Vietnam

"Han hanh duoc gap" (Saya senang bertemu dengan Anda) diungkapkan Pak Nai dengan senyum waktu dia menjemput saya di bandara Hanoi. "Mari kita segera melanjutkan perjalanan, jika Bapak tidak terlalu capek." Segera saya diantar ke sebuah mobil yang sangat tua dan kamipun berangkat. Tidak lama kemudian kami sudah meninggalkan kota Hanoi dan saya dapat menikmati pemandangan yang indah.

Luas : 331.653 Km2
Jumlah penduduk : 85.764.274 jiwa
Ibukota : Hanoi
Suku bangsa : Vietnam (86.9 persen), Mon-Khmer (4.1 persen), ThaiDai (4.8 persen), Hmong-Mien (1.6 persen), Sino-Tibet (1.6 persen), Malayo-Polinesia (1 persen)
Bahasa resmi : Bahasa Vietnam
Agama : Buddha (54.14 persen), Atheis (21.80 persen), Agama suku (8.10 persen), Roma Khatolik (6.46 persen), Protestan 1.70 (persen), Cao Dai/Hoa Hao (5.60 persen), Tionghoa (1.10 persen), Islam (0.70 persen), Baha'i (0.40 persen)

Sawah demi sawah sangat menyenangkan hati saya. Luar biasa! Orang Vietnam memang tidak bisa dipisahkan dari beras. Negara di wilayah Asia ini merupakan negara produsen beras terbesar kedua. Petani di sini sangat rajin. Walaupun demikian masih ada lebih dari 10% tenaga kerja yang menganggur, seperti diutarakan pak Nai, "Termasuk keponakan-keponakan saya yang sudah sarjana". Saya mengamat-amati walaupun ekonomi setelah tahun 90-an sangat berkembang, namun daerah pedesaan masih sangat miskin.

Vietnam

Saya diantar ke daerah pegunungan. Kami hendak mengunjungi orang Montagnards yang tinggal di sana. Pak Nai yang tadi menjemput saya di Hanoi adalah salah satu dari kelompok ini. Dia menjelaskan kepada saya bahwa orang Montagnards terdiri dari suku Ede, Jarai, Koho, Mnong, Stieng, dll..

"Dahulu nenek moyang kami hidup sebagai nomad. Mereka membakar ladang dan jika tidak subur lagi maka mereka akan pindah dan membakar hutan yang lain serta membuka sawah di tempat baru. Banyak dari mereka yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus. Dahulu mereka sering sekali dianiaya dan dibunuh oleh karena percaya kepada Allah. Pada zaman pemerintahan komunis tidak ada orang di Vietnam yang boleh beragama. Saya sendiri sebagai gembala dan pemimpin sudah beberapa kali dipenjarakan, dibawa ke kamp-kamp untuk bekerja di sana, tetapi saya tidak putus asa. Saya tetap percaya dan bersaksi bahwa Kristus adalah Juru Selamat satu-satunya. Bukan hanya saya saja yang tabah, banyak yang lain juga. Makin ditekan dan makin dianiaya, kami makin kuat. Gereja di antara orang Montagnards tidak bisa dicabut dari Vietnam ini. Kami tetap percaya."

Sesudah 3 jam perjalanan, kami sampai ke rumah Pak Nai. Matahari sudah terbenam dan kami baru selesai makan ketika ada tamu yang datang. Sebenarnya bukan tamu melainkan saudara seiman yang mau ikut persekutuan untuk mendengarkan Firman Tuhan serta menyambut saya. Belum sempat tamu yang pertama duduk, sudah disusul kedatangan tamu berikutnya sampai akhirnya ruang tamu Pak Nai penuh dengan "tamu" atau orang Kristen. Kami memuji Tuhan dan menyaksikan anugerah Tuhan dengan mencurahkan air mata, walaupun menghadapi tekanan kuat tetapi sukacita sorgawi lebih besar. Saya sangat terharu melihat orang Kristen di sini yang berani membayar harga oleh karena mereka telah ditebus dengan harga yang mahal juga.

Keesokan harinya saya cepat-cepat diantar oleh Pak Nai karena situasi di desa mulai berbahaya. Kami memutuskan untuk mengunjungi orang Vietnam lainnya yang banyak tinggal di kota. Saya senang sekali mendengar bahwa mereka juga mengenal Kristus dan menyaksikan Kabar Baik. Teladan orang Kristen di sini sangat menantang saya untuk tidak mengeluh, jika saya mengalami pergumulan dan tekanan. Tuhan tetap sama dan Dia memampukan bukan hanya orang Kristen Vietnam, melainkan kita semua.

SEJARAH

Pada tahun 5.000 sampai 3.000 sebelum Masehi sudah ada orang yang tinggal di tepi sungai Mekong. Dari abad ke-2 sebelum Masehi sampai ke-10 sesudah Masehi Vietnam dihuni oleh orang Tionghoa. Keluarga Rajani Li (1010 -- 1225) merupakan pemerintah asli Vietnam yang sulit dikendalikan oleh Tiongkok. Keluarga Rajani demi Rajani duduk di takhta kerajaan Vietnam sampai negara ini dikuasai oleh Perancis pada tahun 1858. Walaupun Vietnam berhasil mengusir para penjajah, namun mereka tidak diizinkan menikmati kemerdekaan yang telah diperjuangkan. Negara Vietnam dibagi menjadi dua yaitu bagian Utara yang masih di bawah komunis dan daerah Selatan yang sudah bebas. Para gerilyawan dari Utara mencoba memasuki Vietnam Selatan, dan mulai tahun 1954 melawan Perancis, Vietnam Selatan, Amerika serta sekutunya yang terdiri dari negara-negara yang bertetangga dengan Vietnam. Akhirnya pada tahun 1975 Vietnam Utara mengalahkan Vietnam Selatan. Sampai sekarang partai Komunis masih mengontrol sistem pemerintahan dan ekonomi.

AGAMA KRISTEN

Misionaris Katolik merupakan orang pertama yang datang ke Vietnam pada tahun 1580. Selama 50 tahun pertama ada 130.000 orang yang dibaptis. Pada tahun 1880-an ada berita bahwa ada 90.000 orang Katolik dibunuh, karena itu negara Perancis mengambil alih kuasa di sana dengan dalih ingin "melindungi" pemeluk Katolik. Tetapi sebenarnya alasan utama mereka adalah keinginan untuk menjajah negara Vietnam.

Baru tahun 1911 pemerintah Perancis mengizinkan misionaris Protestan masuk ke daerah penjajahan mereka. Akibat peperangan, bagian Utara kurang diinjili daripada bagian Selatan, oleh karena selama lebih kurang 50 tahun tidak ada pekabar Injil yang diizinkan masuk ke Utara. Di bagian Selatan para misionaris diusir setelah tahun 1975. Masih ada beberapa suku yang terabaikan.

TAHUKAH ANDA

Nama Vietnam ditentukan oleh raja Gia Long pada tahun 1802: Nam Viet, artinya: Viet sesuai dengan suku yang terbesar di negara Asia dan S (dalam bahasa setempat huruf S artinya Nam) sesuai bentuk negara di peta dunia. Pada tahun 1994 pemerintah Vietnam mengizinkan pencetakan Alkitab dalam bahasa Vietnam, sekaligus sebuah sekolah Alkitab yang dibuka di kota Da Nang.

Makanan favorit orang Vietnam adalah Nuoc mam, yaitu sup ikan yang cukup pedas.

Ada 3 tanggal merah yang terpenting yaitu:

  1. Mei sebagai hari Buruh,
  2. September yang merupakan hari raya nasional, dan
  3. September adalah HUT Presiden Ho.
Sumber diambil dari:
Nama Buletin : Buletin Terang Lintas Budaya, Edisi 61/2005
Halaman : 4 - 6
Sumber : e-JEMMi 04/2006