PANGGILAN DARI MYANMAR
Tanggal 17-30 Juni 1999, secara tak terduga saya dikirim ke Myanmar
untuk membantu pelayanan di sana, karena 2 orang pendeta yang
dijadwalkan ke sana berhalangan untuk pergi. Saya sama sekali tidak
pernah membayangkan bahwa saya akan pergi ke Myanmar; saya tidak
mengenal dengan baik negara maupun orang-orangnya dan saya juga
tidak tahu apa yang bisa saya bantu di sana. Tapi karena segala
sesuatunya begitu mendadak, saya cepat-cepat mengurus visa, mengepak
barang-barang, dan menyerahkan segala sesuatunya ke dalam tangan
Tuhan lewat doa.
Setibanya di bandara Myanmar, saya diharapkan bertemu dengan seorang
bernama Thomas Yen, tetapi saya tidak mengenalnya. Saat keluar dari
pintu gerbang, saya melihat sekelompok orang dan saya mendekati
seseorang yang menurut saya paling mungkin bernama Thomas Yen.
Ternyata dia memang Thomas, karena setelah saling memberi salam
"Haleluya", kami merasa seperti teman lama. Di dalam Tuhan kita
benar-benar satu keluarga!
Pagi berikutnya, Thomas dan saya mengunjungi seorang saudari dari
Taiwan yang sudah menikah dan pindah ke Myanmar. Kami berbincang-
bincang tentang iman, berbagi pengalaman tentang kebesaran dan
kemurahan Tuhan, dan saling menguatkan di dalam Tuhan. Kami juga
berdoa memohon agar Tuhan tetap menjaga saudari ini dalam kasih-Nya
dan membawa seluruh keluarganya kepada Kristus.
Siang itu dalam perjalanan pulang menuju rumah Thomas, turun hujan
badai yang sangat dahsyat dengan petir dan guruh sehingga jalan-
jalan menjadi banjir dan mengakibatkan mobil kami mogok. Beberapa
pekerja Myanmar berbaik hati membantu kami mendorong mobil ke
pinggir jalan sehingga kami dapat menyalakan mesin mobil lagi dan
akhirnya pulang ke rumah Thomas dengan selamat. Malam itu kami pergi
ke kemah doa di Shwebogan. Sesampainya di sana, ternyata aliran
listrik sedang padam. Ini adalah hal yang biasa terjadi setelah
hujan badai terjadi seperti tadi siang.
Pada hari kedua, sebelum subuh kami sudah berangkat ke Utara Myanmar
untuk mengikuti kebaktian Sabat. Perjalanan ini ditempuh dengan
pesawat terbang. Ketika kami turun dari pesawat di Kalaymyo, saya
melihat bahwa "bandara" di sana hanya berupa pagar kayu (yang
berfungsi sebagai pintu gerbang), sebuah pondok dari kayu, dan
bangku-bangku kayu.
Bersatu dalam Roh dan Kasih
Karena hukum di Myanmar melarang orang asing tinggal di gereja,
Thomas dan saya menurunkan koper-koper kami di hotel setempat.
Selama pemadaman, tidak ada listrik untuk menyalakan kipas angin,
sehingga udara menjadi luar biasa panas. Di musim kemarau ada banyak
sekali nyamuk malaria, maka kami selalu minum pil anti malaria dan
memohon agar Tuhan melindungi kami dari penyakit sehingga dapat
melakukan pekerjaan-Nya.
Sepanjang tepi jalan ada banyak "taxi" kecil berwarna biru -- mobil-
mobil bekas buatan Jepang yang aslinya dibuat untuk petani. Setelah
harga disetujui, kami masuk ke dalam mobil itu dan terguncang-
guncang dalam perjalanan selama 20 menit di jalan yang tidak rata.
Syukurlah, mesinnya masih bagus, dan kami bisa sampai di gereja
Taungphila tepat pada waktunya untuk mengikuti kebaktian Sabat.
Gereja di Taungphila adalah sebuah bangunan bertingkat 2 yang
terbuat dari kayu, aulanya terletak di lantai 2. Sebuah papan nama
besar tergantung di depan pintu bertuliskan Gereja Yesus Sejati
dalam bahasa Burma, dan di bawahnya tertulis, "Marilah kepada-Ku,
semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan
kepadamu" (Mat. 11:28). Bagian depan lantai dasar adalah ruang tamu
kecil, dan bagian belakangnya adalah ruang makan dan dapur dengan
atap rumbia. Ruang makan ini digunakan untuk tempat persekutuan dan
seminar.
Walaupun bangunannya sederhana, gereja ini sangatlah indah.
Jemaatnya sendiri hidup miskin dan sederhana dalam pondok-pondok
yang kecil dan kumuh. Di atas pintu depan rumah-rumahnya, mereka
meletakkan plang dengan nama gereja tertulis di atasnya. Mereka
sangat bangga menjadi jemaat Gereja Yesus Sejati, dan mereka
menyaksikannya kepada orang lain, dengan demikian menyebarkan
keharuman Kristus. Di dinding-dinding kayu rumahnya, mereka
menuliskan ayat-ayat Alkitab atau kalimat-kalimat yang mengungkapkan
kasih mereka kepada Tuhan. Walaupun kehidupan mereka sangat miskin
dan sederhana, hati mereka penuh dengan sukacita yang berlimpah.
Lebih dari 120 jemaat di Taungphila adalah penduduk asli, dan
reputasi kota ini menjadi baik sejak ada banyak jemaat gereja di
sana. Sebelum kebaktian dimulai, kita akan mendengar suara doa dan
puji-pujian yang dinyanyikan dengan sepenuh hati. Jemaat-jemaat ini
mempersembahkan segenap hati, jiwa, dan tenaga mereka dalam memuji
dan memanjatkan syukur kepada Tuhan. Tidak ada piano, organ, atau
keyboard di aula gereja, hanya sebuah drum besar dan gitar. Waktu
itu saya mempelajari beberapa lagu baru. Kami sungguh-sungguh
dipersatukan dalam Roh dan dalam kasih, dan saya merasakan kasih dan
keramahan yang luar biasa dari saudara-saudari di sana.
Kedamaian dan Sukacita dalam Roh
Selama kunjungan singkat di gereja Taungphila ini, kami mengadakan
seminar Alkitab tentang dasar-dasar kepercayaan, seminar untuk para
pekerja gereja, kebaktian kebangunan rohani, dan kebaktian pekabaran
Injil. Saat kebaktian kebangunan rohani, ada 19 orang dibaptis dan
11 orang menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi.
Selesai kebaktian kebangunan rohani, kami mengadakan kebaktian
pekabaran Injil selama 3 hari di Nud Kyi Kone. Karena di sana tidak
ada listrik, kami menggunakan lampu minyak. Setiap malam hadir lebih
dari 100 orang simpatisan yang lapar dan haus akan kebenaran. Jemaat
daerah ini sedang mencari sebidang tanah untuk membangun gedung
gereja. Kami berdoa agar Tuhan membimbing usaha mereka ini sehingga
nama Tuhan dapat dipermuliakan.
Setiap hari Thomas dan saya berangkat pagi-pagi buta dan baru pulang
setelah larut malam, tapi kami tidak pernah merasa lelah. Kami
sungguh-sungguh mengalami kata-kata Rasul Paulus: "Sebab Kerajaan
Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran,
damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus" (Roma 14:17). Sungguh
mengharukan melihat bagaimana para pekerja dan jemaat mendengarkan
kebenaran dengan begitu penuh perhatian dan memiliki hati yang
demikian bersungguh-sungguh untuk belajar. Mereka sungguh telah
"memilih bagian yang terbaik" (Luk. 10:42).
Lahan yang Subur untuk Penginjilan
Saat ini ada satu gereja di Taungphila, satu gereja di Pyindaw Oo,
dan ada kemah doa di enam area: Pyidawtha, Sakhamayi, Tiddicm,
Falam, Nud Kyi Kone, dan Yangon Shwebogan. Secara keseluruhan ada 69
keluarga Kristen di wilayah ini.
Mereka ini membutuhkan perhatian kita dan lebih banyak pekerja untuk
mengabarkan Injil. Karena di Myanmar tidak ada pekerja penuh waktu
ataupun pendeta, Majelis Internasional menunjuk Majelis Pusat
Singapura untuk membantu pekerjaan di Myanmar. Mereka membutuhkan
bantuan dalam bidang literatur, pendidikan agama, persekutuan
pemuda, dan pelatihan pekerja. Sungguh, "Tuaian memang banyak,
tetapi pekerja sedikit" (Mat. 9:37). Kami berharap agar saudara-
saudari di seluruh dunia dapat menajamkan telinga mereka kepada
panggilan dari "Makedonia" ini.
Jemaat Myanmar menjalani kehidupan yang keras dan miskin, tetapi
mereka adalah orang-orang yang berhati polos dan mereka berdoa
dengan sungguh-sungguh, bersandar kepada Tuhan. Karena mereka begitu
lapar dan haus akan kebenaran, anugerah Tuhan melimpah-limpah dalam
kehidupan mereka. Walaupun Myanmar adalah negara yang mayoritas
penduduknya beragama non-Kristen, Myanmar adalah lahan yang subur
untuk penginjilan.
Saya sungguh bersyukur atas bimbingan dan perlindungan Tuhan selama
2 minggu di Myanmar dan juga atas kasih dan keramahan Sdr. Thomas,
istrinya, dan jemaat setempat. Walaupun kami datang dari latar
belakang kebudayaan yang berbeda, Injil Keselamatan tidaklah
dipisahkan oleh kebangsaan. Tidak menjadi masalah apakah kita orang
Yahudi atau bukan, hamba atau orang merdeka, laki-laki atau
perempuan; kita adalah satu tubuh di dalam Kristus Yesus. Allah
telah membeli kita dengan darah-Nya dari tiap-tiap suku dan bahasa
dan kaum dan bangsa (Wah. 5:9). Dan orang akan datang dari Timur dan
Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di
dalam Kerajaan Allah (Luk. 13:29).
Kiranya Tuhan memberkati jemaat dan pekerjaan-Nya di Myanmar dengan
berlimpah, sehingga mereka dapat berakar dan berbuah, menyebar-
luaskan Injil Kerajaan Allah dan memuliakan nama Tuhan.
Diedit dari Sumber:
Judul Buletin |
: |
Warta Sejati, Edisi 34/ Jan - Feb 2003 |
Judul Artikel |
: |
Panggilan Dari Myanmar |
Pengarang |
: |
Che Fu Ming -- Taiwan |
Penerbit |
: |
Departeman Literatur Gereja Yesus Sejati Indonesia |
Halaman |
: |
37 - 40 |
e-JEMMi 08/2004