Misi Protestan untuk orang-orang Indian Amerika telah berubah selama akhir abad ke-18. Masa Kebangkitan Besar yang telah mengobarkan api misi pada masa kolonial telah padam, dan selama bertahun-tahun setelah Revolusi Amerika, misi Protestan seakan tertidur. Lebih-lebih para pelayan tidak lagi menemukan orang-orang Indian yang tidak terjangkau dalam jemaat mereka sendiri. Banyak suku Indian yang punah karena peperangan dan penyakit yang dibawa orang-orang kulit putih, dan sebagian besar dari mereka yang selamat menemukan bahwa populasi daerah pesisir sebelah timur terlalu padat untuk gaya hidup pribumi mereka.
Bersamaan dengan pergerakan peradaban yang menuju Barat, orang-orang Indian terdorong semakin jauh kembali ke padang belantara yang tidak dikenal. Orang-orang yang berupaya untuk menginjili mereka tidak lagi dapat tinggal di rumah sambil melayani dan menjalankan pelayanan rangkap dua, sebagaimana yang dahulu dilakukan oleh para pelayan kolonial; tetapi mereka harus berpindah tempat dan mengendarai kereta kuda mereka menuju ke barat, keluar dari daerah pemukiman kulit putih untuk menjangkau orang-orang Indian. Beberapa utusan Injil seperti Zeisberger, terdesak menuju ke barat bersama dengan para pengikut Indian mereka.
Namun yang menarik, ketika orang-orang Indian terdesak ke sebelah barat, terdapat sebuah ketertarikan yang baru dalam misi-misi kepada orang Indian. Hal ini selain disebabkan oleh Masa Kebangkitan Kedua yang melanda sebagian besar Amerika Serikat bagian timur selama awal abad ke-19, juga disebabkan oleh fakta bahwa banyak orang yang mendapati bahwa orang-orang Indian lebih mudah untuk dikasihi dari jarak jauh daripada dalam kedekatan. Orang-orang awam dan para pelayan sama-sama mendapati bahwa lebih sederhana dan mudah untuk mengutus para utusan Injil ke beberapa pos yang jauh, daripada untuk terlibat di lingkungan dekat mereka sendiri. Selama tahun-tahun ini, denominasi-denominasi mengembangkan misi kepada orang-orang Indian, dan organisasi-organisasi misi yang sudah ada semakin meningkatkan usaha mereka.
Ketertarikan orang-orang Methodis terhadap kebutuhan misi kepada orang-orang Indian dibangkitkan oleh John Steward, seorang kulit hitam dari Ohio yang merasa terpanggil untuk berkhotbah kepada orang-orang Indian Wyandot di Upper Sandusky, Ohio, setelah ia bertobat di sebuah pertemuan kamp. Dia diterima dengan baik oleh orang-orang Indian ketika tiba pada tahun 1816, dan ia terkejut saat mengetahui bahwa seorang kulit hitam lainnya, Jonathan Painter, budak yang melarikan diri dari Kentucky, tinggal di tengah-tengah orang-orang Indian itu. Steward berusaha menjadikan pria itu penerjemah baginya, tetapi Painter menolak dengan berkata, "Bagaimana saya bisa menerjemahkan Injil kepada orang-orang Indian sementara saya sendiri tidak beragama?" Malam itu, dengan dorongan dan doa Steward, Painter berdamai dengan Allah, dan bersama-sama mereka berkhotbah kepada orang-orang Indian. Steward resmi menjadi pendeta Methodis, dan pada tahun 1819 Methodist Missionary Society didirikan, dan para utusan Injil yang terlatih ditugaskan ke wilayah Upper Sandusky.
Misi-misi Baptis kepada orang-orang Indian dimulai oleh Isaac McCoy dan istrinya, yang membuka sebuah pelayanan misi di Fort Wayne pada tahun 1820. Setelah dua tahun di tempat itu, mereka memindahkan misinya ke Michigan Selatan karena apa yang mereka percayai tentang orang Indian bertentangan dengan apa dipercaya oleh tetangga kulit putih mereka. Di sana mereka mendirikan Badan Misi Carey, kompleks misi yang cukup berkembang. Seorang perwira militer Amerika Serikat yang mengunjungi kompleks misi itu, hanya setelah tujuh bulan sejak tempat itu didirikan, mendapati sebuah kompleks misi yang dijalankan secara mengesankan dan efisien, yang mencakup sebuah rumah misi yang besar, sekolah, bengkel pandai besi, dan bangunan-bangunan lainnya, juga kebun-kebun, taman-taman, dan padang rumput yang dipagari. Sekolah itu memunyai kurang lebih empat puluh orang murid, dan misi menunjukkan setiap tanda keberhasilan. Namun setelah dua tahun, McCoy sekali lagi khawatir untuk melanjutkan, sekali lagi takut dengan pelanggaran batas orang-orang kulit putih dan konsekuensi-konsekuensi menakutkan yang dia yakini akan berdampak pada orang-orang Indian yang tinggal dekat dengan orang-orang kulit putih. Dia percaya bahwa satu-satunya solusi terhadap gangguan pengaruh tetangga kulit putih adalah dengan mendirikan sebuah koloni Indian "di sebelah barat negara bagian Missouri". Pada tahun 1824, McCoy pergi ke Washington untuk mengajukan rencananya dalam pertemuan tahunan Dewan Misi Baptis. Dengan persetujuan dewan misi itu, ia menyelenggarakan sebuah pertemuan dengan Sekretaris Perang John C. Calhoun, yang mendukung rencananya. Sejak pertemuan itu, usaha McCoy beralih ke lobi politik dan jauh dari pekerjaan penginjilan di antara orang-orang Indian; para bawahannyalah yang mengambil alih pekerjaan utusan Injil tersebut.
Meskipun secara historis golongan Baptis memperjuangkan pemisahan antara gereja dengan negara, adalah hal yang paradoks bahwa melalui pengaruh McCoy, misi orang-orang Indian Baptis menjadi berkaitan erat dengan pemerintahan. Ini merupakan sebuah periode dalam sejarah negara, di mana pemerintah menjadi terlibat jauh dalam misi-misi orang Indian, dan golongan Baptis lebih siap daripada denominasi lain dalam mengemban peran ini. Misi Carey menerima dana pemerintah, dan McCoy secara aktif bergabung dengan pemerintah terhadap isu penggusuran Indian -- kasus yang paling terkenal di mana McCoy melibatkan diri adalah penggusuran orang-orang Cherokee dari Georgia. Alasan McCoy atas penggusuran Indian adalah bahwa orang-orang Indian harus dipisahkan dari orang-orang kulit putih untuk dikristenkan, dan secara politik dia berdampingan dengan negara bagian Georgia dalam pernyataannya atas tanah suku Cherokee. Dia tidak merasa cemas untuk memulai tindakan yang kontroversial dan drastis, dan dia siap menerima tugas pemerintahan untuk menjelajah dan memeriksa negeri di barat yang sesuai dengan koloni Indian.
Penggusuran orang-orang Cherokee adalah salah satu kekejaman terbesar yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat dalam sejarah bangsa itu. Pada tahun 1837, beberapa tahun setelah penemuan emas di negeri mereka, orang-orang Indian di negara Cherokee yang hidup damai dan maju secara budaya, dipaksa oleh ketetapan pemerintah dan 9.000 pasukan untuk meninggalkan rumah mereka di Georgia. Mereka digiring ke dalam benteng, sementara harta benda mereka dilelang habis. Ribuan orang dari mereka kemudian dipindahkan dengan kapal sungai, sementara yang lainnya dipaksa untuk berjalan melalui darat di sebelah atas Sungai Mississippi. Ini merupakan perjalanan yang membahayakan dan angka kematiannya tinggi. Dukungan kuat McCoy terhadap kebijakan penggusuran ini bukanlah ciri-ciri semua utusan Injil. Bahkan, banyak utusan Injil yang dengan gagah berani melawan tindakan itu, dan sebelumnya, siksaan dialami oleh 4 orang Presbiterian dan 2 utusan Injil Methodis ditangkap, diadili, dihukum, dan dijatuhi hukuman pekerja kasar karena protes keras mereka. Memikirkan tentang para utusan Injil yang diseret dari rumah mereka dengan dirantai bukanlah hal yang biasa.
Dalam pembelaan McCoy, harus ditunjukkan bahwa meskipun dia adalah salah satu pendukung penggusuran yang terkuat, dia benar-benar memunyai keberanian untuk mengutuk kekejaman dalam melaksanakan prosedurnya. Pada akhirnya, penggusuran secara paksa terhadap orang-orang Cherokee tidak diragukan lagi lebih mencoreng alasan Injil di antara orang-orang Indian, daripada pengaruh buruk apa pun yang diberikan oleh tetangga kulit putih mereka.
Untungnya, penggusuran orang-orang Cherokee secara brutal merupakan pengecualian dan bukan yang semestinya. Sebagian besar suku-suku Timur yang mempertahankan campur tangan orang kulit putih terdesak ke Barat dari tanah kelahiran mereka, dan melewati batasan peradaban orang-orang kulit putih. Namun, bukan tanpa penolakan. Orang-orang Indian sering kali berjuang dengan gigih demi tanah mereka, kadang-kadang mengorbankan para Utusan Injil yang datang untuk melayani mereka. Kisah Waiilatpu di negeri Oregon dengan jelas melukiskan ini. (t\Jing Jing)
[Diterjemahkan dari:] | ||
Judul Buku | : | From Jerusalem to Irian Jaya |
Penulis | : | Ruth A. Tucker |
Penerbit | : | The Zondervan Corporation, Grand Rapids, Michigan 1983 |
Halaman | : | 95 -- 97 |