37. PENULIS RAPAT GEREJAWI YANG PANDAI
(Italia dan Palestina, 382 - 405 M.)
Di kota Roma, semua orang Kristen sedang membicarakan seorang
pendatang baru dari sebelah Timur. Namanya, Hironymus. Perawakannya
tinggi dan kurus; matanya berbinar-binar; kulitnya agak hitam, karena
ia sudah lama tinggal di padang gurun, di bawah panas terik
matahari.
"Kata orang, ia sudah bepergian ke tempat yang jauh-jauh,
baik di sebelah Timur maupun di negeri Perancis," begitulah laporan
salah seorang penduduk Roma tentang pendatang baru itu.
"Bukan hanya itu saja: Ia sudah menjelajahi seluruh daerah
Yunani, Asia Depan, dan Siria," kata yang lainnya.
"Dan ia sudah berguru kepada para sarjana Kristen yang paling
ternama di seluruh Timur Tengah," tambah yang lainnya lagi.
Dengan cepat Paus Damasus mendengar tentang kedatangan
Hieronymus itu. Sebagai uskup agung kota Roma serta pemimin utama
seluruh umat Katolik di dunia Barat, Paus Damasus merasa harus
menyelidiki pendatang baru yang berpendidikan ini. Maka Hieronymus
disuruh menghadap sri paus.
Mula-mula sri paus merasa kaget. Orang yang dikatakan sangat
cerdik itu kelihatannya masih agak muda. Tambahan pula, ia tidak
berpakaian semestinya sebagai tamu yang hendak diterima oleh seorang
pemimpin gereja: Jubah panjangnya dibuat dari kain yang paling kasar,
dan diikat dengan tali tambang saja. Tetapi perasaan Paus Damasus
berubah pada saat ia mula membicarakan soal-soal Alkitabiah dengan
tamunya itu.
"Dulu, justru tidak suka aku membaca Alkitab bahasa Latin,
karena terjemahannya begitu jelek," Hieronymus dengan terus terang
mengaku kepada Paus Damasus. "Aku lebih suka membaca kitab-kitab
kesusastraan klasik, dalam bahasa Yunani."
"Bagaimana sampai terjadi bahwa kemudian engkau berubah
pendapat, sehingga kini engkau gemar menyelidiki Alkitab?" tanya sri
paus.
"O, itu terjadi di kota Antiokhia di Siria, waktu ada wabah
penyakit di sana," jawab Hieronymus. "Aku juga jatuh sakit demam.
Lalu pada suatu malam aku seolah-olah melihat Tuhan Yesus berdiri, di
samping tempat tidurku. Dengan nada sedih Ia berkata, `Hieronymus,
engkau lebih senang menjadi pengikut para sastrawan daripada menjadi
pengikut-Ku'''
Makin lama mereka berdua mengobrol, sri paus semakin suka
akan sarjana Alkitab yang relatif muda itu. Berkali-kali ia
mengundang Hieronymus, agar mereka dapat berbincang-bincang tentang
berbagai hal. Walau pakaiannya begitu sederhana, sesungguhnya
Hieronymus berasal dari sebuah keluarga Kristen kaya di Italia Utara.
Jadi, ia sudah tahu bagaimana caranya membawa diri di kalangan para
bangsawan dan pembesar gereja.
Pada hari-hari Paus Damasus dan Hieronymus menjadi semakin
akrab, umat Katolik di kota Roma sedang sibuk membuat persiapan untuk
menyelenggarakan suatu rapat besar. Para pemimpin gereja dari setiap
penjuru alam mulai berdatangan ke kota Roma. Dan heran, kebanyakan di
antara para pemimpin Kristen itu bersalaman dengan Hieronymus seperti
seorang kawan lama.
Paus Damasus belum menunjuk seorang penulis resmi untuk rapat
gerejawi yang penting itu. Ia mulai menyadari bahwa Hieronymus
merupakan pilihan yang tepat.
Sesuai dengan dugaan sri paus, Hieronymus menunaikan tugasnya
dengan cekatan selama rapat gerejawi yang penting itu. Kemudian ia
tetap menjadi penulis pribadi Paus Damasus, di samping menjadi
penasihatnya di bidang penafsiran Alkitab.
Memang Alkitab bahasa Latin itu sangat perlu ditafsirkan.
Umat Kristen Romawi yang memakai bahasa resmi kekaisaran itu telah
membuat banyak sekali terjemahan yang berbeda-beda ada yang baik,
ada juga yang jelek. Agustinus, seorang ahli teologia di Arika Utara
pada abad ke-4, pernah berkata:
"Pada masa permulaan iman Kristen, setiap orang yang kebetulan
memperoleh sebuah naskah Alkitab dalam bahasa Yunani dan mengaku
dirinya sebagai pengalih bahasa yang cakap (walau kecakapannya itu
sebenarnya sangat minim), langsung memberanikan diri membuat
terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Latin."
Alhasil, terdapat sebanyak 27 versi yang berbeda-beda dari
ayat Alkitab yang sama juga! Tidaklah mengherankan bila Paus Damasus
berpendapat, keadaan seperti itu cukup membingungkan orang Kristen
biasa. Maka sri paus memberi tugas baru kepada penulisnya yang pandai
itu: Hieronymus ditugasi memeriksa setiap edisi Alkitab bahasa latin
yang sudah ada, membandingkannya dengan Alkitab bahasa Yunani, dan
kemudian menyediakan suatu terjemahan baru yang lebih baik.
Dengan senang hati Hieronymus menerima tugasnya yang baru
itu. Dalam waktu yang relatif singkat, ia telah berhasil membuat
terjemahan baru keempat Kitab Injil.
Sementara itu, Hieronymus juga sibuk mengajar. Ia membuka
kursus Alkitab untuk para pemuda di kota Roma. Sambutannya begitu
hangat sehingga ia juga membuka kelas Alkitab untuk para pemudi.
Bukan hanya kaum muda Kristen yang suka berguru kepada Hieronymus:
Ada juga orang-orang Roma yang walau masih menyembah berhala, namun
merasa tertarik akan kuliahnya itu.
Salah seorang murid Hieronymus adalah seorang janda muda
bernama Marsella. Setelah ia meninggalkan agama lamanya dan percaya
kepada Tuhan Yesus, langsung ia memberi kemerdekaan kepada para
budaknya. Ia melepaskan pakaian mewahnya dan mulai mengenakan jubah
yang sederhana, meniru gurunya. Dan ia pun membuka istananya di kota
Roma sebagai tempat penampungan orang yang sakit dan miskin.
Banyak penduduk Roma yang merasa terkesan sekali atas
perubahan besar dalam cara hidup Ibu Marsella. Tentu saja, rakyat
jelata di ibu kota kekaisaran itu merasa sangat diberkati oleh dia
dan oleh gurunya Hieronymus.
Tidak lama kemudian, ada banyak wanita yang mulai mengikuti
kursus dan kuliah Hieronymus. Di antara mereka ada seorang janda
kaya, dengan kedua putrinya. Sang janda itu bernama Ibu Paula.
Lalu pada tahun 384, Paus Damasus meninggal. Ada sebagian
umat Katolik yang berharap agar Hieronymus ditunjuk sebagai uskup
agung yang akan menggantikannya. Tetapi yang terpilih malah orang
lain, dan Hieronymus belum tahu bagaimana sikap sri paus yang baru
itu terhadap orang yang mungkin dianggap sebagai saingannya. Maka ia
memutuskan untuk kembali meninggalkan kota Roma.
Hieronymus tidak pergi seorang diri. Banyak muridnya yang
menemani dia, baik pria maupun wanita. Di antara mereka itu ada Ibu
Paula dan kedua putrinya. Rombongan Kristen dari kota Roma itu mulai
mengembara ke Siria, ke Mesir, ke Palestina. Akhirnya pada tahun 386
mereka menetap di Betlehem, tempat kelahiran Tuhan Yesus. Di sana Ibu
Paula menghabiskan seluruh hartanya untuk proyek-proyek pembangunan:
sebuah gereja, sebuah rumah untuk Hieronymus dan kaum pria lainnya,
sebuah rumah lagi untuk kaum wanita, dan sebuah asrama sebagai tempat
penampungan para peziarah Kristen yang suka berdatangan untuk
menengok "Tanah Suci."
Hieronymus masih merasa terpanggil untuk meneruskan pekerjaan
luhur yang oleh sri paus almarhum dulu pernah ditugaskan kepadanya.
Oleh karena itu, ia terus mengerjakan terjemahan Alkitab yang baru.
Ia bukan hanya mengalihbahasakan Kitab Perjanjian Baru, tetapi juga
Kitab Perjanjian Lama.
Sama seperti kebanyakan umat Kristen seangkatannya,
Hieronymus suka menggunakan Septuaginta, yaitu sebuah terjemahan
Perjanjian lama ke dalam bahasa Yunani yang sudah dibuat dua ratus
tahun sebelum Tuhan Yesus lahir ke dunia ini. Tetapi lambat laun
Hieronymus pun mulai sadar: Alkitab bahasa Yunani kesukaanku ini
bukanlah Kitab Perjanjian Lama yang asli!
Sesungguhnya Hieronymus pernah belajar bahasa Ibrani. Namun
ia merasa belum cukup pandai untuk langsung dapat menerjemahkan Kitab
Perjanjian Lama dari bahasa aslinya. Oleh karena itu, Hieronymus
mulai menyelidiki di kalangan para tetangganya, yakni kaum Yahudi di
sekitar kota kecil Betlehem. Di antara mereka itu ada seorang guru
agama Yahudi yang pandai: namanya, Rabbi Bar-Anina.
"Relakah Bapak mengajarkan bahasa Ibrani kepadaku?" tanya
Hieronymus kepada Rabbi Bar-Anina.
"Hmmm . . .," jawab Rabbi Bar-Anina, bingung. "Mungkin
kawan-kawan sekepercayaanku akan kurang senang jika mereka tahu bahwa
aku sedang menolong kaum Nasrani menyiapkan Kitab Suci yang isinya
tidak kami setujui itu . . . ."
"Bagaimana kalau Bapak datang kepadaku pada malam hari saja?"
usul Hieronymus dengan cerdiknya.
Maka setiap malam Rabbi Bar-Anina sembunyi-sembunyi datang ke
ruang belajar Hieronymus. Dan setiap pagi Hieronymus meneruskan
terjemahannya yang baru itu bukan lagi berdasarkan Perjanjian Lama
bahasa Yunani, tetapi langsung diterjemahkan dari bahasa aslinya.
Lama sekali tugas terjemahan itu! Setiap kata harus ditulis
dengan tangan, karena belum ada alat-alat cetak. Setiap kalimat harus
diperiksa ketetapannya, dan kalau ada perbaikan, kalimat itu harus
ditulis kembali.
Teman-teman Hieronymus banyak menolong pekerjaannya yang
luhur itu. Ibu Paula sendiri menjadi seorang ahli bahasa, dan sering
membantu gurunya. Yang lainnya, baik pria maupun wanita, membaktikan
diri demi membuat suatu versi Alkitab yang lengkap dan tepat, yang
dapat dibaca oleh setiap orang yang berbahasa Latin.
Sesungguhnya kelompok orang saleh di Betlehem itu merupakan
nenek moyang rohani para biarawan dan biarawati, yang rela berkorban
sepanjang Abad Pertengahan agar ada salinan Firman Tuhan yang jitu
dan jelas. (Lihatlah "Salinan Keempat Kitab Injil yang Paling Indah",
dari Jilid 2 dalam buku seri ini).
Selama 34 tahun di Betlehem itu, Hieronymus bukan hanya
mengerjakan terjemahan Alkitab saja: Ia juga menulis dua buku sejarah
gereja, beberapa riwayat hidup orang Kristen yang luhur wataknya,
ratusan surat edaran demi mendidik umat Kristen, dan sebanyak 24 buku
tafsiran Alkitab. Namun pekerjaan yang selalu diutamakan olehnya
ialah, megalih-bahasakan Sabda Allah.
Makin lama Hieronymus semakin tua; ia pun mengalami masa
penyakit yang sungguh gawat. Namun, begitu ia mulai sembuh, langsung
ia kembali ke ruang belajarnya.
Penglihatan matanya mulai kabur; namun ia bekerja keras. Ia
menyuruh pembantu mudanya membacakan kitab-kitab gulungan bahasa
Ibrani untuk dia, karena ia tidak sanggup lagi membaca sendiri. Lalu
kepada pembantu lainnya, Hieronymus mendiktekan apa yang harus ditulis
dalam bahasa Latin itu.
Terjemahan Alkitab bahasa Latin hasil karya Hieronymus itu
selesai pada tahun 405, ketika ia sudah agak lanjut usianya.
Mula-mula ada umat Kristen yang lebih menyukai terjemahan-terjemahan
lama (silakan baca pasal 2 dalam buku ini!). Namun Hieronymus merasa
yakin bahwa terjemahan hasil karyanya itu lambat laun akan menang.
Mengenai mereka yang sok tidak suka terjemahan Alkitab yang baru itu,
Hieronymus berkata: "Mereka mengkritiknya di depan umum, . . . tetapi
membacanya di kamar!"
Memang selayaknya terjemahan Hieronymus itu diterima oleh
umum. Sampai permulaan abad ke-5 Masehi, dialah sarjana Alkitab,
sarjana sastra, dan sarjana bahasa yang paling pandai, yang pernah
mengusahakan suatu terjemahan Alkitab. Versi hasil karyanya itu
paling kuat berdasarkan atas pengenalan akan bahasa-bahasa asli
Alkitab.
Lambat laun terjemahan Hieronymus itu memang diterima oleh
umat Kristen di mana-mana. Bahkan julukan yang diberikan kepadanya
menunjukkan, betapa luasnya versi Alkitab itu diterima: Vulgata.
Artinya: "Untuk Semua Orang."
Sungguh, semua orang yang memakai bahasa Latin, bahasa
Kekaisaran Romawi, seharusnya berterima kasih kepada para penulis
rapat gerejawi yang pandai itu, yang telah menyediakan terjemahan
Alkitab yang paling baik pada masanya. Dan kita yang hidup pada
abad-abad terkemudian, seharusnya turut mengucap syukur kepada Tuhan
atas Hieronymus dan kawan-kawannya, yang rela membaktikan seluruh
hidup mereka demi Sabda Allah.
TAMAT