You are hereArtikel Misi / 10 Poin Visi untuk Tim Misionaris
10 Poin Visi untuk Tim Misionaris
Relevansi Berkelanjutan dari Perjanjian Serampore
William Carey (1761–1834) sering disebut sebagai bapak misi modern. Memang, ia terbukti inovatif dalam mendirikan Baptist Missionary Society pada tahun 1792 dan merintis penerjemahan Alkitab di India. Carey juga membuka jalan baru pada tahun 1800 ketika dia membantu meluncurkan misi Serampore, sebuah tim yang terdiri dari tiga keluarga yang tinggal dan melayani bersama di sebuah koloni Denmark di Serampore, dekat Kolkata (dulu bernama Kalkuta/Calcutta).
Meskipun membentuk tim misionaris pada zamannya sudah dinilai sebagai sesuatu yang inovatif, rumusan Carey pada tahun 1805 tentang -- Surat Perjanjian Serampore -- juga lebih maju daripada zamannya. Setelah pengantar singkat yang mengakui kedaulatan Allah dalam keselamatan dan keharusan untuk memberitakan Injil, Carey memaparkan 10 -- prinsip utama -- yang merupakan gabungan antara keyakinan, nilai, dan strategi untuk pelayanan tim Serampore di India.
Pasal 1: Ketersesatan
Menekankan "berharganya jiwa", Carey terus-menerus mengingatkan tentang ketersesatan rohani dan takdir kekal orang India kepada tim mereka sehingga mereka akan bekerja dengan segera. Tanpa lepas dari fokus itu, dia juga menyemangati rekan-rekannya dengan kebenaran tentang kebangkitan dan kuasa Allah yang maha dahsyat untuk menyelamatkan. Sebuah refleksi dari teologi Reformednya, nilai-nilai ini juga menginformasikan ucapannya yang terkenal, -Harapkan hal-hal besar dari Allah, usahakan hal-hal besar untuk-Nya.-
Pasal 2: Etnografi
Perjanjian tersebut mendorong untuk mempelajari budaya, pandangan dunia, dan agama India untuk -- dapat berkomunikasi dengan [orang India] dengan cara yang dapat dipahami.- Carey mengajak timnya untuk memelajari budaya tuan rumah mereka dengan cara berdialog dengan masyarakat setempat, membaca buku-buku karya para penulis India, dan menumbuhkan kebiasaan observasi. Hari ini, kita menyebutnya sebagai studi etnografi yang mengarah pada kecerdasan budaya. Meskipun Carey tidak pernah dilatih secara formal dalam antropologi budaya, karena pentingnya hal ini, dia mengabdi selama 30 tahun sebagai profesor bahasa dan budaya di Fort William College.
Pasal 3: Kontekstualisasi
Carey meminta tim Serampore untuk meniru rasul Paulus, menjadi -- segala sesuatu bagi semua orang- (1 Kor. 9:22, AYT). Selain membangun jembatan, Carey menambahkan bahwa mereka juga harus -- menjauhkan diri dari hal-hal yang akan meningkatkan ... prasangka terhadap Injil.- Dalam konteks Hindu, ini berarti menghindari kekejaman terhadap hewan dan tidak menyerang kepercayaan Hindu.
Pasal 4: Ketekunan
Carey menyadari bahwa tim pelayanan ini bisa terlena dengan perhatian yang biasa-biasa saja pada pelayanan atau bahkan menjadi lelah secara fisik karena iklim India yang panas. Dia menasihati rekan-rekannya untuk mengejar -- semua kesempatan untuk berbuat baik-, bekerja keras dan rajin setiap hari dalam mengkhotbahkan Injil dan melaksanakan pelayanan mereka.
Pasal 5: Proklamasi
Meskipun Carey merasa penting untuk memahami dan terhubung dengan budaya India, dia percaya bahwa fokus utama dari pesan mereka, -tema utama dari khotbah kita-, seharusnya adalah -- Kristus yang disalibkan.- Mengikuti para rasul, Paulus, para Reformis Protestan, dan John Wesley, Carey percaya bahwa pesan terpenting yang dapat didengar oleh seorang Hindu adalah bahwa Kristus telah mati dan membayar hukuman atas dosa.
Pasal 6: Relasi
Carey percaya bahwa selain mendengarkan pesan Injil, orang India harus melihat realitas Kristus di tim Serampore. Ini hanya bisa terjadi melalui kedekatan relasional yang disengaja. Carey ingin teman-teman India mereka "merasa betah berada di sekitar kami" dan agar tim "mudah diakses". Dalam hal ini, mereka meniru sikap Paulus terhadap orang Tesalonika: -Jadi, dalam kasih sayang yang besar kepadamu, kami ingin memberikan kepadamu bukan saja Injil Allah, melainkan juga hidup kami sendiri karena kamu telah sangat kami kasihi- (1 Tes. 2:8, AYT).
Pasal 7: Pemuridan
Carey juga menekankan pemuridan—-membangun, dan mengawasi ... jiwa.- Seperti orang tua rohani, tim harus sabar dan berjalan dengan orang percaya baru. Mereka harus mengasuh murid-murid mereka dalam (memelajari) Kitab Suci dan dalam mengikuti teladan Kristus. Carey percaya pemuridan harus dilakukan secara holistik. Bersamaan dengan pengajaran Kitab Suci, tim akan membantu murid-murid mereka untuk menjadi warga negara yang baik, menghormati otoritas, dan mendapatkan pekerjaan yang menguntungkan.
Pasal 8: Pribumi
Dalam poin terpanjang dalam Perjanjian tersebut, yang mengambil hampir seperempat dari keseluruhan dokumen, Carey menekankan bahwa India harus dijangkau melalui para misionaris pribumi. Dia menulis, -Hanya melalui para pengkhotbah pribumi kita dapat berharap untuk penyebaran Injil secara universal di seluruh benua yang luas ini.-
Mengantisipasi strategi tiga-sendiri yang diumumkan pada pertengahan abad ke-19 (bahwa gereja harus memimpin sendiri, mandiri, dan berkembang sendiri), Carey percaya bahwa para pemimpin gereja nasional harus -- memilih pendeta dan diaken mereka dari antara orang-orang sebangsa mereka sendiri, agar firman dapat diberitakan dengan jelas, dan hukum Kristus dilaksanakan di setiap gereja, oleh pendeta pribumi.- Semua itu harus dilakukan -- tanpa campur tangan -- misionaris asing.
Selain menetapkan pendeta nasional, misionaris India juga harus diutus -- ke ujung-ujung -- negara, melibatkan budaya dan memberitakan Injil. Dengan nilai-nilai ini, Carey mengantisipasi visi Hudson Taylor untuk menjangkau seluruh China dan semboyan Konferensi Misionaris Dunia Edinburgh 1910, -penginjilan dunia dalam generasi ini.-
Pasal 9: Penerjemahan
Untuk menjangkau seluruh India, tim Serampore perlu -- bekerja sekuat tenaga [mereka] dalam meneruskan penerjemahan Kitab Suci -- dalam setiap bahasa nasional. Meskipun Carey tidak terlatih dalam linguistik, dia mengerjakan penerjemahan Alkitab dalam 36 bahasa India, termasuk Alkitab lengkap dalam tiga bahasa dan Perjanjian Baru lengkap dalam 23 bahasa. Setelah penerjemahan selesai, Carey juga mengembangkan strategi untuk mendistribusikan Kitab Suci ke seluruh negeri.
Pasal 10: Spiritualitas
Carey mendesak agar karya misi di India harus diselesaikan melalui doa yang sungguh-sungguh dan -- peningkatan kesalehan pribadi.- Untuk menjadi misionaris yang setia dan bahkan efektif, tim Serampore pertama-tama harus memperhatikan kehidupan rohani mereka.
Masih Berharga
Carey menutup Perjanjian ini dengan komitmen untuk mengejar pekerjaan misi demi kemuliaan Allah. Komunitas Serampore mengenang visi dan panggilan mereka dengan membaca dokumen tersebut tiga kali dalam setahun selama ibadah pada hari Minggu.
Meskipun beberapa prinsip Carey (misalnya, studi etnografi, misionaris nasional, dan penerjemahan Alkitab) cukup inovatif untuk misi awal abad ke-19, Perjanjian tersebut mungkin lebih inovatif karena mengintegrasikan spiritualitas Kristen, hasrat untuk kemuliaan Allah, beban bagi jiwa, refleksi teologis, dan misiologi dalam satu dokumen. Kesepakatan tersebut menjadi sebuah rencana strategis yang ringkas, sebuah memo kesepahaman, untuk tim Serampore. Sampai hari ini, perjanjian itu tetap menjadi model yang berguna untuk tim misi dan layak untuk kita renungkan baik-baik. (t/Jing-jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
Alamat situs | : | https://thegospelcoalition.org/article/vision-missionary-teams |
Judul asli artikel | : | 10-Point Vision for Missionary Teams |
Penulis artikel | : | Ed Smither |
- Login to post comments
- 1396 reads