You are hereArtikel / Harga dari Pemuridan-Nya
Harga dari Pemuridan-Nya
Dietrich Bonhoeffer (1906 -– 1945)
Pada 20 Juli 1944, rencana Valkyrie untuk membunuh Hitler gagal. Keesokan harinya, Dietrich Bonhoeffer menulis surat kepada Eberhard Bethge, mantan muridnya dan penulis biografi masa depannya. Bonhoeffer telah dipenjara sejak 5 April 1943. Setelah kegagalan rencana Valkyrie, Hitler memulai tindakan keras terhadap gerakan perlawanan. Ratusan orang segera ditangkap; banyak yang dalam pergerakan sudah dipenjara dipindahkan ke penjara keamanan yang lebih tinggi. Banyak yang ditempatkan dalam jalur yang dipercepat untuk eksekusi mereka. Bonhoeffer adalah salah satunya.
Akan tetapi, pada 21 Juli 1944, Bonhoeffer menulis tentang percakapan yang dilakukannya di Amerika pada 1930. Dia berada di Amerika Serikat untuk belajar perkembangan teologis. Dia akan menghabiskan tahun tersebut dalam kampus ternama teologi liberal, Union Theological Seminary, di kota New York. Dia merasa menginginkannya. "Tidak ada teologi di sini," dia melaporkan kembali ke Jerman. Akan tetapi, dia menemukan teman-teman yang baik, dan dia menemukan petualangan dalam perjalanan darat dari New York ke Mexico City.
Di suatu tempat dalam perjalanannya, ketika mereka berkemah di tenda-tenda kecil dan duduk mengelilingi api unggun, mereka saling bertanya apa yang ingin mereka lakukan dengan hidup mereka. Salah satunya, seorang Perancis bernama Lasserre, mengatakan bahwa dia ingin menjadi orang suci. Bonhoeffer mengambil kisah dari sana dalam suratnya ke Bethge sehari setelah rencana pembunuhan yang gagal:
"Pada saat itu, saya sangat terkesan, tetapi saya tidak setuju dengannya, dan mengatakan bahwa pada dasarnya, saya ingin belajar untuk memiliki iman .... Saya menyadari kemudian, dan saya masih dalam proses penyingkapannya sampai saat ini, bahwa hanya dengan hidup sepenuhnya di dunia ini, seseorang belajar untuk memiliki keyakinan. Seseorang harus benar-benar meninggalkan upaya apa pun untuk membentuk sesuatu dari dirinya sendiri, entah itu menjadi orang suci, atau orang berdosa yang bertobat, atau seorang gerejawan (yang disebut tipe imamat!), seorang yang benar atau yang tidak benar, orang yang sakit atau orang yang sehat. Dengan hal-hal duniawi tersebut, saya mengartikannya sebagai hidup tanpa pamrih dalam berbagai tugas kehidupan, masalah, keberhasilan dan kegagalan, pengalaman, dan kebingungan."
Ketika kita merenungkan daftar itu dalam kalimat terakhir, hanya ada satu kata yang benar-benar kita sukai, "keberhasilan". Kita cenderung untuk menghindari hal-hal lain yang disebutkan oleh Bonhoeffer, tetapi hal-hal itu adalah bagian dari kehidupan, dari "hal-hal duniawi ini". Bonhoeffer kemudian menambahkan bahwa dengan menjalani kehidupan dengan cara itulah, "Kita melemparkan diri kita sepenuhnya ke dalam pelukan Allah, menjalaninya dengan serius, bukan penderitaan kita sendiri, tetapi penderitaan Manusia-Allah di dunia -- menyaksikan bersama dengan Kristus di Getsemani. Itu, saya pikir, adalah iman."
Bonhoeffer mempelajari hal itu dalam waktu yang sangat singkat, dalam kehidupan yang sangat singkat. Dia meninggal pada usia ke-39. Sementara kebanyakan orang baru mulai memperoleh/meraih namanya dan menawarkan pemikiran mereka yang matang mereka ketika mereka menginjak usia 40 tahun, Bonhoeffer tidak pernah berhasil mencapai tonggak itu.
Profesor Muda di Berlin
Dia dilahirkan dalam keluarga akademis. Ayahnya, Karl Bonhoeffer, adalah seorang psikiater terkenal di Universitas Berlin. Salah satu saudara laki-lakinya, seorang ahli kimia, akan terus menemukan isomer cincin hidrogen. Rumah keluarga itu memiliki perpustakaan besar, konservatori, dan dinding-dinding yang dipenuhi lukisan minyak yang sangat mengesankan dari para pendahulunya. Dietrich unggul sebagai seorang pelajar/siswa. Dia mengambil gelar doktor pertamanya saat dia berumur 21 tahun dan gelar doktor kedua, tiga tahun kemudian. Dia melayani di akademi, awalnya. Namun, dia mencintai gereja.
Sebagai seorang profesor muda di Universitas Berlin, dia melihat tawaran menarik untuk seorang guru kelas konfirmasi di sebuah gereja Lutheran di Berlin, sementara pada sisi lain adalah jalur yang dipilih oleh keluarga Bonhoeffer. Mereka adalah anak-anak kasar, yang sudah mengerjai beberapa calon guru. Pendetanya berharap untuk mendapatkan siswa seminari idealis yang tidak memiliki kesadaran yang lebih baik untuk tidak mengambil tawaran itu. Sebaliknya, pendeta dan kelompok bajingan praremaja ini mendapatkan seorang profesor teologi dengan kacamata berbingkai kawat dan pakaian mahal.
Dalam beberapa menit, Bonhoeffer memenangkannya. Ketika harinya tiba untuk konfirmasi mereka -- suatu hari saat pendetanya hampir yakin tidak akan pernah terjadi -- Bonhoeffer membawa mereka semua ke penjahitnya dan membuatkan mereka semua pakaian. Dia adalah tipe profesor yang akan segera mengeluarkan "sepakbola" dan menggoyang lapangan sepakbola dengan murid-muridnya saat dia memberi ceramah kepada mereka. Selama waktu yang dihabiskannya di Amerika, dia mendapatkan banyak sekali warna "blues" dan negro spiritual. Setelah pertandingan sepak bola, dia akan memutar catatan bersama dengan murid-muridnya dan membicarakan teologi. Bagi Bonhoeffer, pendidikan adalah pemuridan.
Hidup Bersama
Ketika Gereja Lutheran Jerman mendukung partai Nazi dan menjadi Reich Kirche (gereja tunggal di Jerman, yang berpihak kepada Nazi - Red.), Bonhoeffer dengan cepat menjadi pemimpin di antara Gereja yang Mengaku (gereja yang menentang Nazi - Red.), meskipun usianya masih sangat muda. Dia kehilangan izin untuk mengajar di Universitas Berlin, dan buku-bukunya ditempatkan dalam daftar buku terlarang. Dia ditunjuk sebagai direktur dari salah satu di antara lima seminari untuk Gereja yang Mengaku. Di seminari ini, di Finkenwalde, dia mengajarkan Alkitab dan teologi kepada murid-muridnya, dan dia juga mengajari mereka cara berdoa. Bonhoeffer melihat ketiga hal ini -- studi alkitabiah, teologi, dan doa -- sebagai elemen penting dari kantor pastoral.
Eberhard Bethge, salah satu muridnya di Finkenwalde, mencontohkan apa yang diajarkan kepadanya oleh Bonhoeffer. Bethge menulis, "Karena saya adalah pengkhotbah firman, saya tidak dapat menjelaskan Kitab Suci kecuali saya membiarkannya berbicara kepada saya setiap hari. Saya akan menyalahgunakan kata di kantor saya jika saya tidak terus merenungkannya dalam doa."
Gestapo (polisi/mata-mata Nazi - Red.) mengetahui tentang seminari di Finkenwalde ini dan menutupnya. Bonhoeffer menghabiskan tahun berikutnya di rumah orang tuanya. Dia menulis Life Together, mengabadikan apa yang dia praktikkan dan apa yang telah dia pelajari di Finkenwalde, dan dia mengunjungi murid-muridnya dan membuat mereka tetap bertugas dengan pelajaran dan pelayanan mereka.
Surat dari Penjara
Tahun-tahun berikutnya dari kehidupan Bonhoeffer, 1940 -- 1943, diperdebatkan. Dia bergabung dengan Abwehr atas desakan saudara iparnya. Akan tetapi, tidak tampak sama sekali bahwa dia sebenarnya adalah mata-mata. Dia menggunakan posisinya untuk bepergian dengan bebas di seluruh negeri -- suatu cara untuk mengikuti murid-muridnya dan mengikuti gereja-gereja yang mereka gembalakan. Kemudian, muncul episode yang diperebutkan dalam hidupnya ketika dia menjadi bagian dari kelompok yang berusaha membunuh Hitler. Peran Bonhoeffer bukanlah salah satu dari pembuat strategi -- peran yang disediakan/diberikan oleh pejabat militer dan intelijen lainnya yang ditempatkan dalam posisi tinggi.
Bonhoeffer tampaknya menjadi pendeta di ruangan itu, orang yang memberi berkat atas usaha yang akan mereka mulai. Bonhoeffer bergumul dengannya, bertanya-tanya apakah yang mereka lakukan itu benar dan sama sekali tidak menganggap hal itu sebagai benar dan kebenaran. Itu adalah perang, dan orang-orang Jerman ini yakin bahwa Hitler adalah musuh bagi negara Jerman dan orang-orang Jerman, dan juga bagi negara-negara lainnya yang terjun ke dalam perang. Apa pun kontribusi Bonhoeffer bagi kelompok ini, dia tidak membuatnya berdasarkan dugaan atau secara gegabah.
Rencana, seperti rencana Valkyrie, semuanya gagal. Pada tanggal 5 April 1943, Bonhoeffer ditangkap dan dikirim ke penjara Tegel. Selama dua tahun selanjutnya, dia akan tinggal di sel penjara berukuran 6' x 9'. Dia berbicara tentang ketidakmampuan untuk mendengarkan suara burung. Dia rindu melihat warna-warna. Pada permulaan waktunya di Tegel, dia merasa putus asa atas hidupnya. Dalam penjara di Tegel itulah, Bonhoeffer menulis tentang menjalani kehidupan "duniawi" ini. Di Tegel itulah, dia berbicara tentang belajar untuk memiliki keyakinan dalam kegagalan, kesulitan, dan kebingungan hidup. Di Tegel itulah, dia menulis puisi. Dia menulis sebuah novel. Dia menulis khotbah untuk pernikahan dan pembaptisan -- itu semua diselundupkan dan dibaca oleh orang lain pada kesempatan ini. Waktu-waktu Bonhoeffer di Tegel menghasilkan teks klasiknya, Letters and Papers from Prison (Surat dan Makalah dari Penjara - Red.).
Dalam salah satu surat itu, pada 27 Juni 1944, dia menulis, "Dunia ini tidak boleh dihapuskan secara prematur". Dia berada di dalam sel penjara Nazi sementara Hitler melepaskan kegilaan ke dunia, dan Bonhoeffer menulis tentang menjadi seorang Kristen di dunia, pada waktu dan tempat di mana Tuhan telah menempatkannya.
Harga Pemuridan
Pada 1936, Bonhoeffer menerbitkan Nachfolge. Ini nantinya akan diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul The Cost of Discipleship. Di dalamnya, dia menyatakan, "Ketika Kristus memanggil seseorang, Dia menyuruhnya untuk datang dan mati."
Dalam Kristus, kita mati. Diri lama dan cara lama sudah mati, dan dalam Kristus, kita hidup. Setelah rencana Valkyrie, Bonhoeffer dapat menulis dengan sederhana, "Yesus hidup. Saya memiliki harapan". Berada dalam Kristus berarti kita tidak hanya bersatu dalam kematian-Nya; kita juga bersatu dengan-Nya dalam hidup-Nya. Bonhoeffer pernah menyampaikan khotbah tentang Kolose 3:1–4, tempat Paulus mengingatkan kita bahwa kita sudah mati, bahwa kita hidup dalam Kristus, dan bahwa hidup kita "tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah" (Kolose 3:3). Bonhoeffer mencatat, "Kehidupan kita yang sebenarnya tersembunyi -- tetapi hal ini dilandasi dengan teguh dalam kekekalan."
Ketika dia dipenjara, Bonhoeffer mengerjakan apa yang akan menjadi magnum opusnya, Etika. Dia tidak dapat menyelesaikannya, meskipun dia menulis sebagian besar dari tulisan itu. Buku itu kemudian diterbitkan secara anumerta. Dalam buku ini, Bonhoeffer berbicara tentang kehidupan Kristen sebagai Christusleben, kehidupan dalam Kristus. Ini sungguh-sungguh hidup, benar-benar menjadi apa yang Allah inginkan. Mengirimkan kita ke stratosfer, Bonhoeffer menulis, "Jadi, surga terbelah di atas kita, umat manusia, dan pesan sukacita keselamatan Allah dalam Yesus Kristus berdering keluar dari surga ke bumi sebagai seruan sukacita. Saya percaya, dan dalam kepercayaan, saya menerima Kristus. Saya memiliki segalanya. Saya hidup di hadapan Allah".
Apakah Bonhoeffer dibenarkan dalam tindakannya bersekongkol untuk membunuh Hitler atau tidak, atau apakah kematiannya adalah eksekusi atau kemartiran, satu hal menjadi muncul. Kepuasan Bonhoeffer, bahkan sukacitanya, ketika berada dalam sel penjara Nazi berakar pada kenyataan bahwa dia telah mati dan bahwa dia dibangkitkan untuk hidup baru dalam Kristus. Dia bisa hidup di dunia dan untuk dunia karena dia hidup dari salib. Dia hidup dari identitasnya dalam Kristus.
Awal Kehidupan
Bonhoeffer dipindahkan dari penjara Tegel ke penjara penjara bawah tanah di bawah markas besar Gestapo, pada September 1944, persis ketika Pasukan Sekutu mengintensifkan pemboman mereka terhadap Berlin. Hampir setiap malam, Bonhoeffer mendengar peluit bom-bom itu, merasakan pondasinya berguncang, dan bertanya-tanya apakah ini akan menjadi malam terakhirnya di bumi. Dalam setumpuk surat, yang bisa dikeluarkannya, dia berulang kali memohon doa. Dalam In Life Together, diterbitkan pada 1938, dia berbicara tentang doa syafaat sebagai salah satu karunia manis yang diberikan Allah kepada kita. Allah memberi kita karunia untuk berdoa bagi orang lain. Bonhoeffer berpegang teguh pada doa-doa itu seolah-olah hidupnya bergantung pada mereka.
Pada 7 Februari 1945, sehari setelah ulang tahunnya yang ke-39, Bonhoeffer dipindahkan ke Kamp Konsentrasi Buchenwald, kemudian ke Regensburg. Pada 8 April, dia dan tahanan lainnya diangkut ke Flossenburg. Sepanjang jalan, dia berkhotbah. Mereka berdesak-desakan di atas bangku-bangku yang dibangun dengan kasar di bagian belakang truk pengangkut. Kanvas besar ditarik melewati rangka baja. Bonhoeffer dan yang lainnya kurus kering, hanya bayangan dari diri mereka sebelumnya. Dan, Bonhoeffer menyampaikan khotbah kepada mereka. Dia memimpin mereka dengan Doa Bapa Kami, dan mereka menyanyikan lagu pujian.
Keesokan harinya, 9 April 1945, Dietrich Bonhoeffer digantung pada tiang gantungan di lantai beton Kamp Konsentrasi Flossenburg. Kata-kata terakhirnya adalah ini: "Bagiku ini adalah akhir, awal dari kehidupan". (t/N. Risanti)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Desiring God |
Alamat situs | : | https://www.desiringgod.org/articles/the-cost-of-his-discipleship |
Judul asli artikel | : | The Cost of His Discipleship |
Penulis artikel | : | Stephen Nichols |
Tanggal akses | : | 31 Mei 2018 |
- Login to post comments
- 3959 reads