Berikut ini adalah sebuah kesaksian yang disampaikan oleh Eko dan
Eni (bukan nama sesungguhnya) yang saat ini melayani sebuah suku di
pedalaman Kalimantan. Mereka menuliskan kesaksian ini karena
terdorong oleh kerinduan agar masyarakat suku pedalaman itu dapat
menyerahkan hidup mereka secara total kepada Yesus dan tidak
tergantung lagi pada dukun. Kami berharap kesaksian ini dapat
menolong kita untuk ikut bergumul dalam doa bagi pelayanan pekerjaan
Tuhan di desa-desa pedalaman yang masih terikat dengan kuasa gelap.
Kesaksian Eko dan Eni adalah sebagai berikut:
UPACARA BADEWA ... BOLEHKAH?
"Sebelum menikah, Eko dan Eni masing-masing sudah mempunyai beban
untuk melayani suku-suku yang belum memiliki Firman Tuhan. Setelah
menikah mereka bersama-sama menggumuli suku yang memerlukan
pelayanan. Dalam pergumulan ini, mereka merasa Tuhan memimpin mereka
melayani di pedalaman Kalimantan. Setelah melakukan survey, mereka
tahu bahwa Tuhan menghendaki mereka melayani sebuah suku di sebuah
desa di pedalaman. Perjalanan menuju desa tsb. harus ditempuh
melalui beberapa kota di Kalimantan dan membutuhkan waktu 25 jam.
Kurang lebih 95% masyarakat suku desa ini masih menganut animisme.
Salah satu upacara adat yang mereka lakukan adalah upacara Badewa
untuk menyembuhkan orang sakit. Dalam upacara ini, dukun memanggil
roh-roh. Lalu roh-roh ini merasuki tubuh dukun yang kemudian dapat
memberikan pesan-pesan berupa larangan atau persembahan yang harus
diberikan supaya si sakit menjadi sembuh.
Pada suatu hari, beberapa orang desa yang telah percaya bertanya
kepada Eko dan Eni, "Apakah orang Kristen boleh meminta dukun
melakukan Badewa?" Hendrik menjawab, "Sesuai dengan Alkitab, kita
harus minta kesembuhan hanya dari Tuhan. Tuhan yang kita sembah
adalah Tuhan yang Mahakuasa. Apakah kalian tidak mengetahuinya?"
Mereka menggelengkan kepala dan berkata, "Walaupun kami sudah
mengaku dan menjadi pengikut Kristus, tapi kami masih mengikuti
upacara Badewa."
Pembicaraan ini telah menimbulkan beban tersendiri bagi Eko dan Eni.
Mereka telah melihat bahwa masyarakat suku desa ini memerlukan
terjemahan Firman Tuhan dalam bahasa yang mereka sendiri.
Beban tersebut dinyatakan oleh Eko dan Eni dengan mengatakan, "Kami
berharap suatu hari nanti mereka tidak lagi memanggil dukun dan
melakukan upacara Badewa, tapi mereka berdoa pada Tuhan dan
memanggil nama Yesus yang berkuasa. Bukan hanya untuk menyembuhkan
penyakit saja, tapi memanggil nama Yesus karena Dia sudah menjadi
Tuhan dan Juruselamat mereka.""
Sumber: Kartidaya, Triwulan I/2001