You are hererenungan / Dan Mereka Menutupi Muka-Nya
Dan Mereka Menutupi Muka-Nya
Dilihat dari segi sejarah, kesengsaraan Kristus sama sekali adalah termasuk masa silam. "Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah" (Roma 6:10) dan sesudah itu tidak mati lagi; maut tidak lagi memegang kuasa atas diri-Nya. Tetapi secara rohani, kesengsaraan Kristus tetap ada dan berulang-ulang terjadi. Kita menyalibkan Dia lagi. Yesus Kristus terus-menerus dikhianati, ditinggalkan, ditolak, ditudungi, diludahi, didera, diejek, dan kemudian disalibkan.
Tiap peristiwa dalam kisah penderitaan-Nya mempunyai ciri tersendiri. Dalam arti rohani kita berada di sana ketika "Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci." (1 Korintus 15:3)
"Dan orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memukuli-Nya. Mereka menutupi muka-Nya dan bertanya: 'Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?' Lalu mulailah beberapa orang meludahi Dia, menutupi muka-Nya dan meninju-Nya sambil berkata kepada-Nya: 'Hai nabi, cobalah terka! Malah para pengawalpun memukul Dia.'" (Lukas 22:63-64; Markus 14:65)
Hal ini terjadi di halaman istana Kayafas, pagi-pagi benar sebelum fajar menyingsing. Sinar bulan purnama menerangi tempat kejadian itu dan nyala api unggun yang dikobarkan memancarkan sinar dan bayangannya atas halaman itu: Dengan muka-Nya yang ditutupi Yesus duduk di tengah-tengah sekumpulan orang yang tanpa alasan membenci-Nya. Pelayan-pelayan dari Majelis Besar, orang-orang bayaran dari Imam Besar; dan mungkin semua mereka adalah orang-orang Yahudi yang sebangsa dengan Tuhan Yesus. Ada yang mengenal Dia dan pernah mendengar kata-kata yang diucapkan-Nya. Mereka telah menyaksikan keajaiban-keajaiban yang dibuat-Nya.
Di taman Getsemani mereka berkisut melihat pandangan-Nya. Sekarang mereka menutupi muka-Nya dan mengejek-Nya. Kegelapan apakah yang menguasai hati-hati yang dapat berbuat seperti ini dan tahan melihatnya! Betapa matinya perasaan terhadap kasih dan kebenaran; kebutaan apa yang membuatnya tidak melihat keindahan kesucian; dan betapa jahatnya pikiran dan keringnya hati nurani! Dan hal ini mereka lakukan terhadap Yesus dari Nazaret, yang pernah membuka mata seorang yang lahir buta di Yerusalem.
Mereka menutupi muka-Nya. Apakah Malkus ada di antara mereka? Apakah Kayafas turut? Apakah Petrus melihat sesuatu sebelum dia keluar dan menangis sedih? Kemudian dia menulis tentang malam buruk itu ketika dia berdiri dan memanaskan dirinya -- tetapi jiwanya menggigil -- di dekat api: "Kristuspun telah menderita ... tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil .... oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1 Petrus 2:21-24) Ya, Petrus tentu melihatnya, paling sedikitnya dari jauh. Rasa malu dan kesakitannya mendera hatinya. Pandangan terakhir dari Kristus sebelum mata-Nya ditudungi diarahkan kepada Petrus, yang juga menyangkal Dia di depan pelayan-pelayan ini.
Betapapun ringkasnya kesaksian ini, kita dapat membaca di antara baris-baris tersebut sifat pengecut, kekejaman, dan kebodohan dari kebencian mereka terhadap Juru Selamat itu. Mengapa timbul pikiran pada mereka untuk menutupi mata Yesus? Bukankah karena mata-Nya penuh dengan keheranan suci akan ketidakpercayaan mereka, mata yang penuh belas-kasihan akan kebodohan mereka tetapi juga berkilat dengan sinar yang mendera hati nurani mereka seperti nyala api? Mereka tak tahan melihat-Nya dengan berhadapan muka, maka seperti Markus katakan, ketika beberapa orang mulai "meludahi Dia" yang lain "menutupi muka-Nya dan memukul-Nya."
Kekecutan hati mereka hanya dapat diimbangi oleh kebencian mereka, Mereka memukul Dia. Mereka mengejek-Nya. "Dan banyak hujat yang diucapkan mereka kepada-Nya." Dan kebencian mereka adalah tidak pantas. "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?" (Markus 14:65; Lukas 22:64-65) Bukanlah perseorangan yang memukul Dia, melainkan bangsa itu; umat manusia seluruhnya.
Segala kekecutan hati dari pendurhakaan dan ketidakpercayaan yang berabad-abad itu dilambangkan oleh peristiwa ini. Ada orang yang selalu takut dan oleh karena itu tidak rela untuk berhadapan muka dengan Kristus. Orang mencoba mengelakkan Yesus dalam sejarah dengan mengatakan, bahwa cerita itu adalah dongeng; atau mereka tidak mau berhadapan muka dengan Dia. Betapa banyaknya sejarah-sejarah populer dan buku-buku pelajaran menutupi muka Yesus dengan memakai suatu ayat sebagai dalih yang sama sekali tidak menyingkapkan sejarah hidup Yesus Kristus yang sebenarnya.
Ketidakpercayaan menudungi Alkitab dengan menutupi sampulnya dan dengan demikian merintangi amanatnya mencapai dunia kanak-kanak atau dengan membiarkannya tergeletak begitu saja di rak buku, sebuah buku klasik yang menjadi buah bibir tiap orang, tetapi yang tak pernah dibaca orang. Orang-orang menutupi muka Yesus di atas mimbar atau dalam pers dan kemudian mengejek jasa-Nya sebagai nabi, dan kemuliaan-Nya sebagai Mesias. Kalau pendurhakaan dan kemurtadan menutupi muka Juru Selamat, maka mereka juga menampar muka-Nya, Valtaire, Nietzsche, Rennan, Bebel, Paine; Ingersoll dan yang lainnya yang sependapat dan sejiwa dengan mereka, semuanya menutupi muka Yesus dahulu sebelum mereka mengingkari ketuhanan-Nya; menyembunyikan muka-Nya sebelum mereka mendera kemuliaan-Nya.
Sungguh menyakitkan saat membaca dalam Injil mengenai Kristus yang muka-Nya ditutupi ini, namun terutama mengenai cara orang-orang menutupi muka-Nya berulang-ulang selama sembilan belas abad dan kemudian mengejek-Nya. Dendam dari ketidakpercayaan sama jelasnya pada masa sekarang dengan dahulu dalam ruangan pengadilan Kayafas. Orang-orang tidak dapat membiarkan Kristus tenang. Muka-Nya memikat perhatian. Mata-Nya adalah nyala api. Dia menarik atau membuat orang jijik. Dahulu Dia berbuat demikian dan sekarang pun juga.
Di depan mata Yesus kubuka kehidupanku dan isi hati yang keruh Di depan mata Yesus.
Di depan mata Yesus yang suci b'laka apinya, kulihat cahya sayang-Nya, Di depan mata Yesus. (Nyanyian Rohani 136)
Orang-orang percaya dari Perjanjian Lama ingin melihat kemuliaan Allah pada muka yang diurapi. Inilah doa Musa, harapan Daud, dan keinginan Yesaya,
"Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2)
"Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu!" (Mazmur 31:16)
"Jawablah aku dengan segera, ya TUHAN, sudah habis semangatku! Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku, sehingga aku seperti mereka yang turun ke liang kubur." (Mazmur 143:7)
"Siapakah yang buta selain dari hamba-Ku, dan yang tuli seperti utusan yang Kusuruh? Siapakah yang buta seperti suruhan-Ku dan yang tuli seperti hamba TUHAN?" (Yesaya 42:19)
Dengan demikian mungkin ramalan Yesaya itu terwujud.
Kalau kita merenungkan kata-kata seperti ini, maka mulailah kita sadari apa artinya bagi Tuhan Yesus kalau muka-Nya ditutupi dan dengan demikian mengalami pada diri-Nya dan dalam diri-Nya segala kebodohan dan kebutaan dari ketidakpercayaan yang disengaja terhadap Allah dan utusan-utusan-Nya. Ini bukan sesuatu yang baru. Sepanjang zaman orang-orang selalu menuntut bukti dari mereka yang membuat kesaksian bagi Allah. Apakah keajaiban-keajaiban-Nya? Tanda-tanda apa yang diberikan-Nya? Kapankah ramalan-ramalan-Nya dipenuhi?
Mereka yang memalingkan mukanya dari Kristus atau menutupi muka-Nya tetap tidak percaya dan tetap tidak menyadari dosanya. Pelayan- pelayan Imam Besar, tidak melihat apa-apa. Tetapi Petrus didera dalam hati nuraninya dengan satu pandangan saja. Dia dapat menyesal karena dia tidak menutupi muka Yesus. Dan demikianlah selalu halnya.
Maka kita tidak usah heran, kalau orang menutupi muka Juru Selamat kita, memukul-Nya atau menghina-Nya di muka umum sekarang.
Tiap agama baru atau falsafah yang menjauhkan orang dari Injil hanya berhasil dengan menutupi muka Kristus. Mereka yang melihat mata-Nya tidak memerlukan cahaya lain. Mereka yang telah melihat muka-Nya tidak mengikuti pemimpin lain. "Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa; yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah. Sebab bukan diri kami yang kami beritakan; tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena Yesus. Sebab Allah yang telah berfirman: Dari dalam gelap akan terbit terang ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang tampak pada wajah Kristus." (2 Korintus 4:3)
Mereka yang berjalan dalam gelap dengan mata hati yang buta sering mematikan sendiri lampu dengan lebih dahulu menutupi muka Kristus dari Allah. Kekuasaan Iblis merintangi kita untuk melihat kemuliaan Juru Selamat kita. Semangat zaman yang mencakup pendapat yang berubah-ubah, pepatah-pepatah duniawi, renungan-renungan lihai, ilham-ilham yang tak murni, dan maksud-maksud untuk menciptakan suatu suasana kesangsian dan ketidakpercayaan telah mencekik segala kepercayaan. Kebutaan mendahului ketidakpercayaan dan merupakan sebabnya. Kebutaan itu dilaksanakan dengan menutupi Injil, dengan menggelapkan firman yang jelas dari Allah, dan dengan menutup mata kita terhadap kebenaran.
"Aku datang," kata Tuhan Yesus, "ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." (c)
Lihatlah lagi gambar yang mengibakan hati dari Kristus yang diselubungi itu di tengah-tengah gerombolan Majelis Besar itu. Tataplah muka itu, diterangi sinar matahari pagi -- berdarah, dipukuli, diselubungi, "Pandanglah wajah orang yang Kau urapi," (Mazmur 84:10) kata penulis Mazmur -- dan di sini kita melihat wajah itu sebagai gambar sejati dari Juru Selamat yang sedang menderita itu.
"Lihatlah manusia itu!" Diikat, penat, luka memar, dihina, tetapi tetap diam dengan ketenangan kasih yang menderita. "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?" Kita pasti harus mendapat jawabannya dalam hati nurani kita sendiri.
"Kristuspun telah menderita" untuk kita, bukan hanya untuk menebus kita dari dosa dan membebaskan kita dari laknatnya, tetapi Dia menderita "dan telah meninggalkan teladan" bagi kita, supaya kita mengikuti jejak-Nya. (1 Petrus 2:21). Dalam tiap peristiwa dari kesengsaraan itu Pemikul Salib itu berseru dalam telinga kita: "Ikutlah Aku. Hiduplah dengan penuh keberanian, berbahaya, lengkap, tanpa puasa. Terimalah lumpur dan lendir, terik-panas dan kemelaratan penuduh-penuduhmu. Tahanlah menderita dan beranilah demi Aku dan demi Injil. Janganlah tolak untuk minum bersama Aku dari cawan kegagalan yang sering lebih pahit daripada cawan kematian -- kesakitan ejekan yang mendahului kesengsaraan salib."
Kalau kita ingat ruangan pengadilan dan Kristus yang diselubungi itu yang menanggung bantahan yang hebat dari orang-orang berdosa terhadap diri-Nya, kita tidak akan bertambah lelah atau akan pingsan mendengar celaan atau nista.
"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi- nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:11-12)
Ini adalah kebahagiaan yang terakhir dan yang terbesar. Kebahagiaan mereka yang mengikuti Kristus sepanjang jalan sampai akhir.
Diedit dari sumber: | ||
Judul Buku | : | Kemuliaan Salib |
Judul Artikel | : | Dan Mereka Menutupi Mukanya |
Penulis | : | Samuel Zwemer |
Penerbit | : | Badan Penerbit Kristen, 1970 |
Halaman | : | 23 - 28 |
- Printer-friendly version
- Login to post comments
- 5994 reads