SEJARAH SUKU SUNDA
ROGER L. DIXON
Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah lebih kurang 33 juta jiwa,
kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat. Diperkirakan 1 juta jiwa
hidup di propinsi lain. Berdasarkan sensus tahun 1990 didapati bahwa
Jawa Barat memiliki populasi terbesar dari seluruh propinsi yang ada
di Indonesia yaitu 35,3 juta orang. Demikian pula penduduk kota
mencapai 34,51%, suatu jumlah yang cukup berarti yang dapat dijangkau
dengan berbagai media. Kendatipun demikian, suku Sunda adalah salah
satu kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka
sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam
ensiklopedi. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya
menjadi Sudanese.
Sejarah singkat pra-abad 20 ini dimaksudkan untuk memperkenalkan orang
Sunda di Jawa Barat kepada kita yang melayani di Indonesia. Pada abad
ini, sejarah mereka telah terjalin melalui bangkitnya nasionalisme
yang akhirnya menjadi Indonesia modern.
SISTEM KEPERCAYAAN MULA-MULA
Suku Sunda tidak seperti kebanyakan suku yang lain, dimana suku Sunda
tidak mempunyai mitos tentang penciptaan atau catatan mitos-mitos lain
yang menjelaskan asal mula suku ini. Tidak seorang pun tahu dari mana
mereka datang, juga bagaimana mereka menetap di Jawa Barat. Agaknya
pada abad-abad pertama Masehi, sekelompok kecil suku Sunda menjelajahi
hutan-hutan pegunungan dan melakukan budaya tebas bakar untuk membuka
hutan. Semua mitos paling awal mengatakan bahwa orang Sunda lebih
sebagai pekerja-pekerja di ladang daripada petani padi.
Kepercayaan mereka membentuk fondasi dari apa yang kini disebut
sebagai agama asli orang Sunda. Meskipun tidak mungkin untuk
mengetahui secara pasti seperti apa kepercayaan tersebut, tetapi
petunjuk yang terbaik ditemukan dalam puisi-puisi epik kuno (Wawacan)
dan di antara suku Badui yang terpencil. Suku Badui menyebut agama
mereka sebagai Sunda Wiwitan [orang Sunda yang paling mula-mula].
Bukan hanya suku Badui yang hampir bebas sama sekali dari elemen-
elemen Islam (kecuali mereka yang ditentukan ada lebih dari 20 tahun
yang lalu), tetapi suku Sunda juga memperlihatkan karakteristik Hindu
yang sedikit sekali. Beberapa kata dalam bahasa Sansekerta dan Hindu
yang berhubungan dengan mitos masih tetap ada. Dalam monografnya,
Robert Wessing mengutip beberapa sumber yang menunjukkan suku Sunda
secara umum, "The Indian belief system did not totally displace the
indigenous beliefs, even at the court centers."[1] Berdasarkan pada
sistem tabu, agama suku Badui bersifat animistik. Mereka percaya bahwa
roh-roh yang menghuni batu-batu, pepohonan, sungai dan objek tidak
bernyawa lainnya. Roh-roh tersebut melakukan hal-hal yang baik maupun
jahat, tergantung pada ketaatan seseorang kepada sistem tabu tersebut.
Ribuan kepercayaan tabu digunakan dalam setiap aspek kehidupan
sehari-hari.
PENGARUH HINDUISME
Tidak seorang pun yang tahu kapan persisnya pola-pola Hindu mulai
berkembang di Indonesia, dan siapa yang membawanya. Diakui bahwa pola-
pola Hindu tersebut berasal dari India; mungkin dari pantai selatan.
Tetapi karakter Hindu yang ada di Jawa menimbulkan lebih banyak
pertanyaan daripada jawabannya. Misalnya, pusat-pusat Hindu yang
utama, bukan di kota-kota dagang di daerah pesisir tetapi lebih di
pedalaman. Tampaknya jelas bahwa ide-ide keagamaanlah yang telah
menaklukkan pemikiran orang pribumi, bukan tentara. Sebuah teori yang
berpandangan bahwa kekuatan para penguasa Hindu/India telah menarik
orang-orang Indonesia kepada kepercayaan-kepercayaan roh magis agama
Hindu. Entah bagaimana, banyak aspek dari sistem kepercayaan Hindu
diserap ke dalam pemikiran orang Sunda dan juga Jawa.
Karya sastra Sunda yang tertua yang terkenal adalah Caritha
Parahyangan. Karya ini ditulis sekitar tahun 1000 dan mengagungkan
raja Jawa Sanjaya sebagai prajurit besar. Sanjaya adalah pengikut
Shivaisme sehingga kita tahu bahwa iman Hindu telah berurat dan
berakar dengan kuat sebelum tahun 700. Sangat mengherankan, kira-kira
pada waktu ini, agama India kedua, Budhisme, membuat penampilan
pemunculan dalam waktu yang singkat. Tidak lama setelah candi-candi
Shivaisme dibangun di dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, monumen
Borobudur yang indah sekali dibangun dekat Yogyakarta ke arah selatan.
Candi Borobudur adalah monumen Budha yang terbesar di dunia.
Diperkirakan agama Budha adalah agama resmi Kerajaan Syailendra di
Jawa Tengah pada tahun 778 sampai tahun 870. Hinduisme tidak pernah
digoyahkan oleh bagian daerah lain di pulau Jawa dan tetap kuat hingga
abad 13. Struktur kelas yang kaku berkembang di dalam masyarakat.
Pengaruh Sansekerta menyebar luas ke dalam bahasa masyarakat di pulau
Jawa. Gagasan tentang ketuhanan dan kedudukan sebagai raja dikaburkan
sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.
Di antara orang Sunda dan juga orang Jawa, Hinduisme bercampur dengan
penyembahan nenek moyang kuno. Kebiasaan perayaan hari-hari ritual
setelah kematian salah seorang anggota keluarga masih berlangsung
hingga kini. Pandangan Hindu tentang kehidupan dan kematian
mempertinggi nilai ritual-ritual seperti ini. Dengan variasi-variasi
yang tidak terbatas pada tema mengenai tubuh spiritual yang hadir
bersama-sama dengan tubuh natural, orang Indonesia telah menggabungkan
filsafat Hindu ke dalam kondisi-kondisi mereka sendiri. J. C. van
Leur berteori bahwa Hinduisme membantu mengeraskan bentuk-bentuk
kultural suku Sunda. Khususnya kepercayaan magis dan roh memiliki
nilai absolut dalam kehidupan orang Sunda. Salah seorang pakar adat
istiadat Sunda, Prawirasuganda, menyebutkan bahwa angka tabu yang
berhubungan dengan seluruh aspek penting dalam lingkaran kehidupan
perayaan-perayaan suku Sunda sama dengan yang ada dalam kehidupan suku
Badui.
PENGARUH ORANG JAWA
Menurut Bernard Vlekke, sejarawan terkenal, Jawa Barat merupakan
daerah yang terbelakang di pulau Jawa hingga abad 11.
Kerajaan-kerajaan besar bangkit di Jawa Tengah dan Jawa Timur namun
hanya sedikit yang berubah di antara suku Sunda. Walaupun terbatas,
pengaruh Hindu di antara orang-orang Sunda tidak sekuat pengaruhnya
seperti di antara orang-orang Jawa. Kendatipun demikian, sebagaimana
tidak berartinya Jawa Barat, orang Sunda memiliki raja pada zaman
Airlangga di Jawa Timur, kira-kira tahun 1020. Tetapi raja-raja Sunda
semakin berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Jawa yang besar.
Kertanegara (1268-92) adalah raja Jawa pada akhir periode Hindu di
Indonesia. Setelah pemerintahan Kertanegara, raja-raja Majapahit
memerintah hingga tahun 1478 tetapi mereka tidak penting lagi setelah
tahun 1389. Namun, pengaruh Jawa ini berlangsung terus dan memperdalam
pengaruh Hinduisme terhadap orang Sunda.
PAJAJARAN DEKAT BOGOR
Pada tahun 1333, hadir kerajaan Pajajaran di dekat kota Bogor
sekarang. Kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Majapahit di bawah
pimpinan perdana menterinya yang terkenal, Gadjah Mada. Menurut cerita
romantik Kidung Sunda, putri Sunda hendak dinikahkan dengan Hayam
Wuruk, raja Majapahit. Namun, Gadjah Mada menentang pernikahan ini dan
setelah orang-orang Sunda berkumpul untuk acara pernikahan, ia
mengubah persyaratan. Ketika raja dan para bangsawan Sunda mendengar
bahwa sang putri hanya akan menjadi selir dan tidak akan ada
pernikahan seperti yang telah dijanjikan, mereka berperang melawan
banyak rintangan tersebut hingga semuanya mati. Meski permusuhan
antara Sunda dan Jawa berlangsung selama bertahun-tahun setelah
episode ini (dan mungkin masih berlangsung), tetapi pengaruh yang
diberikan oleh orang Jawa tidak pernah berkurang terhadap orang Sunda.
Hingga saat ini, Kerajaan Pajajaran dianggap sebagai kerajaan Sunda
tertua. Sungguhpun kerajaan ini hanya berlangsung selama tahun
1482-1579, banyak kegiatan dari para bangsawannya dikemas dalam
legenda. Siliwangi, raja Hindu Pajajaran, digulingkan oleh komplotan
antara kelompok Muslim Banten, Cirebon dan Demak, dalam persekongkolan
dengan keponakannya sendiri. Dengan jatuhnya Siliwangi, Islam
mengambil alih kendali atas sebagian besar wilayah Jawa Barat. Faktor
kunci keberhasilan Islam adalah kemajuan kerajaan Demak dari Jawa
Timur ke Jawa Barat sebelum tahun 1540. Dari sebelah timur menuju ke
barat, Islam menembus hingga ke Priangan (dataran tinggi bagian
tengah) dan mencapai seluruh Sunda.
KEMAJUAN ISLAM
Orang Muslim telah ada di Nusantara pada awal tahun 1100 namun sebelum
Malaka yang berada di selat Malaya menjadi kubu pertahanan Muslim pada
tahun 1414, pertumbuhan agama Islam pada masa itu hanya sedikit. Aceh
di Sumatra Utara mulai mengembangkan pengaruh Islamnya kira-kira pada
1416. Sarjana-sarjana Muslim menahan tanggal kedatangan Islam ke
Indonesia hingga hampir ke zaman Muhammad. Namun beberapa peristiwa
yang mereka catat mungkin tidak penting.
Kedatangan Islam yang sebenarnya tampaknya terjadi ketika misionaris
Arab dan Persia masuk ke pulau Jawa pada awal tahun 1400 dan lambat
laun memenangkan para mualaf di antara golongan yang berkuasa.
KEJATUHAN MAJAPAHIT
Sebelum 1450, Islam telah memperoleh tempat berpijak di istana
Majapahit di Jawa Timur. Van Leur memperkirakan hal ini ditolong oleh
adanya disintegrasi budaya Brahma di India. Surabaya (Ampel) menjadi
pusat belajar Islam dan dari sana para pengusaha Arab yang terkenal
meluaskan kekuasaan mereka. Jatuhnya kerajaan Jawa yaitu kerajaan
Majapahit pada tahun 1468 dikaitkan dengan intrik dalam keluarga raja
karena fakta bahwa putra raja, Raden Patah masuk Islam. Tidak seperti
pemimpin-pemimpin Hindu, para misionaris Islam mendorong kekuatan
militer supaya memperkuat kesempatan-kesempatan mereka. Memang tidak
ada tentara asing yang menyerbu Jawa dan memaksa orang untuk percaya.
Namun dipergunakan kekerasan untuk membuat para penguasa menerima iman
Muhammad. Baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat, pemberontakan dalam
keluarga-keluarga raja digerakkan oleh tekanan militer Islam. Ketika
para bangsawan berganti keyakinan, maka rakyat akan ikut. Meskipun
demikian, kita harus mengingat apa yang ditunjukkan Vlekke bahwa
perang-perang keagamaan jarang terjadi di sepanjang sejarah Jawa.
KERAJAAN DEMAK
Raden Patah menetap di Demak yang menjadi kerajaan Islam pertama di
Jawa. Ia mencapai puncak kekuasaannya menjelang 1540 dan pada waktunya
menaklukkan suku-suku hingga ke Jawa Barat. Bernard Vlekke mengatakan
bahwa Demak mengembangkan wilayahnya hingga Jawa Barat karena politik
Jawa tidak begitu berkepentingan dengan Islam. Pada waktu itu, Sunan
Gunung Jati, seorang pangeran Jawa, mengirim putranya Hasanudin dari
Cirebon untuk mempertobatkan orang-orang Sunda secara ekstensif. Pada
1526, baik Banten maupun Sunda Kelapa (Jakarta) berada di bawah
kontrol Sunan Gunung Jati yang menjadi sultan Banten pertama.
Penjajaran Cirebon dengan Demak ini telah menyebabkan Jawa Barat
berada di bawah kekuasaan Islam. Pada kuartal kedua abad 16, seluruh
pantai utara Jawa Barat berada di bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin
Islam dan penduduknya telah menjadi Muslim.[2] Karena menurut data
statistik penduduk tahun 1780 terdapat kira-kira 260.000 jiwa di Jawa
Barat, dapat kita asumsikan bahwa pada abad ke-16 jumlah penduduk jauh
lebih sedikit. Ini memperlihatkan bahwa Islam masuk ketika orang-orang
Sunda masih merupakan suku kecil yang berlokasi terutama di pantai-
pantai dan di lembah-lembah sungai seperti Ciliwung, Citarum dan
Cisadane.
NATUR ISLAM
Ketika Islam masuk ke Sunda, memang ditekankan lima pilar utama agama
namun dalam banyak bidang yang lain dalam pemikiran keagamaan,
sinkretisme berkembang dengan cara pandang orang Sunda mula-mula.
Sejarawan Indonesia Soeroto yakin bahwa Islam dipersiapkan untuk hal
ini di India. "Islam yang pertama-tama datang ke Indonesia mengandung
banyak unsur filsafat Iran dan India. Namun justru komponen-komponen
merekalah yang mempermudah jalan bagi Islam di sini."[3] Para sarjana
yakin bahwa Islam menerima kalau adat istiadat yang menguntungkan
masyarakat harus dipertahankan. Dengan demikian Islam bercampur banyak
dengan Hindu dan adat istiadat asli masyarakat. Perkawinan beberapa
agama ini biasa disebut "agama Jawa." Akibat percampuran Islam dengan
sistem kepercayaan majemuk (yang belakangan ini sering disebut aliran
kebatinan) memberi deskripsi akurat terhadap kekompleksan agama di
antara sukui Sunda saat ini.
KOLONIALISME BELANDA
Sebelum kedatangan Belanda di Indonesia pada 1596, Islam telah menjadi
pengaruh yang dominan di antara kaum ningrat dan pemimpin masyarakat
Sunda dan Jawa. Secara sederhana, Belanda berperang dengan pusat-pusat
kekuatan Islam untuk mengontrol perdagangan pulau dan hal ini
menciptakan permusuhan yang memperpanjang konflik perang Salib masuk
ke arena Indonesia. Pada 1641, mereka mengambil alih Malaka dari
Portugis dan memegang kontrol atas jalur-jalur laut. Tekanan Belanda
terhadap kerajaan Mataram sangat kuat hingga mereka mampu merebut hak-
hak ekonomi khusus di daerah pegunungan (Priangan) Jawa Barat. Sebelum
1652, daerah-daerah besar Jawa Barat merupakan persediaan mereka. Ini
mengawali 300 tahun eksploitasi Belanda di Jawa Barat yang hanya
berakhir pada saat Perang Dunia kedua.
Peristiwa-peristiwa pada abad 18 menghadirkan serangkaian kesalahan
Belanda dalam bidang sosial, politik dan keagamaan. Seluruh dataran
rendah Jawa Barat menderita di bawah persyaratan-persyaratan yang
bersifat opresif yang dipaksakan oleh para penguasa lokal. Contohnya
adalah daerah Banten. Pada tahun 1750, rakyat mengadakan revolusi
menentang kesultanan yang dikendalikan oleh seorang wanita Arab, Ratu
Sjarifa. Menurut Ayip Rosidi, Ratu Sjarifa adalah kaki tangan Belanda.
Namun, Vlekke berpendapat bahwa "Kiai Tapa," sang pemimpin adalah
seorang Hindu dan bahwa pemberontakan itu lebih diarahkan kepada
pemimpin-pemimpin Islam daripada kolonialis Belanda. (Sulit untuk
melakukan rekonstruksi sejarah dari beberapa sumber karena masing-
masing golongan memiliki kepentingan sendiri yang mewarnai cara
pencatatan kejadian.)
AGAMA BUKANLAH ISU HINGGA TAHUN 1815
Selama 200 tahun pertama Belanda memerintah di Indonesia, sedikit
masalah yang dikaitkan dengan agama. Hal ini terjadi karena secara
praktis Belanda tidak melakukan apa-apa untuk membawa kekristenan
kepada penduduk asli. Hingga tahun 1800, ada "gereja kompeni" yakni
"gereja" yang hanya namanya saja karena hanya berfungsi melayani
kebutuhan para pekerja Belanda di East India Company. Badan ini
mengatur seluruh kegiatan Belanda di kepulauan Indonesia. Hingga abad
19 tidak ada sekolah bagi anak-anak pribumi sehingga rakyat tidak
mempunyai cara untuk mendengar Injil.
Pada pergantian abad 19, East India Company gulung tikar dan Napoleon
menduduki Belanda. Pada 1811, Inggris menjadi pengurus Dutch East
Indies. Salah satu inisiatif mereka adalah membuka negeri ini terhadap
kegiatan misionaris. Walaupun terjadi peristiwa penting ini, hanya
sedikit yang dilakukan di Jawa hingga pertengahan abad tersebut.
Kendati demikian, beberapa fondasi telah diletakkan di Jawa Timur dan
Jawa Tengah yang menjadi model bagi pekerjaan di antara orang Sunda.
SISTEM BUDAYA
Kesalahan politik yang paling terkenal yang dilakukan Belanda dimulai
pada tahun 1830. Kesalahan politik ini disebut sebagai Sistem Budaya
namun sebenarnya lebih tepat jika disebut sistem perbudakan. Sistem
ini mengintensifkan usaha-usaha pemerintah untuk menguras hasil bumi
yang lebih banyak yang dihasilkan dari tanah ini. Sistem budaya ini
memeras seperlima hasil tanah petani sebagai pengganti pajak. Dengan
mengadakan hasil panen yang baru seperti gula, kopi dan teh, maka
lebih besar lagi tanah pertanian yang diolahnya. Pengaruh ekonomi ke
pedesaan bersifat dramatis dan percabangan sosialnya penting. Melewati
pertengahan abad, investasi swasta di tanah Jawa Barat mulai tumbuh
dan mulai muncul perkebunan-perkebunan. Tanah diambil dari tangan
petani dan diberikan kepada para tuan tanah besar. Menjelang 1870,
hukum agraria dipandang perlu untuk melindungi hak-hak rakyat atas
tanah.
PERTUMBUHAN POPULASI DI JAWA
Pada tahun 1851, di Jawa Barat suku Sunda berjumlah 786.000 jiwa dan
orang Eropa berjumlah 217 jiwa. Dalam jangka waktu 30 tahun jumlah
penduduk menjadi dua kali lipat. Priangan menjadi titik pusat
perdagangan barang yang disertai arus penguasa dari Barat serta
imigran-imigran Asia (kebanyakan orang Tionghoa). Pada awal abad 19,
diperkirakan bahwa sepertujuh atau seperdelapan pulau Jawa merupakan
hutan dan tanah kosong. Pada tahun 1815, seluruh Jawa dan Madura hanya
memiliki 5 juta penduduk. Angka tersebut bertambah menjadi 28 juta
menjelang akhir abad tersebut dan mencapai 108 juta pada tahun 1990.
Pertumbuhan populasi di antara orang Sunda mungkin merupakan faktor
non religius yang paling penting dalam sejarah mereka.
KONSOLIDASI PENGARUH ISLAM
Karena lebih banyak tanah yang dibuka dan perkampungan-perkampungan
baru bermunculan, Islam mengirim guru-guru untuk tinggal bersama-sama
dengan masyarakat sehingga pengaruh Islam bertambah di setiap
habitat orang Sunda. Guru-guru Islam bersaing dengan Belanda untuk
mengontrol kaum ningrat guna menjadi pemimpin di antara rakyat.
Menjelang akhir abad, Islam diakui sebagai agama resmi masyarakat
Sunda. Kepercayaan-kepercayaan yang kuat terhadap banyak jenis roh
dianggap sebagai bagian dari Islam. Kekristenan, yang datang ke tanah
Sunda pada pertengahan abad memberikan dampak yang sedikit saja kepada
orang-orang di luar kantong Kristen Sunda yang kecil.
REFORMASI ABAD 20
Kisah dari abad ini dimulai dengan reformasi di banyak bidang.
Pemerintah Belanda mengadakan Kebijakan Etis (Ethical Policy) pada
tahun 1901, karena dipengaruhi oleh kritik yang tajam di berbagai
bidang. Reformasi ini terutama terjadi dalam bidang ekonomi, meliputi
perkembangan bidang pertanian, kesehatan dan pendidikan. Rakyat merasa
diasingkan dari tradisi ningrat mereka sendiri dan Islam menjadi
jurubicara mereka menentang ekspansi imperialistik besar yang sedang
berlangsung di dunia melalui serangan ekonomi negara-negara Eropa.
Islam merupakan salah satu agama utama yang mencoba menyesuaikan diri
dengan dunia modern. Gerakan reformator yang dimulai di Kairo pada
tahun 1912 diekspor ke mana-mana. Gerakan ini menciptakan dua kelompok
utama di Indonesia. Kelompok tersebut adalah Sareket Islam yang
diciptakan untuk sektor perdagangan dan bersifat nasionalis. Kelompok
yang lain adalah Muhammadiyah yang tidak bersifat politik namun
berjuang memenuhi kebutuhan rakyat akan pendidikan, kesehatan dan
keluarga.
TIDAK ADA KARAKTERISTIK SEJARAH SUNDA
Apa yang menonjol dalam sejarah orang Sunda adalah hubungan mereka
dengan kelompok-kelompok lain. Orang Sunda hanya memiliki sedikit
karakteristik dalam sejarah mereka sendiri. Ayip Rosidi menguraikan
lima rintangan yang menjadi alasan sulitnya mendefinisikan karakter
orang Sunda. Di antaranya, ia memberikan contoh orang Jawa sebagai
satu kelompok orang yang memiliki identitas jelas, bertolak belakang
dengan orang-orang Sunda yang kurang dalam hal ini.
Secara historis, orang Sunda tidak memainkan suatu peranan penting
dalam urusan-urusan nasional. Beberapa peristiwa yang sangat penting
telah terjadi di Jawa Barat namun biasanya peristiwa-peristiwa
tersebut bukanlah kejadian yang memiliki karakteristik Sunda. Hanya
sedikit orang Sunda yang menjadi pemimpin baik dalam hal konsepsi
maupun implementasi dalam aktivitas-aktivitas nasional. Memang banyak
orang Sunda yang dilibatkan dalam berbagai peristiwa pada abad 20,
namun secara statistik dikatakan, mereka tidak begitu berarti. Pada
abad ini, sejarah orang Sunda pada hakekatnya merupakan sejarah orang
Jawa.
ORIENTASI KEAGAMAAN ABAD 20
Agama di antara orang Sunda adalah seperti bentuk-bentuk kultural
mereka yang lain. Pada umumnya, mencerminkan agama orang Jawa.
Perbedaan yang penting adalah kelekatan yang lebih kuat kepada Islam
dibanding dengan apa yang dapat kita temukan di antara orang Jawa.
Walaupun kelekatan ini tidak sedahsyat rakyat Madura atau Bugis, namun
cukup penting untuk mendapat perhatian khusus bila kita melihat
sejarah orang Sunda.
Salah satu aspek sangat penting dalam agama-agama orang Sunda adalah
dominasi kepercayaan-kepercayaan pra-Islam. Kepercayaan itu merupakan
fokus utama dari mitos dan ritual dalam upacara-upacara dalam
lingkaran kehidupan orang Sunda. Upacara-upacara tali paranti
(tradisi-tradisi dan hukum adat) selalu diorientasikan terutama di
seputar penyembahan kepada Dewi Sri (Nyi Pohaci Sanghiang Sri).
Kekuatan roh yang penting juga adalah Nyi Roro Kidul, tetapi tidak
sebesar Dewi Sri. Ia adalah ratu laut selatan sekaligus pelindung
semua nelayan. Di sepanjang pantai selatan Jawa, rakyat takut dan
selalu memenuhi tuntutan dewi ini hingga sekarang. Contoh lain adalah
Siliwangi. Siliwangi adalah kuasa roh yang merupakan kekuatan dalam
kehidupan orang Sunda. Ia mewakili kuasa teritorial lain dalam
struktur kosmologis orang Sunda.
MANTERA-MANTERA MAGIS
Dalam penyembahan kepada ilah-ilah ini, sistem mantera magis juga
memainkan peran utama berkaitan dengan kekuatan-kekuatan roh. Salah
satu sistem tersebut adalah Ngaruat Batara Kala yang dirancang untuk
memperoleh kemurahan dari dewa Batara Kala dalam ribuan situasi
pribadi. Rakyat juga memanggil roh-roh yang tidak terhitung banyaknya
termasuk arwah orang yang telah meninggal dan juga menempatkan roh-roh
(jurig) yang berbeda jenisnya. Banyak kuburan, pepohonan, gunung-
gunung dan tempat-tempat serupa lainnya dianggap keramat oleh rakyat.
Di tempat-tempat ini, seseorang dapat memperoleh kekuatan-kekuatan
supernatural untuk memulihkan kesehatan, menambah kekayaan, atau
meningkatkan kehidupan seseorang dalam berbagai cara.
DUKUN-DUKUN
Untuk membantu rakyat dalam kebutuhan spiritual mereka, ada pelaksana-
pelaksana ilmu magis yang disebut dukun. Dukun-dukun ini aktif dalam
menyembuhkan atau dalam praktek-praktek mistik seperti numerology
(penomoran). Mereka mengadakan kontak dengan kekuatan-kekuatan
supernatural yang melakukan perintah para dukun ini. Beberapa dukun
ini akan melakukan black magic tetapi banyaknya adalah jika dianggap
sangat bermanfaat bagi orang Sunda. Sejak lahir hingga mati hanya
sedikit keputusan penting yang dibuat tanpa meminta pertolongan dukun.
Kebanyakan orang mengenakan jimat-jimat di tubuh mereka serta
meletakkannya pada tempat-tempat yang menguntungkan dalam harta milik
mereka. Beberapa orang bahkan melakukan mantera atau jampi-jampi
sendiri tanpa dukun. Kebanyakan aktivitas ini terjadi di luar wilayah
Islam dan merupakan oposisi terhadap Islam. Tetapi orang-orang ini
tetap dianggap sebagai Muslim.
KESIMPULAN
Memahami orang Sunda pada zaman ini merupakan tantangan yang besar
bagi sejarawan, antropolog dan sarjana-sarjana agama. Bahkan sarjana-
sarjana Sunda terkemuka segan untuk mencoba melukiskan karakter dan
kontribusi rakyat Sunda. Agaknya, melalui berbagai cara, masyarakat
Sunda telah terserap ke dalam budaya Indonesia baru 50 tahun yang
lalu. Pendapat pribadi saya adalah bahwa kita akan segera mengamati
suatu pembaharuan etnis dl antara orang-orang Sunda yang disertai
dengan definisi baru tentang apa artinya menjadi orang Sunda.
Catatan Kaki:
- Cosmology and Social Behavior in a West Java Settlement (Ohio
University Center for International Studies, 1978) 16.
- Edi S. Ekadjati, Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya
(Jakarta: Girimukti Pasaka, 1984) 93.
- Indonesia di Tengah-tengah Dunia dari Abad ke Abad Vol. 2
(1978) 177-178.
Sumber : Veritas 1/2 (Oktober 2000), Hlm 203-213
|