You are hererenungan / Jangan Anggap Remeh Sifat Egois

Jangan Anggap Remeh Sifat Egois


By suwandisetiawan - Posted on 04 March 2019

Manusia pada dasarnya memiliki sifat egois. Kita cenderung memikirkan diri sendiri, kepentingan sendiri, dan semua yang bertema ‘keakuan.’ Namun, perilaku egoistis—terutama pada taraf berlebihan, yang disebut egotisme—tidak boleh dianggap lumrah atau sepele, karena dapat memberi dampak buruk di kemudian hari.

Berikut kita dapat melihat perilaku egoistis tiga tokoh Alkitab, yaitu Lot, Yudas, dan Salomo.

Lot: Sifat egois membawa kehancuran bagi diri sendiri dan orang-orang yang kita kasihi (Kejadian 13:1-13, Kejadian 19:1-29)

Ketika dipanggil Tuhan untuk keluar dari negerinya, Abraham (waktu itu masih bernama Abram) membawa serta keponakannya, Lot (Kejadian 12:5). Di Tanah Negeb, demi menghindari pertikaian antara para gembala mereka, Abraham dan Lot berpisah. Abraham memberikan Lot hak untuk menentukan lebih dulu arah perjalanannya.

Lot memilih Lembah Yordan dan berkemah dekat Sodom. Padahal, ia tahu orang Sodom terkenal jahat dan berdosa terhadap Tuhan. Lot tidak memedulikan keselamatan keluarganya karena hanya melihat bahwa kesuburan Lembah Yordan dapat meningkatkan hasil ternaknya. Potensinya untuk jadi kaya-raya.

Ketika terjadi perang, Lot dan keluarganya sempat menjadi tawanan dan dibebaskan oleh Abraham. Namun, Lot tidak kapok dan tetap kembali ke Sodom.

Bahkan sewaktu orang-orang Sodom mendatangi rumahnya untuk melakukan perbuatan tak senonoh terhadap dua tamunya, Lot malah menyerahkan kedua anak perempuannya (Kejadian 19:8). Bayangkan betapa pahit perasaan kedua putri Lot dan calon menantunya. Itulah sebabnya ketika Lot memberitahu tentang kehancuran Sodom, mereka menganggapnya hanya mengolok-olok.

Pada akhirnya, semua kekayaan Lot musnah dimakan api dan belerang. Ia tidak punya apa-apa lagi, bahkan kehilangan istrinya yang menjadi tiang garam.

Dengan membiarkan sikap egois menguasai, kita menghancurkan diri sendiri dan orang-orang yang kita cintai. Kisah kita bisa saja berakhir seperti Lot. Harta-benda yang kita kumpulkan lenyap; demikian pula keluarga kita.

Jika Anda mengasihi keluarga dan orang-orang terdekat, kesampingkan ego Anda saat mengambil keputusan. Pertimbangkan apa dampak tindakan Anda terhadap hidup mereka, dan ingatlah: Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. – Yakobus 3:16

Yudas: Sikap egois mengeraskan hati dan mematikan kebenaran (Matius 26:14-16, Matius 27:3-5)

Yudas adalah salah satu dari kedua belas murid Yesus yang mengiringi perjalanan-Nya selama tiga tahun, bahkan sempat menjadi bendahara (Yoh 13:29).

Namun, meski telah menyaksikan sendiri banyak mukjizat yang dikerjakan Yesus—dari menyembuhkan orang sakit sampai membangkitkan orang mati—Yudas rela mengkhianati-Nya demi tiga puluh keping perak. Perilaku egoistis membuat Yudas menolak kebenaran yang ia terima.

Penyesalan datang belakangan, dan hidupnya berakhir tragis. Setelah menyadari kesalahannya, Yudas menghukum dirinya dengan bunuh diri.

Maka iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri. – Matius 27:5

Ketika Anda lebih mementingkan pekerjaan, status, pencapaian, perasaan, kebutuhan, dan impian Anda ketimbang mengasihi Tuhan dan keluarga, berhati-hatilah. Anda sedang mengeraskan hati dan mengesampingkan kebenaran dari hidup Anda. Sifat egois dapat menumpulkan hati dan menutup mata batin. Kebenaran yang kita terima dari firman Allah, pengetahuan, pengalaman, serta status kita sebagai murid pun menjadi sia-sia. Kita tidak berbuah di dalam Tuhan.

Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? – Yeremia 17:9

Salomo: Sikap egois membuat kita mendua hati (1 Raja-raja 11:1-13)

Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN. – 1 Raja-Raja 11:3

Raja Salomo terkenal karena hikmatnya yang luar biasa, bahkan dikatakan, tidak akan ada lagi yang seperti dia (1 Raja-raja 3:12). Sayang, semua pengetahuan dan kebijaksanaan Salomo ternyata tidak sanggup melawan dorongan egoistisnya.

Salomo memiliki ribuan isteri demi memuaskan nafsu dan kesenangan pribadi tanpa memedulikan akibatnya. Di masa tua, Salomo bahkan menduakan Allah dengan menyembah dewa-dewi yang dipuja istri-istrinya (1 Raja-raja 11:4). Kerajaannya pun terpecah; anak-anaknya tidak mengasihi Tuhan dan menyembah allah-allah lain.

Ketika Anda egois, hati Anda akan menjauh dari Tuhan. Namun, ketika Anda memperhatikan kepentingan orang banyak, Anda bukan hanya menyelamatkan hidup sendiri, tetapi juga membawa keselamatan bagi orang lain (1 Korintus 10:33).

Yang dialami ketiga tokoh di atas hanyalah sebagian dari banyak kisah perilaku egoistis yang tidak pernah mendatangkan kebaikan—seperti yang juga menimpa Kain, Saul, dan Haman. Jadi, mari kita ambil langkah serius untuk mengubah sifat egoistis. Kita rendahkan hati dan kurangi sikap mengutamakan diri sendiri, karena itulah yang berkenan bagi Tuhan.

“Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” – Filipi 2:3b-4

Source : https://gkdi.org/blog/egois/

Tags