You are hereArtikel / Misi Itu tentang Perkataan ataukah Perbuatan?
Misi Itu tentang Perkataan ataukah Perbuatan?
Generasi kita menjadikan keadilan sosial sebagai fokus misi. Akan tetapi, apakah kita sudah melupakan Yesus?
Saya benar-benar menyukai sebuah kolom artikel yang ditulis oleh Brad Greenberg (dari The God Blog) beberapa minggu yang lalu dalam kolom Houses of Worship di Wall Street Journal. Tulisan itu, dengan judul Bagaimana Misionaris Kehilangan Kereta Pertempuran Api Mereka, membahas tentang tren dalam misi Kristen beberapa tahun belakangan ini – sangat terlihat adanya pergeseran di antara para penginjil yang lebih muda dari pemberitaan dan pengajaran, menjadi melakukan banyak pekerjaan yang berorientasi pada keadilan sosial sebagai pelayanan misi. Pergeseran yang tadinya berfokus pada perkataan sekarang berfokus pada perbuatan.
Kaum muda yang menginjili sekarang mengartikan istilah missionary dengan bekerja, karena takut dengan konotasi kata penjajah. Mereka lebih memilih untuk terlibat dalam “keadilan sosial” di bawah naungan perbuatan amal Kristen yang lebih umum daripada dengan cara seperti “memenangkan jiwa” (yang sudah terlalu umum).
Greenberg mengutip organisasi populer seperti Invisible Children, sebuah organisasi keadilan sosial yang dari luar kelihatan Kristen yang oleh kelompok media disebutkan bahwa pendirinya “percaya kepada Kristus, tetapi TIDAK mau membatasi diri mereka dengan apa pun.”
Greenberg, yang mencatat bahwa “orang Kristen masa kini pada umumnya melakukan perjalanan ke luar negeri untuk melayani orang lain, tetapi tidak harus memberitakan Injil,” pada akhirnya menyimpulkan bahwa membuang konotasi penjajah dan reputasi “orang yang berlibur” jangka-pendek dari misi penginjilan adalah hal yang baik, tetapi kita juga harus ingat bahwa perbuatan dan perkataan keduanya sama-sama dibutuhkan dalam misi.
Dia menulis:
“Menyebarkan Kekristenan melalui perbuatan saja sejajar dengan kutipan dari St. Francis dari Assisi: ‘Beritakan Injil senantiasa, dan jika perlu, gunakan kata-kata.’ Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa orang bukan Kristen seringkali tidak menangkap beritanya jika tidak ada perkataan."
“Sebuah penelitian pada 2006 oleh Kurt Ver Beek dari Calvin College menemukan sedikit atau tidak ada perbedaan dalam respon secara rohani antara dua kelompok orang Honduras – satu yang rumahnya dibangun kembali oleh misionaris yang tidak menarik mereka untuk berpindah agama, dan yang lainnnya oleh NGO setempat. Intuisi bisa menunjukkan banyak hal. Kecuali orang asing menjelaskan bahwa mereka terdorong untuk membantu karena keyakinan agama mereka, orang-orang setempat akan sangat berterima kasih untuk rumah yang baru tetapi tidak akan bisa menghubungkan apa yang bahkan tidak mereka ketahui keberadaannya."
“Realitanya adalah gereja seharusnya melakukan keduanya: melayani orang yang membutuhkan dan memberitakan Injil. Inilah yang menjadikan pekerjaan kemanusiaan Kristen berbeda dari yang dilakukan oleh American Red Cross. Keduanya didorong oleh kerinduan untuk menolong orang lain, tetapi orang Kristen dipacu oleh hal-hal tentang Yesus.”
Mendukung Greenberg untuk menekankan poin penting ini – bahwa ketika kita ingin menghilangkan “pendidikan kuno” yang salah tentang misi, kita tidak membuang hal yang penting (memberitakan Injil) untuk menghindari hal kurang penting yang berkaitan dengan itu (kolonialisme, dll.). Sayangnya, kita cenderung mengayunkan pendulum penginjilan ke masa sulit dengan kedua hal ini dan atau skenario – selalu cenderung untuk membetulkan hal yang salah dengan mengubahnya secara besar-besaran pada sesuatu yang sama salahnya.
Saya sangat setuju dengan keadilan sosial. Saya bersemangat tentang hal itu. Orang Kristen harus melayani orang-orang dan mengasihi mereka bukan hanya dengan perkataan tetapi dalam perbuatan. Akan tetapi, jika saya mendengar alat bantu penginjilan dengan menggunakan TOMS yang mengutip St. Francis, “beritakan Injil senantiasa, dan jika perlu, gunakan kata-kata” sekali lagi sebagai pembenaran untuk ketidakmauan mereka mengucapkan perkataan kepada siapa pun tentang Kristus sebagai satu-satunya pengharapan yang sejati, saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan.
Ini adalah perdebatan yang terus berlangsung dalam misiologi: Haruskah misionaris di negara-negara asing memenuhi kebutuhan fisik (makanan, air, keadilan sosial, pembangunan) sebelum mereka mengabarkan Injil, atau haruskah penginjilan selalu diutamakan?
Bagi saya, perdebatan itu konyol. Tidak bisakah kita melakukan keduanya secara bersamaan? Tidak bisakah kita melayani orang lain dan memenuhi kebutuhan mereka secara tidak langsung sementara di saat yang sama memberitahu kepada mereka tentang Yesus? Ya, kita harus ada di Afrika membuat sumur air, atau di Haiti membangun sekolah, tetapi apa salahnya jika sambil mengerjakan itu semua kita menyebutkan bahwa kita adalah orang Kristen yang bertindak sebagai gereja, yang mengasihi dunia karena Allah mengasihinya?
Saya tidak yakin misi akan bisa terlalu berfokus pada perbuatan – kecuali itu menghilangkan pentingnya perkataan tentang kebenaran yang perlu didengar oleh orang-orang. Saya harap generasi saya menemukan sebuah cara untuk menekankan keduanya.(t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Relevant Magazine |
Alamat situs | : | https://relevantmagazine.com/god/missions-about-words-or-deeds/ |
Judul asli artikel | : | Is Missions About Word or Deeds? |
Penulis artikel | : | Brett McCracken |
- Login to post comments
- 2507 reads