Hal-Hal yang Harus Dihindari dalam Mengabarkan Injil
Oleh: D.W. Ellis
Berikut ini adalah beberapa petunjuk praktis tentang pelaksanaan
pekabaran Injil, yang didasarkan pada pengalaman D.W. Ellis dalam
mengabarkan Injil selama beberapa tahun di Indonesia.
Hal-hal yang sebaiknya dihindari dalam mengabarkan Injil secara
pribadi :
Kita harus mampu menyesuaikan khotbah dengan keadaan tanpa
mengingkari amanat Alkitab sebagai Firman Allah yang berdaulat.
Lalu kita pasrah dan tunduk pada pimpinan Roh Kudus. Sementara itu
kita harus berusaha menghindari beberapa hal di bawah ini, supaya
pemberitaan Injil secara pribadi itu dapat terlaksana dengan
sebaik-baiknya.
a. Hindari kesan dagang dan paksaan
Entah bagaimanapun juga, sikap-laku kita dan ucapan-ucapan kita
jangan sekali-kali menimbulkan kesan, bahwa kita hendak
memperdagangkan Injil atau hendak memaksakan Injil itu kepada
teman bicara kita.
Sebagai pekabar Injil, kita harus bersikap wajar, sopan, rendah
hati dan jangan bersikap sok mengetahui lebih banyak tentang segala
sesuatu daripada mereka.
b. Hindari kepura-puraan
Bila memberikan kesaksian pribadi, bersaksilah dengan sejujur-
jujurnya dan terus terang. Dan jika ada yang mengajukan pertanyaan
yang tidak kita jawab, jujurlah mengakuinya dan berkata, "Maaf, saya
belum tahu jawabnya. Saya akan berusaha mencari jawabannya dari
orang lain. Bila dapat, akan saya beritahukan kepada Anda."
Janganlah lupa mencari jawaban yang memuaskan, baik melalui buku
atau dari seorang ahli, lalu meneruskan jawaban itu kepadanya.
c. Hindari perdebatan
Kita adalah juru berita, bukan juru debat. Adalah biasa dalam
perdebatan, masing-masing pihak ngotot mempertahankan keyakinannya,
bahkan dengan mencari-cari alasan. Hasil akhir debat umumnya tidak
ada titik temu. Lagi pula dalam dunia komunikasi, perdebatan adalah
kendala yang menjurus kepada kegagalan. Andaikata pun satu pihak
menang secara logis dalam mengemukakan pendapat-pendapatnya, besar
kemungkinan ia kalah secara psikologis sebagai akibatnya. Artinya,
kita menang dengan imbalan yang kalah akan tersinggung dan menutup
diri. Hasil akhir, kita sendirilah yang kalah sebab gagal membawa
orang itu kepada Kristus.
Kita harus mengarahkan perhatian teman bicara kita kepada Kristus
secara positif, dengan memakai hal-hal yang positif dari kepercayaan
kita.
d. Hindari bicara terlalu banyak
Meskipun tujuan kita adalah untuk menerangkan Injil sejelas-
jelasnya, kita tidak boleh memborong semua kesempatan bicara. Kita
harus memberi waktu kepada teman bicara kita, supaya selain dia
merasa dihormati, dia juga mendapat kesempatan mengeluarkan isi
hatinya. Dengan demikian kita mengetahui bagaimana membimbing dia
selanjutnya.
Setiap upaya meyakinkan seseorang, apalagi mengubah keyakinan
imannya, adalah sangat berat dan sukar, dan bahkan bagi masyarakat
Asia sangat peka. Karena itu kita dituntut bijaksana dan harus
dipimpin oleh Roh Kudus.
e. Hindari menggunakan terlalu banyak ayat Alkitab
Lugaslah menggunakan Alkitab. Menjejali atau membanjiri seseorang
dengan ayat-ayat Alkitab bisa mengakibatkan orang itu muak. Kita
harus sadar bahwa ayat-ayat Alkitab masih asing bagi dia. Memahami
apalagi menafsirkannya masih sangat sukar baginya. Karena itu
cukuplah mengemukakan ayat-ayat yang terkait dengan penjelasan
sederhana.
Satu atau dua ayat yang jelas dimengerti karena diterangkan dengan
tepat dan sederhana, dampaknya akan jauh lebih baik. Ayat yang
tepat adalah ibarat sejemput garam yang menggiurkan cita rasa dan
selera.
f. Hindari banyak orang
Mengabarkan Injil secara pribadi sifatnya memang sangat pribadi.
Penuh kesungguhan namun santai, bebas dan bersahabat. Suasana
demikian dapat terganggu dalam pertemuan lebih dua orang. Karena
MIP (mengabarkan Injil secara pribadi) diharapkan akan sampai pada
tahap pertobatan dan pengambilan keputusan, yang sangat penting dan
sangat pribadi. Maka pertemuan lebih dari dua orang perlu dihindari
karena akan mengganggu, apalagi kehadiran orang ketiga, keempat dan
seterusnya.
Namun, karena sifatnya yang sangat pribadi itu, baiklah kita
bijaksana supaya MIP ini berlangsung antara orang sejenis, dan bila
mungkin sebaya. Tapi ini bukanlah syarat mutlak, melainkan
kebijaksanaan.
g. Hindari pemakaian 'istilah-istilah rohani'
Istilah-istilah teologis dan dogmatis (misalnya pembenaran,
pengudusan, penebusan) besar kemungkinannya akan membingungkan
orang-orang yang belum pernah mengerti hal-hal rohani, terutama
orang-orang yang berpendidikan sederhana. Istilah-istilah yang
lazim dalam dunia Kristen dengan makna bahkan dengan ajaran
tertentu, belum tentu dinalar dengan pengertian yang sama oleh
teman bicara kita. Karena itu adalah bijaksana menggunakan bahasa
sehari-hari.
Ungkapan yang lazim pun, seperti 'percaya' misalnya, menuntut
kehati-hatian. Mengatakan kepada teman bicara yang kita kabari
Injil, bahwa dia harus 'percaya' kepada Tuhan Yesus, bisa menjurus
ke pemahaman yang dangkal sebelum ia memahami makna yang dikandung
dalam kata 'percaya' sebagaimana dimaksudkan dalam Firman Allah.
h. Hindari memberikan kepastian yang palsu
Bukanlah hak seseorang mengatakan kepada siapa pun juga, 'Sekarang
Anda sudah beroleh keselamatan'. Kita tidak dapat membaca isi hati
orang lain dan mengetahui apakah ia sungguh-sungguh percaya sehingga
diterima Tuhan.
Dasar kepastian adalah Firman Allah, perubahan hidup dan kesaksian
Roh dalam hati orang-orang yang bertobat. Yang dapat kita lakukan
ialah membantu mereka dengan menunjuk ayat-ayat dari Firman Allah
dan menanyakan,
"Apa yang dikatakan Firman Tuhan tentang hal keselamatan?",
"Bagaimana pengertian Anda mengenai hal ini?"
Kepastian akan keselamatan harus timbul langsung dari Firman Allah
yang diterapkan dalam hati seseorang oleh Roh Kudus, bukan
berdasarkan kata-kata kita.
i. Hindari keputusasaan
Belum tentu kita akan berhasil membawa seseorang kepada Kristus.
Ternyata dalam hal ini ada orang yang dikaruniai lebih besar
dibandingkan orang lain. Namun ketidaksamaan itu bukan berarti kita
bebas dari tanggung jawab dan kesetiaan memberitakan Injil. Kita
wajib setia, dan hasilnya kita serahkan kepada Allah.
Peranan kita sering hanya merupakan satu mata rantai dari untaian
rantai yang panjang, yang pada akhirnya akan berhasil membawa
seseorang kepada Kristus. Yang perlu kita sadari ialah, apabila satu
mata rantai itu tidak berperan, maka akibatnya rantai itu akan
putus.
j. Sumber kuasa -- jangan dilupakan
Senjata rohani, yaitu 'pedang Roh' dan 'segala doa' (Efesus 6:17-18),
tidak boleh dilupakan. Hanya Roh Kudus-lah yang dapat menghidupkan
kembali orang yang mati secara rohani. Tanpa Roh segala sesuatu yang
kita kerjakan tidak akan berhasil.
Artikel ini diringkas dari sumber:
Judul Buku : Metode Penginjilan
Judul Artikel: [Bab 17] Beberapa Petunjuk Praktis Mengabarkan Injil
Penulis : D.W. Ellis
Penerbit : Yayasan Komunikasi Bina Kasih (YKBK), 1993
Halaman : 171 - 175
[Cat.Red.: Untuk memperoleh versi lengkap artikel ini,
hubungi <endah@sabda.org> .]
e-JEMMi 36/2002