Berikut ini adalah salah satu kesaksian yang diceritakan oleh Joe
Balraj, koordinator lokal Film YESUS di India, kepada Paul Eshleman.
KESEMPATAN TERAKHIR
Joe Balraj akhirnya sampai di suatu desa yang jalanannya berdebu,
panas dan lembab, di kota Madras.
Joe Balraj, koordinator lokal film YESUS, menarik gerobak sapi dan
menghentikan mobilnya disamping sebuah saluran pembuangan air yang
sangat kotor. "Kami telah memutar Film YESUS di 18 desa yang berada
di daerah ini," katanya. "Desa ini adalah salah satu diantaranya."
Melalui jendela yang berdebu, saya mengikuti pandangan matanya pada
sekelompok pondok yang terpencil yang beratapkan jerami.
"Kira-kira ada 500 orang yang tinggal di desa ini, Paul. Sebelum
kami memutarkan Film YESUS ini kepada mereka tujuh minggu yang lalu,
mereka belum menganut suatu agama apa pun. Hari Minggu yang lalu
kami membaptis 138 orang. Penduduk desa ini menerima Yesus melalui
pemutaran Film YESUS ini, dan kami membentuk sebuah kelompok sel,
dan pondok itu adalah tempat pertemuan kelompok sel ini."
"Orang yang baru dimenangkan ini mengadakan pertemuan di sana tiga
atau empat kali seminggu untuk berdoa dan membaca Alkitab,"
lanjutnya. "Gereja di India Selatan sedang mencoba mengirimkan
pendeta bagi mereka, sementara itu salah satu penginjil kami yang
berada di desa ini mengunjungi mereka dua kali seminggu untuk
membantu mereka dalam menguatkan iman mereka." Dia membuka pintu
mobil. "Ayo, aku akan mengajakmu menemui beberapa orang di antara
mereka." katanya.
Setiap orang yang saya ajak bicara mengatakan bahwa mereka
memutuskan untuk menerima Yesus setelah melihat Film YESUS karena
film inilah yang pertama kali mereka dengar untuk mengetahui
bagaimana mengenal Tuhan. Dan itulah yang mereka inginkan: mengenal
Tuhan.
Salah seorang pemuda yang saya ajak bicara mengundang saya untuk
datang ke rumahnya. Rumah itu sangatlah sederhana dan itu
menunjukkan bahwa mereka benar-benar orang yang sangat miskin.
Ketika saya bertanya kepada mereka tentang apa yang paling mereka
suka dari Yesus, pemuda itu menjawab, "Dia peduli pada orang-orang
miskin seperti kami ini." Dengan suara yang lirih istrinya
menambahkan, "Aku tahu Dia adalah orang yang miskin seperti kami
karena Dia tidak pernah membawa tas."
Pasangan yang lainnya tersenyum dan berkata, "Kami dulu sangat
khawatir karena kami meminjam uang dalam jumlah yang sangat banyak
kepada orang lain. Tetapi ketika kami melihat film itu, kami belajar
bahwa Yesus mengatakan jika Dia memelihara burung-burung dan bunga-
bunga di padang, maka Dia juga akan memelihara kami. Kami masih
tidak yakin bagaimana kami akan membayar hutang-hutang kami, tetapi
kami tahu bahwa Yesus akan menolong kami dalam mencari jalan
keluarnya."
Selanjutnya saya bertemu dengan Samuel, yang juga baru dimenangkan.
Samuel berusia delapan puluhan, agak sedikit pendek, dengan rambut
putih di seluruh kepalanya. Dia memandangku melalui kacamata yang
bingkainya telah diberi lem karena hampir patah. Kulit coklatnya
sudah berkeriput, dan dia berpakaian putih, tipis dan kumal. Dalam
sepintas saja kita bisa tahu, dia pasti mengalami masa pemerintahan
Gandhi. Samuel tinggal di desa kecil dan kumuh ini selama delapan
puluhan tahun, tetapi baru sekarang dia mengenal Yesus.
"Aku biarkan anak-anakku menjadi Kristen," katanya pada saya,
"tetapi aku selalu melawan keyakinan mereka. Lalu pada saat aku
melihat Film YESUS, baru pertama kalinya dalam hidupku aku mengerti
bahwa YESUS tidak pernah mati untuk diri-Nya sendiri -- Dia mati
untuk aku! Ketika aku memahami hal itu, baru aku sadar bahwa aku
harus menerima Dia." Samuel menundukkan kepalanya seolah-olah dia
marah kepada waktu. "Seandainya saja saya menerima Yesus ketika
masih muda maka kami akan memiliki suatu persekutuan jemaat yang
besar dan juga sebuah gereja di sini. Dia menatapku dengan tajamnya
dan berkata dengan suara yang keras, "Kami membutuhkan sebuah gereja
dan seorang pendeta. Apakah Anda bisa mencarinya bagi kami?"
Ketika saya bersiap-siap untuk pulang, Samuel menarik tangan saya.
"Sebagai orang Hindu aku biasa dipanggil Muni Swami, yang artinya
'guru kecil.'" Dia tersenyum lepas, "Tetapi hari Minggu kemarin aku
dibaptis dan nama Kristenku adalah Samuel."
Saya akan terus mengingat Samuel.
Diterjemahkan dan diedit dari:
Judul Buku | I Just Saw Jesus |
Judul Artikel | One Last Chance |
Penulis | Paul Eshleman |
Penerbit | The Jesus Project and Campus Crusade For Christ |
Halaman | 174 - 175 |