"KASIHILAH MUSUHMU .... ???"
Oleh: Leonard Giarto
Saya mau menantang saudara-saudara dalam suatu game. Sebelumnya saya
minta maaf, pertama karena saya lancang main tantang seenaknya saja,
kedua karena saya sendiri juga belum tentu bisa melakukan tantangan
ini.
Begini aturan mainnya: tanggal 14 Februari adalah Hari Valentine,
bukan? Saya percaya banyak yang sudah membeli kartu atau hadiah
untuk do'i atau untuk papi-mami dan kakak adik atau sahabat-sahabat
lain. Itu adalah hal yang biasa. Bagaimana kalau kita menambahkan
sesuatu yang lain? Coba pikirkan, selama satu tahun terakhir ini
siapa saja orang yang Saudara benci, siapa yang tidak Saudara sukai,
siapa yang selalu ingin Saudara hindari, pendeknya, siapa yang tidak
Saudara anggap teman yang baik? Sekarang coba Saudara pikirkan, apa
yang disukai orang itu, apa hobbynya, lalu berilah satu hadiah kecil
yang disukai itu. Apakah terlalu berat dan sulit? Oke, oke....
Bagaimana kalau Saudara mengirimkan kartu Valentine mungil yang di
dalamnya berisi kata-kata apresiasi tulisan Saudara kepada orang
itu? Dan jangan lupa, doakan pula orang itu: kehidupannya,
keluarganya, studi atau pekerjaannya, dan hubungannya dengan Tuhan.
Yang gagal melakukan ini semua, akan dihukum. Bukan saya atau
Majelis atau Pak Pendeta yang menghukum. Saudara sendiri yang
memberi hukuman karena saudara sendiri jurinya. Bagaimana? Saudara
punya cukup keberanian untuk menerima tantangan ini?
Selama berabad-abad salah satu misteri kekristenan terbesar adalah
sabda Tuhan Yesus dalam Matius 5:44,
"Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah
bagi mereka yang menganiaya kamu."
"Itu tidak praktis," pendapat beberapa orang. Yang lebih ekstrim
lagi berkata, "Itu gila!"
Confucius ditanya oleh seorang muridnya, "Apakah kita harus berbuat
baik pada musuh kita?" Dia menjawab tegas bahwa kita harus membalas
kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan dengan keadilan.
Memang, mana mungkin kita bisa mengasihi musuh kita? Jika seseorang
sudah menipu kita, sombong, tidak tahu aturan, egois, lebih-lebih
mau mencelakakan kita; tukang sulap dari mana yang bisa membuat kita
mengasihi dia? Apa Yesus tidak asal omong? Jawabnya jelas tidak.
Tuhan tahu apa yang diucapkan-Nya. Dia mengerti sungguh-sungguh dan
mau membantu kita melaksanakan perintah-Nya ini.
Kenapa kita perlu mengasihi musuh kita? Yang pertama, seperti yang
tertulis dalam Matius 5:46-47, semua orang dapat membalas kebaikan
dengan kebaikan. Kebaikan dibalas dengan kebaikan itu sudah lumrah.
Boss Mafia juga berbuat demikian. Pemungut cukai yang paling serakah
juga berbuat demikian. Tidak ada yang aneh. Demikianlah sifat dunia.
Yang bukan sifat dunia adalah bila kita bisa mengasihi musuh kita.
Tuhan berkali-kali menekankan dalam Alkitab bahwa kita bukan berasal
dari dunia ini. Kita ciptaan Tuhan Mahasuci yang bukan dari dunia
ini -- bahkan dunia ini diciptakan oleh-Nya. Oleh sebab itu,
janganlah menuruti arus dunia yang merupakan ciptaan. Turutilah
kehendak Sang Pencipta.
Yang kedua, dalam Roma 5:8 ditekankan bahwa Kristus mati bagi kita
ketika kita masih berdosa. Bukan setelah kita bertobat, Kristus mati
buat kita, tetapi Tuhan sendiri telah memberi contoh dengan mati
bagi musuh-musuh-Nya, yaitu kita, manusia berdosa. Kita musuh Tuhan?
Ya! Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, saat itulah kita telah
menjadi musuh Tuhan. Saat itulah seluruh diri kita berontak tak mau
mendekati Tuhan. Paulus menegaskan dalam Roma 8:7,
"Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah; karena
ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin
baginya."
Sepanjang sejarah Perjanjian Lama kita membaca pengkhianatan umat
manusia yang tak terhitung banyaknya terhadap Tuhan, sampai
sekarang! Tapi Tuhan mau membalas kejahatan manusia itu dengan cinta
kasih-Nya. Tidak mudah bagi seorang untuk bersedia mati bagi orang
benar, kata Paulus, apalagi sangat amat sukar bagi seseorang untuk
mati bagi musuhnya. Inilah perwujudan kasih Allah yang tak terbatas
bagi manusia. Dapatkah kita sekarang mewujudkan kasih Allah itu
terhadap sesama kita? Mengapa Paulus dalam suratnya kepada umat di
Korintus berkata bahwa di antara iman, pengharapan, dan kasih, yang
terbesar adalah kasih? Dengan iman kita menerima Yesus; dengan
pengharapan kita menantikan Dia, tetapi dengan kasih kita dapat
menyatakan bahwa Tuhan telah hidup dalam hati kita.
Pertanyaannya sekarang adalah: Dapatkah kita mengasihi musuh-musuh
kita, apalagi mendoakan mereka? Kalau Saudara bertanya pada diri
Saudara sendiri, "Dapatkah saya dengan kemampuan saya sendiri
mengampuni bahkan mengasihi musuh saya?" Jawabannya tentu tidak atau
tidak mungkin. Tidak percaya? Silakan mencobanya. Lalu, bagaimana?
Kita memang tak bisa mengampuni dan mengasihi dengan usaha kita
sendiri, tetapi dalam Roma 5:5 dikatakan bahwa
"Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus
yang telah dikaruniakan kepada kita."
Kalau kita begitu terbatas hingga tak dapat mengasihi musuh kita,
gunakanlah kasih Allah yang telah dicurahkan bagi kita itu. Dengan
rendah hati kita datang ke hadirat Tuhan, minta Dia membantu kita.
Tuhan pasti mendengar doa kita.
Ah, saya sudah berusaha, tapi tetap tidak bisa tuh? Yang biasanya
terjadi adalah bukannya kita tidak bisa, tetapi kita tidak mau. Kita
tidak mau mencurahkan kasih Tuhan. Kita mau menyimpan sendiri kasih
Tuhan. Dengan kata lain kita seperti orang yang telah menerima
pengampunan atas hutang jutaan dollar pada bank tetapi kita memukuli
orang yang berhutang sepuluh dollar pada kita. Jadi pertanyaan
terakhir yang harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan
adalah: Maukah saya membiarkan Tuhan memakai saya sebagai alat cinta
kasih-Nya? Maukah saya mengampuni bahkan mengasihi musuh saya?
Tuhan Yesus, saya ingat kasih-Mu, saya mau coba mengasihi.
Mampukanlah saya, Tuhan, dan hidupkanlah terus semangat kasih
dari-Mu ini.
Sumber :
Judul Buletin |
: |
Newsletter GKI Monrovia, Feb 1997, Tahun XVII No. 1 |
Judul Artikel |
: |
"Kasihilah Musuhmu .... ???" |
Penulis |
: |
Leonard Giarto |
URL |
: |
http://www.gki.org/ |
e-JEMMi 06/2004