You are hereArtikel / Yesus, Salah Seorang dari Kita

Yesus, Salah Seorang dari Kita


Kemanusiaan kita bukanlah masalah kita dalam penginjilan. Faktanya, jika kita dapat belajar menjadi manusia seperti yang Allah rencanakan, kita akan menyadari bahwa kemanusiaan kita bukanlah sebuah masalah -- melainkan keuntungan! Manusia yang paling manusia di antara semua manusia tidak punya masalah dengan siapa dirinya yang sebenarnya.

Walaupun Yesus membawa sifat ketuhanan, Dia juga datang kepada kita sebagai manusia seutuhnya. Yesuslah yang menjadi model kita mengenai apa artinya menjadi manusia. Dengan mengikuti pimpinan-Nya, kita tidak hanya akan memiliki karakter Allah, tetapi juga membuat kita sendiri lebih nyaman dengan kemanusiaan kita. Saat Allah membebaskan kita menjadi manusia autentik sebagaimana yang Dia desain, kita akan menemukan bahwa penginjilan akan mulai mengalir secara alami dari siapa kita sesungguhnya.

Yesus mengatakan sama seperti Bapa mengutus Dia ke dalam dunia, maka Dia juga mengutus kita (Yohanes 17:18). Lalu, bagaimana Bapa mengutus Dia? Pada dasarnya, Yesus menjadi salah satu dari kita. Firman itu menjadi manusia (Yohanes 1:14). Allah menjadi manusia. Implikasi dari inkarnasi adalah luas, tetapi satu wilayah yang sangat memengaruhi penginjilan adalah: Yesus mengizinkan kita menjadi manusia. Namun, kita bergumul untuk yakin bahwa Allah bermaksud menjadikan kita manusia sejati. Kita pikir untuk berbicara dengan Allah, kita harus memakai pakaian hari Minggu kita yang terbaik. Sebagai makhluk ciptaan yang terdiri dari darah dan daging, kita takut tidak bisa memuaskan Allah. Kita takut kalau kita senang tertawa, jalan-jalan bersama teman, minum teh, dan membaca buku yang baik hanya untuk kesenangan saja, mungkin Allah amati kita dari atas dengan cemberut. Kita lupa bahwa ide menjadikan manusia itu ide Allah, bukan ide kita. Dia tidak membentuk kita sebagai malaikat yang hanya beroperasi dalam bentuk roh. Dia juga tidak membuat kita seperti binatang tanpa kehendak atau akal. Allah menjadikan kita sebagai manusia. Bagaimana kita mengetahui apa artinya menjadi manusia seutuhnya adalah dengan melihat kepada Yesus.

Fakta bahwa Allah menjadi manusia juga memengaruhi cara kita membagikan iman kita. Allah tidak mengirim telegram atau menghujani kita dengan buku penginjilan dari surga atau menurunkan jutaan stiker mobil dari langit bertuliskan, "Senyum, Yesus mengasihimu". Dia mengutus seorang manusia, anak-Nya, untuk mengomunikasikan pesan. Strateginya belum berubah. Dia masih mengutus laki-laki dan perempuan -- sebelum Dia mengirim traktat dan teknik -- untuk mengubah dunia. Kita mungkin berpikir strateginya berisiko, tetapi itu masalah Allah, bukan masalah kita.

Di dalam Yesus, kita memiliki model bagaimana cara berhubungan dengan dunia, dan model ini adalah model keterbukaan dan identifikasi. Yesus adalah manusia yang luar biasa terbuka. Dia tidak berpikir bahwa jika Ia mengatakan kebutuhan fisik-Nya kepada orang lain lantas Ia tidak rohani (menyadari Dia benar-benar Anak Allah -- Yohanes 4:7). Dia tidak takut kehilangan citra-Nya yang luar biasa di Taman Getsemani (Markus 14:32-52). Inilah model keilahian yang sejati bagi kita. Kita melihat Dia meminta dukungan dan menginginkan orang lain melayani Dia. Maka, kita harus belajar menjalin hubungan dengan orang lain secara transparan dan tulus karena itulah gaya Tuhan berhubungan dengan kita.

Yesus memerintahkan kita untuk pergi dan berkhotbah, bukan berkhotbah lalu pergi. Kita tidak menyampaikan Injil dengan cara berteriak dari jarak aman dan terhormat, dan dalam keadaan terpisah. Kita harus cukup membuka diri membiarkan orang melihat bahwa kita pun manusia biasa yang bisa tertawa dan terluka atau menangis. Jika Yesus meninggalkan surga dan segala kemuliaan-Nya untuk menjadi salah satu dari kita, tidakkah kita seharusnya juga bersedia meninggalkan zona nyaman di antara teman gereja kita atau kelompok diskusi Alkitab kita untuk pergi menjangkau orang lain?

Memang ada kerancuan apa artinya menjadi rohani. Kita merasa lebih rohani jika membawa teman kita yang belum percaya ke diskusi Alkitab atau ke gereja dibandingkan pergi bermain atau makan pizza. Sama seperti kita tidak mengerti alasan alami kita berhubungan dengan dunia, kita pun tidak mengerti alasan alami kita berhubungan dengan Tuhan. Sekali lagi, Dia menjadikan kita manusia. Karena itu, Dia tertarik pada semua aspek kemanusiaan kita. Inilah bagian dari kemanusiaan kita -- kotoran dan kemuliaan sehari-hari yang kita hadapi begitu keluar rumah setiap pagi -- yang Tuhan gunakan untuk membentuk kehidupan kudus di dalam diri kita. Kita tidak berani membatasi Dia hanya dengan pemahaman Alkitab dan diskusi dengan orang kristen. Dia menciptakan kehidupan dan Dia rindu dimuliakan dengan seluruh totalitas yang bertambah kepada kehidupan. Kekuatan serta kehadiran-Nya akan datang bertabrakan dengan dunia saat kita membiarkan Dia hidup sepenuhnya dalam setiap aspek kehidupan kita.

Bagaimana kita bisa berhubungan dengan orang dengan cara yang dapat mengubah dunia? Yesus melakukannya dengan dua cara: dengan cara identifikasi-Nya yang radikal dengan laki-laki dan perempuan, dan dengan perbedaan diri-Nya sendiri yang radikal. Yesus nampaknya merespons orang dengan memerhatikan lebih dahulu kesamaan umum apa yang Dia miliki dengan mereka (Yohanes 4:7). Namun, sering kali dalam kesamaan umum itu, perbedaan Yesus akan nampak nyata (Yohanes 4:10).

Saat orang melihat kemanusiaan Yesus yang benar, mereka mulai mengenali ketuhanan-Nya. Kekudusan Tuhan jadi menggetarkan dan menembus saat Yesus menghadapi seseorang pada derajat kemanusiaan mereka sendiri. Namun, intinya, baik identifikasi radikal-Nya maupun perbedaan radikal-Nya, dibutuhkan untuk mengubah dunia, begitu pula dengan kita.

Diambil dari:

Judul buku : Keluar dari Tempat Garam Masuk ke dalam Dunia
Judul bab : Yesus -- Paling Manusia di antara Kita
Penulis : Rebecca Manley Pippert
Penerbit : Yayasan Komunikasi Bina Kasih
Halaman : 35 -- 37