You are herePenginjilan / Penginjilan: Suatu Perintah yang Harus Dilakukan
Penginjilan: Suatu Perintah yang Harus Dilakukan
Tuhan, Engkau memerintahkan saya untuk pergi dan memberitakan Injil. Kiranya Engkau berbelas kasihan kepada saya yang malang ini, dan memberi hati yang mengasihi orang berdosa serta ketaatan untuk melakukan perintah-Mu ini. Saya bersyukur untuk kesempatan yang diberikan untuk menulis artikel mengenai penginjilan ini. Dalam kesempatan ini saya ingin membagikan pengalaman pergumulan melakukan penginjilan pribadi dalam kehidupan pekerjaan di Singapura. Setelah tujuh belas tahun hidup di negara ini, saya semakin menyadari bahwa kehidupan di sini sangat dipenuhi dengan ambisi untuk mengejar hal-hal materi. Suatu kehidupan yang menawarkan bahwa tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah mencari uang sebanyak-banyaknya. Dosa perjudian telah ditutupi dengan bangunan-bangunan yang mewah, dosa homoseks telah menjadi suatu kewajaran yang harus diterima atas nama hak asasi manusia, dan dosa gaya hidup duniawi seperti sesuatu yang harus dilakukan sebagai syarat mutlak untuk diterima menjadi orang modern.
Memang benarlah apa yang Kitab Suci katakan, ”Lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kebinasaan itu.”Celakalah kita yang masuk pintu dan ikut jalan itu! Di tengah kehidupan yang diwarnai dengan arus kemajuan teknologi yang luar biasa, kegemerlapan, kenyamanan, dan kenikmatan ini semakin sulit untuk membawa orang kepada Kristus. Sebagai orang Kristen seharusnya kita waspada akan nilai-nilai yang ditawarkan oleh dunia ini yang ternyata tanpa disadari banyak merusak nilai-nilai kekristenan dan membawa kita bertambah jauh dari Tuhan. Kitab Suci dengan tegas mengatakan bahwa dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya. Di tengah situasi seperti inilah Tuhan menempatkan kita untuk menjadi saksi-Nya. Namun, di antara ribuan orang Kristen di negara ini, berapakah yang sadar bahwa penginjilan adalah perintah Tuhan dan berapa banyak yang taat melakukannya?
Suatu Kesadaran untuk Memberitakan Injil
Meskipun saya sudah merasa menjadi orang Kristen sejak 1990, tetapi saya bertobat kembali dan lahir baru pada 1995. Saya sampai pada suatu titik balik yang mengagetkan sewaktu mendengar khotbah-khotbah di GRII, sejak tahun 2001, bahwa setiap orang Kristen diperintahkan Tuhan untuk memberitakan Injil. Sebelumnya saya berpendapat bahwa hal itu adalah pekerjaan seorang penginjil dan saya bukan penginjil. Oleh sebab itu, terus terang hal ini merupakan suatu hal yang baru dan menakutkan karena pada waktu itu untuk berdoa makan di food court pun sering kali malu, apalagi harus memberitakan Injil kepada orang lain? Maka mulailah bermacam-macam alasan bermunculan seperti, saya merasa tidak pintar berkata-kata, saya tidak berani membicarakannya, saya merasa tidak ada hubungan antara Injil dengan pekerjaan. Singkatnya, semua alasan yang bisa mendapat persetujuan dari otak untuk akhirnya tidak usah menginjili. Akhirnya sampai tiba kepada alasan yang paling jitu – predestinasi.
Namun, saya disadarkan bahwa jikalau karena memiliki pengetahuan seperti ini saya jadi malas menginjili, maka lebih baik saya berhati-hati ketika mendalaminya terus-menerus, bahkan memperdebatkannya dengan penuh kesombongan. Bukankah Tuhan yang sama telah mengizinkan kita mengetahui predestinasi juga yang memerintahkan kita untuk pergi menginjili? Oleh sebab itu, alasan ini pun tidak diperkenankan Tuhan untuk menghalangi saya pergi menginjili. Akan tetapi, janganlah kita bergembira seolah-olah mempelajari doktrin tidak penting – yang penting melayani. Tentu hal ini tidak benar, karena pelayanan apa pun yang kita lakukan harus didasarkan kepada pengenalan yang benar akan Allah yang kita layani, sehingga kita mengetahui dengan benar apa kehendak-Nya. Kitab Suci dengan jelas memberi perintah kepada saya untuk menjadi pelaku firman, dan firman-Nya jelas memerintahkan saya untuk menginjili! Singkatnya, saya terus bergumul dengan Tuhan, harus mulai dari mana? Siapa yang harus menerima Injil dari saya?
Suatu Dorongan untuk Merenungkan Neraka
Tuhan mengingatkan setiap orang Kristen kepada si orang kaya dalam kisah Lazarus, yang walaupun sudah masuk neraka masih memiliki belas kasihan melihat saudara-saudaranya yang belum percaya. Perlukah kita masuk dulu ke dalamnya untuk memiliki keinginan menginjili? Tentu tidak, bukan? Jika hal ini belum cukup menggetarkan kita, maka kita harus dibawa pada ketakutan akan kematian dan pemikiran akan neraka,serta meminta Tuhan memberikan kepada kita rasa takut dan gentar dalam hati kita ketika merenungkannya. Suatu tempat yang dikuasai kegelapan yang paling dahsyat, penuh dengan ratap dan kertak gigi, ulat yang tidak akan mati, api yang tak terpadamkan, singkatnya, suatu penderitaan yang tidak akan berakhir akibat keterpisahan dengan Tuhan selama-lamanya! Berapa seringkah kita merenungkan tentang neraka? Suatu perenungan yang akan membawa kita kepada suatu kesadaran betapa sia-sianya hidup dalam dunia yang sementara ini, jika akhirnya tempat itulah yang kita tuju setelah mati. Di tengah kehidupan yang nyaman ini, memang sangat sulit untuk merenungkan tentang neraka tanpa memaksa diri untuk sesekali mengunjungi upacara pemakaman atau orang sakit yang sudah hampir mati.
Namun, selama kita masih hidup di bumi ini, di mana pun Tuhan menempatkan kita, kita diajak untuk merenungkannya dengan sangat serius. Sehingga kita pasti akan berusaha untuk menghindarkan diri untuk masuk ke dalamnya dan juga memberi tahu orang lain untuk tidak memasukinya, dengan satu kesadaran bahwa itulah tempat yang akan dituju oleh semua manusia di bumi ini, termasuk orang Kristen yang hidup tanpa Kristus! Dalam hal ini saya dipaksa untuk mengintrospeksi diri terus-menerus agar jangan sampai setelah mati Tuhan berkata kepada saya, “Aku tidak pernah mengenal kamu!” Sungguh suatu kecelakaan yang tidak bisa dibayangkan! Kiranya Tuhan menolong kita untuk terus mendekatkan diri kita kepada-Nya, bukan hanya karena kasih-Nya tapi juga dalam ketakutan akan murka-Nya. Melalui perenungan ini kita didorong untuk mengasihi Tuhan Yesus yang telah rela mati bagi dosa-dosa kita dan yang bangkit untuk menyelamatkan kita. Sehingga kasih Tuhan mendorong kita untuk mengasihi orang lain yang membutuhkan kasih-Nya juga.
Suatu Dorongan untuk Merenungkan Kasih Kristus
Akhirnya setelah perenungan tentang neraka, tidak ada lagi yang bisa mendorong saya untuk menginjili selain merenungkan kasih Tuhan yang sudah mati bagi saya. Dia bahkan dengan begitu teliti setiap hari dua puluh empat jam, setiap detik tidak pernah berhenti memelihara saya, ketika sehat maupun sakit, ketika tidur semua organ tubuh berfungsi terus tanpa disadari, bahkan ketika saya menyedihkan hati-Nya. Apakah saya harus menganggap hal luar biasa itu sebagai hal yang wajar dan dengan beraninya mengatakan bahwa saya tidak mau melayani-Nya? Jika kita semua pasti mati dan harus menghadap pengadilan Tuhan, bukankah hal yang paling penting dalam hidup ini adalah untuk mengerjakan kehendak Tuhan? Saya hanya berpikir sederhana jika saya harus mati saat ini dan berjumpa dengan Tuhan lalu mempertanggungjawabkan segala yang sudah Dia titipkan kepada saya, baik waktu, kesempatan, uang, pekerjaan, singkatnya, semua yang telah menunjang saya untuk hidup di dunia ini. Adakah yang bisa dibanggakan? Saya pasti hanya bisa tertunduk malu. Adakah materi di dalam dunia ini yang terlalu besar yang bisa kita raih dan berikan kepada-Nya? Tidak juga. Karena Kristus berkata bahwa satu jiwa lebih tinggi nilainya daripada seluruh dunia ini! Oleh sebab itulah, membawa jiwa untuk Tuhan pasti nilainya jauh lebih berharga dari apa pun.
Sungguh sia-sialah jika hidup ini hanya dipakai untuk mencari materi yang tidak bisa dibawa pada saat kematian datang.Melalui kedua hal inilah saya sadar bahwa Tuhan mengirimkan murid-murid kepada saya bukan hanya untuk diajarkan musik tetapi juga untuk diberitakan Injil. Setelah lambat laun mengenal mereka lebih dalam, di akhir pelajaran, saya mulai membicarakan kebenaran Kitab Suci tentang dosa, kematian, pertobatan, dan kehidupan baru dalam Kristus yang telah mati dan bangkit, lalu memberi Kitab Suci kepada mereka.
Penginjilan di tempat pekerjaan di mana Tuhan menempatkan kita
Apakah yang engkau lakukan pada hari Minggu? Inilah pertanyaan yang sering saya keluarkan kepada murid-murid saya. Jika jawabannya bukan pergi ke gereja, maka saya mengetahui bahwa orang ini harus mendengar Injil. Saya mulai mendoakan dia untuk menginjilinya dalam kesempatan-kesempatan lain di depan. Saya merasa sangat bersalah jika sudah mengenal mereka dengan begitu lama, dan beribu-ribu kalimat telah kita perbincangkan mengenai musik, tanpa satu kalimat pun mengenai Kristus atau kekristenan. Siapa di antara kita yang senang jika ditolak, tetapi itulah risiko yang harus kita terima dengan bersyukur kepada Tuhan Yesus yang terlebih dahulu ditolak. Begitu pula ketika penginjilan diberitakan tentu pasti ada yang menolak, ada yang menerima dengan enggan, ada yang merasa aneh dan saya merasa wajar akan hal ini karena mereka ingin belajar gitar, tetapi mengapa malah mendapat buku kecil dengan tulisan nama Yesus di dalamnya. Memang banyak yang tidak mau percaya, akan tetapi percaya atau tidak, itu sepenuhnya adalah pekerjaan Tuhan, yang terpenting adalah bahwa saya sudah belajar setia menjalankan perintah-Nya. Kadang kala sikap penolakan dari sebagian orang seperti seolah-olah Tuhan yang harus datang memohon belas kasihan dari mereka. Inilah suatu sifat khas mengenai kekurangajaran yang penuh kesopanan dalam zaman modern! Memang Kitab Suci mengingatkan kita bahwa berita tentang salib adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa. Akan tetapi, satu ayat yang menghibur saya: “Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil, dan tunaikanlah tugas pelayananmu!”
Jika mengingat pengalaman yang telah lalu, bagaimana saya banyak kali sengaja menambahkan waktu untuk membicarakan Injil dan kekristenan dengan menggebu-gebu kepada mereka, semua adalah anugerah Tuhan saja jikalau sampai sekarang saya belum dikeluarkan dari sekolah tempat saya mengajar. Sekarang, waktu saya untuk bertemu dengan mereka sangat terbatas karena saya harus pulang ke Indonesia. Saya semakin giat berusaha meyakinkan mereka untuk percaya kepada Tuhan Yesus. Saya sering mengatakan kepada mereka bahwa mungkin kita tidak akan pernah bertemu lagi seumur hidup, percayalah kepada-Nya supaya paling tidak kita bisa bertemu lagi di surga. Saya mengatakan bahwa dengan motivasi murni saya memberitakan Kristus kepada engkau karena Tuhan mengasihi engkau. Apakah keuntungan yang saya dapatkan di dunia ini jika engkau percaya Kristus? Tidak ada! Dengan mendengar pernyataan ini, saya sering kali melihat mereka lebih terbuka kepada Injil.
Saya teringat bertahun-tahun yang lalu ketika menyadari bahwa penginjilan adalah perintah Tuhan, saya dengan sedih berlutut dan berdoa kepada Tuhan, memohon belas kasihan-Nya agar saya yang lemah ini mampu melakukan perintah-Nya. Saya memohon Tuhan menolong membuka jalan agar kiranya Dia memberi saya kesempatan membawa hanya satu jiwa saja. Puji Tuhan, setelah bertahun-tahun melakukan penginjilan di tempat pekerjaan, ternyata Tuhan telah memberikan bahkan lebih daripada yang saya minta. Terus terang waktu mengabarkan Injil kepada seorang murid, baik yang belum pernah ataupun sudah pernah mendengar nama Yesus dan akhirnya mereka mau percaya dan menjadi orang Kristen adalah suatu pengalaman yang sangat memberikan sukacita kepada saya, jauh melebihi apa pun yang saya pernah dapatkan di dunia ini! Tuhan pasti mengetahui segala kelemahan dan kelebihan kita, yang Dia mau hanya ketaatan kita. Betapa ajaibnya kuasa Tuhan!
Sebuah Ajakan untuk Memberitakan Injil
Kita mungkin merasa tidak terpanggil untuk memberitakan Kristus di pinggir jalan atau di tempat umum kepada orang yang tidak kita kenal, tetapi perintah Tuhan jelas bagi kita semua adalah untuk memberitakan Injil. Betapapun pemalu, tidak fasih lidah, takut, atau apa pun yang kita bisa pikirkan mengenai kelemahan kita, Tuhan pasti mengetahuinya. Bukankah Dia yang menciptakan kita? Namun, jika kita rela taat, Tuhan pasti memimpin dan akan memercayakan seseorang atau sekelompok orang untuk mendengar kabar sukacita dari surga itu melalui mulut kita. Percayalah! Marilah kita merenungkan sebenarnya apa yang kita bicarakan setiap hari? Mungkin sampai beribu-ribu kalimat, berapa persenkah yang penting dan yang tidak? Kalimat apa yang begitu penting sampai kepentingannya menyingkirkan Injil? Pada saat kita memberanikan diri untuk mau menginjili seolah-olah ada tembok besar menghalangi, seperti buntu dan tidak ada relevansi antara Kristus dengan pekerjaan, sekolah, kesuksesan, atau karir. Namun sebaliknya, mengapa jika kita berkata-kata tentang keberhasilan kita sendiri, maka dengan begitu antusias dan berapi-apinya kita kabarkan kepada setiap orang yang kita kenal? Meskipun pameran kemuliaan diri ini tidak pernah diperintahkan di dalam Kitab Suci.
Ketika saya putus asa karena demikian sulitnya untuk membawa satu orang kepada Tuhan, salah satu yang menghibur saya adalah bahwa Nuh dicatat sebagai seorang pemberita kebenaran, tetapi akhirnya tidak ada seorang pun di luar keluarganya yang berhasil dia bawa untuk Tuhan. Oleh sebab itu, kita tidak diperkenankan untuk menyerah ataupun kecewa, sebab Tuhan sudah begitu baiknya menyediakan kita segala yang diperlukan bahkan ketika kita mengeluh bahwa setelah sekian lama menginjili dengan sungguh tetapi tidak ada seorang pun yang pernah kita bawa kepada Tuhan. Bahkan mungkin ketika kita berpikir satu tahun hanya membawa satu jiwa untuk Tuhan, ataupun tidak ada sama sekali, tetap kita harus melihat semuanya dalam anugerah-Nya yang memampukan kita untuk taat kepada perintah-Nya. Hal ini membawa saya kepada suatu kesadaran bahwa keahlian apa pun yang kita miliki adalah milik-Nya yang dititipkan kepada kita dan apa pun yang telah kita raih ternyata Dia jugalah yang mengerjakan-Nya melalui kita yang diberi-Nya talenta dan kepandaian yang terbatas. Dia juga yang berjanji akan menambahkan bila kita setia dan kita harus tetap berharap bahwa mungkin satu jiwa yang kita bawa itu akan menjadi penginjil besar yang membawa ribuan manusia kembali kepada Tuhan. Marilah kita bangun dan bekerja untuk Tuhan selama masih diberi kesempatan, agar jangan sampai setelah tergeletak di ranjang rumah sakit tidak berdaya, tidak dapat berbicara lagi, lalu menangis karena ternyata kita sudah hampir mati dan teringat bahwa selama hidup tidak pernah menginjili satu orang pun. Sudahkah kita siap bertemu dengan Tuhan tanpa pernah memberitakan kabar sukacita kepada satu orang pun di dalam dunia ini? Marilah kita berdoa memohon hati yang taat kepada perintah-Nya. Sehingga apa yang tertulis dalam Kitab Suci tergenapi: “Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!” Amin.
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | www.buletinpillar.org |
Alamat situs | : | http://www.buletinpillar.org/artikel/penginjilan-suatu-perintah-yang-harus-dilakukan |
Judul artikel | : | Penginjilan: Suatu Perintah yang Harus Dilakukan |
Penulis artikel | : | Yakub Entjun Kartawidjaja |
- Login to post comments
- 5600 reads