You are hererenungan / Menguatkan Pasangan Saat Mengalami Kegagalan
Menguatkan Pasangan Saat Mengalami Kegagalan
Bagaimana perasaan seseorang saat mengalami kegagalan? Sedih, marah, malu, patah semangat, kecewa, mungkin itu adalah beberapa hal yang kerap dirasakan seseorang saat mengalami kegagalan. Nah, bagaimana jika pasangan kita yang mengalami kegagalan? Efeknya tidak berhenti kepada dirinya sendiri, orang-orang di sekelilingnya pasti akan merasakan pengaruhnya. Meskipun, sama sekali tidak ada maksud di dalam diri seseorang untuk menyakiti atau mengakibatkan pengaruh buruk kepada orang-orang terdekatnya. Sebagai pasangan, apa sih yang menurut Alkitab dapat kita lakukan?
1. Menghibur Hatinya
Kemudian Daud menghibur hati Batsyeba, isterinya; ia menghampiri perempuan itu dan tidur dengan dia, dan perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, lalu Daud memberi nama Salomo kepada anak itu. TUHAN mengasihi anak ini 12:25 dan dengan perantaraan nabi Natan Ia menyuruh menamakan anak itu Yedija, oleh karena TUHAN. (2 Samuel 12:24)
Anak yang dihasilkan oleh perselingkuhan Daud dan Batsyeba telah ditakdirkan untuk mati (2 Samuel 12:14). Itulah konsekuensi dari dosa yang telah mereka lakukan, dan sekarang mereka harus menanggungnya. Bayangkan perasaan Batsyeba sebagai seorang ibu. Sebagai orang yang berhati lembut dan penuh kasih, Daud pun merasa sangat sedih. Dia sangat mengasihi anak itu. Daud telah berpuasa dan menangis agar Tuhan mengasihaninya. Namun, anak itu tetap mati.
Namun, di dalam dukanya Daud tidak larut di dalam kesedihan. Dia menghibur hati Batsyeba, menguatkan perasaannya, dan mengarahkan hatinya kepada Tuhan. Melihat sikap Daud dan Batsyeba, Tuhan pun berkenan memberi mereka anak lagi. Batsyeba hamil dan melahirkan seorang anak yang diberi nama Salomo. Bayangkan, apa yang akan terjadi jika mereka berdua terus meratapi kegagalan? Apa yang terjadi jika Daud tidak mau menghibur isterinya? Bagaimana hidup mereka seandainya mereka terus tenggelam dalam kesedihan?
Kadangkala, mungkin kita tergoda untuk mengucapkan kata-kata yang kita tahu takkan menghibur hati pasangan kita. Mungkin kita tergoda untuk turut menyesali kegagalannya, kesalahannya, mengguruinya, meremehkannya, atau bahkan mendiamkannya. Tak jarang kita mendengar seseorang yang meninggalkan pasangannya di kala mengalami kegagalan. Mungkin kita mengalami kerugian dan harus berkorban sehingga kita merasa yang terjadi tidak adil bagi kita. Namun, bukan itu yang akan membantu pasangan kita bangkit. Saat kita menguatkan hatinya, hati kita juga akan dikuatkan. Saat melihat kerendahan hati kita, Tuhan akan memberikan apa yang baik bagi kita.
2. Memberikan Kepercayaan
Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku. (Yohanes 21:17).
Saat Yesus dan para murid-Nya makan bersama di malam sebelum Yesus disalib, Petrus berkata bahwa dia akan memberikan nyawanya bagi Yesus (Yohanes 13:37). Kenyataannya, saat Yesus ditangkap dan menjalani “persidangan”, Petrus hanya sekadar mengikuti Yesus dan memperhatikannya dari luar dekat pintu. Di sana Petrus bahkan menyangkal Yesus hingga tiga kali.
Saat menyadari apa yang telah dilakukannya, betapa hancurnya hati Petrus (Lukas 22:62). Apa yang pernah Yesus ucapkan terbukti sudah. Dia pergi ke luar dan menangis dengan sedih. Namun, mengetahui bahwa ini akan terjadi, mengapa Yesus malah memberikan kepercayaan kepada Petrus untuk menggembalakan domba-dombaNya?
Yesus mempunyai seribu alasan untuk kehilangan kepercayaan kepada Petrus, tetapi Dia justru melakukan yang sebaliknya. Setelah kematian-Nya dan murid-muridNya tercerai berai, Petrus kembali ke pekerjaan lamanya sebagai penjala ikan. Namun, Yesus tidak putus asa dalam pengharapannya kepada Petrus. Dalam kesempatan bersama, saat mereka sedang duduk di tepi danau setelah kebangkitan-Nya, Yesus sengaja memberikan tiga pertanyaan yang sama kepada Petrus.
Saat pasangan mengalami kegagalan, tak jarang reaksi pertama kita adalah kehilangan kepercayaan. Mungkin kita meragukan kemampuannya, kesungguhannya, ataupun usahanya. Mungkin pasangan kita pun meragukan dirinya sendiri dan kehilangan kepercayaan diri. Namun, seperti Yesus kepada Petrus, bukan keraguan yang membuat Petrus dapat bangkit dan menjadi salah satu tokoh terpenting dalam penyebaran Injil Kristus. Kepercayaan Yesuslah yang memberikan keyakinan di dalam hati Petrus. Yesus menunjukkan bahwa dia mengasihinya, bahwa Petrus berharga dan perannya sangat penting untuk melanjutkan pekerjaan-Nya.
“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:17) Apakah yang paling kita butuhkan saat mengalami kegagalan? Bukankah sahabat? Lalu, siapa yang akan menjadi sahabat terbaik pasangan kita jika bukan kita sendiri? Entah pasangan kita mengalami kegagalan dalam pekerjaan, dalam mendidik anak, dalam keuangan, ataupun dalam hubungan, jadilah sahabat baginya. Seorang sahabat yang sedang bersedih memerlukan seseorang yang berempati terhadap kondisinya, yang menangis bersamanya, atau sekadar diam menemani saat kita tidak tahu harus berbicara apa.
Belajar dari Yesus, jangan pernah menyerah dan kehilangan kepercayaan akan pasangan kita. Percayalah bahwa mereka akan bangkit dari kegagalan dan melakukan upaya yang lebih baik. Kegagalan adalah guru terbaik jika kita mau belajar untuk meresponnya sebagaimana yang Tuhan inginkan
Source : https://gkdi.org/blog/kegagalan/
- suwandisetiawan's blog
- Login to post comments
- 1060 reads