Suku yang Hidup Kembali

Tiga puluh lima tahun yang lalu, Suku Binumarien merupakan suku yang menuju kepunahan. Jumlah mereka menurun menjadi 100 orang. Mereka merasa putus asa dan tidak mempunyai keinginan untuk hidup.

Pada saat seperti itu, Tuhan mengutus Des dan istrinya Jenny untuk menjangkau mereka. Des dan Jenny tinggal di tengah-tengah suku ini untuk mempelajari bahasa mereka dan menjadikan bahasa lisan itu menjadi bahasa tulisan. Setelah menjadi bahasa tertulis, Des dan Jenny mulai menerjemahkan Firman Tuhan ke dalam bahasa mereka agar mereka dapat memperoleh pengharapan yang ada dalam Yesus Kristus.

Buku Matius merupakan buku pertama yang diterjemahkan oleh Des dan Jenny. Oleh karena Des merasa bahwa Matius 1:1-17 hanya merupakan silsilah, maka Des mulai menerjemahkan dari ayat 18. Des berpikir bahwa silsilah itu hanya akan membosankan pembacanya, jadi lebih baik mulai dengan suatu cerita. Ia tidak ingin pembacanya menjadi bosan membaca nama-nama saja dan akhirnya tidak mau membaca lagi. Karena itulah ia mulai dengan ayat 18.

Setelah tiba pada akhir buku Matius, Des mau tidak mau harus menerjemahkan silsilah yang dianggapnya membosankan itu. "Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yehuda" dan seterusnya. Demikianlah Des dengan dibantu oleh seorang pembantu bahasa menerjemahkan Matius 1:1-17.

Pada malam itu, ketika Des sedang berjalan menuju tempat pertemuan desa untuk mengikuti suatu pertemuan yang akan diadakan, seseorang berkata kepadanya, "Bawalah kertas terakhir itu ke tempat pertemuan!" Beberapa waktu kemudian, orang-orang Binumarien bertanya, "Apa yang ada di sakumu itu?" Orang-orang sudah mengetahui bahwa Des memiliki kertas dalam sakunya karena pembantu penerjemah Des memberitahukan kepada mereka. Pembantu penerjemah sangat gembira membuat terjemahan bagian yang terakhir diterjemahkan itu, tetapi dia tidak mengutarakannya kepada Des.

Orang-orang yang berada di sekitar tempat itu mulai mendesak Des untuk membacakan apa yang sudah diterjemahkannya, "Bacalah terjemahan itu! Sesudah itu baru kita akan mulai pertemuan kita," kata salah seorang dari mereka. "Baiklah," kata Des, "saya akan membacakan apa yang telah kami terjemahkan."

Mereka semua duduk mengelilingi Des. Des mulai membaca, "Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yehuda," dan seterusnya. Orang-orang yang mendengar mulai saling mendekat ke arah Des. Orang-orang yang berada di ruang lain mulai berdatangan ingin mendengar dengan lebih jelas. Dalam waktu singkat, seluruh ruang itu menjadi padat. Sebagian duduk mengelilingi Des, mereka yang di belakang berdiri dengan tenang.

Des terus membacanya dan ia mulai merasa suasana menjadi tenang. Tidak ada orang yang berbicara. Semua mendengarkan dengan penuh perhatian. Des tidak mengetahui akan apa yang terjadi di sekelilingnya. Kepala desa yang pernah mengikuti kelas pemberantasan buta aksara yang dipimpin Des, terus memperhatikan Des membaca hasil terjemahan. Setelah Des selesai membaca seluruh silsilah itu, kepala desa berkata, "Dengarlah saudara-saudara, dengar! Apa yang Des bacakan bukanlah dongeng. Ini adalah kebenaran. Dongeng mana yang dapat memberikan nama-nama orang sepanjang sejarah? Tidak ada! Ini adalah sesuatu yang benar. Ini benar-benar terjadi!"

Des merasa ditegur. Bagian yang dikerjakan paling akhir ini karena kuatir membosankan ternyata merupakan bagian yang paling penting bagi masyarakat Binumarien. Selama ini orang-orang Binumarien seringkali bertanya-tanya apakah Alkitab itu merupakan buku yang menyatakan kebenaran ataukah hanya dongeng-dongeng saja? Daftar silsilah ini telah menjawab pertanyaan mereka.

Des sangat kagum melihat bagaimana bagian Alkitab yang dianggapnya membosankan, ternyata dalam budaya Binumarien merupakan suatu hal yang sangat menyentuh hati mereka. Des juga sangat kagum melihat cara Tuhan menjamah suku Binumarien yang hidup terpencil dan penuh keputusasaan.

Setelah seluruh Perjanjian Baru selesai diterjemahkan, ternyata suku Binumarien bukannya berkurang sebagaimana yang telah terjadi sebelumnya, tetapi justru bertambah menjadi 267 orang. Mereka tidak lagi menjadi orang-orang yang putus asa, tetapi hidup dengan sukacita dan penuh pengharapan. Firman Tuhan telah mengubah mereka karena sekarang mereka mengerti akan arti dan maksud Tuhan dengan hidup ini.

Walaupun jumlah suku Binumarien kecil, tetapi Tuhan tidak melupakan mereka. Di hadapan Tuhan mereka adalah manusia ciptaan-Nya yang telah jatuh ke dalam dosa dan memerlukan Tuhan Yesus. Darah Yesus telah tercurah bagi mereka juga. Suku Binumarien juga akan berada di hadapan takhta, memuji Tuhan seperti yang tertulis dalam Wahyu "Kemudian dari pada itu aku melihat sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka."

Diedit dari sumber:

Judul Buletin: : Kartidaya, Edisi II/1995
Judul Artikel : Suku yang Hidup Kembali
Halaman : 1 - 2

e-JEMMi 14/2005