LAUREN TOMASIK DAN KLINIK MEDIS HIV DI ZAMBIA
Lauren Tomasik, seorang gadis berumur 18 tahun, telah mendapatkan
visi. Siswi SMU Wheaton Academy ini memiliki kerinduan untuk melihat
SMU Kristennya mengumpulkan 75.000 dolar untuk membangun sebuah
klinik medis di Zambia untuk melawan penyebaran virus HIV/AIDS. Dan
ia ingin uang tersebut berasal dari kantong 575 teman-teman
sekolahnya.
Ini bukanlah visi yang biasa. Namun, pada perkembangan selanjutnya
sekolah ini juga tidak lagi menjadi sekolah yang biasa. Hal ini bisa
dilihat dari kenyataan bahwa dalam tiga tahun terakhir saja, murid-
murid sekolah yang berlokasi di bagian barat pinggir kota Chicago
ini telah berhasil mengumpulkan hampir 250.000 dolar untuk membantu
penanggulangan HIV/AIDS di Afrika. Sebagian besar dari uang itu
berasal dari kantong mereka sendiri.
"Tuhan telah memanggil sekolah ini untuk melakukan proyek ini," kata
Tomasik sambil menceritakan perkumpulan murid-murid yang anggotanya
selalu mendorong satu sama lain untuk melupakan kegiatan nonton
film, pergi ke Starbucks, bahkan kado-kado Natal dan gaun-gaun pesta
kelulusan demi mengumpulkan uang untuk membantu teman-teman mereka
di Zambia agar dapat mendapat pendidikan dan makanan. "Jika kita
hidup di Wheaton, akan sangat mudah untuk hanya berfokus pada
kepentingan diri sendiri dan terus hidup untuk komunitas kita saja."
Ia juga bercerita bahwa mereka juga memiliki kehidupan yang makmur
di kotanya, yang juga terkenal dengan budaya penginjilannya. "Namun,
saya telah diberkati supaya saya juga dapat memberkati orang lain."
PEMBERIAN PENGORBANAN
Kisah mengenai murid-murid sebuah SMU dari kalangan menengah ke atas
yang berubah menjadi teladan tentang hal berkorban ini bermula dari
sebuah acara retret di pegunungan Colorado di musim panas 2002. Para
ketua murid saat itu berkumpul untuk merencanakan bagaimana caranya
kerohanian di sekolah mereka dapat dibina. Mereka lalu memikirkan
ide-ide umum seperti mengadakan kelompok PA, acara doa pagi, dan
hal-hal biasa lainnya.
"Kami tahu apa yang diharapkan dari kami. Namun, kami begitu merasa
bahwa Tuhan menginginkan kami melakukan sesuatu yang lebih dari
semua itu," kata Christy Peed, alumnus sekolah itu. "Sesuatu yang
dapat membuat orang benar-benar dapat merasakan kehadiran Tuhan dan
bahwa kita tak dapat melakukan apa pun tanpa Dia."
Kelompok itu selalu berdoa di berbagai kesempatan. Di bulan Oktober,
mereka mengikuti proyek One Life Revolution, yang diadakan atas
inisiatif organisasi World Vision dan Youth Specialties yang
bertujuan melibatkan murid-murid dalam penanganan korban AIDS di
Zambia. Ini sepertinya adalah jawaban yang sempurna. Para murid itu
prihatin dengan statistik data yang menunjukkan bahwa penginjil di
Amerika ternyata masih memberi perhatian yang sangat kecil terhadap
pelayanan orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. Peed, yang orang
tuanya adalah misionaris, tumbuh di Zambia dan menyaksikan langsung
dampak mengerikan yang ditimbulkan AIDS pada keluarga-keluarga di
sana. Zambia memiliki lebih dari 630.000 anak yang menjadi yatim
piatu akibat HIV/AIDS. Sementara sekitar 1,1 juta orang telah
terinfeksi virus itu.
Program One Life itu menawarkan sebuah katalog yang menunjukkan
cara-cara bagaimana murid-murid sekolah tersebut bisa membantu
sebuah desa di Afrika dengan mengumpulkan dana. Kesempatan
berpartisipasi meliputi mulai dari 8 dolar untuk membeli ayam sampai
53.000 dolar untuk membangun sebuah gedung sekolah. Meski perkiraan
dana 45.000 dolar adalah angka terbesar kedua yang ada di katalog
itu, murid-murid SMU itu berketetapan bahwa gedung sekolah itu
adalah target yang harus mereka capai.
Para ketua murid itu mempresentasikan proyek Zambia tersebut di
depan teman-teman sekolahnya pada pertengahan bulan Nopember sambil
menjelaskan sepuluh cara bagaimana tiap orang dapat ikut
berkontribusi lewat pengorbanan pribadinya. "Kami tidak ingin proyek
ini terlaksana lewat sesuatu seperti bantuan cek dari para orang tua
mereka," kata Peed. "Kami ingin hal ini terlaksana lewat pengorbanan
para murid."
Di acara itu, para ketua murid mengatakan bahwa jika tiap murid di
sekolah mereka dapat memberikan 100 dolar saja selama setahun,
mereka akan dapat melebihi target menyumbangkan 53.000 dolar untuk
pembangunan sekolah itu. Awalnya, hal itu sepertinya tidak begitu
membangkitkan antusiasme para murid. Malah sepertinya mereka bahkan
tak akan mendapatkan barang 10 dolar saja dari setiap murid,
beberapa bahkan sangat menentang mimpi pelayanan besar ini. Beberapa
murid merasa proyek "mahabesar" ini dibuat dengan terlalu terburu-
buru, tidak masuk akal, dan hanya didorong oleh rasa bersalah.
Beberapa lainnya mempertanyakan mengapa semua sumbangan itu harus
diberikan jauh-jauh ke Afrika, apalagi untuk menolong korban
penyakit yang biasanya didapat melalui hubungan seksual. Bermacam
perdebatan setelah pertemuan itu sering sampai membuat Peed
menangis.
Mereka pun mengadakan banyak acara penggalangan dana. Namun, aliran
dana masih sangat lambat. Ketika Tony Frank, direktur eksekutif
organisasi World Vision Chicago mengunjungi SMU Wheaton Academy pada
musim dingin, para murid baru mengumpulkan 5000 dolar dari visi
mereka membangun sekolah di Zambia. "Jujur saja, saya rasa mungkin
hanya akan terkumpul 10.000 dolar saja," kata Frank. "Saya memang
tidak yakin dapat membayangkan yang lebih besar lagi."
Pada musim semi, total dana yang terkumpul telah mencapai 20.000
dolar. Para ketua murid itu tertegun ketika menyadari bahwa mereka
masih harus mengumpulkan 33.000 dolar selama 9 minggu untuk dapat
memenuhi target mereka. Putus asa mencari pendekatan yang baru,
mereka pun meminta nasihat pembimbing rohani dewasa mereka. Ia pun
menantang mereka dan mengatakan bahwa proyek itu tak akan sukses
sampai mereka benar-benar bertekun dalam doa. "Setiap kami pun lalu
berkomitmen untuk mendoakan hal ini setiap hari," lanjut Peed, "dan
itulah saat aliran uang itu tiba-tiba menjadi lancar."
Doa mereka tidak hanya mengubah sikap mereka yang dulu diliputi
ketakutan dan keraguan akan proyek ini, namun juga keseluruhan
murid, guru, dan karyawan di sekolah itu. Pro kontra berhenti dan
gairah besar untuk melayani Zambia semakin berkobar-kobar ketika
ratusan murid mulai bergerak mengumpulkan dana. Pendeta Huber
mengatakan bahwa uang itu terkumpul sedemikian cepat dari berbagai
macam sumber yang berbeda sehingga sampai sekarang pun ia masih tak
tahu dari mana semua uang itu berasal.
Pada 2 Mei 2003, Proyek Zambia itu telah mencapai target 53.000
dolarnya. Namun, dana dari murid-murid masih terus mengalir. Pada
tanggal 22 Mei, mereka telah mengumpulkan 77.000 dolar--yang berarti
telah terjadi penambahan 24.000 dolar hanya dalam waktu 20 hari.
Sumbangan telah dibulatkan menjadi 80.000 dolar pada akhir tahun
proyek itu dicanangkan, telah cukup untuk membiayai gedung sekolah
dan semua kategori yang ada dalam katalog One Life Revolution. Dan
pada hari di mana Peed lulus dari SMU Wheaton Academy, para pekerja
bangunan di utara Zambia, yaitu di Desa Kakolo telah mulai memancang
tiang-tiang pondasi sekolah baru tersebut.
`INI ADALAH MASALAH HUBUNGAN`
Pada tahun ajaran berikutnya, para ketua murid mencoba melakukan
proyek "mustahil" itu sekali lagi, dengan melanjutkan proyek yang
kali ini memiliki target mengumpulkan dana 54.000 dolar untuk
menyediakan kebutuhan pangan anak-anak di Kakolo selama setahun.
Mereka berhasil mengumpulkan hampir 60.000 dolar. Semakin banyak
murid berpartisipasi dengan cara yang lebih banyak.
Zambia, seluruh Afrika dan wabah AIDS telah menjadi perhatian serius
bagi para murid Wheaton Academy. "Proyek Zambia telah menjadi bagian
tak terpisahkan dalam kehidupan sekolah ini," kata Huber yang
menaksir bahwa 90% murid yang ada telah berpartisipasi secara
finansial dalam proyek ini. "Kami jatuh cinta dengan orang-orang
itu. Sekarang hal ini telah menjadi masalah hubungan, bukan lagi
masalah pencapaian proyek."
Para murid sekarang merasakan adanya suatu hubungan tersendiri
dengan sebaya mereka di Zambia, merasa bertanggung jawab atas mereka
juga. Beberapa mensponsori anak-anak Zambia lewat organisasi seperti
World Vision. Yang lain lagi memajang foto-foto dari Zambia sebagai
pengingat harian mengenai bagaimana kehidupan anak-anak di Kakolo,
dan banyak murid secara dramatis lalu mengubah kebiasaan pengeluaran
mereka.
Tim yang mula-mula menggagas proyek ini sekarang telah lulus. Namun,
mereka membawa pesan kepada sekolah mereka mengenai apa yang
dibutuhkan dunia, selain juga bukti bahwa murid-murid sekolah pun
dapat membuat perbedaan mulai dari sekarang. "Anda sudah sering
mendengar kalimat ini, tapi Anda tak akan benar-benar memahaminya
sampai ketika Anda benar-benar melakukannya," kata salah seorang
alumnus, Natalie Gorski.
"Betapa luar biasanya Tuhan yang kita miliki. Dia telah mampu
memakai kami sebagai alat-Nya dan mengatakan, `Lihat apa yang telah
Aku lakukan pada SMU Wheaton Academy! Aku pun dapat melakukannya di
seluruh Amerika Serikat.`"
"Dengan bantuan Tuhan, semua orang dapat melakukan apa yang kami
lakukan."
Wakil World Vision, Frank mengatakan, "Hal ini benar-benar membuat
imanku bertumbuh." Frank memang telah sering melihat anak-anak muda
terlibat dalam pekerjaan kemanusiaan, namun tidak pernah sampai
setingkat ini. "Saya melihat mereka sebagai sebuah teladan terang
akan apa yang sedang terjadi pada generasi mereka ini."
MIMPI YANG MENULAR
Pada musim panas tahun 2004, bagian lain dari impian ini muncul.
Sebuah tim murid itu mengunjungi Kakolo untuk melihat gedung sekolah
dan dampak langsung dari keberadaannya. Ketika ada di sana, para
murid itu pun menemukan cara baru untuk membantu desa itu.
Proyek klinik bersalin 2004-2005 adalah proyek yang lebih ambisius,
yang menuntut dari para murid itu lebih banyak dana, pengorbanan,
dan tentunya iman yang lebih besar.
Namun, satu kejadian unik terjadi di tengah perjalanan mereka
memenuhi target 110.000 dolar untuk pembangunan klinik itu. Para
orang dewasa mulai ikut ambil bagian. Kampanye "Zambian Meltdown"
yang dilaksanakan telah membuat 14 guru dan karyawan kehilangan 230
kilo berat badannya dalam 100 hari, dan menghasilkan tambahan dana
19.000 dolar untuk penurunan berat badan itu. Kepala sekolah dan
wakilnya juga masing-masing kehilangan 35 kilo berat badannya.
Pembangunan klinik itu dilaksanakan sepanjang musim panas ini. "Kami
tak sabar ingin mengunjungi klinik itu, di mana bayi-bayi bisa lahir
dengan selamat dan bebas dari virus HIV," kata Huber.
Untuk tahun ajaran 2005-2006, murid-murid Wheaton Academy telah
meluncurkan situs AIDS Student Network di alamat
http://www.aidsstudentnetwork.org/, yang bertujuan untuk merekrut
1.000 murid SMU Amerika untuk berpartisipasi melawan penyebaran
wabah HIV/AIDS di Afrika.
"Ini adalah visi yang besar," kata Huber yang mengakui bahwa
kunjungan ke Kakolo yang diadakan pada Juli 2004 yang lalu itu telah
mengguncang dunianya. Pada sebuah kebaktian di bulan Mei, dia
berkata pada murid-murid, "Saya sangat suka atas fakta bahwa Tuhan
semesta alam juga senang melakukan hal-hal yang tak pernah
terpikirkan." (t/ary)
Sumber diambil dan diterjemahkan dari:
==> http://www.christianitytoday.com/ctmag/features/info.html#permission
|