11. ORANG KUSTA YANG BUTA
(Amerika Latin, abad ke-20)
Antonio tinggal di suatu tempat penampungan orang yang sakit
kusta. Sudah bertahun-tahun lamanya ia tinggal di sana, karena
Antonio juga sakit kusta. Pada masa itu belum ada obat yang dapat
menyembuhkan penyakitnya yang mengerikan itu. Tidak ada jalan lain:
Antonio dan para penderita penyakit kusta lainnya itu harus
diasingkan dari masyarakat.
Namun demikian, Antonio adalah seorang penderita penyakit
kusta yang bahagia. Pertama-tama, ia bahagia karena ia percaya
kepada Tuhan Yesus Kristus. Hal yang kedua, ia bahagia karena dialah
satu-satunya orang di tempat penampungan itu yang dapat membaca. Hal
yang ketiga, ia bahagia karena ia mempunyai Alkitab.
Semua orang kusta itu buta huruf, kecuali Antonio. Tetapi
banyak di antara mereka sekarang sudah percaya kepada Tuhan Yesus
Kristus. Mengapa? Oleh karena Antonio suka membacakan cerita-cerita
Alkitab bagi teman-teman senasibnya. Itulah kesenangannya yang
terbesar.
Pada suatu hari Antonio mulai merasa agak susah membaca.
Matanya terasa agak sakit. Ia semakin terganggu dalam pembacaannya,
dan semakin ingin tahu apa sebabnya.
Kemudian seorang dokter datang ke tempat penampungan orang
yang sakit kusta itu. Ia memeriksa mata Antonio. Lalu dengan
pelan-pelan dokter itu mengucapkan dua kalimat, . . . seolah-olah ia
segan sekali mengatakannya: "Kamu akan menjadi buta, Antonio. tidak
ada obat yang dapat mencegah hal itu."
Antonio duduk terpaku. Buta! Ia akan menjadi orang kusta yang
buta! Ia takkan lagi dapat pergi dari pondok ke pondok sambil membawa
Alkitabnya. Ia takkan lagi dapat membacakan cerita-cerita yang indah
itu bagi teman-temannya.
Berhari-hari lamanya Antonio duduk terdiam. Bagaimana ia
dapat tahan menanggung penderitaan yang bertambah berat itu?
Lalu pada suatu hari Antonio mendapat akal. Matanya makin
lama makin kabur, namun ia belum buta. Dan pikirannya masih tetap
tajam. Aku akan menghafal beerapa bagian dari Alkitab! kata Antonio
pada dirinya sendiri. Nanti kalau aku betul-betul menjadi buta, aku
masih dapat pergi dari pondok ke pondok sambil menyampaikan isi
Firman Allah kepada teman-temanku!
Segera Antonio mengambil Alkitabnya. Bagian manakah yang
hendak dipilihnya untuk dihafal terlebih dahulu? Antonio terus
membuka-buka halaman demi halaman.
Ah, penting sekali Sepuluh Hukum Tuhan ini! kata Antonio pada
dirinya sendiri. Ah, bagus amat Mazmur 23 ini! Betapa megahnya
kata-kata Nabi Yesaya ini! Betapa indahnya ajaran-ajaran Tuhan Yesus
dalam pasal ini! Betapa senangnya nanti teman-temanku mendengar
cerita mengenai Rasul Paulus ini!
Manakah yang harus dihafalkannya terlebih dahulu? Ayat-ayat
manakah yang patut disimpan dalam hatinya selama-lamanya?
Antonio memilih tiga pasal dulu. Mulailah dia menghafal
ayat-ayat dari pasal pertama pilihannya itu. Ia bekerja keras. Setelah
beberapa waktu, ia dapat menghafalkannya tanpa kesalahan apa pun.
Memang tidak sulit untuk mengingat apa yang benar-benar kita senangi,
bukan? Lalu ia memulai pasal yang kedua. Tidak lama kemudian ia pun
sudah siap mulai menghafalkannya pasal yang ketiga.
Teman-teman Antonio mendengar tentang apa yang sedang
dikerjakannya itu. Dengan berjalan pincang mereka satu persatu mulai
mampir ke pondoknya.
"Antonio," kata seorang kakek, apakah kamu sudah hafal Mazmur
8? Rasanya aku harus tetap mendengar pasal itu."
"Belum, Kek," jawab Antonio. "Nanti aku akan menghafal pasal
itu."
Kakek itu lalu pergi dengan hati yang puas. Kemudian
sekelompok anak-anak datang ke pondok Antonio dengan berlari-lari.
"Hai, Antonio, tolong hafalkan cerita tentang Tuhan Yesus dan
anak-anak!" mereka memohon dengan sangat. "Dan jangan lupa hafalkan
juga tentang para gembala dan orang Majus."
"Baiklah!" jawab Antonio. "Tetapi kalian harus turut
menghafalkannya bersama-sama dengan aku, ya?"
Seorang bapak bertanya, "Apakah kamu akan menghafal Sepuluh
Hukum Tuhan?"
"Memang itu sudah masuk daftarku, Pak," jawab Antonio.
Seorang ibu mendesak, "Kita masih perlu mendengarkan Mazmur
Sang Gembala, Mazmur pasal 23 itu."
"O ya, Bu, itu sudah kuhafal," ujar Antonio sambil tersenyum.
"Antonio," sapa seorang nenek dengan suara yang gemetar,
"sudahkah kauhafal kata-kata Tuhan Yesus tentang rumah kita di
surga?" Nenek itu begitu menderita di dunia ini, dan ia begitu senang
mendengar janji Tuhan Yesus tentang rumah di surga, tentang cukup
banyak tempat yang telah tersedia bagi semua orang percaya.
"Antonio pun berjanji: Pasti aku akan menghafal bagian
itu nanti, Nek."
Demikian Antonio bekerja keras hari demi hari. Demikianlah ia
berusaha mengingat baik-baik tiap bagian Alkitab yang sangat
dicintai oleh teman-temannya, para penderita penyakit kusta itu.
Matanya makin kabur. Ia makin jarang membaca, dan makin
sering mengucapkan ayat-ayat di luar kepala.
Akhirnya saat yang telah lama ditakutinya itu tiba. Pada
suatu pagi Antonio membuka Alkitabnya, tetapi tidak ada satu huruf
pun yang dapat dibacanya.
Namun ternyata Antonio tidak menjadi sebegitu cemas dan sedih
seperti yang disangkanya semula. Waktu untuk belajar sudah selesai,
kata Antonio pada dirinya sendiri. Waktu untuk menyampaikan isi
Firman Allah kepada teman-temanku sudah tiba.
Dengan samar-samar Antonio masih dapat melihat lorong yang
menuju ke pondok-pondok tempat tinggal teman-temannya. Sementara
matahari pagi menyinari wajahnya yang tersenyum itu, ia terus
berjalan dengan pelan-pelan.
Sewaktu ia sampai di pondok temannya yang terdekat, masih
terdengar sambutan ria seperti pada waktu-waktu dulu:
"Antonio datang!" anak-anak berseru.
"Antonio datang!" berkumandanglah suara orang-orang dewasa.
"Antonio ada di sini!" ayo berkumpullah semua! Antonio akan
menyampaikan isi Firman Allah kepada kita! Selamat datang, Antonio!
Selamat datang!"
Lalu Antonio duduk. Matanya yang tidak berguna lagi itu tak
dapat dipakainya untuk membaca. Namun suaranya mantap, dan dengan
tepat sekali ia mulai mengucapkan ayat-ayat kesayangannya yang
dihafalkannya dari Kitab yang paling dicintainya.
Orang kusta yang buta itu tersenyum. "Kalau Firman Allah ada
di dalam hati kita, senang rasanya," kata Antonio.
Para penderita penyakit kusta yang telah berkumpul di
sekeliling Antonio itu pun setuju dengan pendapatnya.
"Firman Allah ada di dalam hati kita," kata mereka. "Sungguh
senang rasanya!"
TAMAT