You are herePenginjilan / Apa Itu Yesus?

Apa Itu Yesus?


By admin - Posted on 04 May 2018

Masih ada tempat-tempat di bumi di mana seseorang belum pernah mendengar tentang Yesus.

Tahun lalu, saya mengunjungi sebuah tempat di mana orang-orang tidak tahu nama Yesus. Maksud saya bukan bahwa mereka tidak “mengenal Yesus”. Saya mengatakan bahwa mereka tidak tahu bahwa Dia benar-benar ada.

Mudah untuk berasumsi bahwa semua orang pernah mendengar karena gereja melakukan pekerjaan misi selama 2.000 tahun sekarang. Logis untuk mengira, “Pada zaman internet, radio, telepon seluler, dan televisi, pastilah semua orang setidaknya pernah menerima berita bahwa Yesus ada”. Akan tetapi, mereka belum mendengarnya. Masih ada tempat-tempat di dunia yang orang-orang belum pernah mendengar tentang Dia.

Rekan saya bekerja di suatu tempat seperti itu, memperkenalkan Yesus kepada orang-orang untuk pertama kalinya. Saat dia berkeliling dan bertemu dengan orang-orang, dia memulai percakapan, lalu bertanya, “Hai, apakah kamu pernah mendengar tentang Yesus?” Dengan mengernyitkan alis dan ekspresi heran, mereka menjawab, “Belum, apa itu Yesus?” “Belum, sama sekali belum.” Teman saya menangkap peluang itu, dan menjelaskan, “Yesus bukanlah ‘apa’. Dia adalah seorang pribadi. Dia adalah Anak Allah ....” Saya pernah mendengar pengalaman-pengalaman ini, tetapi saya perlu pergi melihat sendiri pelayanan teman saya. Saya ingin mengalami sendiri daerah yang penuh dengan orang yang tidak tahu Yesus sama sekali ini.

Saya melihatnya pertama kali di sebuah restoran. Kami sedang makan dengan seorang pria yang baru saja kami jumpai, dan teman saya mengajukan pertanyaan itu: “Pernahkah Anda mendengar tentang Yesus?” Dia belum pernah. Segera menjadi jelas bahwa dia tidak tertarik mendengar hal detail mengenai orang tidak dikenal yang bernama Yesus. Akan tetapi, dia memberi tahu kami tentang sebuah kuil yang dekat tempat kami bisa memberi persembahan supaya mendapatkan keberuntungan.

Kami mengunjungi masyarakat lain, dan menyaksikan sebuah perayaan dan persembahan yang besar. Selama lebih dari 400 tahun, orang-orang di desa ini menyembah roh yang tinggal di pohon tertentu. Tidak mengherankan, orang-orang di sini merespons pertanyaan teman saya dengan cara yang sama. Mereka belum pernah mendengar tentang Yesus. Mereka mengundang kami makan bersama mereka. Sementara kami makan, mereka berbicara dengan antusias tentang dewa lokal mereka.

Saat kami berkeliling, kami mengunjungi kota-kota yang tertata dengan rapi dan desa-desa yang sangat mirip seperti di gambar-gambar yang pernah saya lihat. Di setiap tempat yang kami datangi, kami berdoa dengan sungguh agar Allah mendatangkan firman-Nya kepada orang-orang lokal dalam bahasa yang paling mereka pahami. Kami berdoa agar Dia dikenal sedemikian rupa sehingga boleh mengubah masing-masing kehidupan secara indah. Saat saya melihat pemandangan yang begitu memesona, lagi-lagi saya sendiri dengan bersemangat menunjuk keluar jendela, dan bertanya kepada rekan saya, “Apakah kamu melihat itu?” “Pernahkah kamu melihat sesuatu yang begitu indah?” Ini bukanlah bangsa yang miskin. Saya tertegun oleh pertaniannya yang begitu luas -- lahan yang subur dan diairi, dengan tanaman-tanaman sayuran yang lebat yang tidak saya kenali. Orang-orang memiliki sistem teknologi mereka sendiri yang unik, yang di mata saya sebagai orang Texas adalah bentuk miniatur dari segala sesuatu: jalanan yang lebih kecil, traktor yang susut, truk mini -- semua secara efisien menghasilkan kelimpahan yang tidak pernah bisa saya bayangkan.

Sambil mengemudi menyusuri pinggiran kota dengan berdoa pada suatu hari, kami melihat ke atas dan memperhatikan ada sebuah desa tinggi di atas kami di jurang tebing memandang ke bawah bukit yang terhampar luas dan menghijau. Kami merasa Tuhan mendesak kami untuk berdoa bagi desa itu secara khusus. Karena itu, kami berbelok dari jalan besar, lalu naik ke jalan sempit yang curam dan landai, berkelok-kelok sehingga membuat pusing kepala yang penuh dengan jalan tambang berliku-liku yang berbahaya. Kami menemukan sebuah lahan parkir kecil dan sekelompok kuda yang gagah. Sekerumunan 8 orang penonton yang tua -- 4 pria dan 4 wanita – berdiri di jurang tebing menatap pemandangan bukit yang dramatis. Teman saya dan saya berjalan-jalan tanpa tujuan dan, saat dia memulai percakapan dengan para pria, saya mendapat kesan bahwa mengawasi pinggiran kota adalah tugas utama mereka untuk hari itu. Salah seorang dari mereka mengatakan bahwa dia berusia 89 tahun.

Setelah kami berbicara dengan kelompok ini sesaat, sebuah van penuh dengan orang-orang lokal masuk ke lahan parkir. Salah seorang penumpang, jelas penasaran, berjalan ke arah kami dan berdiri di belakang saudaranya untuk mendengar apa yang sedang kami bicarakan. Pada waktu itu, teman saya mengajukan pertanyaan itu, “Hai, apakah kalian pernah mendengar tentang Yesus?” Mereka terlihat agak terkejut, tetapi segera tenang. Mengira jika kami salah mengucapkan bahasa mereka, mereka mulai menolong menyarankan kata-kata lain yang mungkin kami maksudkan yang mirip seperti “Yesus” atau setidaknya terdengar aneh seperti itu. “Tidak,” dia bersikeras, “Saya sedang membicarakan tentang seseorang yang bernama Yesus ....”

Tiba-tiba, saya berhenti mengawasi para pria tua saat wajah dari wanita yang lebih muda, yang baru saja tiba, sepertinya mengetahui sesuatu. Dia berkata, “Ada satu orang di desa ini yang mengikuti Yesus. Saya!” Kami saling berpandangan dengan ragu-ragu ketika teman saya menerjemahkan kata-katanya kepada saya. Dia lantas bertanya kepada wanita itu tentang Yesus. Wajahnya serius berkonsentrasi saat mulai menyanyikan sebuah lagu dari ingatan yang lama. “Yesus mati bagi dosa kita ....” Kata-kata itu keluar dengan mudah sekarang saat lagu itu diingat. Di sini, di atas bukit ini, ada seorang percaya yang kesepian. “Saudara saya telah merampas tiga Alkitab yang berbeda dari saya,” dia mencerca dengan sengit saat dia menceritakan pencobaan yang dia hadapi sebagai satu-satunya orang Kristen di dalam masyarakatnya. Kami memberikan kata-kata yang menguatkan untuk dia, berdoa untuk dia, dan memberinya uang untuk membeli Alkitab lagi dalam bahasa nasional. Dia memeluk kami sebelum kami pergi.

Bagaimana jika itu adalah Anda? Bayangkan bagaimana jadinya hidup Anda jika Anda sendirian menjadi pengikut Yesus yang tinggal di tempat terpencil, tempat sedikit orang yang bahkan pernah mendengar nama-Nya. Akankah Anda tetap setia di sana, di bukit itu seperti wanita ini, dengan keluarga yang menyita Alkitab Anda untuk menghalangi Anda dari iman Anda yang memalukan karena beriman pada orang yang tidak dikenal? Bagaimana kita mampu meninggalkan wanita itu sendirian di sana? Tidak mungkin. Ini tidak benar. Kata-kata Yesus memberikan suatu tantangan yang menyengat, dan selalu akan begitu, sampai ada seseorang yang naik ke bukit itu lagi: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:15-16).

Wanita-wanita pedagang membuka toko di luar sebuah desa pegunungan di Asia. Pernahkah mereka mendengar tentang Yesus?

“Selama perjalanan ini, Tuhan menunjukkan kepada saya dalam banyak hal betapa dalamnya Dia peduli terhadap orang-orang tanpa Alkitab yang tinggal di sana. Saya terus berdoa sementara menyusuri sebuah pasar desa yang mencerminkan kemungkinan bahwa tidak seorang pun yang saya lihat dalam semua hal pada pasar yang padat itu yang pernah mendengar tentang Yesus. Saya gelisah karena saya tidak merasakan kepedulian yang sungguh untuk orang-orang di sana. 'Bukankah seharusnya saya merasakan apa yang Yesus rasakan bagi para pria dan wanita ini?' Saya merenung. Yesus memilih untuk mati bagi mereka. Pikiran ini tidak akan membuat saya tenang. Namun, saya tidak merasakan apa-apa. Saat saya melihat banyaknya pembeli yang lalu lalang tiada habisnya, saya bertanya dengan sungguh kepada Allah, “Mengapa saya tidak merasakan kepedulian-Mu untuk orang-orang ini?”

Lalu, saya memperhatikan sekelompok anak-anak kecil yang sangat menggemaskan mulai mengikuti kami dengan malu-malu saat kami menuju ke sebuah restoran terbuka untuk makan siang. Mereka berada dalam usia yang memiliki keingintahuan yang begitu besar sehingga mendekati kami, tetapi tidak cukup dewasa untuk dicegah dan dijauhi. Segera setelah saya melihat mereka, hati saya penuh dengan kasih. Mereka berharga. “Dari manakah asal Anda?” mereka menyelidik. Teman saya pun menjelaskan kelompok kami kepada mereka dalam bahasa mereka. Mendengar bahwa kami berasal dari Amerika Serikat, mereka meminta untuk melihat mata uang kami. Ketika seorang dari kami menunjukkan satu dollar, mereka semua berseru dengan kekaguman, “Wa!” Ketika mereka bertanya gambar siapa yang ada di situ dan mendengar bahwa itu adalah George Washington, suara yang sama keluar dari mulut mereka tanpa sengaja, “Wa!”

Meskipun saya tidak mengerti bahasanya, saya merasa bahwa teman saya sedang mengarahkan pembicaraan ke sekitar pertanyaan itu. Kepedihan yang amat sangat menyayat hati saya. Saya merasa sedang menyaksikan sebuah kehancuran dalam gerakan lambat. Saya tidak bisa memalingkan muka, tetapi saya tidak tahan untuk melihat selanjutnya. Saya mengenali kata-kata saat itu diucapkan oleh teman saya, “Pernahkah kalian mendengar tentang Yesus?” Ekspresi kecil mereka begitu ingin membuatnya senang saat mereka menatapnya berbinar penuh harap. Akan tetapi, kemudian mereka memikirkan pertanyaan itu, dan raut tidak yakin muncul di wajah mereka. Mereka mulai saling melempar tatapan penuh tanya di antara mereka sambil berusaha untuk tetap menunjukkan wajah yang meyakinkan. Mereka begitu ingin menyenangkan kami dengan mengetahui jawaban atas pertanyaan itu, tetapi lama-kelamaan mereka menggeleng-gelengkan kepala. “Belum pernah sama sekali. Apa itu Yesus?” Tragedi jawaban mereka menghancurkan saya. Saya terhuyung-huyung ke meja tempat tim kami sedang duduk. Diliputi rasa sedih yang hancur, saya pun menangis. Tidak, hati saya menangis. Bukan mereka, juga. Bukan anak-anak ini. Yesus telah mati bagi mereka, tetapi mereka sama sekali tidak mengenal siapa Dia. Saya berjuang untuk mendapatkan kembali ketenangan saya dan tetap berhati-hati, tetapi rasa sakit hati itu terlalu besar. Saya ingin tersungkur di lantai beton itu dan meratap.

Suatu pikiran memenuhi benak saya: “Kamu mengasihi anak-anak kecil ini karena mereka anak-anak kecil. Aku mengasihi semua orang ini karena Aku di sana saat mereka lahir. Mereka semua adalah anak-anak-Ku. Apa yang kamu rasakan terhadap anak-anak kecil ini adalah yang Aku rasakan terhadap semua orang.” Allah memberi saya sebuah jendela kecil untuk memahami kesedihan dan kedukaan yang Dia rasakan ketika jutaan manusia menjalani hidup dengan buruk tanpa pengetahuan akan firman-Nya atau tujuan-Nya bagi mereka.

Orang-orang di bumi tanpa Alkitab tidak memiliki akses terhadap kuasa firman Allah yang mengubahkan. Yesus berkata, “Aku akan mengutus engkau kepada mereka, untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan” (Kis. 26:16-18). Orang-orang yang tidak mengenal Yesus bukan hanya sekadar tidak tahu; Yesus mengatakan bahwa mereka berjalan dalam kegelapan di bawah kuasa Iblis. Mereka perlu memiliki kesempatan untuk mengetahui pengampunan yang sama yang telah Yesus tunjukkan kepada kita, untuk memiliki kuasa yang hanya bisa diberikan oleh Yesus untuk menjalankan kehidupan yang kudus.

Mungkin Anda tidak tahu. Mungkin Anda juga sama seperti banyak orang lainnya yang saya jumpai, yang menganggap bahwa semua orang sudah berkesempatan mendengar tentang Yesus. Bukan berarti Anda tidak peduli, tetapi Anda hanya tidak sadar. Akan tetapi, sekarang Anda tahu. Sekarang, Anda telah melihat bahwa saudara-saudara dan saudari-saudari Anda di luar sana sedang membutuhkan. Dua ribu tahun yang lalu, Yesus menugaskan Anda dan saya untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya, dan benar-benar masalah jika hari ini masih ada orang-orang yang sama sekali tidak tahu mengenai keberadaan-Nya. Itu adalah tanggung jawab saya, dan tanggung jawab Anda juga. Saya tidak akan duduk diam saat ada orang-orang yang menjalani hidup mereka tanpa mengenal Allah dan firman-Nya. Saya kira Anda juga demikian.

Saya percaya bahwa sekaranglah waktunya, dan bahwa generasi kitalah yang akan pada akhirnya bangkit dan memastikan bahwa semua orang di mana pun berjumpa dengan firman Allah dalam bahasa mereka. Maukah Anda menjadikan murid kepada bangsa-bangsa yang tidak memiliki Alkitab di dunia bersama-sama dengan kami? Mengapa tidak bergabung dengan kami dalam perjalanan berikutnya? Mengapa tidak memberi dengan murah hati demi mereka yang belum mengenal siapa Yesus? Mungkin Tuhan memanggil Anda untuk pergi ke luar negeri. Mungkin Anda menjadi orang pertama yang akan mengajukan pertanyaan yang sangat penting itu kepada orang-orang yang masih menunggu: “Hai, pernahkah Anda mendengar tentang Yesus?” (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:

Nama situs : Pioneer Bible
URL : https://www.pioneerbible.org/articles/what-is-a-jesus
Judul asli artikel : What is a Jesus?
Penulis artikel : Dr. Greg Pruett
Tanggal akses : 20 Maret 2018