Menanggapi Injil

"Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya." (Roma 1:16) Berita Injil bukan berasal dari manusia, melainkan dari Allah. Injil yang diberitakan Yesus Kristus adalah Injil Allah (Markus 1:14).

Karena Injil adalah berita dari Allah, maka adalah suatu keharusan bagi setiap kita untuk benar-benar memahaminya. Injil adalah berita yang penuh kuasa dan penuh kekuatan karena merupakan kekuatan Allah sendiri. Isi beritanya ditentukan sendiri oleh Allah dan bukan oleh manusia. Oleh sebab itu, yang menjadi tanggung jawab manusia bukanlah isi dari Injil itu, melainkan bagaimana berita dalam Injil itu dapat disampaikan kepada dunia.

Melalui nabi-nabi dalam Perjanjian Lama, Allah berjanji akan memberikan Injil-Nya. Karena itu, Simeon yang saleh, yang sudah lanjut usia itu, ketika berhadapan dengan bayi Yesus di bait Allah berkata, "Sekarang Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain, dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu Israel." (Lukas 2:29-32)

Injil adalah berita tentang segala sesuatu mengenai Yesus Kristus. Inti berita Injil adalah mengenai Putra Tunggal Allah, Yesus Kristus. Injil yang pemberitaannya tidak berintikan Yesus Kristus bukanlah Injil yang berasal dari Allah. Oleh sebab itu, Injil yang kita teruskan haruslah Injil yang berintikan berita mengenai Yesus Kristus.

Mengapa kita harus menanggapi Injil?

  1. Yesus Kristus merupakan pusat dari seluruh tujuan dan rencana Allah atas segala sesuatu (Kolose 1:16). Rencana Allah adalah agar setiap ciptaan-Nya mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan (Filipi 2:10-11).

  2. Allah menghendaki agar setiap manusia ciptaan-Nya kembali kepada-Nya dalam pertobatan dan penyembahan kasih kepada-Nya. Allah tidak berkenan atas kebinasaan manusia, melainkan ingin agar manusia selamat, menjalin hubungan mesra dengan-Nya, berdasarkan iman kepada-Nya (Yehezkiel 33:11; 2 Petrus 3:9-11).

  3. Adanya pengadilan terakhir (2 Petrus 3:10-11). Melalui firman-Nya, Allah berulang kali mengingatkan manusia akan kedahsyatan penghakiman terakhir, penghakiman yang telah diserahkan kepada Putra Tunggal-Nya (Yohanes 5:22-23). Yesus Kristus sendiri berulang kali memberi peringatan akan dahsyatnya penghakiman terakhir dan ngerinya neraka (Markus 9:47-48). Yesus Kristus memperingatkan kita karena Ia mengasihi kita. Allah menyenangi keadilan dan kebenaran, Ia tidak akan membiarkan kelaliman dan kejahatan bertahan lama. Karena itu, segala dosa dan kejahatan harus dan akan dihukum Allah.

Bagaimanakah keadaan neraka itu? Neraka adalah suatu keadaan tanpa Allah. Artinya suatu keadaan tanpa adanya sesuatu yang baik, tanpa adanya sesuatu yang bernilai. Sesungguhnya, setiap kebaikan atau keindahan, setiap sesuatu yang bernilai, berasal dari Allah saja (Yakobus 1:17). Keadaan tanpa Allah berarti keadaan tanpa adanya kasih, kehangatan, kemurahan, belas-kasihan, persahabatan, kedamaian, dan sukacita. Neraka adalah keadaan yang serba gelap, sunyi, dan mengerikan.

Berbicara tentang neraka sungguh tidak menyenangkan. Namun, menghindari pembicaraan atau pemikiran tentang neraka tidak akan mengurangi kenyataan adanya neraka. Neraka tetap merupakan suatu kenyataan dan Alkitab tidak segan-segan mengungkapkan kengeriannya. Sebagai orang-orang berdosa, kita cenderung melupakan atau meremehkan persoalan tentang murka Allah dan adanya neraka. Sejak di taman Eden, Iblis berusaha memengaruhi manusia agar meragukan kenyataan adanya penghakiman terakhir Allah dan adanya neraka. Memang banyak orang mengira bahwa Allah yang Maha Penyayang tidak akan tega menghukum manusia seperti yang diungkapkan Alkitab. Namun, justru karena Allah Maha Pengasih, Ia tidak mengizinkan manusia dengan semena-mena merusak kehidupan sesamanya dan kehidupan di dunia. Saat ini, dunia telah rusak merupakan suatu kenyataan. Namun, kita tidak diperkenankan merusak dunia baru yang akan datang. Allah yang Mahabenar akan membuat kebenaran unggul atas kekuasaan. Kasih Allah bukanlah kasih yang lemah, yang sentimentil, melainkan kasih yang kuat, yang pada akhirnya harus menghukum mereka yang tidak mau bertobat, yang tidak mau mendengar imbauan-Nya.

Sifat Injil

  1. Injil adalah kekuatan penuh dan kuasa penuh karena Injil adalah kekuatan Allah sendiri (Roma 1:16).
  2. Injil adalah kebenaran (Roma 1:17).
  3. Injil adalah kabar mahabaik bagi mereka yang mau menerimanya (Lukas 2:10).

Injil berbicara tentang Yesus Kristus, yang adalah Tuhan dan Juru Selamat manusia. Ada pun ketuhanan-Nya dan kejuruselamatan-Nya merupakan satu kesatuan. Yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Yesus Kristus mampu menyelamatkan umat manusia karena Ia adalah "Tuhan". Ia telah mengalahkan maut karena Ia adalah "Tuhan". Percaya Yesus Kristus berarti percaya kepada-Nya sebagai "Tuhan" dan "Juru Selamat". Kita tidak dapat menerima-Nya sebagai Juru Selamat saja karena adalah Ketuhanan-Nya yang telah membuat-Nya mampu menjadi Juru Selamat umat manusia.

Karena itu, menanggapi Injil sebagaimana seharusnya adalah dengan percaya pada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Artinya, kita harus "percaya" dan "taat" kepada-Nya. Dewasa ini, betapa seringnya kita jumpai Injil yang diberitakan dan tanggapan yang diberikan hanyalah menyangkut menerima-Nya sebagai Juru Selamat, tanpa menerima-Nya sebagai Tuhan, sebagai Penguasa Tunggal atas kehidupan kita. Kita tidak dapat diselamatkan oleh-Nya tanpa mau menerima-Nya sebagai Tuhan, sebagai Penguasa Tunggal atas kehidupan sehari-hari kita. Tidaklah mungkin bagi kita untuk menjadi warga Kerajaan Allah tanpa percaya Yesus Kristus sebagai Raja Kerajaan Allah, tanpa mau menaati-Nya sebagai Tuhan (Kisah para rasul 16:31; Filipi 2:5-11).

Menghadapi kenyataan bahwa Allah telah memberikan segala kuasa di bumi dan di surga kepada Putra Tunggal-Nya, maka kita memiliki dua pilihan, yaitu menerima-Nya dengan bertelut dihadapan-Nya dalam penuh pertobatan dan iman kepada-Nya, atau menolak-Nya dengan hidup terus dalam dosa atau dalam perlawanan terhadap Dia. Alkitab mengajarkan bahwa semua manusia telah melawan pemerintahan Kristus; telah menyimpang dari jalannya, dan telah menuruti kehendaknya sendiri. Karena itu, manusia berada di bawah penghukuman Allah. (Roma 3:10)

Kita tidak dapat sungguh-sungguh percaya Yesus Kristus tanpa taat kepada-Nya. Sebaliknya, kita tidak dapat taat kepada-Nya, tanpa percaya kepada-Nya. Berkali-kali dalam Alkitab kita temukan kata "percaya" sebagai kata yang memiliki arti serupa dengan kata "taat", atau sebaliknya, kata "taat" sebagai kata searti untuk kata "percaya" (Yohanes 3:36). Adalah kehidupan baru yang taat kepada Yesus Kristus, beserta iman percaya kepada karya penebusan-Nya, yang membuktikan bahwa kita sudah benar-benar selamat, sudah benar-benar menjadi anak-anak Allah, anggota Kerajaan Allah (1 Yohanes 3:5-6).

"Bertobat" dan "beriman" kepada Yesus Kristus merupakan tanggapan yang benar terhadap Injil Allah. Melalui firman-Nya, Allah menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Injil-Nya menyadarkan keberdosaan kita, perlawanan kita terhadap pengaturan Kristus atas kehidupan kita. Dari Injil, kita juga mengetahui bahwa kita berada di bawah penghukuman Allah, di bawah murka Allah. Karena itu, hanya terdapat satu jalan keluar bagi kita, yaitu berhenti dari kehidupan menuruti kemauan kita sendiri, bertobat sungguh-sungguh dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada pemerintahan dan pengaturan Yesus Kristus. Berpalinglah kepada Allah, mohonlah ampunan-Nya, andalkanlah kemurahan-Nya , maka dalam kemurahan-Nya Ia akan mengampuni kita berdasarkan kematian Putra Tunggal-Nya.

Jadi, tanggapan yang benar terhadap Injil adalah iman percaya kepada Tuhan Yesus, yang berakibat pertobatan atau ketaatan kepada pengaturan-Nya. Pertobatan yang sesungguhnya adalah pertobatan yang menaatkan seluruh kehidupan, setiap bidang kehidupan kepada pengaturan Yesus Kristus. Pertobatan yang tidak disertai kesediaan menaati Kristus, bukanlah pertobatan yang sesungguhnya. Kita tidak mungkin dapat diselamatkan dari penghukuman atas dosa oleh kematian Kristus apabila kita masih hidup dalam perlawanan kepada-Nya. Tidaklah mungkin memiliki Yesus sebagai Juru Selamat tanpa disertai kesediaan untuk mengakui-Nya sebagai Tuhan, Penguasa Tunggal kehidupan kita. Yesus Kristus mampu menyelamatkan kita secara kekal karena Ia adalah Tuhan. Dewasa ini, ada usaha yang cenderung memisahkan fungsi-Nya sebagai Juru Selamat dari keallahan-Nya. Karya penyelamatan Yesus tidak dapat dipisahkan dari siapa Dia.

"Pertobatan" dan "iman" kepada Yesus Kristus haruslah merupakan gaya hidup kita sehari-hari. Betapa banyak orang Kristen yang belum pernah bertobat sungguh-sungguh, belum mau menaatkan diri kepada pemerintahan Kristus atas kehidupan mereka. Sedangkan keselamatan kekal yang dijanjikan atau yang dikaruniakan Allah berhubungan erat dengan kesediaan kita untuk menaatkan kehidupan kepada pengaturan Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan percaya bahwa Allah telah membangkitkan-Nya dari kematian (Roma 10:9). Jadi, fakta bahwa Yesus sebagai Juru Selamat tidak dapat dipisahkan dari fakta bahwa Yesus sebagai Tuhan. Yesus telah menyelamatkan kita dari penghukuman atas dosa, dari kematian, adalah karena Ia telah mengalahkan Iblis dan Maut, karena Ia adalah Tuhan. Karena itu Allah mengimbau setiap manusia untuk bertobat, untuk beriman dan menaati Putra Tunggal-Nya (Kisah Para Rasul 17:30).

Sangat tidak dibenarkan usaha penginjilan yang hanya mengimbau orang-orang untuk menerima Yesus sebagai Penyelamat dan Pengampun dosa, tanpa mengimbau mereka untuk benar-benar bertobat, bersedia meninggalkan gaya hidup lama yang tidak mau menaatkan diri kepada pengaturan Tuhan Yesus Kristus. Mengakui Yesus Kristus sebagai Juru Selamat tanpa mengakui-Nya sebagai Tuhan, atau sebaliknya, adalah hal yang salah. Keduanya menandakan Injil tidak dimengerti atau disalahartikan. Keallahan-Nya dan kejuruselamatan-Nya harus diartikan atau diterima dalam satu kesatuan, tidak dapat diartikan atau diterima secara terpisah.

Diambil dari:

Nama majalah : Hikmat Kekal, Edisi Mei/Juni, No.30
Penulis : Tidak dicantumkan
Penerbit : Yayasan MST, Jakarta 1986
Halaman : 4 -- 8

e-JEMMi 32/2012