Ingatlah! Itu semua adalah duri di mata Allah dan akan berakhir di dalam api neraka yang kekal. Orang yang sudah mengalami jamahan kasih karunia Allah pasti akan mengalami antusiasme untuk terus duduk di bawah naungan-Nya dan semakin hari semakin memuliakan Tuhan baik dengan tutur kata maupun tingkah lakunya.
3. Buah anugerah Kristus begitu manis.
Semua orang percaya tidak hanya duduk di bawah naungan-Nya saja tetapi juga menikmati buah anugerah-Nya yang begitu manis. Saat Anda menyerahkan diri kepada kebenaran Allah dan duduk di bawah bayang-bayang Kristus, maka segala sesuatu akan ditambahkan padamu, selain anugerah keselamatan, karunia-karunia rohani yang diberikan kepada orang percaya, dan janji-janji-Nya juga sangat manis. Bagi Anda yang saat ini sedang letih dan lesu, ada kelimpahan berkat yang disediakan Allah apabila Anda tetap setia duduk di bawah naungan Kristus. Makanlah dengan teratur makanan rohani yang sudah disediakan dan bersekutulah dalam doa dengan tekun.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah | : | Cahaya Buana, Edisi 92/2002 |
Judul asli artikel | : | Umat Percaya Berharga di Mata Kristus dan Kristus di Mata Umat Percaya |
Penulis | : | Robert Muffay Mc Cheyne |
Penerbit | : | Komisi Literatur GKT III, Malang |
Halaman | : | 7 -- 9 dan 36 |
Pada awal abad ke-16, banyak misionaris yang berasal dari Amerika dan Eropa diutus ke negeri Cina. Pada Tahun 1987, terjadi bentrokan antara Perkumpulan Pedang Besar dengan umat Kristen sehingga jatuh dua korban jiwa berkebangsaan Jerman, dan berakibat didudukinya kota pelabuhan Kiao Chou oleh Jerman. Kemudian pemimpin dari Perkumpulan Pedang Besar mengganti nama perkumpulannya menjadi Tinju Keadilan dan Keserasian, dengan slogannya yang berbunyi "Lindungi Qing, bantai orang asing".
Peristiwa inilah yang kemudian memicu terjadinya pemberontakan anti orang asing yang terkenal dengan nama Pemberontakan Boxer di Cina. Pada masa ini, banyak orang Kristen yang mati syahid. Namun demikian, Allah menggerakkan para pekerja-Nya yang juga berasal dari negara Cina itu sendiri. Banyak pemberita Injil lokal yang bangkit memerluas berita Injil, salah satu di antaranya adalah Watchman Nee.
Watchman Nee lahir pada tanggal 4 November 1903 di Foochow, tenggara Cina. Ibunya yang bernama Piece Lin sudah memiliki dua anak perempuan saat mengandung Watchman Nee. Saat itu dalam tradisi Cina, anak laki-laki lebih disukai dibandingkan anak perempuan. Oleh karena itu, timbul kekuatiran dalam hati Piece Lin, kalau-kalau anak ketiganya ini adalah anak perempuan lagi. Ditambah lagi, banyak orang yang mengatakan kepadanya bahwa ia akan mengalami hal yang sama dengan saudara perempuan suaminya, yang melahirkan enam anak perempuan. Oleh karena itu, Piece Lin berdoa kepada Tuhan, kalau ia memunyai anak laki-laki, maka ia akan memersembahkannya kepada Tuhan. Doanya pun dikabulkan oleh Tuhan dan ia melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Henry Nee.
Akhirnya keluarga Nee Weng Shiu, ayah Henry Nee, dikaruniai oleh Tuhan empat orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Sebelum mengalami kelahiran baru, Henry Nee adalah seorang anak yang berkelakuan buruk, namun demikian ia adalah seorang anak yang cerdas. Ia selalu menduduki peringkat pertama mulai dari sekolah dasar sampai saat ia bersekolah di Anglican Trinity College di Foochow.
Ia mulai menaruh perhatian serius terhadap kekristenan pada saat ia melihat perubahan hidup ibunya yang sungguh-sungguh mengalami kelahiran baru. Ia mulai menghadiri kebaktian yang dipimpin oleh Dora Yu, seorang wanita yang melepaskan kariernya sebagai seorang dokter dan menjadi seorang penginjil. Ia mulai mengalami pergumulan batin karena ada konflik dalam pikirannya antara mengikut Tuhan atau membina kariernya.
Akhirnya pada tanggal 29 April 1920, ia memperoleh kemenangan rohani, bertobat, dan mau mengikut Tuhan seumur hidupnya. Dan sesuai dengan tradisi bangsa Cina untuk memilih nama baru sesudah mengalami perubahan dalam hidupnya, ia mengganti namanya dari Henry Nee menjadi Nee To-Sheng (giring-giring penjaga) atau dalam bahasa Inggrisnya Watchman Nee. Ia memilih nama ini karena menganggap dirinya sebagai seorang penjaga yang memberi tanda dan panggilan di tengah kegelapan malam.
Diperlengkapi dan Dilatih Oleh Tuhan
Watchman Nee tidak pernah belajar di sekolah teologi. Wawasan iman dan teologinya ia peroleh dengan membaca bacaan-bacaan rohani yang ia dapat dari Margaret Barber, seorang misionaris Anglican. Buku-buku rohani yang ia baca, antara lain Pilgrim`s Progress karya John Bunyan, Biografi Hudson Taylor dan Madame Guyon, The Spirit of Christ karya Andrew Murray, Autobiografi George Muller, Church History karya John Foxe, dan sebagainya. Ia benar-benar seseorang yang tekun menggali firman Tuhan.
Pada masa-masa awal pelayanannya, ia membagi uang yang ia dapat menjadi 1/3 untuk kebutuhan pribadinya, 1/3 untuk membantu sesamanya, dan sisanya untuk membeli buku-buku rohani. Ia memeroleh lebih dari tiga ribu buku Kristen yang bermutu, termasuk karya-karya tulis orang-orang Kristen pada abad pertama.
Persekutuannya dengan Barber mengilhaminya untuk tetap setia dengan radikal terhadap salib dan mengobarkan semangatnya terhadap firman Tuhan. Setelah itu, persahabatannya dengan Miss Barber dan biografi Hudson Taylor yang ia baca, memengaruhi hubungannya dengan uang. Ia mengetahui komitmen Taylor yang hanya menceritakan kebutuhan finansialnya kepada Tuhan saja. Ia juga melihat Barber hidup dengan prinsip tersebut. Ia amat terkesan dengan cara-cara yang Tuhan lakukan untuk mencukupkan kebutuhan finansial Barber. Hal ini membuatnya semakin bertekad untuk menyerahkan segala kebutuhan hidupnya kepada Tuhan.
Setelah bertobat, ia mulai terbeban untuk memberitakan Injil kepada teman-teman di sekolahnya. Ia menulis nama tujuh puluh temannya dan secara teratur mendoakan mereka satu persatu setiap hari. Dalam beberapa bulan, hanya satu dari antara mereka yang tidak mengalami kelahiran baru! Mereka mulai mengadakan persekutuan doa di kapel Trinity dan persekutuan ini terus berkembang hingga meluber sampai ke jalanan di Foochow. Mereka juga kerap membagikan brosur yang berisi berita mengenai jalan keselamatan kepada orang-orang yang mereka temui di jalan. Setelah Pemberontakan Boxer, timbul gerakan anti Kristen (kebencian bersifat politik yang berkembang di Cina terhadap segala hal yang berbau Barat). Banyak pemimpin gereja yang mendapat tekanan dari pemerintah Cina agar berkompromi dalam beberapa hal.
Dengan demikian, Watchman Nee yang dicap sebagai pengkhotbah "radikal" mulai disingkirkan oleh rekan-rekan pelayanannya. Karena kecewa, ia pindah ke Ma-hsien, sebuah desa nelayan yang tidak jauh dari misi Barber. Di sini, ia terus mempelajari firman Tuhan secara lebih mendalam. Watchman Nee melihat banyak kaum muda yang yang haus dan lapar akan firman Tuhan karena kondisi gereja telah berubah menjadi menjadi sekularisme agama yang suam dan melumpuhkan gerakan Roh Kudus. Ditambah lagi dengan perasaan anti barat, anti Kristen, dan semangat nasionalisme menguasai banyak rakyat Cina.
Pemahamannya yang mendalam terhadap firman Tuhan membuatnya semakin teguh meresponi panggilan Tuhan. Ia bertekad untuk terus memberitakan Injil dan mendirikan gereja-gereja lokal yang memiliki pemahaman yang benar terhadap Injil.
Tahun pertama dari sebelas tahun masa pelayanannya dimulai dengan deraan penyakit TBC yang parah (tahun 1922). Dokter bahkan telah memvonis bahwa ia hanya akan bertahan hidup selama enam bulan saja. Melihat kondisinya yang parah, teman-temannya membawanya ke tempat misi Barber agar memeroleh perawatan. Meskipun sedang sakit parah, ia tidak mau menyerah. Perlahan-lahan, ia berhasil menyelesaikan bukunya yang berjudul manusia rohani. Sakitnya kian bertambah parah, namun firman Tuhan di dalam 2 Korintus 1:2; "Dengan iman kamu berdiri teguh" dan Markus 9:23; "Tidak ada yang mustahil bagi Allah", muncul dengan jelas dalam pikirannya. Ia lalu bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju rumah sahabatnya. Setiap langkah, ia berseru, "Berjalan dengan iman; berjalan dengan iman!" Saat itulah Tuhan menyembuhkannya secara ajaib.
Setelah kesehatannya pulih kembali, ia memutuskan untuk memindahkan pusat pelayanannya ke kota Shanghai. Di kota ini, ia mulai merintis pendirian gereja lokal di Hardoon Road. Gereja ini mulai bertumbuh, dan dalam waktu singkat menjadi pembicaraan orang dari seluruh pelosok provinsi, bahkan sampai ke Inggris. Charles Barlow, salah seorang anggota London Group of Brethen, berkunjung ke Shanghai. Laporannya tentang kehidupan rohani dan perkembangan gereja di Hardoon Road membuat Group of Brethren, London, mengirim satu tim menuju gereja tersebut. Mereka mengundang Watchman Nee untuk datang ke Inggris. Nee menyanggupinya, dan pada usia tiga puluh tahun ia meninggalkan Cina dan menuju Inggris.
Tanggal 19 Oktober 1934, Watchman Nee menikah dengan gadis idamannya, Charity Chang. Namun bibi Charity di Shanghai, melalui surat kabar nasional, menyerang karakter Watchman Nee. Ia dituduh melakukan transaksi yang curang dengan para investor asing. Hal ini memberikan kesempatan kepada "musuh-musuh" Watchman Nee untuk membagi-bagikan artikel yang menyerang pribadi Watchman Nee. Ia sempat mengalami depresi, namun dukungan teman-teman setianya dan pertolongan Roh Kudus membuat ia bangkit kembali. Bersama rekan-rekannya, ia lalu mencurahkan waktu untuk merintis jemaat lokal. Pada tahun 1937, ia diundang untuk memberitakan Injil di Manila.
Pada saat yang bersamaan, Jepang mulai menduduki Cina. Bersama istrinya, Watchman Nee bergegas menuju Hong Kong, yang merupakan lokasi tempat tinggal orang tua Watchman Nee. Di Hong Kong, ia berjumpa dengan rekan-rekan misionaris yang memintanya datang lagi ke Inggris. Selama empat bulan di Inggris, ia memberikan pelayanan pengajaran dan penulisan buku-buku rohani. Ia kembali mengalami dukacita saat menerima surat dari istrinya, yang memberitahukan bahwa kandungannya mengalami keguguran. Ia ingin segera kembali ke Cina, namun perang Sino-Jepang memaksanya tinggal lebih lama.
Tahun 1941, Jepang kembali melancarkan serangan hebat terhadap kota Shanghai. Gereja di Shanghai mengalami kondisi yang buruk saat Jepang akan menyerang Hong Kong, Watchman Nee menerima kabar kematian ayahnya dan kembali ke Hong Kong untuk mengatur upacara pemakaman ayahnya. Saat kembali ke Shanghai, ia mengalami krisis keuangan yang sangat parah, namun Tuhan senantiasa menolongnya. Watchman Nee menerima bantuan dari sumber-sumber yang tidak terduga. Sebagian bantuan berasal dari orang-orang Kristen di Inggris.
Saudara Watchman Nee, George, memintanya untuk menjadi mitra dalam mendirikan pabrik farmasi. Awal tahun 1942, pabrik tersebut pun didirikan. Banyak rekan kerja Watchman Nee yang bekerja paruh waktu di pabrik tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pelayanan mereka. Keputusan Watchman Nee untuk bertindak seperti Rasul Paulus yang melayani dan bekerja sendiri, membuat rekan-rekannya yang berpikiran sempit melarangnya untuk berkhotbah di gereja. Ia kemudian memindahkan pabriknya ke Chungking. Di sana, ia membuka pelatihan bagi hamba-hamba Tuhan yang berasal dari kaum awam. Bisnisnya amat berhasil, tetapi Watchman Nee tetap meluangkan waktu menjadi penginjil keliling. Atas usaha Witness Lee, para penatua di Shanghai sadar akan kelakuan mereka yang tidak terpuji terhadap Watchman Nee. Mereka kemudian mengundang Watchman Nee untuk memimpin sebuah konferensi Alkitab di Hardoon Road. Lebih dari 1.500 orang hadir untuk mendengarkan gembala mereka menyampaikan firman Tuhan.
Tanggal 31 Januari 1949, Tentara Pembebasan Rakyat pimpinan Mao Tse Tung memasuki Beijing. Ini adalah langkah awal berkuasanya kaum Komunis di Cina. Setelah Komunis berkuasa, Chou En-Lai yang menjabat sebagai perdana menteri, mengumpulkan para pemimpin gereja dan menerbitkan "Christian Manifesto for the Protestant Churches" yang berisi prinsip-prinsip gerakan kekristenan baru. Sejak saat itu, gereja mulai terikat akan peraturan-peraturan Komunisme.
21 April 1951, ribuan cendekiawan Shanghai mulai ditangkap. Pada tanggal 10 April 1952, giliran Watchman Nee yang ditangkap. Ia dituduh melanggar dan menentang "Tiga Gerakan Reformasi Diri Gereja Kristen". Ia mulai mengalami aniaya yang berat, sementara itu istrinya mengalami tekanan batin dan nyaris mengalami kebutaan akibat penyakit darah tinggi yang dideritanya. Ia menjalani perawatan dan berada di bawah pengawasan polisi. Watchman Nee sudah menjalani hukuman selama lima belas tahun, namun masih ditambah lima tahun lagi. Charity Chang, istrinya telah dibebaskan dengan kondisi kesehatan yang buruk dan menanti kepulangan suaminya di Shanghai. Namun hanya enam bulan menjelang tanggal pembebasan suaminya, ia terjatuh dan mengalami luka-luka parah yang mengakibatkan ia meninggal dunia. Ini membuat duka yang mendalam bagi Watchman Nee. Selama berada di penjara, ia ditugaskan menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Cina.
Tanggal 12 April 1972, Watchman Nee menyelesaikan masa hukumannya, tetapi ia masih belum dibebaskan. Akhirnya, pada tanggal 1 Juni 1972, Watchman Nee meninggal dunia dalam penderitaan dan kesendirian karena mengalami sakit jantung yang kronis ditambah dengan siksaan yang ia alami. Kemudian, jazadnya pun dikremasi. Saudara perempuan istrinya yang tertua menerima kabar kematiannya dan meminta abu jenazah Watchman Nee dikuburkan bersama dengan istrinya di Kwanchao, kota Haining di provinsi Chekiang.
Watchman Nee telah tiada. Ia kini berada di surga dengan Allah Bapa dan mengalami sukacita kekal. Selama pelayanannya, diperkirakan ada kurang lebih empat ratus gereja lokal yang dirintis dan didirikan olehnya. Lebih dari tiga puluh gereja lokal berdiri melalui pelayanannya di Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Hari ini Tuhan berkarya melalui gereja-gereja tersebut dan berkembang menjadi lebih dari 2300 gereja di seluruh dunia.
Daftar Pustaka:
Kesaksian Watchman Nee. Bahan-bahan yang dikumpulkan oleh Kwang Hsi Weigh, Yayasan Perpustakaan InjiI, Surabaya 1974.
Watchman Nee Hamba Tuhan Yang Menderita, Adonai Publishing, 2000.
www.Watchmannee.org/life-ministry.html
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul majalah | : | Cahaya Buana, Edisi 93, Tahun 2003 |
Judul asli artikel | : | Watchman Nee |
Penulis | : | Tidak Dicantumkan |
Penerbit | : | Komisi Literatur GKT III, Malang 2003 |
Halaman | : | 11 -- 13 |
Proyek Filipus, Cara Baru Penginjilan
Yayasan Sumber Sejahtera adalah sebuah yayasan Kristen interdenominasi yang didirikan dengan tujuan utama memberitakan Injil Yesus Kristus kepada siapa saja dari segala tingkat usia. Tujuan ini dilaksanakan dan didukung melalui program kerja Proyek Filipus yang menunjang misi gereja lokal. Nama Proyek Filipus dikutip dari Kisah Para Rasul 8:30-31, percakapan Filipus dengan seorang sida-sida Etiopia. Filipus berkata, "Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?" Jawab sida-sida itu, "Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang mengajarku?"
Tujuan Proyek Filipus adalah membantu gereja lokal mengemban misinya secara berkesinambungan. Sasaran Proyek Filipus adalah membina umat Kristen untuk menyebarluaskan pelajaran-pelajaran Proyek Filipus dan mengajarkannya kepada banyak orang.
Target utama Proyek Filipus adalah memersiapkan orang yang bersedia menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya, serta untuk memersiapkan mereka belajar firman Allah. Dengan demikian, mereka mengenal Tuhan secara pribadi.
Cara pelaksanaan Proyek Filipus adalah dengan mengikuti paket kursus tertulis Alkitab yang diberi nama: "JAWABAN", "SIAPA TUHAN ITU?", dan seri "TEMUAN BARU".
KURSUS PROYEK FILIPUS
"JAWABAN" adalah kursus tertulis singkat dan padat tentang keadaan manusia yang berdosa, hukuman akibat dosa yang harus ditanggung manusia, Kristus melunasi hutang dosa manusia, dan kebenaran tentang adanya jaminan pengharapan bagi setiap orang percaya.
Kursus tertulis "SIAPA TUHAN ITU?" mencakup sebelas pelajaran singkat tentang diri Allah, ciptaan Allah, dosa manusia, karya Kristus, kematian, kebangkitan, dan kedatangan-Nya yang kedua kali. Bahan kursus penginjilan ini juga dapat digunakan sebagai pelajaran sekolah minggu dan atau sebagai tindak lanjut penginjilan.
Peserta yang menyelesaikan kursus tertulis "JAWABAN" atau "SIAPA TUHAN ITU" akan menerima sertifikat dan sebuah Alkitab Perjanjian Baru.
Kursus lanjutan dari proyek Filipus adalah seri "TEMUAN BARU", yang merupakan panduan pemahaman Alkitab untuk kelompok kecil maupun perseorangan. Topik-topik dalam kursus ini antara lain, manusia di mata Tuhan, ketidaktaatan manusia, karya penyelamatan Tuhan untuk manusia, menjadi ciptaan baru dalam Kristus, kehidupan Kristen, dan topik-topik lainnya yang bermanfaat bagi pertumbuhan iman orang yang baru percaya kepada Tuhan Yesus.
Peserta yang menyelesaikan salah satu buku dari kursus ini akan menerima sertifikat dan Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Proyek Filipus mendukung pertumbuhan gereja lokal karena proyek ini:
Berpusat pada Alkitab.
Alkitab adalah sarana mutlak dalam penginjilan. Program ini mengajarkan tugas gereja lokal dalam misi penginjilannya, yakni mengajarkan firman Tuhan kepada semua orang.
Berpusat pada gereja.
Program ini menggerakkan gereja melakukan/mengemban misi penginjilannya.
Berpusat kepada manusia.
Membina setiap anggota jemaat gereja untuk aktif bersaksi dan dilatih menjadi pembimbing.
Langkah-langkah sederhana di bawah ini hanyalah pedoman saja. Anda bebas menyesuaikan salah satu metode ini sebagai sarana yang efektif dalam pelayanan gereja Anda.
Perkenalkan proyek penginjilan ini, cara kerja, dan manfaatnya kepada anggota gereja. Ajaklah mereka mendoakan teman dan kerabatnya yang mungkin tertarik belajar Alkitab di rumah/gereja mereka.
Siapa saja dalam gereja Anda boleh mendaftarkan teman, tetangga, rekan kerja, dan sanak saudaranya untuk mengikuti kursus ini. Kemudian dia sendiri mendalami setiap pelajaran terkait.
Sekali seminggu, orang yang bersangkutan memantau mereka dalam pelajarannya dan mengumpulkan pelajaran-pelajaran kursus untuk diperiksa/dinilai. Orang yang bersangkutan mungkin perlu duduk bersama peserta kursus untuk membahas pelajaran dan menjawab beberapa pertanyaan. Bila ada kesulitan, ia dapat minta bantuan pekerja gereja atau pendeta.
Menentukan waktu untuk acara wisuda.
Para peserta yang tinggal di daerah boleh mulai menyediakan sejumlah Alkitab (pesanan Alkitab dapat dikirimkan ketika kursus sedang berjalan), kemudian menyerahkan laporan setelah acara wisuda.
Paling sedikit satu minggu sekali, pendeta atau pekerja gereja bertemu dengan anggotanya untuk berdoa bersama dan membahas perkembangan proyek ini.
Orang bersangkutan atau salah satu anggota jemaat boleh ditunjuk untuk menilai atau memeriksa pelajaran kursus. Bahan-bahan pelajaran dapat dikirim langsung ke kantor pusat Yayasan Sumber Sejahtera.
Alkitab dan sertifikat diserahkan pada acara wisuda (opsional), jika memungkinkan untuk diadakan.
Pendeta atau pekerja gereja yang terlibat dalam Proyek Filipus wajib hadir dalam acara wisuda untuk menyerahkan Alkitab dan sertifikat kepada para wisudawan.
Setelah kursus pertama selesai, anggota jemaat bersangkutan boleh mendaftarkan beberapa temannya yang tertarik mengikuti kursus Alkitab tertulis ini. Setiap wisudawan yang menjadi Kristen melalui kursus ini dapat mendaftarkan teman-teman lainnya yang belum percaya, dan demikian seterusnya.
Wisudawan dari kursus tertulis "JAWABAN" atau "SIAPA TUHAN ITU?" dapat melanjutkan kursus seri "TEMUAN BARU".
Selesai semua kursus, setiap wisudawan akan menerima sebuah sertifikat dan Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Kirimkanlah daftar nama wisudawan ke kantor pusat atau perwakilan Yayasan Sumber Sejahtera sebelum sertifikat, Alkitab Perjanjian Baru, atau Alkitab Perjanjian Lama diserahkan.
CARA MENGGUNAKAN KURSUS DARI PROYEK FILIPUS
Setiap anggota gereja dapat bersaksi dengan cara menggunakan program Proyek Filipus. Cara-cara yang praktis adalah sebagai berikut.
Yang paling efektif ialah dari pribadi ke pribadi. Perkenalkanlah kursus ini bila Anda berjumpa dengan teman atau kerabat, rekan kerja, atau teman sekolah.
Proyek Filipus cocok digunakan sebagai bahan kelompok pemahaman Alkitab di gereja atau bahan pelajaran sekolah minggu dan kursus tertulis Alkitab di rumah. Ada gereja yang menggunakannya di sekolah-sekolah. Bahkan, Proyek Filipus juga cocok untuk digunakan dalam pelayanan di penjara.
Proyek Filipus ini adalah untuk Anda! Gereja Anda bebas memakainya untuk kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus. Manfaatkanlah sarana pengembangan gereja yang luar biasa ini. Banyak gereja memakai Proyek Filipus ini sebagai alat mengemban Amanat Agung Kristus. Gereja Anda pun dapat berbuat demikian.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul Brosur | : | Proyek Filipus, Cara Baru Penginjilan |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Sumber Sejahtera |
Halaman | : | Tidak dicantumkan |
Dia Hadir dalam Berita Kelahiran-Nya
"Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala." (Mikha 5:2)
Berita tentang kelahiran-Nya yang dinubuatkan oleh Nabi Mikha, membuat kita bersyukur, karena Dia bukan saja Raja bagi Israel, tetapi juga adalah Raja bagi bangsa-bangsa. Dialah Tuhan atas kita, Dialah Allah atas alam semesta dengan segala isinya, dan karenanya kita patut menyembah Dia. Paulus dengan ilham roh berkata: "Tiap lutut akan bertelut dan tiap lidah akan mengaku, bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah yang adalah Bapa." Kota kelahiran-Nya diberitakan Mikha dengan pasti dan terbukti. Mikha tidak berkata: "Dia akan lahir di suatu tempat di daerah Yehuda, atau di Samaria." Tidak! Mikha dengan tegas dan akurat menunjuk ke sebuah kota kecil, yaitu Bethlehem. Dan Alkitab Perjanjian Baru menyaksikan kebenaran nubuat tersebut.
Demikianlah yang terjadi pada suatu malam yang dingin, di kandang yang hina telah lahir yang Mahatinggi, Yesus Juru Selamat manusia. Tiada selimut kecuali jerami, tiada pelita kecuali cahaya bintang-bintang. Dan malaikat-malaikat datang di padang Efrata menyanyikan pujian indah menyambut kedatangan-Nya: "Segala kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi, di antara orang yang berkenan kepada-Nya." Setiap kali kita merayakan Natal, sesungguhnya kita tidak hanya sekadar bergembira menikmati suasana semarak dengan segala sesuatu yang disiapkan serba istimewa, namun lebih dari itu kita bertindak menyaksikan suatu kebenaran bahwa nubuat Mikha dan para nabi bukan sekadar dongeng, bukan sekadar legenda, atau isapan jempol, tetapi kebenaran, suatu fakta sejarah yang tidak dapat disangkal oleh siapa pun di kolong langit ini, bahwa di Bethlehem telah lahir seorang yang nama-Nya disebutkan orang: "Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai, Yesus Kristus, Juru Selamat Manusia".
Kelahiran-Nya telah membuat Herodes gemetar ketika orang Majus bertanya: "Di manakah Dia, Raja orang Yahudi yang baru lahir itu? Kami telah melihat bintangnya di Timur, dan kami datang untuk menyembah Dia" (Matius 2:2). Herodes tercengang, dan pastilah di dalam hatinya dia berkata: "Adakah seorang raja lain di luar aku? Adakah kuasa lain selain kuasaku?" Lalu dikumpulkannyalah cerdik pandai, para imam, dan ahli taurat, lalu bertanya: "Di manakah Mesias akan dilahirkan?" "Di Bethlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis di dalam kitab nabi," jawab mereka. Tak pelak lagi, nabi yang dimaksudkan ialah Nabi Mikha yang nubuatannya telah mereka kutip: "Engkau Betlehem, engkau yang terkecil di antara kaum Yehuda, namun dari padamu akan bangkit Seorang yang akan memerintah Israel. Seorang yang telah ada sejak purbakala." Dia, yang telah ada sebelum Adam ada, yang sudah ada sebelum dunia diciptakan, yang adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir, yang mengetahui seluruh liku perjalanan hidup tiap orang, adalah patut disembah, dipuji, ditinggikan, dan dimuliakan.
Masihkah kita meragukan keilahian-Nya? Masihkah kita ragukan kuasa penyelamatan di dalam nama-Nya, sehingga takut mengiringi Dia? Sesungguhnya, Dia telah ada sebelum segala sesuatu ada, maka Dia tahu lorong-lorong yang menakutkan dalam perjalanan hidup ini. Dia tahu tikungan-tikungan yang membahayakan, Dia tahu setiap bukit dan gunung yang memenatkan orang yang mendakinya. Dia juga tahu, iblis dengan segala roh pengikutnya senantiasa berusaha mencobai dan menjatuhkan anak-anak Tuhan. Namun, berbahagialah orang yang menaruh harap dan bersandar pada-Nya, sebab Dialah kekuatan kita, Allah yang perkasa, yang sempurna pemeliharaan-Nya.
Dia Hadir dalam Janji Penyelamatan
Mikha 4:6-14 mengungkapkan janji keselamatan bagi umat Tuhan. Ayat 6 berkata, "... Aku akan mengumpulkan mereka yang pincang, dan akan menghimpunkan mereka yang terpencar-pencar ...."
Sering kali, dalam kehidupan berjemaat, kita jumpai orang yang tadinya setia mengiring Yesus, hidup saleh, aktif dalam berbagai kegiatan di gereja, tetapi setelah kecewa dengan seseorang, dia menjadi mundur, dan kian hari kian tenggelam, terbawa oleh kehendak dagingnya. Ada pula karena merasa telah cukup lama berdoa memohonkan kesembuhan, tapi tak kunjung sembuh, mereka lalu undur pergi mencari pertolongan dukun. Akibatnya, hidupnya makin jauh dari Tuhan. Ada pula yang tak kuat menanggung beban kesulitan; saat cobaan datang, mereka lalu jatuh dan undur dari Tuhan. Mikha menyamakan mereka dengan orang-orang pincang, yang tidak tegar berdiri, yang langkahnya tidak rata alias tidak jujur di mata Tuhan, namun Alkitab berkata, ada lengan yang kekar, yang mengumpulkan dan menghimpunkan mereka yang pincang dan yang terpencar-pencar itu. Ada tangan yang berkuasa membawa minyak dan membalut luka hati, dan ada tangan yang menopang dan menguatkan yang lemah, sehingga kembali tegak berdiri. Dan Mikha membahasakannya dengan kata "keselamatan" yang dari Allah.
Jadi, keselamatan itu bukan saja akan kita peroleh pada waktu telah nyata berada di surga, tetapi keselamatan itu bisa kita miliki saat ini. Misalnya, pada saat kita mendengar atau membaca kupasan sebuah ayat firman lewat khotbah seorang pendeta, sehingga meluluhkan hati kita dan akhirnya membuat kita bertekad untuk kembali kepada Tuhan, mengaku dosa kita, dan mohon pengampunan dari pada-Nya. Itulah keselamatan yang dikerjakan Allah bagi kita; dengan mengumpulkan kita dan mengembalikan kita dari jalan sesat ke jalan yang benar. Penjabaran keselamatan itu juga digambarkan dalam Mikha 4:7b: "... Tuhan akan menjadi Raja atas mereka di gunung Sion, dari sekarang sampai selama-lamanya."
Sebagai Raja, Dia tentu memunyai hukum dan peraturan yang harus ditaati. Dia memunyai perintah dan ketetapan yang harus dipatuhi tanpa syarat. Dia juga memunyai aparat yang bertugas menyebarluaskan perintah dan ketetapan-Nya, sehingga kita yang tadinya berjalan seturut kedagingan kita, sekarang setelah mendengar Injil-Nya, kita pun takluk dan berjalan di dalam terang kebenaran firman-Nya. Itulah saat di mana kita memeroleh keselamatan yang dari Tuhan. Banyak orang enggan bertobat, mereka takut pertobatan akan mengekang mereka dari kenikmatan dunia, akan menjauhkan mereka dari pergaulan "modern", sebab itu mereka lebih senang hidup menurut apa kata hatinya, sekalian tanpa arah dan tujuan yang jelas, namun katanya sanggup membuat hidup mereka lebih berarti, lebih bahagia. Keliru! Alkitab menegaskan: "Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik ..." (Yesaya 5:20a).
Sesungguhnya, Allah mengerti segala sesuatu tentang seluk-beluk hidup manusia, Dia mengetahui bahwa hanya orang yang menaklukkan kehendaknya pada kehendak Allahlah yang akan berbahagia. Hanya dengan menjauhkan pola hidup bebas, lalu mematutkan langkah pada ketetapan dan perintah Allah, maka manusia akan mampu hidup saling mengasihi, saling menghormati, panjang sabar dan lemah lembut, serta akan berusaha memelihara kesucian hatinya. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah" (Matius 5:5, 8). Jelas sudah, hidup berbahagia adalah janji Allah bagi orang yang mematuhi hukum dan perintah-Nya, yang menaruh pengharapan kepada-Nya, dan yang setia beriman kepada-Nya. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan pada jalan orang berdosa, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tapi yang kesukaannya taurat Tuhan dan merenungkan taurat itu siang dan malam." (Mazmur 1:1-2)
Lebih jauh, Mikha menjabarkan keselamatan itu dalam Mikha 4:9-10, "Maka sekarang, mengapa engkau berteriak dengan keras? Tiadakah raja di tengah-tengahmu? Atau sudah binasakah penasihatmu, sehingga engkau disergap kesakitan seperti perempuan yang melahirkan? Menggeliatlah dan mengaduhlah, hai perempuan Sion, seperti perempuan yang melahirkan! Sebab sekarang terpaksa engkau keluar dari kota dan tinggal di padang, terpaksa engkau berjalan sampai Babel; di sanalah engkau akan dilepaskan, di sanalah engkau akan ditebus oleh Tuhan dari tangan musuhmu."
Kata-kata sederhana yang berbunyi: Mengapa kau duduk dan menjerit-jerit, seperti seorang perempuan kesakitan hendak melahirkan. Apakah padamu tidak ada raja, apakah padamu tidak ada penasihat yang dapat memberikan petuah dan bimbingan, supaya jeritan dan tangisanmu berhenti? Bukankah Allah itu Penasihatmu? Bukankah Allah itu Rajamu? Menggeliatlah, ambillah tindakan, dan bawalah keluhanmu. Mengeluhlah engkau kepada-Nya. Itu berarti, jika kita sedang diimpit kesulitan, berserulah kepada Dia, Penasihat yang Ajaib, Raja Damai, sebab hanya Dialah yang sanggup mendengar dan menjawab doa kita. Dan ketika doa dan seruan kita dikabulkan, itu pun salah satu karya keselamatan yang dari Allah.
Dalam Markus 5, ada sebuah kisah tentang seorang perempuan yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun. Suatu hari, ketika sedang mengiring Yesus, timbul niat di dalam hatinya, kalau saja ia dapat menjamah jubah Yesus, ia yakin penyakitnya akan sembuh. Wanita itu bertindak menjamah jubah Yesus, dan seketika itu juga ia pun sembuh. Lalu apa kata Yesus kepada perempuan itu? "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu." Dari kisah ini, kita dapat menyimak kebenaran ungkapan Mikha, bahwa keselamatan itu merupakan suatu anugerah yang dapat dinikmati sekarang, sebelum kita mengalaminya secara utuh di surga.
Sejak Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, kita terjual kepada penguasa yang tidak sah, yaitu Iblis, si pembinasa itu. Di dalam genggamannya kita menderita, di atas genggamannya hati kita kosong dan merana. Tetapi pada waktu kita mendengar kabar keselamatan bahwa di Golgota telah terdengar jeritan "Eli Eli lama Sabakhtani" -- Ya Tuhanku, ya Allahku, mengapa engkau meninggalkan aku? Maka kita pun dapat berseru: "Immanuel" -- Allah beserta kita. Pada waktu kita mendengar Injil keselamatan, kemudian menerima dan mengundang Yesus masuk dalam hati kita dan percaya akan kemampuan darah-Nya yang menyucikan, maka kita ditebus-Nya. Ditebus dari tangan kuasa kegelapan yang membawa maut, masuk ke dalam tangan Allah yang hidup, yang berlimpah kasih setia.
Apa yang harus kita katakan kepada Tuhan tatkala mengetahui bahwa kita telah dibeli dan ditebus bukan dengan emas dan perak, tetapi dengan darah Yesus Kristus -- harga yang sangat mahal? Tak satu pun di kolong langit ini yang setara, yang dapat dipersembahkan kepada-Nya sebagai rasa terima kasih atas pengorbanan-Nya. Pemazmur berkata: "Bagaimana akan kubalas kepada Tuhan, segala kebajikan-Nya kepadaku?" (Mazmur 116:12). Allah tahu hal itu, Dia tahu keterbatasan dan ketidakmampuan kita, namun satu yang diinginkan-Nya dari kita, seperti yang diungkapkan Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma: "Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang seati." (Roma 12:1)
Mikha telah mengungkapkan suatu kebenaran, dan Yesus telah mewujudkannya di Bukit Golgota. Di sana, Ia disalibkan menanggung dosa isi dunia, di sana, darah-Nya yang suci tercurah sebagai tebusan atas hidup kita.
Dialah Allah yang Tak Tertandingi
Mikha 7:18 berkata: "Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa ...." Mikha menyadari arti dari namanya sendiri. Hal itu dia ungkapkan, dia saksikan, dan dia tuliskan dalam ayat tersebut. Tak dapat disangkal bahwa dalam menulis ayat-ayat tersebut, Mikha telah menelaah allah bangsa-bangsa sekitarnya. Dia telaah allah bangsa Filistin, allah bangsa Amalek, allah bangsa Amori, dan sampailah ia pada kesimpulan; tidak ada allah seperti Allahku, Allah Israel, Allah yang Mahakuasa. Allah bangsa kafir di sekitarnya memiliki telinga, tapi tuli, punya mulut tapi bisu, punya mata tetapi buta, tetapi Allah Israel, Allah yang hidup, Dia menjawab doa, karena Dia mendengar seruan anak-anak-Nya. Dia berfirman karena Dia bisa berkata-kata, Dia memerhatikan sebab Dia memunyai mata yang dapat memandang sampai ke dalam hati dan pikiran manusia. Dia mengampuni sebab Dia memiliki hati yang berlimpah kasih.
Namun, mengapa Mikha tidak menulis, "Siapakah Allah seperti Engkau yang selalu mencukupkan kebutuhan kita?" Tidak! Mikha memunyai alasan untuk tidak menulis seperti itu, karena allah bangsa kafir juga mampu memberi berkat jasmani. Berapa banyak orang, dewasa ini, yang mencari kekayaan di gunung-gunung dan di kuburan-kuburan keramat, di goa-goa dan pohon-pohon yang rindang. Mereka memerolehnya sekalipun dengan berbagai pengorbanan, seperti anak lahir cacat, suka mengiler, bego, terbelakang, dan sebagainya. Mikha juga tidak menulis, "Siapakah Allah seperti Engkau yang mencelikkan mata orang buta, yang membuat orang tuli mendengar dan sebagainya." Karena jika hal itu dilakukan, maka pasti bangsa-bangsa kafir akan membusungkan dada; sebab allah mereka juga sanggup menyembuhkan orang sakit.
Namun, yang ditulis Mikha adalah, Allah yang mengampuni dosa dan pelanggaran, tak dapat dilakukan allah mana pun di kolong langit ini. Sebab hanya di dalam Yesus ada pengampunan dosa, di dalam Yesus ada sejahtera dan sukacita, di dalam Yesus ada keselamatan. Jadi, kalau hanya karena pangkat dan jabatan, senyum seorang gadis tak beriman, ketampanan seorang pemuda lain agama, Anda meninggalkan Yesus, maka ketahuilah sesungguhnya Anda telah kehilangan segala-galanya, termasuk diri Anda sendiri. Jika Anda sedang menghadapi situasi seperti ini, maka hanya ada satu jalan untuk mengatasinya, yaitu berdoalah sungguh-sungguh, minta hikmat dan kekuatan Allah, dan jika Anda tulus, Anda ingin mengutamakan kehendak Allah, maka Dia akan memberikan jalan keluar yang terbaik, yang tidak membebankan Anda.
Yesus teramat berharga bagi Anda, bagi setiap orang percaya, Dia lebih mulia daripada apa pun yang termulia di muka bumi ini. Dialah satu-satunya Allah yang mengasihi kita, dan mau mengampuni dosa dan pelanggaran kita karena nama-Nya. Datanglah pada-Nya. Jangan tertipu bisikan iblis yang selalu berkata: "Dosamu banyak, hatimu cemar dan najis." Sebaliknya, teguhkanlah hatimu, pandanglah pada-Nya, sebab Dia mengasihi Anda dengan kasih yang kekal. Dia berkata: "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat" (Lukas 5:32). Terimalah uluran tangan-Nya, dan sambutlah Dia masuk ke dalam hatimu, maka Dia akan membaharui dan memberkati hidup Anda sesuai dengan janji-Nya: "Aku datang, supaya kamu memunyai hidup, dan memunyainya dalam segala kelimpahan." (Yohanes 10:10)
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku | : | Allah Mana Seperti Allah Kita |
Penulis | : | Pdt. Jacob Nahuway, M.A. |
Penerbit | : | Gereja Bethel Indonesia Jemaat Mawar Saron, Jakarta 1990 |
Halaman | : | 199 -- 208 |