SEPUPU SEDANG BEKERJA KERAS DI ANTARA ORANG HITAM AFRIKA
Sejak tahun 2002, selain mengajar di Sekolah Alkitab di Cape Town,
Afrika Selatan dan bertandang ke rumah beberapa teman orang Melayu
di Cape Town -- nenek moyang mereka berasal dari Indonesia dan
datang ke Afrika tiga setengah abad lalu -- Tuhan memimpin saya
untuk masuk ke kampus-kampus juga. Di sana saya bekerja sama dengan
beberapa organisasi mahasiswa Kristen yang melayani di kampus,
seperti PERKANTAS di Indonesia.
Saya senang berada di antara para mahasiswa, ngobrol dengan mereka,
memberi "kuping lebar-lebar" untuk mendengarkan pergumulan mereka
serta dengan jeli berusaha menangkap "kata kunci" dari percakapan
itu, agar dengan kata kunci itu obrolan bisa dikembangkan ke arah
yang lebih terfokus: ...bahwa hanya dengan takut akan Tuhan, kita
akan beroleh hikmat dan pengetahuan yang bermanfat untuk kerajaan
Allah.
Tidak jarang pembicaraan menjadi macet, sampai kepada nama yang
ajaib Tuhan Yesus Kristus, sehingga harus dengan halus lagi
melanjutkan obrolan tersebut, jika sang mahasiswa masih sudi
mendengar. Jika dia kelihatan tidak tertarik lagi, tidak boleh
dipaksakan dengan topik yang sama, tetapi dicoba dengan topik lain
untuk menjembatani komunikasi.
SAKILE MENJADI ABDULLAH
Mahasiswa yang paling banyak bergabung dengan "PERKANTAS" kami,
tempat saya terlibat, adalah para mahasiswa berkulit hitam Afrika.
Tadinya saya mengharapkan lebih banyak bertemu dengan kulit sawo
matang yang disebut Coloured (baca: kalet) karena mereka inilah yang
pada umumnya beragama sepupu. Tetapi ternyata mereka tidak mau
bergabung dengan para mahasiswa yang berkulit hitam. Saya bertanya
pada Tuhan, mengapa Tuhan hanya memperhadapkan saya kepada mahasiswa
berkulit hitam, yang menurut saya adalah orang Kristen? Saya mau
mencari mereka yang terhilang.
Suatu hari Tuhan menjawab doa tersebut. Ketika itu saya memimpin
sebuah seminar tentang perkembangan sepupu melalui dunia kampus,
politik, dan ekonomi. Pada akhir seminar, saya menantang mahasiswa
untuk melihat kenyataan apa yang sedang terjadi di komunitas tempat
tinggal mereka.
Beberapa mahasiswa kemudian datang kepada saya menceritakan bahwa di
permukiman mereka telah terjadi pengubahan agama melalui pemberian
beasiswa dan bantuan makanan. Setiap orang yang menerima pertolongan
ini, harus menandatangani penggantian nama menjadi nama-nama yang
lazimnya digunakan oleh nama-nama sepupu. Sakile menjadi Abdullah,
Lindiwe menjadi Khadizah, dan sebagainya. Melalui daftar nama-nama
baru ini, akhirnya saudara sepupu kita ini berhak mendirikan tempat
ibadah mereka di permukiman tersebut. Demikianlah strategi mereka
untuk merebut orang-orang kulit hitam di Afrika Selatan. Selain itu,
juga melalui pernikahan dengan sepupu dari latar belakang negara-
negara Afrika lainnya yang merantau ke sini. Melalui kenyataan ini,
saya semakin dikuatkan untuk meningkatkan pelayanan pemahaman
Alkitab di antara mahasiswa berkulit hitam.
TERLALU TUA MENJADI MAHASISWA
Pengalaman yang sering kali tidak enak ialah ketika mahasiswa yang
baru saya dekati bertanya, "Siapa Anda? Apa yang Anda kerjakan di
sini?" Mereka bertanya ini karena saya kadang berbicara dengan
bahasa mahasiswa, tetapi wajah dan penampilan saya sudah terlalu tua
untuk setara dengan mereka. Kemudian arah percakapan yang sering
kali saya arahkan selalu ke arah yang serius dan religius. "Kamu
siapa dan apa pekerjaanmu?" Sungguh tidak gampang. Jika berterus
terang tentang "pekerjaan", tembok pemisah akan segera berdiri. Jika
saya berkata saya sedang belajar,... ya, tetapi saya bukan
mahasiswa. Lalu saya ini siapa? Inilah yang sering menggelitik di
hati.
Tuhan kemudian membuka jalan. Tahun ini saya boleh mendaftar sebagai
mahasiswa. Kehadiran saya dengan status baru di kampus kali ini
membuat saya menjadi lebih percaya diri untuk bertemu dengan
mahasiswa yang belum saya kenal. Jika mereka bertanya, "Kamu siapa
dan sedang apa?" jawaban saya, "Saya mahasiswa". Mereka langsung
berkata, "Kamu mahasiswa pasca sarjana?" Melalui pintu ini, jalan
pun terbuka bagi saya sebagai mahasiswa senior yang membimbing
mahasiswa yunior. Komunikasi menjadi lebih aman dan lancar.
Membagi waktu dengan keluarga dan tantangan keuangan yang meningkat,
itulah yang menjadi pokok doa. Terima kasih atas dukungan doa yang
saya dan keluarga butuhkan.
Bahan diambil dan diedit dari sumber:
Judul buletin | : | Buletin Terang Lintas Budaya, Edisi 65/2006 |
Penerbit | : | YPI Indonesia |
Halaman | : | 3 |
Situs | : | http://www.wec-int.org/swi |
|