FLORENCE NIGHTIGALE
Terang Kristus dalam Pekatnya Dunia Perawat
Keputusannya menyentak seisi rumah. Keluarganya tak menyangka bahwa
gadis manis yang telah terbiasa hidup senang memilih menjadi
perawat, padahal citra perawat pada waktu itu buruk.
Sebuah Visi
Florence gadis manis yang cantik itu lahir di kota Florence, Italia
pada 12 Mei 1820. Flo, begitu panggilannya, dilahirkan dari keluarga
kaya. Karena itu hidupnya bergelimang kesenangan. Namun, jauh di
lubuk hatinya, ia merasa prihatin dengan orang-orang yang hidup
miskin.
Pada 7 Pebruari 1873, Florence mendapat visi untuk mengabdi kepada
masyarakat. Dalam buku pribadinya ia menulis, "Tuhan telah bersabda
kepadaku dan memanggilku untuk mengabdi kepada-Nya." Visi itu selalu
menantangnya untuk mematuhi panggilan mulia ini. Namun, tampaknya
hal ini tidak semudah yang ia bayangkan.
Keluarganya, terutama sang ibu, menentang keinginannya. Rupanya
keluarga Flo memiliki obsesi khusus bagi masa depannya. Untunglah ia
seorang wanita yang terdidik sehingga dapat menahan perasaan di
hatinya. Namun tanpa disadarinya, pengekangan itu justru membuatnya
makin tertekan sehingga ia jatuh sakit. Oleh karena itu, ia pergi ke
rumah bibinya.
Di rumah bibinya Florence merasa agak terhibur. Ia menekuni
pelajaran matematika, bahasa Yunani, dan Filsafat. Sewaktu sang bibi
menyampaikan kegiatan Flo di London, ibunya tidak setuju. Bagi
ibunya takdir Florence adalah menikah dan mengurus rumah tangga
dengan baik.
Menantang Badai
Rasa simpati Flo terhadap kehidupan di sekitarnya yang miskin dan
menderita mulai membuatnya nekad. Karena itu, ia tak segan
mengunjungi mereka sambil membagikan sup dan uang. Flo begitu gemas
terhadap para gadis yang menghambur-hamburkan uangnya untuk membeli
pakaian mahal yang dijahit oleh para gadis lain yang harus menahan
lapar.
Di benak Flo yang ada hanyalah keprihatinannya terhadap penderitaan
manusia. Karena itu, ia bertekad menjadi orang yang berguna bagi
orang miskin. Tetapi apa yang dapat dilakukannya? Tampaknya menolong
orang melarat bukanlah pekerjaan yang tepat baginya. Karena itu,
untuk beberapa waktu ia agak bingung menentukan ladang pelayanan
yang tepat guna merespon panggilan Tuhan yang diterimanya.
Pada tahun 1844, saat Florence berusia 24 tahun, ia menemukan
pekerjaan yang cocok untuk memenuhi panggilannya, yaitu menjadi
perawat. Tanpa berkonsultasi dengan orangtuanya ia memutuskan
belajar tentang keperawatan. Keputusannya membuat sang ibu marah,
bahkan Parthe, kakak Flo histeris. Namun tekadnya telah bulat.
Secara diam-diam ia mulai mempelajari laporan-laporan tentang rumah
sakit untuk memperbaiki citra perawat yang buruk waktu itu.
Selama beberapa tahun Flo mengalami ketidakpastian hidup. Kekecewaan
demi kekecewaan dialaminya silih berganti. Ibu dan kakaknya selalu
mencercanya. Mereka tak mampu merasakan pergumulan batinnya. Tahun
1849 Flo hampir bunuh diri. Namun ia dapat mengatasinya.
Ia, bahkan sempat jatuh cinta pada Robert Milnes seorang lelaki
cerdas yang dikaguminya. Sayang, rasa cintanya itu tidak terpenuhi.
Pasalnya bagi Flo pernikahan hanya akan menghalangi pengabdiannya.
Dengan berat hati ia menolak pinangan lelaki pujaannya.
Pada Oktober 1846 seorang temannya memberi informasi tentang keadaan
rumah sakit milik gereja yang ada di Kaiserswerth, Jerman.
Sesampainya di Kaiserswerth ia melihat pastor menghimbau para wanita
Kristen untuk menjadi perawat. Selama dua minggu di kota itu Flo
mengamati para suster merawat orang sakit dan itu berkesan baginya.
Karena itu, ia juga bertekad mengajak wanita lain untuk terlibat
pelayanan kemanusiaan.
Sekembalinya dari Kaiserswerth, ibu dan saudaranya mengomel dan
meminta agar Flo tidak menyebut-nyebut kota itu lagi. Mereka
berasumsi bahwa pekerjaan sebagai perawat hanya mempermalukan
keluarga.
Meski kendala dari keluarganya datang beruntun, ada saat bagi Flo
untuk mengambil keputusan. Kali ini dengan berat ia harus menentang
keluarganya apa pun alasan atau risiko yang bakal dihadapinya.
Ia belajar ilmu keperawatan di Jerman, kemudian di Prancis. Pada
waktu itu berbagai rumah sakit yang ada bersifat sektarian. Karena
itu, ketika ia hendak belajar di Rumah Sakit Katholik, Flo yang
beragama Protestan meminta nasihat Pastor Manning di Inggris.
Hasilnya, kardinal itu menganjurkan Flo mengikuti latihan
keperawatan di rumah sakit yang dikelola oleh para suster Katholik.
Setelah pengetahuannya tentang keperawatan cukup memadai, ia kembali
ke London dan menjadi guru sebuah rumah sakit besar. Di rumah sakit
ini rasa cintanya terhadap manusia yang menderita semakin besar.
Karena itu, ia menentang diskriminasi yang berlaku pada waktu itu.
Flo yakin bahwa sikap hidup yang demikian tidak sesuai dengan kasih
yang diajarkan Tuhan Yesus.
Selain belajar tentang keperawatan, ia juga giat mempelajari segala
kekurangan yang menyebabkan pelayanan rumah sakit menjadi buruk.
Atas ketekunan dan kejeliannya dalam melakukan pelayanan, ia menjadi
orang yang sangat dicintai. Ia menulis semua pengamatannya dalam
tulisan ilmiah yang memuat segala kekurangan dan jalan keluar pada
sistem rumah sakit di Inggris. Tulisan ini membuat Flo semakin
terkenal.
Flo kemudian dipercaya mengkoordinasi pelayanan kesehatan tentara
Inggris dan sekutu selama perang Krim. Di Rumah Sakit Militer
Scutari ia melihat kondisi dan pengelolaan rumah sakit yang buruk.
Ia menyaksikan para serdadu bergelimpangan dan terluka sekarat
dibiarkan begitu saja bak binatang tak berharga. Flo melengkapi
rumah sakit dengan berbagai perlengkapan yang memadai, bahkan
merenovasinya dengan hasil donasi dan uangnya sendiri.
Setelah perang usai perjuangan dan kegigihannya semakin dikenal. Di
Inggris ia dianggap sebagai malaikat penyelamat perang Krim yang
ganas itu. Ia menerima berbagai pujian dan penghargaan. Sumbangan
yang datang berjumlah banyak sehingga diputuskan mendirikan Yayasan
Nightigale yang menangani sebuah lembaga pelatihan keperawatan.
Seusai perang Krim, Flo tampak kelelahan. Tenaganya telah terkuras
dalam perjuangan di medan perang. Saat itu ia berpikir bahwa inilah
akhir perjuangannya. Ia tak pernah membayangkan bahwa itu baru
permulaan dari suatu perjuangan panjang yang membutuhkan
pengorbanan. Perang Krim bagaikan laboratorium bagi kasus yang
berhubungan dengan keperawatan. Pengamatan yang dilakukan Flo
terhadap puluhan rumah sakit di Eropa dan di barak-barak militer
menunjukkan bahwa kematian para pasien sering diakibatkan oleh
bangunan yang lembab, kotor, tanpa ventilasi, saluran air yang tidak
teratur dan jatah makanan minim.
Lentera yang Memudar
Selama 50 tahun sisa hidupnya, Florence Nightigale menjadi cacat dan
lumpuh. Pada hari-hari itu ia tidak lagi dapat bergerak bebas karena
selalu berada di atas kursi roda. Inilah yang membuatnya kesepian.
Apalagi setelah kematian Sidney Herbert dan beberapa teman yang
membantunya. Semuanya itu menggoncangkan jiwanya. Namun Flo tetap
berjuang menjalankan tugasnya.
Atas perjuangannya, Flo dapat mempengaruhi pemerintah India untuk
memperbaiki sistem kesehatan di negeri Sungai Gangga. Ia juga
berhasil membangkitkan reformasi asrama gelandangan di Inggris dan
menulis ribuan halaman kertas kerja yang revolusioner di bidang
keperawatan. Beberapa karya monumentalnya antara lain, sekolah
perawat wanita di St. Thomas`s Hospital London dan sebuah karya
berjudul `Notes on Nursing of The Sick Poor`.
Henry Dunant pendiri Palang Merah Internasional dan pelopor Konvensi
Jenewa pun mengakui bahwa kertas kerja Florence merupakan ilham bagi
dirinya untuk melakukan hal-hal berguna bagi kemanusiaan. Bahkan,
apa yang dilakukan Henry Dunant merupakan penghargaan bagi Florence
Nightigale.
Tahun 1906 Flo menjadi pikun, sehingga semua kegiatannya otomatis
terhenti. Namun, apa yang telah dilakukannya merupakan karya abadi
yang tidak mungkin dilupakan. Sebelum kematiannya, di seluruh dunia
telah berdiri ribuan sekolah perawat dan semua diakui sebagai karya
Florence Nightigale. Ia meninggal pada 13 Agustus 1910 dalam usia 90
tahun.
Ia telah menjadi ibu terbaik bagi ribuan pasien yang menderita
sakit. Terang Kristus yang bersinar melalui Florence Nightigale yang
dijuluki dengan wanita dengan lentera benar-benar telah menyinari
lorong-lorong gelap kesehatan manusia. Walaupun lentera di tangannya
telah padam karena ia telah berpulang ke rumah Bapa di surga, Flo
telah berhasil menyalakan banyak lentera lain yang menyala secara
estafet sehingga tak akan padam sampai akhir dunia.
Bahan diedit dari sumber:
Judul Buku | : | Tokoh-tokoh Kristen yang Mewarnai Dunia |
Judul Artikel | : | Florence Nightigale |
Penulis | : | Rudy N. Assa |
Penerbit | : | Yayasan Andi, Yogyakarta, 2002 |
Halaman | : | 249 - 260 |
e-JEMMi 34/2005