You are heree-JEMMI No.39 Vol.06/2003 / John Sung
John Sung
John Sung lahir tanggal 27 September 1901 di Hongchek wilayah Hinghwa provinsi Fukien Tiongkok, Dia anak ke 6 dari Pendeta. Sung dan anak pertama setelah Ny. Sung menjadi Kristen. John Sung mewarisi sifat ayahnya yang lekas marah sehingga ia sering dihukum dengan tongkat bambu ayahnya.
Th 1913 John Sung/Yu-un sudah dikenal masyarakat Hinghwa sebagai Pendeta cilik bila ia muncul untuk berkhotbah.
Selepas SLTA John Sung berkata, "Ayah, aku telah mengambil keputusan untuk belajar ke luar negeri." Ayahnya sangat marah dan tidak mau memberinya uang untuk berangkat. Tetapi John Sung mendapat beasiswa di Universitas Wesley di Ohio, dengan fasilitas makan dan tempat tinggal. Atas bantuan teman-temannya, akhirnya terkumpul cukup uang untuk berangkat ke Amerika. Dan pada tanggal 2 Maret 1920 dia berangkat ke Amerika. Tetapi setelah sampai di sini janji bahwa dia dapat makan dan tempat tinggal tidak dipenuhi/bohong, sehingga ia harus bekerja untuk bertahan hidup di sana, ia bekerja membersihkan toko, menyapu hotel dan di sebuah toko mesin. Di samping bekerja dan kuliah dia juga menyusun regu-regu pengabar Injil dan mereka melayani di desa-desa sekitar.
Tahun 1923 dia mendapat ijazah BA dengan prestasi yang luar biasa sehingga dia dianugerahi medali emas dan uang tunai untuk Fisika dan Kimia dan dia juga menjadi anggota perkumpulan yang sangat eksklusif yang hanya terbuka bagi sarjana terkemuka. Tawaran kedudukan tinggi dan gaji besar datang mengalir tapi dia ingin meneruskan pelajarannya untuk mencapai ijazah yang lebih tinggi. Dan, dia meraih ijazah sains dalam waktu 9 bulan dan dia dianugerahi medali dan kunci emas dari lembaga sains, spesialisnya adalah Kimia dan bahan yang peka meledak. Tapi dia tidak mau pulang ke Tiongkok sebelum mencapai gelar Doktor dan Filsafat.
Gelar PhD dia peroleh dalam 1 tahun dan hanya 9 bulan sesudah mencapai ijazah sarjananya. Namun, pada waktu ia sedang mengenang kampung halamannya seolah-olah Allah berkata kepadanya "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawa?" dan esoknya seorang Pendeta berkata kepadanya "Anda tahu, anda tidak punya tampang ahli Fisika, anda lebih mirip pengkhotbah".
1926 dari Sung Msc, PhD didaftarkan sebagai mahasiswa di Union Theological Seminary. Akhir triwulan nilainya sangat tinggi, tetapi dia kehilangan kepercayaannya dan mulai menghina pendeta-pendeta. Kepercayaan pada Firman Allah guncang sampai ke dasar-dasarnya. Doa tidak berkuasa lagi dalam hidupnya, meskipun dia setia berdoa namun doanya hanya lahiriah. Dia berbalik ke agama-agama kuno di Timur, dalam perpustakaan STT dia membaca buku-buku tentang agama Budha dan Tao dan mengharap mendapat keselamatan dengan jalan penyangkalan diri, tetapi hatinya tetap gelap.
Khotbah seorang gadis 15 th menyadarkan dia dan dia mencari Alkitab yang telah disia-siakan dan mulai membacanya setelah berbulan-bulan lamanya. Bacaan Lukas 23 telah membuat dia menangis dan berdoa minta pengampunan, kemudian dia mendengar suara "Anak-Ku dosamu sudah diampuni lalu dia langsung melompat dan berteriak Haleluya sambil berseru memuji Allah, mulai saat itu namanya diganti John menurut John The Baptist. Ia mengesampingkan semua buku teologinya dan mulai menyelidiki Alkitab dan menghafal sejumlah ayat.
1927 Ketegangan jiwa yang hebat, belajar sungguh-sungguh melampaui batas kewajaran dan konflik rohani yang bertahun-tahun mengakibatkan pikiran John Sung terganggu sehingga dia harus dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa. Dia berhasil melarikan diri tetapi tertangkap lagi. Akan tetapi, di dalam RSJ dia membaca Alkitabnya 40 kali dari awal sampai akhir dengan metode telaah yang berbeda dan mencatat apa yang ia temukan, Jadi RSJ menjadi Sekolah Teologi baginya. Tepat 193 hari sejak ia masuk RSJ, bulan Februari dia dilepaskan dan ia merasa itulah penerimaan ijazah yang paling tinggi baginya.
4 Oktober ia berlayar pulang ke Hinghwa dan di tengah perjalanan di atas kapal dia membuang semua ijazah dan medali-medalinya kecuali ijazah doktornya untuk menyenangkan ayahnya. Ia serahkan dan tinggalkan demi kemuliaan Allah. Dia tiba di Hinghwa dan disambut oleh keluarganya setelah 7 tahun tidak pulang, dan mereka semua sudah mendengar tentang kehebatan dia di luar jadi ayahnya meminta dia untuk bekerja di suatu universitas pemerintah untuk membantu biaya adik-adiknya tetapi John berkata kepada ayahnya "Ayah aku telah mengabdikan hidupku untuk mengabarkan Injil", semua terkejut, menangis dan kecewa dan mereka mengira John belum sembuh sakit jiwanya. tetapi setelah mereka mengamati perilakunya yang kebanyakan berdoa dan menelaah Alkitab, dengan segan mereka menerima keputusan itu dan mengucapkan selamat kepada dia saat ia mulai hidupnya untuk Tuhan Yesus Kristus.
Dia dinikahkan dengan seorang perempuan yang tidak ia kenal, karena dia sudah dijodohkan sejak ia masih kecil, ia sebenarnya tidak berniat untuk nikah, jadi tidak mengherankan kalau ia tidak menjadi suami yang baik, istrinya seorang yang lekas marah dan tabiat dari Sung menjadikan keadaan lebih rumit. 3 Perempuan dan 2 Laki lahir dari pernikahan itu, tetapi Sung tidak pernah mencapai hasil gemilang di rumah di tengah-tengah keluarganya.
Pada waktu itu meletus gerakan anti-Kristen yang sangat keras, tempat-tempat pertemuan dihancurkan, orang-orang Kristen hidup di bawah ancaman tetapi Sung tidak takut ia mengumumkan bahwa upacara mingguan di sekolah-sekolah menyembah potret dari Sung Yat Sen adalah penyembahan berhala. Ia terlibat juga dalam politik sehingga pimpinan politik mengerahkan polisi untuk menangkap dia. Sejak itu ia menjadi buron dan ia pergi menjauhi kota-kota besar dan bekerja di desa-desa. Pada waktu itu ia berkenalan dan bergabung dengan kelompok Betel yakni Perkumpulan orang-orang berbakat di bawah pimpinan Andariew Gih, yang semangat memberitakan injil Kristus.
John Sung bekerja sebagai sukarelawan ia tidak menerima gaji dan persediaan makan keluarganya sering sangat memprihatinkan dan dalam ketidaksabarannya ia hampir saja menerima satu dari sekian jabatan empuk yang disodorkan kepadanya. Tapi pada saat itu ia diserang bisul-bisul di seluruh badan karena ia masih tergoda dan Tuhan menahan dia dengan penyakit kolera. Dengan malu dan takluk John Sung menyerahkan hidupnya tanpa syarat dan Allah menerima penyerahan itu.
Setelah John Sung sembuh Ny.Sung dan bayinya 3 bulan sakit dan yang mengakibatkan bayi itu mati. 3 Hari setelah dikuburnya bayi itu John Sung pergi ke Shanghai karena Tuhan memberi perintah untuk pergi ke suatu tempat yang sudah ditunjukkan. Ia meninggalkan istrinya yang masih tergeletak di ranjang karena sakit dan berduka cita.
Setelah melalui kehidupan yang cukup sulit beberapa tahun lamanya, John Sung berangkat ke Shanghai, sebuah kota yang besar di Cina. Di sana ia mengadakan kebaktian-kebaktian yang penting dan ribuan orang maju ke depan dengan penyesalan yang mendalam akan dosa-dosa mereka. Dari Shanghai ia ke Nanking. Ia sangat lelah dan mendapat sakit jantung sehingga hanya sanggup berkhotbah 1 kali sehari. Namun, 200 juru rawat bolos hanya untuk mendengarkan khotbahnya, 110 jururawat bertobat dan membentuk persekutuan doa mohon pertobatan.
John ikut regu Betel ke Tiongkok Utara, tapi ketika di Tahsingting pikirannya kacau sehingga ia tidak ingin berkhotbah dan ia hanya mendengarkan Adariew Gih. Regu Betel bergerak ke Tsinan di sana John berkhotbah lalu dilanjutkan ke Taian dimana di sana Iblis telah membinasakan Gereja. Gedung gereja dihancurkan sekolah kristen dipaksa tutup, beberapa Pendeta lari dengan keluarganya dan orang-orang kristen sangat putus asa. Tapi di tempat itu John Sung digunakan Allah dengan baik 103 orang bertobat, lalu mereka bergerak ke Tengxian yang merupakan pusat pendidikan yang terkenal. Situasi sekolah pemerintahan yang anti Kristen datang mengacau tetapi mereka berbalik, insaf dan bertobat sungguh-sungguh. 300 orang berusaha untuk beroleh kedamaian dengan Allah.
Dari Tengxian dia kembali ke Shanghai lalu pergi ke Mancuria untuk bekerja bersama Andariew Gih dan rombongannya. Mereka meneruskan perjalanan ke Mukden ketika tentara Jepang merebut kota itu dan pecah perang dengan Jepang. Dalam perang tersebut regu penginjil itu didesak supaya pulang tetapi mereka menjawab TIDAK. Mancuria kemudian direbut dan diduduki Jepang.
Di Harbin, bom-bom berjatuhan saat acara penginjilan berlangsung tetapi tidak seorang pun anggota penginjil itu yang ketakutan. Ketika meninggalkan Harbin dia dan Andariew membentuk 2 regu supaya lebih banyak tempat yang dapat dikunjungi. John berkhotbah kepada orang Rusia di Hulan.
Di Kirin (Mancuria) Pendeta melarang anggota jemaatnya menghadiri pertemuan yang diadakan John Sung, tetapi Pendeta itu datang dan mengaku di depan umum bahwa selama 6 tahun tidak pernah membaca Alkitabnya dan berdoa secara pribadi.
Di Beijing kesulitan timbul dalam tubuh regu penginjilan mereka mengecam John Sung karena hanya mau berkhotbah di kota-kota besar, sedang yang lain di kota-kota kecil. Tetapi jawabnya "Yang menarik bagiku tentang kota besar bukan kesenangan yang terdapat di dalamnya tetapi orang-orang berdosa yang jauh lebih banyak jumlahnya, keadaan kehidupan mungkin lebih sulit di kota-kota kecil di pedalaman, tetapi mengabarkan Injil di kota besar menguras tenaga dan sangat mengganggu urat saraf. Benih yang ditabur harus disiram dengan keringat dan air mata.
1923 Pendeta Sung ayah John Sung meninggal pada saat itu itu John Sung berada sangat jauh dari kampungnya dan dia sama sekali tidak tahu bahwa ayahnya meninggal. tetapi dalam mimpinya ia melihat ayahnya yang berkata kepadanya "Anakku aku akan pergi ke surga, tetapi masih ada 7 tahun lagi bagimu bekerja keras untuk Tuhan.
Beijing, Hangchow, Shanghai dan Nanking semua kota penting telah ia kunjungi bahkan pelayanan lebih luas atas Tiongkok pedalaman sudah sedang mulai. 1935 dari Fukien seorang Pendeta menulis tentang John Sung "Caranya berkhotbah menyehatkan dan membangun tidak sensasional tetapi dramatik, khotbahnya merupakan komentar-komentar atas perikop-perikop panjang dari Alkitab dengan ilustrasi dan penerapan yang sesuai. Ia membutuhkan 3 penerjemah setiap minggu, karena setiap penerjemah kehabisan tenaga menerjemahkan khotbah-khotbahnya sehingga tidak tahan lama. Para penerjemah diminta mengikuti setiap gerakan tangan bahkan adegannya.
Undangan pertama kali datang dari luar negeri kepada John Sung datang dari Manila, Filipina. Seperti biasa ia berbicara tentang dosa penyesalan, kelahiran kembali dan kesucian. Kutukannya terhadap dosa tegas dan gamblang tanpa takut. John Sung berkunjung ke Singapura ia berkhotbah 40 x dalam 14 hari. 1.300 org bertobat dan 111 regu penginjilan dibentuk dengan 503 orang anggota, 80 lebih pemuda menyerahkan diri menjadi pekerja penuh untuk pengabaran Injil.
1935 ia pulang ke Hinghwa untuk beberapa pertemuan lalu ke Shanghai, dari sana ia ke Tengxian di sana 5000 orang dia hantar kepada Kristus dan 130 regu penginjilan dibentuk. John Sung berlayar di Kalimantan, serawak dan 1.583 orang dibawa kepada Kristus 98 regu penginjilan dan 38 di 2 kota yang berdekatan.
Tahun 1939 John Sung datang ke Indonesia. Di Surabaya ia melayani selama 7 hari. Pada malam hari orang yang datang penuh sesak dan mereka menangis dan bertobat kembali kepada Tuhan. Yang menakjubkan orang-orang inipun rela menutup toko dan datang ke gereja setiap hari! Nyata sekali kuasa Allah sedang bekerja. Setelah itu ia melanjutkan pelayanan ke kota Madiun, Solo, Bandung dan Jakarta. Sebanyak 1000 orang hadir dalam kebaktian itu, bahkan di Jakarta orang yang hadir sejumlah 2000 orang.
Di Bogor, karena tidak ada gedung gereja yang cukup besar, orang sampai mendirikan tenda di lapangan tenis untuk memberi duduk 2000 orang. Lalu disambung ke Cirebon, Semarang, Magelang dan Purworejo. Kebaktian selanjutnya di Solo dan Jogja lalu kembali ke Surabaya. Beberapa waktu kemudian dia diundang ke Ujung Pandang dan Ambon dan membawa berkat melimpah untuk gereja di sana.
Kesehatan hamba Tuhan yang setia ini makin lama makin buruk. Waktu di Surabaya ia berkhotbah sambil berlutut untuk meringankan sakitnya. Dengan segera ia kembali ke negerinya dan dibedah serta diobati. Selanjutnya ia tidak dapat memimpin kebaktian, tetapi dalam kelemahannya ia tetap menerima orang-orang yang datang berkunjung. Awal tahun 1944, sakitnya makin bertambah sehingga ia diangkut ke rumah sakit di Peking. Selama 1/2 tahun dirawat, akhirnya ia pulang untuk berkumpul dengan keluarganya pada hari-hari terakhir. Meskipun sakit yang ditanggung makin berat, John Sung tetap setia membaca Alkitab dan berdoa.
Pada tanggal 16 Agustus 1944, tubuhnya tambah lemah. Ia merasa sudah hampir meninggal. Malam itu John Sung tidak sadarkan diri. Tapi esoknya ia masih bangun dan menyanyikan 3 lagu pujian bagi Tuhan. Hari itu dilaluinya dengan sukacita dan damai. Pada pukul 7.07 pada tanggal 18 Agustus, John Sung mengembuskan napas terakhirnya. Ia dipanggil Tuhan pada usia 42 tahun. Itulah saat yang paling bahagia untuknya, bertemu dengan Juru Selamat dan bersama Kristus untuk selamanya.
Diringkas dari: | ||
Judul buku | : | John Sung -- OBOR ALLAH DI ASIA |
Penulis | : | Leslie T. Lyall |
Penerjemah | : | P.S. Naipospos |
Penerbit | : | Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta |
Copyright | : | Overseas Missionary Fellowship |
Sumber | : | e-JEMMi 39/2003 |
- Printer-friendly version
- Login to post comments
- 19324 reads