|
Resources |
|
|
|
|
Artikel
Artikel-artikel MISI |
Bahan PA
Misi Allah Bagi Dunia & Para Pengubah Dunia |
Cerita Misi
Alkitab di Seluruh Dunia : 48 Kisah Nyata |
Buku
Buku-buku Misi |
|
Doa |
|
Info |
|
|
|
|
|
|
|
| |
|
artikel 80 dari 163 artikel |
|
|
|
METODE MENGABARKAN INJIL -- SECARA PRIBADI (MIP)
PENDAHULUAN
Mengabarkan Injil secara pribadi (MIP) adalah pemberitaan Injil
dalam hidup sehari-hari, dimana seorang yang telah mengenal Kristus
berupaya memperkenalkan Kristus kepada orang lain dan mengajaknya
menerima Kristus. Lalu orang yang baru menerima Kristus itu
dibimbing menjadi saksi Kristus pula.
Tidak ada dua orang yang sama, karena itu tidak ada pula satu
metode MIP yang berlaku bagi semua orang. Setiap orang mempunyai
kepribadian sendiri. Mereka harus didekati sesuai dengan
kepribadiannya. Sangat berbahaya menganggap hanya ada satu metode
yang terpaksa harus menjadi pedoman bagi setiap orang.
Kepribadian sukar dirumuskan. Unsur kepribadian antara lain adalah
akal atau kecerdasan, perasaan, dan kemauan. Karena itu penginjil
harus berusaha mengkomunikasikan Injil kepada akal seseorang,
sehingga perasaannya digerakkan, dan kemauannya diserahkan kepada
Yesus Kristus. Manusia tak mungkin mengemban tugas ini dengan
kepandaiannya sendiri. 'Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.'
(2Korintus 3:5)
Karena itu kita harus belajar mengenal kepribadian seseorang, dan
menyesuaikan pola pendekatan dan bobot berita Injil yang akan kita
sampaikan dengan kepribadian orang itu. Tentang hal ini Paulus
berkata, 'Aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku
boleh memenangkan sebanyak mungkin orang' (1Korintus 9:19-23). Kita
tak boleh terpaku mengandalkan satu metode tertentu, melainkan
menerapkan prinsip-prinsip umum dengan menyesuaikannya pada
kebutuhan dan kepribadian orang-seorang.
Namun ada sifat-sifat tertentu yang umum pada semua orang. 'Seperti
air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan
manusia itu' (Amsal 27:19). Dengan kata lain, kita sering melihat
diri kita sendiri tercermin dalam diri sesama kita. Sering reaksi
kita sama dengan reaksi mereka, dan perasaan kita sama dengan
perasaan mereka. Maka dalam melakukan pendekatan kepada mereka, kita
dapat mempertimbangkan reaksi dan perasaan mereka dengan menempatkan
diri kita pada posisi mereka sebagai pendengar berita Injil. Dalam
menjalankan MIP kita harus selalu memakai metode yang sesuai dengan
kepribadian kita sendiri dan juga dengan kepribadian orang yang kita
injili. Janganlah meniru metode orang lain kalau itu membuat kita
canggung dan kikuk.
I. Contoh-contoh MIP dalam Perjanjian Baru
Tuhan Yesus dengan wanita Samaria (Yohanes 4)
Ada beberapa hal yang penting kita perhatikan dalam metode Yesus
dalam peristiwa ini.
Yesus sengaja mencari wanita itu (Yohanes 4:4).
Yesus tidak terikat pada tradisi dan tidak terpengaruh oleh
diskriminasi rasial (Yohanes 4:9).
Yesus memilih waktu yang tidak akan menimbulkan salah paham
(4:6). Sebaiknyalah melakukan MIP kepada teman sejenis untuk
menghindari motif kita disalahtafsirkan (1Tesalonika 5:22;
2Korintus 6:3).
Yesus seorang diri bercakap-cakap dengan pendengar-Nya (Yohanes 4:8).
Pendekatan Yesus pada hal rohani adalah wajar dan bijaksana;
misalnya, Ia minta tolong pada wanita itu (Yohanes 4:7) dan barulah Dia
mengarahkan percakapan dari air minum kepada air hidup.
Yesus tidak dibelokkan dari tujuan-Nya oleh pertanyaan mengenai
agama (Yohanes 4:20-24).
Yesus memaparkan rahasia keinginan hati perempuan itu (Yohanes 4:15).
Yesus menunjuk kepada dosanya (Yohanes 4:16-18).
Yesus memperkenalkan diriNya sebagai Mesias (Yohanes 4:26). Tujuan MIP
ialah membawa orang ke dalam persekutuan dengan Kristus.
- Filipus dengan orang Etiopia (Kisah Para Rasul 8:26-40)
Dalam peristiwa ini juga ada beberapa hal penting yang perlu kita
pelajari.
Filipus dipimpin oleh Roh Kudus kepada orang yang dipersiapkan
sendiri oleh Roh (Kisah Para Rasul 8:26,29,30).
Filipus segera menanggapi pimpinan Roh Kudus (Kisah Para Rasul 8:30).
Filipus membuka pembicaraan dengan suatu pertanyaan (Kisah Para Rasul 8:30).
Filipus menyimak pada persoalan orang Etiopia itu sebelum
menanggapinya (Kisah Para Rasul 8:34).
Filipus menerangkan tentang Yesus dari Firman Tuhan (Kisah Para Rasul 8:35).
Setelah orang Etiopia itu mengaku percaya, Filipus
membaptiskannya (Kisah Para Rasul 8:36-38). Kepercayaannya diteguhkan dalam
kesaksian baptisannya di depan pelayan-pelayannya.
Usai tugasnya, Filipus tidak nampak lagi (Kisah Para Rasul 8:39).
Orang yang baru menerima Kristus berjalan pulang dengan sukacita
(Kisah Para Rasul 8:39).
II. Contoh-contoh MIP yang dapat dipakai di Indonesia
Dalam suasana kebebasan beragama di Indonesia, dan dalam rangka
toleransi beragama serta saling menghormati antar sesama umat
beragama, nampaknya mengabarkan Injil secara pribadi adalah yang
paling 'bersahabat'. MIP dalam pola komunikasi persahabatan bisa
berlangsung di mana saja. Tidak memerlukan alat-alat, gedung gereja,
lembaga organisasi maupun acara dan tata kebaktian. Yang kita
butuhkan adalah bimbingan Roh Kudus dan keyakinan kita pribadi,
bahwa Tuhan berkenan memakai kita sebagai utusan-Nya (2Korintus
5:20).
Dalam rangka itu kita dapat mengabarkan Injil:
Di rumahtangga.
Di rumahtangga kita sendiri maupun tetangga atau orang lain, kita
dapat memakai MIP (Kisah Para Rasul 20:20; Lukas 10:38,39).
2Raja-raja 5:1-5 menceritakan seorang pelayan membawa tuannya
kepada Tuhan. Andreas membawa Petrus kepada Kristus (Yohanes
1:40-42). Apakah ada anggota keluarga kita yang belum percaya?
Bagaimana pula dengan pembantu kita?
Dalam MIP perilaku pribadi sebagai penginjil mempunyai peranan
yang sangat penting, teristimewa dalam lingkungan rumah dan
keluarga sendiri. Kalau ucapan kita tidak selaras dengan
perbuatan kita, mereka tidak akan mau mendengarkan berita Injil.
-
Di Sekolah Minggu atau kelompok studi Alkitab ataupun katekisasi.
Kita dapat menciptakan kesempatan untuk bicara dengan murid
Sekolah Minggu, seorang demi seorang dan membimbing mereka kepada
pertobatan dan iman akan Yesus Kristus. Kita dapat mengundang
mereka datang ke rumah kita, atau bicara dengan mereka seusai
kebaktian Sekolah Minggu.
Seusai kebaktian gereja.
Kalau ada tamu atau pengunjung gereja yang kita anggap belum
percaya, maka kesempatan seusai kebaktian Minggu merupakan
kesempatan yang baik untuk berbicara dengan mereka. Kesempatan
tersebut tepat untuk membicarakan tentang kepercayaan kepada
Yesus. Sayang sekali, umumnya suasana usai kebaktian cukup ramai,
sehingga sukar mengajak orang membicarakan hal-hal rohani.
Kebaktian khusus seperti perayaan Natal dan Paskah, yang biasanya
dirayakan bersama undangan, adalah kesempatan yang sangat baik
untuk bicara dengan orang yang belum percaya.
-
Dalam perjalanan.
Bis atau kereta api adalah tempat dimana kita bertemu dengan
masyarakat untuk jangka waktu yang cukup panjang. Sewaktu
menunggu kendaraan, kita dapat berdoa supaya Tuhan memimpin kita
kepada orang yang sudah dipersiapkan oleh Roh Kudus.
-
Di tempat kerja (Matius 9:9).
Ini merupakan lapangan yang luas dan mempunyai tuntutan yang
sangat berat. Teman sekerja tidak akan mengindahkan ucapan kita
kalau kelakuan kita tidak baik, atau kalau kita malas bekerja.
Hidup pribadi kita adalah kesaksian yang paling efektif karena
kita tidak bisa menggunakan jam kerja untuk mengabarkan Injil.
-
Kepada orang sakit (Markus 2:1-12; Yohanes 9:1-7, 35-38).
Mengunjungi pasien-pasien di rumah sakit merupakan upaya
mengabarkan Injil yang sangat mengesankan. Kalau kita belum
mengenal penderita, maka kita harus minta izin lebih dahulu dari
rumah sakit itu. Kita wajib menaati segala peraturan yang
berlaku.
III. Tanggung Jawab Umum
Setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi saksi Yesus Kristus
(Kisah Para Rasul 1:8). Masing-masing bertanggung jawab mengupayakan
orang lain bagi Kristus. Ini tidak berarti bahwa kita harus bersaksi
tentang Kristus kepada setiap orang yang kita jumpai. Adalah
bijaksana sekali kalau kita berdoa, memohon supaya Tuhan menunjukkan
kepada kita seseorang -- mungkin teman, tetangga, teman sekerja
ataupun anggota keluarga kita sendiri. Kita mempunyai paling sedikit
empat kewajiban terhadap orang yang akan kita bawa kepada Kristus.
Berdoa
Catatlah namanya (atau nama mereka) dan doakanlah dengan teratur,
khususnya memohon supaya mereka bertobat.
Teladan
Mereka akan segan dan tak acuh mendengar kata-kata kita mengenai
Yesus Kristus, jika mereka tidak lebih dulu menyaksikan Yesus dalam
hidup kita. Teladan kekristenan tidak dapat dipaksakan atau dibuat-
buat, melainkan wajar. Bahkan kita sendiri sukar menyadarinya
(Matius 5:16), karena itu adalah dampak dari hidup pribadi kita
dengan Kristus.
Bersahabat
Kita wajib mengasihi sesama sebagai insan pribadi yang patut
dihargai dan dihormati. Jadi bukan karena data statistik, yaitu
seolah-olah dia tidak lebih daripada satu orang yang harus
diselamatkan terlepas dari kepribadiannya seutuhnya.
Bila kita mau menjadi sahabat seseorang, kita wajib berbicara
kepadanya tentang Kristus. Persahabatan Kristen yang sungguh
membutuhkan banyak waktu dan adalah tantangan hebat bagi kita.
Sebelum membicarakan secara khusus mengenai pertobatan dan ihwal
kekristenan dengan seorang sahabat, kita dapat membawa dia ke
gereja atau ke suatu kebaktian lain untuk mendengarkan Injil. Juga
meminjamkan atau menyarankan dia membaca buku Kristen.
Bersaksi
Doa, teladan hidup praktis, dan persahabatan meskipun sangat perlu,
tidaklah membebaskan kita dari kewajiban memberi kesaksian pribadi
tentang Kristus kepada sahabat kita. Cepat atau lambat kesempatan
itu akan datang. Tidak dapat dipaksakan, karena justru kurun waktu
ini adalah masa yang mencemaskan. Baiklah kita menunggu kesempatan
itu dengan doa dan pengharapan, dan bila tiba waktunya gunakanlah
segera.
IV. Beberapa Petunjuk Pokok
Kalau kesempatan itu sudah tiba, beberapa petunjuk pembimbing bisa
dijadikan sebagai pedoman.
Carilah tempat dan waktu yang tenang untuk bicara
Hindarilah hal-hal yang dapat mengganggu pembicaraan itu.
Sediakan Alkitab
Alkitab mutlak harus ada, guna memungkinkan kita dapat bersama-sama
melihat ayat-ayat inti. Dari awal pembicaraan harus jelas, bahwa
berita yang kita sampaikan bukan dari diri kita sendiri, melainkan
Firman yang berasal dari Tuhan. Tujuan kita ialah, supaya Tuhan
sendiri yang berbicara kepada sahabat itu dengan perantaraan Firman-
Nya.
Berita jelas dan sederhana
Sebisa-bisa mungkin pemberitaan kita jelas, sederhana dan mudah
dipahami.
Mungkin sang sahabat sedang menghadapi suatu soal atau kesukaran.
Kita tidak boleh masa bodoh terhadap hal itu. Kita harus turut
prihatin merasakannya. Namun kita harus berusaha supaya tidak
menyimpang dari pokok berita yang kita sampaikan. Kita harus terus
melanjutkan percakapan tentang Kristus dan kebutuhan kita akan Dia.
Lugas dan sopan
Jangan lupa, seorang yang belum percaya masih 'buta'. Adalah suatu
kebodohan kalau kita kehilangan kesabaran karena ia 'buta' sehingga
tidak dapat melihat. Baiklah kita berusaha tidak marah. Juga
menghindari perdebatan apalagi perbantahan. Kalau dia tak dapat atau
sukar mengerti apalagi setuju, bahkan kalau nampak ia tidak sungguh-
sungguh mencari Tuhan, baiklah dulu menghentikan percakapan itu.
Dalam hal demikian kita dituntut berdoa lebih banyak, sambil
menunggu kesempatan untuk bersaksi lagi.
Kesaksian pribadi menopang dan menghidupkan pemberitaan
Kita dipanggil bukan melulu hanya untuk menjelaskan siapa Kristus,
apa yang telah dikerjakan Kristus dan apa yang dapat diperbuat-Nya
untuk sahabat kita. Tapi kita juga wajib memberikan kesaksian kita
pribadi tentang pengalaman kita sendiri dengan Kristus.
Tetap memandang kepada Tuhan selama percakapan
Hanya Roh Kudus-lah yang dapat membuka mata hati orang yang belum
percaya. Kiranya Tuhan berkenan menggunakan kata-kata kita membuka
mata. rohani orang itu, dan baiklah kita ingat bahwa kita adalah
alat Tuhan. Tuhan sendirilah yang dapat membuka mata hati orang yang
'buta' itu.
V. Pemberitaan Injil
Ada banyak cara untuk memberitakan Injil. Namun perlu kita sadari,
bahwa masalah orang-orang yang membutuhkan berita Injil adalah
bermacam-macam. Kepribadian mereka juga bermacam-macam. Karena itu
pola pengabaran Injil harus lugas dan bervariasi -- tidak boleh kaku
dan terpaku pada satu metode.
Sekalipun demikian kita akan tertolong bila mengingat, bahwa orang
yang mau datang kepada Kristus pada dasarnya menempuh tahapan-
tahapan seperti dikemukakan di bawah ini. Juga penting sekali
mengingat beberapa ayat yang terkait dengan tahapan-tahapan itu:
- Sesuatu untuk diakui.
- Sesuatu untuk dipercayai.
- Sesuatu untuk dipertimbangkan.
- Sesuatu untuk diperbuat.
Sesuatu untuk diakui: bahwa kita adalah orang berdosa dan
memerlukan penyelamatan
Menurut Firman Allah, kita adalah orang-orang yang:
Berdosa.
Alkitab memberi arti negatif, 'dosa' adalah kegagalan (Roma
3:22,23), dan 'dosa' adalah pemberontakan melawan Tuhan dan
kekuasaan-Nya (1Yohanes 3:4; bnd Matius 22:36-40).
Bersalah.
Dosa-dosa kita mengakibatkan kita jatuh di bawah pengadilan Allah
yang adil, dan menjauhkan kita dari Dia (Yesaya 59:1,2; Filemon
6:23).
Tak berdaya.
Kita tak berdaya untuk menyelamatkan diri kita sendiri. Apa pun
usaha kita, dan betapa kerasnya pun kita berusaha, kita pasti
gagal; kebenaran dan kesalehan kita tidak bersih di mata Allah
Yang Mahakudus (Yesaya 64:6). Karena itu tak seorang pun dapat
selamat oleh perbuatan baiknya (Efesus 2:8,9). Justru kita
memerlukan juruselamat.
Sesuatu untuk dipercayai: Yesus Kristus datang dan mati untuk
menjadi Juruselamat kita
Orang bisa saja mengakui bahwa dia membutuhkan juruselamat. Tapi
pengakuan itu belum cukup. Dia harus percaya bahwa Yesus ialah
Juruselamat satu-satunya yang dia perlukan. Kemampuan Yesus
menyelamatkan baru jelas bila seorang mengerti siapa Dia dan apa
yang telah Dia perbuat.
Yesus adalah Tuhan dan manusia sekaligus (1Timotius 2:5,6).
Yesus telah mati untuk dosa-dosa kita (Yesaya 53:5,6;
1Petrus 2:24; 3:18).
Sesuatu untuk dipertimbangkan: Kristus bukan hanya Juruselamat
kita, tapi juga Tuhan kita
Orang Kristen menyerah tanpa syarat kepada Kristus, sesuai dengan
kepribadian Kristus. Artinya, kita tidak boleh mengambil dan
memilih hanya segi-segi tertentu saja dari Kristus, dan menyerahkan
diri hanya pada segi-segi tertentu itu karena kebetulan cocok dengan
selera kita sendiri. Itu sama sekali tidak boleh, karena Yesus
adalah Juruselamat sekaligus Tuhan dan Raja, yang tuntutan dan
kedaulatan-Nya mutlak atas hidup kita seutuhnya.
Penyerahan yang benar dan sungguh, mustahil tanpa:
Pertobatan.
Kita harus berbalik dari dosa-dosa lama maupun dari dosa-dosa
kini yang biasa kita lakukan (Kisah Para Rasul 3:19).
Penyerahan diri.
Kita harus menyerahkan diri kepada kuasa Kristus untuk hidup
kita selanjutnya (Markus 8:34; Yohanes 13:13; Lukas 14:25-35).
Sesuatu untuk diperbuat: menyerahkan diri kita kepada Kristus
sebagai Juruselamat pribadi dan Tuhan
Penyerahan diri meliputi baik mempercayai Kristus dan mempercayakan
diri kepada Dia sebagai Juruselamat, sekaligus pasrah berserah
kepada Dia dan mematuhi-Nya selaku Tuhan.
Dalam Perjanjian Baru, 'penyerahan diri' diuraikan dalam dua sisi:
'Datang' kepada Kristus, supaya Dia menerima kita (Matius 11:28;
Yohanes 6:37).
'Menerima' Kristus, supaya Dia datang kepada kita (Yohanes 1:12;
Wahyu 3:20).
Kalau kita yakin bahwa sahabat itu sudah siap untuk bertobat, maka
baik sekali mengajak dia berdoa pada saat itu juga. Tapi janganlah
memaksa dia mengambil langkah itu. Kalau dia belum yakin, maka
bijaksana sekali mempersilakan dia pulang untuk mengambil keputusan
sendiri. Jika yang terjadi adalah demikian, mohonlah supaya dia
memberitahu bila dia telah mengambil keputusan. Kalau dia berjanji
akan memberitahu kemudian, buatlah perjanjian (sebelum dia pergi)
untuk bertemu lagi.
Diedit dari sumber:
Judul Buku | : | Pedoman Penginjilan |
Judul Artikel | : | Metode Mengabarkan Injil - Secara Pribadi (MIP) |
Penulis | : | D.W. Ellis |
Penerbit | : | Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF - 1993 |
Hal | : | 127 - 134 |
e-JEMMi 18/2004
|
|
|
|
|
| |
|
|
|
|
|
|
|