DAN MEREKA MENUTUPI MUKA-NYA
(Lukas 22:64; Markus 14:65)
Dilihat dari segi sejarah, kesengsaraan Kristus sama sekali adalah
termasuk masa silam. "Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap
dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah
kehidupan bagi Allah" (Roma 6:10) dan sesudah itu tidak mati lagi;
maut tidak lagi memegang kuasa atas diri-Nya. Tetapi secara rohani,
kesengsaraan Kristus tetap ada dan berulang-ulang terjadi. Kita
menyalibkan Dia lagi. Yesus Kristus terus-menerus dikhianati,
ditinggalkan, dipungkiri, ditudungi, diludahi, didera, diejek, dan
kemudian disalibkan.Dilihat dari segi sejarah, kesengsaraan Kristus sama sekali adalah
termasuk masa silam. "Sebab kematian-Nya adalah kematian terhadap
dosa, satu kali dan untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah
kehidupan bagi Allah" (Roma 6:10) dan sesudah itu tidak mati lagi;
maut tidak lagi memegang kuasa atas diri-Nya. Tetapi secara rohani,
kesengsaraan Kristus tetap ada dan berulang-ulang terjadi. Kita
menyalibkan Dia lagi. Yesus Kristus terus-menerus dikhianati,
ditinggalkan, dipungkiri, ditudungi, diludahi, didera, diejek, dan
kemudian disalibkan.
Tiap peristiwa dalam kisah penderitaan-Nya mempunyai ciri
tersendiri. Dalam arti rohani kita berada di sana ketika "Kristus
telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci."
(1Korintus 15:3)
"Dan orang yang menahan Yesus, mengolok-olokkan Dia dan memukuli-
Nya. Mereka menutupi muka-Nya dan bertanya: 'Cobalah katakan
siapakah yang memukul Engkau?' Lalu mulailah beberapa orang meludahi
Dia, menutupi muka-Nya dan meninju-Nya sambil berkata kepada-Nya:
'Hai nabi, cobalah terka! Malah para pengawalpun memukul Dia.'"
(Lukas 22:63-64; Markus 14:65)
Hal ini terjadi di halaman istana Kayafas, pagi-pagi benar sebelum
fajar menyingsing. Sinar bulan purnama menerangi tempat kejadian itu
dan nyala api unggun yang dikobarkan memancarkan sinar dan
bayangannya atas halaman itu: Dengan muka-Nya yang ditutupi Yesus
duduk di tengah-tengah sekumpulan orang yang tanpa alasan membenci-
Nya. Pelayan-pelayan dari Majelis Besar, orang-orang bayaran dari
Imam Besar; dan mungkin semua mereka adalah orang-orang Yahudi yang
sebangsa dengan Tuhan Yesus. Ada yang mengenal Dia dan pernah
mendengar kata-kata yang diucapkan-Nya. Mereka telah menyaksikan
keajaiban-keajaiban yang dibuat-Nya.
Di taman Getsemani mereka berkisut melihat pandangan-Nya. Sekarang
mereka menutupi muka-Nya dan mengejek-Nya. Kegelapan apakah yang
menguasai hati-hati yang dapat berbuat seperti ini dan tahan
melihatnya! Betapa matinya perasaan terhadap kasih dan kebenaran;
kebutaan apa yang membuatnya tidak melihat keindahan kesucian; dan
betapa jahatnya pikiran dan keringnya hati nurani! Dan hal ini
mereka lakukan terhadap Yesus dari Nazaret, yang pernah membuka mata
seorang yang lahir buta di Yerusalem.
Mereka menutupi muka-Nya. Apakah Malkus ada di antara mereka? Apakah
Kayafas turut? Apakah Petrus melihat sesuatu sebelum dia keluar dan
menangis sedih? Kemudian dia menulis tentang malam buruk itu ketika
dia berdiri dan memanaskan dirinya -- tetapi jiwanya menggigil -- di
dekat api: "Kristuspun telah menderita ... tipu tidak ada dalam
mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci
maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia
menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil .... oleh
bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh." (1Petrus 2:21-24) Ya, Petrus
tentu melihatnya, paling sedikitnya dari jauh. Rasa malu dan
kesakitannya mendera hatinya. Pandangan terakhir dari Kristus
sebelum mata-Nya ditudungi diarahkan kepada Petrus, yang juga
menyangkal Dia di depan pelayan-pelayan ini.
Betapapun ringkasnya kesaksian ini, kita dapat membaca di antara
baris-baris tersebut sifat pengecut, kekejaman, dan kebodohan dari
kebencian mereka terhadap Juruselamat itu. Mengapa timbul pikiran
pada mereka untuk menutupi mata Yesus? Bukankah karena mata-Nya
penuh dengan keheranan suci akan ketidakpercayaan mereka, mata yang
penuh belas-kasihan akan kebodohan mereka tetapi juga berkilat
dengan sinar yang mendera hati nurani mereka seperti nyala api?
Mereka tak tahan melihat-Nya dengan berhadapan muka, maka seperti
Markus katakan, ketika beberapa orang mulai "meludahi Dia" yang lain
"menutupi muka-Nya dan memukul-Nya."
Kekecutan hati mereka hanya dapat diimbangi oleh kebencian mereka,
Mereka memukul Dia. Mereka mengejek-Nya. "Dan banyak hujat yang
diucapkan mereka kepada-Nya." Dan kebencian mereka adalah tidak
pantas. "Cobalah katakan siapakah yang memukul Engkau?" (Markus
14:65; Lukas 22:64-65) Bukanlah perseorangan yang memukul Dia,
melainkan bangsa itu; umat manusia seluruhnya.
Segala kekecutan hati dari pendurhakaan dan ketidakpercayaan yang
berabad-abad itu dilambangkan oleh peristiwa ini. Ada orang yang
selalu takut dan oleh karena itu tidak rela untuk berhadapan muka
dengan Kristus. Orang mencoba mengelakkan Yesus dalam sejarah dengan
mengatakan, bahwa cerita itu adalah dongeng; atau mereka tidak mau
berhadapan muka dengan Dia. Betapa banyaknya sejarah-sejarah populer
dan buku-buku pelajaran menutupi muka Yesus dengan memakai suatu
ayat sebagai dalih yang sama sekali tidak menyingkapkan sejarah
hidup Yesus Kristus yang sebenarnya.
Ketidakpercayaan menudungi Alkitab dengan menutupi sampulnya dan
dengan demikian merintangi amanatnya mencapai dunia kanak-kanak atau
dengan membiarkannya tergeletak begitu saja di rak buku, sebuah buku
klasik yang menjadi buah bibir tiap orang, tetapi yang tak pernah
dibaca orang. Orang-orang menutupi muka Yesus di atas mimbar atau
dalam pers dan kemudian mengejek jasa-Nya sebagai nabi, dan
kemuliaan-Nya sebagai Mesias. Kalau pendurhakaan dan kemurtadan
menutupi muka Juruselamat, maka mereka juga menampar muka-Nya,
Valtaire, Nietzsche, Rennan, Bebel, Paine; Ingersoll dan yang
lainnya yang sependapat dan sejiwa dengan mereka, semuanya menutupi
muka Yesus dulu sebelum mereka mengingkari ketuhanan-Nya;
menyembunyikan muka-Nya sebelum mereka mendera kemuliaan-Nya.
Sungguh menyakitkan saat membaca dalam Injil mengenai Kristus yang
muka-Nya ditutupi ini, namun terutama mengenai cara orang-orang
menutupi muka-Nya berulang-ulang selama sembilan belas abad dan
kemudian mengejek-Nya. Dendam dari ketidakpercayaan sama jelasnya
pada masa sekarang dengan dulu dalam ruangan pengadilan Kayafas.
Orang-orang tidak dapat membiarkan Kristus tenang. Muka-Nya memikat
perhatian. Mata-Nya adalah nyala api. Dia menarik atau membuat orang
jijik. Dulu Dia berbuat demikian dan sekarang pun juga.
Di depan mata Yesus
kubuka kehidupanku
dan isi hati yang keruh
Di depan mata Yesus.
Di depan mata Yesus
yang suci b'laka apinya,
kulihat cahya sayang-Nya,
Di depan mata Yesus.
(Nyanyian Rohani 136)
Orang-orang percaya dari Perjanjian Lama ingin melihat kemuliaan
Allah pada muka yang diurapi. Inilah doa Musa, harapan Daud, dan
keinginan Yesaya,
"Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama
lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?" (Mazmur 13:2)
"Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh
kasih setia-Mu!" (Mazmur 31:16)
"Jawablah aku dengan segera, ya TUHAN, sudah habis semangatku!
Jangan sembunyikan wajah-Mu terhadap aku, sehingga aku seperti
mereka yang turun ke liang kubur." (Mazmur 143:7)
"Siapakah yang buta selain dari hamba-Ku, dan yang tuli seperti
utusan yang Kusuruh? Siapakah yang buta seperti suruhan-Ku dan yang
tuli seperti hamba TUHAN?" (Yesaya 42:19)
Dengan demikian mungkin ramalan Yesaya itu terwujud.
Kalau kita merenungkan kata-kata seperti ini, maka mulailah kita
sadari apa artinya bagi Tuhan Yesus kalau muka-Nya ditutupi dan
dengan demikian mengalami pada diri-Nya dan dalam diri-Nya segala
kebodohan dan kebutaan dari ketidakpercayaan yang disengaja terhadap
Allah dan utusan-utusan-Nya. Ini bukan sesuatu yang baru. Sepanjang
zaman orang-orang selalu menuntut bukti dari mereka yang membuat
kesaksian bagi Allah. Apakah keajaiban-keajaiban-Nya? Tanda-tanda
apa yang diberikan-Nya? Kapankah ramalan-ramalan-Nya dipenuhi?
Mereka yang memalingkan mukanya dari Kristus atau menutupi muka-Nya
tetap tidak percaya dan tetap tidak menyadari dosanya. Pelayan-
pelayan Imam Besar, tidak melihat apa-apa. Tetapi Petrus didera
dalam hati nuraninya dengan satu pandangan saja. Dia dapat menyesal
karena dia tidak menutupi muka Yesus. Dan demikianlah selalu halnya.
Maka kita tidak usah heran, kalau orang menutupi muka Juruselamat
kita, memukul-Nya atau menghina-Nya di muka umum sekarang.
Tiap agama baru atau falsafah yang menjauhkan orang dari Injil hanya
berhasil dengan menutupi muka Kristus. Mereka yang melihat mata-Nya
tidak memerlukan cahaya lain. Mereka yang telah melihat muka-Nya
tidak mengikuti pemimpin lain. "Jika Injil yang kami beritakan masih
tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa;
yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah
dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya
Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah. Sebab
bukan diri kami yang kami beritakan; tetapi Yesus Kristus sebagai
Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena Yesus. Sebab Allah yang
telah berfirman: Dari dalam gelap akan terbit terang ia juga yang
membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh
terang pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah
Kristus." (2Korintus 4:3)
Mereka yang berjalan dalam gelap dengan mata hati yang buta sering
mematikan sendiri lampu dengan lebih dulu menutupi muka Kristus dari
Allah. Kekuasaan Iblis merintangi kita untuk melihat kemuliaan
Juruselamat kita. Semangat zaman yang mencakup pendapat yang
berubah-ubah, pepatah-pepatah duniawi, renungan-renungan lihai,
ilham-ilham yang tak murni, dan maksud-maksud untuk menciptakan
suatu suasana kesangsian dan ketidakpercayaan telah mencekik segala
kepercayaan. Kebutaan mendahului ketidakpercayaan dan merupakan
sebabnya. Kebutaan itu dilaksanakan dengan menutupi Injil, dengan
menggelapkan firman yang jelas dari Allah, dan dengan menutup mata
kita terhadap kebenaran.
"Aku datang," kata Tuhan Yesus, "ke dalam dunia untuk menghakimi,
supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya
barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." (Yohanes 9:39)
Lihatlah lagi gambar yang mengibakan hati dari Kristus yang
diselubungi itu di tengah-tengah gerombolan Majelis Besar itu.
Tataplah muka itu, diterangi sinar matahari pagi -- berdarah,
dipukuli, diselubungi, "Pandanglah wajah orang yang Kau urapi,"
(Mazmur 84:10) kata penulis Mazmur -- dan di sini kita melihat wajah
itu sebagai gambar sejati dari Juruselamat yang sedang menderita
itu.
"Lihatlah manusia itu!" Diikat, penat, luka memar, dihina, tetapi
tetap diam dengan ketenangan kasih yang menderita. "Cobalah katakan
siapakah yang memukul Engkau?" Kita pasti harus mendapat jawabannya
dalam hati nurani kita sendiri.
"Kristuspun telah menderita" untuk kita, bukan hanya untuk menebus
kita dari dosa dan membebaskan kita dari laknatnya, tetapi Dia
menderita "dan telah meninggalkan teladan" bagi kita, supaya kita
mengikuti jejak-Nya. (1Petrus 2:21). Dalam tiap peristiwa dari
kesengsaraan itu Pemikul Salib itu berseru dalam telinga kita:
"Ikutlah Aku. Hiduplah dengan penuh keberanian, berbahaya, lengkap,
tanpa puasa. Terimalah lumpur dan lendir, terik-panas dan
kemelaratan penuduh-penuduhmu. Tahanlah menderita dan beranilah demi
Aku dan demi Injil. Janganlah tolak untuk minum bersama Aku dari
cawan kegagalan yang sering lebih pahit daripada cawan kematian --
kesakitan ejekan yang mendahului kesengsaraan salib."
Kalau kita ingat ruangan pengadilan dan Kristus yang diselubungi itu
yang menanggung bantahan yang hebat dari orang-orang berdosa
terhadap diri-Nya, kita tidak akan bertambah lelah atau akan pingsan
mendengar celaan atau nista.
"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan
kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan
bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga
telah dianiaya nabi- nabi yang sebelum kamu." (Matius 5:11-12)
Ini adalah kebahagiaan yang terakhir dan yang terbesar. Kebahagiaan
mereka yang mengikuti Kristus sepanjang jalan sampai akhir.
Diedit dari sumber:
Judul Buku | : | Kemuliaan Salib |
Judul Artikel | : | Dan Mereka Menutupi Mukanya |
Penulis | : | Samuel Zwemer |
Penerbit | : | Badan Penerbit Kristen, 1970 |
Halaman | : | 23 - 28 |
|