Bagian B. Menafsir Alkitab

Sebagai orang awam, Anda tidak perlu dibingungkan dengan
aturan-aturan rumit untuk memahami Alkitab. Ingat saja satu kata
dalam benak Anda: konteks. Seseorang pernah berkata, "Ada tiga
pedoman untuk berhasil menafsir Alkitab. Pertama adalah 'konteks.'
Kedua adalah 'konteks.' Ketiga adalah 'konteks.'" Penggunaan prinsip
dasar ini melibatkan empat unsur seperti digambarkan di bawah ini.

      
              + + + + + + + + + + + + + + +
                +     Latar Belakang     +
                  +        Yang        +
                    +      Terkait   +
                      +            +
                        ----------
            Kebenaran-  +        +  Keseluruhan
            kebenaran   +  TEKS  +    Alkitab
              Dasar     +        +
                        ----------
                      +            +
                    +    Penerapan   +
                  +    Secara Wajar    +
                +                        +
              + + + + + + + + + + + + + + +

Diagram ini menggambarkan bagaimana keempat pedoman konteks
ini berkaitan dengan upaya memahami Alkitab. Keempat pedoman ini
adalah: latar belakang yang terkait, keseluruhan Alkitab, penerapan
secara wajar dan kebenaran-kebenaran dasar.

PEDOMAN KONTEKS 1: Latar Belakang yang Terkait

PEDOMAN KONTEKS 2: Keseluruhan Alkitab

PEDOMAN KONTEKS 3: Penerapan Secara Wajar

PEDOMAN KONTEKS 4: Kebenaran-kebenaran Dasar


  1. Latar Belakang yang Terkait

  2. Keseluruhan Alkitab

  3. Penerapan Secara Wajar

  4. Kebenaran-kebenaran Dasar

PEDOMAN KONTEKS 1:

Latar Belakang yang Terkait

Latar Belakang
Yang
Terkait

Hal ini mengacu pada ayat-ayat yang secara langsung mendahului
(sebelum) dan yang mengikuti (sesudah) bagian Alkitab tertentu.
Seseorang yang memperhatikan dengan cermat "bahan-bahan"
yang ada di sekitar bagian tersebut akan terhindar dari berbagai
kesalahan yang umumnya terjadi. Perhatikan beberapa contoh
berikut:

1Yohanes 1:9. Kata-kata yang mudah dikenali dalam ayat ini
adalah tentang pengakuan dosa yang sering dikaitkan sebagai penentu
keselamatan. Namun adanya kata kita pada konteks sebelumnya membuat
hal ini jelas bahwa Yohanes tidak mengalamatkan kalimat ini kepada
orang-orang yang belum percaya. Melainkan lebih kepada orang-orang
yang telah percaya (1Yohanes 1:6,7,8,10), dan ia menunjukkan
kepada mereka bagaimana berjalan bersama Allah yang telah menyelamatkan
mereka.

1Petrus 3:3. Sebagian orang Kristen memakai kata-kata
"Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan
mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas" sebagai larangan
bagi wanita untuk pergi ke salon kecantikan dan mengenakan perhiasan.
Namun bila kita membaca terus, kita akan menjumpai kalimat "tetapi
perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi." Jelas bahwa
sang rasul tidak mengatakan bahwa merapikan rambut atau mengenakan
perhiasan itu salah. Ia hanya mengatakan bahwa kaum wanita harus
memberi tekanan yang lebih besar pada kualitas pribadi di "dalam"
yang akan menghasilkan kecantikan karakter, bukan pada penampakan
luar.

Yakobus 1:5. Yakobus menasehatkan, "Tetapi apabila di antara
kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada
Allah, -- yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan
dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan
kepadanya." Kalimat ini banyak ditafsir sebagai janji bahwa kita akan
menerima kecakapan atau pengetahuan tanpa harus mempelajarinya
terlebih dahulu, dengan cara meminta melalui doa. Namun konteks
menunjukkan bahwa Yakobus sedang berbicara secara khusus tentang
pemberian hikmat untuk mengatasi ujian dan pencobaan.

2Korintus 10:4. Pernyataan Paulus "karena senjata kami
dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang
diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan
benteng-benteng" telah dikutip oleh orang-orang yang cinta damai
untuk mendesak negara mereka melakukan perlucutan senjata. Namun
konteks membuatnya jelas bahwa Rasul Paulus mengacu pada peperangan
rohani antara orang-orang percaya melawan musuh-musuh yang tidak
kelihatan.

Filipi 4:13. Komentar Paulus "segala perkara dapat kutanggung
di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" seringkali diartikan
bahwa jika iman kita cukup kuat, kita akan menerima kekuatan untuk
mencapai segala tujuan pribadi. Namun latar belakang bagian ini
menunjukkan bahwa Rasul Paulus berbicara secara khusus tentang
kekuatan Allah yang akan tetap kita terima, baik pada waktu
kekurangan maupun kelimpahan. Terlebih lagi bagian ini harus
diartikan bahwa kita dapat melakukan segala sesuatu yang Allah
inginkan melalui Yesus Kristus.



"Ada tiga pedoman untuk berhasil menafsir Alkitab, yakni:
konteks, konteks, dan konteks."


Kesalahan menafsir teks Alkitab dapat dihindari jika kita
memperhitungkan latar belakang yang terkait dari teks tersebut.
Memperhatikan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya seharusnya merupakan
langkah awal yang lazim dan logis dalam menafsir Alkitab. Terlepas
dari itu, jika kita akan mengutip pembicaraan teman-teman kita, tentu
kita akan mempertimbangkan latar belakang pembicaraan mereka, bukan?
Namun terkadang, jika hal itu diterapkan terhadap Allah yang adalah
Penulis Alkitab, kita seringkali gagal dalam memberikan penghargaan
yang sama.


  1. Latar Belakang yang Terkait

  2. Keseluruhan Alkitab

  3. Penerapan Secara Wajar

  4. Kebenaran-kebenaran Dasar

PEDOMAN KONTEKS 2:

Keseluruhan Alkitab

keseluruhan

Alkitab

Pedoman kedua dari penafsiran kontekstual adalah mempertimbangkan
bagian tersebut dalam hubungannya dengan keseluruhan Alkitab. Hal ini
sangat penting karena akan mencegah orang yang mempelajari Alkitab
melakukan kesalahan fatal.

Tuhan Yesus sendiri menunjukkan betapa pentingnya mengenali
konteks suatu bagian dalam hubungannya dengan kerangka dari
keseluruhan Alkitab. Setelah berpuasa selama 40 hari dan 40 malam,
Dia dicobai Iblis. Sang Juruselamat mengutip Alkitab untuk mengatasi
tiga pencobaan unik dari Iblis. Mula-mula ia menyarankan agar Tuhan
menyatakan keilahian-Nya dengan cara mengubah batu menjadi roti.
Namun Tuhan Yesus menolak dengan mengutip Ulangan 8:3 sebagai
jawabannya. Iblis kemudian memutuskan untuk mengutip sedikit bagian
Alkitab untuk kepentingannya. Ia membawa Tuhan Yesus ke atas bubungan
bait Allah dan menganjurkan agar Dia menjatuhkan diri ke bawah. Si
jahat kemudian mengutip Mazmur 91:11-12, "...Ia akan memerintahkan
malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas
tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu" (Matius 4:6).
Namun Yesus menjawab dengan perkataan, "Ada pula tertulis: Janganlah
engkau mencobai Tuhan, Allahmu!," dikutip dari Ulangan 6:16

.

Perhatikan kata pula pada kalimat "ada pula tertulis." Dengan
demikian Tuhan Yesus menyatakan kepada Iblis bahwa Dia tidak dapat
menuntut janji dalam Mazmur 91:11-12 tanpa mempertimbangkan larangan
dari Ulangan 6:16. Tak seorang pun memiliki hak untuk mengutip satu
ayat Alkitab, mengabaikan latar belakangnya, dan menghubungkannya
dengan bagian-bagian lain untuk membenarkan apa yang ingin dilakukan
atau dikatakannya.

Kata-kata Yesus dalam Matius 10:5-7 menunjukkan kepada kita
gambaran pentingnya menafsir satu bagian dalam kerangka keseluruhan
Alkitab.

"Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke
dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang
hilang dari umat Israel. Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga
sudah dekat...."

Yesus memerintahkan para rasul untuk mengajar hanya kepada
orang-orang Yahudi. Apakah hal ini berarti bahwa orang-orang Kristen
selama berabad-abad yang lalu telah melakukan kesalahan dengan
memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa asing? Tentu saja tidak!
Setelah kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus memerintahkan orang-orang
yang sama agar menjadikan "semua bangsa murid-Ku" (Matius 28:19).
Mahasiswa teologia dengan segera mengetahui bahwa ketika berada di
dunia, Yesus hidup sebagai keturunan Yahudi di bawah wewenang hukum
Musa, dan pada saat itu pintu keselamatan belum terbuka bagi semua
orang sampai Dia harus mati di kayu salib.



"Membaca satu bagian dari Alkitab sebagai bagian yang terpisah,
sama seperti melihat sekeping jigsaw puzzle. Alkitab adalah
satu kesatuan yang utuh."


Oleh karena itu, seorang pemula seharusnya tidak mencoba
menguraikan bagian yang sulit. Selagi membaca dan mempelajari
Alkitab, pertama-tama ia harus memenuhi pikirannya dengan
doktrin-doktrin dan bagian-bagian yang terlebih dahulu telah
dipahaminya, sebelum meneruskan pada bagian-bagian yang lebih sulit.

Membaca satu bagian dari Alkitab sebagai bagian yang
terpisah, sama seperti melihat sekeping jigsaw puzzle (mainan dari
gambar yang terpotong dan harus disusun lagi). Potongan-potongan itu
tidaklah berarti sampai kita melihatnya terletak pada tempat yang
tepat dalam gambar yang utuh. Seperti hal itu, Alkitab juga adalah
satu kesatuan yang utuh. Alkitab adalah Firman Allah, bukan sekadar
kumpulan kitab. Benar bahwa Alkitab ditulis selama jangka waktu lebih
dari 1500 tahun. Benar pula bahwa Alkitab ditulis oleh 40 orang yang
berbeda dan dalam tiga bahasa. Namun setiap orang menulis dalam
pimpinan Roh Kudus. Dan Roh yang sama itulah yang menjamin bahwa
setiap penulis menguatkan tulisan penulis lain, dan bahwa setiap
kitab memberi sumbangan terhadap kebenaran Allah secara menyeluruh.

Oleh karena kebenaran inilah, setiap orang Kristen harus
mengenal secara dekat pesan utama dari keseluruhan Alkitab. Semakin
baik kita menguasai pengajaran yang ada di dalamnya, semakin baik
kita memahami penggalan-penggalan yang berbeda. Dan bagian-bagian
yang sulit akan menjadi lebih mudah untuk dimengerti.


  1. Latar Belakang yang Terkait

  2. Keseluruhan Alkitab

  3. Penerapan Secara Wajar

  4. Kebenaran-kebenaran Dasar

PEDOMAN KONTEKS 3:

Penerapan Secara Wajar

Penerapan

secara wajar

Prinsip kontekstual ketiga adalah penerapan secara wajar, artinya
setiap kata yang dipakai diartikan sama seperti pemakaian umum. Kita
harus memberlakukan tata bahasa yang benar dan lazim pada Alkitab,
sama seperti pada buku-buku lain. jika kita membaca tulisan paparan
sebagai fakta, kita harus menerimanya sebagai cerita dari peristiwa
yang benar-benar terjadi, sebelum kita membuat penerapan secara
rohani atau mencari arti yang tersembunyi. Jika kita membaca cerita
perumpamaan, kita harus mencari pokok pikiran dari ilustrasi itu
terlebih dahulu. Berusahalah menerima segala tulisan secara harfiah
(literal), kecuali jika nyata-nyata kita tidak mungkin melakukannya
atau menganggapnya demikian. Kalimat-kalimat kiasan, pernyataan-
pernyataan puitis, simbol-simbol dan ungkapan-ungkapan biasanya cukup jelas sehingga mudah dikenali.

Sebagai contoh penyimpangan aturan penerapan secara wajar,
mari kita lihat bagaimana pemahaman beberapa orang tentang kisah
seekor keledai yang dapat berbicara yang terdapat dalam
Bilangan 22:1-41. Keledai betina yang dikendarai Bileam itu
ketakutan ketika melihat Malaikat Tuhan menampakkan diri tiga kali.
Sebanyak itu pula Bileam memukul keledai itu agar menuruti tujuannya.
Pada penampakan Malaikat Tuhan yang ketiga, keledai itu enggan melangkah
lagi dan berbicara, "Apakah yang kulakukan kepadamu, sampai engkau
memukul aku tiga kali?"

Nah, pernahkah Anda melihat Malaikat Tuhan dengan pedang
terhunus? Pernahkah Anda mendengar seekor keledai berbicara seperti
manusia? Untuk mempercayai bahwa hal ini benar-benar terjadi,
dibutuhkan keyakinan akan adanya mukjizat. Orang-orang tertentu
menyatakan bahwa kita tidak boleh mempercayai bagian ini secara
harfiah. Beberapa orang menegaskan bahwa peristiwa itu hanya suatu
penglihatan saja. Lainnya berpendapat bahwa penulis bagian Alkitab
ini bermaksud memberi kita sebuah alegori (kiasan) bahwa Malaikat
dengan pedang terhunus menggambarkan perasaan bersalah Bileam.
Sedangkan kaki yang terhimpit batu mewakili rasa pedih yang dialami
Bileam karena terus-menerus dituduh hati nuraninya.

Aturan dari penerapan secara wajar menuntut adanya penerimaan
bahwa kisah Bileam ini merupakan suatu peristiwa yang benar-benar
terjadi. Jika kita cenderung berpikir bahwa kisah ini merupakan
penglihatan atau alegori, mestinya ada petunjuk yang diberikan kepada
kita untuk konteks tersebut.

Ungkapan-ungkapan Kiasan

Penerapan secara wajar juga akan menghindarkan kita dari kebingungan
yang ditimbulkan oleh ungkapan-ungkapan kiasan. Terlepas dari hal
itu, kita sering menggunakannya dalam pembicaraan sehari-hari karena
ungkapan-ungkapan kiasan dapat menyatakan pikiran dan perasaan kita
dengan efektif. Kiasan adalah gambaran dalam kata-kata. Sebagai
contoh, pernyataan "kakiku mulai beku." Jika yang menyatakan ini
adalah seseorang yang sedang memancing ikan yang berada di bawah
permukaan lapisan es, kita tidak akan melihat kalimat yang
diucapkannya sebagai ungkapan kiasan. Kita tahu bahwa ia akan segera
meninggalkan tempat dingin itu dan pindah ke tempat yang hangat.
Namun jika seseorang membisikkan kalimat itu sambil mengendap
mendekati sebuah rumah untuk menangkap seorang perampok bersenjata,
kita akan tahu bahwa ia tentu tidak hendak menghangatkan kaki. Ia
ingin menyatakan, "Saya takut" dan "Saya berpikir dua kali untuk
melakukan penyergapan ini."

Tuhan Yesus kadang-kadang memakai ungkapan-ungkapan kiasan
untuk memancing pemikiran atau sebagai alat untuk mengajar. Biasanya
ungkapan kiasan tidak terlalu sulit dipahami bila kita mengerti
aturan penerapan secara wajar.



"Kita sering menggunakan ungkapan-ungkapan kiasan dalam
pembicaraan sehari-hari karena ungkapan-ungkapan kiasan
dapat menyatakan pikiran dan perasaan kita dengan efektif."


Pada suatu kesempatan, Tuhan Yesus berkata kepada Rasul
Petrus, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang
kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan
di dunia ini akan terlepas di sorga" (Matius 16:19). Kita tidak perlu
bertanya apakah kata kunci di sini merupakan ungkapan kiasan atau
bukan. Kerajaan sorga bukanlah tempat yang dikelilingi tembok dengan
pintu yang membutuhkan kunci (dalam arti yang sesungguhnya) untuk
membukanya. Dalam konteks ini, kunci -- bahkan dalam Perjanjian Lama
(Yesaya 22:22) -- merupakan simbol kewenangan. Petrus diberi wewenang
membuka pintu kekristenan. Ia menggunakan wewenang tersebut di
kalangan orang Yahudi pada hari Pentakosta (Kisah 2:1-47), di
kalangan orang Samaria ketika menumpangkan tangan pada orang-orang
percaya karena pemberitaan Filipus (Kisah 8:1-40), dan di
kalangan orang-orang bukan Yahudi saat ia berkhotbah di rumah
Kornelius (Kisah 10:1-48).

Tuhan berkata, "Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan
rumah janda-janda..." (Matius 23:14). Tak pelak lagi bahwa Dia
menunjuk pada tindakan-tindakan mereka yang tidak jujur, bukan dalam
arti harfiah memakan kayu dan adukan semen sebuah rumah. Ketika Yesus
menyebut mereka "pemimpin-pemimpin buta" yang menapiskan nyamuk
tetapi menelan unta (Matius 23:24), Dia mengecam mereka karena lebih
memperhatikan pelanggaran kecil atas hukum yang mereka buat sendiri
daripada menghargai persoalan-persoalan besar menyangkut keadilan dan
kebenaran.

Simbol-simbol

Beberapa khotbah dalam Alkitab menggunakan simbol. Sebuah simbol
biasanya adalah sebuah objek yang nampak atau melambangkan sesuatu
yang tidak kelihatan atau bersifat rohani. Banyak simbol dalam
Alkitab yang telah dijelaskan oleh penulisnya. Dalam Daniel 2:1-49
misalnya, diperlihatkan suatu gambaran patung besar dengan kepala
dari emas, dada dan lengan dari perak, perut dan paha dari perunggu,
dan kaki dari besi. Daniel kemudian menjelaskan bahwa itu adalah
gambaran kerajaan Babilon, Media Persia, Yunani dan Romawi. Kita
tidak perlu menerka artinya, karena secara khusus telah dinyatakan.



"Sebuah simbol biasanya adalah sebuah objek yang nampak atau
melambangkan sesuatu yang tidak kelihatan atau bersifat rohani."


Meskipun beberapa simbol tidak dijelaskan, arti atau maksud
dari simbol-simbol tersebut akan terjelaskan dengan sendirinya.
Sebagai contoh, dalam Wahyu 1:12-16 Yesus digambarkan sedang berjalan
di antara tujuh kaki dian emas. Kita diberitahu bahwa tujuh kaki dian
tersebut melambangkan tujuh gereja di Asia Kecil yang kepadanya
Kristus berbicara (ayat Wahyu 1:20). Namun bagian ini tidak memberi
keterangan lebih lanjut mengenai kata-kata yang digunakan untuk
menggambarkan Tuhan (ayat Wahyu 1:18). Mata-Nya bagaikan nyala api,
kaki-Nya mengkilap bagaikan tembaga membara dan dari mulut-Nya keluar
sebilah pedang tajam bermata dua. Namun secara umum arti simbol-simbol ini
tidaklah sulit dipahami jika kita melihat konteksnya. Kalimat "mata-Nya
bagaikan nyala api" menggambarkan bahwa Dia melihat dan membakar kejahatan
dalam gereja-gereja tersebut. Gambaran ini secara keseluruhan menegaskan
kekudusan Tuhan selagi Dia menyelidiki dan menghakimi gereja-gereja-Nya.
Kita tidak perlu berpikir untuk menempuh pendidikan teologia terlebih
dahulu sebelum mendalaminya.


  1. Latar Belakang yang Terkait

  2. Keseluruhan Alkitab

  3. Penerapan Secara Wajar

  4. Kebenaran-kebenaran Dasar

PEDOMAN KONTEKS 4:

Kebenaran-kebenaran Dasar

Kebenaran-

Kebenaran
Dasar

Seseorang yang ingin memahami Alkitab harus
terlebih dahulu memusatkan perhatian pada hal-hal
pokok yang menjadi dasar iman Kristen. Ia harus
bertumbuh mantap dalam hal pemahaman rohani dan
dan hidup kekristenan, serta menolak daya tarik
topik-topik yang tidak utama yang dapat menyebabkan
penyimpangan atau kesalahan.

Rasul Paulus menegaskan prinsip-prinsip kebenaran yang
mendasar dalam suratnya yang kedua kepada Timotius. Ketika ia
menuliskannya dari dalam penjara, menunggu hukuman mati, ia
memprihatinkan beberapa orang yang mengaku Kristen yang terlibat
dalam perdebatan sia-sia mengenai hal-hal yang tidak utama. Oleh
karena itu, ia mendesak Timotius untuk mengajarkan
kebenaran-kebenaran utama, dan menunjuk pemimpin-pemimpin yang akan
terus mengajar mereka (2Timotius 1:13; 2:1-2,11-13,19,22). Ia terus
mengingatkan anak rohaninya ini untuk tidak terlibat dalam penyakit
bersilat kata. Kemudian ia memerintahkan Timotius untuk
memperingatkan jemaat yang suka beromong kosong tentang topik-topik
kecil dari Alkitab (2Timotius 2:14,16-18).

Agar berpijak pada hal-hal dasar, kita harus mengajarkan
doktrin-doktrin utama yang dapat diringkas sebagai berikut:


  1. Satu Allah dalam tiga pribadi -- Bapa, Anak dan Roh Kudus.

  2. Ke-66 kitab dari Alkitab diinspirasikan secara lengkap, suatu
    pewahyuan yang sempurna dari Allah.

  3. Ketuhanan Yesus Kristus: Kelahiran-Nya dari anak dara,
    kemanusiaan-Nya yang tidak berdosa, kematian-Nya yang menggantikan,
    kebangkitan-Nya yang ragawi, kenaikan-Nya ke sorga, dan
    kedatangan-Nya kembali ke bumi kelak.

  4. Keselamatan hanya oleh iman kepada Yesus Kristus, bukan karena
    usaha manusia, dan semata-mata karena anugerah.

  5. Darah Kristus berkuasa menghapuskan dosa setiap orang yang datang
    kepada Allah melalui Dia.

  6. Perlunya perbuatan baik setelah menerima keselamatan untuk
    menyatakan ucapan syukur dan kesaksian yang hidup kepada dunia
    tentang kuasa Allah yang mengubahkan.

  7. Kebangkitan tubuh: tempat tinggal yang mulia dan abadi tersedia
    bagi orang yang percaya di sorga, dan penghukuman abadi di neraka
    bagi orang yang menolak Kristus.

  8. Satu gereja yang sejati, tubuh Kristus, yang terdiri dari semua
    orang percaya tanpa memandang warna kulit, ras atau kedudukan, dan
    kebutuhan akan keberadaan dan dukungan gereja lokal yang percaya
    kepada kebenaran Alkitab.

  9. Kebutuhan akan pertumbuhan iman tiap-tiap hari melalui waktu
    teduh, pemahaman Alkitab, doa dan kesaksian.

  10. Ketaatan mutlak terhadap perintah Kristus untuk mewartakan kabar
    baik kepada semua bangsa dan mengajar orang percaya akan kebenaran
    Firman Allah.

  11. Kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang telah dekat untuk membawa
    umat-Nya dari dunia dan kemudian membangun Kerajaan-Nya di bumi.



"Kepercayaan yang dilandasi kasih kepada sang Penulis Alkitab
merupakan persiapan terbaik untuk memahami Alkitab secara
bijaksana."

-H.C. Trumbull


Jika kita berkonsentrasi pada kebenaran-kebenaran dasar ini,
kita akan terhindar dari pemborosan waktu pada persoalan-persoalan
yang tidak utama. Kita akan lebih terfokus pada aspek-aspek utama
dari hidup kristiani. Dan yang terpenting, Allah akan menghindarkan
kita dari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu.