You are hererenungan / Kualitas Orang-Orang Pilihan Tuhan

Kualitas Orang-Orang Pilihan Tuhan


By suwandisetiawan - Posted on 18 December 2018

Apa yang Anda rasakan kalau Anda dibilang sebagai orang yang punya tendensi sebagai pemberontak? Mungkin Anda tidak senang mendengarnya. Akan tetapi, itulah yang digambarkan oleh Alkitab tentang manusia, secara khusus dalam kitab Bilangan. Tendensi manusia adalah memberontak, baik kepada Allah maupun sesama.

Jadi, bagaimana kita yang pemberontak bisa menjadi orang-orang pilihan Tuhan?

Kitab Padang Gurun

Kecenderungan memberontak erat kaitannya dengan dosa. Dosa telah membuat hidup kita kacau dan menjadikan kita seperti produk gagal.

Namun, patutlah kita bersyukur karena memiliki Allah yang luar biasa. Oleh kasih karunia-Nya, Dia mempersiapkan rencana luar biasa melalui Yesus Kristus. Melalui penebusan-Nya, Yesus membuat kita menjadi manusia yang layak di hadapan Allah, bahkan kembali serupa gambaran-Nya. Hal ini mengukuhkan bahwa tanpa Kristus kita bukanlah apa-apa. Namun, sebaliknya, bersama Dia dan karena Dia, kita diselamatkan.

Kitab Bilangan dikenal sebagai kitab Padang Gurun, karena memaparkan perjalanan bangsa Israel menuju Tanah Perjanjian. Dalam bahasa Ibrani, kitab Bilangan disebut BeMidbar, yang berarti “di daerah liar”, sebagaimana tertulis dalam kalimat pertamanya.

Sedangkan nama ‘Bilangan’ atau numeri dalam bahasa Yunani adalah sebutan lain dari Septuaginta yaitu terjemahan Alkitab Ibrani [Tanakh] ke Yunani. Kata numeri berkaitan dengan cacah jiwa atau sensus bangsa Ibrani yang dilakukan dua kali.

Yang pertama adalah saat keluar dari tanah Mesir:

“Jadi semua orang Israel yang dicatat menurut suku-suku mereka, yaitu orang-orang yang berumur dua puluh tahun ke atas dan yang sanggup berperang di antara orang Israel, berjumlah enam ratus tiga ribu lima ratus lima puluh [603.530] orang.”

— Bilangan 1:45-46

Yang kedua adalah sebelum memasuki tanah Kanaan, sekian waktu setelah tulah di Mesir menewaskan 24.000 orang generasi pertama Israel:

“Itulah orang-orang yang dicatat dari orang Israel, enam ratus satu ribu tujuh ratus tiga puluh [601.730] orang banyaknya.”

— Bilangan 26:51

Berdasarkan kedua pasal di atas, dapat kita simpulkan tidak ada orang dewasa dari generasi pertama yang keluar dari Mesir—kecuali Yosua dan Kaleb—tiba di Tanah Perjanjian.

Menilik sekilas data tersebut, mungkin kita merasa Allah tidak adil. Dia membebaskan umat-Nya dari perbudakan dan berjanji membawa mereka ke Tanah Perjanjian, tetapi akhirnya hanya menyisakan dua orang saja. Apa yang terjadi hingga hanya tersisa dua orang dari 600-ribuan orang?

Sebelum berasumsi banyak, mari kita cari kebenarannya dari Alkitab sendiri.

Kisah dua belas pengintai

“Sesuai dengan jumlah hari yang kamu mengintai negeri itu, yakni empat puluh hari, satu hari dihitung satu tahun, jadi empat puluh tahun lamanya kamu harus menanggung akibat kesalahanmu, supaya kamu tahu rasanya, jika Aku berbalik dari padamu: Aku, TUHAN, yang berkata demikian. Sesungguhnya Aku akan melakukan semuanya itu kepada segenap umat yang jahat ini yang telah bersepakat melawan Aku. Di padang gurun ini mereka akan habis dan di sinilah mereka akan mati.”

— Bilangan 14:34-35

Ternyata penyebab angka kematian yang begitu besar, serta alasan bangsa Israel harus mengembara di padang gurun selama empat puluh tahun adalah karena pemberontakan mereka. Tidak hanya pemberontakan terhadap Musa, tetapi terutama kepada Allah.

Empat puluh tahun pengembaraan bangsa Israel dihitung sejak masa 40 hari pengintaian orang-orang pilihan Tuhan di tanah Kanaan. Yosua dan Kaleb ada di antara mereka.

Lalu, bagaimana Allah menyeleksi para pengintai ini? Kualitas apa saja yang Dia lihat dari orang-orang pilihan-Nya?

1. Kualitas pertama: Ketaatan dan Kepatuhan
Kita sebagai orang Kristen perlu memahami bahwa tendensi manusia adalah memberontak. Tindakan Hawa memakan buah pohon kehidupan adalah wujud pemberontakan, karena ia ingin menjadi seperti Allah. Banyak orang Israel, bahkan pemimpin-pemimpin suku yang dipilih Musa sendiri, memberontak terhadap Musa.

“Tetapi bangsa ini mempunyai hati yang selalu melawan dan memberontak; mereka telah menyimpang dan menghilang. — Yer 5:23

Dalam bentuk sepele, tidak bersyukur dan bersungut-sungut juga termasuk pemberontakan terhadap Allah. Tuhan menghukum Musa yang mencuri kemuliaan-Nya, meskipun Musa telah membimbing bangsa Israel selama empat puluh tahun.

Dan berfirmanlah TUHAN kepadanya: “Inilah negeri yang Kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub; demikian: Kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri itu. Aku mengizinkan engkau melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi engkau tidak akan menyeberang ke sana.” — Ulangan 34:4

Berulang kali Tuhan menghukum dan melenyapkan mereka yang bersungut-sungut. Dia tidak segan membinasakan mereka yang memberontak, baik kepada-Nya, maupun orang pilihan-Nya. Memberontak kepada pemimpin pilihan-Nya berarti juga memberontak kepada Allah.

Lalu, siapakah pemimpin yang dimaksud? Apakah terbatas pada hal rohani saja?

Dalam suratnya, rasul Petrus menyebutkan agar kita menaati semua pemimpin dan lembaga manusia. Bahkan, ditekankan pada ayat 18, kepada yang paling bengis sekalipun kita harus tunduk. Yesus sendiri memberikan teladan terkait hal ini (bandingkan 1 Pet. 2:13-14, 2:18 dengan 2:21).

2. Kualitas kedua: Loyalitas
Loyalitas adalah harga mati bagi setiap orang yang mau mengikut dan digunakan oleh Allah.

Kitab Bilangan mengungkap dua tokoh loyal yang berhasil tiba di Tanah Perjanjian, yaitu Yosua dan Kaleb. Dari dua belas pengintai Kanaan, hanya kedua orang ini yang beriman dan memberikan kabar baik. Di kesempatan lain, Yosua dan Kaleb sering membantu dan menemani Musa, baik ketika berperang maupun saat Musa bertemu Allah.

Ambillah sedikit waktu untuk merenungkan seberapa loyal kita kepada Tuhan. Apakah kita masih hitung-hitungan dalam hal pelayanan, memberi persepuluhan atau persembahan? Bagaimana sikap kita terhadap pemimpin rohani atau persekutuan? Apakah kita loyal dalam arti positif di dalam pekerjaan sehari-hari?

3. Kualitas ketiga: Patuh dan mengikuti kehendak Allah
Dahulu, ketika orang ingin mencari kehendak Allah, mereka akan datang kepada imam atau nabi untuk menyampaikan masalahnya. Imam atau nabi tersebut akan berdoa, kemudian Allah berbicara melalui mereka sebagai penyampai kebenaran dan kehendak-Nya.

Bagaimana dengan kita di era modern ini? Tentu, secara prinsip sama saja. Ibrani 1:1-2 menyatakan bagaimana Allah dulu bicara melalui perantara nabi-nabi, dan sekarang Dia bicara melalui Yesus Kristus dan Kitab Suci. Allah mempermudahkita untuk mengetahui kehendak-Nya.

Namun, kemudahan itu kadang tidak disambut baik. Kemajuan zaman membuat orang semakin tertarik kepada kesenangan duniawi dan malas membaca Alkitab. Akibatnya, pemahaman akan kehendak dan kebenaran Tuhan menjadi salah dan kacau. Bagaimana seseorang bisa dekat kepada Allah tanpa tahu yang mana yang Dia benci atau Dia suka?

Ada pula yang berani mengklaim Tuhan bersama mereka, padahal tidak suka mempelajari Alkitab dan memahaminya dengan baik. Secara pribadi, saya menentang hal ini karena teologi yang salah dapat mengarahkan orang ke jalan yang salah. Orang-orang yang seperti itu janganlah menganggap diri orang pilihan Tuhan, karena kelakukannya menyerupai nabi palsu yang menyesatkan orang lain.

Di sisi lain, realitas ini menjadi cambuk agar kita lebih giat dan serius mempelajari Alkitab, karena Allah berkenan kepada mereka yang patuh dan mengikuti kehendak-Nya.

4. Kualitas keempat: Beriman dan setia sampai akhir
Iman dan kesetiaan adalah dua kualitas yang tak terpisahkan. Iman tanpa kesetiaan adalah sia-sia, karena iman tidak dapat bertumbuh tanpa kesetiaan.

Dari kitab Kejadian sampai Wahyu, kita melihat bahwa orang-orang pilihan Tuhan adalah mereka yang setia sampai akhir hayat. Mereka berani mengorbankan hidup dan harta-milik demi ikut Tuhan.

Harun dan Musa adalah contoh pribadi-pribadi setia ini. Selain Musa, Harun pun tak diizinkan memasuki Tanah Perjanjian (Bil 20:24). Namun, ini tidak menyurutkan iman mereka. Keduanya tetap setia mempersiapkan bangsa Israel untuk memasuki Tanah Perjanjian. Mereka mengatur manajemen suku, menyusun kekuatan perang, juga menyiapkan pengganti mereka. Padahal, kalau dipikir-pikir, Musa dan Harun adalah dua orang yang paling berhak menuntut keadilan. Sebaliknya, mereka tetap setia sekalipun semua telah diambil dari mereka. Iman mereka tak tergoyahkan.

Lantas, bagaimana dengan kita? Bisakah kita tetap setia saat didisiplinkan Allah atau saat semua milik kita diambil? Masih adakah iman kita terhadap Dia? Orang-orang pilihan Tuhan adalah mereka yang tetap setia dan beriman sekalipun dalam kondisi yang tidak menyenangkan, bahkan pahit.

Inilah kesimpulan yang dapat kita terapkan untuk menjadi orang-orang pilihan Tuhan:

Jadilah seorang Kristen yang tunduk dan patuh kepada pemimpin rohani.

Pelajari Alkitab lebih dalam lagi agar pemahaman dan kasih kita bertumbuh di dalam Dia yang lebih dahulu mengasihi kita. Allah yang mahakasih rindu berkomunikasi secara intens dan mempunyai hubungan dekat dengan umat-Nya.
Patuh, beriman, dan setialah sampai akhir.

Dengan berpegang pada kualitas-kualitas di atas, marilah kita melatih diri agar kehendak Allah itu semakin dinyatakan lewat diri kita.

Source : https://gkdi.org/blog/kualitas-orang-orang-pilihan-tuhan/

Tags