Membawa dan Menolong Mahasiswa Bertumbuh dalam Kristus

A. Membawa Mahasiswa Kepada Yesus.

Mahasiswa merupakan bagian dari umat manusia di muka bumi, yang sama dengan manusia berdosa lainnya (Roma 3:23). Keselamatan jiwanya juga menjadi kebutuhan mereka yang hakiki. Untuk apa mereka memiliki ilmu dan kemampuan yang terus berkembang, atau berhasil menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mutakhir dewasa ini, namun jiwanya tidak selamat. Mereka semua membutuhkan Injil.

Masa mahasiswa merupakan masa yang cukup rawan, sebab pada masa ini, terjadi kristalisasi nilai hidup dan kepribadian, yang akhirnya akan memengaruhi setiap pengambilan keputusan atau karier. Dalam situasi seperti ini, mereka perlu mendapatkan penjelasan mengenai kasih karunia Allah dalam Yesus, yang menyediakan keselamatan dan hidup kekal. Kasih Yesuslah yang akan membuat hidup mereka menjadi terarah, berarti, dan bermakna.

Hamba Tuhan, pendeta, ataupun majelis akan kesulitan untuk menjangkau mahasiswa. Untuk itu mahasiswa Kristen yang sudah Allah tempatkan di kampus, seharusnya mengambil bagian dalam tugas membawa sesama mahasiswa kepada Yesus di kampus. Ladang pelayanan mahasiswa ini cukup strategis, bila dijangkau oleh mahasiswa sendiri.

Untuk dapat menuai, kita harus menabur. Bila kita tidak mau menabur, maka tidak mungkin kita mengharapkan pohon yang tumbuh subur dan berbuah lebat. Jika kita mau mendapatkan benih yang sungguh-sungguh dapat bertumbuh dan nantinya diharapkan berbuah lebat, kita harus menabur banyak. Hal ini mengingatkan bahwa tidak setiap benih yang kita tabur, semua akan bertumbuh baik (Matius 13:1-23).

B. Menolong Mahasiswa Bertumbuh dalam Kristus.

Mahasiswa, Calon Mahasiswa Kristen, dan Mahasiswa Kristen

Pemahaman komprehensif status mahasiswa secara teologis, menjadi pertimbangan awal dalam membahas pembinaan mahasiswa. Pertama-tama harus dilihat bahwa semua mahasiswa bukanlah mahasiswa Kristen. Dan bukan semua mahasiswa yang beragama Kristen ialah mahasiswa Kristen. Karena itu, pelayanan penginjilan diarahkan kepada mahasiswa dalam status sebagai calon mahasiswa Kristen. Pelayanan pembinaan ditujukan kepada mereka yang telah percaya.

Pembinaan Mahasiswa Kristen

Mahasiswa yang telah percaya dan menerima Yesus itulah yang menjadi subjek pelayanan pembinaan dan subjek terbina (yang dibina) -- dalam arti strategis, tanpa memandang bahwa kehadiran pelayan dari luar itu tidak atau kurang berarti. Tetapi, kehadiran pelayan pembina dari luar adalah mitra pelayanan dalam konteks pencapaian visi dan misi pelayanan pembinaan mahasiswa.

Konteks Pembinaan Mahasiswa Kristen

Setiap mahasiswa Kristen adalah unik di hadapan Allah. Oleh karena itu, perlu perumusan pelayanan pembinaan yang tepat dalam konteks mahasiswa Kristen. Berbagai konteks mahasiswa diuraikan di bawah ini.

  1. Mahasiswa dalam Konteks Akademis.
  2. Mahasiswa adalah "Homo Academicus", yaitu peserta didik yang berkesempatan mengembangkan potensi nalar, menjunjung tinggi kejujuran moral akademis, sekaligus calon intelektual yang berpandangan luas. Mereka bukan "Homo Mimicrus", yang siap diindoktrinasi dengan harapan mereka dapat meniru dan menjadi tiruan.

  3. Konteks Sosiologis.
  4. Mahasiswa merupakan komunitas pemuda elite dibanding pemuda umumnya. Perbedaannya terletak dalam satu hal mendasar: "kepekaan terhadap perubahan suasana". Dalam dirinya selalu ada keinginan untuk mengadakan revisi terhadap harapan sosial yang dikenakan pada mereka, pencarian legitimasi baru dari peranan yang ingin dimainkan, serta usaha untuk merumuskan kehadiran diri dalam lingkungan yang mengitari mereka lebih menonjol. Tantangan adalah bagaimana agar secara tepat, menolong mahasiswa menuju ke kedewasaan iman melalui relasi, interaksi, dan komunikasi pembinaan yang ideal, sekaligus terbebas dari pencarian legitimasi dan penonjolan diri sebagai elite sosial.

  5. Konteks Religi.
  6. Mahasiswa adalah insan yang memasuki tahap perkembangan yang terlepas dari kungkungan sempit, tetapi memasuki area dunia nyata dengan wawasan yang luas. Dalam konteks tugas dan panggilan garam dan terang dunia, maka peran dan partisipasi mahasiswa harus diperluas dalam segala aspek kehidupan manusia. Implikasi praktisnya ialah menjadi wadah pembinaan ke atas (penyembahan kepada Allah), ke dalam (pembangunan karakter rohani), dan ke luar (pelayanan kepada masyarakat).

  7. Konteks Etis Moral.
  8. Mahasiswa berada dalam situasi yang penuh dengan pilihan moral. Namun, yang pokok untuk dijunjung tinggi adalah moralitas kristiani. Hal ini hanya diraih bila mahasiswa telah melampaui dan tiba pada tingkat perkembangan moral tingkat III (Post Konvensional) dalam perspektif Kohlberg. Pandangan Kohlberg, tingkat perkembangan moral yaitu Pra Moral; Tingkat I, kepatuhan yang berorientasi pada pahala dan hukuman. Pada tingkat II, kepatuhan berdasar pada teladan dan peraturan. Sedangkan pada Tingkat III, orientasi kepatuhan pada dialog dan transaksi antar perseorangan.

  9. Konteks Perkembangan Kognitif.
  10. Menurut Jean Piaget, tahap perkembangan kognitif secara berturut-turut dari 0-2 tahun, tahap sensori motor -- penekanan "law of conservation"; 2-7 tahun, tahap praoperasional -- penggunaan simbol dan bahasa, serta komunikasi; 7-11 tahun, tahap kongkret operasional -- mencapai kemampuan pikir sistematis logis, perkembangan intelek terhadap hal-hal kongkret; lebih dari 11 tahun, tahap formal operasional -- mampu berpikir sistematis logis terhadap hal-hal abstrak, hipotesis, serta proyeksi masa depan.

  11. Konteks Pendidikan Orang Dewasa.
  12. Usia mahasiswa merupakan suatu usia didik yang berbeda dengan usia sebelumnya. Dalam dimensi ini ada ragam pengalaman emosi, kehendak, akal, dan kompleksnya pengalaman dalam relasi vertikal dengan Tuhan maupun horisontal dengan sesama. Bisa diduga bahwa variasi kondisi kepercayaan (kerohanian) dan perilaku yang dimiliki setiap mahasiswa juga berbeda-beda. Bila diteropong secara iman, mungkin sistem kepercayaan dan perilaku para mahasiswa itu tidak semuanya sesuai dengan firman Allah, bahkan mungkin bercampur aduk, sehingga sulit diurai, dijernihkan, dan diluruskan. Upaya membangun pandangan dunia alkitabiah yang rangkum dan kontekstual, tentunya memerlukan pendekatan yang menekankan partisipasi aktif anggota dalam setiap kesempatan pertemuan, guna masing-masing orang dapat "sharing", kemudian diikuti dengan memberi "input" yang baru.

Diambil dari:

Judul jurnal : Aletheia, Edisi 02, Tahun II
Judul asli artikel : Membawa Mahasiswa Kepada Kristus
Penulis : Hery Harjanto, SE dan Ir. Soleman Kawangmani, M.Div
Penerbit : Persekutuan Mahasiswa Kristen Surakarta
Halaman : 19 -- 20 dan 34 -- 37

e-JEMMi 35/2011