You are hereArtikel Misi / Pelopor Utusan Injil; Hudson Taylor
Pelopor Utusan Injil; Hudson Taylor
Kesaksian berikut ini bisa menjadi penambah semangat bagi para guru SM untuk semakin giat menginjili anak-anak. Walaupun kecil, tapi anak-anak sungguh dapat menjadi alat yang luar biasa bagi pekerjaan Tuhan.
Pelopor Utusan Injil: Hudson Taylor
Sebelum berumur lima tahun Hudson Taylor berkata, "Kalau saya menjadi dewasa, saya akan menjadi seorang utusan Injil dan pergi ke Tiongkok."
Hati anak laki-laki berbangsa Inggris yang peka itu merasa terkesan oleh kisah-kisah mengenai negeri-negeri di mana hampir tak seorang pun telah mendengar tentang Allah yang benar. Tetapi mereka yang kenal dengan Hudson yang masih muda, membiarkan hal itu berlalu hanya sebagai dorongan hati anak-anak. Wiliam Carey telah pergi ke India dan beberapa orang lainnya telah mengabarkan Injil ke negeri- negeri lain, tetapi dugaan bahwa Allah akan menggerakkan sendiri hati orang-orang kafir itu agar bertobat tetap bertahan dalam lingkungan gereja-gereja Inggris.
Keluarga Taylor itu berbahagia dan juga saleh. Setiap hari James Taylor membaca ayat-ayat dari Alkitab dan menjelaskannya kepada anak- anaknya. "Allah tidak dapat berdusta," ia sering berkata kepada mereka. "Ia tidak dapat menyesatkanmu," dan si kecil Hudson akan menganggukkan kepalanya yang berambut ikal seolah-olah mengatakan, "Tentu itu benar, jika ayah berkata demikian."
Tetapi kepercayaan pada masa anak-anak yang sederhana itu lenyap ketika Hudson memasuki masa remajanya. Selama enam tahun ia merasa tidak tenang secara rohani. Ia berusaha dengan keras untuk "menjadikan dirinya seorang Kristen" dengan melakukan segala ucapan keagamaan yang timbul dalam pikirannya. Pasti, ia berpikir, ada suatu jalan agar aku dapat layak memperoleh kasih Allah.
Ia mulai bekerja di perusahaan obat ayahnya dengan mencampur serta menyalurkan obat-obatan kepada langganannya, tetapi ia masih merasa tidak yakin bahwa ia telah mendapatkan obat rohani yang benar bagi jiwanya. Pada suatu hari ketika ia bekerja, ia membaca sebuah cerita dari traktat tentang orang dungu yang hanya dapat menetapkan pikirannya pada satu kebenaran rohani, yaitu bahwa Kristus datang untuk menyelamatkan orang-orang berdosa dan dalam kebenaran itu ia menemukan damai yang menyelamatkannya dari maut.
Setelah membaca traktat itu, Hudson menundukkan kepalanya perlahan-lahan dan untuk pertama kalinya ia berusaha dengan sadar menyerahkan diri kepada Kristus. Walaupun demikian dalam tahun-tahun berikutnya ia tidak menanggap hal ini sebagai pertobatan yang benar.
Ketika ia berusia lima belas tahun ia memperoleh pekerjaan sebagai seorang jurutulis muda di sebuah bank. Hampir semua teman sejawatnya di bank sering mengejek. Seorang jurutulis tua yang menjadi temannya selalu menertawakan angan-angan Hudson yang sudah ketinggalan zaman.
Walaupun ia mempunyai pendapat yang lebih baik, Hudson membiarkan pikirannya terseret oleh ejekan-ejekan terhadap pengajaran yang diterimanya pada masa kanak-kanaknya. "Aku mulai menetapkan nilai yang tinggi pada hal-hal duniawi. Tugas-tugas agama menjadi hal yang menjemukan bagiku," ia kemudian menulis.
Tetapi Allah sedang bekerja. Karena bekerja berjam-jam lamanya dengan mempergunakan lampu gas, Hudson mengalami peradangan mata. Tak sesuatu pun yang dapat menolong penglihatannya yang melemah. Oleh karena itu setelah sembilan bulan bekerja di bank, ia kembali menjadi asisten ayahnya.
Ia menceritakan semua persoalannya kepada orang tuanya bahwa ia tidak yakin akan kebenaran mengenai apa yang telah mereka ajarkan kepadanya. Mereka berusaha sabar kepadanya. Ibunya dan Amelia, adiknya yang perempuan, melipatgandakan doa-doa mereka.
Pada suatu hari ia berada di rumah seorang diri. Sepanjang sore itu ia meneliti perpustakaan ayahnya, mencari sebuah buku untuk mengisi waktunya. Namun tidak sebuah buku pun yang tampak menarik, maka ia kembali ke sebuah keranjang yang berisi brosur-brosur tentang agama. Sambil memilih sebuah brosur ia berkata kepada dirinya sendiri, "Pasti bagian awalnya cerita dan bagian akhirnya khotbah. Aku akan membaca ceritanya dan khotbahnya tidak."
Apa yang tidak diketahui Hudson Taylor waktu itu ialah bahwa ibunya, yang berada kira-kira seratus dua puluh kilometer jauhnya dari sana, sedang berlutut mendoakan dia. Setelah makan siang pada hari itu ibunya merasakan pentingnya pertobatan Hudson. Dengan mengunci diri di sebuah kamar, ibunya mengambil keputusan untuk tidak meninggalkan tempatnya sampai ia merasa yakin doa-doanya dijawab.
Sementara itu, Hudson telah menemukan sebuah ungkapan, "Karya Kristus yang selesai." "Mengapa pengarang itu tidak mengatakan karya penebusan Kristus?" ia bertanya pada dirinya sendiri. Tiba-tiba kata-kata Tuhan Yesus pada saat Ia di salib, "Sudah selesai," timbul dalam pikirannya.
Kemudian timbullah pikiran yang lain, "Jika Kristus telah selesai membayar hutang dosa saya, apa yang masih tinggal yang harus saya lakukan?"
Bersamaan dengan ini timbul pula jaminan yang membawa sukacita bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat dilakukannya kecuali berlutut dan menerima apa yang telah dilakukan Kristus.
Dua minggu kemudian ibunya tiba di rumah. Sambil merangkul ibunya, ia menceritakan kabar baik itu kepadanya. "Aku tahu," ibunya berkata dengan senang, "Aku telah bersukacita selama dua minggu. Allah meyakinkan aku bahwa doa-doaku telah dijawab."
Dengan demikian, mulailah kehidupan Hudson Taylor yang cukup lama yang penuh dengan kemenangan-kemenangan rohani itu. Ia memang pergi ke negeri Tiongkok sebagi utusan Injil. Ia mendirikan Misi Pedalaman Tiongkok yang terkenal itu yang telah bertanggung jawab dalam menempatkan beribu-ribu utusan Injil di daerah-daerah yang miskin secara rohani. Banyak orang telah menyebut Hudson Taylor sebagai pelopor misi-misi iman.
Sumber:
Judul Buku | : | Bagaimana Tokoh-tokoh Kristen Bertemu dengan Kristus |
Penulis | : | James C. Hefley |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung 2000 |
Halaman | : | 66 -- 68 |
Dipublikasikan di: http://pepak.sabda.org/30/oct/2002/anak_pelopor_utusan_injil_hudson_taylor
- Login to post comments
- 4187 reads