You are hereArtikel Misi / Menjadi Pemimpin 1
Menjadi Pemimpin 1
"Kepemimpinan adalah mengetahui cara untuk menuju tempat kita yang seharusnya dari tempat kita berada." (Steve Chalke)
Betapa besarnya kebutuhan untuk mendapatkan orang yang bersedia melayani sebagai pemimpin. Jika Anda menginginkan bukti betapa terbatasnya para pemimpin yang potensial, perhatikanlah proses yang menyakitkan ini melalui perjuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk menemukan seorang Sekretaris Jenderal yang baru, atau proses yang dijalani oleh Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, untuk memilih segelintir orang yang memenuhi syarat dan bersedia mengisi kantor-kantor pemerintahan tertinggi. Kebanyakan lembaga Kristen, terutama organisasi-organisasi misi, menyerukan perlunya keberadaan lebih banyak pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan. Terdapat sebuah kebutuhan agar lebih banyak orang Kristen mengambil posisi kepemimpinan, bukan sebagai penghormatan atau hadiah, namun sebagai sebuah cara untuk melayani Tubuh Kristus dengan berbagai anugerah dan pelayanan yang diberikan pada mereka. Banyak orang yang tidak pernah mengharapkannya akan menjadi pemimpin, terutama dalam gereja lokal mereka. Menjadi seorang pemimpin di rumah mungkin membuktikan sebuah tantangan terbesar.
Kita memerlukan lebih banyak penekanan di gereja tentang pelatihan kepemimpinan, untuk tua maupun muda. Saya teringat pada para pemimpin gereja di Tesalonika, yang berkirim surat dengan Paulus. Mereka adalah orang yang belum lama bertobat. Pelatihan dapat dimulai dengan kaum muda. Saya berkomitmen pada tugas untuk melatih tentang kepemimpinan, yang memang seharusnya menjadi bagian diri mereka, sementara pada saat yang bersamaan, memberi mereka gambaran akan kebenaran pada sebuah visi yang mendunia. Gereja akan menjadi sebuah pembangkit, jika kita bisa menggabungkan pengajaran Alkitab yang menciptakan para pemimpin rohani yang dinamis di negara mereka masing-masing, dengan semacam visi yang kita baca di Kisah Para Rasul 1:8. Hal ini akan mengarahkan gereja pada sebuah dorongan besar ke depan menuju misi yang luas. Terdapat sebuah kebutuhan akan para pemimpin yang akan "menggerakkan umat Tuhan pada misi yang imajinatif dan penuh dengan petualangan."
Dipenuhi oleh Roh
Banyak yang harus saya ulas dalam artikel ini, yang membahas kenyataan sulit tentang menjadi seorang pemimpin di gereja dan di pelayanan misi masa kini. Bagaimanapun juga, saya tidak akan selesai tanpa mengingatkan Anda akan banyaknya sumber yang tersedia untuk para pemimpin dalam Kristus. Selama bertahun-tahun menjadi direktur Operation of Mobilisation, saya telah menghabiskan banyak waktu dalam pelatihan para pemimpin. Kadang-kadang ketika berbicara dalam sebuah pertemuan para pemimpin, saya akan berurusan dengan kemampuan-kemampuan karakter dan spiritual yang diperlukan oleh para pemimpin dalam pekerjaan Tuhan. Kedua hal tersebut sangatlah penting. Terkadang, saya juga membahas hal-hal yang detail mengenai bagaimana mengambil keputusan sebagai seorang pemimpin, dan bagaimana mengatur diri Anda. Hal ini juga penting. Lebih sering lagi, saya juga menemukan diri saya berbicara pada para pemimpin tentang perlunya mereka untuk mengerjakan hal-hal mendasar dalam kehidupan kekristenan -- pertumbuhan rohani mereka dan berjalan dengan Tuhan. Tidak ada hal yang lebih penting untuk para pemimpin selain hal ini. Kemudian, dalam hubungan mereka dengan orang lain, para pemimpin harus melakukan segala hal yang mungkin untuk memperbaiki akhlak, membangun, dan menolong orang untuk semakin serupa dengan Yesus Kristus: memberikan pertimbangan penuh pada kondisi yang berbeda, di mana orang bekerja dalam organisasi dan pergerakan yang dibangkitkan Tuhan, untuk bekerja bersama dalam tugas penginjilan dunia.
Lebih dari semua itu, apa yang ingin saya tekankan ketika berbicara kepada para pemimpin adalah, "hendaklah kamu penuh dengan Roh" (Efesus 5:18), karena Rohlah yang berkuasa atas semua pelayanan Kristen. J. Oswald Sanders dalam bukunya, "Spiritual Leadership" memberi judul salah satu bagian dari bukunya yang membahas Roh Kudus dengan "Kebutuhan yang Tak Tergantikan". Dia mengatakan bahwa terdapat banyak kemampuan yang dibutuhkan oleh para pemimpin rohani, namun hanya ada satu yang tak tergantikan -- bahwa mereka harus dipenuhi dengan Roh. Saya yakin bahwa terdapat banyak kebutuhan akan kesadaran yang lebih besar tentang Roh Kudus dan karya-karya-Nya di antara orang percaya. Setiap kita harus diajarkan bahwa hal ini adalah sebuah hak istimewa untuk mengenal kepenuhan Roh Kudus setiap hari, ketika Dia mengagungkan Tuhan Yesus dan menjadi pemimpin yang berdaulat atas hidup dan hal-hal yang terjadi dalam hidup kita. Kepenuhan ini tidak hanya berhubungan dengan emosi dan kehidupan rohani yang mendasar, namun juga berhubungan dengan realitas tersembunyi tentang bagaimana kita hidup dari hari ke hari (Galatia 5:22-25), dalam membuat berbagai rencana, serta perkembangan strategi dalam karya iman Kristen kita. Para pemimpin harus bergantung pada Roh Kudus untuk memimpinnya ketika ia bergerak dalam pelayanan misi. Sangatlah jelas dari Kitab Kisah Para Rasul bahwa Roh Kudus memimpin pelayanan misi (Kisah Para Rasul 1:8; 13:2).
Kitab Kisah Para Rasul membuat hal itu jelas, bahwa mereka yang memimpin karya misi perlu dipenuhi dengan Roh. J. Oswald Sanders mengatakan dalam bukunya yang berjudul "Spiritual Leadership": "Sangatlah jelas dalam Kitab Kisah Para Rasul bahwa para pemimpin yang berpengaruh secara signifikan dalam pergerakan Kristen adalah orang-orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus. Ada tercatat mengenai Dia yang memerintahkan murid-murid-Nya untuk tinggal di Yerusalem sampai mereka diperlengkapi dengan kuasa dari tempat tinggi, di mana Dia sendiri telah diurapi ... dengan Roh Kudus dan dengan kuasa (10:38). Orang- orang terpilih yang berjumlah seratus dua puluh orang di ruangan atas dipenuhi dengan Roh (2:4). Petrus dipenuhi dengan Roh ketika dia berbicara di depan Sanhedrin (4:8). Stefanus, yang dipenuhi dengan Roh, mampu menjadi saksi Kristus yang luar biasa dan mati sebagai martir dengan sukacita (6:3,5; 7:55). Dengan kepenuhan Roh, Paulus memulai dan mengerjakan pelayanannya yang unik (9:17; 13:9). Rekan sepelayanannya yaitu Barnabas, dipenuhi dengan Roh (11:24). Adalah orang buta yang tidak memahami fakta-fakta mengenai syarat-syarat dan perlengkapan yang sangat mendasar bagi kepemimpinan rohani tersebut.
Beberapa orang merasa kecewa dengan tindakan pewarisan semangat penginjilan yang sering kali dihubung-hubungkan dengan pengalaman kepenuhan Roh Kudus pada gereja mula-mula. Namun seperti yang dijelaskan di buku "Unseen Warfare", hilangnya semangat ini mungkin menjadi sebuah tanda mengenai berlalunya tahap awal dan berlanjut ke tahap "pertumbuhan". Jika Anda ingin menjadi seorang pemimpin Kristen, Anda harus bertumbuh. Anda harus membiasakan diri dengan sebuah rutinitas yang tetap untuk memiliki Roh, yang memandu Anda dalam pencapaian pekerjaan dan rencana-rencana Anda setiap hari, seperti yang kita lihat dalam kitab Kisah Para Rasul. Hal ini haruslah menjadi pemenuhan yang tetap setiap hari, dan bukan pencarian yang didasari rasa gelisah akan "pengalaman" yang baru. Banyak orang merasa bahwa mereka memerlukan sebuah sentuhan yang baru dalam hidup mereka, dan pergi dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya untuk mencari sesuatu yang baru. Tentu saja saya tidak mengecualikan kemungkinan pengalaman-pengalaman genting dengan Tuhan, namun terdapat beberapa kebutuhan untuk menjadi suatu "program yang berkelanjutan untuk pertumbuhan rohani", mengutip subjudul dari buku karya Ralph Salli, "From Now On". Ketika Tuhan menyelamatkan Anda dan menaruh Roh Kudus ke dalam hidup Anda, Dia menaruh bola ke dalam lapangan permainan Anda. Dia mungkin menunggu Anda untuk memukul bola itu kembali. Dalam analogi yang lain, mungkin saja Tuhan sedang mendesak Anda, seperti ketika Nehemia mendesak orang Israel, untuk "bangkit dan membangun" (Nehemia 2:18).
Kenyataan yang Sulit bagi Para Pemimpin
Tentu saja kepemimpinan yang penuh dengan Roh tidak semudah kelihatannya. Tozer membahasnya dalam bukunya, "Leaning into the Wind". Judul ini mengingatkan saya akan tindakan nekat saya yang berubah menjadi bencana, ketika saya mencoba melakukan selancar angin pada saat badai. Sepertinya mudah, namun saya tidak dapat tegak lebih dari beberapa menit dalam setiap usaha saya. Tidak semudah kelihatannya atau kedengarannya. Ada banyak realitas yang keras yang harus dihadapi siapa pun yang terlibat dalam kepemimpinan misi atau kepemimpinan Kristen apa pun juga.
Saya yakin akan adanya orang yang hidup dalam visi, yang ingin melihat sesuatu yang spesifik terjadi, yang harus tahu bagaimana memenangkan kesetiaan orang lain, dan yang harus tahu bagaimana cara untuk mendelegasikan dan menjadi seorang anggota tim. Yang harus kita garis bawahi adalah kita harus sungguh-sungguh memercayai orang, dan belajar bagaimana caranya untuk memercayai, mengasihi, dan menguatkan mereka.
Saya telah belajar melalui cara yang keras tentang bagaimana sebuah kata yang tidak sensitif, atau bahkan cara melihat yang salah pada wajah seseorang, dapat menjadi hal yang menyakitkan untuk orang lain dan dapat menghalangi langkah dan pelayanan mereka. Suatu kali, saya berbicara pada staf dan kru kapal Doulos dengan pokok bahasan kesetiaan, dan tanggapan yang diberikan cukup membesarkan harapan (pesan tersebut yang berupa kaset pita, telah tersebar ke seluruh penjuru dunia). Saya ingin membagikan beberapa pokok bahasan penting.
Terdapat banyak alasan mengapa membangun kesetiaan dalam karya misi cukup sulit. Pertama, ada sejumlah besar penyebab penting yang dapat mengalihkan perhatian orang Kristen dari hal-hal yang terbesar. Ada banyak hal yang mendapatkan perhatian orang, yang membuat dunia penginjilan hanya menjadi salah satu darinya. Banyak orang Kristen yang terlibat total dalam kampanye anti aborsi, dengan pokok persoalan berupa hak asasi manusia atau dengan politik. Tentu saja saya tidak berhak menyanggah mereka yang berfokus pada masalah-masalah ini; saya sendiri hanya terfokus pada diri mereka. Namun, ketika hal-hal ini membuat orang Kristen menganggap kurang penting dunia penginjilan dan hanya menganggapnya sama dengan banyak hal lain yang menarik mereka, dan mencemooh mereka yang terlibat di dalamnya, saat itulah saya mulai khawatir. Dalam keadaan seperti inilah, beberapa orang Kristen sangat mungkin merasa bahwa sebuah penekanan pada penginjilan dunia adalah semacam bentuk ekstremisme, bahkan orang-orang yang tidak terlibat dalam pelayanan atau berada di luar gereja tidak dapat membedakan beberapa kelompok pelayanan misi dengan kelompok-kelompok kultus tertentu.
Kedua, beberapa orang Kristen yang memiliki komitmen mendasar pada dunia penginjilan, banyak di antaranya yang teralihkan perhatiannya oleh buku-buku dan kaset-kaset kaum ekstremis yang beredar, yang menyarankan bahwa satu titik sudut pandang tertentu adalah jawaban menyeluruh untuk permasalahan dalam kehidupan kekristenan, terkadang yang salah adalah bukunya, namun kadang-kadang pembacanyalah yang siap, demi rasa nyaman mereka, untuk mendedikasikan diri mereka pada beberapa sudut pandang kehidupan kekristenan yang terlalu disederhanakan. Hal ini dapat mengarah pada sebuah bentuk kerusakan pada super-spiritualitas, yang membuat orang sangat sulit untuk dimenangkan, karena kekuatan dan sempitnya sudut pandang mereka pada apa yang benar. Hal yang sama, walaupun kurang bersifat dogmatis, adalah semacam idealisme palsu yang dimiliki beberapa orang tentang kondisi dunia misi, menolak untuk mengakui dan pada akhirnya amat terkejut dengan kenyataan akan kelemahan, dukacita, dan kesalahan yang dapat terjadi dalam jenis karya ini. Kadang-kadang, hal yang sebaliknya dapat menjadi masalah, dengan orang Kristen menjadi sangat terinfeksi oleh roh sinisme dalam dunia, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk memercayai seseorang.
Kesetiaan melibatkan beberapa bentuk kepatuhan dan harus berlangsung dua arah. Ketika ketaatan pada orang tua menjadi semakin lemah, sebuah kesulitan lain dalam hal membangun kesetiaan dalam hal dunia penginjilan adalah bahwa banyak orang sulit menerima perintah apa pun dari pemimpin. Terdapat semacam harga diri dalam rangka mempertahankan diri yang dianggap sebagai kebebasan. Dalam beberapa kasus, ini adalah kesalahan sang pemimpin. Saya tahu bahwa saya sulit untuk bersikap lembut ketika memberikan perintah, khususnya ketika saya harus bekerja dengan bahasa asing. Terdapat sebuah kebutuhan untuk belajar mengenai ketaatan tanpa menjadi sok rohani ataupun manipulatif. Terdapat juga sebuah kebutuhan untuk belajar bagaimana caranya bekerja dengan sekelompok orang.
Membangun kesetiaan dan kerja sama tim dalam hal dunia penginjilan adalah sebuah tantangan yang utama untuk para pemimpin pada masa sekarang, namun ada realitas lain yang keras yang harus dihadapi oleh para pemimpin dan calon pemimpin.
Mereka harus menerima kenyataan yang sulit tentang penderitaan dalam dunia, tanpa meminimalkan atau menyembunyikannya dengan hal-hal sederhana namun basi. Para pemimpin harus mampu menghadapi kenyataan akan adanya sebuah dunia yang menderita, di mana orang-orang Kristen dari kelompok etnis yang berbeda bisa terlibat dalam pembunuhan massal satu sama lainnya. Kita tahu bahwa Tuhan dapat memulihkan hal-hal tersebut, namun seharusnya kita tidak memperkecil dampaknya pada orang, atau berpura-pura bahwa hal-hal tersebut tidak memengaruhi kita.
Dalam bukunya, "From Tragedy to Triumph", Frank Retief, seorang pemimpin gereja di Afrika Selatan menuliskan pengalaman jemaatnya dalam menghadapi pembunuhan beberapa jemaat mereka dan trauma jemaat yang lainnya, ketika beberapa pria bersenjata menyerbu kebaktian mereka, melepaskan tembakan pada jemaat, dan melemparkan sebuah granat tangan dalam kerumunan orang. Dia mengatakan: "Ada sebuah perasaan yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata di antara orang Kristen tentang hal itu, jika ada penderitaan, haruslah itu mampu dihadapi dan kita seharusnya tidak mengalami kengerian yang sama, yang dialami orang-orang tidak percaya. Kebenaran yang diperoleh dari masalah ini adalah kita sering dihadapkan dengan tingkat penderitaan yang sama. Penderitaan kita tidak selalu dapat dijelaskan. Kadang-kadang penderitaan datang lebih dari yang mampu kita hadapi. Kesedihan menyelimuti kita dan kita merasa seakan-akan sedang tenggelam. Inilah kenyataan yang jelas dari pengalaman manusia di dunia ini."
Banyak orang telah ditolong dalam hal ini melalui buku-buku C.S Lewis, "Mere Christianity" dan "The Problems of Pain". Banyak orang telah datang kepada Kristus melalui buku ini. Jika kita adalah seorang pemimpin yang visioner, kita seharusnya membagikan buku-buku seperti itu. (t\Rinto)
Diterjemahkan dari:
Judul buku | : | Out of the Comfort Zone: Grace! Vision! Action! |
Judul asli artikel | : | Taking the Lead |
Penulis | : | George Verwer |
Penerbit | : | OM Books, Secunderabad-India 2000 |
Halaman | : | 47 -- 55 |
- Printer-friendly version
- Login to post comments
- 5160 reads