A. Utamakan yang Terpenting
Ada dua hal penting yang perlu kita pelajari agar berhasil menginjili siapa pun, khususnya kelompok mayoritas. Tanpa kedua hal ini, usaha kita akan sia-sia. Pertama adalah hidup yang kudus, dan yang kedua adalah doa dan kepercayaan yang teguh bahwa Allah masih melakukan mukjizat guna meneguhkan kebenaran Injil.
Hidup yang Kudus
Penginjilan yang berhasil tidak pernah bergantung pada perdebatan yang hebat atau teknik-teknik yang diterapkan secara sempurna. Berpikir dan belajar bagaimana memberitakan Injil secara lebih baik tetap merupakan hal yang penting. Walaupun demikian, betapa pun menariknya kesaksian kita kepada kelompok mayoritas, kesaksian kita ini tidak akan berguna jika hidup kita tidak mencerminkan kepribadian Kristus. Hal itu seperti menghidangkan makan malam yang lezat di piring yang kotor. Saksi Kristus yang tidak hidup kudus mungkin akan lebih banyak merugikan daripada menguntungkan perluasan pemberitaan Injil.
Saya kenal seorang laki-laki yang senang berbicara tentang Yesus dan Injil dengan siapa saja yang mau mendengar. Dia memandang dirinya sendiri sebagai pengkhotbah dan penginjil, namun dia sudah menikah beberapa kali. Baru-baru ini saya melihat dia bersama wanita lain yang bukan istrinya. Orang itu tidak memiliki kesaksian yang baik di lingkungannya; dia dianggap orang munafik. Demikian pula dengan orang yang tidak mau meminjamkan uang kepada orang yang sedang membutuhkan pinjaman. Demikian pula dengan orang yang gampang marah, orang yang tidak membayar hutangnya, atau yang suka berbohong. Hidup orang seperti itu tidak membangkitkan rasa hormat dari orang-orang yang tidak percaya. Bagaimana mereka dapat memercayai Injil dari mulutnya?
Apakah kita harus sempurna dahulu baru kita berhak menginjil? Tentu saja tidak. Yang kita perlukan ialah menjadi semakin serupa dengan Yesus. Kita tidak dapat membenarkan gaya hidup yang terang-terangan melanggar perintah Allah. Sebaliknya, orang yang belum percaya harus melihat adanya kualitas-kualitas yang baik pada pengikut-pengikut Kristus. Orang-orang percaya mungkin tidak menyadari bahwa kualitas-kualitas ini diperhatikan oleh orang lain. Walaupun demikian, Allah sendiri bekerja di dalam diri kita untuk mengubah kita menjadi orang-orang yang lebih baik. Kalau kita mengabaikan dosa yang ditunjukkan Allah dalam hidup kita, kita tidak akan dapat menjadi saksi-Nya yang berguna. Allah telah menciptakan kita sebagai bejana yang kudus (2 Korintus 4:7). Kita telah dikuduskan untuk membawa Injil kepada orang-orang yang belum mendengarnya. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan kalau kita tidak meneladani Yesus. Kita masing-masing harus berusaha mengenal Allah dan hidup dalam kekudusan-Nya. Hal itu harus menjadi tujuan yang paling penting dalam kehidupan kita. Dengan demikian, Dia akan memakai kita.
Berdoa untuk Mukjizat
Penginjilan merupakan bagian dari peperangan rohani yang besar. Sebelum masuk dalam peperangan, tentara-tentara harus memiliki senjata yang tepat dan ampuh. Paulus mendaftarkan senjata yang kita butuhkan dalam Efesus 6. Ketika semua senjata itu sudah siap untuk dipakai dan semua tentara itu sudah siap untuk berperang, Paulus berkata itulah waktunya untuk berdoa. Maksudnya, doa adalah tempat untuk menghadapi musuh. Medan peperangan ada di dalam doa. Kita diberitahu bahwa doa orang yang benar sangat berkuasa dan efektif (Yakobus 5:16). Kebenaran adalah perkara menaati Allah dan hidup dalam kekudusan, maka di dalam doa kita dapat mengatasi perlawanan musuh.
Sebelum kita mulai bersaksi, kita harus berdoa untuk orang yang tersesat, supaya mata mereka tercelik dan hati mereka terbuka. Kita berdoa untuk seluruh keluarga dan tetangga supaya mereka beriman kepada Kristus. Kita berdoa supaya Allah menyadarkan mereka bahwa mereka membutuhkan keselamatan dan hal-hal yang kekal. Kita berdoa melawan kuasa-kuasa kegelapan yang mengikat seluruh kelompok orang itu. Ketika Roh Allah berjalan di depan kita, maka kita pergi memberitakan Injil. Ketika kita berdoa, kita tahu bahwa Roh sedang bekerja. Dia memakai doa kita untuk menghancurkan benteng-benteng kejahatan (2 Korintus 10:4). Usaha kita yang terpenting harus terpusat pada doa.
Orang yang terbeban untuk memberitakan Injil kepada kelompok mayoritas sering bergumul dalam upaya menemukan kunci yang tepat untuk membuka hati orang-orang yang belum percaya. Tetapi dari pengalaman, kita melihat bahwa hal tersebut tidak sesederhana itu. Siapa pun yang pernah berusaha membuka gembok yang sudah karatan tahu bahwa gembok itu tidak mudah dibuka, sekalipun dengan kunci yang tepat. Jika gembok itu sudah lama tidak dibuka, mungkin diperlukan pelumas. Pelumas untuk membuka kunci hati dan pikiran orang-orang adalah minyak roh. Roh Allah bekerja membuka hati mereka ketika kita berdoa dan terus mencoba kunci Injil.
Salah satu doa yang paling dinamis ditemukan dalam Kisah Para Rasul 4:23-31. Saat itu murid-murid diancam karena mengabarkan Injil. Allah telah meneguhkan kebenaran pemberitaan mereka dengan menyembuhkan seorang yang lumpuh. Petrus dan Yohanes memimpin jemaat itu dalam doa supaya Allah menolong mereka, dan supaya mereka tetap berani walaupun ada ancaman dari para pemimpin Yahudi. Lebih jauh lagi, mereka meminta Allah untuk terus mengadakan mukjizat demi menyatakan kebenaran Injil Yesus Kristus. Allah berkali-kali mengabulkan doa itu melalui banyak tanda dan berbagai keajaiban. Dan mereka terus menginjili.
Allah masih melakukan mukjizat sampai saat ini. Tetapi, keajaiban-keajaiban itu bukan hal utama untuk menguatkan kita yang sudah percaya. Memang kita akan menjadi semakin bersemangat ketika melihat Allah bekerja dengan cara yang luar biasa, namun kita memiliki firman Allah dan janji-janji-Nya untuk menguatkan kita. Allah memakai tanda-tanda dan keajaiban, khususnya untuk meneguhkan Injil kepada orang-orang yang akan percaya. Saat ini Allah memberi mimpi dan penglihatan kepada mereka yang mencari Dia. Orang-orang disembuhkan dan dijamah Allah dengan cara-cara yang luar biasa. Kita harus berdoa supaya Allah mengadakan tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban untuk meneguhkan kesaksian kita kepada teman-teman dan keluarga kita yang beragama lain. Allah mungkin memakai mukjizat untuk membawa mereka yang Anda kenal kepada Kristus. Karena itu, berdoalah supaya Allah mengadakan tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban. Allah ingin menjawab doa yang seperti itu supaya dunia ini dipenuhi oleh pengetahuan akan kemuliaan-Nya (Habakuk 2:14).
Pendekatan yang Alkitabiah
Pendekatan yang alkitabiah untuk menyampaikan Kabar Baik ialah hidup berdampingan dengan orang-orang yang belum mendengarnya, kemudian ceritakan Injil kepadanya. Yesus memakai cara ini di jalan ke Emaus (Lukas 24:13-35). Dia berjalan berdampingan dengan 2 orang yang sedang berbicara tentang arti penyaliban Yesus dan tentang kebangkitan-Nya. Dia ikut berbicara dengan mereka. Dia mengarahkan percakapan mereka pada pesan nabi-nabi di dalam firman Allah. Beberapa waktu kemudian, mereka mengerti apa yang Yesus jelaskan kepada mereka. Begitulah cara Yesus berkomunikasi dari waktu ke waktu. Filipus, melakukan hal yang serupa (Kisah Para Rasul 8:26-40). Allah memanggil dia untuk pergi ke padang gurun dekat Gaza. Ketika sedang berjalan, Filipus mendekati seseorang yang berada di dalam kereta. Maka, Filipus berlari mendekatinya. Orang itu sedang membaca dari kitab Nabi Yesaya dan memunyai beberapa pertanyaan. Dia mengundang Filipus untuk naik ke keretanya. Filipus mengambil kesempatan itu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tersebut. Lalu dia mengarahkan percakapan itu kepada Kabar Baik. Seperti Yesus, Filipus secara harfiah telah berjalan berdampingan dengan orang yang diinjili olehnya.
Kita tidak harus berjalan bersama seseorang setiap kali kita memberitakan Injil. Namun secara kiasan, aturan yang sama tetap berlaku. Kita harus berusaha berjalan ke arah yang sama dengan arah orang itu. Kita melakukan hal itu sambil berusaha mengetahui bagaimana dia berpikir. Kita harus memasuki dialog (percakapan dua arah) dengan dia, bukan monolog (percakapan satu arah) atau memberi ceramah. Cobalah untuk mendengarkan mereka terlebih dahulu. Berusahalah untuk mengerti keadaan mereka. Anggaplah diri Anda sendiri sebagai seseorang yang sedang belajar memahami posisi orang lain. Setelah Anda mendengarkan dan mengerti, maka Injil kebenaran Allah akan dapat Anda ungkapkan secara lebih tepat. Di samping itu berjalanlah dengan wajar, jangan tergesa-gesa. Kadang-kadang itu merupakan perjalanan yang panjang. Jarak dari Yerusalem ke Emaus lebih dari 11 kilometer. Bahkan, Yesus pun perlu menempuh setiap langkah dalam perjalanan yang panjang itu untuk meyakinkan kedua orang itu yang sebelumnya sudah pernah mendengar Dia berbicara berhadapan muka dengan mereka. Tujuannya adalah untuk menyampaikan kebenaran Injil kepada teman-teman kita dengan lembut dan perlahan.
Mungkin ilustrasi berikut ini akan memperjelas apa yang dimaksudkan dengan berjalan berdampingan. Bayangkan sebuah kereta kuda yang berlari kencang tanpa kusir ke arah Anda. Apakah Anda akan berusaha menghentikannya langsung dari depan? Jika Anda melakukan hal itu, Anda mungkin akan mendapati diri Anda terbaring di rumah sakit atau lebih buruk lagi daripada itu. Anda akan berhasil jika Anda berlari berdampingan dengan kuda itu dan berusaha menangkap tali kendalinya untuk memperlambat derap kuda itu. Lalu Anda dapat menghentikannya atau membelokkannya ke arah yang benar.
B. Diperlukan Waktu
Proses menceritakan Kabar Baik kepada mereka yang belum pernah mendengarnya memerlukan waktu yang tidak sedikit. Jarang sekali ada orang yang langsung beriman setelah mendengar Injil untuk pertama kali atau untuk kedua kalinya. Lebih jarang lagi ada orang yang langsung beriman setelah mendengar Injil dari orang yang tidak dikenal olehnya. Yesus sendiri menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk berbincang-bincang dengan satu sama lain. Dia meninggalkan surga selama 30 tahun lebih untuk melakukan hal itu. Kedatangan-Nya kepada kita dan kesediaan-Nya meluangkan waktu bersama kita merupakan hal yang penting bagi kita. Dengan demikian, kita dapat lebih mengerti tentang Kerajaan Allah. Hal itu penting bagi keselamatan kita. Orang-orang Kristen perlu mengikuti teladan Yesus; mereka perlu pergi kepada orang-orang yang belum mendengar Injil. Kalau tidak demikian, dengan cara bagaimana orang-orang itu akan mendengar Injil (Roma 10;14-17)? Jarang sekali mereka datang kepada kita. Kitalah yang harus pergi kepada mereka. Memang hal itu merupakan proses yang panjang dan melelahkan. Waspadalah terhadap cara-cara penginjilan yang cepat dan mudah.
Gaya Hidup yang Terbuka
Jadi, berapa banyak waktu yang diperlukan? Apakah cukup kalau kita berkunjung sekali seminggu selama 1 atau 2 jam? Jika waktu kita bersama orang-orang yang belum percaya itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dan jika kita menggunakan cara-cara yang kreatif, bukankah itu cukup?
Tentu hal itu sangat baik. Program kunjungan yang dilakukan gereja hampir selalu menghasilkan sesuatu yang baik bagi gereja. Jika pelayanan kita kepada Allah di bidang lainnya dapat ditingkatkan dengan adanya perencanaan dan daya cipta, demikian pula di bidang penginjilan. Walaupun demikian, untuk menjangkau orang-orang yang tersesat, kita harus menyediakan cukup banyak waktu, dan itu akan menuntut seluruh waktu kita. Hal itu dimulai dengan kesediaan untuk melakukan apa saja yang diperlukan untuk membawa orang yang tersesat kepada Kristus. Inilah yang dimaksudkan Paulus ketika dia berkata, "Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka" (1 Korintus 9:22). Penyerahan diri secara menyeluruh seperti itu sulit dilaksanakan kalau kita dibatasi oleh jadwal atau rencana. Jadwal dan rencana memang sangat penting dan berguna, tetapi waktu yang diperlukan untuk menjangkau orang yang tersesat adalah waktu untuk saling berbagi kehidupan.
Sama seperti yang dilakukan Yesus, kita harus berjalan bersama teman-teman kita, makan bersama mereka, bertemu mereka di tempat kerja, bahkan bergadang sambil mengobrol bersama mereka. Kita harus rela berbagi semua aspek kehidupan. Semua waktu kita harus diserahkan ke bawah pengendalian Roh Kudus. Dengan demikian Allah dapat memakai kita untuk menjangkau orang-orang yang tersesat. Itu merupakan gaya hidup pelayanan yang mencakup segalanya.
Teman-teman saya menilai orang berdasarkan apakah dia mudah bergaul/terbuka atau tidak. Mereka menilai orang yang terbuka sebagai teman dan orang yang berharga. Orang-orang yang tidak terbuka dianggap sombong dan tidak ramah. Bila kita memahami hal itu, maka kita memunyai kesempatan untuk memberitakan Injil. Teman-teman kita ingin agar kita bersikap terbuka dan ramah setiap saat. Keramahan seperti ini merupakan alat yang dapat kita gunakan untuk memberitahu mereka tentang kebenaran Allah. Banyak orang Kristen hanya mengenal sedikit sekali orang yang non-Kristen. Jika ada waktu luang, itu sering dipakai untuk kegiatan gereja. Gaya hidup Kristen kita yang padat dengan kesibukan hanya menyisihkan sedikit waktu bagi orang-orang yang tidak mengenal Kristus. Hubungan kita dengan orang-orang yang tersesat begitu jauh dan tidak ramah. Atau mungkin kita sama sekali tidak memunyai hubungan dengan mereka. Apa yang akan dikatakan Yesus kepada kita tentang hal itu? Yesus adalah orang yang terbuka, yang suka meluangkan waktu dengan orang-orang yang perlu mendengar Kabar Baik. Jika Dia hidup pada zaman sekarang, dan menghadapi apa yang kita hadapi, apakah sikap dan perbuatan-Nya akan berbeda dari kita?
Diambil dan disunting dari:
Judul buku | : | Sedapat Mungkin |
Judul artikel | : | Aspek-Aspek Komunikasi |
Lintas Budaya | ||
Penulis | : | P. Agusman |
Penerbit | : | Tidak dicantumkan |
Halaman | : | 8 -- 20 |