Misi dan Antropologi 1

Berita Alkitab dan Latar Kebudayaan

Ketika kita dipersiapkan untuk pelayanan misi, kita dilatih dengan baik tentang Alkitab dan berita misi. Ketika kita melaksanakan misi luar negeri, kita beranggapan bahwa begitu kita berhasil mempelajari bahasa lokal, kita bisa langsung berkhotbah dan masyarakat lokal akan memahami khotbah itu. Namun, kenyataannya tidak sama dengan apa yang kita pikirkan. Berkomunikasi secara efektif dalam kebudayaan yang berbeda, ternyata jauh lebih sukar daripada yang kita bayangkan. Lalu, apa yang kita butuhkan untuk mengatasi hal ini?

Antropologi

Jelas kita perlu memahami Injil dalam latar sejarah dan budayanya. Tanpa ini, kita tidak memunyai berita. Kita juga harus paham bahwa antara kita dan orang-orang yang akan kita layani terdapat perbedaan konteks sejarah dan budaya. Tanpa pemahaman ini, kita berada dalam bahaya karena kita hanya akan menyampaikan berita yang tidak berarti dan tidak relevan bagi fondasi masyarakat lokal.

Sering kali, kita hanya dididik supaya cakap dalam satu dari dua hal. Sebagai seorang Injili, kita menekankan pengetahuan Alkitab, tetapi jarang berhenti untuk meneliti masyarakat dan kebudayaan orang yang kita layani, sehingga berita yang kita sampaikan sering kali disalah mengerti dan "asing". Sebaliknya, kelompok Liberal lebih mementingkan pengetahuan mengenai latar belakang budaya kontemporer, tetapi tidak terlalu menganggap penting fondasi teologis yang kuat berdasarkan kebenaran Alkitab. Kelompok ini ada dalam bahaya kehilangan Injil.

Kita membutuhkan kedua pendekatan ini. Kita harus memahami berita Alkitab sekaligus mengenal keadaan zaman ini. Hanya dengan begitu, kita bisa membangun jembatan agar berita Alkitab menjadi relevan bagi dunia dan masyarakat zaman ini.

Kontribusi-Kontribusi Antropologis bagi Pelayanan Misi

Bagaimana kita bisa memahami berita Alkitab? Jelas, kita harus mempelajari Alkitab, teologia, dan sejarah gereja. Sebagai utusan Injil, kita harus mengembangkan keterampilan pelayanan kita, baik itu keterampilan berkhotbah, mengajar, obat-obatan, pengembangan, radio, atau menulis.

Bagaimana kita bisa mempelajari keadaan zaman sekarang? Antropologi, sosiologi, sejarah, dan pengetahuan sosial lainnya bisa menolong kita dalam hal ini. Bidang-bidang ilmu sosial itu menyediakan alat-alat yang dapat kita gunakan untuk mempelajari latar kebudayaan tempat kita melayani dan memberikan informasi tentang keadaan zaman ini. Semua ini dapat membantu kita dalam beberapa cara:

  1. Antropologi memberikan pemahaman situasi lintas budaya. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa manusia mengelola gagasan mereka ke dalam blok-blok atau wilayah yang lebih besar. Misalnya, orang-orang di Amerika Utara memunyai banyak gagasan besar sehubungan dengan Natal, tetapi mereka membaginya dalam dua konsep Natal yang berbeda. Yang satu bernuansa ilahi; di sana mereka menempatkan Yesus, Maria, Yusuf, malaikat-malaikat, orang-orang Majus, dan para gembala. Yang lainnya bernuansa duniawi; mereka menempatkan Sinterklas, rusa, pohon Natal, kaus kaki, dan hadiah-hadiah. Mereka tidak mencampur kedua gagasan ini dalam pikiran mereka. Rudolf, si rusa berhidung merah, tidak bersama dengan malaikat-malaikat dan orang-orang Majus. Demikian pula Sinterklas tidak berada dalam satu panggung dengan Yesus.
  2. Antropologi memberi kita banyak pemahaman untuk mengerjakan tugas misi yang khusus seperti penerjemahan Alkitab. Seperti para utusan Injil, para antropolog harus mempelajari bahasa yang baru; yang kebanyakan tidak memiliki bentuk tertulis, tata bahasa, kamus, atau guru. Mereka mengembangkan teknik-teknik untuk mempelajari bahasa dengan cepat dan tepat, melalui narasumber lokal dan menerjemahkan berita-berita dari satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Metode-metode ini bermanfaat bagi para utusan Injil dalam mempelajari bahasa dan menerjemahkan Alkitab. Para ahli Antropologi juga telah mempelajari masalah komunikasi lintas budaya, sehingga pemahaman yang mereka peroleh dapat membantu para utusan misi untuk menyampaikan Injil dengan risiko penyimpangan dan pemudaran arti yang lebih kecil.
  3. Antropologi menolong para utusan Injil untuk memahami proses perubahan kepercayaan, termasuk perubahan sosial yang timbul ketika orang-orang yang dilayani memutuskan menjadi orang Kristen. Manusia adalah makhluk sosial. Mereka dipengaruhi oleh dinamika lingkungan sosial. Karena itu, untuk memahami proses misi, seorang misionaris harus terbiasa dengan mekanisme psikologis ini.
  4. Antropologi dapat menolong kita untuk membuat Injil menjadi relevan bagi para pendengarnya. Seperti yang telah kita lihat, ada jurang yang sangat lebar antara kebudayaan zaman sekarang dengan konteks sosiologi Alkitab. Untuk menjembatani jurang itu, kita perlu memahami: (a) Penyataan Allah dalam latar belakang sejarah dan budayanya dan (b) Manusia modern dalam lingkungan zaman ini. Sebagian dari pemahaman yang kedua ini dapat kita peroleh melalui ilmu sosial.
  5. Antropologi membantu kita menghubungkan orang-orang di seluruh dunia dalam semua keanekaragaman budaya mereka dan menolong kita membangun jembatan pemahaman dengan mereka. Injil meruntuhkan penghalang yang mengotak-ngotakkan manusia ke dalam kelompok Yahudi dan Yunani, budak dan tuan, laki-laki dan perempuan, Dunia Kesatu dan Dunia Ketiga, warga Amerika dan Rusia, "kami" dan "mereka". Orang-orang Kristen disebut sebagai warga Kerajaan Allah, yang di dalamnya semua orang dari semua bangsa dan budaya dibawa masuk ke dalam persekutuan yang sama tanpa mengaburkan perbedaan etnologis mereka.

Asumsi-Asumsi Teologi

Apa asumsi-asumsi teologis yang mendasari hal ini, khususnya ketika dihubungkan dengan tugas utusan Injil? Ini adalah sebuah pertanyaan yang penting karena kita tidak bisa menceraikan model Antropologis kita dari pemahaman teologis kita. Jika kita melakukannya, maka secara tidak langsung kita memisahkan sifat manusia sebagai makhluk spiritual yang kekal dengan sifat manusia sebagai ciptaan yang sementara. Sejarah manusia haruslah dipahami dalam kerangka peristiwa kosmik yang lebih besar, dan model manusia Antropologis kita harus bisa sesuai dengan kerangka teologis kita. Penyataan Alkitablah yang menyediakan fondasi terpenting bagi kita. Di atas dasar itulah kita membangun pemahaman sosial dan sejarah kita tentang manusia.

Misi Allah

Teologi misi harus dimulai dari Allah, bukan dari manusia. Teologi ini harus dimulai dengan sejarah kosmik tentang penciptaan, kejatuhan dalam dosa, dan penebusan Allah atas ciptaan-Nya. Di dalamnya harus terkandung penyataan diri Allah kepada manusia, inkarnasi Yesus Kristus di dalam sejarah, keselamatan yang tersedia melalui kematian dan kebangkitan-Nya, dan ketuhanan Kristus yang mutlak atas semua ciptaan. Sejarah umat manusia adalah pertama, (dan yang paling utama) kisah tentang misi Allah untuk menebus manusia berdosa yang mencari keselamatan, kemudian kisah Yesus yang datang sebagai utusan Injil, dan yang terakhir adalah kisah tentang Roh Kudus yang bekerja di dalam hati orang-orang yang mendengarkan-Nya.

Kita membutuhkan kedua pendekatan ini. Kita harus memahami berita Alkitab sekaligus mengenal keadaan zaman ini. Hanya dengan begitu, kita bisa membangun jembatan agar berita Alkitab menjadi relevan bagi dunia dan masyarakat zaman ini.
  1. Facebook
  2. Twitter
  3. WhatsApp
  4. Telegram

Dalam konteks aktivitas Allah di dunia dan melalui sejarah inilah kita harus memahami tugas kita. Pelayanan misi adalah milik Allah sepenuhnya, kita hanyalah bagian dari itu. Rencana dan strategi kita tidak ada artinya, bahkan akan menjadi sesuatu yang merusak. Jika itu menghalangi, kita harus mencari bimbingan dan kekuatan dari Allah sendiri.

Kitab Suci yang Berotoritas

Alkitab adalah catatan yang penuh otoritas atas penyataan diri Allah kepada manusia. Alkitab adalah firman Allah dan kita membacanya bukan hanya untuk mendengar berita keselamatan Allah, melainkan juga untuk melihat bagaimana Dia berkarya di dalam dan melalui sejarah manusia untuk mencapai tujuan-Nya. Alkitab merupakan standar kita dalam mengukur semua kebenaran dan keadilan, semua teologi dan moral.

Alkitab adalah firman Allah. Tugas utama kita adalah menyampaikannya kepada orang-orang supaya mereka tahu dan memberi tanggapan terhadapnya. Kita mungkin terlibat dalam banyak hal -- berkhotbah, mengajar, menghibur, menyembuhkan, dan mengembangkan -- tetapi ini bukanlah bagian penting dari pelayanan misi Kristen jika tidak berdasarkan pada Firman dan tidak menjadi ungkapan dari Injil. Menjadi saksi bagi Injil melalui pernyataan dan gaya hidup adalah inti dari pelayanan misi.

Penyataan Allah selalu diberikan kepada manusia dalam konteks sejarah dan budaya yang khusus. Karena itu, untuk memahami Alkitab, kita harus menghubungkannya dengan waktu dan latar belakang asli saat penyataan itu diberikan. Bahkan Kristus sendiri datang sebagai Pribadi yang spesifik di dalam budaya Yahudi sekitar 2.000 tahun yang lalu.

Kristosentris

Alkitab harus dipahami dalam kebenaran Yesus Kristus. Dia adalah pusat dari segala sesuatu yang dinyatakan oleh Kitab Suci. Perjanjian Lama digenapi di dalam diri-Nya dan Perjanjian Baru bersaksi tentang diri-Nya. Sebagai Anak Allah, Dialah wakil Allah yang sempurna. Sebagai manusia, Dialah Komunikator sempurna atas penyataan diri Allah kepada manusia. Karena itu, Kristus menjadi teladan bagi kita dan inkarnasi-Nya adalah model pelayanan misi kita. Hal ini bukan berarti bahwa kita juga sanggup menyelamatkan dunia, melainkan kita harus berusaha menyamakan diri dengan orang-orang yang akan kita layani, sama seperti yang dilakukan-Nya. Tujuannya adalah supaya kita dapat memberitakan Kabar Baik tentang keselamatan dari Allah dalam cara yang dapat mereka mengerti.

Inti berita kita pun adalah Kristus. Beritanya adalah Kabar Baik tentang keselamatan dari Allah melalui kematian dan kebangkitan-Nya, serta panggilan untuk masuk ke dalam pemuridan kristiani. Berita yang kita bawa itu harus dimulai dari kesadaran yang penuh akan keberdosaan manusia dan berakhir dengan penyembahan, ketika semua makhluk yang di surga dan di bumi sujud menyembah Dia dan mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan.

Pelayanan Roh Kudus

Pelayanan misi tidak bisa dipahami secara terpisah dari karya Roh Kudus yang berkesinambungan dalam hidup umat-Nya dan orang-orang yang mendengar Injil. Roh Kudus mempersiapkan hati kita untuk menerima dan menanggapi berita penebusan. Roh Kudus bekerja di dalam kita, membawa kedewasaan rohani dengan mengarahkan hidup kita pada Yesus Kristus. Melalui kuasa-Nyalah, kita melayani mereka yang terhilang, yang patah hati dan sakit, yang tertindas, yang kelaparan, dan yang tidak memiliki tempat tinggal.

Kerajaan Allah

Inti berita yang dibawa Kristus adalah tentang Kerajaan Allah, tempat Allah berkarya di antara ciptaan-Nya melalui sejarah untuk menebus dunia kepada diri-Nya. Pribadi Kristus adalah pusat dari karya tersebut, tetapi karya itu juga diluaskan oleh karya Roh Kudus dalam kehidupan manusia dan oleh karya Allah dalam kehidupan bangsa-bangsa, serta seluruh peristiwa yang terjadi di alam semesta. Cakupan misi Allah tidak hanya mencakup kerajaan-Nya di surga, tetapi juga kerajaan-Nya di bumi. Misi-Nya juga tidak hanya berkaitan dengan tujuan kekal manusia, tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan mereka di bumi, yaitu kebutuhan akan kedamaian, keadilan, kebebasan, kecukupan, dan kebenaran.

Gereja

Pusat Kerajaan Allah adalah gereja, umat Allah di tengah-tengah dunia. Melalui gereja, Tuhan menyatakan Injil kerajaan-Nya dan meneguhkan mereka yang memasuki kerajaan itu. Dalam pelayanan misi, kita membutuhkan teologi gereja yang kukuh sebagai tubuh, yaitu persekutuan orang-orang percaya yang setia. Gereja merupakan komunitas yang kritis, tempat tugas misi harus dipahami. Pelayanan misi bukanlah tugas perorangan, melainkan tugas gereja sebagai satu kesatuan.

Keimaman Semua Orang Percaya

Gereja merupakan tubuh yang hidup dan terdiri atas banyak anggota. Masing-masing anggota telah menerima karunia untuk digunakan demi kebaikan seluruh tubuh. Meskipun memiliki karunia yang berbeda-beda, anggota-anggota itu juga memunyai hak untuk datang kepada Allah dan bertanggung jawab untuk memahami firman-Nya dalam konteks gereja. Semua orang percaya adalah imam!

Ini adalah berita yang radikal dan memiliki implikasi yang besar bagi pelayanan misi. Hal ini juga berarti bahwa semua petobat di berbagai negara memunyai hak yang sama untuk membaca dan mengartikan Alkitab. Jika kita menyangkal hal ini, maka kita pun menyangkal karya Roh Kudus yang terus-menerus di dalam hidup mereka. Karena itu, tugas kita adalah memberi mereka Alkitab dan menolong mereka memahami firman Allah. Kita harus menjadi teladan bagi mereka sebagai umat Allah, untuk hidup dalam ketaatan pada firman-Nya. Tantangan kita adalah mengizinkan mereka untuk memunyai hak istimewa, sama seperti yang kita miliki, yaitu hak untuk membuat kesalahan dan belajar dari kesalahan itu.

Keimaman semua orang percaya menggerakkan kita untuk membedakan antara Alkitab, penyataan Allah kepada kita, dan teologi yang merupakan pemahaman manusia tentang penyataan itu di dalam konteks budaya dan sejarah yang berbeda. Jadi, kita berbicara tentang satu Alkitab, tetapi dengan teologi Calvin, Luther, Anabaptis, dan lainnya. Jadi, bisa dikatakan bahwa teologi Kristen berpijak pada penyataan Alkitab dan konteks sejarah serta budaya bangsa-bangsa yang mendengarkan beritanya.

Karena kita diberi hak untuk membaca dan menafsirkan Alkitab, maka tugas utama kita adalah tetap setia kepada kebenaran Alkitab. Hal ini diawali dengan eksegesis (pendalaman Alkitab) yang cermat, yaitu dengan memahami Alkitab dalam konteks budaya dan sejarahnya yang spesifik. Tugas kedua kita adalah melakukan hermeneutika (penafsiran), yaitu menemukan arti berita Alkitab bagi kita dalam latar budaya dan zaman kita, lalu menentukan tanggapan yang harus kita berikan. Meskipun berita Alkitab melampaui semua kebudayaan, tetapi pesan yang dikandungnya harus dapat dipahami oleh orang-orang yang hidup dalam lingkup budaya dan zaman mereka masing-masing. (t/Jing Jing)

Diterjemahkan dan diringkas dari:
Judul buku : Anthropological Insights for Missionaries
Judul asli artikel : Missions and Anthropology
Penulis : Paul G. Hiebert
Penerbit : Baker Book House, Grand Rapids, Michigan 1985
Halaman : 13 -- 19
Sumber : e-JEMMi 01/2013