You are hererenungan / Benci Dosa: Ditolak Manusia tapi Dicintai Allah

Benci Dosa: Ditolak Manusia tapi Dicintai Allah


By suwandisetiawan - Posted on 24 April 2019

Mendengar kata benci, yang pertama terlintas di pikiran kita biasanya adalah sesuatu yang negatif. Membenci sesama (Imamat 19:17), kebenaran firman (Yohanes 17:14), atau didikan (Amsal 15:10) memang merupakan hal buruk, bahkan merugikan diri sendiri.

Di sisi lain, ada jenis benci yang positif, yaitu ketika kita mengarahkannya kepada dosa.

“Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.” – Amsal 8:13

Mari belajar dari dua tokoh Alkitab, Yusuf dan Pinehas, bagaimana cara menjadikan kebencian terhadap dosa sebagai pemicu untuk hidup benar.

1. Yusuf – Berani Menolak Godaan Walau Dibenci (Kejadian 39:1-23)

Yusuf, anak kesebelas Yakub, dikabarkan rupawan dan punya sikap yang menyenangkan. Tuhan menyertainya sehingga dia selalu berhasil dalam pekerjaan dan menyenangkan majikannya. Tak heran, istri Potifar sampai terpikat pada Yusuf. Berkali-kali wanita itu membujuknya untuk tidur bersama, tetapi selalu ditolak.

Bagi dunia, barangkali ini reaksi yang bodoh. Menolak diberi kenikmatan, padahal tidak ada yang tahu. Toh, sebagai kepala pengawal raja, Potifar sering pergi menemani Firaun dalam berbagai kunjungan, baik di dalam dan luar Mesir.
Namun, Yusuf sadar bahwa Tuhan Mahatahu, dan bahwa dosa, senikmat apa pun itu, akan membawanya kepada maut (Yakobus 1:15).

Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: “Marilah tidur dengan aku.” Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar. – Kejadian 39:12

Pelajaran pertama dari Yusuf: tinggalkanlah seseorang atau sesuatu yang mendorong kita berbuat dosa.

Semenarik apa pun godaan itu, dapat dengan tegas kita tolak jika kita membenci dosa. Sering kali kita sebenarnya tahu seperti apa bentuk godaan, tetapi tetap saja kita jatuh berkali-kali. Ini karena kita mencintai dan tidak mau meninggalkan dosa tersebut.

Pelajaran kedua: tetaplah lakukan yang terbaik sesuai kehendak Tuhan, meski harus menanggung derita.

Karena fitnah istri Potifar, Yusuf dijebloskan ke penjara. Namun, ia tidak mengeluh kepada Tuhan, “Kenapa aku dipenjara, padahal menolak berzina?” Ia juga tidak menyalahkan Potifar yang langsung mendakwanya bersalah tanpa menyelidiki lebih dahulu. Yang Yusuf lakukan adalah tetap tunduk kepada Tuhan.

“Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.” – Yohanes 15:19

Membenci dosa mungkin membuat kita dibenci manusia, tapi itu jauh lebih berharga daripada dibenci Tuhan demi dicintai manusia.

Lalu, apakah kelanjutan kisah Yusuf yang memilih taat berakhir baik?

Ya, Tuhan memberkati jalan hidupnya dengan luar biasa: dari seorang narapidana, Yusuf menjadi orang kepercayaan Firaun (Kejadian 41:43).

2. Pinehas – Membela Kehormatan Tuhan (Bilangan 25:1-18)

Ketika tinggal di Sitim, bangsa Israel berzinah dengan perempuan Moab. Tak hanya itu, para wanita ini mengajak pria-pria israel yang mereka pikat ke acara korban sembelihan Baal-Peor, allah mereka. Tuhan pun murka, lalu memerintahkan Musa membinasakan mereka yang terlibat dalam peristiwa di atas.

Di tengah suasana duka kaum-keluarga yang anggotanya dieksekusi, seorang pria Israel bernama Zimri bin Salu malah membawa perempuan Midian, Kozbi bin Sur, ke komplek perkemahan. Melihatnya, Pinehas, cucu Harun, mengejar keduanya dan menikam mereka.

Memang, sepintas kelihatannya Pinehas kejam, atau terkesan bahwa Tuhan membenarkan pembunuhan. Namun, Pinehas hanya melaksanakan perintah Tuhan, serta membela kehormatan-Nya dengan tidak membiarkan dosa yang terjadi di depan mata.
Kebaikan apa yang mendatangi Pinehas di kemudian hari? Selain menyurutkan murka Allah atas bangsa Israel, tindakan Pinehas membawa berkat bagi dirinya dan keturunannya kelak (Bilangan 25:12-13).

“Pinehas, anak Eleazar, anak imam Harun, telah menyurutkan murka-Ku dari pada orang Israel, oleh karena ia begitu giat membela kehormatan-Ku di tengah-tengah mereka, sehingga tidaklah Kuhabisi orang Israel dalam cemburu-Ku.” – Bilangan 25:11

Mendiamkan atau membiarkan dosa seseorang sama dengan membenarkannya—bahkan mungkin dapat memengaruhi orang lain untuk ikut berbuat dosa.

Hendaknya kita membela kehormatan Tuhan dengan berani menegur mereka yang jatuh ke dalam dosa dan tidak ikut berkompromi. Dengan melakukannya, kita bukan hanya menyelamatkan diri sendiri, melainkan juga sesama. Kita memang tidak bisa memaksa orang lain untuk taat, tetapi kita bisa memperingatkan atau menegur mereka.

“Ketahuilah, bahwa barangsiapa membuat orang berdosa berbalik dari jalannya yang sesat, ia akan menyelamatkan jiwa orang itu dari maut dan menutupi banyak dosa.” – Yakobus 5:20

Mungkin kita akan dibenci karena menegur orang yang berbuat dosa. Mungkin kita dianggap aneh atau dimusuhi karena tidak mau kompromi. Namun, lebih baik dibenci oleh mereka yang mencintai dosa, daripada ikut-ikutan melakukannya agar diterima, tetapi malah hancur oleh maut.

Kalau dengan menolak berbuat dosa, usaha kita dipersulit, kita difitnah, diejek, dijegal, atau ditinggalkan, ingatlah: kita tidak sendiri. Yusuf pernah mengalaminya—dan terlebih, Yesus Kristus sendiri melalui semua derita itu (Matius 5:12).

Godaan dosa akan selalu ada, tapi kita dapat melawannya dengan terlebih dulu membenci dosa. Berbahagialah ketika kita ditolak oleh dunia, karena itu tandanya kita hidup lurus dan sedang menabung berkat rohani di surga (Lukas 6:22-23). Amin.

Source : https://gkdi.org/blog/benci-dosa/

Tags