You are heree-JEMMi No.31 Vol.15/2012 / Mengapa Saya Mau Menjadi Hamba Tuhan?
Mengapa Saya Mau Menjadi Hamba Tuhan?
Ketika saya diminta untuk mengisi ruang kesaksian dalam sebuah buletin, saya bingung harus mulai dari mana. Apa yang harus saya sampaikan, yang bisa menjadi berkat bagi orang yang membacanya? Lalu saya teringat akan suatu kejadian yang pernah saya alami 28 tahun lalu, ketika saya memutuskan untuk masuk ke Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT). Mungkinkah ini sudah basi? Saya pikir tidak ada yang basi dalam hal mengingatkan kembali panggilan Tuhan dalam hidup saya. Justru melalui kesaksian inilah saya akhirnya bersedia diteguhkan dalam jabatan pendeta untuk lebih maksimal lagi melayani Tuhan. Juga, supaya saya tetap berjalan dalam "rel" yang semestinya. Saya pikir, setiap orang yang melayani Tuhan perlu mengingat kembali panggilannya yang mula-mula. Entah itu 1 tahun, 5 tahun, 20 tahun, atau bahkan 30 tahun yang lalu agar semangat dan kasih yang mula-mula tetap berkobar dan ingat "status saya adalah HAMBA TUHAN bukan HAMBAT TUHAN".
"Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk" (Markus 16:15b) merupakan ayat yang terus terngiang di telinga saya dan menjadi dasar mengapa saya bersedia menjadi hamba Tuhan. Saya juga sering mendengar kesaksian dari hamba-hamba Tuhan yang melakukan penginjilan ke desa-desa atau pedalaman-pedalaman, di mana masih banyak jiwa atau orang-orang yang belum diselamatkan. Mereka haus mendengarkan berita firman Tuhan, tetapi sayang, hanya sedikit sekali orang yang mau memberitakan kabar kesukaan itu. Hal-hal itulah yang membuat saya merasa "terbeban" atau memunyai tanggung jawab terhadap mereka, yang belum mendengarkan kabar kesukaan dan terhilang itu. Jiwa mereka juga perlu diselamatkan. Mereka membutuhkan Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadi. Tuhan Yesus telah menyelamatkan saya, maka saya juga memunyai tanggung jawab untuk memberitakan keselamatan itu kepada orang yang belum mendengar tentang Tuhan Yesus, agar mereka tidak tersesat dan masuk jurang kebinasaan. Banyak tetangga, teman, bahkan keluarga saya yang belum mengenal Tuhan Yesus. Saya pun merasa harus memberitakan keselamatan kepada mereka.
Alasan lain untuk menjadi hamba Tuhan adalah karena saya melihat para penginjil dan pendeta yang hidupnya sangat bahagia dan damai, meskipun sering mengalami kekurangan secara jasmani. Hal ini mendorong saya untuk bersedia menyerahkan hidup untuk melayani Tuhan Yesus dan melayani jiwa-jiwa yang perlu diinjili. Meskipun mungkin harus kekurangan, tetapi ada kedamaian bersama dengan Tuhan. Selagi ada kesempatan dan Tuhan masih memperkenankan saya hidup di dunia ini, saya akan mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk hormat dan kemuliaan Tuhan. Jika Tuhan mau pakai hidup saya, saya rela menjadi hamba-Nya. Berdasarkan hal-hal ini, maka setelah tamat SMA saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah teologi. Tujuannya agar saya dapat belajar lebih banyak tentang rahasia-rahasia firman Tuhan. Selain itu, saya juga menyadari bahwa di sekolah teologi saya perlu dididik atau digembleng dan diubahkan. Semuanya ini saya serahkan pada tangan Tuhan. Oleh karena itu, saya belajar untuk menaklukan seluruh hidup saya pada kehendak-Nya, termasuk di dalam menjalani panggilan sebagai penginjil sampai kepada panggilan untuk menerima jabatan pendeta. Komitmen saya adalah bertekad untuk tetap setia pada panggilan mula-mula, yaitu untuk melayani, memimpin, memperlengkapi, dan menggembalakan jemaat yang Tuhan percayakan, serta membawa jiwa-jiwa untuk percaya kepada Tuhan Yesus sampai tiba saatnya Tuhan memanggil saya atau sampai Tuhan Yesus datang kedua kalinya. Semuanya saya pertaruhkan untuk hormat dan kemuliaan Tuhan Yesus.
Diambil dan disunting seperlunya dari: | ||
Judul buletin | : | Stauros, Desember 2008 |
Penulis | : | Pdt. Tjhay Suk Hui |
Halaman | : | 7 |
- Login to post comments
- 22308 reads