Diutus untuk Berbuah

"Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka, 'Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Lukas 10:1-2)

Sepanjang pelayanan-Nya di dunia, Yesus menggerakkan orang-orang di dalam komunitas masyarakat sebagai bagian dari strategi misi-Nya untuk menyatakan rencana Allah menyelamatkan dunia. Dengan demikian, orang-orang itu berperan penting dalam pelayanan Yesus. Kita melihat bahwa selain memilih dan mengutus kedua belas rasul untuk memberitakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang sakit, Yesus juga memilih dan mengutus tujuh puluh murid yang lain untuk menyiapkan kedatangan-Nya di setiap kota. Mereka bertugas menyiapkan orang-orang di kota-kota tersebut untuk menerima Yesus. Ketika Yesus mengutus ke-70 orang itu, Ia mengutus mereka untuk pergi berdua-berdua. Tugas itu adalah pekerjaan yang besar, maka dibutuhkan banyak tenaga pekerja.

Selain itu, para pekerja itu juga memerlukan rekan-rekan yang ikut bekerja bersama. Mereka harus saling mengingatkan dan bertolong-tolongan menanggung beban. Tidak seorang pun akan sanggup melakukan pekerjaan itu seorang diri. Oleh sebab itu, mereka harus mengarahkan pandangan kepada Tuhan. Mereka harus meminta sang Tuan Pemilik Tuaian agar mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.

Jadi sebenarnya, perintah yang lebih penting bukanlah bekerja dengan lebih keras hingga membuat mereka lupa meminta sesuatu untuk memenuhi kebutuhan di ladang tersebut; perintah yang terpenting ialah mereka harus sungguh-sungguh berdoa kepada-Nya. Setiap permohonan doa menunjukkan iman bahwa Allah sedang bekerja sesuai dengan rencana-Nya. Ia sedang menggerakkan orang-orang di dalam gereja-Nya untuk bersedia mengerjakan tugas yang besar ini. Gereja diminta taat karena Allah ingin memakai mereka sesuai dengan panggilan dan karunia mereka masing-masing.

Ayat-ayat selanjutnya menyebutkan bahwa para pekerja itu diutus seperti anak domba di tengah-tengah serigala (ayat 3). Artinya, mereka diutus ke dalam situasi-situasi yang setiap saat bisa menjadi kacau. Yesus tidak mengatakan bahwa mereka tidak akan menghadapi masalah ketika memberitakan kabar keselamatan. Kenyataannya, banyak pekerja-Nya justru menghadapi masalah dan bahaya ketika menyampaikan kabar keselamatan itu. Tidak semua orang akan menerima kehadiran mereka, bahkan di beberapa tempat tertentu mereka justru diejek, ditolak, dan dianiaya. Mereka menghadapi kesulitan dan penderitaan itu dengan iman bahwa Tuhan tidak akan membiarkan pekerja-Nya seorang diri. Ia memberikan mereka kemampuan untuk menghadapi kesulitan itu.

Selain itu, Ia juga menjamin kehidupan para pekerja-Nya (ayat 4-8). Ayat-ayat ini mengingatkan jemaat dan gereja bahwa para pekerja di ladang itu layak untuk menerima upah bagi kelangsungan hidupnya. Bukan hanya upah, mereka juga memerlukan pelayanan kasih dari anak-anak Tuhan lainnya. Apa yang dilakukan jemaat di Filipi kepada rasul Paulus merupakan teladan bagi gereja Tuhan pada masa kini (Filipi 4:10), bahwa gereja sebaiknya mendukung para pekerja yang bekerja di ladang Allah.

Paulus bersukacita mengenai jemaat di Filipi terutama bukan karena pemberian-pemberian materi mereka, melainkan karena perhatian jemaat yang tulus kepada Paulus. Perhatian yang tulus itu menunjukkan kasih mereka kepada Paulus dan bahwa mereka ikut menanggung beban penginjilan Paulus. Gereja Tuhan seharusnya juga memberikan perhatian yang tulus dan pelayanan kasih kepada para pekerja Allah di garis depan.

Selanjutnya, Yesus mengutus ketujuh puluh murid itu disertai dengan suatu tugas khusus. Selain melayani pemulihan fisik, para murid itu juga harus menyampaikan pesan penting kepada orang-orang di kota tersebut. Pesan penting itu ialah "kerajaan Allah sudah dekat" (ayat 9-12). Sebagai sesama rekan sekerja Allah, mereka berkewajiban untuk menyampaikan berita ini. Kita mengetahui bahwa Allah sangat murka terhadap Sodom dan Gomora, dan Ia akan lebih murka kepada orang-orang yang tidak bersedia menerima kehadiran-Nya.

Rencana keselamatan Allah bersifat universal, yaitu menjangkau masyarakat melewati batas-batas wilayah, suku, dan bahasa. Mengingat banyak jiwa masih belum terjangkau Injil karena adanya berbagai rintangan, penginjilan bukanlah tugas yang ringan. Oleh sebab itu, seluruh tubuh Kristus memerlukan strategi dan kerja sama yang tepat untuk melaksanakan tugas ini secara efektif. Salah satu strategi itu ialah penyediaan firman Tuhan dalam bahasa suku-suku bangsa di Indonesia, yakni dalam bahasa yang paling mereka kuasai, dan dengan media yang paling sesuai untuk mereka. Pelayanan penginjilan, pemuridan, dan dukungan kehidupan orang-orang percaya sangat memerlukan firman Tuhan (Alkitab). Di Indonesia, masih terdapat sekitar empat ratus suku bangsa yang terhalang untuk menerima Kabar Baik karena hambatan bahasa dan budaya.

Selama 19 tahun pelayanan Kartidaya, lembaga ini telah menjadi perpanjangan tangan gereja-gereja untuk menjangkau suku-suku bangsa di Indonesia, khususnya melalui pelayanan kebahasaan dan kebudayaan. Hingga saat ini, sekitar seratus lebih pemuda Kristen Indonesia telah dilatih hingga mampu berperan serta dalam penyediaan firman Tuhan dalam berbagai bahasa suku. Kiranya Tuhan senantiasa melengkapi, membangun, dan menyempurnakan pelayanan Kartidaya pada masa yang akan datang. Biarlah bersama-sama dengan gereja-gereja di Indonesia kami senantiasa berkarya bagi kemuliaan nama-Nya.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul Buletin : Berita Kartidaya, Edisi 2/2009
Judul artikel : Diutus untuk Berbuah
Penulis : Yunita Susanto
Penerbit : Yayasan Kartidaya, Jakarta
Halaman : 2 -- 3 dan 19

e-JEMMi 14/2010