You are hereArtikel Misi / Isilah Penginjilan Anda dengan Kasih dan Kerendahan Hati
Isilah Penginjilan Anda dengan Kasih dan Kerendahan Hati
Sebagai mahasiswa Sejarah dan Sastra Inggris di universitas negeri, ruang kelas adalah salah satu kesempatan paling bagus untuk berinteraksi dengan para penganut keyakinan yang sama sekali berbeda dari saya. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa teman-teman sekelas saya apatis atau ateis.
Banyak dari mereka adalah pemikir yang mendalam, analis yang cermat, dan individu yang terusik oleh ketidakadilan yang mereka lihat di dunia. Sebagian besar teman sekelas saya lebih dari bersedia untuk membagikan pendapat mereka, dan sebagian besar profesor saya sering menyebut klaim Kekristenan sebagai hal yang ketinggalan zaman -- jika bukan (suka) menyinggung.
Pada sebuah kelas baru-baru ini, saya mendengar komentar teman sekelas tentang "Allah Perjanjian Lama." Pergantian frasa ini mengejutkan saya, dan saya bertanya kepadanya apa maksudnya. Matanya berbinar karena kegembiraan untuk menjelaskan pikirannya saat dia menjawab, "Kamu tahu, seperti, Allah yang super keras dan brutal. Dia menghukum orang yang tidak menaati-Nya, dan jika orang tidak bermoral, mereka akan dibunuh."
Saya bisa merasakan dia memperhatikan reaksi saya. Apakah saya akan menegaskan ide ini, atau bersikap defensif? Apakah saya akan mengabaikan pernyataan itu, atau meluruskannya? Terlepas dari ruang untuk diskusi yang disediakan oleh komentar-komentar seperti itu, saya sering frustrasi oleh kenyataan bahwa tidak ada formula penginjilan untuk menanggapi dalam situasi seperti ini. Ketika seribu kata melintas di benak saya untuk dibagikan, mana yang benar?
Mengungkapkan Hati Kita
Momen-momen kecil seperti ini mengungkapkan lebih banyak tentang saya daripada teman sekelas atau profesor saya. Ketika saya merenungkan banyak contoh percakapan seperti ini, saya harus mengajukan pada diri sendiri beberapa pertanyaan sulit: Apa reaksi pertama saya terhadap pernyataan provokatif ini? Apakah saya dikeraskan atau dilunakkan? Apakah saya lalu membela diri, atau apakah saya benar-benar menyatakan apa yang saya inginkan (dorongan untuk menyampaikan maksud saya) agar mereka yang tidak mengetahui Injil dapat mendengarnya?
Sangat mudah untuk menjadi marah. Saya merasa sangat marah waktu membalas perkataan yang saya tahu tidak berdasar atau keliru. Dalam beberapa hal, adalah benar untuk marah karena nama Allah dihujat seperti ini. Allah itu kudus! Pemazmur benar saat memuji, "Haleluya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku!" (Mazmur 146:1, AYT). Kisah terkenal tentang Musa di semak yang terbakar dalam Keluaran 3 adalah kisah yang mengingatkan kita akan kekudusan Allah. Kekudusan-Nya, digambarkan sebagai api yang menghanguskan, mengingatkan kita akan ketidakkudusan kita.
Pada saat yang sama, Allah yang sama ini, yang sempurna, sepenuhnya berbeda, dan kudus tak terhingga ini juga adalah Dia yang dengan murah hati mendekat kepada kita dalam dosa dan kelemahan kita. Allah yang memilih Satu orang untuk menyelamatkan banyak orang ini adalah "Allah Perjanjian Lama" yang dibenci teman sekelas saya. Dalam kata-kata pendeta saya, "Allah dari semak yang menyala-nyala juga adalah Kristus di kayu salib."
Dalam Yesus Kristus, kita melihat gambaran yang lebih jelas tentang Allah, yang hati-Nya tergerak kepada mereka yang penuh dosa dan tidak memiliki apa-apa untuk dipersembahkan kepada-Nya. Filipi 2:6-8 (AYT) menggambarkan sikap Kristus yang merendah sebagai berikut:
"... sekalipun Dia (Kristus) memiliki rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dipertahankan. Sebaliknya, Ia membuat diri-Nya tidak memiliki apa-apa dan menghambakan diri sebagai budak untuk menjadi sama dengan rupa manusia. Dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia merendahkan diri-Nya dengan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib."
Jika Dia yang "memiliki rupa Allah" menundukkan diri untuk menjadi manusia dan mati di kayu salib untuk dosa-dosa yang bukan dosa-Nya, terlebih lagi seharusnya kita tergerak dengan berbelas kasih kepada sesama penderita dan orang berdosa -- mereka yang membutuhkan Injil kasih karunia sama membutuhkannya dengan kita yang sangat bergantung pada-Nya setiap hari.
Menggambarkan Hati Allah
Ketika kita merendahkan diri untuk memperlakukan sesama dan teman sekelas kita dengan kasih semacam ini daripada pembalasan yang pedas, kita sedang menggambarkan hati Allah bagi umat-Nya. Melalui pekerjaan Roh, kita harus berusaha untuk menumbuhkan dorongan hati agar bergerak ke arah mereka yang tidak nyaman atau bahkan bermusuhan untuk menjangkau. Kita harus berdoa ketika kita mempelajari Kitab Suci -- semuanya bersaksi tentang "kasih yang besar, yang dengannya (Allah) mengasihi kita" (Efesus 2:4) di dalam Yesus -- supaya Roh itu terus memperbarui pikiran kita (Roma 12:2) untuk dengan rendah hati menganggap orang lain, bahkan mereka yang tampaknya mengejek Tuhan kita, sebagai "lebih penting" daripada diri kita sendiri (Filipi 2:3).
Setiap hari ada kesempatan di hadapan kita semua -- bukan hanya mereka yang duduk dan berdiskusi di kelas tentang teologi dalam sastra -- untuk waspada dan sabar dalam menjelaskan Yesus kepada sesama kita. Tidak setiap percakapan membutuhkan respons yang sama.
Di kelas saya, banyak percakapan muncul di mana saya memiliki kesempatan untuk berbicara tentang Yesus dan menjadi berani. Ada juga ruang untuk sekadar bertanya, mendengarkan, dan berdoa. Tidak selalu mudah untuk mengetahui bagaimana merespons dalam situasi tertentu. Terlepas dari itu, sangat penting bagi kita untuk menanggapi dengan kasih dan kerendahan hati.
Percakapan dan hubungan sehari-hari ini adalah karunia yang digunakan untuk memurnikan kita. Meskipun sering kali mengungkapkan sikap kita yang tidak responsif, itu adalah kesempatan untuk mengingat kehangatan hati Kristus bagi kita, dan, ini yang Tuhan kehendaki, untuk mengasihi sesama kita -- tidak hanya dalam kata-kata, tetapi "dalam perbuatan dan kebenaran" (1 Yohanes 3:18, AYT). (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Radical |
Alamat situs | : | https://radical.net/article/infuse-your-evangelism-with-love-and-humility |
Judul asli artikel | : | Infuse Your Evangelism with Love and Humility |
Penulis artikel | : | Mary Allison Anderson |
- Login to post comments
- 807 reads