Memulai Pelayanan Bagi Orang Miskin

Gereja membutuhkan visioner yang memilih untuk tidak bermain aman, namun bersedia mengambil risiko dan beriman kepada Tuhan dalam merintis pelayanan yang inovatif di kota, khususnya bagi orang-orang miskin yang membutuhkan bantuan.

Kehendak Tuhan bagi kebanyakan kita yang tinggal di kota adalah menunjuk kepada pelayanan bagi kaum miskin. Jika Tuhan telah memanggil Anda untuk memulai sesuatu yang baru di kota, seperti Tuhan telah memanggil saya, maka Anda akan melalui proses pemahaman akan kehendak-Nya, berjalan dalam iman, dan membangun mimpi Anda.

Berikut langkah-langkah dalam memahami dan memulai pelayanan yang penuh tantangan ini:

  1. Izinkan Roh Menaruh Visi dalam Diri Anda

    Tuhan memberi kita penglihatan akan rencana dan tujuan-Nya dalam hidup kita dan mengizinkan kita untuk bermimpi dan memiliki visi yang jelas dan konkret. Semakin spesifik doa, tujuan, dan sasaran kita untuk visi tersebut, semakin besar kemungkinannya untuk visi tersebut dapat terwujud.

    Visi adalah gambaran yang membara di hati tentang apa yang Tuhan ingin lakukan melalui Anda di tempat tertentu bersama kelompok orang yang spesifik. Visi adalah pewahyuan tentang rencana Tuhan yang dapat terjadi. Dengan memercayai dan menindaklanjuti visi tersebut, mimpi dapat terwujud. Dua visioner kuno, Abraham dan Sarah, telah mengalaminya. Saya melihat tiga benang dalam struktur kehidupan mereka yang membentuk pola masa kini dalam memahami kehendak Tuhan: panggilan untuk taat, iman terhadap visi, dan hasil yang sudah diantisipasi.

    Panggilan untuk Meninggalkan Tempat Tinggal

    Abraham dan Sarah tinggal dengan nyaman di Haran saat Tuhan memanggil mereka: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;" (Kej. 12:1). Tidak mudah bagi mereka untuk menaati panggilan itu -- banyak risiko dan pengorbanan untuk pergi ke tempat entah-berentah; di gurun.

    Sebuah "panggilan" akan selalu mengiang, bisikan dalam diri Anda yang mengatakan, "Tinggalkan rumahmu dan pergilah ke tempat yang Kutunjukkan kepadamu." Mungkin rumah yang kita tinggalkan bersifat geografis atau spiritual. Tempat yang ditunjukkan kepada kita mungkin adalah kota, pelayanan baru di lingkungan, atau cara hidup baru di mana kita berada. Yang terpenting adalah meresponi dan mengikuti visi yang lahir dari Tuhan dalam diri kita, tanpa menghiraukan risiko dan besarnya pengorbanan.

    Saat Abraham dan Sarah pergi, keponakan mereka, Lot, ikut bersama mereka. Kemudian, gembala Abraham dan Lot berselisih tentang pembagian tanah. Abraham, yang percaya akan visinya, memutuskan untuk berpisah: "Jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri." (Kej. 13:9)

    Lot melihat ke Timur dan "melihat seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir" (Kej. 13:10). Seketika itu, Lot berpisah dari Abraham dan tinggal di Yordan. Abraham memilih tinggal di Kanaan yang berbukit-bukit, yang nampak tidak sedap dipandang mata. Di situlah Tuhan menegaskan visinya: "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya." (Kej. 13:14-15)

    Ada pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa tersebut untuk visioner kota pada masa kini: mata iman tidak berfokus pada penampilan, namun pada pandangan yang luas dan penglihatan akan rencana Tuhan yang dapat terjadi. "Apa yang dapat kamu lihat secara luas, Aku dapat memberikannya kepadamu," kata Tuhan kepada orang beriman. "Apa yang tidak dapat kamu impikan, Aku tidak dapat memberikannya kepadamu."

    "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah" adalah kunci kepada keberhasilan di luar batas kemampuan manusia. Jika kita dapat memimpikan visi Tuhan dan spesifik dengan hasilnya, apa yang kita perlukan akan disediakan oleh Tuhan "yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada" (Rm. 4:17).

    Tuhan membangkitkan pemimpin yang memiliki mimpi dan visi yang spesifik, yang percaya kepada-Nya akan hasilnya. Surat Ibrani mengingatkan kita bahwa iman atau visi "adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr. 11:1).

    Saya percaya bahwa dalam diri setiap orang, tersembunyi visi Tuhan yang menunggu pemenuhan melalui iman dan ketaatan.

  2. Bangun Visi Secara Perlahan

    Setelah memahami kehendak Tuhan, kesabaran diperlukan dalam mewujudkan visi bagi pelayanan untuk orang miskin di kota. Seperti halnya janin membutuhkan sembilan bulan untuk dapat lahir sebagai bayi, butuh bertahun-tahun untuk mimpi atau visi dalam hati itu menjadi kenyataan.

    Apa yang terjadi pada Anda sama pentingnya dengan apa yang Tuhan lakukan melalui Anda. Bersabarlah menunggu Tuhan, biarkan Tuhan mengerjakan karya keselamatan dalam diri Anda, dan kemudian bangun visi Anda secara perlahan, namun pasti.

    Saat saya dan beberapa orang melayani di New York, kami memulai pelayanan dengan visi yang cukup murni. Kami membutuhkan waktu untuk mapan sebelum kami melakukan banyak pelayanan. Namun, kami melangkah semakin cepat dan kami menjadi terdesak. Hasilnya adalah krisis dalam pelayanan: banjir permintaan dan kebutuhan, sedikitnya uang, pelayanan semakin sempit, dan staf kedodoran. Selama bertahun-tahun, kami berjuang untuk bertahan sampai kami memerlambat laju pelayanan kami, kemudian mengambil waktu untuk merenung, memikirkan fokus pelayanan, dan peletakan dasar spiritual.

    Intensitas pelayanan kota dapat menghancurkan bahkan visioner paling percaya diri sekalipun. Cara untuk hidup berkemenangan adalah membiarkan visi Anda tersingkap secara perlahan, hari demi hari, tahap demi tahap, mengikuti irama Roh.

  3. Ajak Rekan Sepelayanan

    Seorang visioner tidak dapat memenuhi visi Tuhan seorang diri. Visi itu harus dibagi. Butuh waktu untuk menemukan orang yang tepat. Ajak orang yang Anda kenal dan percaya, yang berkompeten, berkomitmen, dan yang Anda percayai serta yang memberi rasa nyaman. Jangan terburu-buru mengajak orang hanya karena mereka bersemangat. Tunggu waktunya Tuhan memberikan orang yang tepat.

    Butuh waktu lebih dari setahun bagi saya untuk menemukan lima orang yang bersedia dan mampu melayani bersama di San Fransisco. Yesus sendiri membutuhkan waktu tiga tahun untuk memuridkan dua belas orang pria dan sekelompok wanita. Barulah setelah itu Yesus mengatakan kepada Petrus, "gembalakanlah domba-domba-Ku" dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku" (Yoh. 21:17; Mat. 16:18).

  4. Pilih Ladang Pelayanan

    Setelah mengajak rekan sepelayanan, langkah selanjutnya adalah secara perlahan dan penuh doa mengidentifikasi lingkungan yang akan dilayani. Tanyakan pertanyaan ini: Siapa yang Tuhan ingin kita kasihi? Lingkungan dan daerah geografis bagaimana yang nampaknya paling membutuhkan kehadiran Tuhan? Lingkungan mana yang nampak siap akan hadirnya pelayanan untuk mereka?

    Setiap kota memiliki daerah kumuh yang terabaikan. Kita bisa saja memiliki visi untuk menjangkau daerah kumuh seluruh kota, namun pelayanan kota akan efektif apabila kita fokus pada lingkungan tertentu.

    Selalu ada lingkungan dalam sebuah kota yang paling cocok untuk dilayani. Pilih daerah yang memiliki sejarah, riwayat, dan ciri khas -- yang menarik dan menantang Anda. Yang terpenting, pilih daerah kumuh yang ditinggali orang-orang miskin dan gelandangan.

  5. Tetapkan Pos Pelayanan

    Menetapkan pos pelayanan di lingkungan terpilih adalah langkah penting selanjutnya dalam memulai pelayanan kota. Idealnya, sewalah atau belilah bangunan yang memiliki corak budaya dan mudah diakses masyarakat. Orang yang berusaha Anda jangkau membutuhkan sebuah simbol komitmen dan kehadiran Anda. Masyarakat memerlukan sebuah tempat yang hidup, dan pelayanan membutuhkan tempat untuk berkembang. Sebuah pusat pelayanan akan mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

    Jika Anda mengalami kesulitan -- entah itu masalah keuangan atau yang lainnya -- seperti halnya saya saat berusaha mengembangkan pelayanan di New York dan San Fransisco, percayalah bahwa Tuhan dapat melakukan mukjizat. Mukjizat adalah karya Tuhan yang tepat pada waktunya. Dari pengalaman saya merintis pelayanan di New York dan San Fransisco, tidak ada visi dari Tuhan yang mustahil.

  6. Bangun Komunitas

    Sebelum Anda melaksanakan misi pelayanan Anda dalam sebuah lingkungan, kelompok pelayanan Anda harus menjadi sebuah komunitas.

    Apakah komunitas itu? J. B. Libanio, yang menulis tentang komunitas kristiani di Amerika Tengah dan Selatan, mendefinikan komunitas sebagai berikut: "Sebuah kesatuan beberapa orang yang dinamis, yang melalui interaksi sosial yang spontan, terintegrasi oleh ikatan persahabatan, emosional, kesamaan sejarah, dan budaya."

    Sebuah komunitas terbentuk saat sebuah kelompok kecil berintegrasi, berjalan besama, dan ingin melakukan sesuatu yang lebih besar daripada yang dapat mereka capai secara individual.

    Sebagai suatu kelompok pelayanan, kita semua harus merasa terpanggil untuk hidup di antara orang-orang yang ingin kita jangkau. Hal ini membutuhkan komitmen jangka panjang. Komunitas berarti komitmen kepada satu dengan yang lain dan kepada rencana rekonsiliasi Tuhan. Komunitas diperlukan sebelum penyembahan dan misi dapat terjadi dengan benar. Sebuah kelompok pelayanan yang berharap untuk menjangkau sebuah kota dan lingkungan dengan kasih Tuhan, harus terlebih dahulu mengasihi dan menghargai anggotanya.

    Perbedaan dalam kepribadian, teologi, latar belakang, standar kerja dan kebersihan, talenta, dan panggilan dapat menghancurkan sebuah komunitas. Namun hal itu dapat diatasi dengan komitmen bersama terhadap proses dan berfokus pada visi Tuhan.

  7. Biarkan Misi Mengalir

    Sebuah kelompok Kristen kecil yang diorganisasi bagi misi dan setidaknya bertemu untuk menyembah, berdoa, dan saling menguatkan seminggu sekali, memiliki potensi untuk memahami visi Tuhan serta apa dan bagaimana Tuhan terlibat di dalamnya. "Handbook for Mission Groups" karya Gordon Cosby menjelaskan setiap langkah bagaimana sebuah komunitas terbentuk dan menemukan pelayanannya.

    Awalnya, sebuah kelompok berkumpul bersama visioner yang sudah mendapat visi Tuhan untuk melayani dan menyuarakannya dalam beragam cara -- dalam percakapan pribadi, dalam kepemimpinan, atau dalam nubuatan.

    Jika tidak ada yang meresponi, orang yang terpanggil itu menunggu beberapa saat untuk orang lain menceritakan panggilannya. Saat dua atau tiga orang meresponi, mereka memulai hidup mereka bersama, "saling mengasah talenta, dan berdoa bagi kejelasan dalam mendengar kehendak Tuhan bagi misi mereka".

    Panggilan itu mungkin dimulai saat seseorang mendengar bisikan (gambar, perasaan) Tuhan yang terus mengiang, yang mengatakan "berilah makan orang yang kelaparan", "sediakan tempat tinggal bagi gelandangan", atau "hiburlah penderita AIDS". Saat orang lain meresponi panggilan itu, implikasi dan perkembangannya akan terlihat. Prinsip penting dalam kelompok misi memerlukan komitmen bersama dan tanggung jawab bersama yang diterima oleh setiap anggota. "Hal ini dapat dilakukan hanya dengan mengenali talenta setiap anggota," kata Cosby. "Bahkan jika satu atau dua anggota tidak mengenali talenta mereka," peringatnya, "masalah gengsi dan iri hati akan mencuat ke permukaan."

    Orang yang memiliki multitalenta akan menghadapi godaan untuk memenuhi kepuasan ego dengan melakukan segala sesuatu seorang diri daripada bersama-sama. Tanpa komitmen untuk hidup dan melakukan misi bersama, sebuah kelompok misi tidak akan berhasil.

    Dengan komitmen bersama, sebuah kelompok misi akan bertahan selama semusim atau sepanjang hidup. Karya pelayanan yang sudah dilakukan itu akan menjadi karya Tuhan dan selamanya menjadi bagian dalam usaha Tuhan berdamai dengan dunia ini.

    Kadang, sebuah kelompok misi mencapai misinya dan kemudian bubar. Apa yang sebaiknya terjadi saat sebuah kelompok misi mati secara alami? Menurut Cosby, "Saat diketahui tidak ada lagi dua atau lebih anggota yang terpanggil, kelompok itu mungkin dapat meninjau ulang sejarahnya, bersyukur atas apa yang sudah dilakukan, dan merayakan matinya kelompok itu. Sering kali, diperlukan adanya kesadaran akan dosa yang harus diampuni, luka hati yang harus disembuhkan, dan keberanian untuk mengambil langkah selanjutnya."

    Jika kelompok misi memertahankan tahap perkembangannya dan arahan dari Tuhan, maka pelayanan akan terbentuk. Entusiasme akan dibumbui dengan hikmat, inovasi akan diwarnai dengan tradisi, dan banyaknya orang yang antusias akan diarahkan oleh Tuhan untuk mendukung dan membantu usaha komunitas. Kelompok misi mungkin dapat tetap menjadi bagian dari gereja atau berdiri sendiri sebagai komunitas penyembahan dan pusat misi sementara. (t/Dian)

Diterjemahkan dan diringkas dari:

Judul buku : A Call for Compassion; City Streets City People
Judul asli artikel : Lift Up Your Eyes; How to Start an Urban Ministry
Penulis : Michael J. Christensen
Penerbit : Abingdon Press, Nashville 1988
Halaman : 53 -- 70

e-JEMMi 39/2008