Banyak dari kita mungkin memiliki Alkitab tanpa berpikir panjang bahwa sebenarnya di balik setiap proyek penterjemahan Alkitab terjadi peperangan rohani yang tidak kelihatan? Ada banyak penderitaan (baik secara fisik dan mental) dan berbagai kesulitan lain yang muncul di luar kontrol manusia untuk menghalangi pekerjaan penterjemahan Alkitab. Untuk menolong kita mengerti keadaan ini, maka redaksi mengutipkan sebuah kisah "Penterjemahan Alkitab" yang diambil dari salah satu kesaksian dalam buku "Alkitab di Seluruh Dunia: 48 Kisah Nyata", karya Grace W. McGavran dengan judul asli "Stories of the Book of Books", yang diterbitkan oleh Lembaga Literatur Baptis.
Jembatan ke Madura yang dimaksud dalam kisah nyata ini bukanlah jembatan dalam artian secara fisik, melainkan Alkitab yang diterjemahkan dalam bahasa Madura, yang merupakan jembatan yang menghubungkan Kasih Allah dengan suku Madura (Penjelasan secara lebih rinci tentang suku Madura dapat anda baca di edisi ini dalam kolom "Doa Bagi Suku"). Penerbitannya memakan waktu lebih dari satu abad. Beragam hambatan dialami sehingga penerbitan Alkitab berbahasa Madura ini berulangkali tertunda. Tapi puji Tuhan setelah 130 tahun Alkitab bahasa Madura akhirnya dapat diterbitkan! Berikut ini adalah kisah panjang dari "jembatan" yang menhubungkan kasih Allah kepada orang Madura yang dimulai satu setengah abad y.l.:
* Pada pertengahan abad ke-19 (1843), seorang Kristen yang taat, penduduk pulau Jawa tapi keturunan Madura, yang bernama Tosari, berusaha membawa Kabar Baik ke pulau nenek moyangnya. Tetapi orang- orang Madura tidak mau menerima dia sehingga akhirnya ia kembali ke Jawa Timur. Namun melalui pelayanan dan kesaksiannya banyak orang Jawa yang menjadi percaya, sehingga ia mendapat julukan Kiayi Paulus Tosari.
* Pada masa pelayanan Kiayi Paulus Tosari, ada sepasang suami-istri Belanda, penginjil Samuel Harthoorn, yang menetap di Pamekasan yang mencoba melayani orang-orang Madura. Selama 4 tahun mereka berusaha membina persahabatan dengan penduduk setempat. Malangnya, tahun 1868, segerombolan orang Madura mengepung rumahnya dan membunuh istrinya. Peristiwa yang mengerikan itu membuat duda yang berdukacita itu meninggalkan pulau Madura selama-lamanya.
* Tahun 1880, J.P. Esser, seorang pendeta muda dari Belanda yang belajar teologia (doctor) dan juga belajar bahasa Madura, berusaha memasuki pulau Madura, tetapi tidak berhasil. Lalu ia menetap di Bondowoso dan kemudian di Sumberpakem, dimana konon ada banyak orang keturunan Madura bermukim. Di sana Dr. Esser juga menterjemahkan cerita-cerita Alkitab dalam bahasa Madura, yang oleh Ebing, salah seorang yang dilayani Dr. Esser dipakai untuk mengabarkan Injil ke Madura.
* Tahun 1886, Dr. Esser sudah menyelesaikan terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Madura. Lalu ia mengambil cuti dinas ke Belanda untuk mengusahakan penerbitan terjemahannya. Tetapi proyek "Jembatan ke Madura" ini mengalami hambatan, karena tahun 1889 Dr. Esser meninggal dunia (37 tahun) dan sebagian naskah terjemahannya juga hilang.
* Tapi puji Tuhan karena Tuhan menyediakan pengganti Dr. Esser, yaitu seorang pendeta muda bernama H. Van der Spiegel. Pada tahun 1889 ia berangkat ke Jawa Timur, untuk meneruskan pelayanan yang dirintis Dr. Esser di Bondowoso dan Sumberpakem. Ia pun mengerahkan tiga orang Madura untuk menolong memperbaiki dan menyempurnakan naskah Kitab Perjanjian Baru peninggalan Dr. Esser.
* Tahun 1903, Pdt. H. Van der Spiegel pulang ke Belanda dengan tujuan untuk menerbitkan seluruh Perjanjian Baru dalam bahasa Madura seperti yang diinginkan Dr. Esser 17 tahun. Tetapi selama Van der Spiegel memperjuangkan proyek penerbitannya di Belanda, kembali tragedi menimpa. Gereja tempat pelayanan Ebing dan rumah seorang penginjil Madura dikepung dan dibakar massa sehingga hampir menyebabkan kematian mereka. Mungkin hal ini yang menyebabkan hasil karya Van der Spiegel tidak jadi diterbitkan, kecuali hanya dua Kitab Injil dan sebuah buku yang memuat 104 cerita Alkitab dalam bahasa Madura. Bahkan ketika Van der Spiegel meninggal (1919), Kitab Perjanjian Baru bahasa Madura yang lengkap masih belum diterbitkan.
* Pdt. Shelfhorst adalah rekan sekerja Pdt. Van der Spiegel yang telah melayani di Bondowoso dan di Sumberpakem sejak tahun 1904. Dari seorang penginjil Madura Pdt. Shelfhosrt mendapat informasi bahwa orang-orang di sebelah Timur Madura lebih terbuka terhadap Kabar Baik. Oleh karena itu pada tahun 1912, ia dan keluarganya tinggal di Kep. Kangean. Pdt. Shelfhorst memberi banyak bantuan pengobatan kepada penduduk setempat. Ibu Shelfhorst membuka kelas-kelas kepandaian putri. Sebagai jembatan Injil mereka juga menggunakan lagu- lagu, gambar-gambar, cerita-cerita Alkitab, dan kelompok diskusi. Namun hampir tidak ada seorang pun yang menerima Tuhan Yesus. Setelah berpuluh-puluh tahun tanpa hasil nyata, Pdt. Shelfhorst mulai mengkhususkan diri dalam proyek penerjemahan Firman Tuhan. Pada tahun 1933, Kitab Mazmur bahasa Madura diterbitkan.
* Pada tahun 1935 Pdt. Shelfhorst pensiun atas permohonannya sendiri. Tetapi ia tidak pulang ke Belanda! Malahan ia menetap di pegunungan Jawa Timur sambil menerjemahkan Firman Tuhan dengan giat serta mengutus keluar para penjual bahan cetakan Kristen. Hasil karyanya berupa Surat-Surat Perjanjian Baru dalam bahasa Madura banyak yang distensil dan dibawa rekan pelayananya ke mana-mana.
* Tahun 1942 Jepang mulai berkuasa di Indonesia. Pdt. Shelfhorst tertangkap dan meninggal dalam sebuah kamp tahanan Jepang di Jawa Tengah. Usahanya selama 41 tahun untuk menginjili suku Madura dan menterjemahkan Firman Tuhan belum berhasil dan belum diterbitkan. Apakah kasih Tuhan untuk menjangkau suku Madura berhenti di sini?
* Sebelum meninggal, di kamp tahanan Jepang Pdt. Shelfhorst bertemu dengan penginjil A.J. Swanborn, seorang Belanda keturunan Swedia. Sudah berpuluh-puluh tahun iapun berusaha menginjili suku Madura, namun kisahnya berakhir berbeda. Sejak masih muda A.J. Swanborn telah menerima panggilan untuk pergi ke Madura. Tahun 1899 ia ditunjuk menjadi utusan Injil ke pulau-pulau Sangir-Talaud, lalu ke Jakarta, Yogyakarta, dan akhirnya ke Kalimantan Selatan. Keinginannya diutus ke Madura ditolak sehingga ia mengundurkan diri sebagai utusan Injil. Namun ketika ia menjadi pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda (1914) A.J. Swanborn berhasil dikirim ke kota Pamekasan sebagai kepala sekolah rakyat. Setiap sore ia membuka sebuah sekolah swasta atas biayanya sendiri dan melalui usaha inilah ia mulai menginjili anak-anak Madura. Namun di waktu yang lain Swanborn juga berusaha menerjemahkan Firman Allah ke dalam bahasa Madura. Ketika ditangkap pemerintah Jepang dan dimasukkan ke kamp penampungan itulah ia bertemu dengan Pdt. Shelfhorst. Mereka berdua membagikan kegigihannya dalam memperjuangkan proyek penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Madura. Tapi yang sangat mengherankan Pdt. Shelfhorst ternyata khusus menterjemahkan Surat-surat Kiriman Perjanjian Baru, sedangkan A.J. Swanborn menterjemahkan hanya keempat Kitab Injil dan Kisah Para Rasul. Tapi hidup Pdt. Shelfhorst dan A.J. Swanborn berakhir di dalam tahanan pada bulan Mei 1945.
Naskah terjemahan Bapak Swanborn itu diwariskan kepada putri- putrinya. Mereka mengirim naskah yang sangat berharga itu kepada perwakilan Lembaga Alkitab Belanda di kota Bandung. Namun ..... karena kerusuhan peperangan pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, naskah tadi rupa-rupanya tidak pernah sampai ke tangan orang-orang yang dapat mengusahakan penerbitannya.... Bagaimanakah akhir kisah "Jembatan ke Madura" ini?
* Karena anugerah Tuhan, pada bulan September 1994, yaitu genap 130 tahun sejak pertama kali penginjil Samuel Harthoorn dan istrinya tiba di Pamekasan, Lembaga Alkitab Indonesia akhirnya berhasil menerbitkan Alkitab lengkap dalam bahasa Madura.
Kini "Jembatan ke Madura" itu sudah menjadi kenyataan. Maukah pembaca e-JEMMi terus mendukung dalam doa agar "Jembatan" ini menjadi alat Tuhan untuk menyalurkan kasih Allah yang dicurahkan-Nya melalui Yesus Kristus kepada suku Madura?
Kesaksian selengkapnya dari kisah ini dapat anda baca dalam Situs Cerita Misi di alamat:
==> http://www.sabda.org/misi/cerita/index.htm
==> http://www.sabda.org/misi/cerita/cerita43.htm