You are heree-JEMMi No.34 Vol.12/2009 / Mengabarkan Kebenaran di Korea Utara
Mengabarkan Kebenaran di Korea Utara
Siang itu matahari sangat terik, membentuk sebuah bayangan atas kepala seorang wanita yang bernama CY ketika ia menceritakan kembali pengalamannya di Korea Utara. Tetesan air mata yang tidak terkontrol mengalir turun di pipi CY, menghentikan sejenak 2 jam wawancara kami. Seseorang memberikan selembar tisu kepadanya. Perlahan, ia mulai tenang. Dunia sepertinya terpikat dengan wajah baru Republik Rakyat Demokratis Korea (Korea Utara). Bagi dunia, negara tersebut sekarang dipandang sebagai suatu bangsa yang mendukung kemerdekaan berseni, dengan menerima para penggemar seni New York. Negara ini sekarang dipandang sebagai bangsa yang mendukung perdamaian yang telah menghancurkan menara pendingin nuklir Yongbyong miliknya sendiri -- simbol terbesar dari program nuklir negara itu.
Tetapi bagi ribuan orang Kristen Korea Utara seperti CY, wajah negara ini tetap jahat. Adalah sulit sekali memahami suatu tempat yang begitu buruk. Orang-orang Kristen harus melarikan diri ke negara Komunis Cina demi suatu kebebasan beribadah yang lebih baik. Korea Utara adalah lebih dari pemerintahan yang diktator. Korea Utara adalah rezim totaliter karena warga negaranya tidak hanya mendukung pemimpin komunis mereka, tetapi harus menyembah pemerintah selayaknya menyembah tuhan. Lebih dari itu, Kim Il Sung, yang memodernisasi Korea Utara, menciptakan "Juche", agama negara. Pemerintah menggunakan paham kepercayaan untuk mempertahankan "Juche".
Contohnya, anak-anak kecil Korea Utara setiap tahun diberi satu buah permen. Ini tergolong mewah untuk sebuah populasi yang hampir 40% anak-anak kekurangan gizi. Lebih lagi sebelum mereka memberikan permen tersebut, anak-anak harus tunduk berdoa sebagai ucapan syukur kepada "tuhan" negara diktator ini. Sebagai tambahan, anak-anak Korea Utara diajarkan menyanyikan lagu-lagu pujian yang diambil dari sebuah buku enam ratus halaman yang meninggikan Sung dan putranya, Kim Jong Il, pemimpin Korea Utara yang sekarang. Untuk tetap memertahankan "Juche", pemerintah menyakiti, menyiksa, memenjarakan, dan bahkan menculik warganya sendiri yang berani mengikuti apa yang mereka sebut "Tuhan surgawi," yang kita kenal sebagai satu-satunya Tuhan yang sebenarnya dan Putra-Nya, Yesus Kristus.
Saat CY memberitahukan tentang ketidaktundukannya kepada "Juche" dan mengikuti Kristus, hal ini menunjukkan bukan hanya ketidakpatuhan saja, melainkan pengkhianatan kepada negara. Sebelumnya CY pernah menikah dengan seorang pejabat negara komunis di Korea Utara. Seperti setiap orang di Korea Utara, ia memunyai dua buah foto penting di rumahnya -- foto Kim Il Sung dan satunya lagi foto putranya, Kim Jong Il. Suami CY menghadiri sebuah kelompok belajar Kim Il Sung. Orang-orang berusaha menjadi teman suaminya. Suaminya begitu berpengaruh sehingga ketika seorang teman ditahan oleh pemerintahan yang otoriter ini, hanya diperlukan satu kata saja dari suami CY untuk melepaskan orang ini dari hukuman. Sebagai rasa terima kasih, orang ini memberikan kepada keluarga CY sebuah buku yang tidak dikenal.
"Ini adalah kisah seseorang yang berasal dari surga yang menolong orang-orang miskin," kata orang itu. "Maukah kamu membacanya?" CY dan suaminya tidak pernah mendengar mengenai Alkitab, tetapi kedengarannya menarik dan mereka menerima buku itu. Buku itu basah dan berjamur karena dikubur di bawah tanah untuk menyembunyikannya dari petugas berwajib. Setiap malam, CY dengan hati-hati menutup korden jendelanya, duduk di ujung tempat tidur dan menutupi kepalanya dengan selimut. Ia mulai membaca lima bagian dari buku barunya itu -- Kejadian dan empat bagian yang ditulis oleh seseorang yang bernama Yohanes. Orang itu menantangnya untuk membaca bagian itu tiga kali sebelum membaca yang lainnya. Setiap malam ia membacanya dan pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan.
Ia terkesima dengan kisah Yesus. "Di dalam Dia ada hidup ..." (Yohanes 1:4). "Dia adalah Anak domba Allah yang menghapus dosa" (Yohanes 1:29). Dunia membenci Dia (Yohanes 7:7) dan pengikut-Nya diperingatkan untuk menghadapi kebencian (1 Yohanes 3:13). Tetapi ada juga janji-janji -- janji kemenangan! "Dan inilah kemenangan yang telah mengalahkan dunia -- iman kita" (1 Yohanes 5:4). Kisah Injil dan janji-janji yang luar biasa menariknya, tetapi CY memendam begitu banyak pertanyaan dan tidak ada seorang pun yang dapat menjawabnya. Beberapa bulan kemudian, pamannya yang pindah ke Cina datang mengunjungi CY. Pada saat makan malam, CY memerhatikan pamannya berdiam sejenak dan menundukkan kepalanya sebelum makan. Saat CY memerhatikannya berdoa, Roh Kudus menggerakkan hatinya dan kisah-kisah yang ia baca di dalam Yohanes tiba-tiba menjadi jelas. Pertanyaan-pertanyaannya memudar dan timbullah imannya. Keesokan paginya, pamannya mengajarkan CY menyanyikan lagu "Amazing Grace".
Pada sebuah negara yang para tetangganya saling memata-matai dan melapor kepada polisi, tidak ada rahasia yang bertahan lama. Aktivitas CY membaca Alkitab di tengah malam ketahuan. CY ditahan dan dikenai tuduhan menjadi "mata-mata keagamaan" dan "menyebarkan pemikiran-pemikiran antikomunis". "Saya ditangkap polisi dan disiksa. Mereka memaksa saya untuk berlutut di atas kursi. Mereka memukul wajah dan setiap bagian tubuh saya. Wajah saya lebam biru kehitam-hitaman. Mereka meminta saya untuk mengakui tindakan mata-mata saya, dan berkata, "Katakan kepada kami orang yang membawakan Alkitab ini kepadamu." "Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya bukan seorang mata-mata, dan saya tidak melakukan tindakan mata-mata apa pun terhadap pemerintah Korea Utara. Saya tidak mengatakan nama orang itu dan saya bersikeras mengatakan kepada mereka bahwa saya satu-satunya orang yang membaca Alkitab itu."
Ketika CY yang disiksa tidak mau "mengaku", polisi mendatangi suaminya, mengatakan kepadanya bahwa jika ia mau bersaksi melawan CY di pengadilan, maka CY akan pulang ke rumah dengan segera. "Petugas polisi mendatangi saya lagi. 'Suamimu akan menjadi saksi atas kejahatanmu! Oleh sebab itu mengakulah!'" CY sama sekali tidak dapat berkata-kata saat ia memikirkan pengkhianatan suaminya. "Setelah itu, mereka mengikat kedua kaki saya dan menggantung saya terbalik dan memukul saya. Di penjara, saya dipukuli setiap hari -- sepanjang hari. Polisi menyuruh saya berdiri dan meletakkan tangan saya di luar pintu, karena ada sebuah jendela kecil di pintu itu, dan mereka memukul jari-jari dan tangan saya dengan sebuah pipa. Tangan saya seluruhnya berdarah, dan kedua tangan saya robek. Saya tidak dapat menggunakan kedua tangan saya selama lebih dari 20 hari." CY menggerak-gerakkan tangannya ketika ia bercerita. Masih ada bekas-bekas penyiksaan di tangan itu. Beberapa jarinya bengkok dan terlihat ganjil.
Pengadilan pertama CY adalah 5 jam cobaan ketika suaminya menyadari bahwa ia telah dikelabuhi oleh polisi. Ia diputuskan tidak bersalah. Namun tidak selamanya yang tampak itu benar-benar terjadi. Putusan tidak bersalah CY dengan segera dibatalkan. Ia sekali lagi diadili. Pada pengadilan keduanya, CY bahkan tidak dapat berbicara karena wajahnya lumpuh akibat berbagai pukulan. Setelah diadili selama 1 jam, ia didakwa dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. "Saya terus berdoa selama di penjara, bahkan ketika saya dipukuli oleh polisi." CY juga mengingat kembali ayat-ayat yang telah ia baca di Alkitab yang berjamur itu. Ia ingat kata-kata Yesus, "Siapapun yang memukul pipi kananmu, berikan kepada mereka pipi kirimu juga." Ia juga memegang janji dari 1 Yohanes bahwa imannya dapat mengatasi dunia, bahkan Korea Utara.
Setelah 1 tahun di penjara, berat badannya turun. Ketika suaminya datang mengunjunginya di penjara, CY memohon kepadanya untuk mengeluarkan dia dari penjara. Suaminya menjual rumah mereka dan mengumpulkan uang semampunya dari teman dan sanak saudara dan kembali ke penjara dengan membawa uang dan sebuah televisi, yang ia berikan kepada petugas penjara sebagai "tebusan" mengeluarkan CY dari penjara. Rupanya berhasil, dan CY kembali pulang ke desanya. Tetapi ia tidak lagi menyembah kepada tuhan dunia. "Sebelum kejadian ini, saya percaya bahwa negara saya adalah yang terbaik di dunia! Tetapi saat di penjara, saya menyadari bagaimana Korea Utara yang sesungguhnya. Saya berkata bahwa jika saya dapat memulihkan kesehatan saya kembali, saya tidak mau lagi tinggal di negara ini karena saya tahu sekarang seperti apa negara ini sesungguhnya!"
CY melarikan diri ke Cina dan akhirnya ke Korea Selatan. Sementara CY menderita dengan cobaan yang begitu mengerikan, orang-orang Korea Utara memikirkan cara yang lebih buruk untuk menyingkirkan kekristenan. Orang-orang Kristen tidak lagi hanya dipenjara, tetapi mereka juga "menghilang". Sembilan orang terakhir yang bekerja bagi KDP (Kasih Dalam Perbuatan) di Korea Utara menghilang begitu saja. Satu demi satu mereka mulai berhenti menghubungi. Kami juga telah menyediakan pelatihan dan peralatan untuk membangun sebuah wirausaha. Sekarang orang-orang percaya yang ikut pelatihan tersebut di tiga daerah yang terpisah telah menghilang. Pada bulan September 2007, berita menghilangnya mereka menjadi jelas. Pemerintah Korea Utara mengadakan pertemuan dengan para wartawan di ibukota Pyongyang, di hadapan media massa dunia. "Kami telah menangkap mata-mata," kata pejabat Korea Utara. Sebagai bukti, kamera yang berisi foto dan dokumentasi video mengenai "peralatan mata-mata" yang dicurigai.
Kini, CY menjadi sukarelawan di sebuah stasiun radio di Seoul, Korea Selatan. Kami mensponsori siaran radio Injil ke tanah kelahirannya. Stasiun radio tersebut juga menyiarkan kisah-kisah para pembelot Korea Utara, memberitakan kepada para sanak saudara di Korea Utara bahwa sekarang mereka berhasil memperoleh kemerdekaan. Walau pernah dipenjara, dipukuli, dan dianiaya, CY masih tetap berjaga-jaga, menggunakan suaranya, dan doa-doanya untuk menghancurkan wajah kejahatan. Kami tidak tahu ada berapa banyak yang seperti CY di penjara-penjara Korea Utara, atau berapa banyak orang Kristen yang sedang berdoa dan menyembah di negara yang kadang kala disebut "Negara Pertapa". Tetapi mandat kami sudah jelas: kami tidak akan melupakan mereka. Sampai Kristus datang, sampai jumlah martir Korea Utara tercapai (Wahyu 6:9-11), kami tidak akan berhenti melayani menolong mereka.
Mengirim Sebuah Alkitab Terbang
Sebanyak 99% rakyat Korea Utara mampu baca tulis. Persentase tersebut sama dengan populasi di Amerika Serikat. Tingkat kemampuan baca tulis mereka begitu tinggi karena sejak kecil orang-orang Korea Utara dipaksa untuk membaca tulisan-tulisan diktator Kim Il Sung dan putranya Kim Jong Il. Tulisan-tulisan tersebut adalah tulang punggung "Juche", agama Korea Utara. Juche artinya "percaya pada diri sendiri". Tetapi kenyataannya mereka justru mendorong rakyat untuk berpegang pada pemerintah dan kediktatoran dalam segala hal. Orang-orang Kristen di Korea Utara sangat membutuhkan firman Tuhan. Inilah mengapa kami telah meluncurkan balon-balon Injil dan traktat-traktat injil ke Korea Utara selama lebih dari 20 tahun.
Hari ini, kami bekerja sama dengan sekelompok pembelot Korea Utara untuk menjalankan proyek ini menggunakan teknologi yang dikembangkan oleh pemerintah Korea Selatan. Setiap balon besar diluncurkan termasuk sepuluh ribu traktat Injil, dicetak di atas plastik putih tahan air. Traktat di balon berasal dari Kitab Markus yang ditulis dalam bahasa Korea. Kami juga membagikan buku kecil "Bagaimana Mengenal Tuhan" dalam bahasa Korea. Sebagai tambahan traktat Injil ini, kami juga menyediakan ribuan Alkitab yang telah dicetak dalam bahasa Korea Utara untuk orang-orang Korea Utara yang sudah menantikannya. Gereja di Korea Utara sedang bertumbuh. Tuhan yang bekerja dan kami hanya memainkan peranan kecil dari apa yang sedang Dia kerjakan di sana.
Orang Kristen Korea Utara yang Tak Kenal Menyerah
Orang-orang Korea Utara sedang kelaparan tubuh dan jiwanya. Sebagian besar penduduk negara yang memunyai populasi sekitar 23 juta jiwa ini kekurangan gizi. "Kami dianggap diberkati jika kami dapat makan sekali sehari," kata seorang percaya Korea Utara. "Kami tahu ada keluarga-keluarga yang berhasil hidup hanya dengan memakan sup kentang busuk dan makanan kecil lainnya." Ada banyak orang di Korea Utara yang begitu keras kepala sehingga mereka lebih memilih kelaparan bersama anak-anak mereka sebelum meminta bantuan kepada pemerintah. "Saya malu untuk mengakui," tulis seorang Kristen Korea Utara, "bahwa sebelum menjadi pengikut Kristus, saya adalah salah satu dari banyak orang tua yang membiarkan anaknya meninggal mati kelaparan demi menyelamatkan diri sendiri. Setelah kedua putra saya meninggal, saya menjalani hidup tanpa tujuan. Lalu akhirnya Yesus menemukan saya."
Kami telah melangkah untuk membebaskan orang-orang Korea Utara dari kejahatan jasmani dan spiritual yang disebarkan oleh pemerintah mereka. Pada tahun 1970-an, pemerintah Korea Utara mensponsori penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Korea sebagai bukti untuk menunjukkan "kebebasan beragama". Hasil terjemahan itu dianggap sebagai yang paling akurat. Meskipun demikian, hanya tiga ratus Alkitab saja yang dicetak. Kami mendapatkan satu Alkitab dan sekarang kami mencetak ulang Alkitab tersebut untuk dibagikan kepada orang-orang percaya Korea Utara. Mengabarkan Injil bukan perkara mudah di Korea Utara. Kepemilikan atas sebuah Alkitab sama dengan hukuman mati. Dan sampai tiga generasi, keluarga Anda akan dipenjara. Oleh karena itu, banyak orang Kristen Korea Utara menyalin isi Alkitab dengan tulisan tangan dan menyembunyikannya di dinding-dinding rumah mereka atau menguburnya di halaman belakang agar tidak ditemukan.
Kami juga mendukung program Kristen 0,5 jam setiap hari yang disiarkan ke Korea Utara melalui radio. Selama 10 menit, orang-orang mendengar drama kisah Yesus, yang diambil dari "Ia Hidup di Antara Kita". Selama 10 menit kemudian, dibacakan kisah dari buku "Berkorban demi Kristus". Dan 10 menit yang terakhir dihabiskan untuk membacakan firman Tuhan, cukup perlahan-lahan untuk mengizinkan para pendengar mencatat ayat-ayat yang dibawakan. Siaran-siaran ini juga direkam dan diformat ke dalam MP3 player yang dibagikan bersamaan pada saat bantuan makanan diberikan. "Pemberian makanan Anda telah menguatkan kami," kata seorang pengajar di kelompok gereja bawah tanah, "dan saya akan menggunakan kekuatan itu untuk mengabarkan Kristus. Tanpa Kristus, hidup tidak berarti. Inilah mengapa kami terus membahayakan hidup kami untuk mengabarkan nama-Nya."
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama buletin | : | KDP (Kasih Dalam Perbuatan), Edisi Januari -- Februari 2009 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Yayasan Kasih Dalam Perbuatan (KDP), Surabaya 2009 |
Halaman | : | 3 -- 8 |
- Printer-friendly version
- Login to post comments
- 6729 reads