Selama dua jam setiap pagi, dan dua jam lagi setiap sore, Pendeta SB menghabiskan waktunya bersama Yesus. Dia membaca Alkitab, berdoa, dan menaikkan lagu-lagu pujian, sambil memetik gitarnya. Seperti nabi Daniel, persekutuannya dengan Allah adalah suatu bagian yang dilakukannya setiap hari.
Pada 12 Januari, saat itu listrik mati semalaman, dan dia sedang menikmati persekutuan malamnya dengan Bapa Surgawi. Dia duduk di ruangan depan rumahnya. Ruangan tersebut dipakai sebagai tempat suci bagi gereja kecilnya, yang telah dirintis oleh SB dan istrinya di barat laut Tajikistan. Persekutuan mereka merupakan satu-satunya gereja Kristen di kotanya, satu-satunya pos terdepan di kota yang memiliki 126 tempat ibadah agama lain.
Saat SB bernyanyi dan memainkan gitar, suara letusan senjata memecahkan keheningan malam. Peluru-peluru menembus kaca jendela depan. Tembakan pertama mengenai tangan SB, darahnya menciprat ke atas gitar yang dimainkannya. Tembakan kedua mengenai kakinya, sebelum tembakan terakhir ke arah dadanya yang mengakhiri hidupnya di dunia ini.
Mendengar suaminya berteriak, T berlari menuju ruangan di mana SB berada. Yang dapat dia lakukan bagi suaminya hanya melihatnya mati. Bagaimanapun, aksi penembak gelap tersebut belum berakhir. Dia berjalan di sekitar rumah, menembak membabi buta ketiga sisi dinding rumah. Dia juga menembaki mobil SB. Lalu penembak tersebut melarikan diri melalui gang sempit yang berdebu di belakang rumah, menghilang di kegelapan dingin malam.
Satu minggu sebelum penembakan, salah satu koran kota mencetak artikel mengenai gereja. Isi artikel tersebut memprovokasi. Ada satu kalimat di akhir artikel: "Jadi lebih baik SB diapakan?" Rupanya, penembak tersebut menganggap dirinya adalah jawaban atas pertanyaan tersebut. Di Tajikistan, para penganiaya utamanya bukan pemerintah tetapi kelompok-kelompok agama radikal yang beroperasi di negara itu.
SB membaca Alkitabnya. Dia melihat kepada firman Tuhan di Yohanes 12:24, "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah." Ketika dia bangun pada 12 Januari, dia tidak menyadari bahwa dia akan menjadi benih itu, bahwa dia akan mati hari itu.
Penderitaan bukan hal yang baru bagi SB, tetapi jika kembali mengingat lima tahun yang lalu, mungkin sulit dibayangkan laki-laki ini menyerahkan hidupnya bagi Kristus. Dulunya SB adalah seorang pemimpin organisasi kejahatan di Tajikistan, seorang yang telah lima kali masuk penjara selama total 18 tahun. Di dalam penjara dia bertemu dengan SG, seorang Kristen, sesama narapidana yang mengenal Kristus melalui pelayanan kunjungan ke penjara oleh sebuah gereja. SG mulai berdoa agar Yesus menjadi nyata dalam hidup SB.
"Berdoalah bagi orang lain," kata SG. "Jangan buang-buang waktu berdoa bagi saya." SG pantang mundur. Dia adalah orang yang bertanggung jawab atas kapel penjara, dan selama tiga tahun dia terus berdoa setiap hari agar sahabatnya mau datang kepada Kristus. Pada bulan Agustus 2000, doa-doanya dijawab ketika SB berlutut dan menerima Kristus sebagai Juru Selamat dan Tuhan. Enam bulan kemudian, SB yang berapi-api ini memimpin pelajaran Alkitab di dalam penjara. Dia dibebaskan dari penjara pada November 2001, dan dibaptis tidak lama setelah itu. Tetapi dia akan kembali lagi ke penjara itu berkali-kali, karena di sana masih ada yang lain di balik terali besi -- yang memerlukan keselamatan Kristus.
SB melakukan perjalanan mengunjungi pelosok-pelosok negerinya. Dia adalah seorang pengkhotbah yang bergairah dengan kasihnya yang luar biasa bagi orang-orang. Allah memanggilnya untuk menanam sebuah gereja di kotanya -- sebuah kota yang tidak ada satu pun orang Kristen yang tinggal di sana, kecuali orang-orang agama radikal. SB dan T mulai melakukan perjalanan pada hari Minggu untuk mengadakan ibadah-ibadah; dan di awal 2003, mereka pindah ke kota lain. Sejak saat itu, gerejanya mulai bertumbuh dan jiwa-jiwa baru menerima Kristus. Tidak seorang pun yang tahu pelayanan SB di kota tidak akan bertahan lama, hanya setahun.
"Hidupnya bagi Kristus adalah bercahaya seperti bintang," kata SB, "seperti sebuah ledakan."
Sumber kerohaniannya yang berkobar-kobar berasal dari empat jam sehari menghabiskan waktu bersama Yesus di dalam doa, pembelajaran Alkitab, dan penyembahan.
"Saya sudah menjadi Kristen selama 12 tahun," kata T, istri SB, dan saya tidak pernah bertemu dengan seorang pendoa seperti SB. Seminggu sebelum kematiannya, SB memohon kepada Tuhan untuk memberikannya tambahan dua jam lagi -- di siang hari baginya untuk bersekutu dengan Allah.
Allah menjawab doanya dengan jalan yang tidak seorang pun harapkan, Tuhan memberikan kepada SB tidak hanya tambahan dua jam, tetapi kekekalan bersama Kristus. Tetapi bagi istrinya yang sekarang ditinggalkan, sepertinya terlalu berat.
"Selama 20 hari (setelah pembunuhan) saya tidak mau memegang Alkitab di tanganku," kata T pada saat KDP berdiri di samping kuburan suaminya, yang dikuburkan di suatu tanah bebatuan yang terbentang di luar kota kelahirannya. "Lalu Allah mulai menunjukkan kepadaku kebaikan-Nya. Awalnya, saya bertanya, 'Kenapa, Allah, kenapa?'" Terhenti sejenak dia mengusap air mata yang menetes turun ke wajahnya. "Setelah itu, saya mulai mengerti bahwa peristiwa ini merupakan rencana Allah. Saya mulai belajar bagaimana bersyukur kepada Allah melalui peristiwa ini."
Tetapi kesaksian SB tidak terhenti di sini. Nyatanya, benih kehidupannya mulai menghasilkan buah-buah kehidupan dan bahkan lebih banyak lagi. Suatu pencurahan kasih datang pertama kali dari pelosok-pelosok negaranya, lalu dari seluruh dunia. T telah menerima surat-surat dari berbagai penjara yang berbeda di Tajikistan, surat-surat dari para narapidana yang dipengaruhi oleh kehidupan dan pelayanan suaminya.
"Banyak orang telah dibangkitkan dari kerohanian mereka yang tertidur," kata SG. "Tidak hanya di Tajikistan, tetapi juga Kirgiztan dan Kazakstan. Banyak narapidana yang merupakan sahabat karibnya ketika mendengar kisah pembunuhannya, menjadi lebih dekat lagi dengan Kristus dan berkomitmen memberikan hidup mereka kepada Yesus."
Bahkan di kuburan SB, benih kehidupan menghasilkan buah. Anak angkat SB yang berumur 18 tahun, SJ, sebelumnya telah melarikan diri dari Tuhan. Saat SJ memandangi kuburan ayahnya, pesan kehidupan dari SB tumbuh subur di hatinya. Saat itu juga dia kembali menerima Kristus.
"Saya tidak tahu seperti apa ayah kandungku dan SB menjadi seorang ayah baru bagiku," kata SJ. "Ketika saya punya masalah, saya pergi mengunjunginya dan kami berbicara tentang masalah yang saya hadapi, dan dia menguatkan saya dan dia sangat mengerti saya. SB menjadi seperti ayah kandungku sendiri. Dia tidak pernah menghakimi siapa pun. Bagi saya, kata SB: 'Tugas saya adalah memberitahukan kepadamu mengenai Yesus dan mengatakan kepadamu bahwa kamu harus bertobat. Waktunya akan datang ketika kamu mengerti.' Dan dia benar bahwa waktunya sudah datang."
Pelayanan SB berlanjut. T masih tinggal di rumah di mana suaminya mati. Visi SB memperluas gerejanya sedang bergerak maju. Seminggu setelah kematiannya, banyak anggota jemaatnya tinggal dalam ketakutan. Sekarang hampir semua dari mereka telah kembali bersekutu.
"Kami telah berdoa dalam waktu yang lama, agar Allah menunjukkan perhatian-Nya ke kota di mana SB melayani dan sekarang sudah terwujud," kata T. "Allah telah menunjukkan rancangan-Nya, dan sekarang Dia telah membelokkan perhatian banyak orang di seluruh dunia ke kota itu. Allah sedang mempersiapkan berkat khusus, karena kita sedang berlutut berdoa selama berjam-jam dan juga berdoa bagi setiap uang yang kita sumbangkan untuk pembangunan gedung gereja baru. Kami hanya memiliki satu rencana di masa depan: untuk menyelesaikan pembangunan gedung baru kami, dan untuk melanjutkan pelayanan (memenangkan jiwa-jiwa) di daerah kami. Kami meminta kepada Allah hanya satu.... untuk melanjutkan pelayanan kami di tempat di mana SB dibunuh."
Ada seseorang yang mereka harapkan dapat dijangkau dengan benih Injil, yaitu orang yang telah membunuh SB, anak pemimpin tempat ibadah agama radikal. Saat ini dia sedang ditahan karena suatu kejahatan. "Satu hari kami akan bertemu dengan orang yang membunuh SB, karena kami memiliki pelayanan penjara di seluruh Tajikistan," kata SG, "dan kami siap untuk memberitakan Yesus kepadanya."
Pokok Doa:
Doakan T, SJ, dan SG, agar Tuhan menyertai mereka dalam setiap pelayanan mereka menjangkau jiwa-jiwa di Tajikistan.
Doakan pembunuh SB, agar bertobat dan mengalami jamahan kasih Kristus.
Doakan orang-orang percaya di Tajikistan, agar bertekun dalam doa dan berani menyatakan iman mereka di tengah masyarakat yang belum mengenal kasih Kristus.
Diambil dari:
Nama buletin | : | Kasih Dalam Perbuatan, Edisi November - Desember 2004 |
Penerbit | : | Yayasan Kasih Dalam Perbuatan |
Halaman | : | 3 -- 5 |