Bagaimana menentukan kitab mana saja yang merupakan Alkitab? Bagaimana kisahnya sampai yang diterima hanya 39 kitab sebagai Perjanjian Lama dan 27 kitab sebagai Perjanjian Baru? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terjawab dalam pembicaraan tentang "kanonisasi Alkitab." Kata "kanon" di sini berarti "alat penentu" atau "standar."
Dari sekian banyak tulisan yang ada, hanya 66 kitab yang diterima sebagai firman Allah. Ini pun tidak semua kitab dapat dengan mudah dikenali dan diterima otoritasnya. Ada kitab-kitab yang harus melalui pergumulan yang panjang untuk diterima sebagai bagian dari Alkitab. Namun, sepanjang pergumulan itu, Allah yang menjadi penentu dalam proses kanonisasi Alkitab ini, bukan manusia.
Perjanjian Lama. Tulisan-tulisan nabi Musa dan kitab Yosua dapat dengan mudah diterima sebagai Alkitab (
Ke-12 buku Apokrif tidak diterima sebagai bagian dari Alkitab karena:
Perjanjian Baru. Kitab-kitab yang diterima sebagai Perjanjian Baru didasarkan pada otoritas kerasulan. Kitab-kitab itu diterima jika mereka ditulis oleh para rasul seperti Petrus, Yohanes, atau orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan para rasul seperti Lukas atau Markus yang juga memiliki kuasa kerasulan. Banyak cerita yang salah tentang kehidupan Yesus (
Para bapa gereja mempunyai andil dalam proses kanonisasi Perjanjian Baru ini. Mereka secara teliti telah mengindentifikasi dan memilah-milah tulisan-tulisan yang ada. Konsili di Hippo (tahun 393) dan Karthago (tahun 397) akhirnya menerima ke-27 kitab yang sekarang dikenal dengan Perjanjian Baru.