International Day of Prayer (IDOP)

TINJAUAN UMUM

Secara umum tinjauan IDOP 2006 tentang penganiayaan berfokus pada masalah-masalah keterbukaan dan kebebasan beragama yang sedang menjadi tren dunia. Namun, karena keterbatasan tempat, hanya kasus yang paling kritis dan strategis saja yang akan dibahas di sini. Secara garis besar, penganiayaan orang Kristen di berbagai negara rata-rata situasinya mirip dengan deskripsi berikut.

KETERBUKAAN DAN KEBEBASAN BERAGAMA

Kebebasan beragama telah membuat gereja-gereja bawah tanah muncul sebagai saluran berkat bagi komunitas mereka, termasuk bagi perluasan kerajaan Allah. Ideologi dan politik yang menentang kebebasan beragama adalah pekerjaan setan dalam melawan perluasan kerajaan Allah sekaligus penyebab utama penganiayaan terhadap gereja.

Dalam sistem politik dan agama yang diktator, penindasan - penolakan terhadap kebebasan - adalah poros kekuasaannya. Para diktator agama dan politik mengesampingkan hak-hak asasi manusia demi mempertahankan kerajaan mereka. Dengan sistematis mereka menolak kebebasan beragama untuk melindungi diri mereka dari berbagai pandangan kritis, juga agar tidak kehilangan pengikut.

Mereka yang menolak kebebasan akan berusaha menekan keterbukaan dalam rangka menghapus pilihan-pilihan. Tapi saat ini, derasnya informasi makin susah dibendung. Sekali ada kesempatan untuk keterbukaan, orang-orang akan dengan segera ingin menyuarakan pendapatnya dan memberi tanggapan berdasar informasi yang mereka terima dengan bebas.

Dunia sedang bergerak menuju keterbukaan. Globalisasi dan perkembangan teknologi tinggi, terutama teknologi informasi dan komunikasi seperti internet, radio, satelit, dan telepon genggam telah membuat transisi ke era serba terbuka ini tak bisa dihindari. Perlawanan terhadap tren ini menyebabkan jumlah penganiayaan meningkat.

Banyak orang maupun bangsa yang mulai melihat bahwa keterbukaan dan kebebasan amat penting bagi modernisasi, kerja sama ekonomi global, dan kemakmuran. Di beberapa negara terdapat masyarakat yang menginginkannya namun pemerintahnya menentang. Sementara itu, di negara lain, pemerintahnya mendukung tapi rakyatnya menentang hal itu.

Tren dunia yang serba terbuka mendapat reaksi keras dari pihak yang terancam. Tapi arus informasi yang makin deras lewat teknologi informasi dan komunikasi kian memicu keberanian dalam mengungkapkan pendapat yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada dekade mendatang.

Tahun-tahun ini adalah masa-masa penting bagi gereja untuk waspada dan berdoa bagi bangsa-bangsa dan gereja-gereja yang teraniaya. Mereka harus menyikapi peranannya sebagai saluran berkat bagi dunia dengan serius.

Di Bhutan, pemerintah yang telah tercerahkan akan berusaha dengan tekun untuk menciptakan kemajuan, kemakmuran, dan kebebasan bagi rakyatnya. Pemerintah dari negara yang mayoritas penduduknya beragama non-Kristen ini telah memperkenalkan konstitusi yang baru dan positif untuk negara yang dulunya tertutup ini. Bahkan, Raja Bhutan telah mengubah bentuk pemerintahan dari monarki absolut ke demokrasi konstitusi. Namun, tentu saja pengikut agama non-Kristen yang nasionalis akan menentang perubahan ini. Tidak ada transisi yang tanpa perlawanan.

Sementara itu, masyarakat Nepal yang mayoritas penduduknya beragama non-Kristen, yang juga merindukan kedamaian, keterbukaan, persamaan, dan kebebasan telah melengserkan raja yang diktator dan mengubah bentuk pemerintahan menjadi negara bebas. Kaum nasionalis Nepal dan India menyulut konflik dan berusaha membangkitkan partai politik non-Kristen. Rakyat Nepal dan pemerintahnya yang baru jelas tidak akan melalui jalan yang mulus untuk mencapai kedamaian, keadilan, kesamaan, keterbukaan, dan kebebasan beragama tanpa sebuah perjuangan.

Adapun pemerintah liberal Maroko, negara yang mayoritas penduduknya bukan orang percaya, sedang berusaha membawa bangsanya pada keterbukaan dan persamaan. Perlindungan terhadap agama dan hak asasi telah meningkat atau paling tidak kebebasan beragama telah tercipta. Namun, beberapa kelompok orang yang belum percaya memandang perubahan ini sebagai sesuatu yang berlawanan dengan kepercayaannya. Oleh karena itu, perubahan yang perlu terjadi di sana bukanlah perubahan tanpa suatu perjuangan.

Hal yang serupa terjadi di India yang mayoritas penduduknya beragama non-Kristen. Pemerintah federal India sekarang telah mendukung keterbukaan dan menjunjung tinggi kebebasan beragama sebagai sesuatu yang penting dan secara hukum merupakan hak asasi. Tapi kelompok nasionalis non-Kristen menentang hal ini. India yang dipimpin oleh kaum nasionalis non-Kristen menekan orang Kristen meski tanpa hukuman. Mereka berusaha memengaruhi situasi politik secara luas untuk meraih suara dalam pemilu 2009. Jika pemerintah nasionalis non-Kristen kembali memegang kekuasaan, India akan kembali menjadi negara non-Kristen. Keterbukaan dan kebebasan beragama pun akan terancam oleh kekuatan nasionalis non-Kristen. India sedang berada pada masa kritis.

Di negara-negara Barat, di mana kekristenan diperjuangkan sepanjang sejarah, kebebasan beragama dinodai oleh pertikaian antara kelompok pro-agama dan kontra-agama. Mereka yang ingin memanfaatkan atau menghapuskan kebebasan Barat menghadapi pertentangan dari masyarakat yang berkeinginan menghancurkan pendirian sistem masyarakat liberal. Dengan dihapusnya fondasi liberalisme Barat, akar kebebasan beragama tidak dapat menancap kuat. Hasutan-hasutan dari gerakan anti liberalisme akan menghancurkan para pendukungnya. Keterbukaan dan kebebasan beragama di Barat mengalami ancaman yang lebih dari yang dikira masyarakat Barat - bukan karena kekuatan lain akan mencuri hak itu, tapi karena bangsa Barat menyerah pada mereka.

Di negara Cina yang diperintah Partai Komunis Cina (PKC), jumlah elemen masyarakat yang terdidik semakin banyak dan semakin terbuka pada dunia luar. Mereka ini menuntut keterbukaan dan kebebasan yang lebih luas. Sementara itu, pihak pemerintah berusaha untuk menyeimbangkan sektor ekonomi, sosial, keagamaan, dan politik agar kekuasaan PKC tetap kuat dalam mengatur perekonomian. Kini PKC merasa terancam oleh berkembangnya tuntutan untuk pembaruan. Kaum Maois sekarang menjadi minoritas. Bahkan mantan tokoh aliran Maois penting juga menyerukan keterbukaan dan kebebasan demi kemakmuran ekonomi. PKC mengontrol kekuatan-kekuatan dan pergerakan sosial dengan menekan para intelektual dan keterbukaan serta kebebasan politik dan agama. Usaha untuk menentangnya sedang dilakukan dan tekanan dari kaum Komunis sedang terancam!

Sementara itu, makin banyak mahasiswa dan perempuan di Iran yang mempertaruhkan nyawanya untuk menyerukan pembaruan dalam kesetaraan, keterbukaan, dan kebebasan. Aksi protes yang berani mereka lakukan harus berbenturan dengan kekuatan Pasukan Revolusioner dan milisi- milisi bersenjata. Keputusasaan menyebabkan bunuh diri dan meningkatnya pembuatan roket udara. Kejayaan budaya Persia yang kaya dengan kreasi seni dan kemajuan intelektual telah ditekan oleh kekuatan aliran garis keras sejak revolusi tahun 1979. Perjuangan untuk keterbukaan dan kebebasan sangat diperlukan. Ini ibarat perjuangan Daud melawan Goliat, yang akan berhasil jika Tuhan ikut campur tangan dalamnya.

Di Korea Utara, lewat pemerintahan junta Stalinis, mereka yang mengusulkan keterbukaan dan kebebasan telah dihantam dan dicuci otak. Namun, setelah lebih dari separuh abad mengisolasi diri, ada celah yang muncul untuk melihat dunia luar. Kesulitan terbesar terletak pada manusia-manusia yang telah kebal akibat kebohongan dan propaganda selama lima puluh tahun. Namun, Tuhan menciptakan manusia untuk berhubungan dengan-Nya dan dengan kerinduan untuk kebenaran rohani. Usaha perlawanan untuk keterbukaan dan kebebasan sangat dibutuhkan.

Saat bangsa-bangsa di dunia terbuka, mau tidak mau, masalah utama di antara berbagai hasutan dan konflik adalah kebebasan beragama. Tiap orang harus mempunyai hak untuk memilih Kristus, menyembah dan mempelajari Alkitab, berdoa bersama orang percaya yang lain, dan melayani Tuhan melalui misi dan pelayanan sesuai dengan talenta dan panggilannya. Yesus memanggil, "Datang dan terimalah dengan cuma-cuma." Gereja berdiri di garis depan dalam pertempuran jasmani dan rohani untuk kebebasan ini!

Orang Kristen harus memiliki kebiasaan melihat dan membaca berita dengan pertanyaan di benak mereka, "Bagaimana hal ini memengaruhi gereja?", sambil berdoa dalam hati, "Tuhan bagaimana perasaan-Mu tentang semua ini?" Hal ini akan membantu kita dalam membaca perubahan zaman (Lukas 12:54-56) agar doa kita cerdas, penuh strategi, dan bernilai. Tidak ada yang lebih buruk daripada gereja yang tidak mau ikut dalam peperangan rohani hanya karena mereka tidak tahu di manakah garis depan itu! (t/dian&ary)

Sumber diterjemahkan dan disunting dari:

Judul asli : International Day of Prayer (IDOP)
Penulis artikel : tidak dicantumkan
Alamat situs : http://www.idop.org/overview.html

e-JEMMi 44/2006