You are hererenungan / Beragama atau Bertuhan?
Beragama atau Bertuhan?
Tahukah Anda seperti apa orang yang terjebak dalam kehidupan beragama?
Tujuan awal mereka sangat mulia; mereka mau mengenal Allah dan melayani-Nya. Namun, kemudian mereka terperosok ke dalam setumpuk aktivitas keagamaan dan melupakan Allah itu sendiri.
Salah satu contohnya adalah orang-orang Israel pada masa nabi terakhir yang Allah utus, yaitu Maleakhi. Pada masa itu, mereka membawa kurban dan datang menyembah ke Bait Allah, tetapi itu hanya sekedar rutinitas, bahkan dilakukan dengan sembarangan (Maleakhi 1:6-14). Tak ada geliat rohani lagi di dalamnya. Allah sangat murka serta muak dengan mereka, Dia tidak berbicara lagi kepada orang Israel 400 tahun lamanya.
Lantas, bagaimana agar hidup rohani kita tetap berkenan kepada Allah?
Hidup (yang Sekadar) Beragama
Orang yang beragama adalah mereka yang masih ke gereja, membaca Alkitab, melayani, tetapi tidak merasakan kuasa dari hubungan yang hidup dengan Allah.
“Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu! Sebab di antara mereka terdapat orang-orang yang menyelundup ke rumah orang lain dan menjerat perempuan-perempuan lemah yang sarat dengan dosa dan dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu.” – 2 Timotius 3:5-6
Ketika orang melupakan Tuhan, mereka mulai tidak bermoral. Mereka tidak hanya kehilangan kuasa hidup rohani, tetapi juga terseret ke dalam kuasa hidup duniawi. Pada akhirnya, orang yang sekadar beragama akan kehilangan kebaikan mereka. Kehilangan kesetiaan, kebenaran, dan segala nilai moral.
Memang tidak mudah bagi kita menerima teguran. Sebaik apa pun teguran itu disampaikan, mungkin rasanya tetap menyakitkan. Dalam kehidupan yang bertuhan, terjadi dinamika, baik yang menyenangkan maupun mengagetkan. Akan tetapi, kehidupan yang sekadar beragama membuat segalanya terasa datar, terprediksi, dan dingin.
Bagaimana agar kita tetap bertuhan?
Mengingat tiga poin ini dapat membantu kita membangun hidup rohani yang senantiasa terarah kepada Tuhan.
1. Realitas, bukan rutinitas
Ingat, hidup rohani Anda bukanlah sebuah rutinitas, melainkan realitas. Mengikut Tuhan bukan tentang seberapa sibuk atau sebanyak apa tanggung jawab yang kita pegang, melainkan seberapa real hubungan kita dengan Tuhan. Seringnya, kesibukan justru menjadi penghalang keintiman dengan Tuhan.
Dengarkan Tuhan, pikirkan Tuhan, dan berjalanlah bersama-Nya (Mazmur 25:12). Bergantunglah kepada-Nya (Yeremia 17:7). Layani Tuhan, dan kejarlah semua itu.
“Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal.” – 1 Timotius 6:11-12a
2. Moral masuk akal karena Tuhan ada
Bagi orang yang tak lagi mengikut Tuhan, keharusan menjaga moral juga menjadi tidak masuk akal. Namun, orang yang punya Tuhan dalam hidupnya tak dapat menutup sebelah mata terhadap perkara dan standar moral yang dikehendaki Allah.
“Orang yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima suap … dialah seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin.” – Yesaya 33:15-16
3. Tuhanlah yang memberi hidup, bukan agama
Bukankah Tuhan ada di dalam agama?
Itu benar. Namun, ketika semua atribut dan formalitas itu diangkat, dan yang tersisa dalam diri kita hanyalah agama, bukankah itu berarti Tuhan hanya menjadi alat kita?
Lalu kata Yesus kepada mereka: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat.” – Markus 2:27
Di dalam Tuhan, kita memiliki kehidupan, serta segala yang baik dan sejati. Karena itu, utamakanlah Tuhan dalam hati dan hidup Anda.
“Sama seperti Engkau telah memberikan kepada-Nya kuasa atas segala yang hidup, demikian pula Ia akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepada-Nya.” – Yohanes 17:2
Agar Tuhan senantiasa menempati posisi tertinggi dalam hidup kita, ingatlah bahwa tindakan ibadah kita merupakan realitas, bukan rutinitas. Taatilah perintah-Nya demi menyenangkan hati-Nya, bukan demi peraturan, karena kehidupan kekal bersumber dari Tuhan.
Marilah berdoa: Bapa, Engkau Allah yang hidup, hanya Engkaulah alasan saya hidup hari ini. Saya sangat bersyukur bisa mengenal-Mu dan terus berjuang untuk memiliki realitas yang hidup bersama-Mu. Amin
Source : https://gkdi.org/blog/beragama/
- suwandisetiawan's blog
- Login to post comments
- 1464 reads