KREATIVITAS DALAM PELAYANAN
Yang membedakan gereja yang maju dengan gereja yang membosankan dan
mandek ialah dalam hal kreativitas. Memang unsur ini bukanlah satu-
satunya, namun sangat banyak memengaruhi maju-mundurnya suatu
pelayanan.
Gereja yang mengabaikan kreativitas cepat atau lambat akan
ditinggalkan jemaatnya. Situasi inilah yang kita saksikan sekarang
ini, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Tiba-tiba saja sebuah
gereja dijubeli oleh jemaat yang hadir, bahkan beberapa gereja
tertentu harus menyelenggarakan empat sampai lima kali kebaktian
pada satu hari Minggu. Sementara gereja yang lain dicap
"membosankan", tidak punya Roh Kudus, dan "mati". Sikap jemaat yang
demikian bisa menyebabkan pertikaian antarpemimpin gereja. Padahal,
kebanyakan persoalan terletak pada kreativitas pelayanan.
Kalau dalam dunia perniagaan pembeli itu raja, demikian pula di
gereja, dalam konteks tertentu jemaat itu raja. Ia tidak peduli
dengan kesulitan seorang pendeta atau para majelis di dalam mengatur
pelayanan. Pokoknya, ia dilayani dengan baik. Kalau tidak, seiring
dengan kecenderungan untuk bersikap individualistis, terutama di
kota-kota besar, seorang anggota gereja tidak segan-segan
meninggalkan gerejanya dan berpindah ke gereja yang dirasakannya
cocok.
Tentu saja kita boleh mengecam sikap oportunis itu. Tetapi, kita pun
tidak dapat berbuat apa-apa dengan tren yang tengah melanda orang
Kristen di berbagai kota besar itu. Kecaman terhadap gereja yang
"mencuri domba" tidak akan pernah menyelesaikan persoalan ini. Saya
pernah bertanya kepada seorang pengusaha muda mengapa ia berpindah
gereja. Jawabannya, "Di gereja saya yang dahulu, rohani saya tidak
bertumbuh. Nanti setelah di gereja yang baru inilah iman saya maju."
Jawaban ini tentu subjektif sekali, tetapi jangan lupa ini adalah
jawaban klasik.
Sebagai pelayan sekaligus gembala jemaat, kita tidak dapat
mengabaikan begitu saja apa yang dirasakan/dibutuhkan oleh jemaat.
Mereka umumnya membutuhkan pelayanan yang segar agar ia betah.
Memang tidak semua orang keluar dari sebuah gereja karena alasan
bosan, "mati", dan tidak membawa "berkat". Namun, sangat disayangkan
kalau hanya karena masalah kreativitas lalu orang pergi meninggalkan
gereja itu.
PENGERTIAN
Salah satu perbedaan antara manusia dengan binatang adalah dalam hal
kreativitas. Seekor anjing dapat saja melakukan keterampilan
mengendarai sepeda. Ia melakukannya karena ia dilatih bertahun-tahun
sehingga terampil. Tetapi anjing tidak dapat mengembangkan
keahliannya itu. Berbeda dengan manusia. Ia tidak hanya terampil,
tetapi sanggup mengembangkan apa yang diperolehnya dari latihan,
bahkan ia bisa menciptakan permainan yang lain. Ia mampu berkreasi.
Inilah beberapa ciri pokok manusia kreatif.
- Berpikir dari segala arah.
Seorang yang kreatif mampu melihat suatu masalah dari berbagai
segi. Ia akan mengumpulkan berbagai fakta untuk memecahkan
persoalan itu.
Berpikir ke segala arah.
Bagi seorang yang kreatif sebuah pensil tidak hanya untuk
menulis, tetapi juga untuk menggaruk, mengorek kuping, mengukur,
mengganggu teman, menggaris, bahkan bisa dipakai sebagai alat
untuk makan. Jadi, satu bahan bisa digunakan untuk banyak fungsi.
Fleksibel tanpa menyalahi aturan.
Dr. Campbell memberikan contoh, seorang pegawai kantor sebuah
yayasan pendidikan swasta di suatu pelosok ditugaskan majikannya
mengurus perkara di sebuah ibu kota provinsi. Dalam rangka
penyelesaian perkara itu ternyata dia harus membuat surat baru
dan harus diberi cap yayasan. Padahal ia tidak membawa cap yang
dibutuhkan. Untuk kembali ke kantor jauh, memakan waktu dan
biaya. Maka, daripada kembali ke kantor, dia memesan cap yayasan
yang baru di ibu kota dan sesampai di kantor kembali, ia
memberitahu instansi pemerintah dan relasi bahwa cap resmi
yayasan diganti.
Orisinalitas.
Orang kreatif mampu menelurkan ide, gagasan, dan cara kerja yang
tidak lazim, yang tidak terpikirkan sebelumnya. Barangkali bagi
kebanyakan orang, untuk mengambil bola pingpong yang jatuh ke
dalam lubang harus menggunakan tongkat. Tetapi seorang yang
kreatif akan dapat memakai air. Lubang itu diisi air sampai
penuh dan bola pingpong itu akan timbul dengan sendirinya.
Senang dengan hal-hal yang rumit.
Orang kreatif umumnya senang dengan hal-hal yang menantang
ketimbang kesederhanaan dan jalan pintas. Di dalam situasi
inilah muncul gagasan-gagasan "aneh".
Tidak puas dengan yang monoton.
Ia merasa gelisah dengan pekerjaan yang itu-itu saja. Orang
kreatif tidak senang pada hal-hal yang bersifat rutinitas tanpa
menghasilkan yang lebih baik. Ia selalu berada pada pekerjaan
yang menghasilkan sesuatu yang baru misalnya, menulis, studi,
penelitian, kesenian, dan sebagainya. Dan ia tidak senang pada
pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut keterampilan rutin.
KREATIVITAS DALAM PELAYANAN
Mendirikan gereja baru tidak selamanya merupakan perbuatan yang
kreatif. Bisa saja hal itu dilandasi oleh motivasi pemberontakan.
Begitu juga dengan acara yang aneh-aneh. Misalnya, seorang pemuda
hadir di sebuah persekutuan yang setiap kali pertemuan dihadiri
sekitar lima ratus orang. Bagi dia jumlah ini sangat banyak
dibandingkan dengan persekutuan pemudanya yang hanya dihadiri
sepuluh orang.
Kemudian ia mengusulkan agar pengurus persekutuan pemudanya membeli
alat musik listrik (band) sebab ia lihat di persekutuan besar itu
memakai alat musik tersebut. Ide ini tentu saja bukan ide yang
kreatif. Ini adalah peniruan. Karena di sana begitu, di sini juga
begitu. Tidak harus sama.
Kecenderungan pelayanan gerejawi kita bukanlah bersifat kreatif
tetapi peniruan. Di Korea, pengkhotbah seperti Paul Yonggi Cho
selalu mendapat aplaus begitu ia naik ke mimbar atau menyampaikan
pernyataan-pernyataan yang mengesankan dalam khotbahnya. Kebiasaan
ini ditiru oleh beberapa gereja di Indonesia. Ini bukanlah
kreativitas.
Roh Kudus adalah Roh yang kreatif. Sejak semula, ketika dunia ini
diciptakan, Ia menyatakan diri sebagai Allah yang kreatif. Tidak ada
yang membosankan bagi Allah kita, "selalu baru tiap pagi". Karena
itu, pelayanan yang tiruan tidak sesuai dengan semangat Roh Kudus.
Tetapi jangan salah mengerti. Yang saya maksudkan adalah peniruan
terhadap metode pelayanan dan bukan pada ajaran atau keteladanan.
Meneladani Yesus dalam pelayanan-Nya, itu merupakan patokan atau
"frame of reference". Dalam hal prinsip kita tidak mengubahnya,
tetapi dalam hal metode harus. Penginjilan, misalnya. Semua orang
percaya harus memberitakan Injil kepada semua bangsa. Tetapi cara
memberitakan Injil tidak harus dengan mengumpulkan massa di satu
tempat dan dikhotbahi oleh satu orang. Banyak sekali metode kreatif
yang dapat dipakai untuk memberitakan Injil.
BEBERAPA KESEMPATAN
Ada orang yang diberi kemampuan khusus sebagai orang kreatif, tetapi
tidak semua demikian. Namun, setiap orang mempunyai kesempatan untuk
berkreasi dalam menemukan sesuatu yang baru, berguna, dan dapat
dimengerti. Kesempatan-kesempatan itu bisa didapat dari:
- Keberanian menanggung risiko.
Salah satu penghambat kreativitas adalah takut gagal. Orang yang
takut gagal cenderung untuk menetapkan tujuan-tujuan yang biasa-
biasa saja. Ia merasa lebih aman untuk menetapkan target yang
kecil-kecil.
Kalau kita hanya menargetkan apa yang dapat kita capai,
ketergantungan kepada Tuhan tidak akan ada sebab untuk apa
menyerahkan kepada Tuhan apa yang dapat kita capai? Tetapi kalau
kita membuat rencana-rencana yang melampaui kemampuan-kemampuan
kita, sikap kita cenderung berserah kepada Tuhan. Sebab, "Ini
bukan rencana saya, tetapi ini pekerjaan Dia."
Bapak misi modern, William Carey (1761) pernah melakukan
pekerjaan besar di India dengan menerjemahkan Alkitab ke dalam
24 bahasa, dan membagikan Alkitab kepada tiga ratus juta orang.
Pada tahun 1792, dalam khotbahnya ia berkata, "Expect great
things from God, attempt great things for God (harapkanlah hal-
hal besar dari Allah, lakukanlah hal-hal besar bagi Allah)."
Hanya orang-orang yang berani menanggung risiko yang mampu
melakukan hal-hal besar. Keberanian ini tentulah keberanian yang
bergantung kepada Allah. Keberanian seperti ini pula yang
memungkinkan seseorang menjadi kreatif.
Tetapi keberanian mengambil risiko ini tidak ngawur. Kita harus
membuat pertimbangan akal sehat. Tuhan tidak setuju kalau kita
berani tanpa pertimbangan yang matang. Ia menghargai akal sehat
manusia (Matius 22:37). "Dalam hal-hal di mana kita mampu
menanggung kerugian, sebaiknya kita sering mengambil risiko.
Tetapi di mana terdapat malapetaka, sebaiknya kita jarang
mengambil risiko," demikian saran David Campbell.
Terbuka kepada ide dan gagasan baru.
Kita sering mendengar orang berkata di kala menghadapi
kepanitiaan Natal atau Paskah, "Bentuk acaranya harus begini,
soalnya yang dahulu-dahulu juga begitu." Ia tertutup pada ide-ide
baru dan hanya terpaku kepada apa yang sudah dilakukan para
pendahulu. Seorang kreatif senang menerima hal-hal baru dan
bermain-main dengannya.
Rajin dan senang akan pekerjaannya.
Kalaupun pekerjaan yang dihadapi sekarang ini tidak menyenangkan,
bekerjalah dengan rela hati. Pekerjaan akan menjadi lebih efektif
kalau dikerjakan dengan rela dan orang yang mengerjakannya merasa
ringan sehingga besar kemungkinan untuk lebih kreatif.
"Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama
menikmati hasil usahanya. Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan
akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu."
(2 Timotius 2:6,7)
Bahan diambil dan diedit dari sumber:
Judul MAjalah | : | Sahabat Gembala, Juli 1992 |
Judul Artikel | : | Kreativitas dalam Pelayanan |
Penulis | : | Yopie F.M Buyung |
Penerbit | : | Yayasan Kalam Hidup, Bandung |
Halaman | : | 52 - 57 |
|