PENGALAMAN PRIBADI
Saya bersyukur untuk penyertaan Tuhan dan setiap pelajaran dalam
mengenal Allah yang saya dapat selama tinggal di N sampai saat ini.
Ketika mengingat hal-hal itu, bisa dirasakan bahwa Allah
menginginkan sesuatu yang indah di dalam kehidupan saya secara
pribadi untuk kemuliaan-Nya. Bersyukur untuk setiap teguran dari
Allah karena kasih sayang-Nya.
Saya mempunyai beberapa pengalaman pribadi yang sangat menarik.
Beberapa kali saya diberi kesempatan secara pribadi untuk mengenal
lebih dekat orang-orang N yang mempunyai latar belakang agama A.
Dari diundang jalan-jalan, mengunjungi rumah mereka, sampai kepada
diskusi-diskusi berdua. Suatu kali saya diajak oleh Pak Bis untuk
berjalan-jalan karena kebetulan sedang tidak ada kegiatan di kampus.
Kami mengunjungi daerah di pusat kota, dengan satu kali naik bus
dari kampus sampai ke taman kota. Dia membawa saya ke daerah-daerah
kuno di tengah kota. Kami juga sempat mampir ke rumah seorang
temannya (agama B juga). Kesempatan ini sangat berharga bagi saya
untuk bisa melihat dari dekat kehidupan mereka, kepercayaan mereka,
selain melihat kondisi rumah asli orang-orang N yang masih kuno.
Saya juga dihadiahi barang sebagai tanda berkat. Karena merupakan
bagian dari budaya, saya pun tidak berpikir macam-macam, walaupun
sebenarnya barang ini sebelumnya digunakan untuk menyembah dewa
mereka. Setelah itu kami pergi ke rumah Pak Bis dan berada di sana
untuk waktu yang cukup lama, saya pun mempergunakan kesempatan itu
untuk lebih mengenal keluarga Pak Bis. Keluarga mereka memang
termasuk kelas menengah. Rumah itu cukup besar dan tertata dengan
bagus, beberapa kamar di lantai bawah juga disewakan untuk keluarga-
keluarga. Sambil menikmati makanan khas orang N, saya bisa menikmati
hubungan dengan keluarga ini tanpa ada rasa curiga tentang adanya
maksud-maksud khusus di balik semua itu. Saya bersyukur bisa
membangun hubungan dengan keluarga ini dan terus menyemangati untuk
membangun hati untuk orang-orang yang terhilang. Sekarang saya
sedang berpikir untuk mengatur jadwal saya karena Pak Bis mengundang
makan malam di rumahnya. Saya tidak pernah berpikir akan ada
kesempatan seperti ini.
Di kesempatan yang lain ketika sedang bersantai di ruang santai di
Departemen, Pak Bis mendatangi saya dan mengajak ngobrol. Karena
waktu itu adalah waktu bebas, jadi saya bisa ngobrol dengannya cukup
lama sambil menunggu. Tanpa saya sadari dia membawa saya kepada
diskusi tentang "kedamaian yang sejati". Memang dialah yang memulai
diskusi tentang hal apa yang bisa membuat kedamaian di dunia ini.
Kami melihat jika semua orang bisa saling mengerti, memahami, puas
satu sama lain maka bisa terjalin kedamaian walaupun masih ada
faktor-faktor lain yang perlu dilihat. Pak Bis berargumen jika semua
orang di dunia ini memiliki satu agama dan menyembah kepada satu
Tuhan, yang waktu itu kami sepakati dengan sebutan "Super God". Ia
sangat tertarik sekali dengan hal ini.
Saya melihat dia haus menemukan kebenaran, kedamaian yang sejati.
Ini membuat saya menjadi bersemangat untuk melanjutkan diskusi itu.
Jika diantara semua god dan goddess yang disembah oleh orang A,
orang B, orang C, orang D, orang E, dan yang lain, ada "Super God"
maka alangkah indahnya jika semua menyembah kepada Dia. Ini
kesimpulan sementara yang kami dapatkan. Waktu itu diskusi kami
terhenti karena orang yang kami tunggu sudah datang. Saya mengajak
Pak Bis untuk lain kali bisa melanjutkan diskusi kami, dan ternyata
dia pun tertarik. Sebuah pelajaran baru telah saya dapatkan, untuk
memperkenalkan orang kepada Kristus, saya tidak perlu memaksakan
suatu pengetahuan dan doktrin. Tetapi lebih mengajak bersama-sama
menemukan kebenaran dan kedamaian sejati sehingga membuat dia merasa
bahwa saya juga sedang mencari kebenaran itu, sama-sama mencari
"Super God" itu. Saya melihat bahwa Pak Bis senang dengan hal ini.
Saya ingin sekali mulai mendoakan Pak Bis dan menyerahkannya kepada
Roh Kudus untuk bekerja. Masih banyak orang yang haus akan kasih
Allah yang sejati.
Suatu kali ada teman lain dari satu Departemen, Pak Ram, mengajak
saya untuk jalan-jalan di daerah yang sama di tengah kota, di
daerah-daerah kuno. Dan waktu itu sedang ada festival yang diadakan.
Ada sebuah patung yang ditaruh di sebuah kereta dengan atap yang
menjulang tinggi. Kereta ini ditarik oleh orang banyak dan diarak
mengelilingi kota kuno di tengah-tengah kota sampai akhirnya
berhenti di suatu tempat yang serba putih juga. Semua orang yang
datang dari tempat lain dan orang-orang yang di sekitarnya,
melemparkan uang mereka ke dalam kereta ini untuk memberikan
persembahan. Kemudian para pendeta dan orang-orang yang di atas
kereta melemparkan bunga-bunga sebagai tanda berkat dari patung itu.
Mereka meyakini ini sebagai cara untuk mencari kesejahteraan dan
pengetahuan. Saya diajak untuk terus mengikuti kereta ini ke mana
dia berjalan dan sempat diberi uang receh oleh Pak Ram untuk saya
lemparkan ke dalam kereta. Tanpa pikir macam-macam dan supaya dia
tidak kecewa, saya lemparkan uang itu ke dalam kereta dan kemudian
dari kereta orang-orang melemparkan bunga dan yang harus kami
tangkap. Saya tidak menangkapnya. Pak Ram menangkap bunga tersebut
kemudian menaruh di kepalanya sebagai tanda berkat. Dia juga menaruh
bunga di kepala saya. Saya juga tidak berpikiran macam-macam,
silakan taruh di kepala saya, namun saya tetap menjaga hati nurani
dengan mendoakan orang-orang yang ada di sekitar saya dan Pak Ram.
Saya melihat banyak orang yang datang dan melakukan ritual ini.
Ketika melihat kerumunan banyak orang yang melakukan ini, saya
mengingat bahwa mereka sedang berjalan ke kebinasaan. Mungkin
sepertinya mereka tertawa, senang, menari-nari, tetapi hidup mereka
kosong. Saya berpikir bagaimana saya bisa menyampaikan kebenaran
kepada banyak orang itu. Saya tidak tahu dan saya hanya berdoa.
Mereka seperti domba-domba yang tidak bergembala.
Kemudian saya diajak Pak Ram ke rumahnya. Memasuki lorong-lorong di
bawah bangunan. Lewat perkampungan orang-orang kelas menengah ke
bawah. Daerah ini termasuk daerah kuno dari sejarah kerajaan N.
Melewati jalan-jalan sempit. Sebuah rumah kecil, tingkat, model
kuno, saling berhimpitan dengan rumah-rumah yang lain dan sangat
minim cahaya dari luar. Langit-langit rumah yang rendah dan pintu
yang kecil membuat kita perlu membungkuk jika masuk. Keluarga Pak
Ram termasuk keluarga menengah ke bawah. Tetapi saya bersyukur bisa
menikmati waktu bersama dengan keluarga ini. Mereka menerima saya
dan merasa senang. Saya bersyukur untuk kesempatan berkunjung ke
rumah Pak Ram, bertemu dengan istri dan anak-anak mereka. Waktu
pulang, saya pun diantar ke perhentian kendaraan umum dan ternyata
jaraknya cukup jauh juga, dam kami pun harus kembali melewati jalan-
jalan tadi. Di tengah jalan saya ingin mengambil foto patung.
Setelah selesai mengambil foto, Pak Ram mengajak saya masuk dan
memuja patung itu. Waktu itu saya berpikir hanya ingin melihat ke
dalam dan melihat bagaimana mereka memuja.
Untuk masuk ke tempat ini, saya harus melepas sepatu karena bahannya
terbuat dari kulit, dan hal ini dilarang. Saya diminta untuk tidak
berbahasa Inggris, dan tetap diam, jika ada orang bertanya, saya
hanya boleh menjawab dengan memakai bahasa tubuh. Saya masuk ke
dalam dan merasakan sesuatu yang cukup aneh juga. Pak Ram meminta
saya untuk memberi uang receh sebagai persembahan dan menaruhnya di
depan patung. Permintaan Pak Ram ini cukup membuat saya bingung.
Orang-orang di sekitar saya berdoa sedangkan saya hanya diam saja
dan melihat-lihat sampai Pak Ram selesai dan mengajak saya keluar.
Di luar kuil saya sempat bingung terutama masalah hati nurani karena
memberi uang tersebut. Saya terus berdoa supaya Allah memurnikan
hati nurani saya. Saya cukup bergumul dengan hal itu. Belum selesai
memikirkan hal itu, saya diajak lagi masuk ke dalam suatu tempat
patung lain yang cukup terkenal di tengah kota. Namun saya
menolaknya.
Selesai sembahyang, dia bertanya mengapa saya tidak masuk. Dia
berkata, dulu sewaktu dia ke Filipina, dia juga ke gereja dan tidak
melihatnya sebagai masalah. Saya bingung bagaimana harus
menjelaskannya. Saya memang punya alasan dalam membangun hubungan
dengannya, tetapi saya cukup kesulitan untuk menjelaskan hal itu.
Saya minta maaf padanya dan memberikan alasan yang sekiranya bisa
diterima oleh dia tanpa memasukkan pengetahuan-pengetahuan rohani.
Beberapa hari setelah itu dia juga mengajak saya untuk melakukan
pemujaan seharian di sebuah bukit yang cukup tinggi saat bulan
purnama. Saya bersyukur kepada Tuhan mendapatkan kesempatan ini, dan
bergumul dalam hati nurani. Saya teringat pekerjaan saya sebelumnya
dimana waktu itu saya bisa masuk ke dalam masjid, pondok pesantren,
dapat duduk dan mengobrol dengan "mereka" tanpa dicurigai.
Suatu kali saya diberi kesempatan bekerja bersama seorang staf
pengajar di Departemen Mesin, Pak Reg. Ketika bersama-sama mengecek
pekerjaan, ternyata pekerjaan tersebut belum bisa dikerjakan saat
itu juga. Namun ternyata itu adalah suatu kesempatan yang berharga
dimana saya bisa ngobrol dengan Pak Reg (agama B). Kami diskusi
tentang kepuasan sejati. Dia melihat bahwa bukan uang yang
memuaskan, bukan banyak istri yang memuaskan, bukan yang lain.
Sebulan ini memang merupakan masa-masa ujian akhir semester,
sehingga tidak banyak aktifitas di kampus dan dia pun merasa bosan.
Dia berpikir bahwa dia akan puas kalau memiliki banyak pekerjaan.
Saya mengatakan padanya bahwa jika kita puas dengan Tuhan, maka kita
bisa puas dengan semua hal. Saya masih belajar bagaimana
menjelaskannya dengan bahasa Inggris yang bisa dia mengerti. Tetapi
saya bersyukur kepada Tuhan karena memiliki kesempatan untuk
membagikan hal itu. Saya melihat bahwa ada banyak orang yang sedang
haus akan kepuasan sejati.
Ketika saya berjalan ke kampus saya teringat dengan satu lagu.
Tiap hari kutemukan mereka yang terhilang
Hidup yang tak menentu arah tujuan
Dalam tawa mereka tersimpan duka
Namun Tuhan mendengar tangis mereka
Reff. Mereka perlukan (2x)
Kasih Yesus yang besar s`bagai jawaban
Mereka perlukan (2x)
Tidakkah kau sadari Dia kasih yang sejati?
Mereka perlukan
Setiap hari melihat orang-orang yang melakukan pemujaan tetapi tidak
tahu ke arah mana mereka berjalan, mereka tidak tahu, apa tujuan
mereka. Tanpa mereka sadari mereka sedang berjalan ke arah
kebinasaan. Mereka seperti domba yang tidak bergembala (Markus
6:34). Jika membayangkan mereka yang menyembah patung yang mereka
buat sendiri, memandikan patung, menyembah batu-batu yang tidak bisa
apa-apa, semuanya adalah kesia-siaan. Pernah suatu kali kami
berjalan dari rumah Pak Samuel ke kampus bersama-sama tetangga Pak
Samuel. Hampir setiap sudut jalan kami berhenti sebentar karena dia
melakukan pemujaan ke patung atau bahkan batu-batu yang dianggap
dewa bagi dia, memang itu ia percayai. Tetapi betapa sayangnya
kehidupan yang ia miliki, semuanya sudah dibutakan. Saya belajar
dari Yesus yang memiliki belas kasihan dan mendoakan mereka, dan
mulai membagikan kebenaran.
Suatu kali kami bersama keluarga dimana kami tinggal untuk makan
malam bersama (seperti biasanya). Itu merupakan pengalaman dimana
kami bisa membagikan tentang Kristus. Kebetulan saat itu saya sedang
memakai sarung. Dan dari membicarakan sarung, pembicaraan perlahan
sampai ke kehidupan keluarga, suami dan istri. Kami berdiskusi
tentang peran pria dan wanita dalam konteks Alkitabiah dan pandangan
umum dari berbagai agama sampai kepada penjelasan tentang penciptaan
(di Kejadian). Memang bagi kami ini adalah sesuatu yang sulit untuk
bisa dijelaskan dengan baik, bicara gampang tetapi praktek sulit,
kami sadari bahwa kami belum mengalami itu. Tetapi kami bersyukur
bisa menyampaikan bahwa hubungan suami dan istri merupakan analogi
dari hubungan antara Kristus dengan jemaat (di Efesus). Point yang
terus kami doakan adalah membagikan Injil dan meneguhkan keluarga
ini.
Hari-hari ini saya bersyukur dapat menikmati pengalaman yang
berharga mengenai maksud Allah dalam kehidupan saya, kehendak Allah
dalam proyek ini, dan terus belajar bersabar menantikan Allah.
Melihat semuanya dari kacamata Allah sering kali membuat saya tidak
bersabar karena keinginan pribadi, tawaran-tawaran yang muncul, dan
lain-lain. Tetapi ketika terus mendekat kepada Allah, menggantungkan
diri kepada Allah, Allah terus menolong untuk tetap bertahan pada
apa yang menjadi rencana-Nya. Sekarang adalah bagaimana untuk terus
melihat, bukan mengenai saya tetapi mengenai apa yang Allah inginkan
(The Purpose Driven Life).
Kembali mengingat akan semua janji Tuhan yang sudah dipegang selama
ini, telah menolong saya untuk kembali meyakini Allah dalam segala
hal.
Ini Perkembangan Kami:
Kami bersyukur untuk kegiatan baru yang dilakukan oleh Ariadin di
Soil Lab dalam membantu mahasiswa S2 mengambil data bagi tesis
mereka. Selain menambah pengetahuan tentang dunia Teknik Sipil,
Ariadin juga bisa berkesempatan membangun hubungan lebih dalam
dengan teman-teman mahasiswa S2 tersebut, karena praktis paling
tidak 6 jam sehari mereka selalu bersama. Pernah suatu kali dalam
pembicaraan mereka, Ariadin mempunyai kesempatan untuk membagikan
keyakinannya dalam keselamatan, menerima Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat. Bersyukur kepada Tuhan untuk hal itu.
Bagi Catur, aktifitas di Lab. Termodinamika memang sudah selesai.
Sekarang ia sedang menantikan jadwal aktifitas di Lab. Instrumen
untuk mempersiapkan kerja praktek semester depan. Staf pengajar
masih sibuk jadi belum bisa dimulai. Dalam satu bulan ini ia sedang
menghadapi ujian akhir semester jadi masih sibuk dengan aktifitas
ujian. Terkadang bisa juga ikut menjaga ujian jika diajak oleh teman
dari staf, sambil melihat sistem yang digunakan. Selama ini ia masih
banyak membantu di Lab. Komputer dalam bidang perawatan. Sambil
terus mengusahakan aktifitas pribadi yang efektif sehingga tidak
mengalami kebosanan, menawarkan diri untuk membantu, mempelajari
kembali buku-buku mata kuliah Teknik Mesin atau hal-hal yang lain.
Kami juga mempunyai kesempatan untuk melihat proyek kerja dari salah
satu International Non Government Organization (INGO) dari Amerika,
dalam bidang pendidikan. Bersyukur kepada Tuhan untuk hal itu.
Perkembangan N
Hari-hari ini masih sensitif. Baru saja terjadi aksi mogok dalam
pendidikan (educational strike), banyak sekolah-sekolah yang
diliburkan. Aksi ini terjadi sebagai bentuk protes kepada pemerintah
karena adanya penembakan kepada siswa-siswa salah satu sekolah oleh
para tentara. Aksi tentara atau polisi terkadang cukup keras. Pernah
saya melihat secara langsung di sebuah acara festival di tengah
kota, bagaimana polisi memukuli orang-orang dengan tongkat dan
terjadi kekacauan. Kondisi keamanan sudah membaik, tidak ada
pemeriksaan seperti sebelumnya. Di dalam kota, pengaruh dari para
Maois tidak terasa, lain halnya dengan di desa atau daerah.
Bahan diedit dari sumber:
Judul Buletin: Utusan, Vol. 9 Th. 4 Mei - Agustus 2005
Judul Artikel: Pengalaman Pribadi
Penulis : Catur
Penerbit : Departemen Pengutusan Lintas Budaya (DPLB), Para
Navigator
Halaman : 16 - 20
e-JEMMi 36/2005
|
|