You are hereArtikel / “Misi Sebagai Transformasi: Bagaimana Bersaksi Dalam Berbagai Konteks”
“Misi Sebagai Transformasi: Bagaimana Bersaksi Dalam Berbagai Konteks”
Saat ini di Indonesia, kekristenan sedang menghadapi fenomena resistensi dan marjinalisasi terhadap umat/misi kristen. Sejak tahun 2004 sampai 2012 saja tercatat perusakan dan penghancuran terhadap lebih dari 2500 gereja secara sistematis dan terpola. Fenomena ini terjadi di tengah-tengah euforia reformasi dan berjangkitnya radikalisme dan fundamentalisme di tanah air, seperti terlihat dari semakin banyaknya daerah yang menerapkan Perda Syariah.
Umat Kristen dan Gereja-gereja di Indonesia saat ini juga sedang menghadapi arus globalisasi yang penuh tantangan dan problema, baik yang bersifat global, lokal dan nasional, dalam semua bidang kehidupan. Tantangan dan masalah yang dihadapi pun semakin kompleks dan besar. Terjadi krisis kemanusiaan dalam hampir semua sisi kehidupan manusia. Manusia seakan-akan kehilangan jatidiri dan orientasi. Perkembangan IPTEK yang begitu pesat pun tidak mampu mengatasi krisis-krisis kemanusiaan. Krisis multi-dimensi dalam segala bidang kehidupan juga masih mendera masyarakat dan bangsa Indonesia. Gereja dan umat Kristen pun tak luput dari badai krisis. Saat ini Gereja sedang mengalami krisis dalam hampir semua lini, seperti krisis rohani, kepemimpinan, krisis finansial, SDM, konflik internal, dan lain-lain.
Bagaimana Gereja bisa menjadi menjadi garam, terang, saksi, di tengah-tengah krisis multi-dimensi dan fenomena berkembangnya gerakan syariah di Indonesia? Bagaimana Gereja memperbarui misi, teologi dan strategi misinya? Bagaimana kita merespons tantangan-tantangan yang sedang terjadi? Bagaimana kita bisa menjadi saksi dan pelayan Tuhan yang efektif, cakap dan bijaksana dalam menghadapi tantangan-tantangan yang berkaitan dengan misi Kristen, globalisasi dan problem kebangsaan di Indonesia saat ini? Dalam konteks wawasan kebangsaan dan realitas pluralisme agama, bagaimana kita bisa bersaksi dalam semangat untuk memajukan bangsa dan Gereja?
Hakikat Misi
Misi menurut Martin Luther adalah missio Dei (Misi Allah), pekerjaan dan tujuan Allah Tritunggal untuk menghadirkan/memanifestasikan Kerajaan-Nya, yang dilakukan oleh Gereja dan orang percaya yang sudah dibaptis (sebagai alat ilahi), dengan kuasa firman Tuhan. Bagi Luther, misi adalah tugas dasar Gereja di segala abad untuk memberitakan/memproklamasikan Injil ke seluruh dunia (ke bangsa-bangsa bukan Kristen) dengan tujuan untuk mentransformasi dunia dan manusia. Jadi, misi dan gereja adalah tak terpisahkan. Dan, hanya Gereja yang dibangun di atas Firman Tuhan saja yang dapat mengerjakan misi. Misi hanya mungkin terlaksana melalui kuasa dan pekerjaan Allah Tritunggal.
Dalam teologi Luther, dunia ini adalah medan peperangan. Ada peperangan antara Tuhan dan setan, antara kerajaan Allah dan kerajaan setan. Dualisme ini adalah konsep misiologi dasar para Reformator Protestan. Misi berarti perang dan pertarungan dengan Setan dan kerajaannya. Manusia tidak bisa bersikap netral di dalam dunia ini. Ia ada di pihak kerajaan Allah atau kerajaan setan. Memberitakan Injil (misi) tidak mungkin tanpa salib dan penderitaan.
Jadi, misi merupakan buah dan konsekuensi dari iman. Karena itu iman Kristen adalah iman yang misioner, yang melekat dalam jatidiri dan eksistensi gereja dan umat Kristen. Kekristenan merupakan agama misioner (dakwah). Setiap orang Kristen dan Gereja di sepanjang masa diberi mandat agung untuk memberitakan Injil Kabar Baik kepada semua umat manusia di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dengan dialogis, rendah hati, inklusif, kontekstual, komprehensif atau holistik, dan beradab. Karena itu, Gereja harus selalu berjiwa misioner, karena dengan spirit misioner gereja menjadi dinamis, hidup, kuat, dan memperbarui diri dan komitmennya untuk melayani dan berkarya bagi umat manusia. Misi merupakan spirit dan roh kekristenan. Berkembang atau stagnannya kekristenan sangat dipengaruhi oleh spirit misi.
Misi dalam Pelbagai Konteks
Dalam konteks Indonesia terkini, misi harus berkaitan dengan problem-problem riil bangsa dan masyarakat Indonesia saat ini. Problem utama bangsa Indonesia saat ini antara lain masalah kemiskinan. Mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dalam lilitan kemiskinan. Karena itu, Gereja harus berperan aktif dan dominan dalam upaya pengentasan kemiskinan. Misi harus berusaha “mentransformasi” masyarakat dari miskin menjadi sejahtera. Misi kristen dengan demikian adalah misi kemanusiaan. Gereja harus berpikir bagaimana menyejahterakan bangsa ini melalui karya misi. Jadi misi merupakan praksis iman yang berdimensi partisipasi aktif dalam pergumulan kehidupan rill umat manusia. Misi adalah partisipasi, dedikasi, karya, kesaksian dan sinergi Gereja untuk melayani umat manusia dalam segala bidang kehidupan.
Masyarakat dan bangsa Indonesia (dan juga Gereja) saat ini sedang menghadapi krisis identitas, krisis karakter, krisis moral, dan krisis orientasi. Karena itu, misi harus berusaha memengaruhi kehidupan masyarakat dengan nilai-nilai dan tantangan spiritual yang berpusatkan pada Kristus dengan mengintegrasikan proklamasi kabar baik, penginjilan, penanaman gereja dan transformasi sosial. Gereja harus mampu mengartikulasikan teologi yang mengeksplorasi hubungan antara misi dan pembangunan, menerjemahkan teologi dalam praktik kasih, keadilan, kebebasan dan pembebasan. Misi harus transformatif dan liberatif.
Misi dalam dunia global merupakan tantangan kontekstual bagi kekristenan saat ini. Globalisasi dalam bidang ekonomi, politik dan lain-lain telah menantang gereja untuk mengembangkan konsep yang tepat untuk misi dan gereja. Kekristenan harus mendemonstrasikan Injil ke dalam dunia global yang penuh konflik, problem dan tantangan. Misi berhadapan dengan problem kemanusiaan, ketidakadilan sosial dan politik. Sehingga Gereja harus juga mengekspresikan pemahaman misiologi yang berfokus kepada seluruh Injil untuk semua orang, dalam konteks sosial, politik, ekonomi, budaya, dan religius mereka. Gereja mau tidak mau harus menekankan keprihatinan sosial sebagai bagian dari misi kristen.
Saat ini, lebih dari lima puluh persen penduduk bumi ini sekarang tinggal di kota-kota. Hal ini berarti salah satu fokus dan ladang misi terbesar Gereja adalah pelayanan di kota-kota. Gereja harus mampu menjadi mitra, penolong, fasilitator, pengasuh, pembela, jembatan dan perahu bagi jutaan orang yang ingin mengadu nasib dan mendapatkan kehidupan yang layak dan manusiawi. Pelayanan bagi masyarakat yang tinggal di tempat-tempat kumuh dan daerah-daerah pinggiran harus menjadi perhatian utama Gereja saat ini. Gereja harus mampu menciptakan program-program pemberdayaan dan pelatihan keterampilan bagi masyarakat yang tersisih secara ekonomi, pendidikan, dan sosial-politik. Dengan demikian Gereja harus hadir juga dalam dunia pekerjaan, menanamkan nilai-nilai Injil, etos-kerja Protestan yang menekankan kerja keras, tanggung-jawab, akuntabilitas, integritas, keunggulan, dan kerja-sama. Kita harus menekankan bahwa dunia kerja adalah ladang misi juga, yang harus kita transformasi dengan kuasa Roh Kudus.
Misi sebagai Transformasi
Kekristenan di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dalam misi, baik karena faktor internal maupun eksternal. Hal ini antara lain karena misi sebagai spirit kekristenan belum bersifat transformatif. Praksis misi selama ini belum bisa melakukan terobosan-terobosan dan perubahan-perubahan besar dan signifikan bagi kemajuan bangsa dan masyarakat. Misi kristen belum berdampak signifikan bagi perbaikan kebudayaan, peradaban dan tatanan masyarakat--bangsa. Padahal, misi harus bisa mendatangkan perbaikan, kebaikan, kedamaian, kesejahteraan, kemajuan dan memberikan pengharapan yang realistis bagi segenap umat manusia.
Coba kita lihat dua angka statistik dalam bidang strategis sebagai salah satu indikator reflektif. Partisipasi Kristen Protestan di Indonesia dalam bidang pendidikan tidak mencapai 2% dari keseluruhan sekolah dan universitas yang ada. Demikian juga dalam bidang pelayanan kesehatan, jumlah rumah-sakit dan poliklinik Kristen juga masih sangat sedikit, tidak mencapai dua persen. Itu artinya partisipasi dan kontribusi kekristenan bagi bangsa kita masih minim. Itulah sebabnya misi kita, kita sebut belum transformatif. Protestantisme di Indonesia harus meningkatkan kontribusi dan partisipasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan, -- dengan membangun ratusan universitas yang terbesar dan terbaik, puluhan ribu sekolah dan ribuan RS/poliklinik di seluruh Indonesia untuk memajukan bangsa dan masyarakat.
Misi sebagai transformasi berarti Gereja harus merespons kebutuhan umat manusia. Misi berarti perubahan kondisi keberadaan manusia kepada maksud Allah di mana manusia bisa menikmati kepenuhan hidup dalam perdamaian dengan Allah. Perubahan ini berhubungan dengan individu dan masyarakat.
Gereja harus berkoordinasi dan bersinergi melakukan transformasi melalui misi dalam masalah kemiskinan, kesejahteraan, pendidikan dan pembangunan sebagai bagian dari misi dan penginjilan kontekstual.
Misi bersifat komprehensif (mencakup segala aspek kehidupan), humanistis (berkaitan dengan upaya memulihkan/mengangkat harkat manusia sebagai citra Allah), kontekstual (dilakukan dengan adaptasi lingkungan) dan strategis (dilakukan dengan metode dan pendekatan yang relevan dan terencana).
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Pencipta manusia merupakan dasar untuk misi transformasi. Dan Roh Kudus merupakan kuasa untuk transformasi. Karena itu teologi transformasi sangat relevan menjadi pendekatan yang tepat untuk menjabarkan dan menjawab hubungan integral antara penginjilan dan tantangan-tangan sosial-kemanusiaan saat ini.
Diambil dari:
Nama situs | : | www.suarakristen.com |
Alamat URL | : | http://www.suarakristen.com/blog/2015/03/01/misi-sebagai-transformasi-bagaimana-bersaksi-dalam-berbagai-konteks/ |
Judul artikel | : | “Misi Sebagai Transformasi: Bagaimana Bersaksi Dalam Berbagai Konteks” |
Penulis artikel | : | Hotben Lingga |
Tanggal akses | : | 26 Januari 2016 |
- Login to post comments
- 3314 reads