You are hererenungan / Kristen Zona Nyaman

Kristen Zona Nyaman


By suwandisetiawan - Posted on 19 February 2019

Apakah Anda merasa hidup rohani Anda biasa-biasa saja, stagnan, tanpa berkat, dan tidak ada pertumbuhan? Hati-hati, Anda mungkin sedang menjadi Kristen Zona Nyaman.

Dalam zona nyaman, kita melakukan banyak hal secara otomatis, tanpa perlu berpikir keras atau menguras tenaga, karena sudah terbiasa dengan suatu keadaan. Misalnya, hari Minggu kita pergi ke gereja, hari Rabu ke pertemuan grup rohani, Sabtu ke ibadah pemuda. Semua aktivitas itu terjadwal rapi dan menjadi sebuah rutinitas.

Zona nyaman merupakan area berbahaya, karena di sinilah kita “maju tidak, mundur iya”. Alih-alih pertumbuhan rohani, kita cenderung mengalami kemunduran. Dan, sering kali orang Kristen tidak sadar dirinya sedang terjebak dalam zona nyaman.

Lalu, apa saja gejala yang mesti kita kenali dan bagaimana cara menghindari zona nyaman ini?
Gejala-gejala Kristen Zona Nyaman

1. Berfokus pada Diri Sendiri

Saat kita terlalu berfokus pada diri sendiri, kita memandang segala sesuatu dari manfaat yang didapat. Kita sibuk mencari perhatian dan perlakuan istimewa. Pusat perhatian kita bukan lagi Tuhan, melainkan diri sendiri.

Secara kasatmata, kita eksis di pelayanan-pelayanan gereja. Namun, kita melakukannya demi kepuasan pribadi, yaitu untuk mendapatkan pengakuan dan supaya diberkati oleh Tuhan. Kita memilih pelayanan yang disukai saja, bukan memandang sisi kebutuhan gereja.

Hubungan dengan saudara-saudari rohani pun menjadi dangkal dan dingin, tidak ada kasih mesra. Pada akhirnya, tindakan kita bertolak belakang dengan prinsip Alkitab, yaitu mengutamakan kepentingan jemaat di atas diri sendiri.

“… dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri.” – Filipi 2:3

Saat fokus diri ini muncul, ingatlah Yesus dan jadikan Dia teladan Anda. Yesus merendahkan diri-Nya, datang ke dunia untuk melayani manusia, bahkan rela mati untuk menebus dosa-dosa kita. Seandainya Yesus adalah pribadi yang fokus pada diri sendiri, tentunya kita semua tidak akan mendapatkan keselamatan.

2. Mengandalkan kekuatan atau pengalaman sendiri

Pengalaman merupakan guru terbaik; mungkin kita sering mendengar ungkapan ini. Kita membutuhkan bekal pengalaman agar dapat menjalani hidup dengan lebih baik. Kesalahan dapat diminimalisir, sehingga kelak kita tidak terjerumus di lubang yang sama.

Seiring waktu, seorang Kristen memiliki lebih banyak pengalaman. Namun, hal ini dapat menjadi fatal jika perjalanan hidup rohani kita hanya bergantung pada pengalaman, bukan kepada Tuhan.

Kita enggan belajar dari Firman Tuhan dan menganggap bahwa pengalaman saja cukup untuk menghadapi masalah-masalah yang terjadi. Kita mengira diri kita adalah yang terbaik. Merasa paling pandai, dan hanya percaya pada kemampuan sendiri.

Kalau Anda mengalami gejala ini, cepatlah kembali kepada Tuhan. Mereka yang mengandalkan Tuhan ibarat pohon yang tumbuh di tepi air, akan selalu subur dan menghasilkan buah.

“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” – Yeremia 17:7-8

3. Menolak evaluasi

Saat kita terjebak dalam zona nyaman, kehidupan menjadi sebuah rutinitas yang monoton. Gereja, pelayanan, kerja, gereja, pelayanan, kerja—dan begitu seterusnya setiap minggu. Kita menyangka sudah berada di lintasan yang benar.

Pernahkah kita berhenti sejenak untuk mengevaluasi diri? Apakah hidup Kristen kita sudah benar? Ada kalanya kita tak merasa tindakan kita salah atau tidak sesuai kehendak Tuhan. Contohnya, selama bertahun-tahun kita terjebak dalam kelemahan yang sama, jatuh dalam dosa yang sama. Karakter kita tidak mengalami perubahan. Sudahkah kita memeriksa hati dengan Alkitab sebagai pedomannya?

“Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” – Mazmur 139:23-24

Daud memberi kita teladan kerendahan hati ketika dia datang dalam doa dan meminta Tuhan untuk memeriksa hatinya. Doa menjadi momen yang tepat untuk mengevaluasi diri. Dan, evaluasi ini perlu dilakukan tiap hari, secara rutin, karena peperangan rohani terjadi setiap saat. Evaluasi juga dapat diperoleh dari nasehat pembimbing rohani, sahabat, atau orang terdekat kita.

Konsistensi itu baik, tetapi konsisten dalam bertindak saja tidak cukup. Kita juga perlu konsisten belajar dan mengevaluasi diri. Semakin dewasa rohani kita, semakin berat pula tantangannya. Tanpa evaluasi batin, kita tidak akan bertumbuh.

4. Gampang menyalahkan orang atau keadaan

Inilah jebakan zona nyaman yang paling menyulitkan pertumbuhan iman. Dalam kondisi ini, kita kebal terhadap teguran atau masukan. Kita tak mau lagi menerima kritik dan saran.

Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. – Yohanes 9:3

Waktu Yesus dan murid-murid-Nya berpapasan dengan seorang tunanetra, mereka mempertanyakan salah siapakah itu sehingga ia dilahirkan buta. Namun, Yesus mengatakan itu bukan salah siapa-siapa, melainkan supaya pekerjaan Allah dapat dinyatakan.

Terkadang, saat rohani kita lemah, lebih gampang rasanya menyalahkan hal-hal di luar diri kita. Ini gara-gara pembimbing rohani kita begini, karena pendetanya begitu, karena jemaatnya tidak hangat, dan berbagai alasan lainnya.

Kita mudah melihat kelemahan-kelemahan orang lain atau keadaan di sekitar, bahkan menyalahkan Tuhan, tetapi lalai melihat apa yang sedang Tuhan ajarkan kepada kita. Kita lupa untuk berpikir, apa yang perlu diperbaiki dan bagaimana cara memperbaikinya.

Untuk itu, mari belajar dari Ayub, yang dalam ujian dan penderitaan, ia dipersalahkan oleh istrinya (Ayub 2:9). Namun, Ayub menyikapinya dengan sabar, tenang, dan sadar bahwa proses yang ia alami itu diizinkan oleh Tuhan.

Gejala-gejala Kristen zona nyaman dapat terjadi pada siapa pun. Jika kita mengalami satu atau beberapa tanda ini, segeralah perbaiki kualitas hubungan kita dengan Tuhan. Juga, jangan segan atau malu meminta bantuan kepada pembimbing rohani kita. Semoga kita menjadi pribadi Kristen yang senantiasa bertumbuh dan memberi terang bagi sesama. Tuhan memberkati.

Source : https://gkdi.org/blog/kristen-zona-nyaman/

Tags